• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Zonasi Taman Nasional Laut Karimun Jawa, Suatu Pendekatan Cell Based Modeling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Zonasi Taman Nasional Laut Karimun Jawa, Suatu Pendekatan Cell Based Modeling"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)

KAJIAN ZONASI TAMAN NASIONAL LAUT KARIMUNJAWA, SUATU PENDEKATAN CELL BASED MODELING

OLEH :

NORMA MARIA PRlClELYA MANOPPO

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(129)

NORMA M.P. MANOPPO. Kajian Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa, Suatu Pendekatan Cell Based Modeling. Dibimbing oleh VlNCENTlUS P. SIREGAR, ROKHMIN DAHURI, dan IWAN GUNAWAN.

Sistem zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa yang dzbentuk untuk menjawab

pengelolaan yang berkelanjutan belum dapat memberikan hasil yang optimal sebagaimana

yang dzinginkan. Untuk itu perlu dikaji seberapa besar kinerja zonasi yang selama ini

diterapkan sesuai dengun potensi sumberdaya dan kesesuaian zonasi berdasarkan

distribusi kualitas sumberdayanya.

Metode yang dipergunakan untuk menginventarisasi potensi sumberdaya

berdasarkan keberadaan dan tingkat perubahannya dalam kurun waktu 1997-1999 adalah

metode analisis data citra satelit. Sedangkan untuk mengukur tingkat kesesuaian zonasi

berdasarkan kualitas sumberdaya dimaksud dipergunakan analisis spasial dengan

pendekatan Cell Based Modeling

Hasil analisis data citra menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakn

menurunnya luasan sumberdaya pesisir, yaitu seluas 1 l,07 ha untuk mangrove dan 626,72

ha untuk terumbu karang. Sedangkan berdasarkan hasil analisis spasial terhadap sistem

zonasi yang diterapkan selama ini terlihat bahwa sumberdaya yang terlindungi dalam zona

inti dan zona perlindungan adalah seluas 397,71 ha atau 144,66 ha lebih besar jika

dibandingkan dengan zona ehisting.

Dengan demikan sistem zonasi yang ada masih perlu ditingkatkan knerjanya

dengan mempertimbangkan faktor distribusi kualitas sumberdaya secara lebih proporsional

(130)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

KAJIAN ZONASI TAMAN NASIONAL LAUT KARIMUNJAWA, SUATU PENDEKATAN CELL BASED MODELING

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(131)

KAJIAN ZONASI TAMAN NASIONAL LAUT KARIMUNJAWA, SUATU PENDEKATAN CELL BASED MODELING

NORMA MARIA PRlClELYA MANOPPO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(132)

Judul Tesis : KAJIAN ZONASI TAMAN NASIONAL LAUT KARIMUNJAWA, SUATU PENDEKATAN CELL BASED MODELING

Nama : Norma M.P. Manoppo NRP : SPL

-

98452

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS.

Anggota Dr. Ir. lwan Gunawan, M.Sc.Eng Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS.

FEB

20m

(133)

Penulis dilahirkan di Manado, 30 November 1971. Pendidikan sarjana ditempuh,di Program Studi llmu Kelautan, Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus pada tahun 1995.

Penulis pernah bekerja pada beberapa perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang konsultan di Jakarta, dan sejak tahun 2000 sampai dengan saat ini penulis bekerja di Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pekayon, Jakarta.

(134)

PRAKATA

Dengan menaikkan ungkapan syukur kepada Tuhan atas berkat dan cinta kasih-Nya semata sehingga penulisan tesis ini, yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Pascasarjana,. lnstitut Pertanian Bogor dapat terselesaikan.

Tesis dengan judul "Kajian Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa, Suatu Pendekatan Cell Based Modeling" ini bertujuan untuk mendapatkan sistem zonasi yang lebih proporsional dalam mewakili karakteristik setiap individu dari sumberdaya, yang berkaitan dengan tingkat kerentanan suatu sumberdaya sebagai salah satu dasar dalam melakukan pengelolaan kawasan konservasi laut di wilayah kepulauan.

Dengan terselesaikannya penulisan tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA, selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dan Dr. Ir. lwan Gunawan, M.Sc, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS., selaku Ketua Program Studi Pesisir dan Lautan dan Drs. Bidawi Hasyim sebagai Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN, Pekayon yang telah membantu dalam pelaksanaan peneliian, Papi dan Mami beserta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat ikut memberikan masukan yang bermakna bagi pengambil kebijakan kawasan konservasi laut, akademisi, praktisi, dan pengamat lingkungan serta bagi perkembangan ilmu khususnya yang berkaitan dengan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.

Bogor, November 2002

(135)

DAFTAR

tSI

Halaman

...

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... iii

...

PENDAHULUAN I

...

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Kerangka Pemikiran ... 3

Ruang Lingkup Wilayah ... 4

Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

TINJAUAN PUSTAKA

...

6

...

Karakteristik Pulau-Pulau Kecil 6

Potensi Ekosistem Wilayah Pesisir ... 7 Potensi Jasa Lingkungan ... 9

Pengelolaan Kawasan Konservasi ... 11 Konservasi Laut Indonesia ... 12

...

Sistem Zonasi Taman Nasional Laut 13

...

Teknologi Penginderaan Jauh 16

...

Sistem lnformasi Geografi (SIG) 18

Cell Based Modeling ... 19 Aplikasi Cell Based Modeling dalam Pengelolaan Sumberdaya ... 21 lmplikasi Zonasi dalam Pengelolaan ... 22

METODOLOGI PENELlTlAN

...

25

Waktu dan Lokasi ... 25

Alat dan Bahan ... 25

...

Pengumpulan Data 26

Metode Analisa dan Pengolahan Data ... 26

...

Analisis Data Citra Satelit 28

(136)

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

...

40

...

Kondisi lklim dan Fisika 40

...

Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya 42

Landasan Hukum ... 45

...

Potensi Sumberdaya Alam TNL Karimunjawa 47

...

Hutan Mangrove 47

Padang Lamun dan Rumput Laut ... 48 Terumbu Karang ... 49

...

Biota Laut 51

Perikanan Laut ... 52

Vegetasi Hutan Pantai ... 52 Hutan Hujan Dataran Rendah ... 53 Potensi Pariwisata ... 53

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

54

Karakteristik Topografi ... 54 Analisa Penutupan Lahan ... 56

...

Sebaran Penutupan Lahan 56

...

Perubahan Fungsi Penutupan Lahan 59

Kerapatan Vegetasi Mangrove ... 63 Analisa Penutupan Perairan ... 67

...

Sebaran Penutupan Perairan 67

...

Perubahan Fungsi Penutupan Perairan 70

...

Analisis Distribusi Sumberdaya Perairan TNL Karimunjawa 72

...

Distribusi Kualitas Sumberdaya 72

Distribusi Kualitas Kawasan ... 75

...

Evaluasi Kinerja Sistem Zonasi 80

lmplikasi Terhadap Pengelolaan TNL Karimunjawa ... 84

...

Penataan Batas Zona 84

Kesesuaian Lahan Wisata Bahari ... ... 85

KESIMPULAN DAN SARAN

...

89

Kesimpulan ... 89 .Saran ... 90

(137)

Halaman

Fungsi Masing-Masing Kanal dari Sensor Thematic Mapper ...

Beberapa Contoh Aplikasi Data Citra Satelit Landsat-TM ...

Parameter Kesesuaian Lahan untuk Wisata Selam dan Snorkling ...

Titik Kontrol yang digunakan dalam Koreksi Geometrik tahun 1999 ...

Bentuk Matriks Kesalahan Hasil Pengujian Piksel dari Setiap Kelas ...

Sistem Penilaian Kesesuaian untuk Wisata Selam dan Snorkling ...

Parameter Fisika-Kimia Perairan di Stasiun Pengamatan ...

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Karimunjawa ...

Persentase Pertambahan Penduduk Kecamatan Karimunjawa ...

Penduduk Kecamatan Karimunjawa Menurut Tingkat Pendidikan ...

Persentase Penutupan Karang Hidup ...

Penutupan Karang Hidup dari tahun 1997 dan 2000 ...

Luas Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra Tahun 1997 dan 1999 ...

Luas Perubahan Fungsi Penutupan Lahan dari Tahun 1997 sampai

... Tahun 1999

Nilai Vegetasi Mangrove di Taman Nasional Laut Karimunjawa ...

Luas Tingkat Kerapatan Mangrove di Taman Nasional Laut Karimunjawa ... Luas Penutupan Perairan Taman Nasional Laut Karimunjawa ...

Luas Perubahan Fungsi Penutupan Perairan dari Tahun 1997 sampai

...

Tahun 1999

...

Pembobotan Nilai Ekosistem

...

Kriteria Pembagian Zonasi

Sistem Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa ... ...

Perbedaan Kinerja Sistem Zonasi TNL Karimunjawa

...

(138)

Halaman . .

...

Kerangka Dasar Penel~t~an

Lokasi Penelitian di Taman Nasional Laut Karimunjawa. Jawa Tengah ...

Stratifikasi Ekosistem Wilayah Pesisir dan Laut ...

Zonasi Kawasan Konservasi ...

Satelit Landsat 5-Thematic Mapper ...

Sistem Cell Based Modeling ...

Proses Analisa Focal ...

Fungsi Euclidean ...

Aplikasi Cell Based Modeling dalam Pengelolaan Sumberdaya Perairan ...

Proses Pengolahan Data ... ...

Citra Komposit Kanal 453 Tahun 1999

Citra Komposit Kanal 421 Tahun 1997 ... ...

Analisa Keterkaitan Sumberdaya Berdasarkan Fungsi Focalmean

Evaluasi Kinerja Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa ... ...

Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa

Titik Tinggi dan Kedalaman Wilayah Penelitian ... ...

Kemiringan Lereng Wilayah Penelitian

Citra Sebaran Penutupan Lahan Tahun 1997 di TNL Karimunjawa ...

Citra Sebaran Penutupan Lahan Tahun 1999 di TNL Karimunjawa ...

Perbandingan Luas Penutupan Lahan Tahun 1997 sampai Tahun 1999 ...

Distribusi Perubahan Fungsi Penutupan Lahan Tahun 1997 sampai

Tahun 1999 ... ...

Citra Kerapatan Vegetasi Mangrove Tahun 1997 di TNL Karimunjawa

...

Citra Kerapatan Vegetasi Mangrove Tahun 1999 di TNL Karimunjawa

...

Kondisi Kerapatan Vegetasi Mangrove di Pulau Karimunjawa dan Kemujan

...

Kondisi Kerapatan Vegetasi Mangrove di Pulau Nyamuk

...

Kondisi Kerapatan Vegetasi Mangrove di Pulau Bengkoang

...

Citra Klasifikasi Penutupan Perairan Tahun 1997 di TNL Karimunjawa

...

Citra Klasifikasi Penutupan Perairan Tahun 1999 di TNL Karimunjawa

...

Perbandingan Luas Penutupan Perairan Tahun 1997 sampai 1999

Distribusi Perubahan Fungsi Penutupan Perairan Tahun 1997 sampai

Tahun 1999 ... ...

(139)

32 . Sistem Zonasi Perairan Taman Nasional Laut Karimunjawa ... 77

...

33 . Detail Potongan Potensi Sumberdaya Perairan 78

...

34 . Perbedaan Kinerja Antara Sistem Zonasi PHPA dan Cell Based Modeling 82

...

35 . Perbedaan Zonasi Antara PHPA dan Cell Based Modeling 83

(140)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Hasil Perhitungan Sistem Penilaian Kesesuaian untuk Wisata Selam dan

...

Snorkling 95

...

Hasil Survei Mangrove di Lokasi Pengamatan 96

Hasil Perhitungan Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, Penutupan Relatif

dan INP Masing-Masing Jenis Mangrove. ... 98 Uji Ketelitian Keakurasian Klasifikasi pada Citra Hasil Klasifikasi Penutupan

Lahan dan Penutupan Perairan ... 99 Luas dan Persentase Penutupan Lahan TNL Karimunjawa Berdasarkan

...

Citra Landsat 5-TM Tahun 1997 100

Luas dan Persentase Penutupan Lahan TNL Karimunjawa Berdasarkan

Citra Landsat 5-TM Tahun 1999. ... 101 Luas dan Persentase Penutupan Perairan TNL Karimunjawa Berdasarkan

...

Citra Landsat 5-TM Tahun 1997 102

Luas dan Persentase Penutupan Perairan TNL Karimunjawa Berdasarkan

(141)

Latar Belakanq

Sebagai salah satu kepulauan di Indonesia yang memiliki karakteristik pulau-pulau relati berukuran kecil, maka Kepulauan Karimunjawa dapat dikategorikan sebagai kawasan yang perlu dikelola dengan baik sebagai upaya untuk mempertahankan keberlanjutan sumberdaya yang dimilikinya, terutama sumberdaya perairan. Berkaitan dengan ha1 tersebut, maka pemerintah telah menetapkan kawasan ini sebagai kawasan Taman Nasional Laut yang merupakan salah satu model pengelolaan wilayah berbasiskan konsewasi (DEPHUT, 1996).

lmplementasi pelaksanaan konservasi yang dimaksud ditunjukkan melalui suatu sistem zonasi wilayah berdasarkan tingkat kerentanan sumberdaya yang dimilikinya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya strategi konsewasi yang menjadi salah satu model pengelolaan sumberdaya wilayah tersebut seringkali dihadapkan dengan permasalahan yang berkaitan dengan keterbatasan perangkat pengelolaan baik berupa peraturan maupun yang berkaitan dengan teknis pengelolaannya. Lemahnya penegakkan hukum serta kelembagaan, ditambah dengan minimnya kinerja sistem zonasi wilayah yang ada telah mengakibatkan terjadinya proses degradasi sumberdaya alam yang ada dalam kawasan Taman Nasional Laut Karimunjawa.

(142)

Penyusutan distribusi luasan sumberdaya yang dimaksud diatas pada gilirannya akan memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap distribusi luasan zona yang didasarkan pada tingkat kerentanan sumberdaya. Untuk mengetahui seberapa besar dan sejauh mana pengaruh tersebut lebih lanjut, maka perlu dilakukan suatu penelitian dalam bentuk suatu Kajian Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa berdasarkan pendekatan cell based modeling.

Perurnusan Masalah

Penunjukkan zonasi TNL Karimunjawa berdasarkan Dirjen PHPA No. 53IKptslDJ-V111990, belum dapat menghindarkan kawasan ini dari proses degradasi sumberdaya alam yang dimilikinya sebagai akibat dari tuntutan pertumbuhan sosial dan ekonomi. Hal ini dimungkinkan karena kurang representatifnya sistem zonasi yang ada didalam mewakili setiap karakteristik individu sumberdaya sedemikian rupa sehingga dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan terjadinya degradasi terhadap sumberdaya itu sendiri.

Tujuan Penaliian

Analisa potensi sumberdaya pesisir dan laut dengan memanfaatkan data citra satelit Landsat-TM melalui klasifikasi citra.

Analisa kesesuaian zona untuk zonasi wilayah perairan TNL Karimunjawa berdasarkan pendekatan cell based modeling.

Mengkaji tingkat kesesuaian zonasi untuk pengelolaan TNL Karimunjawa.

(143)

Terwujudnya zonasi atau ruang yang serasi dan seimbang dalam menentukan langkah operasional kegiatan konservasi taman nasional laut.

Keberadaan sumberdaya yang dimiliki oleh Taman Nasional Laut Karimunjawa disatu sisi serta tingkat pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya sebagai tuntutan pertumbuhan sosial dan ekonomi disisi lainnya, telah melahirkan suatu sistem pengaturan pemanfaatan kawasan sesuai dengan tingkat kerentanan sumberdaya itu sendiri.

Dalam pelaksanaannya sistem pengaturan pemanfaatan kawasan tersebut mengalami banyak kendala, terutama yang berkaitan dengan teknis perangkat pengelolaannya yang masih bersifat global (holistic) sehingga mengenyampingkan unsur-unsur individu dari sumberdaya yang justru harus mendapatkan perhatian secara khusus. Untuk mengatasi ha1 tersebut diperlukan suatu pendekatan baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif.

Pendekatan kualitatif terutama ditujukan kepada rujukan-rujukan administratif yang mendukung atau mendasari terbentuknya sistem pengaturan pemanfaatan kawasan taman nasional taut beserta ruang lingkup operasionalnya.

Sedangkan pendekatan kuantiatii lebih ditujukan kepada bagaimana menginventarisasi sumberdaya dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, serta bagaimana mendapatkan pola distribusi sebaran sumberdaya yang secara lebih representatii dengan mempergunakan cell based modeling yang berbasiskan SIG.

Secara sistematis kerangka dasar pemikiran penelitian ini dijelaskan melalui Gambar 1, sedangkan detail pelaksanaannya akan dijelaskan pada Bab 3,

(144)

r \ r 7 UU No. 5 Thn 1990

Kebutuhan dan 7 Karakteristik

Aktifitas r 5

TNL Karimunjawa

Pembangunan

Dirjen PUPA No. 531

KptslDJ-VU199O

Perencanaan

[image:144.612.106.473.73.560.2]

Zonasi Optimum

Gambar I . Kerangka Dasar Penelitian

K e t e n n g m Bagan

Slstem ZonaslTNL Karlmunjawa RS Remote Sensing

C I S : Geogmphrc Infinnaaon Sysrem

Ruang Lingkup Wilayah

(145)

Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan fungsi utama dari Taman Nasional sebagaimana disebutkan dalam Pedoman Penetapan Zonasi Taman Nasional yang ditetapkan oleh Departeman Kehutanan tahun 1995, maka kajian zonasi dalam penelitian ini lebih dititik beratkan pada bagaimana kinerja sistem zonasi yang ada didalam melindungi keberadaan sumberdaya perairan sesuai dengan karakteristik individu yang dimilikinya. Berkaitan dengan ha1 tersebut, maka ruang lingkup pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain meliputi :

(1) Kondisi fisik dasar wilayah yang mencakup kondisi permukaan lahan dan dasar lautan.

(2) lnventarisasi sebaran penutupan lahan dan perairan serta kecenderungan perubahannya berdasarkan klasifikasi data citra satelit Landsat 5-TM.

(3) Penyusunan alternatif zonasi perairan Taman Nasional Laut Karimunjawa

berdasarkan pendekatan cell based modeling.

[image:145.612.80.507.351.718.2]

(4) lmplikasi zonasi terhadap pengelolaan Taman Nasional Laut Karimunjawa.

(146)

TIMJAUAN PUSTAKA

Walaupun memiliki lahan daratan yang relatif kecil dan terbatas, namun pada umumnya karakteristik pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya pesisir dan lautan yang relatif melimpah dan berpotensi dalam menunjang pembangunan. Sehubungan dengan ha1 tersebut pengelolaan pulau-pulau kecil perlu ditangani dengan baik sehingga keberlanjutannya dapat terus terjaga. Salah satu model pengelolaan yang sering diterapkan pada pengelolaan pulau-pulau kecil adalah konservasi terhadap sumberdayanya yaitu dengan melakukan zonasi wilayah. Untuk dapat melakukan zonasi wilayah diperlukan inventarisasi keberadaan sumberdaya dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Selanjutnnya untuk mengoptimalisasikan pemanfaatan kawasan sesuai dengan keberadaan sumberdaya yang dimaksud, dipergunakan cell based modeling yang berbasiskan

sistem informasi geografi (SIG).

Karakteristik Pulau-Pulau Kecil

(147)

Potensi Ekosistem Wilayah Pesisir

Pulau kecil dapat dikategorikan sebagai suatu wilayah pesisir dimana dalam wilayah tersebut terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir dan laut beserta sumberdayanya. Ekosistem wilayah pesisir yang dimaksud adalah suatu sistem lingkungan perairan yang merupakan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara jasad hidup perairan (komponen biotik) dengan lingkungan fisik perairan (komponen abiotik) termasuk antar komponen biotik itu sendiri. Kearah darat lingkungan ini mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan kearah laut meliputi daerah paparan benua (Beatly et. a/, 1 994).

Berdasarkan pola sebarannya, maka ekosistem wilayah pesisir pada umumnya terstratifikasi secara hirarkis sebagaimana dijelaskan melalui Gambar 3,

dimulai dari arah daratan menuju ke arah laut, adalah mangrove, lamun atau rumput laut, dan terumbu karang (Nontji, 1987). Ketiga ekosistem ini merupakan ekosistem yang sangat penting karena fungsi dan peranan yang dimilikinya baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap manusia.

Sebaran Sum berdaya

[image:147.612.80.493.527.726.2]

=----%=--

(148)

a) Hutan Bakau (Mangroves)

Hutan bakau dapat juga disebut sebagai hutan mangrove, merupakan komunitas tumbuhan pantai yang mampu tumbuh pada daerah pasang surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan, su bstart dan morfologi pantainya. Hutan mangrove ditemu kan tumbu h di sepanjang pantai-pantai yang terlindung dari aktivitas gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Hutan bakau mempunyai arti yang penting karena memberikan sumbangan berupa bahan organik bagi perairan sekiarnya. Ekosistem hutan bakau memberikan perlindungan terhadap pantai, perangkap sedimen dari darat, perlindungan bagi organisme tertentu, pemijahan, pembesaran, dan tempat pencari makan dari berbagai organisme. Selain itu dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan seperti pemanfaatan kayu untuk kayu bakar dan pembangunan rumah.

b) Padang Lamun (Sea Grass Beds)

Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir sering dijumpai di terumbu karang. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Secara ekologis padang

lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, antara lain sebagai sumber makanan penting bagi organisme, tempat berlindung dan pembesaran bagi beberapa organisme.

c) Rumput Laut (Sea Weeds)

(149)

perairan yang jemih rumput laut dapat tumbuh hingga kedalaman 20-30 m. Rumput laut memperoleh makanan berupa nutrien langsung dari air laut, akibat peritiia upwelling dan turbulensi nutrien tersebut menjadi tersedia di kolom air (Nybakken, 1988).

d) Terumbu Karang (Coral reefs)

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di seluruh perairan Indonesia. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnidaria, kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1988). Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang memiliki produktivitas yang tinggi sehingga memungkinkan sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Dan sisi sosial ekonomi, masyarakat pesisir seringkali mengambil ikan hias yang hidup diantara terumbu karang untuk dijual dan terumbu karang dapat mendatangkan devisa negara yang berasal dari sektor pariwisata.

Potensi Jasa Lingkungan

(150)

pendidikan dan peneliian, kawasan pertindungan (konservasi dan preservasi), dan fungsi penunjang kehidupan dan fungsi ekologis lainnya (Dahuri, et a/, 1996).

Dari sekian banyak jasa lingkungan yang ditawarkan, maka potensi jasa lingkungan yang paling menonjol dan diminati oleh wisatawan terhadap pulau-pulau kecil adalah pariwisata dalam kawasan konservasi, seperti cagar alam dan taman nasional. Jenis kegiatan ini sering dikenal sebagai pariwisata alam (ecotourism), yang tidak jarang dikaitkan dengan kegiatan pendidikan dan penelitian ilmiah (Boo, 1993). Pada dasamya ekoturisme atau ekowisata dapat didefinisikan sebagai perjalanan yang bertangg ungjawab ke wilayah-wilayah alami atau relatif masih sediki sekali terganggu dengan tujuan untuk mempelajari dan menikmati pemandangan serta mengamati budaya masyarakat setempat (Hector Cabalos- Lascuarian, I 993).

(151)

Dari uraian di atas tarnpak jelas bahwa keunggulan dan keberlanjutan

usaha pariwisata bahari sangat bergantung pada keindahan dan kelestarian ekosistern pesisir dan lautan yang menjadi obyek utamanya. Dengan demikian pulau-pulau kecil perlu dikelola secara baik guna rnenunjang pernbangunan, dalam pengertian bahwa pernbangunan harus dilakukan secara terencana, sistematis dan terpadu sehingga apa yang dilakukan dalam kegiatan pernbangunan tersebut tidak akan rnengganggu keberlanjutan surnberdaya yang ada. Model pengelolaan surnberdaya yang diterapkan pada pulau-pulau kecil pada urnurnnya mengacu kepada perlindungan wilayah atau sering dikenal dengan kawasan konservasi.

Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suatu kawasan yang dilindungi harus dijamin keberadaan dari pernanfaatan surnberdaya secara tidak terbatas. Prinsip dasar untuk tujuan perlindungan adalah konservasi, dimana konservasi dapat didefinisikan sebagai pengelolaan dari penggunaan manusia terhadap "biosphere" untuk rnendapatkan keuntungan yang berkelanjutan bagi generasi sekarang dengan tetap mernelihara potensinya untuk kebutuhan dan cita-cita generasi yang akan datang (IUCN, 1980 dalam Salm 1982; McNeely et a/., 1990 dalam Carter, 1994).

Berdasarkan UU No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disebutkan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama rnelindungi kelestarian lingkungan hidup yaqg rnencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna

(152)

Beberapa tipe pemanfaatan yang sesuai dengan tujuan perlindungan

mungkin tidak praktis dilihat dari sudut pengelolaan. Sebagai contoh, mungkin saja keputusan untuk memanfaatkan kayu dari pohon yang sudah mati dalam taman nasional dalam skala kecil sebagai kayu bakar tidak berpengaruh terhadap keutuhan biologis. Tetapi ha1 ini tidak menjamin agar skala usaha itu tetap kecil dan tidak ada cara terbaik untuk mengawasi pengumpulan semacam itu. Disamping itu kehadiran pengumpul kayu bakar tersebut dapat mengganggu tujuan lainnya.

Konservasi Laut lndonesia

Resolusi GA17.38 pada sidang umum ke 17 IUCN (The International for Conservation of Nature and Natural Resources) mendefinisikan kawasan konservasi laut adalah suatu wilayah intertidal atau subtidal, termasuk perairan dengan flora dan faunanya, serta perisitiwa sejarah dan budaya, harus dilindungi oleh hukum atau arti lain yang efektif dalam melindungi sebagian atau keseluruhan lingkungan (IUCN, 1988).

Salah satu kawasan konservasi laut yang sedang dikembangkan di lndonesia seperti yang tertuang pada Rancangan Peraturan Pemerintah Republik lndonesia tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan pelestarian alam laut, yang memiliki dua macam bentuk kawasan perlindungan, yaitu (DEPHUT, 1995 dalam Alikodra, 1996) :

a) Taman Wisafa Alam Laut, adalah kawasan yang meliputi sistem alam yang utuh, dikelola untuk perlindungan jangka panjang dan menjaga keanekaragaman hayati laut, yang pada saat bersamaan memberikan produk jasa dan produk alam yang dibutuhkan manusia.

(153)

untuk generasi sekarang dan masa yang akan datang, (3) memberikan bantuan untu k kegiatan ilmiah, pendidikan, rekreasi, dan kesem patan pengunjung, yang semuanya bewawasan lingkungan.

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, disebutkan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (DEPHUT, 1995).

Sistem Zonasi Taman Nasional Laut

Sistem zonasi taman nasional adalah pembagian wilayah di dalam kawasan taman nasional menjadi zona-zona guna menentukan kegiatan-kegiatan pengelolaan yang diperlukan secara tepat dan efektii dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan taman nasional laut sesuai dengan fungsi dan peruntukannya (DEPHUT, 1995).

Sampai saat ini penataan zonasi kawasan taman nasional laut belum didukung kelengkapan data dan informasi dasar dari potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem. Penataan zonasi taman nasional merupakan pembagian

kawasan taman nasional atas berbagai zona yang mencerrninkan adanya suatu perlakuan tertentu di masing-masing zona tersebut. Penataan zonasi bertujuan untuk optimalisasi fungsi dan peruntukkan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem pada setiap bagian kawasan (Sriyanto A, 1998).

(154)

dapat ditunjukkan oleh tiik terluar dari setiap kegiatan yang diatur dan dibatasi secara jelas untuk menegaskan batasnya (Laffoley, 1995).

Untuk memahami peranan zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah dengan memahami fungsinya. Suatu kawasan yang dilindungi harus dapat menggambarkan tiga fungsi dasar yang biasanya dijelaskan ke dalam tiga peran (Laffoley, 1995), yaitu : peran konservasi (konservasi terhadap genetik dan ekosistem), peran logistik (partisipasi dalam peneliian dan monitoring), dan peran pembangunan (kerjasama dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan konservasi untuk mempromosikan bentuk pembangunan berkelanjutan yang wcok dengan tujuan konservsi). Lebih lanjut dijeiaskan bahwa sistem zonasi yang digunakan dalam kawasan konservasi harus mengandung ketiga peranan tersebut, yang dijelaskan sebagai : zona inti (core area), yaitu wilayah dengan tujuan utama konservasi; zona penyangga (buffer zone), yaitu wilayah yang membatasi maksud dari pengelolaan; dan zona transisi (transition area), yaitu wilayah kerjasama dengan masyarakat sekiar (Gambar 4).

-

-

-

Core are? {stricily p:Giezisd)

///,

Bufter zone fstrrdly sle!mealea)

!

j

1

I

?iansl:ion am:,

X X X H ~ n a ? seftleriicnts

R R e s ~ r c h skt!o:1(11~ experiment M Monitoring

E Education and tiainmg

T Tourism and recreation

Gambar 4. Zonasi Kawasan Konservasi (zaffoley, 1995)

(155)

perlindungan, zona pemulihan, zona rehabilitasi, zona budaya, dan lain-lain, meliputi (DEPHUT, 1995) :

1. Zona Inti adalah kawasan dimana keadaan flora dan fauna atau keindahan khaliknya dan ekosistem mutlak untuk dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aMivitas manusia.

2. Zona Pedindungan adalah kawasan yang berfungsi sebagai peralihan, dimana dalam batas-batas tertentu proses alami tetap menjadi prioritas perlindungan dan pelestarian.

3. Zona Pemanfaatan adalah kawasan yang memiliki keanekaragaman dan keindahan flora dan fauna laut, maupun keindahan alamnya mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.

4. Zona Penyangga merupakan kawasan pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat setempat dan merupakan daerah penahan gangguan dari luar terhadap kawasan taman nasional.

5. Zona Lainnya adalah kawasan yang ditetapkan sesuai dengan kepentingannya, seperti :

zona pemulihan adalah kawasan untuk kepentingan pemulihan habitat atau ekosistem dan populasi hidupan liar,

zona rehabilitasi adalah kawasan yang pernah rusak akibat sesuatu ha1 dan dapat dilaku kan kegiatan pemulihan untu k dikembalikan ke zona yang sesuai dengan peruntukkannya, dan

(156)

Teknologi Penginderaan Jau h

[image:156.616.221.395.407.536.2]

Salah satu upaya untuk melakukan inventarisasi sumberdaya wilayah yang bersifat kontinyu dan menyeluruh adalah dengan memanfaatkan data penginderaan jauh yang dihasilkan oleh satelit Landsat (Land Satellite) 5 beresolusi tinggi yang diluncurkan pada 1 Maret 1984 (Gambar 5). Kemampuan Landsat 5 yang memiliki cakupan liputan lahan seluas 185 km x 185 km, dan dilengkapi dengan sensor Thematic Mapper (TM) telah mampu menghasilkan citra dengan resolusi mencapai 30 m. Ini berarti Landsat 5 dengan sensor Thematic Mapper telah memberikan andil yang cukup besar dalam melakukan inventarisasi sumberdaya wilayah secara lebih teliti dibandingkan Landsat 5 dengan sensor Multi Spectral Scanner (MSS) yang hanya mampu menghasilkan citra dengan resolusi mencapai 80 m (Restec, 2002).

Gambar 5 . Satelit Landsat 5-l;hematic Mapper

(157)

Tabel I . Fungsi Musing-Musing Kana1 dari Sensor Thematic Mapper (Restec, 2002)

Berdasarkan tingkat penggunaannya, maka aplikasi pemanfaatan data satelit Landsat 5-TM telah banyak dilakukan dalam berbagai bidang seperti pertanian, kehutanan, penggunaan lahan dan pemetaan, geologi, hidrologi, sum berdaya pesisir dan monitoring ling kungan (Tabel 2).

[image:157.612.73.506.35.805.2]

Tabel 2. Beberapa Contoh Aplikasi Data Citra Satelit Landsat 5-IU (Nm, 1999) ...

Kanal

.. ..

I : 0.45

-

0.52 pm (violet biru)

2 : 0.52

-

0.60 pm (hijau)

3 : 0.63 - 0.69 pm (merah)

... --.

4 : 0.79

-

0.90 pm (IR dekat)

_.--. ____l_ll__--_l---.-..-

5 : 1.55 - 1.75 pm (IR menengah)

--....-..-...----..-.---.-

6 : 10.40

-

12.50 pm (IR thermal jauh)

...

Dikaitkan dengan proses inventarisasi sumberdaya alam untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi, khususnya taman nasional laut yang

--

Penggunaan

Memantau wilayah perairan

Mengidentifikasi dan mempelajari kesuburan vegetasi Mempelajari tipe-tipe vegetasi

....ll--^-...

1

Mempertegas batas antara kolom air dan lahan. - memantau kondisi keawanan

Temperatur perairan dan geothermal ...

...

7 : 2.08

-

2.35 pm (IR menengah)
(158)

menitikberatkan pada sumberdaya perairan sebagai obyek utama untuk diteliti, maka keberadaan data satelit Landsat 5-TM yang memiliki spesiftkasi panjang gelombang berkisar antara 0.5

-

0.6 pm merupakan jawaban yang cukup baik,

terutama untuk menjelaskan fenomena sumberdaya perairan sepetti terumbu karang, lamun dan rumput laut, mangrove serta fenomena alam lainnya yang berkaitan dengan proses pengelolaan kawasan konservasi (Hoffer, 1978).

Untuk mengoptimalisasikan tingkat pemanfaatan wilayah berdasarkan keberadaan fenomena sumberdaya perairan yang dihasilkan oleh data citra satelit Landsat 5-TM diatas sesuai dengan tata letak, besaran, serta intensitas fenomena sumberdaya dalam bentuk suatu basis data spasial, diperlukan analisis lebih lanjut dalam bentuk suatu analisis spasial dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografi.

Sistem lnformasi Geografi (SIG)

Sistem lnformasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi spasial berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi dalam ha1 pemasukan, manajemen data (penyimpanan dan memperbaharui), memanipulasi dan analisis, serta pengembangan produk dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial (Aronof 1989; ESRI, 1990).

Sistem lnformasi Geografi telah banyak digunakan dalam melakukan berbagai analisa keruangan sepetti halnya perencanaan wilayah dan pengelolaan sumberdaya alam. Salah satu terobosan dalam aplikasi sistem informasi geografi, adalah penggunaan cell based modeling yang sudah mulai banyak dipergunakan terutama untuk menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan hidrologi dan

(159)

Cell Based Modeling

Cell based modeling adalah salah satu model dalam aplikasi GIs berbasiskan grid yang membagi ruang berdasarkan satuan unit sel dengan bentuk dan ukuran yang seragam serta terdistribusi secara sistimatis sebagai suatu fungsi permukaan atau ruang (ESRI, 1997). Konsep model ini didasarkan pada individual proses dari setiap sel (cell processing) yang digunakan sebagai sarana untuk menganalisis obyek diatas permukaan bumi, dimana setiap sel yang dimaksud mewakili bagian dari permukaan bumi sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 6.

[image:159.618.170.434.293.507.2]

, s ... " ]

Gambar 6. Sistem Cell BasedModeling (Esri, 1997)

Salah satu fungsi didalam cell based modeling yang digunakan untuk

menganalisis keterkaitan antara setiap individual sel yang tersebar didalam ruang adaliih fungsi focalmean. Pada dasarnya fungsi ini memproses setiap individual data pada setiap sel input berdasarkan perhitungan nilai rata-rata yang dihasilkan dari keseluruhan data pada setiap sel input yang tersebar dalam suatu range wilayah tertentu (Gam bar 7).

(160)

Pada dasarnya fungsi ini memproses setiap individual data pada setiap sel input berdasarkan perhitungan jarak terdekat dari setiap individual sel ke setiap individual sel lainnya dalam ruang (Gambar 8).

Function:

OWGRID= FOCALME4~IHORID1, RECTANGLE, 3 3)

Gambar 7. Proses Analisa Focal (Esri, 1997).

[image:160.612.179.437.161.410.2] [image:160.612.174.437.439.719.2]
(161)

Disamping menemukan jarak, maka dengan fungsi euclidean dapat juga ditentukan arah dari setiap individu sel menuju individu sel terdekat lainnya melalui sub fungsi euclidean direction. Dengan diketahuinya jarak serta arah dari setiap individu sel menuju ke individu sel lainnya, maka dengan mempergunakan sub fungsi euclidean allocation, dapat diperkirakan besarnya alokasi dari setiap individu sel berdasarkan kedekatannya terhadap individu sel lainnya (ESRI, 1997).

Aplikasi Cell Based Modeling dalam Pengelolaan Sumberdaya

Berdasarkan kemampuan dari cell based modeling dan dengan memperhatikan karakteristik sebaran ekosistem sumberdaya perairan sebagaimana dijelaskan pada sub-bab sebelum ini, yang menunjukkan adanya stratifikasi dalam penyebarannya, maka penggunaan konsep cell based modeling

cukup representatif untuk dapat dipergunakan sebagai sarana didalam melakukan analisis distribusi sebaran sumberdaya perairan tersebut, terutama didalam menentukan distribusi pengaruh dari setiap individu sumberdaya terhadap individu sumberdaya lain yang terpisahkan oleh jarak dalam ruang.

.+.

,* Dlstribus~ j,

Sebaran Data : i Pengaruh

:

x Sumberdaya :..- i lnerld" Pera~ran .' . , ; sumberdaya !

' 9 ,

. peralran ,*

! Sebaran \

(

*

...---.

-*--*-* [image:161.618.80.500.490.728.2]

+ sumberdava !

I

(162)

Dari Gambar 9 menunjukkan salah satu aplikasi dari cell based modeling yang dilakukan oleh U.S. Departement Interior, U.S. Geological Survey dan Alaska Biological Science Center, (1 998), didalam melihat distribusi pergerakan hewan air dengan memanfaatkan fungsi-fungsi grid dalam modul SIG sebagaimana dijelaskan pada sub-bab sebelum ini.

lmplikasl Zonasi dalam Pengelolaan

Sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab sebelum ini bahwa selain potensi sumberdaya yang melimpah, kawasan pulau-pulau kecil juga memiliki potensi jasa lingkungan yang cukup besar khususnya pariwisata bahari. Berkaitan dengan ha1 tersebut, maka selain melindungi keberadaan sumberdaya melalui zona inti dan zona perlindungan, dalam pengelolaan berbasiskan konservasi tidak tertutup kemungkinan untuk dimanfaatkannya kawasan yang ada sesuai dengan kebutuhan pengelolaan khususnya untuk wisata selam dan snorkling.

Syarat-syarat yang diperlukan dalam melakukan analisis kesesuaian wisata selam dan snorkling terdiri atas beberapa parameter (Bakosurtanal, 1996 dan

Departemen Pekerjaan Umum, 1997), yaitu :

1. Kecerahan Perairan

(163)

2. Tutupan Terumbu Karang Hidup

Persentase tutupan terumbu karang juga merupakan syarat dalam kegiatan wisata selam dan snorkling karena merupakan unsur utama dari nilai estetika taman laut yang akan dinikmati oleh para wisatawan. Daerah dengan tutupan karang hidup > 75 % merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata selam dan snorkling, sedangkan daerah yang sesuai adalah daerah yang memiliki tutupan terumbu karang hidup antara 26

-

74 %.

Tutupan karang hidup < 25 % dapat dikategorikan sebagai daerah yang tidak sesuai.

3. Jenis lkan Karang

Keragaman ikan karang merupakan faktor utama yang dapat menunjang keindahan alam bawah laut. Daerah dengan ikan karang > 70 spesies dikategorikan ke dalam daerah dengan jenis ikan karang sangat beragam, dan daerah yang mempunyai jenis ikan karang antara 50-70 spesies dikategorikan ke dalam daerah dengan jenis ikan karang beragam. Sedangkan daerah yang mempunyai jenis ikan karang antara 20-50 spesies dikategorikan ke dalam daerah dengan tingkat keragaman sedang.

4. Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan merupakan syarat pendukung dalam kcl'giatan wisata bahari. Daerah dengan kedalaman 10

-

20 meter merupakan daerah yang sangat sesuai untuk pariwisata bahari. Sedangkan daerah dengan kedalaman < 5 meter dianggap kurang mendukung kegiatan wisata

5. Kecepatan Arus

(164)

Dari parameter-parameter tersebut disusun tabel kesesuaian, yang

mengandung kriteria-kriteria yang berfungsi untuk menentukan variabel kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata selam dan snorkling, seperti yang disajikan dalam bentuk Tabel 3.

Tabel 3. Parameter Kesesuaian Lahan untuk Wisata Selam dun Snorkling

Keterangan: 1) Bakosurtanal(1996) dan 2) Departemen Pekerjaan Umum (1 997) S3 (sesuaibersymt)

25 - 50

20

-

75

20 - 50

2 - 5

5 - 1 0

0,41 - 0,50 .

S2

(sesuai)

50 - 75

75 - 100

50

-

70

5 - 1 0

10 - 15

0,11 - 0,40

TS

1 2 5

< 20

< 20

< 2

< 5

> 0,50

NO. 1 2. 3. 4. 5. 6. YO Jenis Jenis Meter Meter

d d e t

Parameter

Tutupan Terumbu ~arang')

Jenis Terumbu ICarangl) Jenis 1kan Karang"

Kedalaman perairan"

~ e c m h n ~ i r "

Kecepatan Am''

S1

(sangatsesuai)

> 75

> 100

> 70

10 - 25

15 -20

[image:164.616.95.514.205.352.2]
(165)

Metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat studi kasus yang mengkaji suatu zonasi taman nasional laut berdasarkan pendekatan cell based modeling terhadap liputan perrnukaan wilayah yang didapat dari hasil pengolahan data citra sateli sesuai dengan waktu dan lokasi, peralatan dan bahan, teknik pengumpulan data, serta metode analisa dan pengolahan data yang dipergunakan.

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2000, meliputi tahap persiapan, pengolahan awal, survei lapangan, dan proses pengolahan lanjutan. Sedangkan lokasi penelitian merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Laut Karimunjawa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan alat survei lapangan, seperti: perahu motor untuk menjangkau daerah sampel, peralatan selam dan scuba, roll meter, kamera air, alat tulis menulis, STD untuk mengukur salinitas, temperatur dan kedalaman, secchi disk untuk mengukur kecerahan, botol sampel untuk sampel air, Global Positioning System (GPS) untuk penentu posisi di bumi, dan peta citra sateli Landsat-TM hasil pengolahan awal.

(166)

Karimunjawa, skala 1 : 100.000 dari Dinas Hidro-Osenografi TNI-AL dan Peta Geologi Karimunjawa, skala 1 : 100.000 dari PPGL-Bandung.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data citra satelit Landsat-5 TM dengan pathlrow 120064 tahun 1997 dan 1999 serta data hasil survei lapangan. Sedangkan data sekunder berasal dari Direktorat Bina Kawasan Pelestarian Alam, Balai TNL Karimunjawa, Kantor Kecamatan Karimunjawa, Program Studi Kelautan Universitas Diponegoro, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Kanwil Kehutanan Propinsi Jawa Tengah, Badan Pertahanan Nasional Propinsi Jawa Tengah, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode Analisa dan Pengolahan Data

Dalam penelitian ini digunakan dua macam metode analisa, yaitu analisa hasil klasifikasi citra satelit dan analisa spasial. Analisa hasil klasifikasi citra satelit digunakan untuk mendapatkan liputan lahan dan liputan perairan yang berkaitan dengan tata letak, luasan dan tingkat perubahan dari sumberdaya pesisir dan lautan yang nampak di kawasan penelitian sedemikian rupa, sehingga dengan mengintegrasikan informasi tabular akan dihasilkan basis data spasial dari yang mewakili fenomena alam tersebut. Selanjutnya dengan melakukan analisis spasial terhadap basis data yang dimaksud akan didapatkan suatu kesesuaian zonasi perairan TNL Karimunjawa berdasarkan tingkat kerentanannya yang merupakan

(167)

4 Rrslapan Data ASA -:- Analrr Data - w

v o na

j

a i Terumbu

--Mangrove

Lokasl Rnelian 1 Lahan Karang y

Tahun 1997

Topografl NDVl

T M 3 Mangrove

KbsBikas~ Kerapatan

M A A

Yes Yes \

I

Kerapatan

Sumberdaya

1997 1997 I997

Transrk

Tahun 1999

R t a

Batimeb~ Kontur

Kenirlngan

*Pers!apan D a t a 4 Cell Based Modeling

[image:167.612.82.510.71.750.2]

i i

(168)

Analisis Data Citra Satelit

Analisis terhadap data citra satelit dilakukan dengan mengolah dan mengklasifikasikan data digital satelit Landsat 5-TM tanggal 15 Agustus 1997 dan 21 Agustus 1999 melalui proses komputerisasi. Tahapan dalam proses komputerisasi yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :

(1) Croping Data

Croping data daerah penelitian bertujuan untuk efisiensi penggunaan space komputer. Dari satu scene data hanya diambil Kepulauan Karimunjawa dengan ukuran 1545 x 834 piksel.

(2) Pemulihan Citra.

Pemulihan citra berfungsi untuk memulihkan data citra yang mengalami distorsi ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan keadaan aslinya sehingga citra lebih bermanfaat untuk kegiatan analisa. Langkah- langkahnya meliputi koreksi geometrik dan radiometrik pada citra aslinya.

Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan 4 titik kontrol tanah (Ground Control Point) yang telah diketahui (Tabel 4). Hasil dari koreksi geometrik yang dilakukan pada data citra tanggal 21 Agustus 1999 diperoleh nilai root mean square e m r (RMSE) sebesar 0,0479. Setelah melakukan koreksi geometrik terhadap citra tahun 1999, maka dilakukan registrasi pada citra tahun 1 997.

Tabel 4. Titik Kontrol yang digunakun dalam Korehi Geometrik tahun 1999

No.

1

2

3

4

RMSE : 0,0479

(169)

Pada penelitian ini koreksi radiometrik hanya dilakukan terhadap kesalahan akibat pengaruh atmosfer. Teknik koreksi radiometrik yang digunakan adalah teknik penyesuaian histogram (histogram adjustment).

(3) Penajaman Citra

Penajaman citra berfungsi untuk menguatkan tampakan kontras diantara kenampakan pada citra, sehingga meningkatkan jumlah inforrnasi yang dapat diinterpretasikan secara visual pada citra. Teknik penajaman citra dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya algoritma Lyzenga dan False Colour Composite (FCC).

Penggunaan algoritma Lyzenga dalam melakukan penajaman citra, terlebih dahulu dihitung nilai koefisien attenuasi air dari kedua kanal yang digunakan yaitu TM-1 dan TM-2 untuk kemudian dikombinasikan secara logaritma natural sehingga menghasilkan kanal baru. Metode ini dikembangkan oleh Siregar (1995) yang didasarkan pada persamaan Lyzenga (1978) yang disebut dengan "Exponential Attenuation Model".

Y =

In

TM-1

-

ki/kj

In

TM-2

dimana :

Y = Kanal baru

TM 1 = Kana11

TM 2 = Kana12

ki = Koefisien atenuasi air pada panjang gelombang ke-i (TMI)

kj = Koefisien atenuasi air pada panjang gelombang ke-j (TM2)

(170)

Dalam melakukan identifikasi penutup lahan, dilakukan transformasi citra komposit yang akan menghasilkan citra baru. Citra hasil komposit untuk identifikasi penutup lahan menggunakan kanal 453 (Gambar 11) berdasarkan data satelit Landsat 5-TM tahun 1997 dan 1999, sedangkan untuk identifikasi penutupan perairan menggunakan kana1 42,l (Gambar 12) berdasarkan data satelit Landsat 5-TM tahun 1997 dan 1999.

'

' ,>

.-

<,,,om, ,,,,,, -0 A , ' ,, ,, a, ,,,,, amm7 >.UI-P-J I:

.A2~2;&;&;~A;&&;*k:;A:~;*;~avm8d

Gambar 11. C~tra Kornposrt Kana1453 Tahun 1999

L A U T J A W A

...-

I '&$,lr'l:,i.".j,' .tL&Lr8 ,,b& A,' 'di :r. 'r~.rd, A,; 'A& A,, Ado br'

'<,!&JJ

[image:170.618.220.432.243.362.2]

~ & ~ " - , ~ m ~ ~ . ~ ~ w ~ * w \ ~ v w & - m - a m , ~ ~ < & - ~ a . ~

Gambar 12. Citra Komposit Kana142 1 Tahun 199 7

(4) Klasifikasi Citra

(171)

Proses klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini aldalah klasifikasi terbimbing (supervised classification), dan dengan metode Maximum Likelihood Classification (MLC) atau maksimum normal dilakukan pengkelasan piksel yang didasarkan pada kemiripan maksimum piksel dengan sekelompok piksel lainnya dalam suatu citra. Pada metode ini, piksel yang belum diketahui identitasnya akan dikelompokkan berdasarkan evaluasi secara kuantiatif varian maupun korelasi pola tanggapan spektral kategori tertentu dengan asumsi bahwa distribusi piksel dari data daerah contoh menyebar normal, sehingga nilai peluang piksel yang belum teridentifikasi akan dihitung dan dimasukkan ke dalam kelas yang peluangnya paling tinggi.

(5) Survei Lapangan

Survei lapangan bertujuan untuk verifikasi hasil klasifikasi guna menghasilkan citra yang sesuai dengan keadaan aslinya. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam survei lapangan, diantaranya pencatatan atau pengambilan data komunitas karang, lamun, rumput laut, dan mangrove serta pengukuran parameter fisika kimia lingkungan di lokasi pengamatan. Penentuan lokasi pengamatan berdasarkan pengamatan kualitatif pada hasil pengolahan citra awal, yaitu dengan melihat persentase penutupan lahan dan perairan secara visual. Hasil pengolahan citra awal didapatkan gambaran tentang penutupan lahan dan perairan secara umum serta kondisi dan penyebarannya, sehingga dapat ditetapkan daerah mana yang akan dijadikan lokasi pengamatan.

(6) Evaluasi Klasifikasi Citra

(172)

Jumlah seluruh piksel yang terdapat pada setiap baris dan kolom merupakan jumlah total piksel yang diuji (Tabel 5). Jumlah piksel yang diuji diperoleh dari training area pada proses klasifikasi, kemudian dilakukan operasi tabulasi dan koreksi silang dengan citra hasil pengolahan.

Tabel 5. Bentuk Matriks Kesalahan Hasil Pengujian Pik-sel &i Setiap Kelas

Kelas Area

11

Diklasifikasikan ke Kelas

A

Klasifikasi dikatakan sempurna, apabila seluruh sel di luar sel diagonal utama (Xii

-

Xkk) bernilai nol. Validasi citra yang dapat dihitung berdasarkan tabel tersebut adalah overall accuracy, pmducer's accuracy dan user's

accuracy. Overall Accuracy (OA) adalah persentase dari piksel-piksel yang terkelaskan dengan tepat, Producer's Accuracy (PA) adalah peluang rata- rata (%) suatu piksel yang menunjukkan sebaran dari masing-masing kelas yang telah diklasifikasi di lapangan dan User's Accuracy (UA) adalah peluang rata-rata (%) suatu piksel secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan.

Ketelitian hasil klasifikasi merupakan suatu kriteria penting dalam menilai hasil pemrosesan klasifikasi data citra satelit. Dalam mengevaluasi keakurasian klasifikasi, Anderson et al., 1976; Milazzo, 1980 dalam Jansen,

[image:172.616.135.512.195.349.2]
(173)

(7) Analisa Kerapatan Mangrove

Dalam menentukan tingkat kerapatan mangrove banyak metode analisa yang dapat digunakan. Pada penehtian ini menggunakan pendekatan analisa Normalized Vegetation lndex (NVI) untuk melihat tingkat kerapatan mangrove. Analisa ini menggunakan metode rasio ternomalisasi dengan kanal 3 (merah) dan kanal 4 (inframerah), karena kanal 3 dan kanal 4 masing-masing bekerja pada panjang gelombang 630-690 nm dan 760- 900 nm. Pada selang panjang gelombang tersebut perbedaan kurva lanjutan dari obyek vegetasi (mangrove) dan tanah sangat besar sehingga berguna sebagai penduga kerapatan vegetasi mangrove. Analisa berdasarkan NVI ditentukan dengan rumus :

NVI = (TM4 - TM3) / (TM4

+

TM3)

dimana :

NVI = Normalized Vegetation lndex

TM-4 = Nilai spektral pada kana14 (inframerah)

TM-3 = Nilai spektral pada kana13 (merahf

Klasifikasi ini ditentukan dengan asumsi bahwa pada suatu luasan yang ditutupi vegetasi mangrove dan tanah diharapkan hanya nilai vegetasi mangrove saja yang diterima, sehingga citra yang ditampilkan merupakan citra dengan nilai pantulan vegetasi ,mangrove dalam nilai real. Berdasarkan nilai tersebut kemudian dibagi dalam tiga kelas, yaitu kerapatan mangrove jarang, kerapatan mangrove sedang dan kerapatan mangrove lebat.

Penyusunan Basis Data

(174)

topografi. Sedangkan layer tematik merupakan layer penutupan lahan, terbagi atas

wilayah daratan dan wilayah perairan. Wilayah daratan terdiri dari kelas-kelas mangrove, tambak, perkebunan, hutan, pemukiman, tegalan, dan kebun campur. Sedangkan wilayah perairan, terdiri dari terumbu karang, lamun, rumput laut dan pasir. Basis data non spasial (atribut) sumberdaya pesisir dan laut, terdiri dari persentase penutupan karang, jenis karang, spesies ikan karang, jenis dan persentase penutupan lamun, jenis dan persentase penutupan rumput laut, jenis mangrove, persentase penutupan mangrove, dan tingkat kerapatan mangrove.

Mengingat basis data non spasial memiliki keterbatasan dalam pendistribusiannya yaitu hanya dibatasi berdasarkan titk-titik pengamatan yang ada, maka untuk mendapatkan kontinuitas data sesuai dengan basis data spasial yang diwakilinya, dilakukan interpolasi sebaran kualitas dari setiap jenis sumberdaya berdasarkan variabel yang mempengaruhinya. Pengembangan model fisik kualitas sumberdaya menjadi model matematis dijelaskan melalui persamaan

regresi berganda berikut ini (Steel and Torie, 1990).

dimana :

Y = Kualitas sumberdaya

a, b, c = Konstanta

d = lntecept

XI ,2,3 = Variabel yang berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya

lnterpolasi sebaran kualitas sumberdaya yang dimaksud dalam ruang dilakukan dengan asumsi sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1. Terumbu Karang

(175)

mencapai maksimum apabila ketiga variabel ini mencapai nilai maksimum dalam sebarannya. Demikian sebaliknya kualitas terumbu karang akan mencapai nilai minimum jika ketiga variabel yang mempengaruhinya berada pada kondisi minimum dalam sebarannya.

2. Lamun dan Rumput Laut

Kualitas ekosistem Lamun dan Rumput Laut selain dipengaruhi oleh luas tutupannya juga ditentukan oleh jumlah jenis lamun serta jumlah jenis rumput laut yang ada dalam ekosistemnya. Kualitas lamun dan rumput laut akan mencapai maksimum apabila ketiga variabel ini mencapai nilai maksimum dalam sebarannya. Demikian sebaliknya kualitas lamun dan rumput laut akan mencapai nilai minimum jika ketiga variabel yang mempengaruhinya berada pada kondisi minimum dalam sebarannya.

3. Mangrove

Kualitas ekosistem mangrove selain dipengaruhi oleh luas tutupannya juga ditentukan oleh jumlah jenis mangrove serta tingkat kerapatannya. Kualitas mangrove akan mencapai maksimum apabila ketiga variabel ini mencapai nilai maksimum dalam sebarannya. Demikian sebaliknya kualitas mangrove akan mencapai nilai minimum jika ketiga variabel yang mempengaruhinya berada pada kondisi minimum dalam sebarannya.

Analisis Spasial

Analisis spasial dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan cell based modeling terhadap basis data sumberdaya pesisir dan lautan dengan asumsi bahwa setiap sumberdaya tersebut memiliki sebaran atau

(176)

setiap sumberdaya yang ada memiliki tingkat overlaping yang sangat kecil atau cenderung saling bersisian antara satu dengan lainnya dalam ruang (Nontji, 1987).

Untuk dapat melihat seberapa besar pengaruh tingkat kerentanan sumberdaya pesisir dan lautan yang berada dalam suatu lingkungan digunakan salah satu fungsi dari cell based modeling yaitu focalmean yang memperhitungkan nilai rata-rata pengaruh kualitas sumberdaya dari setiap sel disekelilingnya berdasarkan jarak pengaruh terjauh (euclidean distance) dari masing-ma

Gambar

Gambar I .  Kerangka Dasar Penelitian
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Taman Nasional Laut Karimunjawa, Jawa Tengah
Gambar 3. Strat~fikasi Ekosistem Wilayah Pesisir dan Laut
Gambar 5 . Satelit Landsat 5-l;hematic Mapper
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses kegiatan belajara mengajar, guru bisa menerapkan pembelajaran listening yang lebih bervariasi dengan memanfaatkan media yang ada3. Salah satu cara untuk memperbaiki

Sedangkan genotipe yang memberikan indikasi beradaptasi spesifik terhadap lingkungan sawah irigasi teknis dengan hasil gabah di atas nilai reratanya adalah G17(P15).. Faktor

Perlakuan pupuk NPK Mutiara tidak berpengaruh nyata terhadap parameter umur panen tetapi berpengaruh nyata terhadap parameter umur keluar bunga dan berpengaruh sangat nyata

Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar klorida yang dilakukan. dengan mempergunakan AgNO 3 0.5M

Sementara fraksi berat yang terdiri dari Propylene Oxide sebagai produk utama, Tert-Butyl Hydroperoxide sisa reaksi dan Tert-Butyl Alcohol sebagai produk tambahan akan terdistribusi

Berdasarkan hasil pada diagram 1 menunjukkan bahwa penyembuhan luka perineum pada ibu post partum yang tidak diberikan propolis setelah diobservasi selama 7 hari,

(2012), Hubungan Kejadian Keberadaan Tempat Perindukan Nyamuk Aedes aegypti dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Tiga Kelurahan Endemis Kota Palangkaraya, Jurnal

Persepsi petani terhadap kinerja kemitraan akan mempengaruhi kesuksesan dan keberlanjutan program kemitraan karena persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau