• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

IMUNOEKSPRESI p63 PADA INVERTED PAPILLOMA DAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA SINONASAL

TESIS

Oleh : Dr. AGUSSALIM

NIM. 087109002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IMUNOEKSPRESI p63 PADA INVERTED PAPILLOMA DAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA SINONASAL

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai

Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh : Dr. AGUSSALIM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Medan, 6 Agustus 2012

Tesis dengan judul

IMUNOEKSPRESI p63 PADA INVERTED PAPILLOMA DAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA SINONASAL

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

NIP. 19610716 198803 2 001 dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL (K)

Anggota

dr. Farhat, Sp.THT-KL (K)

NIP. 19700316 200212 1 002 NIP. 19700812 199903 1 002 dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua program Studi

(4)

PERNYATAAN

Judul Tesis : Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti

dr. Agussalim

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, saya panjatkan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi karena dengan rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan tulisan karya ilmiah dalam bentuk tesis yang saya beri judul IMUNOEKSPRESI p63 PADA INVERTED PAPILLOMA DAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA SINONASAL.

Tulisan ini sebagai salah satu syarat umtuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini mungkin masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasannya. Dengan semua keterbatasan tersebut, saya berharap mendapat masukan yang bermanfaat demi kebaikan kita semua.

Dengan berakhirnya masa pendidikan spesialis saya, maka pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

(6)

Dokter Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran.

Yang terhormat Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan rumah sakit ini.

Yang terhormat Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K), sebagai Kepala Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat baik sebagai kepala departemen dan sebagai guru selama saya mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya.

Yang terhormat, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K) sebagai ketua

pembimbing tesis saya, dr. Farhat, Sp.THT-KL(K) dan dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL sebagai anggota pembimbing tesis, yang telah banyak memberikan

petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis spesialis ini. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

(7)

KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, KL(K), dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-KL(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, dr. Ida Sjailendrawati Harahap, Sp.THT-KL, dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL, Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K), Almh. Dr. Hafni, Sp.THT-KL(K), dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL, dr. Farhat, Sp.THT-KL(K), dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL, dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL, dr. M. Pahala Hanafi, Sp.THT-KL, dr. H.R. Yusa Herwanto, Sp.THT-KL, dr. Ferryan Sofyan, Sp. THT-KL yang telah banyak memberikan bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan di bidang THT-KL, baik secara teori maupun keterampilan yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.

Yang terhormat dr. Putri C. Eyanoer, MS. Epi. Ph.D, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan di bidang Metodologi Penelitian, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis spesialis ini. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Yang terhormat Prof. dr. H.M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K), yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan pada pemeriksaan Imunohistokimia di bagian Patologi Anatomi. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama dalam penelitian ini.

(8)

berbakti kepada orang tua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka

sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terima kasih juga saya tujukan kepada kakak dan adik-adik saya, Rahimah Karmela, S.Ag, Azwar Hakin, Amd dan dr. Annisa, yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.

Yang terhormat kedua mertua saya Prof. dr. H.M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K) dan Hj. Sainah Lubis serta abang dan adik ipar saya dr. Mhd. Riza Dahlan

Lubis, Mhd. Riyadh Ghozali Lubis, Hons, Mhd. Roza Aulia Lubis, Hons, M.Si, dr. Mhd. Fachrul Rozi Lubis, Mhd. Munawar Iqbal Lubis, S.Ked yang telah

memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga pendidikan ini dapat selesai. Kepada istriku tercinta dr. Humairah Medina Liza Lubis, M.Ked.(PA), Sp.PA serta anak-anak kami tersayang Qatrunnada Medina Salim, Mhd. Fathurridha Arabia Salim, Mhd. Fathir Aththariq Salim dan Mhd. Fardhan Al Zaidi Salim, tiada kata yang lebih indah yang dapat diucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya saya sampai pada saat yang berbahagia ini.

Yang tercinta teman-teman Residen Spesialis Kedokteran Ilmu Kesehatan THT-Bedah Kepala Leher yang telah bersama-sama, baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin persaudaraan yang erat, dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.

(9)

petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pengasih< maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amiii, Amiiin Ya Robbal’alamin.

Medan, 7 Agustus 2012

Penulis

(10)

Imunoekspresi p63 pada Inverted Papilloma dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal

(Hasil Penelitian)

Agussalim, Rizalina A. Asnir, Farhat, Harry A. Asroel Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Karsinoma sel skuamosa sinonasal kadang sulit dibedakan dengan inverted papilloma yang merupakan lesi prekursor keganasan pada sinonasal secara histopatologi dengan pewarnaan Haematoxyllin Eosin. Bahkan terkadang sering terjadi kekeliruan dalam mendiagnosis karsinoma sel skuamosa dengan adenokarsinoma. Untuk membedakannya diperlukan pewarnaan lain yang lebih akurat, salah satunya dengan imunohistokimia p63.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya perbedaan tampilan imunohistokimia antara inverted papilloma dengan karsinoma sel skuamosa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi. Sampel penelitian sebanyak 50 pasien yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi dari biopsi sinonasal yang telah didiagnosis dengan pewarnaan Haematoxyllin Eosin.

Tidak terdapat perbedaan tampilan p63 yang bermakna antara inverted papilloma dengan karsinoma sel skuamosa sinonasal (p>0,05) dimana p63 tertampil pada kedua kasus inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa.

(11)

Immunoekxpression of p63 on Inverted Papilloma and Squamous Cell Carcinoma

of Sinonasal Region (The Research Result)

Agussalim,

Rizalina A. Asnir, Farhat, Harry A. Asroel Ear, Nose, and Throat – Head and Neck Surgery Department of Medical Faculty

of North Sumatera University / H. Adam Malik General Hospital Medan

Abstract

Sometimes squamous cell carcinoma of sinonasal region is very difficult distinguish with inverted papilloma which is malignant precursor lesion in the sinonasal by histopathologically with Haematoxyllin Eosin staining. And sometimes a common mistake in diagnosing squamous cell carcinoma with adenocarcinoma. Necessary to distinguish a more accurate stain, such as p63 immunohistochemistry.

The purpose of this research is to prove distinctive of p63 immunohistochemsitry expression among inverted papilloma and squamous cell carcinoma.

This research constitute descriptive reasearch. Observational sample contain 50 paraffin blocks of inverted papilloma and squamous cell carcinoma from biopsy have been diagnosed by Hematoxyllin Eosin staining.

It has not significant difference of 63 expression among inverted papilloma and squamous cell carcinoma (p>0,05) which p63 expression was found in both cases.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR SINGKATAN...

BAB 1. PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Hipotesis... 1.4. Tujuan Penelitian...

1.4.1. Tujuan Umum ... 1.4.2. Tujuan Khusus ... 1.5. Manfaat Penelitian...

(13)

2.1.3. Sinus Paranasal... 2.2. Inverted Papilloma...

2.2.1. Mikroskopik Inverted Papilloma... 2.2.2. Gejala Klinis... 2.2.3. Diagnosis... 2.2.4. Penatalaksanaan... A. Rinotomi Lateral... B. Degloving... 2.2.5. Prognosis... 2.3. Karsinoma Sel Skuamosa...

2.3.1. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma... 2.3.2. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell,

transitional) Carcinoma……….………..……… 2.3.3. Gejala Klinis...

2.3.4. Diagnosis... 2.3.5. Klasifikasi TNM dan Sistem Staging………….………..……… 2.3.6. Penatalaksanaan……….………...… A. Pembedahan…….……….………..…. A.1. Drainage/Debridement………..…………..……… A.2. Resection……….…….. B. Rehabilitasi…………..………..…. C. Terapi Radiasi………...……..….. D. Kemoterapi……….……….……..……

(14)

2.4. Peran p63………..

2.4.1. Hubungan p63 dengan Lesi-lesi Jinak dan Karsinoma ……….………… 2.5. Kerangka Teori………..…. 2.6. Kerangka Konsepsional………..………

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN... 3.1. Rancangan Penelitian... 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 3.2.1. Tempat Penelitian ... 3.2.2. Waktu Penelitian ...

3.3. Subjek Penelitian………..…….. 3.3.1. Populasi ………... 3.3.2. Sampel ………...

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….……. 3.4.1. Variabel Penelitian……….………..………….... 3.4.2. Definisi Operasional Variabel………..…… 3.5. Cara Kerja... 3.5.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis………..…. 3.5.2. Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer……….…… 3.5.3. Protokol Pemulasan p63 dengan Menggunakan Metode REAL

Envision……….……… 3.6. Alat dan Bahan Penelitian………... 3.6.1. Alat-Alat Penelitian………..………….………..

(15)

3.7. Instrumen Penelitian………..………..….. 3.8. Tehnik Analisis Data………..……..…….… 3.9. Kerangka Operasional………....

BAB 4. HASIL PENELITIAN……….…….

BAB 5. PEMBAHASAN……….…….

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………..……

6.1. Kesimpulan………..… 6.2. Saran………..…..

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Histopatologi Inverted Papilloma……… 2.2. Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing………. 2.3. Peran p63 dalam perkembangan stratified epithelium………. 2.4. Mekanisme potensial p63 dalam mempertahankan populasi

stem-cell………...

2.5. Skema Kerangka Teori………

2.6. 3.1.

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Distribusi Data Berdasarkan Umur Pada Inverted Papilloma dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal... 4.2. Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Kelompok Inverted

Papilloma dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal... 4.3. Distribusi Penderita Inverted Papilloma dan Karsinoma Sel

Skuamosa Sinonasal Menurut Suku Bangsa... 4.4. Distribusi Ekspresi Imunohistokimia p63 pada Lesi Inverted

Papilloma dan Karsinoma Sel Skuamosa sinonasal……… 4.5. Distribusi Hubungan Ekspresi p63 Negatif dan Positif pada Inverted Papilloma dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal……….. 4.6. Distribusi Jumlah Ekspresi p63 dan Histopatologi Inverted Papilloma

(18)

DAFTAR SINGKATAN

Cdk : Cyclin Dependent Kinase DNA : Deoxyribo nucleic acid HE : Hematoxyllin Eosin HPV : Human Papiloma Virus IP : Inverted papilloma KSS : Karsinoma sel skuamosa N : Kelenjar getah bening regional M : Metastasis jauh

p53 : Protein 53 p63 : Protein 63 Rb : Retinoblastoma

(19)

Imunoekspresi p63 pada Inverted Papilloma dan Karsinoma Sel Skuamosa Sinonasal

(Hasil Penelitian)

Agussalim, Rizalina A. Asnir, Farhat, Harry A. Asroel Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

Karsinoma sel skuamosa sinonasal kadang sulit dibedakan dengan inverted papilloma yang merupakan lesi prekursor keganasan pada sinonasal secara histopatologi dengan pewarnaan Haematoxyllin Eosin. Bahkan terkadang sering terjadi kekeliruan dalam mendiagnosis karsinoma sel skuamosa dengan adenokarsinoma. Untuk membedakannya diperlukan pewarnaan lain yang lebih akurat, salah satunya dengan imunohistokimia p63.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya perbedaan tampilan imunohistokimia antara inverted papilloma dengan karsinoma sel skuamosa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi. Sampel penelitian sebanyak 50 pasien yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi dari biopsi sinonasal yang telah didiagnosis dengan pewarnaan Haematoxyllin Eosin.

Tidak terdapat perbedaan tampilan p63 yang bermakna antara inverted papilloma dengan karsinoma sel skuamosa sinonasal (p>0,05) dimana p63 tertampil pada kedua kasus inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa.

(20)

Immunoekxpression of p63 on Inverted Papilloma and Squamous Cell Carcinoma

of Sinonasal Region (The Research Result)

Agussalim,

Rizalina A. Asnir, Farhat, Harry A. Asroel Ear, Nose, and Throat – Head and Neck Surgery Department of Medical Faculty

of North Sumatera University / H. Adam Malik General Hospital Medan

Abstract

Sometimes squamous cell carcinoma of sinonasal region is very difficult distinguish with inverted papilloma which is malignant precursor lesion in the sinonasal by histopathologically with Haematoxyllin Eosin staining. And sometimes a common mistake in diagnosing squamous cell carcinoma with adenocarcinoma. Necessary to distinguish a more accurate stain, such as p63 immunohistochemistry.

The purpose of this research is to prove distinctive of p63 immunohistochemsitry expression among inverted papilloma and squamous cell carcinoma.

This research constitute descriptive reasearch. Observational sample contain 50 paraffin blocks of inverted papilloma and squamous cell carcinoma from biopsy have been diagnosed by Hematoxyllin Eosin staining.

It has not significant difference of 63 expression among inverted papilloma and squamous cell carcinoma (p>0,05) which p63 expression was found in both cases.

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumor nasal dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Inverted papilloma (IP) merupakan tumor jinaksedangkan karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan (Quin et al, 2004; Bailey, 2006; Roezin, 2007).

IP merupakan neoplasma epitelial yang berkembang dari pelapis membran respiratori Schnederian, ditemukan hanya berkisar 0,5-4% dari seluruh tumor nasal. Tumor ini memiliki empat karakteristik yaitu kecenderungannya untuk rekuren, kemampuan destruktif dan invasi lokal, berhubungan dengan polip nasal dan

berkecenderungan berkembang dengan cepat dan menjadi keganasan sebesar 5-15%. Sedangkan KSS merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari

epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non keratinizing (Barnes et al, 2005; Wolpoe

IP menunjukkan langkah-langkah perubahan histologi dimana epitelium respiratori kolumnar bersilia digantikan secara perlahan dengan epitel transisional dan diikuti dengan metaplasia skuamosa yang pertumbuhannya terbalik dan akhirnya menjadi epitel skuamosa. Displasia dapat berkembang setelah itu pada area metaplasia skuamosa dan/atau epitel skuamosa, kemudian dapat berlanjut menjadi karsinoma in situ dan KSS invasif (Jee-Yeon et al, 2007).

(22)

Infeksi bakteri dan virus, kondisi inflamatori kronik, alergi, merokok tembakau dan pajanan zat kimia kemungkinan merupakan faktor etiologi. Insidensi transformasi malignan pada IP berkisar antara 2 hingga 27%. Penelitian terakhir melaporkan telah ada titik terang hubungan antara IP dan KSS sinonasal dan hampir 10% IP berhubungan dengan KSS (Katori et al, 2006; Cheuk et al, 2010, Oncel et al, 2011).

Banyak faktor yang berperan dalam transformasi keganasan ini, contohnya adalah gangguan pada berbagai protein intraseluler yang meregulasi siklus sel dan

apoptosis. Protein tumor p63, juga dikenal sebagai transformation-related protein 63 adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen TP63 pada

kromosom 3q27-29 yang homolog dengan p53 (suatu tumor supressor gene), yang meregulasi pertumbuhan dan perkembangan epitel kulit, serviks, payudara dan traktus urogenital (epithelial progenitor cells). p63 saat ini semakin dikenal sebagai protein penting dalam tumorigenesis manusia, merupakan member baru dari p53 tumor suppressor family. Ekspresinya meningkat pada jaringan malignan dibandingkan dengan jaringan normal, dan poorly differentiated carcinoma selalu menunjukkan sejumlah besar sel-sel positif p63 dibandingkan well differentiated carcinoma (Oncel et al, 2011).

(23)

Selain itu, diagnosis IP sering terabaikan dan memiliki tingkat kesulitan yang berarti dari ahli THT-KL dan ahli patologi. Terkadang, karsinoma in situ yang sering kali dijumpai bersamaan dengan IP luput dari pengamatan, karena keterbatasan pewarnaan yang hanya mengandalkan Hematoxylin Eosin (HE), sehingga penanganan dan penatalaksanaan lesi ini menjadi hambatan bagi para klinisi untuk mencapai hasil yang maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Peneliti juga berkeinginan mengetahui bagaimana ekspresi p63 pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana ekspresi p63 pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

1.3. Hipotesis

Ada perbedaan ekspresi imunohistokimia p63 pada lesi inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui ekspresi imunohistokimia p63 pada lesi inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran karakteristik penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa berdasarkan umur, jenis kelamin dan suku bangsa. 2. Mengetahui ekspresi imunohistokimia p63 pada lesi inverted papilloma dan

(24)

3. Mengetahui hubungan ekspresi p63 negatif dan positif pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

4. Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan imunohistokimia p63 pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan penunjang diagnosis yang lebih akurat pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

(25)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Anatomi Hidung

Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri (Corbridge, 1998).

2.1.1. Septum Nasi

Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi juga dengan mukosa nasal.

Bagian tulang terdiri dari dua tulang nasal yang bersatu pada garis tengah dan berada pada bagian atas prosesus nasalis tulang frontal.

Sedangkan bagian tulang rawan terdiri dari : A. Kartilago lateral atas

B. Kartilago lateral bawah (alar cartilages) C. Kartilago lesser alar (sesamoid)

D. Kartilago septum (Dhingra, 2007)

2.1.2. Perdarahan

(26)

membentuk fleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan superior.

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior (Lund, 1997).

2.1.3. Sinus Paranasal

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya

(Mangunkusumo, 1999).

Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis, etmoidalis, dan maksilaris. Sinus maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang selama dalam masa kehamilan. Sinus maksilaris berkembang secara cepat hingga usia tiga tahun dan kemudian mulai lagi saat usia tujuh tahun hingga 18 tahun dan saat itu juga air-cell ethmoid tumbuh dari tiga atau empat sel menjadi 10-15 sel per sisi hingga mencapai usia 12 tahun (Jhosephson dan Roy, 1999).

(27)

ke dalam nasal untuk dibuang. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara (Adams, 1997).

2.2. Inverted Papilloma

Papilloma sinonasal secara klasik dikategorikan berdasarkan gambaran histologinya. Tiga subtipe telah ditetapkan oleh World Health Organization terhadap lesi ini yaitu inverted papilloma, cylindrical cell papilloma dan fungiform papilloma (Jacob et al, 2007, Klimek et al, 2000).

IP merupakan tumor jinak yang berasal dari pseudostratified ciliated columnar epithelium regio sinonasal, umumnya dinding lateral rongga hidung kebanyakan pada meatus media, jarang dari septum nasi ataupun sinus paranasal. Pertama kali dideskripsikan pada tahun 1854 oleh Ward. (Carrau et al, 2006; Kainuma et al, 2011).

Tumor ini masih jarang ditemukan 0,5%-4% dari seluruh tumor hidung dan sinus paranasal, menyerupai polip tetapi lebih padat bila dibandingkan polip nasi, biasanya bersifat unilateral, secara histologi jinak tapi berkemampuan untuk tumbuh cepat dan bertendensi menjadi keganasan 5-15%. Umumnya terjadi pada orang dewasa umur 40-70 tahun. Pada laki-laki cenderung lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 4 : 1 (Stern, 1996; Chessman, 1997; Carrau, 2006; Lalwani, 2007; Shik Kim et al, 2010).

(28)

Sinusitis paranasal banyak ditemukan pada pasien dengan IP, dan beberapa peneliti menyimpulkan bahwa sinusitis tersebut disebabkan oleh tumor yang mengobtruksi sinus dan bukan sebaliknya (Kim et al, 2003).

Keberadaan human papiloma virus (HPV) telah dibuktikan pada beberapa laporan dengan frekuensi yang berbeda. Respler et al, menemukan DNA HPV 11 pada 2 orang pasien mereka. Weber et al, menemukan DNA HPV pada 16 dari 21 pasien mereka.Weiner et al, menemukan DNA HPV 6 dan HPV 11 sebanyak 6,8 % dari 69 kasus (Kim et al, 2003; Jee-Yeon et al, 2007).

2.2.1. Mikroskopik Inverted Papilloma

Gambaran makroskopis IP mirip seperti polip tetapi lebih padat dan permukaan bergerombol, dengan warna bervariasi dari merah muda sampai agak pucat, lebih banyak jaringan vaskularnya dari polip (Carrau, 2006; Cardesa, 2006).

Lesi dari IP ini umumnya berasal dari mukosa dinding lateral dari nasal dan dapat melibatkan sinus paranasal, orbital dan anterior basis kranii, telah dilaporkan juga bisa melibatkan nasofaring, duktus lakrimalis dan bahkan tulang temporal pada cavum mastoid (Carrau, 2006; Cardesa, 2006).

IP merupakan bentuk kelainan yang ditandai dengan epitel yang hiperplastik terlihat membalik (inverted) dan terdapat pertumbuhan yang endofitik ke stroma di bawahnya.

(29)

Gambar 2.1. Histopatologi Inverted Papilloma (Cardesa, 2006)

2.2.2. Gejala Klinis

Lamanya timbul gejala IP bervariasi antara beberapa minggu sampai tahunan, tidak ada gejala spesifik yang dapat membedakan IP dan IP dengan keganasan. Gejala utama yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita IP ini adalah sumbatan hidung yang bersifat unilateral, diikuti oleh gejala rinorhea dan perdarahan hidung. Kemudian gejala proptosis dan epipora, pada kondisi yang lebih lanjut melibatkan orbita dan duktus lakrimalis (Lalwani, 2007).

2.2.3. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan: - Anamnesa yang cermat dari gejala klinis - Pemeriksaan fisik

(30)

2.2.4. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan IP adalah pengangkatan tumor secara keseluruhan, tanpa meninggalkan sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh.

Sebagai pilihan pengobatan utama adalah pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan rinotomi lateral atau degloving bila massa tumor ada di traktus sinonasal dan dengan mastoidektomi untuk massa tumor di telinga tengah dan kavum mastoid.

Terapi IP adalah tindakan bedah. Eksisi komplit penting untuk mencegah rekuren. Angka rekuren yang tinggi terjadi pada eksisi tak komplit dari tumor, reseksi secara endoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi komplikasi pendekatan eksternal (Baruah, 2003)

Pendekatan degloving atau rinotomi lateral yang dikombinasi dengan medial maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi.

A. Rinotomi Lateral

Myers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya yang ada pada ipsilateral sinus paranasal.

Sessions, Larson dan Pope menganjurkan cara rinotomi lateral yang dilanjutkan dengan etmoidektomi dan maksilekstomi medial untuk mengangkat tumor-tumor yang terlokalisir di hidung, baik jinak maupun ganas.

(31)

Weber ini diperluas sampai dibawah kelopak mata disebut insisi Weber-Ferguson. Insisi dapat diteruskan sampai bersambung dengan insisi gingivobukal.

Setelah kulit diinsisi dan periosteum dilepaskan dari tulang muka, dilakukan osteotomi untuk mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong sepanjang pinggir aperture piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi yang berlawanan. Semua kasus-kasus yang ditemui bersama KSS telah ditanggulangi dengan cara seperti di atas tanpa terjadi kekambuhan kembali tumor tersebut dan didapat hasil yang cukup baik mengenai aspek kosmetik dan fungsionalnya (Stern, 1996; Mark, 2000).

B. Degloving

Teknik pembedahan degloving yang digunakan ada 2 jenis yaitu: I. Menurut Conley dan Price serta Magnila:

Pada prinsipnya dibuat 4 macam insisi yaitu:

1. Insisi sublabial seperti pada operasi Caldwell luc, mulai dari tuberositas maksila satu sisi sampai tuberositas maksila sisi lainnya. Insisi diteruskan sampai mencapai periosteum dan jaringan lunak muka dilepaskan dari dinding depan maksila sampai mencapai foramen infraorbita. Saraf dan pembuluh darah infraorbita dipertahankan.

2. Dilakukan insisi transfiksi yang akan memisahkan tulang rawan septum dengan kolumela.

(32)

4. Insisi sekeliling apertura piriformis pada kedua sisi (Stern, 1996; Mark, 2000).

II.Cara Pavolainen dan Malmberg

1. Dilakukan insisi sublabial bilateral seperti cara Conley.

2. Mukosa hidung hanya diinsisi sepanjang bagian bawah apertura piriformis. 3. Dilakukan osteotomi lateral pada kedua sisi, yang juga memotong mukosa

hidung sampai mencapai sutura naso frontal.

4. Tulang rawan septum bersama mukosa yang menutupinya digunting mulai dari spina nasalis anterior ke atas sampai mencapai sutura nasofrontal, yaitu pada batas atas osteotomi sejajar dengan arah osteotomi (Sautter, 2007).

2.2.5. Prognosis

Prognosisnya dipengaruhi banyak faktor seperti usia penderita, lokasi dan penyebaran tumor dan keterlibatan organ sekitar serta jenis terapi dan teknik pendekatan yang dilakukan, keterlibatan kelenjar limfe leher dan gambaran histologi (Lalwani, 2007).

2.3. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non keratinizing (Barnes et al, 2005; Wolpoe

Enam puluh persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Apabila hanya melibatkan sinus-sinus

(33)

dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Neoplasma maligna pada tempat-tempat ini dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan dalam jumlah yang signifikan (Adams, 1997; Barnes, 2005; Dhingra, 2007).

Secara makroskopik, KSS kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif (Barnes

2.3.1.Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma et al, 2005).

Secara histologi, tumor ini identik dengan KSS dari lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai berupa diferensiansi baik, sedang atau buruk (Barnes

2.3.2. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma et al, 2005; Wolpoe et al, 2006).

(34)
[image:34.595.188.409.84.230.2]

Gambar 2.2. Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing. Pulau-pulau sel-sel tumor

kohesif menginvasi ke dalam stroma dibawahnya. Permukaan karsinoma in situ terlihat (Barneset al, 2005)

2.3.3. Gejala Klinis

(35)

Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal bervariasi dari 1% hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang dari 10%. Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11% pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher (Bailey, 2006).

2.3.4. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi dan biopsi. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi (Wong dan Krause, 2001; Dhingra, 2007).

2.3.5. Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

Cara penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal yang terbaru adalah menurut American Join Committee on Cancer (AJCC) 2010 yaitu:

Tumor Primer (T)

Sinus maksilaris

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang

(36)

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis

T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus

Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang

T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis

T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal

(37)

Kelenjar getah bening regional (N)

NX Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 Pembesarankelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm

N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm

Metastasis Jauh (M)

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh (Greene, 2010).

Stadium tumor ganas nasal dan sinus paranasal

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

(38)

IVA T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVB T4b Semua N M0

Semua T N3 M0

IVC Semua T Semua N M1 (Green, 2010)

2.3.6. Penatalaksanaan

A. Pembedahan

A.1. Drainage/Debridement

Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada pasien dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi sebagai pengobatan primer (Bailey, 2006).

A.2. Resection

(39)

Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative imaging, intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan material untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal dan sinus paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk traditional open technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai untuk melihat tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk melihat batas bebas tumor (Poetker et al, 2005; Bailey, 2006; Zinreich, 2006; Lund et al, 2007; Nicolai et al, 2008).

B. Rehabilitasi

Tujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap (Bailey, 2006).

C. Terapi Radiasi

(40)

D. Kemoterapi

Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi (Bailey, 2006).

2.3.7. Prognosis

(41)

2.4. Peran p63

Tumor protein p63, juga dikenal sebagai transformation-related protein 63

adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen TP63 pada kromosom 3q27-29 yang homolog dengan p53 (suatu tumor supressor gene), yang meregulasi

pertumbuhan dan perkembangan epitel kulit, serviks, payudara dan traktus urogenital. p63 membantu mengatur diferensiasi dan proliferasi sel-sel progenitor epitel (Oncel et al, 2011).

Dalam mengatur diferensiasi atau memperbaharui sel sendiri (self-renewal), p63 berperan sehubungan dengan isoform yang dipunyainya yaitu TAp63 dan

[image:41.595.113.487.439.659.2]

ΔNp63. ΔNp63 mengatur ekspresi gen sel-sel basal dari epidermal, sedang ΔNp63 bersama-sama dengan TAp63 berfungsi untuk membentuk sel-sel yang berdiferensiasi akhir (Blanpain, 2007).

(42)

p63 membantu mengatur diferensiasi dan proliferasi sel-sel progenitor epitel.

ΔNp63 mempunyai banyak fungsi dalam mengembangkan kulit dan sel epitel,

mengatur dan memproliferasi sel stem/progenitor pada orang dewasa. Sebaliknya kerja TAp63 terbatas pada fungsi apoptosis (Oncel et al, 2011; Anonim, 2012).

Dari gambar (2.3) terlihat bahwa pada jaringan tertentu misalnya epidermis kulit, p63 secara langsung menimbulkan proliferasi sel progenitor dan memperbaharui diri sendiri. Pada jaringan lain misalnya thymus, p63 mempertahankan ke ‘stem-an’ sel dengan merangsang hidupnya sel tersebut (Blanpain, 2007).

[image:42.595.182.435.449.700.2]

Sedangkan dari gambar (2.4), dengan ketiadaan p63, maka sel-sel stem dan progeni-progeninya akan mati akibat apoptosis (panah merah), karena sel-sel stem yang rusak tidak dapat lagi merangsang proliferasi dan perbaikan diri sendiri (Blanpain, 2007).

(43)

2.4.1. Hubungan p63 dengan Lesi-lesi Jinak dan Karsinoma

Ekspresi p63 dapat dijumpai baik pada sel-sel neoplastik dan non-neoplastik yang berasal dari skuamosa atau mampu berdiferensiasi menjadi skuamosa, termasuk karsinoma sel skuamosa dari semua tempat, urothelium, endometrium, karsinoma tiroid papiler dan timoma. Sebaliknya, sel-sel epitel ginjal dan metaplastik Barrett, dan adenokarsinoma yang berhubungan dengannya, oleh karena kurang berkemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel skuamosa, maka p63 nya tetap negatif (Emanuel, 2005).

Ekspresi p63 lebih tinggi pada jaringan maligna dibandingkan dengan jaringan normal, dan karsinoma diferensiasi jelek menunjukkan jumlah sel p63 positif yang lebih banyak dibandingkan dengan karsinoma diferensiasi baik. p63 kuat terekspresi pada karsinoma sel skuamosa, tapi negatif pada small cell carcinoma dan adenokarsinoma (Oncel et al, 2011; Anonim, 2012).

Pada inverted papilloma, sel dengan p63 positif terutama pada daerah basal dan secara difus terlihat di dalam kelompokan epitel. Pada lesi benigna antara lain sinusitis kronik, ekspresi p63 terutama dijumpai pada sel-sel basal, sedangkan pada lapisan permukaan lainya dan stroma tidak menonjol. Terdapat peningkatan berarti p53 dan p63 pada karsinoma sel skuamosa dari saluran sinonasal dibandingkan dengan inverted papilloma (Oncel et al, 2011; Ozolek, 2007).

(44)

atas dan prostat serta tampilan aberant cytoplasmic pada adenokarsinoma paru ((Dillon et al, 2009).

Mutasi p63 terjadi pada berbagai jenis kanker dan jalur karsinogenesisnya sama dengan p53 (Hagiwara et al, 1999). Knudson mengajukan teori yang kemudian dikenal sebagai Knudson Hypothesis yang menyatakan bahwa terdapat gen yang dalam keadaan normal dapat mencegah pertumbuhan tumor dan bahwa tumor akan timbul bila kedua copy dari gen ini hilang. Berbagai nama kemudian diberikan pada golongan gen ini diantaranya anti onkogen, cancer susceptibility genes dan tumor suppressor genes. Tumor suppressor gene sering menjadi target mutasi resesif pada berbagai penyakit keganasan pada manusia dan mice. Kehilangan ekspresi p53 dan p63 wild-type pada sel-sel tumor tampaknya memberikan keuntungan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel secara in vivo. Mice yang tidak memiliki ekspresi tumor suppressor genes menunjukkan bahwa gen ini tidak dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan sel normal. Namun bagaimanapun, meningkatnya kejadian tumor pada mice yang tidak memiliki tumor suppressor genes dan juga pada mice mutan transgenik dibandingkan dengan tikus normal menunjukkan peran penting p53 dan p63 dalam menekan pertumbuhan tumor (Leis et al, 1996; Fearon et al, 1997; Levrero et al, 2000; Kumar et al, 2005).

(45)

2.4. Kerangka Teori

HPV

Gambar 2.5. Skema Kerangka Teori

Infeksi sinonasal oleh HPV 6/11 Paparan karsinogen lingkungan, infeksi bakteri, inflamasi kronik,

alergi

Infeksi pada mukosa septum nasi

Infeksi pada dinding lateral hidung / mukosa

sinus paranasal

Exophytic papilloma Inverted papilloma

Mutasi gen p63

Degradasi dan inaktifasi gen p63

Proliferasi sel meningkat dan apoptosis berkurang

Displasia dan perkembangan karsinoma sel skuamosa sinonasal

(46)

2.5. Kerangka Konsepsional

Gambar 2.6. Skema Kerangka Konsepsional

Inverted papilloma

Karsinoma sel skuamosa Imunohistokimia

p63

Inti sel berwarna

coklat

-

[image:46.595.45.549.120.211.2]
(47)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian berupa penelitian deskriptif.

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik, Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik dan satu laboratorium Patologi Anatomi swasta di Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2011 sampai April 2012 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, penelitian dan penulisan hasil penelitian.

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi

(48)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan tumor sinonasal yang dilakukan pemeriksaan histopatologi dan didiagnosis sebagai inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan besar sampel penelitian dengan total 50 sampel (25 IP dan 25 KSS).

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini yaitu p63, inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

3.4.2. Definisi Operasional Variabel

- Hasil pulasan imunohistokimia p63 adalah tampilan pulasan warna coklat pada inti sel yang dinyatakan dengan :

1.Negatif : bila tidak berhasil menampilkan warna coklat pada inti sel, dimana pada saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen DAB.

2.Positif : bila terdapat tampilan pulasan warna coklat pada inti sel dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x pada 5 lokasi lapang pandang dan pada saat yang sama kontrol (+) juga menampilkan warna yang sama.

Skor jumlah sel yang terwarnai : 0 : tidak ada sel yang terwarnai

1 : <10% jumlah sel yang terwarnai

2 : 10-50% jumlah sel yang terwarnai

(49)

Skor intensitas warna : 0 : negatif

1 : lemah

2 : sedang 3 : kuat

Untuk skor akhir digunakan skor imunoreaktif. Skor imunoreaktif diperoleh dengan mengalikan skor jumlah yang terwarnai dengan skor intensitas warna.

Interpretasi : Negatif : 0-3 Positif/overekspresi : 4-9

3.5. Cara Kerja

1. Semua slide yang berasal dari sinonasal yang telah didiagnosis sebagai inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

2. Dilakukan pemotongan ulang blok parafin. 3. Pewarnaan dengan imunohistokimia p63. 4. Dilihat tampilan dari p63,

3.5.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut :

1. Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam freezer sampai cukup dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan tebal 4 µm. Setiap blok parafin, dipotong ulang 1 kali untuk pulasan imunohistokimia p63.

(50)

Pada pulasan imunohistokimia p63 digunakan kaca objek yang telah dicoating dengan poly-L-lysine atau Silanized slide agar jaringan dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan imunohistokimia.

Proses pembuatan coated slide kaca objek adalah sebagai berikut : 1. Kaca objek direndam seluruhnya dalam Aseton selama 10 menit.

Masukkan kaca objek dalam larutan APES (3-aminopropyltriethoxylene, cat no. A3548 sigma 5 mL + aseton 195 ml) selama 10 menit.

Kaca objek selanjutnya dicuci dengan akuades.

2. Keringkan dalam inkubator bersuhu 37⁰C selama satu malam. 3. Kaca objek siap digunakan.

Cara menempelkan potongan tipis pada kaca objek coated adalah menggunakan ujung pisau atau pinset yang runcing. Potongan tipis dipisahkan dan diratakan dengan memasukkannya ke dalam air hangat. Setelah mengembang, pindahkan ke atas kaca objek. Selanjutnya, kaca objek diletakkan di atas alat pemanas (hot plate) 50-60⁰C. Setelah parafin melunak, kaca objek dikeringkan dan potongan jaringan siap untuk dipulas.

3.5.2. Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer

1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4 µm yang sudah ditempelkan pada kaca objek silanized.

2. Deparafinisasi dengan mencelupkan preparat ke dalam cairan xylol sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.

3. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol absolut, 96%, 80% dan 70%, masing-masing selama 5 menit.

(51)

5. Blocking preparat dengan mencelupkannya ke dalam endogen peroksidase 0,5% (metanol 100ml + H2O2 1,6ml) selama 30 menit.

6. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit.

7. Pretreatment dengan buffer sitrat pada microwave : • Cook I, power level 8 selama 5 menit.

• Cook II, power level 1 selama 5 menit. Dinginkan ± 45 menit.

8. Bilas dalam PBS pH 7,4 selama 3 menit dan keringkan air di sekitar potongan jaringan.

9. Tandai di sekitar jaringan yang ingin dipulas dengan Pap pen.

10. Blocking preparat dengan meneteskan Normal Horse Serum 5% dan dibiarkan selama 15 menit di dalam rak inkubasi.

3.5.3. Protokol Pemulasan p63 dengan MenggunakanMetode REAL Envision

1. Teteskan preparat dengan antibodi primer p63 dan dibiarkan selama 60 menit di dalam rak inkubasi.

2.Cuci dalam PBS pH 7,4 selama 3 menit.

3. Teteskan preparat dengan Dako REAL Envision secukupnya dan dibiarkan selama 30 menit di dalam rak inkubasi.

4. Cuci dengan PBS pH 7,4 + Tween 20.

5. Teteskan preparat dengan DAB = substrat buffer (Dako) selama 2-5 menit. 6. Bilas dengan air mengalir selama 10 menit.

(52)

9. Masukkan preparat ke dalam larutan Lithium carbonat jenuh (5% dalam aquadest) selama 2 menit.

10. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit.

11. Dehidrasi dengan mencelupkan preparat secara berurutan dalam etanol 70%, 80%, 96% dan etanol absolut, masing-masing selama 5 menit.

12. Lakukan mounting dengan etilene dan tutup dengan kaca penutup.

3.6. Alat Dan Bahan Penelitian

3.6.1. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : mikrotom, waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, pensil Diamond, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, gelas Erlenmeyer, gelas Beker, tabung sentrifuge, microwave, thermolyte stirrer dan mikroskop cahaya.

3.6.2. Bahan Penelitian

• Blok parafin yang telah didiagnosis dengan pulasan Hematoksilin Eosin sebagai inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal.

• Pulasan imunohistokimia menggunakan metode REAL Envision. Antibodi primer yang digunakan adalah mouse monoclonal antibody p63 dengan pengenceran 1:50-1:100.

Detection kit terdiri dari :

(53)

• Larutan buffer sitrat. • Larutan PBS ph 7,4 :

Natrium chloride : 80 gram  Kalium chloride : 2 gram

Na2HPO4 : 11 gram

KH2PO4 : 2 gram

 Tambahkan aquadest : 1000ml • Larutan Tween 20.

• Larutan DAB + substrat buffer (1ml larutan cukup untuk 10 jaringan):

 Langkah 1 : masukkan 1ml aliquat substrat buffer secukupnya ke dalam container (tergantung dari jumlah spesimen yang akan dikerjakan)

 Langkah 2 : untuk setiap 1 ml buffer, tambahkan setetes (20µl) cairan DAB + substrat chromogen dan campurkan segera

• Larutan counterstain Mayer’s haematoxylin • Larutan litium karbonas :

 50 gram litium karbonas ditambah aquadest 1000 ml • Ethanol absolut, 96%, 80%, 70%

• Larutan Xylol

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pulasan imunohistokimia p63 terhadap sampel sediaan jaringan sinonasal. Untuk penilaian terhadap pulasan imunohistokimia p63 adalah sebagai berikut :

(54)

• Kontrol negatif : inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal dengan antibodi primer yang digantikan dengan serum normal. • Positif : warna coklat yang tertampil pada inti sel.

3.8. Tehnik Analisis Data

1. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan tanpa diuji.

2. Untuk menganalisis imunoekspresi p63 pada lesi inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal peneliti menggunakan t-test.

3. Untuk menganalisis hubungan ekspresi p63 antara inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal peneliti menggunakan uji Chi-square.

4. Untuk menganalisis sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan imunohistokimia p63 pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa peneliti menggunakan tabel 2x2.

Dari tabel 2X2 ini dapat dihitung:

1. Sensitivitas = a : (a+c) 2. Spesifisitas = d : (b+d) 3. Nilai duga positif = a : (a+b) 4. Nilai duga negatif = d : (c+d)

5. Rasio kemungkinan positif = a/(a+c) : b/(b+d) = sensitivitas : (1- spesifisitas)

(55)
[image:55.595.53.543.97.473.2]

3.9. Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Skema Kerangka Operasional

Blok parafin lab. PA RS HAM dan laboratorium swasta

Pengambilan Data

Inverted papilloma

Karsinoma sel skuamosa

Imunohistokimiap63

(56)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

[image:56.595.78.517.305.460.2]

Penelitian ini mencakup 50 blok parafin yang memenuhi kriteria inklusi untuk dimasukkan sebagai sampel penelitian dengan diagnosis histopatologi sebagai inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa.

Tabel 4.1. Distribusi data berdasarkan umur pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal

Inverted Papilloma Karsinoma Sel Skuamosa Umur

(tahun)

n % n %

<10 11-20 1 5 4,0 20,0 0 1 0,0 4,0

21-30 9 36,0 6 24,0

31-40 6 24,0 4 16,0

41-50 2 8,0 7 28,0

51-60 1 4,0 7 28,0

>60 1 4,0 0 0,0

Total 25 100,0 25 100,0

(57)
[image:57.595.76.516.114.199.2]

Tabel 4.2. Distribusi data berdasarkan jenis kelamin pada kelompok inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal

Inverted Papilloma Karsinoma Sel Skuamosa Jenis

Kelamin

n % n % Laki-laki Perempuan 14 11 56,0 44,0 14 11 56,0 44,0

Total 25 100,0 25 100

Berdasarkan tabel 4.2. di atas, jumlah penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal adalah sama yaitu yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 14 orang (56%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 11 orang (44%).

Tabel 4.3. Distribusi penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal menurut suku bangsa

Inverted Papilloma Karsinoma Sel Skuamosa

Suku Bangsa n % n %

Melayu 2 8,0 2 8,0

Jawa 4 16,0 6 24,0

Batak 10 40,0 11 44,0

Minang 6 24,0 2 8,0

Aceh 2 8,0 3 12,0

Cina 1 4,0 1 4,0

Total 25 100,0 25 100,0

[image:57.595.76.518.350.479.2]
(58)
[image:58.595.79.517.111.339.2]

Tabel 4.4. Distribusi ekspresi imunohistokimia p63 pada lesi inverted papilloma

dan karsinoma sel skuamosa sinonasal

Inverted Papilloma n (%)

Karsinoma Sel Skuamosa n (%)

Skor jumlah sel yang terwarnai 0 1 2 3 7 (28%) 4 (16%) 7 (28%) 7(28%) 13 (52%) 0 (0%) 4 (16%) 8 (32%) Skor intensitas 0 1 2 3 7 (28%) 7 (28%) 8 (32%) 3 (12%) 13 (52%) 1 (4%) 6 (24%) 5 (20%) Skor imunoreaktif 0-3 4-9 14 (56%) 11 (44%) 14(56%) 11 (44%)

(59)
[image:59.595.85.515.114.195.2]

Tabel 4.5. Distribusi hubungan ekspresi p63 negatif dan positif pada inverted papillomadan karsinoma sel skuamosa sinonasal

Berdasarkan tabel 4.5. di atas, jumlah preparat yang mengekspresikan p63 pada inti sel pada kelompok inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal adalah sama banyak yaitu sebanyak 11 preparat, begitu juga halnya dengan inti sel yang tidak mengekspresikan p63 yaitu sebanyak 14 preparat.

Dengan uji t tidak ditemukan perbedaan ekspresi pada kedua kelompok (p=0,554). Dengan uji Chi square tidak ditemukan adanya hubungan antara p63 dengan IP dan KSS (p=0,612).

Tabel 4.6. Distribusi jumlah ekspresi p63dan histopatologi inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa

Histopatologi Inverted papilloma Karsinoma sel skuamosa Jumlah Imunohistokimia p63

Negatif 14 14 28

Positif 11 11 22

Jumlah 25 25 50

Dari tabel 4.5. di atas didapatkan hasil sensitivitas 56%, spesifisitas 44%, nilai duga positif 50%, nilai duga negatif 50%, rasio kemungkinan positif 1% dan rasio kemungkinan negatif 1%.

Diagnosis Histopatologi dengan Pewarnaan HE

Diagnosis Imunohistokimia p63

Negatif (-) Positif (+) Total

n (%) n (%)

Inverted papilloma 14 (56%) 11 (44%) 25 (100%) Karsinoma sel skuamosa 14 (56%) 11 (44%) 25 (100%)

[image:59.595.90.506.479.557.2]
(60)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 50 blok parafin yang memenuhi kriteria dari penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal yang telah didiagnosis secara histopatologi yang datang berobat ke RSUP H. Adam Malik dan satu laboratorium Patologi Anatomi swasta di Medan.

(61)

Pada tabel 4.2. di atas juga dapat dilihat bahwa jenis kelamin terbanyak penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal pada penelitian ini berjumlah sama yaitu laki-laki sebanyak 56% dan perempuan sebanyak 44%, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1, sesuai dengan penelitian Shik Kim et al (2010) yang mengemukakan bahwa perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 4:1 sedangkan pada karsinoma sel skuamosa sesuai dengan penelitian Mukaratirwa et al di Zimbabwe (2001) yang mendapatkan bahwa laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan antara laki-laki dengan perempuan 1,4 : 1. Fasunla dan Lasisi di Nigeria (2007) juga mendapatkan bahwa laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan antara laki-laki-laki-laki dan perempuan adalah 2,15 : 1. Gabriele et al di Israel (2007) mendapatkan jenis kelamin terbanyak penderita karsinoma hidung dan sinus paranasal adalah laki-laki sebanyak 74,2% dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2,9 : 1. Kepustakaan menyebutkan bahwa penderita karsinoma sel skuamosa hidung dan sinus paranasal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan sebesar 2 : 1 (Wong dan Kraus, 2001; Lund, 2003).

(62)
(63)

dimiliki oleh pewarnaan Hematoxyllin Eosin. Hal ini terjadi karena adanya bias misklasifikasi yang terjadi akibat terbatasnya validitas alat ukur dan ketepatan diagnosis penyakit. Diagnosis yang tidak tepat ini tentu saja harus dihindarkan karena penanganan dan terapi selanjutnya pada pasien karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma sinonasal tentu saja berbeda.

Peneliti tertarik dengan keterkaitan tampilan positif/overeskpresi pada kedua kasus ini. Pada inverted papilloma overekspresi menunjukkan bahwa telah terjadi mutasi pada gen p63 dimana yang tertampil pada jaringan ini adalah p63 mutan. Keadaan ini apabila berlanjut dan faktor penyebab tidak dihilangkan atau tidak diterapi dapat berkembang menjadi metaplasia skuamosa, displasia bahkan menjadi keganasan karsinoma sel skuamosa. Sedangkan overekspresi pada karsinoma sel skuamosa menunjukkan diferensiasi sel yang semakin buruk (poorly differentiated) yang berpengaruh pada prognosis penderita.

(64)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik dan satu laboratorium Patologi Anatomi swasta di Medan didapatkan beberapa temuan penting, seperti :

1. Dari hasil penelitian didapatkan penderita inverted papilloma sinonasal terbanyak baik laki-laki maupun perempuan adalah pada kelompok umur 21-30 tahun sebanyak 36%, sedangkan pada penderita karsinoma sel skuamosa ditemukan pada kelompok umur 41-60 tahun sebanyak 56% kasus.

2. Dari hasil penelitian didapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa adalah sama yaitu sebanyak 1,79:1, dengan perincian penderita laki-laki ditemukan sebanyak 56% kasus dan pada perempuan 44% kasus.

3. Dari hasil penelitian didapatkan suku bangsa penderita inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa sinonasal terbanyak adalah suku Batak sebanyak 40% dan 44%.

(65)

terbanyak pada inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa adalah pada skor 0-3 sebanyak 14 preparat (56%).

5. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa blok parafin inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa yang dilakukan pewarnaan imunohistokimia p63 yang memberikan hasil positif 44% dan negatif 56%.

6. Hasil penelitian ini yang telah diuji dengan t-test dengan p value = 0,554, bahwa tidak perbedaan jumlah ekspresi pemeriksaan imunohistokimia p63 pada sediaan jaringan inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa.

7. Hasil penelitian ini yang telah diuji dengan Chi square dengan p value = 0,612, bahwa juga tidak perbedaan jumlah ekspresi pemeriksaan imunohistokimia p63 pada sediaan jaringan inverted papilloma dan karsinoma sel skuamosa.

8. Dari hasil penelitian didapatkan pemeriksaan imunohistokimia p63 memiliki sensitivitas 56% dan spesifisitas 44% sehingga imunohistokimia dalam kasus tumor sinonasal kurang dapat digunakan sebagai sarana diagnostik pembantu.

6.2. Saran

1. Dapat memperhatikan gejala dan tanda yang dialami penderita sehingga p dapat lebih mengarahkan diagnosis sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.

(66)

terarah dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita.

(67)

DAFTAR RUJUKAN

Adams, L. G. (1997). Neoplasma Kepala dan Leher. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta: 429-34.

Anonim. (2012). T

Bailey, J. B. (2006). Head and Neck Surgery – Otolaryngology. In : Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses, Fourth Edition, Volume Two, Lippincott Williams and Wilkins: 1481-8.

Ballenger, J. J. (1994). Tumor Nasal dan Sinus Paranasal. Dalam Penyakit Telinga, Nasal, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13, Bina Rupa Aksara, Jakarta: 289. Barnes, L., Eveson, J. W., Reichart, P., Sidransky, D. (2005). Head and Neck Tumours.

In : Barnes, L., Tse, L. L. Y., Hunt, J. L., Brandwein-Gensier, M., Curtin, H. D., Boffetta, P. Editors. Tumours of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. World Health Organization Classification of Tumours. Pathology and Genetics. Lyon, IARC Press: 12-25.

Baruah, P., Deka, C. (2003). Endoscopic Management of Inverted Papillomas of the Nose and Paranasal Sinus, In : Ear, Nose, Throat Journal, Vol. 82: 317-20. Blanpain, C., Elaine Fuchs, E. (2007). p63: rewing up epithelial stem-cell potential.

Nature Cell Biology 9: 731 – 733.

Cardesa, A., Alos, L., Franchi, A. (2006). Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, In : Pathology of The Head and Neck. Springer. German : 40-70.

(68)

Chessman, A. D., Jami, O. (1997). Cyst Granulomas and Tumours oh the Jaws, Nose, and Sinuses. In : Scott – Brown’s Otolaryngology, Sixth Edition, Vol. 5 Laryngology and Head and Neck Surgery, BH. International Edition, British: 5/23/1-24.

Cheuk, L. S., Dennis, L. Y, Lee, C., Andrew van Hasselt, Michael, C. F. T. (2010). A case-control study of the risk factors associated with sinonasal inverted

papilloma. American Journal of Rhinology and Allergy; Volume 24, No.1: e37-40.

Corbridge, R. J. (1998). The Nose and Nasophaynx. In : Essential ENT Practice. United State: 123-4.

Dhillon, P. K., Barry, M., Stampfer, M. J., Perner, S., Fiorentino, M., Fornari, A. (2009). Abberant cytoplasmic expression of p63 and prostate cancer mortality. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev; 18(2) : 595-600.

Dhingra, P. L. (2007). Neoplasms of Nasal Cavity. In : Diseases of Ear, Nose and Throat. 3rd

Emanuel, P., Wang, B., Wu. M., Burstein,

ed. Elsevier. New Delhi: 192-8.

Fearon, E.R., Vogelstein, B. (1997). Tumor suppressor and DNA reapai gene defects in human cancer. Cancer Medicine, 4

D.E. (2005). p63 Immunohistochemistry in the distinction of adenoid cystic carcinoma from basaloid squamous cell carcinoma. Modern Pathology 18: 645–650.

th

Greene, L. F. (2010). AJJ Cancer Staging Atlas. American Join Committee on Cancer. Springer Science and Business Media LLC (SBM).

(69)

Jacob, D. S., Alexander, G. C. (2007). A sinonasal inverted papilloma of mixed histology : implications for management of all sinonasal papillomas. Ear, Nose & Throat Journal; 86, 12 : 752.

Jee-Yeon, K., M.D., Jong-Keun, Y., Martin, J. C., Pete, S. B., Hwan-Jung, R. (2007). The prevalence of human papilloma virus infection in sinonasal inverted papilloma specimens classified by histological grade. American Journal of Rhinology, Vol. 21, No. 6: 664–669.

Jhosephson, G., Roy, S. (1999). Pediatric rhinosinusitis, diagnosis and management. International Journal of Pediatrics, Vol. 14: 15-21.

Katori, H., Nozawa, A., Tsukuda, M. (2006). Histopathological parameters of

recurrence and malignant transformation in sinonasal inverted papilloma, A sinonasal inverted papilloma of mixed histology. Acta Oto-Laryngologica;

126: 214-218.

Kainuma. K., Kitoh. R., Kenji. S., Usami. SI. (2011). Inverted papilloma of the middle ear : A case report and review of the literature. Acto Oto-Laryngologica 131: 216-220.

Katori. H., Nozawa. A., Tsukuda. M. (2007). Cell proliferation, apoptosis, and apoptosis inhibition in malignant transformation of sinonasal inverted papilloma. Acta Oto-Laryngologica 127:540-546.

(70)

Klimek, T., Atai, E., Schubert. M., Glanz. H. (2000). Inverted papilloma of the nasal cavity and paranasal sinuses : Clinical data, surgical surgery and recurrence rates. Acta Otolaryngol 120: 267-272.

Kumar. V., Abbas. AK., Fausto. N. (2010). Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th

Lalwani, A. K. (2007). Paranasal Sinus Neoplasms. In: Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and NeckSurgery, Second Edition, Mac Graw-Hill.

Edition. Philadelpia: Elsevier, p. 276-377.

Leis. JF., Livingston. DM. (1996). The tumor suppressor genes and their mechanism of action. Scientific American Molecular Biology : 111-136.

Levrero. M., De Laurenzi V., Costanzo A., Sabatini. S., Gong. J., Wang. JYJ., Melino. G. (2000). The p53/p63/p73 family of transcription factors : overlapping and distinct functions. Journal of Cell Science 113: 1661-1670. Lund, V. J. (1997). Anatomy of the Nose and Paranasal Sinuses. In : Gleeson M (ed).

Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th

Lund, V., Howard, D. J., Wei, W. I. (2007). ‘Endoscopic resection of malignat tumors of the nose and sinuses. Am J Rhinol 21: 89–94.

Ed, vol. 1. Butterworth-Heinemann. Oxford: 1: 1-14.

Mangunkusumo, E. (1999). Sinusitis. Dalam Kumpulan Makalah Simposium Sinusitis. Jakarta: 1-6.

(71)

Nazar, G., Rodrigo, J. P., Liorente Jose, L. L., Baragano, L., Suarez, C. (2004). Prognostic factors of maxillary sinus malignancies. American Journal of Rhinology 18, 32: 233-238.

Nicolai, P., Battaglia, P., Bignami, M., Bolzoni, A., Delu, G., Khrais, T., et al. (2008). Endoscopic surgery for malignat tumors of the sinonasal tract and adjacent skull base : a 10-year experience. Am J Rhinol 22: 308–16.

Oncel. S., Cosgul. T, Call. A. (2011). Evaluation of p53, p63, p21, p27, Ki-67 in paranasal sinus squmaous cell carcinoma and inverted papilloma. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg 63(2):172-177.

Ozolek, J.A., Barnes, L., hunt, J.L. (2007). Basal/myoepithelial cells in chronic sinusitis, respiratory epithelial adenomatoid hamartoma, inverted papilloma, and intestinal-type and nonintestinal-type sinonasal adenocarcinoma. Arch Pathol Lab Med Vol 131.

Poetker, D. M., Toohill, R. J., Loehri, T. A., Smith, T. L. (2005). Endoscopic management of sinonasal tumors : a preliminary report. American Journal of Rhinology 19: 307–315.

Quinn, F. B., Ryan, M. W. (2004). Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. Grand Rounds Presentation, UTMB, Department of Otolaryngology.

Roezin, A. (2007). Tumor telinga nasal dan sinonasal, Dalam Tumor Telinga Nasal Tenggorok. Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 178-81.

(72)

Shik Kim. W., Woo Hyun. D., Kim CH. (2010). Treatment outcomes of sinonasal inverted papilloma according to surgical approaches. Acta Oto-Laryngologica 130: 493-497.

Stern, J. S., Hanna, E. (1996). Cancer of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In : Myers, N. E. Cancer of the Head and Neck, Third Edition, Philadelphia:

205-31.

Wolpoe, M. E., Goldenberg, D., Koch, W. M. (2006). Squamous cell carcinoma of the sinonasal cavity arising as a second primary in individuals with head and neck cancer. The American Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc. The Laryngoscope. Lippincott Williams and Wilkins, Inc.

Wong, R. J., Kraus, D. H. (2001). Cancer of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In : Shah, J. P. (ed). Atlas of Clinical Oncology Cancer of the Head and Neck.

BC Decker Inc. Ontario: 204-21.

(73)

Gambar

Gambar 2.2. Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing. Pulau-pulau sel-sel tumor kohesif menginvasi ke dalam stroma dibawahnya
Gambar 2.3. Peran p63 dalam perkembangan  stratified epithelium (Blanpain, 2007).
Gambar 2.4. Mekanisme potensial p63 dalam mempertahankan populasi stem-cell (Blanpain, 2007)
Gambar 2.6.  Skema Kerangka Konsepsional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini, disarankan agar penderita displasia pada kolon dan adenokarsinoma kolorektal dilakukan pemeriksaan imunohistokimia CEA sebagai alat penunjang penegakan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengetahui tampilan titik-titik hitam dan proliferasi sel dengan pewarnaan AgNOR pada KSS rongga

Genes in Oral or Head and Neck Squamous Cell Carcinoma in. JF Ensley, et

Dari 60 sampel karsinoma sel skua- mosa serviks yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, 50 diantaranya (83,3%) memper- lihatkan ekspresi Ki-67 yang positif

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif rancangan cross-sectional dengan analisa inferensial dimana dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok

Dari penelitian ini, imunoreaktivitas antara kulit normal dan PEH menunjukkan gambaran yang kurang lebih sama, sehingga dapat disimpulkan pada kasus PEH dijumpai

Penelitian ini dilakukan untuk menilai ekspresi immunohistokimia E-cadherin pada kelompok tidak metastasis dengan kelompok metastasis, didapatkan hasil berupa

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang untuk mengetahui manfaat yang dapat didapatkan dari pemeriksaan pencitraan CT-scan dan MRI dalam memprediksi lokasi asal