• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik dan Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan para Pekerja Penambang Emas terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik dan Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan para Pekerja Penambang Emas terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PEKERJA PENAMBANG EMAS DAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) YANG DIGUNAKAN TERHADAP KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK DI DESA TAMIANG KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TESIS Oleh

HALIMAH FITRIANI PANE 117032165/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF CHARACTERISTICS GOLD MINING WORKERS AND PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT (PPE) USED IN THE INCIDENCE

OF CONTACT DERMATITIS AT TAMIANG VILLAGE KOTANOPAN SUBDISTRICT MANDAILING NATAL DISTRICT

THESIS By

HALIMAH FITRIANI PANE 117032165/IKM

MAGISTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan biji emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana Merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Merkuri merupakan salah satu logam berat, oleh karena itu sering mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan kejadian Dermatitis Kontak pada pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

Metode Penelitian ini adalah penelitian survey dengan disain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja penambang emas dengan jumlah sampel 50 orang, yang diambil secara total sampling. Analisis data menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95 %.

Hasil uji chi square menunjukkan variabel lama kontak (p = 0,037), frekuensi hari kerja (p = 0,005), dan Alat Pelindung Diri yang digunakan (p = 0,043) berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak, sedangkan berdasarkan uji t-independen variabel umur (p = 0,422) dan masa kerja (p = 0,830) menunjukkan tidak ada perbedaan antara responden yang menderita Dermatitis Kontak dengan responden yang tidak menderita Dermatitis Kontak.

Hasil uji regresi logistik berganda diketahui variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak adalah variabel Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan nilai koefisien Exp (B) 7,280.

(4)

ABSTRACT

In the activity of small scale gold mining business, the processing of gold ores is done by processing amalgamation in which mercury (Hg) is used as a media for mounting gold. Mercury is one of heavy metal; therefore, its usually contaminate environment and it is detrimental to healthty.

The objective of the research was to know the correlation of the characteristics and the used Personal Protective Equipment (PPE) with Contact Dermatitis in gold miners at Tamiang village Kotanopan Subdistrict, Mandailing Natal District.

The research used a survey method with a crosssectional study. The population was all 50 gold miners, and all them were used as the sampling, using total sampling technique. The data were analyzed by using chi square test and multiple logistic regression at the reliability level of 95 %.

The results of chi square test showed that the variables of the length of contact (p = 0,037), the frequency of work day (p = 0,005), and the used Personal Protection

Equipment (p = 0,043) influence the incident of Contact Dermatitis, while the variable of age (p = 0,422) and the lenght of service (p = 0,830) there is no difference between respondents who suffer from Contact Dermatitis with respondents who did not suffer from Contant Dermatitis.

The results of multiple logistic regression tests showed that the variable which had the most dominant influence on the incident of Contact Dermatitis was the variable of Personal Protective Equipment with coefficient value Exp (B) 7,280.

Keywords : Gold Mining, Mercury, Contact Dermatitis, Personal Protective

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini dengan judul “ Pengaruh Karakteristik dan Alat Pelindung Diri yang digunakan para Pekerja Penambang Emas terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.

Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan moril maupun materil. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia, selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan, serta meluangkan waktu dan memberikan masukan dalam bimbingan kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai.

(6)

6. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku komisi penguji tesis yang telah memberikan banyak masukan, saran, arahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf di lingkungan program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Bapak Lurah Tamiang dan seluruh staf di kantor kelurahan Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang ikut membantu penulis dalam penelitian.

9. Kepada orang – orang yang kucintai dan kusayang, mama, Suami, Abang, Kakak, Adik, dan seluruh ponakan yang telah memberikan doa, semangat, dorongan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan

10. Kepada seluruh teman – teman yang di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya kepada teman yang peminatan Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri tahun 2011 Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis meminta saran, kritik, yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini dapat bermamfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(7)

RIWAYAT HIDUP

Halimah Fitriani Pane dilahirkan di Palia G. Melayu pada tanggal 5 Nopember 1972, anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan ayahanda Almarhum Sulaiman Pane dan Ibunda Faridah Hasibuan. Menikah dengan Basyaruddin Situmorang, S.P pada tanggal 1 April 2011.

Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 116257 Kampung Lalang dari tahun 1980 – 1986, melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 di Gunting Saga pada tahun 1986 – 1989. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 di Aek Kanopan pada tahun 1989 – 1992. Kemudian masuk di perguruan tinggi Diploma III Akademi Analis Kesehatan Depkes Medan tahun 1992 – 1996 dengan memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan.

Pada tahun 1996 pernah bekerja di Laboratorium Rumah Sakit Umum Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu. Pada tahun 1997 diangkat menjadi PNS dan di tempatkan di Makasar sebagai pengajar di Akademi Analis Kesehatan Makasar.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... . 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... . 5

1.4 Hipotesis... . 5

1.5 Manfaat Penelitian... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Pencemaran Lingkungan... 7

2.1.1 Pencemaran Air... 7

2.1.2 Komponen Pencemar Air... 8

2.1.3 Pencemaran Logam Berat... 10

2.2 Jalur Pemaparan... .. 11

2.2.1 Jalur Pemaparan Dermal... .. 12

2.3 Anatomi Kulit... .. 14

2.3.1 Fisiologi Kulit... ... 15

2.3.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja... 16

2.4 Merkuri... .. 19

2.4.1 Sifat - Sifat Merkuri... .. 19

2.4.2 Kegunaan Merkuri... .. 20

2.4.3 Bahaya Utama Merkuri terhadap Kesehatan... 22

2.4.4 Efek Toksik Merkuri... .. 23

2.5 Dermatitis Kontak... .. 24

2.5.1 Defenisi Dermatitis Kontak ... .. 24

2.5.2 Klasifikasi Dermatitis Kontak... .. 24

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis kontak... 27

2.7 Hubungan antara Merkuri dengan Dermatitis Kontak... 29

2.8 Landasan Teori... .. 30

2.9 Kerangka Konsep Penelitian... .. 31

(9)

2.10.1 Geografi Desa Tamiang... .. 32

2.10.2 Profil Penambangan Emas... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN... 34

3.1 Jenis Penelitian... .. 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... .. 34

3.3 Populasi dan Sampel... .. 34

3.3.1 Populasi... .. 34

3.3.2 Sampel... .. 35

3.4 Metode Pengumpulan Data... .. 35

3.4.1 Jenis Data... .. 35

3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... .. 36

3.5.1 Defenisi Operasional... .. 36

3.5.2 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran... 37

3.6 Metode Analisis Data... .. 37

BAB 4. HASIL PENELITIAN... .. 41

4.1 Hasil Analisis Univariat... 41

4.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 41

4.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja... 42

4.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak... 43

4.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja.... 44

4.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan... 44

4.1.6 Distribusi Responden Dermatitis Kontak... 45

4.2 Hasil Analisis Bivariat... 46

4.2.1 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 46

4.2.2 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak... 47

4.2.3 Hubungan Lama Kontak, Frekuensi Hari Kerja, APD yang Digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 48

4.3 Hasil Analisis Multivariat... 50

BAB 5. PEMBAHASAN... 54

5.1 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 54

5.2 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak... 55

5.3 Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 56

5.4 Hubungan Frekuensi Hari Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 57

(10)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 60

6.1 Kesimpulan... 60

6.2 Saran... 60

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran... 37 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada Pekerja

Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten

Mandailing Natal... 41 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja

Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten

Mandailing Natal... ... 42

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kontak pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten

Mandailing Natal... . 43

4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan

Kabupaten Mandailing Natal... . 44

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan

Kabupaten Mandailing Natal... 45 4.6 Distribusi Frekuensi Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang Emas

di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing

Natal... . 45

4.7 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan

Kabupaten Mandailing Natal... 47 4.8 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang

Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing

(12)

4.9 Hubungan Lama Kontak, Frekuensi Hari Kerja,dan APD yang Digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Penambang Emas di Desa

Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal... 49 4.10 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Izin Survei Pendahuluan dari USU... 65

2. Izin Survei Pendahuluan dari Kelurahan Tamiang... 66

3. Izin Penelitian dari USU... ... 67

4. Izin Penelitian dari Kelurahan Tamiang... 68

5. Daftar Pertanyaan/ Kuesioner... 69

6. Hasil Uji Statistik... ... 71

7. Master Data Tesis... ... 77

8. Hasil Pemeriksaan Konsentrasi Merkuri... 79

9. Nilai Ambang Batas Air Raksa (Hg)... 80

10. Hasil diagnosa Dokter terhadap Dermatitis Kontak... 81

11. Peta Lokasi Penelitian... ... 83

(15)

ABSTRAK

Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan biji emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana Merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Merkuri merupakan salah satu logam berat, oleh karena itu sering mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan kejadian Dermatitis Kontak pada pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

Metode Penelitian ini adalah penelitian survey dengan disain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja penambang emas dengan jumlah sampel 50 orang, yang diambil secara total sampling. Analisis data menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95 %.

Hasil uji chi square menunjukkan variabel lama kontak (p = 0,037), frekuensi hari kerja (p = 0,005), dan Alat Pelindung Diri yang digunakan (p = 0,043) berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak, sedangkan berdasarkan uji t-independen variabel umur (p = 0,422) dan masa kerja (p = 0,830) menunjukkan tidak ada perbedaan antara responden yang menderita Dermatitis Kontak dengan responden yang tidak menderita Dermatitis Kontak.

Hasil uji regresi logistik berganda diketahui variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak adalah variabel Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan nilai koefisien Exp (B) 7,280.

(16)

ABSTRACT

In the activity of small scale gold mining business, the processing of gold ores is done by processing amalgamation in which mercury (Hg) is used as a media for mounting gold. Mercury is one of heavy metal; therefore, its usually contaminate environment and it is detrimental to healthty.

The objective of the research was to know the correlation of the characteristics and the used Personal Protective Equipment (PPE) with Contact Dermatitis in gold miners at Tamiang village Kotanopan Subdistrict, Mandailing Natal District.

The research used a survey method with a crosssectional study. The population was all 50 gold miners, and all them were used as the sampling, using total sampling technique. The data were analyzed by using chi square test and multiple logistic regression at the reliability level of 95 %.

The results of chi square test showed that the variables of the length of contact (p = 0,037), the frequency of work day (p = 0,005), and the used Personal Protection

Equipment (p = 0,043) influence the incident of Contact Dermatitis, while the variable of age (p = 0,422) and the lenght of service (p = 0,830) there is no difference between respondents who suffer from Contact Dermatitis with respondents who did not suffer from Contant Dermatitis.

The results of multiple logistic regression tests showed that the variable which had the most dominant influence on the incident of Contact Dermatitis was the variable of Personal Protective Equipment with coefficient value Exp (B) 7,280.

Keywords : Gold Mining, Mercury, Contact Dermatitis, Personal Protective

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam baik yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable). Jenis kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui contohnya adalah sumber daya alam berupa tambang. Banyak sekali jenis bahan tambang yang ada di Indonesia, antara lain emas. Tidak semua daerah mempunyai potensi tambang emas. Salah satu yang mempunyai tambang emas adalah pertambangan secara tradisional yang berada di Desa Tamiang Natal Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Tambang emas yang terdapat di kecamatan ini tidak saja terdapat di daerah daratan tetapi juga di Daerah aliran Sungai Batang gadis.

Ditinjau dari segi administrasi ternyata para penambang emas tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah setempat. Padahal dalam ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2001, tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pertambangan telah ditentukan tentang izin usaha Pertambangan Daerah ditentukan bahwa setiap kegiatan Pertambangan Daerah dapat dilaksanakan setelah mendapat izin usaha Pertambangan.

(18)

Pertambangan secara tradisional memainkan peranan ekonomi yang penting di banyak negara berkembang. Tambang skala kecil dapat membahayakan lingkungan dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di sekitarnya. Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan biji emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas.

Hasil penelitian Petasule (2012), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan merkuri pada pekerja penambang emas di Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten Gorontalo Utara, berdasarkan hasil pemeriksaan darah pekerja penambang emas dari 29 orang terdapat 24 orang (82,8%) keracunan merkuri, dimana pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat pekerja melakukan penambangan emas.

Menurut Fregert (1988), bahwa bahan kimia merkuri dapat menyebabkan alergi. Air raksa atau merkuri bisa menimbulkan dermatitis alergika pada industri yang menggunakan merkuri seperti pembuatan amalgam untuk bahan penambal gigi. Logam air merkuri atau air raksa yang menembus kulit bisa menyebabkan granuloma.

Menurut Suma’mur (1995), bahan kimia dapat menyebabkan dermatitis dengan jalan perangsangan atau iritasi serta jalan sensitisasi, dengan mengambil air dari lapisan kulit, secara oksidasi atau reduksi, sehingga keseimbangan kulit terganggu dan timbullah dermatitis.

(19)

Bahan–bahan tersebut dapat bersifat toksik atau alergik. Pembagian dermatitis kontak yaitu : Dermatitis kontak iritan (akut dan kronik atau kumulatif), Dermatitis kontak alergik, Dermatitis fotokontak (fotokontak toksik dan fotokontak alergik). Dermatitis kontak iritan merupakan 80 % dari seluruh dermatitis kontak.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rusli (2005), bahwa Sungai Batang Gadis yang terletak di Desa Muara Botung Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, sudah tercemar limbah logam berat dengan kandungan merkuri di antara 0,0001 mg/l sampai dengan 0,1176 mg/l.

Pada penelitian Hartini (2007), ditemukan 44,4 % pekerja tambang emas Di Desa Rengas Tujuh Kecamatan Tumbang titi Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat terdapat kadar merkuri dalam urinenya rata-rata 7,6 g/l . Umur pekerja tambang emas 19-43 tahun, jam kerja seluruh pekerja > 40 jam perminggu, masa kerja 1 - 15 tahun. Untuk penggunaan APD, 3 orang selalu menggunakan APD, 3 orang tidak pernah menggunakan APD, dan 12 orang kadang - kadang menggunakan APD.

(20)

namakan Dompeng. Pekerja penambang emas kemudian melakukan pemisahan antara pasir, batuan dengan emas yaitu dengan cara menambahkan merkuri ke dalam dulang dengan memegang langsung merkuri dengan tangan sambil menggesekkan telapak tangan dan jari agar merkuri mengikat emas, merkuri yang digunakan adalah merkuri yang pekat dengan konsentrasi 99,9 %. Setelah memakai merkuri dalam bekerja, selanjutnya merkuri tersebut dibuang ke sungai.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, dari sampel air sungai yang penulis ambil di tiga titik maka diketahui bahwa di hulu sungai terdapat 0,215 mg/l, tengah sungai terdapat 0,072 mg/l, di hilir sungai terdapat 0,008 mg/l. Hal tersebut telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu 0,001 mg/l untuk parameter air raksa.

Saat menggunakan merkuri sebagian penambang tidak menggunakan APD sehingga tangan pekerja kontak langsung dengan merkuri. Adapun kontak langsung antara penambang emas dengan merkuri dalam melakukan pekerjaan dikhawatirkan terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan survey pendahuluan, para pekerja penambang emas mengalami keluhan seperti adanya gatal-gatal, kemerahan pada kulit tangan dan kaki, perih, kulit menipis. Data yang penulis ambil dari puskesmas kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, bahwa dari 10 penyakit terbesar dermatitis kontak merupakan urutan ke empat di daerah tersebut.

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Adanya Penambangan emas tradisional yang menggunakan merkuri untuk memisahkan batuan pasir dengan emas, di mana pekerja memegang langsung merkuri tersebut dengan tangan sehingga dikhawatirkan terjadi penyakit dermatitis kontak.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh karakteristik pekerja penambang emas dan alat pelindung diri (APD) yang digunakan terhadap kejadian dermatitis kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

1.4 Hipotesis

Adanya pengaruh karakteristik pekerja penambang emas dan alat pelindung diri (APD) yang digunakan terhadap kejadian dermatitis kontak di desa Tamiang kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang bahaya dermatitis kontak yang ditimbulkan akibat penggunaan merkuri dan tanpa menggunakan APD (sarung tangan) bagi pekerja penambang emas.

(22)

3. Memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan yang berdasar pada prinsip promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 4. Memberikan manfaat bagi para peneliti sebagai dasar dalam melakukan penelitian

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Lingkungan

Menurut Chandra (2006), Pencemaran lingkungan adalah Masuk atau di masukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan akibat kegiatan manusia atau akibat proses alam sehingga kualitas lingkungan menurun sampai ke tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Contoh, pembuangan limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada perairan.

2.1.1 Pencemaran Air

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain. (Effendi, 2003). Adapun sumber dan bahan pencemaran air adalah:

1. Industri

(24)

dan lainnya. Mikrobiologi berupa berbagai macam bakteri, virus, parasit dan lain-lainnya. Misalnya yang berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong dan tempat pemerahan susu sapi. Radioaktif berupa beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (Mukono, 2008).

2. Domestik

Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotik, rumah sakit, rumah makan, dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik berupa padat atau cair, bahan berbahaya, dan beracun (B3), garam terlarut, lemah dan bakteri terutama golongan fecal coli, jasad patogen, dan parasit (Sastrawijaya, 2008). 3. Pertanian dan Perkebunan

Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk, pestisida seperti (DDT, Dieldrin dan lain-lain). Mikrobiologi, misalnya: virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan cacing tambang di lokasi perkebunan. Zat radioaktif, berasal dari penggunaan zat radioaktif yang dipakai dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumbuhan tanaman (Mukono, 2008).

2.1.2 Komponen Pencemar Air

(25)

berbagai komponen pencemarnya. Adapun komponen-komponen pencemar air dikelompokkan sebagai berikut :

a. Bahan Buangan Padat

Bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil). Bahan buangan padat mencemari air menyebabkan adanya pelarutan bahan buangan padat oleh air, terjadinya pengendapan bahan buangan padat di dasar air, serta terjadinya pembentukan koloidal yang melayang dalam air.

b. Bahan Buangan Organik

Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau tergradasi oleh mikroorganisme. Akibatnya populasi mikroorganisme di dalam air akan bertambah, hal ini tidak menutup kemungkinan bakteri patogen berkembang di air sehingga menyebabkan dampak penyakit bagi manusia.

c. Bahan Buangan Anorganik

(26)

d. Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan

Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan banyak mengandung mikroorganisme, termasuk di dalamnya bakteri patogen. Pembuangan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan.

e. Bahan Buangan Cairan Berminyak

Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Apabila bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Air yang telah tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan berminyak terdapat zat-zat beracun, seperti senyawa benzen, senyawa toluen dan lain sebagainya. f. Bahan Buangan Zat Kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tapi yang dimaksud disini berupa: sabun, bahan pemberantas hama (insektisida), zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air, bahkan manusia (Wardhana, 2004).

2.1.3 Pencemaran Logam Berat

(27)

a. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air, tanah, dan makanan.

b. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri bisa mempengaruhi kesehatan manusia.

Air sering tercemar oleh komponen - komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut dapat digunakan dalam berbagai keperluan, oleh karena itu diproduksi secara rutin dalam skala industri. Industri - industri logam berat tersebut seharusnya mendapat pengawasan yang ketat sehingga tidak membahayakan bagi pekerja pekerjanya maupun lingkungan sekitarnya. Penggunaan penggunaan logam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari - hari berarti telah secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja maupun tidak sengaja, telah mencemari lingkungan. Beberapa logam berat tersebut ternyata telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan lingkungan. Logam logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Cadmium (Cd), Khromium (Cr), dan Nikel (Ni). Logam - logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 1992).

2.2 Jalur Pemaparan

(28)

dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Ada tiga jalur pokok pemaparan : penetrasi melalui kulit (absorbsi kulit/dermal), absorbsi melalui paru-paru (inhalasi), absorbsi melalui saluran pencernaan (ingesti). Bentuk pemaparan yang paling lazim adalah melalui inhalasi dan dermal, sementara keracunan yang disengaja maupun tidak, paling sering terjadi melalui pemaparan oral (Widyastuti, 2002).

2.2.1 Jalur Pemaparan Dermal

Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat, tetapi untungnya, kulit merupakan barier yang efektif terhadap berbagai jenis zat kimia. Jika zat kimia tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya akan bergantung pada derajat absorbsi yang berlangsung. Semakin besar absorbsinya, semakin besar kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya. Zat kimia lebih banyak diabsorbsi melalui kulit yang rusak atau tergores daripada melalui kulit yang utuh. Begitu menembus kulit, zat tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa ke seluruh bagian tubuh. Kemampuan suatu zat untuk menembus kulit bergantung pada dapat larut atau tidaknya zat tersebut dalam lemak (fat soluble).

Zat kimia yang dapat larut dalam lemak, kemungkinannya untuk menembus kulit lebih besar daripada zat yang dapat larut dalam air. Iritasi kulit dan alergi kulit merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan terhadap kulit yang terjadi di tempat kerja dalam indus tri kimia.

(29)

dengan zat kimia yang menyebabkan kondisi tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala. Umumnya proses penyembuhan akan memakan waktu sampai beberapa bulan. Selama waktu pemulihan itu, kulit menjadi lebih rentan terhadap kerusakan daripada yang biasanya sehingga harus dilindungi.

Dermatitis kontak alergi merupakan satu tipe tunda penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar yang rendah yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat meningkatnya sensitivitas. Gejalanya antara lain ruam kulit, bengkak, gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak penyebab akan dihentikan, tetapi akan muncul lagi jika kulit akan kembali terpapar. Dermatitis alergik terjadi akibat kontak berulang dengan substansi seperti kromium (terkandung dalam semen, kulit, agens pembuat atap/genteng, dan sebagainya), kobalt (terkandung dalam deterjen, pigmen pewarna) dan nikel (benda berlapis nikel seperti anting, kunci, koin, peralatan). Karet dan beberapa jenis plastik serta zat adhesif juga dapat menimbulkan efek tersebut.

Kontak zat kimia dengan mata dapat menyebabkan kerusakan kulit mulai dari tipe ketidaknyamanan ringan dan sementara sampai kerusakan permanen. Contoh substansi penyebab kerusakan pada mata antara lain asam, alkali, dan solven.

(30)

2.3 Anatomi Kulit

Menurut Perdanakusuma (1998), kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 - 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 - 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Pembagian kulit secara histopatologik (Arkans, 1987) 1. Epidermis yang terdiri dari 5 lapisan;

a. Stratum corneum, merupakan lapisan paling luar. Padat terdiri dari kumpulan sel sel yang telah mati, dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan dikelopak mata menipis.

b. Stratum lucidum, terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparan, jelas terlihat di bawah stratum corneum yang tebal seperti di telapak kaki dan tangan.

c. Stratum granulosum (keratohyalin), terdiri dari sel sel yang memipih dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohyalin. Adanya granula ini menunjukkan bahwa sel - sel mulai mati.

(31)

e. Stratum basale, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable membran terhadap bahan kimia yang larut dalam air. Lapisan ini mengandung sel - sel melanosit. Pada orang normal perjalanan sel dari stratum basale sampai ke stratum corneum lamanya 40 sampai 56 hari.

2. Cutis (Dermis / Corium)

Cutis terletak di bawah epidermis, yang membuat kulit menjadi kuat dan elastis

karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrous dan elastis. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu :

a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis, mengandung kapiler dan ujung- ujung syaraf sensoris.

b. Stratum retikulare yang berhubungan dengan subkutis mengandung kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara pada folikel rambut, tidak dijumpai pada telapak tangan dan kaki. Sedangkan pada hidung, areola mammae dan scrotum kelenjar kelenjarnya berbentuk lebih besar dari ukuran normal.

3. Subcutis

Terdiri dari jaringan yang longgar dan mengandung banyak kelenjar dan sel sel lemak. Kelenjar keringat terbanyak dijumpai pada telapak tangan dan kaki, tidak terdapat pada gland penis dan kaku sedangkan pada ketiak daerah genitalia kelenjar peluhnya besar.

2.3.1 Fisiologi Kulit

(32)

infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme (Harahap,1998).

Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru - paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Apabila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas (Arkans, 1987).

2.3.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja

(33)

dapat menimbulkan terjadinya ulserasi pada kulit. Sedangkan petani dan tukang kebun mudah terjangkit infeksi kulit.

Menurut Harahap (1998), Penyakit kulit akibat kerja atau Occupational Dermatitis adalah segala kelainan pada kulit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja. Penyakit ini merupakan 50 - 60% dari seluruh penyakit akibat kerja, sebagian besar disebabkan karena pekerja kontak dengan bahan - bahan yang dipergunakan, diolah atau dihasilkan oleh pekerjaan itu.

Penyebabnya dapat digolongkan atas :

1. Faktor mekanik Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan khronis menimbulkan penebalan kulit seperti pada kuli - kuli bangunan dan pelabuhan

2. Faktor fisik

a. Suhu tinggi ditempat kerja dapat menimbulkan miliara, combustion b. Suhu rendah menyebabkan chilblans, trench foot, frostbite.

c. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran pernafasan menjadi kering dan pecah - pecah sehingga dapat terjadi pendarahan pada kulit dan selaput lendir.

d. Radiasi elektromagnetik non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah.

e. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.

(34)

g. Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut menjadi lebih besar.

3. Faktor biologis seperti bakteri, virus, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada karyawan perkebunan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci, dan lain-lain.

4. Tanaman dan bahan - bahan yang berasal dari padanya dijumpai pada pekerja - pekerja pengolahan karet, damar dan tembakau, pekerja perkayuan dan perusahaan meubel.

5. Mental psikologis seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan - pekerjaan yang monoton dan faktor - faktor psikis lainnya.

6. Faktor kimia merupakan penyebab terbesar, hal ini terjadi apabila kulit terpapar dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritasi, atau dermatitis kontak alergik.

Faktor penyebab terbanyak adalah agen kimia yang terdiri dari 4 kategori :

1. Iritan primer asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam - garam logam (Merkuri, Arsen, dan lain - lain).

2. Sensitizer, logam dan garam - garamnya (Kromium, Nikel, Cobalt, dan lain - lain). Bahan - bahan kimia karet, obat - obatan dan antibiotik, kosmetik, dan lain - lain. 3. Agen - agen aknegenik - naftalen dan bifenil khlor, minyak mineral dan lain - lain. 4. Photosensitizer - antrasen, pitch, derivate asam benzoat, hidrokarbon aromatik,

(35)

2.4 Merkuri

Merkuri (Hg) adalah Logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Hg akan memadat pada tekanan 7.640 atmosfir. Merkuri (Hg) dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrat, tetapi tahan terhadap basa. Hg memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59 gr/mol, titik lebur 356,6 0 C (Widowati, 2008).

Merkuri masuk ke lingkungan melalui banyak sumber merupakan salah satu dari bahan pencemar logam berat yang sangat penting untuk diperhatikan. Selain dapat masuk secara langsung ke dalam perairan alami dari buangan limbah industri yang diakibatkan oleh aktivitas manusia juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah (Achmad, 2004).

2.4.1 Sifat - Sifat Merkuri

Menurut Fardiaz (1992), bahwa merkuri merupakan salah satu logam berat, oleh karena itu sering mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri yang ditemukan di alam terdapat dalam bentuk gabungan dengan elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah. Komponen merkuri banyak tersebar di karang- karang, tanah, udara, air dan organisme hidup melalui proses - proses fisik, kimia dan biologi yang kompleks. Merkuri dan komponen - komponen merkuri banyak digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan. Sifat - sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan ilmiah dan industri. Beberapa sifat tersebut adalah sebagai berikut :

(36)

2. Kisaran suhu dimana merkuri terdapat bentuk cair sangat lebar yaitu 3960c, dan pada kisaran suhu ini merkuri mengembang secara merata.

3. Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.

4. Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan konduktor yang terbaik dari semua logam.

5. Banyak logam yang dapat larut dalam merkuri membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy).

6. Merkuri dan komponen - komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup.

Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut :

1. Merkuri anorganik termasuk logam merkuri (Hg++) dan garam garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO).

2. Komponen merkuri organik atau organo merkuri, terdiri dari :

a. Aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat.

b. Alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri dan sebagainya.

c. Alkoksialkil merkuri (R – O – Hg). 2.4.2 Kegunaan Merkuri

(37)

merkuri yang terbesar adalah khlor-alkali, dimana diproduksi khlorin (Cl2) dan soda kaostik (NaOH) dengan cara elektrolisis larutan garam natrium klorida (NaCl). Kedua bahan kimia tersebut sangat banyak kegunaannya, oleh karena itu diproduksi dalam jumlah tinggi setiap tahun (Fardiaz, 1992).

Merkuri dengan khlor, belerang, atau oksigen akan membentuk garam yang digunakan dalam pembuatan krim pemutih dan krim antiseptik. Logam tersebut digunakan secara luas untuk mengekstrak emas (Au) dari bijinya. Ketika Hg dicampur dengan biji emas, Hg akan membentuk amalgam dengan emas (Au) dan perak (Ag). Amalgam tersebut harus di bakar untuk menguapkan merkuri guna menangkap dan memisahkan butir - butir emas dari butir - butir batuan. Hg bersifat sangat toksik sehingga penggunaan Hg dalam berbagai industri sebaiknya dikurangi, termasuk dalam industri farmasi, kedokteran gigi, industri pertanian, industri batere, dan lampu fluorescence (Widowati, 2008).

(38)

2.4.3 Bahaya Utama Merkuri terhadap Kesehatan

Merkuri elemental (Hg) paling sering menyebabkan keracunan melalui rute inhalasi, bila tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastro-intestinal. Pemaparan secara intravena dapat menyebabkan emboli paru. Karena bersifat larut dalam lemak, bentuk Merkuri elemental mudah melalui sawar otak dan plasenta. Di otak ia akan terakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkuri (Hg++), ion merkuri ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein

seluler sehingga mengganggu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan. Merkuri inorganik kering diabsorpsi melalui gastro-intestinal, paru-paru dan kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi merkuri inorganik dapat menyebabkan gagal ginjal sedangkan pada pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuri, sindroma nefrotik dan nefropati yang berhubungan dengan gangguan imunologis. Merkuri organik, terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebru dan cerebellum serta mengakibatkan parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang pandang. Metil merkuri mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam fetus yang mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy (POM, 2004).

Cara masuk dari merkuri ke dalam tubuh turut mempengaruhi bentuk gangguan

yang ditimbulkan, penderita yang terpapar dari uap merkuri dapat mengalami gangguan

(39)

otak. Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada korteks. Garam-garam

merkuri yang masuk dalam tubuh, baik karena terhisap ataupun tertelan, akan

mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran pencernaan, hati dan ginjal. Dan

kontak langsung dengan merkuri melalui kulit akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi

dapat pula meluas secara umum bila terserap oleh tubuh dalam jumlah yang cukup

banyak karena kontak yang berulang-ulang (Adiwisastra, 1985).

2.4.4 Efek Toksik Merkuri

Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan(non degradable) oleh organisme hidup yang ada dilingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa komplek bersama bahan organik dan anorganik. Absorbsi etil merkuri di tubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia bisa terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit. Paparan jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2. Jumlah Hg yang diabsorbsi tergantung pada jalur masuknya, lama paparan, dan bentuk senyawa merkuri (Palar, 1994).

(40)

2.5 Dermatitis Kontak

2.5.1 Defenisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan serta merupakan kelainan kulit yang paling sering terjadi pada pekerja ( Michael, 2005).

Menurut Djuanda (2007), dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Sedangkan menurut Firdaus (2002), dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Menurut Hayakawa (2000), dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut. Menurut Hudyono (2002), dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi, maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan).

Menurut Fregert (1988), Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational cantact dermatitis) secara medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak di mana

pekerjaan merupakan penyebab utama atau salah satu diantara faktor - faktor yang menyebabkan dermatitis kontak tersebut.

2.5.2 Klasifikasi Dermatitis Kontak A.Dermatitis Kontak Iritan

(41)

membrane lipid keratinosit. Dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan - bahan

iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen komponen inti sel. Dengan rusaknya membrane lipid keratinosit maka fospolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam Arakidonik akan membebaskan

prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan

transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,

prostaglandin dan leukotrin. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit

dan keluarnya mediator - mediator (Matthew GF, Wilma FB, 1990).

Taylor (2003) mengatakan bahwa dari segi pandangan praktis dikenal dua tipe utama dermatitis kontak iritan yaitu :

1. Dermatitis kontak iritan tipe akut, reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosif) hingga keadaan yang tidak lebih dari pada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung pada kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekwensi kontak. Zat – zat kimia memiliki kemampuan yang berlainan untuk menimbulkan reaksi iritan. Sebagian di antaranya akan menyebabkan kerusakan sekalipun dengan konsentrasi yang rendah, sementara lainnya mungkin memerlukan konsentrasi yang tinggi atau oklusi (penyerapan dalam jumlah yang besar) untuk mencetuskan suatu respon. Iritan yang kuat akan menimbulkan dermatitis hampir pada semua individu jika terjadi kontak yang kuat.

(42)

iritan didukung oleh berbagai kondisi. Dermatitis biasanya di telapak tangan, sela jari, tetapi lambat laun tersebar sampai ke samping kemudian tersebar semakin nyata sampai ke pergelangan tangan. Tandanya berupa vesikel, kekeringan dan merekah. B.Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan kulit akibat kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses immunologis. Tidak seperti dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini tidak menyebabkan kerusakan langsung pada lapisan korneom kulit. Sebelum individu menjadi sensitif pada suatu alergen, ia harus mengalami kontak dengan substansi alergen tersebut terlebih dahulu. Dengan demikian, reaksi alergi biasanya timbul setelah 36-48 jam kontak dengan alergen. Manifestasinya mungkin akut, sub akut, atau kronik tergantung sensitifitas individu.

(43)

2.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi terjadinya Dermatitis Kontak

Beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan dermatits kontak antara lain : 1. Umur

Umur yang semakin bertambah membuat kulit manusia mengalami degenerasi, sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Koh dan Jeyaratman, 2010).

Pada dunia industri umur pekerja yang lebih tua menjadi rentan terhadap bahan iritan, seringkali pada umur lanjut terjadi kegagalan pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan umur lebih lanjut lebih mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan umur yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.

Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan dengan pekerja yang tua. Pekerja muda memiliki kecenderungan untuk menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia (HSE, 2000).

(44)

Menurut Freedberg (2003), kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan oleh konsentrasi bahan iritan, lama kontak, serta kekerapan (terus-menerus atau berselang) ketika kontak dengan bahan iritan.

2. Lama Kontak

Masa kerja penting diketahui untuk mengetahui merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan bahan kimia. Lama bekerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungannya bekerja.

Menurut Sumakmur (1996), semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan kontak dengan bahan kimia, semakin besar kemungkinan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.

Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja kontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Fatma, 2007).

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

(45)

Menurut Sumakmur (1992) persyaratan yang harus dipenuhi alat pelindung diri adalah nyaman dipakai, tidak mengganggu kerja, dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya.

Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari kontak langsung dengan bahan kimia. Menurut Nedved (1991) dalam Wibowo (2010), Alat pelindung diri yang diperlukan pada pekerja penambang emas salah satunya adalah alat pelindung tangan/jari-jari tangan berupa sarung tangan. Sarung tangan atau kaos tangan berfungsi untuk melindungi tangan dari bahaya tajam, panas, kasar, berduri, dingin, radiasi, arus listrik, bahan- bahan kimia dan elektromagnetik serta menjaga kebersihan tangan. Sarung tangan yang digunakan dapat terbuat dari karet, kulit, atau kain katun. Selain itu dapat terbuat dari vinyl dan neoprene serta bentuknya menutupi lengan.

[image:45.612.260.362.420.478.2]

Gambar 2.1 Sarung Tangan

2.7 Hubungan antara Merkuri dengan Dermatitis Kontak

(46)

Menurut Bindslev (1999), semua bahan yang mengandung Hg mampu mengiritasi kulit dan menyebabkan kemerahan, rasa terbakar, bengkak dan melepuh. Derajat iritasinya bergantung kepada konsentrasi dan lama kontaknya. Ambang batas konsentrasinya untuk fenil Hg adalah 0,1 %. Kontak dengan bahan-bahan yang mengandung Hg juga dapat menyebabkan sensitisasi kulit yang tidak terbatas pada tempat diaplikasikannya bahan tersebut atau bentuk-bentuk tertentu bahan yang mengandung Hg tersebut. Suatu reaksi alergi dapat terpresipitasi oleh konsentrasi yang tidak mengiritasi atau oleh cara pemajanan yang lain. Sensitisasi dapat dikonfirmasi dengan patch test. Inflamasi kulit yang alergis yang disebabkan oleh pemakaian salep Hg yang mengandung amonia akan timbul lagi (flare up) beberapa tahun kemudian oleh masuknya calomel ke dalam tubuh. Sensitisasi pada pasien yang telah menjadi sensitif dapat terpresipitasi oleh Hg yang keluar dari amalgam, walaupun dalam jumlah yang sedikit.

2.8 Landasan Teori

(47)
[image:47.612.118.528.85.246.2]

Gambar 2.2 Landasan teori

[image:47.612.116.529.97.624.2]

2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik

- Umur Pekerja - Masa Kerja

- Lama Kontak dengan Merkuri - Frekuensi Hari Kerja

Penggunaan APD - Sarung Tangan

Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak

Agent penyebab kimia (Merkuri)

Host (Pekerja Environment

(lingkungan) - Bahan Buangan

(48)

2.10 Deskripsi Lokasi Penelitian 2.10.1 Geografi Desa Tamiang

Desa Tamiang merupakan daerah penambangan emas tradisional yang terletak di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan letak geografis, Desa Tamiang memiliki batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara Simandolam. b. Sebelah Timur Huta Sartolang. c. Sebelah Barat Huta Dangka. d. Sebelah Selatan Huta Pungkut. 2.10.2 Profil Penambangan Emas

Kegiatan para pekerja penambang emas berpangkal di sebuah gunung yang bernama Gunung Kulabu yang terletak di Kecamatan Pakantan Kabupaten Mandailing Natal. Bebatuan Gunung Kulabu memiliki Sumber Daya Alam berupa emas, gunung tersebut juga menjadi hulu dari sungai Batang Gadis. Sekitar gunung tersebut terdapat kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Desa Tamiang merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

(49)

dibuang dan mengalir ke sungai Batang Gadis tanpa diolah terlebih dahulu. Selain di Gunung Kulabu penambangan emas dilakukan juga disepanjang sungai Batang Gadis hingga ke Desa Tamiang.

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan disain cross sectional study untuk menganalisis pengaruh karakteristik pekerja penambang emas dan alat pelindung diri yang digunakan terhadap kejadian dermatitis kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang merupakan salah satu daerah penambang emas tradisional yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan batuan dan pasir, dengan pertimbangan bahwa pada survey awal pada pengamatan beberapa pekerja penambang emas mengalami gatal – gatal, kemerahan, pada telapak tangan yang diduga merupakan gejala dermatitis kontak. Penelitian ini direncanakan terhitung mulai bulan April - Juni 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(51)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu seluruh pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 50 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data - data yang diperoleh atau dikumpulkan dari pekerja penambang emas tradisional di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dengan cara :

a. Diagnosis langsung oleh Dokter Spesialis Kulit.

b. Wawancara langsung dan mengisi kuesioner yang dilakukan oleh peneliti terhadap pekerja penambang emas tradisional di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

c. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti pada saat penambang emas tradisional di Desa Tamiang melakukan pekerjaan.

2. Data Sekunder

(52)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Defenisi Operasional

a. Umur adalah lamanya hidup pekerja yang dihitung sejak lahir sampai penelitian dilakukan ( tahun ).

b. Masa kerja adalah lamanya waktu responden bekerja di tambang emas dimulai saat pertama bekerja sampai penelitian dilakukan ( tahun ).

c. Lama kontak adalah waktu yang digunakan pekerja ketika kontak secara langsung dengan bahan merkuri saat melakukan penambangan emas dalam sehari ( jam ). d. Frekuensi hari kerja adalah banyaknya hari dalam satu minggu di mana responden

melakukan penambangan emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

e. APD yang digunakan adalah kebiasaan pekerja menggunakan sarung tangan yang terbuat dari bahan karet sintetik atau bahan kulit.

(53)
[image:53.612.119.545.129.460.2]

3.5.2 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran No Variabel Cara Ukur dan Skala Kategori

Alat Ukur

Variabel independen 1. Umur Pekerja Wawancara Rasio -

(Kuesioner)

2. Masa Kerja Wawancara Rasio - (Kuesioner)

3. Lama Kontak Wawancara Ordinal 3 Jam (0)

(Kuesioner) 2 Jam (1)

4. Frekuensi Wawancara Ordinal 6 Hari (0)

Hari (Kuesioner) 5 Hari (1)

Kerja

5. APD yang Observasi Ordinal Tidak pakai (0) Digunakan (Lembar Observasi) Pakai (1)

Variabel dependen

6. Dermatitis Diagnosa oleh Ordinal Positif jika

Kontak Dokter Dermatitis kontak (0) Spesialis Negatif jika tidak Penyakit Kulit Dermatitis kontak (1)

3.6 Metode Analisis Data a. Pengolahan Data

Menurut Sugiono (2002) pengolahan data - data dalam penelitian dilakukan dengan tahapan - tahapan sebagai berikut :

(54)

2. Coding (Memberi kode) Merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. gunanya untuk mempermuda h pada saat analisis data dan juga entry data.

3. Tabulating adalah penyusunan data agar dengan mudah untuk dijumlahkan, disusun, ditata dan dianalisis.

b. Analisa Data

Metode analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :

1. Analisa Univariat yaitu suatu analisa untuk melihat distribusi frekwensi setiap variabel penelitian. Dalam menganalisa data, uji normalitas dilakukan pada variabel yang memiliki data numerik. Pada variabel yang memiliki data kategorik dilakukan dengan menyajikan distribusi frekuensi variabel independen dan dependen.

(55)

menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.

3. Analisa Multivariat yaitu suatu analisa yang dilakukan untuk mengetahui variabel lebih dominan yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Uji statistik tersebut dilakukan dengan memasukkan secara serentak variabel independen menurut kritera pemaknaan statistik tertentu (p < 0,25) dengan menggunakan metode enter. Nilai Exp(B) yang paling besar menunjukkan variabel bebas yang dominan pengaruhnya terhadap kejadian dermatitis kontak.

Adapun rumus yang digunakan adalah : 1

P =

1+ e - y Keterangan :

P = Probabilitas terjadinya dermatitis kontak pada penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

e = bilangan natural = 2,7

y = – α + a1x1 + a2x2 +...+ aixi

α = nilai konstanta

(56)
(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Analisis Univariat

Pada analisis univariat dalam penelitian ini distribusi pada data numerik dilakukan uji normalitas ini yang terdiri dari variabel umur dan variabel masa kerja. Pada variabel yang memiliki data kategorik dilakukan dengan menyajikan distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu variabel independen dan variabel dependen yang meliputi variabel lama kontak, frekuensi hari kerja, dan APD yang digunakan serta dermatitis kontak. Berikut dijelaskan distribusi frekuensi masing–masing variabel.

4.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan umur responden, hasil uji normalitas data numerik menunjukkan variabel terdiri atas kondisi responden, yang menderita dermatitis kontak (DK) dan tidak menderita dermatitis kontak. Selanjutnya, hasil uji tersebut dijelaskan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

No Variabel DK Mean Median Min-Maks S.D p-value 1. Umur Positif 32,29 32 23-45 6,14 0,200

Negatif 30,73 30 20-48 6,64 0,008

(58)

mean 32,29 tahun, dan median 32 tahun. Usia terendah 23 tahun dan usia tertinggi

mencapai 45 tahun, simpangan baku 6,14 tahun, serta nilai p sebesar 0,200 (>0,05). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa distribusi data normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah mean (32,29 tahun).

Pada hasil uji Kolmogorof-Smirnof yang dilakukan terhadap variabel umur responden yang tidak menderita dermatitis kontak terdapat mean 30,73 dan median 30. Usia terendah 20 tahun dan usia tertinggi mencapai 48 tahun, simpangan baku 6,64, serta nilai p sebesar 0,008 (<0,05). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah median (30 tahun).

4.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja, diketahui bahwa hasil uji normalitas pada data numerik menunjukkan variabel terdiri atas kondisi responden, yang menderita dermatitis kontak (DK) dan tidak menderita dermatitis kontak. Selanjutnya, hasil uji tersebut dijelaskan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

No Variabel DK Mean Median Min-Maks S.D p-value 1. Masa Kerja Positif 4,94 4 2-8 1,85 0,024 Negatif 4,82 4 1-8 1,94 0,000

(59)

4,94 tahun (dibulatkan menjadi 5 tahun), dengan simpangan baku 1.85 tahun. Masa kerja terendah 2 tahun dan masa kerja paling lama 8 tahun.

Sedangkan nilai p pada uji Kolmogorof-Smirnof untuk variabel masa kerja yang tidak menderita dermatitis kontak sebesar 0,000 (<0,05), hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah median. Rata-rata (mean) masa kerja adalah 4 tahun, dengan simpangan baku 1,94 tahun. Masa kerja terendah 1 tahun dan masa kerja paling lama 8 tahun.

4.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak

[image:59.612.107.542.473.550.2]

Distribusi lama kontak responden yang dimaksudkan sebagai variabel dalam uji ini yaitu lama pekerja melakukan aktifitas dimana tangan pekerja bersentuhan secara langsung dengan bahan merkuri selama sehari yang berdasarkan lama waktunya, yaitu 2 jam dan 3 jam. Selanjutnya, hal tersebut dijelaskan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Lama Kontak Jumlah (Orang) %

3 Jam/hari 25 50

2 Jam/hari 25 50

Jumlah 50 100

(60)

4.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja

[image:60.612.112.545.248.336.2]

Distribusi responden berdasarkan frekuensi hari kerja yang dimaksudkan adalah jumlah hari kerja dalam seminggu yang digunakan pekerja dalam menambang emas, hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Frekuensi Hari Kerja Jumlah (Orang) %

6 Hari/minggu 19 38

5 Hari/minggu 31 62

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 4.4 tersebut diketahui bahwa jumlah pekerja penambang emas lebih banyak yang bekerja selama 6 hari dalam seminggu yaitu sebanyak 19 orang (38 %), sedangkan yang bekerja selama 5 hari dalam seminggu berjumlah 31 orang pekerja (62 %).

4.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan

(61)

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

APD yang digunakan Jumlah (Orang) %

Tidak Pakai Sarung Tangan 35 70

Pakai Sarung Tangan 15 30

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui bahwa pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan jumlahnya lebih banyak yaitu sebanyak 35 orang (70 %), sedangkan 15 orang pekerja (30 %) menggunakan sarung tangan.

4.1.6 Distribusi Dermatitis Kontak

Dalam hal Distribusi responden dermatitis kontak dibagi dalam dua kategori yaitu pekerja yang menderita penyakit dermatitis kontak (positif) dan pekerja yang tidak menderita penyakit dermatitis kontak (negatif), hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6 Distribusi Dermatitis Kontak para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Dermatitis Kontak Jumlah (Orang) %

Positif 17 34

Negatif 33 66

Jumlah 50 100

[image:61.612.112.541.471.555.2]
(62)

4.2 Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Pada penelitian ini analisis bivariat yang digunakan adalah variabel umur dengan uji t independen karena datanya berdistribusi normal, sedangkan variabel masa kerja dilakukan dengan uji mann-whitney karena datanya berdistribusi tidak normal. Selanjutnya variabel yang merupakan data kategorik akan di uji dengan chi square. Pada uji chi square masing – masing variabel independen akan di uji apakah ada hubungannya dengan variabel dependen. Variabel independen yaitu umur, masa kerja, lama kontak, frekuensi hari kerja dan APD yang digunakan. Sedangkan variabel dependen adalah kejadian dermatitis kontak. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak atau hipotesis penelitian diterima, sedangkan jika nilai p > 0,05 maka H0 .diterima atau hipotesis penelitian ditolak.

4.2.1 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak

(63)

Tabel 4.7 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Dermatitis Kontak p-value

Positif Negatif

Mean ± SD Mean ±SD

Umur 32.29 ± 6,14 30,73 ± 6,64 0.422

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 4.7 diatas diperoleh data bahwa rata–rata umur pekerja yang positif menderita dermatitis kontak berumur 32,29 tahun dengan simpangan baku 6,14. Sedangkan pada pekerja yang tidak menderita dermatitis kontak rata-rata berumur 30,73 tahun dengan simpangan baku 6,64.

Adapun nilai p yang dihasilkan dari uji t-independen tersebut yaitu 0,422 (> 0,05), Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara responden yang menderita dermatitis kontak dengan responden yang tidak menderita dermatitis kontak berdasarkan umur responden.

4.2.2 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak

(64)

Tabel 4.8 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Dermatitis Kontak p-value

Positif Negatif Mean ± SD Median ±SD

Masa Kerja 4,94 ± 1,85 4,81 ± 1,94 0.830

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 4.8 diatas diperoleh data bahwa rata–rata umur pekerja yang positif menderita dermatitis kontak memiliki masa kerja 4,94 tahun dengan simpangan baku 1,85 tahun. Sedangkan pada pekerja yang tidak menderita dermatitis kontak rata-rata berumur 4,81 tahun dengan simpangan baku 1,94 tahun.

Adapun nilai p yang dihasilkan dari uji t-independen tersebut yaitu 0,830 (>0,05), Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara responden yang menderita dermatitis kontak dengan responden yang tidak menderita dermatitis kontak berdasarkan masa kerja responden.

4.2.3 Hubungan Lama Kontak, Frekuensi Hari Kerja, dan APD yang digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak

(65)

pekerja yang tidak memakai APD (sarung tangan) dalam bekerja, hal – hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 4.9 Hubungan Lama Kontak, Frekuensi Hari Kerja, dan APD yang digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

Variabel Dermatitis Kontak Jumlah P value Positif Negatif

n % n % n % Lama Kontak

3 Jam/hari 12 48 13 52 25 100

0,037

2 Jam/hari 5 20 20 80 25 100

Frekuensi Hari Kerja

6 Hari/minggu 11 58 8 42 19

Gambar

Gambar 2.1 Sarung Tangan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
Tabel 4.3  Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi temperatur udara pengering dan semakin tipis timbunan maka akan semakin besar panas tersedia yang dapat diserap oleh biji

Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya kepada penulis sehingga dengan izin-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang

Dalam pabrik FJL adalah salah satu bagian dari perusahaan perum perhutani yang sangat memberi keuntungan, karena bahan baku yang digunakan dalam pembuatan FJL adalah bahan baku

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perawatan genetalia dengan kejadian keputihan pada santriwati Pondok Pesantren Al Iman Sumowono,

Atas nikmat Allah yang telah diberikan skripsi yang berjudul Dasar dan pertimbangan hakim mengabulkan izin poligami bagi suami berpenghasilan tidak tetap ini dapat

Terdapat beberapa simpulan yang diperoleh, yaitu sebagai berikut. 1) Berdasarkan hasil tahapan studi penda- huluan, diketahui bahwa pemahaman konsep sebagian besar

a. Mengidentifikasi biaya ke dalam berbagai aktivitas, meliputi: gaji, layanan pendidikan, bahan, pemeliharaan sarana, penyusutan gedung, penyusutan peralatan,

BPR Anugrah Dharma Yuwana (ADY) Jember, dapat dilihat untuk Account Officer Landing dan Account Officer Funding (Deposito) tidak mengalami masalah karena real