• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Merokok dengan Kanker Laringdi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Merokok dengan Kanker Laringdi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Niken Ravita Damanik

Tempat, tanggal lahir :Medan,1 November 1994

Agama :Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :Jalan Bunga Rampai II Gg.Ncole No. 23

Simalingkar B Medan

Telepon : 085270156886

Email : ravitaniken@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Budi Murni II Medan (1998-1999) 2. SD Santo Yoseph I Medan (1999-2005) 3. SMP Santo Thomas 1 Medan (2005-2008) 4. SMA Santo Thomas 1 Medan (2008-2011)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2011-sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. Seminar & Workshop TBM FK USU “Basic Life Support and Traumatology” 2012

2. Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU 2012

3. Seminar PekanIlmiahMahasiswa SCORE FK USU 2012

(2)

LEMBAR PENJELASAN

Saya Niken Ravita Damanik adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Merokok dengan Kanker Laring di RSUP Haji

Adam Malik Medan”.Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh rokok terhadap terjadinya kanker laring.

Pada penelitian ini, saya akan mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai pola konsumsi rokok kepada responden. Penelitian ini merupakan penelitian sosial, bersifat sukarela tanpa paksaan, dan tidak akan dikenakan biaya apapun kepada responden. Setiap data pada kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan disebarluaskan. Data ini hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian saja.

Jika dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner responden mendapat kesulitan dalam menjawabnya, maka responden dapat menanyakan secara langsung pada peneliti.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan.Atas partisipasi responden, saya mengucapkan terimakasih.

Medan,September2014 Hormat saya,

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian :

HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN KANKER LARING DI

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur : Alamat :

Menyatakan bahwa saya bersedia/ tidak keberatan untuk berpatisipasi menjadi responden dalam penelitian ini, pernyataan persetujuan ini saya sampaikan dengan penuh kesadaran dan tanpa ada paksaan dari siapapun.

Medan, September 2014

Peneliti Respoden

(4)

KUESIONER

Identitas

Nama : Umur :

JenisKelamin : Laki-laki / Perempuan Alamat :

1. Apakahsaudaramerokok ? a. Ya

b. Tidak

JikaYa, lanjutkepertanyaanberikut :

2.Sejakumurberapa saudara mulaimerokok : ... tahun a. 10-19 tahun

b. ≥20 tahun

3. Sudahberapalamakahsaudaramerokok :... tahun a. < 10 tahun

b. 10 – 20 tahun c. > 20 tahun

4. Berapabanyakrokok yang saudarahisap perhari :... batang a. 1 – 10 batang

b. 11 – 20 batang c. > 20 batang

5. Apajenisrokok yang saudarahisap? a.Putih

(5)

DAFTAR MERK ROKOK ROKOK KRETEK

Gudang Garam Surya Jazy Mild

Gudang Garam Internasional X Mild Gudang Garam Profesional Star Mild

Gudang Garam Deluxe Star Mild Menthol Gudang Garam Signature Intro

Surya Pro Mild Spiro

GG Mild Neo Mild

Djarum Super Envio Mild

Djarum 76 Bentoel Biru

Djarum Black Bintang Buana

Djarum Clavo Filter Extreme

Djarum Clavo Kretek A Satu Mild

Djarum MLD A Satu Kretek

LA Lights Top Black

LA Menthol Red Mild Merah

LA Lights Ice Red Mild Hijau

Geo Mild Bell Mild

Score 16 Forza Mild

Tali Jagat Kretek Grendel Merah

Tali Jagat Filter Grendel Utama

Sampoerna Mild Master Mild

Sampoerna A Mild Bintang 21

Dji Sam Soe X-tra Mild

U Mild Alva Mild

Class Mild Gagak Hitam

Sriwedari Prinsip

(6)

Rawid

ROKOK PUTIH

Marlboro Light 20 Lucky Strike Filter 20 Marlboro Light Menthol 20 Lucky Strike Light 20

Marlboro Black Menthol 20 Lucky Strike Menthol Light 20

Dunhil Merah 20 Country Merah 20

Dunhill Light 20 Pall Mall Filter 20

Dunhill Mild 20 Pall Mall Light 20

(7)

Usia Responden

sampel

Total Kasus kontrol

Usia <10 tahun Count 2 2 4

% within

sampel 12.5% 12.5% 12.5%

40-49 tahun

Count 3 3 6

% within

sampel 18.8% 18.8% 18.8%

50-59 tahun

Count 4 4 8

% within

sampel 25.0% 25.0% 25.0%

>=60 tahun

Count 7 7 14

% within

sampel 43.8% 43.8% 43.8%

Total Count 16 16 32

% within

(8)
(9)
(10)

Chi-Square Tests

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Status Merokok

(11)

Usia Mulai Merokok * Sampel Crosstabulation

Continuity Correctionb 4.060 1 .044

Likelihood Ratio 6.360 1 .012

Fisher's Exact Test .022 .022

Linear-by-Linear

Association 5.968 1 .015

N of Valid Cases 20

(12)

Risk Estimate Usia Mulai Merokok 10-19 tahun

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

10-19tahun(ya / tidak) 13.750 1.483 127.474 For cohort sampel =

kasus 2.962 .897 9.774

For cohort sampel =

kontrol .215 .055 .838

N of Valid Cases 20

Risk Estimate Usia Mulai Merokok ≥ 20 tahun

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for>=

duapuluh (ya / tidak) .073 .008 .674 For cohort sampel =

kasus .338 .102 1.114

For cohort sampel =

kontrol 4.643 1.194 18.057

(13)

Lama Merokok * Sampel Crosstabulation

(14)

Risk Estimate Lama Merokok 10-20 tahun

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

10-20tahun(ya / tidak) .208 .015 2.854 For cohort sampel =

kasus .472 .093 2.409

For cohort sampel =

kontrol 2.267 .764 6.725

N of Valid Cases 20

Risk Estimate Lama Merokok > 20 tahun

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for >20

tahun(ya / tidak) 4.800 .350 65.758 For cohort sampel =

kasus 2.118 .415 10.802

For cohort sampel =

kontrol .441 .149 1.309

(15)

Jumlah Rokok Perhari * Sampel Crosstabulation

Continuity Correctionb 3.590 1 .058

Likelihood Ratio 5.882 1 .015

Fisher's Exact Test .031 .031

Linear-by-Linear

Association 5.637 1 .018

N of Valid Cases 20

(16)

Risk Estimate Jumlah Rokok/Hari 11-20 batang/hari

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for 11-20

batang(ya / tdk) .063 .005 .785

For cohort sampel =

kasus .250 .043 1.469

For cohort sampel =

kontrol 4.000 1.328 12.052

N of Valid Cases 20

Risk Estimate Jumlah Rokok/Hari > 20 batang/hari

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

>20batang(ya / tdk) 16.000 1.274 200.917 For cohort sampel =

kasus 4.000 .681 23.512

For cohort sampel =

kontrol .250 .083 .753

(17)

Jenis Rokok * Sampel Crosstabulation

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .211 1 .646

Fisher's Exact Test 1.000 .589

Linear-by-Linear

Association .209 1 .648

N of Valid Cases 20

(18)

Risk Estimate Jenis Rokok Kretek

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for kretek

(ya / tdk) 2.000 .106 37.830

For cohort sampel =

kasus 1.333 .321 5.538

For cohort sampel =

kontrol .667 .144 3.085

N of Valid Cases 20

Risk Estimate Jenis Rokok Putih

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for putih (ya

/ tdk) .500 .026 9.457

For cohort sampel =

kasus .750 .181 3.115

For cohort sampel =

kontrol 1.500 .324 6.942

(19)

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5 total

p1 Pearson Correlation 1 .840** .888** .806** .771** .949**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

p2 Pearson Correlation .840** 1 .746** .751** .647** .874**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

p3 Pearson Correlation .888** .746** 1 .742** .758** .931**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

p4 Pearson Correlation .806** .751** .742** 1 .576** .873**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30

p5 Pearson Correlation .771** .647** .758** .576** 1 .843**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30

Total Pearson Correlation .949** .874** .931** .873** .843** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

(20)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, R. 2009.“ Laryngeal Cancer Risk Associated with Smoking and Alcohol Consumption is Modified by Genetic Polymophisms in ERCC5,ERCC6, and RAD23B but not by Polymorphisms in Five other Nucleotide Excision Repair Genes“.Publication of the International Union Against Cancer. 125:1431-1439.

American Cancer Society. 2012. Laryngeal and Hypoparyngeal cancer.USA: American Cancer Society.

Amtha, R., et al. 2014.“Tobacco (Kretek) Smoking, Betel Quid Chewing and Risk of Oral Cancer in a Selected Jakarta Population“. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 15(20): 8673-8678.

Antic, D. 2014. Picospin™ 45/80: Extraction of Eugenol from Cloves. USA: Thermo Fisher Scientific.

Ash Fact Sheet. 2013. Smoking and Cancer. Available from : [accessed April 24 2014].

Ballenger, J.J. 1993. Anatomy of the larynx.Dalam: Diseases of the nose, throat, ear, head and neck. 13th ed. Philadelphia: Lea & Febiger.

Betiol, J., Villa, L., Sichero, L. 2013.“Impact of HPV Infection on the Development of Head and Neck Cancer“. Brazilian Journal of Medical and Biological Research. 46(3):217-226.

Brody, A., et al. 2006.“Cigarette Smoking Saturates Brain α4β2 Nicotinic Acetylcholine Receptors“. vol.63. no.8. hh. 907-915.

Cohen, J. 2012. Anatomi dan Fisiologi Laring Dalam: Boeis, Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 369-376.

Concus, A., et al. 2008. Malignant Laryngeal Lesions Dalam: A.K.Lalwani,Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology – Head &

Neck Surgery. 2nd ed.USA: The McGraw Hill Companies,Inc, 437-453.

(27)

Fowles, J. & Bates, M. 2000. “The Chemical Constituents in Cigarettes and Cigarette Smoke: Priorities for Harm“. hh. 1 – 67.

Indonesia Tobacco Burden Facts. 2013. Available from

Globocan. 2012. Fact Sheets by Population. Available from :

Haryuna, T. 2004. Tumor Ganas Laring. Available from

Hashibe, M., et al. 2008.“Interaction Between Tobacco and Alcohol Use and The Risk of Head and Neck Cancer Epidemiology Consortium“. vol.18. no.2. hh. 541-550.

International Agency for Research on Cancer. 2004. “IARC Monographs on The Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans“.vol.83. no.10. hh. 1-1473. Jayalekshmi, P.A.,et al. 2013. “Associations of Tobacco Use and Alcohol

Drinking with Laryngeal and Hypopharyngeal Cancer Risks among Men in Karunagappally, Kerala, India-Karunagappally Cohort Study“.PLOS ONE. 8(8):1-8

Jha, P., Phil, D., Peto, R. 2014. Global Effect of Smoking, of Quitting, and of Taxing Tobacco.vol.370. Available from

Kuper, H., Boffeta, P., Adami, H.2002.“Tobacco Use and Cancer Causation : Association by Tumour Type“. Journal of Internal Medicine. 252(3):206-224.

[accessed April 24 2014].

Lee, K.W., et al. 2005. “Different Impact From Betel Quid, Alcohol adn Cigarette : Risk Factors for Pharyngeal and Laryngeal Cancer“.Publication of the International Union Against Cancer. 117(831-836)

(28)

937-Maasland, D., et al. 2014. “Alcohol Consumption, Cigarette Smoking and The Risk of Subtypes of Head-Neck Cancer: Result from the Netherland Cohort Study”. .BMC Cancer.14 (187):1-14.

Manish, J., et al. 2010.“Carcinoma Larynx in Children”.International Journal of Head and Neck Surgery.1(1):49-51.

Mason, H., Harp, J., Han, D. 2014. Pb Neurotoxicity: Neuropsychological Effects of Lead Toxicity.Available from :

2014].

MediResource. 2014. Cancer of The Larynx. Available from

National Cancer Institute .2002.PDQ Laryngeal Cancer Treatment Bethesda :National Cancer Institute.

O’Connor, R. 2012. „Non-Cigarette Tobacco Products : What Have We Learned and Where Are We Headed?“. vol. 21. no.2. hh.181-190.

Pelucchi, C., et al. 2006. “Cancer Risk Associated with Alcohol and Tobacco Use: Focus on Upper Aerodigestive Tract and Liver“. vol. 29. no.3. hh. 193-198.

Pfeifer, G., et al.2002. “Tobacco Smoke Carcinogens, DNA Damage and p53 Mutations in Smoking-Associated Cancers“. vol.21.hh.7435-7451.

Ramroth, L., et al. 2011. “Intensity and Inhalation of Smoking in the Aetiology of Laryngeal Cancer“. International Journal of Environmental Research and Public Health. 8(4) : 976-984.

Rodgman, A.& Perfetti,T. 2009.The chemical Components of Tobacco and Tobacco Smoke. USA : Taylor&Francis Group, LLC.

Rushton, L., et al. 2010 “.Occupation and Cancer in Britain“..British Journal of Cancer. 102 (9): 1428-1437.

(29)

Sieroslawska, A. n.d. Joints of The Larynx. Available from

Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : Grasindo.

[accessed Mei 19 2014].

Takkouche, B., Regueira-Mendez, C., Montes-Martinez, A. 2009.“ Risk of Cancer Among Hairdressers and Related Workers: a Meta-Analysis“. International Journal of Epidemiology. 38:1512-1531.

US Department of Health and Human Services. 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-Attributable Disease: A Report of The Surgeon General. Atlanta, GA: US. Vasan, N. 2008. Cancer of The Larynx, Paranasal Sinuses and Temporal Bone

Dalam: M.S.Loeb & K.J Davis. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 9th ed.. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc, 676 – 694. Wahyuni, A. 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta Timur : Bamboedoea

Communication.

Woodson, G. & Zaya, N. 2008.The Larynx Dalam: M.S.Loeb & K.J Davis.

Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 9th ed. USA: The

McGraw-Hill Companies, Inc, 552 – 560.

World Health Organization. 2006. Tobacco : Deadly in Any Form or Disguise. Geneva : WHO.

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan kanker laring, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Perancu

Gambar3.1.Kerangka konsep penelitian

Kanker laring

Usia Jenis Kelamin

(31)

3.2.Definisi Operasional

Tabel 3.1.Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Batasan Operasional Cara Ukur Skala Ukur

Merokok

Data diambil dari rekam medis dan kuesioner dengan isi pertanyaan :

(32)

3.3.Hipotesis

Dengan mempertimbangkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ada hubungan antara merokok dengan kanker laring. Kanker Laring

Dependen

Keganasan yang terjadi pada laring.

Data diambil dari rekam medis RSUP HAM.

Nominal

Usia

Perancu

Rentang waktu antara saat lahir sampai saat responden didiagnosa penyakit.

Data diambil dari rekam medis RSUP HAM.

Ordinal

Jenis Kelamin Pengelompokan

manusia berdasarkan perkembangan fisik dan seksualnya, dibagi menjadi laki-laki dan perempuan

Data diambil dari rekam medis RSUP HAM.

Nominal

Alkohol Konsumsi minuman

beralkohol > 1 gelas (175 ml) per hari.

Wawancara sebelum mengisi kuesioner.

(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan desain penelitian case control. Penelitian ini mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol. Penelitian-penelitian yang menggunakan desain case control bersifat retrospektif, dimana arah penelitian bergerak dari akibat (penyakit) menuju sebab (paparan).

Tujuan dari desain penelitian case control adalah untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor risiko dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit. Dalam penelitian ini dibentuk kelompok kontrol dimana pasien yang tidak menderita kanker laring diikutsertakan untuk dibandingkan dengan kelompok kasus.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu penelitian

Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – November 2014.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan dikarenakan RSUP Haji Adam Malik Medan adalah salah satu rumah sakit rujukan di Kota Medan sehingga memiliki data kasus kanker laring yang cukup besar.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

(34)

a. Populasi kasus

Populasi kasus adalah semua pasien yang menderita kanker laring yang terdapat di departemen THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1Mei 2012 – 1 Mei 2014 yaitu sebanyak 136 orang.

b. Populasi kontrol

Populasi kontrol adalah pasien yang tidak menderita kanker laring yang terdapat di departemen THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1Mei 2012 – 1 Mei 2014.

4.3.2 Sampel Penelitian

4.3.2.1 Sampel kasus

Sampelkasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita kanker laring di departemen THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1 Mei 2012 – 1 Mei2014 yang memenuhi kriteria inklusi.

a. Kriteria Inklusi Kasus

1. Bertempat tinggal di kota Medan 2. Persetujuan pasien (informed consent)

b. Kriteria Eksklusi Kasus 1. Mengkonsumsi alkohol 2. Pindah alamat

3. Pasien tidak bersedia

4.3.2.2Sampel kontrol

Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah pasien yang tidak menderita kanker laring yang terdapat di departemen THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1Mei 2012 – 1 Mei 2014.

(35)

2. Tidak menderita keganasan lain 3. Persetujuan pasien (informed consent)

b. Kriteria Eksklusi Kontrol 1. Mengkonsumsi alkohol 2. Pindah alamat

3. Pasien tidak bersedia

Untuk meminimalisir variabel perancu (confounding factor), maka masing-masing subjek kelompok kasus dicarikan 1 orang kontrol dengan matching usia dan jenis kelamin. Selain itu, juga dilakukan restriksi yaitu menyingkirkan variabel perancu dari setiap subjek penelitian (Sastroasmoro, 2013). Pada penelitian ini, selain usia dan jenis kelamin, konsumsi alkohol merupakan variabel perancu, maka konsumsi alkohol merupakan kriteria eksklusi baik untuk kelompok kasus maupun kontrol.

Teknik pengambilan sampel yaitu dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan subjektif dan praktis dari peneliti (Sastroasmoro, 2013). Dalam penelitian ini pertimbangan tersebut berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimana besar sampel pada penelitian ini adalah total populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Jadi jumlah sampel kasus yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 16 orang dan dicari sampel kontrol sebanyak 16 orang dengan matching usia dan jenis kelamin.

4.4.Metode Pengumpulan Data

(36)

mengumpulkan data responden yang meliputi alamat, usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.

Selanjutnya, pengumpulan data dilakukan dengan data primer yaitu data didapat dari wawancara yang dilakukan peneliti ke responden dengan menggunakan kuesioneryang telah diuji validitas dan reliabilitasnya meliputi status merokok, usia mulai merokok, lama merokok, jumlah batang rokok yang dihisap per hari, dan jenis rokok.Sebelum peneliti melakukan wawancara dengan kuesioner kepada responden, penelititerlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan penelitian dan cara pengisian kuesioner meminta persetujuan dari calon responden yang telah memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi responden dengan cara menandatangi informed consent. Pengisian kuesioner didampingi oleh peneliti dan menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap, pertama editing yaitu memeriksa ketepatan dan kelengkapan data responden dan memastikan seluruh pertanyaan sudah dijawab. Apabila ada jawaban yang belum lengkap maka dapat dilakukan pengumpulan data kembali.Namun, apabila tidak memungkinkan maka data tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan data missing.

Tahap kedua coding yaitu memberikan kode tertentu pada kuesioner untuk memudahkan dalam memasukkan data ke komputer (entry).Tahap ketiga yaitu cleaning yaitu data yang sudah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa kembali dengan tujuan menghindari kesalahan dalam pemasukan data.

(37)

jumlah seluruh pengangamatan (n) kurang dari 20 atau terdapat sel harapan (expected) kurang dari 5 dengan jumlah pengamatan antara 20 dan 40 atau jumlah pengamatan (n) > 40 dan terdapat sel harapan yang kurang dari 1 maka digunakan Uji Fisher sebagai alternatif (Wahyuni, 2007).

Selain itu, dilakukan perhitungan untuk mengetahui besar risiko (Odds Ratio).

1. Jika OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti adalah faktor risiko (kausatif).

2. Bila OR = 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan faktor risiko. 3. Bila OR < 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti adalah faktor protektif (Sastroasmoro, 2013).

4.6. Ethical Clearence

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang berada di Jalan Bunga Lau No.17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 RSUP H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit Umum kelas A di Medan sehingga RSUP H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit Rujukan yang meliputi daerah Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga merupakan rumah sakit pendidikan berdasarkan SK Menkes No.502/Menkes/IX/1991 bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Data penelitian ini diperoleh dengan melihat rekam medis yang tersimpan di Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah melakukan pencatatan data identitas sampel yang berasal dari rekam medis maka peneliti mengunjungi sampel penelitian yang bertempat tinggal di kota Medan.

5.1.2. Angka Kejadian Kanker Laring

Jumlah penderita kanker laring di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1 Mei 2012 - 1 Mei 2014 adalah sebanyak 136 orang, dimana pasien kanker laring tersebut berasal dari Medan maupun dari luar kota Medan.

5.1.3. Deskripsi Karakteristik Responden

(39)

Kelompok kontrol adalah pasien yang tidak menderita kanker laring maupun keganasan lainnya yang terdapat di departemen THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1 Mei 2012-1 Mei 2014 yang bertempat tinggal di kota Medan. Kelompok kontrol dipilih sesuai dengan kesamaan usia dan jenis kelamin dengan kelompok kasus sehingga jumlah sampel kontrol juga 16 orang.

Karakteristik responden penelitian dideskripsikan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.

5.1.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Distribusi responden berdasarkan usia responden dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Kasus (%) Kontrol (%)

< 10 tahun 2 (12,5%) 2 (12,5%)

10-19 tahun 0 (0%) 0 (0%)

20-29 tahun 0 (0%) 0 (0%)

30-39 tahun 0 (0%) 0 (0%)

40-49 tahun 3 (18,8%) 3 (18,8%)

50-59 tahun 4 (25,0%) 4 (25,0%)

≥60 tahun 7 (43,8%) 7 (43,8%)

Total 16 (100%) 16 (100%)

(40)

5.1.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin responden dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Kasus (%) Kontrol (%)

Laki-Laki 14 (87,5%) 14 (87,5%)

Perempuan 2 (12,5%) 2 (12,5%)

Total 16 (100%) 16 (100%)

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh data bahwa berdasarkan jenis kelamin, pada kelompok kasus terdapat lebih banyak laki-laki daripada perempuan, dengan jumlah laki-laki sebanyak 14 orang (87,5%) dan perempuan sebanyak 2 orang (12,6%) .

5.1.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Distribusi responden berdasarkan pekerjaan responden dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Kasus (%) Kontrol (%)

Belum bekerja 2 (12,6%) 2 (12,6%)

Ibu Rumah Tangga 1(6,3) 1 (6,3%)

Pegawai Swasta 2 (12,5%) 0 (0,0%)

Pekerja Lepas 0 (0,0%) 0 (0,0%)

Pensiunan 5 (31,3%) 7 (43,8%)

Tukang Las 0 (0,0%) 1 (6,3%)

Wiraswasta 6 (37,5%) 4 (25,0%)

Total 16 (100%) 16 (100%)

(41)

5.1.4 Hubungan Merokok dengan Kanker Laring

Hubungan merokok dengan kanker laring ini dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.4.1 Hubungan Status Merokok dengan Kanker Laring

Hasil uji statistik mengenai hubungan antara status merokok dengan kanker laring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.4 Hubungan Status Merokok dengan Kanker Laring

Status

Berdasarkan tabel 5.4.jumlah penderita kanker laring (kelompok kasus) yang merokok adalah sebanyak 13 orang (81,3%) dan yang tidak merokok sebanyak 3 orang (18,8%). Pada responden yang tidak menderita kanker laring (kelompok kontrol) terdapat 7 orang (43,8%) yang merokok dan 9 orang (56,3%) yang tidak merokok. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,028 ( yaitu p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kanker laring di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(42)

5.1.4.2 Hubungan Usia Mulai Merokok dengan Kanker Laring

Hasil uji statistik mengenai hubungan antara usia mulai merokok dengan kanker laring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Hubungan Usia Mulai Merokok dengan Kanker Laring

Usia Mulai

Berdasarkan tabel 5.5 dari 13 orang penderita kanker laring (kelompok kasus), yang merokok sejak usia 10-19 tahun ada sebanyak 11 orang (68,7%), sedangkan yang merokok sejak usia ≥ 20 tahun ada sebanyak 2 orang (12,5%). Pada responden yang tidak menderita kanker laring (kelompok kontrol) terdapat 2 orang (12,5%) yang merokok sejak usia 10-19 tahun, sedangkan sebanyak 5 orang (31,2%) telah merokok sejak usia ≥ 20 tahun. Hasil uji statistik

(43)

5.1.4.3 Hubungan Lama Merokok dengan Kanker Laring

Hasil uji statistik mengenai hubungan antara lama merokok dengan kanker laring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6. Hubungan Lama Merokok dengan Kanker Laring

Lama

Berdasarkan tabel 5.6 dari 13 orang penderita kanker laring (kelompok kasus) yang merokok selama 10 -20 tahun sebanyak 1 orang (6,2%), sedangkan yang merokok selama > 20 tahun sebanyak 12 orang (75 %). Pada responden yang tidak menderita kanker laring (kelompok kontrol) terdapat 2 orang (12,5%) yang merokok selama 10- 20 tahun, sedangkan sebanyak 5 orang (31,2%) telah merokok selama > 20 tahun.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,270 ( yaitu p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kanker laring di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.4.4 Hubungan Jumlah Rokok Dihisap Perhari dengan Kanker Laring

(44)

Tabel 5.7. Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap Perhari dengan Kanker

Dari tabel 5.7 diatas diketahui bahwa pada penderita kanker laring (kelompok kasus) yang menghisap rokok 11- 20 batang perhari adalah sebanyak 1 orang (6,2%) dan yang merokok > 20 batang rokok perhari adalah 12 orang (75%), sedangkan pada kelompok kontrol yang menghisap rokok antara 11- 20 batang perhari adalah 4 orang (25%) dan yang merokok > 20 batang perhari adalah 3 orang (18,7%).

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,031 ( yaitu p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap perhari dengan kanker laring di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(45)

5.1.4.5 Hubungan Jenis Rokok dengan Kanker Laring

Hasil uji statistik mengenai hubungan antara jenis rokok dengan kanker laring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.8 Hubungan Jenis Rokok dengan Kanker Laring

Jenis

Dari tabel 5.8 diatas diketahui bahwa pada penderita kanker laring (kelompok kasus) yang menghisap rokok kretek ada sebanyak 12 orang (75%), sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 6 orang (37,5%). Sedangkan yang menghisap rokok putih pada kelompok kasus adalah sebanyak 1 orang (6,2%), sedangkan pada kelompok kontrol adalah sebanyak 1 orang (6,2%).

(46)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Pada penelitian ini, dari 16 pasien kanker laring yang diambil dari rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan tanggal 1 Mei 2012-1 Mei 2014 didapatkan bahwa bahwa usia yang paling sering menderita kanker laring adalah usia ≥ 60 tahun yaitu sebanyak 7 orang ( 43,8%). Penelitian yang dilakukan oleh Abbasi et al. pada tahun 2009 menunjukan bahwa usia penderita kanker laring paling banyak berada di usia 56-65 tahun (39,2%) dan usia 66-75 tahun (33,4%). Berdasarkan penelitian Ramroth et al. pada tahun 2011 menunjukkan bahwa penderita kanker laring paling banyak terdapat pada kelompok usia antara 60-70 tahun (36,6%). Tingginya persentase kanker laring pada usia tua dikarenakan bahwa proses karsinogenesis pada manusia membutuhkan waktu 15-30 tahun. Sel normal yang terpapar bahan karsinogen seperti zat yang terkandung dalam rokok dapat menjadi sel kanker setelah melalui berbagai tahapan yang membutuhkan waktu yang lama sehingga jumlah penderita akan meningkat saat penderita berusia dewasa (Diananda, 2009).

Pada penelitian ini juga dijumpai 2 orang responden kanker laring yang berusia <10 tahun.Pada tahun 1868, Rehn melaporkan kasus pertama kanker laring pada anak. Faktor predisposisi utama terjadinya kanker laring pada anak adalah radiasi lesi jinak di bagian kepala dan leher, terutama juvenile laryngeal papilloma. Faktor risiko lain adalah perokok aktif maupun pasif dan paparan bahan kimia seperti asbestos. Infeksi human papilloma virus (HPV) 18 dan 33 juga berperan sebagai faktor risiko kanker laring pada anak (Manish, 2010).

5.2.2.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

(47)

2004). Selain itu, Ramroth et al. pada tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker laring lebih banyak pada laki-laki (91,8%) dibandingkan perempuan (8,2%). Tingginya persentase laki-laki dibandingkan perempuan kemungkinan dikarenakan oleh adanya kebiasaan hidup yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, dimana jumlah laki-laki-laki-laki yang merokok lebih banyak dibandingkan perempuan (Indonesia Tobacco Burden Facts, 2013).

5.2.3.Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penderita kanker laring paling banyak bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 6 orang (37,5%). Banyaknya penderita kanker laring pada wiraswasta tidak dapat dipastikan sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring karena tidak spesifiknya bidang pekerjaan sebagai wiraswasta. Penelitian yang dilakukan oleh Rushton et al. di Inggris pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 56 orang penderita kanker laring, 46 orang diantaranya terpapar bahan karsinogen yaitu asam inorganik kuat yang mengandung asam belerang di tempat kerja. Takkouche et al. pada tahun 2009 melaporkan adanya risiko 1,52 kali lebih besar terkena kanker laring pada penata rambut dibandingkan dengan populasi umum (OR= 1,52; CI 95% 1,11-2,08).

5.2.4 Hubungan Status Merokok dengan Kanker Laring

Pada penelitian ini, jika dilihat dari status merokok, terdapat lebih banyak orang yang merokok pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis uji statistik penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kanker laring (p=0,028). Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya risiko terjadinya kanker laring sebesar 5,571 kali pada orang yang merokok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

(48)

yang signifikan antara rokok dengan kanker laring juga dapat dilihat dari hasil penelitian Maasland et al. di Belanda pada tahun 2014 (nilai p<0,001) dimana perokok memiliki risiko 8,07 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (RR=8,07; CI 95% 3,94-16,54). Penelitian case-control yang dilakukan Lee et al. pada tahun 2005 juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara merokok dengan kanker laring (nilai p<0,001) dimana perokok memiliki risiko sebesar 8,3 kali lebih besar untuk terkena kanker laring dibandingkan dengan yang tidak merokok (OR= 8,3; CI 95% 3,9-18,6).

Terdapatnya hubungan kuat antara kebiasaan merokok dengan kanker laring dikarenakan laring mendapat paparan secara langsung bahan-bahan karsinogen yang terdapat di rokok (JA,1996 dalam Kuper, 2002).Pada tahap inisiasi, bahan karsinogen yang terkandung dalam rokok dapat mengakibatkan kerusakan DNA sel. Sel menjadi lebih rentan terhadap karsinogen bila terdapat kelainan genetik dalam sel tersebut , yang disebut sebagai promotor. Pada tahap promosi, sel akan berubah menjadi sel yang ganas. (Diananda, 2009).

5.2.5 Hubungan Usia Mulai Merokok dengan Kanker Laring

Pada penelitian ini, jika dilihat dari usia mulai merokok terdapat lebih banyak orang yang merokok sejak usia 10-19 tahun dibandingkan sejak usia ≥ 20 tahun baik pada kelompok kasus maupun kontrol. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,022 ( yaitu p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara usia mulai merokok dengan kanker laring. Dari tabel 5.5 di atas juga didapat nilai OR 13,750 (CI 95% 1,483-127,474) pada kelompok orang yang merokok sejak usia 10-19 tahun yang berarti risiko terjadinya kanker laring 13,750 kali pada orang yang merokok sejak usia 10-19 tahun dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

(49)

IARC tahun 2002 juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia mulai merokok dengan kanker laring dimana terjadi peningkatan risiko terjadinya kanker laring seiring dengan semakin muda usia mulai merokok pada seseorang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat risiko sebesar 24,4 kali pada orang yang merokok sejak usia < 17 tahun untuk terkena kanker laring dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (OR==24,4; CI 95% 13,6-43,8). Seiring bertambahnya usia mulai merokok, risiko untuk terkena kanker laring semakin menurun, namun tetap memiliki nilai risiko yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker laring seiring dengan semakin dininya seseorang mulai merokok. Hal ini dapat diterima dimana apabila semakin muda usia seseorang terpapar zat karsinogen, maka proses karsinogenesis sampai terjadinya kanker laring telah dimulai juga sejak usia muda. Pada tahap inisiasi, bahan karsinogen yang terkandung dalam rokok dapat mengakibatkan kerusakan DNA sel. Sel menjadi lebih rentan terhadap karsinogen bila terdapat kelainan genetik dalam sel tersebut, yang disebut sebagai promotor. Pada tahap promosi, sel akan berubah menjadi sel yang ganas. (Diananda, 2009).

5.2.6. Hubungan Lama Merokok dengan Kanker Laring

Bila dilihat dari lama merokok, terlihat bahwa kelompok kasus relatif lebih lama merokok dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kanker laring (p=0,270), hal ini mungkin saja dikarenakan kurangnya sampel yang digunakan pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayalekshmi et al. pada tahun 2013 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kanker laring (p=0,103)

(50)

dengan kanker laring (nilai p<0,001) dan tampak peningkatan risiko terjadinya kanker laring seiring dengan semakin meningkatnya lama merokok. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang merokok selama 20-40 tahun memiliki risiko 11,7 kali lebih besar terkena kanker laring dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (OR=11,7; CI 95% 6,0-22,7), sedangkan orang yang merokok selama < 20 tahun memiliki risiko 3,7 kali lebih besar terkena kanker laring dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (OR=3,7; CI 95% 1,5-8,8). Penelitian oleh Maasland et al. 2014 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kanker laring (nilai p<0,0001).

Peningkatan risiko kanker laring terjadi akibat semakin lamanya seseorang merokok dikarenakan laring sering mendapat paparan bahan-bahan karsinogen dari rokok. Perokok mendapat paparan kronis dari bahan karsinogen yang mengakibatkan beberapa perubahan pada gen. Kerusakan konstan pada gen mengakibatkan sel menjadi terlalu sensitif dengan sinyal growth factor, tidak sensitif terhadap sinyal anti-growth factor, terganggunya proses apoptosis, invasi ke jaringan lain dan metástasis, terjadinya angiogénesis dan kemampuan sel untuk membelah menjadi tidak terbatas. Hal ini merupakan tanda sel tersebut telah berubah menjadi sel kanker (Hanahan&Weinberg,2000 dalam Pfeifer, 2002).

5.2.7. Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap Perhari dengan Kanker

Laring

Hasil uji statistik pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap perhari dengan kanker laring (p=0,031) yaitu semakin banyak jumlah rokok yang dihisap perhari berhubungan dengan terjadinya kanker laring. Dari hasil penelitian ini juga didapat nilai OR 16,000 (CI 95% 11,274-200,917) pada kelompok orang yang merokok >20 batang rokok perhari yang berarti risiko terjadinya kanker laring 16,000 kali pada orang yang merokok sebanyak >20 batang rokok perhari dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

(51)

signifikan antara jumlah rokok yang dihisap perhari dengan kanker laring (p=0,017). Pada penelitian ini juga tampak peningkatan risiko kanker laring seiring dengan bertambahnya jumlah rokok yang dihisap perhari dimana orang yang merokok lebih dari 25 batang rokok perhari memiliki risiko 3,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (RR=3,9;CI 95% 0,9-16,3). Penelitian yang dilakukan oleh Maasland et al. pada tahun 2014 juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap perhari dengan kanker laring (nilai p<0,001) dimana terdapat risiko sebesar 3,75 kali pada orang yang merokok ≥ 20 batang perhari dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (RR=3,75; CI 95% 1,73-8,14). Lee et al. pada tahun 2005 juga melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap perhari dengan kanker laring (nilai p<0,0001) dimana tampak risiko sebesar 11,3 kali pada orang yang merokok sebanyak > 20 batang perhari dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (OR=11,3; CI 95% 4,3-31,3).

Peningkatan risiko kanker laring seiring dengan meningkatnya jumlah rokok yang dihisap perhari dikarenakan laring semakin banyak mendapat bahan-bahan karsinogen yang terkandung dalam rokok seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), N-nitrosamines,dan aromatic amine, sehingga meskipun dosis dari setiap karsinogen yang terkandung dalam satu batang rokok relatif kecil, dosis kumulatif bahan-bahan karsinogen tersebut dapat mengakibatkan kerusakan sel yang konstan dan menimbulkan kanker pada manusia (US. Department of Health and Human Services, 2010).

5.2.8. Hubungan Jenis Rokok dengan Kanker Laring

(52)

Rokok kretek merupakan rokok yang diproduksi di Indonesia dan merupakan jenis rokok yang paling banyak dihisap di Indonesia dibandingkan jenis rokok lainnya seperti rokok putih. Rokok kretek merupakan rokok dengan bahan baku tembakau (60%) dan cengkeh (40%). Rokok kretek juga mengandung 360.000 kali lebih banyak eugenol, suatu zat yang terdapat pada minyak cengkeh yang berperan sebagai anastesi lokal pada jalan napas yang mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatkan kenikmatan dalam merokok, terutama pada perokok muda. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan terhadap eugenol dalam dosis tinggi berhubungan dengan terjadinya kanker.Rokok kretek menunjukkan risiko mortalitas yang signifikan meskipun datanya tidak tersedia secara luas (Antic, 2014; O’Connor, 2012).

Penelitian yang membahas mengenai hubungan antara jenis rokok, terutama rokok kretek sebagai rokok khas Indonesia terhadap kanker laring masih sangat terbatas. Contoh penelitian yang membahas hubungan jenis rokok dengan kanker adalah penelitian yang dilakukan Amtha et al. pada tahun 2014 di Jakarta menunjukkan risiko sebesar 1,91 kali untuk mendapat kanker mulut pada perokok kretek, hal ini disebabkan karena prevalensi perokok kretek lebih tinggi dari jenis rokok lainnya di Indonesia.

(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Terdapat 136 penderita kanker laring di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1 Mei 2012- 1 Mei 2014.

2. Dari 16 kasus kanker laring, usia yang paling banyak menderita kanker laring adalah usia ≥ 60 tahun.

3. Pada penelitian ini, kanker laring paling banyak diderita oleh laki-laki dan mayoritas bekerja sebagai wiraswasta.

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kanker laring.

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia mulai merokok dengan kanker laring.

6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kanker laring.

7. Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap perhari dengan kanker laring.

8. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis rokok dengan kanker laring.

6.2. Saran

(54)
(55)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

2.1.1. Laring

Struktur laring terdiri dari satu tulang dan beberapa tulang rawan yang berpasangan ataupun tidak berpasangan. Os hioid yang berbentuk huruf U berada disebelah superior dan dapat dipalpasi pada leher bagian depan serta dapat juga dipalpasi melalui mulut pada dinding faring lateral. Dari masing-masing sisi bagian tengah os atau korpus hioid terdapat prosesus pendek yang mengarah ke superior dan prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior.Di bawah os hioid terdapat dua alae atau sayap kartilago tiroidea yang menggantung pada ligamentum tirohioideum.Kedua alae menyatu di garis tengah lalu membentuk jakun (Adam’s apple).Pada tepi posterior masing-masing alae terdapat kornu superior dan inferior (Cohen, 2012).

Kartilago krikoidea yang melekat pada kartilago tiroidea merupakan struktur penyokong yang berbentuk lingkaran penuh yang tak mampu mengembang.Di sebelah inferior, terdapat kartilago trakealis pertama yang melekat pada krikoid melalui ligamentum interkartilaginosa.Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea yang masing-masing memiliki dua prosesus yaitu prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis. Dari masing-masing anterior prosesus vokalis akan meluas ligamentum vokalis. Ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa yaitu bagian pita suara yang dapat bergetar sedangkan prosesus vokalis membentuk dua perlima bagian belakang korda vokalis.

(56)

Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah yang berfungsi mendorong makanan yang ditelan kesamping jalan nafas laring.Selain itu, terdapat juga jaringan elastik yang menyokong laring yaitu membrana kuadrangularis di sebelah superior dan membrana krikovokalis (konus elastikus) yang lebih kuat daripada membran kuadrangularis (Cohen, 2012).

Gambar 2.1. Kartilago dan Ligamen Laring

(Sumbe

2.1.2. Ligamentum dan membran

Ligamentum laring terdiri dari (Woodson& Zaya, 2008): 1. Ligamentum ekstrinsik terdiri atas:

• Membran tirohioid • Ligamentum tirohioid • Membran krikotiroid • Membran krikotrakeal • Ligamentum krikotrakeal • Ligamentum tiroepiglotis • Ligamentum hioepiglotis 2. Ligamentum intrinsik terdiri atas :

(57)

• Ligamentum krikotiroid media • Ligamentum vokalis

Gambar 2.2. Membran Laring

(Sumbe

2.1.3. Otot laring

Otot laring dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu otot ekstrinsik dan otot intrinsik.Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot intrinsik berfungsi menggerakkan berbagai struktur-struktur laring sendiri (Cohen, 2012).

A. Otot ekstrinsik

Otot ekstrinsik terdiri dari otot-otot yang menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Fungsi dari kelompok otot ini adalah menggerakkan laring secara keseluruhan (Ballenger, 1993).

Otot ekstrinsik terdiri atas : 1. Otot depresor laring:

(58)

- Otot omohioideus

Kelompok otot depresor laring dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 yang penting untuk proses menelan dan pembentukan suara.

2. Otot elevator laring: - Otot geniohioideus - Otot digastrikus - Otot milohioideus - Otot stilohioideus - Otot genioglosus -Otot hioglosus

Gambar 2.3. Otot Ektrinsik Laring

(Sumbe

B. Otot intrinsik

(59)

kelompok ini berpasangan kecuali otot interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik (Ballenger, 1993).

Otot intrinsik terdiriatas :

1. Otot-otot aduktor, berfungsi untuk menutup pita suara, terdiri atas : - Mm. interaritenoideus transversal dan oblik

- Otot krikotiroideus - Otot krikotiroideus lateral

2. Otot-otot abduktor, berfungsi untuk membuka pita suara, terdiri atas : -Otot krikoaritenoideus posterior

3. Otot-otot tensor, berfungsi untuk menegangkan pita suara, terdiri atas : -Tensor Internus : Otot tiroaritenoideus dan Otot vokalis

-Tensor Eksternus : Otot krikotiroideus

Pada orang tua, suara menjadi lemah dan serak karena otot tensor internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral.

- Muskulus aritenoideus transversus

- Muskulus krikoaritenoideus posterior (abduktor) (Snell,1997).

(60)

2.1.4. Persendian

1. Artikulasio Krikotiroidea

Artikulasio krikotiroidea dibentuk oleh persendian antara kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea. Artikulasio krikotiroidea memungkinkan kartilago tiroidea dapat berotasi ke arah lateral baik ke atas maupun ke bawah yang akan mengakibatkan perubahan panjang korda vokalis. Ketika pergerakan ini terjadi, tegangan korda vokalis akan berubah mengakibatkan perubahan tinggi nada pada suara manusia (Sieroslawska, n.d.).

2.Artikulasio Krikoaritenoidea

Artikulasio krikoaritenoidea berfungsi menghasilkan pergerakan dari kartilago aritenoidea terhadap lamina kartilago krikoidea. Kartilago aritenoidea bergeser menuju dan menjauhi satu sama lain, berotasi pada sumbunya dan bergerak miring ke depan dan belakang (Sieroslawska, n.d.).

2.1.5. Struktur laring bagian dalam

Cavum laring dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu :

a.Supraglotis yaitu ruang diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring. b.Glotis yaitu ruangan yang memanjang dari ventrikel diantara pita suara palsu

dan pita suara sejati sampai 0,5 cm dibawah pita suara sejati. c.Subglotis yaitu ruangan diantara glotis dengan tepi bawah kartilago krikoidea

(Concus et al,2008).

2.1.6. Persarafan

Terdapat dua pasang saraf yang merupakan cabang-cabang saraf vagus yang mempersarafi laring yaitu :

1. Nervus Laringeus Superior

Saraf ini meninggalkan nervus vagus pada ganglion nodosum dan terbagi menjadi dua cabang yaitu:

(61)

mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus piriformis dan seluruh mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati (Cohen, 2012).

• Cabang motorik eksterna; membawa suplai motorik untuk muskulus krikotiroideus (Cohen,2012).

2. Nervus Laringeus Inferior (Nervus Laringeus Rekuren)

Nervus laringeus inferior kiri melewati perjalanan yang lebih panjang daripada nervus laringeus inferior kanan.Selain itu, nervus laringeus inferior kiri berjalan dekat dengan aorta.Kedua hal tersebut mengakibatkan nervus laringeus inferior kiri lebih rentan terkena cedera daripada nervus laringeus inferior kanan.

Inervasi nervus laringeus inferior akan membawa informasi sensoris dari subglotis dan trakea ke nukleus solitaries melalui ganglion nodosum dan inervasi motorik ke semua otot intrinsik laring ipsilateral kecuali muskulus krikotiroidea. (Woodson & Zaya,2008)

2.1.7. Perdarahan

Suplai arteri maupun drainase vena berjalan bersama dengan sarafnya (Cohen, 2012).

A.Sistem arteri :

1. Arteri laringeal superior; berasal dari arteri tiroidea superior yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna (Woodson & Zaya,2008). 2. Arteri laringeal inferior; berasal dari arteri tiroidea inferior yang

merupakan cabang dari trunkus tirocervikalis. Arteri ini memperdarahi otot-otot mukosa laring (Woodson & Zaya,2008).

B.Sistem vena :

1. Vena laringeal superior; berfungsi untuk drainase darah ke vena tiroidea superior berlanjut ke vena jugularis interna (Woodson & Zaya,2008). 2. Vena laringeal inferior; berfungsi untuk drainase darah ke vena tiroidea

(62)

Gambar 2.5 Sistem Arteri dan Vena pada Laring

(Sumbe

2.1.8. Sistem limfatik

Laring memiliki 3 sistem penyaluran limfe, yaitu (Ballenger, 1993):

1. Pada daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.

2. Pada daerah bagian bawah pita suara sejati, pembuluh limfe bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node. 3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem

(63)

Gambar 2.6 : Sistem Limfatik pada Laring

(Sumbe

2.1.9. Histologi

Mukosa laring dilapisi oleh epitel berlapis silindris semu bersilia kecuali daerah pita suara yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tak bertanduk.Diantara sel-sel bersilia tersebut terdapat sel goblet.

Mukosa laring dihubungkan dengan jaringan dibawahnya oleh jaringan ikat longgar sebagai lapisan submukosa.Mukosa laring berwarna merah muda sedangkan pita suara berwarna keputihan (Ballenger, 1993).

(64)

2.1.10. Fisiologi

Fungsi utama laring adalah untuk melindungi jalan napas, respirasi, dan fonasi. Laring melindungi jalan napas selama menelan dengan cara menutup auditus laringis oleh kerja sfingter dari otot tiroaritenoideus dalam plika aeroepiglotika dan korda vokalis palsu. Selain itu, korda vokalis sejati dan aritenoid mengalami adduksi. Elevasi laring ke atas dan ke depan disertai terdorongnya epiglotis dan plika aeripiglotika ke bawah akan mengalihkan makanan ke arah lateral yaitu menjauhi auditus laringis dan masuk ke introitus esofagi. Laring juga berperan dalam proses respirasi melalui perubahan tekanan intratoraks yang dipengaruhi berbagai tingkat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru.Selain itu, laring juga berperan dalam terjadinya batuk dikarenakan bentuk korda vokalis palsu maupun sejati memungkinkan laring berperan sebagai katup tekanan bila menutup.Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan intratorakal. Pelepasan tekanan yang tiba-tiba akan menimbulkan batuk yang berfungsi untuk membersihkan sekret maupun makanan yang berada dalam auditus laringis. Fungsi laring sebagai penghasil suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan. Suara dihasilkan dari getaran pasif korda vokalis oleh udara yang dihirup (Cohen, 2012;Woodson& Zaya,2008).

2.2. Kanker laring

2.2.1. Definisi

Kanker laring merupakan pertumbuhan sel ganas pada laring dimana lebih dari 95% dari kanker laring merupakan karsinoma sel skuamous (Vasan, 2008).

2.2.2. Etiologi

(65)

peningkatan risiko terjadinya kanker laring pada pekerja-pekerja yang terpapar asbes dan debu kayu (Rushton,2010).

2.2.3. Epidemiologi

Kanker laring menempati urutan kedua keganasan yang paling sering terjadi di bagian kepala dan leher (EA, 2008 dalam Betiol, 2013).Insidensi kanker laring di dunia pada tahun 2012 mencapai 156.877 kasus atau 1-2% dari seluruh keganasan di seluruh dunia, sedangkan insidensi kanker laring di Asia pada tahun 2012 adalah 77.505 kasus dan di Indonesia adalah 2.657 kasus (Globocan,2012).

Kanker laring lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3-5:1 meskipun terdapat peningkatan risiko pada perempuan dikarenakan meningkatnya jumlah perempuan yang merokok. Insidensi tertinggi kanker laring ini terjadi pada usia dekade keenam dan ketujuh (Vasan,2008).Lebih dari 90% kanker laring merupapkan squamous cell carcinoma (Kuper, 2002).

Sekitar 60% keganasan laring dapat terjadi di daerah glotis,sekitar 35% di daerah supraglotis dan sisanya terjadi di daerah subglotis (American Cancer Society, 2012).

2.2.4. Gejala

Gejala kanker laring dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi tumor (Vasan,2008). Gejala yang sering ditemukan adalah :

• Suara serak • Sesak nafas

• Nyeri tenggorokan • Batuk dan hemoptysis • Otalagia ipsilateral

2.2.5. Diagnosis

(66)

pada korda vokalis akan segera mengakibatkan perubahan pada suara sehingga penderita kanker glotis akan memeriksakan diri pada saat stadium awal. Pasien dengan kanker di daerah supraglotis akan memeriksakan diri pada stadium yang lebih lanjut dikarenakan gejala dan tanda menjadi jelas setelah tumor berukuran besar. Selain itu, daerah supraglotis memiliki sistem limfatik yang lebih banyak mengakibatkan tumor yang berada di daerah supraglotis cenderung bermetastasis.Penurunan berat badan sering terjadi pada kanker laring stadium lanjut dikarenakan keluhan sulit menelan.Nyeri tenggorokan dan nyeri telinga merupakan gejala pada kanker laring stadium lanjut.Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melakukan palpasi leher dan menggunakan laringoskopi untuk dapat melihat lokasi dan karakteristik tumor.Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium darah, pemeriksaan radiologi, dan biopsi.Foto toraks dilakukan untuk menilai apakah terjadi metastasis di paru-paru yang merupakan tempat dimana metastasis sering terjadi. CT Scan dan MRI laring dapat memperlihatkan invasi tumor ganas di epiglottis dan paraepiglotis, erosi kartilago laring, serta metastasis kelenjar getah bening servikal. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi dari bahan biopsi laring (Concus et al, 2008).

2.2.6. Klasifikasi letak tumor

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1987 klasifikasi kanker laring berdasarkan letak tumor adalah (Haryuna, 2004):

1. Supraglotis

Terdiri dari permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pitasuara palsu, ventrikel.

2. Glotis

(67)

2.2.7.Klasifikasi dan Stadium

A. Klasifikasi

Klasifikasi tumor ganas laring berdasarkan AJCC adalah (National Cancer Institute, 2002):

Tabel 2.1 Klasifikasi Kanker Laring

Tumor primer (T)

Supraglottis

T1 Tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara yang masih normal.

T2 Tumor menginvasi lebih dari satu mukosa pada bagian yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (misalnya : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasilaring.

T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan/atau menginvasi area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau korteks dalam dari kartilago tiroid.

T4a

Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, jaringan lunak pada leher seperti muskulus

ekstrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus).

T4b Tumor menginvasi ruang prevertebra, arteri karotis atau stuktur mediastinum.

Glottis

(68)

T1a Tumor terbatas pada satu pita suara. T1b Tumor melibatkan kedua pita suara.

T2 Tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara.

T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau invasi pada ruang paraglotik dan/atau korteks dalam dari kartilago tiroid.

T4a

Tumor menginvasi korteks luar dari kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, jaringan lunak leher seperti muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus).

T4b Tumor menginvasi ruang prevertebra, arteri karotis atau struktur mediastinum.

Subglottis

T1 Tumor terbatas pada subglotis.

T2 Tumor meluas ke pita suara dengan pergerakan yang normal atau terjadigangguan.

T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara.

T4a

Tumor menginvasi kartilago krikoid atau kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, jaringan lunak leher seperti muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b Tumor menginvasi ruang prevertebra, arteri karotis atau struktur mediastinum.

Penyebaran pada kelenjar limfa (N)

N0 Tidak terdapat metastasis kelenjar limfa regional.

(69)

cm.

N2a Metastasis pada satu kelenjar limfa ipsilateral, dengan ukuran diameter > 3cm namun < 6 cm.

N2b Metastasis ke kelenjar limfa ipsilateral multipel, dengan ukuran diameter < 6 cm.

N2c Metastasis ke kelenjar limfa bilateral atau kontralateral, dengan ukuran <6 cm.

N3 Metastasis ke single/multipel kelenjar limfa, dengan ukuran ≥6 cm.

Metastasis jauh (M)

M0 Tidak terdapat metastasis jauh. M1 Terdapat metastasis jauh.

B.Stadium

Tabel 2.2 Stadium Kanker Laring

Stadium T N M

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0

(70)

Stadium T N M

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVB T4b Any N M0

Any T N3 M0

IVC Any T Any N M1

2.2.8.Terapi

Penanganan kanker laring dapat dibagi menjadi tindakan pembedahan yaitu parsial dan total laringektomi maupun tindakan non bedah yaitu radioterapi dan kemoterapi. Pada kanker laring stadium awal (stadium I dan II) dapat dilakukan pembedahan atau radiasi, sedangkan pada kasus stadium lanjut (stadium III dan IV) dilakukan pembedahan dan radiasi. Penanganan juga dilakukan bila terdapat metastasis pada kelenjar limfa leher.Stadium N0 dan N1 dapat dilakukan pembedahan atau radiasi sedangkan stadium N2 atau N3 membutuhkan kombinasi pembedahan dan radiasi (Concus et al, 2008).

2.2.9. Komplikasi

Beberapa komplikasi dari kanker laring adalah (MediResource, 2014): 1. Obstruksi (sumbatan) jalan napas

Sumbatan jalan napas terjadi akibat tumor yang menutup jalan napas dan mengakibatkan pasien menjadi sulit bernapas.

2. Penyebaran kanker ke berbagai bagian tubuh. 3. Komplikasi terapi

- Pengambilan tumor dan jaringan sekitarnya dapat mengakibatkan kerusakan otot –otot yang terdapat pada kerongkongan dan leher.

(71)

menelan dan bahkan mengunyah makanan, sedangkan kemoterapi dapat mengakibatkan mual dan muntah.

- Pengangkatan laring secara keseluruhan akan mengakibatkan pasien kehilangan kemampuan untuk bersuara.

2.2.10. Prognosis

Prognosis kanker laring dinyatakan dengan 5-year survival rate. Meskipun terdapat kemajuan dalam protokol radioterapi dan kemoterapi, terjadi penurunan kelangsungan hidup pada pasien kanker laring. Analisis yang dilakukan oleh Hoffman,et al., menunjukkan bahwa kanker laring stadium T3N0M0 baik pada supraglotis, glotis maupun subglotis menunjukkan 5-year survival rate yang rendah pada pasien yang hanya menerima kemoradiasi ataupun radiasi dibandingkan dengan pasien yang diterapi dengan pembedahan dan radiasi setelah pembedahan (Vasan, 2008).

2.3. Rokok

2.3.1. Definisi merokok

Merokok adalah suatu kegiatan membakar tembakau dan kemudian asapnya dihisap, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa. Terdapat dua jenis asap yang terbentuk saat merokok yaitu mainstream smoke dan sidestream smoke. Mainstream smoke adalah asap rokok yang dihisap melalui mulut, sedangkan sidestream smoke adalah asap yang terbentuk di ujung rokok yang dan yang dihembuskan ke udara. Sidestream smoke dapat mengakibatkan orang lain menjadi perokok pasif.

(72)

2.3.2. Kandungan rokok

Asap rokok terdiri dari campuran banyak bahan kimia. Para peneliti memperkirakan bahwa asap rokok mempunyai kurang lebih 7.357 bahan kimia. Komponen gas dari asap rokok terdiri dari nitrogen (N2), oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), acetaldehyde, metana, asam nitrit, aseton, akrolein, ammonia, metanol, hidrogen sulfida (H2S), hidrokarbon, fase gas nitrosamines, and karbonil. Komposisi partikulat terdiri dari asam karboksilat, fenol, air, nikotin, terpenoid, paraffin, tobacco-specific nitrosamines (TSNAs), PAHs, dan katekol(Rodgman and Perfetti 2009).

Beberapa zat yang terkandung dalam rokok adalah :

1.Nikotin

Tembakau banyak mengandung zat kimia alkaloid termasuk nikotin yang merupakan komponen alkaloid yang terbanyak. Dari ribuan komponen zat kimia dalam asap rokok, nikotin merupakan zat yang paling berpotensial mengakibatkan ketergantungan terhadap rokok (Brody et al. 2006).

Nikotin dapat menimbulkan banyak efek pada tubuh.Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan saraf. Nikotin juga dapat meningkatkan kadar gula darah, asam lemak bebas, kolesterol, LDL, dan mengakibatkan peningkatan agregasi sel pembekuan darah. Selain itu, nikotin juga dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan vasokontriksi pembuluh darah (Sitepoe,2000).

2.Tar

Tar merupakan zat dalam rokok yang terbentuk jika rokok dibakar. Dalam tar terdapat polisiklik hidrokarbon aromatis dan N nitrosamine yang merupakan zat yang bersifat karsinogenik (Sitepoe,2000).

3.Karbon monoksida

(73)

hemoglobin dalam darah sebanyak 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin dalam darah orang yang tidak merokok adalah 1%. Peningkatan kadar karboksi-hemoglobin dapat mengakibatkan polisitemia, yaitu suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah total massa sel darah, yang akan memperngaruhi sistem saraf pusat (Sitepoe,2000).

4.Timah hitam (Pb)

Timah hitam merupakan salah satu logam berat, yang apabila terdapat dalam kadar tertentu di dalam tubuh dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf (Mason, 2014).

Kadar timah hitam dalam satu batang rokok adalah 0,5 mikrogram. Jika seseorang merokok 1 bungkus per hari, kadar timah hitam yang terbentuk mencapai 10 mikrogram, sedangkan batas bahaya kadar Pb dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari (Sitepoe,2000).

2.3.3. Jenis rokok

Berdasarkan bahan bakunya, rokok dibagi dalam tiga jenis (Sitepoe, 2000):

1. Rokok Putih : rokok yang bahan bakunya hanya berupa daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu.

2. Rokok Kretek : rokok yang bahan bakunya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu.

3. Rokok Linting (tingwe): rokok yang digulung sendiri dan bahan bakunya bervariasi berupa tembakau, cengkeh, dan kemenyan.

(74)

2.3.4. Jumlah Rokok Yang Dihisap

Menurut Sitepoe (2000), berdasarkan banyaknya jumlah rokok yang dihisap per hari, perokok terbagi atas :

1. Perokok Ringan : apabila merokok 1-10 batang per hari. 2. Perokok Sedang :apabila merokok 11-20 batang per hari.

3. Perokok Berat : apabila merokok lebih dari 20 batang per hari.

2.4. Hubungan merokok dengan kanker laring

2.4.1. Mekanisme karsinogenesis

Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal dimana sel tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol dan dapat menyusup ke jaringan tubuh normal serta menekan jaringan tubuh yang normal yang mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh.Kanker bisa terjadi di berbagai jaringan tubuh. Sel kanker dibentuk dari sel normal akibat suatu proses transformasi dimana suatu zat pro-karsinogen menjadi senyawa yang bersifat reaktif terhadap DNA sel.Proses karsinogenesis pada manusia dapat terjadi selama 15-30 tahun.

Pada tahap inisiasi, suatu bahan yang disebut karsinogen dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada DNA sel (aktivasi onkogen atau inaktivasi supresor).Bahan karsinogen dapat berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari.Namun, setiap sel memiliki kepekaan yang berbeda terhadap suatu karsinogen.Sel dapat menjadi lebih rentan terhadap karsinogen bila terdapat kelainan genetik dalam sel tersebut yang disebut sebagai promotor.Gangguan fisik menahun juga dapat membuat sel menjadi lebih rentan untuk mengalami suatu keganasan.

(75)

sistem kekebalan tubuh dan penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh dalam keadaaan tidak normal, proses ini juga dapat terganggu.

Pada tahap progresi terjadi manifestasi pertumbuhan tumor secara kualitatif dan kuantitatif. Metastasis atau penyebaran dapat terjadi jika sel kanker berpindah melalui aliran darah atau pembuluh getah bening ke bagian-bagian tubuh yang lain (Diananda, 2009)

2.4.2. Bahan karsinogen dalam rokok

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya kanker, salah satunya adalah faktor lingkungan. Merokok adalah salah satu faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker antara lain kanker paru-paru, kanker mulut, kanker laring, dan kandung kemih (Diananda,2009).

Rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia, beberapa diantaranya diketahui berpotensi mengakibatkan kanker pada manusia (Fowles & Bates, 2000). Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), N-nitrosamines,danaromatic amines terdapat dalam jumlah kecil dalam asap rokok namun merupakan zat karsinogen kuat yang berpotensi mengakibatkan kanker pada manusia sedangkan acetaldehyde and isoprene merupakan karsinogen lemah yang terdapat dalam asap rokok dalam kadar yang tinggi. PAH adalah hasil pembakaran tidak komplit yang pertama sekali diidentifikasikan sebagai karsinogen. Secara umum, PAH adalah karsinogen yang bekerja secara lokal.Penelitian menunjukkan bahwa PAH dapat menginduksi pembentukan tumor pada paru-paru, trakea, dan kelenjar mamae.

N-nitrosamines adalah karsinogen poten yang bekerja secara sistemik dan mempengaruhi berbagai jaringan tubuh. Dua jenis N-nitrosamine dalam asaprokok adalah tobacco-specific

4-(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone

bahan karsinogen pada yang terkandung dalam asap rokok yang diidentifikasi sebagai karsinogen pertama sekali dalam industri zat pewarna.

Gambar

Gambar3.1.Kerangka konsep penelitian
Tabel 3.1.Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan hal tersebut di atas, maka Pokja akan melakukan verifikasi terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian kualifikasi dengan memperlihatkan dokumen

3.3 Mengenal teks buku harian tentang kegiatan anggota keluarga dan dokumen milik keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat

(4) Jadwal retensi arsip keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kolom nomor urut, jenis/seri arsip, jangka waktu simpan dan keterangan yang berisi

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah, penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

1.1 Melafalkan, surat al-Fatihah, an-Nas, al-Falaq, al- Ihlas, dan surat al-Lahab secara benar dan fasih.. ☑ Melafalkan surat al-Ikhlas

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah, penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

To this end, the proposed surface reconstruc- tion framework starts with an automatic ground extraction phase performed through the use of a 3D point cloud segmentation

To obtain well-distributed, stable and quantity controllable features, UR-SIFT algorithm is adopted in source image, meanwhile, SIFT with lower contrast threshold