1 BAB I PENDAHULUAN
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi yang banyak terjadi disamping tiga masalah gizi lainnya yaitu kurang energi protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan yodium. Anemia gizi bukan hanya banyak dijumpai di Indonesia tetapi juga paling banyak dijumpai di dunia terutama di negara berkembang (Arisman,2004). Anemia gizi yang paling banyak dijumpai adalah anemia gizi besi (AGB). World Health Organization (WHO) memperkirakan 800-900 juta penduduk dunia menderita anemia gizi besi (De Maeyer, 1993). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, prevalensi anemia gizi besi (AGB) di Indonesia masih tinggi, pada anak sekolah sebesar 47,2 % (Depkes RI, 1999).
Secara garis besar, anemia gizi besi disebabkan oleh perdarahan kronik karena infeksi cacing, menstruasi atau penyakit darah bawaan (seperti thalasemia, hemofilia), asupan besi yang rendah dan penyerapan yang tidak adekuat serta meningkatnya kebutuhan seperti masa kehamilan dan masa pertumbuhan yang cepat pada anak-anak (Arisman, 2004). Namun demikian di negara-negara berkembang penyebab utama anemia pada umumnya adalah kekurangan asupan zat besi (Gillespie, 1998; Beaton dan McCabe, 1999). Kurangnya asupan dari produk hewani dan tingginya kandungan phitat dalam makanan orang Indonesia menyebabkan kurang tersedianya zat besi sehingga cenderung terjadi defisiensi besi.
Anemia gizi besi merupakan masalah serius karena dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan serta peningkatan angka kesakitan anak-anak (De Silva, 2003). Disamping itu anemia gizi besi pada bayi dan anak-anak dapat menyebabkan gangguan perkembangan motorik dan koordinasi, gangguan perkembangan bahasa dan kemajuan belajar serta penurunan aktivitas fisik (De Maeyer, 1993).
2
metabolisme besi adalah vitamin C. Sifat yang dimiliki vitamin C adalah sebagai promotor terhadap absorpsi besi dengan cara mereduksi besi ferri menjadi ferro dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke ferritin hati (Almatsier, 2001). Hasil penelitian Davidson et al (1998) tentang peran vitamin C terhadap absorpsi besi menunjukkan bahwa pada susu coklat yang difortifikasi oleh vitamin C sebanyak 25 mg dan 50 mg mampu meningkatkan penyerapan besi pada anak-anak di Jamaica.18 Peningkatan dosis penambahan vitamin C mampu menigkatkan persentase penyerapan besi. Penelitian yang dilakukan Mao dan Yao (1992) tentang suplementasi tablet besi 7.5 mg ditambah vitamin C 50 mg selama enam minggu memberikan pengaruh yang efektif terhadap peningkatan kadar ferritin (Allen, 1998).
Di Kabupaten Sukoharjo belum ada data dan survei tentang anemia dan studi mengenai seng pada anak sekolah. Survei anemia pada remaja putri menunjukkan prevalensi anemia sebesar 50 %. Berdasarkan skreening yang dilakukan oleh Listyani dkk (2006) di sebelas SD dengan karakteristik geografis yang sama di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo menunjukkan persentase anemia pada anak SD kelas 2, 3 dan 4 mencapai 82 %. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan anemia yaitu dengan pemberian suplementasi besi dan seng secara rutin dalam jangka waktu 3 bulan (12 minggu) diharapkan dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Dosis seng diberikan sama dengan dosis besi yaitu rasio besi:seng 1:1 karena dikhawatirkan jika rasio pemberian lebih dari 2:1 akan terjadi gangguan absorpsi (Allen, 1998). Disamping itu perlu ditingkatkan pula konsumsi vitamin A dan vitamin C dan diikuti oleh upaya lainnya seperti pengobatan kecacingan karena kecacingan
3
32
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, MB.. Buku Ajar Ilmu Gizi : Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta, 2004. P 144-154
Ahmed et al. Efficacy of twice-weekly multiple micronutrient supplementation for improving the hemoglobin and micronutrient status of anemic adolescent schoolgirls in Bangladesh. Am J Clin Nutr, 2005:82:829-35
Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. 2001Jakarta
Allen, Lindsay H. Iron-Ascorbic Acid and Iron-Calcium Interactions and Their Relevance in Complementary Feeding. International Life Science Institue, USA. 1998.
Beard, JL.. Iron biology in immune function, muscle metabolism and neuronal funtioning. J Nutr. 2001,131(2S-2); 568S-579S; discussion 580S.
Berdanier, C. Advanced Nutrition Micronutrients. CRC Press, 1998.
De Maeyer, EM. Pencegahan dan pengawasan Anemia Defisiensi Besi, WHO. Jenewa. Diterjemahkan oleh Ronardy D.H Jakarta Widya Medika. 1993. P 11-18
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pemberian Besi-Folat dan Sirup Bagi Petugas Jakarta. 1999
De Silva A, Atukorala S, Weerasinghe I & Ahluwalia N. Iron supplementation status and reduces morbidity in children with or withour upper respiratory tract infections: a randomized controlled study in Colombo, Srinlanka. Am J Clin Nut. 2003. 77(1): 234-41.
Davidson et al. Influence of ascorbic acid on iron absorption from an iron-fortified, chocolate-flavored milk drink in Jamican Children. Am J Clin Nutr, 1998;67:873-7
Fidanza, F,MD. Nutritional Status Assasment : A manual for population studies. Chapman and Hall, 1991.
Florentino, RF., Tanchoco, CC., Rodriguez, MP., Cruz, AJ. 1996. Interactions among micronutrients deficiencies and undernutritions in the Philippines.
Asia Pacific Journal Clin. Nutr., 5(3): 175-180.
33
Gibson, R. Principles of Nutritional Assasment. Second Edition.Oxford University Press, 2005.
Harper. Biokimia Edisi 25.EGC penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2003.
Linder, Maria C. (diterjemahkan oleh Aminudin Prakkasi) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (Nutritional Biochemistry and Metabolism) Universitas Indonesia, Jakarta, 1992.
Miller, J. Vitamin A, Iron and Anemia:from Observation to hyphoteses. Nutrition Bytes. Volume 4, Issue 2. , 1998.Article 5
Muhilal, Sulaeman A. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, Makalah Widya Karya Pangan dan giai VIII, Jakarta , 2004.p 394-399
Meija, LA, Chew,F. Hematological Effect of Suplementing Anemic Children with Vitamin A Alone and Combination with Iron. Am J Clin Nutr,1988:48 p 595-600
Moore, H., Greenwood, D., Gill, T., Waine, C., Soutter, J., Adamson, A. 2003. A cluster randomised trial to evaluate a nutrition training programme. Br. J. Gen, Pract.;53(489):271-7.
Munoz, EC., Rosado, JL., Lopez, P., Furr, HC., Allen, LH. 2000. Iron and zinc supplementation improves indicators of vitamin A status of Mexican preschoolers. Am J Clin Nut. 71(3): 789-94.
Oppenheimer. Iron and its relation to immunity and infectious disease. J Nutr, 2001 131(2S-2):616S-633S; discussion 633S-635S
Rahfiludin, MZ. Pengaruh suplementasi besi dan seng melalui makanan jajanan terhadap perubahan status tembaga pada anak sekolah dasar yang pendek. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang, 2002.
Roodenburg, AJC, West CE, yu S, Beynen AC. Comparison between time-dependent changes in iron metabolism of rats as induced by marginal deficiency of either vitamin A or iron. Br J Nutr 71,1994; p 687-699
Saidin, S.. Pengaruh Pemberian Pil Besi dengan penambahan Vitamin terhadap perubahan kadar Hb dan Ferritin Serum pada Wanita Remaja, penelitian Gizi dan makanan volume 20, Bogor, 1997, p 91-101
Suharno et al. Supplementation with vitamin A and Iron for Nutritional anaemia in pregnant women in West Java, Indonesia. The Lancet , 1993; 342 : 1325-8
34
Suharjo. 1989. Berbagai cara pendidikan gizi. Petunjuk Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. PAU-IPB. Bogor
World Health Organization. Iron Deficiency Anemia : Assasment, Prevention and Control. A guide for programme managers,2001.
World Health Organization. Global Database on Child Growth and malnutrition. Geneva, 2000
Whittaker, P. 1998. Iron and Seng Interactions in Humans. Am J Clin Nutr. 68 (Suppl) : 495S-8S.
Zimmermann, MB et al. Vitamin A supplementaton in Children with Poor Vitamin A and Iron Status Increases erythropoeitin and Hemoglobin Concentration without changing total body iron, 2006.
Zivkovic, M., Bjegovic, V., Vukovic, D., Marinkovic, J. 1998. Evaluation of the effect of the health education intervention project “Healthy School”. Srp. Arh. Celok Lek.; 126(5-6):164-70.
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA
EFEK PENDIDIKAN GIZI DAN SUPLEMENTASI
KOMBINASI BESI DAN VITAMIN C TERHADAP
PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN PADA ANAK
SEKOLAH DASAR YANG ANEMIA DI WILAYAH
SUKOHARJO
Oleh :
Endang Nur Widiyaningsih, SST, MSi Suprapto, SSi Apt
DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI, DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN HIBAH PENELITIAN 188/SP2H/PP/DP2M/III/2008, TERTANGGAL 6 MARET 2008
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
RINGKASAN PENELITIAN
Penelitian tentang efek pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi besi dan
vitamin C ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan suplementasi kombinasi besi
dan vitamin C dengan pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi besi dan vitamin C
terhadap perubahan kadar hemoglobin pada anak sekolah dasar yang anemia.
Penelitian ini termasukpenelitian kuasi eksperimental. Tempat pelaksanaan penelitian
ini di sebelas SD Negeri di Kecamatan Kartasura yaitu SD Gumpang 1, SD Gunpang
2, SD Gumpang 3, SD Ngadirejo 1, SD Ngadirejo 2, SD Ngadirejo 3, SD Ngadirejo 4,
SD Kartasura 1, SD Kartasura 4, SD Kartasura 6 dan SD Pucangan 1. Penelitian ini
dilakukan di beberapa SD Negeri di wilayah kecamatan Kartasura karena hasil
skrining menunjukkan bahwa kejadian anemia pada anak sekolah dasar kelas 4 dan 5
masih cukup tinggi yaitu 80 % dan tingkat pengetahuan gizi yang kurang sebesar 68
%.
Subjek penelitian adalah anak sekolah dasar kelas empat dan lima sejumlah 75
anak yang dinagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama mendapatkan
suplementasi kombinasi besi dan vitamin C sedangkan kelompok kedua mendapatkan
pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi. Kelompok pertama terdiri dari 35 anak
yang mendapatkan suplemen dua kali dalam seminggu. Kelompok kedua terdiri dari
40 anak yang mendapatkan suplemen dua kali seminggu dan pendidikan gizi
seminggu sekali. Disamping itu orang tua pada subjek penelitian pada kelompok
kedua juga mendapatkan pendidikan gizi satu bulan sekali. Pada kelompok kedua
untuk subjek penelitian media pendidikan gizi berupa flyer sedangkan untuk orang tua
diberikan dalam bentuk booklet. Suplemen yang diberikan pada kedua kelompok
diberikan 5 ml sekali minum dengan rasa yang sama dan kadar besi serta vitamin C
yang sama. Tiap 5 ml suplemen yang diberikan mengandung 60 mg besi dan 60 mg
vitamin C. Pemberian suplemen diberikan oleh enumerator dan peneliti di sekolah
setiap hari rabu dan sabtu anatra jam 07.00-09.00 WIB. Namun pada dua minggu
terakhir subjek diminta untuk membawa pulang sirup karena bersamaan dengan bulan
Ramadhan sehingga tidak bisa dilaksanakan pada pagi hari. Pemeriksaan kadar Hb
dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan menggunakan metode
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Karakteristik keluarga dapat dilihat dari tingkat pendidikan orang tua, tingkat
pendapatan perkapita keluarga dan pekerjaan orang tua. Secara umum tingkat
pendidikan orangtua adalah pendidikan menengah (SLTP dan SLTA), sebagian besar
pendidikan ayah adalah SLTA (44,0%) dan pendidikan ibu adalah SLTA (34,7%).
Pendidikan ayah lebih tinggi dibandingkan pendidikan ibu.Lama pendidikan ayah,
pendidikan ibu dan pendapatan perkapita berdistribusi tidak normal, sehingga diuji
dengan uji Mann-Whitney U, hasilnya tidak ada perbedaan bermakna pendidikan
ayah, pendidikan ibu dan pendapatan keluarga pada kedua kelompok (p>0,05). Secara
umum memperlihatkan bahwa pendidikan orang tua dan pendapatan perkapita
keluarga pada kedua kelompok mempunyai karakteristik relatif sama.
Jumlah sampel penelitian adalah 75 anak dengan kondisi anemia. Umur
sampel penelitian antara 9-11 tahun. Pada penelitian ini sampel yang berjenis kelamin
laki-laki lebih besar dari pada sampel yang berjenis kelamin perempuan dengan
proporsi subjek laki-laki 57,3 % dan subjek permepuan 42,7 %.
Hasil recall asupan makanan menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein
kelompok suplementasi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok suplementasi
dan pendidikan gizi. Sedangkan asupan vitamin A, vitamin C dan besi pada kelompok
suplementasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok suplementasi dan
pendidikan gizi. Hasil uji Mann Whitney U menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
signifikan asupan protein, vitamin A, vitamin C dan besi antara kedua kelompok.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa intervensi pendidikan gizi pada anak satu
minggu sekali, serta orang tua/wali dan guru kelas satu bulan sekali dalam waktu 3
bulan belum bisa mengubah asupan zat gizi dari makanan terutama zat besi pada
anak. Ibu mempunyai peran penting dalam mengatur dan mengendalikan arus
makanan dalam keluarga, sehingga pengetahuan ibu khususnya tentang gizi sangat
menentukan terhadap pola konsumsi makan dalam keluarga, khususnya kebiasaan
makan anak.
Pada kelompok besi dan vitamin C terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar
hemoglobin dengan peningkatan rata-rata adalah 2,99 g/dL ± 0,96 Hal ini
menunjukkan bahwa suplementasi besi 60 mg dan vitamin C 60 mg dua kali
Pada kelompok besi, vitamin C dan pendidikan gizi terjadi peningkatan kadar
hemoglobin dengan peningkatan rata-rata adalah 2,89 g/dL ± 0,94. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok besi, vitamin C dan pendidikan gizi
juga memberikan peningkatan kadar Hb walaupun hasilnya relatif lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok gizi tanpa pendidikan gizi. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa, meskipun perubahan kadar hemoglobin pada kelompok
suplementasi besi dan vitamin C saja lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi
besi, vitamin C dan pendidikan gizi, akan tetapi hasil uji one sample test
menunjukkan bahwa ada perbedaan perubahan kadar hemoglobin antar kelompok
perlakuan (p =0,000)
Setelah dilakukan intervensi kedua kelompok mengalami penurunan proporsi
anemia dengan penurunan status anemia secara keseluruhan adalah dari 100 %
anemia menjadi 24 % anemia. Sehingga secara umum 76 % subjek penelitian menjadi
tidak anemia.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada perbedaan perubahan kadar
hemoglobin pada kedua kelompok perlakuan meskipun baik suplementasi kombinasi
maupun suplementasi kombinasi dan pendidikan gizi keduanya mampu meningkatkan
kadar hemoglobin subjek penelitian. Peningkatan kadar hemoglobin lebih tinggi pada
kelompok yang mendapatkan suplementasi kombinasi dibanding yang mendapatkan
pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi. Oleh karena itu untuk penelitian
selanjutnya perlu dilakukan pemantauan kepatuhan dalam mengkonsumsi sirup dan
pendidikan gizi yang diberikan sebaiknya rutin diberikan (tidak hanya selama 3 bulan
saja). Pendidikan gizi yang berkesinambungan tersebut diharapkan akan lebih
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan tuntunan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian berjudul “ Efek
Pendidikan Gizi dan Suplementasi Kombinasi Besi dan Vitamin C terhadap
Perubahan Kadar Hemoglobin pada Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Wilayah
Sukoharjo” dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan ini kami haturkan baynyak terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS, Arif Widodo, A.Kep, M.Kes yang telah
memberikan ijin waktu untuk melaksanakan penelitian.
2. Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengabdaian UMS, Prof. Dr. Markhamah,
M.Hum atas ijin dan arahan selama melaksanakan penelitian.
3. Pimpinanan Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional atas perkenannaya dalam pembiayaan penelitian.
4. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo beserta staf atas kerja
samanya selama proses penelitian.
5. Bapak/Ibu Kepala Sekolah di wilayah Kecamatan Kartasura yang telah
memberikan ijij dan bantuan dalam pengambilan data selama proses
penelitian.
6. Seluruh pihak yang teleh membeantu penyelesaian penelitian ini.
Kami menyadari nahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan
penelitian ini, sehingga saran dan kritik kami harapkan demi perbaikan penulisan di
masa mendatang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Surakarta, Sepetember 2007
DAFTAR ISI
F. Pendidikan dan Pengetahuan Gizi pada Anak Sekolah Dasar... 9
G. Pendidikan Gizi dan Perubahan Perilaku ... 11
H. Kerangka Teori ... 13
I. Kerangka Konsep ... 14
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Deskripsi Pendidikan dan Pendapatan Perkapita Keluarga 23
2. Rata-rata Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dari 25
Makanan Sampel Selama Penelitian pada Tiap Kelompok
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Teori 13
RINGKASAN PENELITIAN
Penelitian tentang efek pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi besi dan
vitamin C ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan suplementasi kombinasi besi
dan vitamin C dengan pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi besi dan vitamin C
terhadap perubahan kadar hemoglobin pada anak sekolah dasar yang anemia.
Penelitian ini termasukpenelitian kuasi eksperimental. Tempat pelaksanaan penelitian
ini di sebelas SD Negeri di Kecamatan Kartasura yaitu SD Gumpang 1, SD Gunpang
2, SD Gumpang 3, SD Ngadirejo 1, SD Ngadirejo 2, SD Ngadirejo 3, SD Ngadirejo 4,
SD Kartasura 1, SD Kartasura 4, SD Kartasura 6 dan SD Pucangan 1. Penelitian ini
dilakukan di beberapa SD Negeri di wilayah kecamatan Kartasura karena hasil
skrining menunjukkan bahwa kejadian anemia pada anak sekolah dasar kelas 4 dan 5
masih cukup tinggi yaitu 80 % dan tingkat pengetahuan gizi yang kurang sebesar 68
%.
Subjek penelitian adalah anak sekolah dasar kelas empat dan lima sejumlah 75
anak yang dinagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama mendapatkan
suplementasi kombinasi besi dan vitamin C sedangkan kelompok kedua mendapatkan
pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi. Kelompok pertama terdiri dari 35 anak
yang mendapatkan suplemen dua kali dalam seminggu. Kelompok kedua terdiri dari
40 anak yang mendapatkan suplemen dua kali seminggu dan pendidikan gizi
seminggu sekali. Disamping itu orang tua pada subjek penelitian pada kelompok
kedua juga mendapatkan pendidikan gizi satu bulan sekali. Pada kelompok kedua
untuk subjek penelitian media pendidikan gizi berupa flyer sedangkan untuk orang tua
diberikan dalam bentuk booklet. Suplemen yang diberikan pada kedua kelompok
diberikan 5 ml sekali minum dengan rasa yang sama dan kadar besi serta vitamin C
yang sama. Tiap 5 ml suplemen yang diberikan mengandung 60 mg besi dan 60 mg
vitamin C. Pemberian suplemen diberikan oleh enumerator dan peneliti di sekolah
setiap hari rabu dan sabtu anatra jam 07.00-09.00 WIB. Namun pada dua minggu
terakhir subjek diminta untuk membawa pulang sirup karena bersamaan dengan bulan
Ramadhan sehingga tidak bisa dilaksanakan pada pagi hari. Pemeriksaan kadar Hb
dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan menggunakan metode
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Karakteristik keluarga dapat dilihat dari tingkat pendidikan orang tua, tingkat
pendapatan perkapita keluarga dan pekerjaan orang tua. Secara umum tingkat
pendidikan orangtua adalah pendidikan menengah (SLTP dan SLTA), sebagian besar
pendidikan ayah adalah SLTA (44,0%) dan pendidikan ibu adalah SLTA (34,7%).
Pendidikan ayah lebih tinggi dibandingkan pendidikan ibu.Lama pendidikan ayah,
pendidikan ibu dan pendapatan perkapita berdistribusi tidak normal, sehingga diuji
dengan uji Mann-Whitney U, hasilnya tidak ada perbedaan bermakna pendidikan
ayah, pendidikan ibu dan pendapatan keluarga pada kedua kelompok (p>0,05). Secara
umum memperlihatkan bahwa pendidikan orang tua dan pendapatan perkapita
keluarga pada kedua kelompok mempunyai karakteristik relatif sama.
Jumlah sampel penelitian adalah 75 anak dengan kondisi anemia. Umur
sampel penelitian antara 9-11 tahun. Pada penelitian ini sampel yang berjenis kelamin
laki-laki lebih besar dari pada sampel yang berjenis kelamin perempuan dengan
proporsi subjek laki-laki 57,3 % dan subjek permepuan 42,7 %.
Hasil recall asupan makanan menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein
kelompok suplementasi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok suplementasi
dan pendidikan gizi. Sedangkan asupan vitamin A, vitamin C dan besi pada kelompok
suplementasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok suplementasi dan
pendidikan gizi. Hasil uji Mann Whitney U menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
signifikan asupan protein, vitamin A, vitamin C dan besi antara kedua kelompok.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa intervensi pendidikan gizi pada anak satu
minggu sekali, serta orang tua/wali dan guru kelas satu bulan sekali dalam waktu 3
bulan belum bisa mengubah asupan zat gizi dari makanan terutama zat besi pada
anak. Ibu mempunyai peran penting dalam mengatur dan mengendalikan arus
makanan dalam keluarga, sehingga pengetahuan ibu khususnya tentang gizi sangat
menentukan terhadap pola konsumsi makan dalam keluarga, khususnya kebiasaan
makan anak.
Pada kelompok besi dan vitamin C terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar
hemoglobin dengan peningkatan rata-rata adalah 2,99 g/dL ± 0,96 Hal ini
menunjukkan bahwa suplementasi besi 60 mg dan vitamin C 60 mg dua kali
Pada kelompok besi, vitamin C dan pendidikan gizi terjadi peningkatan kadar
hemoglobin dengan peningkatan rata-rata adalah 2,89 g/dL ± 0,94. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok besi, vitamin C dan pendidikan gizi
juga memberikan peningkatan kadar Hb walaupun hasilnya relatif lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok gizi tanpa pendidikan gizi. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa, meskipun perubahan kadar hemoglobin pada kelompok
suplementasi besi dan vitamin C saja lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi
besi, vitamin C dan pendidikan gizi, akan tetapi hasil uji one sample test
menunjukkan bahwa ada perbedaan perubahan kadar hemoglobin antar kelompok
perlakuan (p =0,000)
Setelah dilakukan intervensi kedua kelompok mengalami penurunan proporsi
anemia dengan penurunan status anemia secara keseluruhan adalah dari 100 %
anemia menjadi 24 % anemia. Sehingga secara umum 76 % subjek penelitian menjadi
tidak anemia.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada perbedaan perubahan kadar
hemoglobin pada kedua kelompok perlakuan meskipun baik suplementasi kombinasi
maupun suplementasi kombinasi dan pendidikan gizi keduanya mampu meningkatkan
kadar hemoglobin subjek penelitian. Peningkatan kadar hemoglobin lebih tinggi pada
kelompok yang mendapatkan suplementasi kombinasi dibanding yang mendapatkan
pendidikan gizi dan suplementasi kombinasi. Oleh karena itu untuk penelitian
selanjutnya perlu dilakukan pemantauan kepatuhan dalam mengkonsumsi sirup dan
pendidikan gizi yang diberikan sebaiknya rutin diberikan (tidak hanya selama 3 bulan
saja). Pendidikan gizi yang berkesinambungan tersebut diharapkan akan lebih