• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

Kata kunci: bimbingan dan konseling, konseling kelompok, dan konsep diri PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN

2014/2015

Oleh EMILIA ROZA

Masalah penelitian ini adalah siswa yang memiliki konsep diri yang rendah di sekolah. Permasalahannya adalah “apakah konsep diri siswa kelas XI dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong?. Tujuan penelitian untuk mengetahui penggunaan konseling kelompok dalam meningkatkan konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat.

Metode penelitian adalah metode pre eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest design. Subjek penelitian ini sebanyak 9 siswa kelas XI yang memiliki konsep diri rendah. Teknik pengumpulan data menggunakan skala konsep diri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri siswa di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan konseling kelompok, hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan secara keseluruhan sebesar 52,18% dan terbukti dari hasil analisis data konsep diri menggunakan uji Wilcoxon, dari hasil analisis data post-test diperoleh Zhitung = -2,666 dan Ztabel 0,05 = 1,645. Zhitung < Ztabel. Dengan demikian, Ha diterima, artinya bahwa konsep diri siswa kelas XI dapat ditingkatkan menggunakan layanan konseling kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat tahun pelajaran 2014/2015.

Kesimpulannya adalah konsep diri siswa kelas XI dapat ditingkatkan menggunakan layanan konseling kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat tahun pelajaran 2014/2015.

(2)

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh

EMILIA ROZA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir tanggal 17 Januari 1992 di Bandar Lampung.

Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara, pasangan

Bapak Salamudin dan Ibu Heryati.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari: TK

Pertiwi Bukit Kemuning lulus tahun 1998; SD Negeri 01

Bukit Kemuning lulus tahun 2004; SMP Negeri 1 Bukit Kemuning lulus tahun

2007; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 Bukit Kemuning lulus tahun

2010. Selain itu penulis mengikuti pendidikan nonformal yaitu Lembaga

Pendidikan Software Komputer tahun 2007.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan

dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Selanjutnya,

pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik

Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMK Negeri 1 Way

Tenong Lampung Barat, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Pura

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas

terselesaikannya

penulisan skripsi ini, kupersembahkan

karya kecilku ini kepada :

Ayah Salamudin dan ibuku Heryati tercinta,

yang selalu menyertaiku dalam doa’nya.

Terimakasih atas kasih sayang dan cintanya

yang telah banyak memberikan semangat

untuk keberhasilan putra-putrinya.

(8)

MOTTO

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita

adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba

itulah kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil.

(9)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Konsep Diri Siswa Kelas XI Menggunakan Layanan Konseling Kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat Tahun Pelajaran 2014/2015” ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak. Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Ranni Rahmayanthi Z, S.Pd, M.A selaku Pembimbing Kedua yang telah

memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 6. Ibu Diah Utaminingsih, S.Psi., M.A., Psi. selaku pembahas yang telah

(10)

berikan untukku selama perkuliahan.

8. Bapak Drs. Eko Suwando, M.M sebagai kepala SMK Negeri 1 Way Tenong yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. lain-lain terimakasih telah mengukir warna-warni pelangi indah dalam hidupku.

13. Teman-teman seperjuangan BK 2010 Nita, Noprita, Desti, Wella, Novita, Nces, Ayu, Mbak Dita, Dewi, Mei, Eva, Mbul Galuh, Dyah, Annisa, Dina, Efril, Bebby, Uni Erni, Aan Pur, Nailul, Amel, Lusi, Ivana, Ara, Ika, Mbak Lulu, Putri, Wiwit, Nanang, Kak boy, Irsan, Adit, dan semuanya terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.

14. Ibu Dina S.Pd, terimakasih untuk kasih sayang dan motivasinya.

(11)

motivasi, serta semangatnya. 17. Almamater ku tercinta

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Hanya harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

2. Dimensi-Dimensi Dalam Konsep Diri ... 14

a. Dimensi Internal ... 14

b. Dimensi Eksternal ... 15

3. Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri ... 16

4. Peranan Konsep Diri ... 19

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 23

6. Usaha Untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Remaja .. 24

B. Konseling Kelompok…... 26

(13)

5. Evaluasi Kegiatan Konseling ... 35

6. Analisis Tindak Lanjut ... 36

C. Keterkaitan Konseling Kelompok Terhadap Konsep Diri ... 37

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode Penelitian... 40

C. Subyek Penelitian ... 41

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42

1. Variabel Penelitian. ... 42

2. Definisi Oprasional. ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data. ... 44

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 46

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 48

G. Teknik Analisis Data ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. ... 51

1. Gambaran Umum ... 51

2. Deskripsi Data Pretest ... 52

3. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok 54

4. Deskripsi Data Posttest ... 62

5. Deskripsi Hasil ... 68

6. Teknik Analisis Data ... 81

7. Uji Hipotesis... ... 86

B. Pembahasan. ... 86

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kategori Jawaban Instrumen Penelitian ... 44

3.2 Kisi-kisi Skala Konsep Diri ... 45

4.1 Data Hasil Sebelum Pemberian Konseling Kelompok ... 53

4.2 Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian ... 54

4.3 Data Hasil Setelah Pemberian Konseling Kelompok ... 62

4.4 Data Hasil Pretest & Postest Konsep Diri Siswa ... 63

4.5 Hasil Perubahan Konsep DiriSubyek Setelah Diberikan Perlakuan ... 64

4.6 Analisis Hasil Penelitian Menggunakan Uji Wilcoxon ... 82

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Blue Print Kisi-Kisi Skala Konsep Diri ... 95

2. Laporan Hasil Uji Ahli Instrumen ... 96

3. Skala Konsep Diri ... 102

4. Uji Validitas & Reliabilitas. ... 104

5. Reliabilitas ... 109

6. Data Penelitian ... 110

7. Kesimpulan Penjaringan Subyek ... 113

8. Modul ... 115

9. Satlan ... 132

10.Pretes-Postes ... 149

11.Uji Wilcoxon Tabel ... 151

12.Harga Kritis dalam Tes Wilcoxon ... 152

13.Foto Kegiatan Konseling ... 154

14.Surat Izin Penelitian ... 156

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pemikiran penelitian ... 10

2.1 Tahap Pembentukan ... 32

2.2 Tahap Peralihan ... 33

2.3 Tahap Kegiatan ... 34

2.4 Tahap Pengakhiran ... 35

3.1 One-Group Pretest-Posttest Design ... 41

4.1 Grafik Peningkatan Konsep Diri ANS ... 70

4.2 Grafik Peningkatan Konsep Diri EW ... 71

4.3 Grafik Peningkatan Konsep Diri MM ... 73

4.4 Grafik Peningkatan Konsep Diri AGS ... 74

4.5 Grafik Peningkatan Konsep Diri AHS ... 75

4.6 Grafik Peningkatan Konsep Diri IS ... 76

4.7 Grafik Peningkatan Konsep Diri NA ... 78

4.8 Grafik Peningkatan Konsep Diri BK ... 79

4.9 Grafik Peningkatan Konsep Diri ER ... 81

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

1. Latar Belakang

Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam

berbagai aspek kehidupan. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari, sering kita

jumpai individu yang ber-IQ (Intelligence Quotions) tinggi namun gagal dalam menempuh ujian. Tetapi sering kita dengar pula bahwa banyak individu yang

memiliki IQ sedang-sedang saja ternayata mereka berhasil dalam menempuh

ujian. Bila kita berpikir bahwa diri kita bisa, maka kita cenderung akan sukses,

sebaliknya bila kita berpikir bahwa diri akan gagal, maka sebenarnya kita

mempersiapkan untuk gagal.

Usia merupakan saat pengenalan/pertemuan identitas diri dan pengembangan diri.

Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang pada masa anak-anak,

makin menguat pada masa remaja. Hal ini seiring dengan bertambahnya usia dan

pengalaman hidup atas dasar kenyataan-kenyataan yang dialami. Semua itu

(18)

baik. Remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang

membuat mereka berbeda dari orang lain. Berkembangnya pemikiran seorang

remaja mengenai diri dan keunikan dirinya merupakan suatu kekuatan yang besar

dalam hidup. Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang

sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam

berbagai aspek kehidupan.

Remaja merupakan pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri dan

kedewasan. Untuk itu remaja perlu membekali dirinya dengan pandangan yang

benar tentang konsep dirinya. Dengan kata lain harapan terhadap diri sendiri

merupakan prediksi untuk mempersiapkan diri sendiri. Perasaan individu bahwa

ia tidak memiliki kemampuan menunjukan sikap yang kurang baik terhadap

kualitas kemampuan yang dipunyainya. Pandangan dan sikap yang kurang baik

terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan ia memandang

seluruh tugasnya sebagai sesuatu yang sulit diselesaikan.

Pandangan individu terhadap dirinya sendiri sangat menentukan keberhasilan

yang akan dicapai. Pandangan dan sikap individu terhadap dirinya inilah yang

dikenal dengan konsep diri.

Rogers (dalam Thalib, 2012:121) menyatakan konsep diri merupakan ide-ide, persepsi-persepsi, dan nilai-nilai yang mencakup kesadaran tentang diri sendiri, identitas diri berupa karakteristik personal, pengalaman, peran dan status sosial.

Konsep diri penting artinya sebagai suatu organisasi dinamis tentang diri sendiri

serta bagaimana mengontrol dalam pengolahan informasi diri yang relevan

(Greenwald dalam Thalib, 2012:121). Setiap individu pasti memiliki konsep diri,

(19)

yang memiliki konsep diri yang tinggi maka ia kan memiliki dorongan mandiri

lebih baik, ia dapat mengenal serta memahami dirinya sendiri sehingga dapat

berperilaku efektif dalam berbagai situasi.

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang

dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan

lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang

dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensial. Dasar dari konsep diri

individu ditanamkan pada saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang

mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Siswa yang memiliki konsep

diri yang rendah biasanya akan bersikap pesimis, meragukan kemampuannya

sendiri, menganggap orang tuanya tidak mencintai dirinya, dan akan mudah

cemas.

Permasalahan konsep diri siswa, ketika tidak memperoleh penanganan dan upaya

untuk membantu mengentaskan permasalahan secara tepat akan menjadikan siswa

antisosial, tidak dapat berkembang, sulit untuk memperoleh prestasi belajar yang

baik. Dengan demikian, guru bimbingan dan konseling memiliki peranan yang

sangat besar untuk membantu siswa dalam mengentaskan permasalahan konsep

diri siswa tersebut.

Berdasarkan pengamatan peneliti di SMK N 1 Way Tenong Lampung Barat,

peneliti menemukan banyak permasalahan siswa yang berkaitan dengan konsep

diri seperti terlihat dari sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh siswa adalah

pendiam, pemalu, dan tidak berani tampil di depan kelas maupun di depan umum.

(20)

teman-teman yang lebih pintar, lebih kaya, lebih terkenal, dan lain sebagainya.

Terlihat pula siswa yang sering mengeluh terhadap diri sendiri, merasa dirinya

tidak bermanfaat terhadap orang lain, belum mengerti kelebihan dan kekurangan

yang ada pada dirinya, dan merasa pesimis untuk berkompetisi dalam berprestasi.

Setelah mengetahui permasalahan konsep diri yang dialami siswa, maka penulis

berkeinginan untuk meneliti mengenai upaya meningkatkan konsep diri siswa di

SMK N 1 Way Tenong Lampung Barat dengan melakukan proses konseling

kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (2004: 27) di dalam konseling

kelompok, individu dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi serta

menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan produktif,

kemampuan bertingkah laku dan berinteraksi.

Melalui layanan konseling kelompok diharapkan para siswa di SMK N 1 Way

Tenong mampu mengarahkan konsep dirinya. Tujuan yang ingin dicapai dalam

konseling kelompok yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan

masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok, dan

masalah terselesaikan dengan cepat melalui bantuan anggota lain, khususnya

untuk mengarahkan siswa di SMK N 1 Way Tenong agar dapat meningkatkan

konsep dirinya.

Serta manfaat konseling kelompok adalah dapat melatih siswa untuk dapat hidup

secara berkelompok dan menumbuhkan kerjasama antar anggota dalam mengatasi

masalah, melatih setiap anggota untuk mengemukakan pendapat dan menghargai

pendapat orang lain serta dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat

(21)

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitiannya pada siswa baik

laki-laki maupun perempuan kelas XI di SMK N 1 Way Tenong Lampung Barat.

Memperhatikan permasalahan sebagaimana diungkapkan tersebut, maka peneliti

mencoba mengadakan penelitian melalui layanan konseling kelompok dengan judul “Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam meningkatkan konsep

diri pada siswa kelas XI di SMK N 1 Way Tenong Tahun Ajaran 2014/2015”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasikan berbagai permasalahan sebagai berikut:

1. Terdapat siswa yang kurang percaya diri, merasa kurang mampu berbicara

didepan kelas maupun di depan umum dengan baik.

2. Terdapat siswa yang tidak mampu menerima diri apa adanya.

3. Ditemukan siswa yang belum mengerti tentang kekurangan dan kelebihan

yang ada pada dirinya.

4. Ditemukan siswa yang sering mengeluh terhadap diri sendiri.

5. Terdapat siswa bersikap pesimis untuk berkompetisi dalam berprestasi.

6. Terdapat siswa yang merasa dirinya tidak bermanfaat terhadap orang lain.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu “Meningkatkan Konsep Diri Siswa dengan Menggunakan

Layanan Konseling Kelompok pada Siswa Kelas XI di SMK Negeri 1 Way

(22)

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah di atas

maka masalah dalam penelitian ini adalah “Konsep diri yang rendah pada

beberapa siswa”.

Dan yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:“Apakah konsep diri siswa dapat ditingkatkan melalui layanan konseling

kelompok pada siswa SMK N 1 Way Tenong tahun ajaran 2014/2015?”

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan konsep diri pada

siswa kelas XI SMK dengan menggunakan Layanan Konseling Kelompok.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Secara Teoritis:

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi tentang

layanan konseling kelompok, khususnya penggunaannya untuk

meningkatkan konsep diri siswa.

b. Secara praktis.

1. Dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam

memberikan bantuan yang tepat terhadap siswa-siswa yang kurang

(23)

2. Dapat dijadikan suatu sumbangan informasi, pemikiran bagi guru

pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya

dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa dengan menerapkan

layanan konseling kelompok.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup subjek, objek, waktu, dan tempat

penelitian.

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK N 1 Way Tenong.

2. Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah penerapan layanan konseling

kelompok untuk meningkatkan konsep diri siswa.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015.

4. Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di SMK N 1 Way Tenong.

D. Kerangka Pemikiran

Salah satu bentuk pengalaman individu dan fakor yang dipelajari dalam hubungan

dan interaksi dengan orang lain adalah konsep diri. Interaksi dengan orang lain

tersebut menimbulkan tanggapan orang lain yang kemudian tanggapan tersebut

dijadikan cermin bagi individu tersebut. Individu akan merasa bahwa diri mereka

(24)

Konsep diri yang dimaksud merupakan cara pandang seseorang atau individu

dalam menilai dirinya sendiri berkaitan dengan pengetahuan, perasaan, perilaku

yang ia miliki dan bagaimana hal-hal tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Cara pandang dan penilaian terhadap diri individu akan mempengaruhi tindakan

dan pandagan hidup individu tersebut. Hal itu akan berpengaruh terhadap tindakan

dan perilaku yang merupakan perwujudan adanya kemampuan dan

ketidakmampuan dalam mencapai keberhasilan yang individu inginkan.

Konsep diri yang dimiliki seorang individu tidak langsung terbentuk ketika ia

lahir di dunia, melainkan konsep diri itu terbentuk dan berkembang sepanjang

rentang kehidupannya. Konsep diri tidak dapat terbentuk tanpa melalui proses

belajar.

Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang

penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan belajar, siswa dapat

mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Untuk memperoleh hasil yang optimal

dalam proses belajar, maka proses belajar harus dilakukan dengan sadar, sengaja,

bertahap dan berkesinambungan. Namun hambatan dalam proses belajar mengajar

tentu dapat terjadi karena masih ada siswa yang belum meiliki kesadaran akan

tujuan belajar. Hal ini dikarenakan rendahnya konsep diri dalam diri siswa,

sehingga tujuan belajar tidak tercapai secara optimal.

Berdasarkan identifikasi masalah melalui observasi, siswa kelas XI di SMK N 1

Way Tenong memiliki konsep diri yang rendah. Mereka cenderung kurang

(25)

kurang setara dengan teman-temannya, mengumpat dan mengeluh terhadap diri

sendiri, merasa takut gagal, dan menolak jika diberi kesempatan. Upaya dalam

meningkatan konsep diri tersebut adalah dengan melakukan kegiatan layanan

bimbingan konseling. Salah satu dari kegiatan bimbingan konseling adalah

melalui layanan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan

kegiatan konseling yang dilakukan dalam suasana kelompok.

Layanan konseling kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang

memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk membahas dan

mengentaskan permasalahan yang dialami siswa melalui dinamika kelompok.

Hurlock (2004: 214) menyatakan bahwa dengan adanya dinamika dan pengaruh dalam kelompok, remaja dapat merumuskan dan memperbaiki konsep diri, menguji dirinya sendiri dan orang lain melalui kelompok yang dimiliki dan dibentuk oleh remaja tersebut.

Dengan demikian konseling kelompok memiliki pengaruh yang sangat baik dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa.

Dari penjelasan di atas, maka peneliti menggunakan layanan konseling kelompok

dengan memberikan bimbingan pribadi kepada siswa yang dalam kegiatan

konseling kelompok nantinya siswa diharapkan dapat membahas dan juga

mengentaskan permasalahannya mengenai konsep diri, sehingga diharapkan siswa

mampu mengenal diri sendiri secara pribadi dan dapat memanfaatkan dinamika

kelompok serta membicarakan permasalahan yang dibahas bersama, sehingga

(26)

Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul kerangka pikir untuk melihat apakah

dengan menggunakan layanan konseling kelompok dapat meningkatkan konsep

diri siswa. Untuk lebih memperjelas maka kerangka pikir dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 1.1. Alur kerangka pikir

Berdasarkan gambar kerangka pikir tersebut siswa yang memiliki konsep diri

yang rendah akan diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok

dengan teknik pengembangan dinamika kelompok, maka diharapkan setelah

diberikan perlakuan siswa akan memperoleh perubahan yaitu berupa peningkatan

dalam menumbuhkan konsep dirinya.

E. Hipotesis

Hipotesa dalam sebuah penelitian merupakan pernyataan mengenai distribusi dari

sebuah variabel atau hubungan antara dua variabel (atau lebih) yang akan diteliti.

Jadi, hipotesa merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Dalam

penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah konsep diri siswa dapat ditingkatkan Konsep Diri

Rendah

Konsep Diri Meningkat

(27)

dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa SMK Negeri 1

Way Tenong tahun pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesa statistik yang diajukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Konsep diri siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan

layanan konseling kelompok pada siswa SMK Negeri 1 Way

Tenong tahun pelajaran 2014/2015.

Ho : Konsep diri siswa tidak dapat ditingkatkan dengan menggunakan

layanan konseling kelompok pada siswa SMK Negeri 1 Way

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian.

Teori yang akan dijelaskan adalah teori mengenai konsep diri yang meliputi: (a)

pengertian konsep diri, dimensi-dimensi dalam konsep diri, pembentukan dan

perkembangan konsep diri, pentingnya konsep diri, dan jenis-jenis konsep diri, (b)

layanan konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, komponen dalam

layanan konseling kelompok, dan tahap-tahap konseling kelompok, dan (c)

keterkaitan penggunaan layanan konseling kelompok dalam meningkatkan konsep

diri siswa.

A. Konsep Diri

Setiap individu pasti mempunyai penilaian terhadap dirinya sendiri yang disebut

dengan konsep diri. Konsep diri dapat di definisikan secara umum sebagai

keyakinan, pandangan, atau penilaian seseorang terhadap dirinya.

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah cara pandang serta menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi

kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun

(29)

penilaian kita. Sehingga konsep diri dalam istilah umum mengarah pada persepsi

individu mengenai dirinya sendiri.

Pai (dalam Djaali, 2008: 23-25) mengemukakan yang dimaksud dengan konsep

diri:

konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Jadi, konsep diri merupakan cara pandang individu terhadap dirinya sendiri.

Pandangan tersebut berkaitan dengan apa yang diketahui, rasakan tentang

perilakunya. Selain itu, konsep diri juga berkaitan dengan bagaimana perilaku

individu tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Sedangkan Rogers (dalam Thalib, 2012:121) menyatakan bahwa konsep diri

adalah konsep kepribadian yang paling utama, berisi ide-ide, persepsi, dan

nilai-nilai yang mencakup tentang kesadaran dirinya.

Konsep diri yang dimaksud adalah kepribadian yang paling utama dan paling

penting, dimana konsep diri tersebut terdiri dari ide persepsi, nilai, aturan yang

mencakup atau berhubungan dengan diri sendiri. Artinya pandangan tersebut

dapat berupa pandangan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar atau orang lain

dan pandangan diri sendiri.

Greenwald (dalam Thalib, 2012:121) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan suatu organisasi dinamis yang didefinisikan sebagai skema kogniti tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa, serts kontrol terhadap pengolahan inormasi diri yang relevan.

Fits (dalam Agustiani, 2006: 139), mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang,

(30)

Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang

dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang

inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar,

biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan

yang dipersepsikan oleh dirinya sendiri..

Dari berbagai pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri

merupakan pandangan diri, penilaian diri, gambaran diri, pengalaman diri dari

individu tentang nilai, aturan, persepsi dari berbagai hal mengenai dirinya sejak

kecil, terutama berkaitan dengan perlakuan orang lain terhadapnya, bagaimana

individu memahami diri sendiri dan orang lain, bagaimana mengungkapkan

perasaan, ide dan pendapat. Oleh karena itu konsep diri sangat penting dalam

mengenal dan menilai diri individu sendiri, mengenal kelebihan dan kekurangan,

karakter dan sikap individu dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan dan persepsi

tersebut dapat bersifat psikologis, sosial, dan psikis. Konsep diri juga berisi

tentang bagaimana perilaku dan pemikirannya berpengaruh terhadap orang lain.

2. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri

Fits (dalam Agustiani, 2006: 139-142) konsep diri terbagi dalam dua dimensi

pokok ialah sebagai berikut:

a. Dimensi Internal

Dimensi internal disebut juga sebagai kerangka acuan internal, yang merupakan penilaian yang dilakukan individu yakni terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.

Dimensi internal terdiri dari 3 bentuk, yaitu: 1) Identitas Diri

(31)

label-label dan symbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks.

2) Diri Pelaku

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini terkait erat dengan identitas diri.

Diri yang adekuat akan menunjukan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

3) Penerimaan/Penilaian Diri

Penilaian diri berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara antara identitas diri dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karenanya, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.

Penilaian lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Penilaian diri menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Yakni dengan kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya.

Sebaliknya bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif.

b. Dimensi Eksternal

(32)

Dimensi eksternal dibedakan atas lima bentuk yaitu: 1) Fisik

Fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya, dan keadaan tubuhnya.

2) Etik-moral

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaan dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3) Pribadi

Pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4) Keluarga

Keluarga menunjukan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.

5) Sosial

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitanya.

3. Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri

Sebagaimana menurut Muntholiah (2002: 33) Konsep diri berperan penting dalam

menentukan perilaku seseorang guna mengetahui diri kita sepenuhnya dalam

mengatasi konflik yang ada pada dirinya, dan untuk menafsirkan pengalaman

yang didapatnya. Oleh karena itu konsep diri diperlukan seseorang untuk

dijadikan sebagai acuan hidup.

Konsep diri seseorang bukan merupakan pembawaan sejak lahir melainkan

terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari masa

(33)

individu dengan lingkungan secara terus menerus. Konsep diri pada masa

kanak-kanak biasanya berbeda dengan konsep diri yang dimiliki ketika memasuki usia

remaja. Konsep diri seorang anak bersifat tidak realistis, tetapi kemudian konsep

diri yang tidak realistis itu berganti dengan konsep diri yang baru sejalan dengan

penemuan tentang dirinya atau pengalaman pada usia selanjutnya.

Filberg (dalam Muntholiah 2002: 28) menjelaskan bahwa keluarga dan teman

sebaya memberikan sifat-sifat dasar sosial dalam pembentukan dan perkembangan

konsep diri seseorang. Konsep diri berkembang melalui proses, pada umumnya

individu mengobservasi fungsi dirinya, selanjutnya individu menerima umpan

balik tentang siapa dirinya dari orang lain. Individu juga dapat melihat siapa

dirinya dengan melakukan perbandingan dengan orang lain (orang tuanya, teman

sebaya, dan masyarakat). Diri berkembang ketika individu merasakan bahwa

dirinya terpisah dan berbeda dari orang lain. Dari hal ini, tentunya dapat

disimpulkan bahwa konsep diri tidak terbentuk dan berkembang dengan

sendirinya melainkan didukung oleh adanya interaksi individu dengan orang lain

serta lingkungannya.

Calhoun (2005: 77) mengemukakan ada empat faktor yang dapat mempengaruhi

pembentukan dan perkembangan konsep diri pada individu yaitu:

a) Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal kita alami dan yang paling kuat. Individu tergantung pada orang tuanya untuk makanannya, perlindungannya, dan kenyamanannya. Orang tua memberi kita informasi yang konstan tentang diri kita.

(34)

kita mengenai diri kita sendiri, hal inilah yang membuat kita dapat mengenal diri kita sendiri. Selain itu individu juga dapat membuangkan interaksi dengan orang lain.

b) Teman sebaya

Kelompok teman sebaya anak menempati kedudukan kedua setelah orangtuanya. Untuk sementara mereka hanya cukup mendapatkan cinta dari orang tuanya, tetapi kemudian anak membutuhkan penerimaan anak-anak lain dikelompoknya. Jika penerimaan ini tidak datang, anak-anak digoda terus, dibentak atau dijauhi maka konsep diri ini akan terganggu. Disamping masalah penerimaan dan penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok sebayanya mungkin memiliki pengaruh pada pandangannya tentang dirinya sendiri.

c) Masyarakat

Anak-anak mulai terlalu mementingkan kelahiran mereka, kenyataan bahwa mereka hitam atau putih, orang Indonesia atau Belanda, anak direktur atau anak pemabuk. Tetapi masyarakat menganggap hal tersebut penting, fakta-fakta dan penilaian semacam itu akhirnya sampai kepada anak dan masuk kedalam konsep diri.

d) Belajar

Konsep diri dapat diperoleh dengan belajar. Dengan kata lain konsep diri merupakan hasil belajar dari individu tersebut. Belajar ini berlangsung secara terus setiap harinya, biasanya tanpa kita sadari.

Hilgart dan Bower (dalam Calhoun, 2005: 79) menyatakan bahwa konsep diri kita

adalah hasil belajar. Belajar ini berlangsung setiap hari, biasanya tanpa disadari.

Belajar didefinisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang

terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman.

Dengan demikian konsep diri dapat diperoleh dari hasil belajar yang biasanya

tanpa kita sadari, dan di dalam proses belajar tersebut terdapat

pengalaman-pengalaman individu dari hasil interaksi dengan orang lain dan lingkungan yang

lebih luas akan menyebabkan perubahan pada diri individu dalam menilai diri dan

(35)

4. Peranan Konsep Diri

Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin, penafsiran

pengalaman dan menentukan harapan individu. Konsep diri mempunyai peranan

dalam mempertahankan keselarasan batin karena apabila timbul perasaan atau

persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi

psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan

tersebut, ia akan mengubah perilakunya sampai dirinya merasakan adanya

keseimbangan kembali dan situasinya menjadi menyenangkan lagi.

Rakhmat (2005:104) memaparkan konsep diri merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam komunikasi dan interaksi interpersonal, karena setiap orang

bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya.

Artinya individu akan berperilaku sesuai dengan konsep diri yang ia miliki.

Misalnya bila seorang individu berpikir bahwa dia bodoh, individu tersebut

benar-benar bodoh. Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa dia memiliki

kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya

pada akhirnya dapat diatasi. Oleh karenaitu, individu tersebut berusaha hidup

dengan label yang diletakkan pada dirinya.

Kesimpulannya adalah konsep diri sangat berperan dalam mempertahankan dan

menentukan harapan individu, menyeimbangkan perasaan dan persepsi yang

bertentangan. Individu akan melakukan perilaku sesuai konsep dirinya. Jika

konsep dirinya rendah maka ia akan berperilaku kurang sesuai dan sebaliknya jika

individu memiliki konsep diri yang tinggi maka individu tersebut akan berperilaku

(36)

Individu tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase perkembangan. Setiap

fase perkembangan memiliki serangkaian tugas perkembangan yang harus

diselesaikan dengan baik sehingga akan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas

perkembangan pada fase berikutnya. Tugas perkembangan seorang remaja

menurut Havighurst (Sarwono, 2011 : 41) adalah :

Menerima kondisi fisiknya dan mampu memanfaatkan tubuhnya secara efektif. Penilaian yang baik terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri sendiri maupun orang lain, akan membangun konsep diri kearah yang baik. Penilaian yang baik akan menumbuhkan rasa puas terhadap diri, sebaliknya penilaian yang buruk terhadap kondisi fisik baik dari diri sendiri maupun orang lain akan membuat seseorang merasa ada kekurangan dari tubuhnya, sehingga merasa tidak puas terhadap kondisi fisiknya dan menjadi bersikap buruk terhadap diri sendiri.

Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya yang sesama jenis kelaminnya ataupun yang berbeda.

Menerima jenis kelaminnya sebagai laki-laki dan perempuan.

Berusaha mencapai kemandirian emosi dari orang tua dan orang dewasa lain. Menurut Richmond dan Sklansky ( Sarwono, 2011 : 74), inti tugas perkembangan periode awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan (the strike for autonomy)

Mempersiapkan karir ekonomi. Remaja yang duduk di bangku sekolah menengah atas memberi perhatian yang besar pada tugas perkembangan ini karena karir ekonomi akan menentukan kebahagiaan remaja dimasa yang akan datang yaitu dalam perkawinan dan keluarga (Hurlock,2004:10).

Mempersiapkan diri untuk membina perkawinan dan kehidupan keluarga.

Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.

Memiliki sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman bertingkah laku.

Menurut Hurlock (2004: 237), Setiap tugas perkembangan akan mempengaruhi

perkembangan konsep diri, karena pada dasarnya tugas-tugas perkembangan

remaja tersebut adalah penyesuaian terhadap berbagai aspek kepribadian. Konsep

diri adalah inti pola kepribadian. Kegagalan dalam melaksanakan tugas

perkembangan dapat menimbulkan konflik dan ketegangan. Konflik utama yang

(37)

versus role confusion). Pencarian identitas menjadi penting selama masa remaja karena dihadapkan pada sejumlah perubahan psikologis, fisiologis, seksual,

kognitif/intelektual, dan sosial yang baru dan beragam.

Sebagaimana menurut Hurlock (2004: 239), Remaja harus mampu

menghubungkan peran dan keterampilan yang telah dicapai dengan tuntutan di

masa mendatang. Pembentukan konsep diri pada remaja sangat penting karena

akan mempengaruhi kepribadian, tingkah laku, dan pemahaman terhadap dirinya

sendiri. Remaja memiliki konsep diri yang cenderung menetap dan stabil, yang

telah terbentuk ketika masa kanak-kanak. Pada perkembangannya konsep diri

akan ditinjau kembali dengan adanya pengalaman sosial dan pribadi yang baru.

Peninjauan kembali terhadap konsep diri didasarkan pada penilaian lingkungan

terhadap keadaan diri individu yang dapat bersifat kualitatif, yaitu mengubah sifat

yang tidak diinginkan dengan suatu sifat yang dikagumi masyarakat, maupun

bersifat kuantitatif, yaitu memperkuat sifat yang diinginkan dan memperlemah

sifat yang tidak diinginkan. Peninjauan kembali yang lebih umum terjadi adalah

yang bersifat kuantitatif. Sedangkan menurut Sarwono (2011:74), Proses

perubahan dalam peninjauan kembali tersebut merupakan hal yang harus terjadi

pada remaja karena dalam proses pematangan kepribadiannya, remaja akan

memunculkan sifat-sifat yang sesungguhnya.

Menurut Hurlock (2004: 237) konsep diri merupakan komponen inti kepribadian

yang berkembang selama rentang kehidupan manusia sesuai dengan pengalaman

(38)

Pada usia 18 tahun, untuk mengenali wajah mereka sendiri dan menunjuk

pada gambar diri mereka ketika namanya disebutkan. Pada masa

kanak-kanak, anak mengembangkan pemahaman mengenai dirinya sendiri dan

tempatnya di masyarakat. Sampai usia tujuh tahun anak mendefinisikan

diri dalam pengertian fisik. Mereka menyebut ciri-ciri diri mereka yang

konkret dan dapat dilihat seperti warna rambut, Positif badan, dan lain

sebagainya. Pada pertengahan masa kanak-kanak pemahaman diri secara

bertahap berubah menjadi fakta yang lebih abstrak dan psikologis. Anak

membedakan pikiran dan tubuh, diri subjektif dan kejadian eksternal,

serta karakteristik mental dan motivasional. Anak juga mulai berfikir

mengenai diri mereka sendiri, menyadari bahwa mereka dapat memantau

pikirannya sendiri dan merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang lain

Pada masa remaja sistem diri bersifat lebih abstrak, kompleks, dan

koheren. Remaja lebih menekankan karakteristik psikologis internal,

stabil, dan terintegrasi. Remaja juga menunjukkan pengertian kontinuitas

yang riil, memudahkan gagasan mereka mengenai diri saat ini dan yang

akan datang pada pemahaman dirinya.

Ketika anak-anak memasuki masa remaja, konsep diri mereka mengalami

perkembangan yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri

mereka.

Remaja yang memiliki konsep diri tinggi akan menyukai dan menerima keadaan

diirnya sehingga akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, dan mampu

(39)

realistis akan lebih mampu menentukan tujuan yang sesuai dengan

kemampuannya sehingga akan lebih mudah mencapai tujuannya tersebut.

Sedangkan remaja yang memiliki konsep diri yang rendah, ia akan

mengembangkan perasaan tidak mampu dan perasaan yang buruk terhadap

dirinya, sehingga selalu merasa ragu dan kurang percaya diri

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri remaja dipengaruhi oleh

tugas-tugas perkembangan dan bagaimana konsep diri yang telah terbentuk pada

masa kanak-kanak.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sudeen (dalam Hutagalung, 2007) ada beberapa faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari

3 bagian yaitu:

a. Teori Perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap

sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang

lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah

dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan

dengan bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan,

pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area

tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri

(40)

b. Significant Other (orang yang terpenting atau terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan

orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara

pandangan diri yang merupakan interprestasi diri dengan pandangan orang

lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja

dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang

dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan

sosialisasi.

c. Self Perception (Persepsi diri)

Persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi

individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat

dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang baik. Sehingga

konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu.

Individu dengan konsep diri yang tinggi dapat berfungsilebih efektif yang

dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual, dan

penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang rendah dapat dilihat

dari hubungan individu dan sosialnya yang terganggu.

6. Usaha-Usaha Untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Remaja

Remaja adalah pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri, dan

kedewasaan. Untuk itu, remaja perlu membekali diri dengan pandangan yang

benar tentang konsep diri. Remaja perlu menjadi diri yang memiliki konsep diri

yang tinggi. Remaja perlu menjadi diri yang efektif agar dapat mempengaruhi

(41)

yang mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai, saling

terbuka, saling memperhatikan kebutuhan, dan saling mendukung.

Pada remaja konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa.

Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding

dengan usia perkembangan lainnya. Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan

dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu

lain, terutama dengan orang-orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam

peristiwa kehidupan.

Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang yang

lebih baik atau lebih buruk. Hurlock (2004) mengatakan bahwa konsep diri

bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat

penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan

pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi

dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui

pengaruhnya pada konsep diri.

Menurut Hurlock (2004) terdapat 8 kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep

diri remaja, yaitu:

a. Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mampu mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Sedangkan remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.

b. Penampilan diri

(42)

merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan dan menambah dukungan sosial.

c. Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diridan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.

d. Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh.

e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

f. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep tean-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.

g. Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.

h. Cita-cita

Bagi remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak realistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.

B. Layanan Konseling Kelompok

(43)

1. Pengertian Konseling Kelompok

Sukardi (2008) mengartikan bahwa Konseling kelompok yaitu layanan

bimbingan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan

untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui

dinamika kelompok.

Klien adalah orang pada dasarnya tergolong orang normal, yang menghadap

berbagai masalah yang tidak memerlukan perubahan struktur kepribadian yang

untuk diatasi. Para klien dapat memanfaatkan suasana komunikasi antar pribadi

dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap

nilai-nilai kehidupan dan tujuan tujuan hidup serta untuk belajar dan menghilangkan

sikap-sikap perilaku tertentu.

Konseling kelompok berorientasi pada masalah-masalah yang dihadapi

anggotanya. Isi dan pokok pembicaraan dalam konseling kelompok sebagian

besar ditentukan oleh anggotnya yang terdiri dari individu yang dapat berfungsi

dengan baik dan tidak membutuhkan rekonstruksi kepribadian lebih lanjut.

Kegiatan konseling kelompok banyak berkaitan dengan penyelesaian tugas tugas perkembangan hidup selama hidupnya. “

Berdasarkan definisi tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa konseling

kelompok merupakan upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani

perkembanganya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan.

Dengan kata lain, konseling kelompok merupakan usaha bantuan yang diberikan

(44)

agar individu yang bersangkutan dapat menjalani perkembanganya dengan lebih

mudah.

2. Tujuan Konseling Layanan Kelompok

Konseling kelompok ditujukan untuk memecahkan masalah klien serta

mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Prayitno (Tohirin,

2007:67) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:

“Terkembangnya perasaan, pikiran, wawasan dan sikap terarah pada tingkah laku khususnya dan bersosialisasi dan berkomunikasi; terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu- individu lain yang menjadi peserta layanan”.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa adanya pencapaian tujuan

yang jelas dalam suatu kegiatan layanan konseling menjadi suatu keharusan agar

kegiatan dapat terarah dan dapat dilaksanakan secara optimal.

3. Komponen dalam Layanan Konseling Kelompok

Menurut Prayitno (2004:4-12) Dalam layanan konseling kelompok berperan dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan peserta atau anggota kelompok.

1. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional.

a. Karakteristik Pemimpin Kelompok

Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya pemimpin kelompok adalah seorang yang:

1) Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi

(45)

meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman, menggembirakan, dan membahagiakan; serta mencapai tujuan bersama kelompok.

2) Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani,

meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang

tumbuh dalam aktifitas kelompok.

3) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan

nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan tidak antagonistik dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.

Keseluruhan karakteristik di atas membentuk Pemimpin Kelompok yang

berwibawa di hadapan dan di tengah-tengah kelompoknya. Kewibawaan

ini harus dapat dirasakan secara langsung oleh para anggota kelompok.

Dengan kewibawaan itu Pemimpin Kelompok, menjadi panutan

bertingkah laku dalam kelompok, menjadi pengembang dan pensinergian

konten bahasan, serta berkualitas yang mendorong pengembangan dan

pemecahan masalah yang dialami para peserta kelompok.

b. Peran Pemimpin Kelompok

Dalam mengarahkan suasana kelompok melaui dinamika kelompok,

pemimpin kelompok berperan dalam pembentukan kelompok dari

sekumpulan (calon) peserta (terdiri atas 8-10 orang), sehingga terpenuhi

syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan

(46)

1) Terjadinya hubungan antara-anggota kelompok, menuju keakraban di

antara mereka

2) Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok, dalam

suasana keakraban

3) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan

kelompok

4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga

mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak menjadi yes-mam

5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha dan mampu “tampil beda” dari kelompok lain.

2. Anggota Kelompok

Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk

kumpulan individu menjadi sebuah kelompok (jumlah anggota kelompok), dan

homogenitas/heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja

kelompok.

a. Besarnya Kelompok

Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi

efektifitas konseling kelompok. Kedalaman dan variasi pembahasan

menjadi terbatas, karena sumbernya (yaitu para anggota kelompok)

memang terbatas. Disamping itu dampak layanan juga terbatas, karena

hanya didapat oleh 2-3 orang saja. Kondisi seperti itu mengurangi makna

keuntungan ekonomis konseling kelompok. Hal ini tidak berarti bahwa

(47)

kurang efektif. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar juga kurang

efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif

individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif; kesempatan berbicara, dan memberikan/menerima “sentuhan” dalam kelompok

kurang, padahal melalui sentuhan-sentuhan dengan frekuensi tinggi itulah

individu memperoleh manfaat langsung dalam layanan konseling

kelompok.

b. Peranan Anggota Kelompok

Peran anggota kelompok (AK) dalam layanan konseling kelompok bersifat

dari, oleh, dan untuk para anggota kelompok itu sendiri. Masing-masing anggota kelompok beraktifitas langsung dan mandiri dalam bentuk:

1) Mendengar, memahami, dan merespon dengan tepat dan positif

2) Berpikir dan berpendapat

3) Menganalisis, mengkritisi, dan beragumentasi

4) Merasa, berempati dan bertindak

5) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama

4. Tahap penyelenggaraan layanan konseling kelompok

Ada empat (4) tahap yang harus dilaksanakan dalam layanan konseling kelompok,

yaitu:

a. Tahap Pembentukan

Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah seperti pengenalan dan

pengungkapan tujuan, terbangunnya kebersamaan, keaktifan pemimpin

(48)

Pola keseluruhan tahap pertama ini dapat disimpulkan ke dalam bagan 2.1

di bawah ini:

Bagan 2.1

Tahap I: Pembentukan

b. Tahap Peralihan

Tahap ini merupakan tahap untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke

dalam kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan

kelompok.

2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b) asas-asas kegiatan kelompok.

1. Angggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok.

2. Tumbuhnya suasana kelompok. 3. Tumbuhnya minat anggota mengikuti

kegiatan kelompok.

4. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan membantu diantara para anggota.

5. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka. 6. Dimulainya pembahasan tentang tingkah

laku dan perasaan dalam kelompok.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Menampilkan doa untuk mengawali kegiatan.

2. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka.

3. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati.

4. Sebagai contoh.

(49)

Pola keseluruhan tahap kedua ini dapat disimpulkan ke dalam bagan 2.2 dibawah ini:

Bagan 2.2 Tahap II: Peralihan

Gambar 2.2 Tahap Peralihan dalam Layanan Konseling Kelompok

c. Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan pencapaian tujuan atau penyelesaian tugas.

Pola keseluruhan tahap ketiga ini dapat disimpulkan kedalam bagan 2.3 dibawah ini:

TAHAP II PERALIHAN

Tema : Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga

Tujuan:

1. Terbebaskannya anggota dari

perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya.

2. Makin mantapnya suasana

kelompok dan kebersamaan.

3. Makin mantapnya minat untuk ikut

serta dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan :

1. Menjelaskan kegiatan yang akan

ditempuh pada tahap berikutnya.

2. Menawarkan sambil mengamati

apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).

3. Membahas suasana yang terjadi.

4. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota.

5. Kalau perlu kembali ke beberapa

aspek tahap pertama (tahap pembentukan).

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK:

1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.

2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih

kekuasaan atau permasalahan.

3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.

(50)

Bagan 2.3 Tahap III: Kegiatan

Gambar 2.3 Tahap Kegiataan dalam Layanan Konseling Kelompok

d. Tahap Penutup

Tahap ini merupakan tahap penilaian untuk melihat kembali apa yang

sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan

selanjutnya.

TAHAP III KEGIATAN

Tema : Kegiatan pencapaian tujuan, yaitu pembahasan masalah klien

Tujuan:

1. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah

pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.

2. Kelompok memilih masalah mana yang hendak

dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.

3. Klien (anggota kelompok yang masalahnya

dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci masalah yang dialaminya.

4. Seluruh anggota kelompok ikut serta membahas

masalah klien melalui berbagai cara, seperti bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan.

5. Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespon

apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan kelompok.

6. Kegiatan selingan.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka.

2. Aktif tetapi tidak banyak bicara.

3. Mendorong, menjelaskan, memberi penguatanm menjembatani dan

(51)

Pola keseluruhan tahap keempat ini dapat disimpulkan kedalam bagan 2.4 dibawah ini:

Bagan 2.4

Tahap III: Pengakhiran

Gambar 2.4 Tahap Pengakhiran dalam Layanan Konseling Kelompok

5. Evaluasi Kegiatan Konseling Kelompok

Penilaian kegiatan konseling kelompok tidak ditujukan pada “hasil belajar” yang

berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan yang diperoleh para TAHAP IV

PENGAKHIRAN

Tema : Penilaian dan Tindak Lanjut

Tujuan:

2. Peminpin kelompok dan anggota

mengemukakan kesan dan

hasil-1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka.

2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan

anggota.

3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut.

4. Penuh rasa persahabatan dan empati.

(52)

peserta, melainkan diorientasikan pada pengembangan pribadi klien dan hal-hal

yang dirasakan oleh mereka berguna.

Dalam konseling kelompok, penilaian hasil kegiatan dapat diarahkan secara

khusus kepada peserta yang masalahnya dibahas. Peserta tersebut diminta

mengungkapkan sampai seberapa jauh kegiatan kelompok telah membantunya

memecahkan masalah yang dialaminya.

6. Analisis Tindak Lanjut

Analisis dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk kemajuan para

peserta dan seluk beluk penyelenggara layanan. Dari sini akan dikaji apakah hasil

pembahasan/pemecahan masalah sudah tuntas atau masih ada aspek yang belum

dijangkau dalam pembahasan tersebut.

Dalam analisis, konselor sebagai pemimpin kelompok perlu meninjau kembali

secara cermat hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan seperti: penumbuhan dan

jalannya dinamika kelompok, peranan dan aktivitas sebagai peserta,

homogenitas/heterogenitas anggota kelompok, kedalaman dan keluasan

pembahasan, kemungkinan keterlaksanaan alternatif pemecahan masalah yang

dimunculkan dalam kelompok, dampak pemakaian teknik tertentu oleh pemimpin

kelompok, dan keyakinan penerapan teknik-teknik baru, masalah waktu, tempat,

dan bahan acuan, perlu narasumber lain dan sebagainya. Dengan demikian,

(53)

C. Keterkaitan Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Konsep Diri Siswa

Konsep diri adalah citra total diri kita, apa yang kita yakini tentang diri kita

sebenarnya dan gambaran keseluruhan dari kemampuan dan sifat kita (Papalia,

2008:366). Gambaran tentang diri menjadi fokus pada remaja seiring anak

mengembangkan kesadaran akan diri mereka (Papalia, 2008:366). Individu dapat

mengenal tentang dirinya sendiri menyangkut perasaan, perilaku, dan pikiran

bagaimana nantinya hal-hal tersebut berpengaruh terhadap interaksi dengan orang

lain. Oleh karena itu konsep diri terjadi pada individu yang terbentuk dari

pengalaman dan proses interaksinya dengan orang lain.

Konsep diri terbentuk dan berubah karena hubungan dan interaksinya dengan

orang lain dimana mereka dapat berlatih tentang bagaimana harusnya berperilaku,

berperasaan dan berpikir, belajar mendengarkan pendapat dan informasi dari

orang lain, belajar memberi dan menerima, belajar memecahkan masukan

berdasarkan masukan dan saran dari orang lain.

Vasta (dalam Dariyo. 2007:208) menyatakan bahwa konsep diri seorang individu

dipengaruhi oleh kematangan dan kemampuan menerima dan memproses

informasi yang diperoleh dari lingkungan hidupnya. Salah satu lingkungan yang

dapat membantu dalam perkembangan individu adalah sekolah. Sekolah

merupakan tempat individu berlatih, belajar, berinteraksi dan menemukan

pengalaman baru individu dapat membentuk dan mengembangkan konsep

(54)

kekurangan diri, mampu mengevaluasi diri, merasa setara dengan orang lain,

bersikap optimis, dan mampu memecahkan masalah.

Dalam pembentukan konsep diri tersebut individu dibantu oleh wali kelas, guru

mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling serta orang tua diajak bekerja sama

dalam pembentukan konsep diri mereka.

Dariyo (2007: 202) menyatakan lingkungan sosial meliputi orang tua, teman pergaulan, tetangga, lingkungan sekolah, teman sekolah, guru pembimbing, guru mata pelajaran, kepala sekolah, aturan-aturan sekolah mempengaruhi konsep diri individu dalam hidupnya. Adanya hubungan menuntut individu untuk dapat memiliki kemampuan berinteraksi sosial.

Sekolah telah menyusun dan membuat suatu layanan atau kegiatan yang dapat

membantu individu dalam pembentukan dan pengembangan diri mereka selain

perolehan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di kelas oleh guru mata

pelajaran. Layanan tersebut dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling yang

terdapat dalam pola 17 yang terdiri dari empat bidang bimbingan, tujuh layanan,

lima layanan pendukung. Salah satu layanan yang diberikan adalah konseling

kelompok. Dimana layanan konseling kelompok diberikan kepada beberapa

individu dengan memberikan bantuan yang mereka butuhkan.

Konseling kelompok mempunyai tujuan membantu anggota kelompok agar dapat

mengurangi pandangan diri yang berpusat pada kerusakan diri dan bersama-sama

mencapai pandangan realistis dan berpandangan toleran satu sama lain, dan

berlatih bersama guna perubahan perilaku sebagai perwujudan pemikiran rasional

dan emosi pantas, serta menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang

Gambar

Gambar
Gambar 1.1. Alur kerangka pikir
Gambar 2.1 Tahap Pembentukan dalam Layanan Konseling Kelompok
Gambar 2.2 Tahap Peralihan dalam Layanan Konseling Kelompok
+5

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, dengan menggunakan sample dalam penelitian yaitu laporan laba rugi dan neraca yang berisi data pendapatan premi dan rentabilitas dan laba dari

(2) Telah terjalin hubungan baik yang berlangsung dalam jangka waktu lama antara para agen dan kompetitor, seperti pemberian bonus serta berbagai macam potongan harga yang

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

If the property element has no child elements, the right column contains the value (“.”), otherwise the value is treated as another structured data type and contains a nested table

Sehubungan dengan proses Evaluasi PraKualifikasi seleksi umum untuk Paket Pekerjaan Perencanaan Teknis Pembangunan Sarana Prasarana pemerintah di Jalan Akhmad Muksin Timbau (Gedung

proses pembelajaran. Analisis dari hasil belajar peserta didik bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan peserta didik dalam memahami materi yang

Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Besaran Fisika dan Satuannya (62- 71).. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri

Sampai gugatan ini diajukan tergugat belum atau tidak membayar uang pengganti kepada negara, oleh karena membayar uang pengganti kepada negara atas dasar Putusan