• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

PERBANDINGAN KENYAMANAN PASIEN YANG

DILAKUKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR

DENGAN ANASTESI LOKAL SECARA

SPRAY

DAN NEBUL

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SUDARTO

NIM 097107010

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN

RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/SMF PARU RSUP

H.ADAM MALIK

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN KENYAMANAN PASIEN YANG

DILAKUKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR

DENGAN ANASTESI LOKAL SECARA

SPRAY

DAN NEBUL

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru Dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Pada Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

SUDARTO

NIM 097107010

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN

RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

(3)
(4)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN

PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RUMAH

SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul Penelitian : PERBANDINGAN KENYAMANAN PASIEN YANG DILAKUKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR DENGAN ANASTESI LOKAL SECARA SPRAY DAN NEBUL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Nama Peneliti : Sudarto

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan Biaya Penelitian : Rp.15.000.000;

Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pembimbing : dr. Pantas Hasibuan, Mked(Paru),SpP(K)

(5)

PERNYATAAN

Judul Penelitian: Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan

Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti

(6)

Telah duji pada Tanggal 03 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K) Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K)

dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H dr. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Pantas Hasibuan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Widirahardjo, Sp.P(K)

dr. Pandiaman S Pandia, M.ked(Paru), Sp.P(K)

DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.ked(Paru), Sp.P dr. Parluhutan Siagian, M.ked(Paru), Sp.P

(7)

ABSTRAK

Objektif : Untuk membandingkan kenyamanan pasien-pasien yang dilakukan bronkoskopi serat optik lentur dengan anastesi lokal secara spray dan nebul di ruang Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H. Adam Malik Medan

(8)

Hasil : Sampel terdiri dari 64 orang yang terbagi atas 2 kelompok yaitu 32 orang kelompok spray dan 32 orang nebul. Pada kedua kelompok dilakukan tambahan anastesi dengan spray as you go. Rerata pengunaan lidokain pada kedua kelompok adalah berbeda secara statistik (p=0.002) dimana pada kelompok nebuls penggunaan lidokain (170.94 mg) lebih sedikit dibandingkan kelompok spray (204.38 mg). Tingkat keberhasilan anastesi pada kedua kelompok tidak berbeda (p=0.516) dan yang terbanyak adalah pada tingkatan baik. Frekuensi jumlah batuk yang terjadi pada kelompok spray adalah antara 0 sampai 10 kali dengan frekuensi terbanyak 0 kali 37.5% dan kelompok nebul antara 0 sampai 9 kali dengan frekuensi terbanyak 0 kali 25.0%. Rata-rata nilai VAS pada kelompok spray 1.60 cm dan pada kelompok nebul 1.65 cm (p=0.288). Skala ketidaknyamanan pada kelompok spray terbanyak pada skala 1 ( tidak terasa sensasi yang tidak menyenangkan/ not unpleasant) 68.75% dan pada kelompok nebul terbanyak juga pada skala 1 sebanyak 59.37% (p=0.325). Uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna jumlah batuk (p=0.375) dan nilai VAS pada kedua kelompok (p=0.410). Kesimpulan : Cara anastesi lokal secara spray maupun nebuls memberikan rasa

nyaman yang sama pada pasien yang dilakukan bronkoskopi serat optik lentur.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kepada Allah SWT, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan”,

Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini, namun penulis berharap tulisan ini bisa berguna dalam prosedur pelaksanaan bronkoskopi.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang saya hormati :

(10)

Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp P(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

Dr. H. Zainuddin Amir,Mked(Paru), Sp P(K) sebagai Ketua TKP PPSD FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Dr. Pantas Hasibuan, Mked(Paru), Sp P(K) sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bimbingan, saran, dorongan dan nasihat yang bermanfaat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan.

Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, Mked(Paru),Sp P sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang berguna selama penulis menjalani masa pendidikan.

(11)

Yang terhormat Dr. Pantas Hasibuan, Mked(Paru), Sp P(K), Dr. Noni N Soeroso,Mked(Paru), Sp P, Dr.Putri Chairani Eyanoer, MSEpid, PhD sebagai pembimbing penulis dalam tulisan ini yang telah banyak memberi bimbingan, bantuan tehnis, masukan, dan dorongan dalam penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K), Dr. Widirahardjo, Sp P(K), Dr. H. Pandiaman Pandia, Mked(Paru), Sp P(K), Dr Parluhutan Siagian,Mked(Paru) Sp P, Dr Bintang YM Sinaga, Mked(Paru) Sp P, Dr. Setia Putra Tarigan Sp P, Dr. Syamsul Bihar, Mked(Paru), Sp P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Kepala Instalsasi Diagnostik Terpadu RSUP HAM yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat inap, ruang bronkoskopi RSUP H Adam Malik Medan atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.

(12)

memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, kasih sayang dan selalu setia senantiasa memberi dorongan semangat serta banyak pengorbanan, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas semuanya.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juli 2013 Penulis

(13)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Data Pribadi :

Nama Lengkap : Sudarto

Tempat/tgl lahir : Medan / 08 Januari 1979

Agama : Islam

Alamat : Jl. Rencong No.46 Medan

Email

Riwayat Pendidikan :

SD 060806 tamat 1991 SMP N 11 Medan tamat 1994 SMU UISU Medan tamat 1997 FK USU Medan tamat 2003

Organisasi Profesi :

Ikatan Dokter Indonesia

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ………..………..……… i

TESIS ……… ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

RIWAYAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI ……… xii

DAFTAR ISTILAH ……… xv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

DAFTAR TABEL ……… xvii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ………..………. … 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 6

1.3. Tujuan Penelitian ……… 7

(15)

1.3.2. Tujuan Khusus ……… 7

1.4. Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 8

2.1 Bronkoskopi ……… 8

2.1.1 Sejarah Bronkoskopi ……… 8

2.1.2 Jenis Bronkoskopi ……… 9

2.1.3 Indikasi Bronkoskopi ………. 10

2.1.4 Kontraindikasi dan Komplikasi …..…….. 14

2.2 Persiapan Sebelum Bronkoskopi ……… 16

2.3 Anastesi Lokal Pada Bronkoskopi ……… 24

2.4 Lidokain ……… 29

2.5 Penilaian Kenyamanan Pasien ……… 32

2.6 Kerangka Konsep Penelitian ……… 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1 Desain Penelitian ……… 39

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……….… 39

3.3 Subjek Penelitian ……… 39

(16)

3.3.2 Sampel ……… 39

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ……… 39

3.3.3.1. Kriteria Inklusi ……… 39

3.3.3.2. Kriteria Eksklusi ……… 40

3.4 Besar Sampel ……… 40

3.5 Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan – Bronkoskopi di Ruangan IDT RSUP HAM Medan………. 41

3.5.1. Persiapan Pasien ………. 41

3.5.2. Persiapan Alat ………. 42

3.5.3. Cara Kerja Pelaksanaan BSOL dengan – Anastesi Lokal Cara Spray/semprotan – dan Dilanjutkan Spray as you go ……..…….. 43

3.5.4. Cara Kerja Pelaksanaan BSOL dengan- Anastesi Lokal Cara Nebulisasi Lidokain- dan Dilanjutkan Spray as you go ………... 44

3.5.5. Penilaian Visual analog scale dan jumlah batuk …… 45

3.6 Definisi Operasional ……… 47

(17)

3.8 Analisis Data ……… 50

3.9 Pengolahan Data ……… 51

3.10 Jadwal Penelitian ……… 51

3.11 Biaya Penelitian ……… 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 53

4.1. Hasil Penelitian ………. 53

4.1.1. Karakteristik Penderita ………. 54

4.1.2. Penilaian Kenyamanan ………. 55

4.2. Pembahasan ………. 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 70

5.1. Kesimpulan ………. 70

5.2. Saran ………. 71

DAFTAR PUSTAKA ……… 72

LAMPIRAN

1. DAFTAR PENDERITA

(18)

DAFTAR ISTILAH

AGDA : Analisa Gas Darah Arteri

ASA : Association of Anesthesiologists BAL : Broncho Alveolar Lavage BSOL : Bronkoskopi Serat Optik Lentur BTS : British Thoracic Society

CO2 : Carbon Dioxyde

EKG : Elektokardiografi

ETT : Endotracheal Tube

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Bronkoskopi kaku ... 9

Gambar 2.2: Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) ... 10

Gambar 2.3: Penyemprotan rongga mulut dan faring ….………. 26

Gambar 2.4: Mouthpiece nebulizer & Facemask nebulizer …… 28

Gambar 2.5: Struktur kimia lidokain ………. 30

Gambar 2.6: Numerical Rating Scale …………..…………... 34

Gambar 2.7: Face Pain Rating Scale ………..……….. 35

Gambar 2.8: Visual Analogue Scale ………..………..……. 36

Gambar 4.1: Diagram distribusi jenis kelamin ……… 59

Gambar 4.2: Distribusi berdasarkan kelompok umur ………. 60

Gambar 4.3: Tingkat keberhasilan anastesi lokal ……… . 61

Gambar 4.4: Cara pengambilan bahan pemeriksaan ……… 64

Gambar 4.5:Frekuensi jumlah batuk pada kedua kelompok ... 65

Gambar 4.6: Skala keparahan batuk ………. 66

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1: Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ……… 54

Tabel 4.2: Distribusi berdasarkan kelompok umur ……….. 54

Tabel 4.3: Karakteristik subjek berdasarkan berat badan ……… 55

Tabel 4.4: Jumlah dosis lidokain yang digunakan ……….. 55

Tabel 4.5 : Tingkat keberhasilan anastesi lokal ………. 56

Tabel 4.6: Cara pengambilan bahan pemeriksaan dan lamanya waktu BSOL .. 56

Tabel 4.7: Skala keparahan batuk saat BSOL ..……… 57

Tabel 4.8: Skala ketidaknyamanan ………... 58

(21)

ABSTRAK

Objektif : Untuk membandingkan kenyamanan pasien-pasien yang dilakukan bronkoskopi serat optik lentur dengan anastesi lokal secara spray dan nebul di ruang Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H. Adam Malik Medan

(22)

Hasil : Sampel terdiri dari 64 orang yang terbagi atas 2 kelompok yaitu 32 orang kelompok spray dan 32 orang nebul. Pada kedua kelompok dilakukan tambahan anastesi dengan spray as you go. Rerata pengunaan lidokain pada kedua kelompok adalah berbeda secara statistik (p=0.002) dimana pada kelompok nebuls penggunaan lidokain (170.94 mg) lebih sedikit dibandingkan kelompok spray (204.38 mg). Tingkat keberhasilan anastesi pada kedua kelompok tidak berbeda (p=0.516) dan yang terbanyak adalah pada tingkatan baik. Frekuensi jumlah batuk yang terjadi pada kelompok spray adalah antara 0 sampai 10 kali dengan frekuensi terbanyak 0 kali 37.5% dan kelompok nebul antara 0 sampai 9 kali dengan frekuensi terbanyak 0 kali 25.0%. Rata-rata nilai VAS pada kelompok spray 1.60 cm dan pada kelompok nebul 1.65 cm (p=0.288). Skala ketidaknyamanan pada kelompok spray terbanyak pada skala 1 ( tidak terasa sensasi yang tidak menyenangkan/ not unpleasant) 68.75% dan pada kelompok nebul terbanyak juga pada skala 1 sebanyak 59.37% (p=0.325). Uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna jumlah batuk (p=0.375) dan nilai VAS pada kedua kelompok (p=0.410). Kesimpulan : Cara anastesi lokal secara spray maupun nebuls memberikan rasa

nyaman yang sama pada pasien yang dilakukan bronkoskopi serat optik lentur.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bronkoskopi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik dan terapi berbagai penyakit dan kelainan saluran napas. Saat ini bronkoskopi telah berkembang dengan pesatnya. Berkat perkembangan ini, seorang ahli Paru yang terlatih dapat melakukan berbagai tindakan intervensi untuk tujuan diagnostik dan terapi. Kompleksitas prosedur membutuhkan pelatihan dan standar prosedur yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan. Keberhasilan dalam prosedur ini tergantung pada keterampilan dokter, keterampilan para asisten pendukung dan kecukupan fasilitas dan sumber daya yang dibutuhkan.1

Meski telah diperkenalkan lebih dari 30 tahun lalu, pelaksanaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) masih belum terstandarisasi. Smyth dkk melakukan survei di beberapa rumah sakit di Inggris tentang prosedur penggunaan BSOL yang difokuskan terutama pada para dokter, tenteng prosedur persiapan pasien sebelum tindakan, pemantauan selama prosedur dilakukan, terapi obat-obatan yang digunakan dan metode pengambilan bahan untuk pemeriksaan. Dari hasil survei yang dilakukan menyatakan bahwa prosedur penggunaan BSOL di beberapa rumah sakit masih sangat bervariasi.2,3

(24)

kenyamanan pasien dan keselamatan selama tindakan dilakukan serta untuk memfasilitasi prosedur tindakan yang dilakukan.4,5 Keberhasilan pelaksanaan BSOL dengan menggunakan pembiusan secara lokal harus memenuhi tiga kriteria yaitu: penggunaan zat anastesi lokal harus menghasilkan anastesi yang memadai, prosedur pembiusan harus aman dan teknik pembiusan harus mudah dilakukan.6 Menurut American College of Chest Physicians (ACCP), BSOL dapat dilakukan dengan anastesi lokal dan harus dilakukan pemantauan selama prosedur berlangsung. Dalam hal teknik pelaksanaan secara spesifik adalah bervariasi dimasing-masing rumah sakit. ACCP merekomendasikan cara pelaksanaan anastesi lokal sesuai dengan kebiasaan cara yang dilakukan operator di masing-masing rumah sakit.7

Pemberian obat anastesi lokal untuk BSOL dapat dicapai dalam beberapa cara yaitu anastesi lokal melalui trakea, dengan cara spray/semprotan, cara kumur-kumur, nebulisasi zat anastesi, atau instilasi obat anastesi secara langsung melalui bronkoskop yang disebut cara spray as you go.8,9,10 Berbagai obat anastesi seperti lidokain 2-10%, benzokain 20%, tetrakain 1% dan kokain 4% dapat digunakan sebagai obat anastesi lokal. Benzokain relatif pendek masa kerjanya, tetrakain memiliki efek samping yang berpotensi beracun dan kokain memiliki efek adiktif.11 Lidokain memiliki profil keamanan yang lebih baik dan toksisitas jaringan yang rendah karena itu paling sering digunakan dan lebih disukai oleh para praktisi sebagai obat anastesi lokal.2,3 Lidokain dapat menganastesi mukosa jika diberikan secara lokal.12

(25)

sampai kesaluran pernapasan. Teknik pemberian lidokain dengan nebulisasi dapat ditoleransi dengan baik dan berhubungan dengan kadar lidokain dalam plasma lebih rendah dibandingkan jika diberikan secara langsung ke dalam saluran napas.10

Penelitian yang dilakukan oleh Stolz dkk membandingkan dua kelompok pasien yang dilakukan BSOL dengan anastesi lokal. Kelompok I mengunakan anastesi lokal dengan 4% lidokain sebanyak 4 ml secara nebulisasi dan kelompok II mendapat plasebo. Stolz dkk menggunakan Visual Analoque Scale (VAS) sebagai penanda tingkat kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL dimana 0 adalah tidak terdapat ketidaknyamanan dan tidak terjadi batuk dan 10 adalah sangat tidak nyaman dengan frekuensi batuk yang sering.Hasil penelitian Stolz dkk menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kenyamanan pada kedua kelompok.2

(26)

spray/semprotan terjadi penurunan refleks batuk dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo sedangkan pada kelompok yang mendapat lidokain secara intravena tidak ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok yang mendapat lidokain secara spray/semprotan.11 Chan dan Lau mengemukakan bahwa penggunaan lidokain pada kelompok pasien dengan cara spray/semprotan sebelum tindakan pemasangan pipa nasogastrik dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien jika di bandingkan kelompok yang mendapat plasebo. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan pipa nasogastrik pada kelompok yang mendapat lidokain secara spray/semprotan adalah lebih singkat dibandingkan kelompok plasebo.13

Sethi dkk melakukan penelitian terhadap 3 kelompok pasien yang dilakukan intubasi fiberoptik. Kelompok A mendapat anastesi lokal secara injeksi transtrakeal, Kelompok B secara spray as you go dan Kelompok C secara nebulisasi. Setiap sampel di nilai VAS, jumlah batuk yang terjadi, total dosis lidokain yang digunakan, dan di amati keadaan vital selama prosedur berlangsung. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pada kelompok yang di anastesi lokal secara spray as you go memiliki nilai VAS dan jumlah batuk yang rendah dibandingkan kelompok lainnya.14

(27)

nebulisasi dan spray/semprotan. Frekuensi batuk yang terjadi saat instilasi bronkoskop direkam sebagai penanda keberhasilan cara pembiusan. Frekuensi batuk yang terjadi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada kedua cara tersebut dan disimpulkan kedua cara tersebut sama efektifnya untuk membius saluran napas. Ini menunjukkan bahwa cara pemberian lidokain secara nebulisasi maupun spray/semprotan memiliki khasiat yang sama.9 Pemberian anastesi lidokain dengan cara nebulisasi membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan cara pemberian yang lainnya, tapi lebih disukai oleh pasien dan cara ini terbukti meminimalkan kadar lidokain yang terserap secara sistemik.9,15

MacDougall dkk membandingkan teknik nebulisasi lidokain menggunakan alat Enk dan secara spray as you go. Mereka menilai VAS dan frekuensi batuk yang terjadi selama prosedur BSOL berlangsung sebagai penanda kenyamanan pasien dan operator dalam melakukan prosedur BSOL. Nilai VAS dan frekuensi batuk pada kedua cara tersebut tidak memiliki perbedaan yang bermakna dan disimpulkan cara pemberian nebulisasi lidokain dengan alat Enk maupun secara spray as you go memiliki efektifitas yang sama untuk membius saluran napas.16 Hasmoni dkk membandingkan penggunaan lidokain 1% dan lidokain 2% untuk anastesi saluran napas pada pasien yang akan dilakukan prosedur BSOL. Jumlah batuk yang terjadi saat instilasi bronkoskop berlangsung dan nilai VAS digunakan sebagai penanda kenyamanan pasien. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata jumlah batuk dan nilai VAS pada pasien yang mendapatkan lidokain 1% dan lidokain 2%.17

(28)

BSOL. Mereka menilai kenyamanan pasien, frekuensi batuk, dan kadar lidokain dalam plasma pada kedua kelompok tersebut. Pada kedua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal kenyamanan pasien dan frekuensi batuk, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna dimana pada kelompok yang menggunakan lidokain 4% sebagai anastesi lokal, memiliki kadar lidokain plasma yang lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan lidokain 2%.18

Beberapa penelitian telah menggunakan nilai VAS dan jumlah frekuensi batuk yang terjadi saat instilasi bronkoskop sebagai penanda kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL. Prosedur BSOL dengan anastesi lokal kerap dikerjakan di ruang Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan. Selama ini pengerjaan anastesi lokal selalu dengan teknik spray/semprotan lidokain dan dilanjutkan dengan menginstilasikan lidokain melalui bronkoskop secara spray as you go dan saat ini belum ada data tentang cara penggunaan teknik anastesi lokal lainnya yang dilakukan untuk BSOL di RSUP HAM Medan

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, kenyamanan pasien saat dilakukan tindakan

BSOL dengan anastesi lokal sangat membantu operator dalam mengerjakan

berbagai prosedur yang dilakukan dan diharapkan tindakan diagnostik maupun

terapi dalam BSOL dapat tercapai. Hal inilah yang mendasari penulis untuk

menilai teknik anastesi lokal yang digunakan sehingga keberhasilan prosedur

(29)

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. TUJUAN UMUM

Untuk membandingkan kenyamanan pasien-pasien yang dilakukan

prosedur BSOL di ruang IDT RSUP HAM Medan dengan anastesi lokal secara

nebulisasi atau secara spray/semprotan lidokain yang dilanjutkan dengan cara spray as you go.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Mendiskripsikan karakteristik pasien yang dilakukan prosedur BSOL

di ruang IDT RSUP HAM Medan

2. Untuk menilai kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL

dengan anastesi lokal, baik dengan cara nebulisasi yang dilanjutkan

spray as you go maupun cara spray/semprotan yang dilanjutkan spray as you go dengan menggunakan nilai VAS dan jumlah batuk yang terjadi saat prosedur dilaksanakan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan memperlihatkan gambaran kenyamanan

pasien yang dilakukan BSOL di ruang IDT RSUP HAM Medan.

2. Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengalaman tentang

cara pemberian anastesi lokal pada pasien yang dilakukan prosedur

BSOL di ruang IDT RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai hasil

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BRONKOSKOPI

2.1.1. SEJARAH BRONKOSKOPI

Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman Hipocrates 460-370 sebelum masehi, dengan menggunakan bahan berupa pipa ke dalam laring pada pasien dengan adanya riwayat tesedak. Avicenna dari Bukhara, sekitar tahun 1000 masehi, menggunakan pipa berbahan perak untuk tujuan yang sama.19,20,21

(31)

Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, mengembangkan bronkoskopi kaku dengan menambah okular langsung, tabung penghisap dan sumber pencahayaan di ujung distalnya. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya protokol prosedur keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Setelah itu Shigeto Ikeda memperkenalkan BSOL pada tahun 1966 dan tersebar secara luas di pusat-pusat pelayanan kesehatan.20,24

2.1.2. JENIS BRONKOSKOPI

Bronskoskopi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan kedalam saluran pernapasan dengan menggunakan alat bronkoskop. Bronkoskop dapat dimasukkan ke saluran pernapasan melalui hidung atau mulut ataupun melalui lubang trakeostomi. Saat ini dikenal ada 2 macam alat bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur.22,23,25

(32)

Gambar 2.2. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL).25

2.1.3. INDIKASI BRONKOSKOPI

Tujuan melakukan prosedur bronkoskopi adalah untuk pemeriksaan bronkus dan cabang-cabangnya dengan tujuan diagnostik maupun pengobatan.26,27 Prosedur bronkoskopi secara rutin dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan-kelainan endobronkial.28

Indikasi tindakan bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskopi kaku adalah:22

1. Mengatasi dan penanganan batuk darah masif. 2. Mengeluarkan benda asing dari saluran pernapasan. 3. Penanganan stenosis saluran napas.

4. Penanganan sumbatan saluran napas akibat neoplasma. 5. Pemasangan stent bronkus.

6. Laser bronchoscopy.

Indikasi tindakan diagnostik pada bronkoskopi antara lain pada keadaan:23 • Batuk

• Batuk darah

• Mengi dan stridor

(33)

• Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) :

- Infeksi paru.

- Penyakit paru difus (bukan infeksi).

• Pembesaran kelenjar limf atau massa pada rongga toraks.

• Karsinoma bronkus.

- Ada bukti sitologi atau masih tersangka. - Penentuan derajat karsinoma bronkus. - Follow up karsinoma bronkus.

• Karsinoma metastasis.

• Tumor esophagus dan mediastinum. • Benda asing pada saluran napas.

• Striktur dan stenosis pada saluran napas.

• Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas. • Trauma dada.

• Kelumpuhan pita suara dan suara serak.

• Kelumpuhan diafragma.

• Efusi pleura.

• Pneumotoraks yang menetap.

Miscellaneous.

- Sangkaan fistel trakeoesopagus atau bronkoesopagus. - Fistel bronkopleura.

- Bronkografi.

(34)

- Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasus-kasus trauma.

- Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau penyambungan bronkus.

Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan:23 • Dahak yang tertahan, gumpalan mukus.

• Benda asing pada saluran pernapasan. • Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi.

Laser therapy.

Brachytherapy.

• Pemasangan stent pada trakeobronkial.

• Melebarkan bronkus.

• Laser.

• Dilatasi dengan menggunakan balon.

• Abses paru.

• Kista pada mediastinum.

• Kista pada bronkus. • Pneumotoraks.

• Fistel bronkopleura.

Miscellaneous. • Injeksi intralesi.

• Pemasangan pipa endotrakeal.

(35)

• Trauma dada.

• Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis).

Beberapa prosedur rutin seperti bronchoalveolar lavage (BAL), bilasan bronkus, dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit-penyakit infeksi saluran napas dan paru juga dapat mendeteksi penyakit lainnya yang bukan disebabkan infeksi mikroorganisme. Sikatan bronkus dan biopsi jaringan pada daerah lesi di saluran napas dapat menentukan diagnosis dari kelainan di saluran napas tersebut.28 Berkat teknologi yang semakin berkembang, beberapa teknik pencitraan saat ini dapat dilakukan melalui bronkoskopi. Fluorescence bronchoscopy dan Endobronchial bronchoscopy ultrasonography dapat membantu menentukan tempat yang tepat untuk melakukan pengambilan sampel jaringan untuk diagnostik. Di unit-unit perawatan intensif, 50%-75% dari prosedur bronkoskopi yang dilakukan merupakan bronkoskopi dengan tujuan terapeutik. Membersihkan saluran napas dari sekret yang kental dan menghilangkan bekuan darah di saluran napas merupakan tindakan terapeutik yang sering dikerjakan pada pasien-pasien yang dirawat diruang perawatan intensif.28

(36)

memegang peranan yang penting dalam pendiagnosaan kelainan-kelainan endobronkial yang selanjutnya dapat dilakukan prosedur terapeutik endobronkial dengan bronkoskopi sesuai kebutuhan dan tindakan intervensi yang dibutuhkan.28,29

Brutinel dkk, melaporkan peningkatan survival rate pada pasien dengan penyumbatan saluran napas akibat keganasan yang dilakukan prosedur laser photoresection. Endobronchial elektosurgery dengan menggunakan argon plasma koagulasi dapat digunakan untuk debulking tumor trakeobronkial. Coulter dkk melaporkan keberhasilan endobronchial elektrosurgery sekitar 86% pada kasus endobronkial polipoid dengan menggunakan anastesi lokal.19 Pada pasien yang dirawat diruang perawatan intensif yang mengalami atelektasis akibat penyumbatan saluran napas oleh gumpalan mukus, BSOL dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan BSOL dapat mengatasi atelektasis yang disebabkan gumpalan mukus dan perbaikan secara radiologis pada 88% kasus.27

2.1.4. KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI

Kontraindikasi tindakan bronkoskopi yaitu kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut antara lain:23

• Pasien kurang kooperatif. • Keterampilan operator kurang.

• Fasilitas yang tidak memadai.

(37)

• Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen.

Yang termasuk kontraindikasi relatif yaitu:23 • Hiperkarbia berat.

• Bulla emfisema berat. • Asma berat.

• Gangguan koagulopati yang serius.

• Obstruksi trakea.

High positive end-expiratory pressure.

Berbagai komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan bronkoskopi yaitu:22,23 • Kesulitan melakukan intubasi.

• Cedera pada trakea dan bronkus.

• Perdarahan.

• Spasmus pada bronkus dan laring. • Aritmia : Sinus takikardia.

Aritmia yang serius.

Aritmia yang mengancam jiwa. • Henti jantung.

• Pneumotoraks.

• Emfisema mediastinum.

(38)

Langendijk dkk menyatakan bahwa endobronchial brachytherapy dengan dosis > 10 Gy dapat menimbulkan perdarahan dan pada 6-8% kasus menyebabkan fistel antara saluran napas ke rongga toraks.28 Pada pasien yang dilakukan biopsi transbronkial risiko terjadinya perdarahan dan pneumotoraks akan meningkat 5-7%. Pneumotoraks dapat terdeteksi 1 jam setelah tindakan biopsi dilakukan.29 Komplikasi juga dapat terjadi karena tindakan yang dilakukan pada bronkoskopi dan dapat terjadi sesudah tindakan bronkoskopi atau disebut sebagai sekuele. Umumnya sekuele terjadi akibat tindakan tambahan pada saat bronkoskopi. Sekuele dapat berupa jaringan parut yang dapat timbul setelah tindakan biopsi.30

Jin dkk mengemukakan dari 73 pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi diagnostik, 30 orang mengalami spasme saluran napas, 28 orang hemoptisis, 4 orang pneumotoraks dan 11 orang mengalami aritmia.31 Sedangkan pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi terapeutik, dari 79 pasien, 38 orang mengalami spasme saluran napas, 13 orang aritmia, 9 orang hemoptisis, 8 orang terjadi sumbatan saluran napas, 5 orang mengalami esofagotrakeal fistel, 3 orang trejadi perforasi trakea dan 3 orang meninggal dunia.31

2.2 PERSIAPAN SEBELUM BRONKOSKOPI

(39)

indikasi untuk prosedur bronkoskopi, tindakan yang akan dilakukan, risiko tindakan yang dapat terjadi pada pasien dan persetujuan dari pihak pasien terhadap prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadapnya.23

Beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan terhadap pasien sebagai persiapan sebelum dilakukan prosedur bronkoskopi antara lain pemeriksaan faal hemostasis, foto toraks, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), analisa gas darah, elektrolit dan spirometri. Evaluasi kardiovaskuler terutama dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat meningkatkan risiko pada saat tindakan bronkoskopi berlangsung.7,33

Mengetahui riwayat penyakit pasien secara akurat dengan memperhatikan adanya faktor risiko adalah hal yang sangat membantu untuk menyusun rencana prosedur tindakan yang akan dilakukan saat bronkoskopi berlangsung.23 Beberapa pemeriksaan darah rutin yang dilakukan pada pasien yang akan dilakukan bronkoskopi meliputi hitung darah lengkap, parameter koagulasi terutama pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan dan pasien dengan perdarahan aktif atau pada pasien yang dicurigai adanya gangguan perdarahan secara klinis, penyakit hati, disfungsi ginjal, malabsorpsi dan gangguan kekurangan gizi atau gangguan koagulasi lainnya.23,32

Persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien adalah:32

(40)

2. Memberitahukan kepada pasien tentang tahapan pelaksanaan prosedur tindakan yang akan dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai setelah tindakan bronkoskopi, termasuk:

• Puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi.

• Tindakan anastesi yang akan dilakukan dan yang akan dirasakan

pasien setelah dilakukan anastesi.

• Puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi.

3. Menandatangani pernyataan persetujuan tindakan medik untuk prosedur yang akan dilakukan.

4. Mengevaluasi kondisi pasien sebelum bronkoskopi dilakukan dan mengelompokkan pasien berdasarkan kondisi fisiknya. American Association of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi sebagai berikut:

ASA I : Pasien dengan kondisi fisik normal. ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik yang berat

dengan keterbatasan aktifitas.

ASA IV : Pasien dengan penyakit yang tergantung dengan obat-obatan agar dapat bertahan.

ASA V : Pasien dengan kondisi yang gawat dengan prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa tindakan bronkoskopi. 5. Puasa sebelum tindakan bronkoskopi. Puasa dilakukan sekitar 8 jam untuk

(41)

Selain itu persiapan lain yang harus dilakukan, antara lain:7,32 Persiapan fasilitas penunjang :

Ruangan : Broncoscopy suite

Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan, ruangan desinfeksi alat.

Bronkoskopi : Kelengkapan televisi, vidio, foto. Kelengkapan alat diagnostik dan terapi. Sarana penunjang: Oksigen, mesin penghisap lendir (suction).

Alat pemantau EKG, oksimeter Nebulizer

Alat- alat Resusitasi Jet ventilation

Pemberian obat premedikasi harus disesuaikan untuk kebutuhan individu. Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30 menit sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan. Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:32

1. Mengurangi kecemasan pada saat tindakan bronkoskopi. 2. Mengeringkan saluran napas.

3. Mencegah terjadinya refleks vagal.

Obat-obat yang sering digunakan untuk premedikasi adalah:32 Obat –obat sedatif:

• Midazolam (7.5 mg peroral)

• Lorazepam (1–2 mg peroral) • Temazepam (15–30 mg peroral)

(42)

Antikolinergik:

• Atropine (0.5 mg im, 1.0 mg peroral)

• Glycopyrrolate (0.1–0.3 mg intramuskular)

• Scopolamine (0.3 mg intramuskular)

Pada pasien yang sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi, obat anti diabetes dan obat-abatan saluran napas harus tetap diberikan.32 Hipoksemia dapat terjadi pada saat tindakan bronkoskopi. Hal ini harus diantisipasi dengan pengelolaan oksigen tambahan pada pasien. Pasien dengan hipoksemia yang sudah ada sebelumnya akan membutuhkan oksigen tambahan.23

British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan beberapa hal yang harus diperhatikan untuk keselamatan pasien:8

1. Sebelum bronkoskopi.

• Memberikan informasi secara lisan dan tertulis kepada pasien

tentang prosedur yang akan dilakukan.

• Pemeriksaan spirometri harus dilakukan pada pasien dengan

penyakit paru obstruksi.

• Pemberian suplementasi oksigen dan atau sedasi intravena dapat

menyebabkan peningkatan kadar CO2 arteri oleh karena itu pemberian sedasi harus dihindari pada penderita yang terjadi peningkatan kadar CO2 arteri pra-bronkoskopi dan suplementasi oksigen dipertimbangkan dengan sangat berhati-hati.

• Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum bronkoskopi untuk

(43)

• Pada penderita dengan riwayat infark miokard, bronkoskopi harus

dihindari minimal 6 minggu setelah riwayat serangan terakhir. • Penderita asma harus diberi bronkodilator sebelum tindakan

bronkoskopi dilakukan.

• Pemeriksaan trombosit dan fungsi pembekuan darah harus rutin

dilakukan pada pasien dengan riwayat perdarahan.

• Jika diperkirakan bahwa spesimen biopsi mungkin diperlukan pada

bronkoskopi, antikoagulan oral harus dihentikan setidaknya 3 hari sebelum bronkoskopi atau penderita dapat diberi vitamin K.

• Jumlah trombosit, waktu protrombin dan waktu tromboplastin

parsial harus diperiksa sebelum melakukan biopsi transbronkial. • Tidak makan minimal 4 jam dan tidak minum air minimal 2 jam

sebelum tindakan bronkoskopi.

• Akses intravena harus terpasang sebelum tindakan bronkoskopi

dilakukan.

• Penggunaan sedasi harus diberikan setelah mendapat persetujuan

dari pasien.

• Atropin tidak secara rutin diperlukan sebelum bronkoskopi.

2. Saat bronkoskopi

• Pasien harus dipantau dengan oksimetri.

• Suplementasi oksigen harus diberikan untuk mencapai saturasi

(44)

• Dosis total lidokain harus dibatasi sampai 8,2 mg/kg berat badan

pada orang dewasa.

• Jika scope bronkoskopi dimasukkan melalui hidung maka

sebaiknya diberikan lidokain gel 2% untuk anastesi mukosa hidung.

• Dosis sedatif dapat ditambah untuk mencapai sedasi yang

memadai.

• Harus dibantu minimal dua orang asisten bronkoskopi.

• Pemantauan EKG harus dipertimbangkan pada pasien dengan

riwayat penyakit jantung dan mereka yang dalam keadaan hipoksia meskipun telah diberi suplementasi oksigen.

• Tersedia peralatan resusitasi.

3. Setelah bronkoskopi

• Suplementasi oksigen setelah tindakan bronkoskopi diperlukan

pada beberapa pasien dengan penurunan fungsi paru-paru dan pasien yang mendapat sedasi.

• Jika dilakukan biopsi transbronkial maka harus dilakukan

pemeriksaan foto toraks minimal 1 jam setelah tindakan selesai dilakukan untuk mendeteksi komplikasi terjadinya pneumotoraks. • Pasien yang dilakukan tindakan biopsi transbronkial harus diberi

(45)

• Pasien yang mendapat sedasi diberi tahukan secara lisan dan

tertulis untuk tidak mengoperasikan kenderaan selama minimal 24 jam setelah tindakan dilakukan.

• Beritahukan kepada pasien yang mendapat sedasi, pasien usia tua,

pasien yang dilakukan tindakan biopsi tranbronkial harus diawasi dalam 24 jam setelah tindakan dilakukan.

Setelah seluruh persiapan dilakukan maka pelaksanaan prosedur BSOL dapat dilakukan oleh seorang ahli bronkoskopi. Menurut ACCP, seorang ahli bronkoskopi adalah seorang yang telah berlatih melaksanakan prosedur BSOL dimana telah melaksanakan minimal 100 kali prosedur BSOL dan untuk menjaga keahliannya harus terus melaksanakan prosedur BSOL setidaknya 25 kali pertahunnya.7

(46)

pemeriksaan saluran napas dilakukan dan anastesi topikal dapat ditambahkan sesuai kebutuhan. Prosedur diagnostik atau terapeutik dapat dilakukan secara bersamaan sesuai kebutuhan.7

2.3 ANASTESI LOKAL PADA BRONKOSKOPI

Anastesi saluran napas harus dilakukan sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan.10,34,35 Bronkoskopi kaku dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Selain itu, anastesi umum juga dilakukan pada penderita yang akan dilakukan BSOL dengan prosedur tindakan diagnostik dan terapi yang memerlukan waktu yang panjang, pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi dan pada pasien anak-anak.19 Tindakan ini harus dilakukan oleh seorang Bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.22,36

BSOL telah digunakan di lebih dari 95% dari semua prosedur bronkoskopi dan telah menjadi modalitas dalam diagnostik maupun terapi.23 BSOL digunakan secara luas karena mudah dilakukan, memiliki komplikasi yang lebih ringan, lebih nyaman dan lebih aman, dapat menggunakan anestesi lokal dan dapat menjangkau ke percabangan bronkus yang lebih distal.10,34,35,36,37,38

Dalam pelaksanaan bronkoskopi pertama kali, Killian telah menggunakan kokain sebagai zat anastesi lokal. Saat ini beberapa obat anastesi lokal telah banyak digunakan antara lain lidokain, tetrakain, benzokain dan kokain. Obat anastesi yang paling umum digunakan adalah lidokain.2,10,34,35,39

(47)

vertebra torakalis ke V, IX dan X yang memberi sensasi ke saluran pernapasan. Sedangkan mukosa nasal di persarafi oleh pleksus sfenopalatina yang terdiri dari percabangan nervus maksillaris dan nervus trigeminalis. Serat saraf ini berjalan di bawah mukosa sepanjang dinding lateral nares posterior ke turbinate tengah. Sensasi pada 2/3 anterior lidah ditimbulkan oleh percabangan serabut saraf yang berasal dari nervus kranialis ke-V dan 1/3 posterior lidah dan mukosa faring menuju ke pita suara dipersarafi oleh saraf glossofaringeus melalui pleksus faring. Sedangkan pita suara, trakea dan bronkus dipersarafi oleh nervus laringeus superior dan nervus laringeus recurrent yang merupakan percabangan dari nervus vagus.10

Cara melakukan tindakan anastesi lokal dapat diberikan dengan cara spray/semprotan, nebulisasi, injeksi transkrikoid atau injeksi transtrakea, atau spray/semprotan langsung melalui bronkoskop atau disebut juga cara spray as you go. Kumur lidokain dapat diberikan sebelum melakukan tindakan anastesi secara spray/semprotan. Hal ini bertujuan untuk melakukan pembiusan pada daerah mulut dan daerah posterior lidah.2,32,39,40 Chung dkk menyatakan bahwa kombinasi lidokain kumur dan lidokain yang diberikan ke lidah bagian posterior memberikan anastesi yang efektif untuk faring, laring dan trakea pada pasien yang dilakukan intubasi dengan serat optik.41

(48)

saraf laring), epiglottis, pita suara, dan trakea. Kanula diposisikan dengan sebuah cermin laring tidak langsung sebagai pemandu yang dihangatkan terlebih dahulu. Semprotan diberikan sampai pasien batuk.6 Pemberian secara semprotan membutuhkan pengalaman tersendiri sebab cara semprotan dengan memegang lidah pasien harus dilakukan selembut mungkin untuk menghindari rasa sakit akibat pegangan yang terlalu kuat. Oleh karena itu pegangan lidah dapat dilakukan oleh pasien sendiri dan jika kurang memadai maka operator/asisten dapat memegangnya secara hati-hati.4,6,7,8 Penyebaran zat anastesi didaerah lidah dan pangkal lidah tergantung pada arah semprotan yang dilakukan. Pengalaman operator menentukan sebaran semprotan dan keberhasilan tindakan anastesi. Semprotan harus merata mulai daerah pangkal lidah dari kanan ke kiri serta kearah pita suara dan trakea bagian proksimal dibawah pita suara.4,6,10,11

Gambar 2.3: A) Penyemprotan rongga mulut dan faring. Pasien dan operator dalam posisi tegak dan lidah pasien dijulurkan secara maksimal. B) Operator melakukan penyemprotan kearah lebih dalam dengan

bantuan kaca laring. Pasien atau asisten operator memegang ujung lidah pasien agar tetap terjulur keluar.6

Anastesi lokal untuk nasofaring dan laring dapat juga dilakukan dengan cara nebulisasi. Umumnya digunakan lidokain 4% sebanyak 4 ml dengan alat

(49)

nebul melalui face mask atau mouthface.40 Nebulizer lazimnya digunakan sebagai alat untuk terapi inhalasi dengan tujuan pengobatan, namun dengan perkembangannya, nebulizer juga digunakan sebagai alat untuk memasukkan berbagai zat aktif untuk kepentingan medis. Nebulizer merupakan alat yang relatif murah dibandingkan alat terapi inhalasi lainnya.42,43 Sediaan zat yang digunakan umumnya berbentuk larutan yang mengandung zat aktif. Nebulizer dapat mengubah partikel zat aktif menjadi partikel yang berukuran sangat kecil sekitar 5 µm, dapat menghantarkan partikel zat aktif sampai ke alveolus serta mudah dihirup dengan bernapas biasa.43 Dengan nebulizer pasien hanya bernapas biasa sambil menghirup uap nebul yang mengandung obat anastesi. Obat dapat mencapai sasaran sampai kesaluran napas yang kecil sehingga dosis yang diberikan dapat lebih rendah dibandingkan cara pemberian lainnya serta menurunkan resiko terjadinya efek samping yang tidak dinginkan.43,44

Beberapa keuntungan penggunaan nebulizer antara lain :44

• Zat aktif yang diberikan dapat langsung ketempat sasaran yaitu saluran

napas dan paru sehingga dosis zat aktif yang dibutuhkan lebih kecil jika dibandingkan dengan pemberian zat aktif melalui cara lainnya.

• Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik sehingga efek

samping sistemik menjadi lebih minimal.

• Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru berlangsung dengan cepat,

sehingga efek yang diharapkan akan lebih cepat dibandingkan pada cara pemberian lainnya seperti subkutan atau oral.

• Udara yang dihirup melalui nebulizer mengandung air yang dapat

(50)

Berger dkk, Stolz dkk, Sethi dkk telah meneliti penggunaan nebulisasi lidokain yang berhubungan dengan kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL. Mereka menggunakan lidokain 4% secara nebulisasi sebanyak 4 ml selama 5 sampai 10 menit untuk menganastesi saluran napas. 2,14,45

Gambar 2.4: A) Mouthpiece nebulizer; B) Facemask nebulizer.36

Jika anastesi kurang memadai dapat ditambahkan anastesi lokal melalui bronkoskop secara spray as you go.6 Teknik Pembiusan secara spray as you go dilakukan melalui semprotan langsung ke saluran napas melalui bronkoskop. Saat penyemprotan dilakukan, aliran oksigen harus tetap diberikan untuk membantu mempertahankan oksigenasi pasien. Jumlah total obat anastesi yang telah diberikan harus diketahui dan tidak melebihi dosis yang direkomendasikan agar terhindar dari efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi akibat obat anastesi.6,46 British Thoracic Society merekomendasikan dosis lidokain sebagai anastesi lokal untuk saluran napas tidak melebihi 8,2 mg / kg berat badan.8

Penilaian keberhasilan anastesi lokal saluran napas pada BSOL dapat di kelompokkan sebagai berikut:45

Sangat baik : Saat bronkoskop melewati pita suara tidak terjadi batuk dan tidak ada kesulitan melewati pita suara serta tidak ada kesulitan

(51)

melakukan memanipulasi untuk pelaksanaan prosedur. Jika terjadi batuk saat pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial, akan mereda dalam beberapa detik.

Baik : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, terjadi batuk yang ringan saat bronkoskop melewati di daerah trakea dan bronkus.

Batuk selama pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dapat berlangsung beberapa saat namun tidak mengganggu penyelesaian prosedur dan tidak perlu penundaan atau perubahan dalam cara pengambilan bahan.

Sedang : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, tapi sering batuk sepanjang pelaksanaan prosedur. Terkadang perlu penundaan beberapa saat ketika menuju ke tahap/prosedur selanjutnya, tapi pengambilan bahan pemeriksaan masih dapat dilakukan.

Buruk : Bronkoskop sulit melewati pita suara. Terjadi batuk yang parah sehingga menyulitkan pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dan prosedur harus dihentikan.

2.4 LIDOKAIN

(52)

hidrokarbon. Perbedaan penting antara golongan ester dan golongan amida adalah rantai penghubung antara lipofilik dan hidrofiliknya.47,50 Lidokain terdiri dari gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (dari gugus amida) dengan suatu gugus yang mudah terionisasi (amine tersier). Zat anestesi merupakan basa lemah yang umumnya tersedia dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil.47,48,51

Gambar 2.5. Struktur kimia lidokain.48

(53)

Pada keadaan tidak teraktivasi atau dalam keadaan istirahat saluran Na+ akan tertutup, sedangkan pada saat teraktivasi akan terbuka dan terjadilah potensial aksi. Ikatan yang selektif terhadap molekul anastesi lokal pada bagian dalam saluran Na+ saat terjadi pembukaan saluran Na+ akan menghambat terjadinya depolarisasi dan menghambat potensial aksi. konfigurasi ini mencegah penyebaran konduksi impuls saraf. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran Na+ akan mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak teraktivasi.47,48,49,50

Apabila terjadi aktivasi saluran Na+ pada membran saraf akan terjadi penyebaran konduksi impuls saraf dan sensasi yang dirasakan oleh pasien akan tergantung besarnya rangsangan yang diterima oleh membran saraf tersebut. Sensasi dapat dirasakan pasien dari yang paling ringan sampai yang terberat berupa sensasi yang mengganggu dan perasaan sakit.37,47,51

(54)

wanita 19 tahun dengan gangguan fungsi paru-paru. Bronkospasme juga dilaporkan dapat terjadi pada pasien yang mendapat nebulisasi lidokain 4% dengan adanya riwayat penyakit asma.53

Efek samping yang dapat jika kadar lidokain dalam plasma > 5ug/ml. Gejala-gejala yang dapat timbul antara lain adalah spasme saluran napas, sangat mengantuk, hiperaktif, tinnitus, vertigo, mual, muntah, kejang dan dapat terjadi gangguan kesadaran.15,52,53

Beberapa pilihan teknik pemberian lidokain ke saluran napas telah dilakukan untuk mengurangi besarnya dosis yang diberikan agar dapat terhindar dari efek yang tidak diinginkan. Cara pemberian anastesi dengan lidokain secara nebulisasi dapat menganastesi dari mulut sampai kesaluran pernapasan. Cara ini ditoleransi dengan baik dan berhubungan dengan kadar lidokain dalam plasma lebih rendah dibandingkan jika diberikan secara langsung ke dalam saluran napas. Namun, pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian lidokain secara nebulisasi tidak dapat menurunkan jumlah tambahan lidokain yang dibutuhkan oleh pemberian secara langsung ke saluran napas.2,9,10 Foster dan Hurewitz menunjukkan bahwa pemberian nebulisasi lidokain dapat mengurangi kebutuhan tambahan anestesi lokal yang diberikan kesaluran napas melalui bronkoskop secara spray as you go.Demikian juga Gjonaj dkk melaporkan bahwa 50% dari pasien yang menerima nebulisasi lidokain tidak memerlukan tambahan lidokain.2

2.5 PENILAIAN KENYAMANAN PASIEN

(55)

secara langsung mempengaruhi keseluruhan hasil yang akan dicapai. Instilasi bronkoskop itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya sensasi yang tidak menyenangkan di tempat yang dilalui bronkoskop, batuk dan perasaan takut.38 Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan yang dapat meminimalkan keadaan tersebut. Premedikasi yang baik dan penggunaan obat-obat anastesi diharapkan dapat mengurangi rasa takut dan menghilangkan sensasi-sensasi yang tidak menyenangkan saat instilasi bronkoskop berlangsung.15,32,54 Kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL dapat dinilai dengan sensasi yang dirasakan pasien saat instilasi bronkoskop berlangsung, frekuensi batuk dan tersedak yang terjadi saat istilasi bronkoskop. Kemudahan prosedur yang dirasakan oleh operator yang telah berpengalaman dapat juga digunakan sebagai penanda bahwa pasien tersebut merasa nyaman atas prosedur yang dilakukan.2,5,9,16,17,18,38,54

Beberapa skala telah dirancang sebagai metode untuk mengukur perasaan yang mengganggu/tidak menyenangkan dan secara luas telah digunakan di berbagai penelitian dan di dalam praktek klinisi sehari-hari. Nyeri adalah sensasi yang menggangu dan tidak menyenangkan yang merupakan fenomena kompleks multidimensi dan penilaian nyeri dibuat untuk membantu klinisi untuk menanganinya di dalam praktek klinis sehari-hari.54

(56)

angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas sensasi yang dirasakan. VRS menggunakan 5 skor skala penilaian, yaitu:54,55

Skor 0 : tidak ada sensasi

Skor 1 : sedikit tidak menyenangkan Skor 2 : tidak menyenangkan

Skor 3 : sangat tidak menyenangkan Skor 4 : sama sekali tidak menyenangkan.

Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS, kemudian digunakan untuk memberikan skor untuk intensitas sensasi yang dirasakan oleh pasien. VRS ini mempunyai keterbatasan didalam penggunaannya. Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk tingkat intensitas sensasi yang dirasakannya dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan.54

Numeral Rating Scale (NRS) adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai sensasi sesuai dengan tingkatan intensitas yang dirasakannya pada skala numerik dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti “sensasi ditoleransi dengan baik” dan 10 atau 100 berarti “sensasi yang sangat tidak menyenangkan”.38,54,55,56

(57)

Skala nyeri numerik dapat dikombinasikan dengan gambar wajah dan dapat lebih berguna pada pasien yang sulit berkomunikasi. Pasien diminta untuk menunjuk ke gambar ekspresi wajah mulai dari wajah tersenyum sampai gambar wajah yang sangat tidak senang yang mengekspresikan nyeri yang tak tertahankan.53,56

Gambar 2.7. Face Pain Rating Scale.56

Visual Analogue Scale (VAS) adalah garis horizontal dengan label 0 (tidak terasa sensasi) di satu ujung dan 10 (sensasi sangat tidak menyenangkan) di ujung lainnya. Pasien diminta untuk menandai pada garis horizontal sesuai dengan tingkat intensitas sensasi yang dirasakannya. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberikan pasien dan dicatat sebagai skor tingkat intensitas sensasi pada pasien tersebut.38,54,56 Penggunaan VAS memiliki kesalahan sekitar 20 mm.58 Skala VAS dapat dikategorikan menjadi 5 tingkatan skala ketidaknyamanan yaitu:14

Skala 1 : 0-2 cm  Tidak terasa sensasi tidak menyenangkan (Not unpleasant) Skala 2 : 2-4 cm  Tidak nyaman (Uncomfortable)

Skala 3 : 4-6 cm  Tidak menyenangkan (Unpleasant)

(58)

Ludington dan Dexter menyarankan penggunaan VAS skor sebagai data rasio karena 0 mm merupakan benar nol (menunjukkan tidak adanya sensasi yang mengganggu). Mereka menyatakan bahwa VAS skor memiliki sifat skala linear dimana perbedaan antara setiap kenaikan sensasi yang dirasakan adalah sama. Dengan demikian, sensasi yang dirasakan pada VAS skor 60 mm menunjukkan dua kali dari skor VAS 30 mm, dan perbedaan sensasi yang dirasakan antara skor VAS dari 30 mm dan 40 mm akan sama besarnya dengan perbedaan antara skor VAS dari 70 mm dan 80 mm.57,58

Gambar 2.8. Visual Analogue Scale (VAS).56

VAS lebih sensitif terhadap pengukuran intensitas sensasi yang dirasakan dari pada skala pengukuran lainnya seperti pada VRS dimana responnya lebih terbatas. VAS juga lebih sensitif dibanding skala numerik maupun skala numerik bergambar karena dengan VAS, tingkat intensitas sensasi yang dirasakan dapat lebih terukur secara tepat.54,57

(59)

Jumlah batuk dihitung mulai dari bronkoskop di instilasikan sampai prosedur selesai dilakukan dan diklasifikasikan menurut skala keparahan batuk:14,18

Skala 1: Tidak ada batuk

Skala 2 : Batuk sedikit yaitu jumlah batuk kurang dari 2 kali Skala 3: Batuk sedang yaitu jumlah batuk antara 3 sampai 5 kali Skala 4: Batuk yang banyak yaitu jumlah batuk lebih dari 5 kali.

(60)

yang sama pada pasien yang dilakukan prosedur BSOL yang dimasukkan melalui hidung.60

(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan quasi eksperimental dengan membandingkan dua kelompok dengan perlakuan yang berbeda.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di ruang IDT RSUP HAM Medan. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan atau sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3. SUBJEK PENELITIAN

3.3.1. Populasi

Penderita yang dilakukan BSOL di ruang IDT RSUP HAM Medan baik untuk tujuan diagnostik maupun tujuan pengobatan.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi yang dipilih secara acak.

3.3.3. Kriteria inklusi dan eksklusi

3.3.3.1. Kriteria inklusi

1. Pasien yang terindikasi untuk dilakukan prosedur BSOL atas indikasi diagnostik dan terapi.

(62)

3. Prosedur BSOL dilakukan dengan anastesi lokal di ruang IDT RSUP HAM Medan.

4. Persiapan pre bronkoskopi pasien dilakukan di ruang rawat inap RSUP HAM Medan.

5. Pelaksanaan prosedur bronkoskopi dilakukan oleh seorang Ahli Bronkoskopi yang berpengalaman yang sesuai berdasarkan kriteria American College of Chest Physicians (ACCP) dan teknik pelaksanaan instilasi bronkoskop sesuai rekomendasi dari ACCP.

3.3.3.2. Kriteria Eksklusi.

1. Pasien yang tidak kooperatif.

2. Terjadi komplikasi dan atau keadaan umum pasien yang memburuk saat instilasi bronkoskop berlangsung sehingga prosedur bronkoskopi tidak terselesaikan.

3.4. BESAR SAMPEL

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus : (Zα + Zβ)2 SD2

n1= n2 =

( X1 - X2 )2

n1 : Jumlah sampel kelompok I n2 : Jumlah sampel kelompok II

(63)

Zβ : Nilai baku dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai β yang

ditentukan, β = 0,20 → Zβ = 0,842 Myles PS dkk, 1999 SD : Simpangan baku = 0,4 MacDougall M dkk,2011

x1-x2 : Beda rerata yang bermakna  0,2 Sethi CN dkk,2005

Besar sampel untuk masing-masing kelompok : (1,96 + 0,842)2 0,42

n = = 31,4 ≈ 32 orang 0,22

3.5. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN

BRONKOSKOPI DI RUANGAN IDT RSUP HAM MEDAN

3.5.1. Persiapan Pasien

1. Persetujuan dan ijin tindakan bronkoskopi dari pasien dan diketahui keluarga terdekat dengan saksi petugas paramedis/medis, setelah diberi penjelasan tentang tindakan dan tujuan pemeriksaan serta komplikasinya. 2. Foto toraks PA dan lateral (terbaru), bila ada foto lain (oblik, top lordotik,

lateral foto, CT scan dan lain–lain). 3. Pemeriksaan spirometri

4. EKG terbaru dan/atau hasil konsultasi kardiologi.

5. Laboratorium (Darah rutin, faal hemostasis, Analisa gas darah arteri ). 6. Puasa sekurang–kurangnya 4 jam sebelum tindakan dilakukan.

(64)

8. Injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg subkutan ½ jam sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan.

3.5.2 Persiapan Alat

1. 1 Unit Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL) dan "light source". 2. 1 Unit alat penghisap (suction) yang berfungsi baik.

3. Lampu kepala.

4. Aparatus instilasi lidokain.

5. Lidokain 10% spray (Xylocain spray 10%® ) dan Lidokain 2% (Xylocain 2%® ).

6. Pot lidokain dengan semprit 10 cc.

7. Nebulizer merek GEA Medical Nebulizer model 403C dengan mouthpiece 8. Asesori tindakan bronkoskopi.

9. Pulse oxymeter.

10.Sumber O2 dan aparatusnya (nasal kanul). 11.Obat–obat emergensi.

12.Alat/perlengkapan emergensi. 13.Perlengkapan pencucian bronkoskop 14.Alat–alat infus.

(65)

3.5.3 Cara Kerja pelaksanaan BSOL dengan Anastesi Lokal Cara

Spray/Semprotan dan Dilanjutkan Spray as you go

1. Persiapan pasien dilakukan di ruang persiapan dengan memeriksa keadaan umum pasien serta tanda–tanda vital pasien.

2. Premedikasi dengan diazepam 5 mg intramuskular 3 jam sebelum prosedur dan sulfas atropin 0,25 mg subkutan ½ jam sebelum prosedur berlangsung. 3. Anastesi lokal dengan Xylocain spray 10%® (5-7 kali semprotan) di daerah

orofaring dan laringofaring serta pita suara dengan bantuan kaca laring. 4. Tunggu beberapa saat sampai pasien sulit menelan atau terasa mengganjal di

tenggorokannya.

5. Penderita siap diperiksa dalam posisi telentang dengan pemeriksa berdiri di belakang kepala pasien.

6. Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk kanan/kiri, oksigen kanula nasal dengan arus 3 – 4 liter/menit dan kedua mata ditutup dengan kain penutup untuk mencegah terkena larutan lidokain/cairan pembilas.

7. Mouth–piece diletakan di antara gigi rahang atas dan rahang bawah untuk mencegah tergigitnya bronkoskop.

8. Insersi bronkoskop secara transoral.

9. Instilasi Xylokain 2%® sebanyak 2 ml melalui bronkoskop masing-masing pada trakea, karina, bronkus utama kanan dan atau bronkus utama kiri dan atau segmen dan atau subsegmen bronkus.

(66)

11. Dilakukan prosedur diagnostik dan atau terapi sesuai kebutuhan sampai prosedur selesai. Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital di periksa kembali.

12. Penilaian Visual analogue scale dan jumlah batuk mulai saat insersi bronkoskop transoral sampai bronkoskop di keluarkan.

3.5.4. Cara Kerja Pelaksanaan BSOL dengan Anastesi Lokal Cara Nebulisasi

Lidokain dan Dilanjutkan Spray as you go

1. Persiapan pasien dilakukan di ruang persiapan dengan memeriksa keadaan umum serta tanda–tanda vital pasien.

2. Premedikasi dengan diazepam 5 mg intramuskular 3 jam sebelum prosedur dan sulfas atropin 0,25 mg subkutan ½ jam sebelum prosedur berlangsung. 3. Anestesi lokal dengan nebulisasi Xylokain 2%® sebanyak 4 ml selama 10

menit dengan mouth piece nebulizer dalam posisi duduk.

4. Tunggu beberapa saat sampai pasien sulit menelan atau terasa mengganjal di tenggorokannya.

5. Penderita siap diperiksa dalam posisi telentang dengan pemeriksa berdiri di belakang kepala pasien.

6. Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk kanan/kiri, oksigen kanula nasal dengan arus 3 – 4 liter/menit dan kedua mata ditutup dengan kain penutup untuk mencegah terkena larutan lidokain/cairan pembilas.

7. Mouth–piece diletakan di antara gigi rahang atas dan rahang bawah untuk mencegah tergigitnya bronkoskop.

(67)

9. Instilasi Xylokain 2%® sebanyak 2 ml melalui bronkoskop masing-masing pada trakea, karina, bronkus utama kanan dan atau bronkus utama kiri dan atau segmen dan atau subsegmen bronkus.

10.Dipelajari pita suara, trakea, karina, bronkus utama kanan/kiri, bronkus lobus, bronkus segmen, bronkus subsegmen.

11.Dilakukan prosedur diagnostik dan atau terapi sesuai kebutuhan sampai prosedur selesai. Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital di periksa kembali.

12.Penilaian Visual analogue scale dan jumlah batuk mulai saat insersi bronkoskop transoral sampai bronkoskop di keluarkan.

3.5.5.Penilaian Visual analog scale dan jumlah batuk

Data awal pasien dicatat berupa : nama, umur, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan, keluhan pasien, riwayat merokok riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat penyakit terdahulu. Keadaan umum dan tanda-tanda vital penderita diperiksa sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan.

(68)

total pemakaian lidokain yang digunakan dicatat dan tanda-tanda vital pasien diperiksa kembali setelah prosedur selesai.

Setelah prosedur selesai, pasien diminta untuk menunjukkan salah satu titik pada garis skala visual analog scale dan di tentukan nilai VAS serta jumlah batuk yang terjadi selama prosedur berlangsung. Nilai VAS yang didapatkan dikategorikan menjadi 5 tingkatan skala ketidaknyamanan yaitu:14

Skala 1 : Tidak terasa sensasi tidak menyenangkan (Not unpleasant) Skala 2 : Tidak nyaman (Uncomfortable)

Skala 3 : Tidak menyenangkan (Unpleasant)

Skala 4 : Sangat tidak menyenangkan (Most unpleasant) Skala 5 : Sensasi yang tidak tertahankan (Intolarable)

Jumlah batuk mulai dari bronkoskop di instilasikan sampai prosedur selesai dilakukan dan diklasifikasikan menurut Skala keparahan batuk:14,18

Skala 1: Tidak ada batuk

Skala 2 : Batuk sedikit yaitu jumlah batuk kurang dari 2 kali Skala 3: Batuk sedang yaitu jumlah batuk antara 3 sampai 5 kali Skala 4: Batuk yang banyak yaitu jumlah batuk lebih dari 5 kali.

Secara keseluruhan dinilai keberhasilan tindakan anastesi lokal saluran napas sebagai berikut:45

Sangat baik : Saat bronkoskop melewati pita suara tidak terjadi batuk dan tidak ada kesulitan melewati pita suara serta tidak ada kesulitan

(69)

Baik : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, terjadi batuk yang ringan saat bronkoskop melewati di daerah trakea dan bronkus.

Batuk selama pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dapat berlangsung beberapa saat namun tidak mengganggu penyelesaian prosedur dan tidak perlu penundaan atau perubahan dalam cara pengambilan bahan.

Sedang : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, tapi sering batuk sepanjang pelaksanaan prosedur. Terkadang perlu penundaan beberapa saat ketika menuju ke tahap/prosedur selanjutnya, tapi pengambilan bahan pemeriksaan masih dapat dilakukan.

Buruk : Bronkoskop sulit melewati pita suara. Terjadi batuk yang parah sehingga menyulitkan pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dan prosedur harus dihentikan.

3.6. DEFINISI OPERASIONAL

1. Bronkoskopi Serat Optik Lentur adalah salah satu jenis bronkoskop yang dapat digunakan untuk melihat melihat saluran napas secara langsung, dapat diarahkan dan dapat menjangkau saluran napas yang lebih distal. 2. Anastesi lokal dengan lidokain adalah tindakan untuk menghilangkan

sensasi dan atau nyeri setempat sesuai dengan tempat yang dibutuhkan untuk pengerjaan suatu tindakan medis tertentu dengan lidokain sebagai obat anastesi

(70)

4. Anastesi lokal dengan cara spray as you go adalah teknik pembiusan saluran napas dimana obat anastesi masuk kesaluran napas melalui pipa bronkoskop pada tempat yang akan di anastesi mulai dari saluran napas atas sampai subsegmen bronkus sesuai kebutuhan.

5. Anastesi lokal dengan cara nebulisasi adalah salah satu teknik anastesi lokal kesaluran napas dengan cara memasukkan obat anastesi kesaluran napas dengan alat yang disebut nebulizer.

6. Ahli bronkoskopi sesuai kriteria ACCP adalah seorang yang telah berlatih melaksanakan prosedur BSOL dimana telah melaksanakan minimal 100 kali prosedur BSOL dan untuk menjaga keahliannya harus terus melaksanakan prosedur BSOL setidaknya 25 kali pertahunnya. 7. Kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL adalah fenomena

yang dirasakan pasien saat prosedur berlangsung berupa sensasi yang dirasakan, batuk yang terjadi saat prosedur berlangsung dan perasaan takut.

8. Batuk adalah mekanisme pertahanan mekanik saluran napas yang terjadi akibat meningkatnya potensial aksi karena adanya perangsangan yang dapat terjadi sepanjang saluran napas. Jumlah batuk dihitung dan diklasifikasikan menurut skala keparahan batuk:14,18

Skala 1 : Tidak ada batuk

(71)

9. Visual analogue scale adalah salah satu skala pengukuran intensitas sensasi yang dirasakan pasien dimana pasien diminta untuk menunjukkan salah satu titik pada garis skala sesuai yang dirasakannya dan intensitas sensasi diukur dari titik nol ke titik yang ditunjuk pasien tersebut. Nilai VAS di ukur dari nilai 0 “ tidak terasa sensasi sama sekali” sampai dengan 10 cm “sensasi yang sangat tidak menyenangkan”. Skala VAS dikategorikan menjadi 5 tingkatan skala ketidaknyamanan yaitu:14

Skala 1 : 0-2 cm  Tidak terasa sensasi yang tidak menyenangkan (Not unpleasant)

Skala 2 : 2-4 cm  Tidak nyaman (Uncomfortable) Skala 3 : 4-6 cm  Tidak menyenangkan (Unpleasant)

Gambar

Gambar 2.1. Bronkoskopi kaku.25
Gambar 2.2. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL).25
Gambar 2.3: A) Penyemprotan rongga mulut dan faring. Pasien dan operator
Gambar 2.4: A) Mouthpiece nebulizer;  B) Facemask nebulizer.36
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Didalam Cisco Packet Tracer Terdapat fungsi untuk melakukan sebuah simulasi untuk pengiriman packet dari PC ke PC lain, dan akan terlihat bagaimana sebuah PC mengirim pesan /

Hubungan antara Dukungan Keluarga Wanita Pekerja Seks Dalam Pemeriksaan VCT di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta Tahun 2014, dapat dideskripsikan Hasil Penelitian Pemeriksaan

Multicultural learning model in the development of Indonesian material in primary school dimension series contains the diversity of ethnic, language, and culture

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kelancaran ASI lebih banyak yang lancar pada ibu menyusui yang emosinya rendah sebanyak 78,6% dibandingkan dengan ibu yang

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Penerapan

Pengaruh Partisipasi Pemakai Dalam Pengembangan, Kemampuan Tehnik Personal, Dukungan Manajemen Puncak, Keberadaan Program Pelatihan dan Pendidikan Pemakai terhadap Kinerja

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar matematika adalah dari prestasi yang diperolehnya. Prestasi belajar matematika siswa, baik