• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

PRATIWI PUJI LESTARI 108101000066

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

PRATIWI PUJI LESTARI 108101000066

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)
(4)

i Skripsi, Juli 2013

Pratiwi Puji Lestari, NIM. 108101000066

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013

xv + 145 halaman, 43 tabel, 3 gambar, 3 lampiran

ABSTRAK

Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini terjadi, tidak menutup kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja. Dari meningkatkanya wanita yang terlibat dalam dunia kerja sebagai salah satu prestasi bagi wanita tersebut, ternyata wanita bekerja dikabarkan memiliki ancaman cukup serius untuk terkena stres kerja. Stres kerja memiliki beberapa dampak negatif, diantaranya dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan menurunkan produktivitas kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita bekerja sektor formal yang berjumlah 200 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara kepada responden.

Hasil penelitian menggambarkan sebesar 79,5% responden mengalami stres kerja ringan dan 20,5% mengalami stres kerja berat. Hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh empat faktor yang berhubungan dengan stres kerja yakni beban kerja dengan p value 0,011, perkembangan teknologi dengan p value 0,045, pelecehan seksual di tempat kerja dengan p value 0,001, dan kondisi lingkungan kerja dengan p value 0,036.

Upaya pengelolaan stres kerja dapat dilakukan oleh individu itu sendiri seperti lebih selektif terhadap pekerjaan yang akan diambil, dan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual yang berakibat pada stres kerja, sebaiknya pekerja wanita lebih waspada dengan cara tidak berpakaian seksi dan lebih berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis di tempat kerjanya. Upaya pengelolaan stres kerja juga dapat dilakukan oleh instansi seperti dengan melakukan identifikasi bahaya psikososial khususnya yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja dan untuk pelecehan seksual di tempat kerja, instansi dapat melakukan upaya pencegahan dengan menetapkan peraturan termasuk sanksi bagi pekerja yang melakukan tindakan pelecehan seksual tersebut.

(5)

ii Undergraduated Thesis, July 2013

Pratiwi Puji Lestari, NIM 108101000066

The Factors Related Work Stress on Woman Working of Formal Sector in Ciputat Timur, 2013

xv + 145 pages, 43 table, 3 pictures, 3 attachments

ABSTRACT

The more open employment opportunities that are currently going on, do not rule out the entry of women into the workforce. As woman participation increase in the workplace, women working rumored to have turned serious enough threat for the affected work stress. Some negative effects of work stress are health problem and descent of work productivity.

This study aim to determine the factors related work stress on woman working of formal sector in Ciputat Timur, 2013. Study design of this study is cross-sectional. Samples of this study are women working of formal sector, amounting to 200 respondents. The data used are secondary data from relevant agencies and primary data obtained through interviews with respondents.

The result show that 79.5% of respondents getting low work stress and 20.5% of respondents getting high work stress. Based on bivariate analysis with a significance level of 5% known that there are four factors related to work stress that workload with 0.011 p value, technological developments with 0,045 p value, sexual harassment in the workplace with 0.001 p value, and working conditions with 0.036 p value.

Managing work stress can be done by individuals themselves by making more selective decision to get work and to prevent sexual harassment by handling with kid gloves. Other efforts to manage work stress can be done by institutions such as identifying particular psychosocial hazards that relates work stress on workers.

(6)
(7)
(8)

v Data Pribadi

Nama Lengkap : Pratiwi Puji Lestari

Tempat/Tanggal Lahir : Jepara, 19 September 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sinanggul RT/RW 31/06, Mlonggo, Jepara, Jateng 59452

Email : pratiwiazra@gmail.com

pratiwipujil@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan

1. 1994 - 1996 : TK Sinanggul II Jepara

2. 1996 - 2002 : MI Miftahul Falah Sinanggul II Jepara 3. 2002 - 2005 : MTs Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara 4. 2005 - 2008 : MA Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara

5. 2003 – 2008 : Non formal (Pesantren Darut Ta’lim Bangsri Jepara) 6. 2008 – 2013 : Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Organisasi

1. 2005 – 2007 : Pengurus ICF MA Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara 2. 2006 – 2008 : Pengurus Pesantren Darut Ta’lim Bangsri Jepara

3. 2008 – 2009 : Pengurus Asrama Putri Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. 2009 – 2011 : Pengurus CSS MORA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

5. 2009 – 2010 : Pengurus BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(9)

vi

akar masalah kesehatan masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Serpong, Kota Tangsel

2. 2011 : Pengalaman Belajar Lapangan 2 (PBL 2) menentukan solusi masalah kesehatan masyarakat yakni berupa ”Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan DBD” di Kelurahan Serpong, Kota Tangsel

3. 2011 : Pengalaman penelitian seminar profesi mengenai tanggap darurat bencana banjir di Kampung Pulo Jakarta

Pengalaman Magang:

(10)

vii

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya untuk senantiasa menapaki jalan yang diridloi-Nya.

Skripsi merupakan tugas akhir perkuliahan berupa hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Almarhum Bapak dan almarhumah Ibu, keluarga besar Wiro dan Mustam khususnya

Ka ArifQu, Ka AfidQu, De’ JunQu, Mb Anik dan suami, Ka Yong dan Istri, De

Yanto, dan Mbahe yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan semangatnya untuk kebaikan penulis;

2. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan besar kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi formal ke Perguruan Tinggi;

3. MA Hasyim Asy’ari Bangsri yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu dan

memberi kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam program beasiswa ke Perguruan Tinggi;

4. Ma’had Darut Ta’lim yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu agama;

5. Prof. Dr. dr. (hc) M.K. Tadjudin, Sp. And.; selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK);

6. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan stafnya; 7. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, selaku pembimbig I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini;

(11)

viii

10.Ibu Fase Badriah, Ph.D, selaku penguji sidang skripsi dan memberikan banyak koreksi dalam penyusunan skripsi;

11.Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK, selaku penguji sidang skripsi dan memberikan banyak koreksi dalam penyusunan skripsi;

12.Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi;

13.Staf Kesehatan Masyarakat dan FKIK yang membantu dalam hal administrasi; 14.Pihak Kecamatan Ciputat Timur;

15.Pihak Kelurahan Se-Kecamatan Ciputat Timur dan Ibu-Ibu kader yang dengan senang hati telah membatu penulis dalam pengumpulan data;

16.Responden Wanita Bekerja sektor formal se-Kecamatan Ciputat Timur;

17.Sahabat-sahabat senaungan dan seperjuangan Dhevy, Eka, Eca, Mbak Lia, Erni yang telah membantu dalam pengumpulan data dan sharing ilmu;

18.Untuk para oponen dalam seminar proposal skripsi yang telah bersedia pusing membaca dan memberi masukan untuk arah skripsi ini;

19.Seseorang di sana yang selalu menghujani penulis dengan semangat juang; 20.Keluarga besar Stoopelth 2008 yang selalu menyemangati dan mengingatkan; 21.Keluarga besar CSS MORA UIN JKT, khusunya Matrix’08;

22.Serta kepada berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu atas terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis berharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Wallahu a’lam, Semoga bermanfa’at.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2013

(12)

ix LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 7

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

1. Bagi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur ... 11

2. Bagi Peneliti ... 12

F. Ruang Lingkup Penelitian ... .12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Wanita Bekerja ... 13

B. Definisi Stres Kerja ... 16

C. Stres Kerja Wanita Bekerja ... 18

D. Gejala-Gejala Stres Kerja... 21

E. Model Stres Kerja ... 22

(13)

x

4. Greenberg (2002)... 28

5. National Safety Council (2004) ... 29

F. Pengukuran Stres Kerja ... 47

G. Upaya Pengelolaan Stres Kerja ... 51

H. Kerangka Teori ... 55

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep Penelitian ... 57

B. Definisi Operasional ... 59

C. Hipotesis ... 64

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 66

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 66

C. Populasi dan Sampel ... 66

1. Populasi ... 66

2. Sampel ... 66

D. Instrumen Penelitian ... 72

E. Pengumpulan Data ... 75

F. Pengolahan Data ... 76

G. Analisis Data ... 77

BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat ... 79

1. Gambaran Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 ... 79

2. Gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 79

(14)

xi

B. Analisis Bivariat ... 88 1. Hubungan antara faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 88 2. Hubungan antara faktor individu dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 93 3. hubungan antara faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 97

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian ... 100 B. Gambaran Stres Kerja pada wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 ... 100 C. Hubungan antara faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 106 D. Hubungan antara faktor individu dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013... 123 E. Hubungan antara faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013... 133

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 142 B. Saran ... 144

(15)

xii

2.1 Berbagai Gejala Kerja Menurut Arden (2002)……… ... .22

2.2 Penyebab Stres Kerja Menurut National Safety Council (2004)…………. ... 29

2.3 Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja……… ... 49

3.1 Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian……… ... 59

4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Propori Terhadap Penelitian Terdahulu……… ... 68

4.2 Proporsi Jumlah Sampel dari Masing-Masing RW Terpilih ... 71

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……… ... 79

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Otonomi Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……… ... ..80

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……… ... ……80

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...80

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Pelatihan di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………81

5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Karir di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...81

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan yang Buruk dengan Atasan di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……….82

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...82

5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…...83

5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....83

5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...84

(16)

xiii

5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja di Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2013………...85

5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak yang Tidak Adekuat di

Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....85

5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Konflik dengan Rekan Kerja di Kecamatan

Ciputat Timur Tahun 2013………...86

5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja di

Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...86

5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual di Kecamatan Ciputat

Timur Tahun 2013………....87

5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan Kerja di Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2013………...87

5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan saat Berangkat dan Pulang

Kerja di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....88

5.20 Tabulasi Silang antara Kurangnya Otonomi dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……….88

5.21 Tabulasi Silang antara Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja

Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...89

5.22 Tabulasi Silang antara Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……..…...90

5.23 Tabulasi Silang antara Pelatihan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor

Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……….90

5.24 Tabulasi Silang antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………....91

5.25 Tabulasi Silang antara Hubungan dengan Atasan dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………...91

5.26 Tabulasi Silang antara Perkembangan Tekonologi dengan Stres Kerja pada

(17)

xiv

Timur Tahun 2013………93

5.28 Tabulasi Silang antara Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga

dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat

Timur Tahun 2013………...93

5.29 Tabulasi Silang antara Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………..94

5.30 Tabulasi Silang antara Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………..95

5.31 Tabulasi Silang antara Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja

Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...95

5.32 Tabulasi Silang antara Perawatan Anak dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja

Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...96

5.33 Tabulasi Silang antara Konflik dengan Rekan Kerja dengan Stres Kerja pada

Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……..96

5.34 Tabulasi Silang antara Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...97

5.35 Tabulasi Silang antara Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja pada Wanita

Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...97

5.36 Tabulasi Silang antara Kekerasan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja

Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....98

5.37 Tabulasi Silang antara Kemacetan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja

(18)

xv

2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987) ... 1124 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja ... 56 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 58

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 2 : Pernyataan Responden dan Kuesioner Penelitian Lampiran 3 : Output Olahan Analisis Univariat dan Bivariat

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi manusia, bekerja merupakan suatu kebutuhan dasar untuk pemenuhan

kebutuhan maupun keinginan, baik bagi pria maupun wanita. Bekerja diartikan

sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dalam

hidupnya (BPS, 2011). Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini

terjadi, tidak menutup kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja.

Salah satu bukti keikutsertaan wanita dalam dunia kerja tersebut terlihat dari

hasil Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mengenai Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita yakni sebesar 51,76 persen dan pria

sebesar 83,76 persen dari jumlah persentase penduduk yang produktif (15-64 tahun)

(BPS, 2011). Dari angka tersebut terlihat bahwa keterlibatan wanita dalam dunia

kerja cukup tinggi.

Setiap pekerja, baik pria maupun wanita dihadapkan pada berbagai risiko baik

keselamatan maupun kesehatan kerja. Oleh karena itu, setiap pekerja diharuskan

menjaga dirinya masing-masing dari berbagai gangguan keselamatan dan kesehatan

kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari

perusahaan adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina,

(20)

mengalami stres dapat menurunkan produktivitasnya sehingga dapat merugikan diri

sendiri, orang lain, lingkungan kerja, dan perusahaan.

Dampak negatif dari stres kerja juga disampaikan oleh Leka S., et al (2003) yaitu pekerja yang mengalami stres kerja kemungkinan besar mengalami gangguan

kesehatan, buruknya motivasi, berkurangnya produktivitas kerja, dan mengabaikan

keselamatan kerja, sehingga selain dapat merugikan diri pekerja itu sendiri juga

menjadikan organisasi atau perusahaan mengalami kegagalan kompetisi berbisnis.

Adapun menurut penelitian Baker dkk. (1987 dalam Rini, 2002), stres yang

dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh terhadap

serangan penyakit. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang

penyakit karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh. Stres

selain dapat merubah sistem imun, juga berpengaruh terhadap penurunan prestasi

kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja

(Schuller, 1980 dalam Rini, 2002).

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Northwestern National Life

menunjukkan bahwa 40% dari tenaga kerja Amerika merasa bahwa pekerjaan

mereka sangat stres (U.S. Departmen of Health and Human Service, 1999 dalam Fawzy, 2004). Perkiraan kerugian untuk kasus stres yang terjadi di industri U.S pada

tahun 1995 diperkirakan mencapai $13.000 per pekerja disegala profesi setiap tahun

(Bruhn, Chesney, dan Salcido, 1995 dalam Fawzy, 2004).

Clausses (2012) juga menyatakan bahwa stres memiliki dampak negatif bagi

yang mengalaminya diantaranya yakni dapat menyebabkan penyakit kronik jika stres

(21)

gangguan tulang terutama tulang belakang dan ekstremitas, sertas dapat

menyebabkan kecelakaan kerja.

Penelitian Arismunandar (2008) dalam Safaria (2011) terhadap profesi guru di

Sulawesi Selatan, menunjukkan hasil bahwa terdapat 30,27% dari 80.000 guru

mengalami stres kerja berat dimana stres kerja tersebut dapat menurunkan

produktivitas dan kinerja guru dengan cepat.

Secara statistik Health and Safety Executor (2011) memperkirakan total

jumlah kejadian stres kerja pada tahun 2010-2011 di Great Britain adalah sebesar

400.000 dari semua total penyakit akibat kerja sebanyak 1.152.000. Kerugian karena

stres kerja tersebut menjadi alasan mengapa stres kerja perlu diperhatikan (Cooper,

Liukkonen, & Cartwright, 1996 dalam Fawzy, 2004).

Dari peliknya kejadian stres kerja tersebut, menurut Rini (2002) para wanita

yang bekerja mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria, dimana salah

satu faktor tersebut karena wanita yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai

wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Kemudian, menurut Nelson & Burke yang

dikutip oleh Schultz dan Shcultz (2006) wanita bekerja mengalami level stres yang

lebih tinggi dibandingkan pria yang bekerja, dimana wanita yang bekerja lebih

sering mengalami beberapa gejala stres seperti sakit kepala, kegelisahan, depresi,

gangguan tidur, dan gangguan makan dibandingkan dengan pria yang bekerja.

Menanggapi kejadian stres tersebut, secara statistik Health and Safety

Executor (2011) memperkirakan total jumlah kejadian stres kerja pada wanita tahun 2010-2011 di Great Britain adalah sebesar 125.000 pekerja wanita dibandingkan

(22)

Stres kerja tidak terjadi begitu saja, dimana Hurrel, dkk (1988) dalam

Munandar (2008) menyatakan bahwa faktor penyebab stres kerja di pekerjaan

dikelompokkan menjadi faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran individu

dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, dan struktur dan

iklim organisasi. Kemudian menurut Cooper dan Davidson (1987) penyebab stres

kerja dikelompokkan berdasarkan empat area atau lingkungan yakni lingkungan

kerja, rumah, sosial, dan individu.

Pengelompokan tersebut juga dipaparkan oleh Greenberg (2002), yakni faktor

stres kerja yang bersumber pada pekerjaan, karakteristik indvidu, dan luar organisasi.

Sedangkan menurut Robbins (1998), faktor penyebab stres kerja dikelompokkan

menjadi tiga sumber yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan, organisasi, dan

individu dimana pengelompokan besar ini serupa dengan pengelompokan penyebab

stres kerja oleh National Safety Council (2004) namun tidak sama dalam penggolongan faktor-faktor yang lebih rincinya.

Lebih rinci faktor penyebab sres kerja menurut National Safety Council

(2004) tersebut yakni berupa kurangnya otonomi, beban kerja, relokasi pekerjaan,

kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan,

perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji,

dan pekerja yang dikorbankan (faktor organisasional), pertentangan antara karir dan

tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja,

kejenuhan kerja, perawatan anak, dan konflik dengan rekan kerja (faktor individu),

buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja,

(23)

Terkait faktor-faktor stres kerja tersebut, terdapat beberapa penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yakni Saragih (2008) dalam penelitiannya

mengenai kurangnya otonomi kerja terhadap 70 responden, menyebutkan bahwa dari

47,1% responden yang tidak memiliki otonomi dalam melaksanakan tugasnya,

terdapat 54,5% mengalami stres kerja. Selanjutnya dalam hasil penelitian terhadap

hubungan pekerja dengan atasan, Nugrahani (2008) menyebutkan bahwa dari

buruknya hubungan responden dengan atasan atau supervisor terdapat 58,8%

responden mengalami stres kerja sedang. Kemudian Airmayanti (2010), dalam hasil

penelitiannya terhadap 108 sampel disebutkan bahwa dari 19 responden yang

menyatakan beban kerja berat terdapat 73,3% mengalami stres kerja berat dan dari

beban kerja sedang sebesar 57 responden terdapat 59,6% mengalami stres ringan.

Berdasarkan gambaran stres kerja tersebut, peneliti kemudian ingin

melakukan penelitian mengenai stres kerja di Kecamatan Ciputat Timur karena

dilihat dari data ketenagakerjaan Kota Tangerang Selatan tahun 2010 hingga 2011

untuk wanita bekerja mengalami peningkatan, yakni 173.922 wanita bekerja pada

tahun 2010, meningkat menjadi 215.395 orang wanita bekerja pada tahun 2011 (BPS

Kota Tangerang Selatan, 2011). Kemudian berdasarkan data penduduk usia

produktif (15-64 tahun) untuk perempuan, Kecamatan Ciputat Timur berada pada

peringkat ke-empat dari tujuh Kecamatan yakni sebesar 64.807 jiwa dan merupakan

Kecamatan dengan persentase penduduk terpadat di Tangerang Selatan (BPS

Tangsel, 2012).

Kecamatan Ciputat Timur juga merupakan salah satu wilayah yang dekat

(24)

karena Kecamatan Ciputat Timur merupakan salah satu daerah penyangga ibukota

Jakarta. Sabagai wilayah perkotaan, pertumbuhan penduduk Kecamatan Ciputat

Timur sangat dinamis, terdiri dari beraneka ragam suku, adat istiadat, budaya, dan

berbagai karakter (BPS Tangsel, 2012).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 15

wanita bekerja di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa 26,7%

responden mengalami stres berat dan 73,3% mengalami stres ringan. Dimana wanita

bekerja yang dimaksud adalah wanita bekerja dalam sektor formal dan yang belum

maupun sudah menikah, dan untuk yang sudah menikah dengan kriteria memiliki

maupun belum memiliki anak.

Adapun sektor formal yang dimaksud adalah suatu bentuk usaha yg memiliki

izin dan terdaftar di kantor pemerintahan (berbadan hukum) dan atas usaha tersebut

dikenakan pajak. Sedangkan sektor informal merupakan suatu bentuk usaha yang

tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak atau

suatu bentuk usaha yang tidak berstatus permanen dan tidak berbadan hukum

(Saparini dan Basri, dalam MenegPP, 2010).

Pembatasan pada pekerjaan sektor formal ini karena sebagaimana menurut

Nimran (1992) dalam Airmayanti (2010) suatu organisasi dalam kaitannya dengan

lingkungan kerja, dimana seseorang bekerja dan menjadi bagian dari hubungan

dengan orang lain, merupakan tempat beradanya sejumlah stres yang penting karena

dalam organisasi seseorang melaksanakan pekerjaan dengan segala sifatnya,

berhubungan dengan orang lain, memimpin dan dipimpin, memainkan satu atau lebih

(25)

Berdasarkan kejadian stres berat dan ringan tersebut diketahui bahwa terdapat

faktor-faktor yang diprediksi berhubungan dengan stres kerja yakni berupa

kurangnya otonomi kerja, beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan,

perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan, perkembangan teknologi,

pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji (faktor organisasional),

pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi,

kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, konflik dengan

rekan kerja (faktor individual), buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan

seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan ketika berangkat dan pulang kerja

(faktor lingkungan).

Oleh karena beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stres kerja

pada wanita bekerja tersebut cukup banyak dan bervariasi, maka peneliti tertarik

untuk mengangkat hal tersebut sebagai tema penelitian dengan judul penelitian “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor

Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini terjadi, tidak menutup

kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja. Dari hasil Susenas BPS

tahun 2010 disebutkan bahwa keikutsertaan wanita dalam dunia kerja adalah sebesar

51,76 persen dan pria sebesar 83,76 persen dari penduduk usia produktif (15-64

tahun) sebesar 65,74 persen (BPS, 2011). Salah satu kenaikan jumlah wanita yang

(26)

Selatan tahun 2010 hingga 2011. Tenaga kerja wanita di Kota Tangerang Selatan

mengalami peningkatan yakni 173.922 pekerja pada tahun 2010, meningkat menjadi

215.395 orang pekerja pada tahun 2011 (BPS Kota Tangerang Selatan, 2011).

Meningkatnya jumlah wanita yang terlibat dalam dunia kerja sebagai salah

satu prestasi bagi wanita tersebut, ternyata wanita bekerja dikabarkan memiliki

ancaman cukup serius untuk terkena stres kerja. Berdasarkan data tersebut kemudian

peneliti melakukan studi pendahuluan di Kecamatan Ciputat Timur terhadap 15

responden wanita bekerja dengan hasil 26,7% responden mengalami stres berat dan

73,3% mengalami stres ringan, serta terdapat beberapa faktor yang diduga

berhubungan dengan stres kerja yakni faktor organisasional seperti kurangnya

otonomi kerja, faktor individual seperti pertentangan antara karir dan tanggung

jawab keluarga, dan faktor lingkungan seperti pelecehan seksual di tempat kerja.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti

faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di

wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.

C.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah

Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?

2. Bagaimanakah gambaran faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban kerja,

relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang

(27)

jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di Kecamatan

Ciputat Timur tahun 2013?

3. Bagaimanakah gambaran faktor individu (pertentangan antara karir dan tanggung

jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan

kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan rekan kerja) pada

wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?

4. Bagaimanakah gambaran faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan kerja,

pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan saat berangkat dan

pulang kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat

Timur tahun 2013?

5. Apakah ada hubungan antara faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban

kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan

yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya tanggung

jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah

Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?

6. Apakah ada hubungan antara faktor individu (pertentangan antara karir dan

tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja,

kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan rekan

kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan

Ciputat Timur tahun 2013?

7. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan

(28)

dan pulang kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah

Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?

D.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran stres kerja dan faktor-faktor yang berhubungan

dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di

wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;

b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban

kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan

yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya

tanggung jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di

wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;

c. Diketahuinya gambaran faktor individu (pertentangan antara karir dan

tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan

kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan

rekan kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat

Timur tahun 2013;

d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan kerja,

(29)

dan pulang kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan

Ciputat Timur tahun 2013;

e. Diketahuinya hubungan antara faktor organisasional (kurangnya otonomi,

beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir,

hubungan yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan

bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji) dengan stres kerja pada

wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;

f. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (pertentangan antara karir dan

tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan

kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan

rekan kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah

Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;

g. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (buruknya kondisi

lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan

saat berangkat dan pulang kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor

formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.

E.Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang

bermakna bagi masyarakat Kecamatan Ciputat Timur, khususnya bagi

wanita-wanita yang bekerja agar dapat mengelola stres kerja yang mungkin dialami untuk

(30)

2. Manfaat bagi Peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan dalam mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan,

khususnya mengenai stres kerja pada pekerja wanita.

F.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa tingkat akhir PSKM UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sebagai syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) dengan waktu

pelaksanaan pada bulan Juli 2012 hingga April 2013 di Kecamatan Ciputat Timur,

dengan responden penelitian yaitu wanita bekerja sektor formal. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang

diperoleh melalui wawancara kepada responden. Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan desain studi cross sectional utuk mengetahui gambaran stres kerja

dan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor

(31)

13 A.Wanita Bekerja

1. Definisi Wanita Bekerja dalam Sektor Formal

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan

maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,

paling sedikit satu jam (tidak terputus) selama seminggu terakhir (BPS, 2011).

Bekerja dalam Sakernas (2008) termasuk status pekerjaan utama yang

dikelompokkan menjadi dua yakni sektor formal dan informal. Adapun pekerja

yang termasuk dalam sektor formal adalah mereka yang bekerja dalam lingkup

berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh atau karyawan. Adapun

sektor informal meliputi berusaha sendiri tanpa bantuan, berusaha dengan dibantu

buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian dan non pertanian, dan pekerja

keluarga atau tidak dibayar (BPS, 2011).

Adapun menurut Breman (1991) dalam Manurung (2000) pekerja sektor

formal adalah pekerja formal sebagai pekerja bergaji atau upah harian dalam

pekerjaan yang permanen seperti dalam perusahaan industri, kantor pemerintahan,

dan perusahaan besar lainnya dengan ciri-ciri meliputi: sejumlah pekerjaan yang

saling berhubungan yakni bagian dari suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan

sangat terorganisir, pekerjaan yang secara resmi terdaftar dalam statistik

(32)

Adapun sektor formal yang dimaksud adalah suatu bentuk usaha yg

memiliki izin dan terdaftar di kantor pemerintahan (berbadan hukum) dan atas

usaha tersebut dikenakan pajak. Sedangkan sektor informal merupakan suatu

bentuk usaha yang tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak

dikenakan pajak atau suatu bentuk usaha yang tidak berstatus permanen dan tidak

berbadan hukum (Saparini dan Basri, dalam MenegPP, 2010).

MenegPP (2010) menyebutkan bahwa pekerja sektor formal terdiri dari

tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga kemepemimpinan dan

ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, dan

tenaga usaha jasa.

Berdasarkan keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa wanita bekerja

dalam sektor formal adalah seorang wanita yang beraktifitas dengan menguras

tenaga serta kemampuan dalam sektor formal (misalnya teknisi, buruh pabrik,

tenaga professional seperti dokter, guru, perawat, dan lain sebagainya) yang

dilakukan secara sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menghasilkan uang atau

sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan baik secara langsung maupun

tidak langsung (al-Qarasyi, 2007).

2. Permasalahan Wanita Bekerja

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh wanita bekerja diantaranya

adalah gaji atau upah yang tidak setara dengan pria. Deka (2009) menyebutkan

bahwa meskipun besar upah pokok antara pegawai pria dan wanita sama, namun

komponen tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan dibedakan antara pegawai

(33)

dianggap lajang. Seorang pegawai wanita yang berstatus menikah, tidak

mendapatkan tunjangan untuk suami atau anak melainkan hanya untuk dirinya

sendiri.

International Labour Organization (2008) juga menyatakan bahwa wanita masih memperoleh upah yang lebih kecil dibandingkan pria, dimana wanita lebih

mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi

serta menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak

tetap dan bahkan tanpa upah.

Persoalan selanjutnya yaitu perkembangan karir. Dalam penelitian Deka

(2009) menyatakan bahwa dibandingkan pria, wanita di sektor publik atau

pekerjaan menghadapi kendala lebih besar untuk mengembangkan karirnya seperti

kenaikan pangkat, posisi, dan jabatan karena masih sangat melekatnya ideologi

patriarkis dalam sebagian besar masyarakat luas.

Selain perkembangan karir, permasalahan lainnya yakni peran ganda, dalam

hal ini wanita yang bekerja berperan sebagai ibu atau istri juga di luar rumah

sebagai wanita bekerja. Pencapaian peran yang tidak seimbang inilah yang

kemudian dapat menimbulkan konflik peran ganda, yang akhirnya menjadi pemicu

stres kerja pada wanita atau ibu yang bekerja (Rini, 2002).

Permasalahan yang sama juga disampaikan Ni’mah (2009) dalam

penelitiannya yakni di tempat kerja wanita ditempatkan pada posisi sekunder

karena adanya anggapan bahwa wanita lebih pasif dan memiliki intelektual lebih

rendah dibanding pria, selain itu juga wanita dipandang kurang produktif karena

(34)

B.Definisi Stres Kerja

Manusia tidak bisa terlepas dari stres dalam kehidupan sehari-harinya, dan

yang menjadi masalah adalah bagaimana hidup beradaptasi dengan stres tanpa harus

menghadapi distres (stres sebagai ancaman) (Hawari, 2001). Menurut Losyk (2005)

setiap orang tidak dapat menghilangkan semua penyebab stres dalam kehidupan,

namun dapat menguranginya untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Losyk

(2005) juga menambahkan bahwa setiap orang tidak dapat terlepas dari semua stres

yang menghadangnya setiap hari, namun dapat mengendalikannya agar stres berada

pada tingkat tertentu dengan dampak negatif tingkat rendah.

Adapun stres yang terjadi pada seseorang berawal dari adanya stressor yang

ditangkap oleh panca inderanya, melalui sistem saraf panca indera kemudian

diteruskan ke susunan saraf pusat otak, yaitu bagian saraf otak yang disebut lymbic

system, melalu neurotransmitter. Selanjutnya rangsangan psikososial tersebut melalui saraf autonom akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar hormonal (endokrin) yang

merupakan sistem imunitas tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya

(Hawari, 2001).

Definisi stres menurut National Safety Council (2004) adalah ketidakmampuan

seseorang dalam mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan

spiritual seseorang yang suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik orang

tersebut.

Lebih rinci lagi, Seyle dalam Munandar (2008) membedakan stres ke dalam

(35)

diperlukan untuk prestasi yang tinggi. Stres yang meningkat sampai unjuk kerja

mencapai optimalnya merupakan stres yang baik, yang menyenangkan yaitu eustres, dimana peristiwanya atau situasinya dialami sebagai tantangan yang menantang.

Sedangkan stres menjadi distres ketika peristiwa atau situasi yang dialami sebagai ancaman yang mencemaskan.

NIOSH dalam Clausses (2012) menambahkan bahwa meskipun stres dalam level

rendah tidak terlalu begitu mengancam, namun situasi stres yang sangat tinggi atau

konstan dapat menimbullkan masalah serius baik masalah kesehatan maupun

keselamatan diantaranya berupa penyakit kronik jika stres terjadi terus-menerus,

dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, dan gangguan tulang terutama

tulang belakang dan ekstremitas, serta dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Selain

itu Soewono (1993) dalam Inayah (2011) menyampaikan stres yang lebih serius

mengakibatkan pekerja mengalami penyimpangan perilaku dan fungsi yang normal

yang pada akhirnya dapat mengganggu kinerjanya.

Adapun stres kerja, Cox, T. (1981 dalam Miller, 2000) mendefinisikannya

sebagai suatu keadaan psikologi yang mewakili ketidakseimbangan atau

ketidakcocokan antara persepsi seseorang terhadap tuntutan-tuntutan atas mereka

(yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka untuk mengatasi

tuntutan-tuntutan tersebut.

Stres kerja adalah bentuk stres yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan, yang

ditandai oleh perubahan dalam diri orang tersebut yang menyebabkan penyimpangan

perilaku dari fungsi yang normal (Soewondo, 1993 dalam Inayani, 2011). Dalam

(36)

dimana stres juga memiliki nilai positif dimana stres tersebut dianggap sebagai

tantangan. Adapun stres yang bernilai negatif ia mengatakan, jika stres tersebut

terjadi terlalu berat sehingga dapat mengancam kemampuan seseorang untuk

menghadapi lingkungan, dan dalam dunia kerja stres tersebut dapat mengakibatkan

tenaga kerja mengalami perkembangan berbagai macam jenis gejala stres yang dapat

mengganggu kinerjanya.

Greenberg (2002) memaparkan bahwa stres kerja merupakan stres pada

pekerjaannya yang terjadi pada seseorang. Selanjutnya, Greenberg mendefinisikan

stres kerja sebagai kombinasi antara sumber-sumber stres pada pekerjaan,

karakteristik individual, dan stresor di luar organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh pekerjaan yang

ditandai dengan perubahan dalam diri seseorang yang menyebabkan penyimpangan

psikologis, perilaku, maupun fisik dari fungsi normal yang dapat merugikan diri

sendiri maupun organisasi.

C.Stres Kerja Wanita Bekerja

Stres kerja dapat terjadi pada pria maupun wanita, dan dari beberapa referensi

disebutkan bahwa stres kerja lebih cenderung dialami oleh wanita. Rini (2002) dalam

penelitiannya memaparkan bahwa para wanita yang bekerja mengalami stres lebih

tinggi dibandingkan dengan pria, dimana salah satu faktor tersebut karena wanita

yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah

(37)

(2004) bahwa manager wanita mengalami stres yang lebih besar dikarenakan wanita

mempunyai peran ganda berupa kehidupan karir dan kehidupan rumah tangga.

Menurut Nelson & Burke yang dikutip oleh Schultz dan Shcultz (2006) wanita

bekerja mengalami level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang

bekerja, dimana wanita yang bekerja lebih sering mengalami beberapa gejala stres

seperti sakit kepala, kegelisahan, depresi, gangguan tidur, dan gangguan makan

dibandingkan dengan pria yang bekerja. Adapun Efendi (2008) dalam penelitiannya

menemukan bahwa terdapat 11 faktor yang menyebabkan stress kerja pada buruh

wanita, yakni desain pekerjaan, lingkungan fisik pekerjaan, sikap atasan, konflik

ditempat kerja, peralatan dan tuntutan peran, formalitas hubungan kerja, aturan,

kepentingan diluar pekerjaan, keluarga, perlakuan diskriminasi, dan kebiasaan.

Adapun Hendrix, Spencer & Gibson (1994 dalam Wirakristama, 2011)

menyebutkan bahwa terdapat beberapa macam stres yang dihadapi oleh wanita:

1. Wanita pekerja juga dipengaruhi oleh sumber stres yang biasanya dihadapi oleh

laki-laki seperti beban kerja yang berlebih, kebosanan kerja, hubungan dengan

pasangan dan anak, dan masalah keuangan.

2. Sumber stres lainnya berasal dari pekerjaan atau luar pekerjaan. Faktor pekerjaan

seperti kebosanan, rendahnya tingkat kekuasaan, dan promosi yang sedikit,

sedangkan faktor di luar pekerjaan seperti peran ganda sebagai istri ataupun ibu

dan sebagai wanita bekerja.

Faktor lain yang mempengaruhi kejadian stres kerja pada wanita lebih tinggi

adalah wanita memiliki karakteristik psikis dan metabolisme biologis yang berbeda

(38)

bahwa wanita memiliki karakteristik psikologis yang lebih sensitif daripada pria

seperti cenderung untuk meminta perlindungan, minat tertuju kepada yang bersifat

emosional dan konkrit, berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua, dan bersifat

subjektif.

Adapun metabolisme yang berbeda tersebut diantaranya wanita mengalami

menstruasi, kehamilan, dan bahkan menyusui dimana dengan adanya hal ini wanita

dengan sendirinya dapat mengalami stres psikologis karena pengaruh hormon. Hal

inilah yang akhirnya dapat membuat para wanita bekerja merasa cemas karena

perasaan takut akan mengabaikan pekerjaannya (Ningsih, 2009).

Diantara ketiga hal tersebut yang paling sering dialami wanita adalah

menstruasi dengan siklus setiap bulannya. Menurut Corwin (2009), siklus menstruasi

adalah pematangan dan pelepasan sebuah ovum yang terjadi secara siklik yang

dipengaruhi oleh hormone akibat tidak adanya pembuahan dari sperma. Dari hal

tersebut, kebanyakan wanita mengalami gangguan fisik seperti nyeri yang terjadi

tanpa tanda-tanda infeksi atau penyakit panggul yang biasanya terjadi menjelang,

saat, ataupun sesudah menstruasi, dimana gangguan tersebut dapat mempengaruhi

wanita menjadi sangat tidak berdaya, gangguan tersebut sering disebut dengan

dismenore.

Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan

sehari-hari wanita yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya kadar kortisol

dalam darah (Connoly, 2001 dalam Hapsari 2010). Kasdu (2005) dalam Haryani

(2012) menggambarkan gejala dismenore yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang

(39)

mengalami dismenore sebelum, hari-hari pertama, ataupun selama haid dan sering

kali ditambah rasa mual, hal tersebut dapat memaksa penderita untuk istirahat dan

meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau

beberapa hari, dimana hal ini yang kemudian mempengaruhi stres pada wanita

bekerja lebih tinggi dibandingkan pria bekerja karena adanya ancaman terganggunya

tanggung jawab pekerjaannya (Wiknjosastro, 1999 dalam Haryani, 2012).

Sumber stres kerja lainnya pada wanita menurut Hastjarja (2004) adalah status

pekerjaan. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan

di suatu unit usaha atau kegiatan. Indikator status pekerjaan pada dasarnya dilihat dari

empat kategori yang berbeda yaitu tenaga kerja dibayar (buruh), pekerja yang

berusaha sendiri, pekerja bebas (bekerja secara serabutan dan tidak terikat), dan

pekerja keluarga (dikenal dengan pekerja tak dibayar) (MenegPP, 2010).

Hastjarja (2004) memaparkan bahwa terdapat perbedaan sumber stres pada

jenis pekerjaan atau status pekerjaan pada wanita bekerja. Dalam penelitiannya

terhadap kelompok clerical, akademik, dan sales, Hastjarja (2004) menyatakan bahwa

sumber stres untuk seorang pekerja clerical banyak disebabkan oleh work overload dan lack of control, penyebab stres untuk kelompok akademik adalah interpersonal

conflict dan time/effort wasted, sedangkan kelompok sales lebih banyak disebabkan oleh karena interpersonal conflict dan time/effort wasted. Hal ini dapat diartikan bahwa jenis pekerjaan tertentu memiliki tingkat dan sumber stres kerja yang berbeda.

D.Gejala-Gejala Stres Kerja

Menurut Arden (2002) gejala stres difragmentasikan ke dalam tiga fragmen,

(40)

Tabel 2.1

Berbagai Gejala Stres Kerja Menurut Arden (2002)

Gejala Fisik Gejala Psikologi Gejala Perilaku

1. Sakit kepala

10. Tidak memiliki rasa humor

11. Mudah bingung

12. Pekerjaan yang buruk

13. Mangkir kerja

Sumber: Arden (2002)

E.Model Stres Kerja

Stres dapat disebabkan oleh tekanan baik dari lingkungan rumah maupun

lingkungan kerja (Leka S., et al., 2003), berikut merupakan beberapa jenis model

stres kerja atau faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut beberapa ahli:

1. Model Stres Kerja Cooper dan Davidson (1987)

Cooper dan Davidson (1987) membagi model stres kerja ke dalam empat

arena atau lingkup; lingkup kerja, rumah atau keluarga, sosial, dan lingkup

individu.

a. Arena kerja meliputi

1)Faktor intrinsik pekerjaan meliputi kecocokan perorangan/lingkungan dan

kepuasan kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, beban kerja berlebih, beban kerja kurang, bahaya fisik, dan kepercayaan diri terhadap pekerjaan.

2)Peran dalam organisasi meliputi peran ambigu, konflik peran, tanggung

(41)

3)Pengembangan karir meliputi promosi kurang/lebih, kurangnya keamanan

kerja, ketidakpastian status pekerjaan, kepuasan gaji

4)Relasi atau dukungan sosial meliputi kolega, atasan, dan bawahan

5)Iklim dan struktur organisasi meliputi politik, konsultasi/komunikasi,

keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, perilaku terbatas, kekakuan

dalam bidang politik, hal-hal lain yang berpengaruh.

b. Arena rumah meliputi dinamika keluarga, status perkawinan, dukungan dari

pasangan atau teman dekat, hubungan dengan anak, perhatian keluarga terhadap

keselamatan, lingkungan tempat tinggal, masalah keuangan, bentuk

pengembangan.

c. Arena sosial meliputi alienasi dan anomi, iklim, diet, dan lain-lain, frekuensi

perpindahan, mengemudi, kehidupan urban vs rural, latihan, olah raga, hobi,

aktivitas dan kontak sosial.

d. Arena individu meliputi gen riwayat hidup, demografi (misalnya umur,

pendidikan, agama, kebangsaan atau ras), kemampuan menghadapi stres,

kepribadian tipe A, extraversi vs intervensi, neurosis, peristiwa kehidupan, dan

lain-lain.

Dari keempat arena tersebut dapat menimbulkan stress outcome diantaranya

ketidakpuasan kerja, konsumsi alkohol, merokok, perceraian, penggunaan narkoba,

obesitas dan diet, penyakit jantung koroner, hipertensi, migrain, asma, sakit fisik

(42)

Stres kerja tersebut dapat timbul ketika stresor-stresor tersebut saling terkait

dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala yang bisa diamati

melalui perubahan fisik, emosi, dan perilaku (gambar 2.1):

2. Model Stres Kerja Hurrel, dkk. (1988 dalam Munandar, 2008)

a. Faktor-Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan yang terbagi dalam tuntutan fisik dan

tuntutan tugas

1)Tuntutan Fisik, meliputi kebisingan, vibrasi, dan hygiene.

Bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada

alat pendengaran, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan

peningkatan kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis sehingga

memudahkan timbulnya kecelakaan (Munandar, 2008). Untuk vibrasi, dari

hasil penelitian Sutherland dan Cooper (1986) dalam Munandar (2008)

disebutkan bahwa kondisi kerja yang tidak menyenangkan karena adanya

getaran dinilai sebagai pembangkit stres oleh 37% dari pekerja.

Gambar 2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987) Arena Kerja

Arena Rumah Arena Sosial

Arena Individu

(43)

Selain bising, lingkungan yang kotor dan tidak sehat juga merupakan

pembangkit stres dimana dalam hal ini Munandar (2008) menyampaikan

bahwa lingkungan yang kotor, berdebu, akomodasi pada waktu istirahat dan

toilet yang kurang baik merupakan faktor tinggi pembangkit stres.

2)Tuntutan Tugas, meliputi kerja shift, beban kerja, dan paparan dari risiko dan bahaya.

Penelitian dari Monk & Tepas (1985) dalam Munandar (2008)

menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik. Kemudian, beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu

sedikit baik kuantitatif maupun kualitatif merupakan pembangkit stres. Selain

kerja shift dan beban kerja, risiko dan bahaya yang dihubungkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber dari stres (Munandar, 2008).

b. Peran Individu dalam Organisasi

1)Konflik Peran

Konflik peran yang dimaksud salah satunya ditandai dengan

pertentangan antara tugas-tugas yang harus dilakukan seseorang dan

tanggung jawab yang dimiliki. Menurut Kiev dan Kohn (1979 dalam

Munandar, 2008) konflik peran merupakan salah satu sumber stres utama

pada para manajer puncak dan menengah.

2)Ambiguitas Peran

Ambiguitas peran yang dimaksud adalah jika seorang tenaga kerja tidak

(44)

faktor yang menimbulkan ambiguitas peran adalah ketidakjelasan dari

sasaran-sasaran kerja (Munandar, 2008).

Dalam hal ini Kahn, dkk. (1964 dalam Munandar, 2008) mengatakan

bahwa stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ke

ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa diri tidak

berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah untuk

bekerja, tekanan darah dan tekanan nadi, dan kecenderungan untuk

meninggalkan pekerjaan.

c. Pengembangan Karir

1)Ketidakpastian Pekerjaan

Pekerjaan seseorang dianggap tidak dibutuhkan lagi merupakan hal yang

wajar dalam kehidupan kerja. Dari sana timbul kegiatan reorganisasi yang

bertujuan untuk tetap berjalannya usaha. Setiap reorganisasi inilah dapat

menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang

potensial (Munandar, 2008).

2)Promosi Berlebih dan Kurang

Promosi dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut

dirasakan seseorang sebagai perubahan drastis yang mendadak sedangkan

orang tersebut belum siap menerima (Munandar, 2008).

d. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan dalam pekerjaan yang mengacu pada timbulnya stres adalah

(45)

e. Struktur dan Iklim Organisasi

Menurut Munandar (2008) kurangnya peran serta atau partisipasi dalam

pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang

negatif. Dari hal tersebut, faktor stres yang dikenali terpusat pada sejauh mana

tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dalam urusan pekerjaan dan pada

support sosial.

3. Model Stres Kerja Menurut Robbins (1998)

Terdapat tiga sumber potensial pencetus stres kerja menurut Robbins

(1998), yakni sumber dari lingkungan, organisasi, dan individu.

a. Faktor stres kerja yang bersumber dari lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktural organisasi dan

juga dapat mempengaruhi tingkatan stres diantara para pekerja dalam organisasi

tersebut. Faktor lingkungan sebagai pemicu stres kerja tersebut berupa

ketidakpastian ekonomi, politik, dan ketidakpastian teknologi.

b. Faktor stres kerja yang bersumber dari organisasi

Faktor organisasi ini meliputi tuntutan pekerjaan (misalkan bentuk

pekerjaan, kondisi bekerja, dan tempat kerja), tuntutan peran (meliputi konflik

peran, peran berlebihan, dan peran ambigu), tuntutan interpersonal merupakan

suatu bentuk tekanan dari pekerja lain (misalnya hilangnya dukungan sosial dan

buruknya hubungan interpersonal), struktur organisasional yang membedakan

jabatan organisasi, derajat peraturan, dan pembuatan keputusan, kepemimpinan

organisasi, dan taraf kehidupan organisasi (misalkan taraf pendirian organisasi

(46)

c. Faktor stres kerja yang bersumber dari individu

Faktor individu meliputi permasalahan keluarga, masalah ekonomi

pribadi, dan karakteristik kepribadian. Permasalahan dalam keluarga seperti

hubungan tidak baik dengan anak dan pasangan, serta perceraian dapat

mempengaruhi stres seseorang dalam pekerjaannya. Kemudian permasalahan

ekonomi seseorang seperti banyaknya kebutuhan dibandingkan dengan

pendapatan yang diperoleh. Adapun karakteristik kepribadian seperti ekspresi

gejala stres kerja.

4. Model Stres Kerja Menurut Greenberg (2002) a. Faktor stres kerja yang bersumber pada pekerjaan:

1)Sumber intrinsik pada pekerjaan yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat

sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja

yang menekan, risiko atau bahaya fisik.

2)Peran di dalam organisasi, yaitu meliputi peran yang ambigu, konflik peran,

tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi baik

secara internal maupun eksternal.

3)Perkembangan karir, yaitu meliputi promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau

penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja yang kurang, ambisis

perkembangan karir yang mengalami hambatan.

4)Hubungan relasi di tempat kerja, meliputi kurangnya hubungan relasi dengan

pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam

(47)

5)Struktur organisasi dan iklim kerja, meliputi terlalu sedikitnya atau bahkan

tidak ada keikutsertaan dalam pembuatan keputusan, hambatan dalam

perilaku, politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi.

b. Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, meliputi tingkat

kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap hal yang tidak jelas,

dan pola tingkah laku tipe A

c. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, meliputi masalah-masalah

dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, dan kesulitan secara

finansial.

5. Model stres Kerja menurut National Safety Council (2004)

National Safety Council (2004) mengelompokkan penyebab stres kerja ke dalam tiga kategori besar yakni penyebab organisasional, individu, dan lingkungan

(tabel 2.2).

Tabel 2.2

Penyebab Stres Kerja Menurut National Safety Council (2004)

Penyebab Organisasional Penyebab Individu Penyebab Lingkungan

6. Hubungan yang buruk dengan majikan

(48)

a. Penyebab Organisasional

1)Kurangnya otonomi kerja

Kurangnya otonomi merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja

(NSC, 2004). Dalam hal ini Seyle dalam Arden (2002) menyatakan bahwa

keadaan stres tergantung pada individu itu sendiri, apakah dirasakan sebagai

stres atau tidak atau apakah stres kerja tersebut dirasakan sebagai ancaman

atau sebagai tantangan.

Otonomi diartikan sebagai kemandirian pekerja dalam menjalankan

tugasnya serta tidak membutuhkan pengawasan ketat dari atasannya.

Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan pekerjaan

seseorang yang meliputi desain pekerjaan individu (otonomi, berbagai tugas,

tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Semakin banyak

ketergantungan antara tugas-tugas seseorang dengan tugas lainnya, maka hal

tersebut memiliki potensi terhadap timbulnya stres, sedangkan dengan

adanya otonomi, memiliki kecenderungan dapat mengurangi stres (Robbins,

1998).

Menurut Kauffeld (2006) dalam Saragih (2007), dengan adanya desain

pekerjaan yang memberikan otonomi kerja yang tinggi menjadikan kreatifitas

dan kompetensi karyawan meningkat. Dalam hal otonomi kerja ini, Saragih

(2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

kemandirian perawat dalam bertugas dengan kejadian stres. Dalam hasil

penelitiannya disebutkan bahwa responden yang tidak mandiri dalam

(49)

2)Beban Kerja (beban kerja berlebih maupun terlalu sedikit kuantitatif dan kualitatif)

Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai

akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Pengaruh beban kerja cukup

dominan terhadap kinerja sumber daya manusia tetapi dapat juga

menimbulkan efek negatif terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

(SNI 7269, 2009).

Timbulnya beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif adalah

sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada tenaga kerja dan

dirasakan oleh tenaga kerja sebagai beban kerja yang terlalu banyak atau

sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja

berlebih atau terlalu sedikit kualitatif timbul, jika orang merasa tidak mampu

untuk melakukan suatu tugas, atau suatu tugas tidak menggunakan

keterampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja (Munandar, 2008).

Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) juga menyatakan

bahwa banyaknya tugas akan menjadi sumber stres apabila tidak sebanding

dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi

pekerja tersebut. Dalam hal ini, Airmayanti (2010) menyebutkan bahwa

terdapat hubungan bermakna antara beban kerja dengan stres kerja yang

dialami oleh responden penelitiannya. Selanjutnya, untuk beban kerja

kuantitatif Nugrahani (2008) memaparkan bahwa terdapat hubungan antara

(50)

merasa bahwa beban kerjanya berlebih secara kuantitatif, maka tingkat stres

yang dialami akan semakin berat dan sebaliknya.

Rohman (2010) dalam penelitiannya memaparkan bahwa beban yang

dimaksud adalah beban bagi semua umat Islam untuk menjalankan ibadah

termasuk bekerja yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan.

Rohman menjelaskan bahwa beban yang harus dilakukan tersebut akan

menimbulkan stres kerja karena adanya tekanan. Hal tersebut berdasar pada firman Allah yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan

sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang

diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….” (QS. Al Baqarah 286).

Beban kerja selain dapat dinilai berdasarkan persepsi seseorang, juga

dapat dinilai berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan akibat aktivitas

yang dilakukan selama seseorang tersebut bekerja, diantaranya kegiatan

duduk akan menghabiskan 0,3 kcal/menit, berdiri sebesar 0,6 kcal/menit,

berjalan 2-3 kcal/menit. Total skor yang diperoleh dari penilaian beban fisik

terhadap aktivitas yang dikerjakan pekerja tersebut kemudian dikategorikan

menjadi beban kerja ringan yaitu dengan pengeluaran kalori sampai dengan

200 kcal/jam), beban kerja sedang (200–350 Kcal/jam), dan beban kerja berat

(> 350 kcal/jam) (ACGIH, 1992 dalam Dowell dan Tapp, 2007).

Standar penilaian beban kerja yang sama juga berlaku di Indonesia

yakni dilakukan melalui penilaian beban kerja berdasarkan tingkat kebutuhan

Gambar

Tabel 2.1 Berbagai Gejala Stres Kerja Menurut Arden (2002)
Gambar 2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987)
Tabel 2.3  Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini di lakukan pada perawat ICU di RSUD Rantauprapat bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada

Hasil penelitian ini hanya menggambarkan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemeriksaan pap smear pada wanita bekerja di Dinas Kesehatan Kota Semarang, untuk

Penelitian ini di lakukan pada perawat ICU di RSUD Rantauprapat bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada

Penelitian ini di lakukan pada perawat ICU di RSUD Rantauprapat bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada

berkat bimbingan Bapak dan Ibu Dosen, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada Pengemudi Taksi New Atlas Semarang

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, berkat rahmat dan bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Beban Kerja Mental

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, masa kerja, hubungan interpersonal, dan peran individu dalam organisasi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, masa kerja, hubungan interpersonal, dan peran individu dalam organisasi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan