• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak kebijakan ekonomi komoditas gula terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen gula di indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak kebijakan ekonomi komoditas gula terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen gula di indonesia"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

MARLINA DESIDERIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi Dampak Kebijakan

Ekonomi Komoditas Gula terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Gula

di Indonesia adalah karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak

cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Marlina Desideria

(4)
(5)

ABSTRAK

MARLINA DESIDERIA. Dampak Kebijakan Ekonomi Komoditas Gula terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Gula di Indonesia. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan HASTUTI.

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Permintaan gula di Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan produksi gula. Guna mencukupi permintaan gula maka pemerintah melakukan impor. Saat ini, impor gula Indonesia dibatasi melalui kebijakan tarif. Pada tahun 2015, tarif impor gula Indonesia harus dihapuskan kerena adanya kesepakatan regional ASEAN Economic Community (AEC). Penghapusan tarif impor gula ini akan menyebabkan pasokan gula impor yang besar dan menyebabkan harga gula menjadi rendah. Rendahnya harga gula menyebabkan petani tebu tidak memiliki insentif untuk meningkatkan produksi gula domestik. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen maupun produsen gula. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan harga gula ; (2) menganalisis dampak kebijakan ekonomi komoditas gula dalam terhadap penawaran, permintaan, dan harga gula ; (3) menganalisis dampak kebijakan ekonomi komoditas gula terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen gula di Indonesia. Penelitian ini dianalisis menggunakan model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Spesifikasi model Perdagangan Gula Indonesia terdiri dari 20 persamaan (13 persamaan struktural dan tujuh persamaan identitas). Penghapusan tarif impor gula akan menurunkan kesejahteraan produsen gula, sehingga kebijakan ini perlu dikombinasikan dengan peningkatan harga gula di tingkat petani agar kesejahteraan produsen dan konsumen meningkat.

(6)

ABSTRACT

MARLINA DESIDERIA. The Impact of Economic Policies in Sugar Commodity to

Sugar’s Producers and Consumers Welfare in Indonesia. Supervised by BONAR

M. SINAGA and HASTUTI.

Sugar is one of the basic necessities for peoples. Demand of sugar in Indonesia tend to be higher than the production of sugar. In order to fulfill the highly demand of sugar, Indonesian government conduct to import the sugar.

Indonesia’s sugar import are limited by tariff policy. In 2015, Indonesian sugar import tariff should be eliminated due to the regional agreement of ASEAN Economic Community (AEC). The removal of sugar import tariff will cause large supply of imported sugar and causes sugar prices to be low. The low price of sugar causes sugarcane farmers doesn’t have incentive to increase domestic sugar productions. Therefore, it is a requirement to create a policy in order to improve sugar's producers and consumers welfare. The purpose of this research is: (1) to analyze the factors that affect the supply, demand, and price of sugar; (2) to analyze the impact of economic policies in sugar commodity on supply, demand, and price of sugar; (3) to analyze the impact of economic policies in sugar commodity to sugar's producers and consumers welfare in Indonesia. This research is analyzed using econometric model in the form of simultanous equations system. Specification of Indonesian sugar trade model consists of 20 equations (13 structural equations and 7 identity equations). The removal of sugar import tariff will decrease the welfare of sugar producers. The removal of sugar import tariff needs to be combined with increasing sugar prices at the farm level so producers and consumers welfare will be improved.

(7)

DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI KOMODITAS GULA

TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSENDAN

KONSUMEN GULA DI INDONESIA

MARLINA DESIDERIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai Agustus 2014 adalah perdagangan

pertanian dengan judul “Dampak Kebijakan Ekonomi Komoditas Gula terhadap

Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Gula di Indonesia”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis tercinta, (Alm)

Pujono dan Tati Darwati ; kakak penulis tersayang, (Alm) Apri Sutanto, Mami

Riyanto, dan Ratna Indriati ; ayah asuh penulis, Benno Gaechter ; dan kakak asuh

penulis, Dina Safitri atas bantuan, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga

kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti SP, MP, MSi selaku dosen

pembimbing. Terima kasih kepada Novindra, SP, MSi dan Nuva SP, MSc sebagai

dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya. Di samping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada dosen dan staf sekretariat Departemen

ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi,

serta seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN yang telah membantu

penulis selama penyusunan skripsi.

Terima kasih juga kepada teman sebimbingan yang banyak memberikan

masukan dan bantuan kepada penulis, sahabat penulis atas motivasi, semangat,

dan bantuannya dalam penyusunan skripsi, serta seluruh teman-teman ESL 47

atas kebersamaannya.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Masalah Penelitian ... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.6. Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Karakteristik Gula ... 9

2.2. Kesepakatan Regional ASEANEconomic Community (AEC) .... 10

2.3. Kebijakan Perdagangan Gula ... 12

2.4. Penelitian Terdahulu ... 15

2.5. Kebaruan Penelitian ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran ... 21

3.1.2. Fungsi Permintaan ... 22

3.1.3. Harga ... 24

3.1.4. Teori Perdagangan Internasional ... 25

3.1.5. Permintaan Impor ... 26

3.1.6. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen ... 27

3.1.7. Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan ... 29

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 30

IV. METODE PENELITIAN ... 33

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 33

4.2. Spesifikasi Model ... 33

(12)

4.2.2. Produktivitas Gula ... 36

4.2.3. Produksi Gula ... 37

4.2.4. Penawaran Gula ... 39

4.2.5. Permintaan Gula ... 39

4.2.6. Volume Impor Gula ... 41

4.2.7. Harga Riil Gula Impor ... 41

4.2.8. Harga Riil Gula di Tingkat Konsumen ... 42

4.2.9. Harga Riil Gula di Tingkat Pedagang Besar... 42

4.2.10.Harga Riil Gula di Tingkat Petani ... 43

4.3. Identifikasi Model ... 43

4.4. Metode Estimasi Model ... 46

4.5.1. Uji Kesesuaian Model (Uji F) ... 46

4.5.2. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 47

4.5.3. Uji Autocorrelation ... 47

4.5.4. Uji Multicollinearity ... 48

4.5.5. Uji Heteroscedasticity ... 49

4.5.6. Konsep Elastisitas ... 50

4.5. Validasi Model... 51

4.6. Simulasi Model Kebijakan ... 52

4.7. Analisis Surplus Produsen dan Konsumen ... 53

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN GULA DI INDONESIA ... 55

5.1. Perkembangan Produksi Gula di Indonesia ... 55

5.2. Perkembangan Konsumsi Gula di Indonesia ... 58

5.3. Neraca Perdagangan Gula Indonesia ... 59

5.4. Perkembangan Harga Gula di Indonesia ... 62

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN, PERMINTAAN, DAN HARGA GULA DI INDONESIA ... 65

6.1. Keragaan Umum Estimasi Model ... 65

6.1.1. Hasil Uji Autocorrelation ... 65

6.1.2. Hasil Uji Multicollinearity ... 66

(13)

6.2. Luas Areal Perkebunan Tebu ... 67

6.2.1. Luas Areal Perkebunan Tebu Rakyat ... 67

6.2.2. Luas Areal Perkebunan Tebu Negara... 69

6.2.3. Luas Areal Perkebunan Tebu Swasta ... 71

6.3. Produktivitas Gula Hablur Indonesia ... 73

6.3.1. Produktivitas Gula Hablur Perkebunan Rakyat ... 73

6.3.2. Produktivitas Gula Hablur Perkebunan Besar Negara .... 75

6.3.3. Produktivitas Gula Hablur Perkebunan Besar Swasta .... 76

6.4. Produksi Gula ... 78

6.5. Penawaran Gula... 79

6.6. Permintaan Gula ... 79

6.6.1. Permintaan Gula Rumahtangga ... 79

6.6.2. Permintaan Gula Industri ... 80

6.6.3. Permintaan Gula Domestik ... 82

6.7. Volume Impor Gula ... 82

6.8. Harga Riil Gula Impor... 83

6.9. Harga Riil Gula di Tingkat Konsumen ... 85

6.10. Harga Riil Gula di Tingkat Pedagang Besar ... 86

6.11. Harga Riil Gula di Tingkat Petani ... 87

VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI KOMODITAS GULA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) ... 89

7.1. Validasi Model ... 89

7.2. Dampak Kebijakan Ekonomi Komoditas Gula dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Gula ... 90

7.2.1. Kebijakan Tarif Impor Gula sebesar 10 Persen ... 90

7.2.2. Kebijakan Tarif Impor Gula sebesar 5 Persen ... 92

7.2.3. Penghapusan Tarif Impor Gula ... 93

7.2.4. Kebijakan Harga Gula di Tingkat Petani sebesar 30 Persen ... 95

7.2.5. Kebijakan Peningkatan Stok Gula sebesar 20 Persen ... 97

(14)

7.2.7. Kombinasi Penghapusan Tarif Impor Gula Menjadi Nol Persen dan Peningkatan Harga Gula di Tingkat Petani

sebesar 30 Persen ... 100

7.2.8. Ringkasan Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Harga Gula Tingkat Petani, dan Stok Gula terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Gula ... 101

7.3. Dampak Kebijakan Ekonomi Komoditas Gula terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Gula di Indonesia ... 104

VIII.SIMPULAN DAN SARAN ... 111

8.1. Simpulan ... 111

8.2. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN ... 119

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2013 . 1

2. Volume dan Nilai Ekspor–Impor Gula Indonesia Tahun 2008-2012 2

3. Perkembangan Produksi Tebu Indonesia Tahun 2010-2012 ... 4

4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Tahun 2008-2009 ... 5

5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ... 17

6. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat dari Pemberlakuan Tarif .. 30

7. Hasil Identifikasi Model dari Masing-masing Persamaan ... 45

8. Range Statistik Durbin-Watson ... 48

9. Produksi Gula Hablur di Indonesia Tahun 2010-2012 ... 55

10. Kinerja Industri Gula Berbahan Baku Tebu Tahun 2013 ... 56

11. Kinerja Industri Gula Berbahan Baku Tebu di Indonesia Tahun 2009-2013 ... 57

12. Perkembangan Produksi Gula Kristal Putih dan Gula Kristal Rafinasi di Indonesia Tahun 2008-2012 ... 57

13. Konsumsi Gula di Indonesia Tahun 2008-2012... 58

14. Neraca Perdagangan Gula Indonesia Tahun 2008-2012 ... 59

15. Nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan Gula Tebu di Indonesia Tahun 2008-2012 ... 60

16. Nilai Import Dependency Ratio dan Self Sufficiency Ratio Gula Tebu di Indonesia Tahun 2008-2012 ... 61

17. Impor Gula Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2012 ... 62

18. Perkembangan Biaya Pokok Produksi, Harga Pokok Penjualan, dan Harga Gula di Indonesia Tahun 2008-2012 ... 62

19. Perkembangan Harga Gula Tingkat Konsumen di Indonesia Tahun 2008-2012 ... 63

20. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Perkebunan Tebu Rakyat di Indonesia Tahun 1990-2012 ... 68

21. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Perkebunan Tebu Negara di Indonesia Tahun 1990-2012 ... 70

22. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Perkebunan Tebu Swasta di Indonesia Tahun 1990-2012 ... 71

(16)

24. Hasil Estimasi Parameter Produktivitas Gula Hablur Perkebunan

Besar Negara di Indonesia Tahun 1990-2012 ... 75

25. Hasil Estimasi Parameter Produktivitas Gula Hablur Perkebunan

Besar Swasta di Indonesia Tahun 1990-2012... 77

26. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Gula Rumahtangga di

Indonesia Tahun 1990-2012 ... 79

27. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Gula Industri di Indonesia

Tahun 1990-2012 ... 81

28. Hasil Estimasi Parameter Volume Impor Gula di Indonesia Tahun

1990-2012 ... 82

29. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Gula Impor di Indonesia

Tahun 1990-2012 ... 84

30. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Gula di Tingkat Konsumen di

Indonesia Tahun 1990-2012 ... 85

31. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Gula di Tingkat Pedagang

Besar di Indonesia Tahun 1990-2012 ... 86

32. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Gula di Tingkat Petani di

Indonesia Tahun 1990-2012 ... 87

33. Hasil Validasi Model Perdagangan Gula Indonesia Tahun

2003-2012 ... 89

34. Hasil Simulasi Kebijakan Penurunan Tarif Impor Gula menjadi 10

Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 ... 91

35. Hasil Simulasi Kebijakan Penurunan Tarif Impor Gula menjadi 5

Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 ... 92

36. Hasil Simulasi Penghapusan Tarif Impor Gula di Indonesia Tahun

2003-2012 ... 94

37. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Peningkatan Harga Gula di

Tingkat Petani sebesar 30 Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 .... 96

38. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Peningkatan Stok Gula

sebesar 20 Persen di Indonesia Tahun 2003-2012... 97

39. Hasil Simulasi Kombinasi Penurunan Tarif Impor Gula menjadi 10 Persen dan Peningkatan Stok Gula sebesar 20 Persen di Indonesia

Tahun 2003-2012 ... 99

40. Hasil Simulasi Kombinasi Penghapusan Tarif Impor Gula Menjadi Nol Persen dan Peningkatan Harga Gula di Tingkat Petani sebesar

30 Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 ... 100

41. Ringkasan Hasil Simulasi Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Harga Gula Tingkat Petani, dan Stok Gula terhadap Penawaran,

(17)

42. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Harga Gula Tingkat Petani, dan Stok Gula terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Gula di Indonesia Tahun 2003-2012 ... 105

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ... 26

2. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar ... 28

3. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor... 29

4. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

5. Diagram Keterkaitan Variabel dalam Model Ekonomi Perdagangan Gula Indonesia ... 34

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data dan Sumber Data Model Perdagangan Gula Indonesia Tahun 1990-2012 ... 121

2. Rekapitulasi Persamaan dalam Model Perdagangan Gula Indonesia Tahun 1990-2012 ... 129

3. Definisi Operasional Variabel Endogen dan Eksogen dalam Model Perdagangan Gula Indonesia Tahun 1990-2012 ... 130

4. Program Estimasi Parameter Model Perdagangan Gula Indonesia Menggunakan Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan

Software SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 1990-2012 ... 132 5. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Gula Indonesia

Menggunakan Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan

Software SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 1990-2012 ... 136 6. Program Uji Multicollinearity Model Perdagangan Gula Indonesia

Menggunakan Nilai VIF dengan Software SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 1990-2012 ... 149

7. Hasil Uji Multicollinearity Model Perdagangan Gula Indonesia Menggunakan Nilai VIF dengan Software SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 1990-2012 ... 153

(18)

9. Hasil Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Gula Indonesia Menggunakan Metode Park dengan Software SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 1990-2012 ... 174

10. Program Validasi Model Perdagangan Gula Indonesia Menggunakan Metode NEWTON dan Prodesur SIMNLIN dengan

Software SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 2003-2012 ... 187 11. Hasil Validasi Model Perdagangan Gula Indonesia Menggunakan

Metode NEWTON dan Prodesur SIMNLIN dengan Software

SAS/ETS Versi 9.3 Tahun 2003-2012 ... 192

12. Contoh Program Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Gula Sebesar 10 Persen di Indonesia Tahun 2003-2012 ... 196

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi pertanian yang

besar. Peranan sektor pertanian dapat dilihat dari share Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013

No. Lapangan Usaha

Harga Konstan

(Triliun Rupiah) Distribusi (Persen)

Triwulan II Triwulan III Triwulan II Triwulan III

1. Pertanian, Peternakan,

besar terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Menurut data BPS (2014)

sektor pertanian menyumbang sebesar 15.21 persen terhadap Produk Domestik

Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan III tahun 2013. Kontribusi ini menempatkan

sektor pertanian pada posisi kedua setelah industri pengolahan yang menyumbang

sebesar 23.11 persen tehadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut

Ruslan (2013), meskipun transformasi struktur ekonomi mengantarkan Indonesia

menuju negara yang perekonomiannya lebih didukung oleh sektor industri dan

jasa, sektor pertanian dalam arti luas yang mencakup subsektor tanaman bahan

makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan masih

merupakan leading sector dalam perekonomian.

Sektor pertanian merupakan sektor penyedia kebutuhan hidup masyarakat,

baik pangan maupun non pangan. Kebutuhan pada produk pertanian akan terus

bertambah seiring dengan makin meningkatnya populasi penduduk. Laju

(20)

terhadap produk pertanian juga meningkat, terutama pada produk pertanian

sembilan bahan pokok (sembako). Kesembilan bahan pokok tersebut adalah beras

/ sagu / jagung, gula, sayur dan buah, daging (sapi dan ayam), minyak goreng dan

margarin, susu, telur, minyak tanah / gas LPG, serta garam beriodium dan

bernatrium. Salah satu kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat

adalah gula (Departemen Industri dan Perdagangan, 1998).

Gula merupakan produk sektor pertanian dalam subsektor perkebunan.

Subsektor perkebunan memiliki kontribusi sebesar 2.34 persen terhadap PDB

Indonesia atau senilai Rp 55 518 miliar (Badan Pusat Statistik, 2013). Tebu

merupakan bahan baku dasar dalam pembuatan gula. Di Indonesia produksi tebu

pada tahun 2008 sebesar 2 668 428 ton dan mengalami penurunan pada tahun

2013 menjadi sebesar 2 267 887 ton (Kementerian Pertanian, 2013). Penurunan

produksi ini mendorong pemerintah mencanangkan program swasembada gula

agar produksi tebu maupun gula dapat meningkat. Kebutuhan gula untuk

konsumsi rumahtangga dan industri di Indonesia sebesar 5.8 juta ton (Susianti,

2013). Pemerintah menargetkan swasembada gula pada tahun 2014 dengan

produksi awal 5.7 juta ton menjadi 3.1 juta ton. Nilai produksi 3.1 juta ton ini

hanya bisa memenuhi kebutuhan rumahtangga, tidak untuk industri. Penurunan

target swasembada ini dikarenakan masih kurangnya lahan perkebunan tebu dan

revitalisasi pabrik gula yang tidak berjalan. Subsektor perkebunan tebu

membutuhkan tambahan lahan seluas 350 000 Ha dan revitalisasi pabrik sebanyak

20 unit (Kementerian Pertanian, 2013).

Indonesia merupakan negara importir dan eksportir gula. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (2013), volume dan nilai impor gula Indonesia lebih besar

dari ekspor gula Indonesia. Volume dan nilai ekspor – impor gula dapat dilihat

dalam Tabel 2.

Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor – Impor Gula Indonesia Tahun 2008-2012

(21)

Berdasarkan data pada Tabel 2, Indonesia merupakan negara net importir

gula. Volume dan nilai net impor gula Indonesia terus mengalami peningkatan.

Peningkatan impor dalam setiap tahun berpengaruh besar terhadap kebijakan

terkait gula di Indonesia terutama pada sektor produksi dan harga. Pemerintah

telah melakukan beberapa upaya untuk membatasi masuknya gula impor salah

satunya adalah hambatan tarif impor. Kebijakan tarif impor di Indonesia selalu

mengalami perubahan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional, perdagangan

internasional, ataupun kesepakatan regional. Salah satu kesepakatan regional antar

negara yang mempengaruhi kebijakan tarif impor di Indonesia adalah ASEAN Economic Community (AEC).

ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu kebijakan yang menyepakati ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal

yang didukung dengan aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik,

dan aliran modal. AEC mulai berlaku pada tahun 2015. Seluruh negara ASEAN

harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja

terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas sebagaimana digariskan

dalam AEC Blueprint. AEC merupakan langkah yang lebih maju dan komprehensif dari kesepakatan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). Komponen arus perdagangan bebas barang tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan

hambatan non tarif sesuai skema AFTA (Kementerian Perdagangan, 2013).

Beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, melakukan

reservasi terhadap produk-produk sensitifnya. Indonesia melakukan reservasi

terhadap produk beras dan gula sebagaimana tercantum dalam Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar. Protokol tersebut mengatur pos tarif untuk beras dan gula. Produk beras dan gula akan masuk dalam Inclusion List

pada tahun 2015. Inclusion List merupakan produk-produk intra-ASEAN dimana harus dilakukan penghapusan tarif seluruhnya terhadap produk-produk tersebut

(Kementerian Perdagangan, 2013).

Kondisi perekonomian dan penghapusan tarif impor dari kesepakatan

(22)

yang tidak tepat jumlah dan waktu menyebabkan peningkatan penawaran gula di

pasar domestik. Peningkatan penawaran gula ini menyebabkan jatuhnya harga

gula di pasar domestik tanpa diiringi oleh penurunan biaya produksi. Biaya

produksi yang tetap dengan harga yang semakin turun meyebabkan penerimaan

petani tebu mengalami penurunan bahkan terkadang petani menderita kerugian.

Jika pendapatan petani tebu terus mengalami penurunan maka tidak akan ada

insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi tebu yang menyebabkan

swasembada gula gagal dicapai dan kesejahteraan masyarakat menurun. Oleh

sebab itu, penting untuk dilakukan penelitian tentang dampak kebijakan ekonomi

komoditas gula terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen gula di Indonesia.

1.2. Masalah Penelitian

Perkembangan produksi tebu di Indonesia selama beberapa tahun terakhir

terus mengalami penurunan. Berdasarkan data pada Tabel 3, pada tahun 2010

produksi tebu (setara gula) mencapai 2.29 juta ton dan turun 1.95 persen pada

tahun 2011 menjadi sebesar 2.24 juta ton. Produksi gula pada musim giling 2013

juga mengalami penurunan sebanyak 10-20 persen dibandingkan dengan tahun

2012. Pada musim giling 2013, produksi gula berkisar antara 2.3 juta ton

sedangkan produksi gula pada musim giling 2012 mencapai 2.6 juta ton

(Kemeterian Pertanian, 2013).

Tabel 3. Perkembangan Produksi Tebu Indonesia Tahun 2010-2012

Tahun Jumlah (Ton) Pertumbuhan (%)

2010 2 288 735 -

2011 2 244 154 -1.95

2012 2 600 352 15.87

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Penurunan produksi ini disebabkan oleh kondisi anomali cuaca, terutama

musim hujan yang panjang di sejumlah wilayah pabrik gula di Indonesia.

Penurunan produksi gula nasional juga disebabkan oleh penyusutan lahan untuk

perkebunan tebu, pabrik gula yang tidak mampu bekerja maksimal, minimnya

dukungan modal bagi pertanian tebu dan industri gula, kebijakan impor gula, serta

pertanian tebu yang tidak sanggup lagi mengangkat kesejahteraan kaum tani

(23)

Produksi gula Indonesia sebagian besar dikonsumsi di dalam negeri dan

hanya sebagian kecil saja yang diekspor ke manca negara. Rendahnya produksi

gula nasional yang terus menurun dalam setiap tahun menyebabkan konsumsi

gula dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

Perkembangan produksi dan konsumsi gula di Indonesia disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Tahun 2008-2012

Tahun Produksi Gula (Ton) Konsumsi Gula (Ton)

2008 2 551 513 2 605 220

2009 2 333 885 3 011 971

2010 2 288 735 2 288 025

2011 2 244 154 2 768 831

2012 2 600 352 2 735 655

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Berdasarkan data pada Table 4, konsumsi gula di Indonesia cenderung

lebih tinggi dibanding produksi gula setiap tahunnya. Kekurangan pasokan gula

dalam negeri ini mengharuskan Indonesia melakukan impor gula dari berbagai

negara. Perkembangan impor gula Indonesia selama periode tahun-tahun terakhir

memiliki pola yang cenderung meningkat sedangkan ekspor gula Indonesia

memiliki pola yang cenderung menurun walaupun sempat mengalami peningkatan

pada tahun 2011 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Guna mencukupi

kebutuhan konsumsi gula dalam negeri, Pemerintah telah melakukan berbagai

upaya melalui beberapa kebijakan seperti kebijakan swasembada gula dengan

meningkatkan produksi nasional, namun dalam pengambilan keputusan dan

pelaksanaannya, kebijakan Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan

internasional yang berpengaruh terhadap impor gula Indonesia.

ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu kesepakatan regional antar negara ASEAN yang mendukung kebijakan penghapusan tarif

impor. Kebijakan penghapusan tarif impor mulai dilakukan pada 1 januari 2015

secara progresif. Penghapusan tarif impor secara progresif tersebut merupakan

penurunan tarif menjadi 10 persen, penurunan tarif menjadi 5 persen, dan

penghapusan tarif impor menjadi sebesar nol persen. Kebijakan penghapusan tarif

impor ini akan menyebabkan peningkatan impor gula sehingga petani tebu dan

industri gula dalam negeri berpotensi mengalami kerugian. Masuknya gula impor

ke Indonesia menyebabkan gula nasional kehilangan sebagian pasarnya.

(24)

mengakibatkan turunnya harga. Banyak petani tebu yang meninggalkan

profesinya dikarenakan harga gula yang rendah. Kondisi ini menyebabkan petani

mengalami kerugian yang berdampak pada turunnya kesejahteraan petani

(Toharisman, 2013).

Kebijakan ekonomi pada komoditas gula yang berupa peningkatan harga

gula di tingkat petani sebesar 30 persen dan peningkatan stok gula sebesar 20

persen diharapkan mampu meningkatkan kembali kesejahteraan petani maupun

masyarakat secara keseluruhan akibat penurunan tarif impor yang akan

diberlakukan. Sehubungan dengan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah-masalah penelitian sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan harga gula.

2. Dampak kebijakan ekonomi komoditas gula terhadap penawaran, permintaan,

dan harga gula.

3. Dampak kebijakan ekonomi komoditas gula terhadap kesejahteraan produsen

dan konsumen gula di Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan

harga gula.

2. Menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap penawaran, permintaan,

dan harga gula.

3. Menganalisis dampak kebijakan ekonomi komoditas gula terhadap

kesejahteraan produsen dan konsumen gula di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap

perkembangan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi

pada komoditas gula dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) dan dampaknya terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen gula di Indonesia.

(25)

1. Penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai bahan informasi bagi

pemerintah dalam suatu pengambilan keputusan / kebijakan yang mampu

melindungi kesejahteraan masyarakat, khususnya petani tebu serta

mengurangi ketergantungan impor gula di Indonesia.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi akademisi dan

peneliti lain untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Gula yang dianalisis adalah gula kristal dengan kode HS 1701.13.00.00.

2. Harga internasional gula menggunakan harga gula rata-rata bursa London

(London Daily Price).

3. Indikator kesejahteraan yang digunakan adalah konsep surplus produsen dan

surplus konsumen.

4. Kebijakan ekonomi komoditas gula yang dimaksud adalah kebijakan

penurunan dan penghapusan hambatan tarif impor sesuai skema ASEAN Economic Community (AEC), peningkatan harga gula di tingkat petani, dan peningkatan stok gula.

5. Jumlah penawaran dan permintaan gula diasumsikan berada pada titik

keseimbangan.

6. Konsumen gula rumahtangga merupakan konsumen yang menggunakan gula

untuk konsumsi akhir.

7. Konsumen gula industri merupakan konsumen yang menggunakan gula

sebagai bahan baku untuk produk yang akan dijual kembali.

8. Gula kristal putih dan gula kristal rafinasi dianggap homogen.

1.6. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data produksi dan produktivitas yang digunakan adalah gula dalam bentuk

(26)

2. Gula kristal putih dan gula kristal rafinasi tidak bersubstitusi secara

sempurna, namun data produksi, impor, ekspor, stok, dan permintaan gula

dalam penelitian ini tidak dibedakan berdasarkan jenis gula.

3. Data yang digunakan merupakan data resmi pemerintah dan tidak mencakup

data gula yang tidak resmi dan tidak tercatat.

4. Data industri yang digunakan dalam penelitian ini adalah industri sedang dan

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Gula

Gula tebu yang paling banyak diperdagangkan adalah gula yang dikenal

dengan nama lokal sebagai gula mentah, gula kristal putih, dan gula kristal

rafinasi. Jenis-jenis gula tersebut memiliki nama yang tidak selalu sama dalam

perdagangan Internasional. Nama internasional gula mentah adalah raw sugar, gula kristal putih adalah plantation white sugar atau mill white sugar, dan gula kristal rafinasi adalah white sugar. Oleh sebab itu, white sugar sama dengan gula kristal rafinasi dan bukan gula kristal putih (Agrirafinasi, 2013).

Gula mentah atau raw sugar dibuat dari nira tebu yang diproses secara sederhana yaitu dengan menyaring padatan kotoran atau lumpurnya kemudian

dikristalkan. Gula tersebut berwarna coklat tua karena masih mengandung sisa

kotoran dan molases (tetes tebu) sehingga tidak untuk dikonsumsi karena tidak

layak dikonsumsi. Gula kristal putih atau plantation white sugar dibuat dari nira tebu yang diproses dengan tahapan yang lebih panjang daripada proses pembuatan

gula mentah. Setelah disaring padatan kotorannya, nira tebu dibersihkan melalui

proses karbonatasi atau proses sulfitasi. Nira tebu yang lebih bersih tersebut

dikentalkan lalu dikristalkan mejadi gula kristal putih. Warna gulanya menjadi

putih namun agak keruh. Beberapa pabrik menggunakan proses karbonatasi ganda

untuk memperoleh warna gula yang lebih putih. Proses sulfitasi juga sudah tidak

digunakan karena tidak higienis akibat sisa belerang yang tertinggal di gula. Gula

kristal rafinasi atau white sugar adalah gula yang paling putih warnanya karena beberapa hal sebagai berikut : (1) bahan bakunya adalah gula mentah, (2) proses

pembuatannya meliputi karbonatasi juga menggunakan teknologi pertukaran ion

(ion-exchanger). Proses pertukaran ion (ion-exchanger) ini mampu memisahkan molekul non-sukrosa seperti sisa kotoran, sisa mineral, dan molekul warna yang

terluput dalam proses karbonatasi sehingga hasilnya adalah gula kristal yang

sangat putih (Agrirafinasi, 2013).

Gula mentah digunakan oleh pabrik gula rafinasi, pabrik gula berbasis

tebu, dan pabrik MSG (penyedap). Gula kristal putih digunakan untuk konsumsi

(28)

minuman, dan farmasi (Nusantara Sugar Club, 2014). Volume dan mutu gula pada

dasarnya tergantung dari dua faktor utama yaitu kandungan gula dalam batang

tebu dan pengolahan nira tebu menjadi gula kristal. Apabila kandungan gulanya

maksimal dan pengolahannya di pabrik efisien maka hasilnya akan maksimal.

Proses produksi gula kristal di pabrik gula adalah memisahkan gula atau sukrosa

dari batang tebu dan mengolahnya menjadi butiran gula kristal. Kerusakan dan

kebocoran sukrosa dalam proses tersebut perlu diminimalisasi sehingga sukrosa

yang dapat dikristalkan menjadi maksimal. Sukrosa murni adalah kristal yang

tidak mengandung air (anhydrous), berbentuk persegi tidak seragam (monoclinic), tidak berbau, dan berwarna putih cemerlang dengan rasa manis dan berat jenis

1,58 pada suhu 150 oC. Tingkat keputihan warna gula dilihat melalui standar

ICUMSA (Internatioal Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis). Semakin putih gula maka semakin kecil nilai ICUMSA dan semakin gelap

warnanya makin tinggi nilai ICUMSA-nya. Satuan nilai ICUMSA adalah skala

internasional unit (IU). Gula kristal mentah serendah-rendahnya memiliki nilai

ICUMSA 1200 IU, gula kristal putih 150-90 IU, dan gula kristal rafinasi

setinggi-tingginya 45 IU (Agrirafinasi, 2013).

2.2. Kesepakatan Regional ASEAN Economic Community (AEC) Pada tahun 1997, para Kepala Negara ASEAN menyetujui kesepakatan

tentang ASEAN Vision 2020 yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai

dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi (ASEAN

Summit, 1997). Kemudian pada tahun 2003, disepakati 3 (tiga) pilar untuk

mewujudkan ASEAN Vision 2020 yang dipercepat menjadi 2015, yaitu : (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community (ASEAN Summit, 2003).

Pada tahun 2004, ASEAN mulai bekerja sama dengan negara di luar

ASEAN dalam bidang ekonomi. Kerja sama yang pertama dengan China

(ASEAN-China Free Trade Area) dalam sektor barang. Pada tahun 2005, integrasi ekonomi ASEAN semakin ditingkatkan dengan menambah sektor

(29)

para Kepala Negara sepakat mempercepat pencapaian AEC dari tahun 2020

menjadi tahun 2015. Pada tahun 2007 ini ditandatangani ASEAN Charter dan AEC Blueprint. Pada tahun 2009 ditandatangani ASEAN Trade in Goods Agreement

(ATIGA). Keputusan untuk mempercepat pembentukan AEC menjadi 2015

ditetapkan dalam rangka memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi

kompetisi global seperti dengan India dan China. Beberapa pertimbangan lain

yang mendasari percepatan AEC adalah : a) potensi penurunan biaya produksi di

AEAN sebesar 10-20 persen untuk barang konsumsi sebagai dampak integrasi

ekonomi ; dan b) meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi

standar dan praktik internasional serta adanya persaingan (Kementerian

Perdagangan, 2013).

AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk

melaksanakan komitmen dalam blueprint tersebut. AEC Blueprint memuat empat kerangka utama yaitu (The ASEAN Secretariat, 2013) :

1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan

elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan aliran

modal yang lebih bebas.

2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi dengan

elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan

inetelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse. 3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata

dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa

integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos,

dan Vietnam).

4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan

perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam

hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam

jejaring produksi global.

ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) merupakan modifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan

(30)

dalam perdagangan barang secara komprehensif dan integratif yang disesuaikan

dengan kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint terkait dengan pergerakan arus barang (free flow of goods) sebagai salah satu elemen pembentuk pasar tunggal dan basis produksi regional. ATIGA mencakup

prinsip-prinsip umum perdagangan internasional (non-discrimination, Most Favoured Nations-MFN treatment, national treatment), liberalisasi tarif, pengaturan non-tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan, standar, regulasi

teknis dan prosedur pemeriksaan penyesuaian, SPS (Sanitary and Phytosanitary Measures), dan kebijakan pemulihan perdagangan (safeguards, anti-dumping, countervailing measures) (Kementerian Perdagangan, 2013).

ATIGA memiliki komitmen utama dalam penurunan dan penghapusan

tarif. Penghapusan tarif seluruh produk intra-ASEAN, kecuali produk yang masuk

dalam kategori Sensitive List (SL) dan Highly Sensitive List (HSL), dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah ditetapkan dalam persetujuan

CEPT-AFTA. Produk-produk dalam kategori SL dan HSL harus masuk ke dalam skema

Inclusion List sesuai dengan jadwal yang disepakati. Setelah masuk dalam skema

Inclusion List, maka tarif produk-produk tersebut diturunkan menjadi 0-5 persen. Produk beras dan gula akan masuk dalam inclusion List pada tahun 2015 sesuai dengan ketentuan dalam Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar (Government of ASEAN, 2007).

2.3. Kebijakan Perdagangan Gula

Untuk menanggulangi permasalahan perdagangan secara internasional,

telah disepakati liberalisasi perdagangan yang tertuang dalam Putaran Uruguay

(PU) sebagai rangkaian dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993. Upaya mengurangi distorsi perdagangan gula

telah ditempuh berbagai negara dengan mewujudkan komitmen pada empat hal

penting yaitu :

1. Tindakan sanitasi / fitosanitasi (kontaminasi aflatoxin dan standar yang ketat).

(31)

3. Akses pasar yaitu tarifikasi, penurunan tarif yang umum diterapkan berbagai

negara (ad valorem tariffs) dimana negara maju diharapkan mewujudkan tahun 2000 dengan penurunan sebesar 21 hingga 23 persen, sedangkan negara

berkembang tahun 2004 sebesar 9 hingga 14 persen dan tarif spesifik yang

proporsi penerapannya sangat terbatas berkisar antara 24 hingga 26 persen.

4. Pengurangan subsidi ekspor berdasarkan penurunan volume ekspor, volume

yang disubsidi sebesar 18 persen dari produk pertanian yang dipasarkan di

dunia dan nilai ekspor.

Namun implementasi kesepakatan GATT tersebut belum banyak menyentuh

distorsi perdagangan gula (Susila dan Sinaga, 2005). Hal ini disebabkan karena

(Wahyuni et al, 2009) :

1. Gula tidak banyak berpengaruh terhadap kesehatan dan lingkungan.

2. Berbagai fakta kebijakan subsidi yang ditempuh berbagai negara masih

menempatkan industri gula menerima subsidi yang besar.

Dalam rangka kesepakatan GATT tersebut, pemerintah Indonesia membuka pasar

impor secara dramatis. Guna peningkatan efisiensi ekonomi, pemerintah

mengeluarkan Kepmenperindag No.25/MPP/Kep/1/1998 yang tidak lagi memberi

monopoli pada Bulog untuk mengimpor komoditas strategis, termasuk

mengimpor gula (Susila dan Sinaga, 2005).

Keputusan pemerintah Indonesia untuk mencabut monopoli BULOG

dalam pengadaan gula dan menerapkan tarif impor gula sebesar nol persen

mengakibatkan industri gula lokal terancam karena harga gula impor lebih murah

dibanding harga gula domestik. Hal ini menunjukkan ketidakefisienan dari

industri gula di Indonesia sehingga banyak pabrik gula domestik terancam

bangkrut karena tidak dapat bersaing dengan gula impor. Melalui surat Keputusan

Menteri Keuangan No. 568/KMK.01/1999 yang mulai diberlakukan sejak 1

Januari 2000 maka semua importir baik importir umum (IU) maupun importir

produsen (IP) termasuk BULOG diperbolehkan mengimpor gula dengan

ketentuan dikenakan bea masuk sebesar 20 persen untuk gula mentah dan 25

persen untuk gula kristal putih. Pada tahun 2004, dalam rangka mendukung

program akselerasi, pemerintah melakukan perbaikan terhadap kebijakan

(32)

Perdagangan No. 527/MPP/Kep/9/2004 dimana pemerintah kembali melibatkan

BUMN seperti BULOG dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia dalam

perdagangan gula di Indonesia. BULOG mempunyai peran sebagai distributor

tunggal untuk memasarkan gula milik PTPN dan PT Rajawali Nusantara

Indonesia (RNI) melalui jaringannya yang tersebar diseluruh Indonesia (Rahman,

2013).

Ketika krisis ekonomi Indonesia mulai berkurang pada tahun 1999, harga

gula di dalam negeri justru mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan

tersebut disebabkan tiga faktor yaitu harga gula dunia terus menurun, nilai tukar

rupiah yang menguat, serta tidak adanya tarif impor (Wahyuni et al, 2009). Hal ini membuat harga gula dalam negeri mengalami tekanan. Untuk melindungi

produsen, maka pemerintah menetapkan harga provenue gula. Kebijakan harga provenue tersebut ternyata merupakan kebijakan yang tidak efektif karena tidak

didukung oleh rencana tindak lanjut yang memadai seperti pendanaan guna

implementasi kebijakan. Penentuan harga provenue yang terlalu rendah dapat mematikan industri gula karena akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan

bahan baku. Sebaliknya, penentuan harga yang terlalu tinggi akan menumbuhkan

industri gula tetapi meningkatkan subsidi yang harus disediakan oleh pemerintah

(Malian, 2004). Sebelum tahun 2000 harga gula yang diterima petani adalah harga

provenue yang merupakan harga pembelian BULOG kepada petani tebu. Tahun 2000-2003 harga gula yang diterima petani adalah harga gula lelang kesepakatan

antara petani dengan investor gula, sedangkan setelah tahun 2004 hingga saat ini

harga gula yang diterima petani adalah harga lelang berdasarkan harga pokok

penjualan (HPP) sebagai harga dasar pembelian gula oleh investor. Pemerintah

mengeluarkan kebijakan penetapan harga pokok penjualan (HPP) dalam industri

gula untuk memberikan perlindungan kepada petani. HPP gula ini merupakan

salah satu insentif bagi petani dalam berbudidaya tebu. Harga pokok penjualan ini

besarannya ditetapkan oleh pemerintah dan direvisi angkanya setiap tahun

(Rahman, 2013).

Pemerintah juga mencanangkan program khusus Swasembada Gula

Nasional terkait pengendalian impor gula. Swasembada dianggap penting karena

(33)

produksi dan produktivitas melalui program akselerasi dan perbaikan kebijakan

tataniaga serta impor gula. Guna merealisasi Swasembada Gula, mulai

dikembangkan pabrik gula rafinasi yang dimaksudkan untuk membantu

mencukupi kebutuhan gula untuk industri makanan dan minuman. Pabrik gula

rafinasi memperoleh kemudahan dalam impor bahan baku gula mentah yaitu

dengan keringanan bea masuk atau pajak impor. Ketentuan yang sama tentang

keringanan bea masuk ini juga berlaku kepada industri rafinasi yang melakukan

perluasan usahanya. Dalam rangka melindungi harga gula kristal putih domestik,

perdagangan gula rafinasi diatur dengan SK Memperindag

No.527/MPP/Kep/9/2004 bahwa gula rafinasi hanya untuk kebutuhan bahan baku

bagi industri pengguna dan distribusi gula rafinasi langsung ke industri pengguna

tanpa melalui distributor. Dalam surat Menperdag No.111/2009 disebutkan bahwa

dalam memenuhi kebutuhan gula rafinasi untuk industri pengguna atau industri

makanan dan minuman setiap produsen gula rafinasi dapat menunjuk distributor

secara resmi, selanjutnya distributor dapat menunjuk subdistributor secara resmi .

distributor yang tidak memiliki surat penunjukkan atau pengangkatan dari

produsen gula rafinasi dilarang mendistribusikan atau memperdagangkan gula

rafinasi. Hal yang sama juga berlaku bagi subdistributor (Wahyuni et al, 2009).

2.4. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi antara lain penelitian

Rahman (2013); Subekti dan Carolina (2011); Arsyad, Sinaga, dan Yusuf (2011);

Hadi dan Mardianto (2004); dan Fitriana (2012). Hasil penelitian tersebut dapat

dilihat pada Tabel 4.

2.3.1. Penelitian tentang Gula

Penelitian mengenai gula telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu

seperti penelitian oleh Rahman (2013) serta Subekti dan Carolina (2011).

Penelitian Rahman (2013) menganalisis tentang prospek perdagangan gula

Indonesia dalam implementasi kerangka perjanjian perdagangan bebas

ASEAN-China. Penelitian Subekti dan Carolina (2011) menganalisis tentang pengaruh

kebijakan tarif impor gula terhadap integrasi pasar gula domestik dan dunia

(34)

2.3.2. Penelitian tentang Kebijakan Perdagangan Komoditas Pertanian Penelitian terdahulu mengenai perdagangan komoditas pertanian juga telah

banyak dilakukan diantaranya oleh Arsyad, Sinaga, dan Yusuf (2011) serta Hadi

dan Mardianto (2004). Penelitian tersebut melihat dampak adanya suatu kebijakan

perdagangan (ekspor atau impor) terhadap faktor-faktor yang dipengaruhinya

dengan menggunakan dua alat analisis yang berbeda. Penelitian Arsyad, Sinaga,

dan Yusuf (2011) menggunakan model persamaan simultan dengan metode

pendugaan Two-Stages Least Squares sedangkan Hadi dan Mardianto (2004) menggunakan model pendekatan Constant Market Share (Tabel 4).

2.3.3. Penelitian tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan Fitriana (2012) meneliti mengenai pengaruh kebijakan terhadap

kesejahteraan masyarakat. Penelitian tersebut mengkaji dampak adanya perubahan

kebijakan yang akan mempengaruhi besarnnya kesejahteraan masyarakat.

Indikator kesejahteraan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah

perubahan surplus produsen dan surplus konsumen (Tabel 4).

2.5. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian

Subekti dan Carolina (2011) serta Rahman (2013). Persamaan penelitian ini

dengan Subekti dan Carolina (2011) yaitu menganalisis pengaruh kebijakan tarif

impor gula terhadap pasar gula domestik. Perbedaannya adalah penelitian yang

dilakukan Subekti dan Carolina (2011) menggunakan model Vector Autoregressive (VAR) dan Vector Error Correction (VEC) sedangkan penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rahman (2013) adalah

menganalisis dampak adanya kebijakan terhadap kesejahteraan produsen dan

konsumen gula di Indonesia, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini lebih

fokus membahas tentang dampak penurunan dan penghapusan tarif impor gula

(35)

Tabel 5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Rahman (2013) ; Prospek

permintaan gula industri hanya dipengaruhi oleh PDB riil sektor makanan dan minuman serta permintaan gula industri tahun sebelumnya. Peda perilaku impor, impor gula Indonesia dari China lebih responsif dibandingkan impor gula Indonesia dari Thailand terhadap perubahan tarif impor gula tetapi pangsa impor gula Indonesia dari Thailand lebih besar daripada pangsa impor gula dari China sebsar 33 persen berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sedangkan penurunan tarif

Tarif impor gula yang diterapkan oleh pemerintah ternyata dipengaruhi oleh integrasi pasar yang terjadi. Tarif impor gula mentah dipengaruhi secara nyata oleh variabel harga gula mentah internasional dan tarif impor gula putih. Sementara itu tarif impor gula putih dipengaruhi oleh harga gula mentah internasional, harga gula putih internasional, dan tarif impor tahun sebelumnya. Respon harga gula dalam negeri terhadap perubahan seluruh variabel lainnya menunjukkan respon yang positif. Perubahan harga

(36)

Tabel 5. Lanjutan

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

gula dalam negeri, perubahan harga gula mentah internasional, dan perubahan harga gula putih internasional memiliki pengaruh yang cukup besar, sedangkan perubahan tarif impor gula mentah dan perubahan tarif impor gula putih mempengaruhi harga gula dalam negeri dengan nilai yang relatif yang secara potensial mempengaruhi ekspor kakao indonesia adala harga ekspor kakao Indonesia, pertumbuhan produksi kakao, nilai tukar rupiah, dan

trend waktu. Rencana pemberlakukan pajak ekspor berdampak negatif terhadap produksi dan ekspor kakao Indonesia pasca Putaran Urguay, sementara tencana kebijakan pemberian subsidi harga pupuk berdampak positif terhadap peningkatan produksi dan ekspor kakao Indonesia. Implikasinya adalah bahwa kebijakan subsidi harga pupuk masih dapat diharapkan sebagai strategi kunci untuk memacu produksi dan ekspor kakao Indonesia.

Ekspor produk pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN selama 1997-1999 mengalami pertumbuhan positif dan lebih cepat dibanding ekspor dunia ke kawasan yang sama. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya daya saing komoditas pertanian Indonesia terutama karena depresiasi rupiah. Namun

selama 1999-2001, terjadi sebaliknya yaitu

pertumbuhan ekspor Indonesia turun dan lebih lambat dibanding ekspor dunia ke kawasan yang sama yang disebabkan oleh apresiasi rupiah. Komposisi produk dan distribusi pasar ekspor Indonesia masih lemah yang menunjukkan bahwa Indonesia belum memperhatikan pertumbuhan impor komoditas pertanian menurut komposisi komoditas

(37)

Tabel 5. Lanjutan

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

yang tepat dan perkembangan impor di

masing-masing negara anggota ASEAN. Lemahnya

penyelidikan pasar (market intellegence) merupakan fenomena umum para eksportir Indonesia yang menyebabkan dinamika penawaran dan permintaan

Produksi bawang merah dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, Impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang merah rumahtangga dan impor bawang merah tahun sebelumnya. Harga riil bawang merah dipengaruhi oleh harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah. Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah berdampak pada peningkatan harga impor, penurunan impor bawang merah, Penerapan tarif impor sebesar sembilan persen telah mampu melindungi petani bawang merah dari adanya penurunan harga dunia. Secara nasional penerapan kebijakan tarif berdampak pada peningkatan kesejahteraan bersih. Kebijakan penghapusan tarif impor bawang merah dapat menurunkan harga

impor, meningkatkan impor, meningkatkan

penawaran dan permintaan, serta menurunkan harga

(38)

Tabel 5. Lanjutan

No. Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

7.Kombinasi penerapan tarif

impor bawang merah

sebesar 9 persen dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen.

8.Kombinasi penghapusan

tarif impor bawang merah dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen.

bawang merah domestik. Kebijakan tersebut menyebabkan penurunan kesejahteraan produsen

bawang merah, berkurangnya penerimaan

pemerintah, dan peningkatan kesejahteraan

konsumen. Secara nasional penghapusan tarif impor

bawang merah berdampak pada penurunan

kesejahteraan bersih.

(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Komponen utama perdagangan gula di Indonesia mencakup kegiatan

produksi, konsumsi, dan impor. Berikut dipaparkan teori dari fungsi produksi dan

penawaran, fungsi permintaan, harga, teori perdagangan internasional, permintaan

impor, surplus produsen dan surplus konsumen, serta dampak tarif terhadap

kesejahteraan.

3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran

Produksi adalah proses mengubah input menjadi output sehingga

menciptakan nilai tambah untuk suatu barang atau komoditas. Fungsi produksi

berkaitan dengan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi

dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, et al., 1987). Fungsi produksi mengasumsikan bahwa produsen bertindak rasional yaitu selalu memaksimumkan

keuntungan. Fungsi produksi gula dapat dirumuskan sebagai berikut :

QGTT = f (LATT, TKGT, ILGT) ... (3.1)

Dimana :

QGTT = Produksi gula (Ton)

LATT = Luas areal tebu (Ha)

TKGT = Tenaga kerja (HOK)

ILGT = Input produksi lainnya (Unit)

Sehingga persamaan biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut :

C = C0 + Pl*LATT + Pt*TKGT + Pi*ILGT ... (3.2)

Dimana C adalah biaya total, C0 adalah biaya tetap, sedangkan Pl, Pt, Pi adalah

harga lahan, upah tenaga kerja, dan harga input lain.

Keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya

produksi. Jika PKGR adalah harga gula maka fungsi keuntungan produsen gula

dapat dirumuskan sebagai berikut :

π = PKGR*QGTT – C

π = PKGR * f (LATT, TKGT, ILGT) – (C0 + Pl * LATT + Pt * TKGT +

(40)

Fungsi keuntungan maksimum akan tercapai apabila turunan pertama dari fungsi

tersebut sama dengan nol, maka diperoleh :

δπ/ δLATT = PKGR*MPLATT– Pl = 0 maka PKGR*MPLATT = Pl ... (3.4)

δπ/ δTKGT = PKGR*MPTKGT– Pt = 0 maka PKGR*MPTKGT = Pt .. (3.5)

δπ/ δILGT = PKGR*MPILGT– Pi = 0 maka PKGR*MPILGT = Pi ... (3.6)

Berdasarkan syarat orde pertama, keuntungan produsen akan maksimum

jika pada suatu tingkat produksi tertentu diperoleh nilai produk marjinal

masing-masing input sama dengan harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh input

tersebut. Selanjutnya fungsi (3.4), (3.5), dan (3.6) dapat dinyatakan dalam bentuk

sebagai berikut :

VMPLATT = Pl ... (3.7)

VMPTKGT = Pt ... (3.8)

VMPILGT = Pi ... (3.9)

Berdasarkan fungsi (3.7), (3.8), dan (3.9) dapat diperoleh fungsi

permintaan masing-masing inputnya, yaitu LATTd, TKGTd, ILGTd adalah

permintaan terhadap lahan, tenaga kerja, dan input lain.

LATTd = f (PKGR, Pl, Pt, Pi) ... (3.10)

TKGTd = f (PKGR, Pl, Pt, Pi) ... (3.11)

ILGTd = f (PKGR, Pl, Pt, Pi) ... (3.12)

Substitusi fungsi permintaan input (3.10), (3.11), dan (3.12) ke dalam fungsi

produksi (3.1) maka didapatkan fungsi penawaran gula sebagai berikut :

QSGT = f (PKGR, Pl, Pt, Pi) ... (3.13)

Persamaan (3.13) menunjukkan bahwa penawaran gula merupakan fungsi

dari harga gula (PKGR) dan harga input seperti lahan, tenaga kerja, dan input

lainnya. Harga lahan tidak tersedia dalam kurun waktu penelitian sehingga harga

lahan tidak diperhitungkan.

3.1.2. Fungsi Permintaan

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu

harga dan waktu tertentu. Permintaan berkaitan dengan keinginan konsumen akan

suatu barang dan jasa yang ingin dipenuhi. Fungsi permintaan menyatakan bahwa

kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi

(41)

dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala tingkat

pendapatan tertentu. Fungsi utilitas konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut :

U = u (Q, R) ... (3.14)

Dimana :

U = Total utilitas mengkonsumsi gula

Q = Jumlah konsumsi gula (Ton)

R = Jumlah konsumsi komoditas lain (substitusi/komplementer) (Unit)

Konsumen yang rasional akan selalu memaksimumkan kepuasannya

terhadap konsumi suatu komoditas pada tingkat harga yang berlaku dan pada

tingkat pendapatan tertentu. Tingkat pendapatan merupakan kendala dalam

memaksimumkan fungsi utilitas yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

Y = PKGR * Q + PR * R ... (3.15)

Dimana :

Y = Tingkat pendapatan konsumen (Rp)

PKGR = Harga gula per unit (Rp/Kg)

PR = Harga komoditas lain per unit (Rp/Unit)

Dari persamaan (3.14) dan (3.15) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan

dimaksimumkan dengan kendala pendapatan sebagai berikut :

Z = U (Q, R) + λ (Y – PKGR*Q – PR*R) ... (3.16)

Dimana λ adalah lagrangian multiplier. Guna memaksimumkan fungsi Z, maka turunan dari fungsi tersebut sama dengan nol, maka diperoleh :

δz/ δQ = δU/ δQ –λ PKGR = 0 atau MUQ= λ PKGR ... (3.17)

δz/ δR = δU/ δR –λ PR = 0 atau MUR= λ PR ... (3.18)

δz/ δλ = Y – PKGR*Q – PR*R = 0 ... (3.19) dengan menyelesaikan persamaan (3.17) dan (3.18) maka diperoleh nilai :

λ = MUQ/PKGR = MUR/PR atau MUQ/MUR = PKGR/PR ... (3.20)

dimana MUQ dan MUR masing-masing adalah utilitas marjinal komoditas Q dan

R.

Persamaan (3.17), (3.18), dan (3.19) menunjukkan bahwa PKGR, PR, dan

Y merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi permintaan gula sehingga

fungsi permintaan gula dapat dirumuskan sebagai berikut :

(42)

Gula merupakan salah satu komoditas yang berfungsi sebagai bahan utama

yang tidak dapat digantikan sehingga gula tidak memiliki komoditas substitusi.

Oleh karena itu, harga komoditas substitusi tidak termasuk sebagai salah satu

faktor yang menentukan jumlah permintaan gula. Menurut Lipsey, et al. (1987) selain dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut dan pendapatan, permintaan

suatu komoditas dipengaruhi oleh selera, distribusi pendapatan di antara

rumahtangga, dan besarnya populasi.

3.1.3. Harga

Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk

memperoleh satu unit komoditas. Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa harga

suatu barang atau jasa yang pasarnya kompetitif ditentukan oleh permintaan dan

penawaran pasar. Penawaran berhubungan dengan produsen sedangkan

permintaan berhubungan dengan konsumen. Harga yang terbentuk dan telah

disepakati oleh produsen dan konsumen merupakan harga pasar. Pada tingkat

harga tersebut jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang

diminta. Harga pasar disebut juga harga keseimbangan (ekuilibrium).

Harga pasar memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai (Nicholson, 2002) :

1. Pemberi sinyal/informasi bagi produsen mengenai berapa banyak barang yang

seharusnya diproduksi untuk mencapai laba maksimum.

2. Penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan

maksimum.

Kenaikan dalam permintaan menyebabkan keseimbangan harga meningkat

sehingga permintaan mempengaruhi harga secara positif. Penawaran

mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika terjadi peningkatan penawaran

maka harga akan cenderung turun. Penurunan harga ini disebabkan oleh kuantitas

barang yang ditawarkan produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang

diinginkan oleh konsumen (Fitriana, 2012).

Pembentukan harga pada komoditas pangan/pertanian lebih dipengaruhi

oleh penawaran karena permintaan cenderung stabil mengikuti perkembangan

tren. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran komoditas pangan/pertanian

adalah faktor produksi/panen dan perilaku penyimpanan (Tomek, 2000). Variasi

(43)

sementara teknologi penyimpanan untuk produk yang mudah busuk akan

mengurangi tekanan fluktuasi harga dari komoditas tersebut.

3.1.4. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas kesepakatan bersama.

Penduduk yang dimaksud dapat perorangan (individu dengan individu), antara

individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu negara dengan

pemerintah negara lain. Perdagangan internasioal merupakan salah satu faktor

untuk meningkatkan PDB. Perdagangan internasional akan mendorong

industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan

multinasional. Perdagangan internasional memungkinkan suatu negara

mengkonsumsi lebih banyak barang dibandingkan yang tersedia menurut garis

perbatasan kemungkinan produksi pada keadaan swasembada tanpa perdagangan

luar negeri (Lindert dan Kindleberger, 1993).

Menurut Lipsey, et al. (1987) perdagangan internasional memberikan dua sumber manfaat bagi negara-negara yang melakukan perdagangan. Sumber

manfaat tersebut adalah :

1. Perbedaan dalam hal iklim dan kekayaan alam yang dimiliki masing-masing

negara di dunia mengakibatkan adanya keunggulan dalam memproduksi

barang-barang tertentu dan kelemahan dalam memproduksi barang yang lain.

2. Penurunan biaya produksi di masing-masing negara yang disebabkan oleh

meningkatnya skala produksi karena adanya spesialisasi.

Perdagangan internasional memungkinkan setiap negara melakukan

spesifikasi produksi dan barang-barang tertentu sehingga mencapai tingkat

efisiensi yang tinggi dengan skala produksi yang besar. Adanya perbedaan

sumberdaya yang dimiliki oleh setiap negara menyebabkan negara tersebut

berusaha menghasilkan produk dengan biaya yang relatif rendah. Perbedaan

sumberdaya inilah yang menyebabkan perbedaan harga dan menentukan

(44)

Negara A

(Eksportir) Pasar Dunia

Negara B (Importir) Sumber : Tweeten, 1992

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

Gambar 1 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya perdagangan

internasional, harga di negara A (eksportir) sebesar PA sedangkan harga di negara

B (importir) sebesar PB. Penawaran di pasar dunia akan terjadi jika harga dunia

lebih besar dari PA sedangkan permintaan di pasar dunia akan terjadi jika harga

dunia lebih rendah dari PB. Ketika harga dunia berada di Pw, maka negara

eksportir terjadi kelebihan penawaran (excess supply) dan di negara importir terjadi kelebihan permintaan (excess demand). Hal ini menyebabkan negara B melakukan impor dari negara A yang harganya relatif lebih murah. Negara A akan

mengekspor gula sebesar x dan negara B akan mengimpor gula sebesar m.

Komunikasi yang terjadi antara negara A dan negara B menyebabkan terjadinya

perdagangan dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.

Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara eksportir dan kelebihan

permintaan di negara importir akan menentukan harga yang terjadi di pasar dunia,

yaitu sebesar Pw. Perdagangan menyebabkan besarnya komoditas yang

diperdagangkan di pasar dunia sama dengan besarnya komoditas yang ditawarkan

negara eksportir dan komoditas yang diminta negara importir.

3.1.5. Permintaan Impor

Impor merupakan aktifitas perdagangan dimana suatu negara membeli

barang dari luar negeri. Permintaan impor terjadi karena beberapa faktor antara

Gambar

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional
Gambar 2. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar
Gambar 3. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor
Tabel 6. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional karyawan bagian produksi PT Sari Warna Asli Garment Surakarta.. Hal

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6 DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN.. MULTIKOMPONEN DAN

Peningkatan kualitas pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat pada prinsipnya dapat dilakukan melalui penambahan Sumber Daya Manusia

Dari hasil buku dan beberapa skripsi di atas, dapat diketahui yang menjadi perbandingan dengan penelitian saya adalah perkembangan fisik Kota dari tahun 1993-2018,

Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Aset,

Dari hasil uji F atau hasil uji simultan, diperoleh nilai F hitung sebesar 269.631 dan F tabelnya dengan tingkat signifikansi sebesar 5% adalah 2.39, maka dapat

kunjungan rumah dilakukan, tim mendapatkan tinggi badan Sangguno kurang dari -3 SD Standar WHO NCHS. Bagaimana Saudara menjelaskan apa yang terjadi pada Sangguno

The relationship between cytokine levels in nasal fluid and change of nasal polyp size: TNF-α levels in nasal secretions of nonallergic patients and IL-1β and IL-12 levels in