• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Pasien Dual Diagnosis ( NAPZA-Skizofrenia )

3. Pasien Dual Diagnosis (NAPZA-

Dual diagnosis adalah istilah klinis untuk penyebutan diagnosis ganda atau multipel pada pasien ketergantungan NAPZA yang juga menderita gangguan psikiatrik lain secara independen. Pengertian lain,

dual diagnosis atau diagnosis ganda dapat diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan pasien dengan kedua penyakit mental berat terutama gangguan psikotik dan bermasalah dengan obat atau alkohol. Pasien dengan kombinasi gangguan psikiatrik dan ketergantungan NAPZA membutuhkan terapi khusus guna mempersiapkan dirinya dalam program pemulihan yang sesuai dan adekuat.53

Salah satu studi di Amerika mencoba untuk menilai prevalensi dual diagnosis, telah ditemukan bahwa 47% dari orang-orang yang memiliki skizofrenia memiliki gangguan penyalahgunaan zat. Dapat diartikan bahwa pasien dengan penyakit psikotik mengalami gangguan penyalahgunaan zat kemungkinan meningkat signifikan dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit psikosis. Wright dan koleganya mendirikan lembaga pelayanan bagi penderita psikotik. Setelah diamati selama enam bulan hasil menunjukkan bahwa prevalensi tingkat dual diagnosis adalah 33% untuk penggunaan zat apapun, 20% untuk penggunaan alkohol saja, dan 5% untuk penggunaan NAPZA.

Gangguan yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat terbagi menjadi dua:

53

Servasius, “Dual Diagnosis Treatment”, artikel diakses pada 23 Februari 2014 dari

1. Diagnosis utama yang berhubungan dengan penggunaan alkohol atau obat dikategorikan juga sebagai gangguan yang berhubungan dengan zat. Klien gangguan yang berhubungan dengan zat juga didiagnosis sebagai gangguan psikiatrik axis I (poros I) yang disebut gangguan klinis atau gangguan pada perkembangan jiwa.

2. Intoksikasi atau withdrawal penggunaan zat sangat berhubungan dengan salah satu tipe gangguan mental, dimana diagnosis tergantung pada kategori yang menjadi lokasi penyalahgunaan zat. Intoksikasi atau ketergantungan zat dapat menyebabkan gejala-gejala psikologis. Penyalahgunaan zat dapat menyebabkan gejala kejiwaan atau penyakit yang dapat bertindak sebagai pemicu pada mereka yang memiliki faktor predisposisi (kecenderungan memiliki resiko penyakit jiwa).54

Skizofrenia merujuk pada sekelompok gangguan otak serius yang ditandai ketidakwajaran dalam menafsirkan realitas. Skizofrenia adalah suatu kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Skizofrenia dapat mengakibatkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi, serta kekacauan dalam berpikir dan berperilaku. Skizofrenia yang tidak ditangani dapat menimbulkan masalah emosional, perilaku, dan kesehatan yang serius. Komplikasi yang ditimbulkan oleh skizofrenia atau terkait dengannya antara lain: bunuh diri, perilaku membahayakan diri sendiri (melukai diri sendiri), depresi, penyalahgunaan alkohol dan

54 Yan Fajrin, “Skizofrenia Diagnosis,” artikel diakses pada 23 Februari 2014 dari http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-Diagnosis-%28Indonesian%29.aspx

narkoba, konflik keluarga, ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah, dan menjadi korban atau pelaku kekerasan.55

b. Penyebab gangguan jiwa (dual diagnosis)

Penyebab gangguan jiwa belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa, yaitu faktor:56

1. Keturunan (genetik)

Beberapa jenis gangguan jiwa cenderung berhubungan dengan faktor keturunan.

2. Lingkungan dan situasi kehidupan sosial

Pengalaman dengan anggota keluarga, tetangga, sekolah, tempat kerja, dan lain-lain dapat menciptakan situasi yang menegangkan atau menyenangkan. Melalui pergaulan seseorang akan belajar bagaimana cara berbagi dan mengerti perasaan serta sikap orang lain.

3. Fisik

Gangguan fisik yang langsung mengenai otak, diantaranya: trauma (cedera) otak, penyakit infeksi pada otak, gangguan peredaran darah otak (stroke), tumor otak, gizi buruk, pengaruh zat psikoaktif seperti narkotika, ganja, ekstasi, shabu, dan lain-lain. Sedangkan gangguan fisik yang tidak langsung yaitu penyakit yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme otak, misalnya keracunan, tifus, dan lain-lain. Semua gangguan tersebut

55

Yanti Naunghelarta, Buku Seri Penyakit Saraf dan Kejiwaan (Jakarta: LARAS ADV, 2012), h. 18.

56

Jusni Ichsan Solichin, dkk., Buku Pedoman Kesehatan Jiwa (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2003), h. 37.

dapat menyebabkan perubahan cara berpikir, berperasaan, dan bertingkah laku.

c. Kondisi Psikologis Pasien NAPZA

Secara umum pengguna NAPZA terdiri dari empat tahap sebagai berikut:

1. Tahap Awal: Coba-coba, Eksperimen

Gejala psikologis akan terjadi perubahan pada sikap anak. Orang tua yang peka dapat merasakan adanya sedikit perubahan perilaku pada anak, yaitu timbulnya rasa takut dan malu yang disebabkan karena ia merasa bersalah dan merasa berdosa. Anak menjadi lebih sensitif, jiwanya resah dan gelisah akan mengaku terus terang takut; akan terus merahasiakan, merasa berdosa, serta bingung. Kemesraan dan kemanjaannya hilang atau berkurang.

2. Tahap Kedua: Pemula, Insidentil

Gejala psikologis pada sikap anak menjadi lebih tertutup, banyak hal yang tadinya terbuka, menjadi rahasia. Jiwanya resah, gelisah, kurang tenang, dan lebih sensitif. Mulai semakin renggang hubungannya dengan orang tua dan saudara-saudaranya, tidak lagi gembira, cerah dan ceria. Ia mulai nampak menyimpan rahasia dan memiliki satu atau beberapa teman akrab.

3. Tahap Ketiga: Tahap Berkala

Gejala psikologi akan sulit bergaul dengan teman baru. Pribadinya menjadi lebih tertutup, lebih sensitif mudah tersinggung. Sering bangun siang, agak malas, mulai gemar berbohong. Keakraban dengan orang tua

dan saudara sangat merosot berkurang. Kalau sedang memakai NAPZA penampilanya: riang (minum stimulan) atau tenang (minum depresan). Kalau sedang tidak memakai NAPZA, sikap dan penampilannya murung, gelisah, kurang percaya diri (PD).

4. Tahap Keempat: Tahap Tetap (madat)

Tanda-tanda psikis seperti: sulit bergaul dengan teman baru, ekslusif tertutup, sensitif mudah tersinggung, egois mau menang sendiri, malas, sering bangun siang, lebih nikmat hidup di malam hari. Pandai berbohong, gemar menipu, sering mencuri atau merampas. Tidak malu untuk menjadi pelacur (baik pria maupun wanita). Demi memperoleh uang untuk NAPZA, tidak merasa berat untuk berbuat jahat, bahkan membunuh orang lain, termasuk membunuh orang tuanya, demi uang atau NAPZA.57

d. Karakteristik Pasien NAPZA

Berikut karakteristik pasien NAPZA yang dapat dilihat dengan gambaran secara umum:

A.Fisik

1. Berat badan turun drastis.

2. Mata terlihat cekung dan dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman.

3. Tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan.

57

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya (T. Tp: LKP Yayasan Karya Bhakti, 2004), h. 102.

B. Emosi

1. Bila ditegur atau dimarahi, dia malah menunjukkan sikap pembangkang.

2. Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang tawan bicara.

3. Sangat sensitif dan cepat bosan. C.Perilaku

1. Malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya.

2. Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.

3. Sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alasan. 4. Cenderung menarik diri dari acara keluarga dan lebih senang

mengurung dikamar.

5. Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba tampak manis bila ada maunya, seperti saat membutuhkan uang untuk beli obat.

6. Suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan menggadaikan barang-barang berharga di rumah. Begitupun dengan barang-barang berharga miliknya, banyak yang hilang.

7. Waktunya di rumah kerap kali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar mandi, atau tempat –tempat sepi lainnya.58

58Achmad Syaifudin, “Mengenal Dampak Narkoba,” artikel diakses pada 23 Februari

D. Teori dan Peran Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Art Therapy

Dokumen terkait