KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA SERASAH DAUN
Rhizophora apiculata
YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI
PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI
PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA
TESIS
OLEH :
AWALTIAN RAMADHANITA
097030012
PROGRAM MAGISTER BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2012
KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA SERASAH DAUN
Rhizophora apiculata
YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI
PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS di KOTA PARI
PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar
Magister Sains di Program studi Biologi Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
AWALTIAN RAMADHANITA
097030012
PROGRAM MAGISTER BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA DAUN
R. apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Awaltian Ramadhanita
Nim : 097030012
Program Studi : Biologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Yunasfi, MS)
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed) (Dr. Sutarman, M.Sc)
Tanggal Lulus : 06 Januari 2012
Telah diuji pada
Tanggal : 06 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Yunasfi, MS
Anggota : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc
Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed
Dr. Suci Rahayu
PERNYATAAN ORISINALITAS
KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA DAUN
R. apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBA-GAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI PANTAI CERMIN
SUMATERA UTARA
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil
kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan
sumbernya dengan benar.
Medan, 06 Januari 2012
Awaltian Ramadhanita
NIM. 097030012
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : Awaltian Ramadhanita
Nim : 097030012
Program Studi : Magister Biologi
Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalti Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :
KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA DAUN
R. apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA PARI PANTAI
CERMIN SUMATERA UTARA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini,
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, menformat,
mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan Tesis saya
tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis
dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA
SERASAH DAUN Rhizophora apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA
PARI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas terhadap keanekaragaman jenis fungi dan kandungan karbohidrat dan protein dari serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi. Penelitian ini dilakukan di hutan mangrove Kuala Dewi Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cer-min Serdang Bedagai Sumatera Utara, Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU dan di Laboratorium BARISTAN, Medan. Penelitian ini dilakukan dalam rancan-gan petak terbagi denrancan-gan RAL yang terdiri atas : tingkat salinitas (0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt , dan > 30 ppt) sebagai petak utama dan lama masa dekomposisi (control, 15 hari, 30 hari. 45 hari, 60 hari, 75 hari, 90 hari, 105 hari, 120 hari) se-bagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 38 jenis fungi yang berhasil diisolasi dari serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Jumlah jenis fungi tertinggi dijumpai pada tingkat salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt yaitu 25 dan 24 jenis fungi sementara jumlah jenis fungi terendah terdapat pada kontrol yaitu sebanyak 5 jenis fungi. Populasi fungi terbesar terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt yaitu sebanyak 5,12 x 102 CFU/ml. Populasi fungi terendah terdapat pada kontrol yaitu 3,33 x 102 CFU/ml. Frekuensi kolonisasi fungi untuk berbagai tingkat salinitas berkisar antara 12,5% sampai 50 %. Indeks keanekaragaman jenis fungi tertinggi pada tingkat salinitas 10-20 ppt, yaitu sebesar 3,20 dan yang terendah terdapat pada kontrol yaitu sebesar 1,36. Kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami dekomposisi selama 90 hari pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 49,78%. Kandungan protein tertinggi terdapat pada serasah daun R.apiculata yang mengalami dekomposisi selama 60 hari pada tingkat salinitas >30 ppt, yaitu 6,42%.
Kata kunci: R.apiculata, Dekomposisi, Tingkat Salinitas, Jenis Fungi, Mangrove
Fungi Diversity of Rhizophora apiculata Leaf Litter During Decomposition in The Various Salinity Level in Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara
ABSTRACT
The aim of this is research is to investigate the effect of salinity level on the diversity of fungi carbohidrat and protein content from R. apiculata leaf litter during decomposition process. This research was conducted at the Mangrove for-est, Kuala Dewi Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Serdang Bedagai Su-matera Utara, Microbiology Laboratory of FMIPA USU and BARISTAN labora-tory Medan. This research used random complete design with RAL: the salinity level (0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt and >30 ppt) and the decomposition time (control, 15 days, 30 days, 45 days, 60 days, 75 days, 90 days, 105 days and 120 days). The results of this research showed that totally 38 species of fungi were succeeded isolated from R. apiculata leaf litter during decomposition process in the various salinity level. The highest species of fungi at 0-10 ppt and 10-20 ppt salinity level were 25 and 24 species, whereas the lowest species of fungi at con-trol were 5 species. The highest population of fungi at >30 ppt salinity level was 5,12 x 102 CFU/ml. The lowest population of fungi at control was 3,33 x 102 CFU/ml. The frequency of the fungi species colonization during the decomposi-tion process in the various salinity level was ranged from 12,5 to 50%. The high-est diversity index of fungi species at 10-20 ppt salinity level was 3,20 and the lowest at control was 1,36. The highest carbohidrat contain on R. apicu-lata leaf litter during decomposition in 90 days at 0-10 ppt was 49,78%. The high-est protein contain on R. apiculata leaf litter during decomposition in 60 days at >30 ppt salinity level was 6,42%.
Keywords: R. apiculata, Decomposition, Salinity level, Species of fungi, Man-grove
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan ridho-Nya dan
berkat keyakinan, kesehatan, dan kesempatan yang telah diberikan-Nya hasil
penelitian ini dapat diselesaikan.
Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima
ka-sih kepada:
Bapak Dr. Ir. Yunasfi, MS. sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih
pe-nulis haturkan atas perhatian, kesabaran dan kebaikan dalam memberikan
bimbin-gan dan arahan dalam penyelesaian tesis dan secara khusus dalam penyelesaian
tesis ini.
Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, Pembimbing II penulis dalam
penye-lesaian tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus atas segala
per-hatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam
perkulia-han dan penulisan tesis ini.
Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M Biomed dan Ibu Dr. Suci Rahayu
se-laku Dosen penguji dan Ibu Dr. Nunuk sese-laku Kepala Laboratorium Mikrobiologi
FMIPA USU yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk
penyem-purnaan tesis ini.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Badan Perencanaan
Pemban-gunan Daerah yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan selama mengikuti
perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Bapak Bupati Mandailing Natal dan Badan Admistrasi Kepegawaian yang
telah memberikan Perizinan Tugas Belajar di Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal yang
te-lah memberikan rekomendasikan perizinan.untuk mengikuti Pendidikan di
Seko-lah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Bapak Kepala SekoSeko-lah dan Guru
guru SMA Negeri 1 Panyabungan Utara yang telah memberikan dorongan ,
moti-vasi dan rekomendasi perizinan untuk studi di Pasca Sarjana Universitas Sumatera
utara.
Rekan-rekan Program Studi Magister Biologi Universitas Sumatera Utara
angkatan 2009 yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada kami,
Pe-gawai Biro Administrasi Sekolah Pascasarjana USU Medan yang telah
memper-lancar administrasi selama penulis menempuh pendidikan, dan berbagai pihak
yang banyak membantu kami yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Ayahanda Almarhum Selamat Aceh dan Ibunda Hajjah Rosna M, Adinda
Fianti Kemalasari SKM dan Zulwindri selamat BA, selama ini telah banyak
memberi motivasi dan dorongan kepada penulis dalam perkuliahan dan
penyele-saian tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar
Mertua Bapak Lutan Nasution dan Nuralam Lubis (Alm) kakak dan adik ipar
yang telah tulus ikhlas memberikan do’a dan dorongan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU.
Suami tercinta Drs. Rahadian Nasution beserta anak anakku Adriani Rosse
A.Md, Putri Rahmadianti, Vivi Rahmadini dan Putri Balqis yang telah memberi
kan do’a, dorongan dan pengorbanan yang tulus kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan studi ini.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan.
Medan, 25 Januari 2012
Penulis
Awaltian Ramadhanita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang tanggal 3 januari 1965. Anak dari Bapak
Selamat Aceh dan Ibu Hajjah Rosna M. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Berkat didikan orang tua, penulis dapat menamatkan sekolah dasar di
SD Negeri 4 Ulelehe Banda Aceh tamat tahun 1977, kemudian melanjutkan ke
SMP Negeri 11 Padang tamat tahun 1981, dan melanjutkan lagi ke SMA Negeri 1
Padang tamat tahun 1984 selanjutnya masuk di Universitas Andalas Padang pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi tamat tahun
1993.
Penulis mulai bekerja tahun 1993 di SMA N Natam dan Universitas
Gunung Leuser Kutacane dan tahun 1995 guru SMA Negeri 1 Panyabungan,
kemudian penulis Tahun 1998 diangkat menjadi guru di SMP Negeri I Natal,
tahun 2000 guru SMA Negeri 3 Gunung tua Padang Bolak, dan tahun 2005
sampai sekarang guru SMA negeri 1 Panyabungan Utara Mandailing Natal
Sumatera Utara.
Pada tahun 2001 penulis mengikuti pelatihan biologi di LPMP Medan,
Tahun 2007 seminar Gender di Hotel sejahtera Madina, tahun 2008 pelatihan guru
berbasis teknologi imformasi di Pemda Madina, tahun 2010 mengikuti Seminar
Internasional pendidikan di Auditorium USU dan mengikuti Olimpiade sains guru
SMA sewilayah Sumatera menduduki peringkat ke 10, tahun 2011 mengikuti
seminar Internasional Green Teknologi Lembaga Penelitian USU di Tiara
Conventional Hotel Medan. Penulis mendapat kesempatan beasiswa Pemda
Sumatera Utara melanjutkan Pendidikan Sekolah Pascasarjana pada Universitas
Sumatera Utara Program Studi Biologi Konsentrasi Mikrobiologi pada bulan
September 2009.
DAFTAR ISI
1.2Pembatasan Masalah 3
1.3Rumusan Masalah 3
1.4Kerangka Pemikiran 3
1.5Tujuan Penelitian 5
1.6Hipotesis Penelitian 5
1.7Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Pengertian dan Peranan Ekosistem Mangrove 6
2.2 Proses Dekomposisi Serasah 9
2.3 Peranan Mikroorganisme Fungi dalam Proses
Dekomposisi Serasah 12
2.4 Kadar karbohidrat dan Total Protein Serasah Daun R.apiculata yang Mengalami Proses
Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas 14
BAB III BAHAN DAN METODE 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 16
3.2 Alat dan Bahan 16
3.3 Variabel yang Diamati 17
3.4 Pengumpulan Data Fungi 17
3.5 Metode Pengambilan Data 17
3.5.1 Pengumpulan Serasah Daun R. Apiculata 17
3.5.2 Penempatan Serasah Daun di Lokasi Penelitian 18
3.5.3 Isolasi Fungi dari Serasah Daun R. Apiculata 21 3.5.4 Indentifikasi Fungi dari Serasah Daun R,apiculata 22
3.5.5 Penentuan Indeks Keanekaragaman jenis fungi 23
Analisis Data 23
Keanekaragaman Jenis Fungi 23
Laju Dekomposisi Serasah 23
3.6 Penentuan Kuantitas Karbohidrat dan Total Protein yang Terdapat pada Serasah Daun R.apiculata yang
Mengalami Dekomposisi 24
3.6.1 Rancangan Percobaan 24
3.6.2 Penentuan Kuantitas Karbohidrat 24
3.6.3 Penentuan Kadar Protein 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1 Kehadiran Berbagai Jenis Fungi pada Kontrol dan
pada Berbagai Tingkat Salinitas 26
4.2 Jenis-Jenis Fungi pada Serasah Daun R. Apiculata
yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi
(Kontrol) 28
4.3 Jenis-Jenis Fungi yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses
Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas 29
4.4 Perbandingan Jumlah Jenis Fungi pada Berbagai
Tingkat Salinitas 38
4.5 Perbandingan Populasi Fungi pada Berbagai
Tingkat Salinitas 40
4.6 Frekuensi Kolonisasi Fungi pada Berbagai
Tingkat Salinitas 42
4.7 Penentuan Kadar Karbohidrat dan Protein Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Dekomposisi
pada Berbagai Tingkat Salinitas 43
4.8 Penentuan Laju Dekomposisi Serasah Daun
R. apiculata pada Berbagai Tingkat Salinitas 49
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Halaman
4.1 Kehadiran dari Tiap Jenis Fungi pada Serasah Daun
R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi (Kontrol) dan pada Berbagai Tingkat
Salinitas 27
4.2 Rata-rata Jumlah Koloni x 102 (CFU/ml) dari Tiap Jenis Fungi Pada Serasah Daun R. apiculata yang
Belum Mengalami Proses Dekomposisi 29
4.3 Rata-rata Jumlah Koloni x 102 (CFU/ml) Tiap Jenis Fungi dengan Lama Masa Dekomposisi dari 15 hari sampai 120 hari pada Berbagai Tingkat Salinitas 0-10
ppt 31
4.4 Rata rata Jumlah Koloni x 102 (CFU/ml) Tiap Jenis Fungi dengan Lama Masa Dekomposisi dari 15 hari sampai 120 hari pada Berbagai Tingkat Salinitas 10-20
ppt 32
4.5 Rata rata Jumlah Koloni x 102 (CFU/ml) Tiap Jenis Fungi dengan Lama Masa Dekomposisi dari 15 hari sampai 120 hari pada Berbagai Tingkat Salinitas 20-30
ppt 33
4.6 Rata rata Jumlah Koloni x 102 (CFU/ml) Tiap Jenis Fungi dengan Lama Masa Dekomposisi dari 15 hari sampai 120 hari pada Berbagai Tingkat Salinitas >30
ppt 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
1 Kerangka Pemikiran 4
2 Zonasi Mangrove Alami yang Masih Lengkap 8
3 Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah yang Digunakan
Untuk Penempatan Serasah Pada Beberapa Lokasi di
Lapangan Dengan Berbagai Tingkat Salinitas 18
4 Letak Plot Untuk Penempatan Kantong Serasah pada
Beberapa Lokasi di Lapangan Dengan Berbagai
Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan
Metode Pengeceran Serasah daun R. Apiculata Untuk Isolasi Fungi pada Cawan Petri
19
20
22
8 Perbandingan Jumlah Jenis Fungi pada Kontrol dan
pada Berbagai Tingkat Salinitas 39
9
10
11
12
Perbandingan Populasi Fungi pada Kontrol dan pada Berbagai Tingkat Salinitas
Total Kadar Karbohidrat Rata-rata Serasah Daun
R.apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
Total Kadar Karbohidrat Rata-rata Serasah Daun
R. apiculata yang Mengalami Berbagai Lama Masa Dekomposisi Di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas
Total Kadar Protein Rata-rata Serasah Daun
R. apiculata yang Mengalami Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
41
44
45
47
13
14
15
16
17
Rataan Total Kadar Protein Serasah daun
R. apiculata Setelah Mengalami Berbagai Lama Masa Dekomposisi di Lingkungan pada Berbagai Tingkat Salinitas
Perbandingan Bobot Kering Serasah Daun
R. apiculata pada Berbagai Tingkat Salinitas
Rata-Rata Laju Dekomposisi Serasah Terdapat di Lingkungan pada Berbagai Tingkat Salinitas
Bentuk Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Dekomposisi Selama 15-120 Hari pada Tingkat Salinitas 10-20 ppt dengan: (A). Kontrol; (B). 15 hari; (C). 30 hari; (D). 45 hari; (E). 60 hari; (F). 75 hari; (G). 90 hari; (H). 105 hari; (I). 120 hari
Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Fungi pada Kontrol dan pada Berbagai Tingkat Salinitas
48
50
51
52
54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
A Ciri Maskroskopik dan Mikroskopik Fungi yang Ditemukan pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum dan Telah Mengalami Dekomposisi pada Berbagai
Tingkat Salinitas L-1
B Data Indeks Keanekaragaman Jenis Fungi pada
Kontrol dan pada Berbagai Tingkat Salinitas L-20
C Data Bobot Kering (g) Sisa Serasah Daun
R. apiculata pada Berbagai Tingkat Salinitas dan Lama
Masa Dekomposisi L-23
D Rata-rata Laju Dekomposisi dan Lama Masa Serasah Terdapat di Lingkungan Dengan Berbagai Tingkat
Salinitas L-24
E Kadar Karbohidrat (%) Serasah Daun
R. apiculata yang Mengalami Dekomposisi Selama 15–120 Hari Tiap Ulangan di Lingkungan Dengan
Berbagai Tingkat Salinitas L-25
F Kadar Protein (%) Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Dekomposisi Selama 15–120 Hari Tiap Ulangan di Lingkungan Dengan Berbagai Tingkat
Salinitas L-26 Daun R. apiculata pada Berbagai Tingkat Salinitas (A). 0-10 ppt; (B). 10 - 20 ppt; (C). 20 - 30 ppt dan (D). >30 ppt
KEANEKARAGAMAN JENIS FUNGI PADA
SERASAH DAUN Rhizophora apiculata YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI KOTA
PARI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas terhadap keanekaragaman jenis fungi dan kandungan karbohidrat dan protein dari serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi. Penelitian ini dilakukan di hutan mangrove Kuala Dewi Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cer-min Serdang Bedagai Sumatera Utara, Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU dan di Laboratorium BARISTAN, Medan. Penelitian ini dilakukan dalam rancan-gan petak terbagi denrancan-gan RAL yang terdiri atas : tingkat salinitas (0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt , dan > 30 ppt) sebagai petak utama dan lama masa dekomposisi (control, 15 hari, 30 hari. 45 hari, 60 hari, 75 hari, 90 hari, 105 hari, 120 hari) se-bagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 38 jenis fungi yang berhasil diisolasi dari serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Jumlah jenis fungi tertinggi dijumpai pada tingkat salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt yaitu 25 dan 24 jenis fungi sementara jumlah jenis fungi terendah terdapat pada kontrol yaitu sebanyak 5 jenis fungi. Populasi fungi terbesar terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt yaitu sebanyak 5,12 x 102 CFU/ml. Populasi fungi terendah terdapat pada kontrol yaitu 3,33 x 102 CFU/ml. Frekuensi kolonisasi fungi untuk berbagai tingkat salinitas berkisar antara 12,5% sampai 50 %. Indeks keanekaragaman jenis fungi tertinggi pada tingkat salinitas 10-20 ppt, yaitu sebesar 3,20 dan yang terendah terdapat pada kontrol yaitu sebesar 1,36. Kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami dekomposisi selama 90 hari pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 49,78%. Kandungan protein tertinggi terdapat pada serasah daun R.apiculata yang mengalami dekomposisi selama 60 hari pada tingkat salinitas >30 ppt, yaitu 6,42%.
Kata kunci: R.apiculata, Dekomposisi, Tingkat Salinitas, Jenis Fungi, Mangrove
Fungi Diversity of Rhizophora apiculata Leaf Litter During Decomposition in The Various Salinity Level in Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara
ABSTRACT
The aim of this is research is to investigate the effect of salinity level on the diversity of fungi carbohidrat and protein content from R. apiculata leaf litter during decomposition process. This research was conducted at the Mangrove for-est, Kuala Dewi Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Serdang Bedagai Su-matera Utara, Microbiology Laboratory of FMIPA USU and BARISTAN labora-tory Medan. This research used random complete design with RAL: the salinity level (0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt and >30 ppt) and the decomposition time (control, 15 days, 30 days, 45 days, 60 days, 75 days, 90 days, 105 days and 120 days). The results of this research showed that totally 38 species of fungi were succeeded isolated from R. apiculata leaf litter during decomposition process in the various salinity level. The highest species of fungi at 0-10 ppt and 10-20 ppt salinity level were 25 and 24 species, whereas the lowest species of fungi at con-trol were 5 species. The highest population of fungi at >30 ppt salinity level was 5,12 x 102 CFU/ml. The lowest population of fungi at control was 3,33 x 102 CFU/ml. The frequency of the fungi species colonization during the decomposi-tion process in the various salinity level was ranged from 12,5 to 50%. The high-est diversity index of fungi species at 10-20 ppt salinity level was 3,20 and the lowest at control was 1,36. The highest carbohidrat contain on R. apicu-lata leaf litter during decomposition in 90 days at 0-10 ppt was 49,78%. The high-est protein contain on R. apiculata leaf litter during decomposition in 60 days at >30 ppt salinity level was 6,42%.
Keywords: R. apiculata, Decomposition, Salinity level, Species of fungi, Man-grove
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
laut terluas (3,9 juta km2) pulau terbanyak (17.508 buah) dan pantai terpanjang
ke 2 di dunia setelah Canada (81.000 km), memiliki sumber daya pesisir yang
cu-kup besar baik hayati maupun non hayati (Karminarsih, 2007). Pesisir merupakan
wilayah perbatasan antara daratan dan lautan, oleh karena itu wilayah ini
dipenga-ruhi oleh proses proses yang ada di darat maupun yang ada di laut (Odum, 1971).
Wilayah pesisir Indonesia umumnya ditumbuhui hutan mangrove. Perubahan
pe-manfaatan kawasan pesisir menjadi tambak, pemukiman dan tempat wisata
men-yebabkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove di Indonesia.
Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.
Mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki
sun-gai yang besar dan terlindung yang masyarakatnya berusaha untuk memelihara
dan melindungi. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang
tergenang, kadar garam yang tinggi dan kondisi tanah yang tidak stabil.
(Karmi-narsih, 2007).
Hutan mangrove merupakan daerah yang memiliki arti penting yang
memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia dan alam. Hutan mangrove tidak
saja bermanfaat dalam menghasilkan kayu, namun juga berperan sebagai
pen-yangga ekosistem laut maupun ekosistem daratan (Kartawinata et al., 1979). Salah satu manfaat keberadaan hutan mangrove adalah menyediakan sejumlah
makanan dan unsur hara bagi beberapa spesies hewan laut termasuk yang
memiliki arti ekosistem yang penting. Unsur hara dan sejumlah besar bahan
or-ganik di hutan mangrove ini sebagian besar berasal dari daun-daun mangrove
yang gugur (serasah) serta organisme yang telah mati dan diuraikan oleh
mikroor-ganisme (Alongi, 1994). Sebagian kecil daun-daun mangrove dimakan oleh
yang sangat penting dalam rantai makanan. Daun-daun mangrove yang jatuh
tersebut diuraikan oleh fungi dan bakteri menjadi substrat yang kaya protein
(Feliatra, 2001).
Odum (1971) menyatakan bahwa serasah daun mangrove di estuaria
seba-gai penyumbang unsur hara yang penting bagi jaring makanan dan juga
meru-pakan sumber makanan alam bagi ikan dan invertebrata yang penting. Serasah
daun mangrove miskin unsur hara ketika baru jatuh dari pohon karena belum
ter-dekomposisi, serasah daun mangrove harus mengalami proses dekomposisi
terle-bih dahulu menjadi bahan-bahan lain yang leterle-bih sederhana sehingga dapat
diman-faatkan oleh organisme yang hidup di hutan mangrove tersebut. Kecepataan
proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme
pengu-rai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, kelembaban,
in-tensitas cahaya, suhu udara di sekitar kawasan mangrove dan kondisi lingkungan
tempat tumbuh organisme seperti suhu, air, pH air, salinitas air, kandungan
oksi-gen yang terlarut dalam air, kandungan hara organik dalam air dan lain-lain.
Dalam proses dekomposisi, semua faktor baik faktor fisik, kimia maupun biologis
saling berinteraksi satu sama lain (Anderson dan Swift, 1979).
Di lingkungan perairan, keterlibatan mikroorganisme pengurai seperti
fungi dalam ekosistem setempat jelas tidak dapat diabaikaan (Efendi, 1999).
Fungi terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi dimana
ber-tanggung jawab untuk mendegradasi dan daur ulang unsur-unsur atau elemen
esensial seperti karbon, nitrogen dan fosfor (Alongi, 1994).
Hutan mangrove di Sumatera Utara dengan luas 83.550 hektar, 60%
dian-taranya dalam keadaan rusak. Kabupaten Serdang Bedagai satu diantara beberapa
daerah tingkat II di Sumatera Utara yang mempunyai kawasan pesisir. Di kawasan
pesisir Serdang Bedagai terdapat hutan mangrove dengan luas 20.000 hektar. Dari
luas tersebut 12.400 hektar hutan mangrove Serdang Bedagai dalam keadaan
ru-sak.
Hutan mangrove Kota Pari Pantai Cermin yang terdapat di Serdang
daun, ranting, cabang dan buah (propagul) yang jatuh di lantai hutan. Selain itu
pengaruh faktor salinitas terhadap keanekaragaman jenis fungi dan laju
dekom-posisi serasah daun R. apiculata belum pernah diteliti. Proses terjadinya dekom-posisi serta keterlibatan mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomdekom-posisi
belum diteliti. Berdasarkan uraian diatasakan dilakukan penelitian tentang
keane-karagaman jenis fungi yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang men-galami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.
1.2 Pembatasan Masalah
Penelitian tentang dekomposisi di hutan mangrove Kota Pari Pantai
Cer-min akan dibatasi pada serasah daun Rhizophora apiculata. Adapun proses de-komposisi serasah ini dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan fungi.
Penelitian ini difokuskan untuk mengamati keanekaragaman jenis fungi pada
serasah daun Rhizophora apiculata yang di hubungkan dengan faktor salinitas air. Hal ini didasarkan kenyataan di lapangan bahwa kehidupan mangrove sangat
dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang bersifat salin.
1.3 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Apakah tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi berpengaruh terhadap
jumlah jenis fungi, populasi fungi, frekuensi kolonisasi jenis pungi,
keane-karagaman jenis pada serasah daun R. apiculata?
2. Apakah tingkat salinitas juga berpengaruh terhadap kuantitas karbohidrat dan
total protein yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami dekomposisi?
1.4 Kerangka Pemikiran
Ekosistem mangrove Kota Pari Pantai Cermin merupakan salah satu
organ-isme perairan. Hasil dekomposisi merupakan bahan organik yang penting bagi
kehidupan makrobentos dan produktivitas perairan terutama dalam peristiwa
ran-tai makanan dalam ekosistem mangrove. Secara skematis kerangka pemikiran
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
--- Bagian yang diteliti
Hubungan berbagai faktor lingkungan di ekosistem mangrove
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah jenis fungi, populasi fungi, frekuensi kolonisasi jenis fungi dan keanekaragaman jenis fungi serta kuantitas
karbohidrat dan total protein yang terdapat padaa serasah daun R. apiculata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.
1.6 Hipotesis penelitian
Tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi berpengaruh terhadap
jum-lah jenis fungi, populasi fungi, frekuensi kolonisasi jenis fungi, keanekaragaman
jenis fungi serta kuantitas karbohidrat dan total protein yang terdapat pada serasah
daun R. apiculata.
1.7 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara
mempercepat proses dekomposisi serasah yaitu dengan pemberian jenis fungi
yang sudah diketahui sesuai untuk kawasan ekosistem mangrove dengan tingkat
salinitas yang ada serta dapat digunakan sebagai penentu lokasi yang sesuai dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan peranan Ekosisitim Mangrove
Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang
surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas
tumbu-hannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana et al., 2005).
Menurut Macnae (1968) kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis
pohon atau semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan
batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya kata
man-grove digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa
jenis yang mempunyai perakaran pneumatopores, dan tumbuh di antara garis
pasang surut. Sehingga hutan mangrove juga di sebut hutan pasang surut (Steenis,
1978). Berdasarkan surat keputusan Dirjen Kehutanan No.60/Kpts/Dj/I/1978,
hu-tan mangrove dikatakan sebagai huhu-tan yang terdapat di sepanjang pantai muara
sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu
pasang dan bebas genangan pada waktu surut.
Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove merupakan sebutan umum
yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik
yang didominasi oleh beberapa sepesies pohon-pohon yang khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan
mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang
ter-diri dari atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizo-phora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conoccarpus (Bengen, 2000).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang
di-dominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut dan pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di
Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman hayati yang tertinggi di
dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri atas 35 spesies
tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit
(Nontji, 1993).
Batasan hutan mangrove adalah hutan yang terutama tumbuh pada tanah
alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Selanjutnya, komposisi jenis spesies tumbuhan penyusun ekosistem
ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan
pasang surut dan salinitas (Bengen, 2001).
Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan
meru-pakan pohon perintis umumnya adalah Api-api (Avicennia spp.) dan Pidada ( Son-neratia spp.). Api-api umumnya hidup pada tanah yang berpasir agak keras. Se-dangkan pidada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung
dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh Bakau
(Rhizophora spp.). Lebih ke arah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Tanjang (Bruguiera spp.) Nipah (Nypa fruticans) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosis-tem mangrove, yang seringkali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, dan
men-dapatkan pengaruh aliran air tawar yang dominan. Komunitas Nipah tumbuh
se-cara optimal di kiri-kanan sungai-sungai besar di Sumatera, Kalimantan dan Irian
Jaya (Soerianegara, 1998).
Pada umumnya vegetasi yang tumbuh di kawasan mangrove mempunyai
variasi yang seragam yakni hanya terdiri atas satu strata yang berupa
pohon-pohon yang berbatang lurus dengan tinggi pohon-pohon mencapai 20-30 meter. Jika
tumbuh di pantai berpasir atau terumbu karang, tanaman akan tumbuh kerdil,
ren-dah, dan batang tanaman sering sekali bengkok. Berdasarkan tempat tumbuhnya
mangrove dikelompokkan menjadi beberapa zonasi, yaitu (Arief, 2007):
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan zona paling luar dari hutan mangrove.
Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dan berkadar garam tinggi. Jenis
dari hempasaan air laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pionir
karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkraman perakaran
dari jenis tumbuhan ini.
2. Zona Rhizophora, yang terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia.
Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dengan kadar garam lebih rendah.
Pera-karan tanaman terendam selama terjadinya pasang air laut.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini tanah
berlumpur agak keras dan perakaran hanya terendam pasang dua kali sebulan.
4. Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini
sebenarnya tidak harus ada kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir dari
sungai kelaut.
Zona Nipah merupakan zonasi yang masih lengkap karena semua jenis
tumbuhan masih terdapat di dalam kawasan ini, Di beberapa kawasan serta
kepu-lauan Indonesia tidak seluruh zonasi ada. Ketidak sempurnaan zonasi ini
disebab-kan oleh beberapa faktor, misalnya ketidaksempurnaan penggenangan atau pasang
surut air laut.
Keterangan : 4. Rhizophora mucronata
1. Avicennia spp. 5. Rhizophora apiculata 2. Sonneratia spp. 6. Bruguiera spp. 3. Rhizophora stylosa 7. Nypha spp.
Ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber nutrisi untuk kelanjutan
proses ekologis dan biologis, dan merupakan penangkap sedimen yang diperlukan
untuk kelanjutan proses eksekusi, pengendali erosi pantai, tempat pemijahan dan
pembesaran berbagai jenis ikan dan udang. Ekosistem mangrove juga merupakan
sumber produksi pangan, obat-obatan dan bahan baku industri (Abdullah, 1984).
Nontiji (1993) melaporkan bahwa kurang lebih 80 spesies dari Crustaceae,
dan 65 spesies Mollusca terdapat di ekosistem mangrove di Indonesia. Tanaman mangrove termasuk bagian batang, akar dan daun yang berjatuhan memberikan
habitat bagi spesies akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.
Ekosis-tem ini berfungsi sebagai Ekosis-tempat untuk memelihara larva, Ekosis-tempat bertelur tampat
pakan bagi berbagai spesies akuatik, khususnya udang Penaeidae dan ikan ban-deng (Chanos chanos).
2.2 Proses Dekomposisi Serasah
Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancur bahan organik mati
secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang dipandang
sebagai reduksi komponen-komponen organik dengan berat molekul yang lebih
rendah melalui reaksi enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim protease,
selu-lase, ligninase yang menguraikan molekul-molekul organik kompleks seperti
pro-tein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati (Sunarto, 2003).
Serasah tumbuhan dapat terdekomposisi menjadi enam kategori, yaitu (1)
selulosa, (2) hemiselulosa, (3) lignin, (4) gula terlarut, asam amino dan asam
ali-fatik, (5) larutan eter, alcohol, lemak, minyak, lilin, resin dan pigmen, (6) protein.
Dekomposisi serasah dipengaruhi oleh urutan reaksi spesifik dan dengan bantuan
sistem enzim-enzim tertentu yang dimiliki oleh jenis-jenis organisme tertentu
(Dix and Webster, 1995).
Selulosa merupakan suatu polimer glukosa yang terdapat di alam yang
menyusun komponen dinding sel tumbuhan seperti hemiselulosa dan lignin.
Selu-losa merupakan homopolisakarida yang terdiri atas unit-unit β
-D-glukopiranosa (500-10000 residu gula) yang terikat satu sama lain melalui ikatan
β-1,4 glikosidik. Hemiselulosa merupakan polimer glukosa yang dibangun oleh
(100-300 residu gula) dibandingkan dengan selulosa. Lignin merupakan suatu
polimer kompleks dengan bobot molekul yang tinggi dan tersusun oleh unit-unit
fenilfrofanoid yaitu alkohol kumaril, alkohol koniveril dan alkohol sinapil
(Robin-son, 1991).
Dalam proses dekomposisi serasah, komponen penyusun dinding sel inilah
yang diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dihasilkan bahan-bahan organik
dan unsur hara yang diperlukan pada suatu ekosistem. Enzim yang terlibat pada
dekomposisi selulosa adalah selulase. Selulase terdapat sebagai senyawa
kom-pleks dan kombinsi enzim selulase berbeda anatara satu organisme dengan
organ-isme lainnya. Selulosa diubah menjadi rantai-rantai linear dan unit-unit disakarida
(selubiosa) oleh enzim selulase. Menurut Moore-Landecker (1990), reaksi
de-komposisi selulosa dapat dijelaskan sebagai berikut:
Selulase Selulase Selobiosa
Selulosa Rantai panjang Selobiosa Glukosa
Anhidroglukosa β-1,4
Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu sebagai
lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan bahan
ba-han tumbuba-han mati yang tidak terikat lagi pada tumbuba-han. Serasah merupakan
bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat
menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan
teru-tama dalam peristiwa rantai makanan (Arief 2007).
Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah
yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang ter-dapat pada serasah atau detritus akibat curan hujan atau aliran air, (2) penghawaan
(wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pen-gikisan oleh angin atau penggerakan molekul air dan (3) aktivitas biologi yang
menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan
proses dekomposisi.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan daun mempunyai unsur hara
karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan mangnesium. Ketika gugur
langsung mengalami pelapukan atau pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi
memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos ini
memiliki peran yang besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan
perkem-bangan pohon-pohon dan mangrove maupun bagi mangrove itu sendiri.
Makro-bentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja mencacah daun-daun
menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh
mikrorgan-isme. Pada umumnya keberadaan makrobentos dapat mempercepat proses
de-komposisi serasah daun tersebut ( Hogart, 1999).
Kecepatan dekomposisi serasah daun hingga dapat menyatu ke dalam
tanah mineral juga tergantung pada faktor fisik dan jenis tumbuhan itu sendiri.
Pada komunitas tumbuhan tertentu, produksi serasah akan tinggi sedangkan
kece-patan pelapukan serasah akan berlangsung lambat. Dalam hal ini, serasah dapat
terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa sentimeter (Dix
and Webster, 1995).
Kecepatan dekomposisi serasah dapat diketahui dengan menempatkan
serasah daun mangrove yang massanya diketahui di dalam kantong serasah yang
tidak dapat dimasuki oleh makrofauna pemakan serasah daun seperti gastropoda
dan kepiting. Kantong-kantong berisi serasah daun ini selanjutnya ditempatkan
diarea mangrove dan pengamatan dilakukan dengan selang waktu tertentu. Setiap
pengamatan, sisa serasah yang terdapat dalam kantong tersebut ditimbang
(Hogarth,1999).
Lama proses dekomposisi daun jenis-jenis pohon mangrove telah banyak
diteliti, dengan hasil yang menunjukkan adanya perbedaan waktu. Dekomposisi
serasah mangrove jenis api-api memerlukan waktu sekitar 20 hari, sedangkan
de-komposisi mangrove jenis bakau memerlukan waktu selama 40 hari
(Boonru-ang,1994).
Lama dekomposisi serasah daun juga berhubungan dengan kantungan
fenol yang besar dan nisbah C : N yang besar sehingga membuat serasah tidak
disukai dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi bagi hewan tanah. Pada
den-gan tingkat polifenol kecil dan nisbah C : N kecil umumnya memilik tekstur yang
lebih halus dan lebih kuat (Dix and Webster, 1995).
2.3 Peranan Mikroorganisme Fungi Dalam Proses Dekomposisi Serasah
Fungi memiliki peranan yang luas di dalam bidang ilmu pengetahuan
se-hingga memerlukan keahlian tersendiri. Salah satunya seperti pemanfaatan fungi
dalam bidang ekologi seperti dalam membantu proses dekomposisi serasah. Fungi
tidak mempunyai klorofil sehingga hidupnya bersifat heterotrof, farasit atau
saproit. Dalam kehidupan sehari-hari, fungi sering disebut cendawan, kapang,
ku-lat, atau ragi. Fungi saprofit hidup pada sampah-sampah, sisa tumbuhan maupun
hewan yang sudah mati, dapat berperan sebagai pengurai (decomposer) dalam suatu ekosistem sehingga dapat merombak sisa-sisa makhluk hidup lain menjadi
substansi kimia yang lebih sederhana. Fungi dapat hidup dimana saja, sehingga
penyebarannya di alam menjadi sangat luas, misalnya dalam tanah, dalam air,
pada bahan-bahan organik, bahan makanan dan dapat hidup sebagai parasit pada
tanaman, hewan atau pada tubuh manusia dan ada juga yang bersimbiosis dengan
jasad hidup lain (Dwijoseputro, 2005)
Fungi lebih tahan terhadap pengaruh kondisi lingkungan yang ekstrim bila
dibanding dengan kebanyakan mikroorganisme lainnya. Fungi dapat tumbuh
dalam suatu substrat atau medium yang mengandung konsentrasi gula yang dapat
menghambat perrtumbuhan bakteri. Fungi juga lebih tahan terhadap suasana asam
jika disbanding dengan organisme lainnya. Substrat yang dibutuhkan
mikroorgan-isme untuk kelangsungan hidupnya berhubungan erat dengan kandungan kimia
yang berupa protein, karbohidrat, asam nukleat, mineral-mineral seperti N, S, C,
P, Ca, Fe, Mg, dan Mn. Fungi umumnya dapat menggunakan banyak sumber
makanan dari senyawa kimia yang sederhana sampai yang kompleks. Sebagian
fungi mempunyai enzim pektinase, amilase, protease dan lipase untuk mengolah
makanannya (Jeneng, 1998).
Fungi merupakan satu di antara mikroorganisme yang berperan dalam
proses dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga,
cabang, ranting dan bagian-bagian tumbuahan lain. Fungi bukanlah dekomposer
men-yatakan makrobentos seperti fauna kelas Gastropoda, Crustacea, Bivalvia,
Hirudi-nae, Polichaeta dan amphibia sangat menunjang keberadaan unsur hara selain
mengkonsumsi zat hara yang berupa detritus, diantara berbagai fauna ini ada yang
berperan sebagai decomposer awal yang berkerja dengan cara mencacah-cacah
daun menjadi bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan oleh organisme
yang lebih kecil ke mikroorganisme.
Dekomposer awal ini akan meremas-remas atau mencacah substansi sisa
bagian pohon yang kemudian dikeluarkan kembali sebagai kotoran. Cacing
mau-pun kepiting dan sebangsanya pada umumnya memanfaatkan sisa tumbuhan yang
tidak berfungsi, misalnya daun, ranting, bunga, kulit batang, dan akar. Mereka
memakan daun-daun yang gugur sehingga sebagian besar daun itu tidak
men-galami proses pembusukan seperti biasanya melainkan menmen-galami proses
pem-busukan hasil dari ekskresi (Macnae, 1968).
Dalam subsistem dekomposisi, organisme middle atau mesopauna atau
mesobentos juga berperan dalam perombak awal bahan tanaman, serasah, dan
ba-han organik lainnya (misalnya kayu dan akar). Mesobentos mengkonsumsi baba-han-
bahan-bahan tersebut dengan cara melumat dan mengunyah (ingested) serta mencam-purnya dengan sisa-sisa bahan organik sehingga menjadi bagian yang lebih kecil
siap di dekomposisi oleh mikroba tanah (Handayanto, 1996). Makroobentos pada
umumnya mempercepat proses dekomposisi. Setelah itu, fungi akan berperan
be-sar dalam prosses degradasi daun karena fungi mampu mendegradasi senyawa
organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding
sel daun (Bell, 1974).
Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh
fungi yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik.
Fungi akan mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik
kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Proses
dekomposisi fungi sangat di pengaruhi oleh kondisi lingkungan misalnya air,
keasaman, suhu, oksigen, substrat dan inhibitor. Beberapa jenis daun sangat sulit
lem-baran daun sehingga beberapa dekomposer seperti fungi tidak dapat segera
mem-busukkannya (Dix and Webster, 1995).
2.4 Kadar karbohidrat dan Total Protein Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
Serasah yang berupa cabang, ranting dan daun yang jatuh dari tajuk
tumbuhan merupakan bahan dasar yang dapat menghasilkan bahan-bahan organik
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dan organisme untuk tumbuh dan
berkem-bang pada lingkungan tempat hidupnya. Untuk dapat menghasilkan bahan-bahan
organik tersebut maka serasah harus terdekomposisi terlebih dahulu. Dalam
proses dekomposisi serasah terlibat berbagai komponen yang saling mendukung
antara satu dengan yang lainnya sehingga serasah yang mempunyai bentuk utuh
dapat diuraikan menjadi bahan-bahan organik yang bentuknya lebih sederhana.
Fungi menguraikan senyawa organik seperti lignin, selulosa, karbohidrat dan
pro-tein menjadi lebih sederhana (Yunasfi, 2006).
Karbohidrat tersebar luas dalam tumbuhan, glukosa disintesis dari
kar-bondioksida serta air melalui fotosintesis dan disimpan sebagai pati atau diubah
menjadi selulosa yang merupakan penyusun dinding sel tumbuhan. Karbohidrat
adalah polihidroksi aldehida atau keton dengan rumus emprik (CH2
Protein merupakan makromelekul yang berlimpah di dalam sel, menyusun
setengah dari berat kering. Protein terdiri dari rantai polipeptida yang panjang,
yang disusun oleh 100 sampai 1000 unit asam amino yang disatukan oleh ikatan
peptide. Protein sederhana hanya menghasilkan asam amino dengan hidrolisis. O)n,
meru-pakan zat padat berwarna putih yang sukar larut larut dalam pelarut organik, tetapi
larut dalam air kecuali beberapa gugus hidroksi dan disebut juga turunan aldehida
atau keton dari alkohol polihidroksi atau zat-zat yang pada hidrolisisnya
mengha-silkan derivat-derivat tersebut. Karbohidrat dapat digolongkan menjadi 3 bagian
yaitu monosakarida (satu unit aldehida dan keton), aligosakarida (beberapa unit
monosakarida), dan polisakarida, melekul besar liniar atau bercabang yang
Protein konjugasi mengandung beberapa komponen tambahan lain seperti ion
logam atau gugus prostetik organik. Beberapa protein berbentuk serabut dan
sifat tidak larut, yang lain berbentuk globular dengan rantai polipeptida yang
ber-lipat-lipat. Terdapat 20 jenis asam amino yang terkandung dalam protein. Enzim
berperan dalam pengubahan karbohidrat, lemak, protein dan beberapa zat lainnya
yang terdapat dalam medium (Iswari et al., 2006).
Pada proses degradasi daun, reaksi-reaksi kimia merombak
seny-awa-senyawa organik yang kompleks menjadi senyseny-awa-senyawa kimia yang
se-derhana dan membebaskan sejumlah energi. Reaksi ini melibatkan sejumlah
en-zim. Jumlah enzim yang dihasilkan oleh sel mikroorganisme sangat sedikit tetapi
mempunyai daya yang besar untuk melakukan perubahan-perubahan kimia yang
terjadi di dalam sel (Jeneng, 1988).
Dalam keadaan optimum, enzim mengkatalisis reaksi sampai 108 -1010 kali
lebih cepat dari reaksi tampa pengarus enzim. Suatu enzim protease dapat
merombak substrat protein menjadi asam-asam amino sedangkan amilase dapat
merombak amilum menjadi di luar sel terjadi proses enzimatis secara hidrolitik
diluar sel. Makanan ini menjadi sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen,
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Oktober 2011
yang bertempat di kawasan hutan mangrove Kuala Dewi Desa Kota Pari
kecama-tan Pantai Cermin Serdang Bedagai Sumatera Utara (luas 30 hektar dan secara
geografis terletak pada 03039’42” LU, 98057’40” BT). Isolasi dan identifikasi
fungi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU dan analisis
karbo-hidrat dan protein dilakukan di Laboratorium Badan Penelitian dan
Pengemban-gan Industri Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah: serasah daun Rhizophora apiculata, Potato Dextrose Agar (PDA), antibiotik chloramphenicol, alkohol 96%, alkohol 70%,
desinfektan, air dari lokasi penelitian dengan salinitas 0 – 10 ppt,10 -20 ppt,
20 – 30 ppt, 30 > ppt, aquades, kapas.
Alat yang digunakan adalah : kantong serasah (litter bag) yang terbuat dari bahan nilon berukuran 40 x 30 cm dengan ukuran pori pori (mesh) 2 mm, tali
nilon, tali rafia, kayu pancang yang terbuat dari bambu, film, spidol permanen,
hand refraktometer, jarum, jarum ose, mikroskop cahaya, mortal steril, autoklaf,
oven, hot plate, vortex, magnetic stirer, kulkas, timbangan manual analitik,
tim-bangan elektrik, termos, inkubator fungi, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, alumunium foil, gelas Beaker, labu Erlenmeyer, gelas ukur, corong,
spat-ula, batang pengaduk, bunsen, spiritus, hockey stick, mancis, pipet mikro, pipet
serologi (1,0, 2,0, 10 ml), pipet volumetri, kertas saring, kertas label, kaca objek,
kaca penutup, pinset, kotak penyimpan biakan, kotak slide, kamera dan rol meter.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel fungi yang meliputi jumlah jenis fungi, populasi fungi, frekuensi
ko-lonisasi berbagai jenis fungi dan keanekaragaman jenis fungi.
2. Variabel serasah yang meliputi laju dekomposisi serasah, bobot serasah sisa
pada tiap tahap dekomposisi, kandungan kimia serasah yaitu karbohidrat dan
total protein yang terdapat pada serasah pada tiap tahap proses dekomposisi.
3.4 Pengumpulan Data Fungi
Data tentang identitas, jumlah jenis, populasi, frekunsi kolonisasi dan
keanekaragaman jenis fungi, dikumpulkan untuk mengeteahui pengaruh tingkat
salinitas air, serta lama dekomposisi terhadap parameter-parameter tersebut.
Adapun serasah daun R. apiculata ditempatkan pada lokasi dengan tingkat salini-tas sebagai berikut:
A. Tingkat salinitas 0-10 ppt
B. Tingkat salinitas 10-20 ppt
C. Tingkat salinitas 20-30 ppt
D. Tingkat salinitas >30 ppt
Pengumpulan data dilakukan setelah serasah ditempatkan di lapangan
den-gan berbagai tingkat salinitas, selama waktu sebagai berikut:
A. Hari ke-0 (control) F. Hari ke-75
3.5.1 Pengumpulan Serasah Daun R. apiculata
Serasah daun dikumpulkan dengan menggunakan jaring kasa nilon yang
berukuran 2x2 m sebanyak 1 kain nilon yang diletakkan dengan cara mengikatnya
di antara kedua pohon pada ketinggian di atas garis pasang tertinggi. Pengambilan
di-kumpulkan sekitar 5400 gram (50 g serasah x 9 perlakuan x 3 ulangan x 4
kelom-pok). Serasah daun R.apiculata yang terkumpul hanya berupa komponen daun yang telah mengalami senescense dari pohon.
3.5.2 Penempatan Serasah Daun di Lokasi Penelitian
Serasah daun R.apiculata sebanyak 50 g dimasukkan ke dalam jaring kasa yang berukuran 40 x 30 cm yang terbuat dari nilon (Gambar 3). Kemudian jarring
kasa di tempatkan pada lokasi penelitian pada lokasi peneliian pada berbagai
ting-kat salinitas yang telah diukur dengan hand refractometer (0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt, dan >30 ppt). Jaring kasa ditenggelamkan pada lantai hutan mangrove
dan diikat pada akar pohon mangrove yang terdekat.
5 cm
Kain Kasa Nilon
40 cm Jahitan
30 cm
30 cm
Gambar 3. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah Yang Digunakan Untuk Penem-patan Serasah Pada Beberapa Lokasi di Lapangan Dengan Berbagai Tingkat salinitas.
Pada lokasi dengan tingkat salinitias yang telah ditentukan di atas dibuat
satu plot berukuran 170 cm x 500 cm dengan jumlah plot keseluruhan sebanyak
empat plot (Gambar 4). Kantong serasah yang berisi serasah daun Rhizo-phora apiculata ditempatkan secara acak pada plot-plot ini. Agar tidak dihanyut-kan oleh pasang air laut maka keempat ujung dihanyut-kantong serasah diikatdihanyut-kan pada
po-tongan pancang yang dibuat dari kayu dengan panjang 100 cm dan diameter 2 cm.
selanjut-nya ditancapkan di tanah sampai kedalaman 40 cm. Sebaselanjut-nyak 3 kantong berisi
serasah diambil dari tiap tingkat salinitas sekali dua minggu dan pengambilan
kantong berisi serasah dilakukan sampai hari ke-120 (sebanyak 8 kali
pengambi-lan) setelah serasah diletakkan di lapangan. Pada hari ke-120, semua serasah
diperkirakan telah mengalami dekomposisi dengan sempurna.
Gambar 4. Letak Plot untuk Penempatan Kantong Serasah pada Beberapa Lokasi Di Lapangan dengan Berbagai Tingkat Salinitas
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian
40 cm 30 cm
f b g
d e a
Gambar 6. Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan
3.5.3 Isolasi Fungi dari Serasah Daun R.apiculata
500 cm
Penentuan populasi fungi baik yang terdapat pada control (belum
men-galami proses dekomposisi) maupun pada perlakuan (menmen-galami proses
dekom-posisi) dilakukan dengan metode pengenceran yaitu dengan membuat suatu seri
pengenceran (dilution series). Pengenceran serasah daun R.apiculata dan isolasi fungi dalam cawan petri (Gambar 7) dilakukan tahapan sebagai berikut:
Sebanyak 10 g serasah daun R. apiculata yang telah dihancurkan dalam mortar dengan alu secara aseptis kemudian dimasukkan kedalam kedalam labu
elemeyer 250 ml. Selanjutnya disuspensikan air laut yang berasal dari lingkungan
serasah pada masing masing salinitas sampai volume mencapai 100 ml kemudian
disterilkan selanjutnya dilakukan pengenceran pada tingkat yang optimal untuk
isolasi fungi yaitu 10-2, kemudian sebanyak 0,1 ml suspensi hasil pengenceran
di-tuang kedalam cawan petri yang telah berisi media PDA (Potato Dextrose Agar) dan dibuat ulangan sebanyak 3 kali untuk tiap pengenceran. Suspensi fungi
se-banyak 0,1 ml diambil dengan pipet serologi ditanam ditempatkan pada media
yang telah memadat dengan hokey stick, suspensi fungi yang ditanam disebar
merata pada media (metode cawan sebar). Suspensi fungi diinkubasi selama 3
sampai 12 hari dan dilakukan pengamatan terhadap koloni yang muncul. Jumlah
koloni per ml dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni terhitung dengan
faktor pengenceran. Koloni fungi yang berkembang selanjutnya dimurnikan
den-gan membuat sub media biakan, media agar PDA dalam cawan petri untuk
pen-gamatan makroskopis, dan media agar miring PDA dalam tabung reaksi untuk
disimpan sebagai cadangan isolate, setelah berkembang disimpan dalam lemari
pendingin agar sub biakan tidak cepat mati.Sub biakan digunakan sebagai bahan
Gambar 7. Metode pengenceran serasah daun R. apiculata untuk isolasi fungi pada cawan Petri.
3.5.4 Identifikasi Fungi dari Serasah Daun R. apiculata
Biarkan murni fungi diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama
5-7 hari pada suhu ruang. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri
makroskopinya yaitu ciri koloni seperti warna hifa, warna massa spora atau
konidia. Pengamatan fungi secara mikroskopik dilakukan dengan metode
Blok square yaitu fungi ditumbuhkan pada potongan agar sebesar 4x4x2 mm ke-mudian diletakkan pada kaca obyek dan ditutup dengan gelas penutup. Biarkan
pada kaca obyek ini ditempatkan dalam cawan petri yang telah diberi pelembab
berupa kapas basah. Biakan kaca objek ini dibiarkan selama beberapa hari pada
kondisi ruang sampai fungi tumbuh cukup berkembang. Fungi yang berkembang
diamati ciri mikroskopiknya yaitu ciri-ciri hifa, ada tidaknya sikat pada hifa, tipe
percabangan hifa. Ciri-ciri yang didapatkan ditabulasi, kemudian dicocokan
den-gan kunci identifikasi fungi (Pitt dan Hocking 1997, Samson et al.,1984, Gandjar
et al., 1999). Setelah diidentifikasi dicatat jumlah tiap-tiap jenis fungi, populasi, keanekaragaman jenis dan prekuensi kolonisasi fungi yang terdapat pada serasah
lapangan selama masa proses dekomposisi yaitu mulai dari hari ke-0 (kontrol)
sampai hari ke-120.
3.5.5 Penentuan Indeks Keanekaragaman Jenis Fungi
Analisis Data
Keanekaragaman Jenis Fungi
Analisis keanekaragaman jenis fungi dilakukan dengan menggunakan
indeks Diversitas Shannon-Winner dengan rumus :
H= - ∑
Dengan:
Ni = Nilai kuantitatif suatu jenis
N = jumlah nilai kuantitatif semua jenis dalam komunitas
Laju Dekomposisi Serasah
Laju dekomposisi serasah diproleh dengan menggunakan persamaan
(Olson, 1963) :
berat serasah setelah waktu pengamatan ke-t
0 =
e = bilangan logaritma natural (2,72) berat serasah awal
k = laju dekomposisi serasah
3.6 Penentuan Kuantitas Karbohidrat Total dan Protein yang Terdapat PadaSerasah Daun R.apiculata yang Mengalami Dekomposisi
3.6.1 Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dalam rancangan petak terbagi dengan RAL yang
terdiri atas: tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt, dan >30 ppt sebagai
petak utama dan lama masa dekomposisi (Kontrol, 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60
hari, 75 hari, 90 hari, 105 hari, 120 hari) sebagai anak petak.
3.6.2 Penentuan Kuantitas Karbohidrat
Kadar karbohidrat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami de-komposisi dapat diketahui dengan menghitung kadar abu dengan cara sebagai
berikut:
Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu1050
Kadar Abu =
C selama 2 sampai 3 jam.
Cawan porselin ini selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
bobot-nya (X). Contoh uji sebabobot-nyak 5 g bobot kering (Y) dimasukkan ke dalam cawan
porselin. Selanjutnya cawan porselin berisi contoh uji ini dipijarkan di atas nyala
api bunsen sampai tidak mengeluarkan asap. Contoh uji diangkat seluruhnya
sete-lah menjadi abu yang berwarna putih dan didinginkan dalam eksikator. Setesete-lah
satu jam, abu ditimbang dengan bobot (Z). Penentuan kadar abu ditentukan
den-gan rumus (1).
X 100%
Dengan :
X = Bobot cawan porselin
Y = Bobot contoh uji coba
Z = Bobot contoh setelah menjadi abu
Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan rumus
3.6.3 Penentuan Kadar Protein
Analisis protein dilakukan dengan 3 tahap yaitu : tahap destruksi, tahap
destilasi dan tahap titrasi. Adapun secara rinci metode analisis diuraikan sebagai
berikut : sebanyak 0,3 g bobot kering contoh uji (X) dimasukkan ke dalam labu
dekstruksi, kemudian ditambahkan 3 sendok kecil katalis campuran selen dan 20
ml H2S04
Setelah labu dekstruksi didinginkan, larutan contoh uji dimasukkan
ke-dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung
N. Selanjutnya ke dalam larutan dimasukkan beberapa butir batu didih dan
ditam-bahkan 100 ml NaOH 33%. Proses penyulingan ini dilakukan sampai semua N
ditangkap H
pekat secara ini selanjutnya dipanaskan dengan alat destruksi selama 10
menit pada posisi pada low dan 5 menit pada posisi hight sampai larutan menjadi
jernih dan berwarna hijau kekuningan. Proses ini dilakukan diruang asam (tahap
dekstruksi).
2SO4
Sisa H
ada dalam labu erlenmmeyer bila 2/3 semua cairan dalam labu
telah menguap (tahap destilasi).
2SO4 yang terdapat pada labu Erlenmeyer dititrasi kembali dengan
menggunakan larutan NaOH 0,3 N. Proses ditittrasi berakhir setelah terjadi
pe-rubahan warna menjadi biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi.
Vol-ume NaOH dicatat sebagai Z ml, selanjutnya dibandingkan dengan blanko Y ml
(tahap titrasi). Kadar protein dapat ditentukan dengan rumus.
Kadar protein = x 100%
Dengan :
X = Bobot contoh uji awal
Y= Vokume titrasi blanko (ml)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis-jenis fungi pada serasah daun R. Apiculata yang belum mengalami dekomposisi dan yang telah mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas
Hasil isolasi fungi yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum mengalami proses dekomposisi di lapangan (kontrol) dan yang telah
mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas didapatkan 38 jenis
fungi (Tabel 4.1).
Aspergillus dan Penicillium merupakan jenis yang paling banyak dijumpai sewaktu isolasi serasah daun R. apiculata yang belum mengalami dekomposisi (kontrol) maupun yang telah mengalami dekomposisi pada berbagai
tingkat salinitas. Fungi Aspergillus dan Penicillium mendominasi baik dari segi jenis dan jumlah diduga karena kedua kelompok fungi ini merupakan fungi
Ascomycotina yang sering hidup di tanah sebagai mikroba saprofit. Menurut
Affandi (2000), hasil karakterisasi dan identifikasi fungi dari serasah daun
tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, JawaTengah, didapatkan 30
strain jamur yang berasosiasi dengan proses degradasi serasah, terdiri dari 7 genus
antara lain Aspergillus (10 jenis), Penicillium (4 jenis), Paecilomyces (2 jenis),
Trichoderma (10 jenis). Selama isolasi dari serasah daun R. apiculata baik pada
kontrol maupun pada berbagai tingkat salinitas, Curvularia sp.1
merupakan kelompok fungi yang paling sedikit ditemukan jenisnya sewaktu
isolasi dari serasah daun R. apiculata. Hal ini diduga karena salah satu jenis fungi ini umumnya lebih banyak dijumpai pada tanaman serelia. Biasanya fungi
Tabel 4.1. Jenis-jenis fungi pada serasah R. apiculata yang belum mengalami proses dekomposisi (kontrol) dan yang telah mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.
Aspergillus sp. 3 merupakan jenis fungi yang hanya muncul pada serasah daun yang belum mengalami proses dekomposisi. Jenis ini tidak lagi ditemukan
dalam proses dekomposisi tidak mendukung pertumbuhan jenis fungi ini.Dalam
hal ini, nutrisi, O2 serta salinitas menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan
jenis fungi ini. Sedangkan untuk Aspergillus sp. 20, Mucor sp. 1, Mucor sp. 2, Curvularia sp. 1, Aspergillus sp. 1, Saccharomyces sp. 1 merupakan enam jenis fungi yang masih ditemukan dapat bertahan hidup pada serasah daun
R. apiculata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Keenam jenis fungi ini diduga sebagai fungi halofilik. Menurut Mahasneh (2001)
bahwa kelompok mikroorganisme yang sanggup bertahan hidup pada kondisi
lingkungan yang ekstrem dengan kadar garam tinggi merupakan mikroorganisme
halofilik.
4.2. Jenis-Jenis Fungi yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi (Kontrol)
Hasil isolasi fungi yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang belum mengalami proses dekomposisi di lapangan (kontrol) diperoleh 2 jenis
fungi yaitu fungi dari kelompok Aspergillus, dan Curvularia. Pada kontrol, fungi dari kelompok Aspergillus mendominasi baik dari jenis maupun dari jumlah dengan jenis fungi Aspergillus sp. 20 menempati urutan tertinggi pertama dari segi jumlah yaitu memiliki rata-rata jumlah koloni sebesar 1,67 x 102 CFU/ml
yang diikuti oleh Aspergillus sp.3 dengan rata-rata jumlah koloni sebesar 0,67 x 102 CFU/ml sedangkan fungi dari jenis Aspergillus sp.1 dan
Tabel 4.2. Rata-rata Jumlah Koloni x 102
No.
(CFU/ml) dari Tiap Jenis Fungi
pada Serasah Daun R. apiculata yang Belum Mengalami Proses
Dekomposisi
Jenis Fungi Rata-rata Jumlah Koloni x 10 2(CFU/ml)
1.
diduga sebagai dekomposer awal yang telah terdapat pada serasah R. apiculata
sebelum ditempatkan pada lokasi dari berbagai tingkat salinitas. Menurut Atlas &
Bartha (1981) organisme awal yang membentuk koloni pada suatu substrat
merupakan organisme pioner. Adapun kadar unsur-unsur hara yang terkandung
dalam berbagai jenis daun mangrove yang telah diteliti yakni daun Rhizophora sp mengandung 50,83% C; 0,35% N; 0,83% F; 0,025% K; 0,35% Ca; o,75 % dan
0,86% Mg. Unsur-unsur hara ini kemudian dimanfaatkan oleh mikroorganisme
pioner yang melekat pada serasah daun R. apiculata sebagai sumber nutrisi.
4.3. Jenis-Jenis Fungi yang Terdapat pada Serasah Daun R. apiculata yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
Hasil isolasi fungi yang terdapat pada serasah daun R. apiculata yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas diperoleh
jenis-jenis fungi yang bervariasi yaitu sebanyak 38 jenis-jenis. Dari 38 jenis-jenis fungi tersebut
terdapat 7 kelompok fungi yaitu kelompok Aspergillus sebanyak 18 jenis,
yang tidak teridentifikasi 1 jenis sedangkan Curvularia merupakan jenis fungi yang telah muncul sebelumnya pada kontrol.
Tabel 4.3. Rata rata Jumlah Koloni x 102
No
(CFU/ml) Tiap Jenis Fungi dengan Lama Masa Dekomposisi dari 15 hari sampai 120 hari di Lingkungan dengan Salinitas 0-10 ppt
Jenis Fungi