• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien Dual Diagnosis (Napza-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien Dual Diagnosis (Napza-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT (RSKO)

JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

NURBANI ULFAH

NIM: 1110054100037

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i Nurbani Ulfah

1110054100037

Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien Dual Diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

Permasalahan utama pengguna NAPZA dengan gangguan kejiwaan adalah sulitnya mengkomunikasikan alasan mereka menggunakan obat-obatan dan mengungkapkan perasaan atas kondisi mereka terhadap Konselor atau Pekerja Sosial (Terapis). Keberadaan program art therapy bagi pasien NAPZA dengan gangguan kejiwaan (dual diagnosis) merupakan bagian dari psikoterapi sebagai terapi penunjang dalam bentuk seni untuk menyalurkan emosi, mengungkapkan perasaan mereka ketika komunikasi secara verbal sulit dilakukan, dan mengekspresikan diri mereka secara bebas guna meningkatkan kondisi mereka ke arah yang lebih baik dalam menjalani pemulihan. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien Dual Diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat secara keseluruhan mulai dari perencanaan, proses, hingga hasil dan dampak program. Manfaat keberadaan program art therapy untuk mengendalikan emosi pasien dan membantu proses pemulihan pasien.

Adapun metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penulis melakukan wawancara kepada tiga orang peserta, satu orang salah satu perwakilan dari keluarga pasien, dan empat orang yang mewakili manajemen Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Dalam pemilihan informan menggunakan purposive sampling. Kesimpulan akhir menggunakan triangulasi.

(6)

ii Assalamu’alaikum Wr.Wb

Sudah tidak terhingga kelalaian yang dilakukan penulis terhadap perintah dan larangan-Nya bahkan seringkali mempertanyakan tentang eksistensi-Nya. Namun penulis sangat mensyukuri karena ternyata Allah SWT masih sudi melimpahi penulis dengan keajaiban-keajaiban kecil-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos). Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penyusunan skripsi ini, diantaranya:

1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2. Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Ahmad

Zaky, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi, dan Dosen-Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu dan pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama masa perkuliahan dapat bermanfaat untuk masa yang akan datang.

(7)

iii

5. Agus Darmawan, S.Sos dan Syarifuddin, S.Sos selaku Pekerja Sosial di RSKO yang senantiasa membimbing dan membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian di RSKO.

6. Kedua Orang Tua tercinta Abdul Chotib dan Syamsiar serta adikku Albi Badawie dan Laily Amalia, atas doanya kepada Allah SWT, kasih sayang dan pengorbanan materi yang telah tercurah selama ini kepada penulis.

7. Umiku tercinta Hj. Rokibah dan tanteku Dra. Fitrianingsih yang selalu memberikan semangat dan banyak memberikan dukungan kepada penulis, baik moril maupun materil selama ini.

8. Keluarga besar dari Mamah dan Papa yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama ini.

9. Sahabatku Rahmawati (Sobh Yamma) yang telah setia selama sepuluh tahun ini menemani perjalanan hidup penulis dengan canda, tawa, suka maupun duka, dan selalu memberikan semangat kepada penulis selama ini.

10.M. Hafidz Umar yang telah memberikan perhatian, bantuan, dukungan dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

iv

Penulis senantiasa memanjatkan doa untuk kalian semua teman-teman dari Kesejahteraan Sosial semoga kelak kita dapat kembali dipertemukan dengan kesuksesan yang telah kita raih, Aamiin. Penulis menyadari terdapat berbagai kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis berharap semoga hasil yang disajikan dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 26 Agustus 2014

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metodologi Penelitian... 11

E. Tinjauan Pustaka... 29

F. Sistematika Penulisan ... 32

BAB II LANDASAN TEORI A. Evaluasi Program ... 34

1. Pengertian Evaluasi ... 34

2. Jenis-jenis Evaluasi ... 36

3. Kriteria Evaluasi ... 39

4. Desain Evaluasi ... 41

5. Indikator Evaluasi ... 42

6. Pengertian Program ... 44

7. Macam-macam Program ... 45

8. Tujuan Program ... 46

(10)

vi

2. Macam-macam Terapi ... 48

3. Pengertian Terapi Seni (Art Therapy) ... 54

4. Tujuan Art Therapy ... 58

5. Manfaat Art Therapy ... 58

C. Pasien Dual Diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) ... 60

1. Pasien ... 60

2. NAPZA ... 62

3. Pasien Dual Diagnosis (NAPZA- Skizofrenia) ... 67

D. Teori dan Peran Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Art Therapy ... 73

1. Teori Sistem ... 73

2. Peran Pekerja Sosial ... 74

BAB III PROFIL RSKO JAKARTA A. Latar Belakang Berdirinya RSKO ... 77

B. Visi dan Misi RSKO ... 79

C. Struktur Organisasi ... 79

D. Program RSKO ... 81

E. Jangkauan Layanan ... 88

F. SDM RSKO ... 89

G. Sarana dan Prasarana ... 90

H. Pola Pendanaan ... 91

I. Jejaring RSKO ... 92

BAB IV ART THERAPY BAGI PASIEN DUAL DIAGNOSIS (NAPZA-SKIZOFRENIA) DI RSKO JAKARTA A. Temuan Data ... 94

(11)

vii

B. Analisis Hasil Evaluasi Program.. ... 115

1. Evaluasi Input ... 115

2. Evaluasi Proses (Process) ... 123

3. Evaluasi Hasil (Outcomes) ... 128

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 135

B. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

(12)

viii

Tabel 1 : Teknik Pemilihan Informan……… 20

Tabel 2 : Indikator Evaluasi………... 44

Tabel 3 : Sumber Daya Manusia (SDM) RSKO………...…... 89

Tabel 4 : Jadwal Kegiatan Art Therapy………... 101

Tabel 5 : Jumlah Pasien Special Programme………... 129

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) adalah bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa, dan fungsi sosial.1 Susunan syaraf pusat atau fungsi otak merupakan bagian yang paling penting di dalam tubuh setiap manusia. Oleh karena itu, kerja tubuh manusia diatur sebaik mungkin menggunakan otak.

Tubuh manusia dapat menghasilkan suatu zat positif yang disebut endorphin atau dopamine, tepatnya berada di dalam otak. Hal tersebut dapat menciptakan rasa kesenangan maupun kesedihan pada dirinya sendiri. Namun, apabila seseorang mengkonsumsi NAPZA baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung), maupun disuntikkan ke permukaan kulit (intra vena) kesenangan atau kesedihan tersebut dihasilkan karena faktor eksternal negatif. Maka endorphin atau dopamine yang ada di dalam tubuh si pemakai menjadi tidak berfungsi kembali karena telah dirusak dan digantikan posisinya dengan zat-zat adiktif tersebut.

Penelitian yang dilakukan Hawari membuktikan bahwa penyalahgunaan NAPZA menimbulkan dampak antara lain merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang halal dan yang haram, perubahan

1Iis Lestari, “Narkoba dan NAPZA serta Psikotropika,” artikel diakses pada

(14)

mental dan perilaku menjadi anti-sosial (psikopat), merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindak kekerasan lainnya, serta berakhir pada kematian yang sia-sia.2

Agama Islam telah mengatur dengan baik tujuan hidup manusia sebagai anggota masyarakat, yakni terbentuknya kehidupan masyarakat yang sejahtera dan damai. Terdapat beberapa ayat al-Quran dan Hadits yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan termasuk narkoba. Pada zaman Rasulullah SAW, zat berbahaya yang paling populer memang baru minuman keras (khamar). Seiring perkembangan dunia Islam, khamar kemudian bermetamorfosa dalam bentuk yang canggih atau yang lazim disebut narkotika/narkoba. Untuk itu, larangan mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan adalah sama dengan larangan mengkonsumsi narkoba.3 Sebagaimana yang dijelaskan dalam Sȗrah al-Maidah/5: 90 dan 91 berikut:4

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

2

Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima yasa, 2004), edisi III, h. 267.

3Muhammad Abduh Tuasikal, “Narkoba Dalam Pandangan Islam,” artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/narkoba-dalam-pandangan-islam.html

(15)

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” Narkotika merupakan obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau menjualnya akan dikenakan sanksi yang terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu, didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.5

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi melindungi segenap Bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada perdamaian abadi dan keadilan sosial.6 Untuk mencapai hal tersebut dan menjaga kelangsungan pembangunan dalam suasana aman, tentram, tertib, dan dinamis baik dalam lingkungan Nasional maupun Internasional perlu ditingkatkan pengendalian terhadap hal-hal yang dapat mengganggu kelangsungannya, antara lain terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

5Dedi, “Dampak Langsung dan Tidak Langsung Penyalahgunaan Narkoba,” artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/dampak-langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba

6

(16)

Faktanya penyalahgunaan NAPZA saat ini telah mencapai situasi yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan data dari penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Puslitkes UI prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2011 meningkat sebesar 2,2 persen, sementara tahun 2013 bisa meningkat 2,56 persen dan 2015 bisa melonjak 2,80 persen.7 Tidak hanya melibatkan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan kalangan Mahasiswa, namun kini telah merambah ke kalangan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Dasar (SD). Maka tingkatan frekuensi pemakaian NAPZA semakin tinggi, begitu pula dengan angka kematian yang terus meningkat karena Over Dosis (OD) bahkan menderita HIV/AIDS pada penggunaan narkoba suntik.

Dampak penyalahgunaan NAPZA sebagian besar mengarah pada gangguan psikis seseorang. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) menyatakan bahwa gejala psikiatri yang timbul adalah cemas, depresi dan halusinasi. Penelitian yang dilakukan di USA menunjukkan lebih dari 50% penyalahgunaan NAPZA non alkohol mengidap paling tidak satu gangguan psikiatri antara lain:

1) 26% mengalami gangguan alam perasaan seperti depresi (sedih, muram, tertekan), mania (kegelisahan, kemarahan, kekalutan atau kebingungan yang berlebihan).

2) 26% gangguan ansietas (kecemasan berlebihan).

3) 18% gangguan kepribadian antisosial (tidak perduli dengan hak orang lain). 4) 7% skizofrenia (gangguan otak yang rumit/kronis)

7

(17)

Mereka dengan penyalahgunaan alkohol sebanyak 37% mengalami komordibitas psikiatri (gangguan psikis lain).

Berdasarkan data DepKes, saat ini terdapat lebih dari 3,5 juta pecandu narkoba di Indonesia. Sebagian besar diantaranya 43%-67% mengalami Gangguan Diagnosis Ganda (GDG).8

Menurut Sciacca seperti yang dikuti oleh Johny Bayu Fitranta, Dual diagnosis adalah adanya kombinasi segala bentuk penyakit maupun disabilitas (termasuk disabilitas sensoris, fisik dan intelektual), gangguan mental dan penyalahgunaan zat. Definisi lain dari Daley dan Moss seperti yang dikutip oleh

Johny Bayu Fitranta, istilah dual diagnosis adalah dimana seseorang memiliki gangguan penggunaan zat yang mendampinginya, seperti: depresi, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang, fobia, sosial dan gangguan lainnya. Gejala-gejala dari satu kondisi dapat menutupi gejala dari kondisi lainnya atau malah makin memperburuk kondisi lain tersebut.9

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ), dual diagnosis, yakni sindrom klinis atau gangguan mental menyangkut kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis. Gangguan klinis dalam hal ini termasuk ke dalam gangguan yang berhubungan dengan obat dan NAPZA, termasuk gangguan penggunaan alkohol, gangguan penggunaan amphetamin,

8Universitas Sumatera Utara (USU), “Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa,” artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari

(18)

gangguan yang dipicu oleh penggunaan cannabis (ganja), gangguan yang dipicu oleh anxiolitic, hipnotic, dan sedatif (obat penenang). 10

Upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA secara komprehensif adalah melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu Supply Control, Demand Reduction, dan Harm Reduction.11 Termasuk upaya Supply Control adalah penegakkan hukum, pencegahan penyelundupan dan peredaran NAPZA; termasuk

Demand Reduction adalah upaya di bidang prevensi, terapi dan rehabilitasi.12 Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka tidak ada istilah terlambat untuk memerangi NAPZA dengan strategi Supply Control dan Demand Reduction yang dijalankan secara konsekuen, konsisten, dan berkesinambungan, hal ini mengingat bahwa sebagian besar (90%) korbannya adalah remaja anak bangsa yang merupakan generasi penerus bangsa dan negara yang merupakan kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk melindungi masa depannya.13

Upaya Demand Reduction salah satunya adalah dengan cara terapi. Terapi adalah perlakuan (treatment) yang ditujukan terhadap penyembuhan suatu kondisi psikologis individu. Pada beberapa tempat rehabilitasi menawarkan berbagai macam bentuk terapi, salah satu bentuk terapi dalam proses rehabilitasi adalah art therapy. Dalam proses kegiatan art therapy, pasien diberikan layanan

10

Rusdi Maslim, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa; Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, h. 41.

11

Harm Reduction sebutan bagi Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan NAPZA. Harm Reduction adalah sebuah pendekatan praktis pragmatis yang salah satu tujuannya agar penasun tidak menularkan atau tertular HIV?AIDS atau penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pertukaran jarum suntik.

12Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, h. 268 13

(19)

dan bimbingan seni yang terdiri atas proses komunikasi non-verbal melalui garis, bentuk, dan warna; ekspresi dari ide dan perasaan.

Fenomena yang terjadi di Amerika Serikat (AS), seni lukis pasir sebagai

coping digolongkan dalam strategi penyelesaian masalah termasuk dalam kategori

art therapy. Menurut Michael Levin seperti yang dikutip oleh Arsepta Kurnia Sandra, Art therapy adalah disiplin ilmu yang kuat yang digunakan dalam pengobatan gangguan mental atau saraf dan untuk meningkatkan kualitas kehidupan.14

Rehabilitasi dengan art therapy sebagai wadah penyaluran kreatifitas dan pengalihan pasien kepada NAPZA untuk tidak mengkonsumsi kembali. Terkadang pasien sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan sehingga tidak sedikit pasien yang berbakat, kemampuan minat dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik. Pasien seperti ini tidak dapat mencapai perkembangan rehabilitasi secara optimal, mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa, terutama terapis atau konselor dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.15

Sebagai upaya penanganan bagi korban penyalahgunaan NAPZA khususnya bagi penderita dual diagnosis yang disebabkan karena ketergantungan obat atau narkotika, salah satunya yakni mendirikan panti rehabilitasi maupun rehabilitasi berbasis rumah sakit yang memiliki program terapi-terapi untuk memulihkan kesehatan dan menyalurkan bakat kemampuan di bidang seni.

14Arsepta Kurnia Sandra, “Art Therapy”,

artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http://www.goodtherapy.org/art-therapy.html

15

(20)

Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) merupakan rumah sakit yang menangani dan mengobati para korban penyalahgunaan NAPZA yang terletak di Jalan Lapangan Tembak Nomor. 75 Cibubur, Jakarta Timur. RSKO menggunakan program art therapy sebagai alternatif dalam merehabilitasi pasien penyalahgunaan NAPZA khususnya bagi pasien dual diagnosis. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Pekerja Sosial di RSKO, pada tanggal 20 Mei 2014 jumlah seluruh pasien rehabilitasi di RSKO sebanyak 37 orang. Dari keseluruhan jumlah pasien yang di rehabilitasi, pasien yang dual diagnosis sebanyak 15 orang. Pasien dual diagnosis yang menjalani pemulihan di RSKO berjenis kelamin laki-laki dan rata-rata usianya diatas 20 tahun. RSKO menyediakan fasilitas dan program bagi pasien dual diagnosis untuk meningkatkan kemampuan serta perubahan sikap dan mental positif.

Penulis tertarik meneliti RSKO karena pelaksanaan program art therapy

di RSKO dikhususkan bagi pasien dual diagnosis. Penulis juga ingin mengetahui lebih dalam tentang program art therapy di RSKO terkait dengan evaluasi program tersebut terhadap pemulihan pasien dual diagnosis. Selain itu, alasan penulis tertarik meneliti tentang program art therapy karena belum ada kajian literatur program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang meneliti program art therapy bagi pasien dual diagnosis.

(21)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis membatasi permasalahan pada: Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien

Dual Diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat secara keseluruhan mulai dari perencanaan, proses, hingga hasil dan dampak dari pelaksanaan kegiatan program art therapy terhadap pasien dual diagnosis,

yakni pasien NAPZA yang mengalami gangguan kejiwaan (Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah pokok sebagai berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan program art therapy bagi pasien dual diagnosis

(NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta? b. Bagaimana hasil evaluasi program art therapy bagi pasien dual

diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program

(22)

a. Untuk mengetahui pelaksanaan program art therapy bagi pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

b. Untuk mengetahui hasil evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Akademik:

a) Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya Ilmiah.

b) Memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswa/mahasiswi Jurusan Kesejahteraan Sosial yang tertarik terhadap permasalahan NAPZA terkait dengan pasien dual diagnosis dan sebagai tambahan bacaan bagi yang berminat membahas dampak program dalam penanganan pasien dual diagnosis.

c) Memberikan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan evaluasi program dalam penanganan pasien dual diagnosis.

2. Secara Praktis:

(23)

b) Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai evaluasi program

art therapy bagi pasien dual diagnosis.

c) Untuk menambah wawasan bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya dan para calon pekerja sosial agar mendapat gambaran umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan program penanganan pasien dual diagnosis.

D. Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi yang diambil oleh penulis untuk melakukan penelitian bertempat di Jalan Lapangan Tembak Nomor 75 Cibubur Jakarta Timur tempat dimana program art therapy bagi pasien dual diagnosis dilaksanakan.

Untuk memasuki lokasi penelitian penulis melakukan penjajakan ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta kemudian meminta perijinan untuk melakukan penelitian lalu penulis menyerahkan surat pengantar resmi dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilakukan sejak 1 April 2014 hingga 30 Mei 2014.

(24)

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisa data secara kualitatif dan menafsirkannya secara kualitatif. Penulis dapat memiliki data yang akurat dari pelaksanaan program

art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Penulis bermaksud untuk meneliti secara mendalam mengenai pelaksanaan program art therapy dan evaluasi program art therapy

bagi pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

Pengertian kualitatif menurut Strauss dan Corbin seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.16

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, pada mulanya bersumber pada pengamatan

16

(25)

kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Pengamatan kualitatif melibatkan pengukuran tingkatan (perhitungan atau angka) suatu ciri tertentu. Di pihak lain kualitas menunjuk pada segi alamiah yang dipertentangkan dengan jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.17

Sedangkan dalam penelitian sosial, dikenal adanya dua metodologi (proses, prinsip dan prosedur yang ditempuh seorang peneliti dalam mendekati permasalahan dan mencari jawabannya) yang dikenal dengan istilah kualitatif dan kuantitatif.18

Menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kirk dan Miller seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.19

Menurut Nawawi dalam bukunya Instrumen Penelitian Bidang Sosial, pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu

17

Lexy J. Moleong, Metodologi Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 9.

18

Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Penerbit Karunika, 1998), h. 31. 19

(26)

objek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan mejadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.20

Menurut Prof. Dr. Sugiyono dalam Metode Penelitian Pendidikan mendefinisikan metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai istrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif (kualitatif) dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.21

Menurut beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat.

3. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah jenis penelitian metode evaluasi.

20

Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada Universitiy, 1992). h. 209

21

(27)

Metode evaluasi adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program atau untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan suatu program. Manfaat metode evaluasi adalah untuk memberikan rekomendasi pelaksanaan program yang lalu dan untuk memperbaiki pelaksanaan program yang akan dilaksanakan berikutnya.22

Pada tahap evaluasi dalam praktik Pekerjaan Sosial, Pekerja Sosial berupaya untuk menciptakan suatu prosedur yang dapat diterima sebagai objek evaluasi atau penilaian atas apa yang terjadi. Pada tahap evaluasi, Pekerja Sosial dapat mengetahui ketepatan intervensi yang diterapkan, selain itu Pekerja Sosial dapat memonitor faktor-faktor yang membawa keberhasilan dan mengakibatkan kegagalan.

Evaluasi telah didefinisikan sebagai “kumpulan data tentang hasil

sebuah program aksi yang berhubungan dengan tujuan-tujuan dan objektif

yang ditetapkan setelah implementasi program tersebut”. Lembaga lebih

cenderung untuk ditanya guna mempertanggungjawabkan dalam hubungan program-programnya. Pekerja Sosial bertanggung jawab kepada klien individu dan kepada lembaga. Seorang Pekerja Sosial perlu memiliki pengetahuan tentang metode-metode dan teknik-teknik riset sosial. Evaluasi merupakan suatu kegiatan terus menerus selama proses perubahan berencana berlangsung. Dalam meninjau kembali dan mengevaluasi tugas-tugas dan penyebaran perubahan pengetahuan Pekerja Sosial terdapat prinsip-prinsip Pekerjaan Sosial, yaitu:23

22

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 144.

23Denti Kardenti, “Metode

(28)

a. Dalam proses peninjauan kembal dan evaluasi, Pekerja Sosial harus membuat pendapat-pendapat dengan memperhatikan variabel-variabel penting bagi permasalahan, bagi individu klien dan situasi, dan bagi sistem ekologi secara keseluruhan.

b. Pekerja Sosial harus menilai hasil baik proses dan hasil yang objektif dalam pernyataan-pernyataan yang ditetapkan empiris dan ukuran bertingkah laku.

c. Evaluasi harus objektif dan juga disetujui klien.

d. Ukuran-ukuran dan prosedur-prosedur yang diseleksi hendaknya realistis dan tepat untuk sasaran Pekerjaan Sosial.

e. Pekerja Sosial harus siap memberikan sumbangan dalam program intervensi.

f. Pendekatan yang paling baik selama evaluasi adalah setelah mendapatkan keterangan.

Dalam evaluasi program pelayanan kesejahteraan sosial, Pekerja Sosial melakukan kegiatan:24

a. Menyusun rancangan evaluasi program pelayanan, b. Instrumen evaluasi program pelayanan,

c. Melaksanakan evaluasi program pelayanan,

d. Menyusun laporan hasil program evaluasi pelayanan, dan e. Mensosialisasikan laporan hasil evaluasi program pelayanan.

24

(29)

Jadi, metode evaluasi sangat dibutuhkan untuk menilai keberhasilan dan keefektifan pelaksanaan suatu program. Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan, maka dalam penelitian ini akan menggambarkan tentang evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

4. Sumber dan Data

Menurut Lofland Husaini seperti yang dikutip oleh Usman dan Purnomo Setiady Akbar, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.25

Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.26

Sumber yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik dari wawancara maupun observasi. Adapun data yang penulis dapat

25

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004) Cet ke-20. h. 122.

26

(30)

peroleh dari pekerja sosial, dokter jiwa, konselor, salah satu perwakilan keluarga pasien, dan pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) yang dapat diajak berkomunikasidi RSKO Jakarta.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian maupun instansi yang terkait lainnya, data-data ini diperoleh dari berbagai tulisan atau informasi lainnya yang telah ada sebelumnya.

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Relevansi yaitu need assessment, tujuan visi-misi program art therapy di RSKO, input (sumber daya manusia dan fasilitas), dan eksplorasi terkait konsistensi program art therapy di RSKO dalam mencapai tujuan.

b. Efektifitas yaitu target program art therapy di RSKO, SOP, eksplorasi dan observasi kondisi aktual.

c. Efisiensi, yaitu output program art therapy (layanan/kegiatan program, tindakan medis dan jumlah pasien) dan input (pendamping, tenaga medis, waktu dan pendanaan).

d. Dampak, yaitu output program art therapy bagi pasien dual diagnosis di RSKO, analisa perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien. e. Kesinambungan, yaitu lanjutan program, evaluasi teknis dan kualitas,

(31)

5. Teknik Pemilihan Informan

Pemilihan informan bertujuan mempermudah peneliti sehingga tidak perlu menjadikan keseluruhan populasi sebagai informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, orang tersebut harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian.27

Dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yang terpenting disini bukanlah jumlah informan, melainkan potensi dari tiap kasus untuk memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.

Menurut Spradley dalam buku Moleong, informan harus memiliki beberapa kriteria sebagai pertimbangan pemilihan informan, yaitu:

1. Subjek telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian yang biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi secara lugas tentang sesuatu yang ditanyakan.

2. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.

3. Subjek memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi.

27

(32)

4. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu dan relatif masih lugu dalam memberikan informasi.28

Berikut ini tabel informan dan objek yang terpilih dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.

Tabel 1

Rancangan Penelitian

No Informan Informasi Yang Dicari Jumlah

1. Pekerja Sosial Mengetahui keseluruhan program dan pelaksanaan program art therapy

bagi pasien dual diagnosis di RSKO.

2 orang

2. Dokter Kejiwaan Kondisi pemulihan pasien dual diagnosis secara medis.

Pelaksanaan program art therapy dan manfaat yang didapatkan dari program tersebut. dampak pasien selama menjalani pemulihan di RSKO.

1 orang

Teknik purposive (bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi.29 Dalam hal ini, tentang program art therapy bagi

28

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) cet-ke 26 edisi revisi h. 222.

29

(33)

pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

Penulis akan menggali data yang seluas-luasnya dari pihak-pihak yang terlibat program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, pihak-pihak tersebut antara lain: Pekerja Sosial selaku pelaksana program art therapy, Dokter Kejiiwaaan yang menangani pemulihan (pengobatan) pasien dual diagnosis, para Konselor yang mengontrol kegiatan seluruh pasien rehabilitasi, para pasien dual diagnosis, dan salah satu perwakilan dari keluarga pasien dual diagnosis.

6. Instrumen dan Alat Bantu

Dalam penelitian kualitatif-naturalistik penulis akan lebih banyak menjadi instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan key instruments. Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.30

Instrumen diperlukan untuk mengevaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Bentuk instrumen adalah pertanyaan. Untuk itu dapat digunakan sebagai pedoman wawancara dan observasi.

7. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

30

(34)

a. Observasi

Observasi, yaitu mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian untuk mengetahui gejala-gejala yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti dengan harapan akan memperoleh suatu kelengkapan data.

Observasi atau pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan atau observasi. Menurut Bogdan seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, mendefinisikan secara tepat observasi atau pengamatan berperan serta sebagai peneliti yang mencirikan interaksi secara sosial memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.31

Observasi ini dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta untuk mendapatkan data seputar penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi partisipatif, yaitu sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh warga yang ditelitinya.32 Selain itu penulis juga menggunakan observasi tak berstruktur, yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang menarik, melakukan analisis, dan

31

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 194. 32

(35)

kemudian dibuat kesimpulan.33 Sedangkan tahapan penelitian penulis menggunakan observasi terfokus, dimana peneliti observasi telah dipersempit untuk memfokuskan aspek tertentu.

Penulis mengadakan pengamatan dan penelitian secara langsung di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Observasi dilakukan untuk mengetahui program-program yang dijalankan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, khususnya pelaksanaan program art therapy

bagi pasien dual diagnosis. b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka. Dengan wawancara, proses wawancara data yang diperoleh dapat langsung diketahui objektivitasnya karena dilaksanakan secara tatap muka.34

Wawancara ini dilakukan karena penulis bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti. Dalam hal ini, penulis menggunakan wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya akan diajukan telah ditetapkan oleh peneliti sendiri secara jelas dalam suatu bentuk catatan.

Selain dengan wawancara mendalam penulis juga menggunakan jenis wawancara pembicaraan informal, dalam jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara, jadi bergantung pada

33

Ghony dan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 174. 34

(36)

spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.35

Dalam wawancara penulis melakukan tanya jawab terhadap Pekerja Sosial, Dokter Kejiwaan, Konselor, pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) yang dapat diajak berkomunikasi, dan salah satu perwakilan

keluarga pasien yaitu Ibu klien “IW”.

c. Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan yang tertulis atau foto sehingga dengan adanya bantuan dokumen penulis terbantu mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian.

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, lain dari record

yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyelidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.36

Adapun dokumentasi yang terdapat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan penulis jadikan sumber penelitian adalah berupa dokumentasi internal, yaitu buku rekam medik pasien dan dokumentasi eksternal yaitu brosur, leaflet, artikel dan lain-lain.

35

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-26 edisi revisi, h. 187.

36

(37)

8. Teknik Analisis Data

Setelah data-data diperoleh berdasarkan teknik pengumpulan data, maka selanjutnya penulis akan melakukan klasifikasi data mengenai evaluasi program art therapy.

Menurut Bogdan dan Biklen seperti yang dikutip oleh Prasetya Irawan, analisis data adalah proses mencari dan mengatur data secara sistematis transkrip interview, catatan dilapangan, dan bahan-bahan lain yang didapatkan, yang kesemuanya itu dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti (terhadap suatu fenomena) dan membantu peneliti untuk menginterpretasikan penemuannya kepada orang lain.37

Didalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dengan pengumpulan data, berikut ini adalah prosedur analisis data penelitian kualitatif menurut Irawan yang digunakan dalam penelitian ini:38

a. Pengumpulan data mentah

Tahap pengumpulan data mentah dilakukan melalui wawancara, observasi lapangan dan kajian pustaka.

b. Transkrip data

Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari pengumpulan data mentah diubah ke bentuk tertulis seperti yang diketik persis seperti apa adanya (verbatim).

c. Pembuatan koding

37

Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Depok: FISIP UI, 2006), h. 73.

38

(38)

Pada tahap ini, bagian-bagian tertentu dari transkrip yang sudah dibuat sebelumnya, merupakan hal-hal yang penting dan dapat menjadi kata kunci diberikan kode.

d. Kategorisasi data

Yang dimaksud dengan kategorisasi data adalah peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara mengikat konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang dinamakan kategori.

e. Penyimpulan sementara

Sampai tahap ini, peneliti sudah boleh mengambil kesimpulan, meskipun masih bersifat sementara, dimana kesimpulan tersebut sepenuhnya harus berdasarkan data.

f. Penyimpulan akhir

Untuk sampai pada tahap ini, ada kemungkinan peneliti akan mengulangi langkah satu sampai langkah enam berkali-kali, sebelum peneliti mengambil kesimpulan akhir dan mengakhiri penelitiannya. Kesimpulan akhir diambil ketika peneliti sudah merasa bahwa data sudah jenuh (saturated) dan setiap penambahan data baru hanya berarti ketumpangtindihan (redundant).

Dari hasil analisis tersebut akan didapatkan jawaban atas pertanyaaan penelitian ini serta mampu memberikan penilaian evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

(39)

Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data.39

Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodologi Kualitatif untuk menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi, dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzim dan Moleong membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Data yang terkumpul kemudian dicek kebenarannya melalui sumber lain, yaitu dengan cara menanyakan pada orang luar responden yang dianggap mengetahui permasalahan tersebut.

Triangulasi dengan sumber, hal ini dapat diacapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan

39

(40)

menengah, orang berada, pemerintah, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkait.

Triangulasi dengan metode, (1) pengecekan dengan kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Triangulasi teori, hal ini dapat dilakukan secara induktif atau secara logika, secara induktif dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data yang barangkali mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya.40

Menurut Susan Stainback seperti yang dikutip oleh Sugiyono, tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.41

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian.

10. Teknik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, dan disertasi). Diterbitkan

oleh CeQDA (Center For Quality Development amd Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun 2007.42

40

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Rosda Karya, 2001), h. 330.

41

Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 85. 42

(41)

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini. Adapun tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu:

1. Nama : Siti Mutmainah NIM : 104052001996

Judul : Pelaksanaan Terapi Seni Dalam Pengembangan Kreatifitas Pasien NAZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur. Skripsi S.1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Di dalam skripsi ini penulis melihat dari penerapan kegiatan terapi seni terkait dengan pengembangan kreatifitas pasien yang dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur.

Perbedaan penelitian Siti Mutmainah dengan penulis, yaitu dalam penitikberatan masalah, Siti Mutmainah cenderung pada pelaksanaan terapi seni dalam mengembangkan kreatifitas pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Sedangkan penulis, menitikberatkan pada evaluasi program art therapy

(42)

2. Nama : Lidya Melawati NIM : 107054102667

Judul : Evaluasi Program Layanan Kesehatan Rumah Bersalin Gratiis (RBG) bagi Orang Miskin di Jakarta Timur. Skripsi S.1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Di dalam skripsi ini penulis melihat dari evaluasi program pelayanan Rumah Sakit Bersalin Jakarta Timur terhadap masyarakat miskin yang diberikan secara gratis. Sedangkan penulis fokus pada evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

3. Nama : Fitrah Mulyana NIM : 106054102071

Judul : Aplikasi Art Therapy Karoke Bersama Terhadap Psikososial Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo Jakarta Timur. Skripsi S.1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Di dalam skripsi ini penulis melihat aplikasi art therapy karoke bersama terhadap psikososial warga binaan sosial di Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo, Jakarta Timur.

(43)

Karya Wanita. Sedangkan penulis meneliti tentang evaluasi program art therapy

bagi pasien dual diagnosis (NAPZA-Skizofrenia) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Peneliti mencoba memahami dan mencari perbedaan art therapy yang dilakukan di RSKO dengan lembaga lain.

4. Nama : Suryati

NIM : 108054100009

Judul : Evaluasi Program Unit Usaha Bisnis Barang Bekas Berkualitas

(BARBEKU) di Yayasan Imdad Mustadh’afin (YASMIN)

Cirendeu. Skripsi S.1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

(44)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Landasan Teori terdiri dari evaluasi program: pengertian evaluasi, tujuan dan pentingnya evaluasi, model evaluasi, pendekatan evaluasi, desain evaluasi, dan indikator evaluasi. Program: pengertian program, macam-macam program, tujuan program, dan tahapan program. Art therapy: pengertian art therapy, tujuan art therapy, manfaat art therapy, dan jenis-jenis terapi. Pasien NAPZA Dual Diagnosis: pengertian pasien, pengertian NAPZA, karakteristik pasien NAPZA dan Dual diagnosis: pengertian dual diagnosis (skizofrenia), dan penyebab gangguan jiwa (dual diagnosis). Teori dan Peran Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan art therapy.

BAB III. Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta terdiri dari latar belakang berdirinya RSKO, visi dan misi RSKO, struktur organisasi, program RSKO, jangkauan layanan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pola pendanaan, dan jejaring RSKO.

(45)

yang merupakan analisa hasil penelitian tentang evaluasi program tersebut. Sebagai analisa adalah konsep-konsep dan kerangka pemikiran yang tercantum BAB II.

(46)

34 A. Evaluasi Program

1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi secara etimologi dalam kamus ilmiah populer adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentu nilai.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata evaluasi diartikan dengan penilaian.2

Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Secara umum dikenal dua tipe evaluasi, yaitu evaluasi terus-menerus (on-going evaluation) dan evaluasi akhir ( ex-post evaluation).3

Tipe evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu, misalnya per triwulan atau per semester selama proses implementasi (biasanya pada akhir phase atau tahap suatu rencana). Tipe evaluasi yang kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana. Evaluasi biasanya lebih difokuskan pada pengidentifikasian kualitas program. Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program.4

Menurut Suharsimi Arikunto seperti yang dikutip oleh Nana Mintarti, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

1

Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popoler (Surabaya: Arloka, 1994), h. 163.

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balaik Pustaka, 1998), h. 238.

3

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005)

4

(47)

bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi yang berguna bagi

decision maker (pembuat keputusan) untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.5

Menurut Scriven seperti yang dikutip Farida Yusuf Tayibnapis, orang pertama yang membedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama. Fungsi evaluasi formatif, yaitu evaluasi untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi evaluasi sumatif, yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan.6

Kemudian Stufflebeam seperti yang dikutip oleh Farida membedakan evaluasi sesuai diatas, yaitu practive evaluation untuk melayani pemegang keputusan dan retroactive evaluation untuk keperluan pertanggungjawaban. Jadi, evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.7

Evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap segala macam pelaksanaan program agar dapat diketahui secara jelas apakah sasaran-sasaran yang dituju sudah dapat tercapai atau belum. Segala bentuk program apapun

5

Nana Mintarti, dkk., Zakat & Empowering, Kajian Perumusan Performance Indicator bagi Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Zakat (Jurnal Pemikiran dan Gagasan, vol. 2, Juni 2009), h. 23.

6

Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen, Evaluasi untuk Program pendidikan dan Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 4.

7

(48)

baik itu dalam bentuk profit dan non profit (nirlaba) dalam pelaksanaan manajerialnya sangatlah diisyaratkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Fungsi pengawasan dalam suatu organisasi pada umumnya terkait dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation).8

Definisi evaluation (evaluasi) menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)/Development Assistance Committe (DAC) seperti yang dikutip oleh Purwa Uditomo adalah penelitian sistematis dan objektif terhadap sebuah proyek, program atau kebijakan yang telah selesai atau masih berlangsung, serta rancangan, implementasi dan hasilnya. Tujuannya adalah untuk menentukan relevansi dan realisasi tujuan, efisiensi pembangunan, efektivitas, dampak dan keberlanjutan.9

Menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan evaluasi adalah proses sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga interpretasi (menafsirkan) data atau informasi yang diperoleh melalui pengukuran.

2. Jenis-jenis Evaluasi

Menurut Pietrzak, dkk didalam buku Isbandi Rukminto Adi mengemukakan tiga tipe evaluasi, yaitu evaluasi input (inputs), evaluasi proses (process), dan evaluasi hasil (outcomes). Ketiga jenis penelitian tersebut dijelaskan sebagai berikut: 10

a. Evaluasi Input memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Ada tiga unsur (variabel) utama yang terkait

8

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Pratis (Jakarta: FEUI Press, t.t), h. 187.

9

Purwa Uditomo, dkk., Zakat & Empowering, Evaluasi dan Kaji Dampak Program Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (Jurnal Pemikiran dan Gagasan, vol. 2, Juni 2009), h. 70.

10

(49)

dengan evaluasi input adalah klien, staf, dan program. Variabel klien meliputi karakteristik demografi klien, seperti susunan (konstelasi) keluarga dan beberapa anggota yang ditanggung. Variabel staf meliputi aspek demografi dari staf, seperti latar belakang pendidikan staf dan pengalaman staf. Sedangkan variabel program meliputi aspek tertentu seperti lamanya waktu yang diberikan, dan sumber-sumber rujukan yang tersedia. Dalam kaitan dengan evaluasi input program, terdapat 4 kriteria yang dapat dikaji baik sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan. Kriteria tersebut adalah (1) Tujuan dan objektif; (2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas; (3) Standar dari suatu „praktek yang baik’; dan (4) biaya per unit layanan. Pertanyaan kunci yang ingin dijawab melalui evaluasi input ini adalah:

 Sejauh mana karakteristik penerima layanan benar-benar sesuai

dengan tujuan pelayanan yang ditetapkan lembaga?

 Sampai tingkat mana para staf memiliki kualifikasi yang sesuai

untuk memberikan layanan?

 Apakah lembaga bisa dengan mudah, nyaman dan murah

memberikan pelayanan?

b. Evaluasi process, memfokuskan diri pada penilaian dinamika internal dan pengoperasian program. Dalam evaluasi ini yang dinilai adalah perjalanan operasi lembaga dan kualitas layanan yang diberikan. Aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien

dengan staf “terdepan” (line staf) yang merupakan pusat dari pencapaian

(50)

pemberian layanan dari suatu program. Evaluasi proses berupaya menganalisa dan menilai keseluruhan proses berdasarkan kriteria yang

relevan seperti: „standar praktek terbaik’ (best practice standard),

kebijakan lembaga, tujuan proses (process goals) dan kepuasan klien. pertanyaan kunci yang ingin dijawab dalam evaluasi ini adalah:

 Apa yang dilakukan?

 Seberapa baik itu dilakukan?

 Apakah yang dilakukan itu adalah yang ingin dilakukan?

c. Evaluasi outcomes, diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak

(overall impact) dari suatu program terhadap penerima layanan

(recipients). Pertanyaan utama yang muncul dari evaluasi ini adalah: bila suatu program telah berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima layanan akan menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini seorang evaluator akan mengkonstruksikan kriteria keberhasilan dari suatu program. Kriteria keberhasilan ini akan dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan suatu program (program oriented) ataupun pada terjadinya perubahan perilaku pada klien (client oriented). Pertanyaan kunci yang ingin dijawab dalam evaluasi ini adalah:

 Seberapa baik program berjalan?

 Apakah tujuan pelayanan pada klien tercapai pada tingkat yang

sesuai dengan yang diharapakan?

(51)

 Apakah ada layanan tertentu yang diberikan lebih banyak

dibandingkan dengan layanan lainnya?

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis evaluasi yang didalamnya terdapat kriteria sebagai berikut:

1. Evaluasi input (inputs)

Untuk evaluasi input yang digunakan adalah relevansi, biaya layanan program, standar pemberian program yang baik, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

2. Evaluasi proses (process)

Untuk evaluasi proses yang digunakan adalah ketersediaan peralatan, ketersediaan modul, ketersediaan pasien, dan ketersediaan staff atau terapis (SDM).

3. Evaluasi hasil (outcomes)

Untuk evaluasi hasil yang digunakan adalah efektifitas dan dampak (overall impact).

3. Kriteria Evaluasi

Istilah pendekatan evaluasi ini diartikan sebagai beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana dilakukan, dengan kata lain tujuan dan prosedur evaluasi.

Pendekatan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)11 mengembangkan evaluasi ini dengan logical framework sebagai alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan rancangan pelaksanaan program yang melibatkan pengidentifikasian

11

(52)

unsur strategis (masukan, keluaran, hasil, dampak) dan hubungan sebab-akibat unsur-unsur strategis tersebut, berbagai indikator dan asumsi atau resiko yang mungkin mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan. Secara sederhana, evaluasi ini memuat lima kriteria evaluasi yaitu:

1) Relevansi (relevance) didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana (tujuan) suatu program sejalan dengan persyaratan penerima manfaat, kebutuhan, prioritas, kebijakan mitra dan donor. Pada dasarnya relevansi merupakan jawaban dari kebermanfaatan dan kedayagunaan.

2) Efektifitas (effectiveness) ialah jangkauan sejauh mana tujuan dan target program tercapai, atau diharapkan tercapai, dengan mempertimbangkan arti penting relatifnya. Secara eksplisit, efektifitas adalah hubungan antara output (produk dan jasa) dengan outcome (manfaat dan diharapkan dari sasaran atau penerima manfaat).

3) Efisiensi (efficiency) adalah ukuran tentang bagaimana sumber daya/masukan secara ekonomis (dana, keahlian, waktu, dan sebagainya) dikonversikan menjadi hasil. Secara sederhana, efisiensi dapat diukur dengan membandingkan antara hasil (output) dengan asupan (input) yang digunakan (waktu, SDM, alat, dan sebagainya).

(53)

pelaksanakan program dan berapa banyak orang yang merasakan pengaruhnya.

5) Kesinambungan (sustainability) adalah kesinambungan manfaat dari suatu program setelah bantuan besar diselesaikan atau kemungkinan berlanjutnya manfaat dalam jangka panjang. Atau didefinisikan juga sebagai daya tahan manfaat-bersih (net benefit) terhadap risiko sepanjang waktu.

4. Desain Evaluasi

Desain evaluasi program menurut Carol Tayler Fitz Gibbon & Lynn Lyons Morris seperti yang dikutip oleh Tayibnapis, suatu desain ialah rencana yang menunjukkan bila evaluasi akan dilakukan dan dari siapa evaluasi atau informasi akan dikumpulkan selama proses evaluasi. Alasan utama memakai desain yaitu untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan dilakukan menurut organisasi yang teratur dan menurut aturan evaluasi yang baik. Semua orang yang terlibat dalam evaluasi adalah orang yang tepat, dilakukan pada waktu yang tepat, dan di tempat yang tepat seperti yang telah direncanakan.12

Pada dasarnya suatu desain ialah bagaimana mengumpulkan informasi yang komparatif sehingga hasil program yang dievaluasi dapat dipakai untuk menilai manfaat dan besarnya program apakah akan diperlukan atau tidak.13

a. Desain dalam evaluasi sumatif.

Biasanya desain dihubungkan dengan evaluasi sumatif, evaluator sumatif diharapkan membuat kesimpulan umum, menyingkat dan membuat

12

Tayibnapis, Evaluasi Program, h. 64. 13

(54)

laporan tentang keberhasilan program. Karena laporan tersebut dapat mempengaruhi keputusan tentang masa depan program atau nasib orang lain, maka evaluator perlu mendukung penemuannya dengan data yang cukup terpercaya.

Biasanya desain dibuat sebagai metode untuk melakukan eksperimen ilmiah, metode dimana orang dapat membuat dampak secara logika pada hasil sesuatu perlakuan yang dibuatnya, misalnya evaluasi pendidikan dan perlakuannya. Evaluasi sumatif sebaiknya memakai eksperimen apabila meneliti program yang akan di evaluasi dengan hasil evaluasinya.

b. Desain dalam evaluasi formatif.

Menggunakan desain formatif dalam program berarti karyawan program akan berkesempatan melihat dengan seksama keefektifan program dan komponen yang ada didalamnya. Hal ini memungkinkan evaluator menjalankan fungsinya yang utama, menganjurkan orang-orang program mengamati terus-menerus dengan cermat kegiatan-kegiatan dalam program.

Dalam hal ini saya menggunakan desain evaluasi sumatif pada analisis program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta untuk menilai keberhasilan program apakah keluaran dan hasil bisa terealisasikan dan dapat dipertanggungjawabkan. 5. Indikator Evaluasi

(55)

berbentuk ukuran, angka, atribut atau pendapat yang dapat menunjukkan suatu keadaan.14

Terdapat empat indikator untuk mengevaluasi suatu kegiatan yang dikemukakan dalam buku New Life Option oleh skripsi Lidya Melawati, yaitu:15

a. Indikator ketersediaan. Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada, misalnya dalam suatu program pembangunan sosial yang menyatakan bahwa diperlukan suatu tenaga kader lokal yang terlatih untuk menangani 10 rumah tangga. b. Indikator relevansi. Indikator ini menunjukkan seberapa relevan ataupun tepatnya suatu teknologi atau layanan yang ditawarkan, misalnya pada suatu program pemberdayaan perempuan pedesan dimana diperkenalkan kompor teknologi yang biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut maka teknologi yang lebih baru ini dapat dikatakan kurang untuk diperkenalkan, bila dibandingkan dengan kompor biasa mereka gunakan. c. Indikator efisiensi. Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan

aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna (efisien), atau tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan, misalnya suatu layanan yang dijalankan dengan baik hanya memanfaatkan 4 tenaga lapangan, tidak perlu dipaksakan untuk mempekerjakan 10 tenaga lapangan dengan alasan untuk menghindari terjadinya pengangguran. Bila hal ini yang dilakukan,

14

Suharto, Membangun Masyarakat, h. 126.

Gambar

Tabel 1 : Teknik Pemilihan Informan…………………………………… 20
gambaran umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan program
Tabel 1 Rancangan Penelitian
Indikator Tabel 2 Art Therapy dan Obat
+7

Referensi

Dokumen terkait