• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika struktur pasar dan perilaku bank serta dampaknya terhadap kinerja industri perbankan syariah Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika struktur pasar dan perilaku bank serta dampaknya terhadap kinerja industri perbankan syariah Indonesia"

Copied!
357
0
0

Teks penuh

(1)

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

DISERTASI

IDQAN FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya berjudul;

DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN PERILAKU BANK SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

(3)
(4)

iii

ABSTRACT

IDQAN FAHMI. 2012. The Dynamic of Market Structure and Bank Behaviour and Their Impacts on Performance of Islamic Banking Industry in Indonesia (ARIEF

DARYANTO as Chairman, HERMANTO SIREGAR andHARIANTO as Members of

Advisory Committee)

Competition is traditionally viewed as a pre-requisite for an industry to grow and welfare to maximize. In banking industry, however, the theory has been refuted and only accepted conditionally. Islamic banking industry in Indonesia is an interesting laboratory to test the theory because it has been highly concentrated but growing very rapidly. This research were aimed at clarifying the market boundary between islamic and conventional banking industry, analyzing the relationship between market structure and profitability of islamic banks in Indonesia, identifying the level of competition of Islamic banking industry in Indonesia, and analyzing the determinants of Islamic banking industrial growth in Indonesia. Four econometric models utilizing available yearly balanced panel data between 2005-2010 were used for analysis. The result shows that Islamic banking is more of a complementary to, instead of a substitute industry for conventional banking industry. This justifies the strategy of conventional banking opening Islamic banking unit without worrying for cannibalism of their own consumers. The positive relationship between market structure with profitability is found to be more supporting of the Efficient Structure Hypothesis rather than collutive Traditional Hypothesis. This conclusion is finally confirmed by the result of Panzar and Rosse model which indicate an almost perfect competition among banks in the industry with the H-statistical value of 0.91. Number of branches, ratio of interest rate and rate of return, and management quality, economic growth rate, exchange rate and Act No.21/2008 were found to be industrial growth enhancing, while market concentration was the opposit. All results satisfied the necessary condition for competition based on islamic values. More information based on primary data from banks and consumer’s perception are needed, however, to clarify for the sufficient condition that iB’s good behaviour in competition is driven more by islamic values than by the pressure of contestability in the market.

(5)
(6)

v

IDQAN FAHMI. 2012. Dinamika Struktur Pasar dan Perilaku Bank serta

Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia. (ARIEF

DARYANTO sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan HARIANTO sebagai

Anggota Komisi Pembimbing).

Perkembangan perbankan syariah sejak awal dikembangkan sangat pesat. Nilai aset yang hanya kurang dari Rp. 2 T pada tahun 2000 berkembang menjadi hampir Rp. 100 T dalam satu dekade. Tingkat pertumbuhan per tahun yang terjadi jauh di atas rata-rata pertumbuhan perbankan konvensional. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di tingkat dunia (Vayanos, et al. 2008). IMF bahkan meramalkan aset perbankan syariah dunia akan mencapai US$ 1 Trilyun pada tahun 2016 dengan pertumbuhan rata-rata 10-15 persen per tahun. Pertumbuhan yang relatif tinggi tersebut diduga karena semakin meningkatnya permintaan dari umat Islam sendiri, investor non-muslim yang mencari alternatif sistem perbankan yang lebih adil dan besarnya pendapatan minyak dari Timur Tengah (Rohilina dan Wibisono, 2011).

Terlepas dari tingginya laju pertumbuhan perbankan syariah, tingkat penguasaan pasar dalam industri perbankan meningkat sangat lambat, padahal di berbagai negara Timur Tengah dan negara tetangga Malaysia, pangsa pasar perbankan syariah sudah mendekati 20 %, walaupun memang mereka telah mulai merintis satu dekade lebih cepat. Data statistik perbankan memperlihatkan bahwa pada akhir 2010, pangsa pasar perbankan syariah baru mencapai sedikit di atas 3 %, padahal target awal BI adalah 5 % pada akhir tahun 2008. Masih kecilnya pangsa pasar perbankan syariah ini merupakan salah satu masalah utama yang menghambat percepatan pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian, selain masalah langkanya ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dan lambatnya inovasi produk untuk memberi alternatif kepada produk perbankan konvensional dan untuk memenuhi tuntutan masyarakat (Ismail, 2011).

(7)

vi

Berdasarkan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisa batas pasar (market boundary) industri perbankan syariah Indonesia.

2. Menganalisa hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank syariah 3. Menganalisa tingkat persaingan dalam industri perbankan syariah Indonesia. 4. Menganalisa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan

industri perbankan syariah Indonesia.

5. Merumuskan pilihan implikasi kebijakan bagi industri perbankan syariah dan pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia.

Balanced Panel Data masing-masing 6, 11, 10 dan 6 unit BUS dan UUS dari tahun 2005-2010 digunakan untuk mengestimasi empat model ekonometrika dengan variabel dependen secara berturut-turut DPK, ROA, Total Revenue dan Total Assets.

Walaupun secara konsep perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional, penelitian ini belum menemukan bahwa perbankan konvensional menjadi ancaman atau substitusi dari perbankan syariah. Perbankan syariah bahkan menunjukkan indikasi sebagai industri yang bersifat komplementer dalam arti berkembangnya perbankan konvensional juga akan menyebabkan industri perbankan syariah berkembang bahkan dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Penggunaan pendekatan struktural memperlihatkan bahwa industri perbankan syariah yang mempunyai konsentrasi pasar yang tinggi berhubungan positif dengan tingkat keuntungan. Namun demikian, hasil estimasi juga menunjukkan secara tegas bahwa hubungan tersebut bukan karena perilaku kolutif seperti yang dihipotesiskan secara tradisional, melainkan lebih mendukung hipotesis Efficient Structure yang menyatakan bahwa tingkat keuntungan lebih besar yang dicapai bank dominan disebabkan oleh tingkat efisiensi lebih tinggi.

Secara umum, pendekatan non-struktural model P-R semakin mendukung sinyalemen tidak terjadinya perilaku kolutif pada industri perbankan syariah Indonesia terlepas dari struktur pasar yang terkonsentrasi. Estimasi H-stat yang mendekati satu menunjukkan hal tersebut, walaupun analisis lebih dalam memperlihatkan bahwa bank dominan menghadapi tingkat persaingan yang lebih rendah daripada pesaingnya sesama bank syariah. Keseluruhan hasil memenuhi necessary condition untuk tuntutan perilaku bersaing menurut prinsip syariah, tetapi belum secara tegas menjawab sufficient condition, yaitu perilaku bersaing secara sadar mengikuti tuntunan normatif syariah, bukan karena tekanan contestability. Untuk menjawab yang terkahir ini diperlukan kajian lebih lanjut yang memerlukan data primer baik dari pihak bank maupun persepsi konsumen.

Walaupun secara umum industri perbankan syariah sangat bersaing dan bersaingnya berdasarkan tingkat efisiensi, variabel dummy jenis maupun ukuran bank menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bank yang berstatus BUS dan atau yang berukuran besar mempunyai potensi untuk berperilaku berbeda dari pesaingnya sesama bank syariah. Tanpa kepatuhan akan landasan normatif untuk bersaing secara syariah, potensi ini dapat menggoda kelompok bank tersebut untuk bersaing secara tidak sehat.

(8)

vii

tercermin dari menurunnya rasio BOPO, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan penerapan UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah merupakan faktor lain yang mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah.

Beberapa implikasi dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah:

1. Kecenderungan bank konvensional membuka UUS dan akhirnya di-spin-off menjadi BUS mendapatkan justifikasi tanpa kekhawatiran terjadinya kanibalisasi nasabah karena kedua industri masih bersifat komplementer.

2. Bank Indonesia perlu segera menuntaskan dan memapankan studi tentang indeksasi Rate of Return Sektor Riil sebagai bagian dari kelengkapan infrastruktur untuk referensi bank syariah dalam menentukan tingkat bagi hasil sehingga kecenderungan co-movement antara RR dan IR semakin berkurang. 3. Walaupun struktur pasar terkonsentrasi, perilaku bank syariah tidak kolutif tetapi

sangat bersaing dengan dasar efisiensi. Oleh karena itu untuk menilai tingkat persaingan, pendekatan struktural yang umum dilakukan (termasuk oleh KPPU) tidak cukup. Diperlukan pendalaman kajian persaingan secara non-struktural dan kajian perilaku.

4. Kesimpulan Efficient Structure Hypothesis pada industri perbankan syariah menunjukkan bahwa kekhawatiran KPPU terhadap Arsitektur Perbankan Indonesia yang mendorong proses merger dan akuisisi sehingga industri perbankan semakin terkonsentrasi tidak berdasar, paling tidak untuk industri perbankan syariah.

5. Konsentrasi pasar walaupun tidak bermasalah dalam persaingan ternyata menghambat pertumbuhan industri secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang mendorong pertumbuhan industri yang semakin mengurangi tingkat konsentrasi dengan mendorong bank-bank syariah kecil tumbuh lebih cepat dari bank besar.

6. Industri perbankan syariah sudah memenuhi necessary condition untuk persaingan secara syariah (terjadi persaingan yang tinggi berdasarkan efisiensi), tetapi belum cukup informasi untuk secara tegas menyimpulkan bahwa industri perbankan syariah bersaing karena kepatuhan terhadap landasan normatif atau karena tekanan contestability yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kajian lanjutan berdasarkan data primer dari bank maupun persepsi konsumen dan diperlukan peran aktif Dewan Pengawas Syariah masing-masing bank serta Dewan Syariah Nasional untuk pro-aktif mengawasi perilaku bersaing ini (tidak hanya fokus pada kesyariahan produk dan proses internal).

(9)
(10)

ix

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(11)
(12)

xi

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

IDQAN FAHMI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

xii

Penguji pada Ujian Tertutup

:

1. Dr. I r. Yusman Syaukat, M Ec

Staf Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka

:

1. Dr. Irfan Syauqi Beik, SP, MSc

Staf Pengajar Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, MEc, PhD

(14)

xiii

Judul Disertasi

:

Dinamika Struktur Pas ar dan Perilak u Bank

serta Dampaknya terhadap Kine rja I ndustri

Perbankan Sya riah Indonesia

Nama Mahasiswa

: Idqan Fahmi

Nomor Pokok

Program Studi

:

:

H.361064164

Ilmu Ekonomi Pertanian

M

M

e

e

n

n

y

y

e

e

t

t

u

u

j

j

u

u

i

i

,

,

1

1

.

.

K

K

o

o

m

m

i

i

s

s

i

i

P

P

e

e

m

m

b

b

i

i

m

m

b

b

i

i

n

n

g

g

Ketua

Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc

Anggota

Prof. Dr. Ir. Hermanto S iregar, MEc

Anggota

Dr. Ir. Harianto, MS

M

M

e

e

n

n

g

g

e

e

t

t

a

a

h

h

u

u

i

i

,

,

2. Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

T

(15)
(16)

xv

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia ilmu, kekuatan dan kemauan untuk menjalankan proses penelitian dalam rangka penyelesaian Program S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Tanpa izin dan karuniaNya tidak mungkin rasanya pekerjaan berat ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Penelitian ini berjudul “Dinamika Struktur Pasar dan Perilaku Bank serta Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia”. Topik ini dipilih karena perbankan syariah Indonesia merupakan laboratorium yang menarik bagi disiplin ilmu Ekonomi Industri mengingat umurnya yang masih muda dan dinamikanya masih sangat tinggi. Seperti halnya industri yang baru berkembang, tingkat pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia masih sangat tinggi. Namun demikian, pertumbuhan yang tinggi tersebut diperkirakan belum mencapai potensi terbaiknya mengingat Indonesia menjanjikan pasar yang sangat besar dengan status sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu menarik untuk dikaji faktor penyebab tidak maksimalnya pertumbuhan yang terjadi sehingga dapat diketahui strategi yang dapat dilakukan untuk mengakselerasinya.

(17)

xvi

memberikan diskusi yang bermanfaat bagi perbaikan kandungan Disertasi ini mulai dari saat ujian Prelim, Kolokium, Seminar, Ujian Tertutup sampai Ujian Terbuka. Apresiasi yang tsama disampaikan kepada Mutiara Probokawuryan, SE yang telah bersedia membantu mengumpulkan data dan mengolahnya pada tahap awal sehingga memudahkan bagi penulis untuk melanjutkan proses simulasi pengolahan sampai kepada bentuk model yang terbaik. Kepada Prof. Dr. Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Program Studi EPN, terima kasih atas kesediaan melakukan proses editing terakhir, terutama terkait dengan format sehingga Disertasi ini menjadi lebih enak untuk dibaca.

Selain masalah substansi, penulis sangat terbantu oleh staf di Sekretariat PS EPN untuk urusan yang bersifat administratif. Demikian juga kolega di MB-IPB dan Departemen IE FEM yang telah bersedia mengambil alih sementara tugas dan beban kerja penulis selama puncak proses penulisan Disertasi ini. Secara khusus, terima kasih kepada isteri dan ananda tercinta yang telah dengan sabar mendukung proses penyelesaian penulisan Disertasi ini dengan doá, hiburan dan dukungan semangatnya. Semoga Allah SWT melimpahkan ganjaran berlipat kepada Bapak dan Ibu yang telah berkontribusi dalam proses penelitian ini.

Terlepas dari masukan dari berbagai pihak di atas, segala kekurangan tetap menjadi tanggung jawab peneliti sendiri. Mudah-mudahan disertasi ini berguna bagi dunia akademik, industri perbankan syariah dan para pemangku kepentingannya secara luas.

(18)

xvii

Penulis, Idqan Fahmi, adalah anak ke tiga dari tujuh bersaudara yang dilahirkan di Perbaungan, Sumatera Utara pada tanggal 11 Nopember 1963 dari ayahanda Drs. H. Mohd. Kasim Inas (Alm.) dan ibunda Hj. Ramlah Yatimie. Penulis menikah dengan Ir. Hj. Agusnizar Saleh, Dipl.SLT dan dikaruniai seorang putri Nisrina Nur Zhalila.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 2 Pasar Bengkel, Perbaungan, SMP 1 UNIVA Medan, dan SMA Negeri 6 Medan. Pendidikan S1 ditempuh di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian mulai tahun 1982. Pada tahun 1989, penulis mendapatkan beasiswa IDP untuk melanjutkan studi Postgraduate Diploma in Agricultural Economics dan Master in Agricultural Economics and Business Management pada University of New England, Armidale – Australia sampai tahun 1991. Tahun 1997 sempat mendapatkan beasiswa NZODA untuk melanjutkan studi S3 dalam bidang Applied and Internatinal Economics di Massey University, Palmerston North New Zealand tetapi tidak selesai. Akhirnya penulis meneruskan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor mulai tahun 2007.

(19)
(20)

xix

DAFT AR TABEL ... xxiii

DAFT AR GAMBAR ... xxiv

DAFT AR LAMPIRAN ... xxv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. PERSAINGAN PASAR DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI: SEBUAH KAJIAN TEORI ... 15

2.1. Teori SCP dan Perkembangannya ... 15

2.1.1. Pengertian Komponen SCP ... 16

2.1.2. Interaksi antar Komponen SCP ... 19

2.2. Penerapan SCP pada Industri Perbankan ... 21

2.3. Konsep Perbankan Syariah ... 23

III. TINGKAT PERSAINGAN DAN PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH: KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

3.1. SCP pada Industri Perbankan ... 31

3.2. SCP pada Industri Perbankan Syariah ... 36

3.3. SCP pada Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 39

3.4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 45

IV. METODE PENELITIAN ... 50

4.1. Hipotesis Penelitian ... 50

4.2. Model Analisis ... 51

4.2.1. Model Umum ... 51

(21)

xx

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 60

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 62

V. GAMBARAN UMUM STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ... 65

5.1. Sejarah Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia ... 66

5.2. Perkembangan Regulasi Industri Perbankan Syariah ... 68

5.3. Dinamika Struktur Pasar Perbankan Syariah Indonesia ... 70

5.4. Dinamika Perilaku Bank Syariah Indonesia ... 72

5.5. Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 77

VI. DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN TINGKAT PERSAINGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ... 81

6.1 Batasan Pasar Perbankan Syariah ... 81

6.2 Hubungan Struktur Pasar dan Tingkat Keuntungan ... 86

6.3 Tingkat Persaingan Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 89

VII. DETERMINAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA ... 95

7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri ... 95

7.2 Beberapa Implikasi ... 99

7.2.1 Implikasi terhadap Bank Syariah ... 99

7.2.2 Implikasi terhadap Industri ... 101

7.2.3 Implikasi terhadap Regulator dan Pengawas ... 102

7.3 Prosedur Pengujian Tingkat Kepatuhan terhadap Prinsip Persaingan Islami: Sebuah Proposal ... 105

7.3.1 Uji Syarat Keharusan ... 105

7.3.2 Uji Syarat Kecukupan ... 108

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

8.1 Kesimpulan ... 111

(22)

xxi

(23)
(24)

xxiii

Nomor Halaman

1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan

Perbankan Konvensional di Indonesia Tahun 2000-2010 ... 4 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional ... 27 3. Ringkasan Beberapa Penelitian Empiris Tentang SCP Perbankan Syariah yang Relevan dengan Penelitian ... 41 3. Lanjutan ... 42 4. Jumlah dan Nama Bank serta Jumlah Observasi yang Digunakan

dalam Model ... 61 5. Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia

Periode 2000-2010 ... 71 6. Perkembangan Nilai Deposit, Pembiayaan dan Rasio Finance to Deposit

(FDR) Perbankan Syariah Periode 2000-2010 ... 78 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Dana Pihak Ketiga

Perbankan Syariah ... 82 8. Perbedaan Konstanta Masing-masing Bank yang Termasuk dalam Model .... 85 9. Ringkasan Hasil Estimasi Hubungan Struktur Pasar dengan

Tingkat Keuntungan Perbankan Syariah ... 87 10. Hasil Estimasi Persamaan ROA dengan Seluruh Variabel Independen yang

Digunakan pada Persamaan P-R ... 90 11. Hasil Estimasi Model P-R Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 92 12. Hasil Estimasi Variabel yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri

(25)

xxiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri ... 19 2. Model Lima Kekuatan Porter ... 22 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan ... 24 4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 46 5. Kecenderungan Perubahan CR2 dan Pangsa Pasar Dua Bank Terbesar,

BSM dan BMI Periode 2005-2010 ... 72 6. Perbandingan Pergerakan Rate of Return Perbankan Syariah dengan

Pergerakan Tingkat Bunga Perbankan Konvensional Periode

Tahun 2005-2010 ... 74 7. Kecenderungan Persentase Pembiayaan Berdasarkan Skema,

Tahun 2005-2010 ... 76 8. Rasio BOPO Dua Bank Syariah Terbesar dan Rata-rata Industri Periode

2005-2010 ... 79 9. Proposal Tahapan dan Prosedur Uji Kepatuhan Industri terhadap

(26)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Database Panel Industri Perbankan Syariah yang Digunakan... 123 2. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan DPK ... 128 3. Hasil Olahan Eviews untuk Empat Persamaan ROA ... 129 4. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan Total Revenue untuk

Perhitungan H-Statistic ... 134 5. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan Pertumbuhan Industri

(Total Aset) ... 137 6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

(27)

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

DISERTASI

IDQAN FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri perbankan memainkan peranan yang sangat penting dalam

perekonomian suatu negara. Dengan fungsi intermediasi yang dijalankannya,

perbankan mengumpulkan dana dari masyarakat untuk disalurkan ke dalam

perekonomian dalam bentuk investasi dan pemanfaatan lain yang lebih produktif.

Selain itu, bank menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi

masyarakat dalam aktivitas mereka sehari-hari. Dengan demikian, kinerja

perekonomian suatu negara tidak dapat dilepaskan dari kinerja industri

perbankan dalam suatu negara tersebut (Mishkin, 2004).

Bank yang sudah dikenal sejak akhir abad ketujuhbelas di Inggeris,

diperkenalkan di Indonesia pertama kali pada tahun 1828 oleh Hindia Belanda

untuk memperlancar perdagangan hasil bumi di dalam negeri maupun ekspor ke

luar negeri. Sejak itu, industri perbankan berkembang menjadi bentuknya yang

ada sekarang setelah melalui berbagai tahapan penting sejalan dengan

perkembangan politik dan ekonomi Indonesia. Kemerdekaan Indonesia pada

tahun 1945 misalnya menyebabkan terjadinya nasionalisasi berbagai bank milik

Belanda. Bank swasta dan bank pemerintah juga sejak itu terus berkembang

sehingga mencapai aset lebih dari 3000 Triliun pada akhir tahun 2010 (BI-SPI,

2011).

Terlepas dari berbagai tahapan perkembangan yang dilalui oleh industri

perbankan Indonesia sejak awal berdirinya pada zaman Hindia Belanda, sistem

perbankan yang digunakan pada dasarnya tetap sama yaitu sistem yang dikenal

(29)

rancangan berbagai produk dan aktivitas perbankan dalam sistem ini. Walaupun

sistem perbankan konvensional telah terbukti mendukung pertumbuhan ekonomi

suatu negara dan dunia, sejarah juga mencatat berbagai krisis ekonomi yang

berakar pada sistem perbankan yang digunakan. Regulasi ketat yang diterapkan

untuk mengantisipasi terjadinya berbagai dampak negatif yang melekat pada

sistem yang digunakan ternyata tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya

berbagai krisis tersebut.

Sejak tahun 1992, perkembangan industri perbankan di Indonesia

mencatat sejarah baru perkembangan perbankan di Indonesia. Pada tahun

tersebut berdiri Bank Muámalat sebagai bank dengan dasar syariah Islam yang

pertama. Sistem perbankan islam yang di Indonesia dikenal dengan perbankan

syariah ini diinisiasi sebagai antitesa terhadap berbagai kelemahan yang dimiliki

oleh sistem perbankan konvensional, sekaligus untuk mengakomodasi

permintaan dari segmen umat Islam yang selama ini tidak nyaman bertransaksi

dengan sistem perbankan konnensional.

Perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan berkembang agak

terlambat dibandingkan dengan perkembangan di negara lain seperti Malaysia

dan negara-negara Timur Tengah. Perbankan syariah di beberapa negara

tersebut sudah berkembang satu dekade lebih awal dan ternyata menunjukkan

perkembangan yang sangat cepat sehingga pada saat ini sudah menguasai

pangsa pasar cukup signifikan dalam perekonomian.

Berkaca dari pengalaman negara lain yang telah terlebih dahulu

mengembangkan perbankan syariah, tidak berlebihan jika Indonesia merasa

optimistis bahwa perbankan syariah di Indonesia juga akan tumbuh dengan

pesat, bahkan lebih baik dari negara lain yang sudah lebih dahulu. Hal ini

(30)

para pemangku kepentingan perbankan syariah untuk dicapai pada berbagai

tahapan periode. Untuk jumlah aset, misalnya, BI menargetkan perbankan

syariah sudah dapat mencapai pangsa pasar lima persen pada akhir tahun 2008.

Target optimistis perbankan syariah di Indonesia bukan tanpa justifikasi

mengingat Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sangat besar

untuk berkembangnya industri perbankan syariah. Sampai sensus penduduk

tahun 2010, Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan penduduk

mayoritas beragama Islam. Dengan persentase 85.1 persen dan jumlah total

penduduk sekitar 240 juta, maka jumlah umat Islam di Indonesia mencapai lebih

dari 202 juta orang. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan

penduduk muslim terbesar di dunia. Selain jumlah penduduk muslim, sektor rill

yang bernuansa Islam atau mempraktekkan prinsip syariah Islam juga sudah

sejak lama berkembang pesat. Rumah Sakit, Sekolah dan banyak perdagangan

serta kegiatan sektor riil yang berlabel Islam logikanya menuntut sistem

pendanaan dan transaksi yang sejalan, yaitu yang didasari prinsip syariah.

Namun demikian, berbagai lembaga dan kegiatan ekonomi yang bernuansa

syariah ini sebelum didirikannya perbankan syariah terpaksa bertransaksi

dengan perbankan konvensional yang pada dasarnya tidak sepenuhnya sesuai.

Masyarakat dan kegiatan seperti ini sejatinya akan otomatis berpindah ke

perbankan syariah sebaik layanan tersedia.

Data pada Tabel 1 memperlihatkan ternyata memang perbankan syariah

mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan umumnya lebih tinggi dari

rata-rata pertumbuhan perbankan konvensional. Laju pertumbuhan aset perbankan

syariah selalu mencatat angka double digit, bahkan jarang sekali lebih rendah

dari 30 persen sehingga aset yang hanya berjumlah Rp. 1.8 Trilyun pada tahun

(31)

ini hampir mengejar tingkat aset perbankan syariah di Malaysia yang telah berdiri

satu dekade lebih awal. Sementara itu, perbankan konvensional tidak pernah

mencapai laju pertumbuhan 20 persen bahkan tidak jarang hanya single digit.

Namun karena jumlah aset yang sudah sangat besar, pertumbuhan perbankan

konvensional yang relatif lebih kecil tersebut tetap menghasilkan angka nominal

yang sangat besar dibandingkan angka nominal peetumbuhan aset perbankan

syariah.

Kecenderungan nasional di atas sejalan dengan pertumbuhan di tingkat

internasional. Industri perbankan syariah menjadi industri yang mengalami

pertumbuhan tercepat (Vayanos et al., 2008). IMF bahkan meramalkan aset

perbankan syariah dunia akan mencapai US$ 1 Trilyun pada tahun 2016 dengan

pertumbuhan rata-rata 10-15 persen per tahun. Pertumbuhan yang relatif tinggi

tersebut diduga karena semakin meningkatnya permintaan dari umat Islam

sendiri, investor non-muslim yang mencari alternatif sistem perbankan yang lebih

adil dan besarnya pendapatan minyak dari Timur Tengah (Rohilina dan

[image:31.596.71.485.11.809.2]

Wibisono, 2011).

Tabel 1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional di Indonesia Tahun 2000-2010

Tahun Konvensio nal (M Rp)

Growth

(%)

Syariah (M Rp)

Growth

(%)

Pangsa Syariah (%)

2000 1 039 855 1 794 0.17

2001 1 099 699 5.76 2 728 52.06 0.25

2002 1 112 204 1.14 4 087 49.82 0.37

2003 1 213 518 9.11 7 944 94.37 0.65

2004 1 272 081 4.83 15 210 91.47 1.20

2005 1 469 827 15.55 20 880 37.28 1.40

2006 1 693 850 15.24 26 722 27.98 1.55

2007 1 986 501 17.28 33 016 23.55 1.63

2008 2 310 557 16.31 49 555 50.09 2.10

2009 2 534 106 9.68 66 090 33.37 2.54

2010 3 008 853 18.73 97 519 47.55 3.14

(32)

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Terlepas dari tingginya pertumbuhan industri perbankan syariah di

Indonesia, ada beberapa indikasi yang mendasari dugaan bahwa laju

pertumbuhan tersebut masih berada di bawah potensi terbaiknya. Dugaan

potensi pasar yang besar dan masih belum tergali sangat berdasar karena

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Praktek ekonomi yang bernuansa atau didasarkan pada syariah Islam juga telah

berkembang lama di tengah-tengah masyarakat, bahkan lebih lama dari mulai

dikembangkannya industri perbankan syariah itu sendiri. Oleh karena itu, wajar

jika diperkirakan perkembangan perbankan syariah akan disambut dengan

antusias oleh masyarakat Indonesia. Pada sisi lain, perbankan konvensional

sudah berkali-kali menunjukkan kerentanannya dalam menghadapi situasi krisis.

Hal ini menyebabkan masyarakat, muslim maupun non-muslim, mencari alternatif

perbankan dengan sistem yang lebih aman dan menenteramkan (adil).

Perbankan syariah tampil menawarkan konsep alternatif yang dibutuhkan.

Dengan logika tersebut, ditambah dengan pengalaman berbagai negara yang

terlebih dahulu mengembangkan perbankan syariah serta kecenderungan laju

pertumbuhan di tingkat dunia, maka tidak berlebihan jika Bank Indonesia sempat

menargetkan pangsa pasar perbankan syariah akan mencapai 5 persen pada

akhir tahun 2008.

Pada kenyataannya, seperti yang terlihat pada Tabel 1, perbankan

syariah baru bisa menembus pangsa pasar sedikit di atas 3 persen pada akhir

tahun 2010. Walaupun secara nominal pertumbuhan aset industri perbankan

syariah sangat tinggi, tetapi laju pertumbuhan pangsa pasarnya sangat lambat.

(33)

dari tahun 2005 sampai tahun 2007 sebelum kembali meningkat. Hal ini

menyebabkan cita-cita awal Indonesia untuk mengembangkan industri

perbankan dengan dual-system, masih jauh dari harapan. Tingkat pangsa pasar

yang masih sangat kecil tersebut belum cukup signifikan bagi industri perbankan

syariah untuk mengklaim sebagai alternatif bagi sistem perbankan yang sudah

ada.

Tantangan ke depan untuk mempercepat peningkatan penguasaan pasar

diperkirakan tidak semakin mudah (Fahmi, 2010). Pada saat awal perbankan

syariah didirikan sebagian besar nasabah masih merupakan syariah loyalist yang

tidak menjadikan perbankan konvensional sebagai alternatif sehingga tingkat

persaingan yang dihadapi masih relatif rendah. Dengan semakin berkembangnya

perbankan syariah dan semakin meluasnya segmen masyarakat yang menjadi

nasabah, maka persaingan yang dihadapi oleh masing-masing bank syariah

menjadi semakin tinggi. Selain harus bersaing ketat dengan sesama bank

syariah, perbankan syariah juga berhadapan dengan nasabah yang mempunyai

permintaan yang semakin elastis karena masih menjadi nasabah perbankan

konvensional. Dengan kata lain, market boundary industri perbankan syariah

menjadi meluas dengan juga harus menghadapi perbankan konvensional yang

mempunyai sejarah dan pengalaman jauh lebih tua. Dalam hal ini, diduga

banyak perbankan syariah akan tertinggal dalam hal kemampuan memberikan

pelayanan atau fleksibilitas dalam memenuhi berbagai kebutuhan nasabah yang

‘mengambang’ tersebut.

Pertanyaan besar dari fakta yang terlihat anomali di atas adalah kenapa

industri perbankan syariah belum mampu mengkonversi potensi pasar yang

diduga demikian besar menjadi pasar yang riil secara cepat? Belajar dari

(34)

seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah, lingkungan eksternal yang

kondusif sangat membantu percepatan (Vayanos et al., 2008). Malaysia dapat

mencapai tingkat pangsa seperti sekarang karena tingkat keberpihakan yang

sangat tinggi dari pemerintahnya kepada perbankan syariah. Keberpihakan

tersebut dapat berbentuk penyiapan lingkungan regulasi yang kondusif maupun

pendanaan langsung. Negara-negara Timur Tengah diuntungkan oleh

tersedianya dana dari minyak yang berlimpah sebagai sumber pertumbuhan

pendanaan perbankan syariah. Kedua alasan yang dirasakan oleh Malaysia dan

Timur Tengah sayangnya tidak dimiliki oleh Indonesia. Perbankan Syariah

Indonesia pada awalnya berkembang dengan usaha sendiri. Keberpihakan

pemerintah baru mengikuti belakangan dengan terus memfasilitasi dalam bentuk

berbagai peraturan dan perundangan. Indonesia terkesan tidak proaktif dalam

menyediakan berbagai fasilitas dan perundangan yang dibutuhkan oleh industri.

Mengingat privelege yang dialami oleh pelaku perbankan syariah

berbagai negara lain dari lingkungan maupun pemerintahnya, maka tidak

berlebihan kalau industri perbankan syariah Indonesia juga mengharapkan

dukungan yang sama dari pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan yang

diharapkan. Dalam hal ini industri perbankan syariah mencatat berbagai

keberhasilan dalam melakukan lobi kepada pemerintah seperti dikeluarkannya

UU perbankan syariah No.21 Tahun 2008, yang merupakan penyempurnaan

dasar yang sebelumnya tidak secara spesifik diatur dan hanya merupakan

bagian dari UU Perbankan No. 7/1992 dan UU No. 10/1998. Pengenaan pajak

berganda pada transaksi murabahah yang sebelum tahun 2010 membuat Bank

Syariah terbebani juga sudah ditiadakan oleh pemerintah. Secara struktural

Bank Indonesia sudah mengelevasi pengurusan perbankan syariah ke tingkat

(35)

mengakomodasi keperluan perbankan syariah. Pada level masyarakat, Majelis

Ulama Indonesia (MUI) secara eksplisit mengeluarkan fatwa haramnya bunga

bank pada tahun 1995. Industri dan masyarakat juga mendirikan berbagai

lembaga seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pusat Komunikasi

Ekonomi Syariah (PKES) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) untuk turut

melakukan edukasi masyarakat dalam rangka mendorong laju pertumbuhan

ekonomi syariah secara umum dan perbankan syariah secara khusus.

Berbagai dukungan eksternal industri yang telah dilakukan ternyata belum

cukup untuk mengangkat pertumbuhan industri ke tingkat yang dikehendaki.

Pertanyaan yang muncul dari fakta ini adalah seberapa penting sebenarnya

peran dukungan faktor eksternal terhadap pertumbuhan industri perbankan

syariah. Selain lingkungan makro dan kebijakan pemerintah, peran perilaku

konsumen juga diperkirakan merupakan faktor eksternal yang belum sepenuhnya

dipahami dan diantisipasi oleh industri perbankan syariah. Jumlah penduduk

muslim yang besar ternyata tidak otomatis dapat dikonversi secara langsung

menjadi nasabah perbankan syariah. Ratusan tahun interaksi masyarakat

dengan perbankan konvensional menyebabkan diperlukan upaya sistematis

yang didasarkan pada riset yang kuat untuk mengkonversi potensi yang besar

tersebut menjadi nasabah yang riil. Berbagai upaya telah dilakukan untuk itu,

tetapi informasi yang didasari oleh riset yang kokoh masih belum banyak

tersedia.

Bagaimanapun kondusifnya lingkungan eksternal untuk pertumbuhan

industri perbankan syariah, tetap saja karakter faktor eksternal adalah tidak

sepenuhnya di bawah kendali industri. Faktor yang lebih berada di bawah kendali

tentu saja adalah faktor internal industri yang dapat dimodifikasi untuk merespon

(36)

Disinilah dinamika struktur pasar perbankan syariah dan perilaku masing-masing

bank maupun perbankan secara industri menjadi sangat menentukan kinerja

industri secara keseluruhan.

Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) merupakan salah satu

pendekatan dalam Ekonomi Industri yang banyak digunakan untuk menganalisa

dinamika suatu industri. Namun untuk dapat menggunakan pendekatan ini

secara valid, terlebih dahulu harus jelas batasan pasar dari industri yang akan

dianalisa. Hal ini penting untuk diklarifikasi dalam kasus industri perbankan

syariah karena pangsanya yang masih kecil dan pesaing utamanya, perbankan

konvensional, sudah mempunyai sejarah panjang melayani masyarakat dan

mempunyai pangsa pasar yang sangat dominan. Setelah batasan pasar jelas,

barulah analisis persaingan yang terjadi dalam industri dapat dianalisa. Tingkat

persaingan dan berbagai faktor lain yang relevan kemudian perlu dikaji

pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri sebelum berbagai implikasi dan

strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah dapat

dirumuskan secara baik.

Secara akademis, dinamika industri perbankan syariah di Indonesia

merupakan laboratorium yang menarik untuk dikaji karena masih dalam periode

awal pertumbuhan. Pada saat-saat awal pertumbuhan, perbankan syariah

mungkin menikmati masa-masa menjadi perusahaan dominan baik karena masih

sedikitnya kompetitor maupun oleh karakter nasabah yang masih termasuk

idiologis. Semakin berkembangnya industri diperkirakan akan mengurangi

kekuatan pasar yang dimiliki oleh perbankan sedikit demi sedikit dengan semakin

banyaknya perbankan pesaing dan pada saat yang sama semakin

mengambangnya nasabah perbankan syariah. Nasabah yang diperebutkan tidak

(37)

tetapi juga mereka yang pragmatis masih tetap bertransaksi dengan bank

konvensional. Dengan kata lain market boundary dari perbankan syariah tidak

hanya terbatas pada industri perbankan syariah saja, melainkan sudah meluas

kepada industri perbankan secara keseluruhan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka masalah yang akan dikaji pada

penelitian ini adalah:

1. Apakah industri perbankan syariah merupakan industri yang terpisah dengan

industri perbankan konvensional?

2. Bagaimana hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank

syariah?

3. Bagaimana tingkat persaingan industri perbankan syariah?

4. Apa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan industri

perbankan syariah?

5. Apa implikasi kebijakan bagi pelaku industri maupun pemerintah untuk

meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pilihan

kebijakan yang dapat digunakan oleh industri perbankan syariah maupun

pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah.

Tujuan umum tersebut akan dicapai dengan secara bertahap mencapai

beberapa tujuan antara sebagai berikut:

1. Menganalisa batas pasar (market boundary) industri perbankan syariah.

2. Menganalisa hubungan struktur pasar dengan kinerja industry perbankan

syariah Indonesia.

(38)

4. Menganalisa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan

industri perbankan perkembangan syariah Indonesia.

5. Merumuskan pilihan implikasi kebijakan bagi industri perbankan syariah dan

pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan

syariah Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi industri perbankan syariah

untuk merumuskan berbagai strategi untuk meningkatkan laju pertumbuhan

industri secara keseluruhan. Strategi yang dapat dirumuskan dapat berupa

strategi individual di tingkat masing-masing perusahaan ataupun strategi yang

dapat dikerjasamakan di tingkat industri.

Dalam hal strategi yang dirumuskan berada di luar kendali perusahaan

atau industri, maka pilihan strategi dapat menjadi masukan bagi pemerintah

untuk merumuskan kebijakan yang dapat mengakselerasi pertumbuhan industri

syariah ke depan. Implikasi kebijakan ini dapat berupa affirmative action yang

diperlukan ataupun intervensi kebijakan yang tidak diperlukan agar tidak

mengganggu laju pertumbuhan yang terjadi.

Mengingat belum banyaknya studi Struktur-Perilaku-Kinerja di industri

perbankan syariah, kajian ini diharapkan memperkaya khasanah koleksi kajian

ekonomi industri dalam sektor yang relatif baru ini. Masih relatif mudanya umur

industri perbankan syariah ini menyebabkan berbagai keterbatasan terhadap

upaya kajian yang ingin dilakukan. Keterbatasan data yang tersedia memberikan

tantangan tersendiri dalam merumuskan model yang digunakan dan

(39)

ada, kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dinamika sebuah industri

pada tahapan dua dekade awal pertumbuhannya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Karena terbatasnya data time series yang tersedia, maka dalam

penelitian ini akan digunakan metode ekonometrika yang diterapkan terhadap

panel data. Sebagai akibatnya, tidak seluruh data dapat digunakan. Beberapa

tahapan awal terpaksa dihilangkan, demikian juga beberapa perbankan yang

baru berdiri untuk mendapakan panel yang seragam. Hal ini menyebabkan

beberapa informasi penting akan luput dari tangkapan model yang dirumuskan.

Katerbatasan ini akan dicoba untuk diatasi semaksimal mungkin dengan analisis

kualitatif.

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

sehingga tidak seluruhnya variabel yang diukur dapat diukur sesuai dengan

konsep yang ideal. Berbagai upaya manipulasi variabel akan digunakan untuk

menghasilkan variabel yang dapat menjadi proksi variabel yang diinginkan.

Variabel-variabel perilaku pasar khususnya akan memberi tantangan sendiri

untuk dapat dirumuskan dengan data sekunder yang tersedia. Bagaimanapun

hasilnya, penelitian lanjutan dengan menggunakan data primer diperkirakan akan

menjadi pelengkap yang sangat berharga baik untuk menegaskan, memperkaya

atau menjawab berbagai aspek yang tidak dapat dijangkau oleh model dan data

yang digunakan dalam penelitian ini.

Keterbatasan data juga yang menyebabkan ruang lingkup perbankan

yang dianalisa pada penelitian ini hanya mencakup kategori Bank Umum Syariah

dan Unit Usaha Syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak

(40)

karakteristik operasional yang berbeda dengan BUS dan UUS. BPRS tidak dapat

memberikan pelayanan jasa dalam lalu lintas pembayaran atau transaksi dalam

lalu lintas giral seperti halnya BUS dan UUS. Kedua, pangsa pasar BPRS dalam

industri perbankan syariah masih sangat kecil, yaitu hanya 2.7 persen dari total

industri perbankan syariah, sehingga diperkirakan tidak akan terlalu mengganggu

gambaran keseluruhan industri jika diabaikan. Ketiga, data yang tersedia untuk

BPRS tidak selengkap yang tersedia untuk BUS dan UUS sehingga tidak akan

terlalu banyak membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas data panel yang

diperlukan dalam penelitian. Terkahir, walaupun segmen pasar yang digarap

oleh BPRS dan BUS serta UUS sebagian besar adalah sama-sama UMKM,

namun diperkirakan nasabah UMKM yang digarap oleh BUS dan UUS tidak

sepenuhnya berimpit dengan nasabah yang digarap oleh BPRS.

Keterbatasan terakhir dari penelitian ini adalah dalam hal implikasi

kebijakan yang dirumuskan. Pilihan yang dirumuskan sifatnya hanya berupa

masukan yang perlu dikaji lebih dalam untuk menjadi kebijakan akhir. Strategi

untuk tingkat perusahaan, misalnya, tentu saja harus mempertimbangkan kondisi

internal dan keragaman yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Demikian

juga untuk pemerintah, kebijakan yang dirumuskan perlu mempertimbangkan

dampak lebih makro dari kebijakan yang ditujukan untuk industri perbankan

(41)
(42)

II. PERSAINGAN PASAR DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI: SEBUAH KAJIAN TEORI

Prinsip mikroekonomi yang menjadi dasar organisasi industri menyatakan

bahwa persaingan merupakan keharusan untuk mencapai tingkat

kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat, kecuali untuk beberapa kasus

khusus seperti monopoli alami. Persaingan sempurna dalam jangka panjang

memastikan produk yang dihasilkan akan berada pada titik efisiensi alokatif dan

efisiensi produktif tertinggi. Oleh karena itu, pasar harus diupayakan agar

mempunyai atau menerapkan tingkat persaingan yang sesempurna mungkin

untuk menghasilkan kinerja industri yang terbaik.

Paradigma Struktur-Perilaku dan Kinerja (SCP) merupakan pendekatan

umum yang telah banyak digunakan untuk mengkaji hubungan dinamika

persaingan suatu industri dengan kinerjanya. Awalnya paradigma ini digunakan

untuk industri manufaktur, namun dalam perkembangannya paradigma yang

sama juga digunakan untuk industri jasa seperti perbankan. Pada Bab ini akan

disajikan pengertian paradigma SCP dan perkembangannya sejalan dengan

perkembangan kajian empiris terhadap konsep awalnya. Setelah perkembangan

secara umum, penerapan SCP pada industri jasa, khususnya industri perbankan,

akan diulas lebih dalam pada bagian tersendiri. Bab ini akan diakhiri dengan

uraian tentang konsep perbankan syariah dan perbedaannya dengan perbankan

konvensional serta implikasinya terhadap konsep persaingan yang Islami.

2.1. Teori SCP dan Perkembangannya

Paradigma SCP pada awalnya merupakan salah satu pendekatan dalam

mengkaji pembentukan organisasi industri. Namun dalam perkembangannya

(43)

industri (Carlton dan Perloff, 2000). Model-model mikroekonomi digunakan untuk

menjelaskan berbagai interaksi yang kompleks antar komponen dalam kerangka

SCP. Model mikroekonomi yang berlaku dapat berbeda antara satu industri

dengan industri lainnya sehingga model mana yang berlaku lebih merupakan

masalah empiris.

2.1.1. Pengertian Komponen SCP

Pendekatan SCP pertama kali diperkenalkan oleh Edward S. Mason dan

dikembangkan oleh muridnya Joe S. Bain dari Harvard University pada tahun

1940an dan 1950an. Pendekatan yang dikenal dengan pendekatan strukturalis

ini mempunyai postulat bahwa Kinerja (P) secara linier ditentukan oleh Perilaku

(C) perusahaan yang berada dalam suatu industri dan perilaku ditentukan oleh

Struktur Pasar (S) dimana perusahaan itu berada.

Struktur pasar adalah bentuk pasar yang mempengaruhi tingkat

persaingan yang terjadi dalam suatu industri. Untuk pasar produk, struktur pasar

dikenal mulai dari kondisi yang paling bersaing karena terdiri dari banyak penjual

dan pembeli (pasar bersaing sempurna) sampai ke bentuk yang paling tidak

bersaing karena hanya ada satu penjual (monopoli). Namun demikian tidak

banyak pasar yang dapat digolongkan ke dalam dua bentuk struktur pasar yang

ekstrim tersebut. Kebanyakan industri masuk ke dalam bentuk pasar oligopoli

dan persaingan monopolistik. Pada kedua bentuk pasar terakhir ini, dinamika

persaingan sangat tinggi sehingga masing-masing perusahaan harus kreatif

merancang strategi agar dapat bertahan di pasar.

Indikator utama yang digunakan untuk menentukan struktur pasar adalah

jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk bagi perusahaan baru dan

(44)

produk. Jumlah penjual dan pembeli biasanya diukur dengan konsentrasi penjual

baik dengan menggunakan rasio konsentrasi beberapa perusahaan terbesar

maupun indeks Herfindhal-Hirschman. Hambatan masuk merupakan berbagai

kekuatan yang menciptakan disadvantage bagi calon pesaing yang ingin masuk

ke dalam industri. Hambatan masuk dapat bersifat legal seperti hak paten

maupun aturan pemerintah atau dapat juga berbentuk berbentuk skala usaha

yang besar untuk mendapatkan keuntungan. Jika perusahaan incumbent

mempunyai keunggulan biaya, strategi penetapan harga dapat digunakan untuk

menghambat calon pesaing masuk ke dalam industri dengan cara menetapkan

harga yang memaksa perusahaan baru harus beroperasi pada tingkat harga rugi.

Strategi ini disebut dengan limit pricing. Besarnya skala usaha selain dapat

berfungsi sebagai hambatan masuk juga dapat sekaligus berfungsi hambatan

keluar bagi perusahaan incumbent. Diferensiasi produk merupakan salah satu

unsur penting dalam struktur pasar, khususnya pasar persaingan monopolistik.

Diferensiasi ini juga yang menentukan market boundary dengan produk

pesaingnya. Semakin terdifrensiasi produk suatu industri atau perusahaan,

semakin besar kekuatan yang dimiliki oleh industri atau perusahaan tersebut

terhadap konsumen. Diversifikasi menggambarkan keragaman produk yang

ditawarkan oleh industri yang dapat berfungsi sebagai pengurang resiko yang

dihadapi oleh perusahaan.

Pembentukan struktur pasar dipengaruhi oleh interaksi antara kondisi

permintaan dan penawaran produk yang diusahakan dalam industri. Kondisi

permintaan dan penawaran seperti elastisitas harga, keberadaan barang

substitusi, pertumbuhan pasar, jenis barang, teknologi, bahan baku, skala

(45)

Perilaku pasar menggambarkan apa yang dilakukan oleh masing-masing

perusahaan untuk bersaing satu sama lain. Komponen ini mencakup berbagai

strategi harga maupun produk yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri.

Termasuk dalam perilaku pasar adalah iklan, riset dan pengembangan,

kerjasama antar perusahaan untuk mengeksploitasi pasar dalam bentuk kolusi

atau bahkan merger. Bentuk dan intensitas perilaku yang dapat dilakukan oleh

masing-masing perusahaan sangat tergantung kepada struktur pasar dimana

mereka beroperasi.

Kinerja pada akhirnya akan menggambarkan hasil dari perilaku

perusahaan yang dimungkinkan oleh struktur pasar yang terbentuk. Secara

teoretis, struktur pasar yang relatif terkonsentrasi akan menimbulkan kekuatan

pasar bagi perusahaan dominan untuk menetapkan harga dan menghambat

masuk calon pesaing. Jika kekuatan pasar ini dimanfaatkan, keuntungan yang

lebih besar dibandingkan pesaingnya akan dapat diperoleh. Kinerja juga dapat

tergambar dari pertumbuhan aset yang jika diakumulasikan untuk seluruh industri

akan membentuk pertumbuhan industri secara keseluruhan.

Seluruh komponen SCP dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah baik

berupa intervensi langsung terhadap berbagai komponen dalam SCP tersebut

maupun mewarnai lingkungan bisnis dimana industri beroperasi. Bentuk

kebijakan pemerintah dapat berupa regulasi pada berbagai tingkatan mulai dari

UU dan Peraturan Bank Indonesia sampai Peraturan Pemerintah dan Keputusan

Menteri. Aspek yang diatur dapat berkenaan langsung dengan industri yang

bersangkutan seperti penetapan tingkat pajak dan subsidi, anti persaingan usaha

tidak sehat dan insentif investasi serta pajak.

Keterkaitan antar komponen dalam pendekatan SCP digambarkan secara

(46)
[image:46.596.106.539.78.575.2]

Sumber: Carlton dan Perloff (2000)

Gambar 1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri

2.1.2. Interaksi Antar Komponen SCP

Jika dilhat pada Gambar 1, interaksi berbagai komponen pada

pendekatan SCP tidak hanya searah dari Struktur mempengaruhi Perilaku dan

akhirnya tergambar dalam Kinerja seperti pada saat awal paradigma SCP

diperkenalkan. George J. Stigler (dari Chicago School of Economics) dengan

Kondi si Da sar

Perm intaan: Produksi: Elastisitas Per mintaan Teknologi Substitusi Bahan Baku Faktor Musim Serikat Pekerja Laju Pertumbuhan Daya tahan Produk Lokasi Lokasi

Karakter Pesanan Skala Ekonomi Metode Pembelian Cakupan Ekonomi

Perilaku

Iklan R&D Penetapan Harga Investasi Taktik Legal Kolusi Pilihan Produk Merger

Struktur

(47)

menggunakan Teori Harga berargumen bahwa alur pengaruh yang sebaliknya

dapat terjadi. Kinerja dalam bentuk keuntungan yang besar diperoleh oleh

beberapa perusahaan tertentu dapat memberikan kemampuan untuk

menerapkan strategi (perilaku) yang dapat semakin memantapkan keberadaan

mereka di pasar. Dominasi pasar beberapa perusahaan ini bahkan dapat

digunakan untuk menggusur pesaingnya dalam industri ke luar sehingga

akhirnya terbentuk struktur pasar yang semakin terkonsentrasi. Pada Gambar

juga terlihat bahwa kebijakan pemerintah tidak hanya bersifat mempengaruhi

kompnen SCP, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh komponen SCP khususnya

komponen Perilaku.

Hubungan antara konsentrasi pasar dengan tingkat keuntungan yang

positif juga tidak selalu membenarkan teori SCP. Hubungan yang sama dapat

diperoleh seandainya konsentrasi industri yang tinggi menyebabkan perusahaan

dominan dapat mencapai skala usaha yang ekonomis sehingga mendapatkan

keuntungan yang lebih besar (Efficient Structure Hypothesis). Untuk itu perlu diuji

apakah keuntungan yang diperoleh disebabkan oleh perusahaan memanfaatkan

dominasinya untuk mengeksploitasi pasar secara tidak sehat atau disebabkan

oleh efisiensi yang diperoleh dari skala usaha. Untuk membedakannya perlu

dilihat apakah dominasi pasar menyebabkan kenaikan harga dan keuntungan

atau justru menyebabkan penurunan harga karena skala usaha yang semakin

ekonomis namun tetap mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Teori Contestable Markets merupakan salah satu pendekatan yang

mencoba melihat hubungan struktur dan kinerja secara berbeda. Struktur pasar

yang terkonsentrasi tidak selalu berakibat perusahaan dominan menaikkan harga

untuk meningkatkan keuntungan. Dalam kondisi pasar yang contestable,

(48)

kompetitif karena ancaman calon pesaing. Dengan demikian, pada pasar seperti

ini struktur pasar dapat saja terkonsentrasi (tidak kompetitif) tetapi berperilaku

sangat kompetitif.

Walaupun sebagai kerangka umum, SCP telah banyak digunakan karena

terbukti sangat membantu dalam menganalisa suatu industri, kajian terhadap

komponen perilaku (conduct) cenderung tidak sekuat analisis terhadap struktur

pasar. Padahal sudah lama disadari bahwa perilaku dapat membentuk

lingkungan persaingan tanpa merubah struktur pasar. Kalaupun analisis perilaku

dilakukan biasanya hanya berbentuk kualitatif tanpa didasarkan pada kerangka

analisis yang kuat dan terintegrasi dengan kerangka SCP secara keseluruhan

(Smith et al., 2007). Smith et al. (2007) merekomendasikan pengintegrasian

pendekatan Analisis Industri yang dirumuskan oleh Porter ke dalam pendekatan

SCP untuk memperkuat lingkungan persaingan industri, khususnya untuk

menangkap dinamika perilaku strategik. Pendekatan analisis industri yang

dikenal dengan Porter’s Five Forces ini menyatakan bahwa ada lima kekuatan

yang menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri seperti terlihat pada

Gambar 2. Kelima kekuatan tersebut adalah kekuatan rebut-tawar (bargaining)

pembeli, kekuatan rebut-tawar pemasok, ancaman masuk pesaing baru,

ancaman produk substitusi dan kekuatan persaingan antar perusahaan dalam

internal industri itu sendiri.

2.2. Penerapan SCP pada Industri Perbankan

Pada awalnya paradigma SCP diterapkan untuk industri manufaktur.

Namun dengan mempertimbangkan karakteristik khasnya, paradigma yang sama

juga dapat diterapkan pada industri jasa, termasuk industri perbankan. Pada

(49)

pinjaman dan tabungan yang lebih kecil dengan tingkat bunga yang lebih tinggi di

sisi pinjaman dan lebih rendah di sisi tabungan. Kombinasi jumlah dan tingkat

bunga tersebut akan menyebabkan tingkat keuntungan bank yang lebih besar.

[image:49.596.78.488.39.843.2]

Sumber: Smith et al. (2007)

Gambar 2. Model Lima Kekuatan Porter

Industri jasa mempunyai kekhasan yang membuatnya berbeda dengan

produk manufaktur. Karakteristik produk jasa adalah intangible, perishable,

inseparable, simultaneous dan variable (Zeithaml et al., 1990). Produk jasa

adalah intangible karena tidak dapat dipegang atau disentuh serta tidak dapat

ditransfer atau dimiliki untuk dijual kembali. Perishable karena produk jasa sekali

dikonsumsi tidak mungkin lagi tersedia bagi konsumen lain. Produk jasa juga

inseparable karena antara pemberi jasa dengan konsumen tidak dapat

dipisahkan. Produk jasa harus disediakan dan dikonsumsi pada saat yang sama

secara simultan. Terakhir, setiap produk jasa bersifat unik dalam arti setiap jasa

yang diberikan akan tidak bisa diulang dan diberikan dengan kualitas yang persis

sama pada waktu dan keadaan yang lain (variable).

Pe masok Pe mbe li

Calon Pesaing

Barang Substitusi

Industri

Pe masok Pe mbe li

Calon Pesaing

Barang Substitusi

Industri

Kekuatan Bargaining Pemasok Ancaman Pendatang Baru

(50)

Kalau produk jasa secara umum berbeda dengan produk manufaktur,

maka produk perbankan mempunyai kekhasan lebih jauh untuk input maupun

produknya sehingga penerapan paradigma SCP pada industri perbankan harus

disesuaikan. Kekhasan industri perbankan dan dampaknya terhadap paradigma

SCP telah direview secara komprehensif oleh Neuberger (1998). Dalam

reviewnya, Neuberger menekankan bahwa bank muncul karena adanya

incomplete dan asymmetric information pada industri keuangan. Oleh karena itu

penggunaan SCP untuk industri perbankan harus menyesuaikan dengan

karakteristik ini dalam kerangkanya. Dengan mempertimbangkan keunikan

industri perbankan, kerangka SCP dimodifikasi menjadi bentuk seperti terlihat

pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 terlihat bahwa dalam industri perbankan seluruh variabel

adalah endogenus karena terjadi saling keterkaitan antara variabel-variabel

struktur, perilaku dan kinerja dan pengaruh feedback terhadap kondisi dasar dan

kebijakan publik. Dalam kondisi dasar juga harus dipertimbangkan

ketidaksempurnaan pasar dalam industri perbankan seperti ketidakpastian

(uncertainty), asymmetric information dan biaya transaksi.

2.3. Konsep Perbankan Syariah

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank

Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip

syariah Islam. Menurut jenisnya, bank syariah dapat dikelompokkan menjadi

Bank Umum Syariah (BUS) yang berdiri sendiri atau bukan merupakan bagian

dari bank konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS) yang merupakan unit usaha

(51)

syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang dalam kegiatannya

tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

[image:51.596.61.498.77.823.2]

Sumber: Neuberger (1998)

Gambar 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan

Secara umum perbankan syariah mempunyai fungsi yang sama dengan

perbankan konvensional. Namun demikian, karena perbankan syariah harus

sesuai dengan syariah Islam yang menekankan tidak dibenarkannya ada unsur

judi, tipuan dan riba (tingkat bunga) dalam transaksinya maka secara normatif

Kondi si Da sar

Ketidakpastian Asymmetric Information

Biaya Transaksi Perm intaan: Produksi: Elastisitas harga Input/Teknologi Sw itching Cost Jasa Loyalitas Hubungan Barang Substitusi Principal-Agent Sikap thdp Resiko Eksternalitas Eksternalitas Jaringan Produksi

Perilaku

Iklan R&D Penetapan Harga Inovasi Jaringan dan Mutu Kolusi Pengumpulan Info Merger

Struktur

Segmentasi Pasar

Hambatan Masuk dan Keluar Diferensiasi Produk Diversifikasi Struktur Biaya Luasan Pasar Kinerja Efisiensi Produksi Efisiensi Alokatif Pertumbuhan Aset Full Employ ment

Kebijakan Publik

(52)

sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan perbankan syariah menjadi

sangat berbeda dengan sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan

perbankan konvensional.

Sebagaimana diuraikan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan

Syariah Indonesia (Bank Indonesia, 2002), perbankan syariah didirikan dengan

tujuan akhir untuk mencapai falah, yang dapat diartikan sebagai kemaslahatan

bagi masyarakat secara luas. Tujuan akhir ini dapat dicapai dengan

memperhatikan prinsip keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang dan prinsip

kemanfaatan. Dalam prinsip keadilan termasuk transparansi dan kejujuran,

transaksi yang adil, persaingan yang sehat, dan perjanjian yang saling

menguntungkan. Kegiatan yang dilarang sehingga harus dihindari adalah produk

jasa dan proses yang merugikan serta berbahaya, dan menggunakan

sumberdaya yang ilegal dan diperoleh secara tidak adil. Prinsip kemanfaatan

ditunjukkan oleh penciptaan produk yang produktif dan tidak spekulatif,

menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak efisien, dan membuka akses

yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh sumberdaya.

Landasan filosofis di atas menyebabkan aktivitas yang dilakukan oleh

perbankan syariah menjadi dibatasi oleh konsep halal dan haram menurut

syariah, tidak hanya sekedar menguntungkan atau tidak. Lebih jauh lagi,

pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah harus berorientasi falah,

yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan

oleh perbankan harus memastikan tidak hanya menguntungkan pihak perbankan

saja, tetapi juga pihak mitranya. Oleh karena itu, return yang dibayarkan atau

diterima oleh bank syariah hanya boleh berasal dari pendapatan dari bagi hasil

atau pendapatan lainnya yang dibolehkan oleh syariah sehingga terhindar dari

(53)

Konsekuensi lain dari penerapan syariah adalah dilarangnya berbagai produk

derivatif seperti yang banyak diciptakan oleh sistem perbankan konvensional

karena unsur spekulatif dan judi yang terkandung di dalamnya, walaupun

menjanjikan keuntungan yang besar.

Untuk memastikan bahwa perbankan benar-benar menerapkan syariah

dalam praktek bisnisnya, maka setiap perbankan syariah diwajibkan memiliki

Dewan Pengawas Syariah sebagai kelengkapan di luar dewan pengawas yang

berlaku untuk perbankan konvensional seperti BI, Bapepam, dan Dewan

Komisaris. Perbedaan besar yang terakhir, jika ada sengketa antara bank dan

nasabah serta musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, maka

penyelesaian akan dibawa ke peradilan agama bukan pengadilan negeri seperti

yang terjadi pada perbankan konvensional.

Jika dilihat secara rinci masih banyak lagi perbedaan yang dapat

ditemukan pada sistem dan produk perbankan syariah dibandingkan dengan

perbankan konvensional. Namun demikian, perbedaan antara perbankan syariah

dengan perbankan konvensional seperti yang diringkas oleh Ismail (2011) pada

Tabel 2 sudah cukup memadai untuk memperlihatkan perbedaan mendasar

kedua sistem perbankan tersebut.

Salah satu aspek mendasar yang secara normatif berbeda antara sistem

syariah dengan konvensional namun jarang dibahas secara rinci pada berbagai

literatur Ekonomi Islam adalah aspek persaingan industri. Literatur yang ada

(diantaranya Khan dan Mirakhor, 2002; Karim, 2003; Mannan, 1997; Iqbal dan

Molyneux, 2005; Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam–UII,

2008) pada umumnya berhenti pada tataran normatif dengan mengatakan bahwa

persaingan bisnis menurut syariah dibolehkan bahkan dianjurkan, tetapi tidak

[image:53.596.71.471.52.815.2]
(54)

dijalankan mempunyai implikasi bahwa syariah Islam tidak mengatur struktur

tetapi mengatur perilaku pasar. Struktur pasar monopoli atau persaingan tidak

sempurna lainnya menjadi tidak relevan karena prinsip syariah melarang untuk

menggunakan market power yang dimiliki untuk mengeksploitasi pasar sehingga

perilaku persaingan berbagai bentuk struktur pasar tersebut seharusnya sama

dengan pasar yang bersaing sempurna.

Tabel 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional

Sumber: Ismail (2011)

Permasalahannya adalah bagaimana memastikan bahwa pelaku pasar

akan patuh terhadap landasan normatif persaingan sementara mereka

mempunyai potensi untuk menyalahgunakan kekuatan yang mereka miliki pada

saat struktur pasar sangat terkonsentrasi. Sukmana dan Beik (2006)

Bank Syariah Bank Konvensional

Investasi hanya untuk proyek dan produk yang halal dan menguntungkan

Investasi tidak hanya mempertimbangkan halal atau haram

asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan

Return yang dibayar dan atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.

Return baik yang dibayar kepada nasabah penyimpan dana dan return yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga.

Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam

Perjanjian menggunakan hukum positif.

Orientasi pembiayaan tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga berorientasi falah, yaitu kesejahteraan masyarakat

Orientasi pembiayaan untuk memperoleh keuntungan atas dana yang dipinjamkan.

Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra

Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitor

Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris.

Penyelesaian sengketa diupayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.

(55)

menyimpulkan bahwa para ulama klasik Islam seperti Abu Yusuf (731 - 798 M),

Al-Ghazali (1055 - 1111 M), Ibnu Taimiyah (1263 – 1328 M), Ibnul Qayyim

al-Jawziyyah (1292 – 1350 M) dan Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M) jauh sebelum

Adam Smith telah sepakat bahwa pasar harus dibiarkan beroperasi mengikuti

mekanisme pasar. Harga akan naik dan turun berdasarkan interaksi penawaran

dan permintaan atau bahkan dikatakan oleh Abu Yusuf sebagai ditentukan oleh

kekuasaan Allah SWT sehingga tidak boleh diintervensi oleh pemerintah atau

lembaga lainnya. Abu Yusuf bahkan sama sekali tidak menyebutkan

perkecualian terhadap tidak bolehnya intervensi terhadap proses pembentukan

harga tersebut. Namun ulama klasik selain Abu Yusuf menekankan pentingnya

intervensi pemerintah melalui lembaga hisbah (pengawas) atau mekanisme

perpajakan apabila terjadi pelanggaran terhadap persyaratan yang memastikan

persaingan sempurna. Persyaratan pasar yang bersaing sempurna secara

syariah adalah: tingkat informasi tentang harga dan komoditi yang dapat diakses

secara seimbang oleh seluruh pelaku pasar, perusahaan bebas untuk keluar dan

masuk dari pasar, tidak terjadinya penumpukan atau tindakan lain yang dilar

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan
Gambar 1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi
Gambar 2.  Model Lima Kekuatan Porter
Gambar 3.  Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Memberikan informasi kepada apotek mengenai interaksi obat pada peresepan penyakit kulit dan kelamin yang diberikan kepada pasien di Apotek Kimia Farma “X”

Ini adalah perbedaan antara nominatif dan akusatif, nominatif adalah "bentuk tertentu dari kata benda dalam bahasa tertentu yang menunjukkan kata benda menjadi subjek dari kata

Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi vanilin dari buah vanili untuk digunakan sebagai bahan dasar sintesis dan modifikasi struktur vanilin menjadi vanililaseton, divanililaseton

Saya  menyadari  bahwa  saya  hanya  manusia  biasa  yang  penuh  dengan  kekhilafan  dan  kealpaan.  Saya  mohon  maaf  apabila  ada  kata‐kata  yang  salah 

Sedangkan pada restoran vegas hotdog dapat dibuat analisa beberapa kendala dan masalah yang muncul dari sistem yang telah berjalan pada restoran sebagai berikut

gambaran secara umum penduduk Kabupaten Poso Hasil SP 2010, sehingga dapat.. memberikan wacana awal bagi para pengambil keputusan dalam

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis rasio keuangan untuk mengetahui kondisi rasio keuangan PT.Bank Mandiri Persero Tbkdari variabel yang telah

Ketika link yang dibuat dengan menggunakan nama- nama dari Route yang ada, secara otomatis Laravel akan membuat URI yang sesuai.. • Restful Controllers , memberikan sebuah