• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pencegahan Penyakit Malaria Di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pencegahan Penyakit Malaria Di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN MANDAILING NATAL

T E S I S

Oleh

LETNAN DALIMUNTHE

057023009/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KABUPATEN MANDAILING NATAL

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LETNAN DALIMUNTHE

057023009/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Nama Mahasiswa : Letnan Dalimunthe

Nomor Pokok : 057023009

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Erman Munir, MSc) (Ir. Indra Chahaya, S, MSi) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erman Munir, MSc

Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya, S, MSi

2. Ir. Evi Naria M.Kes

(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI

MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENCEGAHAN

PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN SIABU

KABUPATEN MANDAILING NATAL

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2008

(6)

pencegahan penularan penyakit sebenarnya telah banyak dilakukan seperti ”gebrak malaria” sebagai gerakan nasional memberantas malaria di Indonesia. Gerakan malaria ini belum mampu menanggulangi penyakit malaria, terutama di daerah endemis.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory

research terhadap 98 kepala keluarga di Kecamatan Siabu, dengan tujuan mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria di Kecamatan Siabu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria yaitu: pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan, sedangan faktor umur tidak berpengaruh. Pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit malaria berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria. Keberhasilan pengembangan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pencegahan malaria terkait dengan ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas yang digunakan dalam program pencegahan penyakit malaria, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan penyemprotan rumah. Ketersediaan dan kecukupan fasilitas dalam pengelolaan program malaria kemungkinan terkait dengan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan penyemprotan rumah.

Secara keseluruhan variabel yang paling berpengaruh (dominan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria adalah sikap masyarakat. Diharapkan peningkatan jumlah dan kemampuan petugas kesehatan yang mengelola program pencegahan malaria dapat dilakukan. Penambahan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit malaria, serta kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam program pencegahan malaria merupakan hal yang sangat penting dilakukan.

(7)

center. The efforts to prevent the spread of malaria have actually been implemented such as "gebrak malaria" (crash malaria) as a national program to eliminate malaria in Indonesia. This program has not been able to over come the malaria, because the number of malaria cases is still high especially in the endemic areas.

This study with explanatory research approach was conducted to find out the factors influencing community participation in malaria prevention program in Siabu subdistrict. The data were obtained from 98 (ninety eight) head of families in Siabu subdistrict. The data obtained were analyzed through logistic regression test.

The result of the study shows that the characteristics of community influencing community participation in the malaria prevention program are education, income and job while age factor does not have any influence at all. The knowledge and attitude of community on malaria influence community participation in malaria prevention program. The success of community participation development in the implementation of malaria prevention program is related to the number of nurses powers and facility used in the malaria prevention program. The number and sufficiency of facilities in the malaria prevention program especially in the implementation of extension and house-to-house fogging activities. This provision and sufficiency of facilities in the malaria prevention program has possibility on community participation in the malaria prevention program especially in the implementation of house-to-house fogging activities.

The community's attitude is the most influencing variable on community participation in the malaria prevention program. It is expected that there is an increase in number and the improvement of ability of the health workers managing the malaria prevention program. The number of the facilities needed in the implementation of malaria prevention program must be increased. Inter-program and inter-sector cooperation must be done in encouraging community to participate in the malaria prevention program.

(8)

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Penyakit

Malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal”.

Dengan selesainya tesis ini, selain atas upaya penulis sendiri, juga tidak

terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan

ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), sebgai Rektor

Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Prof. Dr. Erman Munir. MSc, sebagai Ketua Komisi Pembimbing Tesis

yang banyak memberikan bimbingan penulisan.

Ibu Ir. Indra Chahaya, S, MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing

Penulisan Tesis yang banyak memberikan bimbingan penulisan.

Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan, yang telah membimbing memberikan ilmu dan membantu serta

pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan.

Rekan-rekan mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana USU Medan tahun 2005.

Bapak dr. Chandra Syafei, SpOG, sebagai Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan

(9)

Bapak Sahrul, SSos, sebagai Camat Siabu yang menjadi lokasi pengumpulan

data dalam penelitian ini.

Seluruh Kepala Desa se Kecamatan Siabu yang menjadi lokasi pengumpulan

data dalam penelitian ini.

Seluruh masyarakat di Kecamatan Siabu yang menjadi responden serta telah

memberikan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Istriku tercinta Masroini Ritonga, serta anakku tersayang Annisya Fitri

Dalimunthe dan Muhammad Raihan Dalimunthe, yang telah memberikan dorongan

moril maupun materil yang sangat besar dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Orangtua, Mertua, serta Saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan

bantuan serta dorongan materil maupun moril selama perkuliahan sampai selesainya

penyusunan tesis ini.

Rekan-rekan kerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal yang

telah memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian penelitian ini.

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufik dan hidayahNya

kepada kita semua, dan penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pengambil

kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian

selanjutnya.

Medan, Maret 2008

Penulis

(10)

Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara, sebagai anak ke-enam dari tiga belas bersaudara,

dari Ayahanda Alm. Saloan Dalimunthe dan Ibunda Marni Ritonga

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar

Negeri Kampung Batas Palembang selesai pada Tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama

pada SMP Negeri 1 Sipagimbar Tapanuli Selatan selesai pada Tahun 1991, Sekolah Perawat

Kesehatan Pemda (SPK) Labuhan Batu selesai pada Tahun 1994, Akademi Keperawatan

Imelda Medan selesai pada tahun 2000, Pendidikan S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan selesai pada Tahun 2003.

Pengalaman bekerja penulis dimulai pada Nopember Tahun 1995 sebagai staf

Pegawai Negeri Sipil Departemen Kesehatan yang ditempatkan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Tapanuli Selatan di Puskesmas Sikara-kara Kecamatan Natal sampai pada Tahun

1997.

Pada Tahun 2004, penulis mempersunting nona Masroini Ritonga putri keenam dari

Keluarga Bapak Daulen.Ritonga/Naimas Br Hasibuan. Dari perkawinan tersebut, sampai saat

ini penulis dikaruniai dua orang putri dan seorang putera tercinta, Annysah Br Dalimunthe,

Muhammad Raihan Dalimunthe.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan S-2 pada Program Studi

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/

(11)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis Penelitian... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Penyakit Malaria ... 8

2.1.1. Faktor Host... 9

2.1.2. Faktor Agent ... 14

2.1.3. Faktor Environment... 14

2.2. Program Pencegahan Malaria... 16

2.2.1. Modifikasi Lingkungan... 16

2.2.2. Manipulasi Lingkungan ... 16

2.3. Diagnosis Malaria dengan Pemeriksaan Laboratorium ... 20

2.4. Partisipasi Masyarakat... 22

2.5. Perilaku... 25

2.6. Landasan Teori ... 25

(12)

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 30

3.6. Metode Pengukuran ... 33

3.7. Metode Analisis Data ... 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 38

4.2. Karakteristik Masyarakat ... 39

4.3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Malaria ... 41

4.4. Sikap Responden tentang Penyakit Malaria... 47

4.5. Pelayanan Kesehatan... 53

4.6. Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 54

4.7. Hasil Uji Bivariat ... 57

4.8. Hasil Uji Regresi Logistik (Multivariat) ... 60

BAB 5 PEMBAHASAN ... 63

5.1. Pengaruh Umur terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 63

5.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 64

5.3. Pengaruh Pekerjaan terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 65

5.4. Pengaruh Penghasilan terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 66

(13)

dalam Program Pencegahan Malaria... 71

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan... 73

6.2. Saran... 74

(14)

1. Jumlah Kepala Keluarga dan Besar Sampel Masing-masing Desa

di Kecamatan Siabu... 29

2. Variabel dan Definisi Operasional (Dependen) ... 30

3. Variabel dan Definisi Operasional (Independen)... 31

4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Siabu ... 38

5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kecamatan Siabu... 38

6.. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Siabu... 40

7.. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan Siabu 40 8. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kecamatan Siabu... 41

9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyebab Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 41

10. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Penularan Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 42

11. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Perindukan Nyamuk Penyebab Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu.... 42

12. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Obat menyembuhkan Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu... 43

13. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Gejala Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 43

14. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Mencegah Gigitan Nyamuk Penyebab Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 44

(15)

18. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Jenis Ikan Pemakan Jentik Nyamuk di Kecamatan Siabu... 46

19. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Malaria di Kecamatan Siabu ... 46

20. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Menjaga dan Memelihara Kebersihan Lingkungan untuk Mencegah Perkembangbiakan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kecamatan

Siabu... 47

21. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Segera Memeriksakan Kesehatan bila Merasakan Gejala Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu 48

22. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Penyakit Malaria dapat Dicegah dengan Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekitar di Kecamatan Siabu... 48

23. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Melakukan Tindakan Pencegahan untuk Menghindarkan Penyakit Malaria lebih baik daripada Mengobati Setelah Sakit di Kecamatan Siabu ... 49

24. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Adanya Genangan Air Meningkatkan Risiko Terjadinya Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu 49

25. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Penderita Malaria Harus Mendapatkan Pengobatan Malaria dari Tenaga Kesehatan di Kecamatan Siabu... 50

26. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Membayar bila Dilakukan Penyemprotan di Kecamatan Siabu ... 50

(16)

Penyuluhan tentang Penyakit Malaria dapat Menambah Pengetahuan tentang Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 52

30. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu... 52

31. Ketersediaan dan Kecukupan Tenaga Pelaksana Program Malaria di Kecamatan Siabu... 53

32. Ketersediaan dan Kecukupan Fasilitas dan Peralatan Program Malaria di Kecamatan Siabu... 54

33. Distribusi Responden Berdasarkan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 55

34. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 56

35. Hubungan Umur dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 57

36. Hubungan Pendidikan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 57

37. Hubungan Pekerjaan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 58

38. Hubungan Penghasilan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 58

39. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 59

40. Hubungan Sikap dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu... 59

(17)
(18)

1. Print Out Crosstab ... 79

2. Print Out Hasil Uji Regresi Logistic ... 83

3. Print Out Hasil Uji Validitas ... 85

4. Print Out Hasil Uji Reliabilitas ... 88

5. Master Data ... 91

6. Daftar Pertanyaan/Kuesioner ... 93

7. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU Medan ... 97

8. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal ... 98

(19)

1.1. Latar Belakang

Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah di daerah tropis dan sub

tropis, terutama pada negara yang berkembang dimana ditemukan 300-500 juta kasus

dan 2-3% diantaranya meninggal pertahunnya. Khususnya pada bayi dan anak-anak

angka kematian dan kesakitan pada umur dibawah 5 tahun berkisar 6% sampai 11%,

sedangkan di Afrika sebesar 10% (Gemijati, 2003). Penduduk yang beresiko tertular

malaria berjumlah sekitar 2,3 milyar atau sekitar 41% dari penduduk dunia. Menurut

Gunawan (2000), setiap tahun kasus malaria bertambah sekitar 300 - 500 juta, dengan

tingkat kematian berkisar 1,5 - 2,7 % terutama di Sahara Afrika.

Kasus malaria telah membuat puluhan korban meninggal di beberapa daerah,

terutama yang endemis. Menurut data Departemen Kesehatan, jumlah penderita

penyakit malaria di Indonesia 50 orang per 1.000 penduduk. Dalam target

pembangunan kesehatan, "Indonesia Sehat 2010", jumlah itu berusaha diturunkan

menjadi 1/10-nya (Depkes RI, 2003).

Penyebaran endemis terbentang diantara garis bujur 60° LU dan 40° LS

meliputi ± 100 negara tropis dan sub-tropis. Menurut WHO pada tahun 1990 dalam

Harijanto (2000) sebanyak 80 % kasus dijumpai di Afrika merupakan kelompok yang

(20)

Angka kesakitan penyakit malaria di Indonesia cukup tinggi, penyakit malaria

cukup membahayakan masyarakat terutama mereka yang berada di luar jangkauan

pelayanan pusat kesehatan yang memadai. Upaya penanggulangan penyakit malaria

pertama kali di Indonesia pada tahun 1852 -1854 ketika terjadi wabah di Cirebon.

Pada waktu itu pengobatan dilakukan dengan menggunakan tablet kina. Upaya

pengobatan lokal juga banyak ditemukan di berbagai daerah dengan cara

menggunakan tumbuhan. Sejauh ini masalah pengobatan (curative) boleh dikatakan

efektif dengan kehadiran bebagai macam obat sintetis dengan suplai dan harga yang

cukup murah untuk dijangkau masyarakat banyak. Akan tetapi kasus kesakitan masih

selalu ada karena masalah pencegahan (preventif) penularan belum cukup efektif

mengeliminasi permasalahan secara tuntas (Daulay, 2006).

Upaya pencegahan penularan penyakit sebenarnya telah banyak dilakukan

seperti dicanangkannya Gebrak Malaria sebagai gebrak nasional memberantas

malaria di Indonesia. Namun gerakan malaria ini belum mampu menanggulangi

penyakit malaria, karena sampai saat ini jumlah kasus malaria masih tinggi, terutama

di daerah endemis malaria (Laihad, 2005).

Berdasarkan profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman (Depkes RI, 2003) terjadi penurunan Annual Parasite

Incidence (API) dari 0,62%o di tahun 2001 menjadi 0,42%o pada tahun 2002.

Di daerah luar Jawa Bali tingkat Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 22,27 %o

pada tahun 2001. Sedangkan target nasional menuju Indonesia Sehat 2010 oleh

(21)

Penyakit Malaria di Propinsi Sumatera Utara masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat terutama di daerah pedesaan, dimana nyamuk Anopheles

banyak dan mudah berbiak di genangan air. Daerah endemis malaria di Propinsi

Sumatera Utara adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandaling Natal,

Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Nias dan Kabupaten Karo. Pada bulan Maret 1992

di Kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan dilaporkan terjadi kejadian luar biasa

karena ditemukan sebanyak 38 kasus malaria yang meninggal dalam waktu 1 minggu

dari 3000 kasus malaria, artinya tingkat tingkat kematian penyakit malaria sebesar

1,27% (Dinkes Prop. Sumatera Utara, 2006).

Kasus penyakit malaria menempati urutan ke 7 dalam daftar 10 penyakit

terbesar di Propinsi Sumatera Utara dengan rata-rata 82.405 kasus klinis per tahun

dari tahun 1996 s/d 2000 (Dinkes Prop. Sumatera Utara, 2003).

Kabupaten Mandailing Natal mempunyai 8 kecamatan dengan kondisi

geografis yang luas terdiri dari hutan lebat, rawa-rawa, sungai-sungai dan

persawahan. Dimana penderita malaria paling tinggi terdapat di Kecamatan Siabu

(Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, 2006). Sushanti dkk (2002) menyimpulkan

bahwa tempat perindukan nyamuk Anopheles sp adalah di kolam dan sawah yang

tergenang. Perindukan jentik lebih banyak ditemukan di sawah dibandingkan dengan

di kolam.

Pada tahun 2002 di Kecamatan Siabu ditemukan sebanyak 5076 kasus, dengan

Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 69,5 %o. Pada tahun 2003 sebanyak 3991

(22)

parasit (Parasite rate) pada tahun 2002 sebesar 12,12 %o, sedang pada 2003

meningkat mencapai 19,44 %o dan 30,18 %o. Angka statistik tersebut jauh di atas

ambang batas nasional sebesar 4,15 %o (Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, 2004).

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksana program penanggulangan penyakit

malaria (P2 Malaria) Dinkes Kabupaten Mandailing (2006) diketahui, bahwa

program penanggulangan penyakit malaria di Kabupaten Mandailing Natal sudah

berjalan, namun hasil yang diperoleh juga belum optimal. Program penanggulangan

penyakit malaria yang telah dilakukan tersebut adalah: kegiatan penyuluhan,

penyemprotan rumah, kelambunisasi, penyehatan lingkungan, serta pemeliharaan

ikan sebagai predator nyamuk Anopheles. Persentase pencapaian program-program

tersebut masih jauh dari target sebesar 80%. Di samping itu program pengobatan

penderita klinis malaria juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini

dapat dilihat dari tingkat kesembuhan penderita malaria masih rendah (45,7%).

Permasalahan yang dihadapi pengelola program malaria, khususnya petugas

lapangan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan

penanggulangan malaria, padahal sebagian besar program tersebut sangat

membutuhkan peran serta masyarakat untuk dapat terlaksana dengan baik.

Pencegahan penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan melibatkan

peran serta masyarakat melalui perubahan perilaku yang berhubungan dengan

pemberantasan malaria. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah semua aktifitas

(23)

maupun dari hasrat yang timbul dari apa yang dirasakan patut untuk dilakukan.

Tingkat pengetahuan tentang pencegahan, cara penularan serta upaya pengobatan

sesuatu terhadap penyakit, sangat berpengaruh terhadap perilaku yang selanjutnya

terhadap terjadinya manifestasi malaria.

Dasril (2005) menyatakan bahwa ada hubungan perilaku masyarakat terhadap

angka kejadian malaria. Rumah dengan ventilasi yang tidak memakai kawat kasa

memiliki resiko terkena malaria sebesar 5,2 kali dibandingkan dengan rumah yang

berventilasi dengan kawat kasa. Selanjutnya diketahui bahwa orang yang tidak

menggunakan obat nyamuk oles (repellent) memiliki resiko sebesar 3,2 kali untuk

terkena malaria dibandingkan dengan orang yang memakai jika keluar rumah pada

malam hari.

1.2. Permasalahan

Wilayah Kabupaten Mandailing Natal, khususnya Kecamatan Siabu

merupakan daerah endemis malaria. Program pencegahan malaria yang dilaksanakan

pemerintah belum berhasil dengan optimal karena kurangnya partisipasi masyarakat.

Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauhmana faktor-faktor

karakteristik, pengetahuan, sikap masyarakat, jumlah tenaga pengelola, serta fasilitas

mempengaruhi partisipasi masyarakat berperan dalam program pencegahan penyakit

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1.Mengetahui pengaruh karakteristik masyarakat (umur, pendidikan,

penghasilan, dan pekerjaan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program

pencegahan penyakit malaria.

2.Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi masyarakat dalam

program pencegahan penyakit malaria.

3.Mengetahui pengaruh sikap terhadap partisipasi masyarakat dalam program

pencegahan penyakit malaria.

4.Mengetahui jumlah tenaga pengelola program malaria terhadap partisipasi

masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria.

5.Mengetahui ketersediaan fasilitas untuk program pencegahan malaria terhadap

partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, penghasilan, dan

pekerjaan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan

penyakit malaria.

2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi masyarakat dalam program

pencegahan penyakit malaria

(25)

pencegahan penyakit malaria

4. Ada pengaruh tenaga pengelola program malaria terhadap partisipasi

masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan model perbaikan untuk pencegahan penyakit malaria pada

Dinkes Kabupaten Mandailing Natal.

2. Menjadi bahan bacaan/referensi bagi Dinkes Kabupaten Mandailing Natal

dalam menyusun rencana strategis dan kebijakan serta tindakan intervensi

khususnya dalam program pemberantasan penyakit malaria, khususnya di

Kecamatan Siabu dan didaerah endemis, sehingga dapat menekan angka

(26)

2.1. Penyakit Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang

dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan

sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah

nyamuk Anopheles. Masa inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa

bulan, setelah masa inkubasi, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan

menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing,

mual. kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita merasa sehat

seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan

berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Penghancuran sel-sel darah

merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar,

sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan

pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan

sebagainya (Sudradjat, 2000).

Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain:

a. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, demam muncul setiap

hari ketiga.

b. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, demam setiap hari

(27)

c. Malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, demam tidak

teratur, disertai gejala pada otak, koma dan kematian yang mendadak.

d. Malaria vivax, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat

mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat (Sudradjat,

2000).

Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini

diantaranya disebabkan oleh meluasnya Plasmodium yang resisten terhadap obat anti

malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan

vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin

malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh

karena adanya variasi antigenik antar Plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat

merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik, perlu

dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari

beberapa daerah endemik (Ditjen PPM & PLP, 2004).

Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host (penjamu), agent,

dan environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga

berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).

2.1.1. Faktor Host (Penjamu)

Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia)

dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu

sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria (Ditjen

(28)

2.1.1.1. Host Intermediate (Penjamu Sementara)

Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium),

tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host

terhadap agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya

hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunitas (Ditjen PPM & PLP,

2004).

(a) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria (Murphy

et al, 2001).

(b) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap

kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan

menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti

anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature

dan kematian janin intrauterine (Ditjen PPM & PLP, 2004).

(c) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai

kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya: orang Negro di Afrika

Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressu (-) tidak

dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak

mempunyai reseptornya (Pribadi, 2004).

(d) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria

sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan

terhadap infeksi malaria berikutnya (Ditjen PPM & PLP, 2004).

(29)

diluar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria

(Ditjen PPM & PLP, 2004).

(f) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi

malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).

(g) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria.

Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru

lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan

anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi

malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk

(Ditjen PPM & PLP, 2004).

(h) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya

mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah

terhadap infeksi malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).

2.1.1.2. Host Definitif (Penjamu Tetap)

Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang

yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina.

Karena hanya jenis nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk

pertumbuhan telurnya (Ditjen PPM & PLP, 2004). Host definitif ini sangat

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

(a) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya prilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat

(30)

darah dan perilaku beristirahat (Ditjen PPM & PLP, 2004).

i. Perilaku hidup, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya

apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat

beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk

berkembangbiak (Ditjen PPM & PLP, 2004).

ii. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai

kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan

kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang

di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari

langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan

terlindung dari sinar matahari (teduh) (Ditjen PPM & PLP, 2004).

iii. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap

darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh

perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :

(a) berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah malam dan

menggigit mulai tengah malam hingga dini hari,

(b) berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan

endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah),

(c) berdasarkan sumber darah, anthrofo filik (lebih suka menggigit

manusia) dan zoo filik (lebih suka menggigit hewan) dan Anthrozoo filik

(lebih suka menggigit manusia dan hewan),

(31)

dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang disebut dengan

siklus gonotrafik. Untuk daerah tropis biasanya siklus ini berlangsung

sekitar 48 -96 jam (Ditjen PPM & PLP, 2004).

iv. Perilaku istirahat,

(a) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenarnya yang

merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat

sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah,

(b) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar

rumah) dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah) (Ditjen

PPM & PLP, 2004).

(b) Faktor lain yang mendukung (Ditjen PPM & PLP, 2004):

(1) Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar

kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.

(2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.

(3) Frekuensi menggigit manusia.

(4) Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur

sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek

yang digigit (manusia).

(c) Kondisi nyamuk dapat berperan sebagai vektor (Ditjen PPM & PLP, 2004):

(1) Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai

dengan daya jangkau atau kemampuan terbang maksimal nyamuk antara

(32)

(2) Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit

dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.

(3) Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya

menghisap darah manusia (Anthropofilik).

(4) Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles

tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.

(5) Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak

mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit

yang berasal dari obyek gigitan dan menjadi infektif setelah

menyelesaikan siklus hidupnya.

2.1.2. Faktor Agent (Penyebab)

Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair menemukan

parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia

menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890

Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (www.rbm.who.int, 2007).

Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :

a.Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan

malaria berat.

b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.

c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.

(33)

2.1 3. Faktor Environment (Lingkungan)

Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan

dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi

malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,

lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin,

sinar matahari dan arus air.

b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.

c. Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan kepala

timah, gambusia, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya

ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk

pada manusia.

d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar

rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan

pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan untuk

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu

pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan

apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM &

(34)

Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal),

malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan

tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih

dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya

kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama

beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta

perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan

berkesinambungan (Achmadi, 2003).

2.2. Program Pencegahan Malaria

Pencegahan penyakit malaria yang dilakukan Departemen Kesehatan

diantaranya modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan, yaitu program untuk

mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak antara

manusia dengan vektor (Depkes RI, 1999), dengan cara sebagai berikut:

2.2.1. Modifikasi Lingkungan

Kegiatan ini meliputi setiap modifikasi fisik yang permanen terhadap tanah,

air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi

tempat perindukkan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik terhadap

kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk dalam kegiatan ini antara lain

penimbunan, pengeringan, perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan (dam,

(35)

2.2.2. Manipulasi Lingkungan

Manipulasi lingkungan merupakan kegiatan yang bertujuan menghasilkan

suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi vektor untuk berkembang

biak di tempat perindukan nyamuk penyebab malaria, misalnya: pembersihan

tanaman air, yang mengapung (ganggang dan lumut) di lagun, akan mengubah lagun

tersebut menjadi tidak baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles (Depkes RI,

1999).

Program pencegahan malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisir

untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang

diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Program

tersebut terdiri: (a) menghindari atau mengurangi kontak gigitan nyamuk Anopheles

dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian reppelen dan obat

nyamuk, (b) membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida,

(c)membunuh jentik (tindakan anti larva) baik secara kimiawi (larvasida) maupun

biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri), (d) mengurangi tempat perindukan (source

reduction), (e) mengobati penderita malaria, (f) pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis) dan vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial) (Soedarto,

2000).

Hal yang sama dinyatakan Lengeler (2002), pemberantasan vektor dilakukan

dengan cara membunuh nyamuk dewasa, membunuh jentik dan menghilangkan atau

mengurangi tempat perindukan. Dengan dibunuhnya nyamuk maka pertumbuhan

(36)

dapat terputus. Kegiatan yang dilakukan dalam pemberantasan vektor adalah:

penyemprotan rumah, pemolesan kelambu, larvaciding, biological control, source

reduction, pembersihan lumut, pemetaan tempat perindukan, pemetaan rumah serta

survei penyakit malaria.

Salah satu cara untuk memutuskan rantai penularan penyakit malaria adalah

dengan cara identifikasi penderita sedini mungkin, baik dilakukan secara aktif oleh

petugas yang mengunjungi rumah secara khusus (active case detection) maupun

dilakukan secara pasif (passive case detection) (Dirjen PPM& PLP, 1999).

Setelah penderita malaria ditemukan maka dilakukan proses pengobatan

dengan berbagai cara kepada tersangka maupun yang sudah terbukti penderita

malaria: (a). Pengobatan malaria klinis, diberikan berdasarkan gejala klinis dan

ditujukan untuk menekan gejala klinis malaria dan membunuh nyamuk anopheles

untuk mencegah terjadinya penularan tersebut; (b). Pengobatan radikal, diberikan

kepada seseorang dengan pemeriksaan laboratorium positif malaria. Pengobatan ini

bertujuan untuk mencegah timbulnya kambuh (c). Pengobatan massal, Pengobatan

malaria klinis kepada semua penduduk (>80% penduduk) di daerah malaria sebagai

bagian dari upaya penanggulangan malaria dan (d). Pengobatan kepada penderita

Demam, dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus malaria dan melanjutkan

penanggulangan malaria, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan massal

sampai pengobatan selesai (Dirjen PPM& PLP, 1999).

Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 mengakibatkan program

(37)

kemampuan masyarakat dalam melaksanakan pencegahan malaria di lingkungannya.

Malaria yang semula sudah dianggap tidak berbahaya, muncul kembali menjadi

ancaman dengan temuan kasus malaria di sejumlah tempat. Jika sebelumnya,

penyakit malaria disebabkan oleh nyamuk spesies Anopheles yang hidup di sawah

dan lagun, kini muncul nyamuk Anopheles tipe gunung dan hutan yang lebih ganas.

Meski demikian, kedua tipe nyamuk tersebut menyerang manusia secara bergantian,

tipe sawah dan lagun menyerang pada musim kemarau, sedangkan tipe gunung/hutan

menyerang pada musim hujan. Karena faktor itulah, kini dalam upaya pemberantasan

malaria, salah satunya kita menggunakan insektisida jenis baru. Di samping itu, juga

dicoba penggalakan penggunaan kelambu di rumah-rumah, khususnya kelambu yang

mengandung insektisida (Suroso, 2003).

Program pemasangan kelambu tersebut, didasarkan hasil pengalaman di

Vietnam yang sukses menekan tingkat kasus malaria di negeri tersebut. Disebutkan,

sekitar 80% penduduk Vietnam kini menggunakan kelambu. Meski demikian,

implementasi program Gebrak Malaria di Indonesia tidak bisa disamaratakan antara

satu daerah dengan daerah lain namun didasarkan pada spesifikasi daerah

masing-masing (Suroso, 2003).

Menurut Taco (2002), di Timika Propinsi Papua merupakan salah satu daerah

endemis malaria, demikian juga dengan desa sekitarnya. Upaya mengatasi malaria di

daerah tersebut dilakukan dengan melakukan kontrol terhadap pergerakan dan jumlah

(38)

Penelitian Balitbangkes (2004) menunjukkan bahwa kejadian malaria

berhubungan dengan prilaku, kebiasaan membuka baju (kaos), memakai lengan

pendek dan celana pendek mempunyai resiko 6 kali tertular malaria dibandingkan

dengan yang menutup badan di malam hari.

Penelitian Budiarja (2001) di Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang

mendapati 85,2% masyarakat yang berpendidikan rendah terbukti berpengaruh

terhadap prilaku yang membuat kejadian malaria (man made malaria) responden

yang tidak menggunakan kelambu saat tidur malam hari memberi resiko sebesar

6,43 kali tertular malaria dibandingkan yang memakai kelambu. Bekerja di luar

rumah dapat memberi resiko sebesar 13,48 kali untuk tertular malaria dibandingkan

dengan orang yang tidak bekerja di luar rumah.

Saifuddin (2004) di Kabupaten Bireuen, menemukan bahwa umumnya

penderita memiliki rumah dengan saluran pembuangan air limbah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 61,5 % dan secara statistik terdapat

hubungan yang bermakna antara kejadian malaria dengan keadaan saluran

pembuangan air limbah yan tidak memenuhi syarat kesehatan.

2.3. Diagnosis Malaria dengan Pemeriksaan Laboratorium

Salah satu program pemberantasan malaria adalah melalui surveilans

epidemiologi yang dapat dilakukan dengan cara:

a. Pemeriksaan dengan mikroskop

(39)

sakit untuk menentukan: (1) ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif),

(2) spesies dan stadium plasmodium, dan (3) kepadatan parasit

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam

sampai 3 hari berturut-turut.

2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak

ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metoda immokromatografi. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat

darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak

tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu. Hal yang penting lainnya adalah

penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezzer

pendingin.

c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat meliputi; (a) darah rutin, (b) kimia

darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,

albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah), (c) EKG,

(d) foto toraks, (e) analisis cairan serebrospimedis, (f) biakan darah dan uji serologi,

(40)

2.4. Partisipasi Masyarakat

Dalam menurunkan angka kejadian penyakit malaria, sangat dibutuhkan

partisipasi masyarakat untuk mendukung program yang dilaksanakan pemerintah.

Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana individu,

keluarga, maupun masyarakat umum ikut bertanggungjawab terhadap kesehatan diri,

keluarga maupun kesehatan masyarakat dan lingkungannya (Depkes RI, 2001).

Bentuk partisipasi atau keterlibatan masyarakat yang ideal adalah ikut

bertanggungjawab dalam pengenalan masalah, perencanaan, pelaksanaan, penilaian,

dan pemanfaatan dalam suatu program pencegahan dan penanggulangan malaria

(Santoso, dkk, 2001).

Partisipasi masyarakat dalam masalah kesehatan sangat diperlukan

sebagaimana masyarakat tersebut ikut menjadi peserta yang efektif. Bentuk

partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk suatu kelompok yang

mempunyai tujuan khusus dan bertanggungjawab sebesar-besarnya pada kelompok

atau organisasi tertentu. Partisipasi masyarakat yang efektif terdapat dalam suatu

gambaran penting yaitu adanya komitmen dan keterlibatan anggota masyarakat yang

lebih penting dari sekedar partisipasi, termasuk pengambilan keputusan dalam

membuat tujuan dan rencana implemenatsi (Ndiye, dkk, 2001).

Pentingnya partisipasi dalam pembangunan kesehatan bukan semata-mata

karena ketidakmampuan pemerintah dalam upaya pembangunan, melainkan memang

disadari bahwa masyarakat mempunyai hak dan potensi untuk mengenal dan

(41)

masalah kesehatan disebabkan oleh perilaku masyarakat itu sendiri (Ndiye, dkk,

2001).

Dengan melihat beberapa hal di atas maka dalam suatu upaya penanggulangan

masalah penyakit sangatlah diperlukan partisipasi masyarakat. Di satu sisi masyarakat

memandang bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu memberatkan dan

tidak menguntungkan masyarakat. Hal ini sering mengakibatkan timbulnya

pertentangan dalam persepsi pelibatan masyarakat dalam suatu kegiatan

pembangunan (Mitchell et al., 2000).

Meskipun pendekatan partisipatif mungkin memerlukan waktu yang lebih lama

pada tahap-tahap awal perencanaan dan analisis di dalam proses selanjutnya,

pendekatan ini akan mengurangi adanya pertentangan karena pengelola sumberdaya

alam tradisional biasanya sering enggan melibatkan masyarakat dengan keyakinan

bahwa masyarakat biasanya apatis dan membuang-buang waktu (Mitchell et al,

2000).

Menurut Magnis (1987), kehandalan pendekatan partisipatif dalam

pengembangan dan pengelolaan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat

menuju pembangunan berkelanjutan merupakan hal yang tak terbantahkan. Penerapan

manajemen partisipatif pada organisasi-organisasi sektor publik dan swasta di

beberapa negara telah menjadi hal yang lazim, dan pendekatan ini telah diterapkan

dalam proses pembangunan di negara-negara berkembang pada proyek-proyek yang

dilaksanakan oleh berbagai lembaga mulai dan LSM kecil hingga yang dikerjakan

(42)

pemerintah Indonesia telah memperkenalkan pendekatan partisipatif sejak dua puluh

tahun lalu, namun dampaknya kurang bergema. Tetapi sejak pemerintahan era

reformasi, nampaknya mereka memiliki komitmen besar untuk menerapkannya

secara total, sehingga hasilnya jauh lebih baik.

Coyers (1994), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah

keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan

kesadaran masyarakat itu sendiri aktif dalam Partisipasi masyarakat yang semakin

meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan

dari perubahan sikap dan perilaku.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), bentuk partisipasi masyarakat terdiri

dari partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum, partisipasi

masyarakat penyelenggara, serta partisipasi masyarakat profesi kesehatan. Sejalan

dengan itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya pemeliharaan

kesehatannya sendiri, keluarga maupun lingkungan, bahkan diharapkan ikut berperan

secara aktif dalam pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Ketika seluruh

lapisan masyarakat mau berpartisipasi karena ada kesadaran, maka dengan

pendampingan yang tepat masyarakat akan mau dan akhirnya mampu mengelola,

(43)

2.5. Perilaku

Perilaku pada dasamya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta

lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau

rangsangan. Response atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,

dan sikap), manusia pun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan

stimulus atau rangsangan di sini terdiri dari 4 unsur pokok yaitu; sakit dan penyakit,

sistim pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 1993).

Dalam perkembangan selanjutnya menurut Notoatmodjo (1993), konsep

perilaku ini diukur dari:

1. Pengetahuan masyarakat terhadap materi yang diberikan (knowledge).

2. Sikap atau anggapan masyarakat terhadap materi yang diberikan (attitude).

3. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sehubungan dengan materi

yang diketahui (practice).

2.6. Landasan Teori

Secara umum, partisipasi masyarakat ini dapat diartikan sebagai

keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu

kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut

dimulai dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program.

Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan

(44)

bantuan keuangan, pemikiran, dan materi yang dibutuhkan. Partisipasi juga sering

diartikan sebagai sumbangan dana, material, tanah atau tenaga pada suatu program

atau kegiatan pembangunan yang belum tentu dikehendaki atau menjadi prioritas

masyarakat tersebut, karena prakarsa dan rencana datang dari luar atau dari atas.

Partisipasi semacam ini dapat diterima masyarakat sebagai suatu beban.

Meningkatkan partisipasi masyarakat tidaklah semata-mata berarti melibatkan

masyarakat dalam tahap perencanaan atau dalam evaluasi program belaka. Dalam

partisipasi tersirat makna dan integritas keseluruhan program itu. Partisipasi

merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain; partisipasi

berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan

dihasilkan suatu program sehubungan dengan kehidupan masyarakat.

Partisipasi masyarakat dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan sampai

pada tingkat bawah. Partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan

program-program dapat mengembangkan kemandirian (self-reliance) yang dibutuhkan oleh

para anggota masyarakat pedesaan demi akselerasi pembangunan.

Dengan demikian efektifitas program pencegahan penyakit malaria di

Kabupaten Mandailing Natal khususnya Kecamatan Siabu ditentukan oleh

sejauhmana pelaksana program pencegahan malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten

(45)

2.7. Kerangka Konsep

Karakteristik Masyarakat

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan - Pengetahuan - Sikap

Pelayanan Kesehatan

- Jumlah tenaga pengelola malaria - Ketersediaan fasilitas untuk

program pencegahan malaria

Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria

- Menghindari Gigitan Nyamuk

- Mengikuti Penyuluhan Malaria

- Penyehatan Lingkungan - Memelihara Predator

(46)

2.1. Penyakit Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang

dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan

sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah

nyamuk Anopheles. Masa inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa

bulan, setelah masa inkubasi, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan

menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing,

mual. kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita merasa sehat

seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan

berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Penghancuran sel-sel darah

merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar,

sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan

pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan

sebagainya (Sudradjat, 2000).

Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain:

a. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, demam muncul setiap

hari ketiga.

b. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, demam setiap hari

(47)

c. Malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, demam tidak

teratur, disertai gejala pada otak, koma dan kematian yang mendadak.

d. Malaria vivax, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat

mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat (Sudradjat,

2000).

Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini

diantaranya disebabkan oleh meluasnya Plasmodium yang resisten terhadap obat anti

malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan

vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin

malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh

karena adanya variasi antigenik antar Plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat

merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik, perlu

dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari

beberapa daerah endemik (Ditjen PPM & PLP, 2004).

Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host (penjamu), agent,

dan environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga

berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).

2.1.1. Faktor Host (Penjamu)

Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia)

dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu

sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria (Ditjen

(48)

2.1.1.1. Host Intermediate (Penjamu Sementara)

Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium),

tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host

terhadap agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya

hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunitas (Ditjen PPM & PLP,

2004).

(a) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria (Murphy

et al, 2001).

(b) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap

kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan

menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti

anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature

dan kematian janin intrauterine (Ditjen PPM & PLP, 2004).

(c) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai

kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya: orang Negro di Afrika

Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressu (-) tidak

dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak

mempunyai reseptornya (Pribadi, 2004).

(d) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria

sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan

terhadap infeksi malaria berikutnya (Ditjen PPM & PLP, 2004).

(49)

diluar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria

(Ditjen PPM & PLP, 2004).

(f) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi

malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).

(g) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria.

Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru

lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan

anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi

malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk

(Ditjen PPM & PLP, 2004).

(h) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya

mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah

terhadap infeksi malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).

2.1.1.2. Host Definitif (Penjamu Tetap)

Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang

yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina.

Karena hanya jenis nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk

pertumbuhan telurnya (Ditjen PPM & PLP, 2004). Host definitif ini sangat

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

(a) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya prilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat

(50)

darah dan perilaku beristirahat (Ditjen PPM & PLP, 2004).

i. Perilaku hidup, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya

apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat

beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk

berkembangbiak (Ditjen PPM & PLP, 2004).

ii. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai

kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan

kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang

di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari

langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan

terlindung dari sinar matahari (teduh) (Ditjen PPM & PLP, 2004).

iii. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap

darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh

perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :

(a) berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah malam dan

menggigit mulai tengah malam hingga dini hari,

(b) berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan

endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah),

(c) berdasarkan sumber darah, anthrofo filik (lebih suka menggigit

manusia) dan zoo filik (lebih suka menggigit hewan) dan Anthrozoo filik

(lebih suka menggigit manusia dan hewan),

(51)

dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang disebut dengan

siklus gonotrafik. Untuk daerah tropis biasanya siklus ini berlangsung

sekitar 48 -96 jam (Ditjen PPM & PLP, 2004).

iv. Perilaku istirahat,

(a) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenarnya yang

merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat

sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah,

(b) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar

rumah) dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah) (Ditjen

PPM & PLP, 2004).

(b) Faktor lain yang mendukung (Ditjen PPM & PLP, 2004):

(1) Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar

kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.

(2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.

(3) Frekuensi menggigit manusia.

(4) Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur

sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek

yang digigit (manusia).

(c) Kondisi nyamuk dapat berperan sebagai vektor (Ditjen PPM & PLP, 2004):

(1) Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai

dengan daya jangkau atau kemampuan terbang maksimal nyamuk antara

(52)

(2) Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit

dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.

(3) Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya

menghisap darah manusia (Anthropofilik).

(4) Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles

tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.

(5) Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak

mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit

yang berasal dari obyek gigitan dan menjadi infektif setelah

menyelesaikan siklus hidupnya.

2.1.2. Faktor Agent (Penyebab)

Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair menemukan

parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia

menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890

Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (www.rbm.who.int, 2007).

Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :

a.Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan

malaria berat.

b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.

c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.

(53)

2.1 3. Faktor Environment (Lingkungan)

Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan

dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi

malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,

lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin,

sinar matahari dan arus air.

b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.

c. Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan kepala

timah, gambusia, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya

ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk

pada manusia.

d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar

rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan

pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan untuk

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu

pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan

apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM &

(54)

Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal),

malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan

tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih

dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya

kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama

beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta

perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan

berkesinambungan (Achmadi, 2003).

2.2. Program Pencegahan Malaria

Pencegahan penyakit malaria yang dilakukan Departemen Kesehatan

diantaranya modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan, yaitu program untuk

mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak antara

manusia dengan vektor (Depkes RI, 1999), dengan cara sebagai berikut:

2.2.1. Modifikasi Lingkungan

Kegiatan ini meliputi setiap modifikasi fisik yang permanen terhadap tanah,

air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi

tempat perindukkan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik terhadap

kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk dalam kegiatan ini antara lain

penimbunan, pengeringan, perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan (dam,

(55)

2.2.2. Manipulasi Lingkungan

Manipulasi lingkungan merupakan kegiatan yang bertujuan menghasilkan

suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi vektor untuk berkembang

biak di tempat perindukan nyamuk penyebab malaria, misalnya: pembersihan

tanaman air, yang mengapung (ganggang dan lumut) di lagun, akan mengubah lagun

tersebut menjadi tidak baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles (Depkes RI,

1999).

Program pencegahan malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisir

untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang

diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Program

tersebut terdiri: (a) menghindari atau mengurangi kontak gigitan nyamuk Anopheles

dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian reppelen dan obat

nyamuk, (b) membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida,

(c)membunuh jentik (tindakan anti larva) baik secara kimiawi (larvasida) maupun

biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri), (d) mengurangi tempat perindukan (source

reduction), (e) mengobati penderita malaria, (f) pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis) dan vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial) (Soedarto,

2000).

Hal yang sama dinyatakan Lengeler (2002), pemberantasan vektor dilakukan

dengan cara membunuh nyamuk dewasa, membunuh jentik dan menghilangkan atau

mengurangi tempat perindukan. Dengan dibunuhnya nyamuk maka pertumbuhan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kecamatan Siabu
Tabel 6. Distribusi di Kecamatan Siabu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “ Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pencegahan malaria oleh kepala keluarga

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dan Puskesmas Sihepeng agar meningkatkan pelayanan imunisasi terutama campak melakukan pengecekan kondisi rantai

Hubungan Karakteristik Responden Dan faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Malaria Di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian penyakit malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi

Faktor yang mempengaruhi partisipasi pemuda dalam pembangunan pertanian adalah tanggung jawab pemuda terhadap produksi pertanian (95% - 96%), Menghimpun potensi masyarakat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu dalam upaya pencegahan penyakit malaria di Desa Teluk Bakau Kabupaten

Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam mengembangkan city branding KotaSemarang Partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam keberhasilan suatu program pengembangan maupun

Lukita Mulat Sari, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Keberhasilan Program Sanitasi Berbasis Masyarakat Sanimas Pada Kelurahan Susunan Baru Kota Bandar