KABUPATEN MANDAILING NATAL
T E S I S
Oleh
LETNAN DALIMUNTHE
057023009/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KABUPATEN MANDAILING NATAL
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
LETNAN DALIMUNTHE
057023009/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Letnan Dalimunthe
Nomor Pokok : 057023009
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Erman Munir, MSc) (Ir. Indra Chahaya, S, MSi) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Erman Munir, MSc
Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya, S, MSi
2. Ir. Evi Naria M.Kes
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENCEGAHAN
PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN SIABU
KABUPATEN MANDAILING NATAL
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2008
pencegahan penularan penyakit sebenarnya telah banyak dilakukan seperti ”gebrak malaria” sebagai gerakan nasional memberantas malaria di Indonesia. Gerakan malaria ini belum mampu menanggulangi penyakit malaria, terutama di daerah endemis.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory
research terhadap 98 kepala keluarga di Kecamatan Siabu, dengan tujuan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria di Kecamatan Siabu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria yaitu: pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan, sedangan faktor umur tidak berpengaruh. Pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit malaria berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria. Keberhasilan pengembangan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pencegahan malaria terkait dengan ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas yang digunakan dalam program pencegahan penyakit malaria, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan penyemprotan rumah. Ketersediaan dan kecukupan fasilitas dalam pengelolaan program malaria kemungkinan terkait dengan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan penyemprotan rumah.
Secara keseluruhan variabel yang paling berpengaruh (dominan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria adalah sikap masyarakat. Diharapkan peningkatan jumlah dan kemampuan petugas kesehatan yang mengelola program pencegahan malaria dapat dilakukan. Penambahan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit malaria, serta kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam program pencegahan malaria merupakan hal yang sangat penting dilakukan.
center. The efforts to prevent the spread of malaria have actually been implemented such as "gebrak malaria" (crash malaria) as a national program to eliminate malaria in Indonesia. This program has not been able to over come the malaria, because the number of malaria cases is still high especially in the endemic areas.
This study with explanatory research approach was conducted to find out the factors influencing community participation in malaria prevention program in Siabu subdistrict. The data were obtained from 98 (ninety eight) head of families in Siabu subdistrict. The data obtained were analyzed through logistic regression test.
The result of the study shows that the characteristics of community influencing community participation in the malaria prevention program are education, income and job while age factor does not have any influence at all. The knowledge and attitude of community on malaria influence community participation in malaria prevention program. The success of community participation development in the implementation of malaria prevention program is related to the number of nurses powers and facility used in the malaria prevention program. The number and sufficiency of facilities in the malaria prevention program especially in the implementation of extension and house-to-house fogging activities. This provision and sufficiency of facilities in the malaria prevention program has possibility on community participation in the malaria prevention program especially in the implementation of house-to-house fogging activities.
The community's attitude is the most influencing variable on community participation in the malaria prevention program. It is expected that there is an increase in number and the improvement of ability of the health workers managing the malaria prevention program. The number of the facilities needed in the implementation of malaria prevention program must be increased. Inter-program and inter-sector cooperation must be done in encouraging community to participate in the malaria prevention program.
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Penyakit
Malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal”.
Dengan selesainya tesis ini, selain atas upaya penulis sendiri, juga tidak
terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), sebgai Rektor
Universitas Sumatera Utara.
Ibu Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Bapak Prof. Dr. Erman Munir. MSc, sebagai Ketua Komisi Pembimbing Tesis
yang banyak memberikan bimbingan penulisan.
Ibu Ir. Indra Chahaya, S, MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing
Penulisan Tesis yang banyak memberikan bimbingan penulisan.
Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan, yang telah membimbing memberikan ilmu dan membantu serta
pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan.
Rekan-rekan mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana USU Medan tahun 2005.
Bapak dr. Chandra Syafei, SpOG, sebagai Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan
Bapak Sahrul, SSos, sebagai Camat Siabu yang menjadi lokasi pengumpulan
data dalam penelitian ini.
Seluruh Kepala Desa se Kecamatan Siabu yang menjadi lokasi pengumpulan
data dalam penelitian ini.
Seluruh masyarakat di Kecamatan Siabu yang menjadi responden serta telah
memberikan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Istriku tercinta Masroini Ritonga, serta anakku tersayang Annisya Fitri
Dalimunthe dan Muhammad Raihan Dalimunthe, yang telah memberikan dorongan
moril maupun materil yang sangat besar dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Orangtua, Mertua, serta Saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan
bantuan serta dorongan materil maupun moril selama perkuliahan sampai selesainya
penyusunan tesis ini.
Rekan-rekan kerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal yang
telah memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian penelitian ini.
Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufik dan hidayahNya
kepada kita semua, dan penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pengambil
kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian
selanjutnya.
Medan, Maret 2008
Penulis
Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara, sebagai anak ke-enam dari tiga belas bersaudara,
dari Ayahanda Alm. Saloan Dalimunthe dan Ibunda Marni Ritonga
Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar
Negeri Kampung Batas Palembang selesai pada Tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama
pada SMP Negeri 1 Sipagimbar Tapanuli Selatan selesai pada Tahun 1991, Sekolah Perawat
Kesehatan Pemda (SPK) Labuhan Batu selesai pada Tahun 1994, Akademi Keperawatan
Imelda Medan selesai pada tahun 2000, Pendidikan S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan selesai pada Tahun 2003.
Pengalaman bekerja penulis dimulai pada Nopember Tahun 1995 sebagai staf
Pegawai Negeri Sipil Departemen Kesehatan yang ditempatkan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Tapanuli Selatan di Puskesmas Sikara-kara Kecamatan Natal sampai pada Tahun
1997.
Pada Tahun 2004, penulis mempersunting nona Masroini Ritonga putri keenam dari
Keluarga Bapak Daulen.Ritonga/Naimas Br Hasibuan. Dari perkawinan tersebut, sampai saat
ini penulis dikaruniai dua orang putri dan seorang putera tercinta, Annysah Br Dalimunthe,
Muhammad Raihan Dalimunthe.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan S-2 pada Program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
UCAPAN TERIMA KASIH... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesis Penelitian... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Penyakit Malaria ... 8
2.1.1. Faktor Host... 9
2.1.2. Faktor Agent ... 14
2.1.3. Faktor Environment... 14
2.2. Program Pencegahan Malaria... 16
2.2.1. Modifikasi Lingkungan... 16
2.2.2. Manipulasi Lingkungan ... 16
2.3. Diagnosis Malaria dengan Pemeriksaan Laboratorium ... 20
2.4. Partisipasi Masyarakat... 22
2.5. Perilaku... 25
2.6. Landasan Teori ... 25
3.3. Populasi dan Sampel ... 28
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 30
3.6. Metode Pengukuran ... 33
3.7. Metode Analisis Data ... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 38
4.2. Karakteristik Masyarakat ... 39
4.3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Malaria ... 41
4.4. Sikap Responden tentang Penyakit Malaria... 47
4.5. Pelayanan Kesehatan... 53
4.6. Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 54
4.7. Hasil Uji Bivariat ... 57
4.8. Hasil Uji Regresi Logistik (Multivariat) ... 60
BAB 5 PEMBAHASAN ... 63
5.1. Pengaruh Umur terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 63
5.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 64
5.3. Pengaruh Pekerjaan terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 65
5.4. Pengaruh Penghasilan terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria ... 66
dalam Program Pencegahan Malaria... 71
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
6.1. Kesimpulan... 73
6.2. Saran... 74
1. Jumlah Kepala Keluarga dan Besar Sampel Masing-masing Desa
di Kecamatan Siabu... 29
2. Variabel dan Definisi Operasional (Dependen) ... 30
3. Variabel dan Definisi Operasional (Independen)... 31
4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Siabu ... 38
5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kecamatan Siabu... 38
6.. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Siabu... 40
7.. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan Siabu 40 8. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kecamatan Siabu... 41
9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyebab Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 41
10. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Penularan Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 42
11. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Tempat Perindukan Nyamuk Penyebab Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu.... 42
12. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Obat menyembuhkan Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu... 43
13. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Gejala Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 43
14. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Mencegah Gigitan Nyamuk Penyebab Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu ... 44
18. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Jenis Ikan Pemakan Jentik Nyamuk di Kecamatan Siabu... 46
19. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Malaria di Kecamatan Siabu ... 46
20. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Menjaga dan Memelihara Kebersihan Lingkungan untuk Mencegah Perkembangbiakan Nyamuk Penular Penyakit Malaria di Kecamatan
Siabu... 47
21. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Segera Memeriksakan Kesehatan bila Merasakan Gejala Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu 48
22. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Penyakit Malaria dapat Dicegah dengan Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekitar di Kecamatan Siabu... 48
23. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Melakukan Tindakan Pencegahan untuk Menghindarkan Penyakit Malaria lebih baik daripada Mengobati Setelah Sakit di Kecamatan Siabu ... 49
24. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Adanya Genangan Air Meningkatkan Risiko Terjadinya Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu 49
25. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Penderita Malaria Harus Mendapatkan Pengobatan Malaria dari Tenaga Kesehatan di Kecamatan Siabu... 50
26. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Membayar bila Dilakukan Penyemprotan di Kecamatan Siabu ... 50
Penyuluhan tentang Penyakit Malaria dapat Menambah Pengetahuan tentang Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 52
30. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu... 52
31. Ketersediaan dan Kecukupan Tenaga Pelaksana Program Malaria di Kecamatan Siabu... 53
32. Ketersediaan dan Kecukupan Fasilitas dan Peralatan Program Malaria di Kecamatan Siabu... 54
33. Distribusi Responden Berdasarkan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 55
34. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 56
35. Hubungan Umur dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 57
36. Hubungan Pendidikan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 57
37. Hubungan Pekerjaan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 58
38. Hubungan Penghasilan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 58
39. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu ... 59
40. Hubungan Sikap dengan Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria di Kecamatan Siabu... 59
1. Print Out Crosstab ... 79
2. Print Out Hasil Uji Regresi Logistic ... 83
3. Print Out Hasil Uji Validitas ... 85
4. Print Out Hasil Uji Reliabilitas ... 88
5. Master Data ... 91
6. Daftar Pertanyaan/Kuesioner ... 93
7. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU Medan ... 97
8. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal ... 98
1.1. Latar Belakang
Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah di daerah tropis dan sub
tropis, terutama pada negara yang berkembang dimana ditemukan 300-500 juta kasus
dan 2-3% diantaranya meninggal pertahunnya. Khususnya pada bayi dan anak-anak
angka kematian dan kesakitan pada umur dibawah 5 tahun berkisar 6% sampai 11%,
sedangkan di Afrika sebesar 10% (Gemijati, 2003). Penduduk yang beresiko tertular
malaria berjumlah sekitar 2,3 milyar atau sekitar 41% dari penduduk dunia. Menurut
Gunawan (2000), setiap tahun kasus malaria bertambah sekitar 300 - 500 juta, dengan
tingkat kematian berkisar 1,5 - 2,7 % terutama di Sahara Afrika.
Kasus malaria telah membuat puluhan korban meninggal di beberapa daerah,
terutama yang endemis. Menurut data Departemen Kesehatan, jumlah penderita
penyakit malaria di Indonesia 50 orang per 1.000 penduduk. Dalam target
pembangunan kesehatan, "Indonesia Sehat 2010", jumlah itu berusaha diturunkan
menjadi 1/10-nya (Depkes RI, 2003).
Penyebaran endemis terbentang diantara garis bujur 60° LU dan 40° LS
meliputi ± 100 negara tropis dan sub-tropis. Menurut WHO pada tahun 1990 dalam
Harijanto (2000) sebanyak 80 % kasus dijumpai di Afrika merupakan kelompok yang
Angka kesakitan penyakit malaria di Indonesia cukup tinggi, penyakit malaria
cukup membahayakan masyarakat terutama mereka yang berada di luar jangkauan
pelayanan pusat kesehatan yang memadai. Upaya penanggulangan penyakit malaria
pertama kali di Indonesia pada tahun 1852 -1854 ketika terjadi wabah di Cirebon.
Pada waktu itu pengobatan dilakukan dengan menggunakan tablet kina. Upaya
pengobatan lokal juga banyak ditemukan di berbagai daerah dengan cara
menggunakan tumbuhan. Sejauh ini masalah pengobatan (curative) boleh dikatakan
efektif dengan kehadiran bebagai macam obat sintetis dengan suplai dan harga yang
cukup murah untuk dijangkau masyarakat banyak. Akan tetapi kasus kesakitan masih
selalu ada karena masalah pencegahan (preventif) penularan belum cukup efektif
mengeliminasi permasalahan secara tuntas (Daulay, 2006).
Upaya pencegahan penularan penyakit sebenarnya telah banyak dilakukan
seperti dicanangkannya Gebrak Malaria sebagai gebrak nasional memberantas
malaria di Indonesia. Namun gerakan malaria ini belum mampu menanggulangi
penyakit malaria, karena sampai saat ini jumlah kasus malaria masih tinggi, terutama
di daerah endemis malaria (Laihad, 2005).
Berdasarkan profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman (Depkes RI, 2003) terjadi penurunan Annual Parasite
Incidence (API) dari 0,62%o di tahun 2001 menjadi 0,42%o pada tahun 2002.
Di daerah luar Jawa Bali tingkat Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 22,27 %o
pada tahun 2001. Sedangkan target nasional menuju Indonesia Sehat 2010 oleh
Penyakit Malaria di Propinsi Sumatera Utara masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat terutama di daerah pedesaan, dimana nyamuk Anopheles
banyak dan mudah berbiak di genangan air. Daerah endemis malaria di Propinsi
Sumatera Utara adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandaling Natal,
Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Nias dan Kabupaten Karo. Pada bulan Maret 1992
di Kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan dilaporkan terjadi kejadian luar biasa
karena ditemukan sebanyak 38 kasus malaria yang meninggal dalam waktu 1 minggu
dari 3000 kasus malaria, artinya tingkat tingkat kematian penyakit malaria sebesar
1,27% (Dinkes Prop. Sumatera Utara, 2006).
Kasus penyakit malaria menempati urutan ke 7 dalam daftar 10 penyakit
terbesar di Propinsi Sumatera Utara dengan rata-rata 82.405 kasus klinis per tahun
dari tahun 1996 s/d 2000 (Dinkes Prop. Sumatera Utara, 2003).
Kabupaten Mandailing Natal mempunyai 8 kecamatan dengan kondisi
geografis yang luas terdiri dari hutan lebat, rawa-rawa, sungai-sungai dan
persawahan. Dimana penderita malaria paling tinggi terdapat di Kecamatan Siabu
(Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, 2006). Sushanti dkk (2002) menyimpulkan
bahwa tempat perindukan nyamuk Anopheles sp adalah di kolam dan sawah yang
tergenang. Perindukan jentik lebih banyak ditemukan di sawah dibandingkan dengan
di kolam.
Pada tahun 2002 di Kecamatan Siabu ditemukan sebanyak 5076 kasus, dengan
Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 69,5 %o. Pada tahun 2003 sebanyak 3991
parasit (Parasite rate) pada tahun 2002 sebesar 12,12 %o, sedang pada 2003
meningkat mencapai 19,44 %o dan 30,18 %o. Angka statistik tersebut jauh di atas
ambang batas nasional sebesar 4,15 %o (Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, 2004).
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksana program penanggulangan penyakit
malaria (P2 Malaria) Dinkes Kabupaten Mandailing (2006) diketahui, bahwa
program penanggulangan penyakit malaria di Kabupaten Mandailing Natal sudah
berjalan, namun hasil yang diperoleh juga belum optimal. Program penanggulangan
penyakit malaria yang telah dilakukan tersebut adalah: kegiatan penyuluhan,
penyemprotan rumah, kelambunisasi, penyehatan lingkungan, serta pemeliharaan
ikan sebagai predator nyamuk Anopheles. Persentase pencapaian program-program
tersebut masih jauh dari target sebesar 80%. Di samping itu program pengobatan
penderita klinis malaria juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini
dapat dilihat dari tingkat kesembuhan penderita malaria masih rendah (45,7%).
Permasalahan yang dihadapi pengelola program malaria, khususnya petugas
lapangan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
penanggulangan malaria, padahal sebagian besar program tersebut sangat
membutuhkan peran serta masyarakat untuk dapat terlaksana dengan baik.
Pencegahan penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan melibatkan
peran serta masyarakat melalui perubahan perilaku yang berhubungan dengan
pemberantasan malaria. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah semua aktifitas
maupun dari hasrat yang timbul dari apa yang dirasakan patut untuk dilakukan.
Tingkat pengetahuan tentang pencegahan, cara penularan serta upaya pengobatan
sesuatu terhadap penyakit, sangat berpengaruh terhadap perilaku yang selanjutnya
terhadap terjadinya manifestasi malaria.
Dasril (2005) menyatakan bahwa ada hubungan perilaku masyarakat terhadap
angka kejadian malaria. Rumah dengan ventilasi yang tidak memakai kawat kasa
memiliki resiko terkena malaria sebesar 5,2 kali dibandingkan dengan rumah yang
berventilasi dengan kawat kasa. Selanjutnya diketahui bahwa orang yang tidak
menggunakan obat nyamuk oles (repellent) memiliki resiko sebesar 3,2 kali untuk
terkena malaria dibandingkan dengan orang yang memakai jika keluar rumah pada
malam hari.
1.2. Permasalahan
Wilayah Kabupaten Mandailing Natal, khususnya Kecamatan Siabu
merupakan daerah endemis malaria. Program pencegahan malaria yang dilaksanakan
pemerintah belum berhasil dengan optimal karena kurangnya partisipasi masyarakat.
Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauhmana faktor-faktor
karakteristik, pengetahuan, sikap masyarakat, jumlah tenaga pengelola, serta fasilitas
mempengaruhi partisipasi masyarakat berperan dalam program pencegahan penyakit
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1.Mengetahui pengaruh karakteristik masyarakat (umur, pendidikan,
penghasilan, dan pekerjaan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan penyakit malaria.
2.Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi masyarakat dalam
program pencegahan penyakit malaria.
3.Mengetahui pengaruh sikap terhadap partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan penyakit malaria.
4.Mengetahui jumlah tenaga pengelola program malaria terhadap partisipasi
masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria.
5.Mengetahui ketersediaan fasilitas untuk program pencegahan malaria terhadap
partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh karakteristik masyarakat (umur, pendidikan, penghasilan, dan
pekerjaan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan
penyakit malaria.
2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan penyakit malaria
pencegahan penyakit malaria
4. Ada pengaruh tenaga pengelola program malaria terhadap partisipasi
masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria
1.5. Manfaat Penelitian
1. Menjadi masukan model perbaikan untuk pencegahan penyakit malaria pada
Dinkes Kabupaten Mandailing Natal.
2. Menjadi bahan bacaan/referensi bagi Dinkes Kabupaten Mandailing Natal
dalam menyusun rencana strategis dan kebijakan serta tindakan intervensi
khususnya dalam program pemberantasan penyakit malaria, khususnya di
Kecamatan Siabu dan didaerah endemis, sehingga dapat menekan angka
2.1. Penyakit Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan
sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah
nyamuk Anopheles. Masa inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa
bulan, setelah masa inkubasi, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan
menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing,
mual. kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita merasa sehat
seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan
berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Penghancuran sel-sel darah
merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar,
sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan
pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan
sebagainya (Sudradjat, 2000).
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain:
a. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, demam muncul setiap
hari ketiga.
b. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, demam setiap hari
c. Malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, demam tidak
teratur, disertai gejala pada otak, koma dan kematian yang mendadak.
d. Malaria vivax, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat
mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat (Sudradjat,
2000).
Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini
diantaranya disebabkan oleh meluasnya Plasmodium yang resisten terhadap obat anti
malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan
vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin
malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh
karena adanya variasi antigenik antar Plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat
merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik, perlu
dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari
beberapa daerah endemik (Ditjen PPM & PLP, 2004).
Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host (penjamu), agent,
dan environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga
berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).
2.1.1. Faktor Host (Penjamu)
Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia)
dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu
sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria (Ditjen
2.1.1.1. Host Intermediate (Penjamu Sementara)
Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium),
tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host
terhadap agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya
hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunitas (Ditjen PPM & PLP,
2004).
(a) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria (Murphy
et al, 2001).
(b) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti
anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature
dan kematian janin intrauterine (Ditjen PPM & PLP, 2004).
(c) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya: orang Negro di Afrika
Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressu (-) tidak
dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak
mempunyai reseptornya (Pribadi, 2004).
(d) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria
sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan
terhadap infeksi malaria berikutnya (Ditjen PPM & PLP, 2004).
diluar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria
(Ditjen PPM & PLP, 2004).
(f) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi
malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).
(g) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru
lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan
anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk
(Ditjen PPM & PLP, 2004).
(h) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya
mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah
terhadap infeksi malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).
2.1.1.2. Host Definitif (Penjamu Tetap)
Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang
yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina.
Karena hanya jenis nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk
pertumbuhan telurnya (Ditjen PPM & PLP, 2004). Host definitif ini sangat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
(a) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya prilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat
darah dan perilaku beristirahat (Ditjen PPM & PLP, 2004).
i. Perilaku hidup, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya
apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat
beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk
berkembangbiak (Ditjen PPM & PLP, 2004).
ii. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai
kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan
kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang
di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari
langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan
terlindung dari sinar matahari (teduh) (Ditjen PPM & PLP, 2004).
iii. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap
darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh
perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :
(a) berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah malam dan
menggigit mulai tengah malam hingga dini hari,
(b) berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan
endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah),
(c) berdasarkan sumber darah, anthrofo filik (lebih suka menggigit
manusia) dan zoo filik (lebih suka menggigit hewan) dan Anthrozoo filik
(lebih suka menggigit manusia dan hewan),
dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang disebut dengan
siklus gonotrafik. Untuk daerah tropis biasanya siklus ini berlangsung
sekitar 48 -96 jam (Ditjen PPM & PLP, 2004).
iv. Perilaku istirahat,
(a) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenarnya yang
merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat
sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah,
(b) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar
rumah) dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah) (Ditjen
PPM & PLP, 2004).
(b) Faktor lain yang mendukung (Ditjen PPM & PLP, 2004):
(1) Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar
kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.
(2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
(3) Frekuensi menggigit manusia.
(4) Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur
sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek
yang digigit (manusia).
(c) Kondisi nyamuk dapat berperan sebagai vektor (Ditjen PPM & PLP, 2004):
(1) Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai
dengan daya jangkau atau kemampuan terbang maksimal nyamuk antara
(2) Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit
dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.
(3) Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya
menghisap darah manusia (Anthropofilik).
(4) Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles
tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.
(5) Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak
mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit
yang berasal dari obyek gigitan dan menjadi infektif setelah
menyelesaikan siklus hidupnya.
2.1.2. Faktor Agent (Penyebab)
Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair menemukan
parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia
menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890
Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (www.rbm.who.int, 2007).
Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :
a.Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria berat.
b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.
c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.
2.1 3. Faktor Environment (Lingkungan)
Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi
malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,
lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin,
sinar matahari dan arus air.
b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.
c. Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan kepala
timah, gambusia, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya
ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk
pada manusia.
d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar
rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan
pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.
Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu
pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan
apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM &
Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal),
malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan
tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih
dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya
kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama
beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta
perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan
berkesinambungan (Achmadi, 2003).
2.2. Program Pencegahan Malaria
Pencegahan penyakit malaria yang dilakukan Departemen Kesehatan
diantaranya modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan, yaitu program untuk
mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak antara
manusia dengan vektor (Depkes RI, 1999), dengan cara sebagai berikut:
2.2.1. Modifikasi Lingkungan
Kegiatan ini meliputi setiap modifikasi fisik yang permanen terhadap tanah,
air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
tempat perindukkan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik terhadap
kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk dalam kegiatan ini antara lain
penimbunan, pengeringan, perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan (dam,
2.2.2. Manipulasi Lingkungan
Manipulasi lingkungan merupakan kegiatan yang bertujuan menghasilkan
suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi vektor untuk berkembang
biak di tempat perindukan nyamuk penyebab malaria, misalnya: pembersihan
tanaman air, yang mengapung (ganggang dan lumut) di lagun, akan mengubah lagun
tersebut menjadi tidak baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles (Depkes RI,
1999).
Program pencegahan malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisir
untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang
diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Program
tersebut terdiri: (a) menghindari atau mengurangi kontak gigitan nyamuk Anopheles
dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian reppelen dan obat
nyamuk, (b) membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida,
(c)membunuh jentik (tindakan anti larva) baik secara kimiawi (larvasida) maupun
biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri), (d) mengurangi tempat perindukan (source
reduction), (e) mengobati penderita malaria, (f) pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis) dan vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial) (Soedarto,
2000).
Hal yang sama dinyatakan Lengeler (2002), pemberantasan vektor dilakukan
dengan cara membunuh nyamuk dewasa, membunuh jentik dan menghilangkan atau
mengurangi tempat perindukan. Dengan dibunuhnya nyamuk maka pertumbuhan
dapat terputus. Kegiatan yang dilakukan dalam pemberantasan vektor adalah:
penyemprotan rumah, pemolesan kelambu, larvaciding, biological control, source
reduction, pembersihan lumut, pemetaan tempat perindukan, pemetaan rumah serta
survei penyakit malaria.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai penularan penyakit malaria adalah
dengan cara identifikasi penderita sedini mungkin, baik dilakukan secara aktif oleh
petugas yang mengunjungi rumah secara khusus (active case detection) maupun
dilakukan secara pasif (passive case detection) (Dirjen PPM& PLP, 1999).
Setelah penderita malaria ditemukan maka dilakukan proses pengobatan
dengan berbagai cara kepada tersangka maupun yang sudah terbukti penderita
malaria: (a). Pengobatan malaria klinis, diberikan berdasarkan gejala klinis dan
ditujukan untuk menekan gejala klinis malaria dan membunuh nyamuk anopheles
untuk mencegah terjadinya penularan tersebut; (b). Pengobatan radikal, diberikan
kepada seseorang dengan pemeriksaan laboratorium positif malaria. Pengobatan ini
bertujuan untuk mencegah timbulnya kambuh (c). Pengobatan massal, Pengobatan
malaria klinis kepada semua penduduk (>80% penduduk) di daerah malaria sebagai
bagian dari upaya penanggulangan malaria dan (d). Pengobatan kepada penderita
Demam, dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus malaria dan melanjutkan
penanggulangan malaria, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan massal
sampai pengobatan selesai (Dirjen PPM& PLP, 1999).
Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 mengakibatkan program
kemampuan masyarakat dalam melaksanakan pencegahan malaria di lingkungannya.
Malaria yang semula sudah dianggap tidak berbahaya, muncul kembali menjadi
ancaman dengan temuan kasus malaria di sejumlah tempat. Jika sebelumnya,
penyakit malaria disebabkan oleh nyamuk spesies Anopheles yang hidup di sawah
dan lagun, kini muncul nyamuk Anopheles tipe gunung dan hutan yang lebih ganas.
Meski demikian, kedua tipe nyamuk tersebut menyerang manusia secara bergantian,
tipe sawah dan lagun menyerang pada musim kemarau, sedangkan tipe gunung/hutan
menyerang pada musim hujan. Karena faktor itulah, kini dalam upaya pemberantasan
malaria, salah satunya kita menggunakan insektisida jenis baru. Di samping itu, juga
dicoba penggalakan penggunaan kelambu di rumah-rumah, khususnya kelambu yang
mengandung insektisida (Suroso, 2003).
Program pemasangan kelambu tersebut, didasarkan hasil pengalaman di
Vietnam yang sukses menekan tingkat kasus malaria di negeri tersebut. Disebutkan,
sekitar 80% penduduk Vietnam kini menggunakan kelambu. Meski demikian,
implementasi program Gebrak Malaria di Indonesia tidak bisa disamaratakan antara
satu daerah dengan daerah lain namun didasarkan pada spesifikasi daerah
masing-masing (Suroso, 2003).
Menurut Taco (2002), di Timika Propinsi Papua merupakan salah satu daerah
endemis malaria, demikian juga dengan desa sekitarnya. Upaya mengatasi malaria di
daerah tersebut dilakukan dengan melakukan kontrol terhadap pergerakan dan jumlah
Penelitian Balitbangkes (2004) menunjukkan bahwa kejadian malaria
berhubungan dengan prilaku, kebiasaan membuka baju (kaos), memakai lengan
pendek dan celana pendek mempunyai resiko 6 kali tertular malaria dibandingkan
dengan yang menutup badan di malam hari.
Penelitian Budiarja (2001) di Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang
mendapati 85,2% masyarakat yang berpendidikan rendah terbukti berpengaruh
terhadap prilaku yang membuat kejadian malaria (man made malaria) responden
yang tidak menggunakan kelambu saat tidur malam hari memberi resiko sebesar
6,43 kali tertular malaria dibandingkan yang memakai kelambu. Bekerja di luar
rumah dapat memberi resiko sebesar 13,48 kali untuk tertular malaria dibandingkan
dengan orang yang tidak bekerja di luar rumah.
Saifuddin (2004) di Kabupaten Bireuen, menemukan bahwa umumnya
penderita memiliki rumah dengan saluran pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 61,5 % dan secara statistik terdapat
hubungan yang bermakna antara kejadian malaria dengan keadaan saluran
pembuangan air limbah yan tidak memenuhi syarat kesehatan.
2.3. Diagnosis Malaria dengan Pemeriksaan Laboratorium
Salah satu program pemberantasan malaria adalah melalui surveilans
epidemiologi yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
sakit untuk menentukan: (1) ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif),
(2) spesies dan stadium plasmodium, dan (3) kepadatan parasit
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam
sampai 3 hari berturut-turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak
ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda immokromatografi. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat
darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak
tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu. Hal yang penting lainnya adalah
penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezzer
pendingin.
c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat meliputi; (a) darah rutin, (b) kimia
darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah), (c) EKG,
(d) foto toraks, (e) analisis cairan serebrospimedis, (f) biakan darah dan uji serologi,
2.4. Partisipasi Masyarakat
Dalam menurunkan angka kejadian penyakit malaria, sangat dibutuhkan
partisipasi masyarakat untuk mendukung program yang dilaksanakan pemerintah.
Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana individu,
keluarga, maupun masyarakat umum ikut bertanggungjawab terhadap kesehatan diri,
keluarga maupun kesehatan masyarakat dan lingkungannya (Depkes RI, 2001).
Bentuk partisipasi atau keterlibatan masyarakat yang ideal adalah ikut
bertanggungjawab dalam pengenalan masalah, perencanaan, pelaksanaan, penilaian,
dan pemanfaatan dalam suatu program pencegahan dan penanggulangan malaria
(Santoso, dkk, 2001).
Partisipasi masyarakat dalam masalah kesehatan sangat diperlukan
sebagaimana masyarakat tersebut ikut menjadi peserta yang efektif. Bentuk
partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk suatu kelompok yang
mempunyai tujuan khusus dan bertanggungjawab sebesar-besarnya pada kelompok
atau organisasi tertentu. Partisipasi masyarakat yang efektif terdapat dalam suatu
gambaran penting yaitu adanya komitmen dan keterlibatan anggota masyarakat yang
lebih penting dari sekedar partisipasi, termasuk pengambilan keputusan dalam
membuat tujuan dan rencana implemenatsi (Ndiye, dkk, 2001).
Pentingnya partisipasi dalam pembangunan kesehatan bukan semata-mata
karena ketidakmampuan pemerintah dalam upaya pembangunan, melainkan memang
disadari bahwa masyarakat mempunyai hak dan potensi untuk mengenal dan
masalah kesehatan disebabkan oleh perilaku masyarakat itu sendiri (Ndiye, dkk,
2001).
Dengan melihat beberapa hal di atas maka dalam suatu upaya penanggulangan
masalah penyakit sangatlah diperlukan partisipasi masyarakat. Di satu sisi masyarakat
memandang bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu memberatkan dan
tidak menguntungkan masyarakat. Hal ini sering mengakibatkan timbulnya
pertentangan dalam persepsi pelibatan masyarakat dalam suatu kegiatan
pembangunan (Mitchell et al., 2000).
Meskipun pendekatan partisipatif mungkin memerlukan waktu yang lebih lama
pada tahap-tahap awal perencanaan dan analisis di dalam proses selanjutnya,
pendekatan ini akan mengurangi adanya pertentangan karena pengelola sumberdaya
alam tradisional biasanya sering enggan melibatkan masyarakat dengan keyakinan
bahwa masyarakat biasanya apatis dan membuang-buang waktu (Mitchell et al,
2000).
Menurut Magnis (1987), kehandalan pendekatan partisipatif dalam
pengembangan dan pengelolaan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat
menuju pembangunan berkelanjutan merupakan hal yang tak terbantahkan. Penerapan
manajemen partisipatif pada organisasi-organisasi sektor publik dan swasta di
beberapa negara telah menjadi hal yang lazim, dan pendekatan ini telah diterapkan
dalam proses pembangunan di negara-negara berkembang pada proyek-proyek yang
dilaksanakan oleh berbagai lembaga mulai dan LSM kecil hingga yang dikerjakan
pemerintah Indonesia telah memperkenalkan pendekatan partisipatif sejak dua puluh
tahun lalu, namun dampaknya kurang bergema. Tetapi sejak pemerintahan era
reformasi, nampaknya mereka memiliki komitmen besar untuk menerapkannya
secara total, sehingga hasilnya jauh lebih baik.
Coyers (1994), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan
kesadaran masyarakat itu sendiri aktif dalam Partisipasi masyarakat yang semakin
meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan
dari perubahan sikap dan perilaku.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), bentuk partisipasi masyarakat terdiri
dari partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum, partisipasi
masyarakat penyelenggara, serta partisipasi masyarakat profesi kesehatan. Sejalan
dengan itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya pemeliharaan
kesehatannya sendiri, keluarga maupun lingkungan, bahkan diharapkan ikut berperan
secara aktif dalam pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Ketika seluruh
lapisan masyarakat mau berpartisipasi karena ada kesadaran, maka dengan
pendampingan yang tepat masyarakat akan mau dan akhirnya mampu mengelola,
2.5. Perilaku
Perilaku pada dasamya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau
rangsangan. Response atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,
dan sikap), manusia pun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan
stimulus atau rangsangan di sini terdiri dari 4 unsur pokok yaitu; sakit dan penyakit,
sistim pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 1993).
Dalam perkembangan selanjutnya menurut Notoatmodjo (1993), konsep
perilaku ini diukur dari:
1. Pengetahuan masyarakat terhadap materi yang diberikan (knowledge).
2. Sikap atau anggapan masyarakat terhadap materi yang diberikan (attitude).
3. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sehubungan dengan materi
yang diketahui (practice).
2.6. Landasan Teori
Secara umum, partisipasi masyarakat ini dapat diartikan sebagai
keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu
kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut
dimulai dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program.
Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan
bantuan keuangan, pemikiran, dan materi yang dibutuhkan. Partisipasi juga sering
diartikan sebagai sumbangan dana, material, tanah atau tenaga pada suatu program
atau kegiatan pembangunan yang belum tentu dikehendaki atau menjadi prioritas
masyarakat tersebut, karena prakarsa dan rencana datang dari luar atau dari atas.
Partisipasi semacam ini dapat diterima masyarakat sebagai suatu beban.
Meningkatkan partisipasi masyarakat tidaklah semata-mata berarti melibatkan
masyarakat dalam tahap perencanaan atau dalam evaluasi program belaka. Dalam
partisipasi tersirat makna dan integritas keseluruhan program itu. Partisipasi
merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain; partisipasi
berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan
dihasilkan suatu program sehubungan dengan kehidupan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan sampai
pada tingkat bawah. Partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan
program-program dapat mengembangkan kemandirian (self-reliance) yang dibutuhkan oleh
para anggota masyarakat pedesaan demi akselerasi pembangunan.
Dengan demikian efektifitas program pencegahan penyakit malaria di
Kabupaten Mandailing Natal khususnya Kecamatan Siabu ditentukan oleh
sejauhmana pelaksana program pencegahan malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten
2.7. Kerangka Konsep
Karakteristik Masyarakat
- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan - Pengetahuan - Sikap
Pelayanan Kesehatan
- Jumlah tenaga pengelola malaria - Ketersediaan fasilitas untuk
program pencegahan malaria
Partisipasi dalam Program Pencegahan Malaria
- Menghindari Gigitan Nyamuk
- Mengikuti Penyuluhan Malaria
- Penyehatan Lingkungan - Memelihara Predator
2.1. Penyakit Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan
sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah
nyamuk Anopheles. Masa inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa
bulan, setelah masa inkubasi, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan
menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing,
mual. kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita merasa sehat
seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan
berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Penghancuran sel-sel darah
merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar,
sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan
pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan
sebagainya (Sudradjat, 2000).
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain:
a. Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, demam muncul setiap
hari ketiga.
b. Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, demam setiap hari
c. Malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, demam tidak
teratur, disertai gejala pada otak, koma dan kematian yang mendadak.
d. Malaria vivax, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat
mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat (Sudradjat,
2000).
Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini
diantaranya disebabkan oleh meluasnya Plasmodium yang resisten terhadap obat anti
malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan
vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin
malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh
karena adanya variasi antigenik antar Plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat
merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik, perlu
dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari
beberapa daerah endemik (Ditjen PPM & PLP, 2004).
Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host (penjamu), agent,
dan environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga
berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).
2.1.1. Faktor Host (Penjamu)
Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia)
dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu
sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria (Ditjen
2.1.1.1. Host Intermediate (Penjamu Sementara)
Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium),
tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host
terhadap agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya
hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunitas (Ditjen PPM & PLP,
2004).
(a) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria (Murphy
et al, 2001).
(b) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti
anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature
dan kematian janin intrauterine (Ditjen PPM & PLP, 2004).
(c) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya: orang Negro di Afrika
Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressu (-) tidak
dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak
mempunyai reseptornya (Pribadi, 2004).
(d) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria
sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan
terhadap infeksi malaria berikutnya (Ditjen PPM & PLP, 2004).
diluar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria
(Ditjen PPM & PLP, 2004).
(f) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi
malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).
(g) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru
lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan
anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk
(Ditjen PPM & PLP, 2004).
(h) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya
mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah
terhadap infeksi malaria (Ditjen PPM & PLP, 2004).
2.1.1.2. Host Definitif (Penjamu Tetap)
Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang
yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina.
Karena hanya jenis nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk
pertumbuhan telurnya (Ditjen PPM & PLP, 2004). Host definitif ini sangat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
(a) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya prilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat
darah dan perilaku beristirahat (Ditjen PPM & PLP, 2004).
i. Perilaku hidup, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya
apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat
beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk
berkembangbiak (Ditjen PPM & PLP, 2004).
ii. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai
kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan
kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang
di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari
langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan
terlindung dari sinar matahari (teduh) (Ditjen PPM & PLP, 2004).
iii. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap
darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh
perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :
(a) berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah malam dan
menggigit mulai tengah malam hingga dini hari,
(b) berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan
endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah),
(c) berdasarkan sumber darah, anthrofo filik (lebih suka menggigit
manusia) dan zoo filik (lebih suka menggigit hewan) dan Anthrozoo filik
(lebih suka menggigit manusia dan hewan),
dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang disebut dengan
siklus gonotrafik. Untuk daerah tropis biasanya siklus ini berlangsung
sekitar 48 -96 jam (Ditjen PPM & PLP, 2004).
iv. Perilaku istirahat,
(a) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenarnya yang
merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat
sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah,
(b) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar
rumah) dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah) (Ditjen
PPM & PLP, 2004).
(b) Faktor lain yang mendukung (Ditjen PPM & PLP, 2004):
(1) Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar
kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.
(2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
(3) Frekuensi menggigit manusia.
(4) Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur
sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek
yang digigit (manusia).
(c) Kondisi nyamuk dapat berperan sebagai vektor (Ditjen PPM & PLP, 2004):
(1) Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai
dengan daya jangkau atau kemampuan terbang maksimal nyamuk antara
(2) Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit
dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.
(3) Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya
menghisap darah manusia (Anthropofilik).
(4) Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles
tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.
(5) Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak
mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit
yang berasal dari obyek gigitan dan menjadi infektif setelah
menyelesaikan siklus hidupnya.
2.1.2. Faktor Agent (Penyebab)
Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair menemukan
parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia
menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890
Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (www.rbm.who.int, 2007).
Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :
a.Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria berat.
b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.
c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.
2.1 3. Faktor Environment (Lingkungan)
Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi
malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,
lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin,
sinar matahari dan arus air.
b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.
c. Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan kepala
timah, gambusia, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya
ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk
pada manusia.
d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar
rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan
pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.
Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu
pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan
apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM &
Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal),
malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan
tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih
dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya
kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama
beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta
perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan
berkesinambungan (Achmadi, 2003).
2.2. Program Pencegahan Malaria
Pencegahan penyakit malaria yang dilakukan Departemen Kesehatan
diantaranya modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan, yaitu program untuk
mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak antara
manusia dengan vektor (Depkes RI, 1999), dengan cara sebagai berikut:
2.2.1. Modifikasi Lingkungan
Kegiatan ini meliputi setiap modifikasi fisik yang permanen terhadap tanah,
air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
tempat perindukkan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik terhadap
kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk dalam kegiatan ini antara lain
penimbunan, pengeringan, perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan (dam,
2.2.2. Manipulasi Lingkungan
Manipulasi lingkungan merupakan kegiatan yang bertujuan menghasilkan
suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi vektor untuk berkembang
biak di tempat perindukan nyamuk penyebab malaria, misalnya: pembersihan
tanaman air, yang mengapung (ganggang dan lumut) di lagun, akan mengubah lagun
tersebut menjadi tidak baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles (Depkes RI,
1999).
Program pencegahan malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisir
untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang
diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Program
tersebut terdiri: (a) menghindari atau mengurangi kontak gigitan nyamuk Anopheles
dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian reppelen dan obat
nyamuk, (b) membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida,
(c)membunuh jentik (tindakan anti larva) baik secara kimiawi (larvasida) maupun
biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri), (d) mengurangi tempat perindukan (source
reduction), (e) mengobati penderita malaria, (f) pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis) dan vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial) (Soedarto,
2000).
Hal yang sama dinyatakan Lengeler (2002), pemberantasan vektor dilakukan
dengan cara membunuh nyamuk dewasa, membunuh jentik dan menghilangkan atau
mengurangi tempat perindukan. Dengan dibunuhnya nyamuk maka pertumbuhan