TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH
PRATIWI PUJI LESTARI 108101000066
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH
PRATIWI PUJI LESTARI 108101000066
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i Skripsi, Juli 2013
Pratiwi Puji Lestari, NIM. 108101000066
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
xv + 145 halaman, 43 tabel, 3 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini terjadi, tidak menutup kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja. Dari meningkatkanya wanita yang terlibat dalam dunia kerja sebagai salah satu prestasi bagi wanita tersebut, ternyata wanita bekerja dikabarkan memiliki ancaman cukup serius untuk terkena stres kerja. Stres kerja memiliki beberapa dampak negatif, diantaranya dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan menurunkan produktivitas kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita bekerja sektor formal yang berjumlah 200 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara kepada responden.
Hasil penelitian menggambarkan sebesar 79,5% responden mengalami stres kerja ringan dan 20,5% mengalami stres kerja berat. Hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh empat faktor yang berhubungan dengan stres kerja yakni beban kerja dengan p value 0,011, perkembangan teknologi dengan p value 0,045, pelecehan seksual di tempat kerja dengan p value 0,001, dan kondisi lingkungan kerja dengan p value 0,036.
Upaya pengelolaan stres kerja dapat dilakukan oleh individu itu sendiri seperti lebih selektif terhadap pekerjaan yang akan diambil, dan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual yang berakibat pada stres kerja, sebaiknya pekerja wanita lebih waspada dengan cara tidak berpakaian seksi dan lebih berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis di tempat kerjanya. Upaya pengelolaan stres kerja juga dapat dilakukan oleh instansi seperti dengan melakukan identifikasi bahaya psikososial khususnya yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja dan untuk pelecehan seksual di tempat kerja, instansi dapat melakukan upaya pencegahan dengan menetapkan peraturan termasuk sanksi bagi pekerja yang melakukan tindakan pelecehan seksual tersebut.
ii Undergraduated Thesis, July 2013
Pratiwi Puji Lestari, NIM 108101000066
The Factors Related Work Stress on Woman Working of Formal Sector in Ciputat Timur, 2013
xv + 145 pages, 43 table, 3 pictures, 3 attachments
ABSTRACT
The more open employment opportunities that are currently going on, do not rule out the entry of women into the workforce. As woman participation increase in the workplace, women working rumored to have turned serious enough threat for the affected work stress. Some negative effects of work stress are health problem and descent of work productivity.
This study aim to determine the factors related work stress on woman working of formal sector in Ciputat Timur, 2013. Study design of this study is cross-sectional. Samples of this study are women working of formal sector, amounting to 200 respondents. The data used are secondary data from relevant agencies and primary data obtained through interviews with respondents.
The result show that 79.5% of respondents getting low work stress and 20.5% of respondents getting high work stress. Based on bivariate analysis with a significance level of 5% known that there are four factors related to work stress that workload with 0.011 p value, technological developments with 0,045 p value, sexual harassment in the workplace with 0.001 p value, and working conditions with 0.036 p value.
Managing work stress can be done by individuals themselves by making more selective decision to get work and to prevent sexual harassment by handling with kid gloves. Other efforts to manage work stress can be done by institutions such as identifying particular psychosocial hazards that relates work stress on workers.
v Data Pribadi
Nama Lengkap : Pratiwi Puji Lestari
Tempat/Tanggal Lahir : Jepara, 19 September 1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sinanggul RT/RW 31/06, Mlonggo, Jepara, Jateng 59452
Email : pratiwiazra@gmail.com
pratiwipujil@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan
1. 1994 - 1996 : TK Sinanggul II Jepara
2. 1996 - 2002 : MI Miftahul Falah Sinanggul II Jepara 3. 2002 - 2005 : MTs Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara 4. 2005 - 2008 : MA Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara
5. 2003 – 2008 : Non formal (Pesantren Darut Ta’lim Bangsri Jepara) 6. 2008 – 2013 : Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Organisasi
1. 2005 – 2007 : Pengurus ICF MA Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara 2. 2006 – 2008 : Pengurus Pesantren Darut Ta’lim Bangsri Jepara
3. 2008 – 2009 : Pengurus Asrama Putri Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. 2009 – 2011 : Pengurus CSS MORA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
5. 2009 – 2010 : Pengurus BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
akar masalah kesehatan masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Serpong, Kota Tangsel
2. 2011 : Pengalaman Belajar Lapangan 2 (PBL 2) menentukan solusi masalah kesehatan masyarakat yakni berupa ”Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan DBD” di Kelurahan Serpong, Kota Tangsel
3. 2011 : Pengalaman penelitian seminar profesi mengenai tanggap darurat bencana banjir di Kampung Pulo Jakarta
Pengalaman Magang:
vii
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya untuk senantiasa menapaki jalan yang diridloi-Nya.
Skripsi merupakan tugas akhir perkuliahan berupa hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Almarhum Bapak dan almarhumah Ibu, keluarga besar Wiro dan Mustam khususnya
Ka ArifQu, Ka AfidQu, De’ JunQu, Mb Anik dan suami, Ka Yong dan Istri, De
Yanto, dan Mbahe yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan semangatnya untuk kebaikan penulis;
2. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan besar kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi formal ke Perguruan Tinggi;
3. MA Hasyim Asy’ari Bangsri yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu dan
memberi kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam program beasiswa ke Perguruan Tinggi;
4. Ma’had Darut Ta’lim yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu agama;
5. Prof. Dr. dr. (hc) M.K. Tadjudin, Sp. And.; selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK);
6. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan stafnya; 7. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, selaku pembimbig I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini;
viii
10.Ibu Fase Badriah, Ph.D, selaku penguji sidang skripsi dan memberikan banyak koreksi dalam penyusunan skripsi;
11.Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK, selaku penguji sidang skripsi dan memberikan banyak koreksi dalam penyusunan skripsi;
12.Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi;
13.Staf Kesehatan Masyarakat dan FKIK yang membantu dalam hal administrasi; 14.Pihak Kecamatan Ciputat Timur;
15.Pihak Kelurahan Se-Kecamatan Ciputat Timur dan Ibu-Ibu kader yang dengan senang hati telah membatu penulis dalam pengumpulan data;
16.Responden Wanita Bekerja sektor formal se-Kecamatan Ciputat Timur;
17.Sahabat-sahabat senaungan dan seperjuangan Dhevy, Eka, Eca, Mbak Lia, Erni yang telah membantu dalam pengumpulan data dan sharing ilmu;
18.Untuk para oponen dalam seminar proposal skripsi yang telah bersedia pusing membaca dan memberi masukan untuk arah skripsi ini;
19.Seseorang di sana yang selalu menghujani penulis dengan semangat juang; 20.Keluarga besar Stoopelth 2008 yang selalu menyemangati dan mengingatkan; 21.Keluarga besar CSS MORA UIN JKT, khusunya Matrix’08;
22.Serta kepada berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu atas terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis berharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Wallahu a’lam, Semoga bermanfa’at.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2013
ix LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 7
C. Pertanyaan Penelitian ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 10
1. Tujuan Umum ... 10
2. Tujuan Khusus ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 11
1. Bagi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur ... 11
2. Bagi Peneliti ... 12
F. Ruang Lingkup Penelitian ... .12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Wanita Bekerja ... 13
B. Definisi Stres Kerja ... 16
C. Stres Kerja Wanita Bekerja ... 18
D. Gejala-Gejala Stres Kerja... 21
E. Model Stres Kerja ... 22
x
4. Greenberg (2002)... 28
5. National Safety Council (2004) ... 29
F. Pengukuran Stres Kerja ... 47
G. Upaya Pengelolaan Stres Kerja ... 51
H. Kerangka Teori ... 55
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep Penelitian ... 57
B. Definisi Operasional ... 59
C. Hipotesis ... 64
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 66
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 66
C. Populasi dan Sampel ... 66
1. Populasi ... 66
2. Sampel ... 66
D. Instrumen Penelitian ... 72
E. Pengumpulan Data ... 75
F. Pengolahan Data ... 76
G. Analisis Data ... 77
BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat ... 79
1. Gambaran Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 ... 79
2. Gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 79
xi
B. Analisis Bivariat ... 88 1. Hubungan antara faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 88 2. Hubungan antara faktor individu dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 93 3. hubungan antara faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 97
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ... 100 B. Gambaran Stres Kerja pada wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 ... 100 C. Hubungan antara faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ... 106 D. Hubungan antara faktor individu dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013... 123 E. Hubungan antara faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013... 133
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 142 B. Saran ... 144
xii
2.1 Berbagai Gejala Kerja Menurut Arden (2002)……… ... .22
2.2 Penyebab Stres Kerja Menurut National Safety Council (2004)…………. ... 29
2.3 Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja……… ... 49
3.1 Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian……… ... 59
4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Propori Terhadap Penelitian Terdahulu……… ... 68
4.2 Proporsi Jumlah Sampel dari Masing-Masing RW Terpilih ... 71
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……… ... 79
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Otonomi Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……… ... ..80
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……… ... ……80
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...80
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Pelatihan di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………81
5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Karir di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...81
5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan yang Buruk dengan Atasan di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……….82
5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...82
5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…...83
5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....83
5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...84
xiii
5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja di Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013………...85
5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak yang Tidak Adekuat di
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....85
5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Konflik dengan Rekan Kerja di Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013………...86
5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja di
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...86
5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual di Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013………....87
5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan Kerja di Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013………...87
5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan saat Berangkat dan Pulang
Kerja di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....88
5.20 Tabulasi Silang antara Kurangnya Otonomi dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……….88
5.21 Tabulasi Silang antara Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...89
5.22 Tabulasi Silang antara Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……..…...90
5.23 Tabulasi Silang antara Pelatihan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor
Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……….90
5.24 Tabulasi Silang antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………....91
5.25 Tabulasi Silang antara Hubungan dengan Atasan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………...91
5.26 Tabulasi Silang antara Perkembangan Tekonologi dengan Stres Kerja pada
xiv
Timur Tahun 2013………93
5.28 Tabulasi Silang antara Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga
dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013………...93
5.29 Tabulasi Silang antara Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………..94
5.30 Tabulasi Silang antara Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………..95
5.31 Tabulasi Silang antara Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...95
5.32 Tabulasi Silang antara Perawatan Anak dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...96
5.33 Tabulasi Silang antara Konflik dengan Rekan Kerja dengan Stres Kerja pada
Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……..96
5.34 Tabulasi Silang antara Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...97
5.35 Tabulasi Silang antara Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...97
5.36 Tabulasi Silang antara Kekerasan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………....98
5.37 Tabulasi Silang antara Kemacetan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
xv
2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987) ... 1124 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja ... 56 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2 : Pernyataan Responden dan Kuesioner Penelitian Lampiran 3 : Output Olahan Analisis Univariat dan Bivariat
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi manusia, bekerja merupakan suatu kebutuhan dasar untuk pemenuhan
kebutuhan maupun keinginan, baik bagi pria maupun wanita. Bekerja diartikan
sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dalam
hidupnya (BPS, 2011). Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini
terjadi, tidak menutup kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja.
Salah satu bukti keikutsertaan wanita dalam dunia kerja tersebut terlihat dari
hasil Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mengenai Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita yakni sebesar 51,76 persen dan pria
sebesar 83,76 persen dari jumlah persentase penduduk yang produktif (15-64 tahun)
(BPS, 2011). Dari angka tersebut terlihat bahwa keterlibatan wanita dalam dunia
kerja cukup tinggi.
Setiap pekerja, baik pria maupun wanita dihadapkan pada berbagai risiko baik
keselamatan maupun kesehatan kerja. Oleh karena itu, setiap pekerja diharuskan
menjaga dirinya masing-masing dari berbagai gangguan keselamatan dan kesehatan
kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari
perusahaan adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina,
mengalami stres dapat menurunkan produktivitasnya sehingga dapat merugikan diri
sendiri, orang lain, lingkungan kerja, dan perusahaan.
Dampak negatif dari stres kerja juga disampaikan oleh Leka S., et al (2003) yaitu pekerja yang mengalami stres kerja kemungkinan besar mengalami gangguan
kesehatan, buruknya motivasi, berkurangnya produktivitas kerja, dan mengabaikan
keselamatan kerja, sehingga selain dapat merugikan diri pekerja itu sendiri juga
menjadikan organisasi atau perusahaan mengalami kegagalan kompetisi berbisnis.
Adapun menurut penelitian Baker dkk. (1987 dalam Rini, 2002), stres yang
dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh terhadap
serangan penyakit. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang
penyakit karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh. Stres
selain dapat merubah sistem imun, juga berpengaruh terhadap penurunan prestasi
kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja
(Schuller, 1980 dalam Rini, 2002).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Northwestern National Life
menunjukkan bahwa 40% dari tenaga kerja Amerika merasa bahwa pekerjaan
mereka sangat stres (U.S. Departmen of Health and Human Service, 1999 dalam Fawzy, 2004). Perkiraan kerugian untuk kasus stres yang terjadi di industri U.S pada
tahun 1995 diperkirakan mencapai $13.000 per pekerja disegala profesi setiap tahun
(Bruhn, Chesney, dan Salcido, 1995 dalam Fawzy, 2004).
Clausses (2012) juga menyatakan bahwa stres memiliki dampak negatif bagi
yang mengalaminya diantaranya yakni dapat menyebabkan penyakit kronik jika stres
gangguan tulang terutama tulang belakang dan ekstremitas, sertas dapat
menyebabkan kecelakaan kerja.
Penelitian Arismunandar (2008) dalam Safaria (2011) terhadap profesi guru di
Sulawesi Selatan, menunjukkan hasil bahwa terdapat 30,27% dari 80.000 guru
mengalami stres kerja berat dimana stres kerja tersebut dapat menurunkan
produktivitas dan kinerja guru dengan cepat.
Secara statistik Health and Safety Executor (2011) memperkirakan total
jumlah kejadian stres kerja pada tahun 2010-2011 di Great Britain adalah sebesar
400.000 dari semua total penyakit akibat kerja sebanyak 1.152.000. Kerugian karena
stres kerja tersebut menjadi alasan mengapa stres kerja perlu diperhatikan (Cooper,
Liukkonen, & Cartwright, 1996 dalam Fawzy, 2004).
Dari peliknya kejadian stres kerja tersebut, menurut Rini (2002) para wanita
yang bekerja mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria, dimana salah
satu faktor tersebut karena wanita yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai
wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Kemudian, menurut Nelson & Burke yang
dikutip oleh Schultz dan Shcultz (2006) wanita bekerja mengalami level stres yang
lebih tinggi dibandingkan pria yang bekerja, dimana wanita yang bekerja lebih
sering mengalami beberapa gejala stres seperti sakit kepala, kegelisahan, depresi,
gangguan tidur, dan gangguan makan dibandingkan dengan pria yang bekerja.
Menanggapi kejadian stres tersebut, secara statistik Health and Safety
Executor (2011) memperkirakan total jumlah kejadian stres kerja pada wanita tahun 2010-2011 di Great Britain adalah sebesar 125.000 pekerja wanita dibandingkan
Stres kerja tidak terjadi begitu saja, dimana Hurrel, dkk (1988) dalam
Munandar (2008) menyatakan bahwa faktor penyebab stres kerja di pekerjaan
dikelompokkan menjadi faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran individu
dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, dan struktur dan
iklim organisasi. Kemudian menurut Cooper dan Davidson (1987) penyebab stres
kerja dikelompokkan berdasarkan empat area atau lingkungan yakni lingkungan
kerja, rumah, sosial, dan individu.
Pengelompokan tersebut juga dipaparkan oleh Greenberg (2002), yakni faktor
stres kerja yang bersumber pada pekerjaan, karakteristik indvidu, dan luar organisasi.
Sedangkan menurut Robbins (1998), faktor penyebab stres kerja dikelompokkan
menjadi tiga sumber yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan, organisasi, dan
individu dimana pengelompokan besar ini serupa dengan pengelompokan penyebab
stres kerja oleh National Safety Council (2004) namun tidak sama dalam penggolongan faktor-faktor yang lebih rincinya.
Lebih rinci faktor penyebab sres kerja menurut National Safety Council
(2004) tersebut yakni berupa kurangnya otonomi, beban kerja, relokasi pekerjaan,
kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan,
perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji,
dan pekerja yang dikorbankan (faktor organisasional), pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja,
kejenuhan kerja, perawatan anak, dan konflik dengan rekan kerja (faktor individu),
buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja,
Terkait faktor-faktor stres kerja tersebut, terdapat beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yakni Saragih (2008) dalam penelitiannya
mengenai kurangnya otonomi kerja terhadap 70 responden, menyebutkan bahwa dari
47,1% responden yang tidak memiliki otonomi dalam melaksanakan tugasnya,
terdapat 54,5% mengalami stres kerja. Selanjutnya dalam hasil penelitian terhadap
hubungan pekerja dengan atasan, Nugrahani (2008) menyebutkan bahwa dari
buruknya hubungan responden dengan atasan atau supervisor terdapat 58,8%
responden mengalami stres kerja sedang. Kemudian Airmayanti (2010), dalam hasil
penelitiannya terhadap 108 sampel disebutkan bahwa dari 19 responden yang
menyatakan beban kerja berat terdapat 73,3% mengalami stres kerja berat dan dari
beban kerja sedang sebesar 57 responden terdapat 59,6% mengalami stres ringan.
Berdasarkan gambaran stres kerja tersebut, peneliti kemudian ingin
melakukan penelitian mengenai stres kerja di Kecamatan Ciputat Timur karena
dilihat dari data ketenagakerjaan Kota Tangerang Selatan tahun 2010 hingga 2011
untuk wanita bekerja mengalami peningkatan, yakni 173.922 wanita bekerja pada
tahun 2010, meningkat menjadi 215.395 orang wanita bekerja pada tahun 2011 (BPS
Kota Tangerang Selatan, 2011). Kemudian berdasarkan data penduduk usia
produktif (15-64 tahun) untuk perempuan, Kecamatan Ciputat Timur berada pada
peringkat ke-empat dari tujuh Kecamatan yakni sebesar 64.807 jiwa dan merupakan
Kecamatan dengan persentase penduduk terpadat di Tangerang Selatan (BPS
Tangsel, 2012).
Kecamatan Ciputat Timur juga merupakan salah satu wilayah yang dekat
karena Kecamatan Ciputat Timur merupakan salah satu daerah penyangga ibukota
Jakarta. Sabagai wilayah perkotaan, pertumbuhan penduduk Kecamatan Ciputat
Timur sangat dinamis, terdiri dari beraneka ragam suku, adat istiadat, budaya, dan
berbagai karakter (BPS Tangsel, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 15
wanita bekerja di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa 26,7%
responden mengalami stres berat dan 73,3% mengalami stres ringan. Dimana wanita
bekerja yang dimaksud adalah wanita bekerja dalam sektor formal dan yang belum
maupun sudah menikah, dan untuk yang sudah menikah dengan kriteria memiliki
maupun belum memiliki anak.
Adapun sektor formal yang dimaksud adalah suatu bentuk usaha yg memiliki
izin dan terdaftar di kantor pemerintahan (berbadan hukum) dan atas usaha tersebut
dikenakan pajak. Sedangkan sektor informal merupakan suatu bentuk usaha yang
tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak atau
suatu bentuk usaha yang tidak berstatus permanen dan tidak berbadan hukum
(Saparini dan Basri, dalam MenegPP, 2010).
Pembatasan pada pekerjaan sektor formal ini karena sebagaimana menurut
Nimran (1992) dalam Airmayanti (2010) suatu organisasi dalam kaitannya dengan
lingkungan kerja, dimana seseorang bekerja dan menjadi bagian dari hubungan
dengan orang lain, merupakan tempat beradanya sejumlah stres yang penting karena
dalam organisasi seseorang melaksanakan pekerjaan dengan segala sifatnya,
berhubungan dengan orang lain, memimpin dan dipimpin, memainkan satu atau lebih
Berdasarkan kejadian stres berat dan ringan tersebut diketahui bahwa terdapat
faktor-faktor yang diprediksi berhubungan dengan stres kerja yakni berupa
kurangnya otonomi kerja, beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan,
perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan, perkembangan teknologi,
pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji (faktor organisasional),
pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi,
kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, konflik dengan
rekan kerja (faktor individual), buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan
seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan ketika berangkat dan pulang kerja
(faktor lingkungan).
Oleh karena beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stres kerja
pada wanita bekerja tersebut cukup banyak dan bervariasi, maka peneliti tertarik
untuk mengangkat hal tersebut sebagai tema penelitian dengan judul penelitian “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor
Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini terjadi, tidak menutup
kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja. Dari hasil Susenas BPS
tahun 2010 disebutkan bahwa keikutsertaan wanita dalam dunia kerja adalah sebesar
51,76 persen dan pria sebesar 83,76 persen dari penduduk usia produktif (15-64
tahun) sebesar 65,74 persen (BPS, 2011). Salah satu kenaikan jumlah wanita yang
Selatan tahun 2010 hingga 2011. Tenaga kerja wanita di Kota Tangerang Selatan
mengalami peningkatan yakni 173.922 pekerja pada tahun 2010, meningkat menjadi
215.395 orang pekerja pada tahun 2011 (BPS Kota Tangerang Selatan, 2011).
Meningkatnya jumlah wanita yang terlibat dalam dunia kerja sebagai salah
satu prestasi bagi wanita tersebut, ternyata wanita bekerja dikabarkan memiliki
ancaman cukup serius untuk terkena stres kerja. Berdasarkan data tersebut kemudian
peneliti melakukan studi pendahuluan di Kecamatan Ciputat Timur terhadap 15
responden wanita bekerja dengan hasil 26,7% responden mengalami stres berat dan
73,3% mengalami stres ringan, serta terdapat beberapa faktor yang diduga
berhubungan dengan stres kerja yakni faktor organisasional seperti kurangnya
otonomi kerja, faktor individual seperti pertentangan antara karir dan tanggung
jawab keluarga, dan faktor lingkungan seperti pelecehan seksual di tempat kerja.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
C.Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
2. Bagaimanakah gambaran faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban kerja,
relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang
jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013?
3. Bagaimanakah gambaran faktor individu (pertentangan antara karir dan tanggung
jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan
kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan rekan kerja) pada
wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
4. Bagaimanakah gambaran faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan kerja,
pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan saat berangkat dan
pulang kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat
Timur tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan antara faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban
kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan
yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya tanggung
jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
6. Apakah ada hubungan antara faktor individu (pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja,
kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan rekan
kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013?
7. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan
dan pulang kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
D.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran stres kerja dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban
kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan
yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya
tanggung jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
c. Diketahuinya gambaran faktor individu (pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan
kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan
rekan kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat
Timur tahun 2013;
d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan kerja,
dan pulang kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013;
e. Diketahuinya hubungan antara faktor organisasional (kurangnya otonomi,
beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir,
hubungan yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan
bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji) dengan stres kerja pada
wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
f. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan
kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan
rekan kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
g. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (buruknya kondisi
lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan
saat berangkat dan pulang kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
E.Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang
bermakna bagi masyarakat Kecamatan Ciputat Timur, khususnya bagi
wanita-wanita yang bekerja agar dapat mengelola stres kerja yang mungkin dialami untuk
2. Manfaat bagi Peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dalam mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan,
khususnya mengenai stres kerja pada pekerja wanita.
F.Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa tingkat akhir PSKM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) dengan waktu
pelaksanaan pada bulan Juli 2012 hingga April 2013 di Kecamatan Ciputat Timur,
dengan responden penelitian yaitu wanita bekerja sektor formal. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang
diperoleh melalui wawancara kepada responden. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross sectional utuk mengetahui gambaran stres kerja
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
13 A.Wanita Bekerja
1. Definisi Wanita Bekerja dalam Sektor Formal
Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,
paling sedikit satu jam (tidak terputus) selama seminggu terakhir (BPS, 2011).
Bekerja dalam Sakernas (2008) termasuk status pekerjaan utama yang
dikelompokkan menjadi dua yakni sektor formal dan informal. Adapun pekerja
yang termasuk dalam sektor formal adalah mereka yang bekerja dalam lingkup
berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh atau karyawan. Adapun
sektor informal meliputi berusaha sendiri tanpa bantuan, berusaha dengan dibantu
buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian dan non pertanian, dan pekerja
keluarga atau tidak dibayar (BPS, 2011).
Adapun menurut Breman (1991) dalam Manurung (2000) pekerja sektor
formal adalah pekerja formal sebagai pekerja bergaji atau upah harian dalam
pekerjaan yang permanen seperti dalam perusahaan industri, kantor pemerintahan,
dan perusahaan besar lainnya dengan ciri-ciri meliputi: sejumlah pekerjaan yang
saling berhubungan yakni bagian dari suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan
sangat terorganisir, pekerjaan yang secara resmi terdaftar dalam statistik
Adapun sektor formal yang dimaksud adalah suatu bentuk usaha yg
memiliki izin dan terdaftar di kantor pemerintahan (berbadan hukum) dan atas
usaha tersebut dikenakan pajak. Sedangkan sektor informal merupakan suatu
bentuk usaha yang tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak
dikenakan pajak atau suatu bentuk usaha yang tidak berstatus permanen dan tidak
berbadan hukum (Saparini dan Basri, dalam MenegPP, 2010).
MenegPP (2010) menyebutkan bahwa pekerja sektor formal terdiri dari
tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga kemepemimpinan dan
ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, dan
tenaga usaha jasa.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa wanita bekerja
dalam sektor formal adalah seorang wanita yang beraktifitas dengan menguras
tenaga serta kemampuan dalam sektor formal (misalnya teknisi, buruh pabrik,
tenaga professional seperti dokter, guru, perawat, dan lain sebagainya) yang
dilakukan secara sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menghasilkan uang atau
sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan baik secara langsung maupun
tidak langsung (al-Qarasyi, 2007).
2. Permasalahan Wanita Bekerja
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh wanita bekerja diantaranya
adalah gaji atau upah yang tidak setara dengan pria. Deka (2009) menyebutkan
bahwa meskipun besar upah pokok antara pegawai pria dan wanita sama, namun
komponen tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan dibedakan antara pegawai
dianggap lajang. Seorang pegawai wanita yang berstatus menikah, tidak
mendapatkan tunjangan untuk suami atau anak melainkan hanya untuk dirinya
sendiri.
International Labour Organization (2008) juga menyatakan bahwa wanita masih memperoleh upah yang lebih kecil dibandingkan pria, dimana wanita lebih
mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi
serta menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak
tetap dan bahkan tanpa upah.
Persoalan selanjutnya yaitu perkembangan karir. Dalam penelitian Deka
(2009) menyatakan bahwa dibandingkan pria, wanita di sektor publik atau
pekerjaan menghadapi kendala lebih besar untuk mengembangkan karirnya seperti
kenaikan pangkat, posisi, dan jabatan karena masih sangat melekatnya ideologi
patriarkis dalam sebagian besar masyarakat luas.
Selain perkembangan karir, permasalahan lainnya yakni peran ganda, dalam
hal ini wanita yang bekerja berperan sebagai ibu atau istri juga di luar rumah
sebagai wanita bekerja. Pencapaian peran yang tidak seimbang inilah yang
kemudian dapat menimbulkan konflik peran ganda, yang akhirnya menjadi pemicu
stres kerja pada wanita atau ibu yang bekerja (Rini, 2002).
Permasalahan yang sama juga disampaikan Ni’mah (2009) dalam
penelitiannya yakni di tempat kerja wanita ditempatkan pada posisi sekunder
karena adanya anggapan bahwa wanita lebih pasif dan memiliki intelektual lebih
rendah dibanding pria, selain itu juga wanita dipandang kurang produktif karena
B.Definisi Stres Kerja
Manusia tidak bisa terlepas dari stres dalam kehidupan sehari-harinya, dan
yang menjadi masalah adalah bagaimana hidup beradaptasi dengan stres tanpa harus
menghadapi distres (stres sebagai ancaman) (Hawari, 2001). Menurut Losyk (2005)
setiap orang tidak dapat menghilangkan semua penyebab stres dalam kehidupan,
namun dapat menguranginya untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Losyk
(2005) juga menambahkan bahwa setiap orang tidak dapat terlepas dari semua stres
yang menghadangnya setiap hari, namun dapat mengendalikannya agar stres berada
pada tingkat tertentu dengan dampak negatif tingkat rendah.
Adapun stres yang terjadi pada seseorang berawal dari adanya stressor yang
ditangkap oleh panca inderanya, melalui sistem saraf panca indera kemudian
diteruskan ke susunan saraf pusat otak, yaitu bagian saraf otak yang disebut lymbic
system, melalu neurotransmitter. Selanjutnya rangsangan psikososial tersebut melalui saraf autonom akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar hormonal (endokrin) yang
merupakan sistem imunitas tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya
(Hawari, 2001).
Definisi stres menurut National Safety Council (2004) adalah ketidakmampuan
seseorang dalam mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan
spiritual seseorang yang suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik orang
tersebut.
Lebih rinci lagi, Seyle dalam Munandar (2008) membedakan stres ke dalam
diperlukan untuk prestasi yang tinggi. Stres yang meningkat sampai unjuk kerja
mencapai optimalnya merupakan stres yang baik, yang menyenangkan yaitu eustres, dimana peristiwanya atau situasinya dialami sebagai tantangan yang menantang.
Sedangkan stres menjadi distres ketika peristiwa atau situasi yang dialami sebagai ancaman yang mencemaskan.
NIOSH dalam Clausses (2012) menambahkan bahwa meskipun stres dalam level
rendah tidak terlalu begitu mengancam, namun situasi stres yang sangat tinggi atau
konstan dapat menimbullkan masalah serius baik masalah kesehatan maupun
keselamatan diantaranya berupa penyakit kronik jika stres terjadi terus-menerus,
dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, dan gangguan tulang terutama
tulang belakang dan ekstremitas, serta dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Selain
itu Soewono (1993) dalam Inayah (2011) menyampaikan stres yang lebih serius
mengakibatkan pekerja mengalami penyimpangan perilaku dan fungsi yang normal
yang pada akhirnya dapat mengganggu kinerjanya.
Adapun stres kerja, Cox, T. (1981 dalam Miller, 2000) mendefinisikannya
sebagai suatu keadaan psikologi yang mewakili ketidakseimbangan atau
ketidakcocokan antara persepsi seseorang terhadap tuntutan-tuntutan atas mereka
(yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka untuk mengatasi
tuntutan-tuntutan tersebut.
Stres kerja adalah bentuk stres yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan, yang
ditandai oleh perubahan dalam diri orang tersebut yang menyebabkan penyimpangan
perilaku dari fungsi yang normal (Soewondo, 1993 dalam Inayani, 2011). Dalam
dimana stres juga memiliki nilai positif dimana stres tersebut dianggap sebagai
tantangan. Adapun stres yang bernilai negatif ia mengatakan, jika stres tersebut
terjadi terlalu berat sehingga dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan, dan dalam dunia kerja stres tersebut dapat mengakibatkan
tenaga kerja mengalami perkembangan berbagai macam jenis gejala stres yang dapat
mengganggu kinerjanya.
Greenberg (2002) memaparkan bahwa stres kerja merupakan stres pada
pekerjaannya yang terjadi pada seseorang. Selanjutnya, Greenberg mendefinisikan
stres kerja sebagai kombinasi antara sumber-sumber stres pada pekerjaan,
karakteristik individual, dan stresor di luar organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh pekerjaan yang
ditandai dengan perubahan dalam diri seseorang yang menyebabkan penyimpangan
psikologis, perilaku, maupun fisik dari fungsi normal yang dapat merugikan diri
sendiri maupun organisasi.
C.Stres Kerja Wanita Bekerja
Stres kerja dapat terjadi pada pria maupun wanita, dan dari beberapa referensi
disebutkan bahwa stres kerja lebih cenderung dialami oleh wanita. Rini (2002) dalam
penelitiannya memaparkan bahwa para wanita yang bekerja mengalami stres lebih
tinggi dibandingkan dengan pria, dimana salah satu faktor tersebut karena wanita
yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah
(2004) bahwa manager wanita mengalami stres yang lebih besar dikarenakan wanita
mempunyai peran ganda berupa kehidupan karir dan kehidupan rumah tangga.
Menurut Nelson & Burke yang dikutip oleh Schultz dan Shcultz (2006) wanita
bekerja mengalami level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang
bekerja, dimana wanita yang bekerja lebih sering mengalami beberapa gejala stres
seperti sakit kepala, kegelisahan, depresi, gangguan tidur, dan gangguan makan
dibandingkan dengan pria yang bekerja. Adapun Efendi (2008) dalam penelitiannya
menemukan bahwa terdapat 11 faktor yang menyebabkan stress kerja pada buruh
wanita, yakni desain pekerjaan, lingkungan fisik pekerjaan, sikap atasan, konflik
ditempat kerja, peralatan dan tuntutan peran, formalitas hubungan kerja, aturan,
kepentingan diluar pekerjaan, keluarga, perlakuan diskriminasi, dan kebiasaan.
Adapun Hendrix, Spencer & Gibson (1994 dalam Wirakristama, 2011)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa macam stres yang dihadapi oleh wanita:
1. Wanita pekerja juga dipengaruhi oleh sumber stres yang biasanya dihadapi oleh
laki-laki seperti beban kerja yang berlebih, kebosanan kerja, hubungan dengan
pasangan dan anak, dan masalah keuangan.
2. Sumber stres lainnya berasal dari pekerjaan atau luar pekerjaan. Faktor pekerjaan
seperti kebosanan, rendahnya tingkat kekuasaan, dan promosi yang sedikit,
sedangkan faktor di luar pekerjaan seperti peran ganda sebagai istri ataupun ibu
dan sebagai wanita bekerja.
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian stres kerja pada wanita lebih tinggi
adalah wanita memiliki karakteristik psikis dan metabolisme biologis yang berbeda
bahwa wanita memiliki karakteristik psikologis yang lebih sensitif daripada pria
seperti cenderung untuk meminta perlindungan, minat tertuju kepada yang bersifat
emosional dan konkrit, berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua, dan bersifat
subjektif.
Adapun metabolisme yang berbeda tersebut diantaranya wanita mengalami
menstruasi, kehamilan, dan bahkan menyusui dimana dengan adanya hal ini wanita
dengan sendirinya dapat mengalami stres psikologis karena pengaruh hormon. Hal
inilah yang akhirnya dapat membuat para wanita bekerja merasa cemas karena
perasaan takut akan mengabaikan pekerjaannya (Ningsih, 2009).
Diantara ketiga hal tersebut yang paling sering dialami wanita adalah
menstruasi dengan siklus setiap bulannya. Menurut Corwin (2009), siklus menstruasi
adalah pematangan dan pelepasan sebuah ovum yang terjadi secara siklik yang
dipengaruhi oleh hormone akibat tidak adanya pembuahan dari sperma. Dari hal
tersebut, kebanyakan wanita mengalami gangguan fisik seperti nyeri yang terjadi
tanpa tanda-tanda infeksi atau penyakit panggul yang biasanya terjadi menjelang,
saat, ataupun sesudah menstruasi, dimana gangguan tersebut dapat mempengaruhi
wanita menjadi sangat tidak berdaya, gangguan tersebut sering disebut dengan
dismenore.
Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan
sehari-hari wanita yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya kadar kortisol
dalam darah (Connoly, 2001 dalam Hapsari 2010). Kasdu (2005) dalam Haryani
(2012) menggambarkan gejala dismenore yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang
mengalami dismenore sebelum, hari-hari pertama, ataupun selama haid dan sering
kali ditambah rasa mual, hal tersebut dapat memaksa penderita untuk istirahat dan
meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau
beberapa hari, dimana hal ini yang kemudian mempengaruhi stres pada wanita
bekerja lebih tinggi dibandingkan pria bekerja karena adanya ancaman terganggunya
tanggung jawab pekerjaannya (Wiknjosastro, 1999 dalam Haryani, 2012).
Sumber stres kerja lainnya pada wanita menurut Hastjarja (2004) adalah status
pekerjaan. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan
di suatu unit usaha atau kegiatan. Indikator status pekerjaan pada dasarnya dilihat dari
empat kategori yang berbeda yaitu tenaga kerja dibayar (buruh), pekerja yang
berusaha sendiri, pekerja bebas (bekerja secara serabutan dan tidak terikat), dan
pekerja keluarga (dikenal dengan pekerja tak dibayar) (MenegPP, 2010).
Hastjarja (2004) memaparkan bahwa terdapat perbedaan sumber stres pada
jenis pekerjaan atau status pekerjaan pada wanita bekerja. Dalam penelitiannya
terhadap kelompok clerical, akademik, dan sales, Hastjarja (2004) menyatakan bahwa
sumber stres untuk seorang pekerja clerical banyak disebabkan oleh work overload dan lack of control, penyebab stres untuk kelompok akademik adalah interpersonal
conflict dan time/effort wasted, sedangkan kelompok sales lebih banyak disebabkan oleh karena interpersonal conflict dan time/effort wasted. Hal ini dapat diartikan bahwa jenis pekerjaan tertentu memiliki tingkat dan sumber stres kerja yang berbeda.
D.Gejala-Gejala Stres Kerja
Menurut Arden (2002) gejala stres difragmentasikan ke dalam tiga fragmen,
Tabel 2.1
Berbagai Gejala Stres Kerja Menurut Arden (2002)
Gejala Fisik Gejala Psikologi Gejala Perilaku
1. Sakit kepala
10. Tidak memiliki rasa humor
11. Mudah bingung
12. Pekerjaan yang buruk
13. Mangkir kerja
Sumber: Arden (2002)
E.Model Stres Kerja
Stres dapat disebabkan oleh tekanan baik dari lingkungan rumah maupun
lingkungan kerja (Leka S., et al., 2003), berikut merupakan beberapa jenis model
stres kerja atau faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut beberapa ahli:
1. Model Stres Kerja Cooper dan Davidson (1987)
Cooper dan Davidson (1987) membagi model stres kerja ke dalam empat
arena atau lingkup; lingkup kerja, rumah atau keluarga, sosial, dan lingkup
individu.
a. Arena kerja meliputi
1)Faktor intrinsik pekerjaan meliputi kecocokan perorangan/lingkungan dan
kepuasan kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, beban kerja berlebih, beban kerja kurang, bahaya fisik, dan kepercayaan diri terhadap pekerjaan.
2)Peran dalam organisasi meliputi peran ambigu, konflik peran, tanggung
3)Pengembangan karir meliputi promosi kurang/lebih, kurangnya keamanan
kerja, ketidakpastian status pekerjaan, kepuasan gaji
4)Relasi atau dukungan sosial meliputi kolega, atasan, dan bawahan
5)Iklim dan struktur organisasi meliputi politik, konsultasi/komunikasi,
keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, perilaku terbatas, kekakuan
dalam bidang politik, hal-hal lain yang berpengaruh.
b. Arena rumah meliputi dinamika keluarga, status perkawinan, dukungan dari
pasangan atau teman dekat, hubungan dengan anak, perhatian keluarga terhadap
keselamatan, lingkungan tempat tinggal, masalah keuangan, bentuk
pengembangan.
c. Arena sosial meliputi alienasi dan anomi, iklim, diet, dan lain-lain, frekuensi
perpindahan, mengemudi, kehidupan urban vs rural, latihan, olah raga, hobi,
aktivitas dan kontak sosial.
d. Arena individu meliputi gen riwayat hidup, demografi (misalnya umur,
pendidikan, agama, kebangsaan atau ras), kemampuan menghadapi stres,
kepribadian tipe A, extraversi vs intervensi, neurosis, peristiwa kehidupan, dan
lain-lain.
Dari keempat arena tersebut dapat menimbulkan stress outcome diantaranya
ketidakpuasan kerja, konsumsi alkohol, merokok, perceraian, penggunaan narkoba,
obesitas dan diet, penyakit jantung koroner, hipertensi, migrain, asma, sakit fisik
Stres kerja tersebut dapat timbul ketika stresor-stresor tersebut saling terkait
dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala yang bisa diamati
melalui perubahan fisik, emosi, dan perilaku (gambar 2.1):
2. Model Stres Kerja Hurrel, dkk. (1988 dalam Munandar, 2008)
a. Faktor-Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan yang terbagi dalam tuntutan fisik dan
tuntutan tugas
1)Tuntutan Fisik, meliputi kebisingan, vibrasi, dan hygiene.
Bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada
alat pendengaran, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan
peningkatan kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis sehingga
memudahkan timbulnya kecelakaan (Munandar, 2008). Untuk vibrasi, dari
hasil penelitian Sutherland dan Cooper (1986) dalam Munandar (2008)
disebutkan bahwa kondisi kerja yang tidak menyenangkan karena adanya
getaran dinilai sebagai pembangkit stres oleh 37% dari pekerja.
Gambar 2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987) Arena Kerja
Arena Rumah Arena Sosial
Arena Individu
Selain bising, lingkungan yang kotor dan tidak sehat juga merupakan
pembangkit stres dimana dalam hal ini Munandar (2008) menyampaikan
bahwa lingkungan yang kotor, berdebu, akomodasi pada waktu istirahat dan
toilet yang kurang baik merupakan faktor tinggi pembangkit stres.
2)Tuntutan Tugas, meliputi kerja shift, beban kerja, dan paparan dari risiko dan bahaya.
Penelitian dari Monk & Tepas (1985) dalam Munandar (2008)
menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik. Kemudian, beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu
sedikit baik kuantitatif maupun kualitatif merupakan pembangkit stres. Selain
kerja shift dan beban kerja, risiko dan bahaya yang dihubungkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber dari stres (Munandar, 2008).
b. Peran Individu dalam Organisasi
1)Konflik Peran
Konflik peran yang dimaksud salah satunya ditandai dengan
pertentangan antara tugas-tugas yang harus dilakukan seseorang dan
tanggung jawab yang dimiliki. Menurut Kiev dan Kohn (1979 dalam
Munandar, 2008) konflik peran merupakan salah satu sumber stres utama
pada para manajer puncak dan menengah.
2)Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran yang dimaksud adalah jika seorang tenaga kerja tidak
faktor yang menimbulkan ambiguitas peran adalah ketidakjelasan dari
sasaran-sasaran kerja (Munandar, 2008).
Dalam hal ini Kahn, dkk. (1964 dalam Munandar, 2008) mengatakan
bahwa stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ke
ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa diri tidak
berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah untuk
bekerja, tekanan darah dan tekanan nadi, dan kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan.
c. Pengembangan Karir
1)Ketidakpastian Pekerjaan
Pekerjaan seseorang dianggap tidak dibutuhkan lagi merupakan hal yang
wajar dalam kehidupan kerja. Dari sana timbul kegiatan reorganisasi yang
bertujuan untuk tetap berjalannya usaha. Setiap reorganisasi inilah dapat
menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang
potensial (Munandar, 2008).
2)Promosi Berlebih dan Kurang
Promosi dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut
dirasakan seseorang sebagai perubahan drastis yang mendadak sedangkan
orang tersebut belum siap menerima (Munandar, 2008).
d. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan dalam pekerjaan yang mengacu pada timbulnya stres adalah
e. Struktur dan Iklim Organisasi
Menurut Munandar (2008) kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang
negatif. Dari hal tersebut, faktor stres yang dikenali terpusat pada sejauh mana
tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dalam urusan pekerjaan dan pada
support sosial.
3. Model Stres Kerja Menurut Robbins (1998)
Terdapat tiga sumber potensial pencetus stres kerja menurut Robbins
(1998), yakni sumber dari lingkungan, organisasi, dan individu.
a. Faktor stres kerja yang bersumber dari lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktural organisasi dan
juga dapat mempengaruhi tingkatan stres diantara para pekerja dalam organisasi
tersebut. Faktor lingkungan sebagai pemicu stres kerja tersebut berupa
ketidakpastian ekonomi, politik, dan ketidakpastian teknologi.
b. Faktor stres kerja yang bersumber dari organisasi
Faktor organisasi ini meliputi tuntutan pekerjaan (misalkan bentuk
pekerjaan, kondisi bekerja, dan tempat kerja), tuntutan peran (meliputi konflik
peran, peran berlebihan, dan peran ambigu), tuntutan interpersonal merupakan
suatu bentuk tekanan dari pekerja lain (misalnya hilangnya dukungan sosial dan
buruknya hubungan interpersonal), struktur organisasional yang membedakan
jabatan organisasi, derajat peraturan, dan pembuatan keputusan, kepemimpinan
organisasi, dan taraf kehidupan organisasi (misalkan taraf pendirian organisasi
c. Faktor stres kerja yang bersumber dari individu
Faktor individu meliputi permasalahan keluarga, masalah ekonomi
pribadi, dan karakteristik kepribadian. Permasalahan dalam keluarga seperti
hubungan tidak baik dengan anak dan pasangan, serta perceraian dapat
mempengaruhi stres seseorang dalam pekerjaannya. Kemudian permasalahan
ekonomi seseorang seperti banyaknya kebutuhan dibandingkan dengan
pendapatan yang diperoleh. Adapun karakteristik kepribadian seperti ekspresi
gejala stres kerja.
4. Model Stres Kerja Menurut Greenberg (2002) a. Faktor stres kerja yang bersumber pada pekerjaan:
1)Sumber intrinsik pada pekerjaan yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat
sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja
yang menekan, risiko atau bahaya fisik.
2)Peran di dalam organisasi, yaitu meliputi peran yang ambigu, konflik peran,
tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi baik
secara internal maupun eksternal.
3)Perkembangan karir, yaitu meliputi promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau
penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja yang kurang, ambisis
perkembangan karir yang mengalami hambatan.
4)Hubungan relasi di tempat kerja, meliputi kurangnya hubungan relasi dengan
pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam
5)Struktur organisasi dan iklim kerja, meliputi terlalu sedikitnya atau bahkan
tidak ada keikutsertaan dalam pembuatan keputusan, hambatan dalam
perilaku, politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi.
b. Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, meliputi tingkat
kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap hal yang tidak jelas,
dan pola tingkah laku tipe A
c. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, meliputi masalah-masalah
dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, dan kesulitan secara
finansial.
5. Model stres Kerja menurut National Safety Council (2004)
National Safety Council (2004) mengelompokkan penyebab stres kerja ke dalam tiga kategori besar yakni penyebab organisasional, individu, dan lingkungan
(tabel 2.2).
Tabel 2.2
Penyebab Stres Kerja Menurut National Safety Council (2004)
Penyebab Organisasional Penyebab Individu Penyebab Lingkungan
6. Hubungan yang buruk dengan majikan
a. Penyebab Organisasional
1)Kurangnya otonomi kerja
Kurangnya otonomi merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja
(NSC, 2004). Dalam hal ini Seyle dalam Arden (2002) menyatakan bahwa
keadaan stres tergantung pada individu itu sendiri, apakah dirasakan sebagai
stres atau tidak atau apakah stres kerja tersebut dirasakan sebagai ancaman
atau sebagai tantangan.
Otonomi diartikan sebagai kemandirian pekerja dalam menjalankan
tugasnya serta tidak membutuhkan pengawasan ketat dari atasannya.
Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
seseorang yang meliputi desain pekerjaan individu (otonomi, berbagai tugas,
tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Semakin banyak
ketergantungan antara tugas-tugas seseorang dengan tugas lainnya, maka hal
tersebut memiliki potensi terhadap timbulnya stres, sedangkan dengan
adanya otonomi, memiliki kecenderungan dapat mengurangi stres (Robbins,
1998).
Menurut Kauffeld (2006) dalam Saragih (2007), dengan adanya desain
pekerjaan yang memberikan otonomi kerja yang tinggi menjadikan kreatifitas
dan kompetensi karyawan meningkat. Dalam hal otonomi kerja ini, Saragih
(2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kemandirian perawat dalam bertugas dengan kejadian stres. Dalam hasil
penelitiannya disebutkan bahwa responden yang tidak mandiri dalam
2)Beban Kerja (beban kerja berlebih maupun terlalu sedikit kuantitatif dan kualitatif)
Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai
akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Pengaruh beban kerja cukup
dominan terhadap kinerja sumber daya manusia tetapi dapat juga
menimbulkan efek negatif terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
(SNI 7269, 2009).
Timbulnya beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif adalah
sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada tenaga kerja dan
dirasakan oleh tenaga kerja sebagai beban kerja yang terlalu banyak atau
sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja
berlebih atau terlalu sedikit kualitatif timbul, jika orang merasa tidak mampu
untuk melakukan suatu tugas, atau suatu tugas tidak menggunakan
keterampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja (Munandar, 2008).
Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) juga menyatakan
bahwa banyaknya tugas akan menjadi sumber stres apabila tidak sebanding
dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi
pekerja tersebut. Dalam hal ini, Airmayanti (2010) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara beban kerja dengan stres kerja yang
dialami oleh responden penelitiannya. Selanjutnya, untuk beban kerja
kuantitatif Nugrahani (2008) memaparkan bahwa terdapat hubungan antara
merasa bahwa beban kerjanya berlebih secara kuantitatif, maka tingkat stres
yang dialami akan semakin berat dan sebaliknya.
Rohman (2010) dalam penelitiannya memaparkan bahwa beban yang
dimaksud adalah beban bagi semua umat Islam untuk menjalankan ibadah
termasuk bekerja yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan.
Rohman menjelaskan bahwa beban yang harus dilakukan tersebut akan
menimbulkan stres kerja karena adanya tekanan. Hal tersebut berdasar pada firman Allah yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….” (QS. Al Baqarah 286).
Beban kerja selain dapat dinilai berdasarkan persepsi seseorang, juga
dapat dinilai berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan akibat aktivitas
yang dilakukan selama seseorang tersebut bekerja, diantaranya kegiatan
duduk akan menghabiskan 0,3 kcal/menit, berdiri sebesar 0,6 kcal/menit,
berjalan 2-3 kcal/menit. Total skor yang diperoleh dari penilaian beban fisik
terhadap aktivitas yang dikerjakan pekerja tersebut kemudian dikategorikan
menjadi beban kerja ringan yaitu dengan pengeluaran kalori sampai dengan
200 kcal/jam), beban kerja sedang (200–350 Kcal/jam), dan beban kerja berat
(> 350 kcal/jam) (ACGIH, 1992 dalam Dowell dan Tapp, 2007).
Standar penilaian beban kerja yang sama juga berlaku di Indonesia
yakni dilakukan melalui penilaian beban kerja berdasarkan tingkat kebutuhan