• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

KEARIFAN TRADISIONAL PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN

SUMBERDAYA HUTAN OLEH SUKU KANUME

DI TAMAN NASIONAL WASUR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur, Merauke adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Muhamad Budi Muliyawan

NIM E34080109

(3)

ABSTRAK

MUHAMAD BUDI MULIYAWAN. Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan NANDI KOSMARYANDI.

Taman Nasional Wasur (TN Wasur) di Kabupaten Merauke, Papua merupakan wilayah adat beberapa suku asli. Salah satu suku asli tersebut adalah Suku Kanume, yang memiliki wilayah adat terluas di TN Wasur, yaitu sekitar 305.312 ha (73,78%). Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pola perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Suku Kanume di TN Wasur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat marga-marga dalam Suku Kanume memiliki aturan adat dan kearifan dalam hal perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang berbeda-beda. Marga-marga dalam suku Kanume mempunyai kepemilikan hak tanah ulayat untuk melindungi dan memanfaatkan sumberdaya yang didalamnya terdapat tempat sakral, kampung lama, sumur alam, dusun sagu, dan tempat perjalanan leluhur. Di dalam kearifan tradisional perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, Suku Kanume mempunyai budaya yang mendukung dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Hal ini terlihat dengan adanya pembagian konsepsi ruang berdasarkan wilayah ulayat adat, sistem penguasaan dan kepemilikan tanah, sistem Sasi, dan faham Totem (Totemisme).

Kata kunci: Suku Kanume, Taman Nasional Wasur, kearifan tradisional

ABSTRACT

MUHAMAD BUDI MULIYAWAN. Traditional Wisdom of Kanume Tribe in the Protection and Usage of Forest Resource in Wasur National Park. Supervised by SAMBAS BASUNI and NANDI KOSMARYANDI.

Wasur National Park (TN Wasur), is located in Merauke, Papua. The Kanume tribe is one of indigenous communities who have long been living in TN Wasur, which has the region's largest in TN Wasur, about 305.312 ha (73,78%). This study was conducted to analyze the pattern of protection and use of forest resources by the tribe Kanume in the Wasur National Park. The results showed that the people of clans in the ethnic of Kanume has a custom rules and wisdom in terms of protection and utilization of forest resources. Clans in the tribe of Kanume has ownership rights at the ulayat land to protect and exploit resources that there can be found sacred places, the old village, the well nature, hamlet of sago, and places the ancestral journey. In traditional wisdom and resource utilization, the tribe of Kanume have a culture that supports the management of the forest resource. This can be seen by the existence of the division of conception space based on the area of ulayat customs, the system of mastery and ownership of land, Sasi system and the belief of Totem(Totemism).

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

KEARIFAN TRADISIONAL PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN

SUMBERDAYA HUTAN OLEH SUKU KANUME

DI TAMAN NASIONAL WASUR

(5)

Judul Skripsi : Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur

Nama : Muhamad Budi Muliyawan

NIM : E34080109

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Pembimbing I

Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini berjudul “Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF selaku pembimbing, serta Ibu Resti Meilani, S.Hut, M.Si dan Bapak Dr Ir Nyoman Jaya Wisatara, MS yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak instansi yang turut membantu terwujudnya karya ini, yaitu Balai Taman Nasional Wasur khususnya kepada Bapak Ir Dadang Suganda, para staf lainnya dan para ketua marga Suku Kanume. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga khususnya Kyai S. Nurul Huda, Dr Ir Rahmat Pambudy, MS, seluruh para Kyai di Pati dan teman-teman di KSHE 45 maupun keluarga besar HIMAKOVA , atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(7)

18

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Manfaat Penelitian 2 

METODE 2 

Waktu dan Lokasi 2 

Bahan dan Alat 2 

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 2 

    Pengolahan danAnalisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5 

Suku Kanume di Taman Nasional Wasur 5 

Karakteristik Masyarakat Suku Kanume 7 

Pengelolaan Zonasi Taman Nasional Wasur 11 

Lokasi Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Suku Kanume 12 Lokasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Sukyu Kanume di Zonasi

Taman Nasional Wasur 15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Perlindungan dan Pemanfaatan

Sumberdaya Hutan Oleh Suku Kanume 16 

Pola Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume 20 

SIMPULAN DAN SARAN 24 

Simpulan 24 

Saran 24 

DAFTAR PUSTAKA 24

(8)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data 3 

2 Penduduk Suku Kanume di Distrik Sota dan Noukenjerai 8  3 Jumlah penduduk masyarakat Suku Kanume menurut kelompok

umur di TN Wasur Tahun 2010 8

4 Lokasi dusun marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN

Wasur 13 

5 Lokasi Tempat Sakral marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN Wasur 13 6 Luas wilayah tiap-tiap marga-marga dalam Suku Kanume di setiap

Zonasi TN Wasur 16

7 Totem marga-marga dalam Suku Kanume 17  8 Aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang diadopsi

dalam pengelolaan Zonasi TN Wasur dan situasinya pada saat ini 21

 

DAFTAR GAMBAR

1 Empat gologan adat dalam masyarakat Malind Anim 5 2 Peta wilayah hak adat marga-marga dalam Suku Kanume 6

3 Rumah panggung 7

4 Jumlah penduduk masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang

di TN Wasur 8 

5 Hasil buruan kangguru di hutan cadangan kampung Rawa Biru 9  6 a) Kampung Rawa Biru ; b) Kampung Onggaya ; c) Kampung  

Tomerau ; d) Kampung Tomer 10 

7 a) Rumah bivak Suku Kanume; b) Rumah panggung dari pemerintah 11 

8 Peta Zonasi Taman Nasional Wasur 12

9 Lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh Suku

Kanume di Taman Nasional Wasur 14

10 Peta lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan

wilayah marga di Zonasi TN Wasur 15

11 Struktur Orgasnisasi Adat tingkat Kampung 17 12 Kearifan tradisional dalam rangkaian keseimbangan alam 21 13 Hasil penangkapan illegal logging di kampung Tomer 22 14 Bagan alir penurunan budaya Suku Kanume 23 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sisilah suku-suku besar di Kabupaten Merauke 28  2 Kearifan tradisional perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya

hutan oleh Suku Kanume 29 

3 Pemanfaatan tumbuhan oleh Suku Kanume 40 4 Kesepakatan pengukuhan nilai-nilai kearifan tradsional masyarakat

adat di Taman Nasional Wasur 58

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Wasur (TN Wasur) secara administratif pemerintah terletak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Kawasan TN Wasur terdapat di wilayah adat Suku Marind Sendawi Anim yang telah turun temurun mendiami daerah tersebut sebelum ditetapkan menjadi Taman Nasional. Suku Marind Sendawi Anim merupakan suku besar yang terdiri dari empat suku kecil yaitu Suku Marori Men-Gey, Suku Kanume, Suku Yeinan, dan Suku Nggawil Anim. Dari semua suku yang terdapat di TN Wasur, Suku Kanume merupakan suku yang memiliki wilayah adat terluas, yaitu sebesar 305.312 ha (73,78%). Dalam kesehariannya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Suku Kanume sangat tergantung dengan alam, seperti kebutuhan obat-obatan, kayu bakar, sandang, pangan (sayuran, air, daging, ikan dan bumbu), perumahan, berladang sampai upacara adat.

Suku Kanume mempunyai peran penting dalam pengelolaan TN Wasur karena memiliki keterkaitan langsung dengan sumberdaya alam di TN Wasur. Suku Kanume memiliki tiga marga yang tersebar di kawasan TN Wasur, yaitu Marga Ndipkuan/Ndiken, Marga Ndimar, dan Marga Mbanggu. Masing-masing marga tersebut memiliki sistem perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan tersendiri dan keberadaan lahannya diakui oleh marga-marga yang lain. Ditetapkannya wilayah tersebut sebagai taman nasional membatasi aktivitas masyarakat Suku Kanume keluar masuk hutan. Padahal dengan adanya taman nasional seharusnya dapat memberikan manfaat, tidak hanya untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam, tetapi juga kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Masyarakat Suku Kanume sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan berburu serta sebagai nelayan. Dalam kesehariannya, kebutuhan hidup Suku Kanume sangat tergantung dengan alam, seperti kebutuhan obat-obatan, kayu bakar, sandang, pangan (sayuran, air, daging, ikan dan bumbu), perumahan, bercocok tanam sampai upacara adat.

(10)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis pola perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Suku Kanume dalam kawasan Taman Nasional Wasur. Untuk mencapai tujuan utama tersebut terdapat tujuan-tujuan khusus yaitu :

1. Menginventarisasi lokasi-lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume di setiap zona TN Wasur. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi pola

perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume di TN Wasur.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis pola perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume di setiap zonasi TN Wasur.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat kepada: 1. Masyarakat umum, memberikan informasi tentang pengetahuan lokal masyarakat suku Kanume dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan penerapannya dalam pengelolaan sumberdaya hutan TN Wasur; 2. TN Wasur, memperkaya informasi mengenai pola-pola pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Suku Kanume dalam pengelolaan sumberdaya alam di TN Wasur, sehingga dapat dipertimbangkan dalam pengelolaan kawasan hutan di TN Wasur.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di TN Wasur Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Subyek penelitian adalah kelompok masyarakat marga-marga dalam suku Kanume. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 di Kampung Rawa Biru, Yanggandur, Sota, Onggaya, Tomer, dan Tomerau.

Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta kawasan, tape recorder, panduan wawancara, kamera digital, global positioning system (GPS), buku catatan harian, kalkulator, penggaris, serta software (ArcGIS Versi 9.3), dan peralatan tulis lainnya.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(11)

3

berkelompok (Focus Group Discussion); dan 5. Metode PRA (Partisipatory Rural Appraisal) untuk pemetaan wilayah. (Tabel 1)

Wawancara dengan informan kunci dilakukan terhadap tokoh masyarakat adat dan kepala TN Wasur menggunakan wawancara secara mendalam (indepth interview). Teknik wawancara dilakukan secara tekstruktur yaitu wawancara yang telah disusun secara sistematis dengan menggunakan panduan pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Semua data tersebut dikumpulkan dengan instrument catatan harian atau catatan lapangan dalam bentuk catatan pengamatan. Selain itu juga dilakukan diskusi terfokus secara berkelompok (Focus Group Disscusion) untuk mendorong keaktifan semua peserta diskusi dalam memberikan semua informasi yang dimiliki. Metode ini merupakan alat kontrol untuk mengklarifikasi data dari hasil wawancara sebelumnya.

Teknik observasi, yaitu dengan metode pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti baik kondisi fisik maupun kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan fisik tempat penelitian, penerapan kearifan tradisional dalam pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat, serta mengamati tempat-tempat yang diceritakan oleh informan yang berkaitan dengan penelitian. Pendekatan yang dilakukan untuk observasi yaitu pengamatan terlibat (Participant Observation), yaitu suatu metode yang bersifat partisipatif, dengan membaur dan menjadi bagian dari masyarakat, untuk mendapatkan perspektif masyarakat setempat dalam melihat dan menghadapi permasalahan (Idrus 2009).

(12)

4

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara, pengamatan di lapangan (observasi langsung) dan analisis data sekunder kemudian dipilih, diolah dan ditabulasikan berdasarkan kelompok data pokok dan data penunjang yang diperlukan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Jenis Data Parameter Cara

Pengumpulan

Sumber Data

Karakteristik perkampungan masyarakat

• Lokasi perkampungan • Kondisi perkampungan • Bentuk perumahan

Wawancara , observasi lapang

Tokoh Adat dan masyarakat

Kondisi sosial ekonomi suku Kanume

• Jumlah penduduk, mobilitas penduduk dan komposisi penduduk

• Tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan

Wawancara , penelususran dokumen dan observasi lapang

Masyarakat, kantor desa,dan kantor BPS Merauke

Budaya Suku Kanume dalam perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan

• Pola-pola kearifan lokal masyarakat, larangan dan sanksi

• Sikap masyarakat saat ini tehadap pemanfaatan sumberdaya alam

Wawancara, FGD, dan observasi lapang

Tokoh Adat dan masyarakat

Pola pemanfaatan sumberdaya hutan

• Jenis yang dimanfaatkan

• Intensitas pemanfaatan • Lokasi pemanfaatan • Alat yang digunakan

Wawancara, FGD, dan observasi lapang

Tokoh Adat dan Kepala Balai TN Wasur

Lokasi hak ulayat marga-marga dalam suku Kanume

• Keberadaan wilayah hak ulayat marga

Metode PRA (Partisipatory Rural Appraisal)

Ketua marga dalam suku Kanume

Peraturan

pengelolaan TNW

• Kegiatan yang diijinkan disetiap zonasi

• Sumberdaya yang dilindungi

• Penerapan sanksi

(13)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Wasur secara geografis terletak di antara 140°27' - 141°2' BT dan 8°5' - 9°7' LS dan berada di bagian selatan Provinsi Papua dalam wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Merauke. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.282/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997, luas TN. Wasur adalah 413.810 ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Sungai Maro sepanjang 182,5 km sampai perbatasan RI – Papua Nugini

Sebelah Timur : Batas Negara RI – Papua Nugini sepanjang 114 km Sebelah Selatan : Laut Arafura

Sebelah Barat : Kota Merauke

Dalam skala internasional, kawasan TN Wasur berada pada jalur migrasi burung dari belahan bumi utara (Siberia, Cina Utara dan Jepang) ke belahan bumi selatan (Australia) atau sebaliknya. Kawasan TN Wasur sebagai tempat persinggahan dan tujuan migrasi bagi burung migran (Scolopacidae dan Charadriidae), selain sebagai habitat burung endemik, burung-burung Trans-Fly

(Indonesia-Papua New Guinea) dan satwa berkantung (marsupialia). Suku Kanume di Taman Nasional Wasur

Suku Kanume merupakan salah satu suku yang berada di Taman Nasional Wasur. Suku Kanume masih termasuk dalam golongan suku besar Malind Anim Sedawi. Di kabupaten Merauke terdapat suku besar yaitu Suku Malind Anim yang terdiri Malind Anim Sedawi, Malind Anim Muli, dan Malind Anim Kolepoman. Suku Malind Sedawi inilah yang menempati kawasan Taman Nasional Wasur yang terdiri dari Suku Marori Men-Gey, Suku Kanume, Suku Yeinan, dan Suku Nggawil Anim/Malind Immbuti. Masyarakat adat Malind Anim merupakan salah satu komunitas masyarakat adat di Papua yang memiliki kelembagaan adat yang jelas. Penelusuran sejarah golongan adat dalam kehidupan masyarakat adat Malind Anim terdiri dari 4 (empat) golongan, yaitu : Zozom, Ezam, Mayo, dan Imoh (LMA Suku Malind Anim 2007 ; Gambar 1)

(14)

6

Masyarakat Suku Kanume merupakan salah satu dari keempat golongan tersebut yang berada di kawasan TN Wasur. Suku Kanume merupakan suku yang paling besar atau yang mempunyai wilayah adat (tanah adat) terluas di TN Wasur hingga sampai ke daerah PNG. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Suku Kanume Tete Nico Ndimar, luas hak wilayah tanah adat dulunya ditentukan dengan perang antar suku dan sebagian dari turun-temurun. Suku Kanume tersebar di wilayah Kampung Rawa Biru, Yanggandur, Sota, Onggaya, Tomer, Tomerau, dan Kondo. Suku Kanume memiliki enam marga yang mengelola hak ulayat adat, yaitu marga Ndimar, marga Ndipkuan, marga Mbanggu, marga Mayuwa, marga Gelambu, dan marga Sanggra (Gambar 2).

(15)

7

Hak ulayat pada masyarakat Suku Kanume dikelola oleh marga. Status kepemilikan tanah-tanah adat oleh marga ditandai dengan pemberian nama-nama sesuai dengan keberadaan keluarga. Batas tanah adat marga-marga dalam Suku Kanume berupa batas-batas alam, seperti sungai, pohon besar, savanna, hutan, dan rawa.

Lokasi perkampungan yang merupakan ciri khas Suku Kanume tersebar di hutan dengan membuat bivak berkelompok-kelompok sesuai dengan marga masing-masing. Pola perilaku masyarakat selalu berpindah-pindah tempat. Pada tahun 1982, pemerintah membuatkan rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu untuk memudahkan masyarakat dapat berkumpul dan mendapatkan layanan dari pemerintah. Akhirnya terbentuk kampung-kampung yang sekarang masyarakat bertempat tinggal. Masyarakat Suku Kanume yang berada di Rawa Biru merupakan masyarakat lama yang tinggal sampai berakhirnya perang suku dan sebagian pindah ke Tomerau. Salah satu bentuk rumah panggung yang ditempati masyarakat di kampung Tomerau berupa rumah panggung berdinding seng (Gambar 3).

Gambar 3 Rumah panggung di Kampung Tomerau

Karakteristik Masyarakat Suku Kanume

Demografi

(16)

8

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)

Gambar 4 Jumlah penduduk masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang di TN Wasur

Tabel 2 Penduduk Suku Kanume di Distrik Sota dan Noukenjerai

Sumber : BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)

Kepadatan penduduk di kawasan TN Wasur, baik penduduk asli maupun pendatang yang terdapat di dua Distrik, yaitu Distrik Sota dan Noukenjerai memiliki tingkat kepadatan sebesar 1,09 penduduk/km2 (BPS Merauke 2010). Sementara itu, berdasarkan etnik (papua dan non papua) yang terdiri dari 2.945 jiwa dengan luasan wilayah 2.460,87 Km2 dari enam kampung memiliki tingkat kepadatan penduduk mencapai 1,05 penduduk/km2 yang artinya setiap 1 km2 rata-rata hanya dihuni 1 orang penduduk (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah penduduk masyarakat Suku Kanume menurut kelompok umur di TN Wasur Tahun 2010

Kelompok Umur

Rawa Biru

Yanggandur Sota Onggaya Tomer Tomerau Jumlah Presentase

0 - 24 120 226 325 35 69 172 947 58,31%

25 - 49 90 110 235 21 48 98 602 37,07%

50 - 64 8 15 20 2 5 8 58 3,57%

65+ 1 6 5 1 2 2 17 1,05%

Jumlah 219 357 585 59 124 280 1624 100%

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)

Secara umum pendidikan penduduk masyarakat asli khususnya Suku Kanume dan pendatang dapat dikatakan rendah. Hal ini dapat diketahui dari sebanyak 68,39 % tidak/belum dan tamat SD serta 17,92 % tamat SLTP atau program 9 tahun (BPS Merauke 2010). Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat

No Kampung Penduduk (Jiwa) Jumlah

KK

Marga Pengelola/ Hak Pengguasaan Wilayah/Kampung Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Rawa Biru 110 109 219 35 Ndimar dan

Mayuwa

2 Yanggandur 198 159 357 86 Ndiken

3 Sota 350 235 585 125 Ndimar

4 Onggaya 37 22 59 15 Ndimar dan

Gelambu

5 Tomer 65 59 124 26 Mbanggu,

Gelambu, dan Ndimar

6 Tomerau 150 130 280 50 Mayuwa

(17)

9

Suku Kanume dipengaruhi oleh pelibatan anak-anak dalam aktivitas kehidupan bebas di hutan dan kegiatan berburu. Sebagai masyarakat yang menempati kawasan hutan secara turun temurun Suku Kanume masih menggantungkan hidupnya dengan cara berburu, berladang berpindah dan pengumpul (peramu). Suku Kanume memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap alam untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun lainnya. Kegiatan berburu yang dilakukan oleh Suku Kanume di dalam kawasan TN Wasur diantaranya adalah berburu rusa, babi hutan, dan kanguru serta menjaring ikan.

Perkampungan Masyarakat

Kepemilikan hak tanah adat secara fungsional berdasarkan keturunan tingkat keluarga secara paternalistik menurut marga, yang pemanfaatannya diatur oleh tata ruang tradisional. Kepemilikan hak tanah adat di dalam kawasan TN Wasur ini 75 % merupakan hak tanah adat suku Kanume. Tata guna dan pola penggunaan lahan bagi masyarakat tradisional mempunyai ciri spesifik, sesuai pola hidup tradisional. Tata guna lahan pada masing-masing perkampungan di kawasan TN Wasur telah diidentifikasi. Tata guna dan pola penggunaan lahan di kawasan TN Wasur dibagi atas 3 ciri yang ketiganya dapat diwakili secara representatif oleh 4 desa dan ditampilkan dalam bentuk peta (Gambar 5), yaitu : zona pemukiman, lahan usaha, dan hutan cadangan. Zona permukiman terdiri dari bangunan rumah dan pekarangan yang berfungsi sebagai pusat interaksi masyarakat. Lahan usaha terdiri dari kebun perkarangan belakang sebagai sirkulasi bahan makanan, kebun pisang sebagai penghalang semak belukar dan tambahan bahan makanan, kebun kumbili sebagai bahan makanan adat, dan hutan tanaman bambu sebagai bahan bangunan dan adat. Hutan cadangan dan rawa berfungsi sebagai bahan bangunan, mencari kayu bakar, tempat belajar, tempat berburu satwa, dan tambahan bahan makanan. Sebagai contoh di hutan cadangan kampung Rawa Biru masyarakat melakukan perburuan kangguru untuk keperluan pesta pelepasan roh orang yang telah meninggal ( Gambar 6).

(18)

10

Pekarangan dan kebun biasanya ditanami dengan tanaman kumbili, tebu, ubi jalar, tanaman buah, pohon kelapa, tanaman obat, dan tumbuhan lainnya. Sebagai contoh, di kampung Rawa Biru Suku Kanume memiliki areal luas lahan usaha sekitar 753 ha atau 55% dari luas kampung dan hutan cadangan 585 ha atau 42% dari luas kampung.

Sumber : Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur 1999-2024

Gambar 5 Kampung - kampung di TN Wasur (a) Kampung Rawa Biru ;

(b) Kampung Onggaya ; (c) Kampung Tomerau ; (d) Kampung Tomer

Suku Kanume memiliki ciri bentuk rumah yang khas, yaitu rumah bivak yang beratapkan daun gabang dan kulit bush, berdinding tangkai kayu gabang, dan berlantai dengan kulit bush (Gambar 7a). Saat ini, betuk perumahan suku Kanume sudah berubah menjadi rumah panggung yang terbuat dari papan kayu yang didirikan oleh pemerintah sejak tahun 1983 (Gambar 7b). Sebagian perumahan yang dibuatkan oleh pemerintah terkadang jarang digunakan oleh masyarakat karena sering ditinggalkan untuk mencari penghasilan di dalam hutan ( Tete Niko/Kepala adat Kanume di kampung Yanggandur 4 Maret 2012 komunikasi pribadi).

a b

(19)

11

Gambar 7 a) Rumah bivak Suku Kanume; b) Rumah panggung dari pemerintah

Pengelolaan Zonasi Taman Nasional Wasur

Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. Pada pasal 32 dinyatakan bahwa kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Berdasarkan PP No 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam pada pasal 8 dinyatakan bahwa kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a poin (d): merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan. Pada pasal 17(1): Penyusunan zonasi atau blok pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan oleh unit pengelola dengan memperhatikan hasil konsultasi publik dengan masyarakat di sekitar KSA atau KPA serta pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota. Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional pada pasal 3(1): Zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari: (a) Zona inti; (b) Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan (c) Zona pemanfaatan; (d) Zona lain, antara lain: 1) Zona tradisional; 2) Zona rehabilitasi; 3) Zona religi, budaya dan sejarah; 4) Zona khusus.

Dalam rencana pembagian zonasi di TN Wasur sesuai dengan draf buku Rencana Pengelolaan Taman Nasional tahun 2011 - 2030 dibagi menjadi 5, yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Khusus, Zona Pemanfaatan, dan Zona Religi Budaya dan Sejarah. Taman Nasional Wasur memiliki 413.810 ha yang dibagi kedalam beberapa zona dengan tujuan pengelolaan yang berbeda. Zona inti (ZI) dengan luas 175.484 ha yang diperuntukan untuk perlindungan keanekaragaman hayati asli dan khas. Zona Rimba dengan luas 201.338 ha. Zona Khusus dengan luas 54.644 ha merupakan bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung ZI dan ZR. Zona Religi Budaya dan Sejarah dengan luas 2.215 ha merupakan zona yang dapat dimanfaatakan dan dikembangkan secara tradisional oleh masyarakat sekitarnya. Zona Pemanfaatan dengan luas 129 ha (Gambar 8).

(20)

12

Gambar 8 Peta Zonasi Taman Nasional Wasur

Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Bab IX pasal 67 ayat 1 dinyatakan bahwa masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak : (a) melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhuan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan, (b) melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang, dan (c) mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dapat menjadi payung hukum dalam pengakuan atas keberadaan masyarakat adat dalam kawasan Taman Nasional Wasur. Hal ini dapat diapresiasi dengan memberikan ruang hidup/akses bagi masyarakat adat dalam kawasan Taman Nasional Wasur.

Lokasi Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Suku Kanume

Suku Kanume mengakui bahwa leluhur mereka adalah Dema yang merupakan personifikasi dari satwa-satwa/tumbuhan. Setiap marga memiliki leluhur yang berbeda dengan marga lain. Bentuk kepercayaan inilah yang menjadi landasan Suku Kanume untuk membentuk hubungan yang baik dengan alam, salah satunya dengan adanya lokasi-lokasi perlindungan yang dianggap sebagai tempat tinggal Dema. Suku Kanume tersebar di wilayah kampung Rawa Biru, kampung Yanggandur, kampung Sota, kampung Onggaya, kampung Tomer, kampung Tomerau, dan kampung Kondo. Suku Kanume memiliki enam marga yang mengelola hak ulayat adat, yaitu Marga Ndimar, Marga Ndipkuan (Ndiken), Marga Mbanggu, Marga Mayuwa, Marga Gelambu, dan Marga Sanggra ( Tete Marthin/Kepala adat Kanume di kampung Sota 1 Maret 2012 komunikasi pribadi).

(21)

13

Dusun-dusun tersebut tersebar di wilayah hutan dan hanya pemilik marga yang mengetahui lokasi dusun tersebut. Hasil overlay lokasi-lokasi dusun(areal-areal pemanfaatan sumberdaya alam) marga-marga Suku Kanume dengan Zonasi di Taman Nasional Wasur memperlihatkan bahwa dusun-dusun Suku Kanume hampir di sebagian besar menyebar dalam Zona Rimba dan sebagian kecil di Zona Inti. Dusun-dusun dalam Zona Rimba berjumlah 92 dusun, sedangkan tujuh dusun marga Mbanggu dan satu dusun dari marga Ndiken berada di Zona Inti (Tabel 4 dan Gambar 9). Lokasi-lokasi perlindungan marga-marga dalam Suku Kanume terdapat di Zona Religi Budaya dan Sejarah dan Zona Rimba. Lokasi perlindungan Suku Kanume berupa Sumur Alam, Kampung Lama, Tempat Keramat/Sakral, dan daerah perjalanan leluhur (Tabel 5 dan Gambar 9).

Tabel 4 Lokasi dusun marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN Wasur

No Marga Zonasi TN

Wasur

Nama Dusun

1

Mbanggu/Sanggra Zona Inti Lapang Sirya, Lapang Bigguiya, Lapang Yakartan, Lapang Babakeimbar, Lapang Wanambad, Wat, Lapang Barkem

Zona Rimba Lapang Uimbad, Param, Saulentela, Kamar, Yenimpar, Tembimai, Mbim, Karbram, Wakiya, Kulla, Incer, Bonderembar, Tumter, Mbawari, Kolembor, Lapang Sawen, Taplembar, Wimbar, Kandetra, Barmata, Kankenia, dan Kalember. 2 Ndimar/Gelambu Zona Inti -

Zona Rimba Ndumbure, Prem, Parem, Mpat, Damtem, Derner, Waru, Sumbar, Tombu, Ncempu, Yereu, Gorem, Dabuter, Boras Sumue Alam, Boras Rawa Bulat, Ataka, Alumbo, dan Warit.

3 Ndiken/Mayuwa Zona Inti Unca Ampa

Zona Rimba Yamkar, Kitar kitar, Boras Pulau Panjang, Kosowar, Gonsur, Ulsowar, Ujilah, Paer, Ngkaleem, Kinkuk, Semanda, Toipel, Meru, Patel, Berkaim, Ntanumpar, Buntalkal, Buntalkal 2 dan 3, Kepertanggro, Twepel, Sagantair, Yam, Tampia(pulau kelapa), Dantab, Mberte, Terdul, Ndomdaim, Kinglu, Komandul, Weo, Ullo, Karem, Njer, Lapang Ukramurmad, Lapang Ulampar, Lapang Kreimbar, Memere, Ukra, Mero, Ukra Kecil, Kayar, Yarambo, Kambeulei, Kampeulei, Yempo, Yenggu, Yengku, Mboles, Mbermy, dan Yakumr

Sumber : diolah dari PRA, WWF Region Sahul Papua dan peta zonasi dalam Balai Taman Nasional Wasur (2010)

Tabel 5 Lokasi Tempat Sakral marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN Wasur

No Marga Zonasi TN Wasur Tempat Sakral

1 NNdimar/Gelambub Zona Rimba,

Zona Religi Budaya dan sejarah

(22)

14

Onggaya 2 Mbanggu/Sanggra Zona Rimba,

Zona Religi Budaya dan sejarah

Dusun sagu (Sarmbar, Smanitek, Kirakambo, Yapir, Walamal, Kirakambo, Nggelem, Yawalkal, Umbal, Kasarmeng), Kampung lama (Mbenggu, Ncantawo, Kairer, Ncontokal, Selku, Tarbokar, Sarar, Ku, Pince, Sakrir, Sakarmeru, Warapi, tempat keramat berupa Wawan, Tumeneser, Puar, Kencerber, Ntuser, Kembaam, Mbo, Perkuter, Wanteam, Bramea)

3 Ndiken/Mayuwa Zona Religi Budaya dan sejarah

Urima Kambo (sumur alam di kampung Tomer)

(23)

15

Tempat-tempat penting dalam masyarakat Malind anim (Suku Kanume) diantaranya adalah(WWF Indonesia Region Sahul Papua 2006): 1. Tempat dema/amai; 2. Jalur perjalanan leluhur; 3.Tempat persinggahan leluhur ; 4.Tempat sacral; 5. Dusun Sagu.

Lokasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Suku Kanume di Zonasi Taman Nasional Wasur

Hasil overlay pemetaan partisipatif wilayah hak ulayat marga-marga dalam masyarakat suku Kanume dengan sistem Zonasi yang ada di TN Wasur memperlihatkan bahwa lokasi-lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan berada di areal Zona inti, Zona rimba, dan Zona Religi Budaya dan Sejarah. Zonasi yang telah dibuat dalam TN Wasur telah mengikuti penyesuaian ruang-ruang penting wilayah adat. Berdasarkan pemetaan pada tingkat marga memperlihatkan kesesuaian lahan tempat-tempat penting wilayah adat dengan Zonasi TN Wasur. (Gambar 10 dan Tabel 6)

(24)

16

Tabel 6 Luas wilayah tiap-tiap marga-marga dalam Suku Kanume di setiap Zonasi TN Wasur

No Marga Luas (Ha) Zonasi TN Wasur Peruntukan Wilayah Adat

Perlindungan Pemanfaatan

1 Ndiken 99.179,65 Inti(53.441,39 ha) 122,66 ha 121,90 ha

Rimba(42.427,96 ha) 0,00 42.427,96 ha

Religi Budaya(149,49 ha) 149,49 ha 0,00

Khusus(3.160,81 ha) 0,00 3.160,81 ha

2 Ndimar 75.529,00 Inti(33.409,58 ha) 0,00 0,00

Rimba(41.011,05 ha) 0.00 41.011,05 ha

Religi Budaya(391,54 ha) 391,54 ha 0,00

Khusus(716,83 ha) 0,00 716,83 ha

3 Mayuwa 60.129,78 Inti(10.573,37 ha) 0,00 0,00

Rimba(42.376,11 ha) 0,00 42.376,11 ha

Religi Budaya(79,17 ha) 79,17 ha 0,00

Khusus(7.101,13 ha) 0,00 7.101,13 ha

4 Mbanggu 25.708,99 Inti(9.658,9 ha) 0,00 1.613,33 ha

Rimba(15.247,13 ha) 0,00 15.247,13 ha

Religi Budaya(60,43 ha) 60,43 ha 0,00

Khusus(742,53 ha) 0,00 742,53 ha

5 Gelambu 25.176,36 Inti(6.257,55 ha) 0,00 0,00

Rimba(17.496,51 ha) 0,00 17.496,51 ha

Religi Budaya(325,81 ha) 325,81ha 0,00

Khusus(1.096,49 ha) 0,00 1.096,49 ha

6 Sanggra 16.387,65 Inti (9.359,04 ha) 0,00 963,73 ha

Rimba(7.028,61 ha) 0,00 7.028,61 ha

Jumlah 302.111,43 Inti = 122.699,83 ha 122,66 ha 2.821,62 ha

Rimba = 165.587,37 ha 0,00 165.587,37 ha

Religi Budaya = 1.006,44 ha 1.006,44 ha 0,00

Khusus = 12.817,79 ha 0,00 12.817,79 ha

Sumber: diolah dari PRA dan peta zonasi dalam Balai Taman Nasional Wasur (2010) Keterangan: data luas hasil perhitungan luas di atas peta

Faktor-Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pola Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume

Kearifan tradisional Suku Kanume dalam melindungi dan memanfatakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sumberdaya hutan TN Wasur. Kearifan tradisional ini muncul dari pengalaman atau kebiasaan hidup yang ditekuni secara turun temurun pada wilayah yang dikuasai. Keraf (2002) menyatakan kearifan tradisional merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia didalam kehidupan dalam komunitas ekologios. Jadi, kearifan tradisional, bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana reaksi diantara penghuni komunitas ekologis ini harus di bangun. Bila dikaji dari aspek sosial budaya terdapat keunikan pada pola kehidupan sosial budaya masyarakat Suku Kanume terkait dengan perilaku positif masyarakatnya dalam tindakan perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam (ruang) dan adaptasi terhadap lingkungan disekitarnya. Pola kehidupan sosial budaya masyarakat Suku Kanume bersumber dari nilai budaya, religi dan adat-istiadat setempat yang merupakan bentuk nilai-nilai kearifan lokal.

(25)

17

sistem nilai merupakan tata nilai yang dikembangkan oleh suatu komunitas masyarakat tradisional yang mengatur tentang etika penilaian baik-buruk serta benar atau salah. Ketentuan tersebut mengatur hal-hal adat yang harus ditaati, mengenai mana yang baik atau buruk, mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, jika hal tersebut dilanggar, maka akan ada sanksi adat yang mengaturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku dan tindakan masyarakat Suku Kanume diatur oleh ketentuan adat berupa aturan-aturan adat dan hukum adat yang berfungsi sebagai sistem pengendalian sosial dalam masyarakat.

Suku Kanume di Taman Nasional Wasur memiliki organisasi adat yang bertugas mengelola kehidupan masyarakat adat yaitu lembaga masyarakat adat (LMA). Lembaga masyarakat adat tediri dari ketua suku, ketua marga, wakil marga, dan polisi adat (LMA Suku Malind Anim 2007 ; Gambar 11).

Sumber : Hasil dan Rekomendasi Pertemuan Adat Suku Besar Malind Anim Di Dusun Saror (26-31 Juli 2007)

Gambar 11 Struktur Orgasnisasi Adat tingkat Kampung

Setiap marga-marga dalam Suku Kanume memiliki aturan adat tersendiri. Ada aturan adat dan kearifan pengelolaan wilayah ulayat di setiap marga. Aturan-aturan adat dalam Suku Kanume yang harus ditaati masyarakat antara lain, tidak boleh menyakiti, menghina, atau membunuh totem yang dianggap moyang mereka. Seperti pada marga Ndiken, tidak boleh membunuh Ntewar (anjing) dan

Kariyawar (buaya hitam) karena dianggap sebagai moyang. Jika melanggar akan dikenai sanksi: 1. Teguran 1x; 2. Denda wati dan kumbili; 3. Hukum mati.

Fungsi hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial dalam masyarakat adalah: 1. Memberikan keyakinan pada anggota masyarakat tentang kebaikan adat-istiadat suku Kanume yang berlaku; 2. Memberi ganjaran pada anggota masyarakat yang pernah melakukan kejahatan; 3. Mengembangkan rasa malu; dan 4. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa anggota masyarakat yang hendak menyimpang dari ketentuan adat.

(26)

18

Tabel 7 Totem marga-marga dalam Suku Kanume

Marga Totem

Mamalia Burung Reptil Tumbuhan Ikan Unsur

Alam alap), Kirsau (Jenjang Brolga), Mbawai (Angsa boiga), Kowa(Jagal (Jambu hutan), Cenggu(Pohon kasim merah), Yeila(Bambu daun kecil)

Rakum

- Mbawar(Kasuari)

, Njikaka(Elang dada putih), Kutu(Mambruk), Mbeketu (Cendrawasih merah muda),

Kasmara dahan panjang), Komorwa (Pisang), Belelu (Kayu missal)

Ndalrwam (Kakap yang di kepala ada garis Leher Hitam), Mbici (Burung laju), Wkar burung hantu (Serak hitam), Aker

(Cendrawasih merah), Dunggam (Julang papua), Powo(Tuwur asia),Tambu (Burung emas), Mbaike(Kasuari Bararu (Kayu besi hutan), Kerapi (pinang hutan), Sorggin (Bambu), Teh (Wati hitam), Prah teh (Wati putih), Nger (Tumbuhan Rawa), Carung (Kumbili), Perten (Akar tuba),

Yak(Bambu buluh), Neusa (Pinang hutan besar).

Sumber : Hasil kegiatan penggalian dan pengukuhan kearifan tradisional keempat suku (Marori Men Gey, Kanume, Yeinan dan Nggawil Anim) dalam kawasan Taman Nasional Wasur (Februari-Mei 2008).

(27)

19

‘mistik’ atau ritual antara anggota-anggota kelompok sosial dengan suatu jenis binatang atau tumbuhan. Fenomena tersebut mengandung perintah-perintah yang dijunjung tinggi, seperti larangan membunuh atau makan daging binatang totem atau mengganggu tanaman totem. Para anggota kelompok sosial itu juga percaya bahwa mereka diturunkan dari satu leluhur totem yang mistis, atau bahwa mereka dan para anggota dari totem sejenis merupakan ‘saudara’. Mereka menggunakan totem sebagai simbol kelompok dan menganggap sebagai ‘pelindung’ kelompok secara keseluruhan.Mereka juga melakukan ‘upacara pengembangan’ untuk menghasilkan perlipatgandaan jenis totem itu (Dhavamony 1995 dalam

Kosmaryandi 2012).

Adanya konsepsi ruang berdasarkan wilayah hak ulayat adat marga. Konsepsi ruang berdasarkan wilayah hak ulayat adat marga dan wilayah administrasi dapat dijelaskan melalui dua aspek, yaitu batas wilayah berdasarkan penanda fisik dan penanda non fisik. Batas wilayah administrasi berdasarkan penanda fisik dapat dinyatakan secara jelas, misalnya jalan dan sungai. Demikian halnya dengan penanda fisik pada batas wilayah adat marga yang berupa batas batas alam rawa, sungai, hutan, dan lokasi atau area yang bersifat ritual seperti tempat-tempat penting (Tempat Sakral, Sumur Alam, Persinggahan Leluhur) dengan orientasi hutan yang berfungsi sebagai pusat aktivitas ritualnya. Penanda non fisik pada batas wilayah adat dapat diamati dari setting perilaku (behaviour setting) masyarakatnya, misalnya masih mengikuti kepercayaan, hukum, aturan adat, bahasa, sifat dan sikap hidup Suku Kanume. Dalam skala wilayah, ada dua konsepsi ruang yang terjadi: wilayah adat dan wilayah administrasi.

Sistem penguasaan dan kepemilikan tanah yang berlaku pada masyarakat Suku Kanume mengikuti ketentuan aturan adat marga yang bersangkutan. Seperti pada suku lainnya, sistem penguasaan dan kepemilikan tanah diatur oleh aturan adat yang menyatakan larangan atau pantangan terhadap penjualan tanah di luar marga. Tanah yang dimiliki oleh marga-marga dalam Suku Kanume umumnya diperoleh dari hasil warisan leluhur. Sistem pembagian tanah warisan juga masih dipertahankan saat ini dengan ketentuan pembagian hanya diwariskan ke anak laki-laki. Sistem pembagian penggelolaan tanah ulayat ada dua, yaitu pengeloalan oleh anak laki laki/kepala keluarga dan pengelolaaan dilakukan secara bersama-sama. Kondisi penduduk merupakan salah satu faktor penyebab pemanfaatan sumberdaya hutan tersebut. Penduduk Suku Kanume tergolong banyak bila dibandingkan dengan penduduk suku yang lain. Semakin tinggi jumlah penduduk, kebutuhan akan sumberdaya semakin tinggi, sehingga intensitas interaksi dengan sumberdaya alam semakin tinggi yang akan menyebabkan tingkat persaingan untuk memperolah sumberdaya hutan. Sebagai contoh, masyarakat mengakui berburu ditempat yang sudah di sasi sering dilakukan, yang seharusnya terlebih dahulu melakukan upacara membuka sasi sebelum mengambil sumberdaya alam yang ada. Sasi merupakan suatu larangan untuk melindungi/mengatur suatu kawasan hutan untuk tidak dimanfaatkan sementara, agar keseimbangan sumberdaya hutan didalamnya terjaga. Padahal ritual membuka sasi merupakan suatu bentuk permohonan ijin pengambilan sumberdaya alam kepada leluhur atau

(28)

20

Pola Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Hutan oleh Suku Kanume

Marga-marga dalam masyarakat Suku Kanume meyakini bahwa manusia merupakan bagian kehidupan dari alam sehingga alam menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Masyarakat suku Kanume memiliki hubungan interaksi terhadap sumberdaya alam yang tinggi. Mereka memiliki aturan adat sendiri untuk mengatur pola-pola perlindungan dan pemanfaatan dalam menggunakan sumberdaya hutan yang telah lama turun-temurun dari nenek moyang/leluhur. Pertama, pola perlindungan sumberdaya hutan dilakukan dengan memberlakukan sistem Sasi kawasan. Sistem Sasi

kawasan merupakan suatu larangan untuk melindungi/mengatur suatu kawasan hutan untuk tidak dimanfaatkan sementara agar keseimbangan sumberdaya hutan didalamnya terjaga. Sasi dilakukan oleh marga yang memiliki hak ulayat yang di saksikan oleh semua marga-marga yang ada. Di dalam Suku Kanume sistem sasi dikenal dengan nama Sal. Atribut ritual pelaksanaan sasi biasanya berbeda untuk mencirikan asal marga yang melakukan sasi, seperti marga Mayuwa yang menggunakan atribut dengan memasang bambu yang ditancapkan ke rawa biru dengan mengikat janur kelapa dan alang-alang.

Kedua, perlindungan terhadap sumberdaya juga ada hubungannya dengan

Totemisme. Totem adalah perubahan wujud Dema kedalam bentuk tumbuhan, binatang ataupun benda dan menjadi simbol kelompok.Totem dalam marga menjadi simbol kelompok yang sangat penting. Masyarakat percaya bahwa leluhur mereka merupakan jelmaan dari binatang/tumbuhan. Pemanfaatan totem oleh marga lain atau masyarakat pendatang diharuskan meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik totem tersebut dan memperlakukan tumbuhan dan satwa yang menjadi totem marga yang bersangkutan sesuai dengan aturan marga tersebut. Sebagai contoh, marga Mbanggu/Sanggra memiliki aturan dan kearifan pengelolaan terhadap sumberdaya alam, yaitu aturan terhadap Maam (Kangguru lapang) yang tidak boleh diburu secara umum, hanya boleh diburu secara tradisional dengan panah/anjing, jumlah dalam sekali berburu 1-2 ekor, tidak boleh berburu dengan bacok/senapan, berburu hanya boleh didusun sendiri/hak ulayat sendiri, cara mengolah (sebelum dipotong bulu dirauh terlebih dahulu diatas api kemudian dibelah dari dada sampai bawah kemudian dibagi menjadi lima bagian), boleh dijual tapi maksimal 2 ekor, orang yang ingin berburu harus menghubungi tuan dusun. Ketiga, Tempat Sakral juga dijadikan sebagai tempat perlindungan para arwah leluhur dan sebagai tempat perjalanan leluhur. Tempat sakral ini merupakan tempat keramat yang tidak boleh dimasuki atau mengambil hasil hutan dari lokasi tersebut secara bebas oleh marga lain atau masyarakat pendatang dan hanya bisa dimanfaatkan oleh pemilik marga yang biasanya digunakan untuk ritual-ritual marga tersebut.

(29)

21

Gambar 12 Kearifan tradisional dalam rangkaian keseimbangan alam

Upacara membuka sasi merupakan bentuk upacara meminta izin pada leluhur untuk memanfaatkan sumberdaya alam di kawasan dalam waktu yang lama. Namun saat ini telah terjadi pemanfaatan sumberdaya alam oleh Suku Kanume tanpa melakukan upacara membuka sasi (Tabel 8). Hal ini dikarenakan kawasan tersebut merupakan kawasan yang terbuka untuk umum, sehingga masyarakat luar kawasan secara umum dapat melakukan pemanfaatan tanpa menunggu upacara membuka sasi. Untuk mempertahankan hidupnya, Suku Kanume harus bersaing dengan masyarakat umum dalam memperoleh hasil tangkapan, sehingga apabila mereka menunggu upacara membuka sasi untuk kegiatan pemanfaatan, maka mereka tidak dapat bersaing dengan masyarakat umum. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian besar masyarakat melakukan pemanfaatan tanpa menunggu upacara membuka sasi.

Tabel 8 Aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang diadopsi dalam pengelolaan Zonasi TN Wasur dan situasinya pada saat ini.

Zonasi TN Wasur

Aturan adat Situasi saat ini

Inti Boleh dilakukan perburuan

dengan alat tradisional, hanya pemilik hak ulayat marga yang boleh memanfaatkan SDA, marga lain harus minta izin kepada ketua marga jika ingin memanfaatkan, ada sistem sasi kawasan.

Marga lain atau masyarakat luar yang ingin memanfaatkan lahan ulayat tidak lagi izin kepada marga pemilik hak ulayat, sistem bacok dan senapan dalam berburu, sasi sudah mulai dilanggar.

Rimba Boleh dilakukan perburuan

dengan alat tradisional,

(30)

22

marga pemilik dusun yang memanfaatkan, izin kepada ketua marga jika ingin mengolah lahan ulayat, ada sistem sasi

kepada marga pemilik hak ulayat), untuk aktifitas mengolah lahan sebagai dusun masih minta izin kepada ketua marga yang bersangkutan, adanya penebangan pohon untuk dijual oleh pemilik marga di Tomer. Sistem sasi sudah mulai dilanggar.

Religi Budaya dan Sejarah

Hanya ketua marga yang boleh masuk, pemanfaatan untuk ritual adat, sebagai tempat keramat, dilarang ada perburuan.

Perburuan sudah mulai merambah wilayah lokasi tempat sakral.

Dalam aturan kearifan pengelolaan sumberdaya alam, setiap marga atau masyarakat luar dilarang untuk mengambil sumberdaya alam di wilayah hak ulayat pemilikik marga lain. Marga atau masyarakat luar yang ingin memanfaatkan harus izin kepada ketua marga pemilik hak ulayat yang bersangkutan. Namun, pada saat ini aturan adat yang dibuat oleh marga yang berkaitan dengan pemanfaatan sudah banyak dilanggar atau tidak ditaati lagi, diantaranya adalah marga lain atau masyarakat luar yang ingin memanfaatkan lahan sudah tidak izin kepada marga pemilik hak ulayat(Gambar 13). Aturan adat dalam kearifan pengelolaan sumberdaya alam oleh Suku Kanume sudah mulai mengalami penurunan.

Gambar 13 Hasil penangkapan illegal logging di kampung Tomer

(31)

23

(32)

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Setiap marga-marga dalam Suku Kanume memiliki lokasi tempat perlindungan dan pemanfaatan yang berbeda. Dalam sistem zonasi taman nasional, lokasi perlindungan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume berada pada Zona Religi Budaya dan Sejarah dan Zona Rimba dalam bentuk sumur alam, kampung lama, tempat keramat, dan daerah perjalanan leluhur yang sudah diakomodasikan dalam zonasi Taman Nasional Wasur.

2. Faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi pola perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume yaitu adanya kelembagaan adat, adanya pembagian konsepsi ruang berdasarkan wilayah ulayat adat, sistem penguasaan dan kepemilikan tanah, dan faham Totem (Totemisme)

3. Pola perlindungan yang digunakan oleh masyarakat marga-marga dalam Suku Kanume adalah sistem Sasi, Totem, dan Tempat Sakral. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume sebagian besar dilakukan pada Zona Rimba dan Zona Inti. Pola pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume sudah mulai mengalami penurunan yang diindikasikan oleh:a) Tidak berlakunya sistem Sasi kawasan di sebagian wilayah, terjadi pemanfaatan sumberdaya di lokasi yang sudah di Sasi, bahkan pemanfaatan sudah mulai masuk ke tempat daerah yang dilindungi masyarakat adat; b) Pemanfaatan sumberdaya yang secara aturan adat harus meminta izin kepada ketua marga pemilik hak ulayat yang bersangkutan sudah tidak dilakukan lagi; c) Sebagian masyarakat sudah menggunakan senjata api dan bacok dalam berburu

Saran

Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Pemerintah melakukan peningkatan pendidikan formal kepada masyarakat adat dan pengetahuan tradisional dan kearifan lokal diadopsi dalam pendidikan formal.

2. Untuk menjaga dan memperkuat ikatan sosial, budaya, ekonomi dan ekologi perlu memasukkan simbol-simbol masyarakat suku asli dari satwa dan tumbuhan sebagai lambang integritas dan konservasi dari masyarakat adat. 3. Diperluan pengkajian ilmiah terhadap makna totem.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika Kabupaten Merauke. 2010. Distrik Noukenjerai dan Distrik Sota Dalam Angka 2010. Noukenjerai dan Sota (ID): BPS Merauke [BTNW] Balai Taman Nasional Wasur. 2010. Draf Rencana Pengelolaan Taman

(33)

25

[BTNW] Balai Taman Nasional Wasur. 1999. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur 1999-2024. Merauke (ID) : Balai TNW.

Ernawi. 2009. Kearifan Lokal Dalam Perspektif Penataan Ruang, makalah utama pada Seminar Nasional Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Malang (ID) : Arsitektur Unmer.

Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Erlangga. Jakarta Keraf AS. 2002. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta

Kosmaryandi N. 2012. Pengembangan Zonasi Taman Nasional: Sintesis Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dan Kehidupan Masyarakat Adat. [Disertasi]. Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[LMA] Lembaga Masyarakat Adat Suku Malind Anim. 2007. Hasil dan Rekomendasi. Pertemuan Adat Suku Besar Malind Anim di Dusun Saror. 26 – 31 Juli 2007. Merauke.

(34)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Dororejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah tanggal 05 Desember 1990 dari Bapak Parlan Atmajayadi Kusuma (alm) dan ibu Suti’ah. Penulis merupakan putra ke-9 dari Sembilan bersaudara. Pendidikan non formal Ponpes Darrul Rohmat dan Pendidikan formal ditempuh di SDN I Dororejo, MTs Miftahul Huda Tayu, dan Madrasah Aliyah Miftahul Huda Tayu. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama perkuliahan penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa “Volly Ball” (UKM Volly). Penulis juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan menjabat sebagai ketua Divisi Adventure Kelompok Pemerhati Goa periode 2011-2012.

(35)

27

(36)

28

Lampiran 1 Sisilah Suku-Suku Besar di Kabupaten Merauke

(37)

29

Lampiran 2 Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Oleh Suku Kanume

Marga Totem

Daerah Indonesia Ilmiah

MBANGGU

Maam Kanguru lapang Macropus agilis

Kerar Anjing Canis familiaris

Kembu, Kuer Babi Hutan

Sapal Kelelawar

Burung

Wiri-wiri Alap-alap

Kirsau Jenjang brolga Grus rubicunda

Mbawai Angsa boiga Anseranas semipalmata

Kowa Jagal hitam

Reptilia

Amu, marau

Ular hitam berbisa

Kerri Buaya

Cawania Kepiting besar

Tumbuhan

Nggamberom

Jambu hutan

Cenggu, Cenanggu

Pohon Ingas

Helep Api-api

Seu, Wes Alang-alang

Sapta, Cambla

Rumput Kasim merah

Yeila, Yiria

Bambu daun Kecil

Ikan

Bawer, rakum

Ikan sembilan

Unsur Alam

Kam Air

(38)

30

Tempat Sakral :

Sarmbar, Smanitek, Kirakambo, Yapir, Walamal, Kirakambo, Nggelem, Yawalkal, Umbal, Kasarmeng

Du sun Sagu Mbenggu, Ncantawo, Kairer, Ncontokal, Selku,

Tarbokar, Sarar, Ku, Pince, Sakrir, Sakarmeru, Warapi

Ka mpung Lama Wawan, Tumeneser, Puar, Kencerber, Ntuser, Kembaam, Mbo, Perkuter, Wanteam, Bramea.

Sak ral/ Tempat Keramat

Aturan Adat dan Kebijakan Pengelolaan Marga Mbanggu : Maam

• Tidak boleh diburu secara umum, hanya boleh diburu secara tradisional dengan panah/anjing. Jumlah dalam sekali berburu 1-2 ekor.

• Tidak boleh berburu dengan bacok/senapan.

• berburu hanya boleh didusun sendiri/hak ulayat sendiri.

• Cara mengolah, sebelum dipotong, bulu dirauh terlebih dahulu diatas api kemudian dibelah dari dada sampai bawah. Kemudian dibagi menjadi lima bagian.

• Boleh dijual tapi maksimal 2 ekor.

• Orang yang ingin berburu harus menghubungi tuan dusun.

Kerar

• Untuk berburu dan penjaga • Tidak boleh dimakan • Tidak boleh dipukul • Tidak boleh dijual

Amu

• Tidak boleh dijual • Tidak boleh diganggu

Kerri

• Tidak boleh diburu secara umum, hanya boleh diburu secara tradisional dengan panah/anjing. Jumlah dalam sekali berburu 1-2 ekor.

• Tidak boleh berburu dengan bacok/senapan.

• Berburu hanya boleh didusun sendiri/hak ulayat sendiri.

• Cara potong mulai dari atas perut sampai anus (bagian pangkal ekor) kemudian potong kaki dan ekor.

Rakum • Boleh dimakan

• Tidak boleh diburu secara umum, hanya boleh diburu secara tradisional dengan panah/anjing. Jumlah dalam sekali berburu 1-2 ekor.

• Tidak boleh berburu dengan bacok/senapan.

• Berburu hanya boleh didusun sendiri/hak ulayat sendiri.

Cawania

(39)

31

Kuer

Tidak boleh diburu secara umum, hanya boleh diburu secara tradisional dengan panah/anjing. Jumlah dalam sekali berburu 1-2 ekor.

Tidak boleh berburu dengan bacok/senapan.

berburu hanya boleh didusun sendiri/hak ulayat sendiri. Boleh dijaul tergantung kebutuhan.

Wiri-wiri

Tidak boleh diburu dan tidak boleh dimakan

Kirsau

Tidak boleh dibunuh

Sapal

Boleh dimakan, bisa dibunuh menurut kebutuhandan hanya dengan tuan dusun.

Mbawai

Bisa dimakan, sesuai kebutuhan, hanya boleh berburu secara tradisional

Kowa

Tidak boleh dibunuh, untuk hisan alam dan dipercaya sebagai suatu pertanda alam.

Kayang

• tidak boleh diperdagangkan

• cara pengambilan yaitu pohon yang sudah berbunga/tua yang diambil.

• pohon sagu yang ditebang/dipanen harus dipangkur di dusun.

Po

• Mengambil kelapa harus ijin ke pemilik kebun.

• cara mengambilnya dengan memanjat tidak boleh ditembak atau ditebang.

• boleh dijual tergantung kebutuhan.

• kelapa yang dibelah harus ditengkurapkan ke bumi dan batok kelapa yang dibelah kecil-kecil harus dikumpulkan dan dibakar, tidak boleh dibiarkan berserakan ditanah.

• tidak boleh dibuat sagero

• buah kelapa harus dikupas sabutnya dahulu sebelum dibelah batoknya.

Nggamberom

Tidak boleh ditebang, buah dimakan oleh binatang.

Cenggu

• buahnya dapat dimakan dengan cara dibakar • getahnya bila kena kulit bisa melepuh. • merupakan makanan pusaka.

• tidak boleh ditebang sembarang.

Helep

(40)

32

Seu

• dipakai untuk atap rumah/bivak.

• melindungi binatang, menyuburkan tanah. • makanan untuk binatang.

• boleh dibakar tapi secara tradisional. Kam

• sumur tidak boleh dikotori. • air merupkan sumber kehidupan.

• air tidak boleh dimain-mainkan/digunakan untuk main-main. Mens

• tidak boleh dibuat main-main.

• api juga merupakan sumber kehidupan.

Cambla

• tidak boleh dipotong. • tidak boleh dibakar. • bisa dipakai untuk bivak.

Yeila

• boleh dipotong dan dipakai untuk pagar. • tidak boleh dibakar karena melindungi tanaman.

Sanksi

Untuk Masyarakat Adat

Sebelum aturan ditegakkan maka terlebih dahulu aturan tersebut harus diinformasikan ke masyarakat umum . Jika informasi mengenai aturan telah menyebar maka aturan boleh ditegakkan .

Jika peraturan adat dilanggar oleh masyarakat adat maka :

1. Pertama akan ditegur , dinasehati dan dijelaskan mengenai aturan yang berlaku.

2. Jika dilakukan lagi maka akan ditegur secara kasar dan ancaman atau bisa dipukul , atau dipanah dengan bambu tumpul sehingga badannya bertanda

3. Didenda suruh bayar kumbili yang diberikan oleh pemilik sumberdaya alam, kemudian harus diganti, kalau tidak bisa dibayar atau diganti maka dia akan malu.

4. Dibunuh

Untuk Masyarakat lain diluar masyarakat adat

Jika masyarakat luar yang melnggar aturan yang diatas maka :

1. Barang yang diambil dari alam akan disita sambil dijelaskan dan dinasehati dengan baik.

2. Jika melakukan lagi maka akan diserahkan kepada pemerintah .

Marga

Totem

Daerah Indonesia Ilmiah

NDIMAR

Ada 4 Sub Marga :

Burung

Tora mbayke /Mbawar

Kasuari Cas

(41)

33

1. Meningge (Kampung

(Kampung Sota) 5. Kidup

(Kampung Sota) 6. Koe

(Kampung Sota)

Njikaka Elang dada putih Hier

aetus morphnoid es

Kutu Mambruk Gau

ra scheepmak eri

Mbeketu Cendrawasih merah muda Par

adisaea Sp

Reptilia/Amphibi

Kasmara/Ski/Njeng gume

Ular patola

Mbulram Kadal Mab

uya sp Tumbuhan

Kilr-kilr poo Kelapa Coc

os nucifera

Kelr - kelr Sagu dahan panjang Metr

oxylon Sp

Komorwa Pisang Mus

a sp

Belelu, Benetre Kayu missal

Mamalia

- - -

Ikan

Ndalrwan Kakap yang di kepala ada garis putihnya.

Late s calcarifer bloch

Unsur Alam

Mbembel Gelap malam

Muli Angin ribut

Tempat Sakral

Kampung Tomer = Aukambo (Sumur alam)

Kampung Sota = Samleber (persinggahan leluhur), Kaulei dan Ngawah (dusun sagu), Nsat dan Sainz (tempat sakral)

Kampung Onggaya = Yawer, Ncuar, Baram, Tarkiter (tempat sakral), Waru dan Cumanetek (dusun sagu).

Tempat sakral ini dilarang untuk umum.

Aturan Adat Marga Ndimar :

• Berburu kasuari kerdil dengan metode ohan maksimal sejumlah 5

ekor, untuk keperluan makan sejumlah 1 ekor dan selebihnya boleh

dijual. Puanim dilarang untuk mengambil hewan ini. Sedangkan untuk

(42)

34

• Cendarawasih merah muda tidak boleh dibunuh kecuali tuan dusun

tetapi hanya untuk kepentingan konsumsi maksimal 1 ekor dengan

cara dipanah. Cara panah yang tepat adalah pada daerah kepala atau

jantung.

• Mambruk tidak boleh dibunuh kecuali tuan dusun tetapi hanya untuk

kepentingan konsumsi maksimal 1 ekor dengan cara dipanah. Cara

panah yang tepat adalah pada daerah kepala atau jantung.

• Ikan kakap boleh diambil untuk makan dan di kepentingan jual beli

tetapi hanya untuk tuan dusun dan orang di luar itu harus membeli

pada tuan dusun. Dilarang menggunakan akar tuba pada saat

pengambilan ikan.

• Ular patola (sanca semak) boleh dimakan karena merupakan obat kuat

paling banyak 1 ekor karena ular ini jarang ditemukan. • Kadal atau mbulram sebaiknya dibiarkan hidup dengan alami.

• Kelapa tidak boleh digunakan untik sopi dan sagero. Cara petik harus

dengan tangan sampai lepas tidak boleh dengan parang. Mengupas

kulit dengan sunggah (bahan dari kayu/bambu), baru dibelah dengan

parang. Setelah dimakan batok kelapa ditelungkupkan ke bumi. Untuk

pu anim dan marga selain Ndimar harus membeli ke tuan dusun. • Sagu dahan panjang dapat digunakan oleh marga Ndimar dengan cara

bersihkan daerah sagu yang akan ditebang, ditebang dengan kampak

(kulitnya dikelupas dahulu baru dikukur). Pelepah digunakan sebagai

tempat tepung sagu kering.

• Orang diluar marga tidak boleh mengambil pisang (komorwa) karena

digunakan untuk pesta adat. Cara mengambil potong dengan parang

10 cm dari bengkokan pisang.

• Kayu missal (belelu / benetre) digunakan sebagai tiang dasar rumah,

pesta adapt, tanda batas dusun sagu. Cara mengambil menggunakan

kampak. Kayu ini boleh diambil dengan cara membeli pada tuan

dusun.

Kebijakan Pengelolaan Marga Ndimar :

1. Sangsi yang diberikan apabila melanggar aturan adat untuk kasuari

kerdil maka harus membayar wati 2 kepala dan sagu 6 ega/ekor.

2. Sangsi yang diberikan apabila melanggar aturan adat untuk ikan

kakap, ular patola, kadal, dan kelapa maka harus membayar wati 2

kepala dan sagu 6 ega

3. Sangsi bagi yang melanggar aturan adat mambruk, cendrawasih

(43)

35

membayar wati 3 kepala, sagu 12 ega, dan kumbili 36.

Marga Totem

Daerah Indonesia Ilmiah

NDIPKUAN

Ada 4 Sub Marga : 1. Ndipkuan

Manggo

2. Mayua Nggerbu

(Onggaya)

3. Ngguntar

Nggerbu

4. Bedi Nggerbu

Mamalia

Ntewar/nduel/kerar Anjing Canis familiaris

Burung

Sawur/Ndik Bangau Leher

Hitam

Wakar Burung hantu

Serak hitam Tyto

tenebricosa

Aker/Ntawar Cendrawasih merah

Paradise ae sp

Dunggam Julang Papua Rhyctice

ros plicatus

Powo Tuwur asia Eudyna

mys parva

Tambu Burung emas

Mbaike / Yupar/ Mbouru

Kasuari besar Casuariu s casuarius

Reptil dan Amphibi

Kariyawar Buaya hitam Crocodyl

(44)

36

Nger Tumbuhan Rawa

Carung Kumbili

Perten Akar Tuba

Yak / Loleba Bambu buluh Bamboos

a Sp

Neusa Pinang hutan

besar

Ikan

Keware Arwana

Olip Mbangom

Nambim Gabus

Unsur Alam

Sabara kelr-kelru Awan putih

Mewang Langit biru

Tempat Sakral

Urima kambo : Sumur alam di Kampung Tomer

Aturan Adat Marga Ndipkuan :

Sawar

Dimanfaatkan hanya untuk kegiatan upacara adat / pesta babi.

Diburu hanya menggunakan panah.

Mbiwi

Tidak boleh diburu, sebagai lambang marga.

Sami

Digunakan sebagai petunjuk adanya air dan ikan di daerah tertentu

pada saat musim kemarau. Tidak boleh diburu. Untuk lambang marga.

Mbinci

Sebagai hiasan alam dan tidak ada penggunaan adat. Suara burung

mbinci dapat menjadi pertanda ada tamu atau keluarga yang meninggal

dunia.

Wakar

Boleh di buru untuk dipelihara. Tidak ada penggunaan khusus

secara adat. Tidak boleh diambil, merupakan lambang marga / nilai

penting.

Aker

Digunakan hanya untuk upacara adat (bagian utuhnya), untuk pesta

wati, pesta nikah, pesta potong rambut, 1-2 ekor (2-3 kali dalam setahun).

(45)

37

Dunggam

Tidak boleh diburu, hanya untuk hiasan alam dan sebagai lambang

marga. Suaranya sebagai penanda musim kemarau sudah dekat.

Pawa

Tidak boleh diburu. Sebagai hiasan alam dan sebagai lambang

marga. Jika bersuara maka burung Cendrawasih ada di situ. Tidak ada

pemanfaatan secara adat.

Tambu

Tidak ada pemanfaatan secara adat. Termasuk totem saja.

Mbaike

Hanya digunakan pada saat upacara adat (bulunya), untuk hiasan

tangan dan kepala. Kukunya untuk mata anak panah, dagingnya dapat

dimakan. Biasa dipelihara untuk mas kawin (± 1 ekor). Berburu

menggunakan anjing dan atau panah paling banyak 2 ekor tiap berburu.

Cara potong : perut dibelah ditulang dada, organ dalam dikeluarkan.

Bagian rusuk dibelah ke samping. Kulit dan daging dikupas kemudian

dipotong kepalanya. Potongannya kepala dibelah 2, dada dibelah 2, daging

paha dipotong. Anak muda tidak boleh makan pantat dan isi perut.

Kariyawar

Merupakan buaya keramat. Hanya ada di tempat keramat dan

paling jauh sekitar 25 meter. Tidak boleh diganggu dan diburu. Yang

boleh melihat / kunjungi hanya keluarganya / ketua marga.

Anjing

Tidak boleh dimakan. Dianggap sebagai moyang. Digunakan untuk

kegiatan berburu dan menjaga rumah.

Keware

Biasa dimakan oleh orang tua, anak muda tidak boleh makan.

Boleh dijual berdasarkan keputusan adat. Sudah jarang ditemukan.

Olip mbangom

Sangat sulit ditemukan. Anak kecil tidak boleh makan, dapat

menimbulkan hidung berdarah.

Nambim

Untuk dikonsumsi. Tidak ada aturan khusus.

Warak

Digunakan untuk para-para dan busur panah. Buahnya dapat

dimakan sebagai pengganti pinang.

Wekak

(46)

38

Poh

Buahnya digunakan untuk konsumsi, daun mudanya digunakan

untuk hiasan pesta adat (Yuh). Pohonnya tidak boleh ditebang. Bararu

Digunakan untuk batas tanah hak antar marga. kayunya untuk

bangunan, digunakan 9 pohon (untuk tiang). Tidak dijual dan jarang

dicari.

Kerapi

Digunakan untuk anak panah.

Sornggin

Digunakan untuk pagar kebun, dan busur panah. Bambu muda

(rebung) untuk dimakan.

Wati hitam

Digunakan untuk acara adat tidak boleh diperjualbelikan. Biasa

digunakan untuk membayar sanksi. Boleh dijual untuk keperluan tertentu

seperti membayar denda.

Nger

Sebagai pohon kenang-kenangan marga Ndipkuan.

Wati putih

Digunakan untuk acara adat tidak boleh diperjualbelikan.

Kumbili

Merupakan makanan khas orang Kanume, makanan saat upacara

adat. Upacara adat harus pakai Kumbili.

Perten

Akar tuba digunakan untuk menangkap ikan.

Yak

Sebagai semboyan sub marga Manggo. Tunasnya untuk sayur dan

bambunya digunakan untuk suling atau memanggil anjing. Tidak boleh

dibakar.

Kebijakan Pengelolaan Marga Ndipkuan :

Sawur, Sami, Mbinci, Wakar, Aker/Ntawar, Mbaike/Yupar/Mbourudan Dunggam

Sama sekali tidak boleh diburu, jika melanggar akan dikenai sanksi :

1) Teguran 1x

2) Denda wati dan kumbili

3) Hukum mati

Puanim dikenakan hukum positif (hukum pemerintah), barang disita.

Powo dan Tambu

(47)

39

Ntewar/nduel/kerar

Tidak boleh dibunuh dan dimakan, jika melanggar akan dikenai sanksi :

1. Ganti Ntewar/nduel/kerar

2. Jika tidak ada Ntewar/nduel/kerar maka akan didenda Wati dan Kumbili

Yak / Loleba

Tidak boleh dibakar jika melanggar akan langsung dikenai sanksi hukuman mati

Sumber : Hasil kegiatan penggalian dan pengukuhan kearifan tradisional keempat suku (Marori Men Gey, Kanume, Yeinan dan Nggawil Anim) dalam kawasan Taman Nasional Wasur (Februari-Mei 2008).

Gambar

Tabel 1  Jenis dan metode pengumpulan data
Gambar 1 Empat gologan adat dalam masyarakat Malind Anim
Gambar 2  Peta wilayah hak  adat marga-marga dalam Suku Kanume
Gambar 4  Jumlah penduduk masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sulitnya proses pembuatan, lamanya waktu pengurusan, lambatnya kinerja petugas pelayanan, kondisi tempat yang kurang nyaman dan aman, suasana yang tidak teratur, dan

Jaringan yang mengangkut air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dari akar menuju daun disebut xilem. Xilem terdiri dari beberapa macam sel, yaitu sel

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Bandar Lampung, Indonesia, penelitian di Lima, Peru dan penelitian di Pakistan yang mendapatkan hasil

Pada praktik pembelajaran yang dilaksanakan, praktikan mengajar mata pelajaran sesuai dengan kelas dan waktu yang telah ditentukan dan disepakati dengan guru

Seluruh teman-teman S1 Keperawatan Angkatan 2016 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta atas ilmu dan rasa kekeluargaan yang

[r]

The importance of Organizational Citizenship Behavior (OCB) at virtual enterprise level came, in our opinion, from its specific strokes the absence of a center and of an

Perkembangan ilmu pengetahuan pada periode klasik tidak bisa dilepaskan dari usaha penerjemah berbagai buku berbahasa asing seperti: Yunani, Persia, dan