• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tari Topeng Menor Cinunagara :(melalui media buku fotografi Tari Topeng Menor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tari Topeng Menor Cinunagara :(melalui media buku fotografi Tari Topeng Menor)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

 

iii 

▸ Baca selengkapnya: topeng mata melotot dan gigi menyeringai topeng tersebut biasanya berkarakter

(2)
(3)

 

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas :

Nama : Willy Surya Sani

Tempat /Tgl. Lahir : Padang, 08 Juni 1989 Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pendidikan Terakhir : Sarjana Desain/Desain Komunikasi Visual

Alamat : Jln. T.CikDitiro No.24 RT03/ RW05/ Pekanbaru /Riau

Telepon : 081220529955

Email : willysds09@gmail.com

PENDIDIKAN Pendidikan Formal:

Sekolah Tempat Tahun

SD Negeri 011 Rintis Pekanbaru 1995-2001

SMP Negeri 4 Pekanbaru 2001-2004

SMA Negeri 9 Pekanbaru 2004-2007

PerguruanTinggi Tempat Tahun

UniversitasKomputer Indonesia DesainKomunikasi Visual (S1) 2009-2013

Seminar & Workshop

• Peserta Seminar”Road To Success Of A Movie Maker”, Bandung (2011) • Peserta Kuliah Umum Ilustrasi “Don’t Judge Book By Its Cover” di UNIKOM,

Bandung (2011)

• Peserta dan Panitia seminar”Road to entrepreneur”, Bandung (2012) • Peserta Pelatihan “Membuat Toko Online” di UNIKOM, Bandung (2013) • Peserta Seminar “Wajah Baru Dunia Periklanan” di UNPAD, Bandung (2013) KerjaPraktek

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

TARI TOPENG MENOR CIPUNAGARA

(Melalui Media Buku Fotografi Tari Topeng Menor)

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2012-2013

Oleh:

Willy Surya Sani 51909703

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya. Sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir berisi tentang penelitian berjudul “Tari Topeng Menor Cipunagara”, sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Selama dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, Dosen Penguji serta seluruh staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat yang selalu memberi petunjuk, dukungan, masukan dan motivasi yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan, kemampuan dan kesempatan yang penulis miliki. Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi siapa saja pada umumnya dan penulis khususnya.

Amin.

Wassalamualaikum Wr, Wb.

Bandung, 24 Agustus 2013

Penulis

 

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT KETERANGAN HAK EKSKLUSIF ... ii

LEMBAR PERTANYAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

KOSAKATA/GLOSSARY ... xiv

Bab I Pendahuluan ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Rumusan Masalah ... 4

I.4 Batasan Masalah ... 4

I.5 Tujuan Perancangan ... 4

I.6 Kerangka Berfikir ... 5

Bab II Tari Topeng Menor ... 6

II.1 Pengertian Tari ... 6

II.2 Pengertian Topeng ... 6

II.3 Penari Topeng ... 8

II.4 Filosofi Tari Topeng Cirebon ... 9

II.5 Penyebab Hilangnya Nilai Spiritual ... 10

II.6 Menor ... 12

II.7 Filosofi Gerakan Tari Topeng Menor ... 14

II.7.1 Tari Topeng Pamindo-Samba Abang ... 14

II.7.2 Tari Topeng Tumenggung dan Jinggananom... 15

II.7.3 Tari Topeng Klana ... 16

II.7.4 Tari Topeng Rumyang ... 17

II.8 Aspek Filosofi Tari Topeng Menor Dilihat Dari Gerak ... 18

vii 

(8)

II.9 Busana Topeng Menor ... 20

II.10 Media Informasi ... 20

II.11 Buku ... 21

II.12 Analisa Masalah ... 22

II.12 Penyelesaian Masalah ... 25

Bab III Strategi Perancangan dan Konsep Visual ... 26

III.1 Target Audiens ... 26

III.2 Strategi Perancangan ... 26

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 27

III.1.2 Strategi Kreatif ... 28

III.1.3 Strategi Media ... 29

III.1.4 Strategi Distribusi ... 32

III.1.5 Sistem Kerja Sama ... 34

III.2 Konsep Visual ... 36

III.2.1 Format Desain ... 37

III.2.2 Tata Letak (layout) ... 39

III.2.3 Tipografi ... 41

III.2.4 Warna ... 42

III.2.5 Maskot ... 43

III.2.6 Konsep Desain Maskot ... 44

Bab IV Teknis Produksi Media ... 45

IV.1 Perangkat Lunak ... 45

IV.1.1 Adobe Illustrator CS 3 ... 45

IV.1.2 Adobe Photoshop CS 3 ... 45

IV.1.3 Adobe InDesign CS 3 ... 45

IV.2 Media Dan Teknis Produksi ... 45

IV.2.1 Buku Informasi ... 45

IV.2.2 Poster ... 46

IV.2.3 Standing Character ... 47

IV.2.4 Iklan Koran ... 48

IV.2.5 Maskot ... 49

IV.2.6 Brosur ... 50

viii 

(9)

ix 

 

IV.2.7 Baligho ... 51

IV.2.8 Desain Rak Buku ... 52

IV.2.9 Wobler ... 53

IV.2.10 Kaos ... 53

IV.2.11 Mini X-Banner ... 54

IV.2.12 Flag ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Caturwati, Endang, Dr. (2007). Tari di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu.

Dameria, Anne (2008).Basic Printing.Jakarta:Link & Match Graphic.

Sihombing, Danton(2001).Tipografi dalam Desain Grafis.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Edi Sedyawati, Dr. (1981). Pengetahuan Elementari Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta.

Hawkins, Alma M. (1990). Creating Through Dance. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Nawi, Hasan. (1998). Topeng Cirebon Arti dan Makna. Cirebon: Kasepuhan.

Rustan, Surianto (2009). LAYOUT, Dasar & Penerapannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rustan, Surianto (2009). Mendesain Logo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rustan, Surianto (2010). Font & TIPOGRAFI. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Scheder, Georg (1977).Perihal Cetak Mencetak.Yogyakarta: Kanius.

Suanda, Endo. (2005). Topeng. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.

Toto Amsar Suanda (2009). Tari Topeng Cirebon. Bandung: Jurusan Tari STSI Bandung.

WEBSITE

Anang Rivani.(2011).World of fotography:Foto Ilustrasi. Tersedia di: http://fotografi-digital.blogspot.com [19 Juli 2013]

Budiana Photography.(2010).Tatar Subang: Landscape kota Subang. Tersedia di: http://tatarsubang.blogspot.com [9 Juli 2013]

57 

(11)

58 

 

Endo Suanda. (1994). Topeng Cirebon: Bertahan dengan Pembaruan. Tersedia di: http://majalah.tempointeraktif.com [14 April 2013]

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kehidupan seni tari tradisi menunjukkan gejala yang sangat memprihatinkan. Kemunduran ini dinilai oleh pakar seni tari tradisi dikarenakan usaha pembinaan dan pengembangluasan tari yang terkesan lambat.

Edi Sedyawati (1981) berpendapat bahwa:

Tari merupakan salah satu pernyataan budaya. Oleh karena itu maka sifat, gaya dan fungsi tari selalu tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan yang menghasilkannya. Kebudayaan yang ada di Indonesia begitu beraneka macam ragamnya. Perbedaan sifat dan ragam tari dalam berbagai kebudayaan ini bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti: lingkungan alam, perkembangan sejarah, sarana komunikasi dan tempramen manusianya, yang kesemuanya itu akan membentuk suatu citra kebudayaan yang khas. Hidup dan tumbuhnya tari sangat erat kaitannya dengan citra masing-masing kebudayaan itu. (h.3)

Dengan banyaknya kebudayaan daerah yang dimiliki bangsa Indonesia, maka tentunya perlu dilestarikan dan diperhatikan perkembangannya secara khusus agar tetap dikenal dan tidak punah, salah satunya adalah kebudayaan seni tari. Perjalanan dan bentuk seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkungan negara kesatuan. Struktur etnik yang dimaksud yaitu suatu lingkungan yang ditandai oleh suatu corak budaya tertentu. Istilah “etnik” biasa digunakan untuk menunjukkan pada pengelompokan suku bangsa, seperti misalnya Sunda, Jawa, Minang, Toraja, dan lainnya. Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak lepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia pada masa lalu.

Tarian sendiri memiliki makna adalah ungkapan perasaan manusia yang dituangkan lewat gerakan indah. Dari definisi yang sangat sederhana ini sudah dapat diketahui bahwa tari adalah sebuah cabang seni yang mengandung dua faktor yaitu ruang dan waktu, sekaligus dapat diketahui pula bahwa hakekat dari

(13)

tari adalah gerak. Dalam seni tari sendiri terdapat dua jenis tarian, yang pertama tarian yang menggunakan topeng dan tarian yang tanpa menggunakan topeng.

Dalam dunia kesenian tari, topeng sendiri tidaklah asing karena terdapat di beberapa wilayah budaya yang memiliki makna berbeda dengan topeng untuk kegunaannya walaupun terdapat aspek-aspek persamaan. Topeng yang dimaksud adalah penutup muka dalam bahasa biasa disebut kedok, terbuat dari kayu yang diukir serta diwarna yang selaras dengan perwatakan atau tokoh tertentu, umumnya dari cerita Wayang Purwa dan cerita Panji. Namun dalam perkembangannya dari dua jenis tarian ini mendapat perlakuan yang berbeda. Tarian yang menggunakan topeng dapat dikatakan sangat lambat dalam perkembangannya dan bahkan sudah mulai ditinggalkan oleh penonton serta penarinya.

Toto Amsar Suanda (2009) menjelaskan "peranan topeng sejak dahulu sangat terkait dengan kehidupan sosial budaya suatu masyarakat. Awalnya masyarakat menjadikannya sebagai sarana pemujaan kepada para leluhur"(h.13). Maka tarian ini pada dasarnya sama sekali bukan tontonan hiburan. Topeng Cirebon adalah penciptaan semesta yang berdasarkan sistem kepercayaan Indonesia purba dan Hindu-Budha-Majapahit.

Salah satu tari topeng yang ada di Jawa Barat adalah tari Topeng Menor Cipunagara. Tari Topeng Menor merupakan sebuah tarian yang berasal dari daerah Cirebon dan Indramayu. Seiring perkembangannya tari topeng kemudian dipelajari pula di daerah Kabupaten Subang, agar memiliki nuansa berbeda dengan tari Topeng Cirebon dalam iringannya tari Topeng Menor terdapat musik-musik Bajidoran, serta penambahan tarian Klana Udeng. Selain itu salah satu keunikan Topeng Menor adalah menggunakan bahasa Sunda. Jika di Cirebon dan Indramayu, bahasa yang dipergunakan untuk bodoran maupun dialog adalah bahasa Jawa, akan tetapi Topeng Menor menggunakan bahasa Sunda karena topeng ini berada dilingkungan etnis Sunda yang kebanyakan masyarakatnya tidak mengerti bahasa Jawa Cirebon. Hal ini tidak berarti bahwa dalang topeng dan para nayaganya tidak bisa berbahasa Jawa. Mereka umumnya sangat fasih berbahasa Jawa Cirebon. Inilah salah satu keunikannya, dan boleh jadi pemakaian bahasa Sunda adalah bagian dari cara mereka beradaptasi dengan lingkungan.

(14)

Awalnya bagi orang yang menanggap topeng itu sama dengan ngalap (mencari) berkah. Topeng diyakini bisa mendatangkan berkah kepada penanggapnya ataupun yang di tanggap serta yang menonton tanggapan. Permasalahan yang muncul dalam seni tari Topeng Menor yaitu kini banyak masyarakat yang beranggapan bahwa tari topeng hanyalah sekedar hiburan. Selain itu tidak banyak yang mengetahui tentang pesan dan makna yang terkandung dalam seni tari topeng. Masyarakat hanya menyebut tarian topeng adalah tarian hiburan, tanpa mengetahui bahwa tari Topeng Menor mengandung pesan-pesan didalamnya, karena unsur-unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan bagi penanggapnya. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Masyarakat makin praktis, makin rasional, dan beberapa hanya mengetahui bahwa seni tari topeng sebatas hiburan. Situasi ini secara perlahan membuat nilai, bahkan seni tari topeng sendiri semakin menghilang dari masyarakat. Peralian kegemaran penanggap topeng, membuat group topeng menyesuaikan dengan penanggapnya, selain itu biaya setiap pementasan tari Topeng Menor tergolong mahal dibandingkan orgen tunggal.

Oleh karena itu, perlu adanya pemaparan terhadap masyarakat berupa informasi mengenai seni tari Topeng Menor yang bersifat ajakan agar tarian ini tetap dikenal. Tujuannya untuk melestarikan kesenian yang ada di Jawa Barat khususnya tari Topeng Menor dan memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa tari Topeng Menor memiliki pesan dan makna yang mengandung nilai-nilai pendidikan tentang kehidupan.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka diuraikan lebih lanjut tentang identifikasi yang didapat yaitu:

1. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa tari Topeng Menor hanyalah sekedar tarian hiburan dan bukan merupakan tarian yang sakral.

(15)

2. Hilangnya nilai spiritual akibat pengaruh budaya luar yang awalnya bagi orang yang menanggap topeng itu sama dengan ngalap (mencari) berkah.

3. Selain di Kabupaten Subang, tari topeng juga terdapat di daerah Cirebon dan Indramayu dengan perbedaan koreografer di setiap tarian.

4. Tarian ini merupakan adaptasi dari tari topeng Cirebon yang pada akhirnya mempunyai ciri tersendiri.

5. Salah satu perbedaan tarian Topeng Menor dengan Topeng Cirebon adalah pada tari Topeng Menor terdapat tarian Topeng Klana Udeng serta menggunakan bahasa Sunda pada dialog dan bodoran.

6. Peralihan kegemaran penanggap topeng, membuat grup topeng menyesuaikan dengan penanggapnya.

7. Masih sulitnya ditemukan data dari buku, jurnal, artikel dan video mengenai tari Topeng Menor.

I.3 Rumusan Masalah

Dilihat dari identifikasi masalah yang telah dijabarkan di atas maka dirumuskan permasalahan yang muncul yaitu:

1. Seperti apakah cara untuk merubah paradigma masyarakat terhadap seni tari topeng, khususnya tari Topeng Menor yang hampir punah agar tetap dikenal? 2. Apa yang membuat hilangnya nilai spiritual tari Topeng Menor?

I.4 Batasan Masalah

“Mengetahui bentuk penyajian tari Topeng Menor yang mengandung nilai spiritual, serta bagaimana cara menampilkan aura mistik yang terkandung dalam tari Topeng Menor.”

I.5 Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan yang didapat yaitu untuk mensosialisasikan tentang kesenian tari Topeng Menor kepada masyarakat agar lebih mengenal dan mencintai kebudayaan tradisional Indonesia, khususnya yang ada di Jawa Barat. Dengan cara merancang sebuah media informasi yang lengkap membahas

(16)

perkembangan Tari Topeng Menor ke seluruh masyarakat mengenai kesenian tari Topeng Menor. Tujuan perancangan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : a) Menjadikan masyarakat mengerti dan mengetahui apa itu kesenian daerah,

khususnya kesenian tari Topeng Menor, serta filosofi yang terkandung dalam tari Topeng Menor lewat media yang akan dirancang.

b) Menyampaikan nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tari Topeng Menor secara sistematik (berurutan) dan mulai sejarah dari dahulu sampai sekarang serta perubahan atribut.

I.6 Kerangka Berfikir

Subang memiliki beragam kebudayaan dan kesenian salah satunya adalah tari Topeng Menor Cipunagara.

1. Seperti apakah cara untuk merubah paradigma masyarakat terhadap seni tari topeng, khususnya tari Topeng Menor yang hampir punah agar tetap dikenal?

2. Apa yang membuat hilangnya nilai spiritual tari Topeng Menor?

Topeng Menor Cipunagara memiliki empat jenis karakter tarian dan memiliki makna berbeda sesuai topengnya.

mensosialisasikan tentang kesenian tari Topeng Menor kepada masyarakat agar lebih mengenal dan mencintai kebudayaan tradisional Indonesia, khususnya yang ada di Jawa Barat.

Merancang sebuah media informasi yang lengkap membahas perkembangan Tari Topeng Menor ke seluruh masyarakat khususnya para remaja mengenai kesenian tari Topeng Menor.

“Mengetahui bentuk penyajian tari Topeng Menor yang mengandung nilai spiritual, serta bagaimana cara menampilkan aura mistik yang terkandung dalam tari Topeng Menor.”

(17)

BAB II

TARI TOPENG MENOR CIPUNAGARA

II.1 Pengertian Tari

Tarian sendiri memiliki makna adalah ungkapan perasaan manusia yang dituangkan lewat gerakan indah. Dari definisi yang sangat sederhana ini sudah dapat diketahui bahwa tari adalah sebuah cabang seni yang mengandung dua faktor yaitu ruang dan waktu.

Hawkins (1990),”Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta”(h.2). Maka dengan pengertian tari menurut pakar di atas dapat di simpulkan bahwa tari adalah hasil gerakan dari anggota tubuh yang selaras dengan iringan musik dan diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari.

Tarian merupakan bagian dari kebudayaan yang memiliki berbagai jenis dan bentuk yang beraneka ragam. Di dataran Priangan tari dibagi ke dalam lima jenis yakni tari rakyat, tari wayang, tari kurses, tari topeng dan tari kreasi baru. Masing-masing daerah mempunyai gaya yang khas dan menjadi ciri khas masing-masing daerahnya, baik gerak maupun iringannya.

II.2 Pengertian Topeng

Suanda (1995),”Kata topeng sendiri dalam arti yang sempit memiliki arti sebagai penutup muka. Arti tersebut menunjukan fungsinya yang sempit pula, karena fungsi luasnya menyangkut berbagai kepentingan dalam kehidupan. “Topeng bisa berfungsi sebagai souvenir, hiasan, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, topeng (bukan sebagai benda seni) dipergunakan untuk berbagai kepentingan, misalnya sebagai pelindung, keamanan, kesehatan, mainan, dan sebagainya.”(h.43).

Topeng berasal dari kata asal ping, peng, pong yang berarti merapatkan kepada sesuatu, menekan kepadanya. Dari kata itu juga dikenal kata tepung (bertemu sambung) dan ping (pinggir) damping bersama-sama. Dalam bahasa

(18)

Sunda ada kata napel yang berarti melekat. Kata lain dari bahasa Sunda adalah kedok.

Berkaitan dengan kesenian, topeng biasanya dipergunakan untuk kepentingan menari, bermain teater, film, dan seni pertunjukan lainnya. Topeng juga tidak hanya dipakai oleh manusia dengan berbagai kepentingannya, akan tetapi juga sering terlihat dipakaikan pada binatang, kera dalam barangan topeng monyet misalnya.

Kata topeng, di daerah Cirebon mempunyai konotasi yang beragam serta makna sematiknyapun berbeda. Kata topeng bagi masyarakat Cirebon bukanlah berarti sebuah benda sebagai penutup muka, melainkan sebutan untuk berbagai identitas, hal ini juga terbawa kedaerah Subang. Makna leksikal sebagai penutup muka sebagaimana istilah dalam kamus bahasa Indonesia, mereka sebut dengan istilah kedok. Dengan demikian, maka kata topeng paling tidak mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti sebagai pertunjukan tari-tarian yang menggunakan kedok (Pamindo/Samba, Rumyang, Tumenggung dan Klana) dan berlatar belakang cerita Panji. Kedua, artinya sama dengan penari jika kata itu disusul dengan nama orang, misalnya topeng Rasinah, topeng Sujana, topeng Sawitri dan lain-lain.

Masunah (1999) Topeng juga memperlihatkan watak peran yang bersangkutan, sedangkan si aktor di belakang topeng tetap tersembunyi dan tak dikenal, jauh dari emosi yang diperlihatkan topeng tersebut. Hal itu terjadi didasari anggapan bahwa wajah merupakan wakil dari keseluruhan pribadi. Pandangan lain menyebutkan bahwa “pribadi” yang dilambangkan dengan topeng itu tidak terbatas pada manusia, melainkan tokoh-tokoh gaib, dari yang bercerita kemanusiaan dan bertatarkan kedewataan sampai yang bercerita tentang kebinatangan dan bertataran lebih rendah daripada manusia (h.3).

Topeng tidak selamanya dipakai untuk menutupi muka, dengan cara digigit, diikat dengan tali, atau ditempel dengan perekat. Akan tetapi banyak topeng dipakai diluar posisi muka pemainnya ada yang dipegang, dipakai diatas kepala sehingga menyerupai topi atau helm, ditempelkan di bagian belakang kepala, didada atau diperut, dan disambung dengan tongkat. Sedangkan topeng Menor mirip dengan Topeng Cirebon dikenakan dengan cara menggigit

(19)

“canggem”. Canggem terletak pada bagian dalam topeng Cirebon, tepatnya dibagian dalam mulut topeng. Oleh karena itu perwujudan keseluruhannya pun bermacam-macam.

Topeng tradisional yang tersebar di seluruh Nusantara sesuai dengan perubahan fungsinya, hal ini menimbulkan berbagai penilaian. Dalam hal ini topeng banyak menentukan perkembangan kebudayaan disetiap tempat daerahnya.

II.3 Penari Topeng

Gambar II.1 Foto penari yang menarikan Topeng Rumyang Sumber: http://www.lpsn.or.id (18 Januari 2013)

Tradisi dilingkungan para seniman tari topeng Cirebon juga terbawa ke daerah Subang, kebiasaan itu yaitu menyertakan identitas pribadi dibelakang kata topeng. Hal ini dapat dipahami berdasarkan penamaan tari Topeng Menor. Kebiasaan ini sudah sangat umum untuk menunjukkan profesi seseorang, yakni profesi sebagai penari. Di Cirebon, penari topeng disebut dalang topeng.

Kata topeng, di daerah Cirebon dan sekitarnya, khususnya di daerah pantai utara Jawa Barat mempunyai konotasi yang beragam. Makna semantiknya berbeda. Di Cirebon, kata tersebut bukanlah berarti penutup muka, melainkan sebutan untuk berbagai identitas. Makna leksikalnya mereka sebut dengan istilah kedok (kedok, Jawa). Dengan demikian, maka kata topeng, paling tidak mempunyai dua pengertian.

Pertama, berarti sebagai pertunjukan tari-tarian yang menggunakan kedok (Panji, Pamindo/Samba, Rumyang, Tumenggung dan Kelana) dan berlatar belakang cerita Panji. Pertunjukan-pertunjukan topeng yang tidak berlatar

(20)

belakang cerita Panji, namun permainannya mengenakan kedok tidaklah lazim disebut topeng karena pertunjukan-pertunjukan itu memiliki nama masing-masing, seperti wayang wong kedok atau berokan. Kedua, artinya sama dengan penari jika kata itu disusul dengan nama orang, misalnya topeng Rasinah, topeng Sujana, topeng Sawitri, Topeng Menor, dan lain-lain.

Itulah yang di maksud dengan Topeng Menor. Menor adalah nama lain dari Carini, seorang dalang topeng berdarah Cirebon yang tinggal di Dusun Babakan Bandung, Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Sebutan Menor diberikan karena ia adalah satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara. Menor adalah nama kesayangan, boleh jadi karena semasa remajanya Carini itu memang menor, alias cantik atau genit.

II.4 Filosofi Tari Topeng Cirebon

Sejarah perkembangan tari Topeng Cirebon tidak terlepas dari kehidupan sosial budaya suatu masyarakat. Awalnya di Cirebon masyarakat menjadikan tarian topeng sebagai sarana pemujaan kepada leluhur. Sisa peradaban itu masih ada dikehidupan masyarakat Cirebon. Mereka sampai saat ini masih mempercayai keberadaan makluk halus yang mendiami benda-benda dan tempat-tempat tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi psikologi kehidupan mereka. Pengaruh itu tidak hanya menimbulkan rasa khawatir dan takut, akan tetapi rasa hormat dan syukur. Topeng sendiri telah melebihi transformasinya dan bukanlah sekedar benda sebagai penutup muka, melainkan sebagai representasi dari roh, dewa, atau kekuatan alam. Pertunjukan sendiri di Cirebon terpelihara dengan baik dilingkungan keraton, terutama pada masa kerajaan menganut faham Animis dan Hindu-Budha. Pertunjukan sendiri diposisikan untuk tujuan suci, sebagai persembahan dan sebagai sarana untuk mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan. Perkembangan tari topeng di Cirebon sangat erat hubungannya dengan proses penyebaran agama Islam. Walaupun Topeng Cirebon asalnya dari kebudayaan Hindu-Budha pada jaman Majapahit yang membawakan cerita panji, namun oleh para penyebar Islam (wali) dan pelaku seninya, kesenian topeng diberi unsur nilai-nilai keislaman sehingga secara tidak langsung memberikan pendidikan agama pada masyarakat tentang agama islam. Pertunjukan topeng

(21)

awalnya dilakukan secara keliling desa di Cirebon dengan menampilkan tarian secara babak demi babak sehingga dikenal dengan pertunjukan topeng babakan.

Setiap karakter topeng memiliki makna yang berbeda sesuai dengan alur cerita dan unsur visual yang melekat padanya. Pada tari Topeng Cirebon memiliki lima karakter yang berbeda-beda seperti Panji berkarakter halus, Pamindo berkarakter lincah, Rumiang berkarakter lincah, lembut dan tegas, Tumenggung berkarakter gagah, Klana berkarakter gagah dan angkara murka. Dari beberapa karakter topeng merupakan permaknaan dari sifat-sifat manusia yang digambarkan melalui tari topeng Cirebon. Perubahan fungsi dan bentuk pertunjukan topeng terus berlanjut dari masa ke masa. Awalnya tari topeng adalah seni khusus dipentaskan di istana Cirebon kini telah berubah dan mengalami difusi menjadi seni rakyat.

Topeng Cirebon, demikian sebutan yang dikenal di Jawa Barat, adalah salah satu genre tari yang berkembang di daerah pantai utara Jawa Barat, dari Cirebon sampai ke Banten. Genre tari ini semula tumbuh subur di wilayah kekuasaan kerajaan Cirebon : Kuningan, Majalengka, dan Indramayu. Penyebarannya sampai kebeberapa daerah di Jawa Barat dari bagian utara sampai ke selatan. Kini topeng Cirebon hanya terdapat dibeberapa daerah saja, terutama di Cirebon, sebagian kecil Kabupaten Majalengka, sebagian kecil Kabupaten Subang dan di Kabupaten Indramayu. Di daerah Kabupaten Subang tari topeng hanya terdapat di desa Jati Kecamatan Cipunagara. Topeng Cirebon yang berada diluar wilayah pemerintahan Cirebon, terutama yang berada dilingkungan masyarakat yang berbahasa Sunda, pada umumnya kurang berkembang. Hal ini mudah dipahami sebab bahasa pengantar dalam topeng adalah bahasa Jawa Cirebon yang lebih banyak tidak dimengerti oleh orang Sunda.

II.5 Penyebab Hilangnya Nilai Spiritual

Menonton tari topeng saat ini terasa berbeda dengan tiga dasawarsa yang lalu. Pada saat itu topeng masih begitu dekat dengan batin penanggap dan penontonnya. Oleh karena itu, pertunjukan topeng pada hakikatnya terkait dengan tujuan ngalap (mengharap) berkah bagi penanggapnya, termasuk bagi penontonnya, dan bukan sebagai hiburan semata. Dalam topeng dianggap

(22)

mempunyai karomah (berkah) dan dianggap sebagai perantara yang dapat mendatangkan berkah keselamatan. Kepulan asap kemenyan dari perapen, wanginya semerbak, tercium bau ‘magi’. Sesaji yang terletak didepan penabuh gong dan gantungan kebon alas dengan berbagai minuman dan makanan jajanan pasar, hasil kebun, mainan anak dan uang beberapa ribu rupiah yang bergantungan didepan atas bagian panggung, hal ini membuat kesan magis kian makin terasa. Kini aroma magis telah luntur dan dalam topeng tidak lagi dianggap sakti.

Tiga dasawarsa yang lalu pertunjukan topeng masih berada pada alur tradisinya. Kini suasana dan peristiwa ketika tari topeng dipentaskan dalam hajatan sudah mulai berubah yang awalnya menarikan tarian panji dengan sengaja ditinggalkan. Selanjutnya seperti biasa ketika topeng pamindo dihentikan oleh bodor maka mulailah selingan yang diisi dengan dangdutan. Para pemainnya terdiri dari tiga atau empat orang diluar grup tari topeng. Alat musiknya cukup dengan sebuah organ, dikendangi, dikecreki, dan digongi para nayaga topeng. Para penyanyinya anak muda dengan mengenakan pakaian yang sensual. Ketika lagu sudah dinyanyikan, sekelompok anak muda naik keatas panggung mereka bergoyang dan juga berjoget ala orkes dangdut. Tak jarang dari mereka yang setengah mabuk dan dari mulutnya tercium bau minuman keras (alkohol). Tak jarang diantara mereka terpancing emosi ketika bersenggolan saat berjoget, hal ini yang membuat sering terjadi keributan.

Setelah selesai pertunjukan biasanya hasil uang yang didapat antara pedangdut dan penari topeng dibagi: 60% untuk penyanyi dangdut, dan 40% untuk penari topeng, hal ini dibagi tergantung dari pendapatan. Ketika dangdutan dimulai, dan apabila para peminta lagu dan penjoget banyak, tari topeng bisa tidak ditarikan semuanya. Topeng seperti menjadi tak penting lagi kehadirannya, karena pertunjukan akhirnya didominasi oleh dangdutan. Dengan demikian, maka tari topeng seperti kehilangan kharismanya dan kehilangan aura mistisnya. Biasanya tari topeng hanya ditarikan ketika menjelang sore saat pertunjukan akan selesai. Klana dijadikan tari penutup pertunjukan tersebut.

(23)

II.6 Menor

Gambar II.2 Foto Mimi Carini (tokoh tari Topeng Menor) Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com (18 Januari 2013)

Menor adalah nama panggilan bagi Carini. Carini adalah salah satu anak tertua dari empat bersaudara (Sunaryo, Supendi, dan Komar), hasil pernikahan dari Sutawijaya dan Sani. Sani, berasal dari daerah Kalisapu, Kanoman, Cirebon; dan ayahnya, Sutawijaya berasal dari daerah Pamayahan, Kabupaten Indramayu. Sutawijaya adalah seorang wayang kulit dan ibunya Sani adalah seorang dalang topeng. Sutawijaya masih mempunyai pertalian saudara dengan Rasinah, seorang dalang topeng terkenal dari daerah Pekandangan Indramayu. Sutawijaya juga masih punya pertalian saudara dengan dalang-dalang wayang terkenal seperti Rusdi dan Tomo, dari daerah Celeng, Indramayu.

Topeng Cirebon yang berada di Cipunagara pada mulanya berasal dari dua daerah pusat persebaran topeng, yaitu Cirebon dan Indramayu. Menurut penuturan Carini (Menor), sekitar tahun 30-an Aki Resa diminta menarikan tarian topeng oleh Ama Patih dan Juragan Demang di Cimerta. Ia diberi imbalan rumah tempat tinggal di daerah Pagaden Subang.

Pada waktu itu, Pangga (salah seorang anak Resa), yang juga dalang topeng, ikut pula. Sebagai pimpinan rombongan topeng, pangga sering dipanggil untuk menarikan tarian topeng oleh juragan Demang dengan mendapat imbalan rumah dan tanah di daerah Sindang Kasih. Kemudian mereka menetap didaerah tersebut.

Pangga mewariskan seni topeng kepada keturunannya: Winda, Talim, Aminah, Sutawijaya, dan Rudiah. Sekitar tahun 40-an, Pangga dan keluarga pindah ke Desa Jati karena jembatan Cigadung yang dekat dengan rumahnya akan

(24)

dihancurkan oleh Belanda. Rumah dan tanah di Babakan Bandung, desa Jati, yang kini ditempati, pada awalnya adalah pemberian Lebe Pahing-Desa Jati.

Carini lahir tahun 1955 dan sekolah hanya sampai kelas 4 SD. Ketidaktamatan sekolahnya bukan karena tidak pandai. Carini memang sering tidak masuk sekolah, penyebabnya tak lain adalah karena terlalu sering manggung. Kalau tidak menari, Carini menjadi pesinden dalam pertunjukan wayang kulit atau wayang golek.

Carini pertama kali belajar menari topeng kepada ibu Dari Bogis-Indramayu saat masih berumur sekitar 10 tahun dengan bayaran setengah kuintal padi. Carini belajar menari topeng bersama-sama dengan Arni, putrinya ibu Dari. Tarian yang pertama kali dipelajari adalah topeng Pamindo. Setelah tarian tersebut dikuasai, kemudian diajak bebarang (ngamen) oleh ibunya, keliling daerah Subang seperti ke daerah Sirep-Tanjung Siang, jalan Cagak, bahkan sampai ke daerah Bandung (Cidamar) Cimindi. Bebarang dilakukan sekitar tahun 1962. Selanjutnya, Carini mulai mendapat panggung saat masih berumur belasan tahun. Carini manggung di daerah Kihiang, Citra, Tumaritis, Sakurip, Cipicung, dan sebagainya.

Menor, termasuk seniman serba bisa. Selain menjadi dalang topeng, juga bisa menjadi pesinden wayang kulit dan juga wayang golek. Pernah juga belajar berbagai tarian Keurseus saat dibawa Aminah ke daerah Tanjung Priok Jakarta. Aminah saat itu bersuamikan seorang polisi yang diasramanya ada kegiatan tari-menari. Karena itulah Menorpun bisa menari Keurseus, seperti tari Lenyepan, dan tari Gawil. Ia juga belajar Pencak Silat kepada Eyang Kuwu Cibogo.

(25)

Sutawijaya Sani

Sunaryo

Sani

Komer Carini / Menor

Tabel II.1 Skema keluarga penari Topeng Menor Sumber: Buku revitalisasi Topeng Menor (18 Januari 2013)

II.7 Filosofi Gerakan Tari Topeng Menor

Dalam pementasan tari Topeng Menor terdapat empat jenis tarian yang masih dapat dipentaskan, diantaranya Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.

II.7.1 Tari Topeng Pamindo - Samba Abang

Gambar II.3 Foto menarikan Topeng Pamindo-Samba Abang Sumber: Dokumentasi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat

Topeng Pamindo berasal dari kata mindo dalam bahasa Cirebon artinya kedua kali atau yang kedua. Topeng Pamindo ditarikan pada kesempatan kedua pementasan. Warna kedoknya putih dengan hiasan yang melingkar diatas dahi

(26)

topengnya. Di tengahnya terdapat hiasan kembang tiba dan pilis yang melingkar dipipinya. Matanya liyep, hidungnya sedikit mendongkak dan mulutnya sedikit menganga, seperti seseorang yang tengah tertawa terkekeh-kekeh. Kedok dan tarian ini berkarakter genit atau lincah yang oleh orang Cirebon disebut ganjen (genit). Geraknya gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak remaja, periang serta penuh suka cita.

Topeng Pamindo menggambarkan Raden Kudapanulis, putrid Prabu Lembusenggoro. Dikisahkan bahwa Raden Kudapanulis dan Patrajaya sedang bekerja mengurus tamu-tamu pada upacara pernikahan Ratna Susilawati dengan Raja Senggalapura, yaitu Klana Budanegara. Tari Pamindo diartikan sedang bekerja mengurus pengantin.

Dalam Topeng Jati, topeng Pamindo ditarikan dengan menggunakan dua buah topeng dengan warna yang berbeda, yaitu warna merah dan putih, yang di daerah Indramayu disebut dengan Samba Abang.

Sebagai koreografinya menunjukkan ikon tertentu, misalnya gerakan gemuyu yang mirip dengan seseorang yang tengah tertawa. Gerakan ini biasanya diulang beberapa kali dan dilakukan saat penari telah mengenakan kedoknya. Dengan lengan yang dibengkokkan dan jari-jemari dilentingkan didepan mulut kedok, penari kemudian menirukan orang yang tertawa. Gerak tertawa (gemuyu) ini lebih diperjelas lagi oleh suara penabuh kecrek yang menirukan orang tertawa. Nama lagu pengiringnya sama dengan nama tariannya, yakni Pamindo.

II.7.2 Tari Topeng Tumenggung dan Jinggananom

Gambar II.4 Foto tari Topeng Tumenggung dan Jinggananom Sumber: Dokumentasi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat

(27)

Tari Topeng Tumenggung sering disebut juga tari topeng Patih. Kedoknya selalu dicat dengan warna yang gelap, coklat muda atau merah muda. Wajahnya menyiratkan seseorang yang pemberani dan berwibawa. Matanya agak melotot, berkumis, dan berjambang. Tarinya berkarakter gagah dengan gerak-gerak tegas sebagai gambaran seseorang yang berpangkat dan mempunyai kekuasaan. Tarian ini mirip dengan sebuah fragmen, oleh kalangan topeng Menor disebut bagian wayang wong. Dalam pementasan penyajian tarian ini dibagi menjadi dua babak. Pertama tari topeng Tumenggung yang menggambarkan Tokoh Tumenggung Magang Adiraja. Kedua, tari topeng Jinggananom yang ditarikan oleh seorang bodor dengan gerakan-gerakan yang lucu. Lagu pengiringnya lagu kaloran dan diteruskan lagu bendrong. Tari Topeng Tumenggung menggambarkan Tumenggung Magang Adiraja dari kerajaan Bawarna tengah mencari Jinggananom yang kabur dan sudah lama tidak memberikan upeti kepada Raja Bawarna. Pada tarian diawali dengan kepergian Tumenggung Magang Adiraja mencari Jinggananom. Setelah bertemu Tumenggung Magang Adiraja langsung menagih upeti yang sudah lama tidak diberikan. Tentu saja Jinggananom marah, Jinggananom tidak mau tunduk lagi kepada Tumenggung Magang Adiraja, kemudian terjadi peperangan dan akhirnya dimenangkan oleh Tumenggung. Tarian perang ini diiringi lagu undur-undur.

II.7.3 Tari Topeng Klana

Gambar II.5 Foto penari yang menarikan Topeng Klana Sumber: Dokumentasi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat

Topeng Klana umumnya dicat warna merah tua. Melihat perangainya sudah dapat ditebak, bahwa kedok ini berkarakter gagah kasar. Matanya

(28)

membelalak, berkumis tebal dan berjambang. Topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru banyak disenangi penonton. Sebagian gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, dan tertawa terbahak-bahak. Sebagian lagi menggambarkan seseorang yang tengah gandrung (mabuk cinta). Gambaran cerita Topeng Klana adalah seorang raja bernama Budanegara yang gagah perkasa dan tergila-gila kepada seorang Dewi Tunjung Ayu, putri Prabu Amiluhur dari Negara Bawarna. Lagu pengiring tariannya adalah Gonjing dan Sarung Ilang.

II.7.4 Tari Topeng Rumyang

Gambar II.6 Foto penari yang menarikan Topeng Rumyang Sumber: Dokumentasi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat

Topeng Rumyang serupa dengan Pamindo, namun tanpa hiasan rambut. Hiasan pilis dari dahi sampai pipi bagian bawah. Warna kedoknya merah jambu tetapi ada juga warna coklat muda. Karakter tarinya termasuk ladak (lincah,genit) namun lebih lamban dari gerak yang dilakukan oleh Pamindo. Gerak tarinya menggambarkan seseorang yang penuh kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia seperti seorang manusia yang perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Di Cirebon, menurut dalang topeng, kata Rumyang berasal dari kata ramyang-ramyang, yang artinya mulai terang. Ini gambaran seorang manusia yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu pengiringnya sesuai dengan nama tarinya, Rumyang atau ada juga yang menyebut lagu kembang kapas.

(29)

II.8 Aspek Filosofi Tari Topeng Menor Dilihat Dari Gerak

Cerita Topeng Menor Gerak Tubuh Aspek Filosofi 1.Topeng Pamindo –

Samba Abang Satria bersifat lincah. Apabila mengacu pada perkembangan jiwa manusia, maka Pamindo diumpamakan sebagai pribadi anak yang baru menginjak remaja. Samba adalah nama anak laki-laki Krisna dalam kisah Mahabarata. Samba adalah satria muda yang pertentang (lantang bicara), cekatan periang, tetapi belum dianggap dewasa.

Kepala: lentur mengikuti irama musik (banyak gerakan kepala ke kiri dan ke kanan).

Badan : gerakan badan gemulai, lentur dan lincah.

Tangan: gemulai sedikit cepat.

Kaki : gerakan kaki banyak melangkah dan langkah kaki lincah. Dalam tari Pamindo tempo sedikit

cepat disebut tengadah. *Gerak tari Pamindo menggunakan kualitas tenaga ringan, gerak sedikit luas.

Kepala: gerak kepala lincah.

Badan : lincah. Tangan: cepat dan gemulai.

Kaki : langkah kaki cepat.

Gambaran seorang anak-anak yang ingin

mengetahui lebih banyak mengenai masalah disekitarnya. Dengan sifat kelincahan yang dimilikinya.

Seorang remaja yang baru mengalami akhil balig. Memasuki kedewasaan dengan pemikiran yang berbeda

2. Topeng Tumenggung Kesatria yang bersifat tegas dan berwibawa. layaknya seperti pemimpin bijaksana kepada umatnya.

Dalam tari Tumenggung tempo cepat disebut kering atau deder. * Gerak tari Tumenggung

menggunakan kualitas tenaga yang kuat, ruang gerak luas.

Seorang manusia yang sudah beranjak dewasa dan telah menemukan jati dirinya, karenanya

bersikap tegas dan bertanggung jawab.

3. Topeng Klana Klana merupakan peran yang mempunyai karakter gagah. Digambarkan pada perkembangan jiwa dan akhlak manusia, Klana merupakan manusia yang berakhlak paling buruk.

Kepala: ke kiri dan ke kanan dengan gerakan cepat.

Badan : gagah, tegas dan cepat.

Tangan: cepat, gagah, tegas dan berkuasa (menyesuaikan dengan karakter topeng).

Seorang yang menginjak dewasa dan memiliki kekuasaan, maka memiliki sifat serakah. Ini yang terdapat dalam jiwa manusia.

(30)

Kaki : gerakan cepat mengikuti gerak badan, posisi kaki sedikit lebar dan kuat (mencerminkan kesatria yang kuat). Dalam tari Klana tempo cepat disebut kering atau deder.

* Gerak tari Klana menggunakan kualitas tenaga yang kuat, tegas, dan jangkauan ruang yang luas.

4. Topeng Rumiang Semula, Rumiang

merupakan nama gending yang digunakan sebagai penutup dalam

pertunjukan wayang kulit. Gending tersebut disajikan setelah pertunjukan, yaitu pada saat matahari akan segera terbit, keadaan masih berada di antara gelap dan terang.

* Gerak tari Rumiang menggunakan kualitas tenaga ringan, lincah, gerak sedikit luas. Kepala: lihai dan gagah. Badan : lues, lentur, dan cepat (gerakan badan menggambarkan kesatria gagah).

Tangan: gemulai. Kaki : langkah kaki cepat mengikuti gerak badan.

Seorang remaja yang baru mengalami akhil balig. Memasuki kedewasaan dengan pemikiran yang berbeda.

Tabel II.2 Aspek Filosofi dalam Tari Menor Dilihat dari Gerak Sumber: Buku revitalisasi Topeng Menor (20 Agustus 2011)

(31)

II.9 Busana Topeng Menor

Kembang Melok Sobrah

Jamang Kedok

Gelang tangan Sumping/rawis

Kerodong Baju kutung

Badong Keris

Soder/Sampur (selendang)

Dasi

Tutup rasa

Tapi/Sinjang Sontang

Gelang kaki

Gambar II.7 Foto penari Topeng Menor yang menarikan Topeng Rumyang Sumber: Dokumentasi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat

II.10 Media Informasi

Arif djuawarno(2011) berpendapat bahwa:

Media Informasi adalah suatu instrumen perantara informasi. Pada jaman sekarang media informasi sangat berkembang. Berkembangnya media informasi dikarenakan adanya pengaruh pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat ditambah dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi. Masyarakat mulai berperan aktif dalam mendapatkan, mencari, dan menyebarkan informasi lewat media informasi. Bahkan sekarang media informasi telah menjadi salah satu instrumen penting dalam membangun kekuatan baik itu kekuatan ekonomi suatu wilayah atau negara, kekuatan politik, hingga kekuatan militer. Sehingga media informasi bisa dikategorikan suatu instrumen yang memiliki dampak kepada seluruh hajat hidup masyarakat banyak (http://arifdjuwarno.wordpress.com/3 Mei 2011).

(32)

Salah satu media informasi yang masih digunakan oleh orang banyak adalah buku. Meski sekarang jaman sudah berkembang kian pesatnya dimana teknologi sekarang sudah mendominasi, akan tetapi buku sebagai sumber pegetahuan belum bisa tergantikan. Selain media yang mudah untuk didapat dan memiliki sifat mobilitas yang tinggi, buku dapat dibaca kapan saja dan dimana saja. Sedangkan media informasi yang ditujukan untuk orang banyak disebut Media massa. Media massa saat ini dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

-Media Massa Cetak (Printed Media).

Media massa yang dicetak dalam lembaran kertas. Media massa jenis ini mempunyai jangkauan wilayah tertentu sesuai dengan tema informasi yang disajikan. Media massa cetak biasanya mempunyai tingkat aktualitas yang cukup cepat, yaitu sekitar persatu hari untuk Koran, dan per bulan untuk majalah.

- Media Massa Elektronik (Electronic Media).

Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film. Media massa elektronik khususnya televisi saat ini merupakan media massa yang cukup diminati. Karena mempunyai unsur audio dan visual, maka media ini menjadi pilihan sebagai hiburan dan informasi bagi masyarakat.

- Media Online (Cybermedia).

Media massa yang dapat temukan di internet (situs web). Saat ini media online (cybermedia) dimasyarakat sudah menjadi lebih dari sekedar media informasi, namun bagi beberapa orang temasuk gaya hidup. Karena dari segi jangkauan media ini memiliki area yang paling luas dari semuanya.

II.11 Buku

Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal pula istilah e-book

(33)

atau buku-e (buku elektronik), yang mengandalkan komputer dan Internet (jika aksesnya online).

Kelebihan sebuah buku secara non fisik adalah buku termasuk kedalam bukti peradaban dan sejarah, indikasi serta bukti nyatanya adalah dari zaman dahulu Mesir Kuno hingga saat ini masih ada bahkan terus berkembang sehingga dapat berarti buku terkait erat dengan kehidupan atau aktivitas manusia. Sementara kelebihan sebuah buku secara fisik adalah dapat dibaca berkali-kali, mudah disimpan dan dibawa kemana-mana, harga lebih terjangkau, tanpa memerlukan media tambahan seperti media elektronik, Harganya lebih terjangkau maupun dalam distribusinya, Lebih mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks, serta analisa lebih tajam, dapat membuat orang benar-benar mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam dan dapat membuat orang berfikir lebih spesifik tentang isi tulisan. Berikut struktur anatomi buku:

• Sampul buku

• Lembar hak cipta dan penerbit • Kata pengantar

• Daftar isi • Daftar gambar • Pendahuluan • Isi buku • Daftar pustaka • Glosary • Bibliografi • Sampul belakang

II.12 Analisa Masalah

Analisa masalah terletak pada bagaimana paradigma masyarakat terhadap seni tradisi topeng dan hilangnya nilai spiritual pada tari Topeng Menor. Untuk menjawab pertanyaan dari analisa yang digunakan maka sumber data mengenai informasi tentang filosofi tari Topeng Menor diperoleh dengan metode penelitian kualitatif. Metode ini dipilih karena untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat eksak. Teknik

(34)

pengumpulan data kualitatif yang dilakukan diantaranya adalah interview (wawancara), quesionere (pertanyaan-pertanyaan/kuesioner), dan observasi (pengamatan, participant observer technique), serta penyelidikan sejarah hidup (life historical investigation). Metode kualitatif yang digunakan adalah metode historis komparatif, metode ini yaitu metode yang dipergunakan untuk meneliti sejarah hidup topeng menor pada masa silam dan masa sekarang.

• Data Primer

Proses pencarian data yang dilakukan adalah dengan melakukan kuesioner kepada masyarakat umum yang gemar menonton tari tradisional dan yang masih mengapresiasi tari tradisi. Serta mewawancarai budayawan seni tari topeng dan pengajar seni tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung.

No Kuesioner

Kalangan Masyarakat Yang Mengapresiasi Tari Tradisi

Ya Tidak 1 Mengetahui Tari Topeng Menor 9% 91%

2 Pernah menonton 9% 91%

3 Tertarik menonton 73% 27%

4 Tertarik mempelajari 30% 70%

5 Mengetahui makna 15% 85%

6 Setuju melestarikan 80% 20%

Tabel II.3 Hasil kuesioner

• Keterangan :

Kuesioner dibagikan kepada 100 orang responden yang terdapat di dua tempat, yaitu : area teater Dago Tea house dan kampus STSI Bandung. Pembagian Kuisioner dilakukan 2 hari pada tanggal 5 April 2013 di kampus STSI dan 6 April 2013 di area pementasan Dago Tea House dengan rata-rata umur responden antara 19-45 tahun.

(35)
(36)

25

mengundang pementasan tarian ini diberbagai acara. Selain itu beliau juga mengatakan dengan banyaknya kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia membuat masyarakat seakan lupa dengan seni kebudayaan mereka, maka pergeseran paradigma masyarakat terhadap tari tradisi ini dan hilang nilai spiritual menanggap tari topeng membuat tarian ini semakin ditinggalkan penanggapnya. Oleh karena itu sangat perlu di tumbuhkan kembali kecintaan terhadap seni budaya tari dan peran aktif dari generasi muda untuk mengembangkan dan melestarikannya.

• Data Sekunder

Proses pencarian data dengan observasi dan penyelidikan sejarah hidup dilakukan dengan menemui secara langsung penari topeng menor dan melihat pementasannya.Selain itu data juga didapat melalui media buku dan media internet.

II.13 Penyelesaian Masalah

(37)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Target Audiens

Pemilihan target audiens dengan umur antara 19-45tahun dikarenakan dengan target audiens yang berumur 19-45tahun bukan hanya bisa untuk mengapresiasi tari tetapi juga bisa untuk mengkaji seni tari secara lengkap.

a) Demografis (Tipe)

• Jenis Kelamin : pria dan wanita • Usia : 19 - 45 tahun • Etnis : semua etnis/suku • Pendidikan : Mahasiswa dan pekerja • Pekerjaan : semua macam pekerjaan

• Kelas sosial : kelas menengah dan menengah ke atas

b) Geografis (Berdasarkan Lokasi)

si

Wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

c) P kografis (Karakter / Sifat)

Secara psikografi adalah masyarakat umum yang masih mengapresiasi tari tradisi, serta mahasiswa dan sanggar-sanggar yang sadar akan kebudayaan.

III.2 Strategi Perancangan

Strategi perancangan terdiri dari dua kata yaitu strategi dan perancangan, yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri. Strategi adalah cara yang ditetapkan untuk mencapai sebuah tujuan. Sedangkan perancangan adalah suatu aktivitas pembuatan usulan-usulan yang merubah sesuatu yang telah ada menjadi sesuatu yang lebih baik. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa strategi perancangan adalah cara yang ditetapkan untuk membuat sesuatu yang lebih baik untuk mencapai tujuan.

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat tentang tari Topeng Menor adalah mengenai kurangnya tanggapan masyarakat terhadap kesenian tradisional,

26 

(38)

khususnya tari Topeng Menor. Hal ini disebabkan karena kurangnya media informasi mengenai tari Topeng Menor dimasyarakat. Media informasi adalah alat untuk mengumpulkan dan menyusun kembali sebuah informasi sehingga menjadi bahan yang bermanfaat bagi penerima informasi.

Sebagai solusi untuk pemecahan masalah tersebut perlu dirancang sebuah media informasi berupa buku dengan tampilan yang modern dan menarik. Strategi pemecahan masalah dilakukan dengan dua tahapan yaitu:

1. Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang tari Topeng Menor dan pentingnya melestarikan seni tari yang berasal dari Jawa Barat.

2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai nilai-nilai religi pada tarian Topeng Menor serta filosofi tari Topeng Menor, yang dikemas secara komunikatif dan modern.

III.2.1 Pendekatan Komunikasi

Strategi komunikasi secara visual menggunakan gaya yang lebih bersifat informatif, dengan menampilkan visual yang bersifat informatif dan modern diharapkan dapat membuka wawasan serta merubah pandangan masyarakat terhadap kesenian tari tradisi khususnya tari Topeng Menor. Sedangkan pengertian dari informasi secara umum adalah data yang sudah diolah menjadi suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan, baik masa sekarang atau yang akan datang.Untuk strategi komunikasi secara verbal yang bersifat persuasif dilakukan dengan cara membuat judul dengan kata-kata “Aura Mistik Tari Topeng Menor Cipunagara”, hal ini dilakukan untuk lebih membujuk target audience mengetahui keberadaan tari Topeng Menor. Strategi komunikasi secara verbal menggunakan bahasa Indonesia yang baku, sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar pesan yang ingin disampaikan dari perancangan buku ini lebih mudah dimengerti oleh target audience. Penggunaan ilustrasi yang berupa fotografi, warna serta bentuk huruf disesuaikan dengan segmentasi dari buku tersebut.

27 

(39)

III.2.2 Strategi Kreatif

Melihat fenomena kesenian tari tradisi saat ini dapat dikatakan sangat memprihatinkan, hal ini dikarenakan semakin berkurangnya ketertarikan masyarakat menyaksikan seni tari tradisi. Akibatnya membuat kesenian tari tradisi mengalami berbagai masalah seperti menjadi sulit berkembang, tidak ada regenerasi, bahkan mengakibatkan kepunahan dikarenakan kurangnya apresiasi dari masyarakat yang beralih kekesenian lain yang lebih modern seperti orgen tunggal. Maka sangat perlu jika kebudayaan tari ini diangkat kembali dan dipertontonkan sehingga dapat menjadi nilai jual serta membantu proses pelestariannya. Langkah awal yang dilakukan untuk membantu pelestarian tari tradisi ini dengan melakukan riset dan pengumpulan data baik yang bersifat data tekstual dan data visual. Riset dan pengumpulan data dilakukan di Dinas Periwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, dengan seniman tari, dan akademisi tari di STSI Bandung. Proses riset dan pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara yaitu, dengan penyebaran kuesioner, wawancara, literatur visual, data dari buku tari, melihat panggung serta kostum penari. Setelah data terkumpul maka barulah proses perancangan media informasi yang berupa buku dilakukan dengan mempertimbangkan impresi buku dengan kesesuaian tarian. Pemilihan media informasi berupa buku karena buku memiliki kelebihan secara non fisik adalah buku termasuk kedalam bukti peradaban dan sejarah, indikasi serta bukti nyatanya adalah dari zaman dahulu mesir kuno hingga saat ini masih ada bahkan terus berkembang sehingga dapat berarti buku terkait erat dengan kehidupan atau aktivitas manusia. Sementara kelebihan sebuah buku secara fisik adalah dapat dibaca berkali-kali, mudah disimpan dan dibawa kemana saja, tanpa memerlukan media tambahan tidak seperti media elektronik, harganya lebih terjangkau, serta lebih mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks. Media ini dipilih juga karena belum adanya buku yang secara lengkap membahas mengenai tari Topeng Menor.

Agar informasi mencapai tujuan yang diharapkan maka pembuatan media buku yang dilakukan harus memiliki informasi yang efektif dimana informasi yang efektif yakni informasi tersebut harus memberikan wawasan dan pengetahuan kepada target audience dan pesan yang akan di sampaikan harus

28 

(40)

tepat sasaran dan dapat diterima dengan baik oleh audience. Hal ini perlu dilakukan karena jika informasi yang dilakukan kurang efektif maka pembuatan buku yang membahas secara lengkap mengenai tari Topeng Menor dikhawatirkan kurang dipahami oleh masyarakat. Strategi kreatif yang dibuat terdiri dari dua tahapan, yaitu:

• Tahap menarik perhatian (Stoping power)

Pada tahap ini, pendekatan kreatif yang dilakukan dengan cara membuat layout cover yang menarik dan diberi judul yang bersifat persuasif/ajakan untuk menarik perhatian target audience.

• Tahap Informasi dan Persuasi

Selanjutnya memberikan informasi melalui media utama berupa filosofi tari Topeng Menor adalah suatu upaya untuk terus melestarikan kesenian tradisional Jawa barat. Selain itu juga memberikan pemahaman tentang pesan dan makna yang melekat pada tari Topeng Menor sebagai daya tarik untuk mengapresiasi sebuah pertunjukan dan mencoba untuk mempelajarinya.

III.2.3 Strategi Media

Untuk menyampaikan isi pesan yang informatif dan tepat sasaran maka perlu untuk mempertimbangkan sistem strategi komunikasi yang dibuat, maka dipilih media informasi yang utama adalah media buku.

a) Media Utama Buku Informasi

Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Buku merupakan salah satu media yang dapat dengan mudah menyampaikan informasi dengan berbagai kelebihan. Kelebihan sebuah buku termasuk kedalam bukti peradaban dan sejarah, indikasi serta bukti nyatanya adalah dari zaman dahulu mesir kuno hingga saat ini masih ada bahkan terus berkembang sehingga dapat berarti buku terkait erat dengan kehidupan atau aktivitas manusia. Sementara kelebihan sebuah buku secara fisik adalah dapat dibaca berkali-kali, mudah disimpan dan dibawa kemana saja, tanpa memerlukan media tambahan tidak

29 

(41)

seperti media elektronik, harganya lebih terjangkau, serta lebih mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks. Media ini dipilih juga karena belum adanya buku yang secara lengkap membahas mengenai tari Topeng Menor.

Gambar III.1 Media utama buku informasi

b)Media Pendukung

Media pendukung yang digunakan bertujuan untuk membantu menyampaikan pesan dan informasi tentang keberadaan buku ditempat-tempat strategis yang biasa dikunjungi oleh target audience seperti, perpustakaan, toko buku, tempat pementasan tari tradisional/sanggar dan fasilitas publik yang dirasa dekat dengan tempat tinggal target audience. Media pendukung yang digunakan adalah:

• Poster

Poster adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Media poster dipilih karena media ini berpotensi terbaca oleh setiap orang yang melewati daerah penempelan poster tersebut. Daerah tersebut diantaranya adalah dipapan pengumuman kampus, perpustakaan, dan sekitar toko buku. Alasan lain pemilihan media poster adalah karena harganya yang cukup ekonomis serta poster juga memiliki kelebihan, yaitu media yang sangat informatif karena bisa memuat berbagai informasi singkat dan jelas.

Standing character

30 

(42)

Standing charakter ditempatkan di toko buku dan perpustakaan untuk menarik perhatian masyarakat membeli dan membaca buku topeng Menor.

• Iklan koran

Koran sebagai media informasi yang digunakan untuk mempersuasi masyarakat karena media ini berisi tentang keberadaan Topeng Menor.

• Maskot

Maskot dibuat untuk merepresentasikan Topeng Menor serta sebagai identitas dalam penerbitan buku Topeng Menor.

• Brosur

Brosur disini sebagai media pendukung yang berukuran lebih kecil dari pada media pendukung lainnya, sehingga media ini sangat ekonomis dan mudah untuk penyebarannya, oleh karena itu brosur ini berisi tentang rangkuman yang ada di media utamanya, sehingga garis besar dari buku informasi tersebut dapat dimuat di media brosur ini.

Baligho

Baligho merupakan media yang cukup besar serta memiliki tingkat efektitias

keterbacaan sangat tinggi, terlebih lagi ketika media ini diletakan disekitar tempat pagelaran yang akan dilaksanakan.

• Desain rak

Desain rak buku ditempatkan saat penjualan buku seperti mall dan pameran agar buku lebih terlihat jelas oleh target audience.

• Wobler

Wobler merupakan media yang cukup dapat menarik perhatian konsumen dan

mengarahkan konsumen ke media utama ketika dipasang ditoko buku. • Kaos

Merupakan media cetak sablon yang digunakan untuk mengingatkan kepada masyarakat mengenai keberadaan seni tari Topeng Menor. Serta menyadarkan masyarakat untuk tetap melestarikan kebudayaan daerah khususnya seni tari tradisi. Kaos akan diberikan sebagai hadiah saat launching ketika diadakan sesi tanya jawab.

• Mini x-banner

31 

(43)

Mini x-banner diletakkan di meja stand penjualan buku agar dapat menarik perhatian konsumen.

Flag

Flag diletakkan disebelah meja stand penjualan buku atau didepan toko buku ketika launching dan bazar buku agar dapat menarik perhatian konsumen.

III.2.4 Strategi Distribusi

Pendistribusian dilakukan disekitar wilayah Jawa Barat. Disebarkan ke tempat yang strategis seperti lokasi tempat pagelaran seni tari, toko buku, perpustakaan, mall dan sekitar kampus. Distribusi media informasi akan dilakukan mulai pada tanggal 06 April – 30 Juni 2014. Bulan April sampai dengan Juni dipilih karena pada bulan tersebut banyak diadakan acara dan pameraan seni budaya seperti, 8 april akan diadakan pameran batik di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, 13 april pagelaran anekaragam seni Kabupaten Subang di Dago Tea House, 16 Mei pesona budaya Kabupaten Subang di Dago Tea House serta pada tanggal 22 April memperingati hari buku sedunia yang ditetapkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, disingkat UNESCO. Penyebaran media akan dilakukan sesuai dengan perencanaan berikut ini.

No Media Distribusi

1 Buku Media buku ini akan dipublikasikan diperpustakaan daerah, toko buku dan tempat-tempat pagelaran seni tari tradisi.

2 Poster Media ini akan disebarkan diruang publik seperti tempat sanggar budaya, sekitar kampus dan di toko buku.

3 Standing character

Standing character ditempatkan di toko buku dan

perpustakaan untuk menarik minat masyarakat membeli dan membaca buku ini.

4 Iklan koran Iklan koran ini dimuat di koran pikiran rakyat dan muncul setiap edisi minggu.

32 

(44)

5 Maskot Maskot akan dibuat untuk merepresentasikan Topeng Menor dan dibuat ketika ada pagelaran dan launching book. Maskot di tempatkan sekitar kampus, perpustakaan dan toko buku.

6 Brosur Media ini di distribusikan secara gratis di sekitar tempat tinggal target audience dan tempat-tempat yang biasa di kunjungi seperti sanggar budaya, mall, dan sekitaran kampus.

7 Baligho Baligho merupakan media yang cukup besar serta memiliki tingkat efektitias keterbacaan sangat tinggi, terlebih lagi ketika media ini diletakan disekitar tempat pagelaran yang akan dilaksanakan.

8 Desain rak Desain rak buku dibuat ditempat-tempat penjualan buku seperti mall dan pameran agar buku lebih terlihat jelas oleh target audience.

9 Wobler Wobler merupakan media yang cukup dapat menarik perhatian konsumen dan mengarahkan konsumen ke media utama ketika dipasang ditoko buku.

10 Kaos Kaos sebagai hadiah saat launching buku serta dijual ketika dibuat stand penjualan buku disekitar pementasan seni budaya.

11 Mini x-banner Mini x-banner diletakkan dimeja stand penjualan buku agar dapat menarik perhatian konsumen.

12 Flag Flag diletakkan disebelah meja stand penjualan buku atau didepan toko buku ketika launching dan bazar buku agar dapat menarik perhatian konsumen.

Tabel III.1 Tabel media

Agenda Tanggal Media Bulan

April Mei Juni

Tahap I 06 April Iklan koran

33 

(45)

Menarik

12 Mei 2014 Launching book

12 Mei - 30

Tabel III.2 Jadwal distribusi media

III.2.5 Sistem Kerja Sama

Sistem kerja sama dilakukan penulis dengan penerbit CV.Nusantara Mandiri dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat dalam memproduksi buku ini. Proses kerja sama antara penulis dan penerbit:

• Penulis melakukan pembicaran dengan penerbit mengenai proses penerbitan buku.

34 

(46)

• Penulis menyerahkan materi buku, lengkap baik materi tulisan maupun ilustrasi kepada penerbit untuk dinilai layak terbit atau tidak (lama penilaian biasanya 1-2 bulan).

• Penulis menyerahkan hak cipta tulis kepada penerbit dengan tanda tangan diatas materai.

• Penulis sepakat dengan penerbit untuk melakukan sistem kerjasama kontrak royalti.

• Penulis akan menerima royalti 10% dari harga jual buku dikalikan jumlah eksemplar. Jumlah ini diketahui oleh kedua belah pihak, penulis dan penerbit.

• Penulis menerima 10% royalti saat penandatanganan kontrak dan buku telah diproduksi.

• Penerbit menentukan jumlah buku yang akan diterbitkan. • Penerbit menentukan jumlah harga jual buku.

• Penerbit berkewajiban memberikan laporan royalti dari jumlah buku yang terjual setiap tiga bulan.

• Setiap royalti penulis dipotong PPH pasal 23 sebesar 15%. • Penerbit menanggung biaya produksi dan promosi buku tersebut. • Penulis dan penerbit menandatangani surat perjanjian penerbit (SPP)

Proses kerjasama antara penulis dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat:

• Penulis melakukan pembicaraan dengan pihak dinas kebudayaan dan pariwisata untuk pencantuman logo dan data yang diperoleh.

• Penulis sepakat dengan pihak disbudpar menerapkan sistem kerja sama sistem jual putus (flat).

• Disbudpar menerima uang sebesar Rp.1.500.000 (hal ini diputuskan setelah melihat ketebalan buku,proyeksi pasar dan kredibilitas penulis). • Penulis dan dan dinas disbudpar melakukan penandatanganan surat

perjanjian kerjasama.

Estimasi Biaya :

Buku dijual seharga Rp.50.000 dan dicetak 1000 eksemplar.

35 

(47)

Keuntungan penulis 10% dari harga jual satuan buku jadi Rp.50.000 x 10% = Rp.5000

Keuntungan penulis sebelum dipotong pajak PPH Rp.5000 x 1000 eksemplar = Rp.5.000.000

Keuntungan di kurang pajak PPH 15% dari Rp.5.000.000 adalah Rp.750.000 Rp.5.000.000-Rp.750.000 = Rp.4.250.000

Keuntungan di kurangi kontrak putus dengan disbudpar Rp.4.250.000-Rp.1.500.000 = Rp.2.750.000

III.3 Konsep Visual

Konsep visual pada perancangan media informasi ini secara visual menggunakan teknik ilustrasi fotografi. Dengan gaya visual yang modern, sederhana dan mudah dipahami. Dalam pengertian umum, ilustrasi adalah sebuah visualisasi dari suatu tulisan. Ilustrasi dapat berupa sketsa, lukisan, vector graphic, foto, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan pada penjelasan tulisan dari pada bentuk. Pada dasarnya, ilustrasi dibuat untuk menjelaskan informasi yang terkandung di dalam teks. Dengan bantuan ilustrasi, diharapkan teks tersebut lebih mudah dicerna oleh pembacanya. Sedangkan fotografi adalah aktivitas seni seorang fotografer untuk mendapatkan hasil foto yang di inginkannya, sehingga pesan yang terkandung di dalamnya dapat tersampaikan. Maka ilustrasi fotografi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik fotografi,yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang dimaksud dari pada bentuk.Tujuan ilustrasi fotografi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah dicerna.

Teknik fotografi yang digunakan dalam pengambilan gambar adalah sudut pandang frontal. Sudut pandang frontal yaitu teknik pengambilan gambar dimana letak objek dan kamera berada pada posisi sejajar sehingga tercipta sebuah bentuk yang proposional. Kamera dan objek akan saling berhadap-hadapan sehingga seluruh badan seperti wajah, dada, dan tangan terlihat. Letak kamera yang sejajar dengan mata objek dibuat agar penonton merasa seperti melihat dan berhadapan secara langsung dengan objek. Selain pengambilan sudut pandang frontal dalam

36 

(48)

pengambilan gambar juga diambil dengan kemiringan 30 derajat, kemiringan ini dipilih agar memberi kesan dinamis pada objek gambar. Gaya visual modern yang digunakan cenderung mengedepankan kesederhanaan dan bersifat universal dengan fungsionalitasnya lebih diutamakan.

Buku ini secara khusus membahas secara mendalam mengenai sejarah perkembangan tari topeng menor dengan tampilah visual yang berupa ilustrasi fotografi dengan pemaparan secara deskriptif. Sifat buku ini sendiri lebih pada pendokumentasian dan melestarikan tarian tradisi agar tidak punah, dengan harapan tari topeng Menor dapat semakin dikenal kembali oleh masyarakat di daerahnya, khususnya generasi muda untuk berpartisipasi aktif dalam melestarikan, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan seni budaya daerahnya yang menjadi cerminan jati diri suatu bangsa. Ukuran buku yang digunakan memakai ukuran costum (22 cm x 21 cm) dan berisi 54 halaman. Pertimbangan menggunakan ukuran ini adalah agar buku bisa mudah untuk dibawa dan dibaca oleh masyarakat dan mahasiswa.

III.3.1 Format Desain

Ukuran buku yang digunakan memakai ukuran costum (22 cm x 21) dan 54 halaman. Pertimbangan menggunakan ukuran ini adalah agar buku bisa mudah untuk dibawa dan dibaca oleh masyarakat dan mahasiswa. Ukuran kertas yang digunakan untuk buku adalah 42cm x 29,7cm dalam ukuran kertas internasional yaitu A3. Ukuran ini dipilih selain memudahkan untuk dibawa dan efisien dalam penyimpanan, ukuran ini juga merujuk pada ukuran cetakan yang biasa digunakan oleh percetakan dan penerbit. Dasar ukuran cetak adalah A0 sebesar 841 x 1189mm, yang luasnya setara dengan satu meter persegi, maka untuk penggunaan ukuran A3 adalah seperdelapan dari A0.

37 

(49)

21cm 0,7cm 21cm

21cm

Gambar III.2 Ukuran desain cover buku

Gambar III.3 Sketsa Visual Gambar cover belakang

Barcode

Slogan

Alamat

Logo

Penulis dan sumber Judul

Gambar cover

38 

(50)

Gambar III.4 Visual cover buku

III.3.2 Tata Letak (layout)

Gaya visual modern yang digunakan dalam layout cenderung mengedepankan kesederhanaan dan keseimbangan kiri dan kanan serta bersifat universal dengan fungsionalitasnya lebih diutamakan. Dengan menggunakan arah baca pada umumnya, yaitu dari kiri ke kanan, selain itu juga memberikan “Sequence”, atau gerak mata, dimana pada desain layout buku ini adalah “zig-zag”, memberikan kesan dinamis dan tidak kaku (Rustan, 2009,100). Dalam buku ini “Sequence”, atau gerakan mata yang digunakan adalah “N” terbalik.

Elemen pengikat

Gambar  

Isi penjelasan Judul

Halaman Halaman

Gambar III.5 Tata letak isi buku

39 

(51)

Gambar III.6 Visual tata letak isi buku

Gambar III.7 Sketsa pembatas buku

Gambar III.8 Visual pembatas buku

40 

(52)

III.3.3 Tippografi

Jeniss huruf Belll Gothic Stdd light

dan penempataannya

i Rr

i

(53)

III.3.4 Warna

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Dalam desain grafis, warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Warna adalah suatu hal yang sangat berpengaruh secara psikologis seseorang, oleh karena itu warna yang terdapat pada buku ini harus dapat menyampaikan arti pesan yang ingin disampaikan. Warna yang dominan digunakan dalam perancangan buku ini adalah hitam yang memiliki arti klasik, modern, mistis, elegan dan warna putih yang memiliki makna suci, bersih, kebenaran, simple. Dua warna ini dipilih disesuaikan dengan filosofi tarian Topeng Menor yang memiliki unsur Magis bagi orang yang menanggapnya.

C : 0 C : 0

M : 0 M: 0

Y : 0 Y : 0

K : 100 K : 0

Gambar III.10 Warna yang digunakan media utama dan pendukung

Dalam proses produksi buku topeng Menor komposisi model warna yang digunakan adalah CMYK. Warna CMYK dipilih karena model pewarnaan ini yang umum dipergunakan dalam pencetakan berwarna proses cetak offset. CMYK merupakan singkatan dari cyan, magenta, yellow, key dan biasanya juga sering disebut sebagai warna proses atau empat warna. CMYK adalah sebuah model warna berbasis pengurangan sebagian gelombang cahaya (substractive color model), sedangkan warna RGB adalah model warna additive (warna pencahayaan) yang bertujuan sebagai pengindraan dan presentasi gambar dalam tampilan visual pada peralatan elektronik seperti komputer, televisi, dan fotografi. Warna RGB difungsikan untuk tampilan dimonitor komputer karena warna latar belakang komputer adalah hitam. Jadi warna red, green, blue atau disingkat RGB apabila dikombinasikan maka terciptalah warna putih inilah mengapa berfungsi sebagai warna dasar untuk berbagai intensitas cahaya untuk mencerahkan warna latar belakang yang gelap (hitam) sedangkan warna CMYK digunakan untuk

42 

Gambar

Tabel II.2 Aspek Filosofi dalam Tari Menor Dilihat dari Gerak Sumber: Buku revitalisasi Topeng Menor (20 Agustus 2011)
Gambar II.7 Foto penari Topeng Menor yang menarikan Topeng Rumyang Sumber: Dokumentasi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat
Tabel II.3 Hasil kuesioner
Gambar III.1 Media utama buku informasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari identifikasi masalah yang telah dijabarkan di atas maka fokus permasalahan terletak pada persepsi masyarakat yang terlalu dominan menganggap tari Topeng Cirebon

PEMBUATA BUKU ESAI FOTOGRAFI TARI PE DET SEBAGAI MEDIA PROMOSI WARISA BUDAYA BALI!.

Diharapkan penelitian ini bermanfaat, yang telah dilakukan dengan adanya pengembangan Tari Topeng dapat mewadahi pelestarian warisan budaya Cirebon dan perlu adanya

Dalam perspektif kajian budaya, penelitian ini mengangkat realitas lapangan secara empirik berkaitan dengan permasalahan (1) proses komodifikasi Tari Topeng Hitam

ekstrakurikuler berbasis kearifan lokal, maka program ekstrakurikuler kesenian tari topeng Cirebon di SDN 3 Arjawinangun sebagai pendidikan berbasis nilai budaya harus

Metode yang digunakan untuk meningkatkan promosi pariwisata Kota Cirebon dengan membuat perancangan promosi pariwisata budaya Kota Cirebon melalui Tari Topeng.. Media

Media buku esai fotografi dan pendukungnya dirancang sesuai dengan tema rumusan desain, yaitu artistik dari budaya kesenian Topeng Dalang sebagai kesenian tradisional

METAMORFOSIS BUDAYA SINKRETISME MENUJU SUFISTIK PADA TARI TOPENG LOSARI TAHUN 1950-1990 SKRIPSI Oleh: AWALIYATUN NURHIDAYAH 1708301038 JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS