LAPORAN TUGAS AKHIR
SISTEM PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)
PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA LUBUK PAKAM TAHUN 2011
O L E H
NAMA : ARI HARTANTO NIM : 092600070
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Penyayang, karena dengan berkah, rahmat, dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang berjudul “Sistem Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011” ini sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Tidak lupa pula penulis ucapkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, dengan harapan kita akan mendapatkan Syafa’atNya di Yaumil akhir kelak. Amin ya Rabbal Alamin.
Penulis menulis laporan ini berdasarkan teori dan beberapa buku dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, serta dari data dan informasi yang penulis peroleh selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam. Adapun penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dinyatakan lulus pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis selama ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada :
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Patar N.M.P. Hutabarat,SE,ST selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia memberikan masukan dan saran bagi penulis mulai dari awal pengerjaan sampai selesainya Tugas Akhir ini.
4. Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Indra Effendi Rangkuti, S.Sos, Abangda Afrizal Pasaribu, S.Sos, dan Ibu Corby Siburian selaku pegawai Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu mahasiswa dalam menyelesaikan kegiatan akademik.
6. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
7. Segenap Pimpinan, Staff dan pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam yang telah memberikan izin dan menerima kehadiran penulis untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, khususnya untuk Buk Eulis Yulistisia dan bang Faridh yang telah memberikan banyak informasi bagi penulis dalam penyelesaian laporan ini..
8. Kedua orang tua, abangku dan seluruh keluargaku yang tanpa henti telah memberikan dukungan, do’a dan motivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Sahabat-sahabat terbaikku Very, Arwin, Aris, dan Raymond yang selalu memberikan do’a dan motivasi bagi penulis hingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya teman-teman di kelas B.
12. Kepada semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan banyak motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajian. Semua ini disebabkan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi tambahan referensi yang bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Hormat Saya, Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………... i
DAFTAR ISI……….. iv
DAFTAR TABEL……….. vii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri………. 1
B.Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri………. 6
C.Uraian Teoritis………... 9
D.Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri……… 12
E. Metode Ptaktik Kerja Lapangan Mandiri……….… 13
F. Metode Pengumpulan Data……….. 15
G.Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri………. 16
BAB II GAMBARAN LOKASI PKLM A. Sejarah Umum Direktorat Jenderal Pajak………. 18
B. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak………... 21
C. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak………. 22
D. Sejarah Lahirnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam….. 22
E. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.. 25
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
A. Dasar dalam Perpajakan………... 34
1. Defenisi Pajak………... 34
2. Fungsi Pajak………..35
3. Jenis Pajak……… 36
4. Asas Pemungutan Pajak……… 39
5. Sistem Pemungutan Pajak………...…. 39
6. Subjek Pajak………. 41
B. Pajak Penghasilan Pasal 21………... 45
1. Dasar Hukum dan Defenisi PPh Pasal 21……… 45
2. Pemotong dan Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21………… 47
3. Subjek dan Bukan Subjek PPh Pasal 21………... 49
4. Objek dan Bukan Objek PPh Pasal 21……….. 52
5. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21………. 54
6. Penghasilan Tidak Kena Pajak………. 57
7. Tarif Pasal 17 UU PPh………. 58
8. Penyetoran PPh Pasal 21……….. 58
9. Pelaporan PPh Pasal 21……… 58
10. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21……… 59
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA A.Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil…... 62
C.Subjek dan Objek PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Lubuk Pakam…. .67
D.Tata Cara Perhitungan PPH Pasal 21 atas Gaji PNS di KPP Pratama
Lubuk Pakam………. 68
E.Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong atas Gaji PNS pada KPP Pratama
Lubuk Pakam Tahun 2011………. 72
F. Dampak-dampak atas Prosedur yang Digunakan……….. 74
G.Kendala-kendala dalam Pemotongan PPh Pasal 21……….. 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan……… 77
B.Saran……….. 79
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang Bernaung di Lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I………... 20
Tabel 2.2 Jumlah Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam s/d Bulan Maret Tahun 2011..……..……….. 25
Tabel 3.1. Daftar Objek Pemotongan PPh Pasal 21……….. 54
Tabel 3.2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)……… 57
Tabel 3.3. Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Dalam Negeri……….. 58
Tabel 4.1. Tarif PPh Pasal 21 atas Honorarium/Imbalan yang diterima PNS……... 63
Tabel 4.2 Rincian PPh Pasal 21 Tahun 2011 di Kantor Pelayanan Lubuk Pakam....73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab tuntutan tersebut, perguruan tinggi harus melakukan berbagai cara dalam usaha meningkatkan kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Melalui praktik ini seorang mahasiswa dapat menerapkan teori-teori yang telah diperoleh di bangku kuliah. Serta dapat mengembangkan semua keterampilan yang dimiliki pada instansi-instansi pemerintah maupun perusahaan swasta tempat mahasiswa tersebut melakukan praktik. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana situasi dunia kerja yang sebenarnya dan siap menjadi tenaga baru yang terampil dan professional.
Sehingga untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan upaya yaitu melalui ekstensifikasi pajak (usaha untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari luar) dan intensifikasi pajak (usaha mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor dari dalam), dan perlunya asas keadilan dan kepastian hukum bagi para pembayar pajak.
Masalah pajak merupakan masalah yang dihadapi pihak pemerintah sebagai pihak yang memungut pajak dengan rakyat sebagai pihak yang berkewajiban membayar pajak. Masing-masing pihak memiliki kepentingan dan saling ketergantungan. Tentang besarnya beban pajak, masyarakat wajib pajak mengharapkan adanya pemungutan pajak yang adil, artinya besar pajak yang terutang sesuai kemampuan wajib pajak, sedangkan harapan pemerintah sebagai pemungut pajak, mengharapkan adanya pelunasan pajak yang tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.
Negeri (WPDN) sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya. (Mardiasmo; 137).
Pajak Penghasilan sangat menentukan peningkatan penerimaan pajak, karena dianggap memiliki peranan dan dapat memberikan sumber penerimaan yang bersifat elastis khususnya pada karyawan/pegawai tetap di sebuah instansi atau perusahaan. Para pegawai tetap tidak dapat mengelak untuk tidak membayar pajak karena data berupa penghasilan lengkap ada pada badan selaku pemberi kerja.
Pajak Penghasilan dapat dilihat dari 2 (dua) subjek pajak yang berbeda yakni Orang Pribadi dan Badan. Pajak Penghasilan Badan umumnya lebih mudah teridentifikasi serta pemungutan pajak atas Badan jauh lebih optimal daripada Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Hal ini disebabkan adanya institusi finansial tanpa adanyainformasi transaksi finansial dari tiap orang.
1. Wajib Pajak, Objek Pajak, dan Pemotong Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
1.1. Wajib Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Pejabat Negara
b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) c. Pegawai
d. Pegawai Tetap
g. Penerima Pensiun h. Penerima Honorarium\
i. Penerima Upah (Mardiamo,2008; 158)
1.2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Objek Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota dewan anggota komisaris atau anggota pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun. (Mardiasmo, 2008; 160)
1.3. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
a. Pemberi kerja yang terdiri dari Orang Pribadi dan/atau Badan.
b. Bendaharawan pemerintah pusat maupun daerah (menyangkut Pegawai Negeri).
c. Dana Pensiun PT. Jamsostek, PT. Taspen.
Namun dalam kenyataannya kendala-kendala masih muncul terutama akibat informasi yang diberikan dalam bentuk buku panduan perpajakan dan pembaca tidak selamanya mengerti, dimana pihak perusahaan atau disebut juga juga sebagai pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 masih salah dalam melakukan perhitungan sehingga tidak jarang para pegawainya merasa dirugikan.
Dengan demikian hal tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mempelajari, memahami, dan mendalami bagaimana sebenarnya sistem perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam, dan karena pada saat ini pajak merupakan bahan/topik pembicaraan yang sangat penting untuk dibahas dan dipelajari oleh siapa saja dalam pajak. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil sebuah judul :
“SISTEM PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA LUBUK PAKAM TAHUN 2011”
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
1. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Adapun tujuan penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) antara lain :
1.1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran pemotong pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji PNS pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam. 1.2. Untuk mengetahui sistem pemotongan dan perhitungan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam
1.3. Untuk mengetahui subjek dan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
1.4. Untuk mengetahui tata cara perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
1.5. Untuk mengetahui dampak-dampak atas prosedur yang digunakan dalam pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Negeri Sipil (PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
2. Manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
2.1. Bagi Mahasiswa Peserta Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
a. Mengaplikasikan ilmu yang sudah diperoleh selama perkuliahan. b. Menciptakan dan menumbuhkembangkan sikap profesionalisme,
integritas, tanggung jawab, inovatif, etos kerja yang tinggi serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja yang sebenarnya.
c. Memotivasi mahasiswa untuk beraktivitas secara efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan.
d. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perpajakan khususnya pelaksanaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah
2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam
a. Sarana perwujudan tanggung jawab sosial (social responsibility) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam terhadap masyarakat khususnya di bidang pendidikan.
yang menjadi sumber masukan (input) untuk meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang.
c. Sarana menciptakan hubungan positif antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam dengan lembaga pendidikan khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU)
2.3. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
a. Sarana menjalin hubungan baik antara pihak Universitas dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
b. Menjadi masukan penyempurnaan kurikulum dan sistem pendidikan untuk masa yang akan datang.
C. Uraian Teoritis
1. Defenisi dan Fungsi Pajak 1.1. Defenisi Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH di dalam buku Dasar-Dasar
yang di gunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2008; 2)
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1), pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
1.2. Fungsi Pajak
a. Fungsi Budgetair, pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Regulerend, pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. (Mardiasmo,2008;2)
2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
2.1. Defenisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
2.2. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
a. Pemberi kerja yang terdiri dari Orang Pribadi dan Badan. b. Bendahara Pemerintah baik pusat maupun derah.
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT.Taspen, PT. ASABRI.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. f. Penyelenggara kegiatan.
2.3. Penerimaan Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi),distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenisnya.
c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. d. Penerima honorarium.
e. Penerima upah.
f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai).
2.4. Penerapan Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/Pejabat Negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2.5. Pengertian Biaya Jabatan dan Besarnya Tarif Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan, mulai (1 Januari 2009).
2.6. Besarnya PTKP untuk pegawai tetap mulai (1 Januari 2009) a. Untuk diri pegawai :
Setahun = Rp. 15.840.000,00 Sebulan = Rp. 1.320.000,00 b. Tambahan untuk pegawai yang kawin :
Setahun = Rp. 1.320.000,00 Sebulan = Rp. 110.000,00
c. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarganya Rp. 1.320.000,00.
2.7. Tarif yang digunakan mulai (1 Januari 2009)
b. Diatas Rp. 50.000.000,00 - Rp. 250.000.000,00 = 15% c. Diatas Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 = 25% d. Diatas Rp. 500.000.000,00 = 30%
D. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam adalah sebagai berikut : Prosedur pengenaan Pajak Penghasilan khususnya PPh Pasal 21 atas pegawai yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah menurut UU No. 36 Tahun 2008 meliputi pemotongan dan pemungutan pajak terutangnya.
E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, penulis menentukan tempat pelaksanaan (objek) Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), kemudian dilanjutkan dengan pembuatan proposal dan surat pengantar Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), serta konsultasi dengan dosen pembimbing.
2. Studi Literatur
lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
3. Observasi Lapangan
Pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh data-data yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Lubuk Pakam yang bersangkutan mengenai sistem perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).
4. Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan mengenai sistem pemotongan dan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui:
4.1. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, maupun literature yang ada mengenai sistem pemotongan dan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 atas pegawai.
4.2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian Lapangan yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan (KPP Pratama Lubuk Pakam).
5. Analisis Data dan Evaluasi
berlandaskan pada pemikiran atau teori yang telah ada serta menjelaskannya dengan kata-kata yang sistematis sehingga permasalahan dalam penelitian terungkap secara jelas dan objektif.
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi Lapangan
Pengumpulan data tentang peranan pemeriksaan lapangan, melakukan pengamatan langsung tentang objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
2. Wawancara
Pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung dengan melibatkan pegawai (key informan) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam baik secara lisan maupun tulisan yang berhubungan dengan objek studi.
3. Dokumentasi
dengan pemotongan dan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil(PNS) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
G. Sistematika Penulisan Laporan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang yang menjadi dasar penulisan, Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), ruang lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode Pengumpulan Data, dan sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam, meliputi sejarah Singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Lubuk Pakam, Struktur Organisasi, Uraian Tugas Pokok dan Fungsi dan gambaran pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji pegawai yang dilakukan oleh bendaharawan Pemerintah.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Pada bab ini dibahas tentang analisa dan evaluasi dari setiap data yang diperoleh sebelumnya meliputi sistem perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas gaji pegawai yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam serta pengaruhnya terhadap penerimaan Negara.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran penulis berdasarkan analisa dari setiap data yag diperoleh penulis pada saat melakukan riset pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.
BAB II
GAMBARAN LOKASI PKLM
A. Sejarah Umum Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak adalah sebuah Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan. 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan.
3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan. 5. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal.
Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :
2. Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara.
3. Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan. 4. Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada
Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar Pajak Bumi dan Bangunan.
Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak seperti yang ada sekarang ini.
terbagi atas wilayah Sumatera Utara I dan wilayah Sumatera Utara II. Wilayah Sumatera Utara I terdiri dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia, Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, Kantor Pelayanan Pajak Binjai, dan unit kerja yang bergerak khusus di bidang pemeriksaan terhadap wajib pajak yaitu Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB).
Seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak melalui sistem modernisasi. Dengan adanya reorganisasi tersebut, maka unit kerja yang dulu dikenal Karipka dan KPPBB digabungkan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan Pajak Madya. Unit kerja wilayah Sumatera Utara I adalah :
Tabel 2.1
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang Bernaung di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I
No Nama Kantor Kode Alamat kantor No. Telp No. Fax
1
KPP Pratama Jl. KL. Yos Sudarso 6642764 6643695
Medan Belawan 112 KM. 8,2 Tanjung Mulia 6642763 6642764
2
KPP Pratama 111
Jl. Asrama No. 7‐A 8467967 8467439 Medan Barat
3
KPP Pratama
Jl. Asrama No. 7‐A
8467568
8467744
4
KPP Pratama 121 Jl. P.Diponegoro
4529353 4529343 Medan Polonia No. 30 A GKN II
5
KPP Pratama Jl. P.Diponegoro
4529379 4529403 Medan Kota 122 No. 30 A GKN I Lt. IV
6
KPP Pratama Jl. P.Diponegoro
4536897 4512635 Medan Timur 113 No. 30 A GKN II
7
KPP Pratama Jl. P.Diponegoro 7951148
7956226 Lubuk Pakam 125 No. 42‐44 7955509
8
KPP Pratama 119 Jl. Jambi No. 1 Rambung 8820407 8829724
Binjai Barat, Binjai Selatan 8820406
B. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak
1. Visi Direktorat Jenderal Pajak
“Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”.
2. Misi Direktorat Jenderal Pajak
C. Strukur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak
Selain itu, struktur organisasi juga merupakan penyedia lingkungan kerja yang tepat sesuai dengan keahlian dan kecakapan karyawan masing-masing serta membatasi kegiatan kerja dan wilayah setiap karyawan.
Adapun kegunaan dari struktur organisasi tersebut adalah : 1. Memudahkan pelaksanaan kerja
2. Mempermudah pengawasan oleh pimpinan 3. Membagi kegiatan kerja khusus pada tiap bagian
4. Mencegah adanya penumpukan kerja pada staff bagian saja
5. Mempermudah kerjasama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan rencana.
D. Sejarah Lahirnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama, merupakan bagian dari program reformasi birokrasi perpajakan yang sifatnya komprehensif dan telah berjalan sejak tahun 2002 ditandai dengan terbentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor Pelayan Pajak Wajib Pajak Besar. Terbentuknya KPP Pratama ini secara otomatis Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPBB) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) tidak ada lagi. Langkah ini diambil sebagai bagian dari usaha meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak untuk memberikan Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal dalam pelaksanaan
good governance.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam didirikan pada tahun 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 22 kecamatan. Sebelumnya wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam merupakan bagian wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tebing Tinggi dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada Wajib Pajak. Dengan berdirinya KPP Pratama Lubuk Pakam diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan bagi wajib pajak yang berdomisili atau berlokasi di Kabupaten Deli Serdang.
Penentuan lokasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama merupakan salah satu
faktor terpenting dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam terletak di Jl. P. Diponegoro No.
42-44. kantor pemerintah ini disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah,
Kantor Bank, ini juga memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap
Wajib Pajak dalam membayar Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam di pimpin oleh seorang
Kepala Kantor yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang di
pimpin oleh masing-masing seorang Kepala Seksi. Agar dapat lebih jelas dan
transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam,
maka penulis akan menggambarkan kedudukan, tugas, fungsi dan struktur organisasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.
Adapun Wilayah-wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk
Pakam yaitu :
1. Sunggal 12. Labuhan Deli
2. Pancur Batu 13. Deli Tua
3. Beringin 14. Lubuk Pakam
4. Gunung Meriah 15. Percut Sei Tuan
5. STM Hulu 16. Galang
6. Bangun Purba 17. Kutalimbaru
7. Batang Kuis 18. Namorambe
8. Tanjung Morawa 19. Pagar Merbau
9. Hamparan Perak 20. Patumbak
10.Sibolangit 21. Sibiru-biru
Adapun jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak
[image:32.595.142.483.248.395.2]Pratama Lubuk Pakam sampai dengan bulan Maret tahun 2011.
Tabel 2.2
Jumlah Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam s/d Bulan Maret Tahun 2011
Keterangan Jumlah Jenis Pajak yang di Pungut
Orang Pribadi 110.823 PPh
Badan 6.310 PPh
Bendaharawan 1.636 PPh
Jumlah 118.769 -
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
E. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Struktur organisasi merupakan wadah bagi sekelompok yang bekerja sama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi
menyediakan pengadaan personil akan memegang jabatan tertentu dimana,
masing-masing diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab sesuai jabatannya. Hubungan
kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan
gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang-orang yang menggerakkan
organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Struktur organisasi diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang
berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan dapat
menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya
komunikasi, koordinasi dan integrasi secara efisien dan efektif dari segenap kegiatan
organisasi baik vertikal maupun horizontal.
Pada prinsipnya struktur organisasi yang digunakan tergantung pada ukuran
besarnya dan jenis organisasi serta banyaknya jumlah staf dalam organisasi serta
BAB III
GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
A. Dasar-Dasar dalam Perpajakan
1. Defenisi Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH di dalam buku Dasar-Dasar
Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990), pajak di defenisikan sebagai iuran
kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat di paksakan) dengan
tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan
yang di gunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum. (Mardiasmo,
2008; 2)
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1), pajak adalah kontribusi wajib kepada
Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan di gunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
2.1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan
uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara
ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan lain-lain.
2.2. Fungsi Regularend (pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan
pajak sebagai fungsi pengatur adalah :
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. PPnBM
dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin
mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang
tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar
rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah.
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar
pihak yang memperoleh pengasilan tinggi memberikan kontribusi
(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan
pendapatan. Tarif pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan agar para
pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia
c. PPh dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti
semen ,rokok, baja dan lain-lain, dimaksudkan agar terjadi penekanan
produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan
atau polusi (membahayakan kesehatan).
d. Pembebasan PPh atas sisa hasil usaha koperasi, dimaksudkan untuk
mendorong perkembangan Koperasi di Indonesia.
e. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing
agar menanamkan modalnya di Indonesia.
3. Jenis Pajak
3.1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau di tanggung sendiri
oleh WP dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain.
Pajak harus menjadi beban WP yang bersangkutan.
Contoh : PPh dibayar atau di tanggung oleh pihak-pihak tertentu yang
memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu, pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak
tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa atau
perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi
penyerahan barang atau jasa.
Contoh : PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang
barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit
maupun implisit (dimasukan dalam harga jual barang atau jasa).
Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak
langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat
dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya.
Ketiga unsur tersebut terdiri atas: Penanggung jawab Pajak, adalah orang
yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, Penanggung Pajak, adalah
orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban pajaknya, Pemikul Pajak,
adalah orang yang menurut Undang-Undang harus dibebani pajak.
Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang maka pajaknya disebut
Pajak Langsung, sedangkan jika ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada
lebih dari satu orang maka pajaknya disebut Pajak Tidak Langsung.
3.2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi WP atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya (Wajib Pajak).
Contoh : Dalam PPh terdapat Subjek Pajak (WP) Orang Pribadi.
Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan
pribadi WP (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan
lainnya). Keadaan pribadi WP tersebut selanjutnya digunakan untuk
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (WP) maupun tempat
tinggal.
Contoh : PPN dan PPnBM serta PBB.
3.3. Menurut Golongannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. (Mardiasmo, 2008; 5)
4. Asas Pemungutan Pajak
4.1. Asas Domisili
Asas domisili yaitu Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan
yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak
Dalam Negeri.
4.2. Asas Sumber
Asas Sumber yaitu Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
4.3. Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan
suatu Negara. (Mardiasmo, 2008; 7)
5. Sistem Pemungutan Pajak
5.1. Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan jumlah besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur
perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur
perpajakan).
5.2. Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut
pajak sepenuhnya berada di tangan WP. WP dianggap mampu menghitung pajak,
mampu memahami Undang-Undang perpajakan yang sedang berlaku, dan
mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar
Oleh karena itu, WP diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang
terutang, memperhitungkan sendiri pajak yang terutang, membayar sendiri jumlah
pajak yang terutang, melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, dan
mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
5.3. With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) yang ditunjuk
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan
sesuai peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau
tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang
ditunjuk. (Mardiamo, 2008; 7-8)
6. Subjek Pajak
Subjek Pajak adalah orang pribadi, warisan atau badan, termasuk Bentuk
Usaha Tetap (BUT), baik yang berada di dalam negeri maupun berada di luar negeri
yang mempunyai atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Subjek Pajak dapat dibedakan menurut kedudukan atau keberadaannya, yaitu :
6.1. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak Dalam Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia atau luar Indonesia, baik melalui BUT
ataupun tanpa melalui BUT di luar negeri dan juga warisan yang belum terbagi.
Subjek Pajak dalam negeri dapat berbentuk sebagai berikut :
a. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri dapat dibedakan sebagai
berikut :
a) Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
b) Atau Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan atau Orang Pribadi yang dalam satu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Warisan
Warisan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri apabila warisan yang
ditinggalkan oleh Subjek Pajak Dalam Negeri tersebut belum terbagi, dan
menggantikan kewajiban pewaris, sampai dengan warisan tersebut dibagi. Warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pengganti pajak,
menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum
terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
c. Badan
Kewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia di mulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yag melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi :
a) Perseroan Terbatas (PT)
b) Perseroan komanditer (CV)
c) Perseroan lainnya (PT Persero)
d) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
e) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
f) Firma, kongsi, Persekutuan, Perkumpulan
g) Koperasi
h) Dana Pensiun
i) Yayasan
j) Organisasi Massa, Organisasi sejenis
k) Organisasi Politik
l) Lembaga
m) BUT
n) Kontrak Investasi Kolektif
6.2. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat
tinggal atau berkedudukan di luar Inndonesia yang dapat meneriuma atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui BUT.
Subjek pajak luar negeri dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Orang Pribadi tidak melalui BUT
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau yang berada tidak lebih 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia baik degan atau
tanpa BUT. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik
melalui ataupun tanpa melalui BUT.
b. Badan tidak melalui BUT
Badan sebagai subjek pajak luar negeri adalah badan yang bertempat
kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui BUT.
c. Badan Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah suatu tempat usaha Dimana seluruh atau sebagian usaha dari
suatu perusahaan dijalankan oleh subjek pajak luar negeri. BUT adalah suatu sarana
bagi non-resident tax payer untuk melaksanakan bisnis di negara lain, yang berupa
agen, perwakilan dagang, cabang atau anak perusahaan. BUT dapat berupa orang
B. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
1. Dasar Hukum dan Defenisi Pajak Penghasilan Pasal 21
1.1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008.
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran
Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak,
serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari
Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya
yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
e. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009
Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
21/26.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK. 03/2008 tentang
Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
1.2. Defenisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.
2. Pemotong dan Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
2.1. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak
badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21, meliputi :
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri,
yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar :
a) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan
untuk dan atas nama persekutuannya.
b) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
Subjek Pajak luar negeri.
c) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan
magang.
e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib
pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
3. Subjek dan Bukan Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
3.1. Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dari
Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi
yang merupakan :
a. Pegawai
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :
a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya.
c) Olahragawan
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
g) Agen iklan.
i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara.
j) Petugas penjaja barang dagangan.
k) Petugas dinas luar asuransi.
l) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya.
b) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
c) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu.
d) Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
e) Peserta kegiatan lainnya.
3.2. Bukan Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara
yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
4. Objek dan Bukan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
4.1. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
a) Bukan Wajib Pajak
b) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final
c) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Norma
Perhitungan Khusus (Deemed Profit)
4.2. Bukan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah:
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktorrat
Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran
jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau
badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh
pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
[image:52.595.123.517.618.721.2]5. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Tabel 3.1
Daftar Objek Pemotong PPh Pasal 21
No Jenis Penghasilan Tarif Penerapan Sifat
1 Pegawai Tetap Pasal 17
UU PPh
PKP = PB - (BJ + IP) - PTKP 2 Penerima Pensiun Berkala Pasal 17
UU PPh
3 Pegawai Tidak Tetap
a.Dibayarkan secara Bulanan
b.Tidak dibayar secara
bulanan
-Apabila penghasilan
sehari > Rp. 150.000 sepanjang penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender melebihi Rp. 1.320.000
-Apabila telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender melebihi Rp. 1.320.000 tetapi tidak melebihi Rp. 6.000.000
-Apabila telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender melebihi Rp. 6.000.000
Pasal 17 UU PPh 5% 5% Pasal 17 UU PPh
PKP = PB – PTKP
Jumlah penghasilan > Rp.
150.000 sehari PKP = (PB – IP) – PTKP untuk jumlah hari kerja
yang sebenarnya (PTKP sehari ditetapkan sebesar PTKP setahun sesuai dengan statusnya dibagi dengan 360)
PKP = (PB – IP) – PTKP
4 Imbalan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan :
a.Imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan
b.Imbalan yang bersifat
berkesinambungan -Memenuhi ketentuan
-Tidak memenuhi
ketentuan (Ketentuan PER-31/PJ/2009) Pasal 17 UU PPh Pasal 17 UU PPh
50% dari jumlah penghasilan bruto
PKP = (50% x PB) – PTKP
50% dari jumlah penghasilan bruto
Kumulatif
5 Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri
Pasal 17 UU PPh
50% dari jumlah Penghasilan Bruto
6 Imbalan kepada peserta kegatan, berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau/ penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pasal 17
7 Honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
Pasal 17
UU PPh PB Kumulatif
8 Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai
Pasal 17
UU PPh PB Kumulatif
9 Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu
Pasal 17
UU PPh PB Kumulatif
10 Honorarium yang dananya dari keuangan negara/ daerah yang diterima oleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI kecuali golongan II/d kebawah atau anggota POLRI dengan pangkat Pembantu Letnan Satu atau Ajun Inspektur Tingkat I ke bawah.
15% PB Final
11 Uang tebusan pensiun, uang THT atau JHT, uang pesangon.
a.Rp. 25 jt s.d Rp. 50 jt b.> Rp. 50 jt s.d Rp. 100 jt c.> Rp. 100 jt s.d Rp. 200 jt d.> Rp. 200 jt
5% 10% 15% 25% PB PB PB PB Final Final Final Final 12 Penghasilan dari pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Tenaga Asing yang telah berstatus WPDN
Pasal 17 UU PPh
PKP = (PB – (B) + BP) - PTKP
perusahaan pengeboran Migas :
a. General Manager b. Manager
c. Supervisor
d. Assisten Supervisor e. Crew Lainnya
Ket :
PKP : Penghasilan Kena Pajak
PB : Penghasilan Bruto BJ : Biaya Jabatan IP : Iuran Pensiun BP : Biaya Pensiun
Pasal 17 UU PPh
US$ 11.275 / Bulan US$ 9.350 / Bulan US$ 5.830 / Bulan US$ 4.510 / Bulan US$ 3.245 / Bulan
( Sumber : Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 )
6. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP adalah pengurang pajak terutama
untuk penghitungan PPh Pasal 21. Besaran PTKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
[image:55.595.121.518.117.308.2]Berikut adalah besaran PTKP yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2010
Tabel 3.2
Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp.
15.840.000,-2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp.
1.320.000,-3.
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami. Rp.
15.840.000,-4.
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
1.320.000,-7. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan
Tabel 3.3
Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%
Tarif Deviden 10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari
tarif normal
8. Penyetoran PPh Pasal 21
Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawan
Pemerintah wajib menyetor PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke bank
persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Apabila
Bendaharawan Pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi adminsitrasi berupa
bunga sebesar 2% sebulan. (UU KUP Pasal 14).
9. Pelaporan PPh Pasal 21
Wajib Pajak Bendaharawan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21
setiap bulan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila dalam
bulan yang bersangkutan tidak terdapat pemotongan PPh Pasal 21, Bendaharawan
tetap wajib melaporkan SPT Masa tersebut ke KPP. Apabila kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 7
10. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21
a. Pegawai Tetap
- Aprinta, Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV.a status kawin, mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP, bekerja di Kantor
Dinas Kependudukan Kabupaten Sragen.
Penghasilan bulan Januari 2010 sebagai berikut:
Gaji Pokok 2.244.500,00
Tunjangan Istri 224.450,00
Tunjangan anak 89.780,00
Tunjangan Jabatan 540.000,00
Tunjangan beras 198.000,00
Untuk menghitung PPh pasal 21 atas Aprinta adalah sebagai berikut:
Gaji Pokok 2,244,500.00
Tunjangan Istri 224,450.00
Tunjangan Anak 89,780.00
Tunjangan Jabatan 540,000.00
Tunjangan Beras 198,000.00
Jumlah penghasilan bruto 3,296,730.00
Pengurangan
biaya jabatan 5% x 3.296.730 164,836.50
Iuran pensiun 4,75% x 2.558.730,00 121,540.00
Penghasilan netto sebulan 3,010,353.50
Penghasilan netto disetahunkan 36,124,242.00
PTKP
WP sendiri 15,840,000.00
WP kawin 1,320,000.00
Tanggungan @ 1.320.000 maks 3 orang 3,960,000.00
21,120,000.00
Penghasilan kena pajak 15,004,242.00
Penghasilan kena pajak dibulatkan 15,004,000.00
PPh pasal 21 =5% x 15.004.000,00 750,200.00
PPh pasal 21 sebulan = 750.200/12 62,516.67
b. Contoh penghitungan PPh pasal 21 atas Honorarium atau imbalan
lain.
- Ratna Wardika adalah PNS golongan III/d, pada bulan Maret 2011 menerima
honorarium sebagai narasumber sebuah seminar yang sumber dananya berasal
dari APBN sebesar Rp. 5.000.000,00.
PPh Pasal 21 Final yang terutang:
5% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 250.000
a. PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai nara sumber sebagaimana dimaksud
tidak ditanggung pemerintah dan dipotong PPh Pasal 21 bersifat final.
a) Memotong PPh Pasal 21 Final dan menyetorkannya ke bank persepsi atau
Kantor Pos.
b) Membuat bukti pemotongan PPh Pasal Final paling lama akhir bulan
dilakukan pembayaran.
c) Melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 Final melalui penyampaian SPT
Masa PPh Pasal 21.
- Ayuk, PNS Golongan II/d, pada tanggal 21 Maret 2011 menerima honorarium
sebagai salah satu anggota Tim Kerja besar Rp. 1.500.000,00, selama 6 bulan.
PPh Pasal Final yang terutang:
0% x Rp. 1.500.000,00 = Rp. 0,00
Walaupun PPh Pasal Final yang dipotong Rp. 0,00, Bendahara pemerintah wajib
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI DATA
A. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil
1. PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan (Gaji)
yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Tidak banyak yang menyadari bahwa sebenarnya setiap penghasilan PNS
(yang berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan
gaji) dikenakan Pajak penghasilan (PPh) pasal 21. Yang dimaksud dengan tunjangan
yang terkait dengan gaji adalah tunjangan yang sifatnya tetap yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk tunjangan keluarga, tunjangan struktural/
fungsional, tunjangan pangan dan tunjangan khusus.
Akan tetapi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2010 tanggal 20
Desember 2010, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan
teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh
pemerintah selaku pemberi kerja. Artinya setiap PNS akan menerima gajinya secara
utuh tanpa dipotong PPh Pasal 21. Ketentuan ini berlaku bagi setiap PNS, golongan I
sampai IV.
Pengecualian bagi PNS yang tidak mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan pada APBN
atau APBD dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua
saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan (tidak ditanggung
pemerintah).
2. PPh Pasal 21 atas Honorarium / Imbalan yang diterima oleh PNS
Selain menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan, terkadang PNS
menerima honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban
APBN atau APBD, salah satu contoh: uang makan. Pemotongan dilakukan oleh
bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau
[image:61.595.104.520.455.624.2]APBD sebagai berikut:
Tabel 4.1
Tarif PPh Pasal 21 atas Honorarium/Imbalan yang diterima PNS
Penerima Penghasilan Tarif
PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya
0%
PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya
5%
pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat perwira Menengah dan perwira Tinggi, dan Pensiunannya
15%
3. Pemotong PPh Pasal 21 atas Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Bendaharawan wajib memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan. Berdasarkan PP No 80 tahun 2010 bahwa Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur yang diterima
oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, Pensiunan setiap
bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintahatas beban
APBN atau APBD.
Apabila sumber dananya berasal dari selain APBN/APBD, maka
perlakuannya adalah ketentuan pemungutan/pemotongan yang berlaku umum.
Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir uang lembur, Imbalan
Prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang sumber dananya berasal
dari A