KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN BERMAIN GAME ONLINE TERHADAP STATUS MENTAL EMOSIONAL ANAK
Oleh:
MAZKUROH URFAH
100100243
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Bermain Game Online Terhadap Status Mental Emosional Anak
Nama : Mazkuroh Urfah NIM : 100100243
Pembimbing
(dr. Badai Buana Nasution, M.Ked (Ped), Sp.A)
NIP. 19810422 200812 1 003
Medan, Januari 2014 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NIP. 195402201980111001
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)
Penguji I
(dr. Andrina Rambe, Sp. THT) NIP. 19710622 199703 2001
Penguji II
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional ... 3
2.1.1 Definisi Mental Emosional ... 3
2.1.2 Faktor-Faktor Pembentuk Mental Emosional ... 3
2.1.3 Dimensi Psikologis Kesehatan Mental Emosional ... 5
2.1.4 Gangguan Mental Emosional ... 6
2.2 Game Online ... 6
2.2.1 Definisi Game Online ... 6
2.2.2 Parameter Game Online ... 7
2.2.3 Efek Game Online Terhadap Status Mental Emosional ... 7
2.3Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak/ Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ)... . 10
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ... 14
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
4.2.1 Waktu Penelitian ... 14
4.2.2 Tempat Penelitian... 14
4.3 Populasi dan Sampel ... 14
4.3.1 Populasi ... 14
4.3.2 Sampel ... 14
4.3.3 Besar Sampel ... 15
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 15
4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 16
4.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 16
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 17
5.2 Pembahasan ... 22
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 25
6.2 Saran ... 25
LAMPIRAN
Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent) Lembar Kuesioner
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang dikaruniakan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Hubungan Bermain Game Online Terhadap Status Mental Emosional Anak”.
Dalam menyelesaikan KTI ini,penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. dr. Badai Buana Nasution, Mked (Ped), SpA selaku Dosen Pembimbing dalam tugas Karya Tulis Ilmiah ini, atas segala kesabaran dalam membimbing dan mendukung serta ilmu yang telah diberikan.
2. dr. Andrina Rambe, Sp.THT dan dr. Evita Mayasari, M.Kes selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang membangun.
3.
Komisi Etik dan Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UniversitasSumatera Utara yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini.
4. Pihak SMP Santo Thomas 1, atas izin penelitian yang diberikan serta pegawai rekam medik yang turut membantu dalam pengumpulan data. 5. H. Zuhri Lubis, Hj. Midrawati, H. SafruddinNasution dan Hj. Nuraida
Lubis, rasa hormat serta terima kasih yang tak terhingga untuk orang tua tercinta, atas kasih sayang yang begitu besar dalam mendidik, membesarkan, dan mendoakan penulis bersama saudara-saudara tercinta Rizki Fadhil, Rizki Fauzan Ghali, Luqmanul Hakim, Rizdalu Zulmik, Siti Zahara Asyah.
6. Pepita Nesi Ginting, Kristin Sembiring, Monika, Jesica, Fenny, dan Dewi atas bantuan yang diberikan dalam pengambilan data di lokasi penelitian. 7. Rizka Amelia Sari, Ratu Dharojatunnisa Adhyani Dewi, Chairunnisa Fitri
Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses penyempurnaannya. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat.
Medan, 25 Januari 2014 Penulis
Mazkuroh Urfah
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Faktor Merugikan dan Faktor Pelindung………..4
5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden...18
5.2 Hubungan Bermain Game Online Terhadap
Status Mental Emosional...19
5.3 Hubungan Jenis Kelamin Terhadap
Status Mental Emosional...19
5.4 Hubungan Usia Terhadap Status
Mental Emosional...20
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR SINGKATAN
WHO World Health Organization
DSM IV TR Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th Edition Text Revision
PS2 Plays Station 2
DSSS-DS Depression and Somatic Symptom Scale-Depressive Subscale
MMORPG Massive Multiplayer Online Role Playing Games
SDQ Strength and Difficulties Questionnaire
SMP Sekolah Menengah Pertama
ABSTRAK
Game online merupakan satu permainan yang terdistribusi pada semua usia yang dimainkan secara online (koneksi internet) sehingga para pemain di seluruh penjuru dunia dapat bertemu dalam game ini untuk sama-sama bermain sesuai dengan peranannya. Bermain game online secara berlebihan (hardcore) dapat menyebabkan gangguan fungsi mental emosional anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bermain game online terhadap status mental emosional anak berumur 11-16 tahun. Penelitian dilakukan di SMP (sekolah menengah pertama) Santo Thomas I Medan. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional untuk menilai status mental emosional anak. Untuk menilai status mental emosional anak, dibagikan kuesioner SDQ (Strength and Difficulties Qustionnaire) kepada 189 sampel dengan metode consecutive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan chi square.
Pada penelitian ini ditemukan 65 (74.7%) gamer masuk ke dalam status mental emosional abnormal. 22 (25.3%) gamer dinyatakan memiliki status mental emosional normal. Pada nongamer didapati bahwa 82 (80.4%) anak memiliki status mental emosional abnormal, dan 20 (19.6%) lainnya dinyatakan normal.Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan (P=0.609) antara bermain game online terhadap gangguan mental emosional anak.
ABSTRACT
Game online was one of the game player which was distributed in all of age which played with internet connection until the player could meet other player to play together. Hardcore player could cause to the impaired children mental emotional.
This research aim was to know about the relation between playing game online and mental emotional state in 11-16 year old children. This was an analytic research with a cross sectional intervention. Mental emotional states assessed used SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire) towards 189 samples with consecutive sampling method. Chi square method used for data analysis.
This study found that 65 (74.7%) gamer with abnormal mental emotional state. 22 (25.3%) gamer had normal mental emotional state. 82 (80.4%) children sentenced had abnormal mental emotional state, and 20 (19.6%) of them stated had normal mental emotional state. This study showed that playing game online was not related with mental emotional state in children (p=0.609).
ABSTRAK
Game online merupakan satu permainan yang terdistribusi pada semua usia yang dimainkan secara online (koneksi internet) sehingga para pemain di seluruh penjuru dunia dapat bertemu dalam game ini untuk sama-sama bermain sesuai dengan peranannya. Bermain game online secara berlebihan (hardcore) dapat menyebabkan gangguan fungsi mental emosional anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bermain game online terhadap status mental emosional anak berumur 11-16 tahun. Penelitian dilakukan di SMP (sekolah menengah pertama) Santo Thomas I Medan. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional untuk menilai status mental emosional anak. Untuk menilai status mental emosional anak, dibagikan kuesioner SDQ (Strength and Difficulties Qustionnaire) kepada 189 sampel dengan metode consecutive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan chi square.
Pada penelitian ini ditemukan 65 (74.7%) gamer masuk ke dalam status mental emosional abnormal. 22 (25.3%) gamer dinyatakan memiliki status mental emosional normal. Pada nongamer didapati bahwa 82 (80.4%) anak memiliki status mental emosional abnormal, dan 20 (19.6%) lainnya dinyatakan normal.Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan (P=0.609) antara bermain game online terhadap gangguan mental emosional anak.
ABSTRACT
Game online was one of the game player which was distributed in all of age which played with internet connection until the player could meet other player to play together. Hardcore player could cause to the impaired children mental emotional.
This research aim was to know about the relation between playing game online and mental emotional state in 11-16 year old children. This was an analytic research with a cross sectional intervention. Mental emotional states assessed used SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire) towards 189 samples with consecutive sampling method. Chi square method used for data analysis.
This study found that 65 (74.7%) gamer with abnormal mental emotional state. 22 (25.3%) gamer had normal mental emotional state. 82 (80.4%) children sentenced had abnormal mental emotional state, and 20 (19.6%) of them stated had normal mental emotional state. This study showed that playing game online was not related with mental emotional state in children (p=0.609).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satu setengah juta anak dan remaja di Amerika Serikat dilaporkan oleh orangtuanya, memiliki masalah emosional, perkembangan, dan perilaku yang persisten. Sebagai contoh, 41% orang tua di Amerika Serikat khawatir anaknya mengalami kesulitan belajar dan 36% khawatir akan mengalami gangguan depresi atau ansietas. (Blanchard et al dalam Wiguna, et al, 2010). Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berusia >15 tahun sebesar 11,6%. Tahun 2000 diperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun 2020 menjadi 15% (Harpham et al dalam Idaiani et al, 2009). Dari 161 subyek penelitian pada remaja didapatkan 33,5% mengalami masalah emosi (Wiguna et al, 2010). Berdasarkan penelitian pada siswa SMP di semarang sebanyak 14,3% siswa mengalami masalah mental emosional.(Diananta, 2012).
Dibuktikan pada satu penelitian bahwa bermain video game dapat meningkatkan kelakuan agresif (Bartholow et al, 2001). Sebanyak 1-10% remaja dengan gangguan penggunaan internet (internet use disorder/ internet use gaming
disorder) menunjukkan gangguan mental. Menggunakan internet dalam jangka
waktu yang lama dapat memberikan pengaruh negatif seperti mengabaikan tugas sekolah, gangguan psikologis (depresi, kecemasan, dan merendahkan diri), gangguan kesehatan fisik (gangguan tidur dan kelemahan fisik). (Smahel, 2012).
Peneliti media melakukan survei yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara bermain video game terhadap kelakuan agresif di kehidupan. Studi eksperimen lain telah menguji pemain game secara langsung setelah bermain
game, mereka menyatakan bahwa pemain video game kekerasan memperlihatkan
kurang rasa empati dan kurang rasa suka menolongnya dibandingkan mereka yang bermain game tanpa unsur kekerasan. (Swift, 2012).
Penelitian ini dilatarbelakangi banyaknya anak-anak dan remaja yang berkunjung ke warung internet untuk bermain . Masih minimnya penelitian yang membahas tentang gangguan mental emosional terhadap permainan di Indonesia. Peneliti ingin mengkaji lebih jauh bagaimana perbedaan status mental emosional pada anak-anak pemain dengan anak-anak yang bukan pemain di kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan bermain game online terhadap status mental emosional anak?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan bermain game online terhadap status mental emosional anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui berapa banyak anak pemain game online yang mengalami gangguan mental emosional.
2. Mengidentifikasi gangguan mental emosional dini pada anak
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan informasi kepada profesional di bidang medis dan masyarakat mengenai status mental emosional anak terhadap permainan .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mental Emosional
2.1.1 Definisi Mental Emosional
Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek sadar yang sesuai dengan keinginannya (Mosby’s Dictionary of Medicine).
Menurut WHO (2007), kesehatan mental adalah status hidup baik dimana seorang individu menyadari kemampuannya, dapat mengatasi keadaan stress normal di hidupnya, bekerja produktif dan sukses, dan memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Definisi mental menurut 1999 Surgeon General’s Report, keberhasilan fungsi mental yang ditunjukkan dengan aktivitas produktif, memiliki relasi/ hubungan yang baik dengan orang lain, dan kemampuan untuk berubah dan mengatasi kesulitan.
2.1.2 Faktor-Faktor Pembentuk Mental Emosional Anak
Menurut WHO (2007), terdapat tiga level yang mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan individu: sifat dan sikap individu, faktor lingkungan, dan status sosial dan ekonomi. Dalam setiap level terdapat faktor yang melindungi (protektif) dan faktor yang merugikan (adverse).
Tabel 2.1 Faktor Merugikan dan Faktor Pelindung
Level Faktor Merugikan Faktor Pelindung
Sifat dan sikap individu
• Merendahkan diri • Kognitif/ emosi yang
• Sakit secara medis Faktor lingkungan. • Ketidakadilan dan
diskriminasi • Keselamatan fisik.
2.1.3 Dimensi Psikologis Kesehatan Mental
Menurut Moeljono (1999), ada beberapa aspek psikis yang turut berpengaruh terhadap kesehatan mental, yaitu pengalaman awal, proses pembelajaran, kebutuhan, dan faktor psikologis lain.
1. Pengalaman Awal
Terdiri dari tiga elemen yang berinteraksi secara dinamis. Ketiga elemen itu adalah: id, ego, dan superego. Setiap saat 3 elemen ini bekerja dan id menjadi sumber energi psikisnya. Pada saat id bekerja ego mulai berfungsi. Namun tidak setiap kebutuhan dan keinginan dari id dapat langsung dipenuhi, ada faktor superego yang berfungsi sebagai kode moral selalu mengendalikan dorongan-dorongan itu. Egolah yang membuat keputusan terhadap prilaku individu, apakah melakukan sebagaimana dorongannya atau menolak dorongannya sejalan dengan superegonya, atau kompromi-kompromi diantara keduanya.
2. Proses Pembelajaran
Perilaku manusia sebagian besar adalah hasil belajar , yaitu hasil pelatihan atau pengalaman. Terdapat tiga saluran belajar yaitu, belajar dengan asosiasi (learning by association) merupakan pembelajaran dengan interaksi lingkungan dan individu. Belajar dengan konsekuensi (learning
by consequences), perilaku individu akan berkaitan dengan konsekuensi
yang diterima. Sebagai contoh, perilaku akan dipertahankan jika konsekuensi yang diterima berupa apresiasi begitu pun sebaliknya. Belajar dengan mencontoh (learning by modeling), manusia berperilaku sesuai dengan apa yang dilihat dan apa yang diamatinya atau pun yang telah dialaminya.
3. Kebutuhan
yang dilakukan Maslow, ditemukan bahwa orang-orang yang mengalami gangguan mental, khususnya menderita neurosis, disebabkan oleh ketidakmampuan individu memenuhi kebutuhannya.
4. Faktor Psikologis Lain
Kondisi psikologis yang lain, di antaranya temperamen, ketahanan terhadap stressor, dan kemampuan kognitif adalah faktor-faktor yang turut berpengaruh terhadap kesehatan mental. Faktor-faktor psikologis ini berbeda-beda pada setiap orang.
2.1.4 Gangguan Mental Emosional
Menurut DSM IV-TR, gangguan mental didefinisikan sebagai keberagaman konsep dari distress, disfungsi, diskontrol, disabilitas, kekakuan, dan irrasional. Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut (Idaiani et al, 2009).
2.2 Game Online
2.2.1 Definisi
Game adalah adalah aktivitas yang dilakukan untuk bersenang-senang
yang memiliki aturan sehingga ada yang menang dan ada yang kalah (Macmillan, 2009-2011 dalam Suveraniam, 2012). Menurut Eddy Liem, Direktur Indonesia
Gamer, sebuah kelompok pencinta games di Indonesia, adalah sebuah game atau
permainan yang dimainkan secara online via internet, bisa menggunakan PC (personal computer) atau console game biasa seperti PS2 ,X-Box dan sejenisnya (Suveraniam, 2012).
2.2.2 Parameter
Berdasarkan studi, pemain dapat dibagi ke dalam 4 grup: <20 jam/minggu, 20-40 jam/minggu, 40-60 jam/minggu, >60 jam/minggu (Wei et al, 2012)
Waktu bermain game murid dikategorikan ke dalam tingkatan rendah, sedang, dan sering. Tingkatan rendah dinamakan casual gamer dengan rata-rata bermain game 8-19 jam/minggu, tingkat sedang dinamakan average gamer dengan rata-rata bermain game 19-39 jam/minggu, tingkat tinggi dinamakan
hardcore gamer dengan rata-rata bermain game lebih dari 39 jam/minggu
(Dongdong et al, 2012).
2.2.3 Efek Terhadap Gangguan Mental Emosional
penontonnya. Program bisa berlangsung sedangkan penontonnya dapat melakukan hal lain (Carnagey et al, 2007).
Video game adalah satu dari berbagai macam media yang ikut
mempengaruhi kehidupan generasi muda, beberapa game yang muncul semakin kompleks dari segi alur permainan dan banyak diantaranya yang mengandung unsur kekerasan dan tidak sesuai untuk dikonsumsi anak-anak. Berikut beberapa dampak buruk bermain video game (Henry, 2010):
1. Isolasi Sosial
Banyak waktu yang terbuang berjam-jam untuk bermain game tanpa melakukan hal-hal penting seperti belajar, berinteraksi normal dengan lingkungan. Ini merupakan satu kelainan pada anak dan video game menjadi salah satu ekspresi kelainan bagi anak. Ditambah lagi dengan munculnya yang dapat dimainkan berbarengan dengan pemain lainnya di berbagai penjuru dunia. Ini mengubah dampak yang ditimbulkan, yang awalnya tidak berinteraksi dengan lingkungan bergeser menjadi kecanduan yang tidak tertahankan oleh anak.
2. Perilaku Menyimpang
Game berunsur kekerasan perlu dimainkan dengan alur kekerasan
(pembunuhan, penggunaan senjata, penembakan, dll) untuk menjadi pemenang dalam permainan dan ini membuat kerancuan bagi pemainnya untuk membedakan mana perilaku yang benar dan yang tidak nyata dalam dunia yang sebenarnya.
3. Kekerasan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
G
Peneliti menyatakan bahwa bermain menyebabkan adiksi karena pemain dapat melepaskan dopamin di nucleus accumbens sebanyak jalur-jalur perangsangan lain menyebabkan adiksi. (Mitchell, 2002 dalam Rajender, 2009).
Menurut Carnagey et al (2007), Efek bermain video game berunsur kekerasan dapat meningkatkan tingkah laku, kognitif, afek, dan gairah yang agresif serta menurunkan kebiasaan hidup bersosial. Hubungan terpapar dengan media berunsur kekerasan sering kali menyebabkan kelakuan agresif (Bartholow
et al, 2001).
Pathological gaming didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengontrol
kebiasaan bermain game yang menetap (Lemmens et al dalam Jeroen et al, 2010). Dinyatakan bahwa remaja dapat jatuh ke status pathological gaming dengan rata-rata bermain game 31 jam per minggu (Gentile et al, 2011).
Berdasarkan penelitian Liu et al (2009), para pemain memperlihatkan ketergantungan psikis dan lebih berperan aktif di dunia online dibanding dunia nyata (kehidupan), mengalami withdrawal (keadaan putus zat) saat tidak bisa
online untuk bermain game, sebagian besar mereka dinyatakan kesepian dan
mengalami depresi.
Problematic gaming adalah sebuah konsep untuk menjelaskan adiksi
non-substansi atau gangguan pengontrolan impuls saat bermain game. Individu dengan
problematic gaming akan memunculkan gangguan pemusatan pikiran, heperaktif,
dan gangguan mengontrol diri (Desai et al, 2010).
menunjukkan skor tinggi pada poin kesepian dan depresi serta skor yang rendah pada hubungan bersosial.
Wei et al (2012), membandingkan perilaku pemain game adiktif dengan pemain game non-adiktif. Pemain game adiktif dilaporkan 3 kali lebih mudah tersinggung, mengantuk dalam kesehariannya, gangguan tidur karena bermain
game, mood yang rendah, dan perubahan emosi saat bermain . Individu dengan
adiksi , khususnya MMORPG (massive multiplayer online role playing games) mempunyai tingkat agresif yang tinggi, kontrol diri yang rendah, prestasi yang buruk dalam kehidupan nyata, dan harga diri yang rendah dibandingkan individu normal. Hubungan lama bermain dengan nyeri somatik dapat dijelaskan karena kelelahan otot saat bemain, mata yang kering, olahraga yang kurang, dan perubahan pola makan.
2.3 Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan Pada Anak/ Strength and Difficulties
Questionnaire (SDQ)
SDQ merupakan kuesioner untuk skrining anak usia 3-16 tahun yang praktis, ekonomis, dan mudah digunakan untuk klinisi, orang tua, maupun guru. Kuesioner SDQ dapat diisi sendiri oleh anak berusi 11-16 tahun. Sedangkan untuk anak berusia kurang dari 11 tahun, maka selain diisi oleh anak juga diisi oleh orang tua ataupun guru anak tersebut. (Diananta, 2012)
3.2 Identifikasi Variabel
3.2.1 Variabel Independen
Pemain game online
3.2.2 Variabel Dependen
Status Mental Emosional
3.3 Definisi Operasional
1) Anak pemain game online adalah anak berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan berumur 11-16 tahun.
2) Gamer adalah anak pemain game online yang bermain game online lebih dari 8 jam/minggu.
3) Nongamer adalah anak pemain game online yang bermain game online kurang dari 8 jam/minggu maupun anak yang tidak pernah bermain game online.
4) Game online adalah seluruh permainan game yang dimainkan secara online.
3.4 Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross-sectional study yang dilaksanakan untuk mempelajari hubungan antara dengan status mental emosional anak.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada 9 September hingga 5 Desember2013.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan diadakan di sekolah SMP Santo Thomas 1 yang beralamat di Jl. Letjend S. Parman no. 109 dan beberapa warung internet di sekitar kota Medan antara lain yang berlokasi di Jl. Dokter Mansyur, Jl. Ringroad, dan Jl. Setia Budi.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak berusia 11-16 tahun. Populasi target penelitian ini adalah siswa sekolah SMP Santo Thomas yang memenuhi kriteria inklusi.
4.3.2 Sampel
4.3.3 Besar Sampel
rumus besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
n = zα2PQ
d2
P = Proporsi
d = Ketetapan absolut
α = Tingkat kemaknaan
Q = 1-P
Zα = 1.96 yang didapatkan dari table distribusi Z pada α ( 2 arah) = 0.05.
Proporsi yang didapatkan dari pustaka adalah 65% (Jeroen, et al), P = 0.65 dan Q = 0.35
d = 0,10
n = 1.962 x 0.65 x 0.35
1) Siswa berusia 11-16 tahun
0.102
n = 87.3964 = 87
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi untuk sampel penelitian ini adalah:
2) Menyetujui lembar persetujuan
Kriteria eksklusi untuk sampel penelitian ini adalah:
4.5 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer. Responden akan ditanyakan berapa lama bermain dalam sehari dan akan diklasifikasikan kedalam kelompok (a) tingkat rendah, 8-19 jam/minggu (b) tingkat sedang, 19-39 jam/minggu (c) tingkat tinggi, > 39 jam/minggu. Jika tidak bermain maka responden masuk ke dalam kelompok kontrol. Seluruh responden akan mengikuti proses pengisian kuesioner SDQ yang berjumlah 25 poin pertanyaan untuk mengetahui status mental emosionalnya.
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah memeriksa kelengkapan data dan ketepatan menjawab kuesioner. Selanjutnya, data yang lengkap akan diberi kode sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan kedalam komputer dan diperiksa kembali untuk menghindari kesalahan dalam memasukkan data.
Setelah data dimasukkan kedalam komputer data akan diolah menggunakan program excel, untuk menentukan hubungan dibutuhkan uji chi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Santo Thomas 1 Medan yang merupakan suatu unit pendidikan pendidikan terfavorit di Kota Medan yang berada Jalan Letjend S. Parman no 109 Medan, Sumatera Utara. Sekolah ini dinaungi oleh Yayasan Perguruan Katolik Don Bosco KAM yang terakreditasi A (amat baik). Penelitian ini juga dilakukan di beberapa warung internet di kota Medan, antara lain yang berlokasi di Jl. Dokter Mansyur, Jl. Ringroad, dan Jl. Setia Budi.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Individu
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
distribusi karakteristik frekuensi
jenis kelamin (laki-laki, perempuan)
laki-laki, n(%) 116 (61.4)
pemain game online (gamer, nongamer)
gamer n(%) 87 (46)
nongamer n(%) 102 (54)
status mental emosional (abnormal, normal)
abnormal n(%) 147 (77.8)
normal n(%) 42 (22.2)
Tabel 5.2 Hubungan Bermain Game online Terhadap Status Mental Emosional
klasifikasi pemain status mental emosional
abnormal Normal
gamer n(%) 65 (74.7) 22 (25.3)
nongamer n(%) 82 (80.4) 20 (19.6)
Total n(%) 147 (77.8) 42 (22.2)
Chi square P = 0.349
Pada Tabel 5.2 terlihat bahwa pemain gamer yang masuk ke dalam status mental emosional abnormal berjumlah 65 orang (74.7%) sedangkan pemain gamer yang masuk ke dalam status mental emosional normal berjumlah 22 orang (25.3%). Pada pemain nongamer yang masuk kedalam status mental emosional abnormal berjumlah 82 orang (80.4%) dan pemain nongamer yang masuk kedalam status mental emosional normal berjumlah 20 orang (19.6%). Jumlah responden yang masuk ke dalam status mental emosional abnormal adalah 147 orang (77.8%) dan jumlah responden yang digolongkan ke dalam status mental emosional normal berjumlah 42 orang (22.2%). Didapati nilai P = 0.349 yang artinya tidak ada hubungan bermain game online terhadap status mental emosional.
Tabel 5.3 Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Status Mental Emosional
jenis kelamin status mental emosional abnormal normal
Laki-laki n(%) 87 (75.) 29 (25)
Perempuan
n(%) 60 (82.2) 13 (17.8)
Total n(%) 147 (77.80) 42 (22.20)
Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa anak laki-laki yang digolongkan ke dalam status mental emosional abnormal berjumlah 87 orang (75%) sedangkan yang normal berjumlah 29 orang (25%). Anak perempuan yang digolongkan ke dalam status mental emosional abnormal berjumlah 60 orang (82.2%) sedangkan yang normal berjumlah 13 orang (17.8%). Jumlah responden yang digolongkan ke dalam status mental emosional abnormal adalah 147 orang (77.8%). Jumlah responden yang digolongkan ke dalam status mental emosional normal adalah 42 orang (22.2%). Jumlah responden laki-laki 116 orang dan jumlah responden perempuan 73 orang. Didapati nilai p > 0.05 yaitu p = 0.243 yang artinya tidak terdapat hubungan jenis kelamin terhadap status mental emosional.
Tabel 5.4 Hubungan Usia Terhadap Status Mental Emosional
usia status mental emosional abnormal normal
11 n(%) 7 (87.5) 1 (12.5)
12 n(%) 20 (74.1) 7 (25.9)
13 n(%) 44 (71) 18 (29)
14 n(%) 67 (85.9) 11 (14.1)
15 n(%) 7 (77.8) 2 (22.2)
16 n(%) 2 (40) 3 (60)
Total n(%) 147(77.8) 42 (22.2)
Chi square P = 0.093
emosional abnormal berjumlah 44 orang (71%) sedangkan normal 18 orang (29%). Anak berusia 14 tahun yang masuk ke dalam status mental emosional abnormal berjumlah 67 orang (85.9%) sedangkan normal berjumlah 11 oang (14.1%). Anak berusia 15 tahun yang masuk ke dalam status mental emosional abnormal berjumlah 2 orang (40%) dan yang normal 3 orang (60%). Total anak berusia 11, 12, 13, 14, 15, 16 adalah 8, 27, 62, 78, 9, 5 secara berurutan. Didapati nilai P > 0.05 yaitu P = 0.093 yang artinya tidak ada hubungan antara bermain game usia dengan status mental emosional.
Tabel 5.5 Hubungan Usia Terhadap Bermain Game online
Chi square P = 0.002
Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa anak usia 11 tahun yang gamer berjumlah 6 orang (75%) dan yang nongamer 2 orang (25%). Anak berusia 12 tahun yang gamer berjumlah 13 orang (48.1%) sedangkan yang nongamer 14 orang (51.9%). Anak berusia 13 tahun yang game berjumlah 22 orang (35.5%) sedangkan yang
nongamer 40 orang (64.5%). Anak berusia 15 tahun yang gamer 8 orang (88.9%)
sedangkan yang nongamer 1 orang (11.1%). Anak berusia 16 tahun yang gamer berjumlah 5 orang (100%) sedangkan nongamer 0 orang (0%). Uji chi square
usia Klasifikasi gamer gamer nongamer 11 n(%) 6 (75) 2 (25)
12 n(%) 13 (48.1) 14 (51.9)
13 n(%) 22 (35.5) 40 (64.5)
14 n(%) 33 (42.3) 45 (57.7)
15 n(%) 8 (88.9) 1 (11.1)
16 n(%) 5 (100) 0 (0)
didapati P < 0.005 yaitu P = 0.002 yang artinya terdapat hubungan antara usia terhadap bermain game online
5.2. Pembahasan
Jumlah anak yang bermain game online lebih dominan pada anak laki-laki (61.4%) dibanding anak perempuan (38.6%). Sejalan dengan Bijvank, et al, dikatakan bahwa perbandingan anak pemain game online berjenis kelamin laki-laki punya kecendrungan 2 kali lebih banyak daripada anak perempuan untuk bermain game online. Peneliti berasumsi anak laki-laki biasanya lebih tertantang dengan permainan dan senang memecahkan masalah dibandingkan anak perempuan. Pada karakteristik usia dalam penelitian ini usia 14 tahun (41.3%) merupakan usia terbanyak dalam hal bermain game online. Pada penelitian Bijvank, et al dikatakan bahwa rentang usia 12-13 tahun merupakan rentang aman anak bermain game online. Tidak didapati angka yang signifikan dalam hal karakteristik usia. Namun dikatakan bahwa usia 16-18 tahun didapati peningkatan ketertarikan terhadap permainan game. Distribusi karakteristik responden untuk klasifikasi pemain game online didapati bahwa anak pemain game online yang masuk kedalam kelompok gamer berjumlah 87 (46%) sedangkan anak yang masuk dalam kelompok nongamer berjumlah 102 (54%). disimpulkan bahwa responden lebih banyak menjadikan game online sebagai ajang “refreshing” terhadap kejenuhan anak, bukan untuk dijadikan lifestyle. Menurut data, didapati distribusi frekuensi status mental emosional yang dibagi dalam dua kelompok yaitu normal dan abnormal bahwa ada 147 (77.8%) anak yang jatuh ke dalam status mental emosional abnormal dan 42 (22.2%) anak yang masuk dalam zona normal. Berbeda dengan penelitian Gita yang dilakukan di Semarang, dari 70 (100%) responden yang diukur status mental emosionalnya menggunakan SDQ 59 (84.3%) dikatakan normal sedangkan sisanya borderline dan abnormal.
Liu (2009) menyebutkan bahwa bermain game online dengan tingkatan
mental emosionalnya. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa sex/gender/jenis kelamin punya hubungan yang signifikan terhadap status menta emosional anak. Namun dalam penelitian ini hasil olahan data menggunakan uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan (P=0.349) bermain game online dengan status mental emosional anak. Hasil olahan data dalam penelitian ini menunjukkan pemain gamer yang jatuh kedalam status mental emosional abnormal sebanyak 65 (74.7%) anak sedangkan 82 (80.4%) anak pemain nongamer yang jatuh ke dalam status mental emosional abnormal. Bermain game sering membuat tekanan psikis yang tidak menguntungkan dan akan mempengaruhi kesehatan mental emosional. Dari 295 remaja di Jerman yang dilakukan pengukuran permainan video game terhadap status mental emosionalnya, ditemukan bahwa mereka mengalami agresivitas yang tinggi. Kemudian diukur kembali setelah 30 bulan selanjutnya bahwa ada hubungan antara norma agresivitas dengan bermain video game (Moller, 2009).
Data diolah untuk melihat hubungan usia terhadap status mental emosional anak , didapati bahwa tidak ada hubungan (P=0.093) usia terhadap status mental emosional anak.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 189 responden, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan hubungan bermain game online terhadap status mental emosional anak.
6.2 Saran
1. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat umum maka perlu dilanjutkan oleh peneliti untuk mendapatkan hasil yang akurat.
2. Perlu dilakukan deteksi dini dengan menggunakan kuesioner SDQ setiap enam bulan sekali supaya dapat diketahui adakah siswa berisiko mengalami masalah mental emosional.
3. Perlu dilakukan penelitian yang mengobservasi hubungan bermain game
online yang lebih spesifik menurut jenis permainan, spesifikasi sempel,
dll. dengan masalah mental emosional pada remaja secara prospektif.
4. Dibutuhkan instrumen yang akurat untuk mendeteksi kelainan mental emosioanal yang disebabkan permainan game online tipe hardcore. Contoh: DSM-5 yang baru rilis pada pertengahan 2013 lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Bartholow, Bruce D., Anderson, Craig A. 2001. Effects of Violent Video Games on Aggressive Behavior: Potential Sex Differences.
Available from:
[Accesed 20 April 2013].
Carnagay, Nicolas L., Anderson, Craig A., and Bushman, Brad J. 2007. The Effect of Video Game Violence on Physiological Desensitization to Real-Life Violence. Available from:
Desai, Rani A., Krishnan-Sarin, Suchitra,. Cavallo, Dana, and Potenza, Marc N. 2010. Video-Gaming Among High School Students: Health Correlates, Gender Differences, and Problematic Gaming.
Available from:
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2004. Fourth edition: 2000 American Psychiatric Association.
Diananta, SG. 12 Perbedaan Masalah Mental dan Emosional Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Agama Studi Kasus SMP Negeri 21 Semarang dan SMP Islam Al Azhar 14 Semarang. Available from:
Gentile, Douglas A., et al, 2011. Pathological Video Game Use Among Youths: A Two-Year Longitudinal Study. Available from:
Goodman, Robert. 2012. Strength and Difficulties Questionnaire.
Available from:
Han-Ting, Wei., Mu-Hong, Chen., Po-Cheng, Huang., and Ya-Mei, Ba. 2012. The Association Between Online Gaming, Social Phobia, and Depression: An Internet Survey. Available from:
Idaiani, Sri., Suhardi., Kristanto, Antonius Yudi., 2009. Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia. Available from:
Internet Use Disorder, 2013. Internet Use Disorder: DSM-5. Available from 4 May 2013].
Knopf, David., Park, M. Jane., & Mulye, Tina Paul., 2008. The Mental Health of Adolescents: A National Profile, 2008. Available from: 3 May 2013].
from:
Ming Liu and Wei Peng, 2009. Cognitive and psychological predictors of the negative outcomes associated with playing MMOGs (massively multiplayer online games). Available from:
2013].
Mosby’s Dictionary of Medicine, Nursing, and Health Professions, 2006. 7th edition: Mosby Elsevier.
Murphey, David., Barry, Megan., and Vaughn, 2013. Mental health
Disorders. Available from:
Notosoedirdjo, Moeljono & Latipun. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan In: Dimensi Psikologis Kesehatan Mental. UMM Press: 81-98.
Rajender, G., Bhatia, M.S., Malhotra, S., and Choudhary, D., 2009. Computer Gaming: The New Heroinware. Available from: April 2013].
Samuel, Henry
Smahel, David., Helsper, Ellen., Green, Lelia., Kalmus, Veronika., Blinka, Lukas., and Ólafsson, Kjartan. 2012. Excessive Internet Use among European Children Available from:
Suveraniam, Gopinath Naiken, 2012. Pengaruh Terhadap Prestasi Akademik Pada Siswa Sma Di Kota Medan. Available from:
Swift, Hannah. 2012. Impacts of Video Games. Available from:
Wiguna, Tjhin et al 2010. Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSUPN dr. Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta. Available from: April 2013].
World Health Organization, 2004. Available from:
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama:
Jenis Kelamin:
Umur:
Pekerjaan:
Alamat:
Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Hubungan Bermain Game Online Terhadap Status Mental Emosional Anak”, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia diikutkan dalam penelitian tersebut.
Medan, ………..2013
Yang menyatakan,
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN BERMAIN GAME ONLINE TERHADAP STATUSMENTAL EMOSIONAL ANAK
Kode Responden:
Petunjuk:
a. Isilah pada titik-titik yang tersedia
b. Berilah tanda cek (√) pada kotak yang tersedia
Identitas Responden:
1. Nama : ………
2. Tanggal lahir : ………
3. Bermain Game Online : ………jam/hari
Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan Pada Anak
No Pertanyaan Tidak
Benar
Agak Benar
Benar
1 Saya berusaha bersikap baik terhadap orang lain. Saya peduli dengan perasaan mereka
2 Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk waktu lama
3 Saya sering sakit kepala, sakit perut atau macam-macam sakit lainnya
4 Kalau saya memiliki mainan, CD, atau makanan, saya biasanya berbagi dengan orang lain
5 Saya menjadi sangat marah dan sering tidak dapat mengendalikan kemarahan saya
6 Saya lebih suka sendirian daripada bersama dengan orang-orang yang seumur saya
7 Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain
8 Saya banyak merasa cemas atau khawatir terhadap apa pun
kecewa, atau merasa sakit
10 Bila sedang gelisah atau cemas, badan saya sering bergerak-gerak tanpa saya sadari
11 Saya mempunyai satu orang teman baik atau lebih 12 Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya
dapat memaksa orang lain melakukan apa yang saya inginkan
13 Saya sering merasa tidak bahagia, sedih atau menangis
14 Orang lain seumur saya umumnya menyukai saya 15 Perhatian saya mudah teralihkan, saya sulit
memusatkan perhatian terhadap apapun
16 Saya merasa gugup dalam situasi baru, saya mudah kehilangan rasa percaya diri
17 Saya bersikap baik terhadap anak-anak yang lebih muda dari saya
18 Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang 19 Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh
anak-anak atau remaja lainnya
20 Saya sering menawarkan diri untuk membantu orang lain (orang tua, guru, anak-anak)
21 Sebelum melakukan sesuatu saya memikirkan dahulu tentang akibatnya
22 Saya mengambil barang yang bukan milik saya dari rumah, sekolah atau dari mana saja
23 Saya lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada dengan orang-orang yang seumur saya 24 Banyak yang saya takuti, saya mudah menjadi
takut
kode
responden jenis kelamin usia klasifikasi bermain game online status mental emosional (SDQ)
166 lk 12 gamer abnormal
167 lk 13 gamer normal
168 lk 16 gamer normal
169 lk 15 gamer abnormal
170 lk 14 gamer abnormal
171 lk 15 gamer normal
172 lk 14 gamer abnormal
173 lk 11 gamer abnormal
174 lk 11 gamer abnormal
175 lk 12 gamer abnormal
176 lk 13 gamer abnormal
177 lk 12 gamer abnormal
178 lk 13 gamer abnormal
179 lk 14 gamer abnormal
180 lk 15 gamer abnormal
181 lk 15 gamer abnormal
182 lk 14 gamer abnormal
183 lk 16 gamer abnormal
184 lk 13 gamer abnormal
185 lk 12 gamer abnormal
186 lk 11 gamer normal
187 lk 14 gamer normal
188 lk 16 gamer normal
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
status mental emosional (SDQ)
Linear-by-Linear Association 1.264 1 .261
N of Valid Cases 167
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .43.
klasifikasi bermain game online * status mental emosional (SDQ) Crosstabulation
Count
status mental emosional (SDQ)
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 1.828a 3 .609
Likelihood Ratio 1.622 3 .654
Linear-by-Linear Association 1.264 1 .261
N of Valid Cases 167
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .43.
klasifikasi bermain game online * status mental emosional (SDQ) Crosstabulation
status mental emosional (SDQ)
Total
abnormal normal
klasifikasi bermain game
online
hardcore Count 1 1
% within klasifikasi bermain
game online
50.0% 50.0% 100.0
casual Count 21 8 29
% within klasifikasi bermain
game online
72.4% 27.6% 100.0
normal Count 27 7 34
% within klasifikasi bermain
game online
79.4% 20.6% 100.0
nongamer Count 82 20 102
% within klasifikasi bermain
game online
80.4% 19.6% 100.0
Total Count 131 36 167
% within klasifikasi bermain
game online
78.4% 21.6% 100.0
Pearson Chi-Square 1.828a 3 .609
Likelihood Ratio 1.622 3 .654
Linear-by-Linear Association 1.264 1 .261
N of Valid Cases 167
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .43.
jenis kelamin * status mental emosional (SDQ) Crosstabulation
status mental emosional (SDQ)
Total
Continuity Correctionb .720 1 .396
Likelihood Ratio 1.092 1 .296
Fisher's Exact Test .346 .199
Linear-by-Linear Association 1.071 1 .301
N of Valid Cases 167
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.74.
b. Computed only for a 2x2 table
status mental emosional (SDQ)
Total
abnormal normal
usiakel 11-13 Count 63 25 88
% within usiakel 71.6% 28.4% 100.0%
14-16 Count 68 11 79
% within usiakel 86.1% 13.9% 100.0%
Total Count 131 36 167
% within usiakel 78.4% 21.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 5.165a 1 .023
Continuity Correctionb 4.344 1 .037
Likelihood Ratio 5.296 1 .021
Fisher's Exact Test .025 .018
Linear-by-Linear Association 5.134 1 .023
N of Valid Cases 167
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.03.