• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERMINTAAN UANG DAN DISINFLASI DI

NEGARA ASEAN : ANALISIS DATA PANEL

MELIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MELIANA. Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA.

Penelitian ini secara empiris meneliti mengenai kondisi inflasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang di Negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam) selama Januari 2008 hingga Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan panel kointegrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat inflasi (disinflasi) di negara tersebut sejak Januari 2009 hingga September 2009. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa permintaan uang secara signifikan dipengaruhi oleh suku bunga domestik (diproksikan oleh deposit rate) dan output (diproksikan oleh manufacturing production index).

Kata kunci: disinflasi, permintaan uang, panel kointegrasi, ASEAN

ABSTRACT

MELIANA. Analysis of Money Demand and Disinflation in Selected ASEAN Countries : Panel Data Analysis. Supervised by IMAN SUGEMA.

This study empirically examines the state of inflation and the factors that affect the long-term money demand in ASEAN countries (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Vietnam) during January 2008 to March 2013. This study was performed using a panel cointegration. The results showed that a decline in the rate of inflation (disinflation) in the country from January 2009 to September 2009. In addition, the results also indicate that the demand for money is significantly influenced by the domestic interest rate (proxied by the deposit rate) and output (proxied by manufacturing production index).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PERMINTAAN UANG DAN DISINFLASI DI

NEGARA ASEAN : ANALISIS DATA PANEL

MELIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel

Nama : Meliana NIM : H14100125

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Amiludin Sirait, ibunda Siti Hajar Hutagaol, kedua adik penulis Vinny dan Adhitya Sirait, Om Yusuf Sitorus, Tante Hotmaida Sirait, Alifian Akram Fahreza, Alifah Iftinan, Aliyah Dzil Izzati, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, serta semangat yang terus diberikan untuk penulis. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis,

2. Bapak Dr. Alla Asmara selaku dosen penguji utama dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku komisi pendidikan atas kritik serta saran yang membangun dan bermanfaat yang diberikan kepada penulis,

3. Kak Farhana Zahrotunnisa selaku asisten dosen yang senantiasa memberikan masukan serta semangat yang tiada hentinya,

4. Sahabat-sahabat SMA : Wenny Ayunisa, Muhammad Fakhri Nugraha, Citra Riandini, Eka Chintya Adiyanti, Ahmad Zulfahmi, Muhammad Bimo Prabowo yang selalu mengingatkan untuk selalu optimis,

5. Sahabat-sahabat semasa kuliah : Fitria Permata Sari, Elis Maisari, Selly Efriani, Ria Rosmayanti, Cynthia Putri Prameswari, Fithri Tyas Hapsari, 6. Teman satu bimbingan : Penny Septina, Muhammad Yunus Djamaluddin,

Muhammad Rifki Maulana, Yohanes Putra Abadi, Erma Fatimah, serta Galishia yang selalu memberikan masukan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini,

7. Nindya, Sasha, Chika, Uke, Fazri, Alfin, Hani, Dede Linda, Dodo, Gialdy, Nicco, dan teman-teman Ekonomi dan Studi Pembangunan Angkatan 47 lainnya yang selalu memberikan keceriaan, masukan, pelajaran, motivasi kepada penulis. Semoga kita semua sukses di jalan kita masing-masing nantinya. Aamiin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

METODE 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengolahan Data 16

Metode Analisis Data 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Analisis Deskriptif Untuk Melihat Kondisi Disnflasi di 5 Negara ASEAN 25

Uji Stasioneritas Data Panel 29

Pemilihan Model Terbaik 31

Uji Kointegrasi Data Panel 34

SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39

(10)

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan Sumber Data 16

2 Hasil Uji Akar Unit Pada Data Panel (Panel Unit Root Test) 30 3 Uji Chow Terhadap Model Permintaan Uang Sederhana Chowdhury 31 4 Uji Chow Terhadap model Permintaan Uang Sederhana Leventakis 31 5 Hasil Estimasi Model Pemintaan Uang Sederhana Chowdhury Untuk

Wilayah Perekonomian Terbuka 34

6 Kao Residual Cointegration Test 35

DAFTAR GAMBAR

1 Permintaan Uang Untuk Transaksi 7

2 Permintaan Uang Untuk Transaksi 7

3 Permintaan Uang Bermotif Spekulasi (Liquidity Preferences) 8

4 Permintaan Uang Total 9

5 Kerangka Pemikiran 14

6 Kondisi Inflasi Indonesia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013 27 7 Kondisi Inflasi Malaysia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013 28 8 Kondisi Inflasi Filipina Periode Januari 2008 hingga Maret 2013 28 9 Kondisi Inflasi Singapura Periode Januari 2008 hingga Maret 2013 28 10 Kondisi Inflasi Vietnam Periode Januari 2008 hingga Maret 2013 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Output Eviews Untuk Panel Unit Root Test 40

2 Uji Normalitas 53

3 Uji Chow 54

4 Hasil Estimasi Model Pemintaan Uang Sederhana Chowdhury Untuk

Wilayah Perekonomian Terbuka 55

5 Hasil Estimasi Model Pemintaan Uang Sederhana Leventakis Untuk

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peran bank sentral dalam perekonomian suatu negara sangat penting. Bank sentral adalah mitra utama pemerintah dalam menggerakkan berbagai kegiatan ekonomi melalui kebijakan suku bunga dengan statusnya sebagai otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter, bank sentral memiliki tujuan, tugas, maupun wewenang yang tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya. Bank sentral pada hakikatnya memiliki peran dan fungsi yang sama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Bank sentral dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya terbebas dari intervensi pemerintah.

Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran. Oleh karena itu, kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

Kebijakan moneter merupakan salah suatu ilustrasi kebijakan yang digunakan untuk mengatasi permasalahan ekonomi dengan tujuan utama adalah memelihara kestabilan mata uang. Kebijakan moneter juga merupakan salah satu kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ukuran kemajuan perekonomian dalam suatu negara akan selalu dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara tersebut. Begitu pula untuk negara-negara yang masih berkembang, seperti Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya. Kebijakan moneter merupakan bagian integral kebijakan ekonomi makro yang ditunjukkan untuk mendukung tercapainya berbagai sasaran akhir pembangunan ekonomi yang pada umumnya mencakup pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran (Pohan 2008).

(12)

2

Dotsey dan Jornstein (2003) melihat bahwa ketidakstabilan permintaan uang dapat menjadi salah satu sumber kemungkinan terjadinya guncangan (shock). Fraga et al. (2003) juga mengemukakan bahwa permintaan uang yang tidak stabil dapat memicu guncangan moneter yang tidak terduga dan memberikan tantangan baru dalam penargetan inflasi langsung (direct inflation targeting) di negara berkembang. Oleh karena itu, stabilitas permintaan uang memegang peranan penting bagi pelaksanaan kebijakan moneter yang lebih efektif dalam menciptakan kondisi perekonomian yang lebih baik.

Stabilitas permintaan uang jangka panjang suatu negara dipengaruhi oleh faktor yang menentukan permintaan uang itu sendiri. Sehingga faktor-faktor yang menentukan besar kecilnya permintaan uang suatu negara juga menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Jumlah permintaan uang di suatu negara dipengaruhi banyak faktor, antara lain kebijakan pemerintah, politik, dan keamanan. Faktor yang paling mempengaruhi perkembangan jumlah uang antara lain pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat suku bunga (Boediono 1985). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang suatu negara. Dengan adanya kenaikan dan penurunan jumlah permintaan uang mengakibatkan terjadinya fluktuasi terhadap kondisi likuiditas perekonomian suatu negara.

Menurut Keynes, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat permintaan uang adalah keinginan untuk bertransaksi. Dalam keinginan bertransaksi, hal yang berpengaruh adalah pendapatan. Tingkat pendapatan nasional merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu negara serta dapat dijadikan cerminan kesejahteraan masyarakat. Tingkat pendapatan mempengaruhi keinginan orang untuk bertransaksi. Semakin besar pendapatan maka semakin besar keinginan masyarakat untuk bertransaksi. Keinginan bertransaksi yang semakin besar akan mengakibatkan permintaan akan uang semakin meningkat.

Dalam kaitannya memenuhi kebutuhan akan uang, masyarakat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga perbankan. Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dimana pergerakan suku bunga pada perekonomian akan mempengaruhi tabungan (saving) yang terjadi. Manusia dihadapkan pada pilihan antara memegang uang tunai dan menyimpannya dalam lembaga keuangan. Masyarakat juga harus mengetahui keuntungan-keuntungan yang didapat dalam memegang uang secara tunai ataupun menyimpannya guna mendapatkan pendapatan dalam bentuk bunga. Manusia dalam tujuan memegang uang di bank juga memiliki faktor-faktor lain yang mempengaruhi yakni meningkatkan kekayaan dimasa depan melalui simpanan berjangka.

Masyarakat juga memiliki hubungan dengan masyarakat luar negeri dalam hal transaksi. Dalam bertransaksi dengan masyarakat luar negeri, masyarakat menggunakan sebuah mata uang yang telah ditetapkan yang biasanya memiliki nilai yang kuat. Oleh karena itu, nilai tukar atau kurs juga memiliki pengaruh dalam permintaan uang masyarakat. Jika mata uang suatu negara mengalami apresiasi (menguat), maka permintaan uang negara tersebut akan meningkat.

(13)

3 negara yang menjadi objek penelitian kali ini, pencapaian inflation targeting membutuhkan adanya suatu sasaran antara. Salah satu sasaran antara dari kebijakan inflation targeting adalah broad money (M2). Kestabilan broad money sangat penting untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter. Oleh karena itu, kondisi inflasi suatu negara menjadi sangat penting perannya dalam stabilitas kebijakan moneter.

Banyak literatur yang memuat aspek teoritis maupun empiris tentang permintaan uang bagi negara-negara maju maupun berkembang dan menyimpulkan bahwa pendapatan riil (dalam penelitian ini di-proxy-kan dengan manufacturing production index), tingkat suku bunga (dalam penelitian ini digunakan deposit rate dan federal fund rate untuk menjelaskan domestic interest rate dan foreign interest rate), nilai tukar, dan tingkat inflasi merupakan variabel-variabel penting dalam fungsi permintaan uang.

Perumusan Masalah

Krisis ekonomi global pada tahun 2008 memberikan dampak yang cukup signifikan bagi perekonomian negara-negara di dunia, terutama Amerika dan Eropa. Kawasan ASEAN juga merasakan dampak dari krisis ekonomi global 2008 walaupun tidak separah yang dialami kawasan Eropa dan Amerika. Selain itu, berbeda dari krisis Asia pada 1997-1998 di mana pertumbuhan ekonomi yang sehat di negara maju membantu mendukung pemulihan Asia. Kali ini, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa justru masuk ke dalam resesi parah. Oleh karena itu, krisis yang terjadi juga memberikan pengaruh bagi negara ASEAN yang pertumbuhan ekonominya sangat tergantung pada ekspor. Akibatnya, berdasarkan data Asian Development Bank 2009, pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara mengalami penurunan, hanya 4.3% di tahun 2008, dibandingkan dengan 6.4% pada tahun 2007.

Krisis ekonomi global juga mengakibatkan terjadinya lonjakan harga-harga komoditas. Sebagai akibat dari lonjakan harga komoditas, terutama minyak bumi yang mencapai US $148 per barel, inflasi melonjak tajam pada perekonomian ASEAN tahun 2008. Inflasi melonjak lebih dari dua kali lipat di semua kawasan kecuali Indonesia dan Laos. Inflasi yang tinggi ini dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya ketidakstabilan permintaan uang. Ketidakstabilan permintaan uang nantinya akan menjadi pemicu terjadinya guncangan moneter sehingga kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara maksimal.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana kondisi inflasi di ASEAN terutama Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam selama periode Januari 2008 hingga Maret 2013? Apakah terjadi disinflasi di 5 Negara ASEAN selama periode tersebut?

(14)

4

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini terkait dengan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah :

1. Menganalisis kondisi inflasi di ASEAN terutama Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam selama periode Januari 2008 hingga Maret 2013. Terjadi disinflasi di 5 Negara ASEAN selama periode tersebut atau tidak.

2. Menganalisis kemampuan model permintaan uang sederhana yang dirumuskan oleh Chowdhury dalam menjelaskan kondisi jangka panjang permintaan uang pada 5 Negara ASEAN.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi bank sentral atau otoritas moneter di Negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam dalam mengambil langkah dalam pencapaian inflasi yang rendah dan stabil melalui kebijakan suku bunga ataupun inflation targeting framework untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi pembuatan kebijakan bersama di antara 5 Negara tersebut untuk mencapai stabilitas permintaan uang guna menjaga kestabilan dan efektivitas kebijakan moneter di masing-masing negara.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada pengujian akar unit data panel (panel unit root test), panel kointegrasi, dan melihat kondisi inflasi yang terjadi di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam selama periode Januari 2008 hingga Maret 2013. Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan jangka panjang (kointegrasi) antara permintaan uang dengan suku bunga domestik, suku bunga asing, output, dan nilai tukar nominal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah broad money (M2), inflasi, manufacturing production index sebagai proksi untuk output, deposit rate sebagai proksi untuk suku bunga domestik, federal fund rate sebagai proksi untuk suku bunga asing, dan nilai tukar nominal.

TINJAUAN PUSTAKA

Permintaan Uang

(15)

5 a) Pendapatan Rill, semakin tinggi pendapatan permintaan akan uang akan semakin besar. Ini dikarenakan konsumsi dan tabungan akan bertambah seiring dengan meningkatnya pendapatan.

b) Tingkat Suku Bunga, semakin tinggi suku bunga permintaan akan uang untuk motif spekulasi akan berkurang. Hal ini dikarenakan tingginya suku bunga akan membuat biaya pinjaman uang untuk berspekulasi semakin bertambah mahal. Selain itu, jika tingkat suku bunga tinggi, orang akan lebih baik memilih untuk menabung di bank daripada untuk berspekulasi.

c) Tingkat Harga Umum, semakin tinggi tingkat harga umum, permintaan akan uang akan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan harga barang dan jasa bertambah mahal, dan untuk membelinya diperlukan uang yang lebih banyak pula dan mengakibatkan permintaan akan uang juga semakin bertambah.

Teori Kuantitas Uang

Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher pada awal abad dua puluh. Teori kuantitas uang tersebut disampaikan dalam bukunya The Purchasing Power of Money tahun 1911. Fisher ingin melihat hubungan antara kuantitas uang (money supply) dan PDB nominal P×Y . Konsep yang menghubungkan M dan P

×Y disebut velositas uang (velocity of money). Velositas uang adalah tingkat perputaran uang yang didefinisikan sebagai berikut :

M menghubungkan pendapatan nominal dengan kuantitas uang dan velositas (equation of exchange) adalah :

M Irving Fisher juga mengemukakan bahwa velositas uang ditentukan oleh kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan transaksi. Dalam jangka pendek, aspek kelembagaan sulit berubah. Oleh karena itu, dalam jangka pendek velositas uang akan konstan. Pandangan Fisher bahwa velositas uang adalah konstan pada jangka pendek telah mentransformasi equation of exchange menjadi teori kuantitas uang yang menyebutkan bahwa pendapatan nominal ditentukan oleh pergerakan dalam kuantitas uang.

(16)

6

tingkat harga, yaitu : pergerakan tingkat harga merupakan akibat dari perubahan kuantitas uang.

Teori kuantitas uang menunjukkan berapa banyak uang yang dipegang untuk tingkat pendapatan tertentu, sehingga teori ini juga merupakan teori permintaan uang (theory of the demand for money). Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan membagi kedua sisi dari persamaan teori kuantitas uang dengan V , sehingga diperoleh :

M Dimana PY adalah P ×Y , yang merupakan pendapatan nominal. Ketika pasar uang dalam ekuilibrium maka kuantitas uang (M ) akan sama dengan jumlah uang yang diminta (M d), sehingga M dapat diganti dengan M d. Dengan demikian persamaan (3) dapat dituliskan :

M Oleh karena itu, teori kuantitas uang dari Irving Fisher menyebutkan bahwa permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan dan suku bunga tidak berpengaruh terhadap permintaan uang. Fisher berkesimpulan seperti itu karena ia percaya bahwa orang memegang uang hanya untuk melakukan transaksi. Sehingga teori ini berpandangan bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Dengan demikian, menurut teori ini permintaan uang ditentukan oleh : (1) tingkat transaksi yang dihasilkan oleh tingkat pendapatan nominal ( PY ), dan (2) kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan transaksi yang menentukan velositas uang, dengan demikian juga menentukan k.

Teori Moneter Keynes

Keynes sependapat dengan para ahli ekonom klasik tentang fungsi uang sebagai alat tukar. Hal ini mempunyai konsekuensi adanya permintaan uang untuk kebutuhan transaksi, sebagaimana yang diajarkan para ekonom klasik. Keynes juga sependapat dengan para ekonom Cambridge yang berpandangan bahwa uang mempunyai fungsi sebagai penyimpan kekayaan yang dipengaruhi terutama oleh tingkat bunga dan tingkat pengembalian yang diharapkan. Tetapi Keynes melangkah lebih jauh dengan menekankan sangat pentingnya peranan tingkat bunga dalam mempengaruhi perilaku masyarakat memilih memegang uang tunai atau surat-surat berharga. Penekanan faktor tingkat bunga terhadap keinginan memegang uang inilah yang memungkinkan analisis permintaan uang sebagai alat untuk memperoleh keuntungan. Permintaan uang untuk memperoleh keuntungan inilah yang disebut sebagai permintaan uang untuk spekulasi.

Permintaan Uang Sebagai Alat Transaksi

(17)

7 transaksi tak terduga disebutnya sebagai permintaan uang untuk berjaga-jaga (precautionary motive). Tidak ada perbedaan prinsipil antara permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Karenanya, permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat digabungkan menjadi permintaan uang untuk transaksi.

Tidak ada perbedaan antara teori Keynes tentang permintaan uang untuk transaksi dengan teori permintaan uang untuk transaksi menurut para ekonom klasik. Besarnya permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan nasional. Jika pendapatan makin besar maka permintaan uang untuk transaksi juga makin besar. Secara grafis dapat dinyatakan seperti pada Gambar 1.

Gambar di atas menunjukkan bila tingkat pendapatan nasional meningkat (Y) misalnya dari Y1 ke Y2, maka permintaan uang untuk transaksi juga

meningkat dari MT1 ke MT2. Kegiatan yang tercakup dalam peningkatan

permintaan uang untuk transaksi ini adalah untuk kegiatan rutin maupun non rutin (berjaga-jaga). Secara matematis hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

M dimana: M

Karena hanya terkait dengan pendapatan maka permintaan uang untuk transaksi tidak sensitif terhadap tingkat bunga : berapapun tingkat bunga, jumlah permintaan uang untuk transaksi tidak berubah. Jika hal ini yang terjadi maka permintaan uang akan inelastis sempurna, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.

Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004) Gambar 1 Permintaan Uang Untuk Transaksi

(18)

8

Permintaan Uang Untuk Spekulasi

Permintaan uang untuk spekulasi adalah keinginan memegang uang tunai sebagai alternatif dari menyimpannya dalam bentuk obligasi konsol. Permintaan uang untuk spekulasi berhubungan erat dengan perkiraan tingkat bunga di masa mendatang. Perkiraan tingkat bunga di masa mendatang sangat ditentukan oleh persepsi seseorang tentang tingkat bunga yang dianggap normal.

Gambar 3 menunjukkan hubungan berlawanan arah antara permintaan uang untuk spekulasi dengan tingkat bunga. Permintaan uang untuk spekulasi merupakan fungsi dari tingkat bunga yang dirumuskan sebagai berikut :

M p dengan : M p

Dewasa ini pilihan selain dari memegang uang tunai bukan hanya obligasi konsol melainkan juga aset finansial non uang tunai lainnya. Jika tingkat bunga makin tinggi, maka biaya ekonomi dari menyimpan uang tunai akan semakin besar. Karenanya, masyarakat cenderung menyimpan uangnya dalam bentuk non tunai yang akan memberikan pendapatan bunga. Dengan demikian, pada tingkat bunga yang tinggi, keinginan memegang uang tunai akan semakin kecil. Sebaliknya jika tingkat bunga semakin rendah maka biaya ekonomi dari menyimpan uang tunai akan semakin kecil, sehingga masyarakat cenderung menyimpan uang tunai lebih banyak (Mandala dan Rahardja, 2004).

Permintaan Uang Total

Permintaan uang total adalah permintaan uang untuk transaksi ditambah dengan permintaan uang untuk spekulasi, atau dapat dituliskan sebagai berikut :

MD M M p M M p

Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004) Gambar 3 Permintaan Uang Bermotif Spekulasi (Liquidity

(19)

9

+ - - -

Dari persamaan (7) dapat dinyatakan bahwa permintaan uang dalam suatu perekonomian ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional (Y ) dan tingkat bunga (i). Tingkat pendapatan nasional akan menentukan permintaan uang untuk transaksi, sedangkan tingkat bunga menentukan permintaan uang untuk spekulasi. Secara grafis, permintaan uang untuk transaksi dan spekulasi dilukiskan oleh gambar di bawah ini.

Gambar di atas menunjukkan bahwa permintaan uang total adalah penjumlahan horizontal permintaan uang untuk transaksi (MT) ditambah dengan

permintaan uang untuk spekulasi (MSp). Karena permintaan uang untuk transaksi

tidak sensitif terhadap tingkat bunga, maka perubahan jumlah uang yang diminta sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang yang diminta untuk spekulasi.

Teori Kuantitas Uang Modern

Teori ini dikemukakan oleh Milton Friedman pada tahun 1956 dalam artikelnya The Quantity Theory of Money : A Restatement. Meskipun Friedman mengarah pada teori kuantitas uang Fisher, akan tetapi analisisnya lebih mendekati para ekonom Keynes dan Cambridge.

Seperti teori-teori sebelumnya, Friedman juga berusaha menjawab mengapa orang memilih untuk memegang uang. Berbeda dengan Keynes, Friedman menganggap bahwa permintaan uang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan aset lainnya. Kemudian, Friedman mengaplikasikan teori permintaan aset tersebut terhadap uang.

Teori permintaan aset mengindikasikan bahwa permintaan uang merupakan fungsi dari sumberdaya yang tersedia bagi individu (kekayaannya) dan ekspektasi pendapatan dari aset lainnya relatif terhadap ekspektasi pendapatan dari uang. Seperti halnya Keynes, Friedman juga menyadari bahwa orang ingin memegang sejumlah uang riil (real money balances) tertentu. Berdasarkan alasan ini, Friedman merumuskan permintaan uang sebagai berikut :

MD

p r - r r - r - r ⁄

dimana:

Md/P = permintaan uang riil

Yp = ukuran kekayaan Friedman yang disebut permanent income

rm = ekspektasi pendapatan dari uang

(20)

10

rb = ekspektasi pendapatan dari obligasi

re = ekspekatsi pendapatan dari ekuitas

πe

= ekspektasi tingkat inflasi

Tanda positif dan negatif di bawah persamaan mengindikasikan hubungan antara permintaan uang dengan variabel di atas tanda tersebut. Karena permintaan aset berhubungan positif dengan kekayaan, maka permintaan uang berhubungan positif dengan konsep kekayaan Friedman, yaitu permanent income (ditunjukkan dengan tanda positif di bawahnya). Berbeda dengan konsep pendapatan lazimnya, permanent income mempunyai fluktuasi jangka pendek yang kecil karena kebanyakan pergerakan pendapatan bersifat peralihan (transitory). Salah satu implikasi dari konsep permanent income yang digunakan Friedman sebagai determinan permintaan uang adalah bahwa permintaan uang tidak akan berfluktuasi banyak dengan adanya pergerakan siklus bisnis.

Individu dapat memegang kekayaannya dalam beberapa bentuk selain uang, Friedman mengelompokkannya ke dalam tiga jenis aset yaitu : obligasi, ekuitas (saham), dan barang. Insentif untuk memegang aset-aset tersebut dibandingkan uang digambarkan dengan ekspektasi pendapatan dari masing-masing aset tersebut relatif terhadap ekspektasi pendapatan dari uang (ditunjukkan dengan tiga bagian terakhir dari fungsi permintaan uang).

Menurut Friedman, bagian rb – rm dan re - rm menggambarkan ekspektasi

pendapatan dari obligasi dan ekuitas relatif terhadap uang, dimana peningkatannya akan mengurangi ekspektasi pendapatan relatif dari uang sehingga akan mengurangi permintaan uang. Sedangkan bagian πe - rm

menggambarkan ekspektasi pendapatan dari barang relatif terhadap uang. Jika πe - rm meningkat, maka ekspektasi pendapatan dari barang relatif terhadap uang juga

akan meningkat sehingga permintaan uang akan berkurang.

Inflasi

Friedman menyatakan bahwa inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter. Ia menganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin 2008).

Meskipun faktor-faktor dari sisi permintaan dan penawaran dapat meningkatkan inflasi, akan tetapi money supply merupakan satu-satunya determinan inflasi pada jangka panjang. Alasannya bahwa selain pertumbuhan money supply, faktor-faktor lain tidak dapat menyebabkan persistent inflation saat tidak ada pengakomodasian pertumbuhan money supply (Mishkin 1995).

Beranjak dari pandangan Mishkin (1995), Hossain dan Chowdhury (2001) menderivasi hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi. Dalam bukunya Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries disebutkan bahwa dasar hubungan antara pertumbuhan money supply dan inflasi dapat dibuat berdasarkan kondisi keseimbangan di pasar uang, sebagai berikut :

M r dimana:

(21)

11 P = tingkat harga

m(●) = permintaan uang riil yang merupakan fungsi dari pendapatan riil (Y) dan suku bunga nominal (r)

Dari persamaan (9), tingkat harga dapat dituliskan dengan persamaan (10). Persamaan ini menunjukkan bahwa, dengan asumsi elastisitas pendapatan dari permintaan uang riil adalah satu, tingkat harga akan meningkat dua kali lipat pada suatu periode waktu tertentu tanpa ada perubahan dalam money supply jika permintaan uang berkurang menjadi setengahnya karena penurunan pendapatan riil atau peningkatan suku bunga.

M r ⁄

Dari persamaan (11), model inflasi menurut Hossain dan Chowdhury (2001) dapat diturunkan sebagai berikut :

π y r r dimana:

π = tingkat inflasi

= tingkat pertumbuhan money supply

m = elastisitas pendapatan dari permintaan uang

gy = tingkat pertumbuhan pendapatan/output riil

r = semi-elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga

gr r

Disinflasi

Disinflasi didefinisikan sebagai sebuah perlambatan dalam laju harga inflasi. Disinflasi digunakan untuk menggambarkan contoh bila laju inflasi telah berkurang sedikit selama jangka pendek. Meskipun digunakan untuk menggambarkan periode inflasi melambat, disinflasi berbeda dengan deflasi. Kamus ekonomi modern MIT mendefinisikan deflasi sebagai "Sebuah penurunan berkelanjutan dalam tingkat harga umum." Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yang didefinisikan sebagai peningkatan tingkat harga secara keseluruhan selama periode waktu. Sebaliknya, disinflasi, merupakan periode ketika tingkat inflasi adalah positif, namun menurun dari waktu ke waktu.

Deflasi, inflasi, dan disinflasi merupakan perilaku yang berbeda dari tingkat harga. Tingkat harga umumnya diukur baik menggunakan Deflator Produk Domestik Bruto (GDP Deflator) atau Indeks Harga Konsumen (CPI). GDP Deflator adalah luas indeks inflasi dalam perekonomian, Indeks CPI mengukur perubahan tingkat harga yang luas dari produk konsumen.

Penelitian Terdahulu

(22)

12

tersebut menemukan bahwa pada jangka panjang nominal effective depreciation, biaya tenaga kerja dan utility price growth mengakibatkan terjadinya inflasi. Penelitian tersebut juga menguji suatu restriksi bahwa efek marjinal dari inflasi biaya input (input cost inflation) adalah satu. Selain itu, hasil penelitian juga tidak bisa menolak hipotesis bahwa persamaan inflasi bersifat linearly homogenous.

Kedua, dalam penelitian tersebut juga diestimasi persamaan permintaan uang jangka panjang untuk Rusia dengan menggunakan lima macam monetary aggregates dari ruble currency in circulation sampai dengan effective broad money. Dalam hal ini, effective broad money mencakup deposito dalam mata uang asing dan estimasi dari mata uang asing dalam peredaran. Hasil penelitian menemukan bahwa seluruh ukuran permintaan uang yang tidak memasukkan mata uang asing dalam sirkulasi ternyata sangat bergantung secara negatif terhadap nominal depreciation rate. Hal tersebut menunjukkan bahwa mata uang asing merupakan substitusi penting untuk uang domestik.

Terakhir, dilakukan estimasi model koreksi ekuilibrium (equilibrium correction model) untuk inflasi dengan tujuan untuk menentukan bagaimana short-term dynamics of inflation dipengaruhi oleh deviasi dari persamaan inflasi jangka panjang dan persamaan permintaan uang jangka panjang. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kecepatan penyesuaian inflasi ke keseimbangan jangka panjangnya adalah lambat (berkisar antara 6-12 bulan). Inflasi juga tidak memberikan respon yang signifikan terhadap excess supplies of monetary aggregates yang tidak mencakup foreign cash holding. Akan tetapi, inflasi terlihat memberikan respon yang signifikan terhadap excess supply of effective broad money.

Nassar (2005) telah melakukan penelitian mengenai permintaan uang dan inflasi di Madagaskar. Penelitian ini berusaha memodelkan determinan inflasi di Madagaskar selama periode 1982-2004. Adapun spesifikasi persamaan inflasi yang digunakan merupakan traditional extension dari model disekuilibrium moneter untuk ekonomi terbuka. Ini diturunkan dari model teoritis yang menggambarkan perekonomian kecil yang memiliki tradable goods sector dan nontradable goods sector.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks harga konsumen (IHK), broad money (M3), suku bunga domestik, foreign interest rate, foreign prices, nilai tukar, dan GDP riil. Sedangkan data yang digunakan adalah data kuarter selama periode 1982-2004. Penelitian tersebut diawalinya dengan mengestimasi persamaan permintaan uang jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen.

Setelah itu, Nassar memprediksi Error Correction Model (ECM) untuk inflasi dengan memasukkan error correction term yang merupakan ukuran bagi ketidakseimbangan di pasar uang. Dalam mengkonstruksi ECM untuk inflasi, dimasukkan juga empat lag dari seluruh variabel yang ada dalam sistem, tiga faktor musiman, dan tiga variabel dummy. Ketiga variabel dummy tersebut dimasukkan untuk mewakili : (i) peralihan rezim nilai tukar sejak kuarter dua tahun 1994, (ii) krisis politik pada kuarter dua tahun 2002, dan (iii) krisis pada kuarter tiga tahun 2002.

(23)

13 menunjukkan adanya hubungan jangka panjang yang stabil antara monetary aggregates, harga domestik, pendapatan riil dan foreign interest rate di Madagaskar. Selain itu, ECM untuk inflasi memperlihatkan bahwa perubahan dalam monetary aggregates, nilai tukar dan foreign interest rate mempunyai dampak signifikan terhadap inflasi. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai lasting impact terhadap inflasi serta adanya inflation inertia dimana ekspektasi inflasi sangat ditentukan oleh kejadian sebelumnya.

Penelitian mengenai permintaan uang dan disinflasi telah dilakukan di 6 negara CEECs (Central and Eastern European Countries), yaitu Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Romania, Slovakia, dan Slovenia oleh Jarko Fidrmuc pada 2006. Dalam penelitiannya, Jarko menggunakan model permintaan uang dan inflasi yang dirumuskan oleh Chowdhury dan Leventakis. Alasan dipilihnya model tersebut adalah karena model tersebut sesuai dengan permasalahan yang diangkatnya.

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Jarko (2006) adalah untuk menganalisis apakah model permintaan uang sederhana yang dirumuskan oleh Chowdhury dan Leventakis dapat menjelaskan hubungan jangka panjang permintaan uang di Negara CEECs. Selain itu, dianalisis pula kondisi disinflasi yang sedang terjadi di negara CEECs sebagai akibat perluasan European Union (EU).

Penelitian tersebut menggunakan data panel, di mana dilakukan pengujian stasioneritas dengan panel unit root test dan pengujian kointegrasi dengan menggunakan panel cointegration test. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data bulanan periode September 1994 hingga Juni 2003. Dalam penelitiannya Jarko menggunakan variabel-variabel, seperti : M2, Consumer Price Index, Industrial Production Index, Deposit Rate, Euro Area Interest Rate, dan Nominal Exchange Rate.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ternyata model permintaan uang sederhana yang dirumuskan oleh Chowdhury dan Leventakis dapat menjelaskan hubungan jangka panjang permintaan uang di CEECs. Selain itu didapatkan hasil pula nahwa terjadi disinflasi atau penurunan laju inflasi di 6 negara pengujian selama periode pengujian sebagai akibat bergabungnya negara-negara tersebut ke dalam EU.

Kerangka Pemikiran

(24)

14

Bank Sentral

Kebijakan Moneter

Pentingnya efektivitas kebijakan moneter

Stabilitas Permintaan Uang

Faktor yang mempengaruhi

Inflasi Output

(Manufacturing Production Index)

Suku Bunga

Nilai Tukar (Nominal Exchange Rate)

Suku Bunga Domestik (Deposit Rate)

Suku Bunga Asing (Federal Fund

Rate)

Panel Unit Root Test

Panel Cointegration Test

Gambar 5 Kerangka Pemikiran diuji dengan

(25)

15

Hipotesis

1. Terjadi disinflasi di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam pada awal hingga pertengahan 2009 untuk mengatasi tingginya tingkat inflasi di negara tersebut akibat krisis Eropa 2008.

2. Terdapat hubungan jangka panjang antara permintaan uang dengan manufacturing production index dan deposit rate dalam model permintaan uang jangka panjang yang dirumuskan oleh Chowdhury.

3. Model permintaan uang sederhana Chowdhury dapat menjelaskan kondisi permintaan uang jangka panjang di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam.

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Jenis data yang digunakan adalah data panel, yaitu gabungan data cross section dan time series. Data panel yang dikumpulkan berupa data cross section yang terdiri dari 5 negara ASEAN yang meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam serta data time series bulanan (monthly time series) periode Januari 2008 hingga Maret 2013. Penggunaan periode tersebut memungkinkan penelitian dapat dilakukan dengan sampel yang seimbang. Artinya, setiap negara memiliki ketersediaan data yang sama untuk semua variabel yang akan diuji pada periode tersebut.

Adapun data yang digunakan sebagai variabel penelitian meliputi Broad Money (M2), Consumer Price Index (CPI), Manufacturing Production Index, Deposit Rate, Federal Fund Rate, dan Nominal Exchang Rate. Semua variabel, kecuali Deposit Rate dan Federal Fund Rate dikonversikan ke dalam bentuk logaritma natural (ln).

(26)

16

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

No. Jenis Variabel Proksi Yang Digunakan Sumber

1 Inflasi Consumer Price Index International Financial Statistic

(IFS) dari International Monetary Fund (IMF)

2 Broad Money Broad Money (M2)

3 Output Manufacturing

Production Index

International Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund (IMF)

4 Suku Bunga

Domestik

Deposit Rate International Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund (IMF)

5 Suku Bunga

Asing

Federal Fund Rate Federal Reserve

6 Nilai Tukar Nominal Exchange Rate FXSAUDER

Secara rinci, sumber data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini dicantumkan dalam tabel berikut :

Metode Pengolahan Data

Pengolahan atas data sekunder untuk variabel Consumer Price Index (CPI), Broad Money (M2), Manufacturing Production Index (MPI), Deposit Rate (DR), Federal Fund Rate (FFR), dan Nominal Exchange Rate (NER) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam menggunakan beberapa paket program statistik seperti Microsoft Excel 2007 dan Eviews 8.0. Kegiatan pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2007 meliputi input data serta pembuatan tabel dan grafik. Pengujian stasioneritas variabel dengan panel unit root test, pendugaan hubungan antar variabel, serta pengujian kointegrasi antar variabel dengan panel kointegrasi menggunakan EViews 8.0 sebagai program pengolahan datanya.

Metode Analisis Data

(27)

17 Penggunaan model data panel memungkinkan untuk menangkap karakteristik antar individu dan antar waktu. Selain itu, data panel digunakan apabila observasi dari cross section saja atau data time series saja tidak cukup untuk dilakukan analisis, karena dengan data panel observasinya akan lebih banyak. Hsiao (2004) menyatakan bahwa model regresi data panel memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

1. Data panel mampu menyediakan data yang lebih banyak dan informasi yang lebih lengkap, karena merupakan gabungan antara data cross section dan data time series, sehingga model regresi data panel akan menghasilkan degree of freedom (df) yang lebih besar yang selanjutnya akan meningkatkan efisiensi dari estimasi regresi.

2. Penggabungan informasi dari data time series dan data cross section, dapat mengatasi masalah yang timbul akibat penghilangan variabel (ommited variable).

3. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data lebih banyak.

4. Data panel mampu mengindikasikan dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dengan data cross section murni atau time series murni.

5. Data panel mampu mengurangi kolinieritas antar variabel.

6. Suatu hal yang penting dalam data panel yang diabaikan dalam penggunaan OLS adalah heterogenitas antara unit-unit cross section. Asumsi yang mendasari OLS tersebut sangat jarang berlaku dalam kenyataan sehari-hari. Heterogenitas dapat terjadi pada intercept, slope, atau keduanya. Perbedaan antar individu tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan data panel.

Kelebihan analisis regresi data panel yang fundamental ditambahkan oleh Greene (2005) yaitu adanya fleksibilitas yang lebih besar bagi peneliti dalam memodelkan perbedaan perilaku diantara individu-individu. Pada model regresi klasik, gangguan (error terms) selalu dinyatakan bersifat homoskedastik dan serial uncorrelated. Kondisi ini menyebabkan penggunaan metode OLS akan menghasilkan estimator yang memiliki sifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Sedangkan dalam metode regresi data panel yang merupakan gabungan data beberapa individu dalam beberapa periode, asumsi model regresi klasik tersebut tidak dapat diterapkan. Hal ini terjadi karena dalam data panel terdapat tiga macam gangguan, yaitu: gangguan antar waktu (time series related disturbances), gangguan antar individu (cross section disturbance), serta gangguan antar waktu dan antar individu.

Pengujian dalam analisis regresi data panel berbeda dengan pengujian dalam persamaan tunggal. Dalam analisis persamaan tunggal, pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi gejala homoskedastik, heteroskedastik, atau autokorelasi untuk satu individu. Perbaikan (remidial) model dilakukan jika berdasarkan hasil pengujian terdapat asumsi regresi linier klasik yang terlanggar, sehingga diperoleh hasil estimasi yang bersifat BLUE. Kemudian pengujian dalam analisis data panel dilakukan untuk menentukan estimator yang lebih baik, disesuaikan dengan kondisi matriks varians-covarians residual.

(28)

18

time series yang sama. Jadi, total observasi adalah N (jumlah cross section) x T (jumlah time series).

Analisis Deskriptif Untuk Melihat Kondisi Disinflasi di 5 Negara ASEAN

Analisis deskriptif digunakan untuk melihat kondisi inflasi di 5 Negara ASEAN yang diuji, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Kondisi inflasi yang ingin dibahas adalah kondisi disinflasi yang mungkin terjadi di dalam kelima negara objek penelitian pada periode Januari 2008 hingga Maret 2013. Variabel yang digunakan untuk menganalisis terjadinya disinflasi di 5 Negara tersebut adalah Inflation Rate, Broad Money (M2), dan Deposit Rate. Variabel-variabel tersebut akan ditabulasikan ke dalam bentuk grafik kemudian dianalisis berdasarkan grafik tersebut.

Panel Unit Root Test

Analisis data panel pada umumnya menggunakan data dalam bentuk level dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model. Penelitian yang menggunakan data time series pada umumnya mengandung tren, maka sebaiknya dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara peubah tak bebas dan peubah bebas tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level harus dilakukan pembedaan pertama (first differencing) untuk menghindari hasil yang misleading. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel, maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode biasa, tetapi menggunakan panel unit root.

Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama seperti pada pengujian unit root untuk data time series, hanya saja statistik uji yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP). Statistik uji yang digunakan dalam menguji panel unit root terdiri dari dua jenis, yaitu common unit root yan t r r ar stat st uj L v n L n an Chu LLC an Br tun ’s; s rta individual unit root yang terdiri dari statistik uji IM, Pesaran and Shin (IPS) dan PP-Fisher test.

(29)

19

Model Data Panel

Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut:

t t t

Metode estimasi regresi data panel dengan menggunakan data panel dalam penelitian ini dilakukan melalui empat pendekatan, antara lain:

Pooled Least Square Model

Pooled Least Square Model (PLS) merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Persamaan pada estimasi menggunakan PLS dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :

t j t t

dimana:

Yit = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap cross section

Xjit = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross

section

= intercept yang konstan antar waktu dan cross section

j

= slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section

it = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu

t

N adalah jumlah periode jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K adalah jumlah variabel penjelas.

Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section K l ahan L n a alah u aan para t r a an as ar na t a dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.

Fixed Effect Model

Fixed effect model (FEM) memasukkan unsur variabel dummy sehingga intercept rvar as antar n v u aupun antar un t wa tu n unaan dummy pada metode ini mengakibatkan metode ini juga dikenal dengan sebutan Least Square Dummy Variable (LSDV). FEM lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta j a t r apat or las antara t an x t Persamaan pada estimasi menggunakan FEM dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :

t ∑ D j tj t

dimana:

Yit = nilai vaariabel terikat (dependent variable) untuk setiap cross section

Xjit = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross

(30)

20

= intercept yang berubah-ubah antar unit cross section

j = slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section

D = peubah dummy

it = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu

t

i = individu ke-i; dan t = periode waktu ke-t.

Dari persamaan di atas, telah ditambahkan sebanyak N-1 peubah dummy ke dalam model. Keputusan memasukkan variabel dummy harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom (NT-N-K) yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan ini adalah apat n has l an u aan para t r yan t a as an s n tap kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit.

Fully-Modiefied OLS (FMOLS)

Phillip dan Hansen (1990) merumuskan sebuah penduga yang menggunakan koreksi semi-parametrik untuk menghilangkan masalah yang disebabkan oleh korelasi jangka panjang antara persamaan kointegrasi dan inovasi regresor stokastik. Pedroni (1996 dan 2001) mengusulkam penduga fully-modified OLS (FMOLS). FMOLS ini memperbaiki kesalahan emdogenitas dan korelasi serial pada penduga OLS nonparametrik. Penduga FMOLS menggunakan perkiraan awal dari matriks kovarian dan residual jangka panjang. Persamaan estimasi FMOLS dapat dituliskan sebagai berikut:

Sebuah pendekatan sederhana untuk merumuskan sebuah penduga yang secara asimtot efisien yang menghilangkan pengaruh dalam sistem kointegrasi telah dirancang oleh Saikkonen (1992) dan Stock dan Watson (1993). Persamaan untuk DOLS dapat dituliskan sebagai berikut:

(31)

21

̂ t ̂ t ∑ j ̂ t v tp p

j

dengan hipotesis null tidak ada kointegrasi, uji ADF diambil dari: t DF

̂ [∑ (N ) ]

sv

kalkulasi Kao lebih jauh menunjukkan hasil berikut: DF t DF √ N ̂u⁄ ̂ v

√̂ ( v⁄ ̂ )v ̂v⁄ ̂ v

N

Untuk pendugaan parameter jangka panjang ketika dimasukkan penduga untuk wit

dan ̂it maka akan didapatkan:

Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain:

Chow Test

Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Pooled Least Square Model H1 : Fixed Effect Model

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol (H0) tersebut adalah dengan menggunakan F-Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:

Chow N N K ⁄ N F N N N K

dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series K = jumlah variabel independen

(32)

22

cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.

Metode Evaluasi Model

Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai dilakukan, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus dievaluasi berdasarkan tiga kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Ekonometrika 2. Kriteria Statistik 3. Kriteria Ekonomi

Kriteria Ekonometrika

Model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang antara lain sebagai berikut:

a. Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik.

b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya.

c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien.

Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah estimator tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut:

Normalitas

Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:

H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal

Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera n an tara nyata s sar ana j a l h sar menandakan tidak cukup bukti untuk menolak H0 sehingga residual berdistribusi normal.

Multikolinearitas

Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Gujarati (2003) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui:

a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.

b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel

independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.

(33)

23 antara lain dilakukan dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel.

Autokorelasi

Gujarati (2003) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t-statistik dan uji F-statistik menjadi tidak valid.

Pengujian untuk masalah autokorelasi dilakukan dengan melihat Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program Eviews 8.0 dibandingkan dengan DW-Tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-watson stat terletak di area non-autokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU. Jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Hipotesis pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi

Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut:

0 < DW < DL : tolak H0, ada autokorelasi positif

Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa pengujian antara lain sebagai berikut:

a. Koefesien Determinasi (R2)

Nilai R2 digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik.

b. Uji F-statistik

Uji F-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistik yang besar lebih baik dibandingkan dengan F-statistik yang rendah. Nilai Probabilitas (F-statistik) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistik. Hipotesis pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

(34)

24

Tolak H0 jika F-stat st > F -1,NT-N-K) atau Probabilitas (F-statistik < Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1- ta apat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen.

c. Uji t-statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : j = 0

Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi dan kesesuaian dengan logika.

Model Permintaan Uang

Model permintaan uang yang digunakan dalam penelitian ini adalah model permintaan uang sederhana yang dijelaskan oleh Chowdhury (1995) dan model permintaan uang sederhana yang dijelaskan oleh Leventakis (1993). Fungsi permintaan uang di 5 Negara ASEAN dianalisis dengan menggunakan model yang dijelaskan oleh Chowdhury (1995) dan Leventakis (1993). Aset yang dimiliki oleh warga negara asal dan warga negara asing meliputi uang dalam negeri, uang luar negeri, obligasi dalam negeri, dan obligasi asing. Permintaan uang domestik diasumsikan tergantung pada variabel skala dan tingkat pengembalian keempat aset. Tingkat pengembalian uang domestik adalah nol, sedangkan tingkat pengembalian yang diharapkan untuk uang asing adalah depresiasi yang diharapkan dari mata uang domestik.

Suku bunga domestik mewakili tingkat pengembalian nominal obligasi domestik, sedangkan suku bunga asing mengukur tingkat pengembalian nominal obligasi asing. Oleh karena itu, depresiasi mata uang domestik akan menurunkan permintaan uang dalam negeri dengan mengarahkan kepada substitusi dengan uang asing dan obligasi asing.

Berdasarkan uraian tersebut, Chowdhury (1995) merumuskan model permintaan uang sederhana untuk perekonomian terbuka seperti berikut:

(35)

25 menjelaskan harga (prices), Manufacturing Production Index (MPI) digunakan sebagai proxy untuk menjelaskan output, dan Deposit Rate digunakan sebagai proxy untuk menjelaskan suku bunga domestik (domestic interest rate).

Leventakis (1993) kemudian memasukkan variabel tambahan yang terkait dengan kekayaan dan faktor-faktor yang menentukan permintaan uang. Peningkatan kekayaan diperkirakan akan meningkatkan permintaan untuk aset keuangan, termasuk permintaan uang. Akhirnya suku bunga luar negeri dan nilai tukar nominal dimasukkan ke dalam model permintaan uang untuk perekonomian terbuka. Model yang dikembangkan oleh Leventakis (1993) sebagai berikut:

mit– pit i 1yit 2Rit 3Rit* 4eit it (26)

dimana:

m = money p = prices y = output

R = domestic interest rate R* = foreign interest rate e = nominal exchange rate

Selain variabel-variabel yang sudah dijelaskan pada model (25), terdapat 2 variabel tambahan dalam model (26), yaitu suku bunga asing dan nilai tukar nominal. Federal Fund Rate (FFR) digunakan sebagai proxy untuk menjelaskan suku bunga asing (foreign interest rate). Sedangkan Nominal Exchange Rate (NER) didefinisikan sebagai unit mata uang domestik per 1 US Dollar.

Jadi, model yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengacu pada model permintaan uang sedehana yang dirumuskan oleh Chowdhury dan Leventakis adalah sebagai berikut :

Ln M2 – Ln CPI = i + 1Ln MPI + 2DR + it (27)

dimana :

M2 = broad money

CPI = consumer price index

MPI = manufacturing production index DR = deposit rate

serta

Ln M2 – Ln CPI = i + 1Ln MPI + 2DR + 3FFR + 4Ln NER + it (28)

dimana:

M2 = broad money

CPI = consumer price index

MPI = manufacturing production index DR = deposit rate

(36)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif Untuk Melihat Kondisi Disnflasi di 5 Negara ASEAN

Inflasi merupakan permasalahan utama bagi setiap negara. Inflasi memiliki peran penting dalam stabilitas kebijakan moneter suatu negara. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin misalnya dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

Sedangkan disinflasi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut perlambatan dalam tingkat inflasi. Disinflasi adalah suatu penurunan tingkat harga-harga umum yang biasanya dibarengi dengan penurunan pada tingkat pendapatan nasional. Disinflasi dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi tingkat inflasi yang tinggi dan menghilangkan defisit neraca pembayaran (balance of payment). Peralatan kebijakan disinflasi termasuk kebijakan fiskal, kebijakan moneter (tingkat bunga yang tinggi), dan pengawasan harga dan pendapatan.

(37)

27 penentuan harga (transkasi) yang terus-menerus turun. Deflasi terjadi ketika headline tahunan ekonomi terfokus pada indikator inflasi (biasanya indeks harga konsumen berada dalam area negatif) dan kadang dinyatakan sebagai suatu periode turunnya harga serta upah secara umum.

Penelitian ini menganalisis kondisi inflasi dari 5 negara objek penelitian selama periode penelitian. Berdasarkan data inflation rate, M2, dan deposit rate yang digunakan terlihat bahwa selama periode Januari 2008 hingga Maret 2013 terjadi disinflasi di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Sepanjang tahun 2008, seluruh negara yang menjadi objek penelitian menunjukkan tingkat inflasi tertingginya. Bahkan untuk Indonesia, Filipina, dan Vietnam tingkat inflasi yang dicapai mencapai dua digit. Sedangkan untuk Malaysia dan Singapura walalupun tidak mencapai dua digit, namun tingkat inflasi sepanjang 2008 merupakan tingkat inflasi tertinggi yang dialami kedua negara tersebut.

Tingkat inflasi tertinggi yang dialami Indonesia dan Vietnam selama periode penelitian terjadi pada September 2008, yaitu 12.14% dan 28.24%. Sedangkan tingkat inflasi tertinggi yang dialami Filipina terjadi pada Agustus 2008, yaitu sebesar 12.3%. Di sisi lain, Malaysia mengalami inflasi tertingginya selama Agustus-September 2008 sebesar 8.5% dan Singapura selama April-Juni 2008, yaitu sebesar 7.5%. Setelah periode tersebut (awal hingga pertengahan 2009) terjadi disinflasi di lima negara ASEAN tersebut. Selanjutnya, tingkat inflasi cenderung berada pada tingkat yang stabil.

Lonjakan inflasi yang tinggi selama tahun 2008 disebabkan karena krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Krisis ini menyebabkan terjadinya lonjakan harga komoditas, sehingga inflasi ASEAN melonjak tajam pada tahun 2008. Peningkatan inflasi terbesar terjadi pada Vietnam, Filipina, dan Singapura. Namun, memasuki triwulan IV tahun 2008 (mulai Oktober 2008), lonjakan tingkat inflasi di kawasan ASEAN mulai berkurang dan terjadi disinflasi.

Pada Gambar 6 terlihat bahwa ketika inflasi meningkat, tingkat deposit rate juga cenderung mengalami penigkatan. Pada grafik juga terlihat disinflasi yang terjadi pada Indonesia, di mana disinflasi ini ditunjukkan ketika tingkat inflasi terus mengalami penurunan dari 9.17% pada Januari 2009 menjadi 2.71% pada Juli 2009. Kemudian tingkat inflasi kembali berada pada tingkat yang stabil mulai Agustus 2009 hingga Maret 2013.

Sumber: International Financial Statictic dan Trading Economics 2014 (diolah) Gambar 6 Kondisi Inflasi Indonesia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013

(38)

28

Berdasarkan Gambar 7 juga terlihat bahwa Malaysia mengalami disinflasi pada periode yang sama dengan Indonesia, yaitu terjadi penurunan inflasi sejak Januari 2009 hingga September 2009. Tingkat inflasi pada periode tersebut turun dari 4.4% menjadi -2.4% dan tingkat inflasi pada September 2009 merupakan tingkat inflasi terendah Malaysia selama periode penelitian.

Filipina juga mengalami hal yang sama. Disinflasi terjadi pada periode Januari 2009-September 2009. Pada Januari 2009 tingkat inflasi Filipina sebesar 8% kemudian terus mengalami penurunan hingga mencapai tingkat inflasi terendahnya pada September 2009, yaitu sebesar 0.1%.

Sumber: International Financial Statictic dan Trading Economics 2014 (diolah) Gambar 7 Kondisi Inflasi Malaysia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013

-5

Sumber: International Financial Statictic dan Trading Economics 2014 (diolah) Gambar 8 Kondisi Inflasi Filipina Periode Januari 2008 hingga Maret 2013

0

Sumber: International Financial Statictic dan Trading Economics 2014 (diolah)

Gambar

Gambar 1. Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004)
Gambar 4 Permintaan Uang Total
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Gambar 7 Kondisi Inflasi Malaysia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (Qua si experiment) menggunakan faktorial 2x3 (Desain Fa ctorial 2x3). Strategi pembelajaran fishbowl sebagai variabel

[r]

Setiap kecamatan tersebut, terdapat 10 desa yang menjadi tempat kegiatan KKN Tematik FIB UB, sebagai berikut: desa Pesanggrahan, desa Oro-Oro Ombo, desa Sidumulyo, dan

Briefing on Train and Equip.. Hal ini karena umumnya personik PMC tidak dikontrak secara khusus untuk bertempur dan terlibat langsung dalam sebuah konflik

Jadi hipotesis menyatakan “ada perbedaan yang s ignifikan antara kemampuan menulis recount text dari siswa kelas delapan SMP 1 Mejobo Kudus sebelum dan sesudah diajarkan

Perhitungan SPSS data yang mengandung Market to Book Value

Conor (1974) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan, separuhnya ditentukan oleh rencana yang telah ditetapkan dan setengahnya lagi fungsi oleh

En una cantidad significativa de sistemas de RCE solamente pueden presentarse impugnaciones electorales directas relacionadas con actos y decisiones oficiales, es decir, los actos