PENERJEMAHAN BUKU
“JOHNNY SCHWEIGT”
KARYA
BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN
KE DALAM BAHASA INDONESIA
TESIS
Oleh
NURHANIFAH LUBIS
117009039/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENERJEMAHAN BUKU
“JOHNNY SCHWEIGT”
KARYA
BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN
KE DALAM BAHASA INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Sains dalam Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NURHANIFAH LUBIS
117009039/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :
PENERJEMAHAN BUKU
“JOHNNY SCHWEIGT”
KARYA BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA
JERMAN KE DALAM BAHASA INDONESIA
Nama Mahasiswa : Nurhanifah Lubis
Nomor Pokok
: 117009039
Program Studi
: Linguistik
Konsentrasi
: Kajian Terjemahan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Dr. Syahron Lubis, M.A)
(Dr. Surya M. Hutagalung, M. Pd)
Ketua
Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D)
(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal
: 3 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Dr. Syahron Lubis, M.A
PERNYATAAN
Judul Tesis
PENERJEMAHAN BUKU
“JOHNNY SCHWEIGT”
KARYA BERNHARD HAGEMANN
DARI BAHASA JERMAN KE DALAM BAHASA INDONESIA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 03 Agustus 2013
Penulis,
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmad dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis
dengan tepat waktu. Tesis ini berjudul Penerjemahan Buku
“Johnny Schweigt”
Karya Bernhard Hagemann Dari Bahasa Jerman Ke Dalam Bahasa Indonesia.
Penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc, (CTM),
Sp.A(K). Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2.
Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
3.
Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D, selaku Ketua Program
Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
dan juga sebagai penguji.
4.
Ibu Dr. Nurlela, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi
Linguistik.
5.
Ibu Dra. Hayati Chalil, M.Hum, selaku Koordinator Konsentarsi
Terjemahan Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
6.
Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
7.
Ibu Dr. Surya M. Hutagalung, M.Pd, selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
8.
Bapak Dr. Muhizar Muchtar, M.S dan Ibu Dr. Roswita Silalahi,
M.Hum selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran.
9.
Seluruh dosen yang mengajar di Program Studi Linguistik Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada
seluruh pembaca.
Medan, 03 Agustus 2013
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I.
Data Pribadi
Nama
: NURHANIFAH LUBIS
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Sei. Rampah, 13 Agustus 1984
Agama
: Islam
Status
: Menikah
HP
: 081265155215
: nurhanifahlubis@yahoo.co.id
II. Riwayat Pendidikan
Tahun 1990-1996
: SD Swasta Muhammadiyah Sei. Rampah.
Tahun 1996-1999
: SMP Swasta Kartini Utama Sei. Rampah
Tahun 1999-2002
: SMUN 1 Tanjung Beringin
PENERJEMAHAN BUKU
“JOHNNY SCHWEIGT”
KARYA
BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN
KE DALAM BAHASA INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) menerjemahkan buku
“Johnny schweigt”
ke dalam bahasa Indonesia (2) mendeskripsikan metode penerjemahan yang
digunakan dalam menerjemahkan buku “
Johnny schweigt”
ke dalam bahasa
Indonesia (3) mendeskripsikan pergeseran
(Shift)
yang terjadi pada
penerjemahannya (4) mendeskripsikan tingkat kesepadanan terjemahan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data terdiri dari 1528 yang
berupa kalimat tunggal dan majemuk dari
buku “
Johnny
schweigt”
karya
Bernhard Hagemann. Hasil penelitian sebagai berikut. (1) terjemahan dalam
bahasa Indonesia buku
“Johnny schweigt”
(2) metode penerjemahan yang paling
banyak digunakan adalah metode harfiah sebanyak 1310 (85,9%), diikuti
komunikatif 54 (3,5%), adaptasi 51 (3,3%), kata perkata 49 (3,2%), setia 48
(3,1%), bebas 16 (1%). (3) data yang mengalami pergeseran
(shift)
adalah 1431
data, pergeseran struktur sebanyak 1402 (98%), pergeseran unit 24 (1,7%) dan
pergeseran kelas 5 (0,3%) (4) tingkat kesepadanan terjemahan akurat sebanyak
1407 (92%), terjemahan kurang akurat 105 (7%) dan terjemahan tidak akurat
sebanyak 16 (1%).
THE TRANSLATION OF
BOOK “JOHNNY SCHWEIGT” BY
BERNHARD
HAGEMANN FROM GERMAN TO INDONESIAN LANGUAGE
ABSTRACT
The objectives of this study are (1)
to translate the book “Johnny
schweigt” to indonesian language (2)
to describe the translation methods used in
translation the book "Johnny schweigt" to Indonesian language (3) to describe the
shifts that occur in translation (4) to describe
accuracy rating
. This study uses a
descriptive qualitative approach. The data are 1528 simple and complex
sentences from the book "Johnny schweigt" by Bernhard Hagemann. The findings
of this study are as.
(1) indonesien translation of the book “Johnny schweigt” (2)
the method most widely used is literal method for 1310
(85,9%), followed by
communicative 54 (3,5%), adaptation 51 (3,3%), word for word 49 (3,2%),
faithful 48 (3,1%), free 16 (1%) (3) the shifts found are 1431,
structure shift for
1402 (98%),
unit shift 24 (1,7%), and class shift 5 (0,3%) (4)
accuracy rating
of the
accurate translation are 1407 (92%), less accurate translation 105 (7%) and
inaccurate 16 (1%).
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ...
ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Klarifikasi Makna Istilah... 10
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 13
2.2. Kerangka Berpikir ... 18
2.3. Teori Penerjemahan ... 20
2.5. Jenis Penerjemahan ... 24
2.6. Proses Penerjemahan ... 25
2.7. Metode Penerjemahan ... 28
2.8. Pergeseran
(shift)
... 30
2.9. Budaya Dalam Penerjemahan ... 32
210. Penilaian Mutu Terjemahan ... 35
2.11. Kalimat ... 40
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ... 45
3.2. Data ... 45
3.3. Sumber Data ... 46
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.5. Metode Analisis Data ... 47
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Terjemahan buku
“Johnny schweigt”
dalam bahasa Indonesia ... 50
4.2. Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan
buku
“Johnny schweigt”
ke dalam bahasa Indonesia... 50
4.2.1. Metode Harfiah ... 52
4.2.2 Metode Komunikatif. ... 56
4.2.4 Metode Kata Perkata. ... 61
4.2.5. Metode Setia ... 63
4.2.6 Metode Bebas. ... 64
4.3. Jenis pergeseran
(shift)
yang terjadi pada penerjemahan buku
“J
ohnny
schweigt
”
... 66
4.3.1. Pergeseran Struktur ... 67
4.3.2. Pergeseran Unit ... 69
4.3.3. Pergseran Kelas
...
71
4.4.
Tingkat kesepadanan terjemahan buku
“Johnny schweigt”
. ... 73
4.4.1. Terjemahan Akurat ... 73
4.4.2. Terjemahan Kurang Akurat ... 80
4.4.3. Terjemahan Tidak Akurat ... 83
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 85
5.2. Saran ... 86
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Rambu-Rambu Penilaian Terjemahan Menurut Machali 36
2.2.
Instrumen Pengukur Tingkat Kesepadanan Terjemahan
39
4.1.
Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan
51
buku
“Johnny schweigt”
ke dalam bahasa Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Kerangka Berpikir
18
2.2.
Proses Penerjemahan Menurut Suryawinata, 1987:80 27
dalam Nababan (2003:24-25)
DAFTAR SINGKATAN
BSu = Bahasa Sumber
BSa
= Bahasa Sasaran
TSu
= Teks Sumber
TSa
= Teks Sasaran
DM
= Diterangkan Menerangkan
MD
= Menerangkan Diterangkan
LS
=
Level Shift
CaS
=
Category Shift
US
=
Unit Shift
SS
=
Structure Shift
CS
=
Class Shift
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Terjemahan, metode dan pergeseran pada penerjemahan 91
Buku
“Johnny schweigt”
2.
Kriteria dua informan kunci
203
PENERJEMAHAN BUKU
“JOHNNY SCHWEIGT”
KARYA
BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN
KE DALAM BAHASA INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) menerjemahkan buku
“Johnny schweigt”
ke dalam bahasa Indonesia (2) mendeskripsikan metode penerjemahan yang
digunakan dalam menerjemahkan buku “
Johnny schweigt”
ke dalam bahasa
Indonesia (3) mendeskripsikan pergeseran
(Shift)
yang terjadi pada
penerjemahannya (4) mendeskripsikan tingkat kesepadanan terjemahan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data terdiri dari 1528 yang
berupa kalimat tunggal dan majemuk dari
buku “
Johnny
schweigt”
karya
Bernhard Hagemann. Hasil penelitian sebagai berikut. (1) terjemahan dalam
bahasa Indonesia buku
“Johnny schweigt”
(2) metode penerjemahan yang paling
banyak digunakan adalah metode harfiah sebanyak 1310 (85,9%), diikuti
komunikatif 54 (3,5%), adaptasi 51 (3,3%), kata perkata 49 (3,2%), setia 48
(3,1%), bebas 16 (1%). (3) data yang mengalami pergeseran
(shift)
adalah 1431
data, pergeseran struktur sebanyak 1402 (98%), pergeseran unit 24 (1,7%) dan
pergeseran kelas 5 (0,3%) (4) tingkat kesepadanan terjemahan akurat sebanyak
1407 (92%), terjemahan kurang akurat 105 (7%) dan terjemahan tidak akurat
sebanyak 16 (1%).
THE TRANSLATION OF
BOOK “JOHNNY SCHWEIGT” BY
BERNHARD
HAGEMANN FROM GERMAN TO INDONESIAN LANGUAGE
ABSTRACT
The objectives of this study are (1)
to translate the book “Johnny
schweigt” to indonesian language (2)
to describe the translation methods used in
translation the book "Johnny schweigt" to Indonesian language (3) to describe the
shifts that occur in translation (4) to describe
accuracy rating
. This study uses a
descriptive qualitative approach. The data are 1528 simple and complex
sentences from the book "Johnny schweigt" by Bernhard Hagemann. The findings
of this study are as.
(1) indonesien translation of the book “Johnny schweigt” (2)
the method most widely used is literal method for 1310
(85,9%), followed by
communicative 54 (3,5%), adaptation 51 (3,3%), word for word 49 (3,2%),
faithful 48 (3,1%), free 16 (1%) (3) the shifts found are 1431,
structure shift for
1402 (98%),
unit shift 24 (1,7%), and class shift 5 (0,3%) (4)
accuracy rating
of the
accurate translation are 1407 (92%), less accurate translation 105 (7%) and
inaccurate 16 (1%).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Selama manusia menggunakan bahasa yang berbeda, maka selama itu pula
kegiatan penerjemahan dianggap sebagai hal yang sangat penting dan perlu
dilakukan. Kebutuhan akan penerjemahan ini akan selalu ada karena keinginan
atau usaha untuk memahami informasi dan budaya asing. Ditambah lagi dengan
tuntutan pengalihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak mungkin
diabaikan.
Berkat karya terjemahan (tulisan), sejarah peradaban manusia mulai
dikenal sejak zaman Mesopotamia-pusat peradaban bangsa sumer yakni salah satu
peradaban paling tua di dunia. Tanpa karya terjemahan tidak mungkin orang
mengetahui fakta-fakta sejarah terkenal, salah satu diantaranya imperium raksasa
yang didiami oleh bangsa-bangsa multietnis dan multilingual, seperti kerajaan
Romawi kuno. Meningkatnya hubungan antar bangsa/negara
(hubungan-hubungan diplomatik, budaya, ekonomi, perdagangan, politik dan militer) akan
meningkatkan kebutuhan akan profesi penerjemah. Fakta ini semakin terasa ketika
masyarakat komunitas internasional mendirikan liga Bangsa-Bangsa dan
kemudian perserikatan bangsa-bangsa sebagai badan dunia. Peran penerjemah
bisa dilihat dalam negosiasi dwi pihak antar negara yang membicarakan
hubungan-hubungan politik, ekonomi, budaya, militer dll. Penerjemah dapat
mengatasi apa yang disebut “rintangan bahasa” (
language barrier
) (Moentaha,
Penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan dalam
mengalihkan amanat dari BSu ke dalam BSa. Proses penerjemahan dapat pula
diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Kegiatan
tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis TSu, pengalihan pesan dan
restrukturisasi (Nababan, 2003:24-25). Banyak aspek yang perlu diperhatikan
dalam aktivitas penerjemahan, diantaranya aspek semantik dan gaya atau style.
Bell (1991:5) mengungkapkan
“
Translation is the expression in another
language (or target language) of what has been expressed in another, source
language, preserving semantic and stylistic equivalence.”
Bell sudah
memperlihatkan hal yang lebih jelas lagi bahwa dalam menerjemahkan harus
diperhatikan unsur linguistik dan gaya.
Penerjemahan suatu teks juga tidak terlepas dengan masalah budaya
karena masyarakat mempunyai budaya yang berbeda-beda. Pemahaman budaya
sangat diperlukan agar teks dapat diterjemahkan sesuai dengan makna yang
terdapat dalam BSu. Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan BSu ke
dalam BSa. Tujuan praktis dari proses pengalihan pesan adalah untuk membantu
pembaca BSa dalam memahami pesan yang dimaksudkan oleh penulis asli BSu.
Tugas pengalihan ini menempatkan penerjemah pada posisi yang sangat penting
dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila ilmu
pengetahuan dan teknologi dipahami sebagai bagian dari budaya, secara tidak
langsung penerjemah turut serta dalam proses alih budaya.
Seorang penerjemah harus mempunyai kompetensi dalam dua bahasa dan
budaya atau komunikasi lintas budaya, serta memiliki pengetahuan deklaratif dan
pengetahuannya tentang teori terjemahan, strategi dan teknik. Sementara
prosedural berhubungan dengan praktik menerjemahkan dikaitkan dengan teknik
menerjemahkan. Menurut Baker (1991) bahwa pilihan padanan selalu bergantung
pada tidak hanya pada sistem bahasa atau sistem yang sedang ditangani
penerjemah, tetapi juga bagaimana cara, baik penulis teks dan penerjemah
memanipulasi sistem bahasa bersangkutan.
Berkaitan dengan pernyataan di atas, penelitian ini mengambil bidang
penerjemahan yang penerjemahnya memiliki kompetensi dalam dua bahasa yaitu
bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, budaya atau komunikasi lintas budaya, serta
memiliki pengetahuan deklaratif dan prosedural tentang terjemahan.
Penerjemahan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia mempunyai
dua budaya yaitu budaya yang dimiliki penerjemah yang mempengaruhi cara
pemahaman makna teks yang akan diterjemahkan dan budaya penulis buku yaitu
budaya Jerman. Penerjemah adalah orang Indonesia dan menerjemahkan sebuah
teks bahasa Jerman, untuk hal itu diperlukan pemahaman budaya bahasa Jerman.
Penerjemah tidak memaksakan budayanya sebagai orang Indonesia ke dalam teks
bahasa Jerman karena bahasa Indonesia dan bahasa Jerman memang budaya yang
berbeda.
Sebaliknya jika penerjemah adalah orang Jerman dan menerjemahkan
sebuah teks bahasa Indonesia, maka diperlukan pemahaman budaya orang
Indonesia. Penerjemah tidak memaksakan budayanya sebagai orang Jerman ke
dalam teks bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia dan bahasa Jerman berbeda
Menerjemahkan teks bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia juga
mengalami permasalahan tata bahasa. TSu seperti teks dalam bahasa Jerman yang
menggunakan sarana grammatikal sebaiknya menggunakan bantuan sarana
leksikal dalam terjemahan. Contoh dalam bahasa Jerman Hagemann (2005:8):
Mein Vater hatte für vier Wochen
keinen Führerschein
Saya
ayah mempunyai untuk empat minggu
tidak ada SIM
(ayahku sudah empat minggu tidak mempunyai SIM)
Kalimat di atas harus diterjemahkan dengan bantuan sarana leksikal
sehingga artinya menjadi “ayahku sudah empat minggu tidak mempunyai SIM”.
Kata
hatte
adalah bentuk grammatikal kala
Präteritum
atau bentuk lampau yang
tidak ada dalam sistem grammatikal bahasa Indonesia sehingga penerjemahannya
menggunakan sarana leksikal dengan menambahkan kata
sudah
yang
menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah terjadi. Teknik penerjemahan yang
digunakan dalam hal ini adalah teknik penerjemahan penambahan yaitu dengan
menggunakan tambahan kata
sudah
.
Tata bahasa Jerman sangat berbeda dengan tata bahasa Indonesia, yang
sudah tentu sangat berpengaruh pada penerjemahannya ke dalam bahasa
Indonesia, seperti pada grammatikal kala
perfekt
dalam bahasa Jerman
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka sudah pasti akan terjadi
pergeseran struktur karena kata kerjanya harus diletakkan pada akhir kalimat,
contoh dalam bahasa Jerman Hagemann (2005:26):
Ich hab dich auch schon mal gesehen
Aku
kata kerja bantu kamu juga sudah pernah
melihat
Kata
gesehen
adalah kata kerja ke tiga (
Partizip II
) yang berasal dari kata
sehen
. Kata kerja ketiga atau
Partizip
II digunakan dalam bentuk grammatikal
kala
Perfekt
dan posisi kata tersebut harus diletakkan diakhir kalimat atau setelah
objek. Demikian halnya dengan
Plusquamperfekt,
yakni kata kerja yang
kejadiannya lebih dulu terjadi dari kala
Perfekt
atau
Präteritum.
Plusquamperfekt
banyak didapat pada cerita-cerita tertulis seperti dalam
buku cerita remaja
“Johnny schweigt”
. Berbeda dengan kalimat
Perfekt
yang
biasanya sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Hal ini senada dengan
pendapat Götze-Lüttich (2004:102) yang menyatakan bahwa kalimat
Plusquamperfekt
adalah
“Wie das
Perfekt drückt das Plusquamperfekt
“Vorvergangenheit” den Vollzug einer Handlung / eines Geschehens aus,
allerdings nicht für Gegenwart oder Zukunft, sondern ausschliesslich für die
Vergangenheit”
(Kalimat
Plusquamperfekt
adalah sama seperti juga kalimat
Perfekt
yang peristiwa kejadiannya sudah berlangsung, bukan waktu sekarang
atau masa yang akan datang melainkan dalam bentuk lampau).
Contoh:
Ich hatte gerade den Fernsehapparat eingeschaltet,
Saya kata kerja bantu TV menghidupkan
da klingelte das Telefon
ketika itu berbunyilah telpon
(Setelah saya hidupkan TV, bunyilah telpon).
Lebih lanjut Götze-Lüttich (2004:102) mengungkapkan bahwa kalimat
Plusquamperfekt
bisa didampingi kata penghubung
“Das Plusquamperfekt steht
dem Verhältnis des Perfekt zum Präsens. Das wird deutlich in temporalen
Nebensätzen”
(
Kalimat
Plusquamperfekt
bisa menunjukkan perbandingan waktu
bentuk lampau yaitu perbandingan antara kalimat
Perfekt
ke bentuk sekarang).
Kalimat tersebut jelas terlihat di dalam penggunaan anak kalimat dengan
menggunakan kata penghubung waktu. Contoh:
Nachdem wir gegessen hatten, rauchte er eine Zigarette
Setelah kami makan telah, merokok dia sebatang rokok
(Setelah kami makan, dia merokok sebatang rokok)
Penerjemahan buku
“Johnny schweigt”
cukup menantang khususnya
dalam menerjemahkan suatu kalimat yang mengandung nilai-nilai budaya Jerman,
misalnya dalam kalimat Hagemann (2005:59)
“
Fischers Fritze fischt frische
Fische
”.
Kalimat tersebut adalah kalimat yang biasanya digunakan untuk melatih
kelenturan lidah dalam bahasa Jerman atau yang di sebut
Der Zungenbrecher.
Disebut
der Zungenbrecher
karena
banyak terdapat kata-kata yang bunyinya
hampir sama sehingga sulit untuk mengucapkannya atau dalam bahasa Jerman
“das wegen vieler ähnlicher Laute schwierig auszusprechen ist”
Jehle-Marwitz
(2003:1223).
Kalimat bahasa Indonesia
“ular melingkar di pagar pak Umar”
, juga
termasuk
der Zungenbrecher
karena kalimat tersebut banyak terdapat kata-kata
yang bunyinya hampir sama sehingga sulit untuk mengucapkannya dengan cepat
dan berulang-ulang, sehingga sering kali terjadi kesalahan dalam pengucapanya.
baik dari depan mau pun dari belakang maka orang Jerman sendiripun sering
melakukan kesalahan dalam pengucapannya kalau tidak terlatih.
Kalimat
“
Fischers Fritze fischt frische Fische
”
telah
diterjemahkan
dengan mengunakan metode penerjemahan
faithful translation
atau penerjemahan
setia. Penerjemah mempertahankan kalimat
“
Fischers Fritze fischt frische
Fische
”
di dalam BSa agar pembaca Indonesia memahami bahwa kalimat tersebut
adalah kalimat untuk melatih kelenturan atau pengucapan dalam bahasa Jerman
atau dalam bahasa Jerman disebut
der Zungenbrecher
.
Buku
“Johnny schweigt”
adalah sebuah buku cerita tentang remaja. Tokoh
utama dalam buku ini adalah John, John adalah salah satu siswa pertukaran
pelajar yang berasal dari Inggris, John dan teman-temannya yang berasal dari
Inggris diberi kesempatan selama tiga minggu untuk tinggal dengan keluarga
Jerman di Jerman untuk belajar bahasa Jerman.
Sikap John sangat berbeda dengan teman-temannya yang lain, dia sangat
pendiam. Hal itu membuatnya sangat sulit menguasai bahasa asing dalam hal ini
bahasa Jerman. Sementara itu keluarga tempat tinggal John di Jerman sudah
berusaha dengan berbagai cara supaya John mau berbicara dan dalam usaha
tersebut pula banyak hal-hal lucu yang terjadi yang membuat daya tarik tersendiri
untuk membacanya.
Buku berbahasa Jerman yang menceritakan tentang remaja sangat jarang
dijumpai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, oleh karena itu peneliti tertarik
untuk mengkaji dan menerjemahkan buku “
Johnny schweigt”
ke dalam bahasa
Indonesia karena sampai saat ini buku tersebut belum ada terjemahannya dalam
Selain itu buku “
Johnny schweigt”
ini mengandung nilai pendidikan
dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Jerman terutama tentang sikap
pembelajar bahasa asing (bahasa Jerman). Pembelajar bahasa asing harus banyak
berbicara dalam bahasa Jerman karena berbicara adalah salah satu dari empat
kompetensi bahasa yang penting. Berbicara seseorang dapat melatih
pengucapannya dalam bahasa Jerman sehingga pengucapannya menjadi fasih.
Buku ini diterbitkan oleh penerbit yang terkenal yaitu penerbit
Langenscheidt pada tahun 2005. Buku ini masih tergolong baru sehingga
bahasanya masih relevan sampai sekarang dan dijadikan buku bacaan di Goethe
Institut (Goethe Institut adalah pusat kebudayaan Jerman yang terdapat di
berbagai negara salah satunya adalah Indonesia yang berlokasi di Jakarta) jadi
tentulah buku ini sudah banyak dibaca orang diseluruh dunia.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menerjemahkan buku
“
Johnny schweigt
”
ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya peneliti menganalisis
terjemahan buku tersebut untuk mengetahui metode penerjemahan yang
digunakan penerjemah,
dan pergeseran apa saja yang terjadi dalam
penerjemahan tersebut.
Disamping itu, terjemahan buku tersebut dinilai tingkat kesepadanan
terjemahannya oleh dua informan kunci yang mempunyai kompetensi dalam dua
bahasa yaitu bahasa Jerman dan Indonesia dan memiliki keahlian dalam bidang
1.2.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1.
Bagaimana terjemahan buku
“Johnny schweigt”
dalam bahasa
Indonesia?
1.2.2.
Metode penerjemahan apa saja yang digunakan penerjemah dalam
menerjemahkan buku “
Johnny schweigt”
ke dalam bahasa
Indonesia?
1.2.3.
Jenis pergeseran
(shift)
apa saja yang terjadi pada penerjemahan
buku “
Johnny schweigt”
?
1.2.4.
Bagaimana tingkat kesepadanan terjemahan
buku “
Johnny
schweigt”
?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.3.1. Menerjemahkan buku
“Johnny schweigt”
ke dalam bahasa
Indonesia
1.3.2. Mendeskripsikan metode penerjemahan apa saja yang digunakan
penerjemah dalam menerjemahkan buku “
Johnny schweigt”
ke
dalam bahasa Indonesia
1.3.3. Mendeskripsikan pergeseran apa saja yang terjadi pada
penerjemahan buku “
Johnny schweigt”
1.3.4. Mendeskripsikan tingkat kesepadanan terjemahan buku “
Johnny
1.4. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah
manfaat yang dibedakan menjadi manfaat teoritis dan praktis
1.4.1. Manfaat Teoretis
Sebagai pengayaan khasanah terjemahan cerita remaja yang berasal
dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan bacaan bagi pembaca bahasa Indonesia tentang cerita
remaja yang berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Jerman
2. Memberikan petunjuk praktis bagi para penerjemah dalam
menggunakan metode penerjemahan
3. Memberikan pemahaman tentang pergeseran
(shift)
dalam
penerjemahan
4. Memberikan petunjuk praktis dalam menilai kesepadanan terjemahan
1.5. Klarifikasi Makna Istilah
1. Terjemahan
adalah
produk atau hasil dari suatu penerjemahan
Hoed (2006:23)
2. Penerjemahan
adalah proses atau suatu kegiatan mengalihkan
secara tertulis pesan dari teks sumber ke dalam teks sasaran
Nababan (2003:24)
Teks sumber (TSu) adalah teks yang merujuk pada teks yang
akan diterjemahkan yaitu teks bahasa Jerman dan teks sasaran
(TSa) adalah teks yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu teks
bahasa Indonesia
4. Bahasa Sumber (BSu) dan Bahasa sasaran (BSa)
Bahasa Sumber (BSu) adalah bahasa yang merujuk pada bahasa
yang diterjemahkan yaitu bahasa Jerman sedangkan bahasa
sasaran (BSa) adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan
yaitu bahasa Indonesia.
“The source language is the language you
are working from whereas the target language is the language
you are working into”
Samuelsson-Brown (1995:17)
5. Metode Penerjemahan
adalah prinsip yang mendasari cara kita
menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk
(jenis) terjemahannya Menurut Bell dalam Hoed (2006:55).
6. Pergeseran (
Shift
)
adalah perubahan linguistik yang terjadi antara
teks sumber dan teks sasaran Catford (1965:73)
7. Buku cerita remaja
“Johnny schweigt”
karya Bernhard
Hagemann
adalah buku cerita remaja yang
berjumlah 84 halaman
yang terbagi ke dalam 11 Bab dengan ukuran lebar buku 11 cm dan
panjang 18 cm. Buku ini juga mengandung nilai-nilai pendidikan
dalam pembelajaran bahasa asing dalam hal ini bahasa Jerman.
Buku ini langsung diterbitkan oleh penerbit terkenal yaitu penerbit
Langenscheidt pada tahun 2005 dan menjadi bahan bacaan di
yang terdapat di berbagai negara seperti Indonesia yang berlokasi
di Jakarta) jadi buku ini masih tergolong baru sehingga bahasanya
masih sangat relevan sampai sekarang dan juga ceritanya yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerjemahan
diantaranya:
Penelitian Lubis (2009) dalam disertasi yang berjudul
Penerjemahan Teks
Mangupa dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Indonesia
. Penelitian ini
mengkaji
masalah-masalah penerjemahan dalam teks
mangupa
, sebuah teks
budaya Mandailing
ke dalam bahasa Inggris. Simpulan penelitian tersebut ialah
bahwa bahasa Mandailing dan bahasa Inggris memiliki lebih banyak perbedaan
dari pada persamaan dalam
struktur bahasa, dan aspek kultural. Karena adanya
perbedaan struktur
kedua bahasa ditemukan kendala dalam penerjemahan frasa,
kata majemuk dan kalimat. Pemakaian banyak kata arkais juga membuat kesulitan
penerjemahan, termasuk masalah
tenses
yang tidak ada dalam bahasa Mandailing.
Faktor lain yaitu faktor perbedaan budaya. Sejumlah istilah dan ungkapan budaya
Mandailing tidak memiliki padanan dalam bahasa Inggris, sehingga kata-kata
tersebut harus dipinjam (tidak diterjemahkan). Beberapa kata memiliki padanan,
tetapi nuansa budaya yang melekat pada kata-kata tersebut tidak dapat ditransfer
ke dalam bahasa Inggris.
Penelitian tentang penerjemahan teks untuk menghasilkan suatu
terjemahan juga pernah dilakukan oleh Nasution (2011) dalam tesisnya yang
berjudul:
Penerjemahan Teks Marpokat Haroan Boru dalam Perkawinan Adat
Mandailing dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Inggris
. Penerjemahan teks
draf pertama, analisis draf pertama dan penulisan draf ke dua, evaluasi draf kedua,
penulisan draf ketiga, reevaluasi dan penulisan draf akhir. Dari hasil penelitiannya
ditemukan bahwa bahasa Mandailing dan bahasa Inggris juga memiliki lebih
banyak perbedaan dari pada persamaannya seperti sistem pronominal, struktur
frasa, pola kalimat, komponen makna, polisemi, sinonim dan antonim, makna
generik dan spesifik, metafora, idiom dan eufimisme. Perbedaan yang luas pada
budaya kedua bahasa meliputi agama dan kepercayaan, keluarga dan perkawinan,
tipe masyarakat, ketimpangan gender, pemakaian bahasa dan sopan santun sosial.
Teks ini menerapkan beberapa teknik penerjemahan diantaranya diantaranya
teknik penambahan, pengurangan, penyetaraan struktural, generalisasi,
penerjemahan makna, penerjemahan literal dan parafrasa.
Kedua penelitian di atas sangat berkontribusi dalam memberikan
tahapan-tahapan melakukan suatu penerjemahan seperti, analisis struktur teks, transfer,
penulisan draf pertama, analisis draf pertama dan penulisan draf kedua, evaluasi
draf kedua, penulisan draf ketiga, reevaluasi dan penulisan draf akhir.
Penelitian penerjemahan yang menilai tentang kualitas terjemahan
dilakukan oleh Silalahi (2009) dalam disertasinya yang berjudul
Dampak Teknik,
Metode dan Ideologi Penerjemahan Pada Kualitas Terjemahan Teks
Medical-Surgical Nursing Dalam Bahasa Indonesia.
Dalam penelitian tersebut ditemukan
bahwa teknik, metode dan ideologi penerjemahan akan mempunyai dampak
terhadap kualitas terjemahan. Kualitas terjemahan yang dinilai adalah bagaimana
tingkat kesepadanan terjemahan, tingkat keberterimaan terjemahan, serta tingkat
keterbacaan terjemahan. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 338 (64,75%)
Dari aspek keberterimaan ditemukan 396 (75,86%) berterima, 91 (17,44%)
kurang berterima, dan 35 (6,70%) tidak berterima. Sementara itu, 493 (96,29%)
data sasaran mempunyai tingkat keterbacaan tinggi dan 19 (3,71%) mempunyai
tingkat keterbacaan sedang.
Penelitian lainnya adalah dilakukan oleh Ardi (2010) dari
Universitas
Sebelas Maret Surakarta
.
dalam tesisnya yang berjudul
Analisis Teknik
Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Asul Elite Minangkabau
Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIX/XX”
. Tujuan
penelitian tersebut untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode,
dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan
dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan
(readabliity) terjemahan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif
terpancang untuk kasus tunggal. Ini merupakan penelitian holistik yang
melibatkan 3 (tiga) jenis sumber data. Sumber data pertama adalah dokumen yang
berupa buku sumber dan produk terjemahannya sebagai sumber data objektif..
Sumber data kedua, diperoleh dari informan yang memberi informasi mengenai
keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan hasil terjemahan sebagai data afektif.
Sumber data ketiga adalah para penerjemah dan editor ahli sebagai sumber data
genetik. Pengumpulan data dilakukan melalui identifikasi teknik dengan
pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam. Pemilihan
sampel data dilakukan dengan teknik purposif sampling. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat 18 jenis teknik penerjemahan dari 731 teknik yang
digunakan penerjemah dalam 285 data. Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik
padanan lazim 84 (11,49%), modulasi 73 (9,99%), peminjaman murni 71 (9,71%),
reduksi/implisitasi 61 (8,34%), adaptasi 57 (7,80%), penambahan 37 (5,06%),
transposisi 27 (3,69%), generalisasi 22 (3,01%), kalke 19 (2,60%), inversi 16
(2,19%), partikularisasi 15 (2,05%), penghilangan 15 (2,05%), kreasi diskursif 10
(1,37%), deskripsi 9 (1,23%), peminjaman alami 6 (0,82%), dan koreksi 1
(0,14%). Berdasarkan teknik yang dominan terungkap bahwa buku ini cenderung
menggunakan metode komunikatif dengan ideologi domestikasi. Dampak dari
penggunaan teknik penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan cukup baik
dengan rata-rata skor keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan 3,55, dan
keterbacaan 3,53. Hal ini mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas
keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak
memberi kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan
keterbacaan terjemahan adalah teknik amplifikasi, penerjemahan harfiah, dan
padanan lazim. Sementara, teknik penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat
keakuratan & keberterimaan adalah modulasi, penambahan, dan penghilangan.
Penelitian Silalahi dan Ardi sangat berkontribusi dalam memberikan
pemahaman tentang menilai kualitas terjemahan, khususnya menilai tingkat
kesepadanan terjemahan.
Penelitian penerjemahan yang berkaitan dengan metode penerjemahan
sudah pernah dilakukan oleh Hartono (2000) dalam penelitiannya yang berjudul
Studi Tentang Metode Terjemahan Yang Digunakan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam
paling banyak digunakan mahasiswa untuk menerjemahkan teks baik yang
berjenis informatif-vokatif (43,10%). Sedangkan metode terjemahan semantik
paling banyak digunakan untuk menerjemahkan yang berjenis ekspresif (37,79%).
Di samping itu, untuk teks informatif-vokatif tiga mahasiswa (5,17%)
menggunakan metode terjemahan komunikatif, sedangkan untuk teks ekspresif 22
mahasiswa (37,93%) menggunakan metode terjemahan semantik. Dengan kata
lain, dapat disimpulkan bahwa untuk teks informatif-vokatif mahasiswa
menggunakan metode terjemahan yang tidak sesuai dengan jenis teksnya,
sedangkan untuk teks ekspresif mahasiswa menggunakan metode terjemahan yang
kurang sesuai dengan jenis teksnya. Penelitian tersebut sangat berkontribusi dalam
memberikan pemahaman tentang metode penerjemahan yang digunakan dalam
menerjemahkan suatu teks.
Penelitian penerjemahan berkaitan tentang pergeseran
(shift)
pernah
dilakukan oleh Ahmad (2011) dengan judul tesisnya
Analisis Terjemahan
Istilah-Istilah Budaya Pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera
Utara.
Dari hasil penelitian tersebut terdapat 43 pergeseran
(shift)
pada
terjemahan istilah-istilah budaya dari BSu ke dalam BSa . Pergeseran
(shift)
tersebut terdiri atas pergeseran unit (US) sebanyak 27 (62,79%), pergeseran
struktur (SS) sebanyak 13 (30,23%), dan pergeseran antar sistem sebanyak 3
(6,98%). Penelitian tersebut sangat berkontribusi dalam memberikan pemahaman
2.2. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1.
Kerangka Berpikir
Teks Sumber
Penerjemahan
Tahap Penerjemahan Lubis (2009)
Teks Sasaran
Terjemahan buku
“Johnny schweigt”
dalam bahasa Indonesia
Metode Penerjemahan
Newmark (1988)
Jenis Pergeseran
Catford (1965)
Tingkat Kesepadanan Terjemahan
Berdasarkan gambar 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini
berorientasi
pada proses dan produk Lubis (2009), artinya bahwa peneliti
melakukan suatu proses menerjemahkan sebuah buku untuk menghasilkan sebuah
terjemahan, kemudian peneliti mendeskripsikan metode penerjemahan yang
digunakan dalam menerjemahkan buku tersebut dengan menggunakan teori
Newmark (1988) dan jenis pergeseran
(shift)
yang terjadi dalam penerjemahannya
dengan menggunakan teori Catford (1965:73). Terjemahan tersebut dinilai tingkat
kesepadanan terjemahan pesan antara TSu dan TSa oleh dua informan kunci
dengan menggunakan instrumen pengukur tingkat kesepadan terjemahan menurut
Silalahi (2012).
Kesimpulan
Terjemahan
bahasa
Indonesia
buku
“Johnny
schweigt”
Metode harfiah
1310 (85,9%),
komunikatif 54
(3,5%), adaptasi
51 (3,3%), kata
perkata
49
(3,2%), setia 48
(3,1%),
bebas
16 (1%)
pergeseran
struktur
1402
(98%), pergeseran
unit 24 (1,7%)
dan
pergeseran
kelas 5 (0,3%).
1407
(92%)
2.3. Teori Penerjemahan
Teori penerjemahan sudah ada sejak zaman dahulu. Dokumen-dokumen
tentang penerjemahan di masa lampau ditulis oleh orang-orang yang mendasarkan
pemikiran mereka pada pengalaman mereka sebagai penerjemah. Karena di
dasarkan pada pengalaman pribadi, pandangan-pandangan yang mereka
kemukakan tidak bisa dikatakan sebagai konstruk teoritis bagi penilaian yang
sistematis terhadap teori penerjemahan. Dalam perkembangan selanjutnya,
pandangan-pandangan itu berubah menjadi konsep umum sebagai pedoman dalam
melakukan aktivitas menerjemahkan, teori penerjemahan merupakan pedoman
umum bagi penerjemah dalam membuat keputusan-keputusan pada saat dia
melakukan tugasnya Nababan (2003:15-16)
Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu
terjemahan
(science of translation, Übersetzungwissenschaft)
. Namun kata ilmu
disini berarti teori, metode, teknik dan bukannya ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri, mengingat linguistik terjemahan adalah bagian dari ilmu linguistik atau
lebih tepatnya cabang dari linguistik aplikasi/linguistik terapan Moentaha
(2009:9).
Penerjemahan sendiri adalah sebagai disiplin ilmu yang masih relativ baru.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan (Hönigs 1995, dalam Albrecht,
2005:20) dengan menggunakan bahasa Jerman:
“Die Übersetzungswissenschaft ist eine
relativ junge Disziplin.
Sie verdankt ihr Entstehen vor allem der Erkenntnis […] dass die
Methoden und Modellbildungen der system linguistik und der
philologien nicht ausreichen, um die Komplexität der
wissenschaftliche
Erkenntnisse
aus
anderen
Wissenschaftsbereich
en”
(Ilmu penerjemahan adalah sebuah disiplin ilmu yang relativ
baru. Dalam dua puluh tahun terakhir ini. Ilmu penerjemahan
menjadi bagian dari ilmu linguistik dan pilologi. Ilmu
penerjemahan menjadi ilmu yang terintegrasi dengan disiplin
ilmu yang lain).
2.4. Defenisi Penerjemahan
Kamus
The New International Webster’s
(2002:1428) memberikan
defenisi bahwa
to translate
(menerjemahkan), berarti
to render into another
language
(menyusun ke dalam bahasa lain);
to explain by using another word
(menjelaskan dengan menggunakan kata-kata lain). Kata
translate
berasal dari
bahasa latin
trans
artinya melintas dan latun artinya melaksanakan. Sementara itu,
The Oxford Companion to the English Language
(2005:1329) mendefinisikan
translate
sebagai “uraian baru dari satu bentuk bahasa ke dalam bahasa lain”
Muchtar (2011:7).
Dalam bahasa Jerman penerjemahan berarti
übersetzen,
terjemahan berarti
die Übersetzung
atau
das Übersetzen,
orangnya atau penerjemah disebut
der
Übersetzer
untuk penerjemah laki-laki dan
die Übersetzerin
untuk penerjemah
perempuan.
Brockhaus (1957) dalam Stolze (2008:13) yang menggunkan bahasa
Jerman menyatakan bahwa penerjemahan adalah
“die Übertragung
von
gesprochenem oder g
eschriebenem aus einer Sprache in eine andere“
artinya
penerjemahan adalah mengalihkan pesan dari bahasa tulis atau lisan ke bahasa
Ada beberapa catatan yang perlu di kemukakan dalam kaitan dengan istilah
penerjemahan, terjemahan, penerjemah, dan juru bahasa
. Kata dasar
terjemah
berasal dari bahasa Arab
tarjammah
yang maknanya adalah ikhwal pengalihan
dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan adalah suatu kegiatan
mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris)
ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia). Dalam hal ini teks yang
diterjemahkan disebut teks sumber (TSu) dan bahasanya disebut BSu, sedangkan
teks yang disusun oleh penerjemah disebut teks sasaran (TSa) dan bahasanya
disebut bahasa sasaran (BSa). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa
disebut terjemahan, sedangkan penerjemah adalah orang yang melakukan kegiatan
penerjemahan. Ihwal penerjemahan biasanya disebut penerjemahan. Juru bahasa
adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan secara lisan. Dewasa ini
sedang disosialisasikan kata penjurubahasaan untuk kegiatan penerjemahan secara
lisan (Hoed, 2006:23).
Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat
kegiatan penerjemahan dan mendefenisikannya sebagai
“the replacement of
textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another
language (TL)”
mengganti bahan teks dalam BSu dengan bahan teks yang
sepadan dalam BSa. Newmark (1988) juga memberikan defenisi serupa, namun
lebih jelas lagi:
“rendering the meaning of a t
ext into another language in the
way that the author intended the text”
menerjemahkan makna suatu teks ke dalam
Menurut Bachmann-Medick (1997:V) penerjemahan adalah:
“Übersetzung bedeutet mehr als
nur die Übertragung aus einer
Sprache in eine andere oder von einem Ausgangstext in einen
Zieltext. Übersetzung impliziert vielmehr einen weiterreichen den
Transfer zwischen Kulturen und ist in den verschiedensten
Formen am Kontakt und an der Auseinandersetzung zwischen den
Kulturen beteiligt
”
.
(Penerjemahan berarti pengalihan pesan dari bahasa yang satu ke bahasa
yang lain atau dari teks sumber ke teks tujuan atau teks sasaran.
Penerjemahan berarti juga transfer antar budaya dalam berbagai bentuk
perbedaan budaya).
Selain itu Königs (1979:9) dalam Reiss (1995:20) menyatakan bahwa:
“Eine Übersetzung ist die adäquate interlinguale Umsetzung
ausgangssprachlichen
Materials
unter
Einhaltung
zielsprachlicher Syntax, Lexik und stilistischer Normen, eine
Umsetzung, deren Adäquatheit von der Kompetenz des
Übersetzers bestimmt wird und unter Einfluss performativer
Prozesse, psychologischer Strukturierungsmechanismen und
Erfahrungen des Übersetzers sowie situationeller Komponenten
steht”.
(Penerjemahan adalah penerapan atau implementasi dari bahasa
interlingual dari BSu ke BSa, sintaksis, leksikon dan gaya bahasa sangat terkait
dengan kompetensi penerjemah, psikologi, pengalaman penerjemah dan proses
penerjemahan serta situasi).
Apabila semua defenisi di atas dilihat lebih jauh, dapat disimpulkan
bahwa: (1) penerjemahan adalah upaya “mengganti” teks
dalam BSu dengan teks
yang sepadan dalam Bsa, (2) yang diterjemahkan adalah makna sebagaimana yang
dimaksudkan pengarang. Upaya dalam mengganti dari teks sumber ke dalam teks
2.5. Jenis Penerjemahan
Jakobson dalam Munday (2001:5) membagi jenis penerjemahan ke dalam
tiga kategori, yaitu:
1.
Intralingual translation atau rewording
(Penerjemahan dalam bahasa yang
sama yang merupakan interpretasi lambang-lambang, verbal dengan
menggunakan lambang-lambang lain dalam bahasa yang sama).
Penerjemahan dalam bahasa yang sama yang merupakan interpretasi
lambang-lambang verbal dengan menggunakan lambang-lambang lain dalam
bahasa yang sama contohnya adalah memparafrasekan suatu kata dalam bahasa
Indonesia contohnya kata budaya diparafrasekan menjadi cara hidup (
way of life
)
atau pemikiran dan cara pandang yang perwujudannya terlihat dalam bentuk
perilaku serta hasilnya terlihat secara material (disebut artefak), yang diperoleh
melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dalam suatu masyarakat dan
diteruskan dari generasi ke generasi Hoed (2006:79).
2
. Interlingual translation
atau
translation proper
.
Yaitu penerjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain, seperti
menerjemahkan teks dari bahasa Jerman ke dalam teks bahasa Indonesia,
contoh:
Ich hatte ihn kennen gelernt
Saya kata kerja bantu nya (dia laki-laki) mengenalnya
3.
Intersemiotic translation
atau
transmutation
Yaitu penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti
gambar, musik dan lain-lain. Contohnya adalah sebuah tulisan diterjemahkan ke
dalam sebuah lukisan.
2.6. Proses Penerjemahan
Proses penerjemahan memegang peranan penting dalam menghasilkan
terjemahan yang baik karena penerjemahan yang keliru bukan hanya bisa
menimbulkan konsekuensi akademis, tapi juga finansial dan politik antarnegara.
Terjemahan buku
Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu
Burung
yang ditulis mantan Menteri kesehatan Siti Fadhilah Supari, adalah
contoh yang menuai protes dari pemerintah Amerika Serikat. Akibat kesalahan
terjemahannya buku tersebut terpaksa ditarik dari pasaran. Mantan Menkes Siti
Fadhilah Supari akhirnya mengakui terdapat kesalahan fatal dalam penerjemahan
buku tersebut. “Saya cek satu persatu dan menemukan kesalahan
-kesalahan yang
cukup banyak dan penting,” (
http://www.detik.com 21/02/2008) dalam Yazid
(2009:4).
Penerjemahan pada hakikatnya adalah pengalihan isi, pesan, dan makna
dari BSu ke BSa secara tepat, wajar, dan luwes. Pengalihan pesan tersebut
memerlukan proses yang akan menentukan hasil suatu penerjemahan. Proses
penerjemahan harus dimengerti dengan baik oleh penerjemah untuk mengambil
langkah-langkah dalam menerjemahkan dan mencari solusi yang terbaik atas
Bila proses penerjemahan lebih diperhatikan, maka pembaca akan
mencoba mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan. Machali (1990:4) mengatakan bahwa dengan mengetahui proses
penerjemahan berarti pembaca mencoba meniti jalan yang dilalui penerjemah.
“The resulting translated text to be seen as evidence of a transaction, a means of
retracing the pathways of the translator’s decision
-
making procedures.”
Pembaca
akan mengetahui bagaimana penerjemah menganalisis, mentransfer, dan
merestrukturisasi teks sumber ke dalam teks sasaran. Bahkan, pembaca dapat
mencoba mengetahui alasan apa penerjemah memakai suatu istilah untuk
memadankan istilah tertentu. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh pembaca
apabila mereka melihat hasil terjemahan sebagai produk.
Penerjemahan juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari BSu
ke dalam BSa. Proses penerjemahan dapat pula diartikan sebagai suatu sistem
kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan, kegiatan tersebut terdiri dari 3 tahap
yaitu, analisis teks BSu, pengalihan pesan dan restrukturisasi, ketiga tahap dalam
Gambar 2.2.
Proses Penerjemahan Menurut Suryawinata, 1987:80 dalam Nababan
(2003:24-25)
Analisis PROSES BATIN Restrukturisasi
Transfer
Padanan
Pemahaman
1.
Analisis TSu
Setiap kegiatan menerjemahkan dimulai dengan penganalisaan teks BSu
karena penerjemah selalu dihadapkan pada TSu terlebih dahulu. Analisis TSu itu
diwujudkan dalam kegiatan membaca. Selanjutnya kegiatan membaca TSu
dimaksudkan untuk memahami isi teks. Pemahaman terhadap isi teks
mempersyaratkan pemahaman terhadap unsur linguistik dan ekstralinguistik yang
terkandung dalam suatu teks
.
2.
Pengalihan pesan
Setelah makna dan struktur BSu dianalisis, maka pesan yang terkandung
didalamnya sudah dapat dipahami. Langkah selanjutnya adalah mengalihkan isi,
makna, pesan yang terkandung dalam BSu ke dalam BSa. Tahap pengalihan ini
bertujuan untuk menemukan padanan kata BSu dalam BSa. Proses pengalihan isi,
Teks
Bahasa
Isi,
Makna
Teks
Bahasa
Isi,
makna dan pesan kemudian diungkapkan dalam BSa secara lisan atau tertulis.
Guna memperoleh terjemahan yang lebih baik yang sesuai dengan tujuan
penerjemahan itu sendiri, maka terjemahan perlu diselaraskan.
3.
Restrukturisasi
Pada tahap restrukturisasi atau penyelarasan, seorang penerjemah perlu
memperhatikan ragam bahasa untuk menentukan gaya bahasa yang sesuai dengan
jenis teks yang diterjemahkan. Selain itu perlu diperhatikan terjemahan ditujukan
kepada siapa. Apabila tahap-tahap analisis pemahaman teks, pengalihan isi,
makna, pesan dan penyelarasan telah selesai dilakukan, maka dihasilkan sebuah
terjemahan.
2.7. Metode Penerjemahan
Metode dalam konteks penerjemahan adalah prinsip yang mendasari cara
kita menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk (jenis)
terjemahannya (Hoed, 2006:55). Pengertian penerjemahan yang lebih luas juga
dikenal dikalangan para pakar. Sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah
menentukan dulu siapa calon pembaca terjemahannya dan atau akan digunakan
untuk keperluan apa terjemahan itu. Oleh karena itu penerjemahan sering di
dasari oleh
audience design
dan atau
need analysis
. Pada praktiknya penerjemah
memilih salah satu metode yang sesuai dengan untuk siapa dan untuk tujuan apa
penerjemahan dilakukan. Ada delapan metode terjemahan yang bisa dipilih, akan
tetapi Newmark (1988:45-48) secara garis besar membaginya menjadi dua
golongan, yakni yang empat berorientasi kepada BSu (SL emphasis) dan yang
menghasilkan jenis terjemahan”.
Pembagian tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut ini atau sering disebut juga sebagai diagram V.
Gambar 2.3.
Metode Penerjemahan (V-Diagram)
SL Emphasis TL Emphasis
Word-for-word translation
Adaptation
Literal translation
Free translation
Faithful translation Idiomatic translation
Semantic Transl. Communicative transl.
(Sumber: Newmark 1988:45)
Gambar di atas menunjukkan bahwa pengertian penerjemahan adalah
untuk mengungkapkan kembali pesan secara luas, yakni pesan dari TSu ke dalam
TSa dengan berbagai metode yaitu (1) w
ord for word translation
(Penerjemahan
kata demi kata), (2)
adaptation
(saduran),
(3)
literal translation
(Penerjemahan
Harfiah), (4)
free translation
(penerjemahan bebas),
(5)
faithful translation
(Penerjemahan setia), (6)
idiomatic translation
(Penerjemahan idiomatik), (7)
semantic translation
(Penerjemahan semantik), (8)
communicative translation
2.8. Pergeseran (
Shift
)
Pergeseran (
shift
) adalah perubahan linguistik yang terjadi antara teks
sumber dan teks sasaran, Hatim dan Munday (2004:26). Catford (1965)
mengelompokkan pergeseran (
shift
) menjadi 2 kelompok, yaitu: Pergeseran
tingkatan (
level shift
) dan pergeseran kategori (
category shift
)
1.
Pergeseran Tingkatan (
level shift
)
Pergeseran tingkatan (
level shift
) adalah pergeseran dari satu tataran
linguistik ke tataran lainnya.
Contoh:
She is my mother’s friend
Dia (perempuan) teman ibu saya
Sie ist die Freundin meiner Mutter
(dalam bahasa Jerman)
Dia (perempuan) teman ibu saya
2.
Pergeseran Kategori (
Category shift)
Pergeseran kategori (
Category shifts
) dapat dibedakan menjadi:
2.1. Pergeseran Struktur (
Structure-shift)
Pergeseran struktur adalah perubahan yang diakibatkan oleh
sistem struktur BSu tidak sama dengan sistem struktur BSa. Contoh:
Dalam bahasa Jerman:
Kleines Haus
: Rumah kecil
Apabila
diterjemahkan
secara
kata
perkata
maka
terjemahannya menjadi kecil rumah. Akan tetapi terjemahan tersebut
tidak mempunyai arti maka diterjemahkanlah menjadi rumah kecil.
menerangkan) dalam bahasa Jerman dan MD dalam bahasa
Indonesia (menerangkan diterangkan) maka artinya menjadi rumah
kecil.
2.2. Pergeseran Kelas
(Class-shift)
Pergeseran yang terjadi dalam pergeseran kelas adalah kelas
kata tertentu dalam BSu menjadi kelas kata yang lain dalam Bsa.
Contoh: Pesta tahun diterjemahkan menjadi
annual
party. Kata tahun
adalah nomina, kata
annual
mempunyai kelas kata adjektiva.
2.3. Pergeseran Unit (
Unit-shift)
Pergeseran unit terjadi apabila unsur BSu pada suatu unit
linguistiknya memiliki padanan yang berbeda unitnya pada BSa.
Berikut contoh pergeseran dari unit kata menjadi unit klausa dalam
bahasa Jerman:
interessanter Platz
diterjemahkan menjadi tempat
yang menarik.
2.4. Pergeseran antar-sistem (
Intra-system shift
)
Pergeseran antar-sistem adalah pergeseran yang terjadi
pada kategori grammatikal yang sama. Contoh:
Der Chef heiratete
seine Sekretärin:
Bos menikahi sekretarisnya. Kata menikah dalam
bahasa Indonesia adalah verba intransitif sedangkan kata
heiratete
2.9.
Budaya dalam Penerjemahan
Dalam suatu penerjemahan hal yang perlu diperhatikan dalam
penerjemahan bukan hanya unsur linguistiknya saja tetapi unsur non linguistik
juga. Pendapat ini senada dengan ungkapan Muchtar (2011:55) yang menyatakan
bahwa proses pengalihan pesan TSu dipengaruhi oleh budaya penerjemah, yang
tercermin dari cara seseorang dalam memahami, memandang dan mengungkapkan
pesan. Penerjemahan teks selalu terkait erat dengan masalah budaya. Apa yang
dimaksud dengan budaya? Menurut Hoed (2006:79) budaya adalah cara hidup
(
way of life
) atau pemikiran dan cara pandang yang perwujudannya terlihat dalam
bentuk perilaku, dan hasilnya terlihat secara material (disebut artefak). Hasil
tersebut diperoleh melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dalam suatu
masyarakat yang diteruskan dari generasi ke generasi.
Göhring (2002:108) dalam Kuβmaul (2010:41)
mengatakan bahwa:
“Kultur ist all das, was man wissen, beherrschen und empfinden
können muss, um beurteilen zu können, wo sich Einheimische in
ihren verschidenen Rollen Erwartungskonform oder abweichend
verhalten, und um sich selbst Erwartungskonform verhalten zu
können, sofern man dies will und nicht etwa bereit ist, die jeweils
aus erwartungswidrigem Verhalten entstehenden Konsequenzen
zu trage”.
Budaya adalah semua apa yang orang ketahui, kuasai dan rasakan, yang
timbul dari sikap atau perilaku seseorang.
Pengalihan pesan dalam proses
penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan budaya BSu dan BSa. Perbedaan ini
secara langsung akan menempatkan penerjemah pada posisi yang dilematis. Di
akurat. Di sisi lain dan dalam banyak kasus, penerjemah harus menemukan
padanan yang tidak mungkin ada dalam BSa.
Penerjemahan bukan hanya aktivitas bilingual tetapi juga adalah aktivitas
bi-kultural. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa penerjemahan bukan
hanya menerjemahkan bahasa tetapi sekaligus transfer budaya. Konsep bahwa
bahasa adalah budaya dan budaya diwujudkan melalui perilaku kebahasaan dapat
pula diterapkan dan dikaitkan pada bidang penerjemahan dan dalam
penerjemahan kita mengalihkan budaya bukan bahasa. Pendapat ini sejalan
dengan pandangan bahwa budaya merupakan suatu terjemahan, bukan kata,
frase, klausa, paragraf atau teks yang seharusnya mendapatkan perhatian yang
serius dari penerjemah.
Penerjemahan adalah masalah latar belakang budaya dari penerjemah.
Kemampuan menguasai Bsu dan Bsa dengan kuantitas yang sama dan
mengetahui perbedaan. Persepsi linguistik kedua bahasa tersebut tidak akan
berarti tanpa penguasaan konteks budaya.
Setiap penerjemah mempunyai budaya. Budaya yang dimiliki penerjemah
akan mempengaruhi cara pemahaman makna teks yang akan diterjemahakan,
sehingga penerjemah perlu memahami budaya teks yang akan diterjemahkan.
Jika penerjemah adalah orang Indonesia dan akan menerjemahkan sebuah teks
bahasa Inggris ataupun bahasa Jerman maka diperlukan pemahaman budaya
Inggris dan Jerman. Penerjemah tidak dapat memaksakan budaya penerjemah
sebagai orang Indonesia kedalam teks bahasa Inggris maupun bahasa Jerman
karena bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ataupun bahasa Jerman berbeda
Sebaliknya jika penerjemah seorang Indonesia ingin menerjemahkan