• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK DENGAN MULTIMEDIA KOMPUTER DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK DENGAN MULTIMEDIA KOMPUTER DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

i

SMPN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister

Pendidikan Matematika

Oleh : AGUS SUNTORO NIM : S.850907103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

ii

SMPN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

TESIS

Disusun oleh : AGUS SUNTORO

S850907103

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Tanggal:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D Drs. Budi Usodo, M.Pd NIP. 131791750 NIP. 132050357

Mengetahui

Ketua Prodi Pendidikan Matematika

(3)

iii

SMPN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

Disusun oleh : AGUS SUNTORO

NIM. S850907103

Telah disetujui dan disyahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :

Jabatan Ketua

Sekretaris

Anggota Penguji

Nama : Dr. Mardiyana, M.Si NIP. : 132046017

: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc NIP. : 130794455

: 1. Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D NIP. 131791750

2. Drs. Budi Usodo, M.Pd NIP. 132050357

Tanda Tangan

...

...

...

...

Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP. 131 472 192

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(4)

iv Nama : Agus Suntoro

NIM : S850907103

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul ”EKSPERIMENTASI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN

KONSTRUKTIVISTIK DENGAN MULTIMEDIA KOMPUTER DITINJAU DARI AKTIVITAS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMPN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009”, adalah betul-betul karya saya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya sendiri dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang diperoleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2009 Yang membuat pernyataan

(5)

v

Berusahalah terus dan jangan putus asa

Hargai dan syukurilah hidup ini

Jadikan hidupmu lebih berarti

Sinari hidupmu dengan keceriaan

Bekalilah hidupmu dengan keimanan

(Habib)

Dengan segala doa dan puji syukur kehadirat Allah swt, Tesis ini

kepersembahkan teruntuk :

Ibu dan ayah tercinta

Tiada kata lain yang bisa terucap selain ucapan terima kasih yang tidak terkira

atas semua pengorbanan, kasih sayang yang tulus dan doa yang selalu

mengiringi setiap langkah dalam meniti hidupku ini.

Maafkan kami, jika kami belum bisa memberikan harapan yang terbaik.

Isteriku tercinta (Dwi Nur Hayati)

Terima kasih yang telah mendampingi dengan memberikan rasa cinta, kasih

sayang yang tulus, perhatian, nasehat, support disaat-saat terberatku dan doamu

yang bisa membuatku lebih tegar menghadapi hidup ini.

Anak-anaku tersayang

(Annas Fathoni Hantoro, Arifqi Fathoni Hantoro, dan Azaki Fathoni Hantoro)

Teruslah berdoa dan berusaha agar kau dapat mewujudkan cita-citamu. Jangan

sia-siakan kesempatan yang masih ada. Jadikan setiap hambatan menjadi

(6)

vi

hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajad Magister Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Tesis ini merupakan karya ilmiah yang melalui kajian pustaka dan penelitian di lapangan untuk membuktikan adanya pengaruh pembelajaran konstruktivistik yang ditinjau dari aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.

Peneliti menyadari bahwa, tesis ini dapat teselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya diucapkan kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana UNS atas kebijaksanaan-kebijaksanaanya untuk terselesainya tesis.

2. Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, M.Sc. sebagai asisisten Direktur I Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Mardiyana, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sebagai Ketua Penguji Tesis yang telah memberikan ijin memfasilitasi sehingga penelitian dapat berlangsung dengan baik.

4. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc sebagai Sekretaris Penguji Tesis yang telah memberikan kritik dan saran sehingga penelitian dan penyusunan Tesis ini dapat berlangsung dengan baik.

5. Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D selaku pembimbing I yang telah dengan sabar dan telaten membimbing serta mendorong segera terselesaikannya penyusunan tesis.

(7)

vii

memberikan ijin penelitian sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta sebagai kulas uji coba instrumen penelitian.

9. Sahabat-sahabat Mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surakarta, Januari 2009

(8)

viii

HALAMAN PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….…………...…….. 1

B. Identifikasi Masalah ………..….…….……….…………. 5

C. Pembatasan Masalah ……….………..……….….……….…………... 6

D. Perumusan Masalah ………..……….……..………. 6

E. Tujuan Penelitian ……….……….…..……….. 7

F. Manfaat Penelitian ……….………..……….……… 7

BAB II. LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Mengajar ……….…..………. 9

2. Hakekat matematika ………...….………..………...……….. 11

3. Belajar Matematika ………..…………. 13 4. Prestasi belajar Matematika ... 15

(9)

ix

Aktivitas Belajar Siswa………..………..……. ..……... 35

B. Penelitian yang Relevan ………...……...……….. 38 C. Kerangka Berfikir ……….………...……….. 39

D. Hipotesis ……….….………..……… 41

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………...………....……… 42

1. Rancangan Penelitian ……….…...………….……….. 43 2. Prosedur Penelitian ………...………….…………. 43 B. Tempat dan Waktu Penelitian ……….….………. 44

1. Tempat Penelitian ………..………… 44

2. Waktu Penelitian ……….….……….. 44

C. Populasi, dan Sampel ………..………… 44

1. Populasi ……….….……….……… 44

2. Sampel ………...……….……… 44 3. Teknik Pengambilan Sampel ... 45

D. Variabel Penelitian ………..…..……….. 46 1. Variabel Bebas ………..………. 46 2. Variabel terikat ……….……….………….. 47 E. Teknik Pengumpulan Data ……….……….………….. 48 1. Metode Dokumentasi ... 48

2. Metode Angket ……….……….……….. 48 3. Metode Tes ………...………..………... 49 F. Instrumen Penelitian ……….………. 49

(10)

x

2.2. Tes Prestasi ... 52

a. Analisis instrumen ... 52

1). Uji Validitas Isi ……….……...……… 52

2). Reliabilitas ………..……… .53

b. Analisis Butir Soal ………...……… 54

1) Daya Pembeda ………..……… 54

2) Tingkat Kesukaran ……….…………...…..……… 54

G. Teknik Analisis Data …………..………..…………...…...…...……… 55

1. Uji Prasyarat ………....…….….………….………... 55

a. Uji Normalitas ... 55

b. Uji Homogenitas Variansi ………. ……….………..… 56

2. Uji Keseimbangan ……….………….……….. 57

3. Pengujian Hipotesis ……….….………...… 59

a. Model ………..………. 59

b. Prosedur ………..…………..………... 59

c. Rangkuman Analisis ………..……….. 64

d. Uji Lanjut ………...……….. 65

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Coba Instrumen ……….. 67

1. Angket Aktivitas …... 67

2. Tes Prestasi ... 68

B. Deskripsi Data …...… 69

C. Hasil Analisis Data ... 71

(11)

xi

3. Uji Prasyarat Untuk Anava ... 73

a. Uji Normalitas ... 73

b. Uji Homogenitas ... 74

4. Uji Hipotesis ... 74

5. Uji Komparasi Ganda ... 76

D. Pembahasan ... 78

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ………... 81

B. Implikasi Hasil Penelitian ……… 81

C. Saran …... 82

(12)

xii

Tabel 3.2 : Notasi dan Tata Letak Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat

Deviasi ... 61

Tabel 3.3 : Rataan dan Jumlah Kuadrat ... 61

Tabel 3.4 : Rangkuman Analisis ... 64

Tabel 4.1 : Data Nilai Murni Ulangan Umum Semester Genap ... 69

Tabel 4.2 : Data Hasil Angket ……….……… 70 Tabel 4.3 : Prestasi Belajar Matematika ... 70

Tabel 4.4 : Hasil Uji Normalitas Prasyarat Uji Keseimbangan ... 71

Tabel 4.5 : Hasil Uji Normalitas Prasyarat Anava ... 73

Tabel 4.6 : Hasil Uji Homogenitas ... 74

Tabel 4.7: Rangkuman Hasil Anava Dua Jalan ... 75

Tabel 4.8 : Rataan Masing-masing Sel ... 76

(13)

xiii

2. RP ... 91

3. Materi Ajar ... 105

4. Media Pembelajaran ... 116

5. Kisi-kisi Draft Angket Aktivitas Belajar Siswa ... 126

6. Draft Angket Aktivitas Belajar Siswa ... 127

7. Lembar Jawab Angket ... 133

8. Lembar Validasi Angket ... 134

9. Analisis Butir Angket Aktivitas Siswa ... 136

10. Kisi-kisi Angket Aktivitas Belajar Siswa ... 142

11. Butir Soal Angket Aktivitas Belajar Siswa ... 143

12. Draft Kisi-kisi Butir Tes Prestasi ... 149

13. Draft Tes Prestasi Belajar ... 151

14. Lembar Jawab Tes Prestasi ... 155

15. Lembar Validasi Tes Prestasi Belajar ... 156

16. Analisis Butir Tes Prestasi ... 158

17. Kisi-kisi Butir Tes Prestasi ... 164

18. Tes Prestasi Belajar ... 166

19. Data Induk Penelitian ... 169

20. Uji Normalitas Kelas Eksperimen Prasyarat Uji Keseimbangan ... 173

21. Uji Normalitas Kelas Kontrol Prasyarat Uji Keseimbangan ... 177

22. Uji Homogenitas Pembelajaran Prasyarat Uji Keseimbangan ... 181

23. Uji Keseimbangan ... 186

24. Uji Normalitas Kelas Eksperimen Prasyarat Uji Anava ... 191

25. Uji Normalitas Kelas Kontrol Prasyarat Uji Anava ... 195

26. Uji Normalitas Aktivitas Belajar Tinggi Prasyarat Uji Anava ... 199

(14)

xiv

31. Uji Anava Dua Jalan Dengan Sel Tidak Sama ... 221

32. Uji Lanjut Pasca Anava ... 225

33. Kartu Konsultasi Penyusunan Tesis Mahasiswa ... 226

34. Surat Ijin Penelitian ... 229

(15)

xv

dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas VIII SMP Kota Surakarta Tahun 2008/2009. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2009.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) apakah pendekatan pembelajaran konstruktivistik memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebik baik daripada pendekatan pembelajaran konvensional, (2) apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari aktivitas belajar siswa, dan (3) apakah ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan multimedia komputer dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar metematika

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan multimedia komputer, dan pembelajaran konvensional. Oleh karena dalam memberikan perlakuan tidak memungkinkan untuk mengontrol dan mengendalikan semua variabel yang relevan, kecuali beberapa dari variabel tersebut diatas, maka penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kota Surakarta. Sedangkan teknik pengambilan sampel merupakan kombinasi dari sampling random stratifikasi (stratified random sampling ) dan sampling random kluster (cluster random sampling) atau secara random berlapis. Sampel yang diperoleh adalah SMP Negeri 2 Surakarta, SMP Negeri 23 Surakarta dan SMP Negeri 17 Surakarta yang masing-masing sekolah diambil 2 kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen sejumlah 114 siswa dan kelas kontrol sejumlah 113 siswa. Metode pengumpulan data adalah metode dokumentasi, metode angket dan metode tes. Instrumen penelitian adalah angket aktivitas belajar sejumah 38 butir soal dan tes prestasi belajar sejumlah 25 butir soal. Prasyarat uji analisis dilakukan uji normalitas dengan metode Lillifors, uji homogenitas digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat, dan uji keseimbangan dengan uji t. Teknik analisis data menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama, dengan tingkat signifikan 5 %.

(16)

xvi

(17)

xvii

of Grade VIII SMP Surakarta City Tear 2008/2009 Learning. Thesis: Study Program Mathematics Education Postgraduate Program Sebelas Maret University. 2009.

The purposes of this research are to know: (1) Does the approach of constructivistic learning give better achievement to mathematics students than conventional approach, (2) Is there any different of students achievement in learning mathematics since from students activities of learning, and (3) Is there any interaction between learning using constructivistic approach accompanied with computer multimedia and students learning activities toward mathematics achievement.

This research is an experimental research with learning treatment using constructivistic approach. Therefore in giving treatment, it is not possible to control and set all relevant variables, but some of the above, so this research is called pseudo experimental research. The population of this research is junior high school students grade VIII of government junior high school in Surakarta. While technique of sampling is combinations of stratified random sampling and cluster random sampling. The taken sample is SMP Negeri 2 Surakarta, SMP Negeri 23 Surakarta and SMP Negeri 17 Surakarta from which two classes are taken as experiment class and controlling class. Experiment class consists of 114 students and controlling class consists of 113 students. Technique of collecting data uses document, questionnaire and test method. Research in instrument is the questionnaire of learning activities comprising 38 questions and achievement test comprising 25 items. Requirement of test analysis is performed using normality test with Lilliefors method, homogeneity test uses Bartlett method with Chie Square test and balancing test uses t test. Technique of data analysis uses two ways anava with different cell and the level of significant 5 %.

(18)
(19)

1

A. Latar Belakang Masalah

Di abad modern dalam kehidupan setiap manusia ditandai berbagai perubahan dan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang berdampak pada seluruh aspek dalam kehidupan dan kepribadian seseorang. Pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia, ini terlihat dari kenyataan bahwa manusia itu dilengkapi dengan hasrat ingin tahu, naluri, dan pengetahuan untuk mengembangkan isi alam dalam masyarakat sosialnya. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara sebab dari situlah akan tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Salah satu penunjang tersebut adalah pelajaran matematika. Pada umumnya peserta didik/siswa merasa kurang tertarik dengan pelajaran matematika. Banyak siswa yang mengalami kesulitan didalam mengerjakan soal-soal matematika, baik itu soal latihan, soal mid semester, soal semesteran, lebih-lebih soal ujian, mereka beranggapan bahwa matematika pelajaran yang sulit, sehingga banyak siswa yang takut, minder, malu bertanya atau pesimis terhadap pelajaran matematika. Hal ini mengakibatkan mereka menjadi malas dan ogah-ogahan untuk mengerjakan soal-soal latihan dalam belajar matematika, bahkan menganggap matematika membosankan, dan tidak menarik, mereka lebih baik diam, atau ngobrol dengan teman dari pada mengerjakan soal latihan. Rasa takut, minder, malu bertanya itulah yang menyebabkan rendahnya semangat belajar, rendahnya keyakinan untuk dapat memahami konsep-konsep matematika.

(20)

mengerjakan soal, tetapi menemui jalan buntu, kemudian melihat contoh yang ada juga menemui jalan buntu karena tidak mengetahui mengapa rumus itu digunakan terhadap masalah tersebut, bagaimana rumus diturunkan, langkah selanjutnya dan dari mana asal usulnya sehingga tidak bisa melanjutkan atau meneruskan penyelesaiaanya. Bukti lain bisa dilihat dari hasil nilai ulangan harian maupun ulangan semesteran, yang menunjukkan bahwa nilai matematika banyak yang berada dibawah nilai Standar Kompetensi Belajar Minimal (SKBM). Di sisi lain, guru sering terhambat oleh kurangnya kemampuan penguasaan materi bagi siswa terhadap konsep matematika yang dijelaskan guru sebelumnya. Keadaan ini menimbulkan dilema, apakah guru harus mengulangi pengajaran topik yang belum dikuasai siswa meskipun menyangkut kurangnya waktu untuk menjelaskan topik baru atau apakah pengajaran topik sebelumnya memang belum mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

(21)

dengar, rasakan dan yang dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia miliki. Karena pandangannya terganggu, hal ini bisa mengakibatkan terganggunya konsentrasi siswa dalam membentuk makna dan mudah terlupakan.

Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai inovasi dan program pendidikan yang dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar dan buku referensi lainnya. Juga peningkatan guru dan tenaga pendidikan lainnya melalui berbagai latihan dalam peningkatan kualitas pendidikan guru, peningkatan manajemen pendidikan serta pengadaan fasilitas lain.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru harus mempunyai kemampuan untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswanya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain penguasaan materi, pemilihan metode pembelajaran yang tepat, pengelolaan kelas, penggunaan media pembelajaran dan lain-lain. Oleh karena itu seorang guru matematika dituntut untuk dapat memahami dan mengembangkan suatu metode pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran di dalam kelas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Cara tepat oleh guru, akan menumbuhkan minat peserta didik, karena itu pula diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

(22)

Sebagai guru yang ingin lebih baik dari serangkaian upaya yang telah dilakukan, munculah gagasan untuk mengemas pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan dan memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya sendiri, membuat informasi menjadi sangat bermakna dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Bisa dikatakan bahwa metode merupakan kemasan yang dibuat untuk menyampaikan meteri agar lebih mudah dipahami, menarik, tidak menjenuhkan sehingga tujuan dari pembelajaran yang dilakukan dapat dicapai. Metode yang diterapkan bisa dijadikan sebagai parameter untuk melihat sejauh mana siswa dapat menerima dan mengaplikasikan materi yang disampaikan guru dengan mudah dan menyenangkan.

Oleh karena itu guru harus kreatif dalam mengatur lingkungan belajar, inovatif dalam memilih metode mengajar, penggunaan media belajar dan penerapan model mengajar yang tepat. Hal ini diharapkan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih banyak melibatkan keaktivan siswa secara optimal, sehingga menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik.

(23)

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik yang efektif dan efisien. Dengan demikian, fungsi guru adalah bagaimana membelajarkan siswa, dan berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses siswa belajar dengan baik, sehingga metode ceramah terus menerus sudah tidak relevan dalam kurikulum ini.

Tidak dapat dipungkiri lagi, mengapa banyak siswa tidak jemu berlama-lama di depan televisi menonton sinetron yang ditayangkan, juga daya gugah iklan di televisi yang begitu menarik? Hal ini disebabkan tayangan tersebut dikemas begitu canggih, menarik dan mempesona dengan memanfaatkan keunggulan multimedia komputer. Sehingga terbuka peluang yang lebar bagi guru dalam merancang dan mengemas pembelajaran dengan memanfaatkan multimedia komputer agar menjadi seindah tayangan televisi. Bahkan akurasi, efisiensi dan efektivitas pemanfaatan multimedia komputer bagi keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian, terhalangnya pandangan saat guru perlu memberi penjelasan tidak terganggu lagi. Sealin itu, jika ada siswa yang belum jelas pada topik sebelumnya dan guru harus mengulangi pembelajaran tentang topik yang belum dikuasai siswa meskipun menyangkut waktu, dapat diatasi.

Dari beberapa masalah yang ada maka perlu adanya inovasi pembelajaran yang menyenangkan, menarik, yang lebih efektif dan efisien, bila siswa perlu penjelasan dari guru tidak terhalang pandangannya sehingga proses terbentuknya makna tetap bisa berlangsung. Salah satu alternatif bentuk pembelajaran agar siswa terkondisikan seperti tersebut di atas adalah pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan multimedia komputer.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, timbul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(24)

2. Ada kemungkinan siswa mengalami kesulitan belajar karena kurang memahami atau kurang bermakna pada materi yang dipelajari, sedangkan pembelajaran konstrutivistik sebagai alternatif pendekatan pembelajaran. 3. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa mungkin disebabkan kurangnya

aktivitas siswa dalam belajar matematika.

4. Ada kemungkinan siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal karena guru kurang mengaktifkan siswa dalam belajar matematika.

C. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang di atas, agar permasalahan yang diatasi dapat lebih terarah dan secara mendalam, maka penelitian dibatasi pada masalah sebagai berikut:

1. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan multimedia komputer. Program yang dipakai adalah program power point.

2. Prestasi belajar matematika pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar siswa pada standar kompetensi persamaan garis lurus.

3. Keaktifan belajar siswa dibatasi pada aktivitas peserta didik dalam belajar matematika.

4. Penelitian dilaksanakan pada siswa SMPN kelas VIII semester gasal di Kota Surakarta tahun pelajaran 2008/2009.

D. Perumusan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat penulis kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

(25)

2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari aktivitas belajar siswa?

3. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar metematika ?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di muka, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan multimedia komputer menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada pendekatan pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari aktivitas belajar siswa.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interraksi antara pendekatan pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberi masukan kepada guru atau calon guru matematika dalam

menentukan metode belajar yang tepat, yang dapat menjadi alternatif lain dalam pembelajaran matematika

2. Memberi sumbangan informasi pemanfaatan teknologi komputer dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan di SMP.

3. Bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan dasar dan menengah khususnya tingkat SMP untuk melengkapi fasilitas sarana dan prasarana multimedia komputer yang menunjang proses pembelajaran.

(26)

dalam mengembangkan dirinya di masyarakat dalam meraih keberhasilan belajar atau prestasi belajar yang lebih optimal.

(27)

9

Pada bab ini akan dibahas kajian teori, kerangka berpikir serta pengajuan hipoteses penelitian. Kajian teori akan dibahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan variabel penelitian. Penelitian yang relevan memuat hasil-hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan. Dalam kerangka berpikir akan dikemukakan tentang kaitan antara variabel–variabel yang berdasarkan tinjauan pustaka dan kajian teori sehingga diperoleh suatu hipotesis penelitian yang akan diuji.

A. Kajian Teori 1. Mengajar

Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar menarik bagi siswa, agar aktivitas itu menuju ke arah sasaran yang diinginkan. Kegiatan belajar mengajar harus bertumpu pada siswa agar terjadi proses belajar yang efektif atau dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan.

Sardiman, A. M (1994: 47) mengemukakan bahwa mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik. Mengajar diartikan pula sebagai suatu aktifitas mengorganisasikan atau lingkungan mengajar sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak-anak sehingga terjadi proses belajar.

Purwoto (1999: 70) mengemukakan bahwa metode mengajar adalah cara-cara yang tepat dan serasi agar guru berhasil dalam mengajar guna mencapai tujuan atau mengenai sasarannya.

(28)

Dari pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metode pengajaran adalah cara yang teratur dan berpikir oleh guru atau siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

Menurut Nasution (1995: 4) menyebutkan beberapa dimensi mengajar sebagai berikut :

a. Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak. Pada definisi ini pengajaran bersifat teacher centered, guru yang memegang peran utama dan anak dianggap pasif.

b. Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak. Pada definisi kedua ini anak diharapkan mengenal kebudayaanya dan anak juga dibantu untuk dapat menciptakan kebudayaan baru menurut jaman yang senantiasa berubah.

c. Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Pada definisi ini mengajar adalah suatu usaha dari pihak guru yakni mengatur lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk belajar, guru hanya sebagai pembimbing dan anaklah yang aktif belajar, sehingga lebih bersifat pupil centered.

Mengajar pada umumnya adalah usaha guru untuk menciptakan suatu kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan termasuk guru, alat pelajaran dan sebagainya yang disebut proses belajar (Nasution, 1994: 43)

(29)

terwujud atau hasil belajar dari siswa baik, pembelajaran harus memberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses belajar mengajar yang baik.

2. Hakekat matematika

Hakekat matematika dapat diketahui berhubungan objek penalaran matematika dan sasarannya telah diketahui, sehingga dapat diketahui pula bagaimana cara berpikir matematika itu. Matematika dapat digambarkan sebagai suatu kumpulan sistem yang tiap-tiap sistem itu mempunyai struktur atau urutan, interrelasi dari pengetahuan atau operasi-operasi tersendiri yang tersusun secara deduktif (Soehardjo, 1992: 12)

Matematika dapat digambarkan sebagai suatu kumpulan sistem yang tiap-tiap sistem itu mempunyai struktur atau urutan, interrelasi dari pengetahuan atau operasi-operasi tersendiri yang tersusun secara deduktif. Matematika berkenaan dengan pikiran berstruktur yang relasi-operasinya maupun hubungan-hubungannya diatur secara logis. Hal ini berarti matematika bersifat sangat abstrak yaitu berkenaan dengan konsep, prinsip abstrak dan penalarannya (Soehardjo, 1992: 12)

Gagne, dalam Soehardjo (1992: 14) menyatakan bahwa: objek penelaahan matematika adalah fakta, ketrampilan (operasi), konsep dan prinsip atau aturan-aturan, pada hakekatnya berpikir matematika itu didasari oleh kesepakatan-kesepakatan yang disebut aksioma.

(30)

teorema. Teorema merupakan dasar teori. Pada proses penyusunan teori-teori matematika secara kreatif, wawasan pemikiran berperan penting, pada penyusunan teori secara definitif, penalaran secara logis dengan pembuktian merupakan titik pusat utama.

Menurut Johnsi dan Myklebust dalam Mulyono Abdurrahman (2002: 252), Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekpresikan hubungan-hubungan kuantitatis dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan Lerner berpendapat bahwa matematika selain bahasa simbolis juga bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan suatu ide.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1994: 637) dikemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasinal yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Meskipun terdapat berbagai perbedaan dengan definisi matematika, namun terdapat ciri-ciri yang sama yaitu:

1) Matematika memiliki objek kajian yang abstrak. 2) Matematika mendasarkan diri pada kesepakatan. 3) Matematika menggunakan pola pikir deduktif. 4) Matematika dijiwai dengan kebenaran konsistensi.

(31)

dari observasi, menebak dan merasa, mengetes hipotesa, mencari analogi, akhirnya merumuskan teorema-teorema yang disusun dari asumsi-asumsi dan unsur-unsur yang tidak didefinisikan.

Simbol-simbol dalam matematika diperlukan karena matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungannya. Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi menjamin adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk memmbentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara herarkis. Simbolisasi itu berubah berarti bila suatu simbol itu dilandasi suatu ide. Jadi kita harus memahami ide yang terkandung dalam simbol tersebut. Dengan kata lain ide harus dipahami terlebih dahulu sebelum ide tersebutdisimbolkan.

3. Belajar Matematika

Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisa. Dalam mempelajari matematika diperlukan prasyarat-prasyarat tertentu. Maksudnya adalah dalam mempelajari sesuatu materi anak harus menguasai prasyarat-prasyarat yang diperlukan.

Seorang belajar matematika jika pada diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, misalnya orang yang telah belajar matematika akan terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Berpikir matematis berhubungan dengan struktur-struktur yang selain mantap tetap terbentuk dari hal-hal yang telah ada sebelumnya. Belajar matematika berarti mengikuti struktur yang ada dalam matematika, sehingga orang yang belajar matematika dipaksa untuk berpikir secara logis, deduktif.

(32)

dipelajarinya dengan bahasanya sendiri ataupun dengan bimbingan guru. Dalam keadaan seperti ini siswa telah dapat menggeneralisasi suatu konsep dari matematika . Dengan demikian siswa pada waktu mengerjakan soal matematika maka ia akan terlibat langsung dalam:

(1) Memahami soal matematika untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa matematika (kalimat matematika)

(2) Menyelesaiakan soal yang sudah dibuat sesuai dengan operasi-operasi dalam matematika.

(3) Menafsirkan hasil itu, yang diperoleh untuk menjawab soal yang ditanya. Dalam mengerjakan soal seorang siswa melakukan kerja membaca dan memahami soal, dengan memahami soal dari membaca soal itu diharapkan siswa dapat menyelesaikan soal-soal tersebut dalam kata-kata sendiri, dengan menentukan apa yang diketahui. Dalam langkah ini siswa mengambil bilangan yang ada dan menentukan hubungan dalam bentuk matematika. Apabila hubungan itu telah dapat ditentukan, siswa menyusun rencana penyelesaian. Dengan berusaha membuat model matematika, kemampuan memahami soal akan terlihat dari kalimat matematika yang berhasil dibuat siswa.

Hasil pembelajaran matematika ini ditafsirkan untuk menjawab apa yang ditanyakan dalam soal, tetapi kadang-kadang siswa berhenti dalam langkah ini, dengan anggapan bahwa hasil pengerjaan model matematika tersebut sudah merupakan jawaban soal yang dimaksud.

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan faktor-faktor penyebab kesulitan mengerjakan soal sebagai berikut:

1) Pemahaman kalimat soal.

2) Mentransfer kalimat soal ke dalam kalimat matematika. 3) Menyelesaikan kalimat matematika tersebut.

(33)

4. Prestasi belajar Matematika

Menurut kamus umum bahasa Indonesia (1996: 768) “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilaksanakan, dikerjakan dan sebagainya)”. Menurut W.J.S. Poerwodarminto (1998: 700) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa: “Prestasi belajar adalah penguasaan ketrampilan atau pengetahuan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukan oleh nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru”.

Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, baik secara individu atau kelompok dalam bidang kegiatan tertentu yang diperoleh dengan kerja keras dan keuletan kerja. Dalam setiap kegiatan, manusia selalu mencapai tujuan yang diikuti dengan pengukuran dan penilaian tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.

Prestasi belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan siswa dalam bahan pelajaran yang sudah dipelajarinya, prestasi belajar dapat dideteksi dengan alat ukur berupa butir tes yang dirancang sesuai dengan indikator pada tiap kompetensi dasar melalui pengukuran dan penilaian itu akan diketahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Hasil penilaian dalam pendidikan inilah yang biasanya diwujudkan dalam bentuk prestasi belajar. Dalam dunia pendidikan sangat penting untuk mengetahui prestasi belajar yang merupakan hasil yang telah dicapai siswa dalam belajar dan kemajuan program pendidikan.

Apabila setelah belajar, maka tingkah laku seseorang akan berubah sehingga akan menyebabkan perbedaan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa dinyatakan dengan nilai yang tertera dalam raport. Dengan mengetahui prestasi siswa, guru dapat mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas apakah siswa tersebut termasuk kelompok anak pandai sedang atau kurang.

(34)

Keberhasilan belajar atau prestasi belajar dapat dilihat dari segi belajar mengajar. Proses belajar mengajar tidak hanya terjadi akibat anteraksi antara guru dengan siswa saja, tetapi meliputi semua proses yang disengaja untuk memngubah tingkah laku siswa dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.

Prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti suatu proses pembelajaran. Prestasi belajar dapat diketahui melalui evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana para siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, setelah mengikuti proses pembelajaran dan juga dipengaruhi faktor yang memudahkan seseorang belajar.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika

Prestasi yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antara faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun faktor dari luar diri (faktor eksternal) individu (Widodo Supriyono, 1991: 130)

a. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :

a) Jasmani (fisologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.

b) Psikologis baik yang besifat bawaan maupun yang diperoleh. Faktor ini terdiri dari :

i. Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial dan faktor kecakapan. ii. Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,

kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri. c) Faktor kematangan fisik maupun psikis.

b. Faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:

a) Sosial. Seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan kelompok. b) Budaya. Seperti adat-istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. c) Lingkungan fisik. Seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar.

(35)

Dalam pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mempunyai peranan penting untuk membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar. Jadi, kedua faktor di atas dalam penelitian mempunyai peranan yang sangat penting.

6. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Brooks, 1990, Leinhardt, 1992. dalam Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 2)

Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down dari pada battom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah–masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan (Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 7)

(36)

membangun pemahaman inilah yang lebih penting daripada hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna kepada materi yang dipelajari.

Menurut kaum konstruktivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Betten Court, 1989, dalam Paul Suparno, 1997: 5)

Peran seorang guru sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses siswa belajar dengan baik.

Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:

1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru

2) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.

3) Menyediakan saran yang merangsang siswa berpikir secara produktif. 4) Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung

proses belajar siswa. Menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.

5) Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.

6) Menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.

(37)

Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme (Nikon dalam Grouws, 1992: 106) adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep / prinsip-prinsip dengan kemampuan sendiri melelui proses internalisasi sehingga konsep /prinsip itu terbangun kembali. Transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru. Dengan demikian pembelajaran adalah membangun pemahaman.

Kondisi lingkungan belajar konstuktif penting, namun tidak secara otomatis menghasilkan belajar konstruktif. Siswa perlu mengembangkan keyakinannya, kebiasaannya dengan gayanya dalam belajar sehingga kemampuan ketrampilan kognitif siswa berkembang.

Menurut Marpaung (2003) pengetahuan objektif matematika oleh siswa dikondisikan ulang. Proses rekonstruksi matematika oleh siswa dijelaskan sebagai berikut: (gabungan dan modifikasi dari Ernist, 1991 dan Leiken & Zaslavsky, 1997)

a. Pengetahuan objektif matematika direpresentasikan siswa dengan mengkontruksi melingkar yang ditujukan dengan alur mengkaji/ menyelidiki, menjelaskan, memperluas, mengevaluasi, sehingga terjadi rekonstruksi matematika sebagai konsepsi awal.

b. Konsepsi awal sebagai hasil rekonstruksi individu tersebut merupakan pengetahuan subyektif matematika.

c. Pengetahuan subyektif matematika tersebut dikolaborasikan dengan siswa lain, guru dan perangkat belajar (siswa-siswa – guru – perangkat belajar) sehingga terjadi rekonstruksi matematika.

d. Matematika yang direkonstruksi dan yang direpresentasikan kelompok tersebut merupakan pengetahuan baru yaitu konsepsi siswa setelah belajar sehingga menjadi pengetahuan objektif matematika.

(38)

Dari uraian di atas tersirat bahwa guru matematika perlu berusaha memahami bagaimana siswa belajar, yaitu proses siswa dalam mengkonstruksi konsep matematika. Dengan demikian pula dikaji bagaimana guru berpikir untuk mengajarkan matematika, bagaimana guru mengajar matematika agar siswa berpikir matematika (Lampert dalam Richardson, 1997). Ini berarti perlu dipikirkan bagaimana mengubah pembelajaran di kelas yang “konvensional“ menjadi memperhatikan cara siswa berpikir matematika. Dengan demikian guru perlu mengkonstruksi teori belajarnya yang merefleksikan bagaimana ia mengaplikasikan teori belajar tersebut ke matematika dan kemudian mendesain metodenya untuk mengaplikasikan teorinya yang telah tersusun ke dalam kegiatan kelas. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika berpusat agar siswa berpikir.

Kelas dikembangkan melalui hubungan antara siswa dan guru menjadi sistem komunikasi yang interaktif. Komunikasi berarti baik guru maupun siswa duanya sebagai pengirim dan penerima informasi secara timbal balik sehingga kedua-duanya saling berfungsi. Dengan demikian peran guru dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan kontruktivistik adalah sebagai berikut:

a. Sebagai pembimbing dan memberi sugesti memfasilitasi lingkungan agar siswa menemukan penilaian berkelanjutan terhadap perkembangan belajar siswa, mengklasifikasikan konflik kognitif, untuk merangsang berpikir matematika dan mendorong interaksional. Ini mengindikasikan perhatian guru terhadap faktor pengembangan berpikir matematika siswa.

b. Dalam mengacu proses rekonstruksi matematika guru perlu memahami siswanya sehingga guru dapat membimbing siswa dalam tingkat pembimbingan yang tepat dan akhirnya secara gradual melepaskan bimbingan dan siswa dapat memahami perilaku siswa, atensi yang kuat terhadap kerja siswa, dan tetap mengembangkan proses yang relevan dan kesimpulan yang bermakna.

(39)

bagaimana menyelesaikan bantuannya ke tingkat pemahaman siswa. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran berpusat agar siswa berpikir dan mendorong siswa untuk merepresentasikan matematika yang dipikirkan. d. Guru perlu berpartisipasi secara aktif dengan siswa secara berkelanjutan,

terutama pada tahap-tahap awal penanaman konsep matematika. Bagi siswa yang lebih tua/dewasa dalam kelompok yang “lebih berpengalaman” tidak begitu penting keterlibatan aktif guru.

Dengan peran guru seperti di atas, dapat dilukiskan keadaan kelas dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivistik adalah sebagai berikut: siswa mau dan berani mengemukakan model matematika dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, siswa mampu merepresentasikan proses mengkonstruksi konsep matematika dan kemudian memproduksinya. Ini mengindikasikan terjadinya interaksi aktif antara siswa-siswa – guru sehingga proses belajar siswa diutamakan, tidak sekedar hasil belajar.

e. Dalam pendekatan konstruktivisme peran guru dalam menilai keberhasilan belajar siswa, tidak cukup hanya sekedar dari hasil tes/ujian saja melainkan juga memonitor secara berkelanjutan dan komprehensif dari semua kegiatan yang dilakukan siswa selama kegiatan berlangsung. Dengan demikian keberhasilan belajar siswa ditentukan sebagai hasil monitoring yang berlanjutan dan komprehensif.

Menurut Marpaung (2003) penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif tersebut meliputi gabungan dan modifikasi dari model pandangan Hilbert dan Lefreve (1986) Savada (1997) dan Kilpatrik dkk (2001) sebagai berikut:

1) Kelancaran siswa dalam berpikir matematika untuk menyelesaikan masalah. Beberapa banyak solusi atau beberapa cara menyelesaikan masalah yang dapat dihasilkan oleh setiap siswa.

(40)

3) Keaslian respon siswa yang ditujukan ketinggian derajat ide-ide yang dikemukakan siswa.

4) Elegensi ide yang dikemukakan siswa yang ditunjukkan derajat keunggulan ide yang dikemukakan siswa. Ide yang ambigo tentu berbeda dengan ide yang sederhana, tetapi jelas dan tepat.

5) Pemahaman konseptual yang ditunjukkan dengan kejelasan hubungan-hubungan konsep/prinsip matematika yang dikuasai siswa.

6) Pemahaman prosedural yang ditunjukkan tersusunnya bahasa formal atau sistem representasi simbol matematika termasuk didalamnya algoritme atau aturan untuk menyelesaikan masalah.

7) Kompeten dalam strategi yang ditunjukkan kemampuan memformulasikan, menyatakan dan menyelesaikan masalah–masalah dari masalah yang dihadapi.

8) Penalaran yang adaptif yang menunjukkan kapasitas berpikir logika, refleksi, penjelasan dan jusifikasi.

9) Disposisi produktif yang menunjukkan kecenderungan kebiasaan dalam melihat matematika sebagai kegunaan, kebermanfaatan dan percaya dan yakin akan pilihannya sendiri.

De Uries dan Kohlberg mengikhtisarkan beberapa prinsip konstruktivisme Piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika sebagai berikut:

a. Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum persoalan bilangan diperkenalkan. Bila murid mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka menerima struktur logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak akan jalan.

(41)

c. Murid harus mendapat kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa yang sudah jadi.

d. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pembelajaran matematika hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan. Murid menjadi pasif. Banyak guru menekankan perhitungan dan bukan penalaran sehingga banyak murid menghafal belaka. (Paul Suparno, 1997: 70) Struktur psikologis (skemata) adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelektual, kreativitas, kemampuan dan naluri. Memang diakui bahwa struktur logis dan matematis adalah abstraks, sedangkan pengetahuan fisis adalah kongkret.

Menurut Paul Suparno (1997) bahwa Drive dan Oldham dalam Matthews (1994) mendriskripsikan beberapa ciri mengajar konstruktivisme sebagai berikut:

a. Orientasi.

Murid diberi kesempatan untuk menmgembangkan motivasi dalam mempelajaari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang mudah dipelajari.

b. Elisitasi

Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.

c. Restrukturisasi ide

Dalam hal ini ada tiga hal yaitu:

(42)

gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.

2) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman.

3) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.

d. Penggunaan ide dalam banyak situasi.

Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan rinci dengan segala macam pengecualiannya.

e. Review, bagaimana ide itu berubah.

Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasan entah dengan menambah suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lenngkap.

Penggunaan paradigma belajar didukung oleh filsafat konstruktivisme, yang mengatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang adalah bentukan dari orang itu sendiri (bdk. Suparno, 1997). Dalam rangka membentuk atau mengkonstruksi pengetahuan itu orang yang belajar tersebut harus aktif, dalam arti aktif berpikir (mental) dan aktif berbuat (jasmani).

Menurut Brooks dan Brooks (1993: 15), dalam Marpaung, 2003, pembelajaran konstrukvistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan menekankan ide-ide besar.

(43)

c. Aktivitas kurikuler bersandar pada sumber-sumber data primer dan penggunaan benda-benda manipulatif.

d. Siswa dianggap sebagai pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang dunia.

e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi lingkungan pada siswa (menggunakan lingkungan sebagai titik tolak pembelajaran).

f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya.

g. Asesmen hasil belajar siswa terintegrasi dengan pembelajaran melalui pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan kemampuannya dan portofolio.

h. Mengutamakan belajar dalam kelompok

Di lain pihak Suparno (1997) menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar konstruktivis adalah:

1) Belajar berarti membentuk makna.

2) Belajar berarti mengkonstruksi terus-menerus.

3) Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-fakta dan menghafalkannya.

4) Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbanngan.

5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

6) Hasil belajar pebelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. 7) Belajar dalam kelompok adalah baik dan dianjurkan.

8) Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.

(44)

mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individual atau melalui interaksi dan negosiasi dalam kelompok. (Marpaung, 2003)

Dengan melihat batasan-batasan di muka dapat dijelaskan bahwa belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan yang dipengauhi oleh pengertian yang telah ia punyai. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak-seimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

Ada beberapa kesulitan yang dihadapi pada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik antara lain memerlukan banyak waktu, memerlukan fasilitas yang cukup, kurang aktifnya siswa dalam proses belajar mengajar.

Untuk mengatasi kesulitan tersebut diperlukan kepandaian guru dalam mengelola waktu dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu dengan memilih kegiatan mana yang memerlukan waktu yang lebih dan mana yang tidak. Selain itu perlu diusahakan fasilitas yang memadai, antara lain buku-buku pelajaran dan media pembelajaran. Kemudian juga diperlukan motivasi belajar siswa.

Keuntungan yang didapat pada pembelajaran matematika dengan menggunakan konstruktivistik antara lain dapat mengembangkan potensi intelektual siswa, dapat meningkatkan motivasi intrinsik, dapat memperpanjang proses ingatan, dapat meningkatkan cara berpikir dan cara mendapatkan pengetahuan sehingga dapat menyiapkan siswa untuk masa depan, siswa dapat belajar secara aktif.

Menurut Muhammad Shohibul Kahfi (2003) langkah-langkah pembelajaran matematika dengan model konstruktivisme disusun dalam dua tahap, yaitu pra kegiatan pembelajaran dan detil kegiatan pembelajaran. Detil kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan inti dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase pendalaman konsep. Pra Kegiatan Pembelajaran

(45)

1. Bahan/materi 2. Bahan manipulatif

3. Membagi murid ke dalam kelompok Rencana kegiatan

1. Kegiatan awal: apersepsi 2. Kegiatan inti:

1) Tahap ekplolasi

2) Tahap pengenalan konsep 3) Tahap pendalaman konsep 3. Kegiatan akhir

Detil Kegiatan Pembelajaran Kegiatan awal

1. Informasikan kepada siswa materi yang mereka pelajari, kaitkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa, bangkitkan keingintahuan dan motivasi siswa dengan demonstrasi yang menarik

2. Ajak siswa untuk menentukan tujuan dan kegiatan pembelajaran 3. Minta siswa membentuk kelompok

4. Kaji dan cek pengetahuan prasyarat dan ketrampilan yang dimiliki siswa Kegiatan Inti

1. Tahap eksplorasi

a) Gali pengetahuan awal siswa dengan kuis/tes dan pertanyaan-pertanyaan yang efektif

b) Kembangkan kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman secara kongkrit

c) Beri kesempatan siswa untuk mengemukakan ide dan gagasannya, biarkan terjadi pertentangan dan sebat, serta ajak mereka menganalisis argumen dan mengapa mereka mempunyai gagasan demikian

(46)

2. Tahap pengenalan konsep

a) Berikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing siswa untuk berkolaborasi, membuat refleksi, dan interpretasi terhadap pengalaman kongkrit pada tahap eksplorsi

b) Optimalkan pola interaktif (guru-murid, murid-murid, guru – murid-murid) agar interaksi sosial benar-benar efektif memberikan konstribusi kepada siswa untuk mengkonstruk pemahamannya

c) Panggil siswa secara acak dan mintalah untuk mengerjakan soal atau contoh

d) Mintalah siswa mengerjakan tugas-tugas kelas secara individual/kelompok, jangan berikan tugas kelas yang memerlukan waktu panjang

e) Presentasi tugas dan diskusi kelas f) Tes

Kegiatan akhir

1. Merangkum pelajaran 2. Refleksi

Media/sumber pembelajaran 1. Bahan ajar

2. Media/bahan manipulatif 3. Lembar tugas

4. kuis/pedoman pertanyaan Penilaian

1. Penilaian proses 2. Skor kuis 3. Skor tugas 4. Skor tes

(47)

7. Pembelajaran Konstruktivistik dengan Multimedia Komputer

Multimedia dapat mempunyai sekurang-kurangnya dua pengertian, yaitu (1) gabungan dari berbagai media (bahan cetak/teks, audio, video, slide, siaran radio, siaran televisi) yang masing-masing berdiri sendiri namun terprogram (various media). Multimedia lebih cocok dimanfaatkan untuk pendidikan yang bersifat massal.

Penerapan multimedia dalam pengertian ini membutuhkan investasi yang besar pada sisi penyedia program pendidikan, tetapi hanya membutuhkan investasi yang relatif kecil pada sisi penerima; (2) Berbagai media yang terpadu (integrated multimedia) yang biasa dikaitkan dengan komputer multimedia. Multimedia ini lebih cocok untuk program pendidikan yang sifatnya individual/terbatas. Penerapan multimedia ini menuntut investasi yang besar di sisi penyedia program pendidikan dan pada sisi penerima program pendidikan harus ada peralatan yang menunjang.

Multimedia sangat potensial untuk meningkatkan mutu belajar mengajar, yang akhirnya diharapkan meningkatkan hasil belajar siswa. Tidak saja bisa memperjelas sajian, tetapi juga lebih menghemat waktu belajar, lebih luwes, membuat apa yang dipelajari lebih tahan lama di ingatan, dan mampu memberikan “pengalaman lapangan” yang sulit dilakukan tanpa media tersebut.

Konsep multimedia lebih dekat ke pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered oriented) bukan pendekatan yang berpusat pada guru. Apapun juga

konteks penggunaan paket multimedia pasti memiliki kadar interaksi yang tinggi antara siswa dengan bahan belajar.(Awaloedin Djamin: 6-7)

Umar Hamalik (1986), Daniel Jos (1986), Djamarah (2002) dan Sadiman, dkk (1986) dalam (Muhammad Adri, 2005: 2 - 3) menglompokkan media berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis:

a. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti tape recorder.

(48)

c. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke dalam dua jenis.

1) audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti film sound slide

2) audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak, seperti film, video cassete dan VCD. Salah satu kompetensi proses belajar mengajar bagi seorang pengajar adalah ketrampilan mengajak dan membangkitkan mahasiswa berpikir kritis. Kemampuan itu didukung oleh kemampuan pengajar dalam menggunakan media ajar

Sedangkan, (Andriana Sutinah, 2006: 13 – 14), menjelaskan bahwa keuntungan pembelajaran interaktif berbasis multimedia antara lain:

1. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih kongkrit/nyata sehingga mudah diterima siswa.

2. Dapat mengatasi kendala ruang dan waktu. Siswa yang belum memahami materi dapat mengulang materi tersebut di rumah sama persis dengan yang dibahas dalam kelompok

3. Informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan yang mendalam pada diri siswa

4. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan dapat merangsang perbagai macam perkembangan kecerdasan.

5. Dapat menyeragamkan materi pembelajaran dan mengurangi resiko kesalahan konsep.

(49)

akan dapat diraih lebih optimal. Pennggunaan multimedia dalam pembelajaran akan mengenalkan sedini mungkin pada siswa akan teknologi

Yanti Herlanti (2006: 2 - 3) menjelaskan keunggulan pemilihan komputer multimedia adalah:

1. Pelibatan berbagai organ tubuh mulai telinga (audio), mata (visual), dan tangan (kinetik). Pelibatan berbagai organ ini membuat informasi lebih mudah dimengerti (Arsyad, 2004) De Porter (2000) mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audiovisual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30 %, dari yang

didengarnya hanya 20 %, dan dari yang dibaca hanya 10 %

2. Kemampuan layar komputer untuk menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidemensial dengan pencabangan tautan dan simpul secara interaktif. Tampilan tersebut akan membuat pengguna (user) lebih leluasa memilih, mensintesis, dan mengelaborasi pengetahuan-pengetahuan yang ingin dipahaminya (Mc Clintock, 1992). Beberapa program komputer (software) menyediakan tautan (hyperlink) yang menghubungkan antara satu simpul (node) atau file dengan simpul atau file lainnya, sehingga user memiliki keleluasaan untuk melakukan pemilihan dan pengelaborasian. Keleluasaan ini memberikan peluang untuk menggunakan komputer tidak sekedar sebagai tools tetapi sebagai tutor dalam proses belajar mengajar 3. Pengendalian komputer berada di tangan siswa, sehingga tingkat kecepatan

(50)

4. Kemampuan menghadirkan obyek-obyek yang sebenarnya tidak ada secara fisik atau diistilahkan dengan imagery. Menurut Matlin (1984) Imagery refers to the mental representations of objects or actions that are not physically

present. Secara kognitif pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi–materi pelajaran yang ada.

Yanti Herlanti (2006: 5) Program Microsoft Power point adalah program komputer yang biasa digunakan untuk kebutuhan presentasi. Pendidik menggunakan program ini sebagai media untuk menampilkan gambar-gambar bergerak (animasi) kepada para siswanya. Program ini menampilkan menu-menu yang bewrguna dalam pembuatan wacana multimedia yang bersifat tutorial. Menu-menu tersebut adalah menu animasi; menu untuk memasukkan (import file) suara, video, dan gambar animasi; dan menu tautan (hyperlink) untuk menghubungkan antara satu simpul (node) atau file dengan simpul atau file lainnya. Menu-menu ini menjadikan program Microsoft Power Point tidak hanya berperan sebagai alat presentasi (tools) tetapi dapat dikembangkan menjadi tutor.

Yanti Herlanti (2006: 13) Keunggulan multimedia dalam imagery tools dan penyedia iklim afektif untuk pembelajaran, membuat siswa mampu lebih lama menyimpan abstraksi konsep dalam struktur kognitifnya. Multimedia yang berperan sebagai tutor mengurangi peran pengajar sebanyak 59,62 %

Ali Akbar (2006: 168) kehadiran perangkat lunak pendidikan dan hiburan membuat proses pendidikan menjadi lebih efektif. Dengan perantara prangkat lunak pendidikan, siswa belajar dengan suasana yang lebih menyenangkan, karena para siswa merasa terhibur ketika belajar dengan kecanggihan tampilan dan animasi yang dihasilkan oleh perangkat lunak pendidikan tersebut.

(51)

hal-hal yang abstrak atau diajak ke objek-objek sebenarnya yang ada kaitannya dengan materi, tetapi objek-objek tersebutlah yang dihadirkan. Dengan menampilkan gambar-gambar yang bergerak (animasi), mentautkan antara materi bahan ajar yang telah diprogram sedemikan rupa akan memberikan “pengalaman lapangan” yang mungkin sulit dilakukan tanpa media tersebut.

8. Pengajaran Konvensional

Menurut Marpaung (2003), Brookst melukiskan pembelajaran tradisional di kelas sebagai berikut:

a) Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke keseluruhan dengan menekankan ketrampilan-ketrampilan dasar.

b) Keterikatan yang ketat pada kurikulum yang sudah ditetapkan dinilai tinggi.

c) Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku teks dan lembar kerja.

d) Siswa dinggap sebagai “kotak kosong” yang dapat diisi oleh guru dengan informasi-informasi.

e) Guru pada umumnya bertindak menurut dikdatik yang menseminasikan informasi ke siswa

f) Guru menggunakan jawaban yang benar sebagai tanda siswa belajar. Siswa bekerja secara sendiri-sendiri.

Menurut Marpaung (2003) yang sering mengamati pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran konvensional di kelas bependapat bahwa pembelajaran matematika itu:

a) Mekanistik, otomistik, dan behaviorik.

b) Mengutakan pemahaman instrumental, yaitu siswa menggunakan rumus tertentu dalam menyelesaikan suatu masalah tanpa mengerti bagaimana rumus itu diturunkan dan mengapa rumus itu dapat digunakan untuk masalah tersebut

(52)

d) Bersifat mengantar siswa ke tujuan, bukan mengarahkan e) Mempraktekkan hukuman atau tegoran daripada motivasi. f) Mengutamakan mental dan mengasingkan tubuh.

g) Mengembangkan persaingan individual, bukan kerjasama. h) Kurang memperhatikan aspek budaya atau alam setempat. i) Menggunakan paradigma mengajar.

j) Menggunakan asesmen berbentuk objektif untuk mengetahui apa yang tidak diketahui siswa

Proses pembelajaran yang mekanistis sebagian disumbang oleh assessment yang berbentuk tes obyektif, yang mementingkan produk dari pada proses. Assessment yang digunakan selama ini pada dasarnya hanya mengungkapkan kognitif tingkat rendah dan tidak memberi peluang pada siswa untuk menunjukkan cara berpikirnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Perbedaan individual dalam memproses suatu informasi tidak mendapat perhatian. Setiap soal dalam tes mempunyai satu pilihan yang benar, yang berarti penyelesaian masalah adalah tunggal. Dari sini terlihat bahwa mengajar hanyalah mentransfer pengetahuan dari guru ke murid, sehingga pusat perhatian ada pada guru.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut: a. Kelebihan

1) Pembelajaran dapat sesuai dengan waktu yang direncanakan 2) Kelas relatif teratur, tenang tidak ramai

3) Daya serap dan target kurikulum pembelajaran guru dapat tercapai 4) Dapat menampung siswa banyak

5) Guru tidak direpotkan dengan administrasi yang berbeda-beda karena administrasi guru tetap (monoton)

b. Kelemahan

(53)

2) Pemahaman siswa cenderung bersifat instrumen dan bersifat sementara karena siswa dianggap sebagai botol kosong

3) Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku tulis dan lembar kerja siswa. Karena pembelajaran berorientasi pada output seperti hasil UAS/UAN

9. Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar siswa tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar bagi siswa, baik yang berasal dalam siswa maupun yang berasal dari luar siswa, sehingga dengan memperbanyak aktivitas belajar memungkinkan akan menguasai materi yang dipelajarinya. Selain itu aktivitas tidak hanya dilaksanakan di sekolah saja namun juga dilaksanakan di luar sekolah.

Aktivitas sangat penting sebab belajar sendiri merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan tak mungkin seseorang belajar. Kemampuan anak dalam beraktivitas harus didukung oleh pembimbing yang serius. Untuk mengaktifkan atau mengiatkan siswa, akan mungkin terjadi bila guru menjelaskan manfaat atau pentingnya bahan pelajaran baik kini maupun untuk masa yang akan datang.

Sementara Sardiman A. M (1994: 98) mengemukakan bahwa belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif.

Pengalaman empiris yang kadang terjadi pada suatu kegiatan belajar mengajar (KBM), sebagai berikut: ada siswa yang diam tanpa aktivitas apapun, setelah ditanya justru memberikan respon terkejut. Dengan kondisi diam (tanpa aktivitas) ini guru dapat mengetahui bahwa siswa tersebut tidak dalam kondisi belajar. Karena kadar aktivitas pada dasarnya merupakan ciri-ciri yang tampak dan dapat diamati serta diukur oleh siapapun yang tugasnya berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran (Suharno, Sukardi, Chodijah, Suwalni 1999: 10).

(54)

didiknya”. Pernyataan Montessori tersebut memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas didalam pembentukan diri anak adalah anak itu sendiri, sedang pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rousseau dalam Sardiman (1994: 95) memberikan penjelasan bahwa: “Dalam kegiatan belajar segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan s

Gambar

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Tabel 3.3: Rataan dan jumlah kuadrat
Tabel  3.4 : Rangkuman Analisis
Tabel 4.1 : Data Nilai Murni Ulangan Umum Semester Genap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari Jumat, 3 Juli 2015.. Skripsi

Berdasarkan kategori pertanyaan, mahasiswa wanita lebih banyak memperoleh kategori positif dari mahasiswa pria pada kategori kesejahteraan hewan secara umum, hewan kesayangan,

Mengapa penulis memilih shonen anime adalah karena objek penelitian yang ingin diteliti merupakan kata ganti orang kedua omae sebagai danseigo (bahasa pria), sehingga

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi,evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran

Temuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) relasi keluarga: semua keluarga memiliki relasi keluarga yang kurang harmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

 Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam Isolasi DNA Plasmid  Menjelaskan prinsip dasar Isolasi DNA

Pertama penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan

Pakan nabati yang diberikan pada ayam broiler dalam penelitian ini menghasilkan bobot hidup, karkas, persentase karkas, potongan komersial maupun meat bone ratio