• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Retinopati Diabetik pada Penderita Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Retinopati Diabetik pada Penderita Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIK

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH:

VANDA VIRGAYANTI

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran dalam Bidang Ilmu Kesehatan

Mata

Oleh:

VANDA VIRGAYANTI

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Prevalensi Retinopati Diabetik pada Penderita Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Dr. Vanda Virgayanti, Sp.M

NIM : 117041155

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. Aslim D. Sihotang, Sp.M(KVR))

Ketua Anggota

(Prof. H. Aznan Lelo, PhD, SpFK(K))

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,SpA(K)) (Prof. dr. Gontar A Siregar,

SpPD-KGEH))

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan

Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik. Sebagai manusia biasa,

saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari

sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat

bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“Prevalensi Retinopati Diabetik pada Penderita Diabetik Melitus

di RSUP H.Adam Malik Medan”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya

untuk mengikuti Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Fakultas

Kedokteran USU Medan.

2. Delfi SpM(K), Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan;

Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM, Sekretaris Departemen Ilmu Kesehatan

Mata FK-USU Medan, Dr. Aryani A Amra, SpM Ketua Program Studi

Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan; Dr.Bobby Ramses E

Sitepu, SpM, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata

(5)

3. Prof.Dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpAK, Ketua Program Studi

Magister Kedokteran Klinik FK-USU Medan.

4. Prof. Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM (KVR) dan Prof.Dr.H.Aznan Lelo,

PhD, SpFK yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan pelaksanaan

penelitian dan penulisan tesis saya ini serta tidak lupa kepada seluruh

guru-guru saya yang telah memberikan bekal, petunjuk dan bimbingan dalam

proses pendidikan magister kedokteran klinik. Untuk kesemuanya ini saya

sekeluarga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan mendoakan

semoga Allah SWT menerimanya sebagai amalan.

5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan,

terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang (Alm) drg. Shenides Yustizam dan

Ibunda Prog.drg. Lina Natamiharja, SKM, yang telah membesarkan,

membimbing, mendoakan saya.

Buat suamiku yang tercinta dan kukasihi, dr. Hidayat tiada kata yang terindah

dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih

dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan penuh

pengertian. Buat buah hatiku yang kucintai dan kusayangi putra dan putriku,

Fadhlan Hatta Agustian serta Desvita Dwi Ashilah.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Amin Ya Rabbal’Alamin.

Medan, Juli 2012

(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang penelitian ………... 1

1.2 Identifikasi masalah ….………... 3

1.3 Tujuan penelitian ...……… 4

1.4 Manfaat penelitian ..………...………. 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kerangka teori ………. 6

2.2 Kerangka konsep ……… 16

2.3 Defenisi operasional ……… 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian ……….. 19

3.2 Tempat dan waktu ………..……… 19

3.3 Populasi penelitian ………..……… 19

3.4 Kriteria inklusi dan eksklusi …..……….. 19

3.5 Identifikasi variabel …...………. 20

3.6 Bahan dan alat …………..……….. 20

3.7 Jalan penelitian dan cara kerja ………... 21

3.8 Analisa data ……...………. 21

3.9 Pertimbangan etika …..……… 22

3.10 Personal penelitian ……….. 22

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN ………... 23

BAB V PEMBAHASAN ……… 28

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………. 31

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Retinopati Diabetik (RD) adalah salah satu penyebab kebutaan yang

ditemukan di seluruh dunia. WHO dengan program Vision 2020 the right to sight

pun memasukkan RD sebagai salah satu programnya. Disadari bahwa selama ini

kesadaran akan bahaya RD ini masih rendah, baik pada dokter Spesialis Penyakit

Dalam dan Spesialis Mata maupun pada penderita Diabetes Melitus sendiri.1,2

Berdasarkan National Programme for Control of Blindness (NPCB) 1992,

kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan keempat (6,3%) setelah katarak,

kelainan kornea, dan optik atrofi. Menurut Andrha Padesh Eye Disease Study

(APEDS) kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan kedua (22,4%)

setelah katarak .

Kelainan retina yang sering menyebabkan kebutaan antara lain adalah

retinopati diabetik (hampir 80 % dari seluruh kelainan retina adalah retinopati

diabetik), menurut WHO tahun 2002, retinopati diabetik merupakan penyebab

kebutaan yang mencapai 4,8% di seluruh dunia. Berdasarkan studi retinopati

diabetik, di Amerika dan Inggris prevalensi kebutaan akibat retinopati diabetik

merupakan penyebab utama kebutaan pada usia 20-70 tahun. Berdasarkan Visual

Impairment and Blindness di Eropa, retinopati diabetik menempati urutan teratas

penyebab kebutaan pada usia 45-64 tahun. 2,3

Di seluruh dunia saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 170 juta penderita

(9)

diperkirakan akan mencapai 366 juta penderita pada tahun 2030 nanti. Di

Indonesia diperkirakan pada tahun 2000 ada 8 juta lebih penderita DM dan

menurut perhitungan, pada tahun 2030 akan ada 21 juta lebih. Di antara

komplikasi DM yang paling banyak ditemukan adalah retinopati diabetik. Tujuh

puluh lima persen dari penderita DM yang sudah mengalami DM sekitar 20 tahun

akan mendapat RD sebagai komplikasinya.3-8 Lama menderita diabetes,

kemampuan mengontrol kadar gula darah, ibu hamil yang menderita diabetes,

penderita anemia, hiperlipidemia dan perokok merupakan faktor resiko terjadinya

retinopati.

Retinopati diabetik adalah penyakit yang tidak mempunyai gejala yang

mengkhawatirkan pada saat-saat awalnya, namun progresifitas RD akan berakhir

dengan kebutaan. Hanya skrining pada tahap awal dan teraturlah yang dapat

menghindari kebutaan akibat RD ini. Dokter Spesialis Mata harus proaktif

mencari kasus RD tahap awal dan diharapkan mampu merubah pola hidup pasien

DM sehingga dia menyadari akibat RD. Prof Ian Constable pernah mengatakan “

the eyes are a very good way of getting somebody to change their lifestyle. If

someone has diabetic retinopathy, you show them the photographs, you say you’ll

go blind if you don’t change. They will change for that. It’s important that you

become part of that change in their lifestyle”. 1

Dengan pertambahan jumlah penderita DM yang sangat pesat, dapat

dikatakan bahwa akan terjadi pandemi DM di seluruh dunia, dan RD pun akan

menjadi masalah besar. Namun 90% dari RD ini dapat dihindari menjadi buta

dengan pengawasan yang ketat baik terhadap diabetesnya dan terhadap retinopati

diabetiknya. Dalam hal ini Dokter Spesialis Mata harus mengambil sikap yaitu

(10)

harus melihat fundus setiap penderita DM paling tidak sekali dalam satu tahun

dan follow up yang terbaik adalah dengan foto fundus, karena diperkirakan 5-10%

RD tidak terdiagnosa dengan funduskopi saja.

Beberapa faktor di luar DM diperkirakan berkaitan dengan makin beratnya

RD yang didapat pada seorang penderita DM. Hipertensi yang sering menyertai

DM, ditemukan mempercepat dan memperberat terjadinya RD. Profil plasma lipid

dikatakan memperberat terjadinya RD, walaupun pada penelitiannya di Jakarta dr.

Andi tidak menemukan hubungan yang signifikan. 5,7

Dengan perkiraan saat ini ada sekitar 10-12 juta penderita DM di

Indonesia, maka sudah seharusnya kita mempunyai data yang lebih akurat tentang

keadaan RD di Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat dilakukan di semua

tempat pelayanan mata (terutama sub bagian Vitreoretina) di institusi pendidikan

di seluruh Indonesia.

5-7

Dengan didapatkannya data-data tentang RD ini, diharapkan selanjutnya

bisa disusun pola pelayanan untuk penderita DM, sehingga dapat dicegah

terjadinya kebutaan pada penderita ini. 5,6

5-7

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berapa jumlah penderita retinopati diabetik pada penderita Diabetes

(11)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Mendapatkan angka persentase Retinopati Diabetik pada penderita

Diabetes Melitus baik tipe 1 maupun tipe 2 di RSUP H. Adam Malik

Medan

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui terjadinya RD pada penderita DM berdasarkan

usia di RSUP H Adam Malik Medan.

b. Untuk mengetahui terjadinya RD pada penderita DM berdasarkan

jenis kelamin di RSUP H Adam Malik Medan.

c. Untuk mengetahui terjadinya RD pada penderita DM berdasarkan

lama menderita DM di RSUP H Adam Malik Medan.

d. Untuk mengetahui terjadinya RD pada penderita DM berdasarkan

klasifikasi RD di RSUP H Adam Malik Medan.

e. Untuk mengetahui terjadinya RD pada penderita DM berdasarkan

tajam penglihatan di RSUP H Adam Malik Medan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Dengan penelitian ini dapat dibuat protap pemeriksaan RD yang dapat

dilaksanakan oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen

Ilmu Kesehatan Mata dan penderita DM.

2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan kasus

RD secara lebih maksimal dan lebih baik untuk menurunkan angka

kebutaan yang diakibatkan oleh RD.

3. Dapat menjadi referensi data penelitian untuk penelitian lebih lanjut

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KERANGKA TEORI

RETINOPATI DIABETIK

Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai

peningkatan kadar gula dalam darah yang menyebabkan perubahan

mikrovaskular pada seluruh organ termasuk mata. Retinopati diabetik

(RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus karena

mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan

umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan

lama menderita DM, kontrol gula darah, tipe DM serta penyakit yang

menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.2-11

Epidemiologi

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang perlu diwaspadai di

Indonesia. Telah dilakukan penelitian kuantitatif tentang penderita

diabetes, antara lain di Padang, jakarta dan Manado. Hasil penelitian

menunjukkan kisaran penderita diabetes antara 1,4-2,3%. Penelitian di

Koja tahun 1982 mendapatkan angka 1,7%, di Kayuputih (Jakarta Timur)

tahun 1992 sebesar 5,7%, dan daerah sub urban Abadijaya (Depok)

(13)

terlihat angka prevalensi diabetes selalu meningkat dari waktu ke

waktu.

Prevalensi DM untuk Indonesia cukup besar menurut RISKERSDAS,

sebesar 14,7% populasi di kawasan urban terancam DM dan 7,2% populasi

di rural terancam DM, Jika diproyeksikan, sebanyak 8,2 juta penduduk

urban dan 5,5 juta penduduk rural di Indonesia mengalami diabetes yang

artinya akan menambah jumlah penderita retinopati diabetik. 2- 11

Faktor resiko yang berpengaruh :

4-14

1. Lama menderita diabetes

Bila diabetes didiagnosa sebelum usia 30 tahun, resiko terjadinya

retinopati diabetik sekitar 2%. Dan apabila sudah menderita selama 7

tahun resiko untuk menderita retinopati 50% sedangkan apabila menderita

selama 25 tahun kemungkinan menderita retinopati diabetik 90%.

Penderita diabetes dengan durasi 25 sampai 50 tahun 26% kemungkinan

akan mengalami bentuk proliferatif.

Penurunan penglihatan dibawah 20/40 dijumpai pada penderita

diabetes tergantung insulin sekitar 10% pada penderita diabetes anak, dan

38% pada penderita diabetes dewasa. Serta 24% pada penderita diabetes

tidak tergantung insulin.

2. Kontrol kadar gula darah

Berdasarkan suatu penelitian pemberian insulin untuk mengontrol

kadar gula darah dengan ketat mengurangi resiko terjadinya retinopati

hingga sekitar 50%.

(14)

Patogenesis

Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular paling sering

pada DM. Lama menderita DM merupakan faktor risiko utama yang

berkaitan dengan perkembangan retinopati diabetik. Setelah lima tahun

menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien mengalami retinopati. Setelah

10 tahun hampir 60% menderita retinopati dan setelah 15 tahun 80%

akan menderita retinopati.

Proliferatif retinopati diabetik (PRD) merupakan bentuk retinopati yang

sangat mengancam penglihatan dan biasanya terdapat pada 25% pasien

DM tipe 1 dengan durasi penyakit 15 tahun, timbul pada 2% pasien

dengan durasi DM kurang dari 5 tahun. 1,2,3,5,7,8

Mekanisme kelainan mikrovaskular pada retinopati diabetik sampai saat

ini belum jelas. Namun demikian diduga paparan hiperglikemia dalam

waktu yang lama mengakibatkan perubahan biokimiawi dan fisiologi

yang dapat menyebabkan perubahan pada endotel vaskular. Perubahan

vaskular pada retina meliputi kehilangan perisit dan penebalan

membrana basalis.

Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada

membran sel yang terletak di antara keduanya. Dalam keadaan normal,

perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1. Sel

perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur

kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier, transportasi

(15)

berfungsi sebagai barir dengan mempertahankan permeabilitas kapiler

agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu

dengan yang lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari

membrana basalis membentuk barir yang bersifat selektif terhadap

berbagai jenis protein dan molekul kecil.

Perubahan histopatologis kapiler retina pada RD dimulai dari penebalan

membrana basalis, hilangnya perisit, dan proliferasi endotel dimana

pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit

dapat mencapai 10:1.

1,2,5,20

Patofisiologi RD yang terjadi di kapiler yaitu, pembentukan

mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas kapiler sehingga

menyebabkan kebocoran cairan dan plasma seperti lipoprotein dan

makromolekul dari mikrosirkulasi ke dalam ruang ekstraselular yang

kemudian menyebabkan pertambahan ketebalan makula retina. Pada

keadaan ini garam dan air dipompa ke luar dari retina ke koroid tetapi

tidak disesrtai serum lipoprotein sehingga hard exudat yang berasal dari

lipoprotein menumpuk di dalam retina. 21,22

Peningkatan permeabilitas kapiler retina ini bisa sampai 12 kali, tetapi

aktivitas pompa epitel pigmen hanya meningkat 2 kali,

ketidakseimbangan ini menimbulkan akumulasi cairan ekstraselular

sehingga terjadi edema makula diabetika. 22

(16)

Klasifikasi

Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:

1. Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD)

14,18,20-22

Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan mikrovaskular

retina hanya terbatas pada retina saja, tidak menyebar ke membran

limitan interna. Karakteristik NPRD termasuk, mikroaneurisma, area

kapiler nonperfusi, infark dari nerve fibre layer, IRMAs, perdarahan dot

and blot intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas,

dilatasi dan beading vena retina. NPRD dapat mengganggu fungsi visual

dengan 2 mekanisme:

• Berbagai derajat sumbatan kapiler intraretina menimbulkan makular

iskemik

• Peningkatan permeabilitas vaskularisasi retina menimbulkan edem

makula

Diabetik Makular Edema

Diagnosis diabetik makular edema (DME) sangat baik menggunakan

slitlamp biomikroskopis, untuk pemeriksaan segmen posterior

menggunakan lensa kontak untuk memperjelas visualisasi. Penemuan

penting pada pemeriksaan termasuk:

- Lokasi retina yang menebal relatif terhadap fovea

- Adanya eksudat dan lokasinya

(17)

Fluoresein angiografi digunakan untuk melihat kebocoran pembuluh

darah retina akibat kerusakan barier pembuluh darah retina.

Manifestasi diabetik makular edema berupa penebalan retina secara fokal

atau difus dengan atau tanpa eksudat. Karakteristik edem makula fokal

adanya kebocoran fokal dari lesi kapiler spesifik. Edem tersebut berkaitan

dengan ring hard exudate. Edem makula difus mempunyai karakteristik

dengan kelainan kapiler retina yang luas berhubungan dengan kebocoran

yang luas dari kerusakan ekstensif barir darah-retina, dan sering dengan

cystoid macular edema.

6,19,20

Penanganan diabetik makular edema 6,7,8

Strategi pengobatan untuk diabetik makular edema meliputi modifikasi

gaya hidup, olah raga, berhenti merokok, kontrol gula darah, tekanan

darah, kadar lemak darah dan massa indeks tubuh.

Penatalaksanaan laser pada diabetik makular edema 6,7,22

Beberapa paradigma pengobatan yang terbaru berasal dari Early

Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menetapkan tentang

clinically significant macular edema (CSME) dan merekomendasi

penatalaksanaan dengan laser fotokoagulasi fokal untuk berikut ini:

- Edema retina yang berlokasi pada atau dalam area 500 mikrometer

dari sentral makula.

6,7

- Hard exudates pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentral jika

(18)

- Daerah yang mengalami penebalan lebih besar dari 1 area diskus jika

lokasinya dalam 1 diameter diskus dari sentral makula.

Penatalaksanaan medikal pada diabetik makular edema

- Pada pasien DM yang sulit disembuhkan, injeksi triamsinolon

asetonid sub-tenon posterior dapat memperbaiki penglihatan dalam 1

bulan dan menstabilkan penglihatan sampai satu tahun dalam suatu

penelitian retrospektif.

6-11,20-22

- Pada pasien CSME yang sulit disembuhkan, intra vitreal

kortikosteroid dapat memperbaiki penglihatan dalam jangka singkat

dan mengurangi ketebalan makula selama 2 tahun folow up. Pada

masa yang akan datang, kortikosteroid dan anti VEGF dapat

bermanfaat dalam penanganan diabetik makular edem.

Penatalaksanaan bedah pada diabetik makular edema

Vitrektomi pars plana dan detachment posterior hyaloid juga bermanfaat

untuk mengatasi diabetik makular edema, khususnya dengan traksi hialoid

posterior dan diabetik makular edema difus.

Diabetik Makular Iskemik

6-13

Kapiler retina nonperfusi merupakan gambaran yang berhubungan dengan

NPRD yang progresif. Angiografi fluoresein menunjukkan kapiler

nonperfusi yang luas. Mikroaneurisma cendrung berkelompok pada

(19)

area nonperfusi yang lebih besar dan iskemik progresif. Meluasnya zona

avaskular fovea lebih besar dari 1000 mikrometer diameter umumnya

bermakna penurunan penglihatan.

Progresifitas menjadi PRD

6-15

NPRD berat ditetapkan oleh ETDRS dalam aturan 4:2:1, dengan

karakteristik 1 dari yang berikut:

1. Perdarahan intra retinal difus dan mikroaneurisma pada 4 kuadran 6,15-19

2. Venous beading pada 2 kuadran

3. IRMAs (intra retinal mikrovascular abnormality) pada 1 kuadran

EDTRS mendapatkan NPRD berat mempunyai peluang 15% progresif

menjadi high risk PRD dalam kurun waktu 1 tahun. Very severe NPRD

mempunyai 2 dari gambaran diatas dengan peluang 45% progresif menjadi

hihg-risk PRD dalam waktu 1 tahun.

Pelepasan faktor-faktor vasoproliferatif meningkat sesuai derajat iskemik

retina. Satu faktor vasoproliferatif, VEGF, telah diisolasi dari spesimen

vitrektomi pasien PRD. VEGF ini dapat menstimulasi neovaskularisasi

pada retina, papil nervus optikus, atau segmen anterior. 6,15-18

2. Proliferatif retinopati diabetik (PRD)

6-8

Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi stadium

perkembangan PRD. Pembuluh darah baru berkembang dalam 3

(20)

a. Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi

dan meluas mencapai membrana limitan interna.

b. Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan meluas, dengan

meningkatnya komponen fibrous.

c. Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi

fibrovaskular di sepanjang hialoid posterior.

Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan early,

high-risk, atau advance.

Penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik 6-9,15-19

Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat dan

mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan pemeriksaan lokal

dan menyeluruh yang mempengaruhi onset NPRD dan progresifitasnya

menjadi PRD.

Hipertensi, bila tidak terkontrol selama beberapa tahun sering

menyebabkan progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan retinopati

diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan PRD

advance sebagai bagian dari sindroma iskemik okular. 6

Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati, oleh

karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi retina yang

lebih sering.

6-9,15

Faktor yang paling penting dalam penatalaksanaan medikal pada

retinopati diabetik adalah mempertahankan kontrol gula yang baik. 6,7

(21)

Penatalaksanaan laser pada PRD

Penanganan utama PRD meliputi penggunaan laser fotokoagulasi

termal dalam pola panretina untuk menimbulkan regresi.

Penatalaksanaan scatter panretinal photocoagulation (PRP) hampir

selalu direkomendasikan. Tujuan scatter PRP adalah menyebabkan

regresi dari jaringan neovaskular yang ada dan menjaga progresifitas

neovaskularisasi selanjutnya.

Penatalaksanaan bedah pada PRD 6

Ada dua kelainan utama pada advance PRD adalah perdarahan

vitreous dan tractional retinal detachment.

- Bedah vitrektomi, indikasinya pada pasien PRD dengan perdarahan

vitreous yang tidak membaik sampai lebih satu tahun. The diabetic

retinopathy vitrectomy study (DRVS) telah menetapkan vitrektomi di

awal pada perdarahan vitreous sekunder dari PRD. 6,7,8

- Tractional Retinal detachment : vitrektomi bertujuan untuk

memperbaiki traksi vitreoretina dan memfasilitasi perlekatan kembali

retina oleh penarikan atau pengelupasan vitreous kortikal atau hialoid

(22)

2.2. KERANGKA KONSEP

2.3 DEFINISI OPERASIONAL

• Penderita Diabetus melitus pada penelitian ini adalah penderita DM tipe

1 dan tipe 2 yang sudah dikenal oleh Divisi Endokrin Bagian Penyakit

Dalam.

• Retinopati diabetik (RD) adalah kerusakan mikrovaskular

(mikroangiopati) di retina yang ditemukan pada penderita DM yang

secara klinis ditandai dengan adanya mikroaneurisma, area nonperfusi

kapiler, infark lapisan nerve fiber, IRMA, blot dan dot blood retinal

haemorrhage, hard exudates, edema retina, arteriolar abnormal dan

kelainan vena retina, adanya neovaskularisasi dan jaringan fibrosis di

vitreous.

DM

- Umur

- Jenis kelamin

- lama DM

- Merokok

- Hipertensi

- Dislipidemia

(23)

• Klasifikasi RD adalah sesuai dengan klasifikasi pada Early Treatment

Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) yaitu:

a. No retinopathy, tidak terdapat lesi di retina (R0)

b. Hanya mikroaneurisma, tidak ada lesi selain mikroaneurisma di

retina (R1)

c. NPRD ringan (R2) , mikroaneurisma ditambah perdarahan retina,

hard exudates

d. NPRD sedang (R3), NPRD ringan disertai cotton wool spot dan/atau

IRMA

e. NPRD berat (R4), adanya 1 dari gambaran berikut:

- Mikroaneurisma disertai venous beading dan/atau perdarahan

dot atau blot.

- Venous beading 2 kwadran atau lebih

- Moderate IRMA

f. NPRD sangat berat (R5), dua atau lebih gambaran di atas ( NPRD

berat)

g. PRD, terbagi menjadi tiga:

1. PRD tanpa high-risk characteristic (PRD1), neovaskular dan atau

proliferasi fibrous, preretinal dan atau perdarahan vitreous.

2. PRD dengan high risk characteristic (PRD2), NVD dan/atau bila

ada perdarahan vitreous atau preretina, atau NVE ≥ ½ area disc

(24)

3. PRD lanjutan (PRD3), perdarahan vitreous ekstensif, ablasio

retina melibatkan makula, atau ptisis bulbi atau enukleasi

sekunder karena komplikasi retinopati diabetik.

• Faktor resiko terjadinya RD meliputi, umur, jenis kelamin, lama

menderita DM, kadar gula darah, DM terkontrol atau tidak, perokok, dan

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional yang bersifat deskriptif.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang dilaksanakan

mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2012.

3.3 POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian adalah semua pasien DM yang ada di RSUP H. Adam

malik Medan.

3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi :

 Semua pasien DM yang berkunjung ke Poli Endokrin RSUP H. Adam

Malik Medan dan bersedia ikut dalam penelitian.

 Semua pasien DM yang dikonsulkan dari Ruangan Penyakit Dalam ke

Poli Mata RSUP H. Adam Malik Medan dan bersedia ikut dalam

(26)

Kriteria eksklusi :

 Pasien DM dengan kelainan segmen anterior mata.

 Pasien DM dengan kekeruhan lensa (katarak)

 Pasien DM dengan keadaan umum jelek (lemah) sehingga tidak

kooperatif untuk dilakukan pemeriksaan.

 Pasien DM dengan tekanan intraokular (TIO) › 21 mmHg.

3.5 IDENTIFIKASI VARIABEL

Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian :

1. Variabel terikat adalah DM

2. Variabel bebas adalah retinopati diabetik

3.6 BAHAN DAN ALAT

* Pulpen (pinsil)

* Kertas folio

* senter

* Snellen Chart

* Tonometer non kontak

* Slit lamp biomikroskop

* Oftalmoskop direk

* Oftalmoskop indirek

(27)

3.7 JALAN PENELITIAN DAN CARA KERJA

• Penderita yang telah didiagnosis DM oleh Departemen Penyakit Dalam

(Endokrin) disarankan ke Poli mata untuk pemeriksaan mata.

• Penjelasan kepada penderita DM mengenai cara pemeriksaan dan tujuan

pemeriksaan yang akan dilakukan.

• Anamnesa lama DM dan faktor-faktor yang terkait (merokok, penyakit

penyerta, dan lain-lain.)

• Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

• Pemeriksaan segmen anterior.

• Pengukuran TIO, bila dibawah 21 mmHg, mata diberi tetes tropicamide 1%

untuk melebarkan pupil (anak mata).

• Pemeriksaan direct ophthalmoscop dan indirect ophthalmoscop.

• Penilaian dan interpretasi kelainan retina pada pasien DM dari masing-masing

pemeriksaan tersebut dicatat sebagai data penelitian untuk dijadikan hasil

penelitian.

3.8 ANALISIS DATA

Analisa data dilakukan secara deskripsi dan disajikan dalam bentuk

tabulasi data

3.9 PERTIMBANGAN ETIKA

Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu

(28)

kemudian di ajukan untuk di setujui oleh rapat komite etika PPKRM

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.10 PERSONAL PENELITIAN

Peneliti : Vanda Virgayanti

3.11 BIAYA PENELITIAN

Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sendiri

(29)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Poli Mata RSUP H. Adam Malik Medan dalam

waktu bulan Januari sampai Mei 2012. Subjek penelitian didapat 300 penderita

DM, dimana dari keseluruhan penderita DM tersebut menderita retinopati diabetik

sebanyak 110 orang diantaranya mengenai satu mata sebanyak 26 orang dan

mengenai kedua mata sebanyak 84 orang.

Dari subjek penelitian ini didapatkan data yang tercantum dalam tabel-tabel

berikut.

Tabel 5.1 Karakteristik awal subjek penelitian

Tabel 5.2 Karakteristik jenis kelamin penderita RD

Jumlah DM %

1. Jenis kelamin

- Laki-laki 141 47

- Perempuan 159 53

2. Usia

- < 30 tahun 6 2,0

- 31 – 50 tahun 73 24,3

- 51 – 70 tahun 195 65,0

- > 70 tahun 26 8,7

3. Lama menderita DM

- Baru diketahui 52 17,3

- < 5 tahun 132 44,0

- 5 – 10 tahun 90 30,0

(30)

Jenis kelamin N %

Laki-laki 57 51.8

Perempuan 53 48,2

Total 110 100,0

Dari tabel terlihat jumlah penderita RD laki-laki maupun perempuan tidak jauh

berbeda.

Tabel 5.3 Karakteristik kelompok umur penderita RD

Kelompok Umur (tahun) N %

< 30 3 2.7

31-50 16 14.5

51-70 76 69.1

>70 15 13.6

Total 110 100

Dari tabel tersebut, kelompok umur yang terbanyak adalah 51 – 70 tahun

sebanyak 76 subjek (69,1 %), kemudian kelompok umur 31 – 50 tahun sebanyak

16 subjek (14,5 %) dan kelompok umur >70 tahun sebanyak 15 subjek (13,6 %).

Tabel 5.4 Karakteristik lama menderita DM pada RD

Lama DM (tahun) N %

Baru diketahui 11 10.0

< 5 46 41.8

5 – 10 36 32.7

>10 17 15.5

Total 110 100

Dari tabel tersebut. terlihat jumlah RD yang terbanyak adalah penderita DM

(31)

Tabel 5.5 Karakteristik kontrol gula darah pada penderita RD

Kontrol KGD N %

Teratur 75 68.2

Tidak teratur 35 31.8

Total 110 100

Dari tabel tersebut pada penderita RD sebanyak 75 subjek (74,3 %) teratur

mengontrol kadar gula darah, dan sebanyak 35 subjek (25,7 %) tidak teratur

mengontrol kadar gula darahnya.

Tabel 5.6 Karakteristik kebiasaan merokok penderita RD

Perokok N %

Berat 7 6.4

Ringan 11 10.0

Tidak merokok 92 83.6

Total 110 100

Dari kebiasaan merokok pada penderita RD didapatkan jumlah yang tidak

merokok sebanyak 92 subjek (83,6 %), merokok ringan sebanyak 11 (10 %), dan

berat sebanyak 7 (6,4 %).

Tabel 5.7 Karakteristik penderita RD disertai hipertensi

Hipertensi N %

Ya 54 49.1

Tidak 56 50.9

(32)

Dari tabel tersebut telihat bahwa penderita RD yang disertai hipertensi sebanyak

54 orang (49,1 %) dan 56 orang yang tidak menderita hipertensi.

Tabel 5.8 Karakteristik penderita RD disertai dislipidemia

Dislipidemia N %

Ya 31 28.2

Tidak 79 71.8

Total 110 100

Dari tabel tersebut telihat penderita RD sebanyak 79 orang (71,8 %) tidak disertai

dislipidemia, dan sebanyak 31 orang (28,2 %) disertai dislipidemia.

Tabel 5.9 Karakteristik tajam penglihatan penderita RD

Tajam Penglihatan Mata kanan Mata Kiri

N % N %

6/6 - 6/18 23 20.9 26 23.6

6/20-6/50 44 40.0 45 40.9

6/60-3/60 31 28.2 26 23.6

< 3/60 12 10.9 13 11.8

Total 110 100 110 100

Tabel 5.10 Karakteristik klasifikasi diagnosis RD mengenai satu mata

Diagnosis N

Hanya mikroaneurisma 17

NPRD ringan 7

NPRD sedang 1

NPRD berat 1

(33)

Tabel 5.11 Karakteristik klasifikasi diagnosis RD mengenai dua mata

Diagnosis N

Mata kanan Mata kiri

Hanya mikroaneurisma 6 8

NPRD ringan 47 51

NPRD sedang 12 10

NPRD berat 7 3

NPRD sangat berat 1 3

PRD 11 9

(34)

BAB V

PEMBAHASAN

Dari data 300 penderita DM yang diperiksa, didapatkan data umum dan

data khusus mengenai 600 mata yang diperiksa secara terpisah. Didapat bahwa

jumlah penderita RD antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Literatur

menyatakan bahwa tidak terdapat predisposisi jenis kelamin untuk menderita

retinopati diabetik.

Kelompok umur yang terbanyak adalah antara 51-70 tahun (69,1%), sesuai

dengan literatur bahwa retinopati diabetik banyak terjadi pada usia di atas 40

tahun. Dari data mengenai lamanya DM menunjukkan subjek paling banyak

mengalami DM < 5 tahun (41,8%), hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa

penderita DM telah menderita penyakit tersebut beberapa waktu sebelumnya dari

saat ditegakkan diagnosa DM terhadapnya. Berdasarkan literatur, lama menderita

DM merupakan faktor risiko utama yang berkaitan dengan perkembangan

retinopati diabetik. Setelah lima tahun menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien

mengalami retinopati. Setelah 10 tahun, hampir 60% menderita retinopati dan

setelah 15 tahun 80% akan menderita retinopati.

Dari data kebiasaan mengontrol kadar gula darah, tampak kelompok

subjek yang mengontrol teratur gula darahnya lebih banyak yaitu 68,2 %, namun

dari semua subjek yang meyatakan bahwa kadar gulanya terkontrol tersebut,

beberapa subjek tetap memiliki KGD yang tinggi meskipun telah melaksanakan

(35)

Kebiasaan merokok, didapatkan data perokok (baik yang berat maupun yang

ringan) sebanyak 16,4%, serta jumlah yang tidak merokok dalam persentase yang

lebih besar yaitu 83,6% hal ini mungkin diakibatkan subjek yang mengaku tidak

merokok bukan berarti tidak mempunyai riwayat merokok. Dari penelitian ini

tampak penderita retinopati diabetik sebagian kecil mempunyai riwayat merokok

meskipun tidak dapat dipastikan pengaruh rokok terhadap derajat keparahan

retinopati diabetik.

Dari data mengenai penyakit hipertensi pada penderita RD relatif hampir sama

dalam hal jumlahnya antara kelompok yang menderita hipertensi dibanding tidak

hipertensi. Hal ini sesuai dengan teori yang telah ada yaitu penderita retinopati

diabetik sering disertai dengan penyakit hipertensi yang dapat memperparah

retinopatinya. Demikian pula halnya dengan penderita RD yang disertai

dislipidemia.

Data tajam penglihatan subjek penelitian dilakukan secara terpisah antara mata

kanan dan mata kiri, tampak mata kanan subjek maupun mata kiri mempunyai

visus rata-rata 6/20-6/50 yaitu bekisar 40%, hal ini mungkin dikaitkan dengan

derajat keparahan rata-rata penderita RD yg paling banyak adalah nonproliferatif

retinopati diabetik ringan.

Klasifikasi diagnosis retinopati diabetik sekaligus menjadi data yang

memberikan informasi mengenai jumlah pasien yang telah mengalami RD akibat

dari DM sebanyak 36,7% dan paling banyak mengenai kedua mata (76,3%).

Jumlah ini meskipun tidak sebesar 40% sebagaimana penelitian yang telah ada

sebelum ini, harus menjadi perhatian yang serius karena proporsi tersebut adalah

(36)

kemungkinan penderita DM yang lain yang tidak menjadi bagian dari penelitian

ini. Disamping itu pertambahan jumlah RD akibat DM sudah tentu akan

meningkat seiring pertambahan usia dan lamanya penderita mengalami DM.

(37)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Proporsi angka kejadian Retinopati Diabetik pada penderita Diabetes

Melitus di RSUP H. Adam Malik Medan adalah 36,7 %.

2. Pada penelitian ini, faktor usia, lama DM, kontrol gula darah, hipertensi,

dislipidemia dan merokok masih belum dapat dibuktikan secara nyata

mempunyai pengaruh terhadap terjadinya RD atau keparahannya,

dikarenakan data yang diperoleh hanya merupakan kuesioner/ anamnesa

dari penderita DM secara langsung.

3. Klasifikasi RD yang terbanyak pada subjek penelitian ini adalah NPRD

ringan.

SARAN

1. Untuk mengurangi angka kebutaan akibat RD sangat perlu adanya

kedisiplinan antara Dokter Mata, Dokter Penyakit Dalam (khususnya

Bagian Endokrin) dan penderita DM dalam pemeriksaan dini kondisi mata

(retina) dalam upaya mencegah dan atau menangani kerusakan retina yang

terjadi akibat DM dengan membuat protap baku tentang manajemen

penderita DM untuk mengantisipasi terjadi RD.

2. Perlu data-data dan penelitian lebih lanjut untuk mendukung pengetahuan

mengenai RD akibat DM dan hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. World Sight Day, Upaya Mencegah Kebutaan di Seluruh Dunia, available at

http://www.mitranetra,or.id/default.asp?page=halo&id=78

2. Diabetic Eye Disease, Diabetic Retinopathy, available at, http://www.

denvereyesurgeons.com/

3. Damayanti Kun D dkk, Prevalensi & Faktor-Faktor Risiko Retinopati

Diabetik pada Penderita DM di RS Hasan Sadikin, Bag. Ilmu Kesehatan Mata, FK UNPAD, RS Cicendo, available at: isjf.pdii.Lipi. g0.id/admin/jurnal/252931417.pdf

denver/diabetic-eye-disease.htm

4. Facts about Diabetic Retinopathy, available at, http://www-moorfields.

nhs.uk/Eyehealth/commoneyeconditions/Diabeticretinopathy/

5. Diabetes, cause, incidence, and risk factors, available at,

Facts

http://www.ncbi.

nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001350/US.National

6. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science

Course,Retinal Vascular Disease in Retina and Vitreous, section 12, chapter 5, 2009-2010, p. 109-131

Library of Medicine-The World’s Largest Medical Library.

7. Kanski JJ, Retinal Vascular Disease, Diabetic Retinopathy, in Clinical

Ophthalmology A systematic Approach, chapter 16, 2007, p. 566-584

8. Purba Darwan M dkk, Retinopati diabetik, dalam Retina dari Pediatrik

hingga Geriatrik, Jakarta Eye Center, 2011, hal. 137-166

9. Kriteria Perkeni menegakkan DM, available at, www. Klinik Diabetes

Nusantara.com/pages/tentang diabetes/kontrol.hbalr.php.

10. Diagnosis DM, available at, www.ncbi.nlm.gov/pubmedhealth. National

Library of Medicine-The Word’s Largest Medical Library.

11. Khurana AK, Diabetic Retinopathy in Comprehensive Ophthalmology,

(39)

12. Tasman W, Diabetic Retinopathy, in Dune’s Clinical Ophthalmology, vol.3,

chapter 15, Lippincot Williams and Wilkins, Revised Edition, 2004, p. 251-259

13. Vander James F, Diabetic Retinopathy, in Ophthalmology Secrets in Color,

Third Edition, Mosby, Elsevier, 2007, p. 376-383

14. Ogden Thomas E, Medical Retina, in Retina Basic Science and Inherited

Retinal Disease, Third Edition, volume two, C.P. Wilkinson,Mosby, Philadelpia, 2004, p. 967-973

15. Sony P, Venkatesh P and all, Step by Step Optical Coherence Tomography,

Jaypee Brothers, Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi, 2007, p.205-211

16. Jaffe GJ, Caprioli J, Optical coherence tomography to detect and manage

retinal disease and glaucoma. AJ Ophthlmol. 2004; 137:156-69

17. Goebel W, Gross K, Tatjana. Retinal Thickness in Diabetic Retinopathy; A

Study Using Optical Coherence Tomography (OCT), jurnal retina: Desember 2002, volume 22, issu 6, hal 759-767.

18. Lisegang TJ, Deutsch TA, Grand MG, Ocular development, Fundamentals

and principles of ophthalmology section 2, Sanfransisco, American Academy of Ophthalmology, 2005-2006, p.133-157.

19. Boulton M. The pathogenesis of diabetika retinopathy: old concepts and new

questions. Eye.2004; 16:242-260

20. Odgen TE, Hinton DR, The Development of the Retina. Third edition

volume one. Singapore. Mosby. 2002.p 3-17.

21. Celles J, Cipolla M. Diabetes and endothelial dysfunction, a clinical

perspective. Endocrine review. 2005. P.22,36-52.

22. David J Browning, Diabetic Macular Edema, Am J Ophthalmol

(40)

Lampiran

LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA SETELAH PENJELASAN KEPADA

CALON SUBJEK PENELITIAN

( INFORMED CONCENT )

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian “Prevalensi Retinopati Diabetik pada penderita Diabetes Melitus”. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, ... 2012

Yang memberi persetujuan

(41)

KUESIONER PENELITIAN RETINOPATI DIABETIK

1. Data umum :

Nama : ...

Umur : ... tahun

Kelamin : lk/pr

Pekerjaan : ...

2. Data dasar :

a. Lama dikenal menderita DM :

1. Baru diketahui (lanjut ke [c])

2. Diketahui < 5 tahun

3. Diketahui 5 – 10 tahun

4. Diketahui > 10 tahun

b. Kontrol gula darah :

1. Teratur

2. Tidak teratur

c. Kebiasaan merokok :

1. Perokok berat (lebih dari 20 btg perhari)

2.Perokok ringan (kurang dari 20 brg perhari)

3. Tidak merokok

3. Data lanjutan

a. Hipertensi

(42)

2. Hipertensi

b. Dislipidemia

1. Ada

2. Tidak Ada

4. Status Opftalmologis :

OD OS

Visus

Diameter pupil tanpa midriatika

(43)

Blot haemorrhage

Exudat (soft)

Exudat (hard)

Neovaskuler (NVD) Neovaskuler (NVE)

Vitreous

Proliferasi

Gambar

Tabel 5.1 Karakteristik awal subjek penelitian
Tabel 5.3 Karakteristik kelompok umur penderita RD
Tabel 5.6 Karakteristik kebiasaan merokok penderita RD
Tabel 5.8  Karakteristik penderita RD disertai dislipidemia
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karya tulis yang berjudul Hubungan Terapi Retinopati Diabetik dengan Prognosis Kebutaan pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Mata Undaan Surabaya

Berdasarkan penelitian, diperoleh derajat hipertensi penderita retinopati hipertensi yang paling banyak adalah hipertensi tahap I dengan jumlah 23 orang (46,9%), kemudian

Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (DAN). Uji komponen parasimpatis DAN

Karya tulis yang berjudul Hubungan Terapi Retinopati Diabetik dengan Prognosis Kebutaan pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Mata Undaan Surabaya

- Pasien poli mata sub divisi retina dengan gejala dan tanda yang mengarah pada retinopati hipertensi, walaupun pasien tidak mengetahui bahwa ia menderita hipertensi dan

- Pasien poli mata sub divisi retina dengan gejala dan tanda yang mengarah pada retinopati hipertensi, walaupun pasien tidak mengetahui bahwa ia menderita hipertensi dan

Kriteria eksklusi adalah perdarahan vitreous akibat selain diabetik retinopati, pernah menjalani operasi vitrektomi sebelumnya, terdapat riwayat penyakit retina lain yang dapat

Retinopati diabetik (DR) ditandai dengan kerusakan progresif pada kapiler retina yang menyebabkan iskemia retina Fotokoagulasi panretinal (PFC) telah menjadi pilihan utama pengobatan standar untuk retinopati diabetik proliferatif (PDR) sejak studi DR yang menunjukkan manfaatnya lebih dari 40 tahun yang lalu. Di sisi lain, PFC dapat menyebabkan memburuknya DME yang sudah ada atau meningkatkan kejadiannya. Sehingga, alternatif pengobatan yang berbeda pada PDR harus