PERAN ELITE LOKAL DALAM PEMILU
LEGISLATIF TAHUN 2014
(Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar di Kabupaten
Padang Lawas)
Disusun Oleh:
Syarif Hidayatulah
100906008
Dosen Pembimbing: Dra. T. Irmayani, M. Si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
SYARIF HIDAYATULAH (1009060080)
PERAN ELITE LOKAL DALAMA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar di Kabupaten Padang Lawas)
Rincian Skripsi: 93 Halaman, 5 Tabel, 16 Buku, 1 Internet. (Kisaran Buku dari Tahun: 1982-2013)
Kata Kunci : Elite, Partai Golkar, Padang Lawas
ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan bagaimana peran elite golkar dalam pemilu yang dilaksanakan 9 April 2014 di Kabupaten Padang Lawas, serta apa yang menjadi suksesnya partai golkar dalam pemilu, dengan kekuatan dalam partai sehinggah memberikan pengaruh besar kepada masyarakat dan memperoleh suara yang maksimal dalam pemilu.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah: pertama, Teori Elit seperti yang ungkapkan oleh Vilfredo Pareto dalam hal ini melihat Elit Golkar adalah sekelompok kecil orang berkualitas yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat khususnya di Kabupaten Padang Lawas. kedua, Teori kekuasaan seperti yang di ungkapkan Max Weber elit Golkar dapat mempengaruhi dan menguasai masyarakat padang lawas dalam Pemerintahan. Dan terakhir teori strategi menurut Arnold Steinberg adalah menjelaskan bagaimana Strategi dan rencana Elit Golkar dalam mempengaruhi suksesnya menduduki kursi pemerintahan di Kabupaten Padang Lawas. Dengan menggunakan studi deskriptif dan wawancara sebagai teknik utama dalam pengumpulan data. Penelitian ini mengandalkan analisis dari data wawancara yang diperoleh dan relefansinya dengan teori yang digunakan.
UNIVERSITY OF NORT SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
SYARIF HIDAYATULLAH (100906008)
THE ROLE OF LOCAL ELITE IN LEGISLATIVE ELECTIONS 2014 (Descriptive Study : Elite Golkar in Padang Lawas)
Details of Thesis Thesis : 93 pages, 5 tables, 16 Books, 1 Internet. (Book Of The Year Range : 1982 to 2013)
Keywords : Elite, Golkar, Padang Lawas
ABSTRACT
This study describes how the role of the elite Golkar in the elections held 9 April 2014 in Padang Lawas , and what the success of the Golkar party in the elections, with the party's strength in making a major impact to the community and to obtain maximum sound in elections.
The theory is used to explain this study are: The first, elite theory as expressed by Vilfredo Pareto in this view Golkar Elite is a small group of qualified people who are able to occupy high positions in society, especially in Padang Lawas. second, theory of power as dictated Max Weber Golkar elite can influence and control of the old desert community in the Government. And lastly by Arnold Steinberg strategy theory is to explain how the strategy and plan of Golkar elite in influencing the success of the seat of government in Padang Lawas. By using descriptive studies and interviews as the primary data gathering techniques . This study relied on the analysis of the information obtained and relefansinya interview with the theory used.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh
Nama : Syarif Hidayatullah Hasibuan
Nim : 100906008
Judul :PERAN ELITE LOKAL DALAM PEMILU LEGISLATIF
TAHUN 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar di Kabupaten Padang Lawas)
Menyetujui:
Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing
Dra. T. Irmayani, M.Si Dra. T. Irmayani, M.Si
(NIP. 19680630199403200) (NIP. 19680630199403200)
Mengetahui, Dekan FISIP USU
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh:
Nama : Syarif Hidayatullah Hasibuan
Nim : 100906008
Judul :PERAN ELITE LOKAL DALAM PEMILU LEGISLATIF
TAHUN 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar di Kabupaten Padang Lawas)
Dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Tim Penguji:
Ketua :
NIP. ( )
Penguji Utama :
NIP. ( )
Penguji Tamu :
Karya ini dipersembahkan untuk
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul PERAN ELITE LOKAL DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar di Kabupaten Padang Lawas) dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dari Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis yang selama ini telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, masukan dan kritik yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Poitik.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si serta seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah meluangkan waktu untuk mendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ema, Pak Burhan dan Kak Siti yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.
Kepada seluaruh keluarga tercinta, ibunda dan ayahanda dan seluaruh saudara- saudara beserta kerabat yang anyak membantu dan memberikan perhatian besar kepada penulis. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Politik angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis banyak memperoleh pengalaman kehidupan perkuliahan yang diartikan sebagai persahabatan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dari semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini dan berharap skripsi ini memberikan manfaat bagi kita.
Medan, Maret 2015
Syarif Hidayatullah
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... I
Abstrak ... i
Abstrack ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Lembar Persembahan ... v
Kata Pengantar ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Perumusan Masalah ... 6
C.Batasan Masalah ... 7
D.Tujuan Penelitian ... 7
E.Manfaat Penelitian ... 8
FKerangka Teori ... 9
F.1 Teori Elit ... 9
F.2 Teori Kekuasaan ... 16
F.3 Teori Strategi Politik ... 22
G.Metodologi Penelitian ... 26
G.1 Jenis Penelitian ... 26
G.2 Lokasi Penelitian ... 27
G.3 Teknik Pengumpulan Data ... 27
G.4 Teknik Analisa Data ... 29
BAB II : DESKRIPSI LOKASI DAN ELIT DI KAB. PADANG LAWAS ... 31
2.1 Profil Kabupaten Padang Lawas ... 31
2.1.1 Sejarah Kabupaten Padang Lawas ... 31
2.1.2 Letak Wilayah ... 36
2.1.3 Penduduk ... 37
2.2 Partai Golkar ... 40
2.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Golkar ... 40
2.2.2 Hegemoni Golkar dan Kebijakan Kristalisasi Partai Politik ... 43
2.2.3 Platform Partai Golkar ... 47
2.2.4 Visi dan Misi Partai Golkar ... 49
2.2.5 Perkembangan Partai Golkar di Padang Lawas ... 50
2.2.4 Struktur Pengurus DPD Partai Golkar ... 53
2.2.3Profil Elit Politik dan Non politik ... 55
BAB III PEMBAHASAN ... 65
3.1 Aktivitas Elite Lokal dalam Pemilu Legislatif ... 65
3.2 Pandangan Masyarakat Terhadap Paratai Golkar dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kab. Padang Lawas ... 74
3.3 Kemenagan Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Padang Lawas ... 81
BAB IV PENUTUP ... 89
4.1 Kesimpulan ... 89
4.2 Saran ... 91
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Bupati Padang lawas periode ... 34
Tabel 2. Kecamatan dan Luas wilayah di Kabupaten padang Lawas ... 35
Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 39
Tabel 4. komposisi dan personalia dewan pinpinan daearah partai golkar di
Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas ... 53
Tabel 5. Perolehan Suara Partai Golkar tahun 2009 dan 2014 ... 86
Peta Kabupaten Padang Lawas ... 37
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul PERAN ELITE LOKAL DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar di Kabupaten Padang Lawas) dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dari Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis yang selama ini telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, masukan dan kritik yang membangun kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Poitik.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si serta seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah meluangkan waktu untuk mendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ema, Pak Burhan dan Kak Siti yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.
Kepada seluaruh keluarga tercinta, ibunda dan ayahanda dan seluaruh saudara- saudara beserta kerabat yang anyak membantu dan memberikan perhatian besar kepada penulis. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Politik angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis banyak memperoleh pengalaman kehidupan perkuliahan yang diartikan sebagai persahabatan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dari semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini dan berharap skripsi ini memberikan manfaat bagi kita.
Medan, Maret 2015
Syarif Hidayatullah
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pemilihan umum ialah salah satu syarat dalam era demokrasi, dimana
pemilihan umum merupakan ajang partai politik bertarung serta memberi
kesempatan atau peluang untuk menduduki Eksekutif dan Legislatif. Bagi
suatu negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi maupun yang
membangun proses demokrasi, partai politik menjadi sarana demokrasi yang
bisa berperan sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Pembentukan
partai politik berdasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi, yakni pemerintahan
yang dipimpin oleh mayoritas melalui pemilihan umum. Untuk menciptakan
pemerintahan yang mayoritas, diperlukan partai-partai yang dapat digunakan
sebagai kendaraan politik untuk ikut dalam pemilihan umum. Menurut J
Kristiadi, pemilu demokratis adalah perebutan kekuasaan yang dilakukan
dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elit atau pergantian
kekuasaan dapat dilakukan secara damai dan beradab.1
Pemilihan umum yang berlangsung di Kab.Padang Lawas semenjak
tahun 2009 banyak sekali dipengaruhi oleh elit yang sedang berkuasa. Pada
tahun 2009 pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif banyak
dimenangkan oleh partai Demokrat pada saat itu, dikarenakan pada tahun 2009
1
banyak elit lokal menetapkan pilihannya pada partai yang incumbent dari
tahun 2004 tersebut. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kebiasaan yang
terjadi membentuk perilaku masyarakat di daerah tersebut. Begitu pula pada
pemilihan umum untuk memilih calon anggota legislatif di Kab.Padang Lawas
yang berlangsung pada tanggal 9 April 2014 lalu juga banyak dipengaruhi
oleh elit lokal yang juga turut serta berkompetisi di dalam pemilihan umum
tersebut.
Pada tahun 2009 Partai Golkar dalam mengikuti pemilihan umum
legislatif memperoleh suara secara keseluruhan 9.134 Suara dan menempatkan
Golkar di urutan kedua, sementara yang memperolehan suara terbanyak
dimenangkan oleh Partai Demokrat dengan perolehansuara 12.010.2
Partai Golkar berhasil memperoleh suara terbanyak pada Pemilihan
Umum Legislatif tahunn 2014 tingkat Kab. Padang Lawas, dengan perolehan
suara 20.515. Rincian perolehan Partai Golkar, yakni di Dapil Padang Lawas I Partai
Golkar terus berusaha untuk menaikkan elektabitasnya dalam Pemilu
selanjutnya dengan beberapa tokoh elit yang dianggap sangat berpengaruh
dalam partai dan siap untuk menang pada pemilu legislaif 2014. Hal ini sangat
memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada Pemilu yang dilaksanakan
pada tanggal 09 April 2014, dimana partai Golkar kembali bangkit untuk
memperoleh suara terbanyak dalam pemihan umum yang telah berlangsung
tahun ini.
2
meraih 5.393 suara, Dapil Padang Lawas II 2.870 suara, Dapil Padang Lawas
III 2.944 suara, Dapil Padang Lawas IV 5.725 suara dan di Dapil Padang
Lawas V memperoleh 3.583 suara. Kemudian, posisi kedua yakni Partai
Hanura meraih 16.577 suara, Partai Demokrat memperoleh 13.512 suara, PKB
13.184 suara, PPP 11.837 suara, PDIP 9.950 suara, Gerindra 9.914 suara,
PAN 7.960 suara, PKS 7.032 suara, PKPI 6.189 suara, PBB 4.489 suara, dan
posisi terkahir adalah NasDem dengan perolehan sebanyak 4.141 suara3
Dari data di atas dapat kita lihat bagaimana kondisi pemilihan umum
untuk memilih anggota legislatif di Kab.Padang Lawas dari tahun 2009
sampai dengan 2014. Pergantian pemenang jumlah perolehan suara banyak
dimotori oleh elit yang juga turut serta berkompetisi ataupun elit yang tidak .
Hasil ini tidak hanya menempatkan Partai Golkar sebagai peraih suara
terbanyak di Kab.Padang Lawas, namun memperoleh sebanyak 5 kursi
legislatif di DPRD Kab. Padang Lawas, dari total 30 kursi legislatif yang
diperebutkan. Keadaan tersebut sangat dapat dirasakan masyarakat karena
dilihat dari hasil dari pemenangan partai Golkar, yang didalamnya terdapat
beberapa tokoh masyarakat yang dikategorikan sebagai elit partai, dengan
memperoleh suara tertinggi di daerah padang lawas. Masyarakat banyak
menggunakan hak pilihnya untuk memilih sosok yang mereka anggap sudah
mengerti bagaimana kondisi yang terjadi di daerah pemilihannya dan
bagaimana mengatasi kondisi keadaan yang terjadi di daerah itu pula.
3
ikut berkompetisi namun mempunyai andil yang penting untuk kemenangan
suatu calon dari partai tertentu. Isu kepemimpinan nasional menjadi penting
guna mengukur posisi elit partai yang akan maju atau elit di luar partai politik
yang dijagokan oleh partai. Walau demikian, elit di luar partai juga termasuk
elit dalam tingkatan kelas sosial dalam strata masyarakat. Elit dapat memotori
suatu partai ataupun perilaku masyarakat untuk menetapkan pilihannya, untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan dalam suatu pemilihan umum. Pemilu
juga mendorong beberapa patronase dengan tujuan untuk menjalin hubungan
dengan beberapa kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu untuk
mendapatkan tujuan.4
4
Henk Schulte dan Gerry Van Klinken. 2007. Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia, Hal. 52
Teori elit dibangun di atas pandangan bahwa keberadaan elit baik elit
politik tidak dapat dielakkan dari aspek-aspek kehidupan modern yang serba
kompleks. Dalam sejarahnya, jumlah elit cenderung lebih sedikit akibat
legitimasi dari masyarakat demikian berat. Ada dua tradisi akademik tentang
elit, yakni dalam tradisi yang lebih tua elit diperlukan sebagai sosok khusus
yang menjalankan misi historis, memenuhi kebutuhan mendesak, melahirkan
bakat-bakat unggul dan elit dipandang sebagai kelompok pencipta tatanan
yang kemudian dianut oleh semua pihak. Dalam pendekatan yang lebih baru,
elit dipandang sebagai suatu kelompok yang menghimpun para petinggi
Elit politik merupakan individu-individu yang memiliki keistimewaan
dalam pemahaman, pemaparan, dan pengalaman mengenai sistem kekuasaan
selain itu, elit politik juga merupakan individu yang telah mendapat
pengakuan dari masyarakat sebagai suatu minoritas yang memiliki status
sosial dalam peran dan fungsinya di tengah masyarakat. Kedudukan elit dalam
masyarakat dapat dianalisis melalui konsep kekuasaan. Hal ini disadari bahwa
elit dan kekuasaan merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan,
karena elit merupakan sekelompok orang yang memiliki sumber-sumber
kekuasaan dan sebaliknya, Kekuasaan merupakan salah satu unsur
terbentuknya elit.
Adapun yang mendorong elite politik atau kelompok-kelompok elite
untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah Karena ada dorongan
kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih
kekuasaan. Politik merupakan permainan kekuasaan dan para individu
menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman nilai-nilai
guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut. Keinginan
berebut kekuasaan dan berusaha memperbesar kekuasaan yang menyebabkan
terjadinya pergumulan politik antar elite di dunia politik.
Alasan penelitian ini berkonsentrasi terhadap partai Golkar
dikarenakan partai Golkar dapat membuktikan bahwa dirinya suatu partai yang
dapat berdiri tegak dan mampu menjaga eksistensinya sebagai partai besar
Golkar bukanlah partai yang menang di pemilu tahun 2009 namun pada
pemilu tahun 2014 partai ini memperoleh suara tertinggi, kemenangan ini
kemudian apakah ada pengaruh dari elit partai yang duduk sebagai Bupati,
ketua DPRD dan elit-elit partai tersebut di Kab. Padang Lawas. Penelitian
difokuskan di daerah Kab.Padang Lawas karena daerah ini merupakan hasil
dari pemisahan diri dari Kab. Tapanuli Selatan sehinggah penelitian ini
menunjukkan bagaimana suatu kabupaten baru dalam menghadapi pemilihan
umum legislatif di daerahnya dalam rangka menempatkan perwakilan
masyarakatnya dalam kursi legislatif.
Pengaruh yang sangat besar terhadap elite partai golkar dalam
memenangkan perolehan suara dalam pemilihan umum, sehinggah hal ini
sangat berpengaruh terhadap perilaku pemilih didaerah Padang Lawas.
Beranjak dari yang dikemukakan sebelumnya maka dalam penelitian ini,
mengkaji bagaimana peran yang diberikan elit terhadap kemenangan partai
Golkar yang ada di kabupaten Padang Lawas.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat
pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan
pemecahannya. Perumusan masalah merupakan penjabaran dari identifikasi
masalah dan pembatasan masalah. Dengan kata lain, perumusan masalah
masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan
pembatasan masalah.5
C.Batasan Masalah
Sejalan dengan latar belakang dan persoalan yang telah diuraikan di
atas, adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana peran Elit lokal dalam pemenangan partai Golkar pada pemilu
legislatif tahun 2014 di Kab. Padang Lawas?
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam
batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk
mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah
penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian
tersebut. Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji
pendekatan yang dilakukan elit politik dan elit non politik dalam pemenangan
pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kab. Padang Lawas.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah pernyataan mengenai apa yang hendak
kita capai. Tujuan peneitian dicantumkan agar pihak lain yang membaca
laporan penelitian dapat mengetahui dengan pasti tentang apa tujuan dari
5
penelitian kita sesungguhnya.6
E. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitan ini
secara umum ialah untuk mengetahui pengaruh dan pendekatan yang
digunakan elit Golkar dalam memberikan pengaruhnya di masyarakat dalam
usaha memenangkan partai Golkar pada pemilu legislatif di Kab.Padang
Lawas.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
pengetahuan yang bermanfaat yaitu:
1. Secara akademis penelitian dapat menjadi bahan acuan ataupun
referensi dalam konteks ilmu politik terkait dengan elite politik.
2. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman
studi pengaruh elit lokal dalam suatu partai politik, khususnya di
Indonesia.
3. Secara pribadi penelitian mampu mengasah kemampuan peneliti
dalam melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan
memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri.
6
F. Kerangka Teori
F.1 Teori Elite
Elite Politik adalah sekelompok kecil orang berkualitas yang mampu
menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Menurut Pareto,
masyarakat terbagi dalam dua kategori yaitu: lapisan elite yang jumlahnya
kecil dan mempunyai kemampuan memerintah (governing elite), dan lapisan
non elite yang jumlahnya besar yang ditakdirkan untuk diperintah (non elite).7
Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki
jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Disamping itu bahwa elit yang ada
dalam lapisan masyarakat pada umumnya datang dari kelas yang sama yaitu
orang-orang yang kaya dan juga pandai, yang mempunyai kelebihan dalam
matematika, bidang musik, karakter moral dan sebagainya.. Vilfredo Pareto
sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah, yang
menurut dia berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan
yang dilihatnya sebagai hal yang penting.8
Gaetano Mosca dan Vilfredo Pareto membagi strtifikasi dalam tiga
kategori yaitu elit yang memerintah (governing elit), elit yang tidak
memerintah (non-governing elite) dan massa umum (non-elite). Kajian ini
membagi dua katagori elit yaitu:9
1. Elit Politik Lokal merupakan seseorang yang menduduki
jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih
7 SP. Varma. 2010.Teori Politik Modern. .Jakarta: PT. Rajawali Pers. Hal 199
8
Ibid. Hal 200
9
melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang
demokratis ditingkat lokal. Mereka menduduki jabatan politik
tinggi ditingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan
politik. Elit politiknya seperti: Gubenur, Bupati, Walikota, Ketua
DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik. dalam konteks lokal
yaitu elit politik lokal dan elit non politik lokal.
2. Elit Non Politik Lokal adalah seseorang yang menduduki
jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah
orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non politik ini seperti:
elit keagamaan, elit organisasi kemasyarakatan, kepemudaan,
profesi dan lain sebagainya. Perbedaan tipe elit lokal ini diharapkan
selain dapat membedakan ruang lingkup mereka, juga dapat
memberikan penjelasan mengenai hubungan antar-elit politik
maupun elit mesyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah di
tingkat lokal.
Dalam sirkulasi elit, konflik bisa muncul dari dalam kelompok itu sendiri
maupun antar kelompok pengusaha maupun kelompok tandingan. Sirkulasi elit
menurut Pareto terjadi dalam dua kategori yaitu: Pertama, pergantian terjadi antara
kelompok-kelompok yang memerintah sendiri, dan Kedua, pergantian terjadi di
antara elite dengan penduduk lainya. Pergantian model kedua ini bisa berupa
pemasukan yang terdiri atas dua hal yaitu Individu-individu dari lapisan yang
lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk kedalam kancah
perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.10
Sementara Gaetano Mosca melihat bahwa pergantian elit terjadi apabila
elit yang memerintah dianggap kehilangan kemampuanya dan orang luar di kelas
tersebut menunjukan kemampuan yang lebih baik, maka terdapat segala
kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh
kelas penguasa yang baru11. Dalam sirkulasi elit yang disebutkan oleh Mosca,
terutama karena terjadinya penjatuhan rejim, konflik pasti tidak terhindarkan,
karena masing-masing pihak akan menggunakan berbagai macam cara. menurut
Maurice Duverger, dalam konflik politik, sejumlah alat digunakan seperti
organisasi dan jumlah uang (kekayaan), sistem, militer, kekerasan fisik, dan lain
sebagainya.12
Elit merupakan seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik
(kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan
dipilih dalam proses politik yang demokratis ditingkat lokal. Mereka menduduki Tata cara mekanisme sirkulasi elit ini akan sangat menentukan sejauh
mana sistem politik memberikan karangka bagi terujutnya pergantian kekuasaan
di suatu Negara. Dalam konteks pergantian seperti itu, kenyataannya perosesnya
tidak selalu mulus, apalagi dalam konteks politik Internasional yang menunjukan
sifat-sifat ketidak normalan. tetapi masing-masing DPRD mempunyai tata cara
dan mekanisme masing-masing dalam pergantian elit.
10 SP. Varma. Op.Cit. Hal. 201 11
Ibid. Hal. 203 12
jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan
politik. Elit politiknya seperti Gubenur, Bupati, Walikota, DPRD, dan
pimpinan-pimpinan partai politik.
Dalam menganalisa kedudukan elit dalam masyarakat, elemen yang perlu
di perhatikan adalah konsep kekuasaan. Hal ini disadari bahwa elit dan kekuasaan
merupakan dua variable yang tidak dapat dipisahkan, karena elit adalah
merupakan sekelompok orang yang memiliki sumber-sumber kekuasaan dan
sebaliknya. Kekuasaan merupakan salah satu unsur terbentuknya elit. Elit politik
adalah sekelompok orang yang memiliki kekuasaan politik. Bahwa jumlah
penguasa selalu lebih sedikit daripada yang dikuasai.13
Secara umum, elit merupakan sekelompok orang yang menempati
kedudukan-kedudukan tinggi. Dalam arti yang lebih khusus, elit juga ditunjukkan
oleh sekelompok orang terkemuka dalam bidang-bidang tertentu dan khususnya
kelompok kecil yang memegang pemerintahan serta lingkungan dimana
kekuasaan itu diambil. Dengan demikian, konsep tentang elit cenderung lebih
menekankan kepada elit politik dengan merujuk pada pembagian elit penguasa Teori elit dibangun di atas
pandangan atau persepsi bahwa keberadaan elit baik elit politik maupun elit
agama tidak dapat dielakkan dari aspek-aspek kehidupan modern yang serba
kompleks. Dalam sejarahnya, jumlah elit cenderung lebih sedikit akibat legitimasi
dari masyarakat demikian berat.
13
dan elit yang tidak berkuasa yang mengarah kepada adanya kepentingan yang
berbeda.
Elit politik merupakan individu-individu yang memiliki keistimewaan
dalam pemahaman, pemaparan, dan pengalaman mengenai sistem kekuasaan
selain itu, elit politik juga merupakan individu yang telah mendapat pengakuan
dari masyarakat sebagai suatu minoritas yang memiliki status sosial dalam peran
dan fungsinya di tengah masyarakat. Sehingga dengan kedudukan yang istimewa
inilah kemudian elit menjadi faktor penentu yang berperan dalam mendorong dan
mempengaruhi partisipasi politik masyarakat.
Dalam masyarakat yang menganut paham demokrasi, maka keberadaan
elit tidak bisa dilepaskan dari adanya proses sosial yang berkembang. Keller
mengemukakan empat proses sosial utama yang mendorong perkembangan elit
yakni pertumbuhan penduduk, pertumbuhan spesialisasi jabatan, pertumbuhan
organisasi formal atau birokrasi dan perkembangan keagamaan moral.
Konsekuensinya, kaum elitpun semakin banyak, semakin beragam, dan lebih
bersifat otonom.14
Huky membagi elit ke dalam tiga kategoriyaitu :15
1. Elit karena kekayaan.
Kekayaan menjadi suatu sumber kekuasaan. Orang-orang kaya
tergabung ke dalam group tertentu baik bersifat konkrit maupun
14Ibid. hal. 44
abstrak dan mengontrol masyarakat di sekitarnya, seperti majikan
dengan posisi elit dalam mengontrol bawahannya.
2. Elit karena eksekutif.
Group ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai posisi strategis
dalam strategi di bidang tertentu. Dengan posisi yang strategis ini,
ia memperoleh kekuasaan mengontrol dan mempengaruhi orang
lain. Misalnya pejabat-pejabat pemerintah pada kedudukan yang
strategis.
3. Elit komunitas.
Orang-orang tertentu dalam suatu komunitas dipandang sebagai
kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok lain.
Untuk melancarkan mekanisme sistem politik maka para elit politik atau
elit penguasa harus mampu mengakomodasi berbagai tuntutan masyarakat atau
warga Negara. Kemudian tuntutan itu diolah menurut mekaisme sistem politik
yang bisa menghasilkan berbagai kebijakan atau keputusan yang dapat menjawab
berbagai tuntutan masyarakat. Keputusan atau kebijakan ini juga memberi
kesejahteraan pada anggota masyarakat. Elit politik bertindak secara demokratis
untuk menghargai hak-hak warganegara dan terbuka terhadap berbagai golongan.
Adapun cara elit mempertahankan kekuasaan yaitu:16
1. Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama,
terutama dalam bidang politik yang merugikan kedudukannya
16
penguasa, peraturan-peraturan tersebut akan digantikan dengan
peraturan-peraturan baru yang akan menguntungkan penguasa.
Keadaan tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian
kekuasaan dari seseorang penguasa kepada penguasa lain (yang baru).
2. Mengadakan sistim-sistim kepercayaan (belief - system) yang akan
dapat memperkokoh kedudukan penguasa atau golongan. Sistem
sistem kepercayaan tersebut meliputi agama ideologi dan seterusnya.
3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik
4. Mengadakan konsolidasi secara horisontal dan secara pertikal.
F.2 Teori Kekuasaan
Kekuasaan merupakan suatu konsep politik yang paling sering di bahas
dan dipelajari oleh para akademisi dalam mempelajari ilmu politik. Khususnya
dalam hal ini politik beranggapan bahwa Kekuasaan merupakan inti dari politik
yaitu semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan
mempertahankan kekuasaan. Kekusaan sangat erat kaitannya dengan pengaruh
dan mempengaruhi. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam artian bahwa
ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah. Atau satu pihak
memberi perintah dan satu pihak lagi yang mematuhi perintah.
Max Weber juga mengatakan bahwa kekuasaan adalah kesempatan dari
seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan
perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.17
Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan. Kekuasaan terdapat di
semua bidang kehidupan dan dijalankan.Kekuasaan mencakup kemampuan untuk
memerintah dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak lainnya.
Meriam budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik”
menyebutkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok
orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau sekelompok lain
sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan
tujuan dari orang yang mmpunyai kekuasaan itu.
Dengan demikian
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
memengaruhi pikiran atau tingkah laku orang atau kelompok orang lain, sehingga
orang yang dipengaruhi itu mau melakukan sesuatu yang sebetulnya orang itu
enggan melakukannya. Yang terpenting dari kekuasaan adalah adanya
keterpaksaan, yakni keterpaksaan pihak yang dipengaruhi untuk mengikuti
pemikiran ataupun tingkah laku pihak yang memengaruhi.
18
Konsep kekuasaan (politik) diupayakan sebagai suatu elaborasi dengan
menjadikan kekuasaan itu sebagi fenomena politik kekuasaan. Untuk memahami Sehingga dapat mempengaruhi
seseorang agar bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkan.
17
Soerjono Soekanto. Op.Cit.262
18
fenomena kekuasaan politik. Charles F Andrain dan Ramlan Surbakti seperti yang
dikutip oleh P. Antonius Sitepu dapat ditinjau dari (6) dimensi yaitu:19
1. Dimensi Potensial dan Aktual
Seseorang yang dipandang mempunyai kekuasaan potensial apabila
mempunyai atau memiliki sumbr-sumber kekuasaan seperti kekayaan
tanah, senjata, pengetahuan informasi, popularitas, status sosial yang
tinggi, massa yag terorganisir dan jabatan. Sebaliknya seseorang yang
dipandang memiliki kekuasaan aktual apabila telah menggunakan
sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan-kegiatan politik
secara efektif.
2. Dimensi Konsensus dan paksaan
Dalam menganalisis hubungan kekuasaan harus membedakan
kekuasaan yang berdasarkan paksaan dan kekuasaan yang berdasarkan
konsensus. Para analisis politik yang lebih menekankan aspek
konsensus dari kekuasaan akan cenderung melihat elite politik sebagai
orang yang tengah berusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai
tujuan masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, apabila
menekankan pada aspek paksaan dari kekuasaan akan cenderung
memandang politik sebagai perjuangan, pertarungan, dominasi, dan
konflik.
19
3. Dimensi Positif dan Negatif.
Tujuan umum pemengang kekuasaan adalah untuk mendapatkan
ketaatan atau penyesuaian diri dari pihak yang dipengaruhi. Tujuan
umum itu dapat dikelompokkan menjadi dua aspek yang berbeda
yakni: tujuan positif dan negatif. Kekuasaan positif adalah
penggunaaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang
dianggap penting dan diharuskan, sedangkan kekuasaan negatif adalah
penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah orang lain
untuk mencapai tujuannya yang tidak hanya dipandang tidak perlu
akan tetapi juga merugikan pihaknya.
4. Dimensi jabatan dan pribadi
Dalam masyarakat yang sudah maju dan mapan kekuasaan terkandung
erat dalam jabatan-jabatan. Penggunaan kekuasaan yang terkandung
dalam jabatan secara efektif tergantung kepada kuaitas pribadi yang
dimiliki dan ditampilkan oleh setiap pribadi yang memegang jabatan.
Dalam masyarakat yang masih sederhana, struktur kekuasaan
didasarkan atas realitas pribadi lebih menonjol daripada kekuasaan
yang terkandung didalaam jabatan itu. Dalam hal ini, pemimpin yang
melaksanakan kekuasaan efektifitas kekuasaannnya terutama berasal
5. Dimensi implisit dan eksplisit
kekuasaan implisit adalah kekuasaan yang tidak terlihat dengan kasat
mata akan tetapi dapat dirasakan sedangkan kekuasaan eksplisit adalah
pengaruh yang terlihat dan dapat dirasakan. Adanya kekuasaan dimensi
eksplisit menimbulkan perhatian orang pada segi rumit hubungan
kekuasaan yang disebut dengan azaz memperkirakan reaksi dari pihak
lain.
6. Dimensi langsung dan tidak langsung
Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan
untuk mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik
dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melakukan
perantara. Yang termasuk dalam kategori sumber-sumber kekuasaan
adalah sarana paksaan fisik, kekayaan dan harta benda (ekonomi)
normatif, jabatan, keahlian, status sosial, popularitas pribadi. Massa
yang terorganisir, senjata, penjara, kerja paksa, teknologi, aparat yang
menggunakan senjata. Sedangkan kekuasaan yang tidak langsung
penggunaan sumber-sumber kekuasaaan untuk mempegaruhi
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik dengan melalui
perantara politik lain yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang
Adapun Unsur – unsur kekuasaan yang didapat dijumpai dalam masyarakat
mempunyai beberapa unsur pokok yaitu.20
1. Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang menimbulkan suatu kepatuhan terhadap
segala kemauan dan tindakan orang ynag ditakuti tadi. rasa takut
merupakan perasaan negatif karena seseorang tunduk kepada orang
lain dalam keadaan terpaksa. Orang yang mempunyai rasa takut akan
berbuat segala sesesuatu yang sesuai dengan keinginan orang yang
ditakutinya agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan
menimpa dirinya, seandainya dia tidak patuh.
2. Rasa Cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya
positif. Orang-orang lain bertindak seseuai dengan kehendak pihak
yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak. Rasa cinta biasanya
telah mendarah daging dalam diri seseorang atau sekelompok orang.
Rasa cinta yang efisien seharusnya dimulai dari pihak penguasa.
3. Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua
orang atau lebih yang bersifat asosiatif.
20
4. Pemujaan
Di dalam sistem pemujaan, seseorang atau sekelompok orang yang
memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang-orang
lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau
setidak-tidaknya dianggap benar.
F.3 Teori Strategi Politik
Strategi adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan kelompok atau
pribadi secara keseluruhan. Melalui serangkaian aktifitas yang unik atau berbeda
dari yang lain dan terus menerus untuk mendapatkan hasil yang maksimal
berdasarkan kebutuhan dan keinginan yang ingin dicapai ditopang dengan sarana
dan prasarana. Dikendalikan oleh seorang pemimpin.Pemimpin sejati bukanlah
orang yang yang cuma bisa memimpin, tetapi pemimpin sejati adalah orang yang
bisa membuat orang-orang yang di pimpinnya menjadi pemimpin pula.
Strategi menurut Arnold Steinberg adalah rencana untuk tindakan
penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhi suskses atau gagalnya
strategi pada akhirnya.21
21
Toni Adrianus Pito, at.all. 2006. Mengenal teori-Teori Politik: Dari Sistem Politik Sampai Korupsi. Bandung: Nuansa. Hal 196
Dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja,
memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan
prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan
Pada dasarnya strategi politik menurut Peter Schroder ada dua strategi
yaitu strategi Ofensif (menyerang) dan strategi defensif (bertahan). Strategi
ofensif merupakan strategi memperluas pasar dan strategi menembus pasar. Pada
dasarnya, semua strategi ofensif yang diterapkan saat kampanye pemilu harus
menampilkan perbedaan yang jelas dan menarik antara kita dan partai-partai
pesaing yang ingin kita ambil alih pemilihnya. Sedangkan strategi defensif
merupakan strategi untuk mempertahankan pasar dan strategi untuk menutup atau
menyerahkan pasar.22
Sebagaimana yang dikutip dari buku Toni Andrianus Pito at all “Mengenal
Teori- Teori Politik” Ada empat macam startegi politik yaitu:23
1. Strategi penguatan yaitu strategi yang digunakan untuk sebuah kontestan
yang telah dipilih karena mempunyai citra tertentu dan citra tersebut
dibuktikan oleh kinerja politik selama mengemban jabatan publik tertentu.
2. Startegi rasionalisasi yaitu dilakukan kepada kelompok pemilih yang
sebelumnya telah memilih kontestan tertentu karena kontestan tersebut
berhasil mengembangkan citra tertentu yang disukai pemilih akan tetapi
kinerjanya kemudian tidak sesuai dengan citra tersebut. Strategi
rasionalisasi ini dilakukan untuk mengubah sikap pemilih dan harus
dilakukan untuk mengubah sikap pemilih dan harus dilakukan dengan
hati-hati.
22
Ibid.Hal. 198 23
3. Strategi bujukan yaitu strategi yang diterapkan oleh kandidat yang
dipersiapkan memiliki citra tertentu tapi juga memiliki atribut-atribut yang
cocok dengan citra lainnya.
4. Strategi konfrontasi yaitu strategi yang diterapkan kepada para pemilih
yang telah memilih kontestan dengan citra tertentu yang dianggap tidak
cocok oleh pemilih dan kemudian kontestan tersebut tidak menghasilkan
kinerja yang memuaskan pemilih. Biasa saja pada suatu pemilu, sebagaian
pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat yang jelek, tapi
kemudian kandidat tersebut ternyata tidak menghasikan kinerja yang
diharapkan.
Salah satu perwujudan dari strategi politik itu ialah kampanye politik dan
marketing Politik yang dilakukan untuk mendapatkan suatu tujuan tertentu dari
suatu kompetisi yang sedang berlangsung. Kampanye pada prinsipnya merupakan
suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara
terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu.
Kampanye merupakan sebuah tindakan yang bertujuan mendapatkan
pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan atau
sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses
pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan
guna memengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian. Sehingga dalam
dianggap efektif jika calon legislatif atau suatu partai itu mendapat kemenangan
suara dalam pemilu nantinya.
Marketing politik adalah seperangkat metode yang memfasilitasi kontestan
(individu atau partai poilitik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik,
isu politik, idiologi politik, dan karakteristik pemimpin partai dan program kerja
partai kepada masyarakat. Pada dasarnya political marketing menurut Adam
Nursal yakni sebagai strategi kampanye politik untuk membentuk serangkain
makna politis tertentu didalam pikiran para pemilih. Serangkain makna politis
yang terbentuk didalam pikiran para pemilih untuk memilih para kontestan
tertentu. Makna politis inilah yang menjadi output penting marketing politik yang
menentukan pihak mana yang akan dipilih oleh pemilih.24
Dalam kajian ilmu politik political marketing menurut firmanzah
merupakan penerapan-penerapan marketing dalam kehidupan politik. Dalam
political marketing, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode
marketing dalam menyusun produk politik, distribusi produk politik kepada
masyarakat serta meyakinkan bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan
dengan pesaing. Sehingga membantu politikus dan partai politik untuk
membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat.25
Marketing menjadi salah satu cara yang diperlukan dalam strategi politik.
Dalam konsep marketing mengenal adanya persaingan untuk mendapatkan
dukungan dari masyarakat. Dalam hal ini bagaiamana seorang kandidat
24
Rudi Sakam Sinaga. 201, Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 41 25
mengkomunikasikannya kepada masyarakat dengan mengemas strategi-strategi
kampanye yang akan mudah diterima masyarakat.
G. Metodologi Penelitian
G.1 Jenis Penelitian
Berdasaran dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka
dasar di atas, penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif. Dengan
metode kualitatif, penelitian sama-sama mempersoalkan realibitas, validitas,
pengukuran dan alat ukur juga berbeda.26 Penelitian dekriptif adalah suatu cara
yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang
berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Menyajikan data, menganalisis dan
menginterpretasi dan juga bersifat komperatif dan korelatif.27
26
Burhan Bungin. 2001. Metodologi penelitian Sosial. Surabaya: Air langga Press. Hal 71
27
Colid Narbukodan Abu Achmadi. 1997.metodologi Penelitian.Jakarta: Bumi Aksara. Hal 44
Secara khusus penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek
penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta
atau data yang ada dikumpulkan, diklarifikasi dan kemudian akan dianalisa.
G. 2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada Kab.Padang Lawas yang
merupakan daerah kemenangan partai Golkar pada pemilu Legislatif yang
G. 3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa
digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview),
observasi (observation), dan dokumentasi (documentation). Untuk memperoleh
data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan,
maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Data Primer, yaitu data yang diambil dari data primer atau sumber
pertama dilapangan.28
28
Burhan Bungin. 2001.Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif.
Surabaya: Air Langga University Press. Hal 128
Penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan
tanya jawab dengan informan yang mengetahui benar masalah yang
diteliti, atau yang terlibat langsung dengan masalah yang diteliti.
Adapun informan kunci yang akan di wawancarai dalam penelitian
ini yaitu Bapak Sahwil Nasution sebagai salah satu elit partai
Golkar dan saat ini meduduki jabatan sebagai Ketua DPRD di Kab.
Padang Lawas, Bapak H. Ir. Syarifuddin Hasibuan M.Si, Sebagai
Wakil Ketua bidang pemengan pemilu II partai golkar, Bapak
Amran Fikal S.Sos.I sebagai anggota DPRD Kab.Padang Lawas,
Bapak Darman Mt Hasibuan sebagai ketua Soksi Kab.Padang
Lawas, Bapak Sahrul dalimunte yang menjabat sebagai Ketua
Sutan Harahap sebagai ketua LMP (Laskar Merah Putih)
Kab.Padang Lawas. Alasan saya memilih narasumber ini karena
mereka merupakan motor massa dalam pemilihan anggota legislatif
di Kab.Padang Lawas pada tahun 2014 yang baru saja
dilaksanakan.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau
sumber skunder.29
G. 4 Teknik Analisa Data
Data diperoleh dari literatur yang relevan
dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel,
peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Adapun teknik analisa data yang digunaka dalam penelitian ini adalah
menggunakan jenis data kualitatif. Dalam analisis data kualitatif memberikan hasil
penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan juga
menganalisis makna yang dibalik informan, data dan proses tersebut.30
29
Ibid. Hal. 128 30
Burhan Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana. Hal. 153
Disamping
itu, penelitian ini bersifat deskripsi yang bertujuan memberikan gambaran
mengenai situasi atau kejadian yang terjadi. Data-data yang terkumpul melalui
wawancara dan dokumentasi kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk
tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan
menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci maka penulis
menjabarkan penelitian ini ke dalam IV Bab. Untuk itu sistematika penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, ,
batasan masalah, tujuan penelitian, Manfaat Penelitian, kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II DESKRIPSI MENGENAI LOKASI DAN PROFIL ELIT LOKAL
YANG BERPENGARUH DI KAB. PADANG LAWAS
Bab ini akan diuraikan gambaran umum tentang deskripsi lokasi
penelitian, profil Golkar dan Elit yang yang berpengaruh di Kab.
Padang Lawas.
BAB III : PENGARUH ELIT LOKAL TERHADAP KEMENANGAN
PARTAI GOLKAR PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014
Bab ini akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang
dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari
BAB II
DESKRIPSI LOKASI DAN ELIT KAB. PADANG LAWAS
2.1 Profil Kabupaten Padang Lawas
2.1.1 Sejarah Kabupaten Padang Lawas
Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut
AFDEELING PADANG SIDIMPUAN yang dikepalai oleh seorang Residen
yang berkedudukan di Padang Sidimpuan. Afdeeling Padang Sidimpuan
dibagi atas 3 (tiga) onder afdeling, masing-masing dikepalai oleh seorang
Contreleur dibantu oleh masing-masing Demang, yaitu :
1. Onder Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padang
Sidimpuan. Onder ini dibagi atas 3 distrik, masing-masing dikepalai
oleh seorang Asisten Demang, yaitu :
a. Distrik Angkola berkedudukan di Padang Sidimpuan
b. Distrik Batang Toru berkedudukan di Batang Toru
c. Distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok
2. Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di Sibuhuan. Onder ini
dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang
Asisten Demang, yaitu :
a. Distrik Padang Bolak berkedudukan di Gunung Tua
b. Distrik Barumun dan Sosa berkedudukan di Sibuhuan
3. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal, berkedudukan di Kota Nopan.
Onder ini dibagi atas 5 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh
seorang Asisten Demang, yaitu :
a. Distrik Panyabungan berkedudukan di Panyabungan
b. Distrik Kota Nopan berkedudukan di Kota Nopan
c. Distrik Muara Sipongi berkedudukan di Muara Sipongi
d. Distrik Natal berkedudukan di Natal
e. Distrik Batang Natal berkedudukan di Muara Soma
Tiap-tiap onder distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai
olehseorang Kepala Luhat (Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas
beberapakampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Hoofd dan dibantu
oleh seorangKepala Ripo apabila kampung tersebut mempunyai penduduk
yang besarjumlahnya.
Daerah Padang Lawas dijadikan suatu Kabupaten yang dikepalai oleeh
seorang Bupati berkedudukan di Sibuhuan. Bupati pertamanya adalah Ir.H.
Soripada Harahap dan kemudian Basyrah Lubis. Pada tahun 2002 sesuai
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 4 Tahun 2002
tentang Pembentukan Kecamatan Sayur Matinggi, Marancar, Aek Bilah, Ulu
Barumun, Lubuk Barumun, Portibi, Huta Raja Tinggi, Batang Lubu Sutam,
Kecamatan-kecamatan yang dibentuk sebagaimana tersebut
diatasberasal dari :
1. Kecamatan Sayur Matinggi dengan ibukotanya Sayur matinggi
berasal dari sebagianKecamatan Batang Angkola.
2. Kecamatan Marancar dengan ibu kotanya Marancar berasal dari
sebagian Kecamatan Batang Toru.
3. Kecamatan Aek Bilah dengan ibukotanya Biru berasal dari
sebagian Kecamatan Saipar Dolok Hole.
4. Kecamatan Ulu Barumun dengan ibukotanya Pasar Paringgonan
berasal dari sebagian Kecamatan Barumun.
5. Kecamatan Lubuk Barumun dengan ibukotanya Pasar Latong
berasal dari sebagian Kecamatan Barumun. Kecamatan Portibi
dengan ibukotanya Portibi berasal dari sebagian Kecamatan
Padang Bolak.
6. Kecamatan Huta Raja Tinggi dengan ibukotanya Huta Raja Tinggi
berasal dari sebagian Kecamatan Sosa.
7. Kecamatan Batang Lubu Sutam dengan ibu kotanya Pinarik berasal
dari sebagian Kecamatan Sosa.
8. Kecamatan Simangambat dengan ibukotanya Langkimat berasal
dari sebagian Kecamatan Barumun Tengah.
9. Kecamatan Huristak dengan ibukotanya Huristak berasal dari
Dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2007 dan disyahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang
pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 dan disyahkan pada tanggal 10
Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas maka
Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 Kabupaten, yaitu
Kabupaten Padang Lawas Utara (Ibukotanya Gunung Tua) dengan jumlah
daerah Administrasi 8 Kecamatan ditambah 10 desa dari Wilayah
Kecamatan Padang Sidimpuan Timur dan Kabupaten Padang Lawas
(Ibukotanya Sibuhuan) dengan jumlah daerah administrasi 12 Kecamatan
sedangkan Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukotanya Sipirok) dengan jumlah
daerah administrasi 11 Kecamatan.
Tabel I
Bupati Padang Lawas Periode Ke Periode
No Nama Bupati Periode
1. Ir.H.Soripada Harahap 2007 – 2009
2. Basyrah Lubis 2009 – 2012
3. H. Ali Sutan Harahap 2012 – Sekarang
Tabel II
Kecamatan dan Luas Wilayah di Kabupaten Padang Lawas
Kecamatan/District Luas/ Area (Km2) Distribusi Luas/
Distribution of Area (%)
Sosopan 407,52 9,63
Ulu Barumun 241,37 5,71
Barumun 119,50 2,83
Barumun selatan 122,60 2,90
Lubuk Barumun 300,23 7,10
Sosa 611,85 14,46
Batang Lubu Sutam 686,00 13,85
Hutaraja Tinggi 408,00 9,65
Huristak 357,65 8,46
Barumun Tengah 443,09 10,47
Aek Nabara Barumun 487,75 11,57
Sihapas Barumun 144,43 3,41
Jumlah Luas Kab. Padang
Lawas
4229,99
2.1.2 Letak Wilayah
Kabupaten Padang Lawas terletak antara: 1o26’ ‐ 2o11’ Lintang Utara 91o01’ – 95o53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 4.229,99 km2. Ketinggian
Berkisar antara: 0 – 1.915 m2 di atas permukaan laut.31
Kemiringan Tanah:
a. Datar : 26.863 Ha ( 6,35 % )
b. Landai : 48.739 Ha ( 11,52 % )
c. Berbukit‐bukit : 67.664 Ha ( 16 % ) d. Bergunung : 279.733 Ha ( 66.13 % )
Wilayah Kabupaten Padang Lawas berbatasan dengan:
a. Utara :Kabupaten Padang Lawas Utara
b. Timur :Kabupaten Rokan Hulu (ProvinsiRiau)
c. Selatan :Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera
Barat) dan Kecamatan Siabu (Kabupaten
Mandailing Natal)
d. Barat :Kecamatan Gunung Malintang (Kabupaten
Mandailing Natal) Kecamatan Sayur
Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola
(Kabupaten Tapanuli Selatan).
31
Peta Kabupaten Padang Lawas
Sumber : BPS Kabupaten Padang Lawas 2014
2.1.3 Penduduk
Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2011, jumlah
penduduk di Kabupaten Padang Lawas sebanyak 225.259 jiwa dengan
kepadatan penduduk sebesar 53 jiwa per km2 sedangkan Jumlah penduduk
Padang Lawas pada tahun 2012 sebanyak 232.166 jiwa dengan kepadatan
penduduk sebesar 54 jiwa per km2. Jumlah penduduk laki-laki Padang
persen yang artinya dari100 orang perempuan terdapat kira-kira 100 orang
penduduk laki-laki.
Bila dilihat per Kecamatan maka kecamatan Barumun merupakan
Kecamatan yang penduduknya terbesar dibanding kecamatan lainnya.
Kecamatan Barumun juga merupakan kecamatan terpadat di Padang Lawas
dengan kepadatan mencapai 376 jiwa per km2. Adapun kecamatan dengan
jumlah penduduk terendah adalah Sihapas Barumun dan kepadatan
penduduk terendah adalah Batang Lubu Sutam.
Berdasaarkan kelompok umur, penduduk Padang Lawas tergolong
penduduk muda. Hal ini terlihat dari model piramida penduduk yang
mengerucut keatas, atau dengan kata lain jumlah penduduk berumur muda
lebih besar dibanding penduduk tua. Bila dibanding penduduk usia
produktif( usua 15-64 tahun) dengan penduduk usia tidak produktif (0- 14
tahun dan 65 tahun ke atas). Maka rasio beban ketergantungan penduduk
Padang Lawas tahun 2012 adalah sebesar 71 persen yang artinya setiap 100
orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 71 orang penduduk usia
Tabel III
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur Jumlah Total Total
Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4)
0-4 17175 16509 33684
5-9 14575 13940 2828515
10-14 14094 13415 27509
15-19 11368 11160 22528
20-24 10061 10115 20176
30-34 8563 8606 17169
35-39 7619 7259 15148
40-44 6156 6370 12526
45-49 5336 5461 10797
50-54 4156 4265 8421
55-59 2991 3160 6151
60-64 1992 2285 4277
65-69 1259 4470 2729
70-74 806 1026 1832
75+ 789 1116 1905
Padang Lawas 116289 115877 232166
2.2 Partai Golkar
2.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Golkar
Kelahiran Golkar dimulai dari proses pengorganisasian yang
dilakukan secara teraratur sejak tahun 1960 yang dipelopori ABRI khususnya
TNI-AD, dan secara eksplisit organisasi Golongan Karya lahir pada tanggal
20 Oktober1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber
Golkar), dengan tujuan semula untuk mengimbangi dominasi kekusaan
politik PKI, dan perlawanan terhadap rongrongan dari PKI beserta ormasnya.
Selanjutnya Sekber GOLKAR beranggotakan 61 organisasi fungsional yang
kemudian berkembang menjadi 291 organisasi fungsional. Perkembangan
yang cukup signifikan ini terjadi karena adanya kesamaan visi di antara
masing-masing anggota.
Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini
kemudiandikelompokkan berdasarkan kekaryaannya kedalam 7 (tujuh)
Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:
1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO)
2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)
3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)
4. Organisasi Profesi
5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM)
6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI)
Maka lahirnya Sekber Golkar yang merupakan wadah bagi golongan
fungsional/golongan karya murni, yang tidak berada dibawah arus
pengaruh kekuatan politik tertentu. Jumlah anggota Sekber Golkar ini
bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi
anggota Sekber Golkar, dalam Front Nasional menyadari bahwa
perjuangan dari organisasi fungsional serta untuk menjaga keutuhan
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945. Perkembangan dari Golkar sendiri sangat
ditunjang oleh keberadaan ABRI,yang menyatu kedalam tubuh Golkar,
Karena Golkar dipimpin ABRI aktif, dan faktanya tokoh ABRI
begitu berpengaruh dalam terbentuknya Institusiini. Golongan Karya
kemudian disebut juga sebagai masyarakat kekaryaan,yang terdiri dari
golongan fungsional, selanjutnya ada penggolongan keanggotaan yang
berasal dari warga Negara Indonesia sesuai dengan pekerjaannya dalam
lapangan produksi yang ada yakni:
1. Angkatan Buruh/Petani
2. Angkatan Tani dan nelayan
3. Angkatan Pengusaha Nasional
4. Angkatan Bersenjata (Angkatan Darat, Angkatan
Udara, Angkatan Laut, Kepolisian, Veteran)
6. Angkatan Proklamasi
7. Angkatanjasa (cendikiawan, guru dan pendidik,
seniman, wartawan, pemuda, wanita dan warga
keturunan)
Dalam perjalanan selanjutnya, kegagalan G-30S PKI dan terbitnya
SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret), kepada Jend.Soeharto
untuk mengendalikan keamanan Negara, menjadikan posisi angkatan Darat
yang telah mengkosolidasikan Sekber GOLKAR yang di dalamnya terdapat
golongan fungsional di menjadi sangat stategis. Akhir dari kelumpuhan
kekuatan PKI maka dimulailah dominasi GOLKAR dalam perpolitikan
tanah air. Kondisi perpolitikan pada tahun1965,yakni setahun sesudah
Sekber Golkar lahir, sangat diluar dugaan momentum politik saat itu telah
ikut mendorong meroketnya eksistensi.
Sekber Golkar sebagai wadah alternatif atau pengimbang kekuatan
front Nasionalis, menyusul kegagalan G30S/PKI. Maka Sekber Golkar
bersama kekuatan Pancasila lainnya merapatkan barisan dan mencanangkan
upaya pembaharuan, serta pembangunan di berbagai sektor kehidupan,
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Maka pada saat dimulainya
pemerintahan Orde Baru jadilah Golkar sebagai kekuatan terbesar dalam
perpolitikan Indonesia, hingga akhirnya partai ini memenangkan secara
2.2.2 Hegemoni Golkar dan kebijakan Kristalisasi Partai Politik
Pemilu 1971 menampilkan Golkar sebagai pemenang dan menyapu
bersih lawan-lawan politiknya secara nasional, maka hal ini dimanfaatkan
oleh Soeharto untuk memperkuat posisi Golkar di parlemen dengan lebih
menyederhanakan jumlah partai politik, dengan dalih bahwa Sistem
politik dengan menjalankan multipartai, sangat mengganggu jalannya
pembangunan diera orde baru. Maka pada 4 maret 1970 terbentuklah
kelompok nasionalis yang merupakan gabungan PNI, IPKI, MURBA,
PARKINDO dan partai katolik. Tanggal 14 Maret 1970 terbentuk
kelompok spiritual yang terdiri dari NU, PARMUSI, PSII dan PERTI.
Kemudian kelompok nasionalis diberi nama kelompok demokrasi
pembangunan, sedangkan kelompok kedua diberi nama kelompok
persatuan. Pengelompokan ini kemudian berlanjut dalam pembagian fraksi
di DPR dan MPR hasil Pemilu 1971, dan keadaan seperti ini tentunya
tidak memberi pilihan pada partai-partai politik lainnya untuk melakukan
perlawanan terhadap pemerintahan otoriter Orde baru, maka pada tahun
1973 partai nasionalis yang kemudian disebut kelompok demokrasi
pembangunan menjadi partai demokrasi.
pada tanggal 10 januari 1973. Lalu kelompok spiritual yang
kemudian menjadi kelompok persatuan, pada tanggal 19 Februari 1973
menggabungkan kegiatan politiknya kedalam wadah Partai Persatuan
pada tanggal 6 desember 1974 pemerintah orde baru menyampaikan
rencana UU partai politik dan Golongan Karya kepada DPR, sebagai aturan
hukum peleburan partai politik secara besar- besaran, yang terjadi
pertamakalinya dalam sejarah kepartaian Indonesia. Implikasi dari
kebijakan itu yakni fusi partai politik, Golkar kemudian menjelma menjadi
organisasi politik dengan kekuatan yang tidak bias disaingi oleh dua
kekuatan politik lainnya, sehingga dalam pemilu 1977 Golongan Karya
adalah kekuatan politik yang sudah mempunyai identitas, sedangkan kedua
partai lainya adalah dua partai baru yang mencoba mempertaruhkan
identitasnya untuk menarik masa pendukung dalam pemilu.
PPP menangkap isu agama, sebagai satu-satunya pelekat utama bagi
partainya. Sasaran utamanya adalah umat Islam dan organisasi-organisasi
islam pendukungnya seperti NU, PSII, Muslimin Indonesia dan PERTI.
Sasaran lain adalah pemilih rasional yang mengganggap PPP sebagai
alternatif pilihan politik bagi masyarakat, serta perwacanaan yang
dibangun, bahwa PPP adalah satu-satunya wadah bagi umat Islam.
Disisi lain Golkar sangat sadar dengan hal ini, dandengan kekuatan
yang dimilikinya menetralisir isu yang menjadi senjata PPP itu, dengan
menyatakan bahwa politik itu adalah urusan duniawi, maka umat islam
berhak untuk memilih partai politik sesuai dengan keyakinannya, dan tidak
berarti bahwa yang berada dalam barisan Golkar adalah umat islam yang
sangat bersusah payah merumuskan identitas dirinya kepada massa
pemilihnya sendiri. PDI yang bercirikan demokrasi Indonesia kebangsaan
dan keadilan sosial, mencoba membangun citranya sebagai partai rakyat
kecil, walaupun praktis tidak terlalu besar manfaatnya. Hal ini tentunya
karena ketidakmampuan partai tersebut untuk merumuskan siapa dirinya,
maka dia pun tidak mampu menumbuhkan proses identifikasi pemilih
dengan dirinya. Golka rsebagai kekuatan politik tidak mampu disaingi oleh
dua partai pesaingnya, Golkar dalam Pemilu menjual jargon “politik no
pembangunan yes” pada massa pemilihnya. Kemudian, Golkar
mengidentifikasi dirinya sebagai golongan yang terdiri dari manusia
modern, yang mengusahakan modernisasi dan pembangunan bagi
masyarakat. Disamping karena kuatnya pengaruh Golkar ditengah
masyarakat, dan ditopang oleh birokrasi dan ABRI yang menjadi
landasan kekuatan politik orde baru, maka tak pelak lagi, Golkar menjadi
pemenang mutlak dalam setiap pemilu Orde Baru dan menjadi Absolute
Majority di parlemen.
Kemudian dalam meraih dukungan dari pemilih diseluruh pelosok
daerah, Orde Baru memberlakukan kebijakan bahwa partai-partai politik
hanya bisa menjangkau masyarakat di tingkat kabupaten, yang tentu saja
membatasi ruang gerak partai pesaingnya. Di sisi lain karena Golkar
dianggap bukan partai, maka organisasi ini mampu dengan leluasa
rumput), sampai ketingkat desa dan kelurahan. Kebijakan lain untuk
strategi mendapatkan pemilih mengambang, dilakukan dengan
mengasingkan para pemimpin partai (PPP dan PDI) dari pengikut
mereka,yang memiliki akar-akar historis, dengan tokoh tersebut.
Selanjutnya, ada pembentukan keluarga besar Golongan Karya
sebagai jaringan konstituen, yang dibina sejak awal Orde Baru melalui
suatu pengaturan informal, yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur
B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar
birokrasi. Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi pengendalian
terhadap Golkar melalui Dewan Pembina yang mempunyai peran
sangatstrategis.
Serangkaian peraturan pun dikeluarkan pemerintah, seperti peraturan
Monoloyalitas yang mewajibkan semua pegawai negeri sipil (PNS) untuk
menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golongan Karya. Dengan iklim
politik yang seperti ini, maka selama rezim Orde Baru jadilah Golkar dan
ABRI, sebagai tulang punggung pemerintahan, dimana semua politik Orde
Baru diciptakan, dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan
Golkar, dimana selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan-jabatan
dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya
diduduki oleh kader-kader Golkar. Maka dapat dikatakan bahwa, selama
periode pemerintahan orde baru dalam fakta politiknya terjadi proses