ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN ORANG TUA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK
(Studi Kasus Perkara Nomor : 841/PID.SUS/2014/PN,TJK)
Akbar Agam Parmato
Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan fenomena yang sering terjadi dalam sebuah komunitas sosial. Kekerasan dalam Rumah Tangga oleh sebagian masyarakat kita tidak dianggap sebagai kejahatan.Peranan Pemerintah seharusnya berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusian serta bentuk diskriminasi: 1) Bagaimanakah pertanggung jawaban pidana terhadap orangtua sebagai pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak, dan 2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim terhadap orang tua sebagai pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak
Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan masalah berupa pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Oleh karena itu data yang digunakan berupa data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan dan data primer yang didapat dari penelitian lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara sistematis. Selanjutnya diinterpretasikan secara sistematis dengan permasalahan yang ada. Setelah data dianalisis, dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum, selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran-saran.
AKBAR AGAM PARMATO
Adapun saran yang diajukan adalah: 1) Perlu diadakan lebih banyak penyuluhan bahkan inovasi dalam pemberian informasi tentang kekerasan dalam rumah tangga agar meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan merubah kebudayaan masyarakat yang kurang benar dan 2) Hakim dalam memutus suatu perkara yang ditanganinya harus lebih berani untuk menghukum terdakwa jauh lebih ringan atau lebih berat sesuai dengan perbuatan yang dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan dikemudian hari atas putusannya tersebut
ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN ORANG TUA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK
(Studi Kasus Perkara Nomor : 841/PID.SUS/2014/PN,TJK)
Oleh
AKBAR AGAM PARMATO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN ORANG TUA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK
(Studi Kasus Perkara Nomor : 841/PID.SUS/2014/PN,TJK
(Skripsi)
Oleh
AKBAR AGAM PARMATO
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUANHalaman
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 17
B. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana. ... 19
C. Kekerasaan Dalam Rumah Tangga ... 22
D. Pengertian Anak ... 24
E. Dasar Pertimbangan Hakim ... 26
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31
B. Jenis dan Sumber Data ... 32
C. Penentuan Populasi dan Sampel... 33
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolaan Data... 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Narasumber ... 37
B. Gambaran Umum Perkara Nomor 841/Pid.Sus/2014/PN Tjk ... 38
C. Pertanggung Jawaban Orang Tua sebagai pelaku Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Anak... 41 D. Dasar Pertimbangan Hakim terhadap Orang Tua sebagai pelaku Tindak Pidana
Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Anak... 47
V. PENUTUP
A. Simpulan ... 54
B. Saran ... 55
.
MOTO
“Kerendahan Hati Menuntun Pada Kekuatan Bukan Kelemahan.
Mengakui Kesalahan dan Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Adalah Bentuk Tertinggi Dari
Penghormatan Terhadap Diri Sendiri”
(John Mccloy)
“Always Be Yourself and Never Be Anyone Else Even If They Look Better Than You”
(Penulis)
“Kesuksesan Tidak Sekedar Jatuh Dari Langit Maupun Orang Tua, Tetapi Lahir Dari Doa dan Kerja Keras”
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayatnya maka dengan
ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku aku persembahkan
sebuah karya ini kepada:
Bapak(Alm) dan ibu(Alm) yang kuhormati, kusayangi dan kucintai. Terima kasih untuk semua
pengorbanan, kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’anya demi keberhasilan dan
kesuksesanku.
Kakak dan Adikku Akbar Anggun Parmato, S.T. Fathiya Nandhiaty Putri yang selalu
mendukung dan senantiasa menemaniku dengan kecerian dan kasih sayang.
Almamaterku Tercinta
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Akbar Agam Parmato yang dilahirkan di Kota Bandar
Lampung, pada tanggal 26 Juli 1992 dan merupakan anak kedua dari 3
(tiga) bersaudara dari pasangan Bapak Maizar syafar (Alm) dan Verita
Yudi (Alm).
Pendidikan yang telah diselesaikan adalah Taman Kanak-kanak Al-Kautsar Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 1997. Sekolah Dasar Al-Kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun
2004. Sekolah Menengah Pertama Al-Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun
2007, lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung yang
lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Peneliti
Mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Katon Kecamatan Margatiga Kabupaten
Lampung Timur, Propinsi Lampung pada 17 Januari – 26 Februari tahun 2014. Selanjutnya
peneliti melakukan penelitian pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung dan
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu
Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh alam yang telah memberikan Rahmat dan Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Tanpa adanya kemudahan yang diberikan
takkan mungkin dapat terlaksana, oleh karenanya hamba senantiasa bersyukur atas segala
yang diberikan. Sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik contoh
dan tauladan Nabi paling Agung Nabi Muhammad SAW, Beliau yang telah memberikan
perubahan kepada dunia dari zaman kebodohan kepada zaman yang penuh pencerahan.
Dalam penulisan ini tidak terlepas dari adanya bantuan,partisipasi dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku pembimbing I, yang telah banyak memberi bimbingan
dan arahan dengan penuh sabar dan ikhlas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang telah memberikan
3. Ibu Dr Erna Dewi, S.H., M.H. selaku pembahas I yang telah banyak memberikan
kritikan dan saran yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku pembahas II yang telah banyak memberikan
kritikan dan saran yang sangat membangun semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik.
7. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku ketua Bagian Hukum Pidana.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu
persatu namanya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan dan diajarkan dengan
ikhlas.
9. Seluruh staf baik di bagian Hukum Pidana Mba Sri, Mba Yanti, Babe. Maupun di
bagian Akademik dan Kemahasiswaan yang tidak kalah pentingnya dalam membantu
menyelesaikan skripsi ini.
10. Guru-guru ku selama menduduki bangku Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Penulis ucapkan terimakasih atas
11. Pihak dari Pengadilan Negerti Tanjung Karang dan LSM DAMAR Bandar Lampung
yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset
dalam penulisan skripsi ini.
12. Orang tua terhormat, almarhum ayahanda Maizar Syafar, Phd (Alm) dan Almarhum
ibunda Verita Yudi, S.Sc M.Sc.. yang telah banyak berkorban demi anaknya
menuntut ilmu, yang telah memberikan kasih sayang, nasihat dan doanya. semoga
Allah membalas pengorbanan itu dengan nikmat yang tak terhingga.
13. Saudara-saudari ku, Akbar Anggun Parmato, S.T, kakak yang selalu memberikan
nasehat yang sangat menyentuh. Fathiya Nandhiaty putri, yang selalu mendukung
dalam membantu skripsi.
14. Teman-teman sekaligus keluarga baru, pengalaman baru di Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Yanto, Rian, Awari, Arenda, Olga, Aris, Ntis, Siti, Sri, Ade, Bapak Takim selaku
Kepala Desa Negeri Katon beserta istri dan keluarga.
15. Sahabat Agam, Agung, Obaw, Aryo, David, Danji Angga, Wahyu, Dimas, Dino yang
tiada duanya yang banyak membantu, mengajari, mengingatkan, menasehati.
16. Teman-teman seangkatan yang selalu hadir, selalu memberi cerita menyenangkan dan
moment tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung:
Rian, Agung, Obaw, Aryo, Fikram, Danji, Antoni, fadil, david, Angga, erwin,
Wahyu, adit, romi, tomson, andrew, alif, aji, julio, diko, jonathan, indra, riski, erik,
dodi, serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis ucapkan
17. Semua pihak-pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin telah banyak
membatu dan berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara, para
mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi
penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir
kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan
kebaikan bagi kita semua serta semoga tali silahtuhrahmi diantara kita tetap erat dan
kita dipertemukan kembali dalam keridhoan-Nya. Aamiin Allahuma Ya
Rabbil’alamin.
Bandar Lampung, Oktober 2015
Penulis
MOTO
“Kerendahan Hati Menuntun Pada Kekuatan Bukan Kelemahan.
Mengakui Kesalahan dan Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Adalah Bentuk Tertinggi Dari
Penghormatan Terhadap Diri Sendiri”
(John Mccloy)
“Always Be Yourself and Never Be Anyone Else Even If They Look Better Than You”
(Penulis)
“Kesuksesan Tidak Sekedar Jatuh Dari Langit Maupun Orang Tua, Tetapi Lahir Dari Doa dan Kerja Keras”
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayatnya maka dengan
ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku aku persembahkan
sebuah karya ini kepada:
Bapak(Alm) dan ibu(Alm) yang kuhormati, kusayangi dan kucintai. Terima kasih untuk semua
pengorbanan, kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’anya demi keberhasilan dan
kesuksesanku.
Kakak dan Adikku Akbar Anggun Parmato, S.T. Fathiya Nandhiaty Putri yang selalu
mendukung dan senantiasa menemaniku dengan kecerian dan kasih sayang.
Almamaterku Tercinta
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Akbar Agam Parmato yang dilahirkan di Kota Bandar
Lampung, pada tanggal 26 Juli 1992 dan merupakan anak kedua dari 3
(tiga) bersaudara dari pasangan Bapak Maizar syafar (Alm) dan Verita
Yudi (Alm).
Pendidikan yang telah diselesaikan adalah Taman Kanak-kanak Al-Kautsar Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 1997. Sekolah Dasar Al-Kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun
2004. Sekolah Menengah Pertama Al-Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun
2007, lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung yang
lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Peneliti
Mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Katon Kecamatan Margatiga Kabupaten
Lampung Timur, Propinsi Lampung pada 17 Januari – 26 Februari tahun 2014. Selanjutnya
peneliti melakukan penelitian pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung dan
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu
Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh alam yang telah memberikan Rahmat dan Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Tanpa adanya kemudahan yang diberikan
takkan mungkin dapat terlaksana, oleh karenanya hamba senantiasa bersyukur atas segala
yang diberikan. Sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik contoh
dan tauladan Nabi paling Agung Nabi Muhammad SAW, Beliau yang telah memberikan
perubahan kepada dunia dari zaman kebodohan kepada zaman yang penuh pencerahan.
Dalam penulisan ini tidak terlepas dari adanya bantuan,partisipasi dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku pembimbing I, yang telah banyak memberi bimbingan
dan arahan dengan penuh sabar dan ikhlas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang telah memberikan
3. Ibu Dr Erna Dewi, S.H., M.H. selaku pembahas I yang telah banyak memberikan
kritikan dan saran yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku pembahas II yang telah banyak memberikan
kritikan dan saran yang sangat membangun semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik.
7. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku ketua Bagian Hukum Pidana.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu
persatu namanya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan dan diajarkan dengan
ikhlas.
9. Seluruh staf baik di bagian Hukum Pidana Mba Sri, Mba Yanti, Babe. Maupun di
bagian Akademik dan Kemahasiswaan yang tidak kalah pentingnya dalam membantu
menyelesaikan skripsi ini.
10. Guru-guru ku selama menduduki bangku Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Penulis ucapkan terimakasih atas
11. Pihak dari Pengadilan Negerti Tanjung Karang dan LSM DAMAR Bandar Lampung
yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset
dalam penulisan skripsi ini.
12. Orang tua terhormat, almarhum ayahanda Maizar Syafar, Phd (Alm) dan Almarhum
ibunda Verita Yudi, S.Sc M.Sc.. yang telah banyak berkorban demi anaknya
menuntut ilmu, yang telah memberikan kasih sayang, nasihat dan doanya. semoga
Allah membalas pengorbanan itu dengan nikmat yang tak terhingga.
13. Saudara-saudari ku, Akbar Anggun Parmato, S.T, kakak yang selalu memberikan
nasehat yang sangat menyentuh. Fathiya Nandhiaty putri, yang selalu mendukung
dalam membantu skripsi.
14. Teman-teman sekaligus keluarga baru, pengalaman baru di Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Yanto, Rian, Awari, Arenda, Olga, Aris, Ntis, Siti, Sri, Ade, Bapak Takim selaku
Kepala Desa Negeri Katon beserta istri dan keluarga.
15. Sahabat Agam, Agung, Obaw, Aryo, David, Danji Angga, Wahyu, Dimas, Dino yang
tiada duanya yang banyak membantu, mengajari, mengingatkan, menasehati.
16. Teman-teman seangkatan yang selalu hadir, selalu memberi cerita menyenangkan dan
moment tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung:
Rian, Agung, Obaw, Aryo, Fikram, Danji, Antoni, fadil, david, Angga, erwin,
Wahyu, adit, romi, tomson, andrew, alif, aji, julio, diko, jonathan, indra, riski, erik,
dodi, serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis ucapkan
17. Semua pihak-pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin telah banyak
membatu dan berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara, para
mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi
penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir
kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan
kebaikan bagi kita semua serta semoga tali silahtuhrahmi diantara kita tetap erat dan
kita dipertemukan kembali dalam keridhoan-Nya. Aamiin Allahuma Ya
Rabbil’alamin.
Bandar Lampung, Oktober 2015
Penulis
I. PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah
Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan fenomena yang sering terjadi dalam
sebuah komunitas sosial. Kekerasan dalam Rumah Tangga oleh sebagian
masyarakat kita tidak dianggap sebagai kejahatan. Situasi ini semakin diperparah
dengan ideologi jaga praja atau menjaga ketat ideologi keluarga, khususnya dalam
budaya Jawa “membuka aib keluarga berarti membuka aib sendiri”, situasi
demikian menurut Harkristuti Harkrisnowo dalam berbagai kesempatan
menyebabkan tingginya the “dark number” karena tidak dilaporkan.1
Penyebab terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat digolongkan menjadi
dua (dua) faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
menyangkut kpribadian dari pelaku kekerasan yang menyebabkan ia mudah sekali
melakukan tindak kekerasan bila menghadapi situasi yang menimbulkan
kemarahan atau frustasi. Kepribadian yang agresif biasanya dibentuk melalui
interaksi dalam keluarga atau dengan lingkungan sosial di masa kanak-kanak.
Tidaklah mengherankan bila kekerasan biasanya bersifat turun temurun, sebab
anak-anak akan belajar tentang bagaimana akan berhadapan dengan lingkungan
1
2
dari orang tuanya. Apabila tindak kekerasan mewarnai kehidupan sebuah
keluarga, kemungkinan besar anak-anak mereka akna mengalami Hal yang sama
setelah mereka menikah nanti. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa
kekerasan merupakan Hal yang wajar atau mereka dianggap gagal kalau tidak
mengulang pola kekerasan tersebut. Perasaan kesal dan marah terhadap orang tua
yang selama ini berusaha ditahan, akhirnya akan muncul menjadi tindak
kekerasan kepada istri, suami atau anak-anak.2
Faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar diri si pelaku kekerasan. Mereka yang
tidak tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat melakukan tindak kekerasan
bila berhadapan dengan situasi yang menimbulkan frustasi misalnya kesulitan
ekonomi yang berkepanjangan.penyelewengan suami atau istri, keterlibatan anak
dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat terlarang dan sebagainya.
Faktor lingkungan lain seperti stereotipe bahwa laki-laki adalah tokoh yang
dominan, tegar dan agresif. Adapun perempuan harus bertindak pasif, lemah
lembut dan mengalah. Hal ini menyebabkan banyaknya kasus tindak kekerasan
yang dilakukan oleh suami. Kebanyakan istri berusaha menyembunyikan masalah
kekerasan dalam keluarganya karena merasa malu pada lingkungan sosial dan
tidak ingin dianggap gagal dalam berumah tangga.3
Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat menimpa siapa saja, ibu, bapak, suami,
istri, anak, bahkan pembantu rumah tangga, akan tetapi korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga sebagian besar adalah kekerasan terhadap perempuan dan anak,
Hal ini terjadi karena hubungan antara korban dan pelaku tidak setara. Lazimnya
2
Moerti Hadiati Soeroso,Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Yuridis-Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 76.
3
pelaku kekerasan memiliki status kekuasaan yang lebih besar, baik dari segi
ekonomi, kekuasaan fisik, maupun status sosial dalam keluarga. Posisi khusus
yang dimiliknya tersebut, maka pelaku kerap memaksakan kehendaknya untuk
diikuti oleh orang lain. Demi mencapai keinginannya tersebut, pelaku kekerasan
akan menggunakan segala cara bahkan tidak segan-segan untuk melukai korban.
Kekerasan dalam Rumah Tangga terhadap anak hanya dilaporkan atau dianggap
sebagai masalah jika berakibat cedera parah atau meninggal. Hanya kasus
dramatis dan berdarah-darah baru dinilai kejahatan. Luka memar kena bogem
ayah atau anak berkepribadian pemalu karena di rumah selalu menghadapi
tekanan orang tua tidak dianggap kejahatan. Masih banyak yang menilai
kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa anak sebagai persoalan individu
per individu atau melokalisir tempat kejadian. Karena bapaknya tidak kerja,
ibunya stress karena ditinggal suami, karena bapaknya ini itu dan beragam alasan
pembenaran yang sesungguhnya secara hukum tidak bisa dibenarkan. Kondisi dan
situasi bagaimanapun anak tetap harus dilindungi, anak harus tetap disayangi,
anak harus tetap dibina dalam nilai-nilai yang bijaksana.
Kepentingan yang terbaik bagi anak, haruslah menjadi pertimbangan dan
perhatian kita dalam setiap tindakan kepada anak. Terlebih lagi, kita sering tidak
mempercayai anak. Laporan anak tidak ditanggapi, keluhan anak diabaikan, anak
sebelum berbicara malah sudah disuruh diam dengan bentakan atau pukulan.
Apalagi jika pelaku kekerasan itu orang tuanya, kita yang mendengar sering
4
kamu nurut sama orang tua. Jarang kita bertanya, mengapa dia diperlakukan
seperti itu, apalagi memberikan jalan keluar. Inilah masalah sosial kita.
Anak yang hidup dalam keluarga yang diwarnai kekerasan adalah anak yang
rentan sehingga anak-anak dari keluarga yang diwarnai kekerasan dapat
mengembangkan pemikiran bahwa:
a. Seorang suami boleh memukul istrinya.
b. Kekerasan merupakan cara untuk menenangkan perbedaan pendapat.
c. Perempuan adalah lemah, memiliki posisi lebih rendah, tidak mampu menjaga
dirinya sendiri dan tidak mampu menjaga anak-anaknya.
d. Laki-laki dewasa adalah pengganggu dan berbahaya.
Anak-anak dari keluarga demikian akan cenderung kurang mampu menyatakan
perasaan-perasaannya secara verbal dan lebih terbiasa menunjukkan kegelisahan,
ketakutan dan kemarahan melalui perilakunya. Apabila sikap diam karena takut
adalah Hal lumrah pada keluarga yang diwarnai kekerasan dapat dimengerti
bahwa cara adaptasi seperti ini juga dipelajari oleh anak, anak akan menekan
perasaan-perasaannya sendiri. Emosi-emosi negatif yang tidak dapat diberinya
nama dirasakan campur aduk; takut, marah, bingung, merasa bersalah, sedih,
khawatir, kecewa dan lainnya.
Langkah solusi antisipatif agar anak tidak menjadi korban adalah dengan terlebih
dahulu menganggap permasalahan ini adalah suatu tindak pidana dan merupakan
kejahatan yang serius, tentunya apabila Hal itu sudah ada dalam pola pikir
5
Ini yang perlu mendapat langkah aktif dan berusaha menyingkap kejahatan ini
sampai tuntas agar efek jera bagi pelaku itu ada dan menjadi preseden bagi oknum
yang akan menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk
memikirkan perbuatan itu. Adapun Hal yang harus dipahami lagi untuk mencegah
kekerasan terhadap anak ialah prinsip perlindungan terhadap anak. Prinsip
nondiskriminasi, prinsip yang terbaik bagi anak (the best interest of the child),
prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, dan prinsip
menghargai pandangan anak.4
Pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik
melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media
massa, atau lembaga pendidikan.
Mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak memang diperlukan berbagai
tindakan sekaligus. Penanggulangan dan pencegahan Kekerasan dalam Rumah
Tangga terhadap anak ini seharusnya menjadi perhatian khusus oleh pemerintah,
aparat penegak hukum maupun masyarakat sekitar. Penanggulangan dan
pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga terhadap anak harus berdasarkan
tujuan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan
Undang-Undang Perlindungan Anak, tapi di Indonesia dalam realitanya masih
terlihat kurang maksimal, kita mempunyai pihak-pihak yang dianggap berwenang
dan berkompeten dalam menangani kasus-kasus kekerasaan seperti tokoh
4
6
masyarakat, pejabat pemerintahan sampai pada tingkat kelurahan, kepolisian,
pekerja sosial masyarakat, pendidik, dan profesi kesehatan.
Peranan mereka tidak diatur dalam sebuah sistem yang memungkinkan mereka
saling bekerja sama dan tidak ada kebijakan pemerintah yang membebaskan biaya
terhadap tindakan yang diambil untuk meyelamatkan anak. Negara seharusnya
berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah
tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusian serta bentuk diskriminasi. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah apa
yang harus dilakukan terhadap pelaku kekerasaan.
Terdapat putusan dengan nomor putusan: 841/Pid.Sus/2014/PN Tjk, yang
dilakukan Andi Wijaya alias Lim Lim. Ayah kandung Siaoping ini dituntut lima
tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsidier enam bulan penjara. Terdakwa
bersalah melanggar Pasal 44 Ayat 2 UU No. 23/2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kemudian pada dakwaan kedua dan ketiga
dinyatakan terbukti melanggar Pasal 77 huruf b UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak. Dalam dakwaannya, JPU Venny Prihandini menerangkan
bahwa pemukulan itu dilakukan Andi dan istrinya, ME (DPO), sejak Maret 2013
hingga April 2014.5
Berdasarkan uraian di atas penulis melihat bahwa putusan yang di jatuhkan
kepada yang terdakwa bahwa adanya ke tidak sesuaian terhadap putusan yang di
jatuhakan kepada terdakwa, oleh karena itu penulis menggangap perlunya
mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap perkara dan apa yang menjadi
dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara.
5
7
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah mencoba menggambarkan upaya penanggulangan
hukum pidana dalam tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan
orang tua terhadap anak kandung. Maka masalah yang akan diangkat dalam
penelitian kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pertanggung jawaban pidana terhadap orangtua sebagai pelaku
tindak pidana kekerasan terhadap anak?
2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim terhadap orang tua sebagai
pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hukum pidana dengan kajian mengenai
Analsis pertanggung jawaban pidana terhadap orang tua sebagai pelaku tindak
pidana kekerasan terhadap anak studi putsan nomor 841/Pid.Sus/2014/PN TJK.
Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Pengadilan Negeri kelas 1 A 2014
Tanjung Karang kota Bandar Lampung serta pihak yang dianggap bisa membantu
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan disipilin ilmu peneliti maka penelitian akan dilaksanakan
berdasarkan atas bidang ilmu hukum pidana dan terkhusus membahas masalah
pertanggung jawaban pidana terhadap orangtua sebagai pelaku tindak pidana
kekerasan terhadap anak nya. Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui upaya pertanggung jawaban pidana terhadap orangtua
sebagai pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak nya.
2. Untuk mengetahui yang menjadi dasar pertimbangan hakim terhadap orang tua
sebagai pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak nya.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Keilmuan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
pengembangan khususnya hukum pidana yang berhubungan dengan tindak pidana
kekerasaan dalam rumah tangga.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini dapat diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada
Praktisi Hukum khususnya kepada pemerintah, serta kepada masyarakat
umumnya untuk mengetahui dan turut serta dalam penanggulangan orang tua
9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah kerangka acuan atau konsep-konsep yang merupakan
abstraksi dan hasil pemikiran yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6
Teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian yaitu
berupa pendapat ahli hukum tentang pertanggungjawaban pidana anak yang
membantu pencurian kendaraan bermotor, yang dapat digunakan penulis sebagai
acuan dalam menganalisis permasalahan yang ada.
Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan
dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada
kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata dalam asas hukum yang
tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan gren straf zonder schuld,
ohne schuld keine straaf.7 Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus
dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan
tercela oleh masyarakat dan dipertanggungjawabkan oleh si pembuatnya dengan
kata lain kesadaran jiwa orang yang dapat menilai, menentukan kehendaknya
tentang perbuatan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan putusan yang
berkekuatan hukum tetap. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas
terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana.8
6
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,Jakarta, 1986, hlm. 125.
7
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,BinaAksara, Jakarta, 1984, hlm. 71.
8
10
Adapun unsur- unsur pertanggungjawaban pidana yang harus memenuhi sayarat
yaitu:
1) Kemampuan bertanggung jawab
Kemampuan bertanggung jawab harus ada kemam puan untuk
membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan buruk sesuai dengan hukum dan
yang melawan hukum, dan kemampuan untuk menetukan kehandak nya
menrut keinsyafan tentang baik dan buruk perbuatan.9
2) Kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa)
a. Kesengajaan (dolus)
Kesengajaan menurut teori menjadi dua yauti teori kehendak, sengaja
adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unusur delik dalam rumusan
undang-undang dan teori pengetahuan, apabila suatu akibat yang
ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan
itu dan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu
dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan
bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat.
b. Kealpaan (culpa)
Yang dimakud dengan kealpaan adalah terdakwa tidak bermaksud
melanggar larangan undang-undang itu, ia alpa atau lalai dalam
melakukan perbuatan tersebut, dalam kealpaan terdakwa kurang
mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan
sesuatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang
dilarang adapun syarat dinyatakan kealpaan yaitu tidak mengadakan
9
11
penduga-penduga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak
mengadakn penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.10
3) Alasan pengahpusan pidana
Ilmu pengetahuan hukum pidana mengadakan pembedaan terhadap
alasan penghapusan pidana dapat menyakut pebuatan atau pembuatnya
maka dibedakan menjadi dua jenis yaitu
Alasan pembenaran mengahapuskan sifat melawan hukum nya
perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang.
Alasan pemaafan menyakut peribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang
tidak dapat dicela atau tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggung
jawabkan, meskipun perbuatan nya melawan hukum.11
Kebebasan Hakim atau pengadilan adalah “gebonden vrijheid”, yaitu kebebasan
terkait atau terbatas karena diberi batas oleh undang-undang yang berlaku dalam
batas tertentu. Hakim memiliki kebebasan dalam menetapkan menentukan jenis
pidana (strafsoort), ukuran pidana atau berat ringannya pidana (strafmaat), cara
pelaksanaan pidana (strafmodus) dan kebebasan untuk menemukan hukum
(rechtvinding).
10
Ibid. hlm 174 11
12
Dasar Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Menurut Mackenzei, ada
beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam
mempertimbangkan penjatuhan pidana dalam suatu perkara, yaitu:12
a) Teori keseimbangan
Hakim melihat pada keseimbangan syarat-syarat yang berkaitan dengan
masyarakat, kepentingan terdakwa, dan kepentingan korban yang berkaitan
dengan perkara.
b) Teori pendekatan seni dan intuisi
Hakim melihat keadaan pidana yang wajar bagi pelaku tindak pidana,
pendekatan seni dalam penjatuhan putusan lebih oleh intuisi dari
pengetahuan hakim.
c) Teori pendekatan keilmuan
Hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata, tetapi hakim harus
memiliki wawasan keilmuan yang cukup untuk memutuskan suatu perkara.
d) Teori Pendekatan Pengalaman
Hakim menggunakan pengalamannya untuk mengetahui dampak dari
putusan yang dijatuhkannya berkaitan dengan pelaku, korban maupun
masyarakat.
e) TeoriRatio Decidendi
Hakim dalam memutus perkara harus mencari peraturan
perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai
dasar hukum dalam penjatuhan hukuman.
12
13
Secara asumtif peranan hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan tidak
mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat,
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyatakan “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat bukti yang sah, Hal ini
dijelaskan dalam Pasal 183 KUHAP, bahwa “ Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Selanjutnya, alat bukti
sebagaimana dimaksud pada Pasal 183 KUHAP diatur pada ketentuan Pasal 184
KUHAP yang menyatakan alat bukti adalah sebagai berikut:
a. Alat bukti yang sah ialah:
1) keterangan saksi; 2) keterangan ahli; 3) surat;
4) petunjuk;
5) keterangan terdakwa.
b. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Penjelasan Pasal 184 KUHAP disebutkan bahwa: “Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah”. Artinya kecuali
pemeriksaan cepat, untuk mendukung keyakinan hakim diperlukan alat bukti lebih
dari satu atau sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Setelah alat bukti
14
penanggulangan tindak pidana dilakukan jauh setelah peristiwa itu terjadi
sehingga mengakibatkan alat bukti menjadi hilang.
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang digunakan untuk menggambarkan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan
dengan istilah yang diartikan atau diteliti baik dalam penelitian normatif maupun
empiris.13
a) Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang harus
dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan
tindak pidana.14
b) Tindak pidana adalah kelakuan/Handeling yang diancam dengan pidana, yang
bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan berhungan
oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
c) Kekerasan adalah ekspresi perbuatan yang dilakukan secara fisik maupun
verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada
kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan perorangan atau
sekelompok orang.
d) Anak dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan.
13
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,Jakarta, 1986, hlm. 132.
14
15
e) Kekerasan dalam rumah tangga dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
E. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka
disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang dari penulisan. Permasalahan dan
ruang lingkup untuk mencapai tujuan dan kegunaan penelitian selanjutnya
diuraikan mengenai kerangka teoritis dan konseptual yang diakhiri dengan
sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan pengantar pemahaman terhadap pengertian-pengertian umum
tentang pokok-pokok bahasan mengenai pengertian penanggulangan hukum
pidana, pengertian tindak pidana, pengertian kekerasan, pengertian anak,
16
III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan mengenai metode penulisan, yaitu pendekatan masalah,
sumber data, penentuan narasumber dan pengolahan data, serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Merupakan bab yang menjelaskan tentang pokok masalah yang akan dibahas yaitu
upaya penanggulangan dan faktor penghambat penanggulangan pada kasus
Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak
kandung di kota Bandar Lampung.
V. PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil penulis dan saran-saran yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana
Belanda yaitu “stafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wvs Belanda
dengan demikian juga Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan
resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit itu. Karena itu para ahli
hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.1
Marshall mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan atau omisi yang
dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat dan dapat dipidana
berdasarkan prosedur hukum yang berlaku.2Dalam konsep RUU KUHP tahun
2005 tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan (aktif) maupun tidak
melakukan perbuatan tertentu (pasif) yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana. Dalam konsep juga dikemukakan bahwa untuk dinyatakan sebagai
tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh
1
Adami Chazawi,Pelajaran Hukum PidanaBagian 1, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 67.
2
8
peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau
bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu
dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.
2.Unsur-Unsur Tindak Pidana
Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari 2 (dua) sudut
pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis; dan (2) dari sudut undang-undang. Teoritis
artinya berdasarkan pendapat para ahli yang tercermin pada bunyi rumusannya.
Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana
itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-Pasal peraturan
perundang-undangan yang ada.
Contoh dari sudut pandang teoritis yang diambil menurut Moeljatno, unsur tindak
pidana adalah:
a. Perbuatan;
b. yang dilarang (oleh peraturan hukum);
c. ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).3
Pendapat lainnya R. Tresna mengemukakan, tindak pidana terdiri dari
unsur-unsur, yakni:
a. Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);
b. yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. diadakan tindakan penghukuman.4
3
Adami Chazawi,Op.Cit.,hlm. 79. 4Ibid
19
Terdapat unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan-rumusan Buku II
KUHP tentang pengelompokan kejahatan dan Buku III KUHP memuat
pelanggaran, ialah mengenai tingkah laku/perbuatan. Unsur kesalahan dan
melawan hukum kadang-kadang dicantumkan dan sering kali juga tidak
dicantumkan, yang sama sekali tidak dicantumkan adalah mengenai unsur
kemampuan bertanggung jawab.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan 11 (sebelas) unsur
tindak pidana yaitu:
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana i. Unsur objek hukum tindak pidana
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.5
B. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Van Hammel menyatakan bahwa pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan
normal dan kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk:
a. Memahai arti dan akibat perbuatannya sendiri.
b. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh
masyarakat.
20
c. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga
dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee)
mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan.6
Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan
dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada
kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, tenyata pula dalam asas hukum
yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan gren straf zonder
schuld, ohne schuld keine strafe.7
Pertanggungjawaban adalah sebagai suatu keadaan psychish sedemikian, yang
membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari
sudut umum maupun dari orangnya.8
Selanjutnya, dalam hukum pidana tidak semua orang yang telah melakukan tindak
pidana dapat dipidana, hal ini terkait dengan alasan pemaaf dan alasan pembenar.
Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat dipidananya seseorang dikarenakan
keadaan orang tersebut secara hukum dimaafkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
44, Pasal 48 dan Pasal 49 Ayat (2) KUHP.
Selain di atas, juga alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya seseorang yang
telah melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-undang yang mengatur
bahwa perbuatan tersebut dibenarkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 48, Pasal
49 Ayat (1), Pasal 50 dan Pasal 51 KUHP.
6
Andi Hamzah.Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. GHalia Indonesia, Jakarta, 1985 hlm.108.
7
Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta, 1984. hlm.37. 8
21
Pasal 44 KUHP:
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat meerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam Ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
Pasal 48 KUHP:
Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Pasal 49 KUHP:
(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 50 KUHP:
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undang-undang, tidak dipidana.
Pasal 51 KUHP:
(1) Barangsipa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
22
Tindakan kesengajaan sudah pasti harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku
karena pelaku telah melakukan kesalahan yang menurut aturan dasar hukum
pidana “tidak ada pidana tanpa kesalahan”.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana, tidak ada alasan pemaaf sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 48 dan Pasal 49(2) KUHP dan tidak ada alasan
pembenaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 48, Pasal 49 (1), Pasal 50, dan
Pasal 51 KUHP. Penegasan tentang pertanggungjawaban adalah suatu hubungan
antara kenyataan-kenyataan yang menjadi syarat dan akibat hukum yang
diisyaratkan. Sehingga hubungan keduanya diadakan oleh aturan hukum, jadi
pertanggungjawaban tersebut adalah pernyataan dari suatu keputusan hukum.
C. Kekerasan dalam Rumah Tangga
1.Pengertian Kekerasaan dalam Rumah Tangga
Presiden Megawati pada tanggal 22 September 2004 telah mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Sesuai dengan namanya maka penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk
mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan
dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Pengertian kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
23
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
2.Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, menurut Pasal 5 Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga meliputi: kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan
fisik menurut Pasal 6 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah "perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat."
Kekerasan psikis menurut Pasal 7 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga adalah "perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang."
Selanjutnya, yang dimaksud dengan kekerasan seksual menurut Pasal 8
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Penelantaran rumah tangga menurut Pasal 9 Undang-Undang Penghapusan
24
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau
di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Berdasarkan definisi bentuk-bentuk kekerasan tersebut di atas terlihat bahwa
Undang-Undang Penghapusan kekerasan dalam Rumah tangga berusaha untuk
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Dalam Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ini hak-hak korban mendapat
pengakuan dan diatur, sementara dalam KUHP hak-hak korban tidak diatur
karena sejak awal ditujukan untuk menangani terdakwa atau pelaku
kekerasan/kejahatan sehingga ketentuannya pun menitikberatkan pada
kepentingan terdakwa.
D. Pengertian Anak
Anak dalam kasus ini merupakan korban, jadi yang dijadikan dasar teori
konseptual adalah pengertian anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam Pasal 1 Konvensi Hak-Hak Anak (Convention On The Rights of The Child)
25
manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun, kecuali berdasarkan
undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.
1. Dampak Kekerasan Fisik terhadap Anak
Pendidikan masa kecil seorang anak akan mempengaruhi perkembangan sikap
dan kepribadiannya di masa depan. Anak adalah peniru yang sangat besar.
Kekerasan terhadap anak dalam keluarga bukan saja salah, dilihat dari sudut hak
asasi anak tapi juga menimbulkan dampak sangat buruk terhadap masa depan
anak. Moore menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik
dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori.
Terdapat anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang
menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri;
ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa
benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan
adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya
sistem syaraf dan kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka
waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas
luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia..9
2. Perlindungan Anak
Begitu banyaknya fenomena kekerasan dan tindak pidana terhadap anak menjadi
suatu sorotan keras dari berbagai kalangan. Hal ini dianggap sebagai suatu
indikator buruknya instrumen hukum dan perlindungan anak. Berdasarkan
9
26
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 20 tentang Perlindungan Anak,
bahwa yang berkewajiban dan bertanggung-jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang
tua. Pasal 21 dan 25 dalam UU ini juga mengatur lebih jauh terkait perlindungan
dan tanggung jawab terhadap anak.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga pada Pasal 2 terkait ruang lingkup pada pasal ini juga
mencakup keberadaan anak untuk dilindungi dari kekerasan dalam rumah tangga.
Instrumen-instrumen hukum ini menjadi bukti bahwa hukum di Indonesia
memberi perhatian terhadap keberadaan anak. Adapun hal yang harus dilakukan
untuk mencegah kekerasan terhadap anak ialah pentingnya pemahaman dan
implementasi atas hak-hak terhadap anak, seperti dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu setiap anak berhak untuk
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar.
E. Dasar Pertimbangan Hakim
Hakim sebagai pejabat yang diberikan wewenang untuk memeriksa serta
memutuskan suatu perkara mempunyai kedudukan yang istemewa, karena hakim
selain sebagai pegawai negeri, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Hakim
sebagai pegawai negeri digaji oleh pemerintah, akan tetapi ia tidak menjalankan
perintah dari pemerintah, bahkan hakim dapat menghukum pemerintah apabila
pemerintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum.10
10
27
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat bukti yang sah, Hal ini
dijelaskan dalam Pasal 183 KUHAP, bahwa “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Selanjutnya, alat bukti sebagaimana dimaksud pada Pasal 183 KUHAP diatur pada ketentuan Pasal 184
KUHAP yang menyatakan alat bukti adalah sebagai berikut:
a. Alat bukti yang sah ialah:
1) keterangan saksi; 2) keterangan ahli; 3) surat;
4) petunjuk;
5) keterangan terdakwa.
Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan
kaidah-kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusan-putusannya.
Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman,
menyebutkan:
Ketentuan Pasal 4 menyebutkan bahwa:
(1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dari rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Ketentuan Pasal 6 menjelaskan bahwa:
(1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang-undang menentukan lain.
28
keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
Ketentuan Pasal 7 menjelaskan bahwa:
“Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan,
dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.”
Ketentuan Pasal 8 menjelaskan bahwa:
(1) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
Menurut Al. Wisnubroto, ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim
dalam mengambil keputusan, adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim
dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah11:
1. Faktor Subyektif, yaitu:
a. Sikap Perilaku Apriori
Hakim sering kali dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu
prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus
dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan
dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga
tak bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap
yang bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau
penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadikarena hakim terjebak oleh rutinitas
11
29
penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak
seimbang.
b. Sikap Perilaku Emosional
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda
dengan perilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani
suatu perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
c. Sikap Arogan (arrogance power)
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi
orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang
bersengketa lainnya, sering kali dapat mempengaruhi keputusannya.
d. Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan,
terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap
cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap
tidak adil lainnya.
2. Faktor Obyektif, yaitu:
a. Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Hakim dalam
beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa hakim yang berasal dari status
sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yangada dalam
masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status sosial menengah
30
b. Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan) dan skills
(keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian
merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah
profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan
peradilan, oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang
teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
Keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah
dilaksanakan, dijadikan sebagai dokumen yang dinamakan yurisprudensi.
Dokumen ini banyak mengandung nilai-nilai hukum yang telah diperlukan dan
bahkan tidak sedikit yang berlandaskan pada pertimbangan-pertimbangan
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini berdasarkan pokok permasalahan
dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan
menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas
hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem
hukum yang berkenaan dengan permasalahan yaitu upaya pertanggung jawaban
pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak
kandung.
Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk memperoleh
pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala dan objek yang
sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas kepustakaan dan literatur
yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini bukanlah
memperoleh hasil yang dapat diuji melalui statistik, tetapi penelitian ini
merupakan penafsiran subjektif yang merupakan pengembangan teori-teori dalam
kerangka penemuan-penemuan ilmiah.1 Pendekatan yuridis empiris dilakukan
untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat
1
32
secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku hukum yang
didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian
ini data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data
pada penulisan ini menggunakan dua jenis data yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.2Data
primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang
berkaitan dengan upaya pertanggung jawaban Kekerasan dalam Rumah Tangga
yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung, yaitu penyidik pada Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandar Lampung, jaksa
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang,,
aktivis Lembaga Advokasi Anak Bandar Lampung dan dosen Bagian Hukum
Pidana Universitas Lampung.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan
dengan melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan
mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan
pandangan-2
33
pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan,
yaitu pertanggung jawaban pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang
dilakukan orang tua terhadap anak kandung.
Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
2) Undang-Undang no. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara pidana (KUHAP)
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
4) Undang-Undang Replublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang meliputi peraturan
pelaksana, Kepres dan Peraturan Pemerintah.
c. Bahan hukum tersier, yaitu hasil karya ilmiah, hasil-hasil penelitian, kamus,
34
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah orang yang memberikan informasi/keterangan secara jelas
atau menjadi sumber informasi.3 Keterangan atau jawaban tersebut dapat
disampaikan dalam bentuk tulisan atau lisan ketika menjawab wawancara.
Narasumber dalam penelitian adalah polisi yang bekerja di Polresta Bandar
Lampung, jaksa yang bekerja di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, hakim pada
Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung, aktivis yang bekerja di
Lembaga Advokasi Anak Bandar Lampung dan dosen Fakultas Hukum Unila.
Berdasarkan sampel di atas maka yang menjadi responden dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang = 1 orang
b. Aktivis pada LSM Damar = 1 orang
c. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang
= 3 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu
melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca,
mencatat dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan
3
35
pertanggung jawaban pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan
orang tua terhadap anak kandung.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer, adapun cara
mengumpulkan data primer dilakukan dengan metode wawancara terpimpin,
yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan
dilakukan secara langsung dengan responden.
2. Cara Pengolahan Data
Pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Identifikasi, yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan
upaya pertanggung jawaban pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang
dilakukan orang tua terhadap anak kandung.
b. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali
mengenai kelengkapan, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan
dan kesalahan.
c. Klasifikasi, yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah
ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap dianalisis.
d. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai
36
E. Analisis Data
Analisis akan dilakukan secara kualitatif, yaitu menggambarkan
kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara
sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan.
Selanjutnya diinterpretasikan secara sistematis dengan permasalahan yang ada,
terutama berkaitan dengan pertanggung jawaban pidana Kekerasan dalam Rumah
Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung sehingga menemukan
titik temu yang kemudian untuk dapat ditarik suatu kesimpulan. Metode yang
digunakan untuk menarik suatu kesimpulan ialah metode induktif yaitu suatu cara
mengambil suatu kesimpulan dari hal-hal bersifat khusus dan kemudian diambil