NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DALAM CERITA TUANKU KERAMAT SYEKH BURHANUDDIN DI NAGARI ULAKAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : RAMLI RAHMAT EFENDI
NIM : 110702001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU
MEDAN
2015
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Segala puji dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat
beserta salam semoga terlimpah kepada Baginda Rasulullah SAW, sang pencerah
seluruh semesta, pembawa ajaran kebenaran di atas muka bumi ini.
Skripsi ini berjudul “Nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin di Nagari Ulakan.” Penulis berharap penelitian ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan terhadap pengkajian sastra khasnya kajian budaya.
Berdasarkan dengan harapan semoga dapat memperkaya apresiasi dan kritik sastra
daerah yang ada di indonesia, khususnya daerah Melayu.
Dalam proses penulisan skripsi ini, ternyata tidak semudah yang dibayangkan.
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, banyak
kekurangan-kekurangan yang terjadi didalamnya. Oleh karena itu, jika penulisan skripsi ini
akhirnya dinyatakan selesai, melainkan atas bantuan semangat dari berbagai pihak.
Medan, Mai 2015
Penulis
Ramli Rahmat Efendi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 kajian Yang Relevan ... 5
2.2 Kosmologi Masyarakat Nagari Ulakan ... 6
2.2.1 Sistem Kepercayaan dan Agama ... 6
2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Nagari Ulakan ... 7
2.2.3 Sosial Budaya Masyarakat Nagari Ulakan ... 11
2.3 Letak Geografis nagari Ulakan ... 16
2.4 Intelektual Kesusastraan Tradisi Melayu ... 17
2.5 Pendekatan Sejarah Sastra ... 19
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian ... 21
3.3 Instrumen Penelitian ... 22
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.4.1 Teknik Observasi ... 24
3.4.2 Teknik Kuesioner ... 26
3.4.3 Teknik Dokumentasi ... 26
3.5 Teknik Analisis Data ... 27
3.5.1 Pengumpulan Data ... 27
3.5.2 Reduksi Data ... 27
3.5.3 Sajian Data ... 28
3.5.4 Penarikan Kesimpulan ... 29
BAB IV PERSEPSI MASYARAKAT DI NAGARI ULAKAN TERHADAP CERITA TUANKU KERAMAT SYEKH BURHANUDDIN 4.1 Hasil Taburan dan Jawaban ... 30
4.1.1 Latar Belakang Responden ... 30
4.1.2 Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ... 32
4.1.3 Persepsi Perihal Hakikat Hidup ... 33
4.1.4 Persepsi Perihal Hakikat Kerja ... 36
4.1.5 Persepsi Perihal Waktu ... 39
4.1.6 Persepsi Terhadap Alam ... 40
4.1.7 Persepsi Hakikat Hubungan Hubungan Sesama Manusia ... 42
4.2. Teks Cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ... 51
5.1.1 Bahasa ... 69
5.1.2 Tema ... 69
5.1.3 Latar ... 72
5.2 Nilai-nilai Kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ... 82
5.2.1 Mampu mengalahkan seekor harimau ... 85
5.2.2 Melanjutkan Perjuangan Gurunya Walaupun Mendapat Tantangan Dari Masyarakat ... 86
5.2.3 Memiliki Tanda-tanda Untuk Menjadi Khalifah ... 88
5.2.4 Kepatuhan Seorang Murid Pada Gurunya ... 89
5.2.5 Mampu Menjaga Amanah Dari Gurunya ... 89
5.2.6 Menyebrangi Laut dengan Sehelai Tikar Pandan ... 90
5.2.7 Membentuk Gelar-gelar Pada Masyarakat Nagari Ulakan ... 91
5.2.8 Pernyataan Etos Masyarakat ... 96
5.2.9 Sebagai Perwujudan Sikap dan Pegangan Hidup ... 99
5.2.10 Sebagai gambaran Cara hidup ... 99
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 102
6.2 Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 106
LAMPIRAN I Daftar Tanya ... 108
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra sebagai bagian dari sebuah kebudayaan suatu kelompok masyarakat,
merupakan gambaran dari berbagai kaidah dan aktivitas sosial yang berlaku dan terjadi
dalam kehidupan masyarakat dimana karya itu diciptakan. Setiap aktivitas sosial yang
terdapat pada masyarakat selalu direkam dan dijadikan bahan bagi seorang pengarang
untuk dituangkan ke dalam karya sastra. Aktivitas-aktivitas yang terekam dan tergambar
di dalam karya sastra adalah ekspresi atau refleksi dari realita yang ada di sekitar karya
tersebut.1
Karya sastra merupakan suatu karya imajinatif dari seorang yang dilandasi
kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Karya sastra juga
banyak memberikan gambaran kehidupan, khususnya tentang nilai-nilai patriotisme dan
heroisme seseorang yang dianggap keramat. Oleh karena itu, banyak karya sastra tradisi
yang mengungkapkan yang berkaitan dengan sejarah.2
Sejarah secara umum diartikan sebagai suatu peristiwa yang terjadi pada masa
lalu, lalu ditulis atau direkam dalam ingatan. Dalam penulisan suatu peristiwa yang
berlaku di dalam masyarakat selalu ditulis dalam bentuk cerita.
1 Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Cetakan Kedua. Jakarta: Pustaka
Jaya Girimukti Pusaka. Hal 103
karya sastra yang bercorak sejarah dalam kesusasteraan, baik pilihan kata,
peristiwa latar dan tokoh-tokohnya selalu dianggap suci oleh masyarakat sebagai
pendukung cerita tersebut. Ruang lingkup karya sastra yang bercorak sejarah
pengungkapan nilai manusia, tempat dan waktu.
Berdasarkan pengamatan awal peneliti yang dilaksanakan pada cerita Keramat
Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan, masyarakat mengetahui dan memahami bahwa
karya sastra dapat mengungkapkan sejarah dan nilai serta norma-norma seperti nilai
patriotisme dan kepahlawanan. Masyarakat juga mempercayai dalam cerita Tuanku
Keramat Syekh Burhanuddin nilai-nilai kepahlawananya sangat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ia tidak terlepas dari realita sosial
pendukungnya. Bahkan merupakan refleksi dari nilai-nilai kepercayaan masyarakatnya.3
3 Tuanku kali Ali Imbran, Wawancara, Korong Ganting Tangah Padang, Selasa, 10 Februari 2015
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah pada
hakekatnya mencakup nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin
yang ada pada masyarakat Kabupaten Padang Pariaman Kecamatn Ulakan Tapakis
Nagari Ulakan. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sikap masyarakat tentang cerita Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin di Nagari Ulakan?
2. Bagaimana struktur cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari
Ulakan?
3. Bagaimana nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam cerita Tuanku
Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan keberadaan cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di
Nagari Ulakan.
2. Mendeskripsikan struktur cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di
Nagari Ulakan.
3. Mendeskripsikan nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam cerita
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memperkenalkan nilai-nilai sejarah dalam karya sastra.
2. Untuk menjadi rujukan kepada peneliti selanjutnya.
3. Menjadi tambahan pengetahuan tentang sejarah Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin.
4. Menambah pembendaharaann kajian terhadap budaya dan sastra, khususnya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Yang Relevan
Syekh Burhanuddin merupakan tokoh yang sangat populer di Minangkabau. Hal
ini terkait dengan kontribusi dan perjuangannya sebagai pelopor islamisasi di tanah
Minangkabau. Dalam berbagai literatur, kajian mengenai Syekh Burhanuddin sudah
ramai diperbincangkan, tetapi masih banyak terjadi kesimpangsiuran masalah angka
tahun, sehingga kronologi sejarah tidak akurat, berikut ini beberapa literatur yang
membahas mengenai Syekh Burhanuddin yang sudah penulis temui, antara lain:
Syekh Burhanuddin dan Islamisasi di Minangkabau (Syarak Mandaki Adat
Manurun), yang ditulis oleh Duski Samat dan diterbitkan oleh The Minangkabau
Foundation di Jakarta tahun 2002. Buku ini terdiri dari 230 halaman. Penulis buku ini
lebih banyak membahas mengenai budaya masyarakat Minangkabau yang muncul
setelah Syekh Burhanuddin wafat, salah satunya yaitu budaya bersafa.4 Pembahasannya
yang menonjol mengenai perjanjian bukit Marapalam, secara umum yang menyangkut
islamisasi di Minangkabau.
Tarekat Syatariah di Minangkabau, yang ditulis oleh Oman Faturrahman,
diterbitkan oleh Prenada Media Group di Jakarta tahun 2008, terdiri dari 172 halaman.
Tulisan ini membahas mengenai pemikiran tarekat Syatariah yang dibawa oleh Syekh
4 Pergi melayat ke makam Syekh Burhannuddin yang dilakukan setiap bulan safar oleh para jamaah
Burhanuddin dari Aceh. Penelitian ini hanya sedikit membahas mengenai riwayat
Syekh Burhanuddin dan islamisasi di Minangkabau.
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Islam di Minangkabau (1969),
mengupas peranan Syekh Burhanuddin sebagai tokoh yang mengembangkan ajaran
Islam, yang perpusat di Ulakan. Syekh Burhanuddin adalah seorang ulama sekaligus
pelopor islamisasi di Minangkabau. Buku ini membahas riwayat Syekh Burhanuddin
dan kontribusinya dalam islamisasi di Minangkabau.
2.2 Kosmologi Masyarakat Nagari Ulakan
2.2.1 Sistem Kepercayaan dan Agama
Masyarakat Ulakan beragama Islam, maka bila ada orang Ulakan yang tidak
memeluk agama Islam adalah suatu keganjilan yang mengherankan, walaupun
kenyataannya ada sebagian yang tidak patuh menjalankan syari'at-syari'atnya.
Masyarakat desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup
ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing (santet), yaitu menghantarkan racun melalui udara.
Upacara-upacara adat di Ulakan meliputi :
1. Upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup manusia,
seperti:
a. Upacara Turun Tanah/Turun Mandi adalah upacara bayi menyentuh tanah
pertama kali,
b. Upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali.
2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Nagari Ulakan
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang Ulakan pada umumnya mengaku
berasal dari Darek (pusat alam Minangkabau). Orang yang tidak bisa menunjukan
dimana daerah Darek asal muasal nenek moyangnya berarti bukan asli orang Ulakan,
sebab Ulakan itu rantau, setiap rantau jelas ada Dareknya. Kepastian asal-usul Darek
seseorang juga menjadi persyaratan untuk menentukan status sosialnya dalam tatanan
kemasyarakatan. Bahkan raja, penghulu, dan datuk-datuk yang sekarang memegang
jabatan secara turun-temurun juga harus bisa menjelaskan dimana sumber Dareknya.
Dari sini jelas betapa keterkaitan dan ketersambungan hubungan antara Darek dan
rantau sangat penting.
Suku tertua diyakini yang dianggap membuka dan merintis nagari, menebang
hutan, membuka daerah baru pada sekitar abad XII M adalah suku Panyalai (Chaniago)
dan suku Koto. Dari kedua suku asal ini ada “orang tua yang berempat”yang memiliki
kedudukan khusus di tengah-tengah masyarakat. Empat suku lainnya merupakan
belahan, ada juga yang menyebut orang yang datang kemudian, yaitu suku Sikumbang
dan Tanjung belahan atau mengisi adat pada suku Koto dan suku Jambak, sedangkan
suku Guci belahan atau mengisi adat pada suku Panyalai (Chaniago).
Pemuka adat Ulakan dan tokoh masyarakat menuturkan bahwa Nagari Ulakan
sebagai daerah rantau bagi pusat kerajaan Minangkabau telah lama dikenal terutama
sejak kehadiran Syekh Burhanuddin abad ke-17 M. Atau ke-12 H. Nama Nagari Ulakan
ini kemudian menjadi pusat perhatian setelah Syekh Burhanuddin mengembangkan
agama Islam serta mendirikan surau sebagai pusat pendidikan Islam di Minangkabau
Bila dilihat dari asal muasal Nagari Ulakan yang dirintis oleh nenek moyang
orang Koto dan Panyalai maka dapat disimpulkan bahwa daerah Ulakan sama dengan
daerah Pesisir Barat pulau Sumatera sudah dikenal pedagang asing (Arab, Cina,
Portugis dan terakhir Belanda) sejak dulu. Ada informasi menyebutkan bahwa jauh
sebelum datang ke Pesisir Pantai barat pulau Sumatera ini sudah berkembang juga
agama Hindu dan Budha. Bukti pengaruh agama Hindu dan Budha pernah ditemukan
dari arsitektur rumah ibadah (surau) di Pariaman dan sekitarnya yang berbentuk pura,
dengan atap lancip ke atas. Begitu juga bahasa ibadah yang digunakan masih
menggunakan sebutan Hindu misalnya kata shalat dengan sembahyang. Lebih-lebih lagi
dikalangan tradisionil masih ada yang menggunakan stanggi untuk tempat kemenyan
yang akan dibakar ketika mendo’a. Kemenyan dan alat yang berhubungan ritual tesebut
masih menjadi budaya keagamaan masyarakat Ulakan dan golongan yang terpengaruh
dengan paham itu.
Adat nagari Ulakan terbagi kepada 4 bagian disebut Adaik nan ampek (adat yang empat) yaitu:
1. Adat yang sebenarnya adat (Adaik nan sabana Adaik)
Adat ini merupakan adat yang paling utama yang tidak dapat dirubah sampai
kapanpun dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat nagari Ulakan, tidaklah
bisa dikatakan dia orang Ulakan apabila tidak melaksanakan Adat ini dan akan
dikeluarkan dia dari orang Ulakan apabila meninggalkan adat ini, adat ini yang paling
prinsip adalah bahwa seorang Ulakan wajib beragama Islam dan akan hilang
2. Adat yang di adatkan (Adaik nan diadaikkan)
Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam
tatanan Adat nagari Ulakan dari zaman dulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian
yang amat dalam dan sempurna oleh para nenek moyang orang Ulakan dizaman dulu,
contohnya yang paling prinsip dalam adat ini adalah adalah orang Ulakan wajib
memakai kekerabatan Matrilineal mengambil pesukuan dari garis ibu dan nasab
keturunan dari ayah, makanya ada Dunsanak (persaudaraan dari keluarga ibu) dan
adanya Bako (persaudaraan dari keluarga ayah), Memilih dan atau menetapkan
Penguhulu suku dan Ninik mamak dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari
ampek suku asal (empat suku asal) Koto Piliang, Bodi, Caniago atau berdasarkan
pecahan suku nan ampek tersebut, menetapkan dan memlihara harta pusaka tinggi yang
tidak bisa diwariskan kepada siapapun kecuali diambil manfaatnya untuk anak
kemenakan, seperti sawah, ladang, hutan, pandam pakuburan, rumah gadang dll.
Kedua adat diatas disebut Adaik nan babuhua mati (Adat yang diikat mati) dan
inilah disebut Adat, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan
berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh
Agama, tokoh Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh
dirubah-rubah lagi oleh siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut Nan indak lakang dek
paneh nan indak lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati
(Yang tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut
tidak mati). Kedua adat ini juga sama diseluruh daerah dalam wilayah Nagari Ulakan
tidak boleh ada perbedaan karena inilah yang mendasari adat di Nagari Ulakan itu
3. Adat yang teradat (Adaik nan Taradaik)
Adat ini adanya karena sudah teradat dari zaman dahulu dia adalah ragam
budaya di beberapa daerah di nagari ulakan yang tidak sama masing-masing daerah,
adat ini juga disebut dalam istilah Adaik salingka nagari (adat selinkar daerah). Adat ini
mengatur tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu Nagari dan iteraksi antara satu suku
dan suku lainnya dalam nagari itu yang disesuaikan dengan kultur didaerah itu sendiri,
namun tetap harus mengacu kepada ajaran agama Islam. Adat ini merupakan
kesepakatan bersama antara Penguhulu Ninik mamak, Alim ulama, cerdik pandai,
Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari di nagari Ulakan, yang disesuaikan
dengan perkembangan zaman memakai etika-etika dasar adat Minangkabau namun
tetap dilandasi ajaran Agama Islam.
4. Adat istiadat (Adaik Istiadaik)
Adat ini merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturrahim, berkomunikasi,
berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat nagari Ulakan seperti acara pinang
meminag, pesta perkawinan dll, adat inipun sama dalam wilayah nagari Ulakan, adat
inipun disebut Adaik nan babuhua sintak (adat yang tidak diikat mati) dan inilah yang
namakan Istiadat, karena ia tidak diikat mati maka ia boleh dirubah kapan saja
diperlukan melalui kesepakatan Penghulu Ninik Mamak, Alaim Ulama, Cerdik Pandai,
Bundo Kanduang dan pemuda yang disesuaikan dengan perkembangan zaman namun
acuannya adalah sepanjang tidak melanggar ajaran Adat dan ajaran Agama Islam,
sehingga disebut dalam pepatah adat maso batuka musim baganti, sakali aie gadang
2.2.3 Sosial Budaya Masyarakat Nagari Ulakan
Ulakan adalah nama sebuah Nagari yang terletak dalam sebuah wilayah
pemerintahan terendah kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman. Secara
geografis daerah ini berada dalam daratan rendah dengan kawasan pantai yang cukup
luas di pinggir Samudera Indonesia. Iklim cuaca yang baik di daerah pinggir pantai
menjadikan mata pencaharian utama penduduknya sebagai nelayan, di samping itu juga
ada sebagian kecil yang bertani. Tetapi, juga tidak sedikit anak Nagari Ulakan yang
berada di perantauan.
Masyarakat Nagari Ulakan menganut sistem kekerabatan matrilineal. Sistem
matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu
masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak
laki-laki atau perempuan merupakan garis keturunan dari perkauman ibu. Ayah tidak
dapat memasukkan anaknya ke dalam sukunya sebagaimana yang berlaku dalam sistem
patrilineal. Dengan kata lain seorang anak di Ulakan akan mengikuti suku ibunya.
Segala sesuatunya diatur menurut garis keturunan ibu. Tidak ada sanksi hukum
yang jelas mengenai keberadaan sistem matrilineal ini, artinya tidak ada sanksi hukum
yang mengikat bila seseorang melakukan pelanggaran terhadap sistem ini. Sistem ini
hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku
rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun demikian, sejauh manapun sebuah
penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan
peranan perempuan itu sendiri.
Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat
pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah
ladang.
Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara
dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat
penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan
adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan
kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak.
Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui sebuah prosedur
apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat
menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta
pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan
mempertahankannya.
Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan
minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau
menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan
emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem
matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan.
Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam
posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam
perkauman, baik pengaturan pemakaian maupun pembagian harta pusaka. Perempuan
sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak
Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus
dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. Adapun peranan laki-laki di minangkabau
terbagi atas:
Sebagai Kemenakan
Di dalam kaumnya seorang laki-laki berawal sebagai kemenakan. Sebagai
kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk
mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya. Oleh karena
itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari
untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya. Dalam kaitan ini, peranan
surau menjadi penting, karena surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu
baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut.
Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako.
anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok:
a. Kemenakan di bawah daguak
Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari
mamaknya
b. Kemenakan di bawah pusek
Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah
daguak tidak ada (punah).
c. Kemenakan di bawah lutuik
Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan
Sebagai Mamak
Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan
bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu
harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya
anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau
tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu
penghulu kaum
Sebagai Penghulu
Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar
kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban
menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak
terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya. Setiap
laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta
pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual,menggadai atau menjadikan
milik sendiri). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di
dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya:
Tagak badunsanak mamaga dunsanak
Tagak basuku mamaga suku
Tagak ba kampuang mamaga kampuang
Peranan Laki-laki di Luar Kaum
Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau penghulu,
seorang anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia mempunyai peranan lain
sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta
pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam
kaum suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal,
termasuk perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak. Di dalam
kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando (semenda). Sumando ini di dalam
masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa kategori;
a. Sumando ninik mamak
Artinya, sumando yang dapat ikut memberikan ketenteraman pada kedua kaum;
kaum istrinya dan kaumnya sendiri. Mencarikan jalan keluar terhadap sesuatu persoalan
dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih berperan sebagai seorang yang arif dan
bijaksana.Sikap ini yang sangat dituntut pada peran setiap sumando di minangkabau.
b. Sumando kacang miang
Artinya, sumando yang membuat kaum istrinya menjadi gelisah karena dia
memunculkan atau mempertajam persoalan-persoalan yang seharusnya tidak
dimunculkan.Sikap seperti ini tidak boleh dipakai.
c. Sumando lapik buruk
Artinya, sumando yang hanya memikirkan anak istrinya semata tanpa peduli
sumando apak paja, yang hanya berfungsi sebagai tampang atau bibit semata. Sikap
seperti ini juga tidak boleh dipakai dan harus dijauhi. Sumando tidak punya kekuasan
apapun di rumah istrinya.
2.3 Letak Geografis Nagari Ulakan
Nagari Ulakan sebagai sebuah wilayah pemerintahan terendah memiliki
batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara berbatas-batas dengan Kecamatan Nan Sabaris Pauh
Kambar. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Batang Anai Pasar Usang.
Sebalah Barat berbatas dengan Samudera Indonesia. Sebelah Timur berbatas dengan
Kecamatan Perwakilan Lubuk Alung di Sintuk.
Letaknya yang begitu srategis menjadikan daerah ini sebagai jalur perlintaskan
bagi orang yang akan menuju Ibu Kota Kabupaten Padang Pariaman. Lebih-lebih lagi,
jalur jalan sebagai penghubung antara daerah sekitarnya cukup baik dan beraspal,
sehingga arus transportasi antar daerah relatif lancar dan mudah dijangkau dari berbagai
tempat. Nagari Ulakan mempunyai luas wilayah 4.150 Ha yang terdiri dari tanah
persawahan 1.810 Ha, sawah tadah hujan/ladang 652 Ha, perkebunan rakyat 823 Ha,
perumahan dan prasarana sosial 777 Ha, jalan 57 Ha dan laim-lain 33 Ha.
Penduduk kecamatan Ulakan Tapakis berjumlah 18.497 orang yang terdiri dari
3.709 kepala keluarga dengan perimbangan 8.596 perempuan dan 9.901 laki-laki.
Jumlah laki-laki yang lebih banyak dari perempuan berdasarkan data tersebut pada
umumnya terdiri dari para lanjut usia (lansia) yang biaya hidupnya sehari-hari dikirim
membantu ekonomi keluarga dengan berdagang kecil-kecilan di Pasar Ulakan tempat
ramainya orang melakukan ziarah ke makam Syekh Burhanuddin.
Kecamatan Ulakan Tapakis sekarang dibagi menjadi 12 Korong dipimpin oleh
seorang Wali Korong yang lebih banyak hanya mengurus masalah administrasi
pemerintahan, sedangkan masalah sosial kemasyarakatan masih dipegang kuat oleh
pemilik wilayah atau kalangan ninik mamak (yang berbingkah tanah).
2.4 Intelektual Kesusastraan Tradisi Melayu
Tradisi keintelektualan Melayu dapat dilihat pada hasil-hasil kesusasteraan yang
terdiri dari bentuk lisan dan tulisan. Bentuk lisan dan tulisan berkembang secara
terus-menerus selaras dengan perkembangan zaman Melayu. Sastera lisan misalnya yang
diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui proses sosialisasi
anggota masyarakat ia menjadi satu unsur local genius kebijaksanaan di suatu tempatan,
ia juga memperlihatkan kekreatifan dan kebijaksanaan berfikir anggota masyarakatnya.
Bentuk-bentuk sastra lisan itu misalnya cerita penglipur lara, cerita jenaka, cerita
nasihat, cerita binatang, mitos, legenda, cerita asal-usul dan lain-lain. Bentuk-bentuk
ucapan lisan yang lain seperti pantun, peribahasa, simpulan bahasa, pepatah-petitih,
seloka, dan seumpamanya (yang kemudiannya didokumentasikan dalam bentuk tulisan),
menampakkan ciri-ciri akal budi dan kebijaksanaan orang Melayu menangani segala
sikap dan prilaku kehidupan yang dihasilkan oleh proses pengintelektualan orang
Suku Malayu atau Suku Melayu (Minang) adalah salah satu suku yang tergolong
banyak populasinya dalam kelompok suku Minangkabau. Suku Malayu sudah semenjak
lama diakui sebagai bagian dari suku bangsa Minangkabau itu sendiri. Mereka
menganut adat Minangkabau yang matrilineal, mempunyai pemuka-pemuka adat atau
penghulu yang disebut Datuk dan hidup bersuku-suku menurut garis ibu. Kalau mereka
ditanya, mereka tentu akan menjawab bahwa mereka adalah orang Minang atau orang
Padang, bukan orang Melayu di luar Minang seperti Melayu Riau, Melayu Jambi,
Melayu Bengkulu, Melayu Palembang, Melayu Malaysia dan Melayu-melayu lainnya.
Suku Malayu umumnya menganut adat Lareh Koto Piliang namun ada pula yang
memadukan kedua sistem adat di Minangkabau yaitu Lareh Koto Piliang dan Lareh
Bodi Caniago tergantung di nagari mana mereka tinggal.
Suku Melayu menyebar hampir ke seluruh wilayah Minangkabau baik luhak
(darek) maupun rantau. Di Sungai Pagu (Muara Labuh, Sangir dan sekitarnya), raja
alam dipegang oleh Suku Melayu dengan gelar Yang Dipertuan Raja Disembah. Di
Renah Indo Jati termasuk Inderapura, Tapan, Lunang, Silaut dan Mukomuko,
penduduknya juga mayoritas bersuku Malayu dengan berbagai pecahannya. Di Tanah
Datar, Sijunjung dan Pasaman, suku Mandailiang juga merupakan kerabat Suku
Malayu. Begitu pula di Solok, Suku Malayu juga tergolong mayoritas. Keluarga raja
Pagaruyung juga bersuku Malayu Kampung Dalam. Di beberapa daerah di
Minangkabau (luhak dan rantau), Suku Malayu disebut sebagai suku raja seperti di Air
Bangis, Lunang, Inderapura, Sungai Pagu dan Ampek Angkek (Agam).
Suku Malayu di Minangkabau awalnya berasal dari Melayu luar wilayah
Minangkabau yang datang ke wilayah Minangkabau bersamaan dengan pemindahan
dan menerima pengakuan sebagai orang Minang sehingga mereka bersuku sebagaimana
suku-suku di Minangkabau. Dipercaya Suku Malayu dibawa dan didorong oleh
Adityawarman untuk menyebar ke seluruh wilayah Minangkabau bersama suku
Minangkabau lainnya.
2.5 Pendekatan Sejarah Sastra
Sejarah sastra adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis untuk
menginterprestasikan masa lampau. Walaupun data yang dianalisis sudah lewat namun
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menginterprestasikan atau memprediksikan kejadian
sekarang. Sebagai sumber data bagi penelitian sejarah adalah bahan-bahan rekaman.5
Secara umum dapat dimengerti bahwa sejarah sastra merupakan penelaahan dokumen
serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan
dilaksanakan secara sistematis. Dengan mempelajari sesuatu yang telah lampau para
sejarawan dapat memahami keadaan.
Sejarah sastra menitikberatkan kegiataannya dokumen hasil rekaman para ahli
dari berbagai bidang seperti ahli jurnalistik, ahli hukum, kedokteran, penulis buku
harian, hali fotografi dan ahli lain yang kadang-kadang bidang keahlian atau profesinya
tidak dipahami oleh sejarawan. Didalam menuliskan dokumennya tidak mustahil bahwa
para ahli tersebut telah memasukan kerancuannya yang berupa nilai, pendapat minat dan
perhatiannya. Dengan demikian fakta yang sebenarnya dapat saja ditambah atau
dikurangi berdasarkan atas latar belakang pribadinya itu.6
Penelitian sejarah biasanya didasarkan atas sumber yang bersangkutan yang
diklasifikasikan sebagai sumber Primer dan sekunder. Yang dapat dikatan sumber
primer adalah segala sumber yang direkam oleh peneliti yang hadir pada waktu
kejadian berlangsung. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang direkam oleh
peneliti yang mendapat cerita dari orang yang mengalami peristiwa tentang hal yang
dimaksud. Mengenai klasifikasi primer dan sekundernya sumber ini merupakan hal
yang sangat fital pagi peneliti sejarah satra. Mengingat sifatnya itu maka peneliti sejarah
sastra harus pandai-pandai memilih sumber. Peneliti sejarah adalah seorang kritikus
yang harus melakukan kritikannya secara eksternal maupun internal. Peneliti sejarah
hendaknya selalu menyadari kelemahan yang ada padanya yang berupa latar belakang
keahlian, pendapat, minat dan sebagainya.
Penelitian sejarah sastra adalah kegiatan penelitian yang membahas manusia
yang dilakukan secara sistematis untuk menginterprestasikan masa lampau, yang berarti
mengkaji Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan Sejarah Sastra untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Disain Penelitian
Disain penelitian atau dapat juga disebut metode penelitian adalah cara ilmiah
untuk memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Jadi setiap penelitian
yang dilakukan itu memiliki kegunaan serta tujuan tertentu. metode penelitian adalah
cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya
dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. 7
Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan
analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Hal ini
menyimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk mencapai kebenaran
dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna mencapai tujuan.8
Dengan demikian penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Naturalistik.
3.2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data
primer: pertama, sumber data berupa manusia yaitu masyarakat nagari Ulakan
kecamatan Ulakan Tapakis kabupaten Padang Pariaman. Kedua, sumber data berupa
suasana mencakup kehidupan sehari-hari, balai masyarakat, interaksi antara masyarakat
sekitar dan tempat berkumpul/kerumunan yang berpotensi akan informasi tantang
penelitian. Data skunder terdiri dari pertama, hasil penelitian dan tugas akhir
mahasiswa. Kedua, buku yang diterbitkan dan berkaitan dengan objek penelitian.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa
dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan
suatu persoalan. Jadi semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut
instrumen penelitian. Dalam suatu penelitian instrumen sangat memegang peranan yang
penting.9
Berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan
dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner berupa
pertanyaan. pertanyaan diberikan kepada masyarakat yang terkait seputar mengenai
nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syehk Burhanuddin di Nagari Ulakan yang
ada di kecamatan Ulakan Tapakis tersebut, pertanyaan ini berisi tentang pemaparan
9 Rendi Novrizal, S.s. 2014, Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Bela Diri Silat Lintau di
secara deskriptif Tuanku Keramat Syehk Burhanuddin tersebut, sedangkan angket
digunakan agar peneliti memperoleh tanggapan masyarakat.
Sugiono (2007 :26), menyebutkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian
jika memiliki wawasan yg luas tentang yang diteliti dan mampu pula menciptakan
rapport kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang diteliti. Sugiono juga
menyatakan peneliti juga dapat memilih cara memperoleh kejelasan data atau objek
penenlitian dengan caranya sendiri, seperti membuat daftar tanya. Namun, dalam
menafasir jawaban harus berorientasi kepada kejujuran dan keilmuannya. Artinya,
dengan membuat daftar tanya bukan mengacu pada penelitian kuantitatif. Melainkan
hanya untuk membuat opini dari informasi yang diperoleh melalui taburan jawaban.10
Selain itu, cara lain dapat juga dilakukan dengan menciptakan sesuatu untuk
membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial.
Dalam penelitian ini peneliti di samping menciptakan hubungan yang akrab juga
menyediakan daftar tanya kepada masyarakat yang dianggab mempunyai pemahamam
terhadap objek kajian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian sesuai dengan maksud tujuan teknik ini digunakan
untuk mendapat informasi yang diharapkan, lalu pengumpulan data dilakukan melalui
teknik sebagai berikut:
10 Arikunto Suharsimi, 2000, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rineka Cipta, hal.
3.4.1 Teknik Observasi
observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim
dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan
menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil
observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan
perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu
peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.11
Beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak
terstruktur, dan 3).observasi kelompok.12 Berikut penjelasannya:
1. Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian
informan.
2. Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa
menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan
pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
3. Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim
peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.
Observasi adalah studi yang sengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan
gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Teknik observasi yang
11 Gubah dan Lincoln, 1981, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Pt. Remaja Posda Karya, hal.
191-193.
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi dengan menerapkan pencatatan
berkala atau insidental record dimana pencatatan dilakukan menurut urutan kejadian dan
urutan waktu yang tidak dilakukan secara terus menerus melainkan pada waktu tertentu
dan mempunyai batas pula, pada jangka waktu yang ditetapkan untuk tiap-tiap kali
pengamatan.13
Peneliti menggunakan teknik observasi baik langsung maupun yang tidak
langsung yang didasari beberapa alasan sebagai berikut:
1. Banyak gejala yang dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya
akurat sulit dibantah.
2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya dengan cara observasi.
3. Kejadian yang serempak hanya dapat diamati dan dicatat secara serempak
pula dengan memperbanyak observer.
4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat
pengumpul data yang lain.
Berkaitan dengan jenis observasi yang digunakan peneliti menggunakan metode
observasi langsung yaitu di nagari Ulakan kecamatan Ulakan Tapakis kabupaten Padang
Pariaman, sedangkan yang dijadikan fokus observasi dalam penelitian ini adalah
nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syehk Burhanuddin di Nagari Ulakan.
3.4.2 Teknik Kuesioner
Daftar tanya berisi beberapa soal untuk masyarakat sebagai responden.
Pertanyaan-pertanyaan yang ada bertujuan memperoleh data tentang pandangan mereka
pada cerita dan nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dalam
kehidupan sehari-hari.
3.4.3 Teknik Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh
informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada
responden atau tempat, dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan
sehari-harinya.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih
kredibel/dapat dipercaya.14
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti
mengumpulkan data-data melalui pencatatan atau data-data tertulis yang ada di nagari
Ulakan kecamatan Ulakan Tapakis.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif memungkinkan dilakukan analisis data pada waktu
peneliti berada di lapangan maupun setelah kembali dari lapangan baru dilakukan
analisis. Pada penelitian ini analisis data telah dilaksanakan bersamaan dengan proses
pengumpulan data. Alur analisis mengikuti model analisis interaktif.15 Teknis yang
digunakan dalam menganalisis data meliputi empat komponen, yaitu 1) pengumpulan
data; 2) reduksi data; 3) sajian data; 4) penarikan simpulan (Verifikasi). Penjelasannya
sebagai berikut.
3.5.1 Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat
dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua bagian yaitu deskriptif dan reflektif.
Catatan deskriptif adalah catatan alami, (catatan tentang apa yang dilihat, didengar,
disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari
peneliti terhadap fenomena yang dialami). Catatan reflektif adalah catatan yang berisi
kesan, komentar, pendapat, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai, dan
merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
15Milles, M.B and Huberman, M.A, 1994, Qualitative Data Analysis, London, Sage Publication, 184,
3.5.2 Reduksi Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya dibuat reduksi data, guna memilih data yang
relevan dan bermakna, memfokuskan data yang mengarah untuk memecahkan masalah,
penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian. Kemudian
menyederhanakan dan menyusun secara sistematis dan menjabarkan hal-hal penting
tentang hasil temuan dan maknanya.
Pada proses reduksi data, hanya temuan data atau temuan yang berkenaan
dengan permasalahan penelitian saja yang direduksi. Sedangkan data yang tidak
berkaitan dengan masalah penelitian dibuang. Dengan kata lain reduksi data digunakan
untuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang
tidak penting, serta mengorganisasikan data, sehingga memudahkan peneliti untuk
menarik kesimpulan.
3.5.3 Sajian Data
Penyajian data dapat berupa bentuk tulisan atau kata-kata, gambar, grafik dan
tabel. Tujuan sajian data adalah untuk menggabungkan informasi sehingga dapat
menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam hal ini, agar peneliti tidak kesulitan dalam
penguasaan informasi baik secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil
penelitian, maka peneliti harus membuat naratif, matrik atau grafik untuk memudahkan
penguasaaninformasi atau data tersebut.
Dengan demikian peneliti dapat tetap menguasai data dan tidak tenggelam dalam
kesimpulan informasi yang dapat membosankan. Hal ini dilakukan karena data yang
bertindak secara ceroboh dan mengambil kesimpulan yang memihak, tersekat-sekat dan
tidak mendasar. Untuk display data harus disadari sebagai bagian dalam analisis data.
3.5.4 Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)
Penarikan kesimpulan dilakukan selama proses penelitian berlangsung seperti
halnya proses reduksi data, setelah data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya
diambil kesimpulan sementara, dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil
kesimpulan akhir. Kesimpulan dari ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian
kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar valid.
Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus mulai
BAB IV
SIKAP MASYARAKAT DI NAGARI ULAKAN TERHADAP CERITA TUANKU KERAMAT SYEKH BURHANUDDIN
4.1 Hasil Taburan dan Jawaban
4.1.1 Latar Belakang Responden
Responden terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut.
Sampel kajian terdiri dari 20 sampel dan jumlah soal yang diutarakan terdiri dari 59
soal.
Latar Belakang responden
Umur responden 15 – 19 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
40 – 49 tahun
50 – 59 tahun
60 tahun keatas
sebanyak 3 orang
sebanyak 1 orang
sebanyak 5 orang
sebanyak 5 orang
sebanyak 3 orang
sebanyak 2 orang
Jenis kelamin responden Laki-laki
Perempuan
sebanyak 11 orang
Tingkat Pendidikan responden Sekolah dasar (SD)
Sekolah menengah
pertama (SMP)
Sekolah menengah atas
(SMA)
Perguruan tinggi
sebanyak 4 orang
sebanyak 3 orang
sebanyak 9 orang
sebanyak 4 orang
Suku/etnik reponden Minangkabau sebanyak 20 orang
Pekerjaan responden Petani
Nelayan
Buruh
Pedagang
Pegawai negri
Lain-lain
sebanyak 1 orang
sebanyak 1 orang
sebanyak 2 orang
sebanyak 4 orang
sebanyak 4 orang
sebanyak 8 orang
4.1.2 Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin
Soal
Taburan jawaban
Ya Tidak
Ragu-ragu
Lain-lain
1. Apakah anda
mengetahui Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin
20 0 0 -
2. Sudah berapa lama
anda mengetahui
tentang Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin
- - - 6-10 tahun lalu = 4 orang
11-15 tahun lalu = 2 orang
16-20 tahun lalu = 1 orang
21-25 ahun lalu = 13
orang
3. Dari siapakah
pertama kalinya anda
mengetahui Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin
- - - Keluarga (ayah, ibu,
kakak) = 19 orang
Tokoh masyarakat (ketua
adat, ustadz) = 1 orang
4. Apakah anda
berminat terhadap
Tuanku Keramat
- - - Sangat berminat = 16
syekh Burhanuddin
Berminat = 4 orang
5. Pada umur berapa
pertama kali anda
mengetahui Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin
- - - 6-10 ahun = 20 orang
6. Apakah anda
memperoleh
pengetahuan tentang
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
melalui pembelajaran
yang khusus
0 20 0 -
4.1.3 Persepsi Perihal Hakikat Hidup
Soal
Taburan jawaban
Ya Tidak
Ragu-ragu
Lain-lain
1. Apakah Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin
berkaitan dengan
kehidupan anda
2. Apakah ajaran yang
diberikan Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin berguna
untuk menghadapi
kesusahan dalam
hidup
20 0 0 -
3. Apakah anda
mengamalkan ajaran
dari Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
20 0 0 -
4. Apakah Tuanku
Keramat syekh
Burhanuddin
mempunyai kaitan
dengan keridhoan
Allah
17 0 3 -
5. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
bisa mewujudkan
keahlian tertentu
6 3 11 -
6. Apakah ajaran dari
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
dapat merubah
kehidupan ke arah
yang lebih baik
7. Apakah ajaran dari
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
dapat merubah
kehidupan ke arah
yang buruk
1 19 0 -
8. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
berkaitan dengan
kedinamisan hidup
19 0 3 -
9. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
menjadikan
kesejahterahan
masyarakat di nagari
Ulakan
20 0 0 -
10.Apakah anda
berminat menjaga dan
- - - Sangat berminat = 14
mengajarkan ajaran
Tuanku Keramat
syekh Burhanuddin
kepada masyarakat di
nagari Ulakan
Berminat = 6 orang
4.1.4 Persepsi Perihal Hakikat Kerja
Soal
Taburan jawaban
Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak
setuju
1. Dalam menjalankan
aktivitas
menggunakan akal,
fikian dan kepandaian
14 6 0 0
2. Dalam menjalankan
aktivitas harus mahir
dalam bidang yang
ditekuni
13 7 0 0
3. Dalam menjalankan
aktivitas harian harus
bijak sana berinteraksi
terhadap isu dan
fenomena yang
berlaku
4. Dalam menjalankan
aktivitas harian
seharusnya
memahami dan
mengetahui adat yang
berlaku
19 1 0 0
5. Menjalankan aktivitas
seharusnya bisa
menggunakan
teknologi canggih
3 10 6 1
6. Diperlukan ahklak
yang baik di dalam
bekeluarga dan
lingkungan sekitarnya
14 6 0 0
7. Diperlukan ahklak
baik seseorang dalam
linkungan sosial
15 5 0 0
8. Menjalankan aktivitas
diperlukan ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
3 17 0 0
9. Apakah Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin
berhubungan dengan
amal dan ketakwaan
10.Berbagai ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
diantaranya membawa
kejayaan didalam
kehidupan
9 11 0 0
11.Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin
mewujudkan
ketenangan dan
keselamatan
6 14 0 0
12.Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin
menambah
ketenangan lahir dan
batin
4 16 0 0
13.Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin
mempunyai pengaruh
terhadap aktivitas
14.Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin bisa
menambah keahlian
bekerja
0 10 10 0
15.Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin dengan
ketenangan fisik dan
mental
1 14 5 0
4.1.5 Persepsi Perihal Waktu
Soal
Taburan jawaban
Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak
setu
ju
1. Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin masih
relevan dengan
zaman sekarang
18 2 0 0
2. Banyak aktivitas
masyarakat
melibatkan ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
3. Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin kekal
sepanjang zaman
19 1 0 0
4. Ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin tidak
pernah penting dalam
kehidupan
20 0 0 0
4.1.6 Persepsi Terhadap Alam
Soal
Taburan jawaban
Sangat setuju setuju Kurang setuju Tidak
setuju
1. Apakah kedasyatan
bencana alam akibat
dari prilaku
masyarakat
0 16 4 0
2. Fenomena alam
karena menipisnya
kepercayaan terhadap
ajarn Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin
3. Apakah ada peranan
ajaran Tuanku
Keramat Syekh
Burhanuddin terhadap
fenomena alam
0 13 7 0
4. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
menjaga
keseimbangan di
antara makhluk
dengan alam
2 18 0 0
5. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
berhubungan dengan
kejadian alam sekitar
2 14 4 0
6. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
dapat mengurangi
bencana alam
7. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
dapat menghindari
marabahaya
0 16 4 0
8. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
sebagai kelangsungan
harmonisasi manusia
dan alam
2 18 0 0
4.1.7 Persepsi Hakikat Hubungan Hubungan Sesama Manusia
Soal
Taburan jawaban
Sangat setuju setuju Kurang setuju Tidak
setuju
1. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
dapat menimbulkan
semangat bagi
masyarakat
2. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
berhubungan dengan
keridhoan Allah
13 7 0 0
3. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
berperan untuk
kerukunan sesama
3 17 0 0
4. Apakah media
teknologi lebih
berperan dalam
kehidupan
0 4 10 6
5. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
sama dengan media
teknologi
0 3 7 10
6. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
mengeratkan
hubungan adat
dengan individu
7. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
mewujudkan
kebersamaan sesama
masyarakat
4 16 0 0
8. Apakan ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
diperlukan bagi
mewujudkan rasa
kerukunan sesama
makhluk ciptaan allah
7 13 0 0
9. Apakah ajaran
Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin
diperlukan dalam
mempersatukan
pikiran masyarakat
Pandangan penulis berdasarkan taburan jawaban :
Dari 20 sample yang dibagikan kepada masyarakat berbagai latar balakang usia,
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan yang berbeda mereka semua mengetahui
tentang Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin, masyarakat mengetahuinya semenjak
mereka kanak-kanak umumnya masyarakat mengetahui tentang Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin dari keluarga dan sebagian kecil mengatakan mereka mengetahui dari
tokoh masyarakat (pengetua adat). Masyarakat di Nagari Ulakan tersebut sangat
berminat untuk meneruskan ilmu yang diwarisi Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin,
masyarakat tidak memperoleh pengetahuan tentang Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin melalui pembelajaran yang khusus.
Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sangat berkaitan dengan kehidupan
masyarakat di Nagari Ulakan berguna terhadap menjalankan kehidupan sehari-hari
termasuk dalam mengahadapi kesusahan hidup mereka mengamalkan ajaran-ajaran dari
Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ajarannya juga berkaitan dengan keridhoan Allah,
masayarakat Nagari Ulakan menyebutkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin
bisa mewujudkan keahlian tertentu, tetapi sebagian masyarakat antara mempercayai
dan tidak mempercayai keahlian tertentu tersebut. Masyarakat meyakini bahwa ajaran
beliau membawa kehidupan kearah yang lebih baik, menjadikan hidup lebih dinamis,
dan membawa kesejahterhana masyarakat di Nagari Ulakan bahkan masyarakat sangat
berminat menjaga dan mengajarkan ajaran beliau kepada masyarakat luas, khususnya di
Masyarakat di Nagari Ulakan mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, Syekh Burhanuddin Menjadi
panutan dalam masyarakat tersebut. masyarakat mengerti akan fenomena alam yang
terjadi pada lingkungan mereka bejak sana berinteraksi didalam hidup bermasyarakat,
mematuhi adat yang berlaku, masyarakat mengkaitan ajaran Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin dengan amal dan ketakwaan disebabkan beliau lah pejuang agama
ditengah-tengah masyarakat tersebut, selain itu ajaran beliau mewujudkan ketenangan
dan keselamatan masyarakat di Nagari Ulakan.
Masyarakat mengatakan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin masih
relevan dengan zaman sekarang dan kekal sepanjaang zaman. banyak aktivitas
masyarakat melibatkan ajaran dari beliau, masyarakat melibatkan semua kegiatannya
dengan ajaran beliau dan selalu menganggap ajaran dari beliau sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari.
Tuanku Keramat Syekh burhanuddin berperan terhadap fenomena alam,
Fenomena alam terjadi karena menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap ajaran
Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin, fenome alam terjadi karena ulah prilaku manusia.
Ajaran beliau menjaga keseimbangan antar mahkluk dan alam, ajaran beliau dapat
mengurangi bencana alam, terhindar dari marabahaya, menjaga kelangsungsungan
harmonisasi manusia dan alam.
Masyarakat berpendapat ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dapat
mengerakat hubungan sesama masyarakat, menimbulkan semangat didalam hidup
bermasyarakat dan juga ajaran beliau memperoleh keridhoan allah. Masyarakat
berpendapat bahwa teknologi tidak terlalu berperan dalam kehidupan mereka, ajaran
tetapi ajaran beliau dapat mewujudkan kebersamaan sesama masyrakata dan kerukunan
di antara masyarakat tersebut.
Persepsi Masyarakat
Konsep dasar
Orientasi nilai budaya
masyarakat
Pandangan penulis
Persepsi perihal hakikat
hidup
Kehidupan masyarakat di
Nagari ulakan tidak terlepas
dari ajaran Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin yang
menjadi acuan dalam
menjalankan kehidupan
sehari-hari.
Penulis menyimpulakan
dari hasil penelitian bahwa
benar adanya semua
kehidupan masyarakat di
Nagari Ulakan tidak
terlepas dari ajaran Tuanku
keramat Syekh
Burhanuddin.
persepsi perihal hakikat
kerja
Masyarakat di Nagari Ulakan
mengamalkan ajaran Tuanku
Keramat Syekh Burhanuddin
dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari.
Syekh Burhanuddin Menjadi
panutan dalam masyarakat
tersebut.
Masyarakat mengerti akan
fenomena alam yang terjadi
Didalam bekerja
masyarakat mengamalkan
ajaran Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin seperti
bagi para nelayan ada kala
waktu yang tidak baik
untuk melaut, bagi petani
ada pantangan dalam
pada lingkungan mereka
bejak sana berinteraksi
didalam hidup bermasyarakat,
mematuhi adat yang berlaku,
masyarakat mengkaitan ajaran
Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin dengan amal dan
ketakwaan.
waktu tertentu yang sampai
sekarang masih dijalankan
masyarakat di Nagari
Ulakan.
Persepsi perihal waktu Masyarakat mengatakan
ajaran Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin masih relevan
dengan zaman sekarang dan
kekal sepanjaang zaman.
banyak aktivitas masyarakat
melibatkan ajaran dari beliau.
Ajaran Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin sampai
sekarang masih dipakai
seperti dalam tradisi
mancaliak bulan dalam
menetukan hari pertama
puasa dan hari raya, masih
adanya tradisi basapa
didalam masyarakat
pendukungnya.
Persepsi terhadap alam Masyarakat di Nagari Ulakan
mempercayai terjadinya
fenomena alam karena
menipisnya kepercayaan
masyarakat terhadap ajaran
Didalam adanya bencana
masyarakat melakukan
tradisi bagatik untuk
menghindari masyarakat
Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin.
ini merupakan ajaran dari
Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin agar terhindar
dari bencana alam.
Persepsi perihal hakikat
hubungan sesama
manusia
ajaran Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin dapat
menggerakat hubungan
sesama masyarakat,
menimbulkan semangat
didalam hidup bermasyarakat
dan juga ajaran beliau
memperoleh keridhoan allah.
Adanya nilai gotong royong
ditengah-tengah masyarakat
seperti didalam upacara
adat, dalam pesta
perkawinan semua anggota
masyarakat bahu membahu
didalam acara tersebut, ini
meurupakan contoh nyata
dalam hakikat hubungan
sesama manusia di Nagari
Ulakan.
Kesimpulan Dari Persepsi Masyarakat
Kehidupan masyarakat di Nagari ulakan tidak terlepas dari ajaran
Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin yang menjadi acuan dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Penulis menyimpulakan dari hasil penelitian bahwa benar adanya
semua kehidupan masyarakat di Nagari Ulakan tidak terlepas dari ajaran Tuanku
keramat Syekh Burhanuddin. Masyarakat di Nagari Ulakan mengamalkan ajaran
Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Syekh
Burhanuddin Menjadi panutan dalam masyarakat tersebut. Masyarakat mengerti akan
hidup bermasyarakat, mematuhi adat yang berlaku, masyarakat mengkaitan ajaran
Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan amal dan ketakwaan.
Dalam bekerja masyarakat mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin seperti bagi para nelayan ada kala waktu yang tidak baik untuk melaut,
bagi petani ada pantangan dalam mengambil air pada waktu waktu tertentu yang sampai
sekarang masih dijalankan masyarakat di Nagari Ulakan. Masyarakat mengatakan
ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin masih relevan dengan zaman sekarang dan
kekal sepanjaang zaman. banyak aktivitas masyarakat melibatkan ajaran dari beliau.
Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sampai sekarang masih dipakai
seperti dalam tradisi mancaliak bulan dalam menetukan hari pertama puasa dan hari
raya, masih adanya tradisi basapa didalam masyarakat pendukungnya.
Masyarakat di Nagari Ulakan mempercayai terjadinya fenomena alam karena
menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap ajaran Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin. Didalam adanya bencana masyarakat melakukan tradisi bagatik untuk
menghindari masyarakat dari bencana alam. Bagatik ini merupakan ajaran dari Tuanku
Keramat Syekh Burhanuddin agar terhindar dari bencana alam. ajaran Tuanku Keramat
Syekh Burhanuddin dapat menggerakat hubungan sesama masyarakat, menimbulkan
semangat didalam hidup bermasyarakat dan juga ajaran beliau memperoleh keridhoan
Allah. Adanya nilai gotong royong ditengah-tengah masyarakat seperti didalam
upacara adat, dalam pesta perkawinan semua anggota masyarakat bahu membahu
didalam acara tersebut, ini meurupakan contoh nyata dalam hakikat hubungan sesama
4.2. Teks Cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin
Cerita ini merupakan cerita lisan yang telah dicetak kemudian dilisankan
kembali dalam pentranslitanya tidak terlepas dari kata-kata peneliti sendiri adapun cerita
Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ini pada penamaan tokoh cerita dalam cerita,
nama bangunan dalam cerita dan kata-katanya bersifat religius. Selain karena ini sifat
kelisananya tidak didapat karena dalam teks tulis maka dalam penelitian bahasa yang
digunakan bahasa ragam lisan yang dicetak tidak terlepas dari bahsa daerah. Adapun
ceritanya sebagai berikut :
Lazim sekali, sejarah tokoh-tokoh besar sering kali dikaitkan dengan peristiwa
alam yang merupakan kebanggaan bagi orang yang hidup di sekitarnya. Tak terkecuali,
sejarah Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin juga ditempatkan oleh penutur sejarah
dibelakangnya, khususnya oleh pengikut dan pengagumnya seperti itu. Nenek
moyangnya berasal dari Guguk Sikaladi Pariangan Padang Panjang Kabupaten Tanah
Datar Sumatera Barat. Neneknya bernama “Puteri Aka Lundang” seorang keturunan
berbangsa dengan gelar “Puteri” dan kakeknya dikenal dengan panggilan “Tantejo
Guruhano” dari dua orang nenek dan kakek ini lahirlah ayahnya yang bernama “Pampak Sati Karimun Merah” seorang pertapa sakti yang dikenal luas dalam
masyarakatnya sekaligus juga sebagai “Datu” (Pemberi obat) bagi masyarakat
sekitarnya. Sedangkan ibunya juga seorang Puteri yang disebut dengan panggilan
“Puteri Cukep Bilang Pandai”.
Secara pasti waktu kelahiran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin belum dapat
ditegaskan, namun dari beberapa penulis sejarah diketahui bahwa Ia diperkirakan lahir
awal abad ke-17 M. Ia hidup 1056-1104 H/1646-92 M. Nama kecil yang diberikan
dengan Buyung Panuah artinya anak laki-laki yang sudah mapan (kuat dan bisa
dipercaya). Kedua, menyebut nama kecilnya Buyung Pono yang diambil dari gelarnya “samparono” artinya sempurna. Kedua gelar ini bisa saja diterima karena keduanya
mengindikasikan sempurna. Panuah artinya sempurna demikian juga samparono atau
disingkat Pono juga berarti sempurna, (selanjutnya penulis akan menggunakan nama
Pono untuk Syekh Burhanuddin).
Pono menghabiskan masa kecilnya dibawah bimbingan orang tua didaerah
asalnya sebagai mana juga anak-anak lain ketika itu. Dunia anak-anak yang tidak luput
dari berbagai cerita unik dan menarik juga dialami oleh Pono. Pada saat usia antara 9
sampai 11 tahun terjadi suatu peristiwa yang menarik, yaitu ketika pada suatu hari Dia
sedang bersanda gurau sesama teman sepermainan disebuah tempat ketinggian yang
bernama Kuweak Gulandi Nan Baselo. Tanpa disadari harimau datang menerkam dari
belakang dan dengan sigap Ia mengadakan perlawanan terhadap harimau yang hampir
saja menerkam itu. Akhir dari perlawanan tersebut harimau kalah dan melarikan diri
masuk hutan, sedangkan Pono ditinggalkan dalam keadaan terluka pada paha sebelah
kiri. Luka tersebut ternyata membuat putus urat kakinya yang berakibat pincang pada
dirinya sampai akhir hayat. Karena pincang itulah teman-teman sepermainan
memperolok-oloknya dengan panggilan sipicang.
Sejak usia dini, Pono telah didik oleh orang tua denga