• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tepung Ikan Lokal dalam Pakan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Baung, Hemibagrus nemurus Blkr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Tepung Ikan Lokal dalam Pakan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Baung, Hemibagrus nemurus Blkr"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK

TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS

TELUR IKAN BAUNG (

Hemibagrus nemurus

Blkr.)

Ediwarman

SEKOLAH PASACASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Tepung Ikan Lokal

dalam Pakan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan

Baung, Hemibagrus nemurus Blkr. adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar

Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

Ediwarman

(3)

ABSTRAK

EDIWARMAN. Pengaruh Tepung Ikan Lokal dalam Pakan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Baung, Hemibagrus nemurus Blkr.

Dibimbing oleh ING MOKOGINTA, DEDI JUSADI dan YAN MOREAU.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas lemak dari tepung ikan lokal dalam pakan induk ikan b aung terhadap perkembangan gonad dan kualitas telur. Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas tepung ikan lokal sebagai bahan baku utama dalam formulasi pakan induk untuk pematangan gonad, dan peningkatan kualitas telur ikan baung.

Metode percobaan adalah menggunakan 4 macam pakan dengan isoprotein, isolipid dan isoenergi yaitu : pakan 1 mengandung tepung ikan lokal (Produksi Jambi); pakan 2 mengandung tepung ikan lokal bebas minyak dan lemak dari hasil ekstrak tepung ikan lokal; pakan 3 mengandung tepung ikan lokal bebas minyak dan lemak dari minyak ikan (cod liver oil); dan pakan 4 mengandu ng tepung ikan impor (Corpesca). Minyak dalam tepung ikan diekstrak menggunakan aceton dengan perbandingan 2 : 1 (2 liter aceton untuk 1 kg tepung ikan). Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 17 ulangan. Induk ikan baung betina yang digunakan berumur sekitar 2,5 tahun dengan bobot antara 250-450 gram, dipelihara di dalam bak beton 17 individu masing-masing perlakuan selama 6 bulan pengamatan. Ikan jantan dipelihara dalam bak terpisah dengan pemberian pakan komersial. Bobot ikan, tingkat kematangan telur (diameter dan posisi inti telur) dievaluasi setiap dua minggu, sedangkan jumlah telur yang dihasilkan, derajat pembuahan dan penetasan telur dievaluasi setiap pemijahan .

(4)

Hak cipta milik Ediwarman, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(5)

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK

TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS

TELUR IKAN BAUNG (

Hemibagrus nemurus

Blkr.)

Ediwarman

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Pengaruh Tepung Ikan Lokal dalam Pakan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Baung , Hemibagrus nemurus Blkr.

(Utilization of local fish meal in diet for green catfish, Hemibagrus nemurus Blkr : effect on gonads maturation and eggs quality) Nama : Ediwarman

NIM : C150 030 091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ing Mokoginta, MS. Ketua

Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc. Anggota

Dr. Yann Moreau, PhD. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perairan (AIR)

Dr. Ir. Chairul Muluk, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi sejak

bulan April 2005 hingga Desember 200 5 ini adalah “Pengaruh tepung ikan lokal

dalam pakan induk terhadap pematangan gonad dan kualitas telur ikan Baung,

Hemibagrus nemurus Blkr.”

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas

tepung ikan sebagai bahan baku pembuatan pakan. Diharapkan dari penelitian

ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan pembenihan ikan baung dalam

rangka pengembangan budidaya dan pele starian plasma nutfah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ing Mokoginta; Bapak Dr.

Dedi Jusadi dan Bapak Dr. Yann Moreau, selaku pembimbing yang telah

memberikan saran, arahan dan dorongan semangat selama penelitian dan

penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Bapak Dr. Odang Carman selaku penguji luar komisi yang telah

memberikan saran perbaikan penulisan karya ilmiah ini. Kepala Balai

Budidaya Air Tawar Jambi, Bapak Ir. Supriyadi, M.Si atas bantuan fasilitas serta

seluruh litkayasa dan perekayasa Balai Budidaya Air Tawar Jambi yang telah

membantu dalam pengumpulan data. Penghargaan juga penulis sampaikan

kepada Bapak Dr. Laurent Pouyaud (Fish -Diva Program Coordinator IRD) serta

Bapak Dr. Marc Legendre dan Jacques Slembrouck (Team Reproduksi

IRD-Depok) yang telah membantu selama pelaksanaan dan analisis data percobaan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Syamsinar dan

Ibunda Nurdjani serta istriku Syafnidar dan anak-anakku Arief Rahmadnoviandi

Ediwarman, Rizki Syafwan Asykari, Aulia Rahman Pangestu dan Adillah Husnah

Wardani atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Juni 2006

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surantih -Painan, Kab. Pesisir Selatan, Sumatra Barat

tan ggal 26 April 1963 dari pasangan Ayahanda Abd. Halim, J. Dt. Rajo Bandoro

(Alm), dan Ibunda Syamsinar. Penulis merupakan anak ke lima dari tujuh

bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Negeri Painan tahun 1984, kemudian melanjutkan

studi di Institut Pertanian Bogor melalui program PMDK. Gelar sarjana (S-1)

diperoleh dari Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan IPB pada tahun

1990. Pada tahun 1992 penulis bekerja pada Dinas Perikanan dan Kelautan

Propinsi Jambi sebagai teknisi ”Dempon” tambak udang di Tan jung Labu Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat. Pada tahun 1995 pindah bekerja di Loka

Budidaya Air Tawar Jambi dan diangkat sebagai CPNS pada tahun 1996, dan

tahun 1998 diangkat sebagai kepala sub seksi sarana teknik (Eselon V). Pada

tahun 2000, penulis diangkat sebagai pemimpin proyek pembangunan dan

pengembangan Loka Budidaya Air Tawar Jambi, sampai tahun 2002. Kemudian

pada tahun 2002 Loka Budidaya Air Tawar Jambi berubah status menjadi Balai

Budidaya Air Tawar Jambi (Eselon III) dan penulis diangkat sebagai kepala seksi

pelayanan teknik (Eselon IV). Disamping sebagai kepala seksi pelayanan

teknik, penulis juga diangkat sebagai pejabat fungsional dengan jabatan pertama

sebagai Asisten Perekayasa Madia , sampai sekarang.

Pada tahun 2003 , penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, dan memilih

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR GAMBAR……….. x

DAFTAR LAMPIRAN….……….. xi

PENDAHULUAN………... 1

Latar Belakang……….... 1

Perumusan Masalah………... 2

Tujuan dan Manfaat ………..……….... 3

Perumusan Hipotesis………. 3

TINJAUAN PUSTAKA………. 4

Perkembangan Gonad…...…...………... 4

Peranan Kualitas Pakan dalam Pematangan Gonad……… 5

Faktor dan Proses Pendukung Perkembangan Kematangan Gonad dan Kualitas Telur…….………... 12

MATERI DAN METODA PERCOBAAN….………... 14

Tempat dan Waktu Penelitian... 14

Pakan Uji... 14

Pemeliharaan Ikan... 17

Pengumpulan Data... 20

Analisa Kimia ... 22

Analisa Data... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Hasil... 24

Pembahasan... 28

SIMPULAN DAN SARAN ... 33

Simpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA………. 34

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Kebutuhan asam lemak esensial pada benih dan ikan dewasa

(Sargent et al. 2002) ... 8 2 Data kualitas air dari beberapa lokasi pemeliharaan untuk pematangan

ganad induk ikan baung, Hemibagrus nemurus Blkr. ... 13

3 Komposisi dan analis proksimat pakan uji untuk induk ikan baung,

Hemibagrus nemurus (g.kg-1 bobot kering)... .. 15

4 Komposisi asam lemak pakan uji untuk induk ikan baung, Hemibagrus

nemurus... ...... 16 5 Bilangan asam dan bilangan peroksida pakan uji untuk induk ikan baung,

Hemibagrus nemurus... 16

6 Waktu matang, tingkat kematangan dan prosentase jumlah induk ikan baung, Hemibagrus nemurus matang gonad selama penelitian... 25 7 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan pertama... 25

8 Diameter, fe kunditas derajat pembuahan dan penetasan telur induk

baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan kedua... 26 9 Prosentase larva normal ikan baung, Hemibagrus nemurus pada

pemijahan pertama dan kedua... 27

10 Kadar lipid telur ikan baung Hemibagrus nemurus yang berhasil

dipijahkan... 27

11 Komposisi asam lemak telur ikan baung, Hemibagrus nemurus pada

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Bagan potongan ovum yang berkembang (Havey dan Hoar 1979)... 6

2 Bobot rata-rata induk ikan baung, Hemibagrus nemurus selama 185

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1 Metoda ekstraksi lemak dari tepung ikan... 40

2 Prosedur pembuatan pakan uji... 40

3 Analisa proksimat bahan pakan... 41

4 Komposisi asam lemak, bilangan asam d an bilangan peroksida bahan utama pakan induk ikan baung, Hemibagrus nemurus... 42 5 Prosentase induk ikan baung, Hemibagrus nemurus matang gonad

setelah 16 minggu pemelihaan dan pada pengamatan berikutnya... 43

6 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk

ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan pertama... 44 7 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk

baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan kedua... 46

8 Gonadosomatik indeks (GSI), bobot telur, dan jumlah telur 1 gram

ikan baung yang berhasil dipijahkan... 48

9 Prosentase larva normal ikan baung, Hemibagrus nemurus pada

pemijahan pertama dan kedua... 49

10 Kadar lipid telur ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan

pertama dan kedua ... 50

11 Komposisi asa m lemak telur ikan baung, Hemibagrus nemurus pada

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr. revisi dari Mystus nemurus CV. Mo 1991, dalam Kottelat dan Whitten 1996) merupakan ikan perairan umum

yang mempunyai nilai ekonomis penting, yang banyak dijumpai di perairan

Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Robert 1989). Ikan ini merupakan salah satu

spesies lokal yang telah dibudidayakan sejak tahun 1980, baik di kolam maupun

di sangkar bambu (keramba) dengan menggunakan benih dari hasil tangkapan di

alam (Suryanti dan Priyadi 2002).

Usaha pembenihan ikan baung secara terkontrol dengan metoda kawin

suntik telah dilakukan oleh panti-panti benih swasta maupun pemerintah, namun

hasilnya belum memuaskan karena sulitnya mendapatkan induk matang gonad

serta rendahnya daya tetas telur yaitu sebesar 34,5% (Muflikhah 1993) dan 39%

(Sukendi 2005). Rendahnya daya tetas telur tersebut sangat terkait pada

kualitas pakan yang digunakan (Watanabe et al. 1984a,b; dan Mokoginta et al. 2000). Saat ini pakan buatan telah digunakan untuk budidaya ikan baik untuk

benih, pembesaran maupun untuk induk ikan laut seperti kerapu, tetapi belum

ada untuk induk ikan air tawar seperti ikan baung.

Dalam rangka pengembangan budidaya ikan air tawar di wilayah

Sumatera, Balai Budidaya Air Tawar Jambi bertanggung jawab memperbaiki

kualitas pakan terutama pakan induk sehingga dapat menghasilkan benih yang

berkualitas secara kontinu sesuai dengan permintaan petani.

Tepung ikan merupakan komponen utama dalam formulasi pakan buatan

sebagai sumber protein. Saat ini sebagian besar tepung ikan diimpor dari luar

negeri seperti Chili dan usaha untuk memproduksi tepung ikan lokal sudah mulai

dilakukan. Kualitas tepung ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di

antaranya jenis ikan (bahan baku) yang digunakan, akibat penanganan setelah

penangkapan sampai proses pengolahan dan lama penyimpanan. Kendala yang

dihadapi saat ini adalah adanya tepung ikan lokal yang belum teruji kualitasnya,

dan kandungan asam lemak esensial n-3 sebesar 18,7% dari total asam lemak

lebih rendah dari tepung ikan impor 35,2% dari total asam lemak. Disamping

kandungan n-3 yang rendah, asam lemak ini juga mudah teroksidasi (Ingold

(14)

teroksidasi akan bersifat racun (Zonneveld et al. 1991) atau menimbulkan penyakit “Sekoke” yaitu suatu penyakit kekurangan gizi pada ikan mas akibat pemberian pakan lemak teroksidasi (Hashimoto et al. 1966, dalam Hung et al.

1983). Lemak yang teroksidasi ini kemungkinan dapat mempengaruhi

pematangan gonad dan kualitas telur dari induk ikan.

Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk mengkaji kualitas tepung

ikan, dalam hal ini lemak dalam tepung ikan dan bagaimana pengaruhnya

terhadap perkembangan gonad dan peningkatan kualitas telur ikan baung.

Perumusan Masalah

Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembenihan ikan baung adalah

lambatnya induk matang gonad dalam wadah budidaya serta rendahnya kualitas

telur yang ditandai dengan rendahnya derajat penetasan telur yang dihasilkan

(Muflikhah 1993). Kualitas telur yang rendah tersebut kemungkinan terjadi

karena tidak tercukupinya asam lemak esensial untuk menunjang perkembangan

embrio larva ikan. Sumber penyebab dari tidak tercukupinya asam lemak

esensial tersebut disebabkan karena jumlah asam lemak esensial dalam pakan

buatan tidak memadai akibat penggunaan tepung ikan yang lemaknya telah

teroksidasi atau terjadinya oksidasi lemak dalam pakan selama pengolahan atau

penyimpanan. Asam lemak ini berperan dalam proses vitelogenesis dan

akumulasi kuning telur pada sel telur. Jika asam lemak yang diangkut ke hati

kurang, maka proses vitelogenesis akan terganggu dan akumulasi asam lemak di

dalam kuning telur akan rendah sebagai indikasi rendahnya kualitas telur.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka pada masa pertumbuhan

reproduktif ikan baung perlu diberikan pakan buatan yang mengandung energi

cukup memadai bagi kebutuhan metabolisme disertai dengan rasio energi protein

yang tepat agar pertumbuhan somatik berkelanjutan ke pertumbuhan reproduktif.

Selain kandungan energi serta rasio protein yang tepat pakan buatan perlu

mengandung asam lemak esensial yang cukup. Asam lemak esensial ini tidak

dapat disintesa sendiri oleh tubuh ikan sehingga sangat diperlukan ketersediaan

yang cukup dalam tepung ikan atau perlu ditambahkan ke dalam pakan buatan,

sebagai bahan essensial pembentukan fosfolipid yang diperlukan bagi

(15)

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas tepung ikan lokal dalam

pakan induk ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr.) terhadap perkembangan gonad dan kualitas telur.

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai

kualitas tepung ikan lokal sebagai bahan baku utama dalam formulasi pakan

induk untuk pematangan gonad, dan peningkatan kualitas telur ikan baung.

Perumusan Hipotesis

Apabila kandungan energi, protein dan asam lemak esensial dalam pakan

buatan yang dikonsumsi induk ikan memadai dan menunjang pertumbuhan

somatik dan reproduktif (gonad), maka dengan kandungan asam lemak esensial

yang cukup seiring dengan meningkatnya penyerap an vitelogenin pada oosit

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Gonad

Gonad adalah organ di dalam tubuh yang dapat menghasilkan gamet,

yaitu sel yang mempunyai satu set kromosom haploid untuk reproduksi, terdapat

pada semua seksualitas ikan mulai dari gonokhoris, hermaprodit sa mpai

ginogenesis (Effendie 2002). Sedangkan pematangan gonad adalah tahapan

tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah pemijahan.

Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar dibagi atas 2 tahap

perkembangan utama, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat

dewasa kelamin dan tahap pematangan produk seksual. Tahap pertumbuhan

berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan

tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan

terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan b erjalan

normal (Harvey dan Hoar 1979). Pada ikan betina, selama perkembangan

gonad, oosit dikelilingi oleh lapisan sel-sel folikel yang membentuk dua lapisan

yaitu lapisan granulosa di sebelah dalam yang menempel dengan oosit dan

lapisan teka di sebelah luarnya seperti terlihar pada Gambar 1. Sel fo likel pada

pinggiran oosit berperan penting dalam penyerapan material lipoprotein yang

berasal dari hati ke dalam oosit. Pematangan oosit dicirikan dengan pergerakan

awal dari germinal vesicle ke bagian pinggir dan diakhiri dengan tahap

pembelahan meosis pertama.

(17)

Induk baung dikatakan matang telur apabila diameter ovocyt telah

mencapai ukuran ledih dari 1,00 mm (Sukendi 2001; Nurmahdi 2005), atau inti

tidak berada di tengah 70-75% (100 % matang) dan dengan tingkat kematangan

lebih dari 35% atau setara dengan 50% diameter telur rata-rata di atas satu

milimeter telah siap disuntik hormon dan diovulasikan (Supriyadi 2005).

Di samping pengetahuan tentang pematangan gonad, fekunditas juga

diperlukan karena merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk

menentukan kuantitas telur yang dihasilkan, dan fekunditas juga dapat

dipengaruhi oleh kekurangan gizi pakan induk (Izquierdo et al. 2001). Menurut Izquierdo et al. (2001), fekunditas adalah total jumlah telur yang dihasilkan oleh masing-masing ikan yang dinyatakan dalam jumlah telur per pemijahan atau

jumlah telur per bobot badan ikan . Ikan baung yang berasal dari sungai

Batanghari, Jambi memiliki nilai fekunditas antara 4.876 – 79.594 butir (Samuel

dan Adjie 1994), sedangkan ikan baung yang berasal dari Sungai Kampar Riau

berkisar antara 57.981 – 95.291 bu tir per kg bobot tubuh (Sukendi 2001).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pematangan gonad yaitu : faktor

lingkungan seperti suhu, periode cahaya, musim dan makanan; faktor hormonal

yaitu ketersediaan hormon gonadotropin (GtH) (Scott 1979 , dalam Tang dan Affandi 2000).

Untuk mempercepat perkembangan gonad induk dapat dilakukan atau

dipacu dengan beberapa cara antara lain : dengan memanipulasi faktor

lingkungan yaitu suhu, periode cahaya, dan penggunaan hormon serta dengan

perbaikan kualitas pakan (Watanabe et al. 1984a,b; Alava et al. 1993; Tang dan Affandi 2000).

Peranan Kualitas Pakan dalam Pematangan Gonad

Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad

khususnya ovarium, karena proses vitelogenesis pada dasarnya merupakan

proses akumulasi nutrient dalam kuning telur. Pada dasarnya kualitas telur

sangat ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Defisiensi nutrient

terutama asam amino, vitamin dan mineral dapat menyebabkan perkembangan

telur terhambat dan ahkirnya terjadi kegagalan ovulasi dan pemijahan.

Perkembangan gonad terjadi apabila terdapat kelebihan energi untuk

pemeliharaan tubuh, sedangkan kekurangan gizi dapat menyebabkan telur

(18)

Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pematangan gonad,

kualitas pakan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kualitas telur yang

dihasilkan (Watanabe et al. 1984a; Mokoginta et al. 1995). Telah diketahui, beberapa nutrient yang memiliki peran penting pada kualitas dan kuantitas telur

serta sperma yang dihasilkan adalah asam lemak essensial, vitamin A, C, E dan

mineral Mn serta Zn (Alava et al. 1993).

Setiap spesies ikan membutuhkan zat gizi yang baik, yang terdiri dari

protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta energi untuk aktivitas

hidupnya. Ketersediaan energi dalam pakan sangat penting untuk diperhatikan,

karena kebutuhan setiap spesies ikan akan energi berbeda dan dipengaruhi

oleh umur dan ukuran ikan. Menurut NRC (1993), energi sangat diperlukan oleh

ikan untuk proses metabolisme, perawatan tubuh, aktivitas fisik, pertumbuhan

dan reproduksi. Energi yang dibutuhkan untuk kegitan -kegiatan tersebut berasal

dari pakan yang dikonsumsi. Besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan

dipengaruhi oleh ketersediaan energi didalam pakan, kondisi fisik ikan, dan

kondisi perairan (suhu dan oksigen terlarut). Disamping itu, keseimbangan energi

protein dan asam lemak sangat berpengaruh terhadap tingkat perkembangan

gonad dan kualitas telur yang dihasilkan.

Menurut Khan et al. (1993), pertumbuhan maksimum ikan baung (Mystus nemurus) yang berukuran 25,4 g dicapai dengan pemberian pakan protein 42 % dan protein energi ratio 27,2 mg protein kJ- 1 (113,82 mg protein /kcal) DP/E

(digestible protein energy ratio). Reis, Reutebuch dan Lovell (1989) menyatakan, bahwa kebutuhan ikan channel catfish (Ichtalurus punctatus) yang berukuran 63,8 g terhadap protein adalah 35% dan energi 28,7 g protein kJ- 1 (120 g

protein/kcal) DE (digestible energy). Ng et al. (2001) melaporkan bahwa protein pakan sebesar 440 g.kg-1 dengan rasio energi dan protein sebesar 20 mg protein

kJ- 1 gross energy memberikan pertumbuhan maksimum pada benih ikan baung

(M. nemurus). Selanjutnya Kurnia (2002) melaporkan bahwa untuk menghasilkan efisiensi pakan dan pertumbuhan terbaik benih ikan baung (bobot awal 5,3 ± 1,3

gr) dapat menggunakan pakan dengan kadar protein 29,1% dan rasio protein

11,5 mg.kJ-1 dengan total energi 798,5 kJ DE/g (3341,11 kkal DE/kg) atau kadar

protein ditingkatkan sebesar 37,4% namun rasio energi protein diturunkan

menjadi 8,9 mg.kJ-1 dengan total energi 795,2 kJ DE/g (3327,11 kkal DE/kg).

Protein merupakan komponen essensial yang dibutuhkan untuk

(19)

jumlah dan komposisi kuning telur menentukan besar kecilnya ukuran telur, dan

ukuran telur merupakan indikator kualitas telur (Kamler 1992). Sedangkan

komposisi kimia kuning telur bergantung kepada status nutrien yang diberikan

dan kondisi induk itu sendiri.

Menurut Watanabe et al. (1984b) kadar protein pakan untuk reproduksi ikan rainbow trout 36% dan lipid 18%. Watanabe et al. (1985 ) menyatakan bahwa kadar protein pakan 43,1%, induk red sea bream sudah dapat

menghasilkan kualitas telur yang baik yang diindikasikan dengan banyaknya telur

yang mengapung. Selanjutnya, Suhenda et al. (2002) menyatakan bahwa induk ikan baung dapat matang gonad pada umur 16 bulan dengan pemberian pakan

berkadar protein 30 % sebanyak 3 % bobot badan per hari.

Lipid sangat penting sebagai sumber energi dan asam lemak esensial

untuk pertumbuhan dan pe rkembangan normal, serta memegang peranan

penting dalam proses reproduktif terutama fase awal perkembangan larva ikan

(Wilson 1995). Menurut Izquerdo et al. (2001), lipid dan komposisi asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan

reproduksi. Pada beberapa spesies ikan HUFA (highly unsaturated fatty acids) dapat meningkatkan fekunditas, pembuahan dan kualitas telur. Disamping itu,

peranan asam lemak esensial adalah sebagai penyusun struktur dan komponen

membran sel, polar lipid biomembran serta precursor prostaglandin (Bell et al.

1986) yang disintesa dari asam lemak esensial golongan arachidonat pada

hewan terestrial dapat meningkatkan kehamilan (Muchtadi et al. 1993).

Pada ikan, asam lemak tidak jenuh seperti linolea t (18:2n -6) dan linolenat

(18:3n-3) merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan reproduksi

dan kelangsungan hidup larva . Kekurangan dan kelebihan asam lemak esensial

berpengaruh negatif terhadap pencapaian reproduktif ikan (Izquerdo et al. 2001). Pakan induk yang kekurangan asam lemak essensial menghasilkan laju

pematangan gonad yang rendah (Watanabe et al. 1984a). Demikian juga Li et al.

(2005) menyatakan bahwa kelebihan dan kekurangan n-3 HUFA dalam pakan

dapat menimbulkan efek negatif terhadap kualitas telur dan larva.

Dari berbagai penelitian telah diketahui bahwa ada tiga kelompok ikan jika

ditinjau dari kebutuhan asam lemak esensial dalam pakanya. Kelompok pertama

adalah ikan yang lebih memerlukan asam lemak linoleat (n-6), kelompok kedua

lebih memerlukan asam lemak linolenat (n-3), sedangkan kelompok ketiga

(20)

Tabel 1 Kebutuhan asam lemak esensial pada benih dan ikan dewasa (Sargent

et al., 2002).

Spesies ikan Asam lemak

esensial % bobot kering

Ikan Air Tawar

Rainbow trout (Oncorhyncus mykiss)

Chum salmon (Oncorhyncus keta) Coho salmon (Oncorhyncus kisutch) Cherry salmon (Oncorhyncus masou) Arctic charr (Salvelinus alpinus) Carp (Cyprinus carpio)

Grass carp (Ctenopharyngodon idella) Tilapia :

Oreoc hromis zilli Oreoc hromis nilotica

Eel (Anguilla japonica)

Ayu (Plecoglossus altivelis) Milkfish (Chanos chanos)

Chanel catfish (Ictalurus punctatus)

Ikan Air Laut

Turbot (Scophthalmus maximus)

Red sea bream (Pagrus major)

Gilthed sea bream (Sparus aurata)

Striped jack (Pseudocaranx dentex) Yellowtail flounder (Pleuronectes ferrugineus)

AA, arachidonic acid; DHA, docosahexsaenic (22:6n- 3); EPA, eicosapentaenic (20:5n-3); HUFA, highly unsaturated fatty acid.

Pada umumnya, ikan air tawar membutuhkan asam lemak n -6 atau kedua

asam lemak n-6 dan n-3, namun untuk setiap spesies ikan membutuhkan kadar

asam lemak esensial yang berbeda (Takeuchi 1996 ). Seperti pada ikan lele,

(21)

lemak linoleat (n-6) 1,85% dan asam lemak linolenat (n-3) 0,56% dalam

pakannya (Mokoginta et al. 1995), dan untuk induk patin memerlukan asam lemak n-3 0,9% dan asam lemak n-6 2,2% pada kadar lemak 12,87 g/100 g

bobot kering pakan (Mokoginta et al. 2000). Sedangkan untuk ikan baung, pemberian asam lemak esensial n-3 dan n-6 sebesar 0,5 % dan 1,0% dalam

pakannya dapat meningkatkan pertumbuhannya (Phromkunthong dan

Midkhadee 2001).

Vitamin merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan ikan dari

makanannya, karena ikan tidak dapat mensintesa sendiri di dalam tubuhnya.

Kebutuhan vitamin oleh ikan bervariasi menurut spesies, ukuran, dan umur ikan

(NRC, 1993).

Vitamin E berfungsi sebagai anti oksidan, terutama untuk melindungi

asam lemak tak jenuh pada fospholipid dalam membrane sel. Vitamin E dan

asam lemak esensial dibutuhkan seca ra bersamaan untuk pematangan gonad

ikan, dan do sis vitamin E dalam pakan akan bergantung pada kandungan asam

lemak esensial yang ada dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan

asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E ini meningkat pula (Cahu et al.

1993). Namun demikian, dalam konsentrasi asam lemak yang berbeda, kisaran

kebutuhan vitamin E untuk induk rainbow trout adalah antara 30 -50 mg/kg pakan

(Cho et al. 1985). Sementara itu untuk ikan salmon, mas, dan channel catfish kebutuhan vitamin E ini masing-masing adalah 100, 300 mg/kg pakan serta 100

IU/kg pakan (Watanabe 1988; Hepher 1990), sedangkan untuk induk ikan patin

(Pangasius hypophthalmus) kadar vitamin E yang paling baik untuk kualitas telur adalah sebesar 190 mg/kg pakan (Yulfiperius 2001 ).

Vitamin C, nama lainnya adalah L-ascorbic acid, bersama -sama dengan

vitamin E secara sinergis berperan sebagai anti oksidan di dalam sel (Halver,

2002). Dalam perkembangan gonad, vitamin C berperan dalam proses

vitelogene sis dan embryogenesis (Masumoto et al. 1991). Dari hasil penelitian Waagbo et al. (1989) menunjukkan bahwa vitelogenin plasma induk ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) yang menerima pakan dengan penambahan vitamin C, lebih tinggi dibandingkan induk yang memperoleh pakan tanpa penambahan

vitamin C. Dengan demikian penambahan vitamin C di dalam pakan penting

untuk proses pembentukan vitelogenin yang dilakukan oleh induk ikan betina,

sehingga akumulasi materi di dalam kuning telur dapat terpenuhi bagi

(22)

Efektivitas Sumber Asam Lemak

Bell et al. (1986) mengemukakan bahwa sumber dari lemak akan menentukan susunan asam lemak essensialnya. Pada tubuh ikan, asam lemak

tersebut merupakan salah satu senyawa fosfolipid membran sel, dimana sifat

fluiditas membran sel pada ikan dipengaruhi oleh komposisi asam lemak

penyusunnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sifat fisik dari membran sel

ditentukan oleh fosfolipid yang ada pada membran, komposisi asam lemak pada

fosfolipid dan interaksinya dengan kolesterol dan protein. Adanya asam lemak

tak jenuh pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran dan

memperbaiki fungsi membran. Pada ikan atau hewan poikilotermik lainnya,

adanya beberapa tingkatan asam lemak tak jenuh pada membran selnya adalah

penting untuk beradaptasi terhadap temperatur lingkungan yang berbeda.

Hepher (1990) mengemukakan bahwa fosfolipid terutama fosfatidilserin dan

fosfatidilgliserol dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel, dan selanjutnya

sifat fluiditas membran sel akan mempengaruhi aktifitas enzim yang terdapat

pada membran seperti (Na+/K+) ATP-ase. Bhagavan (1982) mengemukakan

bahwa fosfolipid disusun oleh gliserol, fosfat, asam lemak essensial dan non

essensial. Asam lemak essensial terutama asam lemak da ri kelompok high ly unsaturated fatty acids (HUFA) dan poly unsaturated fatty acids (PUFA) mempunyai peranan yang penting untuk kegiatan metabolisme, komponen

membran, senyawa awal prostaglandin, tromboksan, prostasiklin dan leukotrin.

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kebutuhan asam lemak

pada hewan air adalah suhu dan salinitas. Ikan-ikan di perairan hangat dan

perairan tawar membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-6

dan n-3 sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan laut yang suhunya

cenderung lebih rendah lebih membutuhkan asa m lemak n-3. Penjelasan dari

perbedaan kebutuhan asam lemak ini karena struktur asam lemak n-3 memiliki

derajat ketidak jenuhan yang lebih tinggi yang dibutuhkan oleh fosfolipid

membran untuk mempertahankan fleksibilitas dan permeabilitas membran sel

pada suhu rendah (Lovell 1989). Lebih lanjut dikemukakan bahwa ikan air tawar

seperti rainbow trout memiliki kemampuan untuk memperpanjang rantai karbon

dan melakukan desaturasi asam lemak n-3 dari asam lemak 18:3n-3 atau asam

lemak n-3 yang lebih panjang, sedangkan ikan laut tidak dapat melakukan

perpanjangan rantai karbon asam lemak sehingga pakannya perlu ditambahkan

(23)

dan DHA (Docosahexaenoic acid, C22:6). Demikian pula udang dan krustasea lainnya tidak dapat memperpanjang asam linolenat menjadi poly unsaturated fatty acid (PUFA) atau tidak dapat mensintesis kolesterol (Teshima et al. 1982,

dalam Cuzon et al. 1994), sehingga pakan untuk krustasea perlu ditambahkan PUFA dan kolesterol yang digunakan untuk pembentukan biomembran dan

pembentukan hormon-hormon steroid (Cuzon et al. 1994).

Pengaruh Asam Lemak Teroksidasi dalam Pakan Terhadap Ikan

Lemak dalam tepung ikan sangat mudah teroksidasi akibat kontak

dengan udara (oksigen). Asam lemak tak jenuh rantai ganda (PUFA) terutama

HUFA sangat mudah teroksidasi selama proses pembuatan tepung ikan, pakan

dan selama penyimpanan (Ingold 1962; Topple 1962; Labuza 1971, dalam Hung

et al. 1983). Lemak yang teroksidasi dapat meracuni beberapa spesies ikan (Hung et al. 1983; Zonneveld et al. 1991) karena menghasilkan senyawa peroksida dan keton yang bersifat toksit. Disamping itu, lemak yang teroksidasi

meyebabkan terjadinya perubahan profil asam lemak yaitu meningkatnya asam

lemak bebas dan menurunnya HUFA.

Sumbangan lemak yang teroksidasi dari tepung ikan ke dalam pakan atau

teroksidasinya lemak dalam pakan selama prosesing dan penyimpanan mungkin

mempunyai pengaruh yang negatif terhadap mutu pakan secara keseluruhan,

terutama kandungan asam lemak esensialnya (EFA). Asam lemak yang telah

mengalami oksidasi ini akan menurunkan nilai nutrisi pakan, serta menghasilkan

bau yang tidak enak (tengik) (Zonneveld et al. 1991). Hashimoto et al. (1966) dalam Hung et al. (1983) menemukan adanya penyakit “Sekoke” suatu penyakit kekurangan gizi pada daging ikan mas akibat pemberian pakan lemak

teroksidasi. Selanjutnya, Murai dan Andrews (1974), dalam Hung et al. (1983) menemukan bahwa pemberian pakan dengan lemak teroksidasi dapat

mengakibatkan rendahnya gizi daging ikan channel catfish jika pakan tidak

ditambahkan ?-tocopherol. Disamping itu, lemak yang teroksidasi mungkin dapat

berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan selama masa reproduksi.

Tingkat Konsumsi Pakan dan Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan sangat bergantung kepada keseimbangan protein dan

energi yang tersedia dalam pakan. Pakan yang mempunyai kadar protein tinggi

(24)

Karena energi pakan terlebih dahulu dipakai untuk kegiatan metabolisme standar

(maintenance). Kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh harus terpenuhi

terlebih dahulu, dan apabila berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk

pertumbuhan (Lovell 198 9).

Oleh karena itu, untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal maka

dalam menyusun ransum ikan perlu diperhatikan keseimbangan antara protein

dan energinya. Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan

ikan menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk keperluan

metabolisme, sehingga bagian protein untuk pertumbuhan menjadi berkurang.

Demikian sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi

jumlah pakan yang akan dikonsumsi oleh ikan. Keadaan ini akan membatasi

jumlah protein yang dimakan ikan, yang mengakibatkan pertumbuhan menjadi

relatif rendah.

Faktor dan Proses Pendukung

Perkembangan Kematangan Gonad dan Kualitas Telur

Kesiapan Pertumbuhan Reproduktif (Vitelogenin)

Pertumhunan reproduktif dimulai setelah ikan mencapai umur dewasa

kelamin , dimana organ reproduksi dan sistim hormone telah sempurna yang

ditandai dengan kesiapan hipotalamus untuk mensekresikan gonadotropin

releasing hormone (GnRH) dan hipofisa untuk mensekresikan hormone-hormon

gonadotropin (GtH). Dengan adanya sinyal lingkungan yang baik vitelogenin

akan berjalan dengan sempurna .

Proses pembentukan vitelogenin dirangsang oleh hormone dan adanya

perangsangan hormone ini dimulai dengan adanya sinyal lingkungan seperti

fotoperiodik, suhu dan lain-lain yang kesemuanya akan merangsang hipotalamus

untuk mensekresikan GnRH yang disekresikan ke dalam darah akan

merangsang hipofisa untuk mensekresikan hormone -hormon gonadotropin (GtH).

GtH ini akan dibawa oleh darah menuju gonad (lapisan filikel dan ovari), sebagai

responnya akan dihasilkan hormone estrogen (estradiol-17ß), yang selanjutnya

diangkut oleh darah menuju organ hati, dan didalam hati secara spesifik akan

merangsang pembentukan vitelogenin. Vitelogenin yang dibentuk dihati ini akan

disekresikan kembali ke dalam darah dan secara selektif vitelogenin akan

(25)

Ketersediaan Kolesterol-testosteron

Proses kematangan telur mulai terjadi apabila telur telah melalui proses

vitelogenin mencapai telur siap matang. Proses vitelogenesis menghasilkan

vitelogenin dikontrol oleh hormone GtH I (Methyl Testosteron) serta dibatasi oleh ketersediaan materi khususnya kolesterol, asam lemak tak jenuh sebagai bahan

estradiol-17ß untuk merangsang pembentukan vitelogenin atas bantuan enzim

aromatase. Apabila hormone, vitelogenin dan materi pakan tidak mampu

menunjang proses vitelogenesis maka proses kematangan oosit tidak terjadi.

Lingkungan

Faktor lingkungan yang mengaruhi dan menentukan daur reproduksi ikan

atara lain suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, CO2 bebas, pH, amonia dan

alkalinitas. Diantara faktor lingkungan tersebut yang paling berpengaruhi

terhadap perkembangan gonad ikan adalah suhu, selain itu periode cahaya dan

musim (Sjafei dkk 1992; Scott 1979, dalam Tang dan Affandi 2000).

Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa induk ikan baung akan

memilih habitat yang cocok untuk memijah. Hasil pengukuran parameter

kualitas air di daerah pematangan gonad dan pemijahan induk ikan baung dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data kualitas air dari beberapa lokasi pemeliharaan untuk pematangan gonad induk ikan baung, Hemibagrus nemurus.

Nilai kisaran

Kolam Sungai Kolam

No.

Parameter fisika-kimia

Air a a b c

1 Suhu (OC) 26 - 31 28 - 2 9 26,0 - 27,5 27 ,9 - 3 0,5

2 pH 7,3 - 8,0 7,1 - 7,2 6,8 - 7,2 5,7 - 7,5

3 Oksigen (ppm) 6,5 - 8,4 3,6 - 7,0 7,15 - 8,19 3,1 - 5,48 4 Kecerahan (cm) 40 - 48 20 - 3 0 60 - 8 5 40 - 6 5

5 Kecepatan arus (m/dt) -- 0,3 - 0,74 -- --

6 Kekeruhan (NTU) -- -- 30,80 - 40,50 --

7 CO2 (ppm) -- -- 3,00 - 4,24 --

8 Amoniak (mg/l) -- -- -- 0,01 - 0,04

(26)

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi (BBAT

Jambi), desa Sungai Gelam, Kecamatan Kumpeh Ulu Propinsi Jambi, dimulai

pada bulan April 2005 sampai dengan bulan Desember 2005. Pembuatan pakan

uji dan analisa proksimat dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi BBAT Jambi,

analisa bilangan asam (acid value, AV) dan bilangan peroksida (perokside value, PV) dilaksanakan di Laboratorium PAU IPB Bogor, sedangkan asam lemak

esensial di analisa di Laboratorium Terpadu FMIPA IPB, Bogor.

Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan dalam percobaan ini ada 4 macam pakan yang

berbeda pada sumber bahan baku utamanya, yaitu : pakan 1 mengandung

tepung ikan lokal (produksi Jambi); pakan 2 mengandung tepung ikan lokal

bebas minyak ditambah lemak dari hasil ekstrak tepung ikan lokal; pakan 3

mengandung tepung ikan lokal bebas minyak ditambah lemak dari minyak ikan

(cod liver oil); dan pakan 4 mengandung tepung ikan impor (Corpesca). Pakan dibuat berbentuk pellet dengan isoprotein, isolipid, dan isoenergi dengan

kandungan protein 40% dan lipid 7,7% dengan rasio protein energi 22 mg protein

kasar.kJ-1 energi total (Tabel 3).

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan pakan uji adalah :

persiapan bahan tepung ikan lokal bebas minyak serta uji toksisitas terhadap

benih ikan, analisis bahan pakan, formulasi dan pembuatan pakan.

Kegiatan pertama yang dilakukan dalam pembuatan pakan adalah

mengekstraksi lemak yang ada dalam tepung ikan lokal. Ekstraksi lemak ini

dimaksudkan untuk mendapatkan tepung ikan lokal yang bebas lemak sebagai

bahan baku utama perlakuan D2 dan D3.

Untuk mengekstraksi lemak yang ada dalam tepung ikan dilakukan

dengan menggunakan aceton dengan perbandingan 2 : 1, artinya : 2 liter

aceton untuk 1 kg tepung ikan (Lampiran 1). Untuk melihat pengaruh toxit

aceton terhadap ikan, dilakukan percobaan terh adap benih ikan patin (Pangasius hypophthamus) berukuran berat rata -rata 0,30 g. Dua macam pakan uji yang digunakan yaitu : pakan A1 mengandung tepung ikan bebas minyak dan minyak

(27)

dengan isoprotein dan isolipid, diberikan 3 kali per hari secara at-satiasion. Dari

hasil pemeliharaan selama 3 minggu, didapatkan bahwa benih ikan patin yang

diberi pakan yang dibuat dari tepung ikan dan minyak ikan hasil ekstrak tepung

ikan dengan aceton (A1) dan perlakuan A2 menunjukkan tingkat kelangsungan

hidup yang sama sebesar 100% dengan laju pertumbuhan harian sebesar 2,09%

dan 1,98% untuk perlakuan A1 dan A2 serta tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata antara keduanya.

Analisa proksimat dilakukan terhadap semua bahan baku yang digunakan,

kemudian dilanjutkan dengan penyusunan ransum sesuai dengan formula dan

jumlah bahan yang telah ditetapkan (Tabel 3). Komposisi asam lemak bilangan

peroksida dan bilangan asam pakan uji dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Table 3 Komposisi dan analisa proksimat pakan uji untuk induk ikan baung,

Hemibagrus nemurus (g.kg-1 bobo t kering).

(28)

Tabel 4 Komposisi asam lemak pakan uji untuk induk ikan baung, Hemibagrus nemurus.

Pakan Asam lemak

(% area)

D1 D2 D3 D4

C14 : 0 (Miristat) 1,23 1,13 2,15 2,33

C16 : 0 (Palmitat) 17,1 16,7 13,1 13,8

C16 : 1n-7 (Palmitoleat) 3,14 2,82 3,37 2,64

C18 : 0 (Stearat) 6,72 6,53 4,03 3,97

C18 : 1n-9 (Oleat) 19,4 19,6 22,0 19,4

C18 : 2n-6 (Linoleat) 30,6 31,3 28,0 30,0

C20 : 0 (Arahidat) 0,42 0,39 0,26 0,27

C18 : 3n-3 (Linolenat) 3,65 3,73 7,19 5,13

C22 : 1n-9 (Erukat) 0,00 0,00 3,14 1,41

C20 : 5n-3 (EPA) 2,01 1,71 3,00 4,30

C22 : 6n-3 (DHA) 5,04 4,65 4,81 6,84

? asam lemak jenuh 25,5 24,8 19,6 20,4

? asam lemak rantai tunggal 22,6 22,4 28,5 23,5

? asam lemak n-3 10,7 10,1 15,0 16,3

? asam lemak n-6 30,6 31,3 28,0 30,0

Nisbah asam lemak n-3/n-6 0,35 0,32 0,54 0,54

? n–3 HUFA 7,05 6,36 7,80 11,1

Nisbah DHA / EPA 2,51 2,71 1,61 1,59

Tabel 5 Bilangan asam dan bilangan peroksida pakan uji untuk induk ikan baung, Hemibagrus nemurus.

Pakan Parameter

D1 D2 D3 D4

Bilangan peroksida (meq/kg) 2,35 2,50 1,88 2,08

(29)

Pemeliharaan Ikan

Wadah Penelitian

Wadah penelitian yang digunakan meliputi bak beton untuk pemeliharaan

induk serta akuarium dan fibreglass untuk penetasan telur. Jumlah bak yang

dipersiapkan sebanyak 5 buah yang terdiri dari 4 buah untuk pemeliharaan induk

betina dan 1 buah untuk pemeliharaan induk jantan. Masing-masing bak diisi air

sedalam 80 cm (Vol. 5,5 m3) dan untuk menjaga kualitas air tetap dalam kondisi

baik, bak dilengkapi dengan system air mengalir (5 lt/mnt), aerasi 4 titik serta

pembersihan bak setiap 2 minggu.

Sedangkan untuk penetasan dipersiapkan ness/basket untuk penempelan

telur sebanyak 36 buah, akuarium (60x50x40 cm) 12 unit dan fibreglass 1 m3

sebanyak 3 unit. Untuk menjaga ketersedian oksigen, akuarium/fibreglass

dilengkapi dengan sistim aerasi. Supaya telur yang ditetaskan tidak terinfeksi

oleh jamur, maka air penetasan diberi “Blitz icht” dengan dosis 1 tetes untuk 6 liter air , 24 jam sebelum telur ditetaskan.

Ikan Uji

Penelitian ini menggunakan induk ikan baung (Hemibagrus nemurus

Blkr.) berumur sekitar 2,5 tahun dengan bobot antara 250 – 450 gram yang

berasal dari satu kali pemijahan dan telah dipelihara dikolam pembesaran Balai

Budidaya Air Tawar Jambi.

Induk diadaptasikan selama 1 minggu dalam bak pemeliharaan yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Selama adaptasi dilakukan pemberian pakan

dengan pakan komersial sebanyak 3% dari bobot badan dengan frekuensi

pemberian dua kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 dan pukul 16.00 Wib . Apabila

seluruh ikan telah memperlihatkan kondisi yang cukup baik dan telah beradaptasi

dengan lingkungan budidaya serta pakan yang diberikan, maka dilanjutkan

pemeliharaan selama 1 bulan untuk pematangan gonad. Se telah 1 bulan

pemeliharaan dilakukan pengosongan gonad terhadap semua ikan betina

dengan cara : induk disuntik dengan hormon ovaprim 0,6 cc/kg dan telur yang

ada dalam gonad dikeluarkan dengan cara distriping.

Setelah striping, induk diadaptasikan selama 1 minggu dan selanjutnya

(30)

mempunyai tingkat perkembangan gonad dan bobot tubuh yang seragam.

Jumlah seluruh induk betina yang dipilih dan akan dipelihara selama percobaan

adalah 68 ekor atau 17 ekor untuk setiap perlakuan. Selanjutnya ikan

ditempatkan dalam wadah sesuai dengan perlakuan secara acak.

Untuk memudahkan pengontrolan setiap ikan diberi tanda (tagging)

berupa tatoo dengan menggunakan dermojet pada bagian tubuhnya (Hem et al. 1994).

Pemberian pakan

Selama masa pemeliharaan induk, induk betina diberi pakan uji,

sedangkan induk jantan diberi pakan komersial. Jumlah pakan yang diberikan

sebanyak ±26 g.kg-1.hari-1 bobot kering dengan jumlah protein 10,5 g g.kg-1.hari-1.

Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 dan pukul

16.00 Wib.

Sampling

Sampling dilakukan untuk penimbangan bobot tubuh, pengambilan

sampel telur untuk melihat diameter dan posisi inti telur. Sampling pertama

dilakukan pada awal percobaan dan selanjutnya setiap 14 hari sekali sampai

induk matang gonad dan siap untuk dipijahkan. Untuk mempermudah

penanganan serta menghindari stress pada saat sampling, induk ikan uji diambil

dengan menggunakan serok dan ditempatkan dalam baskom yang diberi aerasi,

kemudian dibius menggunakan larutan Benzocaine pada konsentrasi 100 mg.L-1 sampai ikan pingsan. Setelah ikan pingsan dilakukan pengambilan sampel telur

dan penimbangan bobot tubuh. Selanjutnya ikan disegarkan kembali pada air

mengalir dan dikembalikan kedalam bak pemeliharaan.

Pemijahan.

Jumlah induk yang dipijahkan setiap kali pemijahan rata-rata senyak 3

ekor untuk setiap perlakuan, diambil yang mempunyai perut yang lebih besar dan

tidak semua induk yang matang gonad dipijahkan pada waktu yang sama.

Selama penelitian dilakukan 5 kali pemeijahan sampai didapatkan induk yang

sama memijah 2 kali (rematurasi) minimal 3 ekor untuk setiap perlakuan .

Pemijahan dilakukan dengan penyuntikan hormone ovaprim [1 ml

(31)

Trp7, Leu8, Pro9, Net)] 0,6 cc/kg induk pada bagian pectoral. Penyuntikan

dilakukan dua kali yaitu 1/3 bagian dosis pada penyuntikan pertama dan 2/3

bagian dosis pada penyuntikan kedua dengan interval waktu 6 jam. Setelah 6

jam dari penyuntikan kedua pada suhu 27-31OC, induk dicek untuk mengetahui

apakah telur siap untuk diovulasikan dan jika sudah siap diovulasikan, telur

dikeluarkan dengan cara striping untuk selanjutnya dilakukan pembuahan.

Sebelum telur diovulasikan, dilakukan pengambilan sperma jantan

dengan cara pembedahan. Jumlah jantan yang diambil spermanya 8 -10 ekor.

Kantong sperma digerus dan ditambahkan larutan sodium chlorida 0,9% sebanyak 4 bagian dan disimpan pada suhu 5 oC (Termos es). Sperma yang

digunakan untuk pembuahan telur mempunyai motilitas lebih besar dari 75%.

Selama penelitian dilakukan 5 kali pemijahan dengan jumlah total ikan

yang dipijahkan sebanyak 69 ekor terdiri dari 16, 19, 18, dan 16 ekor untuk

masing-masing perlakuan D1, D2, D3, dan D4 dimana 15 ekor dari jumlah ikan

tersebut dapat dipijahkan 2 kali (rematurasi) yaitu 4, 3, 4, dan 4 ekor untuk

masing-masing perlakuan D1, D2, D3, dan D4 secara berturut-turut. Tingkat

keberhasilan ovulasi sebasar 91,3% atau sebanyak 63 ekor yang ovulasi dan 6

ekor tidak ovulasi yaitu pada perlakuan D1, D2, D3 dan D4 masing-masing

sebanyak 2; 2; 1 dan 1 ekor secara berturut-turut. Tidak ovulasinya 6 ekor induk

ini diantaranya disebabkan karena salah dalam memilih induk yang akan disuntik

(D1, 1 ekor), dan kemungkinan adanya stress selama penangan sampling serta

adanya hormon ovaprim yang terbuang pada waktu penyuntikan.

Penetasan

Untuk pengamatan daya tetas telur, dilakukan dengan cara menempelkan

telur yang telah dibuahi diatas basket sebanyak 200 – 400 butir dengan 3 basket

per induk yang dipijahkan. Kemudian dimasukan kedalam fibreglass. Sisa telur

ditetaskan secara ma ssal dalam akuarium (60 x 50 x 40 cm).

Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi: suhu, pH dan oksigen

dilakukan setiap hari pada pagi (pukul 07.00–08.00 wib) dan sore (pukul 16.00–

17.00 wib), sedangkan ammoniak dilakukan setiap minggu pada pagi hari (pukul

(32)

Berdasarkan hasil pengu kuran selama percobaan, diperoleh data

parameter kualitas air seperti berikut : wadah pemeliharaan induk, pH 5,03-8,60;

oksigen 2,04 -5,75 mg/l; temperatur 26,0-32,5°C; NH3-N = 0,80 mg/l; wadah

inkubasi induk : pada pemijahan pertama pH 6,80-7,20; oksigen 3,09-3,53 mg/l;

temperatur 29,0-31,0°C; pemijahan kedua pH 6,76-6,91 ; oksigen 2,10-2,61mg/l;

temperatur 27,0-30,0°C; wadah penetasan : pada penetasan pertama pH

6,80-7,00; oksigen 3,42 -3,48 mg/l; temperatur 28,0-30,0°C; NH3-N 0,01-0,04 mg/l; dan

pada peneta san ke dua pH 6,93-7,15; oksigen 2,64-3,02mg/l; temperatur

27,6-29,0°C; NH3-N 0,02 mg/l. Kualitas air ini masih layak bagi kehidupan ikan dan

mendukung pemijahan serta penetasan telur ikan baung.

Pengumpulan Data

Variabel yang diukur selama penelitian meliputi : bobot ikan, diameter dan

posisi inti oosit (“telur” yang masih berada di dalam gonad), jumlah telur yang

dihasilkan, jumlah telur menetas dan jumlah larva normal.

Pengukuran terhadap parameter yang diamati serta metode yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Bobot Tubuh Ikan

Pengukuran bobot ikan dilakukan dengan cara menimbang setiap ikan

yang digunakan sesuai perlakuan. Pengukuran bobot ikan dilakukan pada awal

percobaan dan setiap 14 hari sekali sampai akhir pecobaan .

Perkembangan Gonad

Perkembangan gonad yang dimaksudkan adalah tahap perke mbangan

pematangan gonad atau oosit (“telur” yang masih berada di dalam gonad ) yang

berlansung setelah ikan dewasa. Tingkat kematangan telur dikelompokkan ke

dalam dua kriteria, yang pertama berdasarkan posisi inti telur dan kedua

berdasarkan ukuran diameter telur. Pengamatan tingkat kematangan telur

dilakukan pada awal percobaan dan selanjutnya secara berkala setiap 14 hari

sekali sampai akhir percobaan atau ikan matang gonad 2 kali (rematurasi).

Data diameter telur diperoleh dengan mengambil sampel telur dalam

gonad yang dilakukan dengan cara kanulasi. Kanulator dimasukan kedalam

lubang genital induk betina sedalam ± 10 cm kemudian penyedot kanulator

(33)

butir) di fixasi dengan larutan buffer neutral formalin 10% (Na2HPO4.12H2O 51,25

g; KH2PO4 11,25 g; formaldehida 1 liter dan air akuades 9 liter). Diameter telur

diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer

okuler pada pembesaran 40X. Selanjutnya dibuat limit diameter minimum telur

dapat ovulasi untuk menentukan struktur tingkat kematangan telur. Dari hasil

analisa diperoleh induk yang matang gonad dan telur berhasil diovulasikan

mempunyai diameter telur = 1,02 mm dengan prosentase 70 – 80% atau lebih.

Se lanjutnya pengamatan kematangan telur berdasarkan posisi inti sel

telur dilakukan dengan cara merendam telur dalam larutan sera yaitu : alkohol

99% ; formaldehida 40% ; asa m asetat 100% = 6 : 3 : 1 (Woynarovich dan

Horvath , 1980), setelah 5-10 menit diamati posisi intinya menggunakan

mikroskop. Kriteria kematangan berdasarkan posisi inti yang digunakan adalah :

induk dikatakan matang dan siap untuk dipijahkan apabila inti tidak berada

ditengah lebih dari 35% atau setara dengan 50% diameter telur rata -rata di atas

satu milimeter (Nurmahdi, 2005; Supriyadi, 2005).

Tingkat kematangan telur diukur dengan menggunakan rumus yang

digunakan oleh Supriyadi (2005) sebagai berikut :

Jumlah telur yang intinya tidak di tengah

Kematangan Telur = --- --- X 100% Jumlah telur yang diamati

Fekunditas Telur

Data fekunditas diperoleh dengan cara membandingkan jumlah telur

(butir atau gram) yang diovulasikan dengan bobot tubuh ikan (kg). Jumlah telur

yang diovulasikan ditimbang dengan timbangan elektrik, kemudian diambil

sampel telur sebanyak 0,5 gram dan dihitung satu persatu dan selanjutnya

dikalikan dengan bobo t keseluruhan telur.

Derajat Pembuahan (Fertilization Rate = FR)

Data pembuahan diperoleh dengan cara menghitung jumlah telur yang

terbuahi setelah 5 - 10 jam telur dibuahi oleh sperma, dan pengamatan dilakukan

secara makroskopis. Setelah 5 jam telur yang tidak dibuahi dapat dibedakan

dari telur yang terbuahi, dimana telur yang dibuahi akan terlihat bening

transparan sedangkan yang tidak dibuahi akan terlihat keruh sampai putih

(34)

untuk masing -masing induk yang dipijahkan.

Nilai derajat pembuahan ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Jumlah telur yang dibuahi

FR = --- X 100% Jumlah telur sampel

Derajat Penetasan (Hatching Rate = HR)

Data penetasan telur diperoleh dengan cara menghitung jumlah larva

yang dihasilkan , dilakukan setelah 5-10 jam telur menetas atau dalam selang

waktu 32-35 jam setelah pembuahan pada kisaran suhu 28 -30 OC. Perhitungan

jumlah telur yang ditetaskan sebanyak 200 -400 butir dengan 3 kali ulangan untuk

masing-masing induk yang dipijahkan.

Derajat penetasan telur ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang menetas

HR = --- X 100 % Jumlah telur ditetaskan

Prosentase Larva Normal

Data larva normal diperoleh setelah telur selesai menetas seperti

menghitung derajat penetasan , larva yang normal dan yang tidak normal

dihitung. Kriteria larva normal adalah gerakannya aktif dan berenang lurus,

sedangkan yang tidak normal gerakannya tidak aktif dan berputar serta selalu

berdiam diri didasar wadah.

Larva normal dimaksudkan adalah untuk melihat seberapa banyak larva

yang normal yang dihasilkan oleh induk baung yang dipijahkan. Nilai persentase

larva normal dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Jumlah larva normal

Prosentase larva normal = --- X 100% Jumlah larva sampel

Analisa Kimia

Analisa kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisa

(35)

Analisa proksimat dilakukan terhadap bahan pakan, pakan dan telur

meliputi protein kasar dengan metoda semimicro -Kjeldahl; lipid dengan metoda

ekstraksi ether dan serat kasar dengan AOAC dalam Takeuchi (1988),

sedangkan kadar air dilakukan dengan pemanasan contoh selama 2 jam pada

suhu 135°C dalam oven. Analisis komposisi asam lemak bahan pakan, pakan uji,

dan telur dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatografi. Untuk

mengetahui teroksidasinya lemak dalam bahan pakan dan pakan uji dilakukan

pengukuran bilangan peroksida dan bilangan asam menggunakan metoda

analisis dari Laboratorium PAU-IPB, Bogor.

Analisa Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

perlakuan dan 17 ulangan (individu). Untuk mengetahui pengaruh pakan yang

diberikan terhadap perkembangan gonad dan kualitas telur mencakup lama

waktu matang gonad, tingkat kematangan telur, jumlah induk matang gonad,

diameter telur, fekunditas, derajat pembuahan, derajat penetasan telur, larva

normal, kadar lipid dan asam lemak esensial telur dievalusi dengan analisis sidik

ragam (ANOVA) menggunakan SAS (Statistical Analysis System) (Littell et al. 1993), jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan’s

(Duncan’s multiple range test) untuk membandingkan antar perlakuan

Analisa secara deskriptif dilakukan terhadap pertumbuhan,

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Bobot Ikan

Perkembangan bobot tubuh induk ikan baung selama percobaan terlihat

adanya peningkatan bobot tubuh secara normal dari setiap perlakuan sampai

akhir percobaan. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 2 telihat bahwa, secara

keseluruhan ikan mempunyai perkembangan bobot tubuh yang sama untuk

setiap perlakuan.

300,0 325,0 350,0 375,0 400,0 425,0 450,0 475,0 500,0 525,0 550,0 575,0 600,0

0 16 28 44 56 71 85 99 114 128 149 163 185

Waktu sampling (hari)

Berat rata-rata (g)

D1 D2 D3 D4

Gambar 2 Bobot rata -rata induk ikan baung, Hemibagrus nemurus selama 185 hari pemeliharaan.

Perkembangan Gonad

Seperti yang ditampilkan pada Tabel 6 terlihat bahwa ikan-ikan yang

dipijahkan secara rata-rata mempunyai tingkat kematangan gonad dengan kriteria

migrasi inti 44,1 – 49,2% dan prosentase diameter telur lebih besar dari 1,0 mm

80,9 – 84,2%. Dari keempat perlakuan , ikan yang dipijahkan mempunyai ting kat

kematangan gonad yang sama (p>0,05).

Pengamatan waktu matang gonad dari ikan yang dipelihara menunju kkan

bahwa secara keseluruhan ikan baung dapat matang gonad dalam waktu 4 – 8

minggu, dengan prosentase induk yang matang gonad rata-rata 83 - 87,1 %,

dimana tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata waktu matang dan

(37)

25

Tabel 6 Waktu matang , tingkat kematangan telur dan prosentase jumlah induk ikan baung, Hemibagrus nemurus matang gonad selama penelitian.

Tingkat kematangan telur (%)

Pakan Waktu matang

(minggu) Migrasi inti

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Kualitas Telur

Dari 15 ekor ikan yang dapat dipijahkan dua kali tersebut, terdapat

perbedaan yang cukup jelas pada pemijahan yang kedua terutama pada ukuran

diameter telur, derajat pembuahan dan penetasan telur sedangkan pada

pemijahan pertama belum begitu jelas terlihat perbe daannya (Tabel 7 dan 8). Hal

ini disebabkan karena pada pemijahan kedua induk sudah mendapat asupan

pakan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pada waktu pemijahan

pertama, sehingga kemungkinan masih adanya kontribusi pakan komersial dalam

pembentukan telur pada pemijahan pertama tidak terlihat lagi.

Tabel 7 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan pertama.

Pakan Diameter telur (mm)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Pada pemijahan pertama , ukuran diameter telur berkisar antara 1,28 –

(38)

26

tetapi perbedaan baru terlihat setelah ikan memijah untuk yang kedua kalinya

dengan ukuran diameter telur berkisar antara 1,30 - 1,36 mm (p<0,05). Ukuran

diameter telur pada perlakuan D1 lebih besar dan sama dengan perlakuan D2,

D4 dan lebih besar dari perlakuan D3 .

Tabel 8 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan kedua.

Pakan Diameter telur (mm)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Nilai fekunditas pada pemijahan pertama berkisar antara 67.900 - 88.000

butir/kg induk sedangkan pada pemijahan ke dua berkisar antara 66.300 - 88.900

butir/kg induk, dimana nilai fekunditas pada ke dua pemijahan tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05).

Derajat pembuahan pada pemijahan pertama tidak menunju kkan

perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05), namun pada pemijahan yang ke

dua pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang nyata terhadap derajat

pembuahan (p<0,05). Pada pemijahan ke dua, derajat pembuahan perlakuan D1

sama dengan perlakuan D4 tetapi lebih besar dari perlakuan D2 dan D3 (Tabel 8).

Pengaruh perlakuan pada setiap waktu pemijahan terhadap derajat

penetasan telur memberikan perbedaan yang nyata baik pada pemijahan

pertama maupun pada pemijahan kedua (p<0,05). Perbedaan terdapat pada

perlakuan D1 dan D4 dengan perlakuan D2 dan D3 , namun tidak berbeda antara

perlakuan D1 dengan D4 dan antara perlakuan D2 dengan D3. Pada pemijahan

pertama derajat pembuahan perlakuan D1 sama dengan perlakuan D4 tetapi

lebih tinggi dari pada perlakuan D2 dan D3. Demikian juga pada pemijahan

kedua perlakuan D1 sama dengan perlakuan D4 tetapi lebih tinggi dari pada

perlakuan D2 dan D3.

Prosentase larva normal yang diperoleh selama penelitian seperti yang

(39)

27

nyata antar perlakuan pada setiap pemijahan (p>0,05). Walaupun demikian ada

kecenderungan di setiap pemijahan, perlakuan D1 dan D4 selalu lebih baik dari

pada perlakuan lainnya dengan nilai terendah terdapat pada perlakuan D2.

Tabel 9 Prosentase larva normal ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan pertama dan kedua.

Larva normal, % Pakan

Pemijahan 1 Pemijahan 2

D1 90,7 ± 2,15a 89,2 ± 5,01a

D2 89,8 ± 3,04a 74,3 ± 5,79a

D3 87,6 ± 2,15a 79,2 ± 4,48a

D4 87,7 ± 2,15a 90,3 ± 5,01a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Kadar Lipid dan Komposisi Asam Lemak Telur

Seperti yang ditampilkan pada Tabel 10 terlihat bahwa kadar lipid telur

dan larva ikan baung cenderung meningkat antara pemijahan pertama dengan

pemijahan kedua.

Tabel 10 Kadar lipid telur ikan baung Hemibagrus nemurus yang berhasil dipijahkan.

Lipid telur (%) Pakan

Pemiijahan 1 Pemijahan 2

D1 5,79 ± 0,66a 6,53 ± 0,36a

D2 5,61 ± 0,93a 7,32 ± 0,42a

D3 5,41 ± 0,66a 6,25 ± 0,36a

D4 5,50 ± 0,76a 7,08 ± 0,36a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Pada pemijahan pertama kadar lipid telur berkisar antara 5,41 - 5,79%,

sedangkan pada pemijahan kedua kadar lipid telur berkisar antara 6,25 - 7,32%.

Walaupun demikian, kadar lipid telur pada setiap pemijahan tidak memperlihatkan

perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05).

Komposisi asam lemak yang ditampilkan pada Tabel 1 1, merupakan asam

(40)

28

memjelaskan perbedaan yang terjadi antar perlakuan terutama pada derajat

pembuahan dan penetasan telur.

Tabel 11 Komposisi asam lemak telur ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan kedua .

Pakan Asam lemak

(% area) D1 D2 D3 D4

C14 : 0 (Miristat) 1,54 ± 0,10 b 1,44 ± 0,10 b 1,72 ± 0,10 ab 1,88 ± 0,10 a C16 : 0 (Palmitat) 23,9 ± 0,65 a 24,7 ± 0,65 a 24,2 ± 0,65 a 21,6 ± 0,65 b

C16 : 1n-7 (Palmitoleat) 2,54 ± 0,10 a 2,54 ± 0,10 a 2,63 ± 0,10 a 2,04 ± 0,10 b C18 : 0 (Stearat) 9,29 ± 0,37 a 9,88 ± 0,37 a 9,65 ± 0,37 a 7,98 ± 0,37 b

C18 : 1n-9 (Oleat) 18,6 ± 0,78 a b 20,8 ± 0,78 a 19,6 ± 0,78 a 16,6 ± 0,78 b

C18 : 2n-6 (Linoleat) 12,9 ± 0,76 a b 11,6 ± 0,76 b 12,7 ± 0,76 a b 14,3 ± 0,76 a

C18 : 3n-3 (Linolenat) 1,67 ± 0,31 a 1,70 ± 0,31 a 2,08 ± 0,31 a 2,28 ± 0,31 a

C20 : 0 (Arahidat) 0,07 ± 0,01 a 0,07 ± 0,01 a 0,07 ± 0,01 a 0,07 ± 0,01 a

C22 : 1n-9 (Erukat) 0,41 ± 0,04 b 0,43 ± 0,04 ab 0,42 ± 0,04 b 0,57 ± 0,04 a

C20 : 5n-3 (EPA) 0,59 ± 0,07 c b 0,44 ± 0,07c 0,79 ± 0,07 b 1,20 ± 0,07 a

C22 : 6n -3 (DHA) 10,5 ± 0,50 b 9,54 ± 0,50 b 9,53 ± 0,50 b 12,2 ± 0,50 a ?asam lemak jenuh 34,8 ± 0,83 a 36,1 ± 0,83 a 35,6 ± 0,83 a 31,5 ± 0,83 b

? asam lemak rantai tunggal 21,6 ± 0,82 ab 23,8 ± 0,82 a 22,7 ± 0,82 a 19,2 ± 0,82 b ? asam lemak n – 3 12,8 ± 0,79 b 11,7 ± 0,79 b 12,4 ± 0,79 b 15,7 ± 0,79 a ? asam lemak n - 6 12,9 ± 0,76 a b 11,6 ± 0,76 b 12,7 ± 0,76 a b 14,3 ± 0,76 a Nisbah asam lemak n-3/n- 6 1,00 ± 0,07 a 1,01 ± 0,07 a 0,98 ± 0,07 a 1,11 ± 0,07 a ? n – 3 HUFA 11,1 ± 0,54 b 9,98 ± 0,54 b 10,3 ± 0,54 b 13,4 ± 0,54 a Nisbah DHA/EPA 17,9 ± 0,83 b 21,8 ± 0,83 a 12,4 ± 0,83 c 10,3 ± 0,83 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Dari komposisi asam lemak, terdapat perbedaan yang nyata untuk setiap

perlakuan pada seluruh komposisi asam lemak (p<0,05), kecuali pada asam

lemak linolenat (C18:3n -3), arahidat (C20:0) dan nisbah asam lemak n-3/n -6

(p>0,05). Jumlah asam lemak n -3 dan n-3 HUFA pada perlakuan D4 lebih besar

dari pada perlakuan D1, D3 dan terendah terdapat pada perlakuan D2.

Pembahasan

Pemberian pakan yang berkualitas baik dengan profil asam lemak yang

sesuai dengan kebutuhan ikan diharapkan dapat meningkatkan kecepatan waktu

matang gonad dengan prosentase yang lebih tinggi serta meningkatnya kualitas

(41)

29

Pertumbuhan ikan pada setiap waktu pengamatan untuk setiap perlakuan

baik pakan dari tepung ikan lokal (D1) maupun dari tepung ikan impor (D4) serta

dua perlakuan lainnya memberikan dampak yang sama terhadap pertambahan

bobot ikan. Peningkatan bobot ikan merupakan implikasi dari terpenuhinya

kebutuhan protein dan energi untuk pertumbuhan setelah dikurangi untuk

pemeliharaan tubuh. Menurut Lovell (1989), ikan akan menggunakan protein dan

energinya untuk pemeliharaan tubuh terlebih dahulu dan kelebihannya akan

digunakan untuk pertumbuhan. Disamping itu, pertumbuhan juga dipengaruhi

oleh perkembangan gonad.

Menurut Mayunar (2000 ), perkembangan gonad akan terjadi apabila

terdapat kelebihan energi untuk pe rtumbuhan, sedangkan kekurangan gizi dapat

menyebabkan telur mengalami atresia . Selain ketersedian protein dan energi,

perkembangan gonad sangat dipengaruhi oleh mutu pakan yang lain (Watanabe

et al. 1984a; Mokoginta et al. 1995; Mokoginta et al. 1996) terutama asam lemak essensial (Alava et al. 1993). Disamping itu, Izquerdo et al. (2001) menjelaskan bahwa lipid dan komposisi asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor

utama yang menentukan terhadap keberhasilan reproduksi. Pada beberapa

spesies ikan terutama ikan laut, HUFA (highly unsaturated fatty acids) dapat meningkatkan fekunditas, pembuahan dan kualitas telur. Secara umum,

rendahnya kadar n-3 HUFA dalam pakan induk dapat menurunkan kualitas telur

dan larva (Watanabe et al. 1984a,b ). Demikian juga Li et al. (2005) menyatakan bahwa kelebihan dan kekurangan n-3 HUFA dalam pakan dapat menimbulkan

efek negatif terhadap kualitas telur dan larva ikan Plectorhynchus cinctus.

Keberhasilan ovulasi telu r pada ikan yang dipijahkan belum tentu

menjamin terhadap keberhasilan dalam penetasan telur. Ikan dapat saja ovulasi

tetapi telur tidak dapat menetas karena tidak terbuahi, atau terbuahi tetapi tidak

dapat menetas. Kegagalan pembuahan dan penetasan ini sangat terkait kepada

kandungan nutrien yang tersimpan didalam kuning telur selama proses

vitelogenesis. Perkembangan embrio sangat bergantung pada kualitas dan

kuantitas nutrien yang disimpan di dalam kuning telur (Neyfakh dan Abramova

1974), dan keberha silan ontogenesis dihasilkan oleh adanya konversi materi

kuning telur menjadi jaringan embrio (Zeitoun et al. 1977).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian pakan dari tepung

ikan lokal (D1) dan tepung ikan impor (D4) ternyata tidak memperlihatkan

Gambar

Tabel 1   Kebutuhan asam lemak esensial pada benih dan ikan dewasa (Sargent et al., 2002)
Tabel  2     Data kualitas air dari beberapa lokasi pemeliharaan untuk
Table 3      Komposisi dan analisa proksimat pakan uji untuk induk ikan baung, Hemibagrus nemurus (g.kg-1 bobot kering)
Tabel 4   Komposisi asam lemak pakan uji untuk induk ikan baung, Hemibagrus nemurus.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil screening patogenisitas dengan konsentrasi 1x10 9 kks/ml terhadap larva nyamuk Ae aegypti instar 3 diperoleh 2 isolat dengan tingkat patogenisitas di atas 50%, yaitu

Secara normatif pengeluaran ritual masyarakat Hindu di Bali mengalir begitu saja sepanjang masa, bahkan semasih dalam kandungan (manusa yadnya) sampai pada kehidupan

Penelitian ini mendukung pendekatan berbasis risiko untuk jasa audit (praktik tata kelola perusahaan yang baik akan menurunkan fee audit eksternal), suatu

Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan tindakan kelas ini maka indikator yang dapat dilihat adalah: Penelitian ini difokuskan pada upaya meningkatan hasil belajar peserta didik

Penataan Letak bangunan-bangunan yang ada di komplek pesantren Miftahul Huda mencerminkan suatu upaya Kyai dalam menata lingkungan fisik yang sangat memungkinkan terjadinya

Ide utama pendekatan dengan mengkalkulasikan certainty equivalent adalah untuk pertama-pertama mengkonversi kemungkinan-kemungkinan hasil yang ada dalam sebuah masalah

Dari tabel correlation diketahui bahwa besarnya korelasi antara variabel konsumen pada Dealer Yamaha dengan variabel pengaruh iklan televisi sepeda motor Yamaha versi lagu grup

Solusi untuk mengatasi permasalahan kekurangan kebutuhan ruang parkir saat ini maupun pengembangan pada 5 tahun mendatang adalah dengan membuat ruang parkir komunal dengan