Lampiran 1. Bagan Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Lampiran 2. Gambar Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Lampiran 3. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Penyaring
Gambar3. Alat Ultrasonic Cleaner
Lampiran 4. Neraca Mikro Dan Neraca Analitik
Gambar 5. Neraca Mikro
Lampiran 7. Perhitungan Penetapan Kadar Trikosan pada Pasta Gigi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
h. Penetapan Kadar Triklosan Secara KCKT
Fase gerak : Metanol : Asam fosfat 0,085 % (80 : 20)
Kolom : Panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm berisi
oktadesilsilana (RP 18)
Laju alir : 1,0 ml/menit
Suhu kolom : 40 ˚C
Volume penyuntikan : Larutan A dan B masing-masing 20 μL
Detektor : UV pada panjang gelombang 280 nm
Baku : Triklosan 99,8%
Tabel 2. Data Kromatogram Larutan Baku Triklosan
Rumus:
Lu = Luas puncak larutan uji
Lb = Luas puncak larutan baku
Bb = Bobot baku
Bu = Bobot uji
Fu = Pengenceran larutan uji
Fb = Pengenceran larutan baku
P = Kemurnian baku
Maka kadar rata-rata triklosan pada sampel adalah:
0,0976% + 0,1180%
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 32.
Anonim. (2010). Pasta Gigi Sebagai Salah Satu Media Dalam Menjaga Rongga Mulut. Http: //repository .usu. ac. id / bistream/ 123456789 /26604/ 3/chapter%204.pdf. 04 April 2013. Hal. 15-21.
Anonim. (2008). Triclosan. Amerika: Department of Health and Human Services. Hal. 2-4.
Bayuarti, D. Y. (2006). Kajian Proses Pembuatan Pasta Gigi Gambir (Uncaria Gambir Roxb) Sebagai Antibakteri. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal: 1-13.
DitJen, POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 4.
Gandjar, I. G., dan A. Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378-400.
Johnson, E. L., dan Stevenson, R. (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kokasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Hal. 291-302.
Loho, T., dan Lidya, U. (2007). Uji Efektivitas Antiseptik Triklosan 1% Terhadap Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Enterococcus faecalis, dan Pseudomonas aeruginosa. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 172-177.
Mansjoer, S., dan Fauzia. (1989). Antiseptika, Desinfektan dan Sterilitas. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 2.
Paten, Indonesia. (1997). Bahan Pemelihara Gigi yang Memiliki Rasa Obat Tertentu Di Mulut Dengan Nilai Analisi Gigi Radioaktif Rendah. Jakarta: Kantor Paten Republik Indonesia. Hal. 10.
PPOMN RI. (2009). Metode Analisis. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal. 42.
Rahayu, T., Hana, T., dan Iwa, W. (2006). Pengaruh Penggunaan Pasta Gigi Yang Mengandung Triklosan, Baking Soda dan Enzim Terhadap Aktivitas Laktoperoksidase Saliva. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 2.
Rohman, Abdul. (2009). Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 111-121.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 3.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian penetapan kadar triklosan pada pasta gigi secara kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT) dilakukan di Laboratorium Kosmetik, Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar
Pasar V Barat 1 No. 2 Medan.
3.2 Alat
Alat yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT dengan kolom
oktadesilsilana (RP 18), detektor UV, sonikator, penyaring membran PTFE 0,45
μm, penyaring vakum, timbangan analitik, beaker gelas, batang pengaduk, labu
tentukur 100 ml, pipet volume ukuran 1 ml, gelas ukur, erlenmeyer 25 ml.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah baku triklosan, pasta gigi, asam sulfat 10%,
metanol derajat KCKT, akuadest, dan asam fosfat 0,085%. 3.4 Sampel
- Nama contoh : Pasta gigi
- Wadah/Kemasan : Tube/190 gram
- No. Batch : -
- No Reg : POM CD 1301602599
calcium glycerophospate, precipitated calsium
carbonat, sorbitol, water, PEG 600, hydrated
silicone dioxide precipitated, sodium lauryl
sulphate, sodium carboxy methyl cellulose, flavor,
mono sodium phosphate, sodium saccharne
formaldehyde.
- Kadaluarsa : -
- Produksi : -
3.5 Prosedur 3.5.1 Larutan Uji
Sejumlah 1 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam labu
Erlenmeyer 25 ml, kemudian ditambahkan 0.5 ml H2SO4 10% dan 10 ml
metanol. Campuran disonikasi selama 10 menit sambil sesekali digoyang.
Kemudian di saring menggunakan penyaring membran ukuran 0,45 μm. Didapat
larutan A.
3.5.2 Larutan Baku Pembanding
Baku pembanding triklosan ditimbang seksama lebih kurang 10 mg,
dimasukan dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan metanol kemudian
disonikasi selama 10 menit. Lalu encerkan dengan metanol sampai garis tanda dan
didapat larutan B.
3.5.3 Penetapan Kadar Triklosan
Larutan A dan larutan B masing-masing disuntikkan secara terpisah dan
kolom: panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm berisi oktadesilsilana (RP 18)
dengan ukuran partikel 5 mm, detektor: UV pada panjang gelombang 280 nm,
dengan laju alir 1,0 ml/menit, dengan volume injeksi 20 μl, dengan fase gerak
campuran 800 ml metanol, 200 ml asam fosfat 0,085% dalam labu tentukur 1000
ml, dan disaring dengan menggunakan filter 0,45 μm, dan diinjeksikan kedalam
KCKT.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam
oleh CBM (Communication Bus Module) yakni sejenis penghubung dengan
sistem komputer yang dilengkapi dengan pencetak kromatogram.
Kromatogram larutan baku dan larutan uji dapat dilihat pada lampiran 5
halaman 35
3.6 Interpretasi Hasil
Kadar triklosan dalam pasta gigi secara kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) dapat dihitung dengan rumus:
��
Lu = Luas puncak larutan uji
Lb = Luas puncak larutan baku
Bb = Bobot baku
Bu = Bobot uji
Fu = Pengenceran larutan uji
Fb = Pengenceran larutan baku
3.7 Persyaratan
Menurut metode analisis PPOMN 2009 kadar triklosan pada sediaan pasta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada pengujian penetapan kadar triklosan pada pasta gigi secara
kromatografi cair kinerja tinggi diperoleh kadar triklosan sebagai berikut:
Zat Uji Bobot Uji
Tabel 1. Kadar triklosan dalam pasta gigi
Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap penetapan kadar triklosan
pada pasta gigi secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) diperoleh kadar
triklosan sebesar 0,1078%.
Kromatogram hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6 halaman
34 dan 35, sedangkan perhitungan penetapan kadar triklosan pada pasta gigi
secara KCKT dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 36-37.
4.2 Pembahasan
Triklosan merupakan senyawa yang berkhasiat bakteriostatis terhadap
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, tetapi tidak aktif terhadap
Pseudomonas, ragi dan jamur. Aktivitas antimikroba triklosan didapatkan pada
Triklosan pada pasta gigi dapat ditetapkan kadarnya dengan kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT) karena analisis dengan KCKT cepat, daya pisah baik,
peka, penyiapan sampel yang mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor
yang sesuai. Panjang gelombang yang dipilih adalah 280 nm, karena pada panjang
gelombang tersebut triklosan memberikan respon puncak yang baik.
Metode KCKT yang digunakan pada penetapan kadar triklosan pada pasta
gigi adalah kromatografi partisi metode kolom fase terbalik yakni fase diam
bersifat non polar berupa oktadesilsilan (C18) dan fase gerak bersifat polar yaitu
metanol : asam fosfat 0,085% (80:20). Pada saat penggunaan metode kolom fase
terbalik terjadi kompetensi antara fase gerak dengan sampel yang diuji yang
terjadi di dalam kolom.
Triklosan yang diuji secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
menggunakan detektor pada panjang gelombang 280 nm ditunjukan dengan
adanya puncak pada waktu retensi 4,912 (penyuntikan I) dan 4,898 (penyuntikan
II) menit setelah sampel disuntikan dengan luas area 2523631 (penyuntikan I) dan
2432473 (penyuntikan II).
Berdasarkan hasil penetapan kadar triklosan pada pasta gigi secara
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh bahwasanya pasta gigi yang
diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ada pada metode analisis PPOMN
2009, yaitu tidak lebih dari 0,3% dan kadar triklosan yang diperoleh dari pasta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan penetapan kadar triklosan pada pasta gigi dengan
metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa pasta gigi yang diuji
mengandung triklosan dengan kadar sebesar 0,1078% dimana pasta gigi yang
diuji memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada metode analisis PPOMN 2009
sebagai pengawet, yaitu tidak lebih dari 0,3%.
5.2 Saran
Sebaiknya penetapan kadar triklosan tidak hanya dilakukan pada produk
pasta gigi saja. Tetapi, dilakukan juga terhadap produk-produk kosmetika yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasta
Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Kelompok pertama dibuat dari gel
fase tunggal mengandung air, misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulosa,
kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya, Pasta Zink Oksida, merupakan
salep yang padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai
lapisan pelindung pada bagian yang diolesi (Ditjen POM, 1995).
Menurut Anief (1997), pasta dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
- Pasta berlemak, adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk).
- Pasta kering, adalah pasta bebas lemak mengandung lebih kurang 60% zat
padat (serbuk).
- Pasta pendingin, adalah serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal
dengan salep tiga dara.
- Pasta dentifriciae, adalah campuran kental terdiri dari serbuk dan
glycerinum yang digunakan untuk pembersih gigi. Contoh dari pasta ini
2.1.1 Pasta Gigi
Pasta gigi adalah campuran bahan penggosok, pembersih dan tambahan
yang digunakan untuk membantu membersihkan gigi tanpa merusak gigi maupun
membrane mukosa mulut (Bayuarti, 2006).
Menurut Bayuarti (2006), pasta gigi yang baik adalah yang tidak
menyebabkan gigi abrasi, tambalan berubah warna atau mengganggu
keseimbangan bakteri mulut. Awalnya syarat pasta gigi tidak begitu diperhatikan,
tetapi sekarang syarat-syarat tersebut menjadi penting dan terutama ditekankan
pada isi atau kandungannya. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah sebagai
berikut:
- Menyegarkan mulut
- Tidak berbahaya, lembut dan cocok untuk digunakan
- Stabil selama penyimpanan
2.1.2 Fungsi Pasta Gigi
Fungsi utama pasta gigi adalah untuk membersihkan gigi yang dianggap
sebagai manfaat kosmetik. Pasta gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi
berfungsi untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat gigi terhadap karies,
membersihkan dan memoles permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi
bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta memelihara kesehatan rongga
mulut (Anonim, 2010).
2.1.3 Jenis-jenis Pasta Gigi
Ada beberapa jenis pasta gigi yaitu pasta gigi anti karies, pasta gigi anti
a. Pasta gigi anti karies
Pasta gigi yang beredar dipasaran umumnya mengandung flour dalam
bentuk Natrium fluoride (NaF), Stanium Flouride (SnF), dan Sodium
monoflorofosfat (NaMNF). Pasta gigi Flouride efektif dalam mencegah dan
mengendalikan karies gigi. Flour dapat menghambat demineralisasi enamel dan
meningkatkan remineralisasi. Flour sangat berperan penting dalam kesehatan gigi
(Anonim, 2010).
b. Pasta gigi anti plak
Selama dua tahun terakhir, banyak pasta gigi yang diformulasikan
mengandung senyawa antimikroba untuk mencegah atau mengurangi plak,
kalkulus, dan karies gigi. Salah satu senyawa antimikroba tersebut adalah
triklosan (Anonim, 2010).
c. Pasta gigi pemutih
Senyawa yang ada dalam pasta gigi yang berfungsi sebagai pemutih antara
lain yaitu enzim, peroksida, surfaktan, sitrat, pirofosfat, dan hexametaphosfat
(Anonim, 2010).
d. Pasta gigi anti hipersensitivitas
Hipersensitivitas dentin merupakan suatu kondisi dari gigi yang sakit,
berupa rasa sakit yang singkat dan tajam, diakibatkan dentin yang tersingkap
dalam menerima stimulus yang berasal dari luar. Jenis bahan desensitisasi yang
digunakan dalam pasta gigi adalah Potassium citrate dan Stronsium chloride
2.1.4 Komposisi Pasta Gigi
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat suatu pasta
gigi adalah:
a. Bahan abrasif (20-50%)
Bahan abrasif yang terdapat pada pasta gigi umumnya berbentuk bubuk
pembersih yang dapat memolis dan menghilangkan stain dan plak. Bentuk dan
jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah kekentalan
pasta gigi. Contoh bahan abrasif antara lain silika atau hydrated silika, sodium
bikarbonat, aluminium oxide, dikalsium fosfat dan kalsium karbonat (Anonim,
2010).
b. Air (20-40%)
Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut (Anonim, 2010).
c. Humektan atau pelembab (20-35%)
Humektan merupakan suatu komponen yang berkhasiat untuk mencegah
kekeringan (mengeras) pada pasta gigi pada udara terbuka, karena humektan
berfungsi sebagai zat yang bisa menarik air dari lingkungan sehingga dapatmem
pertahankan kelembaban pasta gigi. Humektan yang digunakan tidak boleh toksik,
stabil dan mempunyai solubilitas yang baik serta rasa yang manis. Contoh
humektan yang sering digunakan adalah gliserin (Bayuarti, 2006).
d. Bahan perekat (1-2%)
Bahan perekat ini dapat mengontrol kekentalan dan memberi bentuk krim
pasta gigi. Contohnya glyserol, sorbitol dan polyethylene glycol (PEG) dan
cellulose gum (Anonim, 2010).
e. Surfectan atau Deterjen (1-3%)
Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah
Sodium Lauryl Sulphate (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan,
mengemulsi (melarutkan lemak) dan memberikan busa sehingga pembuangan
plak debris, material alba dan sisa makanan menjadi lebih mudah. Sodium Lauryl
Sulphate ini juga memiliki efek antibakteri (Anonim, 2010).
f. Bahan penambah rasa (0-2%)
Rasa dari suatu pasta gigi mempunyai karakteristik yang penting agar
dapat diterima oleh konsumen. Untuk tujuan ini maka perlu memilih bahan perasa
yang baik, yang dapat memberikan kesegaran pada mulut dan juga sekaligus
membersihkan gigi (Bayuarti, 2006).
Ada dua jenis aroma pasta gigi yaitu aroma mint dan rempah-rempah. Dua
rasa itu sangat berbeda dalam bahan dasarnya. Bahan perasa biasanya dari minyak
spearmint dan peppermint. Tambahkan sedikit mentol untuk memberikan efek
kesejukkan (Bayuarti ,2006).
Selain itu, rasa rempah-rempah terbuat dari beberapa pengharum seperti
ditambahkannya cengkeh (eugenol), wintergreen (metil salisilat), eukaliptus, adas
manis dan sebagainya. Rasa wintergreen biasanya dipakai di Amerika Serikat dan
g. Bahan terapeutik (0-2%)
Bahan terapeutik yang biasa ditambahkan dalam pasta gigi adalah flour,
bahan desensitisasi, bahan anti-tartar, bahan antimikroba, bahan pemutih, bahan
pengawet (Anonim, 2010).
2.2 Antiseptik
Antiseptika berasal dari bahasa yunani (sepsis = busuk), yaitu zat–zat yang
dapat mematikan atau menghentikan pertumbuhan mikroba setempat/lokal di
jaringan–jaringan hidup, khususnya di atas kulit atau selaput lendir: mulut,
tenggorokan, vagina, hidung, telinga dan lain–lain (Mansjoer dan Fauzia, 1989).
Antiseptika adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup, mempunyai
efek membatasi dan mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih parah. Antiseptika
digunakan pada permukaan mukosa, kutan dan luka yang terinfeksi. Antiseptika
yang ideal adalah dapat menghambat pertumbuhan dan merusak sel–sel bakteri,
spora bakteri jamur, virus dan protozoa, tanpa merusak jaringan tubuh
(Siswandono dan Bambang, 2000).
Antiseptika digunakan dalam bentuk sediaan tunggal atau digabungkan
dengan detergen, sabun, serbuk tabor, deodorant dan pasta gigi. Pada penggunaan
secara setempat, obat kadang–kadang menyebabkan iritasi kulit atau mukosa, dan
menimbulkan reaksi alergi atau dermatitis. Bila terserap obat menimbulkan
Senyawa yang mempunyai aktivitas antiseptik dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu turunan alkohol, amidin dan guanidine, zat warna,
halogen dan halogenofor, senyawa merkuri, senyawa fenol, senyawa kuartener,
senyawa perak dan turunan lain – lain (Mansjoer dan Fauzia, 1989).
2.2.1 Halogen dan Halogenofor
Halogenofor adalah kompleks antara halogen dengan senyawa organik.
Kompleks klorin dan iodin dengan senyawa organik dinamakan klorofor dan
iodofor. Halogen dan halogenofor digunakan sebagai antiseptik. Contoh dari
senyawa yang mengandung klorin adalah klorin dioksida, kloroksilenol,
oksiklorosen, natrium dan kalsium hipoklorit, dan triklosan. Sedangkan contoh
senyawa yang mengandung iodin adalah larutan iodium, tingtura iodii dan
povidon-iodin (Siswandono dan Bambang, 2000).
2.2.1.1 Triklosan
Rumus struktur :
Nama kimia : (2,4,4-trichloro-2-hydroxydiphenyl-ether)
Rumus molekul : C12H7Cl3O2
Berat moleuk : 289,54
Pemerian : Serbuk hablur, putih, dan tidak berbau
2.2.1.2 Penggunaan Triklosan
TrikIosan (2,4,4-trichloro-2-hydroxydiphenyl-ether) merupakan bahan
antiseptik yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1960 dan telah
digunakan dalam berbagai produk kesehatan, seperti sabun, pasta gigi, obat
kumur, kosmetik, dan lain sebagainya (Loho dan Lidya, 2007).
Triklosan digunakan sebagai antibakteri di sejumlah produk kebersihan
pribadi dan sebagai anti plak di pasta gigi. Triklosan juga digunakan sebagai
pengawet, fungisida, dan biosida dalam beberapa produk pembersih rumah tangga
(anonim, 2008).
2.2.1.3 Mekanisme kerja Triklosan
Triklosan aktif melawan berbagai bakteri Gram positif maupun Gram
negatif, namun pengaruhnya terhadap bakteri Gram positif lebih besar.
Antiseptik ini efektif melawan Methicillin resistant Staphylococcus aureus
(MRSA), namun aktivitasnya rendah terhadap P. aeruginosa. Triklosan tidak
efektif terhadap spora. Aktivitas fungisidal triklosan terbatas, terhadap yeast
cukup baik, sedangkan terhadap mold kurang. Aktivitas terhadap virus belum
diketahui (Loho dan Lidya, 2007).
Aktivitas antimikroba triklosan didapatkan pada konsentrasi 0,2-2%. Pada
konsentrasi tersebut bersifat bakteriostatik. Dahulu triklosan dianggap antiseptik
non-spesifik yang bekerja mempengaruhi struktur dan fungsi membran
sitoplasma. Triklosan juga mempunya efek membranotropik, yaitu menggangu
stabilitas struktur membran yang mengakibatkan penurunan integritas fungsional
bakterisidal, triklosan menyebabkan kebocoran kalium yang menandakan
terjadinya kerusakan membran (Loho dan Lidya, 2007).
2.3 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa
gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa
cairan ataupun suatu padatan. Penemu kromatografi adalah Tswett yang pada
tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan
menggunakan suatu kolom yang berisi kapus (CaSO4). Istilah kromatografi
diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang
bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga
menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun
Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang
proses kromatografi (Putra, 2004).
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu
fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile). Pemisahan-pemisahan
tergantung pada gerakan relative dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat
atau zat cair (Sastrohamidjojo, 1985).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahan-pemisahannya,
partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e)
kromatografi eksklusi ukuran; dan (f) kromatografi afinitas (Rohman, 2009).
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatgorafi dapat dibagi atas: (a)
kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis; (c) kromatgorafi cair kinerja
tinggi (KCKT); dan (d) kromatografi gas (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut
dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada
akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk
atau dalam sediaan farmasetik, serta obat dalam cairan biologis (Rohman, 2009).
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurniaan, analisis
senyawa-senyawa tidak mudah menguap, penentuan molekul-molekul netral, ion,
dan zwitter ion, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa
yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah
sedikit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Kromatografi cair kinerja tinggi paling sering digunakan untuk
menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam amino,
asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan
kadar-kadar senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau
dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran, memisahkan
polimer dan menentukan distribusi berat moleuklnya dalam suatu campuran,
kontrol kualitas, dan mengikuti jalannya reaksi sintesis (Gandjar dan Rohman,
2007).
Di dalam bidang farmasi, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farmasi yang dapat
digunakan sebagai uji identitas, uji kemurnian dan penetapan kadar. Titik beratnya
adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak
stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan kromatografi gas.
Banyak senyawa yang dapat dianalisis dengan KCKT mulai dari senyawa ion
anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan
obat/bahan obat campuran rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan
kiral (chorale trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif
(Putra, 2004).
Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT
dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemurnian sejumlah 277 (dua
ratus tujuh puluh tujuh) obat/bahan obat. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan benar-benar telah mengikuti
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam
2.3.2 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat terlarut terpisah
oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom
kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase
gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu
masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai
macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter
kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel. Untuk tujuan
memilih kombinasi kondisi kromatografi yang terbaik, maka dibutuhkan
pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor yang mempengaruhi
pemisahan pada kromatografi cair (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.3 Komponen-Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Adapun komponen-komponen yang terdapat pada kromatografi cair
kinerja tinggi adalah:
a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini
biasanya bisa menampung fase gerak antara 1–2 liter pelarut (Rohman, 2009).
Fase Gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih
polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar dari pada
fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut
(Rohman, 2009).
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fase gerak adalah
salah satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang
sangat luas pada solven yang digunakan untuk KCKT. Menurut Putra (2004), ada
beberapa sifat yang umum sangat disukai, yaitu fase gerak harus:
- Murni, tidak terdapat kontaminasi
- Tidak bereaksi dengan wadah
- Sesuai dengan detektor
- Melarutkan sampel
- Memiliki visikositas rendah
- Bila diperlukan, memudahkan “sample recovery”
- Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah
b. Pompa pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert
terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja
tahan karat, teflon, dan batu nilam (Gandjar dan Rohman, 2007).
Tujuan penggunaan pompa atau sistem pengantar fase gerak adalah untuk
menjamin proses pengantaran fase gerak berlangsung tepat, reprodusibel, konstan,
dan bebas dari gangguan. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja
Pompa dengan jenis pemindahan konstan lebih umum digunakan dibandingkan
dengan pompa jenis kinerja konstan. Pompa pemindahan konstan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating
menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu
membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis
dasar detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadap aliran. Keuntungan
utamanya adalah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan
aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).
c. Penyuntikan Sampel pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi
dengan keluk sampel internal atau eksternal (Rohman, 2009).
d. Kolom pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase diam untuk
berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Berhasil atau tidaknya suatu
analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai
(Rohman, 2009).
Menurut Putra (2004), kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
- Kolom analitik: Diameter dalam 2–6 mm. Panjang kolom tergantung pada
jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang
digunakan adalah 50–100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat,
- Kolom Preparatif: Umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar
dan panjang kolom 25–100 cm.
Kolom umumnya terbuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada
temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama
untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi (Putra, 2004).
e. Fase Diam pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara
kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil
benzene. Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling
banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan
kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).
f. Detektor pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di
dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif).
Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan yang rendah, kisar
respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu
kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperature sangat
diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Putra, 2004).
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor
universal (yang mampu mendeteksi zat secara emum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri
mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor
fluoresensi, dan elektrokimia (Ganjar dan Rohman, 2007).
g. Komputer, Integrator, atau Rekorder
Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder,
dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang
dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang
selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.4 Jenis-Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) berdasarkan pada sifat
fase diam yaitu:
a. Kromatografi Absorbsi
Pemisahan kromatografi adsorbsi menggunakan fase diam silika gel atau
alumnia. Fase geraknya berupa pelarut non-polar yang ditambah dengan pelarut
polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan
elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana ditambah
metanol. Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran isomer
struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda
(Gandjar dan Rohman, 2007)
b. Kromatografi Partisi
Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat.
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
atau dengan fenil. Fase diam yang paling popular digunakan adalah oktadesilsilan
(ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sedangkan
fase geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air atau dengan
larutan buffer (Rohman, 2009).
Ditinjau dari jenis fase diam dan fase geraknya, maka kromatografi partisi
dapat dibedakan atas:
- Kromatografi Fase Normal
Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak
ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana,
heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti
diklorometana, diklormetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan.
Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Gandjar dan
Rohman, 2007).
- Kromatografi Fase Terbalik
Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas larutan. Kandungan
utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang bercampur dengan air
seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran dan dimetilformamida
ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula asam,
basa, dapar dan surfaktan. Mutu air harus tinggi baik air destilasi maupun air
c. Kromatografi Penukar Ion
Kromatografi cair kinerja tinggi penukar ion menggunakan fase diam yang
dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar
ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya
adalah polistiren resin (Rohman, 2009).
Teknik ini tergantung pada penukaran (adsorbsi) ion-ion diantara fase
gerak dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal
dari polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah.
Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuartener merupakan jenis resin pilihan
baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan.
Teknik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara khas untuk
pemisahan asam-asam amino. Teknik ini dapat dipakai untuk keduanya,
kation-kation dan anion-anion (Johnson dan Stevenson, 1991)
d. Kromatografi Ekslusi
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi pemiasi (filtrasi) gel,
yang digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat
molekul lebih besar dari 2000 Dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa
silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus atau
berdifusi melewati fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pemisahan teknik ini berdasarkan pada ukuran molekul dari solut.
Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang sangat kecil
yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan dan ditahan
dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan (Johnson
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka
penggunaan pasta gigi dikalangan masyarakat menjadi hal yang umum.
Penggunaan pasta gigi ini ditujukan untuk membantu menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas dalam memberikan
kesehatan dan kebersihan gigi mulut, pasta gigi ditambahkan bahan yang bersifat
antiseptik, agar daya bersih dari pasta gigi ini terhadap kuman pada rongga mulut
lebih baik lagi. Di antara bahan antiseptik yang sering ditambahkan pada pasta
gigi adalah triklosan (Rahayu dkk, 2006).
Triklosan merupakan antimikroba spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik dan bakteriosid terhadap mikroba yang berada di rongga mulut.
Tetapi penggunaan triklosan sebagai zat antiseptik dapat mengganggu aktivitas
salah satu enzim pertahanan alamiah rongga mulut, yakni laktoperoksidase saliva
(Rahayu dkk, 2006).
Efek triklosan terhadap bakteri pembentuk plak gigi pada rongga mulut
relatif lemah, sehingga triklosan sering dikombinasikan dengan bahan-bahan lain
seperti, sitrat seng. Kadar triklosan yang dapat ditambahkan pada pasta gigi adalah
sekitar 0,01% sampai kira-kira 2% (Paten Indonesi, 1997).
Menurut metode analisis ppomn tahun 2009, triklosan pada sediaan pasta
menggunakan fase gerak campuran 800 ml metanol, 200 ml asam fosfat 0,085%,
fase diam kolom yang berisi oktadesilsilana dengan ukuran partikel 5 mm, laju
alir 1,0 ml/menit, volume injeksi 20 μl, dan detector dengan panjang gelombang
280 nm. Dimana persyaratan kadar triklosan yang terdapat di dalam pasta gigi
tidak boleh lebih dari 0,3%.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar
triklosan yang terdapat di dalam pasta gigi memenuhi syarat atau tidak.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai sumber informasi
bagi masyarakat terhadap penggunaan pasta gigi yang mengandung triklosan.
DETERMINATION OF TRIKLOSAN CONTENT IN TOOTHPASTE BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAFY (HPLC)
Abstract
Toothpaste is one of the important requirements for the maintenance and health of teeth and gums. Public awareness of the importance of dental hygiene make toothpaste manufactures often put out a new kind of toothpaste. People use toothpaste with the aim to eliminate germs and bacteria in the mouths so, oral health and freshness can be maintained. However, the number of dead bacteria due to the use of triclosan toothpaste use as an antiseptic it will make the chances of other bacteria grow out of control. So the use of toothpaste containing triclosan may be harmful to excessive oral health. Determination levels of triclosan in doing a high performance liquid chromatography (HPLC) to obtain the results that contained triclosan in toothpaste because it meets the requirements of triclosan levels < 0,3 %, ie, 0,1078%.
PENETAPAN KADAR TRIKLOSAN PADA PASTA GIGI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Abstrak
Pasta gigi merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi pemeliharaan dan kesehatan gigi dan gusi. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan gigi membuat produsen pasta gigi sering kali mengeluarkan pasta gigi jenis baru. Masyarakat menggunakan pasta gigi dengan tujuan untuk menghilangkan kuman dan bakteri yang ada dalam mulut mereka sehingga, kesehatan dan kesegaran rongga mulut dapat terjaga. Akan tetapi, banyaknya bakteri yang mati karena penggunaan pasta gigi yang menggunakan triklosan sebagai antiseptik justru akan membuat peluang bakteri yang lain tumbuh secara tidak terkontrol. Sehingga penggunaan pasta gigi yang mengandung triklosan berlebihan juga dapat membahayakan bagi kesehatan mulut. Penetapan kadar triklosan yang di lakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) memperoleh hasil bahwa triklosan yang terdapat dalam pasta gigi ini memenuhi persyaratan karena kadar triklosan < 0,3% yakni, 0,1078%.
PENETAPAN KADAR TRIKLOSAN PADA PASTA GIGI
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
TUGAS AKHIR
OLEH:
MUHAMMAD FAUZAN LUBIS NIM 102410064
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul
“Penetapan Kadar Triklosan Pada Pasta Gigi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.
Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun
berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi USU.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
3. Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir
4. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. Selaku Dosen Pembimbing
Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
5. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
6. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, Apt, M.M., selaku Kepala BBPOM di
Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL.
7. Ibu Lambok Oktavia, SR, M.Kes, Apt. Selaku Koordinator Pembimbing
PKL di BBPOM di Medan.
8. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu
selama melaksanakan PKL.
9. Ayahanda Imran Lubis dan Ibunda Rofiah, ketiga adik-adik penulis
Husnul Amir Lubis, Alfi Syahrin Lubis, Lutfi Asmi Lubis, serta seluruh
keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil
sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.
10.Sahabat-Sahabat terbaik penulis, Muja, Janu, Rahman, Rudi, Teguh, dan
Bang Yopi yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama
proses penyelesaian tugas akhir ini.
11.Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III
Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2010, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.
12.Adik-adik mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan angkatan 2011 dan 2012, yang tidak dapat penulis
Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak
luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya
penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2013 Penulis,
DETERMINATION OF TRIKLOSAN CONTENT IN TOOTHPASTE BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAFY (HPLC)
Abstract
Toothpaste is one of the important requirements for the maintenance and health of teeth and gums. Public awareness of the importance of dental hygiene make toothpaste manufactures often put out a new kind of toothpaste. People use toothpaste with the aim to eliminate germs and bacteria in the mouths so, oral health and freshness can be maintained. However, the number of dead bacteria due to the use of triclosan toothpaste use as an antiseptic it will make the chances of other bacteria grow out of control. So the use of toothpaste containing triclosan may be harmful to excessive oral health. Determination levels of triclosan in doing a high performance liquid chromatography (HPLC) to obtain the results that contained triclosan in toothpaste because it meets the requirements of triclosan levels < 0,3 %, ie, 0,1078%.
PENETAPAN KADAR TRIKLOSAN PADA PASTA GIGI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Abstrak
Pasta gigi merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi pemeliharaan dan kesehatan gigi dan gusi. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan gigi membuat produsen pasta gigi sering kali mengeluarkan pasta gigi jenis baru. Masyarakat menggunakan pasta gigi dengan tujuan untuk menghilangkan kuman dan bakteri yang ada dalam mulut mereka sehingga, kesehatan dan kesegaran rongga mulut dapat terjaga. Akan tetapi, banyaknya bakteri yang mati karena penggunaan pasta gigi yang menggunakan triklosan sebagai antiseptik justru akan membuat peluang bakteri yang lain tumbuh secara tidak terkontrol. Sehingga penggunaan pasta gigi yang mengandung triklosan berlebihan juga dapat membahayakan bagi kesehatan mulut. Penetapan kadar triklosan yang di lakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) memperoleh hasil bahwa triklosan yang terdapat dalam pasta gigi ini memenuhi persyaratan karena kadar triklosan < 0,3% yakni, 0,1078%.
2.3 Kromatografi ... 11
2.3.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 12
2.3.2 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 14
2.3.3 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 14
2.3.4 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 18
3.5.3 Penetapan Kadar Triklosan ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi ... 31
Lampiran 2. Gambar alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 32
Lampiran 3. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Penyaring ... 33
Lampiran 4. Neraca Mikro Dan Neraca Analitik ... 34
Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Triklosan ... 35
Lampiran 6. Kromatogram Larutan Uji Triklosan ... 36
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kadar Kadar Triklosan ... 26
Tabel 2. Data Kromatogram Larutan Baku Triklosan ... 37