• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Protein S 100 Pada Schwannoma Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Protein S 100 Pada Schwannoma Di Medan"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Tesis

Program Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf

Fakultas Kedokteran - Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA

SCHWANNOMA

DI

MEDAN

OLEH :

MUHAMMAD CHAIRUL

NIM : 097116001

(2)

ABSTRAK

Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Penegakan diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan neurologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT scan atau MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi dan ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma. S100 merupakan pemeriksaan immunohistokimia pertama yang digunakan untuk membedakan kedua tumor yang berasal dari jaringan saraf perifer. Schwannoma merupakan tumor yang mengexpresikan S100 lebih banyak dibandingkan neeurofibroma. S100

diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma, sedangkan neurofibroma

mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga moderat. Penelitian ini menggunakan 17 sampel bahan makroskopis tumor yang telah didiagnosa Schwannoma secara histopatologi. Dari 17 sampel ini, satu sampel mengalami kerusakan pada saat pemotongan dan pembuatan blok parafin. Seluruh sampel ini kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia S100 guna mendeskripsikan gambara S100 pada Schwannoma. Setelah dilakukan pemeriksaan S100 pada 17 sampel jaringan Schwannoma didapat hasil 12 sampel (70.6%) positif tiga, 1 sampel positif dua (5.9%), 3 sampel positif satu (17.6%) dan 1 sampel negatif. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua schwanoma memberikan gambaran positif pada pemeriksaan S100.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal : GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

Nama PPDS : Muhammad Chairul

NIM : 097116001

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah Saraf Kategori : Bedah Saraf

Menyetujui,

Pembimbing I : Pembimbing II :

(DR. Dr. Ridha Darmajaya, Sp. BS) (Prof. dr. Abdul Gofar S., SpBS(K)) NIP : 19730514 200212 1002 NIP : 19440507 197703 1 001

Ketua Departemen Ketua Program Studi lmu Bedah Saraf, Ilmu Bedah Saraf,

(4)

Sudah diperiksa penelitian :

JUDUL : GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

PENELITI : dr. MUHAMMAD CHAIRUL DEPARTEMEN : ILMU BEDAH SARAF

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, 20 JULI 2013

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

DAFTAR ISI... iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Schwanoma ... 5

2.1.1. Epidemiologi ... 5

2.1.2. Jenis – Jenis Schwannoma ... 6

2.1.2.1. Vestibular Schwannoma ... 6

2.1.2.1.1. Etiologi ... 7

2.1.2.1.2. Patofisiologi ... 8

2.1.2.2. Facial Nerve Schwannoma ... 9

2.1.3. Manifestasi Klinis ... 11

2.1.2.3. Schwannoma Medula Spinalis... 10

2.1.4. Histopatologi ... 12

2.1.5. Diagnosa Banding ... 13

2.1.5.1. Kista Epidermoid ... 13

2.1.5.2. Kista Arachnoid ... 13

2.1.5.3. Meningioma ... 14

(6)

2.1.5.5. Neurofibromatosis ... 15

2.1.5.6. Lipoma ... 16

2.1.5.7. Aneurysma ... 16

2.2. PROTEIN S100... 17

2.2.1. Struktur Dan Fungsi Protein S100 ... 18

2.2.2. Metode Pengukuran Protein S100 ... 20

2.2.3. Hubungan S100 Dan RAGE ... 20

2.2.4.1. Kelainan Neurologis ... 22

2.2.4. PENYAKIT TERKAIT PERUBAHAN EKSPRESI PROTEIN S100 2.2.4.2. Kelainan Neoplastik ... 23

2.2.4.3. Kelainan Jantung ... 25

2.2.4.4. Penyakit Inflamasi ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ... 27

3.2. PROSEDUR PENELITIAN ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 30

4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 30

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN... 30

4.3.1. POPULASI PENELITIAN ... 30

4.3.2 SAMPEL PENELITIAN ... 30

4.3.2.1. Kriteria Inklusi... 31

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi ... 31

4.3.3. Estimasi Besar Sampel ... 31

(7)

4.4.1. Etika Penelitian ... 31

4.4.2. Pengumpulan Data ... 32

4.4.3. Persetujuan / Informed Consent... ... 32

4.5. METODE ANALISIS DATA... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. KARAKTERISTIK SAMPEL ... 33

5.1.1 Jenis Kelamin ... 33

5.1.2. Umur ... 33

5.1. Suku ... 34

5.2. HASIL BERDASARKAN IMUNOHISTOKIMIA S100 PROTEIN ... 35

5.2.1. Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan Jenis kelamin... ... 35

5.2.2. Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan usia... 36

5.2.3. Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan suku... 37

BAB 6 PEMBAHASAN, SIMPULAN DAN SARAN 6.1. PEMBAHASAN ... 38

6.2. SIMPULAN ... 40

6.3. SARAN ... 41

(8)

DAFTAR SINGKATAN

CPA = Cerebellopontine Angle

CT-Scan = Computerized Tomography

ELISA = Enzyme Linked Immunosorbent assay

GFAP = Glial Fibrillary Acidic Protein

IAC = Internal Auditory Canal

IRMA = Immunoardiometric Assax

MRI = Magnetic resonance imaging

NF = Neurofibromatosis

PCR = Polymerase Chain Reaction

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hubungan antara anggota S100 protein family dengan beberapa jenis

kanker

Tabel 5.1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan umur

Tabel 5.3. Distribusi berdasarkan suku

Tabel 5.4. Distribusi pewarnaan Protein S100 pada Schwannoma

Tabel 5.5 Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan Jenis Kelamin

Tabel 5.6. Distribusi pewarnaan protein S100 dengan usia

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

. LATAR BELAKANG

Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor

ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

Schwannoma telah dilaporkan sejak abak ke-18 dan merupakan tumor intrakranial

ekstraaksial kedua yang paling sering ditemukan setelah meningioma dengan

persentase sekitar 8% hingga 10% dari semua tumor intrakranial. Schwannoma

sering dijumpai pada pasien dengan rentang usia 20-50 tahun, dengan puncak

insidensi pada usia dekade ke lima. Tidak dijumpai adanya perbedaan ras dan

jenis kelamin terhadap insidensi. Lokasi yang paling sering dijumpai ialah kepala,

permukaan flexor, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan batang tubuh

(International Radiosurgery Association,2006).

Schwannoma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan dapat timbul di

mana saja disebelah distal perbatasan daerah yang bermielin. Pada daerah

paraspinal dapat menampilkan gejala kombinasi antara mielopatia dan neuropatia

perifer. Schwannoma yang berada di dalam kavitas toraks, retroperitoneum atau

pelvis kebanyakan baru terdeteksi sewaktu ukurannya telah besar dan menampilan

(11)

Penegakan diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan

neurologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT

scan atau MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi

dan ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap

harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti

masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma (Arthurs, 2011).

Pada beberapa pemeriksaan histopatologi terkadang dijumpai

Schwannoma dengan bentuk morfologi klasik, sehingga sukar dibedakan dengan

neurofibroma. Membedakan Schwannoma dengan neurofibroma pada beberapa

kasus memang hanya untuk kepentingan akademis dan bukan terapi, namun di

lain situasi perbedaan ini menjadi sangat penting oleh karena terapi yang

diberikan juga berbeda. Pada keadaan ini pemeriksaan imunohistokimia

merupakan modalitas utama yang dapat membedakan antara Schwannoma dan

neurofibroma, khususnya pemeriksaan imunohistokimia S100 (Moore, 1965).

S100 merupakan pemeriksaan immunohistokimia pertama yang digunakan

untuk membedakan kedua tumor yang berasal dari jaringan saraf perifer.

Schwannoma merupakan tumor yang mengexpresikan S100 lebih banyak

dibandingkan neeurofibroma. S100 diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma,

sedangkan neurofibroma mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga

moderat (Moore, 1965).

Schwannoma secara histologi terdiri dari sel – sel yang tersusun secara

padat (jaringan Antoni tipe A), dan jaringan hiposeluler myxoid dengan ruang

(12)

adanya S100 yang tersebar secara difus pada sitoplasma dari sel – sel tumor

(Michaels, 2005).

Nakajima pada tahun 1982 merupakan peneliti pertama yang menjelaskan

penggunaan S100 pada preparat tumor dan menyimpulkan bahwa S100

merupakan modalitas diagnostik yang berguna dalam mendiagnosa tumor. S100

merupakan keluarga protein yang mengandung lengan 2EF yang berikatan dengan

kalsium (Moore BW,1965).

S100 merupakan protein dengan berat molekul rendah yang dapat

dijumpai pada banyak sel manusia dan jaringan ikat termasuk sel glia, neuron,

kondrosit, sel schwann, melanosit, makrofag, sel langerhans, dan beberapa

jaringan epitel (khususnya pada payudara, kelenjar sudoral, dan traktus genital

wanita). Imunoreaktivitas S100 dijumpai pada nukleus dan sitoplasma. S100

merupakan protein asam yang sering ditemukan pada sistem saraf periver. Sel –

sel schwann dari Schwannoma menunjukkan immunolabeling S100 yang tersebar

difus dan padat. Sementara pada neurofibroma staining positiv ditandai dengan

distribusi fokal. 6 S100B lebih sering dijumpai pada sel – sel glia, melanosit,

adiposit, dan kondrosit. Antibodi S100 sering dijumpai dalam bentuk poliklonal

(Moore BW,1965).

Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran S100 pada

schwanoma karena masih sangat sulit untuk menegakkan diagnosa schwanoma

akibat banyaknya diagnosis diferensial. Oleh karena itu pemeriksaan S100

diperlukan dalam menegakkan diagnosis pasti selain dengan pemeriksaan

(13)

1.2

. RUMUSAN MASALAH

Apakah pemeriksaan imunohistokimia S100 dapat dijadikan sebagai modalitas

diagnostik Schwannoma?

1.3

. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum:

Mengetahui peran antara S100 dan Schwannoma.

Tujuan khusus:

a. Menguji peranan S100 dalam diagnostik Schwannoma

b. Menilai signifikansi S100 sebagai modalitas diagnosa

1.4

. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Bidang Pendidikan

Memperluas khasanah diagnostik Schwannoma, meningkatkan kualitas

penatalaksanaan Schwannoma, dan juga sebagai dasar penggunaan S100 dalam

menegakkan diagnosaSchwannoma.

1.4.2. Bidang Penelitian

Sebagai masukan bagi penelitian lebih lanjut terhadap Schwannoma dan

juga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan pada penelitian S100

(14)

1.4.3. Bidang Pelayanan Kesehatan

Menunjang perbaikan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan pada

(15)

ABSTRAK

Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Penegakan diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan neurologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT scan atau MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi dan ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma. S100 merupakan pemeriksaan immunohistokimia pertama yang digunakan untuk membedakan kedua tumor yang berasal dari jaringan saraf perifer. Schwannoma merupakan tumor yang mengexpresikan S100 lebih banyak dibandingkan neeurofibroma. S100

diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma, sedangkan neurofibroma

mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga moderat. Penelitian ini menggunakan 17 sampel bahan makroskopis tumor yang telah didiagnosa Schwannoma secara histopatologi. Dari 17 sampel ini, satu sampel mengalami kerusakan pada saat pemotongan dan pembuatan blok parafin. Seluruh sampel ini kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia S100 guna mendeskripsikan gambara S100 pada Schwannoma. Setelah dilakukan pemeriksaan S100 pada 17 sampel jaringan Schwannoma didapat hasil 12 sampel (70.6%) positif tiga, 1 sampel positif dua (5.9%), 3 sampel positif satu (17.6%) dan 1 sampel negatif. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua schwanoma memberikan gambaran positif pada pemeriksaan S100.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

. LATAR BELAKANG

Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor

ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

Schwannoma telah dilaporkan sejak abak ke-18 dan merupakan tumor intrakranial

ekstraaksial kedua yang paling sering ditemukan setelah meningioma dengan

persentase sekitar 8% hingga 10% dari semua tumor intrakranial. Schwannoma

sering dijumpai pada pasien dengan rentang usia 20-50 tahun, dengan puncak

insidensi pada usia dekade ke lima. Tidak dijumpai adanya perbedaan ras dan

jenis kelamin terhadap insidensi. Lokasi yang paling sering dijumpai ialah kepala,

permukaan flexor, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan batang tubuh

(International Radiosurgery Association,2006).

Schwannoma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan dapat timbul di

mana saja disebelah distal perbatasan daerah yang bermielin. Pada daerah

paraspinal dapat menampilkan gejala kombinasi antara mielopatia dan neuropatia

perifer. Schwannoma yang berada di dalam kavitas toraks, retroperitoneum atau

pelvis kebanyakan baru terdeteksi sewaktu ukurannya telah besar dan menampilan

(17)

Penegakan diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan

neurologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT

scan atau MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi

dan ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap

harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti

masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma (Arthurs, 2011).

Pada beberapa pemeriksaan histopatologi terkadang dijumpai

Schwannoma dengan bentuk morfologi klasik, sehingga sukar dibedakan dengan

neurofibroma. Membedakan Schwannoma dengan neurofibroma pada beberapa

kasus memang hanya untuk kepentingan akademis dan bukan terapi, namun di

lain situasi perbedaan ini menjadi sangat penting oleh karena terapi yang

diberikan juga berbeda. Pada keadaan ini pemeriksaan imunohistokimia

merupakan modalitas utama yang dapat membedakan antara Schwannoma dan

neurofibroma, khususnya pemeriksaan imunohistokimia S100 (Moore, 1965).

S100 merupakan pemeriksaan immunohistokimia pertama yang digunakan

untuk membedakan kedua tumor yang berasal dari jaringan saraf perifer.

Schwannoma merupakan tumor yang mengexpresikan S100 lebih banyak

dibandingkan neeurofibroma. S100 diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma,

sedangkan neurofibroma mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga

moderat (Moore, 1965).

Schwannoma secara histologi terdiri dari sel – sel yang tersusun secara

padat (jaringan Antoni tipe A), dan jaringan hiposeluler myxoid dengan ruang

(18)

adanya S100 yang tersebar secara difus pada sitoplasma dari sel – sel tumor

(Michaels, 2005).

Nakajima pada tahun 1982 merupakan peneliti pertama yang menjelaskan

penggunaan S100 pada preparat tumor dan menyimpulkan bahwa S100

merupakan modalitas diagnostik yang berguna dalam mendiagnosa tumor. S100

merupakan keluarga protein yang mengandung lengan 2EF yang berikatan dengan

kalsium (Moore BW,1965).

S100 merupakan protein dengan berat molekul rendah yang dapat

dijumpai pada banyak sel manusia dan jaringan ikat termasuk sel glia, neuron,

kondrosit, sel schwann, melanosit, makrofag, sel langerhans, dan beberapa

jaringan epitel (khususnya pada payudara, kelenjar sudoral, dan traktus genital

wanita). Imunoreaktivitas S100 dijumpai pada nukleus dan sitoplasma. S100

merupakan protein asam yang sering ditemukan pada sistem saraf periver. Sel –

sel schwann dari Schwannoma menunjukkan immunolabeling S100 yang tersebar

difus dan padat. Sementara pada neurofibroma staining positiv ditandai dengan

distribusi fokal. 6 S100B lebih sering dijumpai pada sel – sel glia, melanosit,

adiposit, dan kondrosit. Antibodi S100 sering dijumpai dalam bentuk poliklonal

(Moore BW,1965).

Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran S100 pada

schwanoma karena masih sangat sulit untuk menegakkan diagnosa schwanoma

akibat banyaknya diagnosis diferensial. Oleh karena itu pemeriksaan S100

diperlukan dalam menegakkan diagnosis pasti selain dengan pemeriksaan

(19)

1.2

. RUMUSAN MASALAH

Apakah pemeriksaan imunohistokimia S100 dapat dijadikan sebagai modalitas

diagnostik Schwannoma?

1.3

. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum:

Mengetahui peran antara S100 dan Schwannoma.

Tujuan khusus:

a. Menguji peranan S100 dalam diagnostik Schwannoma

b. Menilai signifikansi S100 sebagai modalitas diagnosa

1.4

. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Bidang Pendidikan

Memperluas khasanah diagnostik Schwannoma, meningkatkan kualitas

penatalaksanaan Schwannoma, dan juga sebagai dasar penggunaan S100 dalam

menegakkan diagnosaSchwannoma.

1.4.2. Bidang Penelitian

Sebagai masukan bagi penelitian lebih lanjut terhadap Schwannoma dan

juga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan pada penelitian S100

(20)

1.4.3. Bidang Pelayanan Kesehatan

Menunjang perbaikan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan pada

(21)

BAB 2

TINJAUAN PPUSTAKA

2.1. Schwannoma

2.1.1. Defenisi Schwannoma

Schwannoma merupakan periveral nerve sheath tumor yang tumbuh

lambat pada bagian distal dari transisi myelinisasi sel oligodendroglial-schwan.

Perkembangan patogenesis dari tumor ini telah dapat dipahami dengan adanya

evaluasi molekuler dan perubahan genetik pada neurofibromatosis 2 (NF2). Gen

NF2 terlokalisasi pada kromosom 22q12. Subsekuen genetik dan pemetaan fisik

menyebabkan ditemukannya gen NF2 pada tahun 1993. Regio DNA ini

mengkode sebuah produk asam amino yang disebut merlin

(meosin-ezrin-radixin-like protein) atau disebut juga schwanomin, dan berfungsi sebagai tumor supresor.

Mutasi dari gen NF2 telah ditemukan tidak hanya pada Schwannoma terkait NF2

tetapi juga pada kasus-kasus sporadis (Osborn AG,2004).

2.1.2.

Epidemiologi

Schwannoma dijumpai sekitar 8% dari tumor primer otak, frekuensi pada

wanita 2 kali lebih sering daripada pria dan pada usia pertengahan. Schwannoma

maligna juga berasal dari nervus periver, bersifat rekuren, dan metastase dapat

terjadi secara dini. Hilangnya lengan kromosom 1p dan penambahan pada lengan

kromosom 11q dijumpai pada beberapa Schwannoma, juga dijumpai hilangnya

(22)

2.1.3. Jenis – Jenis Schwannoma

Jenis yang paling sering dijumpai ialah vestibular Schwannoma, diikuti

oleh tumor trigeminal nerve sheath. Neoplasma ini dapat tumbuh, meskipun

jarang, dari nervus cranial lainnya baik intrakranial maupun ekstrakranial. Semua

Schwannoma tumbuh sebagai proses mutasi spontan, tetapi kebanyakan tumor

nonvestibular intrakranial dan 5% dari vestibular Schwannoma berkaitan dengan

NF2 (IRSA,2006).

2.1.3.1. VestibularSchwannoma

VestibularSchwannoma (dikenal juga sebagai acoustic neuroma, acoustic

neurilemoma, atau acoustic neurinoma) yaitu suatu tumor jinak yang

pertumbuhannya lambat pada intrakranial ekstra-aksial yang biasanya

berkembang dari sistem keseimbangan (vestibular) atau yang jarang dari saraf

pendengaran (koklea) di bagian telinga dalam. Tumor berasal dari over produksi

sel schwann, yang biasanya membungkus serat saraf untuk mendukung dan

melindungi saraf (IRSA,2006).

Vestibular Schwannoma mencapai sekitar 8% dari semua tumor di dalam

tengkorak, 1 dari setiap 100.000 orang per tahun mendapat vestibular

Schwannoma. Gejala dapat muncul pada usia berapapun tetapi biasanya terjadi

antara usia 30 dan 60 tahun. Vestibular Schwannoma yang unilateral tidak

dianggap sebagai penyakit herediter. Pria dan wanita sama-sama dapat mengalami

(23)

Studi epidemiologis telah melaporkan peningkatan kejadian acoustic

neuroma selama 30 tahun terakhir. Pada tahun 1976, kejadian adalah sekitar 5

tumor per juta penduduk per tahun sedangkan pada tahun 2001 kejadian telah

mencapai 20 tumor per juta penduduk pertahun.(Fortnum H,2009) Schwannoma

terjadi lebih sering pada wanita (59-62%). Hal ini terjadi terlepas dari etnis dan

lebih sering didiagnosis pada pria pada kelompok usia 50-60 tahun (61%).

Diperkirakan bahwa antara 2.000 dan 3.000 kasus baru neuroma vestibular

unilateral didiagnosa setiap tahun di Amerika Serikat, dengan insidens 1:100.000.

Penelitian telah menunjukkan bahwa neuroma unilateral tidak diturunkan , dan

hanya satu dari 1.000 kasus terjadi pada anak dengan ibu yang menderita

kelainan ini (Mauricio AB,2006).

Sebagian besar peningkatan kejadian ini disebabkan munculnya teknik

diagnostik noninvasif yang lebih baik, terutama MRI. Kejadian tumor raksasa

telah menurun, sedangkan tumor kecil dan menengah meningkat. Secara

keseluruhan, median usia saat didiagnosa tidak berubah (sekitar 55 tahun). Tidak

ada data tumor regional atau nasional di Inggris untuk neuroma akustik. Sebagai

tantangan pengumpulan data adalah bahwa banyak dari tumor didiagnosa dengan

imaging saja tanpa konfirmasi

2.1.3.1.1. Etiologi

histologis (Fortnum H,2009).

Vestibular Schwannoma yang unilateral dan bilateral dapat terjadi karena

kerusakan gen pada kromosom 22, yang menghasilkan protein (schwannomine /

merlin) yang mengontrol pertumbuhan sel schwann. Pada pasien

(24)

hadir dalam semua atau sebagian besar sel-sel somatik. Namun, pada individu

dengan vestibular Schwannoma yang unilateral

2.1.3.1.2. Patofisiologi

, tidak diketahui peranan gen ini

dalam pembentukan sel Schwannoma (IRSA,2006).

Vestibular dari saraf vestibulocochlear yang superior dan inferior dengan

frekuensi yang sama tampaknya merupakan saraf asal lesi. Sangat jarang

Schwannoma muncul dari bagian koklea dari saraf vestibulocochlear. Karena

vestibular Schwannoma timbul dari sel schwann, pertumbuhan tumor umumnya

menekan serat vestibular ke permukaan. Penghancuran serat vestibular lambat dan

bertahap dan fungsi vestibular berkurang dikompensasikan melalui mekanisme

sentral dari otak. Konsekuensinya banyak pasien mengalami sedikit atau ada

ketidakseimbangan. Setelah tumor tumbuh dan cukup besar untuk mengisi

internal auditory canal, tumor terus tumbuh dengan mengikis atau memperluas

tulang dan / atau dengan memperluas sampai keluar ke cerebellopontine angle

(CPA). Vestibular Schwannoma, seperti space occupying lesion lainnya,

menghasilkan gejala dengan salah satu dari empat mekanisme yang dikenal

seperti : (1) penyumbatan ruang cairan cerebrospinal, (2) displacement batang

otak, (3) kompresi pembuluh darah atau (4) kompresi saraf (IRSA,2006).

Vestibular Schwannoma dapat terus tumbuh sampai mencapai 3-4 cm di

dalam intrakranial sebelum muncul gejala efek massa yang besar. Nervus facialis

cukup tahan terhadap peregangan yang dikenakan oleh pertumbuhan tumor tanpa

kerusakan fungsi klinis yang jelas sampai tumor telah mencapai ukuran yang

(25)

dan kompresi tumor sehingga tumor kecil yang terbatas pada internal auditory

canal dapat menghasilkan gejala awal berupa gangguan pendengaran atau

gangguan vestibular. Sebagian tumor mendekati diameter 1,5 cm dalam

intrakranial, umumnya mulai berbatasan dengan permukaan lateral batang otak.

Pertumbuhan lebih lanjut dapat terjadi hanya dengan penekanan atau mendorong

batang otak menuju sisi kontralateral. Sebuah tumor dengan ukuran 2,0 cm

biasanya meluas cukup jauh ke anterior dan superior untuk menekan saraf

trigeminal dan kadang-kadang menghasilkan hipoestesia wajah . Pertumbuhan

lebih dari 4,0 cm pada umumnya menghasilkan penipisan progresif cerebral

aqueduct dan ventrikel keempat dengan perkembangan akhir menjadi hidrosefalus

2.1.3.2. Facial Nerve Schwannoma (IRSA,2006).

Neuroma intratemporal atau Schwannoma dari saraf wajah adalah temuan

klinis yang jarang . Tergantung pada lokasi asal dan ukuran lesi. Lesi yang timbul

dalam internal auditory canal dapat hadir muncul gejala yang mirip dengan

acoustic Schwannoma. Schwannoma yang muncul dalam kanal wajah biasanya

menyebabkan kelumpuhan wajah perifer atau c. Ketika neuroma timbul dalam

bagian timpani dari saluran saraf wajah, gejala pertama mungkin tuli konduktif

karena perambahan dari tumor pada rantai tulang pendengaran . Pada neuroma

wajah, daerah yang paling umum terlibat adalah wilayah ganglion getiniculate

(26)

Awalnya, Schwannoma saraf wajah menyebabkan penebalan saraf dan

perluasan lumen saluran saraf tulang. Untuk mendeteksi perubahan awal, maka

perlu untuk membandingkan sisi yang terkena dan yang normal. Pembesaran hasil

lesi erosi dari kanal tulang dan keterlibatan struktur lain yang berdekatan seperti

petrosus,telinga tengah dan mastoid . Ketika tumor meluas ke telinga tengah, akan

muncul soft tissue mass (Valsavasori,2005).

Hasil CT menunjukkan ekspansi atau erosi kanal saraf wajah dan jika

tumor meluas ke telinga tengah sebagai massa tumor yang sebenarnya . Studi MR

adalah studi pilihan untuk penilaian ukuran dan perluasan lesi. Sebagian tumor

membesar, gambar MR menunjukkan keterlibatan baik intratemporal dan

intrakranial. Post kontras T1-WI harus diperoleh karena tumor mengalami

penyangatan homogen (Valsavasori,2005).

Sekitar 30% dari semua tumor spinal merupakan Schwannoma. Pada kasus

yang sangat jarang (0,2% dari seluruh tumor tulang primer), Schwannoma dapat

dijumpai sebagai tumor tulang primer tanpa keterlibatan kanalis spinalis (Carney

J, 1990). Usia puncak kejadian tumor ini adalah dekade keempat sampai dekade

ketujuh. Sebagaimana meningioma, insiden Schwannoma meningkat pada pasien

dengan NF-2. Salah satu variasi Schwannoma, psammomatous melanotic

Schwannoma merupakan manifestasi karakteristik dari carneycomplex (Cetinkal

A, 2009).

(27)

Secara histologi Schwannoma merupakan proliferasi neoplastik dari sel

schwann, yang dapat memiliki berbagai variasi bentuk (spindle, epithelioid,

melanotic) (Koh JS,2008). Pada Schwannoma klasik (Grade I) potongan histologi

menunjukkan Antoni A (daerah dengan selularitas padat) dan Antoni B

(selularitas rendah, kadang kistik). Pada regio Antoni A, dijumpai Verocay bodies

(sekelompok kecil fibril yang dikelilingi oleh barisan sel neoplastik pararel).

Pada Schwannoma atypia selular menunjukkan perubahan degeneratif

namun tidak memiliki signifikansi prognosis. Perubahan degeneratif lain seperti

formasi kistik, makrofag, infiltrasi limfosit, dan hemosiderin-laden cell sering

dijumpai pada regio Antoni B. Pembuluh darah pada Schwannoma sering

memiliki dinding yang tebal dan mengalami proses sklerosis (Koh JS,2008).

Schwannoma menunjukkan imunoreaktifitas yang difus terhadap protein

S-100. Schwannoma intra medula sangat jarang dijumpai oleh karena itu harus

dibedakan dengan glioma, terutama astrositoma anaplastik (Koh JS,2008).

Schwannoma selular secara keseluruhan memiliki derajat selularitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan Schwannoma klasik dan terdiri dari hampir

seluruhnya regio Antoni A, verocay bodies tidak dijumpai. Penemuan histologi

tipikal pada Schwannoma selular antara lain adalah aktifitas mitosis sedang,

peningkatan indeks labelling Ki-67, atypia selular, dan pola pertumbuhan

fascicular. Oleh karena tingginya selularitas pada subtipe ini dan kurangnya

tampilan histologi patognomonik untuk Schwannoma klasik maka dibutuhkan

(28)

2.1.4. Manifestasi Klinis

Schwannoma intrakranial, seperti juga Schwannoma dari spinal,

cenderung memperlihatkan gejala gangguan dari saraf-saraf divisi sensoris.

Schwannoma sring muncul dari komponen vestibular nervus VIII (>90%), divisi

sensori nervus trigeminal (0.8%-8%), nervus fasialis (1.9%), nervus yang keluar

dari foramen jugularis (2.9%-4%), nervus hipoglosus, nervus ekstra okular, dan

nervus olfaktorius. Karena letak yang sangat dekat dengan area dari nervus

kranialis, batang otak, dean cerebelum, Schwannoma sudah menampakkan gejala

bahkan ukuran tumor masih kecil. Namun, sifat pertumbuhan yang lambat dapat

mengaburkan gejala defisit neurologi yang berkembang progresif. Hal ini

menyebabkan tidak dijumpai adanya defisit neurologi yang terjadi secara akut.

2.1.5. Histopatologi

Vestibular Schwannoma adalah neoplasma dari selubung saraf / sel

schwann. Tumor ini biasanya terlihat ditutupi oleh sel spindle, sering dengan inti

palisade dan verocay bodies (Antoni A area) dan daerah yang kurang seluler

dengan pola reticular yang longgar dan degenerasi microcystic terkadang

mengandung banyak sel xanthoma(Antoni B). Tingkat selularitas neoplasma bisa

tinggi atau rendah. Sel-sel spindle seringkali cukup pleomorfik, tetapi jarang

dengan mitosis. Kehadiran pleomorfisme tidak selalu menunjukkan

kecenderungan ganas, tetapi dalam kasus yang jarang diragukan perubahan ganas

dapat muncul terkait dengan peningkatan pertumbuhan. Mungkin ada juga

(29)

Ekstensi tumor ke dalam modiolus atau vestibular sepanjang cabang

saraf koklea atau vestibular mungkin ada bahkan dalam vestibular Schwannoma

yang soliter, meskipun lebih sering terjadi pada NF-2. Butiran atau homogen

eksudat cairan biasanya terdapat dalam ruang perilymphatic dari koklea dan

vestibular . Hal ini mungkin timbul sebagai akibat dari tekanan oleh neoplasma

pada vena koklea dan vestibular di meatus auditori internal. Hydrops dari sistem

endolymphatic mungkin terjadi dan pada tumor yang lebih besar ada atrofi sel

ganglion spiral dan serabut saraf di membran basilar

2.1.6 Diagnosa Banding

(Michaels L,2005).

2.1.6.1. Kista Epidermoid

Kista Epidermoid biasanya terjadi pada cerebellopontine cistern yang

jarang terlihat dalam IAC. MRI biasanya ditunjukkan massa nonenhancing

dengan sinyal rendah di T1-WI yang menjadi terang di T2-WI. Tidak seperti kista

aracnoid, kista epidermoid muncul hyperintense pada sequences FLAIR dan

2.1.6.2. Kista Arachnoid

diffusion weighted (Valsavasori, 2005).

Kista arachnoid adalah kelainan bawaan pada arachnoid dan secara

histologis ditandai ependyma dan ruang kistik diisi dengan cairan cerebrospinal

atau cairan xanthochromic. Kejadiannya 1% dari semua lesi intrakranial dan CPA

adalah lokasi kedua yang paling umum. Dua kasus arachnoid kista di CPA telah

dilaporkan dalam literatur dan usia rata-rata pada saat diagnosis tidak diketahui,

tetapi aliran cairan serebrospinal abnormal aliran fluida, trauma, atau inflamasi

(30)

Kista menyebabkan gejala yang mirip dengan lesi di CPA lainnya. Mereka

sering sulit untuk didiagnosa karena interval waktu antara timbulnya gejala dan

diagnosis berlangsung beberapa tahun. Pada CT scan lesi muncul kistik dengan

kepadatan rendah yang sama seperti cairan serebrospinal. Dengan CT scan sulit

membedakannya dengan kista epidermoids. Pada MRI mereka juga muncul mirip

dengan cairan serebrospinal, yaitu, hypointense pada gambar T2-WI. Tidak

terlihat adanya enhanchment (Springborg J.B,2008).

2.1.6.3. Meningioma

Kista tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diikuti

dengan MR scan serial. Microsurgery dekompresi dengan pendekatan

retrosigmoid adalah prosedur yang paling sering direkomendasikan (Springborg

J.B,2008).

Meningioma timbul dari penutup meningeal dari tulang temporal dan dari

ekstensi meningeal dalam internal auditory canal. Sesekali meningioma ektopik

dapat melibatkan rongga telinga tengah tanpa erosi keterlibatan tegmen atau

intrakranial. Keterlibatan saraf wajah dapat terjadi di wilayah ganglion geniculate.

Erosi labirin jarang terjadi. Precontrast dan postcontrast CT dan MRI

diindikasikan pada kasus yang diduga meningioma, karena teknik ini akan

menunjukkan keterlibatan dasar tengkorak dan adanya komponen tumor

intrakranial (Valsavasori, 2005).

Meningioma timbul dalam internal auditory canal dan cerebellopontine

angle dengan klinis dan radiografi mirip acoustic Schwannoma. Diagnosis

(31)

canal dan dari falciformis crista, atau jika ada kalsifikasi tersebar dalam massa

Pada MRI, meningioma memiliki penampilan yang beragam. Mayoritas

adalah isodense dengan jaringan otak di sekitarnya dalam T1 WI dan muncul

sebagai massa terang dengan intensitas sinyal tinggi dalam T2- WI. Beberapa

tumor mempertahankan sinyal rendah pada T2-WI, yang sangat sugestif dari

sebuah meningioma. Setelah injeksi bahan kontras, meningioma menjadi

menyangat kuat dan homogen. Kalsifikasi dalam tumor menghasilkan area sinyal

yang kosong. En plaque meningioma biasanya dikenali pada MR sebagai daerah

penebalan meningeal dan enhancement. Bentuk yang khas tetapi bukan temuan

diagnostik dari meningioma adalah apa yang disebutdengan dural tail yang

dihasilkan oleh en plaque ekstensi dari massa tumor atau oleh jaringan

mesothelial reaktif (Valsavasori, 2005). (Valsavasori, 2005).

2.1.6.4. Metastasis

Lesi metastatik yang paling umum pada tulang temporal adalah karsinoma

payudara, paru-paru, prostat dan ginjal. Melanoma dan tumor lain juga

bermetastasis ke tulang temporal. Setiap daerah temporal tulang mungkin terlibat

dan simptomatologi bervariasi tergantung pada lokasi lesi. Pemeriksaan CT atau

MR harus dilakukan untuk menyingkirkan ekstensi intrakranial dari lesi temporal

bone dan menetapkan tingkat keterlibatan tulang temporal. Mereka juga

membantu untuk menyingkirkan adanya metastase intrakranial lainnya

(32)

2.1.6.5. Neurofibromatosis

Vestibular Schwannoma bilateral adalah ciri dari neurofibromatosis II

merupakan kelainan genetik pada lengan panjang kromosom 22. Lesi lain yang

ditemukan padai NF II adalah meningioma, sarkoma, Schwannoma dari saraf

kranial kelima atau lainnya, ependymomas, glioma, dan juvenile posterior

subcapsular cataracts. Pada NF II harus dibedakan dari neurofibromatosis I,

kelainan genetik yang lebih umum dari lengan panjang kromosom 17 dan ditandai

dengan adanya beberapa neurofibroma dan cafe au lait spot. Fitur lain dari NF I

adalah plexiform neurofibroma, axillary atau inguinal frecling, glioma optik,

Lisch nodule (hamartoma pada iris), dan displasia tengkorak dan meningen

(Valsavasori, 2005).

Schwannoma akustik bilateral seperti yang terlihat pada NF akan

menyajikan dilema manajemen THT setelah pengangkatan kedua schwannoma

yang sangat sering menyebabkan tuli. Menindaklanjuti audiometri dan studi MR

harus diperoleh sejak dini untuk menentukan tingkat pendengaran dan tingkat

pertumbuhan tumor

2.1.6.6. Lipoma

(Valsavasori, 2005).

Dalam suatu studi pada empat kasus, lipoma itu terletak di fundus dari

IAC. Diagnosis dibuat baik dengan mendapatkan T1-WI dan T2-WI precontras

atau dengan menambahkan teknik penekanan cepat setiap kali massa terang

terlihat pada post kontras T1-WI. Lipomas mungkin juga melibatkan wilayah

(33)

2.1.6.7. Aneurysma

Sebuah aneurysma dalam IAC sangat jarang. Dari 3 pasien aneurysma

pada IAC, dipelajari dua aneurysma intrakranial kecil, satu dengan opaque

cisternography dan lainnya dengan CT pneumocystography. Pada kedua

incounces mereka muncul sebagai massa spesifik yang mewakili Schwannoma

akustik kecil. Ketiga lesi dipelajari pada pencitraan MR dan muncul di T1 dan

T2-WI sebagai massa kecil sinyal tinggi mungkin karena trombosis atau aliran

lambat. Setelah injeksi i.v bahan kontras lesi muncul sedikit lebih besar. Pada

operasi ditemukan aneurysma kecil berasal dari arteri labirinth (Valsavasori,

2005).

Aneurysma dalam cerebellopontine cistrn mungkin komponen saraf

akustik atau wajah dan mirip dengan simptomatologi schwannoma. Pada MRI

diperoleh sebelum injeksi iv bahan kontras mendapatkan massa kecil homogen

dengan intensitas tinggi yang dihasilkan oleh bekuan darah. Jika lumen

aneurysma adalah bagian yang utuh, darah yang mengalir akan muncul sebagai

daerah dengan sinyal kosong (Valsavasori, 2005).

2.2. S100

S100 merupakan protein multifungsional dengan berbagai peran dalam

proses selular. S100 bekerja dengan perantaraan ikatan kalsium, walaupun Zn2+

dan Cu2+ juga memiliki peranan dalam aktifitas biologis protein ini (Sedaghat

(34)

Anggota ‘S100 protein family’ yang paling banyak dipelajari adalah

S100B, yang memiliki aktifitas neurotropik (pada konsentrasi fisiologis) atau

neurotoksik (pada konsentrasi tinggi). Ekspresi protein ini baik pada serum

maupun pada pewarnaan imunohistokimia dijumpai pada berbagai kelainan klinis.

Ekspresi imunohistokimia protein ini telah secara umum dikenal sebagai petanda

untuk tumor Schwannoma dan melanoma.

2.2.1. Struktur Dan Fungsi S100

S100 protein family memiliki subgrup lengan EF pengikat Ca2+. Protein

ini disebut S100 dikarenakan kelarutannya dalam ammonium sulfat pada pH

normal sebesar 100%. Protein ini pertama kali diidentifikasi oleh B.W.Moore

pada 196 ( Moore BW,1965).

S100 merupakan protein asam berukuran kecil, 10-12kDa, dan memiliki

dua lengan EF yang terpisah, 4 segmen α-helix, memiliki central hinge region

dengan panjang yang bervariasi dan juga domain N- dan C- terminal. Berbeda

dengan gen S100 yang sangat banyak terdapat pada vertebrata, protein ini tidak

dijumpai pada invertebrata. Sampai sekarang ini terdapat paling sedikit 25 protein

yang telah teridentifikasi sebagai anggota S100 protein family, dimana 21

diantaranya memiliki gen pada kromosom lokus 1q21. Kelompok gen ini dikenal

sebagai kompleks diferensiasi epidermal (Marenholz I, 2004).

Keluarga S100 merupakan protein multifungsional yang diekspresikan

pada banyak jaringan. Interaksi S100 dengan berbagai dengan berbagai protein

(35)

motilitas, diferensiasi dan pertumbuhan sel, progresi siklus sel, transkripsi,

organisasi struktural membran sel, dinamika kandungan sitoskeleton, proteksi sel

terhadap kerusakan sel oksidatif, fosforilasi protein dan sekresi ( Santamaria–

Kisiel L,2006).

S100 tidak memiliki kapasitas katalis intrinsik. Protein ini secara umum

memiliki cara kerja yang mirip dengan calmodulin dan troponin C, yang

mengalami perubahan struktur dan memodulasi aktifitas biologis melalui ikatan

kalsium (Ikura M, 1996).

Berbagai variasi fungsi S100 ini nampaknya disebabkan oleh:

1. Diversifikasi yang luas pada anggota S100 (25 anggota pada manusia)

2. Perbedaan ikatan metal ion yang berbeda-beda pada setiap S100

3. Distribusi ruang pada kompartemen intraselular spesifik atau

kompartemen ekstraselular

4. Kemampuan S100 untuk membentuk homodimer dan heterodimer non

kovalen, sehingga memungkinkan pertukaran subunit S100

S100B secara spesifik terdapat dalam jumlah yang besar di otak dan

diekspresikan oleh astrosit, oligodendrosit, dan sel schwann. Protein ini diduga

berperan sebagai sinyal regulator intraselular dan ekstraselular, yang dapat

menghasilkan efek neurotropik dan neurotoksik yang tergantung pada

konsentrasinya pada sel neuron (Donato et al,2008). S100 juga mengaktifasi

microglia, dan mungkin berperan dalam patogenesis kelainan neurodegeneratif.

S100B diekspresikan berlebih pada astrositoma dan glioblastoma, Schwannoma

(36)

ekstraserebral, terutama sel lemak dan kondrosit, oleh karena itu interpretasi

peningkatan kadar serum S100B sebagai marker cedera otak harus dilakukan

secara berhati-hati (Salama et al, 2008).

2.2.2. Metode Pengukuran S100

S100 dapat dideteksi dengan berbagai metoda analisa seperti

immunoradiometric assay (IRMA), mass spectroscopy, western blot, ELISA

(enzyme linked immunosorbent assay), electrohemiluminence dan PCR

kuantitatif, dapat mendeteksi perubahan ekspresi imunohistokimia atau pada

serum dengan sensitifitas tinggi, sehingga dapat menjadi alat ukur penting pada

diagnosa klinis (Wild D,2001)

S100B (homodimer dari subunit) memiliki berat molekul sebesar 21kD

dan dikodekan dari lengan panjang kromosom 21 (21q22.3). Waktu paruh dari

S100B adalah sekitar 30 menit. Peningkatan kadar serum S100 secara persisten

mengindikasikan adanya pelepasan secara terus menerus dari jaringan yang

terlibat. S100 dieliminasi melalui ginjal( .

Wild D,2001).

RAGE (Receptor for Advanced Glycation Endproducts) merupakan

reseptor multi ligand pada keluarga imunoglobulin. RAGE diduga berinteraksi

dengan berbagai ligand dengan struktur berbeda melalui oligomerasi dari reseptor

pada permukaan sel. Walau demikian mekanisme pasti protein ini belum

diketahui. Keluarga S100 merupakan salah satu ligand RAGE. S100 merupakan

(37)

protein pengikat kalsium berukuran kecil yang memiliki struktur yang homolog

(Biochimica,2009).

RAGE pertama kali dijelaskan pada tahun 1992 dan sejak itu menarik

perhatian banyak ahli karena keterlibatannya dalam berbagai penyakit termasuk

komplikasi diabetes, pertumbuhan tumor, inflamasi kronis, dan penyakit

neurodegeneratif seperti Alzheimer atau multiple sclerosis (Biochimica,2009).

Beberapa anggota keluarga S100 terbukti berinteraksi dengan RAGE baik

secara in vitro maupun in vivo. Peneliti menemukan fakta yang menarik dimana

banyak ligand RAGE nampaknya berinteraksi dengan domain yang berbeda dari

bagian ekstraselular RAGE dan memicu terjadinya berbagai efek selular

(Biochimica,2009).

RAGE banyak diekspresikan selama masa pertumbuhan terutama pada

otak, tetapi ekspresinya menurun pada jaringan manusia dewasa. RAGE

ditemukan dalam jumlah yang rendah pada neuron, sel otot polos, sel mesangial,

fagosit mononuklear, hepatosit dan miosit jantung, tetapi ditemukan dalam jumlah

besar pada jaringan paru (Brett J,1993).

Ekspresi RAGE juga diperkuat dengan peningkatan kadar ligand pada

keadaan patologis. Sinyal RAGE merupakan proses yang kompleks dan

tergantung jenis sel, tipe dan konsentrasi ligand pada kondisi patologis (R.

Donato,2007).

Proses internalisasi, degradasi, metabolisme RAGE masih kurang

(38)

diperantarai oleh membran sel setelah fusi dengan S100B yang mengandng

vesikel sekresi (L.Perrone,2008).

Penyakit yang berhubungan dengan perubahan ekspresi S100 dapat

diklasifikasikan dalam 4 kategori, yaitu:

2.2.4. Penyakit Terkait Perubahan Ekspresi protein

2.2.4.1. Kelainan Neurologis

Sebagaimana GFAP (glial fibrillary acidic protein), S100B diproduksi

oleh astrosit pada central nervous system, peningkatan ekspresi protein ini

menandakan adanya aktifitas astrosit (Steiner J, 2007).S100B lebih tidak spesifik

dibandingkan dengan GFAP, dimana protein ini terdapat pada berbagai jenis sel

neural. Efek autokrin protein ini pada astrosit (upregulation dari IL-6, ekspresi

TNF-alpha) dimediasi melalui interaksi S100 dengan RAGE (Ponath G,2007).

Sekresi S100B merupakan proses awal respon sel glia terhadap cedera

metabolik (kekurangan oksigen, serum, glukosa). Hubungan antara kondisi stress

(cedera otak, gangguan sawar darah otak, iskemik) dan kadar serum S100

nampaknya tergantung glucocorticoid (

Scaccianoce S,2004).

Pada kasus cedera otak traumatik akan mengakibatkan peningkatan kadar

S100 pada serum dan juga pada cairan serebrospinal. Setelah terjadinya cedera

otak traumatik, terjadi peningkatan konsentrasi S100B dan S100A1B pada 31%

dan 48% pasien, tanpa hubungan yang signifikan dengan tanda dan gejala

gangguan kognitif. Kenaikan kadar serum S100B tergantung pada integritas sawar

(39)

berhubungan baik dengan gangguan sawar darah otak maupun ekspresi aktif dari

jaringan otak yang terlibat pada reaksi inflamasi sistemik.

Peranan S100 pada cedera otak merupakan bidang yang sedang diteliti

secara luas, beberapa studi menunjukkan indikasi bahwa S100B dapat

menurunkan cedera neuronal dan/atau berperan dalam proses perbaikan neuron

setelah cedera otak traumatik, memicu penyembuhan luka pada trauma dan

memiliki aktifitas tropik parakrin pada jaringan disekitarnya (Sedaghat F,2008).

2.2.4.2. Kelainan Neoplastik

Terdapat berbagai tumor yang menunjukkan ekspresi S100; antara lain

S100B, S100A2, S100A4, S100A6, dan S100P. S100-RAGE signalling pathway

memainkan peranan penting dalam hubungan inflamasi dan kanker, dan progresi

tumor (Hsieh HL,2003). Tumor yang memiliki kadar RAGE rendah akan

mengalami akselerasi apoptosis, penurunan aktifasi NFκB dan secara signifikan

mengakibatkan gangguan proliferasi.

Peningkatan kadar S100A4 (metastasin) berhubungan dengan survival rate

yang rendah pada pasien dengan kanker payudara, dan pada tikus terbukti

menginduksi metastase. Peningkatan konsentrasi serum S100A4 juga ditemukan

pada tumor esofagus dan kolon, pankreas, paru, kandung kemih dan berhubungan

dengan hasil akhir yang lebih buruk dan aktifitas tumor yang lebih agresif.

Terdapat sekresi S100B yang tinggi pada melanoma maligna, yang

berhubungan dengan stadium dan prognosa tumor. Kadar serum S100B digunakan

(40)

Hubungan antara anggota S100 protein family dan beberapa jenis kanker

tampak pada tabel di bawah (Von Schoultz,1996).

Tabel 2.1. Hubungan antara anggota S100 protein family dengan beberapa jenis kanker

Cancer Members of S100 Protein family

Melanoma S100B, S100A4, S100A2

Breast S100A4, S100A7 (promising results)

S100A8, S100A9, S100A2, S100A11

Pancreatic S100A4, S100A10, S100A11, S100P

(8-fold increase)

Colorectal S100A4, S100A6, S100A8, S100A9,

S100A11

Gastric S100A2, S100A4, S100A8, S100A9,

S100A11

Bladder S100A4, S100A11 (down-regulation

associated with decreased survival)

Ovarian S100A1, S100A4

Prostate S100A2, S100A4, S100A11

Lung (Squamous cell) S100A2, S100A4, S100P

Renal S100A1, S100A11

S100A2 (3.8-fold decrease in 93% of

patients)

Thyroid S100A2, S100A4

[image:40.595.104.517.175.756.2]
(41)

Walaupun pada kebanyakan kasus peranan S100 pada kanker masih belum

diketahui dengan jelas, pola ekspresi spesifik protein ini dapat digunakan sebagai

alat prognostik. S100A4 dan S100B berikatan dengan gen supressor tumor p53

dan menghambat fosforilasi, sehingga mengakibatkan down regulation p53 yang

tergantung kalsium.

Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui peranan p53 wild type

pada neoplasma yang berhubungan dengan S100B melalui inhibisi interaksi p53

dan S100B. S100 lain menghasilkan efek berbeda terhadap aktifitas p53 (S100A2

memicu aktifitas transkripsi p53, dan sebagainya)

2.2.4.3. Kelainan Jantung

S100A1 secara spesifik diekspresikan dalam konsentrasi tinggi pada

miokardium mamalia, dimana protein ini memodulasi kontraktilitas jantung

melalui interaksi protein ini dengan filamen kontraktil dan dengan protein pada

retikulum sarkoplasma (Ehlermann P,2000).

Kombinasi Skala Koma Glasgow (<6 poin) dengan peningkatan

konsentrasi serum dari NSE (>65ng/mL) dan S100 (> 1.5μg/l) pada 48-72 jam

setelah resusitasi kardiopulmonar pada pasien yang mengalami cardiac arrest,

merupakan faktor prediktor hasil akhir neurologis dan gangguan kognitif dengan

spesifitas 100% (sensitifitas 42%) (Ekmektzoglou KA,2007). Peningkatan S100

sendiri meningkatkan risiko kematian dan persistent vegetative state sebesar 12,6

(42)

2.2.4.4. Penyakit Inflamasi

S100A8, S100A9, dan S100Al2, diekspresikan secara predominan pada

sel fagosit dan berhubungan kuat dengan fungsi proinflamasi. Protein-protein ini

disekresikan terutma pada tempat inflamasi. Konsentrasi serum dari S100

berhubungan dengan aktifitas penyakit inflamasi; seperti rheumatoid arthritis,

bronkhitis kronis, dan sistik fibrosis (

S100A9, dan S100A12 mengalami proses upregulation pada lesi psoriasis

aktif dan berbagai penyakit inflamasi epidermis lain, dermatitis atopi, mycosis

fungoides dan penyakit Darier (

Foell D,2004).

Peningkatan kadar S100B pada urin yang ditemukan pada bayi baru lahir

dengan gangguan pertumbuhan dalam rahim pada minggu pertama sesudah

kelahiran berhubungan dengan tingkat kerusakan otak. Kadar S100B berhubungan

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Pada penelitian ini dijumpai dua variabel, yaitu Schwannoma dan S100. Adapun

definisi operasional dari kedua variabel ialah:

Schwannoma merupakan periveral nerve sheath tumor yang tumbuh

lambat pada bagian distal dari transisi myelinisasi sel

oligodendroglial-schwan. Diagnosa Schwannoma ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

histopatologi terhadap pasien – pasien yang secara klinis didiagnosa

Schwannoma.

• S100 merupakan protein multifungsional dengan berbagai peran dalam

proses selular. S100 bekerja dengan perantaraan ikatan kalsium, walaupun

Zn2+ dan Cu2+ juga memiliki peranan dalam aktifitas biologis protein ini.

Ekspresi protein ini baik pada serum maupun pada pewarnaan

imunohistokimia dijumpai pada berbagai kelainan klinis, tetapi ekspresi

imunohistokimia protein ini telah secara umum dikenal sebagai petanda <<<

(44)

3.2.

PROSEDUR PENELITIAN

Pada tahap awal, slide hasil potongan microtome dipanaskan pada hotplate

dengan suhu 60 °C selama 60 menit. Kemudian di xylene sebanyak 2 kali dan

dehidrasi dengan menggunakan alkohol absolut 80% dan 70 %, bilas dengan air

mengalir dan akuades selama 5 menit. Masukkan slide ke dalam microwave

samsung TDS dengan kondisi suhu 800 watt selama 2,5-3 menit dan 100 watt

selama 10 menit, kemudian dinginkan slide dalam suhu kamar selama 20 menit.

Setelah slide didinginkan, slide dibilas dengan wash buffer (WB) selama 5 menit.

Slide di tetesi dengan antibodi primer, dan didiamkan selama 20-60 menit.

Kemudian dilakukan pembilasan dengan wash Buffer (WB) selama 5 menit.

Setelah slide kering, kemudian ditetesi dengan S100 dan didiamkan selama 20

menit. Dengan menggunakan wash buffer dan air mengalir, slide dibilas selama 5

menit, kemudian dehidrasi dengan menggunakan alkohol absolut 80% dan 70 %

dam xyeline sebanyak 2 kali. Dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.

Pewarnaan imunohistokimia S100 akan kemudian diinterpretasikan

sebagai berikut: -, +1, +2, +3. Pewarnaan negatif (-) adalah apabila jaringan tumor

tidak menyerap warna sama sekali. Pewarnaan positif satu (+) adalah apabila pada

gambaran mikroskopis terdapat <25% jaringan tumor yang menyerap warna.

Pewarnaan positif dua (++) adalah apabila terdapat 25-75% jaringan tumor yang

menyerap warna.Pewarnaan positif tiga (+++) adalah apabila terdapat >75%

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.

RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif untuk menjabarkan

gambaran S100 pada scwhannoma.

4.2.

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Murni Teguh Memoriam Hospital. Pengambilan sampel

dilakukan di SMF Patologi Anatomi RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Colombia Asia

Medan. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2010 hingga Juni 2013.

4.3.

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1.Populasi Penelitian

Semua pasien yang menderita tumor Schwannoma yang datang ke RS. H. Adam

Malik dan R.S Columbia Asia yang berjumlah 17 sampel.

4.3.2.Sampel Penelitian

Berdasarkan jumlah populasi diatas, maka metode penarikan sampel ialah total

(46)

4.3.2.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dari penelitian ini :

a. Pasien yang telah terdiagnosis secara klinis dengan Schwannoma.

b. Pasien yang telah dilakukan operasi sehingga terdapat jaringan tumor yang

dapat dikonfirmasi sebagai Schwannoma oleh bagian Patologi Anatomi dan

dapat dilakukan pemeriksaan S100.

c. Diagnosis telah ditegakkan dengan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi.

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dari penelitian ini :

a. Pasien yang mengalami rudapaksa.

b. Pasien yang memiliki tumor lain pada bagian tubuhnya.

c. Pasien yang belum dilakukan pengangkatan tumor

4.3.3.Estimasi Besar Sampel

Pada penelitian ini akan digunakan pengambilan sampel dengan metode total

sampling. Seluruh populasi yang ada secara otomatis menjadi sampel.

4.4.

METODE PENGUMPULAN DATA

4.4.1.Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan sampel biologis tersimpan (untuk

sampel yang diambil sebelum dilakukannya penelitian) dan sediaan histopatologi yang

diambil dari pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi, yang selama pelaksanaannya tidak

bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.Izin didapat

(47)

4.4.2.Pengumpulan Data

Rekam medis pasien yang telah didiagnosa tumor Schwannoma mulai Januari 2008

hingga Juni 2013 dikumpulkan, kemudian data dan nomor rekam medis pasien diambil dan

disimpan. Berdasarkan nomor rekam medis tersebut dicari nomor jaringan tumor pasien.

Kemudian makroskopis tumor diambil sesuai dengan nomor jaringan, dilakukan pengecekan

ulang terhadap data makroskopis tumor dengan data pasien. Bila sudah sesuai makroskopis

tumor kemudian diproses untuk dilkukan pemeriksaan S100.

Wawancara klinis dengan fokus terhadap pertanyaan-pertanyaan dari formulir yang

akan diisi. Data kemudian dikumpulkan dan diberikan kode khusus dan ditabulasikan ke

dalam perangkat lunak pengolah data.

4.4.3.Persetujuan / Informed Consent

Data diambil dari blok parafin pasien-pasien yang telah terdiagnosa menderita

meningioma sehingga tidak membutuhkan informed consent.

4.5.

METODE ANALISIS DATA

Data yang didapat akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data.

Variabel dianalisis secara kualitatif dalam bentuk frekuensi dan persentase yang disajikan

baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Kemudian dijabarkan gambaran pemeriksaan S100

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. KARAKTERISTIK SAMPEL

Dalam kurun waktu Januari 2010 sampai Juni 2013, didapatkan sebanyak 17 sampel

berbentuk blok parafin dari penderita schwannoma yang terdiagnosis melalui pemeriksaan

histopatologi. Dari 17 sampel ini, satu sampel mengalami kerusakan pada saat pemotongan

dan pembuatan blok parafin.

5.1.1. Jenis Kelamin

Setelah dilakukan pendataan dan memasukkan data tersebut ke dalam tabel,

didapatkan sampel berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan sampel

[image:48.595.99.498.501.610.2]

laki-laki, dimana sampel perempuan 12 orang (70,6%) dan laki-laki 5 orang (29,4%).

Tabel 5.1.Distribusi berdasarkan jenis kelamin pada penderita schwannoma

n %

Laki-Laki 5 29,4

Perempuan 12 70,6

Total 17 100.0

5.1.2. Umur

Terhadap sampel dilakukan klasifikasi umur berdasarkan dekade kehidupan. Kejadian

Schwannoma memiliki frekuensi kejadian terbanyak pada kelompok umur 40 – 50 tahun

(49)
[image:49.595.94.503.151.288.2]

Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan umur pada penderita schwannoma

Kelompok Umur n %

40-50 9 52,9

51-60 5 29,4

61-70 3 17,6

Total 17 100.0

5.1.2. Suku

Berdasarkan suku, didapati Suku terbanyak adalah suku Aceh dan Batak,

masing-masing memiliki frekuensi sebesar 5 orang (29,4%), diikuti oleh suku Tionghoa sebesar 4

orang (23,5%), dan suku Jawa sebesar 3 orang (17,6%).

Tabel 5.3. Distribusi berdasarkan suku pada penderita schwannoma

Suku n %

Aceh 5 29,4

Batak 5 29,4

Tionghoa 4 23,5

Jawa 3 17,6

[image:49.595.99.498.459.624.2]
(50)

5.2. HASIL BERDASARKAN IMUNOHISTOKIMIA S100

5.2.1. Distribusi Pewarnaan S100 pada schwannoma

Berdasarkan hasil imunohistokimia S100 protein, didapati frekuensi terbanyak adalah

+++ sebesar 12 kasus (70,6%), diikuti oleh + sebesar 3 kasus (17,6%), ++ sebesar 1 kasus

[image:50.595.105.496.259.422.2]

(5,9%), dan – sebesar 1 kasus (5,9%).

Tabel 5.4. Distribusi pewarnaan S100 pada Schwannoma

Imunohistokimia S100 Protein n %

+++ 12 70,6

+ 3 17,6

++ 1 5,9

- 1 5,9

Total 17 100.0

5.2.2. Distribusi Pewarnaan S100 dengan Jenis Kelamin

Dari jenis kelamin laki-laki, 1 orang menunjukkan intensitas pewarnaan +, 1 orang

menunjukkan intensitas pewarnaan ++, dan 2 orang menunjukkan intensitas pewarnaan +++.

Sedangkan jenis kelamin perempuan, 1 orang tidak mnunjukkan intensitas pewarnaan S100,

2 orang menunjukkan intensitas pewarnaan +, dan 10 lainnya menunjukkan intensitas

(51)
[image:51.595.62.522.99.227.2]

Tabel 5.5 Distribusi Pewarnaan S100 dengan Jenis Kelamin

S100 Total %

Negatif + ++ +++

Jenis Kelamin Laki-laki 0 1 1 2 4 23.5

Perempuan 1 2 0 10 13 76.4

Total 1 3 1 12 17

5.2.3. Distribusi pewarnaan S100 dengan usia

Berdasarkan usia 40-50 tahun, 1 orang menunjukkan intensitas pewarnaan +, 1 orang

menunjukan intensitas ++, dan 7 orang menunjukkan intensitas +++. Berdasarkan usia 51-60

tahun, 1 orang menunjukkan intensitas +, dan 4 orang menunjukkan intensitas +++.

Berdasarkan usia 61-70 tahun, 1 orang menunjukkan intensitas -, 1 orang menunjukkan

intensitas +, dan 1 orang menunjukkan intensitas +++.

Tabel 5.6. Distribusi pewarnaan S100 dengan usia

S100 Total %

Negatif +1 +2 +3

Usia 40 – 50 0 1 1 7 9 52.9

51 - 60

61 – 70

0 1 1 1 0 0 4 1

5 29.4

3 17.64

[image:51.595.64.536.469.648.2]
(52)

5.2.4. Distribusi pewarnaan S100 dengan suku

Berdasarkan suku penderita, pada suku Aceh, 1 orang menunjukkan intensitas

pewarnaan +, dan 4 orang menunjukkan intensitas +++. Pada suku Batak, 2 orang

menunjukkan intensitas +, dan 3 orang menunjukkan intensitas +++. Pada suku Jawa tahun, 3

orang menunjukkan intensitas +++. Pada suku Tionghoa, 1 orang menunjukkan intensitas -, 1

[image:52.595.65.526.292.483.2]

orang menunjukkan intensitas ++, dan 2 orang menunjukkan intensitas +++.

Tabel 5.7. distribusi pewarnaan S100 dengan suku

S100 Total %

Negatif +1 +2 +3

Suku Aceh 0 1 0 4 5 29.4

Batak Jawa Tionghoa 0 0 1 2 0 0 0 0 1 3 3 2 5 29.4

3 17.64

4 23.5

(53)

BAB 6

PEMBAHASAN, SIMPULAN DAN SARAN

6.1PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 17 sampel bahan makroskopis tumor yang telah

didiagnosa Schwannoma secara histopatologi. Dari 17 sampel ini, satu sampel mengalami

kerusakan pada saat pemotongan dan pembuatan blok parafin. Seluruh sampel ini kemudian

dilakukan pemeriksaan imunohistokimia S100 guna mendeskripsikan gambara S100 pada

Schwannoma.

Dari keseluruhan sampel diadapat sampel pria berjumlah 5 0rang dan wanita

berjumlah 12 orang. Hal ini berarti bahwa wanita lebih cenderung 2 kali lipat terkena

schwanoma dibandingkan pria. Hal ini sesuai dengan teori dimana Arthur, dkk dalam

penelitiannya menyatakan bahwa schwanoma dijumpai lebih banyak pada wanita dan pada

rentang usia 20-50 tahun. Dari penelitan ini juga diperoleh hasil bahwa usia terbanyak

penderita schwanoma ialah usia lima puluh tahunan. Akan tetapi beberapa literatur juga

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap insidensi schwanoma.

Begitu juga dengan suku, dari penelitian ini tidak bisa diambil kesimpulan bahwa ada suatu

suku dimana insidensi meningkat pada suku tersebut karena sampel penelitian ini sedikit.

Setelah dilakukan pemeriksaan S100 pada 17 sampel jaringan Schwannoma didapat

hasil 12 sampel (70.6%) positif tiga, 1 sampel positif dua (5.9%), 3 sampel positif satu

(17.6%) dan 1 sampel negatif. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua schwanoma

memberikan gambaran positif pada pemeriksaan S100. Hal ini tidak sesuai dengan teori

(54)

menegakkan diagnosa pasti schwanoma. Hal ini mungkin terjadi akibat dari persiapan

(55)

6.2 KESIMPULAN

• Didapatkan sampel berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan

sampel laki-laki, dimana sampel perempuan 12 orang (70,6%) dan laki-laki 5 orang

(29,4%).

• Terhadap sampel dilakukan klasifikasi umur berdasarkan dekade kehidupan. Kejadian

Schwannoma memiliki frekuensi kejadian terbanyak pada kelompok umur 40 – 50

tahun sebanyak 9 orang (52,9%).

• Berdasarkan suku, didapati Suku terbanyak adalah suku Aceh dan Batak,

masing-masing memiliki frekuensi sebesar 5 orang (29,4%), diikuti oleh suku Tionghoa

sebesar 4 orang (23,5%), dan suku Jawa sebesar 3 orang (17,6%).

• Setelah dilakukan pemeriksaan S100 pada 17 sampel jaringan Schwannoma didapat

hasil 12 sampel (70.6%) positif tiga, 1 sampel positif dua (5.9%), 3 sampel positif satu

(17.6%) dan 1 sampel negatif. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua schwanoma

(56)

6.3 SARAN

• Perlu dilakukan suatu penelitian serupa dengan jumlah sampel yang jauh lebih besar

agar didapat hasil yang lebih bermakna mengenai gambaran S100 pada schwanoma,

juga agar diidapat hubungan antara suku dengan insidensi schwanoma.

• Penelitian lanjutan disarankan dilakukan dengan melibatkan banyak pusat kesehatan

yang memiliki faslitas pemeriksaan histopatologi yang akurat serta pemeriksaan

(57)

DAFTAR PUSTAKA

AB Sangtec Medical; Sangtec 100 IRMA. 2000. Immunoradiometric assay for the

quantification of S100B. Instruction for use.

Arthurs B.J, Fairbanks R.K, Demakas J.J, Lamoreaux W.T, Giddings N.A, Mackay A.R,et al.

2011.A Review Of Treatment Modalities For Vestibular Schwannoma. Springer-Verlag.

Carney J: Psammomatous melanotic Schwannoma. A distinctife, heritable tumor with special

associatons, including cardiac myxoma and the Cusching syndrome. Am J Surg Pathol

1990;14:206-222

Cetinkal A, Atabey EC, Kaya ES, et al.2009. Intraosseous Schwannoma of thoracic 12

vertebra without spinal canal involvement. Eur Spine J;18(Suppl 2):S236-S239

Carrier M, Denault A, Lavoie J, Perrault LP. 2006.Randomized controlled trial of pericardial

blood processing with a cell-saving device on neurologic markers in elderly patients

undergoing coronary artery bypass graft surgery. Ann Thorac Surg. 2006;82:51–55.

De Verdelhan O, haegelen C, carsin-Nicol B, Riffaud L, Amlashi SF, Brassier G, Carsin M,

Morandi X. MR imaging features of spinal Schwannoma and meningiomas. J Neuroradiol

2005;32(1):42-49

Donato R. Intracellular and extracellular roles of S100 proteins. Microsc Res Tech.

2003;60

Ehlermann P, Remppis A, Guddat O, et al. Right ventricular upregulation of the Ca(2+)

binding S100A1 in chronic pulmonary hypertension. :540–551.

Biochim Biophys Acta. 2000;1500

Florio P, Marinoni E, Di Iorio R, et al. Urinary S100B protein concentrations are increased in

intrauterine growth-retarded newborns.

:249–

255.

Pediatrics. 2006;118

(58)

Systematic Review Of Clinical And Cost-Effectiveness And Natural History. Health

Technology Assessment2009; Vol. 13: No. 18

Ikura M. Calcium binding and conformational response in EFhand proteins. Trends Biochem

Sci. 1996;21:14–17

Koh JS, Chang UK, Kim SH. Intradural Extramedullary Benign Tumors. In: Kim DH, ed.

Tumors of the spine, 1st edn. Philadelphia: Elsevier 2008;51-70.

Marenholz I, Heinzman CW, Fritz G. S100 protein in mouse and man: from evolution to

function and pathology. Biochem Biophys Res Commun. 2004;322

Mauricio A.B, Selaimen C.M, Chaves K.D, Bisi M.C, Grossi M.L. Vestibular Schwannoma

(Acoustic Neuroma) Mimicking Temporomandibular Disorders: A Case Report. J. Appl Oral

Sci. 2006;14(6):476-81

:1111–1122.

Michaels L. Vestibular Schwannoma .In: Leon Barnes(Ed). World Health Organization

.Classification Of Tumours : Pathology And Genetic Head And Neck Tumor.

Zurich,Switzerland.IARC press .2005 : 351-361

Moore BW. A soluble protein characteristic of the nervous system. Biochem Biophys Res

Commun. 1965;19

Osborn A.G.2004.Diagnostic Imaging Brain. First Edition.University of Utah School Of

Medicine.

:739–744

Donato, R.2007.RAGE: a single receptor for several ligands and different cellular responses:

the case of certain S100 proteins, Curr. Mol. Med. 7 (2007) 711–724.

Ponath G, Schettler C, Kaestner F, et al. Autocrine S100B effects on astrocytes are mediated

via RAGE. J Neuroimmunol. 2007;184:214–222.

Santamaria–Kisiel L, Rintala–Dempsey AC, Shaw GS. Calcium dependent and independent

interactions of the S100 protein family. Biochem J. 2006;396:201–214

Scaccianoce S, Del Bianco P, Pannitteri G, Passarelli F. Relationship between stress and

(59)

Sedaghat F, Notopoulos A. S100 protein family and its application in clinical practice.

Hippokratia. 2008 Oct-Dec; 12(4): 198–204.

Semov A, Moreno MJ, Onichtchenko A, et al. Metastasis-associated S100A4 induces

angiogenesis through interaction with Annexin II and accelerated plasmin formation. J Biol

Chem. 2005;280

Springborg J.B, Poulsgaard L, Thomsen J. Nonvestibular Schwannoma tumor in the

cerebellopontine angle. Skull base.2008;18(4):217-227 :20833–20841.

The IRSA (International Radiosurgery Association).Radiosurgery Practice Guideline

Initiative : Vestibular Schwannomas Original Guideline.2006

Steiner J, Bernstein HG, Bielau H, et al. Evidence for a wide extra-astrocytic distribution of

S100B in human brain. BMC Neurosci. 2007;8:2

Valsavasori. Internal auditory canal and acoustic scwannoma.I

Gambar

Tabel 2.1. Hubungan antara anggota S100 protein family dengan beberapa jenis   kanker
Tabel 5.1.Distribusi berdasarkan jenis kelamin pada penderita schwannoma
Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan umur pada penderita schwannoma
Tabel 5.4. Distribusi pewarnaan S100 pada Schwannoma
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan oleh Lorthioir pada tahun 1958. Fungsi operasi biasanya bertujuan melonggarkan jalan bagi tendon yaitu dengan cara

 J' Imam Sa*+&#34; No ,- Sem&amp;u.. 

darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada siswa kelas IV SDN 2 Bojong dalam dua siklus, setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan, maka dapat

• Bahwa saksi mengetahui pemohon dan termohon adalah suami istri yang telah menikah sekitar bulan Desember 2006 di Kabupaten Lombok Barat karena saksi turut

Penurunan kadar lemak dikarena adanya peningkatan bakteri asam laktat yang ditunjukan dengan turunnya nilai pH, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase

Dari hasil penelitian dan tindakan yang telah dilakukan dan diterapkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode jarimatika dengan menggunakan pendekatan CTL

3) Nilai anda tambahkan dan kurangi oleh standar deviasi dari hasil try out terakhir, itulah nilai maksimal dan minimal yang ada dapatkan pada saat ini. Jika nilai anda 40 pada