• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perubahan lingkungan senantiasa terjadi terus–menerus dalam suatu masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan dan tata ekonomi, cara–cara pemasaran dan perilaku masyarakatnya. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat, telah terjadi perubahan diberbagai sektor, termasuk dibidang industri dan produksi serta pada kegiatan usaha eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala besar. Perkembangan bisnis eceran yang pesat ini tidak lepas dari faktor meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan juga meningkatkan jumlah pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang menyebabkan taraf hidup masyarakat Indonesia semakin meningkat. Hal ini membawa dampak kepada pola perilaku belanja seseorang, dimana semakin meningkatnya taraf hidup seseorang maka tuntutan akan tempat berbelanja yang nyaman dan dapat menyediakan segala kebutuhan konsumen dalam satu lokasi semakin dibutuhkan.

(2)

dan banyak dikuasai penjual kini berubah menjadi pasar konsumen dimana produsen sekarang berlomba-lomba menarik minat konsumen (http://koranjogja.com).

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat menyebabkan permintaan konsumsi barang-barang termasuk barang konsumsi seperti pangan dan kebutuhan rumah tangga, perbaikan dan kemajuan pendidikan, perbaikan dalam pengangkutan serta komunikasi juga ikut meningkat.

Pasar tradisional pada masa yang lalu merupakan tempat utama yang dituju oleh konsumen untuk berbelanja, namun pada perkembangan bentuk pasar dengan munculnya minimarket memberikan tambahan alternatif bagi masyarakat selaku konsumen untuk mencari dan membeli produk yang dibutuhkan dan diinginkan. Hal ini menunjukkan kecenderungan perubahan perilaku konsumen karena konsumen mulai tertarik untuk berbelanja di tempat yang mungkin dirasa lebih nyaman dibandingkan pasar tradisional.

(3)

Dengan semakin banyaknya usaha retail/minimarket maka kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks dan bergerak maju ke depan. Oleh karena itu pelaku bisnis dituntut untuk tidak hanya menjual barang saja, tetapi juga dituntut untuk menyediakan layanan yang berkualitas sehingga konsumen akan merasa nyaman dan dapat diharapkan menjadikan konsumen loyal.

Menurut Angipora : (1999; 100) Penelitian konsumen dalam hubungan dengan perilaku konsumen dalam membeli yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk mengetahui dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan:

1. Siapakah yang membeli? 2. Bagaimana mereka membeli? 3. Kapan mereka membeli? 4. Di mana mereka membeli? 5. Mengapa mereka membeli?

Bagaimana tanggapan pemasaran (marketing stimulasi) yang dilakukan perusahaan seperti:

1. Ciri produk 2. Harga

3. Pesan iklan dan sebagainya

PT. Sumber Alfaria Trijaya merupakan salah satu perusahaan bersekala nasional yang bergerak dibidang jasa retail (eceran). Produk yang di tawarkan berupa barang-barang kebutuhan pokok, kebutuhan sehari-hari, dan perlengkapan rumah tangga.

(4)

Dikecamatan Kotagajah sendiri kini telah berdiri 5 minimarket, yakni 4 minimarket Alfamart yakni Alfamart kotagajah 1, Alfamart kotagajah 2, Alfamart kotagajah 3, Alfamart kotagajah 4, dan satunya yakni minimarket Indomaret dan kelimanya relatif sama besar. Hal ini menjadikan tanda tanya bersar dalam benak penulis jika dilihat dari banyaknya minimarket yang berdiri. Apakah ini disebapkan oleh struktur masyarakat kecamatan kotagajah yang kompleks, lokasi kecamatan kotagajah yang strategis karena berbatasan dengan 4 empat kecamatan atau hal- hal lainnya yang tidak diketahui penulis.

Dari hasil penelitian sementara yang dilakukan peneliti, yaitu dengan menanyakan kepada 10 responden “Alasan mereka berbelanja di mini market Alfamart”?

Diperoleh jawaban sebagai berikut:

Tabel 1. Tanggapan konsumen Alfamart di Kecamatan Kotagajah dari 10 responden:

No. Kriteria Tanggapan responden/yang

menjawab jumlah

(5)

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh sementara dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen senang berbelanja di Alfamart, walaupun ada beberapa responden yang menjawab tidak setuju terhadap bertanyaan yang diberikan.

Berdasarkan latar belakang diatas adapun penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi dengan mengadakan penelitian dengan judul: “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN KONSUMEN DALAM BERBELANJA DI MINIMARKET ALFAMART KECAMATAN KOTAGAJAH”

B. Rumusan Permasalahan.

Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari kebijakan yang diambil secara tepat serta didukung oleh kemampuan perusahaan memahami konsumen. Untuk dapat memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, perusahaan harus dapat memahami perilaku konsumen, dengan demikian penetapan kebijakan pemasaran akan lebih terarah.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka masalah yang hendak dicari jawabanya dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-Faktor apa sajakah yang dipertimbangkan Konsumen dalam Berbelanja di Minimarket Alfamart”? dan

(6)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis yaitu :

Menganalisa faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan konsumen dalam berbelanja di Minimarket Alfamart yang berada di Kecamatan Kotagajah Lampung Tengah

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dalam dua aspek yaitu secara teoritis dan secara praktis :

1. Teoritis : memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian lebih lanjut mengenai manajemen pemasaran khususnya yang berkaitan dengan perilaku konsumen.

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dasawarsa terakhir ini isu kesejahteraan anak terus mendapat perhatian masyarakat dunia, mulai dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak, dan anak jalanan. Hal tersebut juga dicerminkan dari banyaknya dokumen internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Sedikitnya terdapat 16 dokumen internasional yang terkait dengan permasalahan anak, beberapa diantaranya: United Nations Standard Minimum Rules For The Administration Of Juvenile Justice (Peraturan Administrasi Standar

Minimum Persatuan Bangsa-bangsa Untuk Keadilan Anak), Resolusi MU PBB 1985: The Use of Children in The Illicit Traffi in Narcotic Drugs (Peran Anak-anak Dalam Perdagangan Obat-Obatan Narkotika), Resolusi MU-PBB 1988: Convention on The Right of The Child (Konvensi Hak Anak), Resolusi MU-PBB 1989: The Effects of Armed Conflicts on Children Lives (Efek Dari Penanganan Konflik Anak), Resolusi Komisi HAM PBB 1991: The Special Rapporteur on The Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography (Pelopor Perdagangan Anak, Prostusi Anak dan Pornograpi Anak), dan Resolusi Komisi HAM PBB 1994.

(8)

menyebutkan bahwa terdapat 30 juta anak tinggal dan menjaga diri mereka sendiri di jalan. Di Asia, saat ini paling tidak terdapat sekitar 20 juta anak jalanan. Jumlah tersebut diramalkan akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun mendatang (Childhope,1991:40).

Demikian halnya di Indonesia, laporan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (2005) memberitakan bahwa fenomena anak jalanan semakin meningkat dari segi kualitas maupun kuantitas. Penelitian tersebut menemukan kenyataan bahwa sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga tidak mampu. Dari 226 juta keluarga tidak mampu, sekitar 35,29% tak tamat SD, sekitar 34,22% tamat SD, dan sekitar 13,57% tamat SMP (www.scribd.com/anakjalanan).

Tetapi, hubungan kemiskinan dengan perginya anak ke jalan bukanlah hubungan yang sederhana. Diantaranya terdapat faktor-faktor intermediate (tingkat menengah) seperti harmoni keluarga, kemampuan pengasuhan anak, dan langkanya dukungan keluarga (family support) pada saat krisis keluarga di rumah manjadi penyebab anak pergi ke jalanan.

(9)

Dalam kaitannya dengan pembangunan sumberdaya manusia, terutama di perkotaan, penanganan yang serius terhadap masalah anak jalanan merupakan suatu isu kebijakan yang mendesak. Penanganan tuntas tentunya tidak hanya mencakup upaya-upaya yang bersifat rehabilitatif saja, tetapi juga mencakup usaha yang bersifat pencegahan dan pengembangan. Selain itu, kebijakan yang kurang tepat dan menyederhanaan permasalahan yang sesungguhnya hanya akan membuat usaha penanggulangan anak jalanan menjadi usaha tambal sulam karena kesalahan dalam melihat masalah yang sesungguhnya.

Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasadepan jelas. Keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif, padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembangnya menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab, dan bermasa depan cerah akan lebih terjamin

(10)

Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak). Mereka

perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi, budaya (education, leisure, and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection) (www.depsos.go.id).

Mengamen di jalanan, itulah yang kita tahu tentang mereka. Padahal ada dunia tersendiri yang mereka geluti, yaitu menjalani kehidupan seks bebas pada usia sangat muda, baik yang dilakukan secara paksa maupun suka sama suka (semata agar bisa diterima sebagai anggota, dan juga perlindungan dari sesama teman jalanan karena kerasnya kehidupan dan persaingan di jalanan, dengan syarat melakukan hubungan seks sebagai imbalannya), dan berikut sedikit uraiannya.

(11)

entitas yang keberadaannya berkaitan erat dengan tatanan nilai, norma, dan sistem pengetahuan suatu masyarakat

Seksualitas selalu hadir dalam setiap sisi kehidupan manusia dan kehadirannyapun tidak luput dari makin banyaknya dan mudahnya mendapatkan pengetahuan tentang seks. Disamping itu, maraknya pornografi telah menjadi bagian keseharian remaja sehingga remaja menjadi iluisif (banyak berhayal), hidupnya diliputi bayang-bayang kosong, lebih suka melamun, meremehkan nilai-nilai sosial, bahkan pada taraf yang lebih buruk lagi, remaja menyalahgunakan seks.

Kasus-kasus seks bebas, seperti casting iklan sabun mandi, adegan seks remaja di handphone, serta peredaran VCD porno oleh sepasang remaja atau mahasiswa,

mengindikasikan bahwa perilaku seksual yang tidak sesuai dengan budaya dan norma-norma di masyarakat, telah menempati level mengkhawatirkan dan menjadi pemicu rusaknya moralitas generasi muda. Kondisi ini juga mengindikasikan kurangnya kontrol dan aturan hukum terhadap pengguna akses informasi yang akhirnya menyebabkan kecenderungan penyimpangan perilaku seksual remaja menjadi kuat. Hal ini sejalan dengan membanjirnya informasi mengenai perilaku seksual, mulai dari media cetak sampai elektronik, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kecenderungan terjadinya penyimpangan perilaku seksual pada remaja (id.wikipedia.org/wiki/anakjalanan).

(12)

dengan perubahan-perubahan fisik dan peran-sosial yang sedang terjadi padanya. Gejolak seksualitas yang terjadi pada akhirnya memicu keinginan remaja untuk melakukan hubungan seks, selain juga ditunjang minimnya pengalaman seksual.

Maraknya remaja yang melakukan seks bebas saat ini dapat dilihat dari dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor ekstrnal. Faktor internal berasal dari dalam diri remaja itu sendiri, dimana seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa remaja adalah seseorang yang sedang mengalami peningkatan hasrat seksual dikarenakan perubahan fisik dan biologis yang sedang terjadi padanya. Faktor ini bertendensi membuat remaja ingin melakukan hubungan seks. Sementara faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, diantaranya adalah peer group (teman sepermainan) yang biasanya memiliki influence yang cukup besar

dalam kehidupan remaja. Dimulai dari obrolan atau cerita mengenai pengalaman seksual diantara teman dan akhirnya mempengaruhi remaja untuk mencontoh perilaku seksual tersebut.

Selain itu media saat ini juga semakin marak menampilkan tayangan-tayangan yang bermuatan seksualitas sehingga dapat memicu remaja untuk melakukan perilaku seks bebas. Pergaulan remaja saat ini yang semakin bebas juga semakin membuka celah untuk melakukan perilaku seks bebas. Dan ini juga terjadi karena remaja masa kini sudah banyak menjadi konsumerisme budaya barat tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu sehingga perilaku tersebut sangat tidak sesuai dengan norma dan aturan yang ada di negara kita (www.pendidikan.net/seksbebas).

(13)

dari keluarga atau orangtua, dan juga banyak faktor lain yang mendukung. Pada anak jalanan faktor eksternal lebih banyak mempengaruhi mereka dalam melakukan seks bebas tersebut. Sehingga membentuk perilaku-perilaku seks yang kurang baik pada mereka.

Anak jalanan memperoleh “pengetahuan” seksnya dari teman sebaya atau anak

jalanan yang lebih tua, baik yang bersumber dari buku porno, film atau VCD porno, atau mengintip orang yang sedang melakukan hubungan seksual. Mudahnya memperoleh pengetahuan mengenai seks mempengaruhi sikap anak jalanan terhadap hubungan seksual. Terlebih, anak-anak jalanan terkadang memiliki anggapan, bahwa hubungan seksual di luar nikah sebagai hal yang wajar karena itu merupakan urusan dari anak jalanan itu sendiri dan tidak mengganggu kepentingan orang lain.

Kondisi ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang bebas di jalanan serta norma yang serba longgar. Selain itu, yang mendorong anak jalanan makin permisif terhadap perilaku seks bebas karena kemampuan mereka mencari nafkah secara mandiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Thailand yang menemukan bahwa remaja yang sudah bisa mencari nafkah sendiri, lebih permisif dalam urusan seksualitas daripada remaja yang masih sekolah (Sarwono, 1997).

B. Rumusan Masalah

(14)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan tentang perilaku anak jalanan dalam melakukan hubungan seks bebas di kalangan mereka dan faktor penyebabnya.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan pengetahuan seputar perilaku seks bebas di kalangan anak jalanan dan juga diharapkan dapat berguna bagi upaya pengembangan khasanah ilmu Sosiologi, khususnya Sosiologi Perilaku Menyimpang.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Anak Jalanan dan Permasalahannya

Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban. UNICEF (1986) memberikan batasan sebagai

“Children who work on the streets of urban areas, without reference to the time they spend there or the reasons for being there” (Anak yang bekerja di jalanan area kota, tanpa kejelasan waktu yang mereka habiskan atau alasan mereka berada disana). Mereka umumnya bekerja di sektor informal, sedangkan yang menyebabkan mereka menjadi anak jalanan adalah akibat kesulitan ekonomi; banyaknya orangtua yang melakukan urbanisasi dan menjadi pengemis di ibukota, kekacauan dalam kehidupan keluarga, perlakuan keras, penelantaran, menghindar dari penganiayaan, dan kemiskinan.

Komunitas ini sangat mudah ditemui, umumnya mereka bergerombol di perapatan lampu merah, pusat pertokoan, terminal bus, dan tempat-tempat keramaian yang memungkinkan mereka mendapatkan uang.

Berdasarkan latar belakang kehidupan dan motivasinya, mereka dibedakan atas: a. Golongan anak jalanan pekerja perkotaan, yakni mereka yang keberadaannya

(16)

b. Golongan anak jalanan “murni”, yakni yang menjalani seluruh aspek kehidupannya di jalanan. Mereka umumnya adalah pelarian dari keluarga bermasalah. Kehidupan jalanan membentuk subkultur tersendiri yang disebut budaya jalanan dengan nilai moralitas yang longgar, nilai perjuangan untuk bertahan hidup, penuh kekerasan, penonjolan kekuatan, ketiadaan figur orangtua, dan peranan kelompok sebaya yang besar (www.damandiri.or.id).

Sampai saat ini belum ada satu ketetapan mengenai definisi anak jalanan. Setiap orang mempunyai tanggapan yang berbeda tentang definisi anak jalanan, tergantung dari sudut pandang yang dianut. Namun demikian dapat diidentifikasi karakteristik yang menonojol dari anak jalanan, diantaranya adalah:

1. Nampak kumuh/kotor, baik kotor pada badan/tubuh, atau pada pakaian yang mereka pakai;

2. Memandang orang lain (di luar orang yang berada di jalanan) adalah orang yang bisa/dapat dimintai uang;

3. Mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama dalam hal tempat tidur atau makan;

4. Muka/mimik yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan orang yang bukan dari jalanan;

5. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi, bercakap, dan ngobrol dengan siapapun di jalanan;

(17)

UNICEF mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak yang pergi meninggalkan rumah, sekolah, dan lingkungan tinggalnya sebelum mencapai usia 16 tahun. Mereka berada di jalan-jalan ataupun tempat-tempat umum lainnya. Biasanya kelompok anak-anak ini mempunyai karakteristik dan gaya hidup yang serupa. Mereka kebanyakan berasal dari keluarga miskin yang orang tuanya tidak memiliki pekerjaan, kehidupan perkawinannya tidak stabil, peminum alkohol, dan lain lain. Kekerasan tampak merupakan cara yang biasa diterapkan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan antar pribadi, mereka umumnya anak yang liar, dan tidak tersosialisasi dengan baik. Biasanya lembaga-lembaga yang mengurusi persoalan kesejahteraan umum menyatakan mereka sebagai “the most

damaged and deprived” (Jurnal Psikologi Sosial No. 2/th I/Maret/1989).

Ada pula yang beranggapan bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang meminta-minta di tempat-tempat umum, mengemis dengan pakaian kumal, badan kotor, dan penampilan tidak terawat. Meskipun ada perbedaan, secara umum fenomena yang diperlihatkan adalah sama, yakni bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan-jalan dan tempat umum lainnya dengan kisaran usia 9 –12 tahun (Jurnal Psikologi Sosial No. 2/Th I/Maret/1989).

(18)

Seperti kita ketahui, corak kehidupan di jalanan sangatlah keras. Ketika pertamakali hadir di jalan, seorang anak harus beradaptasi dan mulai menerima cara-cara hidup yang berlaku di lingkungan yang baru tersebut. Salah satu bentuk penyesuaian dirinya adalah dengan mengganti nama. Hal ini dilakukan untuk menjaga jarak dengan masa lalunya, sekaligus masuk dalam masa kekiniannya, anak-anak yang berasal dari daerah pedesaan misalnya, mengganti namanya dengan nama-nama yang dianggap sebagai nama "modern" yang diambil dari bintang sinetron atau yang biasa didengarnya, misalnya dengan nama Andi, Roy, dan semacamnya. Seorang anak yang bernama Mohammad kemudian mengganti namanya menjadi Roni. Alasan yang diberikan karena Mohammad adalah nama Nabi. Nama itu tidak cocok dengan kehidupan di jalan karena yang dilakukan di jalan umumnya merupakan tindakan haram.

Mereka juga harus membiasakan diri dengan berbagai macam bentuk kekerasan, baik dari anak jalanan yang lain, orang dewasa yang mengeksploitasi dan memanfaatkan mereka, maupun aparat keamanan. Bentuk kekerasan yang biasa mereka terima adalah dimintai uang dengan paksa, dipukuli, diperkosa ataupun bentuk pelecehan seksual lainnya. Namun tak jarang pula mereka yang menjadi pelaku kekerasan tersebut, misalnya meminta dengan paksa uang atau barang milik teman yang lebih lemah, pencurian kecil-kecilan, judi, dan perdagangan obat-obat terlarang.

(19)

yang dimaksud adalah dalam bentuk pelecehan seksual dari yang tingkatnya paling ringan sampai dengan perkosaan. Seks bebas di kalangan mereka juga sudah menjadi hal yang lazim, mereka melakukannya dengan sesama anak jalanan dengan pola hubungan yang saling menguntungkan. Anak laki-laki sebagai manusia normal yang memiliki kebutuhan biologis, membutuhkan wanita sebagai “teman”, sementara anak jalanan wanita membutuhkan pria untuk melindungi dirinya.

Orang dewasa yang sering memperhatikan dan bergaul dengan anak-anak jalanan mengatakan bahwa jika dilarang untuk melakukan tindakan tertentu, maka anak-anak jalanan itu seperti disuruh melakukan hal yang sebaliknya. Apa pun akan dilakukan untuk menentangnya. Katanya, itu bagian dari indentitas pembangkangan, atau dalam kata lain menolak dianggap (anak) kecil terus.

(20)

"keras" dan jantan. Menenggak minuman keras dan pil adalah satu kebiasaan yang juga biasa dilakukan selama di jalan. Alasan yang diberikan adalah untuk melupakan masalah.

Beberapa studi mengenai anak jalanan secara gamblang menunjukkan berbagai tekanan yang dialami oleh anak jalanan. Secara ekonomi mereka harus bekerja dalam jam kerja yang cukup panjang, secara sosial ia diletakkan sebagai sampah masyarakat, secara hukum keberadaannya melanggar pasal 505 KUHP. Bukanlah satu hal yang mengada-ada bila mereka merasa tidak pernah merasa nyaman dalam kehidupan sehari-harinya. Tindakan-tindakan yang dipilih ini akan membawa anak-anak pada masalah hukum, karena semua tindakan ini dianggap melanggar hukum. Seorang anak jalanan memberikan alasan bahwa sebelum bekerja ia mabuk dulu untuk menghilangkan rasa malu. Karena sebetulnya ia gengsi kalau harus jadi pengamen. Dengan demikian selain sebagai strategi ekonomi, mabuk akhirnya menimbulkan sikap cuek (tidak peduli) dengan aturan hukum.

(21)

ketegangan dalam diri. Obat dianggap sebagai alat untuk mencapai satu kondisi nyaman (www.scribd.go.id).

Jumlah anak jalanan yang semakin meningkat tidak bisa dibiarkan begitu saja. Hal ini akan berdampak pada besarnya permasalahan yang menyangkut kesejahteraan sosial anak. Jika hal ini tidak segera ditangani, tentu akan berakibat ke berbagai aspek, seperti menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta meningkatnya tindak kenakalan, dan kriminal di masyarakat. Mengingat hal tersebut, maka, perlu dilakukan tindakan untuk mengatasinya, baik sebelum maupun setelah anak-anak tersebut turun ke jalan. Penanganan anak-anak jalanan ini harus bersifat terpadu, artinya tidak hanya melibatkan anak itu sendiri tetapi juga keluarga dan masyarakat.

Sebenarnya pemerintah sudah mengambil suatu langkah untuk mengatasi masalah anak jalanan ini. Salah satunya adalah dengan membuat rumah singgah. Rumah Singgah Anak Jalanan (RSAJ) adalah suatu model penanganan anak jalanan yang menggunakan rumah sebagai pusat kegiatan (centre based). Di RSAJ, anak dibimbing dan dibina dalam suasana kekeluargaan sehingga RSAJ seringkali dipandang sebagai tempat persinggahan bagi anak yang termasuk kategori homeless, dan tempat mereka mendapatkan berbagai kegiatan yang bermanfaat.

(22)

merasa ada tempat yang dapat mereka gunakan sebagai rumah. Selain itu, rumah singgah yang ada kebanyakan benar-benar berfungsi sebagai “tempat singgah” di siang hari saja. Artinya, mereka hanya dibenarkan beristirahat di rumah singgah setelah mereka selesai bekerja saja. Sedangkan pada malam hari, mereka harus mencari tempat lain karena rumah singgah tersebut tutup. Selain itu, di banyak rumah singgah seringkali tidak dilaksanakan pendidikan yang sebenarnya menjadi kebutuhan utama anak-anak tersebut.

Kelemahan lain dari penyelenggaraan RSAJ adalah pada agen-agen perubahan atau fasilitator yang kurang memiliki kesamaan dengan sasaran perubahan. Kondisi seperti ini mengakibatkan kurangnya kemampuan empati pada agen perubahan yang pada akhirnya berdampak pada komunikasi yang kurang efektif (www.pendidikan.co.id).

1. Kehidupan di Jalanan

(23)

Mereka mudah saja berkelahi atau tersinggung, seperti dalam perebutan tempat mangkal atau lokasi mencari uang. Ciri-ciri mereka adalah liar, tertutup, tidak tergantung kepada orang lain, dan bebas. Mereka sangat mudah berpindah tempat dari kota yang satu ke kota yang lain. Kontrol orangtua tidak ada karena hubungan yang sudah terputus. Mereka mengembangkan gaya hidup sendiri untuk survive. Kebutuhan terhadap lembaga-lembaga formal yang semestinya menampung mereka, seperti lingkungan rumah, sekolah, dan kelompok bermain tidak lagi didapatkan. Anak-anak jalanan yang dibimbing di rumah singgah pun, setelah keluar tak jarang kembali lagi ke jalanan. Fenomena ini seringkali terjadi walapun pihak rumah singgah telah memberikan sekolah gratis, makanan gratis, dan atap untuk berlindung bagi mereka. Mengapa hal ini terjadi? Karena uang. Di jalanan, mereka dengan gampang bisa memperoleh uang, yang biasanya minimum mencapai Rp. 20.000 per hari. Berarti dalam sebulan mereka bisa memperoleh paling tidak Rp. 600.000. Jumlah ini tentu saja relatif besar bagi seorang anak di bawah umur 18 tahun dan hidup di jalanan.

(24)

anak-anak, maka sistem jalanan demikian pula. Jika nilai positif yang banyak diserap maka ia akan menjadi orang yang tangguh karena telah terbiasa latihan keras dan kebal sejak anak-anak.

Banyak pengusaha dan tokoh-tokoh masyarakat yang ditempa di jalanan. Sayangnya lebih banyak yang terpuruk ke perilaku negatif dan menjadi korban, oleh karenanya keberadaan anak jalanan selalu menjadi perhatian luas dari jenjang lokal sampai international. Dengan kondisi tersebut, maka jelas mereka mudah menerima berbagai masalah. Oleh aparat pemerintah dianggap pengganggu ketertiban sehingga sering dikejar-kejar dan terus dirazia, sementara itu oleh masyarakat setempat atau orang yang mengunakan jalan raya, dianggap mengganggu kenyamanan. Anak-anak yang berperilaku menyimpang dianggap tengah bersosialisasi dengan kejahatan (www.sabda.co.id).

2. Faktor-faktor Penyebab Timbul dan Tumbuhnya Gejala Anak Jalanan

Berikut ini ada 3 tingkatan penyebab keberadaan anak jalanan secara umum (Depsos, 2001:25-26):

1. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarga.

2. Tingkat messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada di masyarakat. 3. Tingkat makro (basic causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur

messo.

(25)

1. Lari dari keluarga, antara lain karena disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus sekolah, bermain, atau diajak teman.

2. Dari keluarga terlantar, antara lain karena ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, dan keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis, dan sosial.

Pada tingkat messo (masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi meliputi:

1. Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatkan penghasilan keluarga, anak-anak diajarkan bekerja yang berakibat si anak tidak dapat mengenyam pendidikan secara optimal.

2. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan, dan anak-anak mengikuti kebiasaan itu.

3. Penolakan mayarakat dan anggapan bahwa anak jalanan adalah sebagai calon kriminal.

Pada tingkat makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Ekonomi, adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu

(26)

2. Pendidikan, adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang dikriminatif, dan kententuan-ketentuan teknis dan birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar.

3. Belum seragamnya unsur-unsur pemerintah dalam memandang anak jalanan sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan), dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah (security approach / pendekatan keamanan).

B. Pengertian Perilaku Seks Bebas

1. Pengertian Perilaku

Menurut Singgih (1990), perilaku adalah tindakan sosial dan merupakan tindakan yang dipergunakan sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan sehingga kebutuhan atau kehendak dipenuhi. Selain itu perilaku merupakan perwujudan dari sikap seseorang apakah sikap itu mempunyai arah yang positif atau arah yang negatif terhadap suatu objek. Sedangkan menurut Skiner (1939), perilaku adalah hasil hubungan antara peran seseorang (stimulus) dan tanggapan (respon).

Semua manusia dalam bertingkahlaku pada dasarnya dimotivasi oleh dua kebutuhan yang saling berkaitan satu sama lain, sebagai perwujudan dari adanya tuntutan-tuntutan dalam hidup bersama kelompok sosial sekitar. Dan berikut dua kebutuhan yang dimaksud:

1. Kebutuhan untuk diterima oleh kelompok atau oleh orang lain 2. Kebutuhan untuk menghindar dari penolakan orang lain.

(27)

2. Pengertian Seks

Seks merupakan masalah penting bagi kehidupan manusia dan dalam setiap agama dianggap sebagai sesuatu yang bertujuan untuk meneruskan ciptaan Tuhan. Ditinjau dari pengertiannya, seks, seksual, dan seksualitas mempunyai arti yang berbeda. Kata seks mempunyai arti jenis kelamin, sesuatu yang dapat dilihat dan ditunjuk. Seks ini memberikan kita pengetahuan tentang suatu sifat atau ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan. Sedangkan arti seksual, yaitu yang ada hubungannya dengan seks atau yang muncul dari seks. Misalnya pelecehan seksual, yaitu menunjuk kepada jenis kelamin yang dilecehkan. Menurut Sarwono (1983), pengetian seks dibagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Seks dalam arti sempit

Seks dalam arti sempit berarti jenis kelamin, yaitu alat kelamin itu sendiri; anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan perempuan (misalnya: perbedaan suara, pertumbuhan kumis, pertumbuhan payudara); kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin; kehamilan dan kelahiran (termasuk pencegahan kehamilan atau lebih dikenal dengan istilah Keluarga Berencana).

2. Seks dalam arti luas

(28)

Dalam buku “Pendidikan Seks dan Cinta Remaja” yang ditulis Larose (1993) juga

dimuat pengertian seks, yaitu: “Seks bukanlah urusan kelenjar saja, adakalanya seks juga diartikan sebagai suatu pantulan rasa cinta. Oleh karena itu hubungan seks sering terjadi antara dua orang yang saling mencintai. Lambat laun akan disadari bahwa seksualitas adalah sesuatu yang luas dan amatlah kompleks. Seks merupakan perpaduan antara perasaan-perasaan yang membara”.

Seks merupakan naluri fitri dan unsur orisinal yang dimiliki manusia. Gairahnya cukup kuat dan panas. Ibarat arus listrik, ia harus disalurkan dan dilepaskan. Jika tidak, ia akan memberontak sang “majikan” dengan kekuatan yang cenderung tak

terbendung. Namun melepaskan kendali seks di luar kerangka sistem yang legal berarti “anarki” dan meluluhkan nilai terhadap seks itu sendiri.

Perilaku seks adalah segala bentuk tingkahlaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kepuasan untuk mencari atau memperoleh kepuasan seks diluar institusi perkawinan yang tentunya melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Bentuk tingkahlaku itu bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, sampai dengan tingkahlaku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.

Berbagai perilaku seksual pada remaja dalam menyalurkan kebutuhan seksualnya antara lain:

(29)

2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan, sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

3. Berbagai kegiatan ysng mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunujukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan positif yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

Perilaku seks yang diteliti pada anak jalanan dalam penelitian ini bukan hanya sekedar sebatas berhubungan kelamin antar lawan jenis, tetapi seperti yang di jelaskan oleh Sarlito perilaku seks ada beberapa jenis, diantaranya ialah:

1. Saling berpelukan 2. Saling berciuman 3. Meraba payudara, dan

4. Meraba alat kelamin atau meraba bagian sensitif lainnya.

C. Remaja dan Hubungan Seks Bebas

(30)

Pengetahuan seks yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi. Misalnya saja, berciuman atau berenang di kolam renang yang "tercemar" sperma bisa mengakibatkan kehamilan, mimpi basah dikira mengidap penyakit kotor, kecil hati gara-gara ukuran penis kecil, atau sering melakukan onani bisa menimbulkan impotensi.

Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran kandungan dengan berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau terjangkitnya penyakit menular seksual (termasuk HIV) yang kini sudah mendekam di tubuh ribuan orang di Indonesia.

(31)

Menurut Ramali (1987) hubungan seks bebas merupakan persetubuhan bebas dengan siapa saja. Secara lebih operasional seks bebas merupakan hubungan seks tanpa ada ikatan perkawinan. Menurut Barker (2005), seks bebas adalah hubungan seks antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Pendapat yang paling ekstrim menyatakan bahwa aktivitas apapun yang dilakukan asalkan pikiran mengarah ke hubungan seks termasuk melanggar norma agama, yang dengan demikian termasuk seks bebas.

D. Kekerasan Seksual Pada Anak Jalanan

Dimasa yang akan datang, tampaknya masyarakat akan dikejutkan lagi oleh keterkaitan anak jalanan dengan obat-obat terlarang, terkenanya mereka oleh virus HIV, berkembangnya sikap anti sosial, dan gaya hidup yang khas, yang selama ini baru berupa potensi. Semua itu tentu tidak diharapkan, tetapi di Brazil, anak jalanan adalah bagian dari rantai jaringan narkotika, yang menyebabkan mereka “dihabisi” di jalan-jalan. Di Philipina dan Thailand, ancaman sodomi dan pembunuhan oleh kaum paedophilia (orang yang secara seksual tertarik pada anak) bukan berita baru lagi.

(32)

Secara teoritis, ada tiga karakteristik anak-anak jalanan, pertama, adalah anak-anak yang hidup di jalanan, kedua, anak-anak-anak-anak yang bekerja di jalanan, dan ketiga anak-anak yang rentan menjadi anak jalanan. Faktor-faktor yang membedakan karakteristik tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Perbedaan Karaktersitik Anak Jalanan

Faktor pembeda Hidup di jalanan Bekerja di jalanan Rentan menjadi anak jalanan Tempat tinggal Di jalanan Mengontrak

(bersama-sama)

Bersama keluarga Pendidikan Tidak sekolah Tidak sekolah Masih sekolah

Tabel di atas memperlihatkan bahwa anak yang hidup di jalanan merupakan kelompok yang berisiko tinggi terhadap berbagai bahaya dibandingkan kelompok lain. Kelompok anak yang bekerja di jalanan relatif lebih aman karena umumnya mereka tinggal berkelompok dan sebagian bersama orangtua atau warga sekampungnya di daerah kumuh di kota-kota, sehingga mereka bisa saling mengontrol satu sama lainnya. Namun karena kebersamaan ini pula, gampang sekali tergerak pada perilaku negatif seperti pencurian, judi, seks bebas, dan lain-lain. Perilaku itu sebagian menjadi kebiasaan mereka sebagai refreshing jika uang mereka habis di meja judi, dan mereka berpikir uang akan mudah didapat lagi di jalan (www.indonesia.org). Dan pada penelitian ini, anak yang diteliti adalah anak jalanan yang 24 jam berada di jalanan.

(33)

mereka lebih lama di jalan, meninggalkan rumah dan sekolah, dan memilih berkeliaran di jalan karena lebih banyak memberikan kebebasan dan kesenangan. Dayatarik ini dirasakan semakin kuat apabila di rumah hubungan dengan orangtua kurang harmonis, orangtua yang bekerja dari pagi sampai malam sehingga anak tidak terawasi, atau unsur eksploitasi dimana anak harus memberikan penghasilannya kepada orangtua, yang jika tidak maka akan menerima hukuman fisik.

Persoalan nyata yang dihadapi anak jalanan adalah adanya eksploitasi dalam kehidupannya, seperti seks, pekerjaan, dan kehidupan yang lebih luas. Eksploitasi ini bertingkat dari cara yang halus sampai yang sangat kasar. Sodomi, seks pada anak di bawah umur, pergaulan dengan Wanita Tuna Susila (WTS), dan kumpul kebo, merupakan eksploitasi yang bersifat seks, sedangkan eksploitasi pekerjaan bersifat penghisapan upah. Eksploitasi lainnya adalah si anak tinggal bersama preman dan menjadi anak asuhnya serta wajib melayaninya, termasuk sodomi. Di beberapa tempat, hampir setiap malam anak-anak jalanan didatangi kaum paedofil di tempat-tempat mereka biasa berkumpul. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran anak-anak jalanan terhadap orang baru yang mendekati mereka, pertama, takut diajak homo, kedua, takut dijual. Akibatnya, mereka selalu curiga kepada orang yang baru dikenalnya.

(34)

sekitarnya tidak terlalu ramai. Jika anak itu terbangun, maka dia akan menenangkan anak lalu mencoba merayu dengan cara mengajak makan, menjanjikan membeli baju baru, dan membawanya kerumah. Anak lama dan telah memiliki pengalaman, biasanya berontak dan melawan, lalu sebisa mungkin menghindarinya dengan cara lari atau memanggil teman-temannya. Tetapi anak yang baru datang ke jalanan, tanpa pengalaman, dan masih kecil sehingga tidak mengetahui sedang diapakan, mereka menurut dan mau diajak kerumah. Anak-anak yang diincar bukan saja yang tidur, tetapi mereka yang bekerja atau sedang bermain di jalanan. Mereka pun dirayu dengan jenis rayuan yang sama dan dijanjikan diberikan uang. Bisa seribu rupiah atau bisa sampai puluhan ribu rupiah. Mereka yang menjadi korban adalah anak-anak yang memang membutuhkan uang.

(35)

kurun waktu yang lama. Perilaku seks yang lain adalah dimana anak tidak saja menjadi korban, melainkan sebagai pelaku seks, artinya dengan sadar ia melakukan hubungan-hubungan seks. Hubungan seks dengan Wanita Tuna Susila (WTS) atau paedofil tidak saja didasarkan pada motif seks, tetapi sebagian dianggap sebagai upaya menyalurkan kasih sayang, seperti halnya anak kepada orangtuanya. Akibat dari masalah ini adalah semakin rentannya anak terhadap virus HIV/AIDS. Di Indonesia anak jalanan masih belum dianggap sebagai kelompok dengan resiko tinggi terkena HIV/AIDS, padahal di Thailand, sekitar 40% dari puluhan pelacur anak-anak yang beroperasi di jalan-jalan di Bangkok mendapat vonis mati akibat tercemar virus HIV. Di Bombay terdapat sekitar 50.000 pekerja seks berusia di bawah 18 tahun. Di Brazil sekitar 250.000 anak terlibat prostitusi (Andri,1993).

E. Kerangka Pikir

(36)

untuk proses pertumbuhan anak dan merealisasikan petensi-potensi yang ada pada diri anak-anak.

Mereka kerap mengalami eksploitasi ekonomi oleh orang dewasa (termasuk orang tuanya); mereka rentan terhadap kekerasan fisik, sosial, dan seksual. Mereka juga sering dipaksa harus menjadi pengedar narkoba dan atau terlibat kejahatan lainnya. Pada umumnya anak jalanan tidak hidup dengan orangtuanya, tidak bersekolah, dan tidak memiliki orang dewasa atau lembaga yang merawat mereka. Kemiskinan diyakini sebagai faktor utama yang menimbulkan fenomena anak jalanan. Keluarga yang miskin cenderung menyuruh anak mereka bekerja, selain itu tidak sedikit anak-anak yang menjadi anak jalanan karena keluarga tidak harmonis, diterlantarkan oleh keluarganya, atau karena mengalami kekerasan dalam rumahtangga.

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Hadari Nawawi, penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, masyarakat, lembaga, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (1991:63). Sedangkan menurut Singarimbun dan Sofian Effendi (1998:4), tujuan dari penelitian deskriptif adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya suatu aspek fenomena sosial tertentu

b. Untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial.

B. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

(38)

1. Perilaku Seks Bebas Anak Jalanan

Perilaku seks bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku seks di kalangan anak jalanan mulai dari berciuman, meraba-raba (payudara, alat kelamin), sodomi, sampai dengan hubungan kelamin atau hubungan badan yang disalahgunakan dan dilakukan tanpa adanya ikatan yang sah di dalamnya atau di luar institusi perkawinan.

2. Faktor Penyebab Perilaku Seks Bebas

Faktor-faktor penyebab yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak jalanan sampai terjerumus ke dalam perilaku seks bebas di kalangan mereka. Dalam penelitian ini, ada beberapa aspek yang akan diamati, antara lain sebagai berikut:

1. Motivasi dalam melakukan hubungan seks 2. Kondisi ekonomi keluarga

3. Keutuhan keluarga

4. Pola pengasuhan di dalam keluarga 5. Pendidikan orangtua

6. Pergaulan di kalangan anak jalanan

C. Lokasi Penelitian

(39)

dalam waktu yang lama. Peneliti memilih lokasi Bandar Lampung karena menurut peneliti lokasi ini merupakan tempat yang tepat untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan judul, dan selain itu dapat lebih meminimalisasikan baik waktu maupun materi dari peneliti.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (1995:52), populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang cirinya akan diduga. Berdasarkan tema penelitian, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak jalanan yang berada di Kota Bandar Lampung, tepatnya anak-anak jalanan yang berada di Lapangan Engggal, Stasiun Kereta Api, di bawah Mall Ramayana, lampu merah Rumah Sakit Abdul Muluk, dan Pasar Tengah.

Peneliti turun langsung ke lapangan dalam mengumpulkan data, karena anak jalanan selalu berpindah-pindah, sehingga data yang didapatkan dari LSM terkadang kurang tepat. Jadi dari berbagai tempat yang dikunjungi oleh peneliti didapat 106 orang anak jalanan. Dan 106 orang anak jalanan tersebut merupakan akumulasi dari tempat-tempat sebagai berikut:

1. Lapangan Enggal, terdapat 18 orang anak jalanan 2. Stasiun Kereta Api, terdapat 30 orang anak jalanan 3. Mall Ramayana, 21 orang anak jalanan

(40)

2. Sampel

Sampel adalah perwakilan dari seluruh populasi yang akan dijadikan objek penelitian. Dalam menentukan banyaknya sampel penelitian terhadap populasi, digunakan rumus Yamane (dalam Jalaludin Rahmat, 1984:82) dengan rumus sebagai berikut:

d2= taraf nyata, (ditentukan sebesar 0,1) 1 = bilangan konstanta

Jumlah dari keseluruhan anak jalanan tersebut 106 orang, maka akan dicari sampelnya berdasarkan rumus. Berdasarkan rumus di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

Karena bilangan 51,456 adalah pecahan, maka dibulatkan menjadi 52 sampel (n=52 orang). Jadi sampelnya berjumlah 52 orang anak jalanan.

(41)

populasi yang ada. Untuk itu penulis menggunakan rumus area proporsional

S = banyaknya sampel keseluruhan Pi = banyaknya populasi kesatu, kedua, ...

N = banyaknya populasi keseluruhan (Henny Farida, 1999:30)

Jadi sampel yang diperoleh dari tiap-tiap tempat adalah sebagai berikut:

n

1 =

(42)

Tabel 2. Sebaran Populasi dan Sampel Anak Jalanan Di Tempat-tempat Persinggahan Anak Jalanan Di Kota Bandar Lampung

Lokasi Populasi

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Tahun 2009

Penentuan responden yang dijadikan sampel penelitian pada masing-masing tempat dilakukan dengan cara simple random sampling melalui undian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data yang diperlukan adalah:

a. Kuesioner

Adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan yang ditujukan untuk memperoleh data atau informasi yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu tentang perilaku seks bebas di kalangan anak jalanan, dan apa saja faktor penyebabnya.

(43)

b. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tambahan dengan cara tanya-jawab sambil bertatapmuka secara langsung antara pewawancara dengan responden. c. Dokumentasi

Suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mencari atau mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian, dimaksudkan untuk melengkapi data primer yakni dengan cara mempelajari sumber-sumber sekunder, dan mencatat dokumen/arsip-arsip yang ada di lokasi penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh, maka data penelitian diolah dengan melalui tahapan:

a. Editing

Dalam tahap ini, data yang diperoleh dari lapangan diperiksa kembali, dalam arti dilakukan pengecekan kembali terhadap kemungkinan kesalahan pengisian daftar pertanyaan dan ketidakserasian informasi.

b. Koding

Yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden menurut macammnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing jawaban dengan kode tertentu.

(44)

Tabulating yaitu memasukkan data ke dalam kolom-kolom tabel atau mengelompokkan jawaban-jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur. Kegiatan ini dilaksanakan sampai dengan terwujudnya tabel-tabel, yang selanjutnya digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Singarimbun dan Effendi (1987:263), analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan sesuai dengan tipe penelitian yang digunakan.

(45)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lapung

1. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung

Sebelum tanggal 18 Maret 1964, Provinsi Lampung merupakan Keresidenan (sebagai tindaklanjut statusnya pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda dahulu) dengan sebutan Residentic der Lapoenghoe Districten. Sewaktu zaman Pemerintahan Hindia Belanda, Keresidenan Lampung merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Namun, berdasarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang No. 3 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-undang No. 14 tahun 1964, Keresidenan Lampung ditingkatkan statusnya menjadi Provinsi Lampung dengan ibukotanya Tanjung Karang-Teluk Betung. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1983 Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Teluk Betung diganti menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung, dan sejak tahun 1999 berubah menjadi Kota Bandar Lampung.

(46)

nomor 140/1799/PUOD tanggal 19 Mei 1987 tentang Pemekaran Kelurahan di Wilayah Kota Bandar Lampung, maka Kota Bandar Lampung terdiri dari 9

kecamatan dan 84 kelurahan. Selanjutnya pada tahun 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 04, Kota Bandar Lampung diperluas lagi menjadi 13 kecamatan dengan 98 kelurahan.

Sejak tahun 1965 sampai saat ini, pimpinan Kota Bandar Lampung telah dijabat oleh beberapa Walikota/KDH Tingkat II, berturut-turut sebagai berikut:

1. Sumarsono Periode 1956-1957

2. H. Zainal Abidin Pagaralam Periode 1957-1963 3. Alimudin Umar, S.H. Periode 1963-1969 4. Drs. H. M. Thabrani Daud Periode 1969-1976 5. Drs. H. Fauzi Saleh Periode 1976-1981 6. Drs. H. Zulkarnain Subing Periode 1981-1986 7. Drs. H. A. Nurdin Murhayat Periode 1986-1995

8. Drs. H. Suharto Periode 1996-2005

9. Edy Sutrisno, S.Pd, M.Pd. Periode 2005 sampai sekarang (Sumber: Kota Bandar Lampung dalam Angka, 2008)

2. Keadaan Geografis dan Luas Wilayah

(47)

strategis, juga merupakan daerah transit perekonomian antar pulau, yakni Sumatra dan Pulau Jawa sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata.

Secara geografis, Kota Bandar Lampung terletak pada posisi 5°20’ sampai dengan 5°30’ Lintang Selatan dan 105°28’ sampai dengan 105°37’ Bujur Timur. Ibukota Provinsi Lampung ini berada di Teluk Lampung yang terletak di ujung Selatan Pulau Sumatera. Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan.

Secara administratif, batas wilayah Kota Bandar Lampung meliputi:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan, Ketibung Lampung Selatan dan Teluk Lampung.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

Seluruh kecamatan yang membatasi wilayah Kota Bandar Lampung ini merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran.

3. Kondisi Topografi dan Demografi

(48)

tingkat migrasi masuk di Kota Bandar Lampung sebesar 4,8%. Lampung menjadi tujuan transmigrasi utama pada awal tahun 1930. Penduduk meliputi sebagian besar atau lebih dari 70 persen keturunan migran dari Jawa, Madura, Bali, Sumatra Utara dan migran dari Sumatra Selatan, sementara sisanya adalah masyarakat suku asli Lampung.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung adalah sebanyak 809.860 jiwa, yang tersebar ke dalam 13 kecamatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2008

Kecamatan Penduduk / Populasi (Jiwa)

Laki-laki Perempuan Jumlah

Teluk Betung Barat 27.485 27.485 54.505

Teluk Betung Selatan 55.607 54.669 110.276

Panjang 31.571 31.039 62.610

Tanjung Karang Timur 42.064 41.355 83.419

Teluk Betung Utara 33.443 32.884 66.327

Tanjung Karang Pusat 40.907 40.218 81.125

Tanjung Karang Barat 27.111 26.653 53.764

Kemiling 26.823 26.370 53.193

Kedaton 45.278 44.515 89.793

Rajabasa 16.334 16.057 32.391

Tanjung Seneng 14.748 14.499 29.247

Sukarame 27.416 26.953 54.369

Sukabumi 26.151 26.953 51.861

Jumlah / Total 414.938 407.942 822.880 Sumber: BPS Kota Bandar Lampung

(49)

kepadatan penduduknya sebesar 8.253 jiwa. Secara demografis, jumlah populasi di kota Bandar Lampung dapat dikategorikan pula berdasarkan kelompok usia dari 0 tahun hingga 75 tahun ke atas, seperti yang dijabarkan dalam Tabel 5 berikut:

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2008

Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 42.319 39.810 82.129

Dari data tersebut diketahui bahwa golongan penduduk yang mendominasi di Kota Bandar Lampung adalah golongan umur 15-19 tahun sebanyak 101.989 jiwa dan golongan umur 20-24 tahun sebanyak 95.126 jiwa, sedangkan untuk usia anak 10-14 tahun sebanyak 85.601 jiwa.

Kota Bandar Lampung terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut dengan topografi sebagai berikut:

a. Daerah pantai, yaitu sekitar Teluk Betung bagian Utara.

(50)

d. Daerah dataran tinggi sedikit bergelombang, terdapat di sekitar Tanjung Karang bagian Barat yang dipengaruhi oleh Gunung Balau serta perbukitan Batu Serampak di bagian Timur Selatan.

Di tengah-tengah Kota Bandar Lampung mengalir beberapa sungai, diantaranya Way Halim, Way Balau, Wai Awi, dan Way Simpur di wilayah Tanjung Karang, Way Kuripan, Way Kupang, Way Garuntang, dan Way Kuwala yang mengalir di wilayah Teluk Betung. Daerah hulu sungai berada di bagian Barat, sedangkan daerah hilir berada di sebelah Selatan, yaitu di wilayah pantai. Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung juga merupakan perbukitan yang diantaranya bernama Gunung Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung Kapuk.

4. Kondisi Perekonomian

(51)

untuk dikembangkan, antara lain di sektor perkebunan dengan komoditi utama yang dihasilkan berupa cengkeh, kakao, kopi robusta, dan kelapa hibrida. Kontributor utama perekonomian daerah ini adalah dari sektor industri pengolahan. Terdapat berbagai industri yang bahan bakunya berasal dari bahan tanaman dan perkebunan, industri tersebut sebagian besar merupakan industri rumahtangga yang mengolah kopi, pisang menjadi keripik pisang, dan lada. Hasil industri ini kemudian menjadi komoditi perdagangan dan ekspor. Perdagangan menjadi tumpuan matapencaharian penduduk di samping sektor industri dan jasa. Keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai lebih memudahkan para pedagang untuk berinteraksi sehingga memperlancar, baik arus barang maupun jasa. Daerah ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung, diantaranya terdapat beberapa pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Teluk Betung dan Pelabuhan Khusus Tarahan. Selain itu, terdapat juga sarana pembangkit tenaga listrik, air bersih, gas, dan jaringan telekomunikasi.

B. Pendidikan di Kota Bandar Lampung

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan tingkat kemajuan masyarakat, makin tinggi tingkat pendidikan, maka gambaran kemajuan masyarakat makin tinggi.

(52)

dilakukan untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah serta meningkatkan daya tampung sekolah-sekolah sehingga dapat memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi masyarakat.

Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandar Lampung Tahun 2005-2010, yaitu mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai maksud tersebut, maka Walikota Bandar Lampung terus mengambil langkah-langkah strategis untuk merampungkan misi tersebut sehingga diakhir masa jabatannya dapat mewujudkan peningkatan sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan pendidikan untuk menjawab tantangan pembangunan sekarang dan masa yang akan datang.

Ada tiga pilar utama sektor pendidikan yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung, yakni:

1. Perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui peningkatan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan anak usia dini, peningkatan angka partisipasi murni (APM) untuk jenjang SD, SMP, MTS, SMA, MA, dan SMK, serta peningkatan partisipasi dan perluasan jalur nonformal.

(53)

3. Penguatan tatakelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik melalui dukungan fasilitas pembelajaran dan kualifikasi pendidikan guru, kompetensi mengajar guru, meminimalkan siswa mengulang, dan peningkatan prestasi akademik (hasil ujian nasional).

C. Mobilitas Sosial di Kota Bandar Lampung

Menurut para ahli, yang dimaksud dengan mobilitas sosial adalah suatu proses perpindahan, baik status sosial maupun tempat tinggal. Mobilitas sosial dapat terjadi dalam dua arah, yakni arah vertikal (tinggi-rendah) dan arah horizontal (ke samping). Tetapi yang dimaksud mobilitas sosial dalam penelitian ini, dibatasi hanya dalam pengertian berupa perpindahan penduduk dari satu lokasi ke lokasi lainnya, dalam hal ini dapat juga dikatakan dengan migrasi penduduk (www.ilmupedia.com).

(54)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Perusahaan

PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT) atau Alfamart merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Alfamart juga dapat dimiliki masyarakat luas dengan cara kemitraan.

Badan Usaha : PT Sumber Alfaria Trijaya Pemegang Saham : HM Sampoerna dan Alfa Group

Didirikan : 27 Juni 1999

Jumlah Toko : Lebih dari 2266 (Desember 2007) Pemegang saham : PT HM Sampoerna, Tbk = 70%

PT Sigmantara Alfindo = 30%

(55)

B. Visi

"Menjadi jaringan distribusi retail terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat luas, berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global"

C. Misi

1. Memberikan kepuasan kepada pelanggan / konsumen dengan berfokus pada produk dan pelayanan yang berkualitas unggul.

2. Selalu menjadi yang terbaik dalam segala hal yang dilakukan dan selalu menegakkan tingkah laku / etika bisnis yang tertinggi.

3. Ikut berpartisipasi dalam membangun negara dengan menumbuh-kembangkan jiwa wiraswasta dan kemitraan usaha.

4. Membangun organisasi global yang terpercaya, tersehat dan terus

bertumbuh dan bermanfaat bagi pelanggan, pemasok, karyawan, pemegang saham dan masyarakat pada umumnya.

D. Budaya yang dijunjung dalam bekerja

1. Integritas yang tinggi.

2. Inovasi untuk kemajuan yang lebih baik. 3. Kualitas & Produktivitas yang tertinggi. 4. Kerjasama Team.

(56)

E. Adapun fasilitas –fasilitas harga yang diberikan Alfamart yaitu:

1. Kartu Aku, adalah fasilitas bagi konsumen untuk mendapatkan diskon terhadap produk-produk tertentu. Keuntungan yang diperoleh dari Kartu Aku yaitu:

a. Potongan harga produk tertentu tertentu (Hematku).

Program potongan harga hemat / bonus produk tertentu. Hanya Anda pemegang Kartu AKU yang akan mendapat potongan Harga / Bonus produk tertentu saat berbelanja di Alfamart.

b. Hadiah undian / langsung (HadiahKu).

Program penjualan produk-produk ekslusif dengan harga spesial. Hanya Anda Pemegang Kartu AKU yang akan mendapat kesempatan beli produk ekslusif dengan Harga Spesial saat berbelanja di Alfamart. c. Beli produk spesial / eksklusif (spesialKu)

d. Serta keistimewaan-keistimewaan lainnya 2. Kupon Undian

Yaitu untuk setiap pembelian minimal produk tertentu maka akan memperoleh kupon undian berhadiah. Missal untuk pembelian semua produk Indofood dengan belanja minimal Rp.30.000 akan mendapatkan satu kupon undian berhadiah.

3. Bazar

(57)

4. Ronda Sore,

Yaitu dengan mendatangi setiap rumah-rumah penduduk, bagi setiap rumah yang memilikli bukti pernah belanja di Alfamart maka akan mendapatkan kupon belanja gratis.

E. Letak Lokasi Penelitian

Pasar Kotagajah merupakan salah satu sentra usaha di Lampung Tengah. Dalam kurun waktu satu tahun terahir ini sudah berdiri lima minimarket dikelurahan Kotagajah yaitu mini 4 mini market Alfamart dan satu mini market Indomart. Adapun keberadaan yang paling menarik dari perkembangan minimarket di Kecamatan kotagajah adalah minimarket Alfamart. Yang mana pada saat ini memiliki gerai terbanyak serta keberadaannya yang kebanyakan berdekatan dengan minimarket lain di daerah yang sama. Alfamart memiliki 4 (empat) gerai minimarket di kecamatan kotagajah. Adapun Alfamart di kota gajah dimulai dengan 1 (satu) gerai dalam waktu singkat menjadi 4 (empat) gerai minimarket. Adapun lokasi minimarket di kecamatan kotagajah dan sedikit ulasan adalah sebagai berikut:

1. Minimarket Alfamart Kotagajah 1, yaitu bertempat di Jl. SMA Negeri Kotagajah, arah ke desa Kedaton, yang mana merupakan akses/jalur menuju Kabupaten Lampung Timur.

(58)

3. Minimarket Alfamart Kotagajah 3, bertempat di Jl. Kecamatan Seputih Raman, yaitu arah ke Kecamatan Seputih Raman, Kecamatan Seputih Banyak, Kecamatan Rumbia dan kecamatan Gaya Baru. Letaknya ± 300m dari Alfamart Kotagajah 1 dan ± 300m dari Alfamart Kotagajah 2.

4. Minimarket Alfamart Kotagajah 4, bertempat di Jl. Desa Purworejo, yaitu arah ke Kecamatan Punggur dan Kota Metro. Letaknya ± 300m dari Alfamart Kotagajah 1 dan ± 200m dari Alfamart Kotagajah 2 dan ± 300m dari Alfamart Kotagajah 3.

(59)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah konsumen Alfamart Kecamatan Kotagajah lampung tengah. Penyebaran kuesioner ke berbagai responden berbagai karakteristik yang dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan.

1. Tabel 6. Responden berdasarkan usia

Tabel 6: Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase (%)

17 – 27 tahun 28 – 38 tahun 39 – 49 tahun 50 – 60 tahun

15 23 28 9

20 30,7 37,3 12

Total 75 100

Sumber: Data diolah, tahun 2009

(60)

2. Tabel 7. Responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 7: Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki sebelumnya maka sebagian besar konsumen banyak di dominasi oleh ibu-ibu rumah tangga dimana dalam suatu keluarga yang paling banyak berperan dalam urusan belanja/pemenuhan kebutuhan sehari-hari adalah seorang ibu rumah tangga.

3. Tabel 8. Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan, Tabel 8: Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

PNS

(61)

juga dari mereka yang berprofesi sebagai pedagang. Selain itu terdapat juga yang pegawai swasta 13,3% (10 orang).

4. Tabel 9. Distribusi Responden berdasarkan jumlah pendapatan Tabel 9: Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan (dalam satubulan)

Berdasarkan tabel 9 diatas mayoritas konsumen Alfamart berpenghasilan diantara 1 juta hingga 2 juta yakni sebesar 66,7% (50 orang). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen Alfamart berasal dari kalangan ekonomi menengah.

B. Gambaran Distribusi Jawaban Responden

Responden penelitian ini telah memberikan jawaban atas pernyataan-pernyataan yang terkait dengan tema penelitian. Jawaban-jawaban tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Variabel budaya

(62)

Tabel 10. Berbelanja di minimarket Alfamart merupakan cara berbelanja masyarakat masa kini /moderen.

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 32 42,7

Dari hasil jawaban responden pada tabel 10 diatas mayoritas menyatakan setuju bahwa berbelanja di minimarket merupakan cara berbelanja masa kini yakni. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme konsumen terhadap minimarket Alfamart cukup tinggi.

2. Kelas Sosial

Tabel 11. Saya dapat berbelanja di Alfamart tergantung dari jumlah pendapatan saya.

Jawaban Frekuensi Persentase

(63)

3. Kelompok Sosial dan Kelompok Referensi

Tabel 12. Saya berbelanja di Alfamart setelah melihat teman/tetangga saya berbelanja di Minimarket Alfamart.

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 37 49,3

Dari hasil jawaban responden mengenai pertanyaan tabel 12 diatas dapat diketahui antara jawaban sangat setuju dan setuju dengan tidak setuju dan sangat tidak setuju intensitasnya lebih banyak yang sangat setuju dan setuju jadi dapat disimpulkan sebagian besar konsumen sependapat bahwa mereka berbelanja di Alfamart setelah melihat teman/tetangga yang berbelanja.

Tabel 13. Saya berbelanja di Alfamart atas rekomendasi teman/tetangga saya.

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 20 26,7

(64)

Tabel 14. Melihat banyak orang yang berbelanja di alfamart mendorong saya juga ikut berbelanja di Alfamart.

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 32 42,7

Dari hasil tabel 14 tersebut diketahui 42,7% menyatakan sangat setuju sehingga dapat katakan sebagian besar konsumen sependapat bahwa mereka berbelanja di Alfamart setelah melihat banyak orang yang berbelanja di Alfamart. Hal ini mengartikan bahwa konsumen tertarik berbelanja di Alfamart dikarenakan oleh trend masyarakat pada saat itu, sehingga mendorong perilaku konsumen tersebut untuk ikut berbelanja.

4. Pengaruh Keluarga

Tabel 15. Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan: Saya berbelanja di Alfamart karena adanya permintaan dari salah satu anggota keluarga (orang tua, adik, kakak).

Jawaban Frekuensi Persentase

(65)

pengaruh keluarga juga ikut dipertimbangkan dalam keputusan berbelanja di Alfamart.

5. Motivasi

Tabel 16. Berbelanja di Alfamart saya lebih merasa percaya diri.

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 41 54,7

Dari hasil tabel 16 tersebut diketahui sekitar 54,7% menyatakan sangat setuju, dapat katakan sebagian besar konsumen sependapat bahwa mereka berbelanja di Alfamart atas dasar lebih percaya diri. Hal ini mengartikan bahwa berbelanja di minimaret Alfamart kini telah menjadi suatu kebutuhan yang baru dalam benak konsumennya yaitu kebutuhan mode.

Tabel 17. Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan: Keberadaan Alfamart cukup mambantu saya dalam mengatur pengeluaran keuangan saya.

Jawaban Frekuensi Persentase

(66)

tidak setuju. Hal ini mengartikan bahwa terdapat dua pendapat yang berbeda terhadap pertanyaan diatas. Hal ini dapat dikarenakan Alfamat yang menjangkau kesemua kalangan sehingga semua orang dapat berbelanja.

6. Pengamatan/Persepsi

Tabel 18. Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan: Keberadaan Alfamart menambah alternatif tempat untuk berbelanja bagi saya

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 30 40, 0 mayoritas responden menyatakan setuju bahwa kehadiaran Alfamart telah memberikan alternatif tempat dalam berbelanja. Hal ini mengartikan bahwa kehadiran Alfamart kini telah diterima oleh masyarakat luas.

Tabel 19. Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan: Saya berbelanja di Alfamart karena melihat citra Alfamart sebagai salah satu minimarket yang terkenal dan terkemuka.

Jawaban Frekuensi Persentase

(67)

Dari pernyataan tabel 19 diatas menunjukan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara jawaban setuju dan tidak setuju, hal ini mengartikan bahwa konsumen yang berbelanja di alfamart tidaklah melihat Alfamart sebagai minimarket yang terkenal, dapat dikatakan terdapat hal-hal lain yang mendorong konsumen berbelanja di Minimarket Alfamart.

7. Proses Belajar

Tabel 20. Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan: Pengalaman saya berbelanja di Alfamart sebelumnya membuat saya kembali berbelanja.

Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat Setuju 31 41,3

Setuju 9 12,0

Ragu-ragu 4 5,3

Tidak Setuju 26 34,7

Sangat Tidak Setuju 5 6,7

Total 75 100 %

Sumber: Hasil Penelitian 2009

Gambar

Tabel 2. Sebaran Populasi dan Sampel Anak Jalanan  Di Tempat-tempat    Persinggahan Anak Jalanan Di Kota Bandar Lampung
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung menurut Kelompok Usia dan Jenis  Kelamin Tahun 2008
Tabel 28. Anti Image Matrix
Tabel 34. Distribusi Indikator Kepada Faktor Setelah Rotasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan Perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati Bandung selama masa Pandemi Covid-19 kepada sivitas akademika

mogok  kerja  ini  tetap  dibatasi.  Memang  dalam  suatu  pemogokan  sudah  dapat  dipastikan  akan  mengakibatkan  terganggunya  ketertiban  umwn  dan  proses 

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa di Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas PGRI Semarang sudah memenuhi kriteria

Sifat larut air ini menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram positif bersifat lebih polar, sehingga senyawa bioaktif yang bersifat polar dengan mudah masuk

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry

Dari hasil analisis data penilaian para ahli materi dan kuesioner siswa terhadap model pembelajaran motorik dengan pendekatan ber- main menggunakan agility ladder yang

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kualitas

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui pengaruh dari pada kegiatan kerohanian islam keputerian (variabel X) terhadap perilaku keagamaan siswi kelas X Sekolah Menengah Atas