SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
DISERTASI
IDQAN FAHMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya berjudul;
DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN PERILAKU BANK SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2012
iii
ABSTRACT
IDQAN FAHMI. 2012. The Dynamic of Market Structure and Bank Behaviour and Their Impacts on Performance of Islamic Banking Industry in Indonesia (ARIEF
DARYANTO as Chairman, HERMANTO SIREGAR andHARIANTO as Members of
Advisory Committee)
Competition is traditionally viewed as a pre-requisite for an industry to grow and welfare to maximize. In banking industry, however, the theory has been refuted and only accepted conditionally. Islamic banking industry in Indonesia is an interesting laboratory to test the theory because it has been highly concentrated but growing very rapidly. This research were aimed at clarifying the market boundary between islamic and conventional banking industry, analyzing the relationship between market structure and profitability of islamic banks in Indonesia, identifying the level of competition of Islamic banking industry in Indonesia, and analyzing the determinants of Islamic banking industrial growth in Indonesia. Four econometric models utilizing available yearly balanced panel data between 2005-2010 were used for analysis. The result shows that Islamic banking is more of a complementary to, instead of a substitute industry for conventional banking industry. This justifies the strategy of conventional banking opening Islamic banking unit without worrying for cannibalism of their own consumers. The positive relationship between market structure with profitability is found to be more supporting of the Efficient Structure Hypothesis rather than collutive Traditional Hypothesis. This conclusion is finally confirmed by the result of Panzar and Rosse model which indicate an almost perfect competition among banks in the industry with the H-statistical value of 0.91. Number of branches, ratio of interest rate and rate of return, and management quality, economic growth rate, exchange rate and Act No.21/2008 were found to be industrial growth enhancing, while market concentration was the opposit. All results satisfied the necessary condition for competition based on islamic values. More information based on primary data from banks and consumer’s perception are needed, however, to clarify for the sufficient condition that iB’s good behaviour in competition is driven more by islamic values than by the pressure of contestability in the market.
v
IDQAN FAHMI. 2012. Dinamika Struktur Pasar dan Perilaku Bank serta
Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia. (ARIEF
DARYANTO sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan HARIANTO sebagai
Anggota Komisi Pembimbing).
Perkembangan perbankan syariah sejak awal dikembangkan sangat pesat. Nilai aset yang hanya kurang dari Rp. 2 T pada tahun 2000 berkembang menjadi hampir Rp. 100 T dalam satu dekade. Tingkat pertumbuhan per tahun yang terjadi jauh di atas rata-rata pertumbuhan perbankan konvensional. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di tingkat dunia (Vayanos, et al. 2008). IMF bahkan meramalkan aset perbankan syariah dunia akan mencapai US$ 1 Trilyun pada tahun 2016 dengan pertumbuhan rata-rata 10-15 persen per tahun. Pertumbuhan yang relatif tinggi tersebut diduga karena semakin meningkatnya permintaan dari umat Islam sendiri, investor non-muslim yang mencari alternatif sistem perbankan yang lebih adil dan besarnya pendapatan minyak dari Timur Tengah (Rohilina dan Wibisono, 2011).
Terlepas dari tingginya laju pertumbuhan perbankan syariah, tingkat penguasaan pasar dalam industri perbankan meningkat sangat lambat, padahal di berbagai negara Timur Tengah dan negara tetangga Malaysia, pangsa pasar perbankan syariah sudah mendekati 20 %, walaupun memang mereka telah mulai merintis satu dekade lebih cepat. Data statistik perbankan memperlihatkan bahwa pada akhir 2010, pangsa pasar perbankan syariah baru mencapai sedikit di atas 3 %, padahal target awal BI adalah 5 % pada akhir tahun 2008. Masih kecilnya pangsa pasar perbankan syariah ini merupakan salah satu masalah utama yang menghambat percepatan pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian, selain masalah langkanya ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dan lambatnya inovasi produk untuk memberi alternatif kepada produk perbankan konvensional dan untuk memenuhi tuntutan masyarakat (Ismail, 2011).
vi
Berdasarkan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisa batas pasar (market boundary) industri perbankan syariah Indonesia.
2. Menganalisa hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank syariah 3. Menganalisa tingkat persaingan dalam industri perbankan syariah Indonesia. 4. Menganalisa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan
industri perbankan syariah Indonesia.
5. Merumuskan pilihan implikasi kebijakan bagi industri perbankan syariah dan pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia.
Balanced Panel Data masing-masing 6, 11, 10 dan 6 unit BUS dan UUS dari tahun 2005-2010 digunakan untuk mengestimasi empat model ekonometrika dengan variabel dependen secara berturut-turut DPK, ROA, Total Revenue dan Total Assets.
Walaupun secara konsep perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional, penelitian ini belum menemukan bahwa perbankan konvensional menjadi ancaman atau substitusi dari perbankan syariah. Perbankan syariah bahkan menunjukkan indikasi sebagai industri yang bersifat komplementer dalam arti berkembangnya perbankan konvensional juga akan menyebabkan industri perbankan syariah berkembang bahkan dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Penggunaan pendekatan struktural memperlihatkan bahwa industri perbankan syariah yang mempunyai konsentrasi pasar yang tinggi berhubungan positif dengan tingkat keuntungan. Namun demikian, hasil estimasi juga menunjukkan secara tegas bahwa hubungan tersebut bukan karena perilaku kolutif seperti yang dihipotesiskan secara tradisional, melainkan lebih mendukung hipotesis Efficient Structure yang menyatakan bahwa tingkat keuntungan lebih besar yang dicapai bank dominan disebabkan oleh tingkat efisiensi lebih tinggi.
Secara umum, pendekatan non-struktural model P-R semakin mendukung sinyalemen tidak terjadinya perilaku kolutif pada industri perbankan syariah Indonesia terlepas dari struktur pasar yang terkonsentrasi. Estimasi H-stat yang mendekati satu menunjukkan hal tersebut, walaupun analisis lebih dalam memperlihatkan bahwa bank dominan menghadapi tingkat persaingan yang lebih rendah daripada pesaingnya sesama bank syariah. Keseluruhan hasil memenuhi necessary condition untuk tuntutan perilaku bersaing menurut prinsip syariah, tetapi belum secara tegas menjawab sufficient condition, yaitu perilaku bersaing secara sadar mengikuti tuntunan normatif syariah, bukan karena tekanan contestability. Untuk menjawab yang terkahir ini diperlukan kajian lebih lanjut yang memerlukan data primer baik dari pihak bank maupun persepsi konsumen.
Walaupun secara umum industri perbankan syariah sangat bersaing dan bersaingnya berdasarkan tingkat efisiensi, variabel dummy jenis maupun ukuran bank menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bank yang berstatus BUS dan atau yang berukuran besar mempunyai potensi untuk berperilaku berbeda dari pesaingnya sesama bank syariah. Tanpa kepatuhan akan landasan normatif untuk bersaing secara syariah, potensi ini dapat menggoda kelompok bank tersebut untuk bersaing secara tidak sehat.
vii
tercermin dari menurunnya rasio BOPO, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan penerapan UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah merupakan faktor lain yang mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah.
Beberapa implikasi dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah:
1. Kecenderungan bank konvensional membuka UUS dan akhirnya di-spin-off menjadi BUS mendapatkan justifikasi tanpa kekhawatiran terjadinya kanibalisasi nasabah karena kedua industri masih bersifat komplementer.
2. Bank Indonesia perlu segera menuntaskan dan memapankan studi tentang indeksasi Rate of Return Sektor Riil sebagai bagian dari kelengkapan infrastruktur untuk referensi bank syariah dalam menentukan tingkat bagi hasil sehingga kecenderungan co-movement antara RR dan IR semakin berkurang. 3. Walaupun struktur pasar terkonsentrasi, perilaku bank syariah tidak kolutif tetapi
sangat bersaing dengan dasar efisiensi. Oleh karena itu untuk menilai tingkat persaingan, pendekatan struktural yang umum dilakukan (termasuk oleh KPPU) tidak cukup. Diperlukan pendalaman kajian persaingan secara non-struktural dan kajian perilaku.
4. Kesimpulan Efficient Structure Hypothesis pada industri perbankan syariah menunjukkan bahwa kekhawatiran KPPU terhadap Arsitektur Perbankan Indonesia yang mendorong proses merger dan akuisisi sehingga industri perbankan semakin terkonsentrasi tidak berdasar, paling tidak untuk industri perbankan syariah.
5. Konsentrasi pasar walaupun tidak bermasalah dalam persaingan ternyata menghambat pertumbuhan industri secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang mendorong pertumbuhan industri yang semakin mengurangi tingkat konsentrasi dengan mendorong bank-bank syariah kecil tumbuh lebih cepat dari bank besar.
6. Industri perbankan syariah sudah memenuhi necessary condition untuk persaingan secara syariah (terjadi persaingan yang tinggi berdasarkan efisiensi), tetapi belum cukup informasi untuk secara tegas menyimpulkan bahwa industri perbankan syariah bersaing karena kepatuhan terhadap landasan normatif atau karena tekanan contestability yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kajian lanjutan berdasarkan data primer dari bank maupun persepsi konsumen dan diperlukan peran aktif Dewan Pengawas Syariah masing-masing bank serta Dewan Syariah Nasional untuk pro-aktif mengawasi perilaku bersaing ini (tidak hanya fokus pada kesyariahan produk dan proses internal).
ix
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
xi
SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
IDQAN FAHMI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
xii
Penguji pada Ujian Tertutup
:
1. Dr. I r. Yusman Syaukat, M Ec
Staf Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Penguji pada Ujian Terbuka
:
1. Dr. Irfan Syauqi Beik, SP, MSc
Staf Pengajar Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Ir. Muhamad Nadratuzzaman Hosen, MS, MEc, PhD
xiii
Judul Disertasi
:
Dinamika Struktur Pas ar dan Perilak u Bank
serta Dampaknya terhadap Kine rja I ndustri
Perbankan Sya riah Indonesia
Nama Mahasiswa
: Idqan Fahmi
Nomor Pokok
Program Studi
:
:
H.361064164
Ilmu Ekonomi Pertanian
M
M
e
e
n
n
y
y
e
e
t
t
u
u
j
j
u
u
i
i
,
,
1
1
.
.
K
K
o
o
m
m
i
i
s
s
i
i
P
P
e
e
m
m
b
b
i
i
m
m
b
b
i
i
n
n
g
g
Ketua
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc
Anggota
Prof. Dr. Ir. Hermanto S iregar, MEc
Anggota
Dr. Ir. Harianto, MS
M
M
e
e
n
n
g
g
e
e
t
t
a
a
h
h
u
u
i
i
,
,
2. Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
T
xv
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia ilmu, kekuatan dan kemauan untuk menjalankan proses penelitian dalam rangka penyelesaian Program S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Tanpa izin dan karuniaNya tidak mungkin rasanya pekerjaan berat ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Penelitian ini berjudul “Dinamika Struktur Pasar dan Perilaku Bank serta Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia”. Topik ini dipilih karena perbankan syariah Indonesia merupakan laboratorium yang menarik bagi disiplin ilmu Ekonomi Industri mengingat umurnya yang masih muda dan dinamikanya masih sangat tinggi. Seperti halnya industri yang baru berkembang, tingkat pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia masih sangat tinggi. Namun demikian, pertumbuhan yang tinggi tersebut diperkirakan belum mencapai potensi terbaiknya mengingat Indonesia menjanjikan pasar yang sangat besar dengan status sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu menarik untuk dikaji faktor penyebab tidak maksimalnya pertumbuhan yang terjadi sehingga dapat diketahui strategi yang dapat dilakukan untuk mengakselerasinya.
xvi
memberikan diskusi yang bermanfaat bagi perbaikan kandungan Disertasi ini mulai dari saat ujian Prelim, Kolokium, Seminar, Ujian Tertutup sampai Ujian Terbuka. Apresiasi yang tsama disampaikan kepada Mutiara Probokawuryan, SE yang telah bersedia membantu mengumpulkan data dan mengolahnya pada tahap awal sehingga memudahkan bagi penulis untuk melanjutkan proses simulasi pengolahan sampai kepada bentuk model yang terbaik. Kepada Prof. Dr. Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Program Studi EPN, terima kasih atas kesediaan melakukan proses editing terakhir, terutama terkait dengan format sehingga Disertasi ini menjadi lebih enak untuk dibaca.
Selain masalah substansi, penulis sangat terbantu oleh staf di Sekretariat PS EPN untuk urusan yang bersifat administratif. Demikian juga kolega di MB-IPB dan Departemen IE FEM yang telah bersedia mengambil alih sementara tugas dan beban kerja penulis selama puncak proses penulisan Disertasi ini. Secara khusus, terima kasih kepada isteri dan ananda tercinta yang telah dengan sabar mendukung proses penyelesaian penulisan Disertasi ini dengan doá, hiburan dan dukungan semangatnya. Semoga Allah SWT melimpahkan ganjaran berlipat kepada Bapak dan Ibu yang telah berkontribusi dalam proses penelitian ini.
Terlepas dari masukan dari berbagai pihak di atas, segala kekurangan tetap menjadi tanggung jawab peneliti sendiri. Mudah-mudahan disertasi ini berguna bagi dunia akademik, industri perbankan syariah dan para pemangku kepentingannya secara luas.
xvii
Penulis, Idqan Fahmi, adalah anak ke tiga dari tujuh bersaudara yang dilahirkan di Perbaungan, Sumatera Utara pada tanggal 11 Nopember 1963 dari ayahanda Drs. H. Mohd. Kasim Inas (Alm.) dan ibunda Hj. Ramlah Yatimie. Penulis menikah dengan Ir. Hj. Agusnizar Saleh, Dipl.SLT dan dikaruniai seorang putri Nisrina Nur Zhalila.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 2 Pasar Bengkel, Perbaungan, SMP 1 UNIVA Medan, dan SMA Negeri 6 Medan. Pendidikan S1 ditempuh di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian mulai tahun 1982. Pada tahun 1989, penulis mendapatkan beasiswa IDP untuk melanjutkan studi Postgraduate Diploma in Agricultural Economics dan Master in Agricultural Economics and Business Management pada University of New England, Armidale – Australia sampai tahun 1991. Tahun 1997 sempat mendapatkan beasiswa NZODA untuk melanjutkan studi S3 dalam bidang Applied and Internatinal Economics di Massey University, Palmerston North New Zealand tetapi tidak selesai. Akhirnya penulis meneruskan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor mulai tahun 2007.
xix
DAFT AR TABEL ... xxiii
DAFT AR GAMBAR ... xxiv
DAFT AR LAMPIRAN ... xxv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 12
II. PERSAINGAN PASAR DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI: SEBUAH KAJIAN TEORI ... 15
2.1. Teori SCP dan Perkembangannya ... 15
2.1.1. Pengertian Komponen SCP ... 16
2.1.2. Interaksi antar Komponen SCP ... 19
2.2. Penerapan SCP pada Industri Perbankan ... 21
2.3. Konsep Perbankan Syariah ... 23
III. TINGKAT PERSAINGAN DAN PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH: KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 31
3.1. SCP pada Industri Perbankan ... 31
3.2. SCP pada Industri Perbankan Syariah ... 36
3.3. SCP pada Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 39
3.4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 45
IV. METODE PENELITIAN ... 50
4.1. Hipotesis Penelitian ... 50
4.2. Model Analisis ... 51
4.2.1. Model Umum ... 51
xx
4.3. Jenis dan Sumber Data ... 60
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 62
V. GAMBARAN UMUM STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ... 65
5.1. Sejarah Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia ... 66
5.2. Perkembangan Regulasi Industri Perbankan Syariah ... 68
5.3. Dinamika Struktur Pasar Perbankan Syariah Indonesia ... 70
5.4. Dinamika Perilaku Bank Syariah Indonesia ... 72
5.5. Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 77
VI. DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN TINGKAT PERSAINGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ... 81
6.1 Batasan Pasar Perbankan Syariah ... 81
6.2 Hubungan Struktur Pasar dan Tingkat Keuntungan ... 86
6.3 Tingkat Persaingan Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 89
VII. DETERMINAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA ... 95
7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri ... 95
7.2 Beberapa Implikasi ... 99
7.2.1 Implikasi terhadap Bank Syariah ... 99
7.2.2 Implikasi terhadap Industri ... 101
7.2.3 Implikasi terhadap Regulator dan Pengawas ... 102
7.3 Prosedur Pengujian Tingkat Kepatuhan terhadap Prinsip Persaingan Islami: Sebuah Proposal ... 105
7.3.1 Uji Syarat Keharusan ... 105
7.3.2 Uji Syarat Kecukupan ... 108
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
8.1 Kesimpulan ... 111
xxi
xxiii
Nomor Halaman
1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan
Perbankan Konvensional di Indonesia Tahun 2000-2010 ... 4 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional ... 27 3. Ringkasan Beberapa Penelitian Empiris Tentang SCP Perbankan Syariah yang Relevan dengan Penelitian ... 41 3. Lanjutan ... 42 4. Jumlah dan Nama Bank serta Jumlah Observasi yang Digunakan
dalam Model ... 61 5. Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia
Periode 2000-2010 ... 71 6. Perkembangan Nilai Deposit, Pembiayaan dan Rasio Finance to Deposit
(FDR) Perbankan Syariah Periode 2000-2010 ... 78 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Dana Pihak Ketiga
Perbankan Syariah ... 82 8. Perbedaan Konstanta Masing-masing Bank yang Termasuk dalam Model .... 85 9. Ringkasan Hasil Estimasi Hubungan Struktur Pasar dengan
Tingkat Keuntungan Perbankan Syariah ... 87 10. Hasil Estimasi Persamaan ROA dengan Seluruh Variabel Independen yang
Digunakan pada Persamaan P-R ... 90 11. Hasil Estimasi Model P-R Industri Perbankan Syariah Indonesia ... 92 12. Hasil Estimasi Variabel yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri ... 19 2. Model Lima Kekuatan Porter ... 22 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan ... 24 4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 46 5. Kecenderungan Perubahan CR2 dan Pangsa Pasar Dua Bank Terbesar,
BSM dan BMI Periode 2005-2010 ... 72 6. Perbandingan Pergerakan Rate of Return Perbankan Syariah dengan
Pergerakan Tingkat Bunga Perbankan Konvensional Periode
Tahun 2005-2010 ... 74 7. Kecenderungan Persentase Pembiayaan Berdasarkan Skema,
Tahun 2005-2010 ... 76 8. Rasio BOPO Dua Bank Syariah Terbesar dan Rata-rata Industri Periode
2005-2010 ... 79 9. Proposal Tahapan dan Prosedur Uji Kepatuhan Industri terhadap
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Database Panel Industri Perbankan Syariah yang Digunakan... 123 2. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan DPK ... 128 3. Hasil Olahan Eviews untuk Empat Persamaan ROA ... 129 4. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan Total Revenue untuk
Perhitungan H-Statistic ... 134 5. Hasil Olahan Eviews untuk Persamaan Pertumbuhan Industri
(Total Aset) ... 137 6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA INDUSTRI
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
DISERTASI
IDQAN FAHMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri perbankan memainkan peranan yang sangat penting dalam
perekonomian suatu negara. Dengan fungsi intermediasi yang dijalankannya,
perbankan mengumpulkan dana dari masyarakat untuk disalurkan ke dalam
perekonomian dalam bentuk investasi dan pemanfaatan lain yang lebih produktif.
Selain itu, bank menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi
masyarakat dalam aktivitas mereka sehari-hari. Dengan demikian, kinerja
perekonomian suatu negara tidak dapat dilepaskan dari kinerja industri
perbankan dalam suatu negara tersebut (Mishkin, 2004).
Bank yang sudah dikenal sejak akhir abad ketujuhbelas di Inggeris,
diperkenalkan di Indonesia pertama kali pada tahun 1828 oleh Hindia Belanda
untuk memperlancar perdagangan hasil bumi di dalam negeri maupun ekspor ke
luar negeri. Sejak itu, industri perbankan berkembang menjadi bentuknya yang
ada sekarang setelah melalui berbagai tahapan penting sejalan dengan
perkembangan politik dan ekonomi Indonesia. Kemerdekaan Indonesia pada
tahun 1945 misalnya menyebabkan terjadinya nasionalisasi berbagai bank milik
Belanda. Bank swasta dan bank pemerintah juga sejak itu terus berkembang
sehingga mencapai aset lebih dari 3000 Triliun pada akhir tahun 2010 (BI-SPI,
2011).
Terlepas dari berbagai tahapan perkembangan yang dilalui oleh industri
perbankan Indonesia sejak awal berdirinya pada zaman Hindia Belanda, sistem
perbankan yang digunakan pada dasarnya tetap sama yaitu sistem yang dikenal
rancangan berbagai produk dan aktivitas perbankan dalam sistem ini. Walaupun
sistem perbankan konvensional telah terbukti mendukung pertumbuhan ekonomi
suatu negara dan dunia, sejarah juga mencatat berbagai krisis ekonomi yang
berakar pada sistem perbankan yang digunakan. Regulasi ketat yang diterapkan
untuk mengantisipasi terjadinya berbagai dampak negatif yang melekat pada
sistem yang digunakan ternyata tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya
berbagai krisis tersebut.
Sejak tahun 1992, perkembangan industri perbankan di Indonesia
mencatat sejarah baru perkembangan perbankan di Indonesia. Pada tahun
tersebut berdiri Bank Muámalat sebagai bank dengan dasar syariah Islam yang
pertama. Sistem perbankan islam yang di Indonesia dikenal dengan perbankan
syariah ini diinisiasi sebagai antitesa terhadap berbagai kelemahan yang dimiliki
oleh sistem perbankan konvensional, sekaligus untuk mengakomodasi
permintaan dari segmen umat Islam yang selama ini tidak nyaman bertransaksi
dengan sistem perbankan konnensional.
Perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan berkembang agak
terlambat dibandingkan dengan perkembangan di negara lain seperti Malaysia
dan negara-negara Timur Tengah. Perbankan syariah di beberapa negara
tersebut sudah berkembang satu dekade lebih awal dan ternyata menunjukkan
perkembangan yang sangat cepat sehingga pada saat ini sudah menguasai
pangsa pasar cukup signifikan dalam perekonomian.
Berkaca dari pengalaman negara lain yang telah terlebih dahulu
mengembangkan perbankan syariah, tidak berlebihan jika Indonesia merasa
optimistis bahwa perbankan syariah di Indonesia juga akan tumbuh dengan
pesat, bahkan lebih baik dari negara lain yang sudah lebih dahulu. Hal ini
para pemangku kepentingan perbankan syariah untuk dicapai pada berbagai
tahapan periode. Untuk jumlah aset, misalnya, BI menargetkan perbankan
syariah sudah dapat mencapai pangsa pasar lima persen pada akhir tahun 2008.
Target optimistis perbankan syariah di Indonesia bukan tanpa justifikasi
mengingat Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sangat besar
untuk berkembangnya industri perbankan syariah. Sampai sensus penduduk
tahun 2010, Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan penduduk
mayoritas beragama Islam. Dengan persentase 85.1 persen dan jumlah total
penduduk sekitar 240 juta, maka jumlah umat Islam di Indonesia mencapai lebih
dari 202 juta orang. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia. Selain jumlah penduduk muslim, sektor rill
yang bernuansa Islam atau mempraktekkan prinsip syariah Islam juga sudah
sejak lama berkembang pesat. Rumah Sakit, Sekolah dan banyak perdagangan
serta kegiatan sektor riil yang berlabel Islam logikanya menuntut sistem
pendanaan dan transaksi yang sejalan, yaitu yang didasari prinsip syariah.
Namun demikian, berbagai lembaga dan kegiatan ekonomi yang bernuansa
syariah ini sebelum didirikannya perbankan syariah terpaksa bertransaksi
dengan perbankan konvensional yang pada dasarnya tidak sepenuhnya sesuai.
Masyarakat dan kegiatan seperti ini sejatinya akan otomatis berpindah ke
perbankan syariah sebaik layanan tersedia.
Data pada Tabel 1 memperlihatkan ternyata memang perbankan syariah
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan umumnya lebih tinggi dari
rata-rata pertumbuhan perbankan konvensional. Laju pertumbuhan aset perbankan
syariah selalu mencatat angka double digit, bahkan jarang sekali lebih rendah
dari 30 persen sehingga aset yang hanya berjumlah Rp. 1.8 Trilyun pada tahun
ini hampir mengejar tingkat aset perbankan syariah di Malaysia yang telah berdiri
satu dekade lebih awal. Sementara itu, perbankan konvensional tidak pernah
mencapai laju pertumbuhan 20 persen bahkan tidak jarang hanya single digit.
Namun karena jumlah aset yang sudah sangat besar, pertumbuhan perbankan
konvensional yang relatif lebih kecil tersebut tetap menghasilkan angka nominal
yang sangat besar dibandingkan angka nominal peetumbuhan aset perbankan
syariah.
Kecenderungan nasional di atas sejalan dengan pertumbuhan di tingkat
internasional. Industri perbankan syariah menjadi industri yang mengalami
pertumbuhan tercepat (Vayanos et al., 2008). IMF bahkan meramalkan aset
perbankan syariah dunia akan mencapai US$ 1 Trilyun pada tahun 2016 dengan
pertumbuhan rata-rata 10-15 persen per tahun. Pertumbuhan yang relatif tinggi
tersebut diduga karena semakin meningkatnya permintaan dari umat Islam
sendiri, investor non-muslim yang mencari alternatif sistem perbankan yang lebih
adil dan besarnya pendapatan minyak dari Timur Tengah (Rohilina dan
[image:31.596.71.485.11.809.2]Wibisono, 2011).
Tabel 1. Perbandingan Nilai dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional di Indonesia Tahun 2000-2010
Tahun Konvensio nal (M Rp)
Growth
(%)
Syariah (M Rp)
Growth
(%)
Pangsa Syariah (%)
2000 1 039 855 1 794 0.17
2001 1 099 699 5.76 2 728 52.06 0.25
2002 1 112 204 1.14 4 087 49.82 0.37
2003 1 213 518 9.11 7 944 94.37 0.65
2004 1 272 081 4.83 15 210 91.47 1.20
2005 1 469 827 15.55 20 880 37.28 1.40
2006 1 693 850 15.24 26 722 27.98 1.55
2007 1 986 501 17.28 33 016 23.55 1.63
2008 2 310 557 16.31 49 555 50.09 2.10
2009 2 534 106 9.68 66 090 33.37 2.54
2010 3 008 853 18.73 97 519 47.55 3.14
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Terlepas dari tingginya pertumbuhan industri perbankan syariah di
Indonesia, ada beberapa indikasi yang mendasari dugaan bahwa laju
pertumbuhan tersebut masih berada di bawah potensi terbaiknya. Dugaan
potensi pasar yang besar dan masih belum tergali sangat berdasar karena
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
Praktek ekonomi yang bernuansa atau didasarkan pada syariah Islam juga telah
berkembang lama di tengah-tengah masyarakat, bahkan lebih lama dari mulai
dikembangkannya industri perbankan syariah itu sendiri. Oleh karena itu, wajar
jika diperkirakan perkembangan perbankan syariah akan disambut dengan
antusias oleh masyarakat Indonesia. Pada sisi lain, perbankan konvensional
sudah berkali-kali menunjukkan kerentanannya dalam menghadapi situasi krisis.
Hal ini menyebabkan masyarakat, muslim maupun non-muslim, mencari alternatif
perbankan dengan sistem yang lebih aman dan menenteramkan (adil).
Perbankan syariah tampil menawarkan konsep alternatif yang dibutuhkan.
Dengan logika tersebut, ditambah dengan pengalaman berbagai negara yang
terlebih dahulu mengembangkan perbankan syariah serta kecenderungan laju
pertumbuhan di tingkat dunia, maka tidak berlebihan jika Bank Indonesia sempat
menargetkan pangsa pasar perbankan syariah akan mencapai 5 persen pada
akhir tahun 2008.
Pada kenyataannya, seperti yang terlihat pada Tabel 1, perbankan
syariah baru bisa menembus pangsa pasar sedikit di atas 3 persen pada akhir
tahun 2010. Walaupun secara nominal pertumbuhan aset industri perbankan
syariah sangat tinggi, tetapi laju pertumbuhan pangsa pasarnya sangat lambat.
dari tahun 2005 sampai tahun 2007 sebelum kembali meningkat. Hal ini
menyebabkan cita-cita awal Indonesia untuk mengembangkan industri
perbankan dengan dual-system, masih jauh dari harapan. Tingkat pangsa pasar
yang masih sangat kecil tersebut belum cukup signifikan bagi industri perbankan
syariah untuk mengklaim sebagai alternatif bagi sistem perbankan yang sudah
ada.
Tantangan ke depan untuk mempercepat peningkatan penguasaan pasar
diperkirakan tidak semakin mudah (Fahmi, 2010). Pada saat awal perbankan
syariah didirikan sebagian besar nasabah masih merupakan syariah loyalist yang
tidak menjadikan perbankan konvensional sebagai alternatif sehingga tingkat
persaingan yang dihadapi masih relatif rendah. Dengan semakin berkembangnya
perbankan syariah dan semakin meluasnya segmen masyarakat yang menjadi
nasabah, maka persaingan yang dihadapi oleh masing-masing bank syariah
menjadi semakin tinggi. Selain harus bersaing ketat dengan sesama bank
syariah, perbankan syariah juga berhadapan dengan nasabah yang mempunyai
permintaan yang semakin elastis karena masih menjadi nasabah perbankan
konvensional. Dengan kata lain, market boundary industri perbankan syariah
menjadi meluas dengan juga harus menghadapi perbankan konvensional yang
mempunyai sejarah dan pengalaman jauh lebih tua. Dalam hal ini, diduga
banyak perbankan syariah akan tertinggal dalam hal kemampuan memberikan
pelayanan atau fleksibilitas dalam memenuhi berbagai kebutuhan nasabah yang
‘mengambang’ tersebut.
Pertanyaan besar dari fakta yang terlihat anomali di atas adalah kenapa
industri perbankan syariah belum mampu mengkonversi potensi pasar yang
diduga demikian besar menjadi pasar yang riil secara cepat? Belajar dari
seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah, lingkungan eksternal yang
kondusif sangat membantu percepatan (Vayanos et al., 2008). Malaysia dapat
mencapai tingkat pangsa seperti sekarang karena tingkat keberpihakan yang
sangat tinggi dari pemerintahnya kepada perbankan syariah. Keberpihakan
tersebut dapat berbentuk penyiapan lingkungan regulasi yang kondusif maupun
pendanaan langsung. Negara-negara Timur Tengah diuntungkan oleh
tersedianya dana dari minyak yang berlimpah sebagai sumber pertumbuhan
pendanaan perbankan syariah. Kedua alasan yang dirasakan oleh Malaysia dan
Timur Tengah sayangnya tidak dimiliki oleh Indonesia. Perbankan Syariah
Indonesia pada awalnya berkembang dengan usaha sendiri. Keberpihakan
pemerintah baru mengikuti belakangan dengan terus memfasilitasi dalam bentuk
berbagai peraturan dan perundangan. Indonesia terkesan tidak proaktif dalam
menyediakan berbagai fasilitas dan perundangan yang dibutuhkan oleh industri.
Mengingat privelege yang dialami oleh pelaku perbankan syariah
berbagai negara lain dari lingkungan maupun pemerintahnya, maka tidak
berlebihan kalau industri perbankan syariah Indonesia juga mengharapkan
dukungan yang sama dari pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan yang
diharapkan. Dalam hal ini industri perbankan syariah mencatat berbagai
keberhasilan dalam melakukan lobi kepada pemerintah seperti dikeluarkannya
UU perbankan syariah No.21 Tahun 2008, yang merupakan penyempurnaan
dasar yang sebelumnya tidak secara spesifik diatur dan hanya merupakan
bagian dari UU Perbankan No. 7/1992 dan UU No. 10/1998. Pengenaan pajak
berganda pada transaksi murabahah yang sebelum tahun 2010 membuat Bank
Syariah terbebani juga sudah ditiadakan oleh pemerintah. Secara struktural
Bank Indonesia sudah mengelevasi pengurusan perbankan syariah ke tingkat
mengakomodasi keperluan perbankan syariah. Pada level masyarakat, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) secara eksplisit mengeluarkan fatwa haramnya bunga
bank pada tahun 1995. Industri dan masyarakat juga mendirikan berbagai
lembaga seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah (PKES) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) untuk turut
melakukan edukasi masyarakat dalam rangka mendorong laju pertumbuhan
ekonomi syariah secara umum dan perbankan syariah secara khusus.
Berbagai dukungan eksternal industri yang telah dilakukan ternyata belum
cukup untuk mengangkat pertumbuhan industri ke tingkat yang dikehendaki.
Pertanyaan yang muncul dari fakta ini adalah seberapa penting sebenarnya
peran dukungan faktor eksternal terhadap pertumbuhan industri perbankan
syariah. Selain lingkungan makro dan kebijakan pemerintah, peran perilaku
konsumen juga diperkirakan merupakan faktor eksternal yang belum sepenuhnya
dipahami dan diantisipasi oleh industri perbankan syariah. Jumlah penduduk
muslim yang besar ternyata tidak otomatis dapat dikonversi secara langsung
menjadi nasabah perbankan syariah. Ratusan tahun interaksi masyarakat
dengan perbankan konvensional menyebabkan diperlukan upaya sistematis
yang didasarkan pada riset yang kuat untuk mengkonversi potensi yang besar
tersebut menjadi nasabah yang riil. Berbagai upaya telah dilakukan untuk itu,
tetapi informasi yang didasari oleh riset yang kokoh masih belum banyak
tersedia.
Bagaimanapun kondusifnya lingkungan eksternal untuk pertumbuhan
industri perbankan syariah, tetap saja karakter faktor eksternal adalah tidak
sepenuhnya di bawah kendali industri. Faktor yang lebih berada di bawah kendali
tentu saja adalah faktor internal industri yang dapat dimodifikasi untuk merespon
Disinilah dinamika struktur pasar perbankan syariah dan perilaku masing-masing
bank maupun perbankan secara industri menjadi sangat menentukan kinerja
industri secara keseluruhan.
Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) merupakan salah satu
pendekatan dalam Ekonomi Industri yang banyak digunakan untuk menganalisa
dinamika suatu industri. Namun untuk dapat menggunakan pendekatan ini
secara valid, terlebih dahulu harus jelas batasan pasar dari industri yang akan
dianalisa. Hal ini penting untuk diklarifikasi dalam kasus industri perbankan
syariah karena pangsanya yang masih kecil dan pesaing utamanya, perbankan
konvensional, sudah mempunyai sejarah panjang melayani masyarakat dan
mempunyai pangsa pasar yang sangat dominan. Setelah batasan pasar jelas,
barulah analisis persaingan yang terjadi dalam industri dapat dianalisa. Tingkat
persaingan dan berbagai faktor lain yang relevan kemudian perlu dikaji
pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri sebelum berbagai implikasi dan
strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah dapat
dirumuskan secara baik.
Secara akademis, dinamika industri perbankan syariah di Indonesia
merupakan laboratorium yang menarik untuk dikaji karena masih dalam periode
awal pertumbuhan. Pada saat-saat awal pertumbuhan, perbankan syariah
mungkin menikmati masa-masa menjadi perusahaan dominan baik karena masih
sedikitnya kompetitor maupun oleh karakter nasabah yang masih termasuk
idiologis. Semakin berkembangnya industri diperkirakan akan mengurangi
kekuatan pasar yang dimiliki oleh perbankan sedikit demi sedikit dengan semakin
banyaknya perbankan pesaing dan pada saat yang sama semakin
mengambangnya nasabah perbankan syariah. Nasabah yang diperebutkan tidak
tetapi juga mereka yang pragmatis masih tetap bertransaksi dengan bank
konvensional. Dengan kata lain market boundary dari perbankan syariah tidak
hanya terbatas pada industri perbankan syariah saja, melainkan sudah meluas
kepada industri perbankan secara keseluruhan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka masalah yang akan dikaji pada
penelitian ini adalah:
1. Apakah industri perbankan syariah merupakan industri yang terpisah dengan
industri perbankan konvensional?
2. Bagaimana hubungan struktur pasar dengan tingkat keuntungan bank
syariah?
3. Bagaimana tingkat persaingan industri perbankan syariah?
4. Apa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan industri
perbankan syariah?
5. Apa implikasi kebijakan bagi pelaku industri maupun pemerintah untuk
meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pilihan
kebijakan yang dapat digunakan oleh industri perbankan syariah maupun
pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan syariah.
Tujuan umum tersebut akan dicapai dengan secara bertahap mencapai
beberapa tujuan antara sebagai berikut:
1. Menganalisa batas pasar (market boundary) industri perbankan syariah.
2. Menganalisa hubungan struktur pasar dengan kinerja industry perbankan
syariah Indonesia.
4. Menganalisa faktor-faktor yang menjadi determinan tingkat pertumbuhan
industri perbankan perkembangan syariah Indonesia.
5. Merumuskan pilihan implikasi kebijakan bagi industri perbankan syariah dan
pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan industri perbankan
syariah Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi industri perbankan syariah
untuk merumuskan berbagai strategi untuk meningkatkan laju pertumbuhan
industri secara keseluruhan. Strategi yang dapat dirumuskan dapat berupa
strategi individual di tingkat masing-masing perusahaan ataupun strategi yang
dapat dikerjasamakan di tingkat industri.
Dalam hal strategi yang dirumuskan berada di luar kendali perusahaan
atau industri, maka pilihan strategi dapat menjadi masukan bagi pemerintah
untuk merumuskan kebijakan yang dapat mengakselerasi pertumbuhan industri
syariah ke depan. Implikasi kebijakan ini dapat berupa affirmative action yang
diperlukan ataupun intervensi kebijakan yang tidak diperlukan agar tidak
mengganggu laju pertumbuhan yang terjadi.
Mengingat belum banyaknya studi Struktur-Perilaku-Kinerja di industri
perbankan syariah, kajian ini diharapkan memperkaya khasanah koleksi kajian
ekonomi industri dalam sektor yang relatif baru ini. Masih relatif mudanya umur
industri perbankan syariah ini menyebabkan berbagai keterbatasan terhadap
upaya kajian yang ingin dilakukan. Keterbatasan data yang tersedia memberikan
tantangan tersendiri dalam merumuskan model yang digunakan dan
ada, kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dinamika sebuah industri
pada tahapan dua dekade awal pertumbuhannya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Karena terbatasnya data time series yang tersedia, maka dalam
penelitian ini akan digunakan metode ekonometrika yang diterapkan terhadap
panel data. Sebagai akibatnya, tidak seluruh data dapat digunakan. Beberapa
tahapan awal terpaksa dihilangkan, demikian juga beberapa perbankan yang
baru berdiri untuk mendapakan panel yang seragam. Hal ini menyebabkan
beberapa informasi penting akan luput dari tangkapan model yang dirumuskan.
Katerbatasan ini akan dicoba untuk diatasi semaksimal mungkin dengan analisis
kualitatif.
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
sehingga tidak seluruhnya variabel yang diukur dapat diukur sesuai dengan
konsep yang ideal. Berbagai upaya manipulasi variabel akan digunakan untuk
menghasilkan variabel yang dapat menjadi proksi variabel yang diinginkan.
Variabel-variabel perilaku pasar khususnya akan memberi tantangan sendiri
untuk dapat dirumuskan dengan data sekunder yang tersedia. Bagaimanapun
hasilnya, penelitian lanjutan dengan menggunakan data primer diperkirakan akan
menjadi pelengkap yang sangat berharga baik untuk menegaskan, memperkaya
atau menjawab berbagai aspek yang tidak dapat dijangkau oleh model dan data
yang digunakan dalam penelitian ini.
Keterbatasan data juga yang menyebabkan ruang lingkup perbankan
yang dianalisa pada penelitian ini hanya mencakup kategori Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak
karakteristik operasional yang berbeda dengan BUS dan UUS. BPRS tidak dapat
memberikan pelayanan jasa dalam lalu lintas pembayaran atau transaksi dalam
lalu lintas giral seperti halnya BUS dan UUS. Kedua, pangsa pasar BPRS dalam
industri perbankan syariah masih sangat kecil, yaitu hanya 2.7 persen dari total
industri perbankan syariah, sehingga diperkirakan tidak akan terlalu mengganggu
gambaran keseluruhan industri jika diabaikan. Ketiga, data yang tersedia untuk
BPRS tidak selengkap yang tersedia untuk BUS dan UUS sehingga tidak akan
terlalu banyak membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas data panel yang
diperlukan dalam penelitian. Terkahir, walaupun segmen pasar yang digarap
oleh BPRS dan BUS serta UUS sebagian besar adalah sama-sama UMKM,
namun diperkirakan nasabah UMKM yang digarap oleh BUS dan UUS tidak
sepenuhnya berimpit dengan nasabah yang digarap oleh BPRS.
Keterbatasan terakhir dari penelitian ini adalah dalam hal implikasi
kebijakan yang dirumuskan. Pilihan yang dirumuskan sifatnya hanya berupa
masukan yang perlu dikaji lebih dalam untuk menjadi kebijakan akhir. Strategi
untuk tingkat perusahaan, misalnya, tentu saja harus mempertimbangkan kondisi
internal dan keragaman yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Demikian
juga untuk pemerintah, kebijakan yang dirumuskan perlu mempertimbangkan
dampak lebih makro dari kebijakan yang ditujukan untuk industri perbankan
II. PERSAINGAN PASAR DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI: SEBUAH KAJIAN TEORI
Prinsip mikroekonomi yang menjadi dasar organisasi industri menyatakan
bahwa persaingan merupakan keharusan untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat, kecuali untuk beberapa kasus
khusus seperti monopoli alami. Persaingan sempurna dalam jangka panjang
memastikan produk yang dihasilkan akan berada pada titik efisiensi alokatif dan
efisiensi produktif tertinggi. Oleh karena itu, pasar harus diupayakan agar
mempunyai atau menerapkan tingkat persaingan yang sesempurna mungkin
untuk menghasilkan kinerja industri yang terbaik.
Paradigma Struktur-Perilaku dan Kinerja (SCP) merupakan pendekatan
umum yang telah banyak digunakan untuk mengkaji hubungan dinamika
persaingan suatu industri dengan kinerjanya. Awalnya paradigma ini digunakan
untuk industri manufaktur, namun dalam perkembangannya paradigma yang
sama juga digunakan untuk industri jasa seperti perbankan. Pada Bab ini akan
disajikan pengertian paradigma SCP dan perkembangannya sejalan dengan
perkembangan kajian empiris terhadap konsep awalnya. Setelah perkembangan
secara umum, penerapan SCP pada industri jasa, khususnya industri perbankan,
akan diulas lebih dalam pada bagian tersendiri. Bab ini akan diakhiri dengan
uraian tentang konsep perbankan syariah dan perbedaannya dengan perbankan
konvensional serta implikasinya terhadap konsep persaingan yang Islami.
2.1. Teori SCP dan Perkembangannya
Paradigma SCP pada awalnya merupakan salah satu pendekatan dalam
mengkaji pembentukan organisasi industri. Namun dalam perkembangannya
industri (Carlton dan Perloff, 2000). Model-model mikroekonomi digunakan untuk
menjelaskan berbagai interaksi yang kompleks antar komponen dalam kerangka
SCP. Model mikroekonomi yang berlaku dapat berbeda antara satu industri
dengan industri lainnya sehingga model mana yang berlaku lebih merupakan
masalah empiris.
2.1.1. Pengertian Komponen SCP
Pendekatan SCP pertama kali diperkenalkan oleh Edward S. Mason dan
dikembangkan oleh muridnya Joe S. Bain dari Harvard University pada tahun
1940an dan 1950an. Pendekatan yang dikenal dengan pendekatan strukturalis
ini mempunyai postulat bahwa Kinerja (P) secara linier ditentukan oleh Perilaku
(C) perusahaan yang berada dalam suatu industri dan perilaku ditentukan oleh
Struktur Pasar (S) dimana perusahaan itu berada.
Struktur pasar adalah bentuk pasar yang mempengaruhi tingkat
persaingan yang terjadi dalam suatu industri. Untuk pasar produk, struktur pasar
dikenal mulai dari kondisi yang paling bersaing karena terdiri dari banyak penjual
dan pembeli (pasar bersaing sempurna) sampai ke bentuk yang paling tidak
bersaing karena hanya ada satu penjual (monopoli). Namun demikian tidak
banyak pasar yang dapat digolongkan ke dalam dua bentuk struktur pasar yang
ekstrim tersebut. Kebanyakan industri masuk ke dalam bentuk pasar oligopoli
dan persaingan monopolistik. Pada kedua bentuk pasar terakhir ini, dinamika
persaingan sangat tinggi sehingga masing-masing perusahaan harus kreatif
merancang strategi agar dapat bertahan di pasar.
Indikator utama yang digunakan untuk menentukan struktur pasar adalah
jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk bagi perusahaan baru dan
produk. Jumlah penjual dan pembeli biasanya diukur dengan konsentrasi penjual
baik dengan menggunakan rasio konsentrasi beberapa perusahaan terbesar
maupun indeks Herfindhal-Hirschman. Hambatan masuk merupakan berbagai
kekuatan yang menciptakan disadvantage bagi calon pesaing yang ingin masuk
ke dalam industri. Hambatan masuk dapat bersifat legal seperti hak paten
maupun aturan pemerintah atau dapat juga berbentuk berbentuk skala usaha
yang besar untuk mendapatkan keuntungan. Jika perusahaan incumbent
mempunyai keunggulan biaya, strategi penetapan harga dapat digunakan untuk
menghambat calon pesaing masuk ke dalam industri dengan cara menetapkan
harga yang memaksa perusahaan baru harus beroperasi pada tingkat harga rugi.
Strategi ini disebut dengan limit pricing. Besarnya skala usaha selain dapat
berfungsi sebagai hambatan masuk juga dapat sekaligus berfungsi hambatan
keluar bagi perusahaan incumbent. Diferensiasi produk merupakan salah satu
unsur penting dalam struktur pasar, khususnya pasar persaingan monopolistik.
Diferensiasi ini juga yang menentukan market boundary dengan produk
pesaingnya. Semakin terdifrensiasi produk suatu industri atau perusahaan,
semakin besar kekuatan yang dimiliki oleh industri atau perusahaan tersebut
terhadap konsumen. Diversifikasi menggambarkan keragaman produk yang
ditawarkan oleh industri yang dapat berfungsi sebagai pengurang resiko yang
dihadapi oleh perusahaan.
Pembentukan struktur pasar dipengaruhi oleh interaksi antara kondisi
permintaan dan penawaran produk yang diusahakan dalam industri. Kondisi
permintaan dan penawaran seperti elastisitas harga, keberadaan barang
substitusi, pertumbuhan pasar, jenis barang, teknologi, bahan baku, skala
Perilaku pasar menggambarkan apa yang dilakukan oleh masing-masing
perusahaan untuk bersaing satu sama lain. Komponen ini mencakup berbagai
strategi harga maupun produk yang dilakukan oleh perusahaan ataupun industri.
Termasuk dalam perilaku pasar adalah iklan, riset dan pengembangan,
kerjasama antar perusahaan untuk mengeksploitasi pasar dalam bentuk kolusi
atau bahkan merger. Bentuk dan intensitas perilaku yang dapat dilakukan oleh
masing-masing perusahaan sangat tergantung kepada struktur pasar dimana
mereka beroperasi.
Kinerja pada akhirnya akan menggambarkan hasil dari perilaku
perusahaan yang dimungkinkan oleh struktur pasar yang terbentuk. Secara
teoretis, struktur pasar yang relatif terkonsentrasi akan menimbulkan kekuatan
pasar bagi perusahaan dominan untuk menetapkan harga dan menghambat
masuk calon pesaing. Jika kekuatan pasar ini dimanfaatkan, keuntungan yang
lebih besar dibandingkan pesaingnya akan dapat diperoleh. Kinerja juga dapat
tergambar dari pertumbuhan aset yang jika diakumulasikan untuk seluruh industri
akan membentuk pertumbuhan industri secara keseluruhan.
Seluruh komponen SCP dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah baik
berupa intervensi langsung terhadap berbagai komponen dalam SCP tersebut
maupun mewarnai lingkungan bisnis dimana industri beroperasi. Bentuk
kebijakan pemerintah dapat berupa regulasi pada berbagai tingkatan mulai dari
UU dan Peraturan Bank Indonesia sampai Peraturan Pemerintah dan Keputusan
Menteri. Aspek yang diatur dapat berkenaan langsung dengan industri yang
bersangkutan seperti penetapan tingkat pajak dan subsidi, anti persaingan usaha
tidak sehat dan insentif investasi serta pajak.
Keterkaitan antar komponen dalam pendekatan SCP digambarkan secara
Sumber: Carlton dan Perloff (2000)
Gambar 1. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri
2.1.2. Interaksi Antar Komponen SCP
Jika dilhat pada Gambar 1, interaksi berbagai komponen pada
pendekatan SCP tidak hanya searah dari Struktur mempengaruhi Perilaku dan
akhirnya tergambar dalam Kinerja seperti pada saat awal paradigma SCP
diperkenalkan. George J. Stigler (dari Chicago School of Economics) dengan
Kondi si Da sar
Perm intaan: Produksi: Elastisitas Per mintaan Teknologi Substitusi Bahan Baku Faktor Musim Serikat Pekerja Laju Pertumbuhan Daya tahan Produk Lokasi Lokasi
Karakter Pesanan Skala Ekonomi Metode Pembelian Cakupan Ekonomi
Perilaku
Iklan R&D Penetapan Harga Investasi Taktik Legal Kolusi Pilihan Produk Merger
Struktur
menggunakan Teori Harga berargumen bahwa alur pengaruh yang sebaliknya
dapat terjadi. Kinerja dalam bentuk keuntungan yang besar diperoleh oleh
beberapa perusahaan tertentu dapat memberikan kemampuan untuk
menerapkan strategi (perilaku) yang dapat semakin memantapkan keberadaan
mereka di pasar. Dominasi pasar beberapa perusahaan ini bahkan dapat
digunakan untuk menggusur pesaingnya dalam industri ke luar sehingga
akhirnya terbentuk struktur pasar yang semakin terkonsentrasi. Pada Gambar
juga terlihat bahwa kebijakan pemerintah tidak hanya bersifat mempengaruhi
kompnen SCP, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh komponen SCP khususnya
komponen Perilaku.
Hubungan antara konsentrasi pasar dengan tingkat keuntungan yang
positif juga tidak selalu membenarkan teori SCP. Hubungan yang sama dapat
diperoleh seandainya konsentrasi industri yang tinggi menyebabkan perusahaan
dominan dapat mencapai skala usaha yang ekonomis sehingga mendapatkan
keuntungan yang lebih besar (Efficient Structure Hypothesis). Untuk itu perlu diuji
apakah keuntungan yang diperoleh disebabkan oleh perusahaan memanfaatkan
dominasinya untuk mengeksploitasi pasar secara tidak sehat atau disebabkan
oleh efisiensi yang diperoleh dari skala usaha. Untuk membedakannya perlu
dilihat apakah dominasi pasar menyebabkan kenaikan harga dan keuntungan
atau justru menyebabkan penurunan harga karena skala usaha yang semakin
ekonomis namun tetap mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Teori Contestable Markets merupakan salah satu pendekatan yang
mencoba melihat hubungan struktur dan kinerja secara berbeda. Struktur pasar
yang terkonsentrasi tidak selalu berakibat perusahaan dominan menaikkan harga
untuk meningkatkan keuntungan. Dalam kondisi pasar yang contestable,
kompetitif karena ancaman calon pesaing. Dengan demikian, pada pasar seperti
ini struktur pasar dapat saja terkonsentrasi (tidak kompetitif) tetapi berperilaku
sangat kompetitif.
Walaupun sebagai kerangka umum, SCP telah banyak digunakan karena
terbukti sangat membantu dalam menganalisa suatu industri, kajian terhadap
komponen perilaku (conduct) cenderung tidak sekuat analisis terhadap struktur
pasar. Padahal sudah lama disadari bahwa perilaku dapat membentuk
lingkungan persaingan tanpa merubah struktur pasar. Kalaupun analisis perilaku
dilakukan biasanya hanya berbentuk kualitatif tanpa didasarkan pada kerangka
analisis yang kuat dan terintegrasi dengan kerangka SCP secara keseluruhan
(Smith et al., 2007). Smith et al. (2007) merekomendasikan pengintegrasian
pendekatan Analisis Industri yang dirumuskan oleh Porter ke dalam pendekatan
SCP untuk memperkuat lingkungan persaingan industri, khususnya untuk
menangkap dinamika perilaku strategik. Pendekatan analisis industri yang
dikenal dengan Porter’s Five Forces ini menyatakan bahwa ada lima kekuatan
yang menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri seperti terlihat pada
Gambar 2. Kelima kekuatan tersebut adalah kekuatan rebut-tawar (bargaining)
pembeli, kekuatan rebut-tawar pemasok, ancaman masuk pesaing baru,
ancaman produk substitusi dan kekuatan persaingan antar perusahaan dalam
internal industri itu sendiri.
2.2. Penerapan SCP pada Industri Perbankan
Pada awalnya paradigma SCP diterapkan untuk industri manufaktur.
Namun dengan mempertimbangkan karakteristik khasnya, paradigma yang sama
juga dapat diterapkan pada industri jasa, termasuk industri perbankan. Pada
pinjaman dan tabungan yang lebih kecil dengan tingkat bunga yang lebih tinggi di
sisi pinjaman dan lebih rendah di sisi tabungan. Kombinasi jumlah dan tingkat
bunga tersebut akan menyebabkan tingkat keuntungan bank yang lebih besar.
[image:49.596.78.488.39.843.2]
Sumber: Smith et al. (2007)
Gambar 2. Model Lima Kekuatan Porter
Industri jasa mempunyai kekhasan yang membuatnya berbeda dengan
produk manufaktur. Karakteristik produk jasa adalah intangible, perishable,
inseparable, simultaneous dan variable (Zeithaml et al., 1990). Produk jasa
adalah intangible karena tidak dapat dipegang atau disentuh serta tidak dapat
ditransfer atau dimiliki untuk dijual kembali. Perishable karena produk jasa sekali
dikonsumsi tidak mungkin lagi tersedia bagi konsumen lain. Produk jasa juga
inseparable karena antara pemberi jasa dengan konsumen tidak dapat
dipisahkan. Produk jasa harus disediakan dan dikonsumsi pada saat yang sama
secara simultan. Terakhir, setiap produk jasa bersifat unik dalam arti setiap jasa
yang diberikan akan tidak bisa diulang dan diberikan dengan kualitas yang persis
sama pada waktu dan keadaan yang lain (variable).
Pe masok Pe mbe li
Calon Pesaing
Barang Substitusi
Industri
Pe masok Pe mbe li
Calon Pesaing
Barang Substitusi
Industri
Kekuatan Bargaining Pemasok Ancaman Pendatang Baru
Kalau produk jasa secara umum berbeda dengan produk manufaktur,
maka produk perbankan mempunyai kekhasan lebih jauh untuk input maupun
produknya sehingga penerapan paradigma SCP pada industri perbankan harus
disesuaikan. Kekhasan industri perbankan dan dampaknya terhadap paradigma
SCP telah direview secara komprehensif oleh Neuberger (1998). Dalam
reviewnya, Neuberger menekankan bahwa bank muncul karena adanya
incomplete dan asymmetric information pada industri keuangan. Oleh karena itu
penggunaan SCP untuk industri perbankan harus menyesuaikan dengan
karakteristik ini dalam kerangkanya. Dengan mempertimbangkan keunikan
industri perbankan, kerangka SCP dimodifikasi menjadi bentuk seperti terlihat
pada Gambar 3.
Pada Gambar 3 terlihat bahwa dalam industri perbankan seluruh variabel
adalah endogenus karena terjadi saling keterkaitan antara variabel-variabel
struktur, perilaku dan kinerja dan pengaruh feedback terhadap kondisi dasar dan
kebijakan publik. Dalam kondisi dasar juga harus dipertimbangkan
ketidaksempurnaan pasar dalam industri perbankan seperti ketidakpastian
(uncertainty), asymmetric information dan biaya transaksi.
2.3. Konsep Perbankan Syariah
Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank
Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah Islam. Menurut jenisnya, bank syariah dapat dikelompokkan menjadi
Bank Umum Syariah (BUS) yang berdiri sendiri atau bukan merupakan bagian
dari bank konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS) yang merupakan unit usaha
syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
[image:51.596.61.498.77.823.2]Sumber: Neuberger (1998)
Gambar 3. Kerangka Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Organisasi Industri untuk Industri Perbankan
Secara umum perbankan syariah mempunyai fungsi yang sama dengan
perbankan konvensional. Namun demikian, karena perbankan syariah harus
sesuai dengan syariah Islam yang menekankan tidak dibenarkannya ada unsur
judi, tipuan dan riba (tingkat bunga) dalam transaksinya maka secara normatif
Kondi si Da sar
Ketidakpastian Asymmetric Information
Biaya Transaksi Perm intaan: Produksi: Elastisitas harga Input/Teknologi Sw itching Cost Jasa Loyalitas Hubungan Barang Substitusi Principal-Agent Sikap thdp Resiko Eksternalitas Eksternalitas Jaringan Produksi
Perilaku
Iklan R&D Penetapan Harga Inovasi Jaringan dan Mutu Kolusi Pengumpulan Info Merger
Struktur
Segmentasi Pasar
Hambatan Masuk dan Keluar Diferensiasi Produk Diversifikasi Struktur Biaya Luasan Pasar Kinerja Efisiensi Produksi Efisiensi Alokatif Pertumbuhan Aset Full Employ ment
Kebijakan Publik
sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan perbankan syariah menjadi
sangat berbeda dengan sistem yang diterapkan dan produk yang ditawarkan
perbankan konvensional.
Sebagaimana diuraikan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan
Syariah Indonesia (Bank Indonesia, 2002), perbankan syariah didirikan dengan
tujuan akhir untuk mencapai falah, yang dapat diartikan sebagai kemaslahatan
bagi masyarakat secara luas. Tujuan akhir ini dapat dicapai dengan
memperhatikan prinsip keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang dan prinsip
kemanfaatan. Dalam prinsip keadilan termasuk transparansi dan kejujuran,
transaksi yang adil, persaingan yang sehat, dan perjanjian yang saling
menguntungkan. Kegiatan yang dilarang sehingga harus dihindari adalah produk
jasa dan proses yang merugikan serta berbahaya, dan menggunakan
sumberdaya yang ilegal dan diperoleh secara tidak adil. Prinsip kemanfaatan
ditunjukkan oleh penciptaan produk yang produktif dan tidak spekulatif,
menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak efisien, dan membuka akses
yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh sumberdaya.
Landasan filosofis di atas menyebabkan aktivitas yang dilakukan oleh
perbankan syariah menjadi dibatasi oleh konsep halal dan haram menurut
syariah, tidak hanya sekedar menguntungkan atau tidak. Lebih jauh lagi,
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah harus berorientasi falah,
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan
oleh perbankan harus memastikan tidak hanya menguntungkan pihak perbankan
saja, tetapi juga pihak mitranya. Oleh karena itu, return yang dibayarkan atau
diterima oleh bank syariah hanya boleh berasal dari pendapatan dari bagi hasil
atau pendapatan lainnya yang dibolehkan oleh syariah sehingga terhindar dari
Konsekuensi lain dari penerapan syariah adalah dilarangnya berbagai produk
derivatif seperti yang banyak diciptakan oleh sistem perbankan konvensional
karena unsur spekulatif dan judi yang terkandung di dalamnya, walaupun
menjanjikan keuntungan yang besar.
Untuk memastikan bahwa perbankan benar-benar menerapkan syariah
dalam praktek bisnisnya, maka setiap perbankan syariah diwajibkan memiliki
Dewan Pengawas Syariah sebagai kelengkapan di luar dewan pengawas yang
berlaku untuk perbankan konvensional seperti BI, Bapepam, dan Dewan
Komisaris. Perbedaan besar yang terakhir, jika ada sengketa antara bank dan
nasabah serta musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, maka
penyelesaian akan dibawa ke peradilan agama bukan pengadilan negeri seperti
yang terjadi pada perbankan konvensional.
Jika dilihat secara rinci masih banyak lagi perbedaan yang dapat
ditemukan pada sistem dan produk perbankan syariah dibandingkan dengan
perbankan konvensional. Namun demikian, perbedaan antara perbankan syariah
dengan perbankan konvensional seperti yang diringkas oleh Ismail (2011) pada
Tabel 2 sudah cukup memadai untuk memperlihatkan perbedaan mendasar
kedua sistem perbankan tersebut.
Salah satu aspek mendasar yang secara normatif berbeda antara sistem
syariah dengan konvensional namun jarang dibahas secara rinci pada berbagai
literatur Ekonomi Islam adalah aspek persaingan industri. Literatur yang ada
(diantaranya Khan dan Mirakhor, 2002; Karim, 2003; Mannan, 1997; Iqbal dan
Molyneux, 2005; Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam–UII,
2008) pada umumnya berhenti pada tataran normatif dengan mengatakan bahwa
persaingan bisnis menurut syariah dibolehkan bahkan dianjurkan, tetapi tidak
[image:53.596.71.471.52.815.2]dijalankan mempunyai implikasi bahwa syariah Islam tidak mengatur struktur
tetapi mengatur perilaku pasar. Struktur pasar monopoli atau persaingan tidak
sempurna lainnya menjadi tidak relevan karena prinsip syariah melarang untuk
menggunakan market power yang dimiliki untuk mengeksploitasi pasar sehingga
perilaku persaingan berbagai bentuk struktur pasar tersebut seharusnya sama
dengan pasar yang bersaing sempurna.
Tabel 2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Sumber: Ismail (2011)
Permasalahannya adalah bagaimana memastikan bahwa pelaku pasar
akan patuh terhadap landasan normatif persaingan sementara mereka
mempunyai potensi untuk menyalahgunakan kekuatan yang mereka miliki pada
saat struktur pasar sangat terkonsentrasi. Sukmana dan Beik (2006)
Bank Syariah Bank Konvensional
Investasi hanya untuk proyek dan produk yang halal dan menguntungkan
Investasi tidak hanya mempertimbangkan halal atau haram
asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan
Return yang dibayar dan atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Return baik yang dibayar kepada nasabah penyimpan dana dan return yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga.
Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam
Perjanjian menggunakan hukum positif.
Orientasi pembiayaan tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga berorientasi falah, yaitu kesejahteraan masyarakat
Orientasi pembiayaan untuk memperoleh keuntungan atas dana yang dipinjamkan.
Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra
Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitor
Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris.
Penyelesaian sengketa diupayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.
menyimpulkan bahwa para ulama klasik Islam seperti Abu Yusuf (731 - 798 M),
Al-Ghazali (1055 - 1111 M), Ibnu Taimiyah (1263 – 1328 M), Ibnul Qayyim
al-Jawziyyah (1292 – 1350 M) dan Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M) jauh sebelum
Adam Smith telah sepakat bahwa pasar harus dibiarkan beroperasi mengikuti
mekanisme pasar. Harga akan naik dan turun berdasarkan interaksi penawaran
dan permintaan atau bahkan dikatakan oleh Abu Yusuf sebagai ditentukan oleh
kekuasaan Allah SWT sehingga tidak boleh diintervensi oleh pemerintah atau
lembaga lainnya. Abu Yusuf bahkan sama sekali tidak menyebutkan
perkecualian terhadap tidak bolehnya intervensi terhadap proses pembentukan
harga tersebut. Namun ulama klasik selain Abu Yusuf menekankan pentingnya
intervensi pemerintah melalui lembaga hisbah (pengawas) atau mekanisme
perpajakan apabila terjadi pelanggaran terhadap persyaratan yang memastikan
persaingan sempurna. Persyaratan pasar yang bersaing sempurna secara
syariah adalah: tingkat informasi tentang harga dan komoditi yang dapat diakses
secara seimbang oleh seluruh pelaku pasar, perusahaan bebas untuk keluar dan
masuk dari pasar, tidak terjadinya penumpukan atau tindakan lain yang dilar