THE INFLUENCE OF ZEOLIT AND ACTIVE CARBON ON SURVIVAL RATE OF OSPHRONEMUS GOURAMY UNDER ENCLOSED
TRANSPORT SYSTEM By
Franklin Rustam
Seed supply and seed distribution from one place to another becomes problem in Osphronemus gouramy fishery. Problem which is often faced by Indonesian farmer in Osphronemus gouramy seed distribution is in the survival rate. It happens because of the dynamic of water quality during transportation. The purposes of this research were to understand the effect of zeolit and active carbon to maintain water quality in medium of enclosed transport system and giving zeolit dosis and active carbon that optimal to enclosed transport system for carp seed. This research is done in practical in outside and Fishery laboratory, Agriculture Faculty, University of Lampung. experimentation program which is used such as complete disordered experimentation , consist of six treatment are control ( without increasing zeolit and active carbon), treatment A (20 g zeolit), treatment B (15 g zeolit + 5 g active carbon), treatment C (10 g zeolit + 10 g active carbon), treatment D ( 5 g zeolit + 15 g active carbon) and treatment E (20 g active carbon) with three times repetition. Result of this research indicate that using of zeolit and active carbon having a measurement granula capable to keep water quality of pH, DO and produce level of better life than treatment that not used zeolit although active carbon but can not give significance influence to decrease TAN. Treatment with zeolit 20 gram use less cost than the other treatment but getting tter as good as with treatment which use zeolit 15 gram and 5 gram active carbon although treatment which use 20 gram active carbon.
PENGARUH PENAMBAHAN ZEOLIT DAN KARBON AKTIF TERHADAP SINTASAN BENIH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)
PADA PENGANGKUTAN SISTEM TERTUTUP Oleh
Franklin Rustam
Ketersediaan benih dan pendistribusian benih dari satu tempat ke tempat yang lain merupakan beberapa permasalahan dalam budidaya ikan gurami. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani Indonesia dalam pengiriman benih ikan gurami adalah tingkat kelangsungan hidup (SR) yang rendah akibat perubahan kualitas air selama pengangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk meengkaji pengaruh penambahan zeolit dan karbon aktif dalam mempertahankan kualitas air media pengangkutan sistem tertutup dan pemberian dosis zeolit dan karbon aktif yang optimal untuk pengangkutan sistem tertutup benih ikan gurami. Penelitian dilakukan di lapangan dan laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), terdiri dari 6 (enam) perlakuan yaitu kontrol (tanpa penambahan zeolit dan karbon aktif), perlakuan A (20 g zeolit), perlakuan B (15 g zeolit + 5 g karbon aktif), perlakuan C (10 g zeolit + 10 g karbon aktif), perlakuan D (5 g zeolit + 15 g karbon aktif) dan perlakuan E (20 g karbon aktif) dengan 3 (tiga) kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan zeolit dan karbon aktif berukuran granula mampu menjaga kualitas air berupa pH, DO dan menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang tidak menggunakan zeolit maupun karbon aktif tetapi tidak dapat memberikan pengaruh signifikan untuk mengurangi konsentrasi TAN. Perlakuan yang menggunakan zeolit 20 gram menggunakan biaya yang lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya namun mendapatkan hasil yang sama baiknya dengan perlakuan yang menggunakan zeolit 15 gram dan karbon aktif 5 gram maupun perlakuan yang menggunakan karbon aktif 20 gram.
1.1 Latar Belakang
Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di
lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Salah satu
produk akuakultur yang potensial untuk terus diproduksi adalah Ikan gurami
(Oshpronemus gouramy). Ikan gurami merupakan ikan asli Indonesia dan berasal
dari perairan daerah Sunda (Jawa Barat, Indonesia), dan menyebar ke Malaysia,
Thailand dan Australia (Anonim, 2000). Ikan ini merupakan salah satu komoditi
ikan air tawar yang cukup penting apabila dilihat dari permintaannya yang cukup
besar dan harganya yang relatif tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya
seperti ikan mas, nila, tambakan dan tawes. Selain itu, ikan gurami merupakan
salah satu sumber protein yang cukup tinggi.
Terbatasnya dan sulitnya pendistribusian benih gurami dari satu tempat ke tempat
yang lain merupakan permasalahan yang saat ini dihadapi oleh petani ikan.
Permasalahan dalam pengiriman benih ikan gurami adalah sintasan yang rendah
akibat perubahan kualitas air selama pengangkutan (Berka, 1986). Pengangkutan
ikan hidup jarak jauh umumnya menggunakan sistem tertutup, yaitu ikan
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berisi air dan oksigen murni kemudian
Jhingran dan Pullin (1985) menyatakan bahwa kematian ikan pada sistem
pengangkutan umumnya disebabkan oleh tingginya kadar CO2, akumulasi
amoniak, ikan terlalu aktif, infeksi bakteri dan luka fisik akibat penanganan yang
kurang baik. Untuk itu perlu solusi untuk mengatasi permasalahan ini, salah
satunya adalah dengan menetralisir amoniak (NH3) pada media air.
Akumulasi amoniak yang beracun bagi ikan dapat diatasi dengan beberapa cara
diantaranya dengan cara menurunkan laju metabolisme ikan sehingga laju
ekskresi amoniak menurun atau dengan cara meningkatkan laju penyerapan
amoniak. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menetralisir amoniak adalah
dengan cara menambahkan zeolit dan karbon aktif di dalam media pengepakkan
(Ghozali, 2007), dimana zeolit adalah suatu bahan yang mampu mengadsorbsi
sejumlah amoniak dalam waktu tertentu (Supendi, 2006).
Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang mempunyai sifat adsorbtif
terhadap suatu larutan, gas, atau uap sehingga bahan tersebut dapat digunakan
sebagai penjernih larutan, penghisap gas atau racun dan penghilang warna.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses penyerapan bahan-bahan
organik oleh karbon aktif antara lain: pH, temperatur, bahan organik terlarut,
ukuran butir karbon, jenis karbon, dan waktu sentuh antara karbon dengan air
(Sembiring dan Sinaga, 2003).
Zeolit mempunyai kemampuan menyerap ion NH4+ yaitu penukar ion NH4+
Supendi, 2006) sehingga dapat menetralkan racun hasil metabolisme, selain
penyerapan ion NH4+, zeolit juga berperan sebagai penyerap CO2 (Ghozali, 2007).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan zeolit pada sistem
pengangkutan tertutup yang kurang optimum baik dari segi lama waktu
pengangkutan dan SR-nya. Menurut hasil penelitian Gautama (2005), pemberian
zeolit sebanyak 60 g/l pada pengangkutan ikan mas, menghasilkan SR yang
rendah yaitu sebesar 24,44%, dengan lama pengangkutan 24 jam. Penelitian
Fahirus (2010) menunjukkan, penambahan zeolit sebanyak 5 g dan karbon aktif
sebanyak 15 g pada pengangkutan benih ikan patin berukuran 1 inci,
menghasilkan SR sebesar 83,3+6,79%. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang penggunaan zeolit dan karbon aktif yang tepat dalam pengangkutan
sistem tertutup, sehingga mampu meningkatkan SR hingga mencapai 100%.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji pengaruh penambahan zeolit dan karbon aktif dalam
mempertahankan kualitas air media pengangkutan sistem tertutup
2. Mengkaji penambahan zeolit dan karbon aktif yang optimal untuk
pengangkutan sistem tertutup
3. Mengkaji perlakuan yang menggunakan biaya yang lebih sedikit, namun
1.3 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk mempelajari penggunaan bahan alami yaitu zeolit
dan karbon aktif sebagai penjaga kualitas air selama pengangkutan. Mengingat
tanpa terjaganya kualitas air selama pengangkutan dapat mengakibatkan kematian
dan survival rate (SR) yang rendah.
1.4 Kerangka Pemikiran
Sumber daya perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis penting
diantaranya adalah ikan gurami karena harga jualnya cukup tinggi dan relatif
stabil. Harga jual ikan gurami di pasar tergolong mahal, bahkan menempati posisi
tertinggi dibandingkan dengan harga jual ikan konsumsi air tawar lainnya.
Kebutuhan akan benih ikan gurami yang berkualitas membuat petani ikan ingin
berusaha mendatangkan benih berkualitas dari daerah lain.
Transportasi ikan gurami pada dasarnya sama dengan pengangkutan ikan air tawar
lainnya, yaitu memindahkan ikan hasil panen dari suatu tempat ke tempat lainnya
dalam keadaan hidup. Pengetahuan dan keterampilan di dalam penanganan,
pengangkutan, adaptasi, dan aklimatisasi perlu dikuasai untuk menekan kematian
seminimal mungkin selama perjalanan sampai di lokasi yang dituju. Semakin
lama ikan dapat dipertahankan hidup, semakin jauh jarak yang dapat dijangkau
sehingga memperluas jangkauan dan distribusinya
Permasalahan yang sering dihadapi oleh para supplier dalam pengiriman ikan
adalah survival rate yang rendah diantaranya disebabkan kualitas air yang
gurami antar daerah memerlukan waktu yang cukup lama yaitu hingga 24 jam.
Dengan demikian, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk meningkatkan
survival rate pada pengangkutan benih ikan sistem tertutup sebagai upaya untuk
meningkatkan keuntungan dalam bisnis pembenihan ikan. Teknologi
pengangkutan menjadi kunci keberhasilan dalam pengiriman ikan dengan
kuantitas dan kualitas yang baik dengan biaya yang seminimal mungkin.
Karbon aktif memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan organik.
Amoniak yang timbul dalam media pengangkutan dapat dinetralisir oleh zeolit
(Anonim, 2006). Sehingga zeolit dan karbon aktif diharapkan dapat berfungsi
untuk menetralisir media air selama transportasi.
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah :
H0 : µi = µj = 0; i≠j Tidak ada dosis perlakuan zeolit dan karbon aktif yang
berbeda dalam pengangkutan benih ikan gurami.
H1 : µi ≠ µj ≠ 0; i≠j Setidaknya ada satu pasang dosis perlakuan zeolit dan
karbon aktif yang berbeda dalam pengangkutan benih ikan
2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval
agak panjang, pipih, dan punggung tinggi. Badan berwarna kecoklatan dengan
bintik hitam pada sirip dada. Pada jari pertama sirip perut terdapat alat peraba
berupa benang panjang dan memiliki alat pernapasan tambahan (labirin) yang
berfungsi menghirup oksigen langsung dari udara. Ikan gurami berkembang biak
sepanjang tahun dan tidak tergantung musim (Tim Agro Media Pustaka, 2007).
Gambar 1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.)
Klasifikasi ikan gurami menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Labirinthici
Subordo : Anabantoidei
Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus gouramy Lac.
2.2 Biologi Ikan Gurami
Ikan gurami memiliki badan yang pipih, agak panjang dan lebar. Badan itu
tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya miring,
bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas, ujung mulut dapat
disembulkan. Ikan ini biasa hidup di sungai, rawa, dan danau serta cocok
dipelihara di air tenang. Selain di air tawar, ikan gurami dapat pula menyesuaikan
diri dan hidup di perairan payau yang kadar garamnya rendah (Sarwono dan
Sitanggang, 2007). Ikan ini tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, suhu
optimal untuk ikan gurami berkisar antara 28-32 o
C (Huet, 1971 ; Hardjamulia,
1978 dalam Dewi, 2006). Gurami muda memiliki dahi berbentuk normal atau
rata. Semakin dewasa, ukuran dahinya menjadi semakin tebal dan tampak
menonjol. Selain itu, di tubuh gurami muda terlihat jelas ada 8-10 buah garis,
tegak atau vertikal yang akan menghilang setelah ikan menginjak dewasa (Amri
dan Khairuman, 2008).
Jenis makanan ikan gurami yang diberikan, biasanya dibedakan berdasarkan
stadia umur, untuk larva atau benih biasanya diberikan berbagai jenis fitoplankton
dan zooplankton antara lain Rotifera, Chlorella, Infusoria, Artemia dan Daphnia,
sedangkan ikan gurami dewasa biasanya diberikan daun tumbuhan yang lunak dan
2.3 Pengangkutan Ikan
Pengangkutan ikan pada dasarnya adalah usaha menempatkan ikan pada
lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan
perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif mendadak akan sangat
mengancam kehidupan ikan. Keberhasilan mengurangi pengaruh perubahan
lingkungan yang mendadak ini akan memberi kemungkinan untuk mengurangi
tingkat kematian, yang berarti tercapainya tujuan pengangkutan (Huet, 1971).
Pada dasarnya, ada dua metode pengangkutan ikan hidup. Pertama, adalah
pengangkutan dengan menggunakan air sebagai media (sistem basah) dan kedua,
adalah pengangkutan tanpa menggunakan media air (sistem kering).
Pengangkutan sistem basah terdiri dari dua cara yaitu terbuka dan tertutup. Pada
pengangkutan jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam) biasanya digunakan
pengangkutan sistem tertutup. Metode yang paling sederhana pada sistem tertutup
ini adalah dengan menggunakan kantong plastik yang diisi air dan oksigen murni,
dengan perbandingan antara air dan oksigen adalah 1:2, lalu diikat rapat (Jhingran
dan Pullin, 1985).
Pada pengangkutan ikan hidup, beberapa hal yang harus diperhatikan (Anwar,
1989), yaitu:
1) Meningkatkan suplai oksigen dengan cara mengganti udara dengan oksigen
murni, meningkatkan tekanan oksigen pada wadah, dan mengurangi
konsumsi oksigen rata-rata.
2) Mengontrol metabolisme dengan cara mengurangi laju buangan metabolisme
Sebelum dilakukan pengangkutan, ikan sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu
selama 48 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan agar
metabolisme menurun. Faktor yang sangat penting pada pengangkutan ikan
adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai. Akan tetapi hanya dengan
faktor ini saja tidak menjamin ikan akan berada dalam kondisi yang baik.
Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi
terhadap suhu air, pH, konsentrasi CO2, akumulasi amoniak, ikan terlalu aktif,
infeksi bakteri, luka fisik akibat penanganan yang kasar, dan faktor stress
(Jhingran dan Pullin, 1985).
Huet (1971) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengangkutan
ikan hidup dengan mempertimbangkan persediaan oksigen dalam alat
pengangkutan, antara lain :
1) Spesies ikan : kebutuhan ikan akan oksigen bervariasi sesuai dengan
spesiesnya.
2) Umur dan ukuran ikan : dalam jumlah berat total yang sama, ikan yang lebih
kecil memiliki kebutuhan oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
yang lebih besar.
3) Ketahanan relatif ikan : ikan yang diberi pakan alami lebih tahan
dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan buatan, serta ikan yang dalam
kondisi siap memijah cenderung memiliki daya tahan dalam pengangkutan
yang rendah.
4) Suhu air : pada suhu yang rendah akan mengakibatkan kadar oksigen dalam
5) Lama waktu pengangkutan : semakin pendek lama waktu pengangkutan,
maka semakin tinggi kepadatannya.
6) Cara angkut dan lama istirahat : semakin cepat dan prasarana pengangkutan
yang baik serta waktu istirahat yang pendek, kemungkinan keberhasilan
pengangkutan semakin besar.
7) Sifat alami alat pengangkut : pengangkutan dengan wadah kayu
menyebabkan peningkatan suhu air lebih lambat dibandingkan dengan wadah
logam, tetapi wadah kayu dapat mengisolasi panas dalam wadah.
8) Kondisi klimatologik : hal ini berpengaruh terhadap suhu air di dalam wadah
maupun kandungan oksigen terlarutnya.
Liviawaty dan Afrianto (1990) mengatakan bahwa goncangan berdampak positif
yaitu membantu difusi oksigen ke dalam air. Selain oksigen yang cukup dalam
kantong plastik, yang harus diperhatikan adalah ikan harus sehat, serta kualitas air
dan kondisi pengangkutan yang memadai.
2.3.1.Kemasan
Kemasan yang baik dalam pengangkutan sistem tertutup adalah menggunakan
plastik jenis poly etylen (PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan,
mudah didapat dan murah (Liviawaty dan Arifianto, 1990). Penggunaan kantong
plastik pada pengangkutan jarak jauh sebaiknya diletakkan dalam kotak styrofoam
untuk mengurangi kontak yang terjadi antara air di dalam kantong plastik dengan
temperatur lingkungan yang relatif lebih panas. Garbhards (1965) menyatakan
bahwa penggunaan wadah plastik yang diletakkan pada kotak styrofoam
2.3.2.Kepadatan ikan
Kepadatan ikan adalah bobot ikan yang berada dalam suatu wadah dan waktu
tertentu. Kepadatan ikan yang akan diangkut bergantung kepada volume air, berat
ikan, spesies, ukuran ikan, lama pengangkutan, suplai oksigen dan suhu (Jhingran
dan Pullin, 1985).
Menurut Frose (1985), merumuskan bahwa jumlah ikan yang diangkut per volume
air dalam kantong plastik dan lama pengangkutan tidak lebih dari 48 jam untuk
ikan air tawar adalah sebagai berikut :
Fq = 38 W0.5
Keterangan:
Fq : berat ikan per volume (g/liter)
W : berat rata-rata ikan per ekor (g)
Adapun kepadatan yang umum digunakan dalam pengangkutan sistem tertutup
benih ikan gurami adalah berkisar antara 20 – 25 ekor/l dalam waktu 24 jam
(Anwar, 1989). Sedangkan ukuran benih yang digunakan pada penelitian ini
adalah kriteria benih PIV dengan panjang total berkisar antara 4 – 6 cm dan berat
minimal 0,8 gram (SNI 01-6485.2-2000).
2.3.3.Kebutuhan oksigen
Konsumsi oksigen oleh ikan sangat bergantung pada jenis ikan, ukuran ikan,
aktivitas ikan, toleransi terhadap stress, suhu, pH, CO2, dan amoniak (Boyd,
1992). Huet (1971) menyatakan bahwa organisme berukuran kecil mengkonsumsi
oksigen yang lebih banyak per satuan waktu dan berat daripada yang berukuran
Piper et al (1982) dalam Ghozali (2007) menyatakan bahwa oksigen terlarut di
dalam media pengangkutan harus lebih besar dari 7 mg/l dan lebih kecil dari
tingkat jenuh, sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar CO2
tinggi dan stress akibat penanganan sehingga untuk persiapan disediakan dua kali
kebutuhan normal. Pescod (1973) menyatakan bahwa kandungan O2 terlarut yang
baik untuk kehidupan ikan harus lebih dari 2 mg/l, apabila media pengangkutan
memiliki kandungan oksigen terlarut kurang dari 2 mg/l maka akan menyebabkan
kematian. Kondisi kekurangan oksigen tersebut tidak boleh terjadi lebih dari 8
jam dalam satu hari (24 jam) karena dapat mengakibatkan kematian. Konsumsi
oksigen tertinggi pada ikan terjadi 15 menit pertama dari saat pengangkutan.
2.3.4.Derajat keasaman (pH)
Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di dalam air.
Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion hidroksil (OH-). Nilai
pH disebut asam apabila kurang dari 7, pH 7 disebut netral dan pH diatas 7
disebut basa (Boyd, 1990). Jaringan insang merupakan target organ pertama
akibat stress asam. Insang memiliki fungsi untuk mengikat oksigen terlarut yang
terdapat pada media air. Ketika ikan berada pada pH rendah, peningkatan lendir
akan terlihat pada permukaan insang (Boyd, 1990). Begitu juga dengan pH tinggi,
karena insang ikan sangat sensitif dan pH tinggi berbahaya bagi mata ikan karena
dapat menyebabkan mata ikan menjadi rabun. Apabila kinerja insang terganggu
karena terlalu rendah atau terlalu tingginya pH akan menyebabkan kematian
selama proses pengangkutan (Alfie, 2009). Kriteria pH yang ideal menurut Pescod
2.3.5.Suhu
Suhu merupakan parameter penting dalam monitoring kualitas air karena suhu
berfungsi sebagai katalis, penekan, aktivator, pembatas, stimulator, pengontrol,
pembunuh dan faktor yang paling mempengaruhi karakter kualitas air
(Quinby-Hunt et al, 1986).
Ikan bersifat poikilothermal, yaitu suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya
(Boyd, 1990). Effendi (2003) menyatakan bahwa suhu air berpengaruh terhadap
aktifitas penting terutama pernafasan, pertumbuhan, reproduksi serta laju
metabolisme. Jadi suhu mempunyai pengaruh yang nyata terhadap respirasi,
konsumsi pakan, kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme
ikan. Suhu juga berakibat pada kelarutan oksigen dalam air (contoh: air yang
hangat mempunyai jumlah oksigen yang lebih sedikit daripada air dingin).
Dalam pengangkutan jarak jauh dan untuk lama pengangkutan lebih dari 24 jam,
oksigen harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan suhu tidak boleh
melebihi 28 oC. Adapun suhu yang ideal untuk pengangkutan benih ikan gurami
adalah 20 oC (Anonim, 2000).
2.3.6.Amoniak
Hasil buangan metabolisme menyebabkan kematian utama pada ikan dalam
proses pengangkutan. Senyawa nitrogen adalah unsur utama pada hasil buangan
metabolisme yang bentuk terbanyaknya adalah urea dan diikuti amoniak (Nemoto,
Sumber utama amoniak di perairan adalah ekskresi langsung amoniak oleh ikan
atau hasil metabolisme ikan (Boyd, 1990). Amoniak yang dilepas oleh ikan
menyebabkan reaksi kesetimbangan sebagai berikut :
NH3 + H2O NH4+ + OH
-Amoniak dapat meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan, menghancurkan
insang dan mengurangi kemampuan darah untuk mentransportasikan oksigen
(Boyd, 1991). Di dalam wadah pengangkutan ekskresi amonia penting diketahui
karena akumulasinya akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme
yang diangkut.
Jumlah amoniak yang diekskresikan juga bergantung pada sejumlah faktor seperti
spesies, ukuran, makanan dan temperatur (Boyd, 1990). Spott (1970) menyatakan
bahwa laju metabolisme hewan air tawar yang berukuran lebih kecil akan lebih
cepat dibandingkan hewan yang lebih besar pada spesies yang sama. Dalam
wadah pengangkutan laju metabolisme ikan lebih cepat sampai tiga kali dari
metabolisme rutin sehingga menyebabkan laju ekskresi hasil metabolisme selama
proses pengangkutan meningkat (Frose, 1985).
2.3.7.Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida dalam media pengangkutan merupakan hasil respirasi dan dapat
mengancam kelangsungan hidup ikan. Jumlah karbondioksida yang terlampau
banyak akan bersifat racun bagi ikan (Jhingran dan Pullin, 1985).
Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan amonia,
60 mg/l (Boyd, 1992). Kadar CO2 sebesar 50 – 100 mg/l dapat membunuh ikan
dalam waktu yang relatif lama. Kadar CO2 dalam air juga mempengaruhi pH air.
Pada saat kandungan CO2 tinggi, maka pH air rendah. Demikian pula sebaliknya,
jika CO2 rendah, maka pH air tinggi (Boyd, 1990).
2.3.8.Garam mineral
Ketika ikan stres oleh penanganan operasi pengepakan dan transportasi, maka
produksi ephinephrin meningkatkan sirkulasi darah melewati insang untuk
meningkatkan luas area permukaan efektif dari insang dan jumlah oksigen yang
dapat diikat dari air. Pada air tawar influx osmotic normal dari air yang melewati
insang meningkat. Sebagai akibatnya produksi urine meningkat secara bersamaan
(dieresis). Perlakuan untuk menyeimbangkan elektrolit darah dikarenakan
kehilangan klorin dan ion lainnya sangat diperlukan. Banyak kasus tingginya
mortalitas pada saat pengangkutan karena hal ini (Wedemeyer, 1996).
Secara umum sintasan ikan yang ditransportasikan dengan sistem tertutup dapat
meningkat dengan metode yang sederhana, yaitu dengan menambahkan garam
NaCl sebanyak 0,5-1,0% pada media pengangkutan. Selain itu, kelangsungan
hidup ikan menjadi lebih baik jika media pengangkutan diperkaya dengan garam
mineral setelah ikan-ikan tersebut dikeluarkan dari wadah transportasi.
Keuntungan fisiologis dengan menambahkan garam mineral sederhana maupun
kompleks adalah memproteksi dari kehilangan elektrolit pada darah dan disfungsi
regulasi ion yang terjadi ketika diuresis terstimulasi oleh operasi pengepakan dan
2.4 Zeolit
Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi
swedia bernama Cronsdet. Nama zeolite berasal dari dua kata yunani, yaitu zein
(mendidih) dan lithos (batuan), karena mineral ini memiliki sifat
mendidih/mengembang saat dipanaskan (diaktivasi) (Wikipedia, 2006).
Gambar 2. Zeolit berbentuk granul
Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali tanah terutama Na+, K+, Ca+2, dan Mg+2 dalam
kerangka tiga dimensinya (Sutarti dan Rachmawati, 1994), selanjutnya ion-ion
logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan
dapat menyerap air secara reversibel. Sifat zeolit meliputi: dehidrasi, absorbsi,
penukar ion, katalis, serta sebagai penyaring dan pemisah.
Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan asam (H2SO4), basa
(NaOH) dan pemanasan (Anwar, 1985). Urutan kerja aktivasi zeolit menurut
Susilawati (1991) adalah sebagai berikut :
2) Ditambahkan 100 ml larutan pengaktif NaOH dan diaduk dengan
pengaduk dari plastik selama 4 jam
3) Dicuci dengan air suling hingga bau NaOH hilang
4) Zeolit dikeringkan pada temperatur 105 oC
Dalam pengangkutan ikan sistem tertutup kegunaan zeolit yang terutama adalah
sebagai penyerap ion NH4+. Sebenarnya yang dimaksud dengan penyerapan ion
NH4+ itu adalah pertukaran ion antara NH4+ dengan Ca2+ atau Na+ atau dengan
ion-ion lainnya. Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang
terserap pada suatu permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang
berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik menarik
antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar
(O-Fish, 2007).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan zeolit sebagai
filter kimia. Sumarlin (2006) membuktikan peran zeolit sebagai absorben dengan
memberikan perlakuan berupa berbagai konsentrasi urine dan didapatkan bahwa
zeolit menyerap ammonium dari urine. Terbukti dari hasil penelitian tersebut
bahwa konsentrasi ammonium akhir lebih kecil dari konsentrasi ammonium awal.
Perlakuan pemberian 10 gram zeolit dan 10 gram karbon aktif dengan suhu +20oC
pada sistem pengepakan tertutup ikan Corydoras aenus dengan kepadatan 40 ekor
per liter mampu menekan kadar total amoniak nitrogen dan amoniak tak
terionisasi hingga jam ke-120 sampai pada tingkat konsentrasi yang aman bagi
ikan yaitu dibawah 0,01 mg/l (Ardyanti, 2007). Pada sistem tertutup dengan
(Frose, 1985). Dalam pengangkutan tertutup menggunakan zeolit minimal
setengah dari total berat tubuh (Bower dan Turner, 1985 dalam Anwar, 1989).
2.5 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran
bahan yang mengandung karbon. Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang
yang telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan
kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya
menjadi lebih tinggi. Karbon aktif mengandung 5-15% air, 2-3% abu dan sisanya
terdiri dari karbon (Badjabir dan Hadiwinoto, 2005).
Gambar 3. Karbon aktif berbentuk granul
Bahan baku karbon aktif dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya dan
bahan hewani. Diantaranya adalah tempurung kelapa, serbuk gergaji, ampas tebu
dan bahan-bahan lain yang mengandung karbon. Karbon aktif yang dihasilkan
dari tempurung kelapa mempunyai daya serap lebih tinggi (Indraswati, 2002).
Karbon aktif dapat dibuat melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu pengaktifan
secara fisika dan secara kimia. Pengaktifan secara fisika dilakukan dengan cara
dan paling banyak dilakukan yaitu dengan membakar bahan hingga suhu tertentu.
Pengaktifan kimiawi digunakan apabila karbon aktif digunakan untuk mengikat
bahan-bahan tertentu (Hadi, 1988).
Spotte (1970) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penyerapan bahan-bahan organik oleh karbon aktif, antara lain meliputi pH,
temperatur, bahan organik terlarut, ukuran butiran karbon, jenis karbon, dan
waktu sentuh antara karbon dengan air. Selanjutnya disebutkan pula bahwa
penurunan pH mengakibatkan penurunan daya adsorpsi karbon terhadap substansi
bermuatan negatif, di samping itu efisiensi dari karbon aktif akan meningkat
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di
Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Penelitian transportasi dilakukan dengan simulasi di dalam angkutan
umum dan dilakukan pengangkutan selama 12 jam.
3.2 Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan
puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen, laju ekskresi amoniak, penentuan kapasitas
zeolit dan karbon aktif dalam penyerapan Total Amonia Nitrogen (TAN).
Penelitian utama dilakukan dengan mengevaluasi efektifitas zeolit dan karbon
aktif dalam mempertahankan kelangsungan hidup benih ikan gurami, serta
penyerapan amonia pada saat pengangkutan.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Penelitian pendahuluan
Alat yang digunakan untuk penelitian pendahuluan adalah 3 buah akuarium
pH-meter, styrofoam dengan ukuran 120x40x42 cm3, pipet Mohr,
spektrofotometer, botol plastik, kain kasa, gelas piala dan kertas label. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah air yang telah diendapkan selama 24 jam, pereaksi
uji amoniak, air dengan kadar TAN 0,1 mg/l, zeolit berbentuk granula dan karbon
aktif berbentuk granul. Sedangkan ikan uji yang digunakan yaitu benih ikan
gurami yang telah diaklimatisasi berasal dari Kalirejo dengan panjang total 4-6
cm.
3.3.2 Penelitian utama
Alat yang digunakan yaitu kantong plastik polyetylen (PE) ukuran 60x80 cm2
sebanyak 18 lembar, karet gelang, termometer, pH-meter, DO-meter, dan
spektrofotometer. Bahan yang digunakan yaitu air bersih, NaCl, oksitetrasiklin,
zeolit dan karbon aktif berukuran granula dengan mesh size 2-5 mm, reagen uji
amoniak dan ikan uji yaitu benih ikan gurami dengan panjang total 4-6 cm.
3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperiment laboratories dan penelitian utama dilakukan dalam transportasi 12
jam dengan rute perjalanan Kalirejo-Metro-Bandar Lampung.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Penelitian pendahuluan
3.5.1.1 Penentuan kemampuan puasa ikan
Pemuasaan dalam jangka waktu tertentu hanya bertujuan untuk menurunkan
sehingga dengan tidak adanya bahan yang harus dicerna, secara tidak langsung
juga akan menurunkan kebutuhan oksigen. Dengan tidak adanya bahan yang harus
dicerna juga akan menyebabkan tidak adanya sisa hasil pencernaan berupa feses,
urin dan energi panas yang berpotensi meningkatkan kekeruhan, konsentrasi
amoniak dan kenaikan suhu pada media pengangkutan (Imanto, 2008). Sebelum
dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, dilakukan aklimatisasi terlebih
dahulu. Penentuan kemampuan puasa ikan dilakukan dengan tujuan mengetahui
lama hidup benih ikan gurami tanpa diberi pakan. Hal ini berguna pada saat
pengangkutan dilakukan, ikan tidak diberikan pakan dan apabila terjadi kematian
bukan karena kelaparan. Penentuan puasa ikan dilakukan dengan cara menyiapkan
3 buah akuarium berukuran 30x30x30 cm3 yang telah dibersihkan dan
dikeringkan selama 1 hari kemudian diisi air dengan tinggi air 20 cm yang
diaerasi selama 2 hari lalu dimasukkan ikan uji dengan padat tebar 10 ekor/l
dengan pemberian aerasi. Kemudian mengamati tingkah laku ikan uji setiap hari
dan mencatat pada hari keberapa ikan mulai mengalami lemas dan mengalami
kematian. Selama pengamatan penentuan puasa ikan, dilakukan pengamatan
kualitas air yaitu suhu, pH dan DO.
3.5.1.2Penentuan tingkat konsumsi oksigen
Sebelum dilakukan penentuan tingkat konsumsi oksigen, jumlah oksigen terlarut
dalam media air diukur dan ikan uji diaklimatisasi terlebih dahulu. Penentuan
tingkat konsumsi oksigen bertujuan untuk menghitung konsentrasi oksigen yang
dibutuhkan ikan tiap satuan waktu, sehingga dapat diketahui jumlah konsentrasi
oksigen yang dibutuhkan pada saat pengangkutan. Benih ikan gurami
30x30x30 cm3 yang telah dibersihkan dengan padat tebar 10 ekor/l, kemudian
akuarium ditutup dengan styrofoam dengan ukuran 30 x 30 cm2 hingga
menyentuh permukaan air, sebelumnya styrofoam dilubangi untuk mengukur DO
dan dipasang 1 set DO meter. Kemudian diamati 1 jam sekali dengan 3 kali
ulangan selama 6 jam. Sebelum pengukuran ikan dipuasakan selama 2 hari.
Selama penentuan tingkat konsumsi oksigen ikan uji dipuasakan dan tidak
diberikan aerasi sebagai bentuk simulasi pada saat pengangkutan. Untuk
menghitung tingkat konsumsi oksigen ikan uji, setiap nilai oksigen terlarut
dikurangi dengan nilai oksigen terlarut awal yang dirumuskan dengan :
X = (Xo - Xi) / t
X = tingkat konsumsi oksigen Xo = konsentrasi O2 awal Xi = konsentrasi O2 akhir t = satuan waktu
3.5.1.3Penentuan Laju Ekskresi Amoniak
Sebelum dilakukan penentuan laju ekskresi amoniak, ikan uji diaklimatisasi
terlebih dahulu. Penentuan laju ekskresi amoniak ikan bertujuan untuk
menghitung jumlah amoniak yang diekskresikan ikan tiap satuan waktu, sehingga
dapat diketahui jumlah akumulasi amoniak pada waktu tertentu. Percobaan ini
dilakukan dengan menyiapkan 3 buah akuarium berukuran 30x30x30 cm3 yang
telah dibersihkan dan dikeringkan selama 1 hari, kemudian diisi air sebanyak
3 liter. Ikan uji berupa benih ikan gurami dimasukkan ke dalam wadah
masing-masing dengan padat tebar 10 ekor/l. Kemudian dilakukan pengambilan sampel
nitrogen (TAN). Selama penentuan laju ekskresi amoniak ikan uji dipuasakan dan
tidak diberikan aerasi sebagai bentuk simulasi pada saat pengangkutan.
3.5.1.4 Penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif dalam menyerap TAN Penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif ini bertujuan untuk mengetahui
jumlah TAN yang diadsorpsi tiap satuan waktu tertentu, sehingga dapat diketahui
jumlah zeolit dan karbon aktif yang harus diberikan untuk mengadsorpsi
akumulasi TAN.
Prosedur yang dilakukan adalah dengan cara menyiapkan 2 buah potongan botol
plastik dengan volume 600 ml yang telah dibersihkan dan dikeringkan,
diposisikan terbalik (leher botol menghadap ke bawah), di masing-masing leher
botol tersebut diisi dengan zeolit dan karbon aktif masing-masing sebanyak 10
gram. Selanjutnya air dengan volume 1 liter yang mengandung TAN 0,1 mg/l
dialirkan melewati zeolit dan karbon aktif yang terdapat pada leher botol.
Langkah ini dilakukan setiap 10 menit selama 7 kali. Setiap setelah air melewati
zeolit dan karbon aktif, diambil sampel 30 ml kemudian diukur kadar TAN, pH
dan suhu.
3.5.2 Penelitian utama
3.5.2.1Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif
Disiapkan 18 lembar kantong plastik dan karet pengikat, salah satu ujung plastik
dipasang keran untuk mengambil sampel air. Selanjutnya kantong plastik diisi
dengan perbandingan masing-masing 1 bagian air : 2 bagian oksigen, masukkan
kantong plastik dengan dengan padat tebar 10 ekor/l, diikat dengan karet gelang,
kemudian dimasukkan kedalam kotak styrofoam. Masing-masing styrofoam berisi
3 buah kantong plastik. Selanjutnya dimasukkan 4 kg es batu dalam kotak
styrofoam agar suhu stabil sekitar 20°C, kemudian ditutup. Masing-masing
perlakuan dosis terdiri dari 3 kali ulangan (gambar pada lampiran 1). Zeolit dan
karbon aktif yang digunakan dalam penelitian utama ini menggunakan jumlah
dosis yang berbeda.
Pengamatan terhadap ikan uji dilakukan setiap 6 jam, dan pengambilan sampel air
sebanyak 30 ml per kantung setiap 24 jam. Pengamatan dan pengambilan sampel
dihentikan hingga jam ke-72. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
membuka keran yang sudah dipasang di ujung plastik sehingga air yang ada di
dalam plastik dapat keluar tanpa mengalami difusi udara dari luar packing. Proses
transportasi dilakukan dengan menyimpan di boks Styrofoam yang terguncang
sesuai dengan situasi bus umum dalam perjalanan.
3.5.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan 6 perlakuan
dan 3 ulangan, yaitu :
1) Perlakuan kontrol (tanpa penambahan zeolit dan karbon aktif)
2) Perlakuan A (penambahan 20 g zeolit)
3) Perlakuan B (penambahan 15 g zeolit + 5 g karbon aktif)
4) Perlakuan C (penambahan 10 g zeolit + 10 g karbon aktif)
5) Perlakuan D (penambahan 5 g zeolit + 15 g karbon aktif)
Model rancangan yang digunakan yaitu :
ij i
Yij=π +τ +ε
Keterangan :
Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah data
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
3.5.4 Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data tingkat kelangsungan
hidup dan nilai kualitas air (TAN, NH3, DO, pH dan suhu).
3.5.4.1Sintasan
Sintasan (survival rate) merupakan nilai perbandingan antara jumlah ikan yang
hidup hingga akhir pengepakan dengan jumlah ikan pada awal pengepakan. Untuk
menghitung SR dapat digunakan rumus dari Goddard (1996), yaitu :
%
3.5.4.2Total amoniak nitrogen (TAN) dan NH3
Nilai TAN didapatkan dari perbandingan nilai adsorban dari sampel dan standar
kemudian dikalikan konsentrasi larutan yang dipakai.
NH3 = Nilai TAN yang dikalikan dengan persentase amoniak yang tidak
terionisasi berdasarkan pH dan suhu (tabel 1).
Tabel 1. Persentase amoniak tidak terionisasi (NH3) pada pH dan suhu yang berbeda (Boyd, 1990).
Suhu (°C) pH
6.5 7 7.5 8 8.5
18 0,1 0,3 0,9 2,9 8,5
20 0,1 0,3 1,1 3,3 9,8
22 0,1 0,4 1,2 3,8 11,2
24 0,2 0,5 1,4 4,4 12,7
26 0,2 0,5 1,7 5 14,4
3.5.5 Analisis data
Analisis data menggunakan analisis ragam (anova) dengan uji F pada selang
kepercayaan 95% menggunakan program MS.Excel 2007 dan SPSS 17.0. Apabila
berpengaruh nyata, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan diuji dengan
menggunakan uji BNT. Namun untuk perhitungan TAN menggunakan uji Kruskal
Gambar 4. Road map penelitian kain kasa, gelas piala, kain kasa, karet gelang dan kantong plastik poly etylen (PE).
Persiapan bahan meliputi benih ikan gurame, pereaksi uji amonia, NaCl, oksitetrasiklin, zeolit, karbon aktif dan reagen uji amonia
2. Adaptasi ikan
Benih ikan berasal dari Kalirejo, sebelum dilepaskan dalam akuarium dilakukan aklimatisasi. Ikan diberi makan sebanyak 3 kali sehari secara ad libitum.
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
1) Penambahan zeolit dan karbon aktif berukuran granul mampu menjaga
kualitas air pH dan DO, tetapi tidak dapat memberikan pengaruh yang
signifikan untuk mengurangi konsentrasi TAN.
2) Penambahan zeolit dan karbon aktif menghasilkan tingkat kelangsungan
hidup yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang tidak
menggunakan zeolit dan karbon aktif, namun tidak mengurangi konsentrasi
TAN dalam media air selama pengangkutan.
3) Perlakuan yang menggunakan zeolit 20 gram menggunakan biaya yang lebih
sedikit dibandingkan perlakuan lainnya namun mendapatkan hasil yang sama
baiknya dengan perlakuan yang menggunakan zeolit 15 gram dan karbon
5.2.Saran
Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu:
1) Menggunakan ukuran zeolit dan karbon aktif yang berbeda
Oleh
FRANKLIN RUSTAM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
FRANKLIN RUSTAM
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
FRANKLIN RUSTAM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Tabel Halaman
1. Persentase amoniak tidak terionisasi (NH3) ... 26
2. Kemampuan puasa benih ikan gurami ... 28
3. Suhu, pH dan DO yang terukur per 6 jam ... 30
4. Konsentrasi TAN (mg/L) pada media air pengepakan ... 32
5. Analisa biaya pengangkutan ... 34
6. Hubungan suhu dengan sintasan ... 37
7. Hubungan DO dengan sintasan ... 38
Gambar Halaman
1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy) ... 6
2. Zeolit berbentuk granul ... 16
3. Karbon aktif berbentuk granul ... 18
4. Road map penelitian ... 27
5. Tingkat konsumsi oksigen benih ikan gurami ... ... 29
6. Laju penurunan konsentrasi TAN .. ... 30
7. Sintasan benih ikan pada setiap perlakuan .. ... 31
8. Grafik rata-rata konsentrasi TAN pada jam ke-6 ... ... 33
Lampiran Halaman
1. Prosedur kerja aktivasi zeolit ... 48
2. Prosedur penentuan kemampuan puasa ikan ... 49
3. Prosedur penentuan tingkat konsumsi oksigen ... 50
4. Prosedur penentuan laju ekskresi amoniak ... 51
5. Prosedur penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif dalam menyerap TAN ... 52
6. Prosedur penambahan zeolit dan karbon aktif ... 53
7. Tabel kualitas air pada media pengepakan ... 54
8. Foto penelitian ... 55
9. Analisa data sintasan ... 56
10.Analisa data TAN jam ke-6 dengan uji Kruskal Wallis ... 57
11.Analisa data TAN jam ke-12 dengan uji Kruskal Wallis ... 58
III. METODE PENELITIAN ... … 20
3.5.1.2Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen ... … 22
3.5.1.3Penentuan Laju Ekskresi Amoniak ... … 23
3.5.1.4Penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif dalam menyerap TAN ... … 24
3.5.2 Penelitian Utama ... … 24
3.5.2.1Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif... 24
3.5.3 Rancangan Penelitian ... … 25
4.1.2.Penentuan tingkat konsumsi oksigen ... .… 29
4.1.3.Penentuan laju ekskresi amoniak ... .… 30
4.1.4.Penentuan kapasitas zeolit dan karbon aktif menyerap TAN ... .… 30
DAFTAR PUSTAKA
Alfi, S. 2009. Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma
macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Aprilian, Rian. 2011. Analisis variasi genetik Osphronemus gouramy Lac Yang terinfeksi Aeromonas hydrophila dengan penanda mikrosatelit. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Anonim. 2006. Filter Kimia. http://o-fish.com/Filter/filter_kimia.php. (13 Juni 2011).
Anonim. 2010. Budidaya Pendederan dan Pembesaran Ikan Gurami. Diakses melalui http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=40214&idrb=43601. (5 April 2011).
Anwar KP, Suharto S, Syarifuddin A. 1985. Prospek Pemakaian Zeolit Sebagai Penyerap NH4+ dalam Air Limbah. Departemen Pertambangan dan Energi
(PPTM).
Badjabir FZ, S Hadiwinoto. 2005. Pengelolaan Tempurung Kelapa Menjadi Karbon Aktif Untuk Bahan Penjernih Air. Jurnal. Universitas Negeri Surabaya
Boyd, CE. 1990. Water Quality Management in Ponds for Aquaculture. Birmingham Publishing Co., Alabama. Diakses melalui
http://www.worldcat.org/title/pond-aquaculture-water-quality-management/oclc/462282749/viewport
Boyd, CE. 1991. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Editor Alex Bocek Pedoman Teknis dari Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Pusat Litbang Perikanan Indonesia
Dewi, E. S. 2006. Pengaruh Salinitas 0, 3, 6, 9, dan 12 ppt terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame Ukuran 3-6 cm. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumberdaya Dan Lingkungan Perairan. Bogor. Jurusan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Evans, M. 1989. Zeolite-Do They Have a Role in Poultry Production? In: D. J.
Frose R. 1985. Improved Fish Transport in Plastic Bag. ICLARM Newsletter 8 (4). Hlm 8-9
Garbhards VS. 1965. Transport of Juvenile Trout in Sealed Containers. The Progressive Culturist 27 (1). Hlm 1-6
Ghozali, F. 2007. Pengaruh Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Maanvis (Pterophyllum Scalre) pada pengangkutan sistem tertutup. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Hadi, Abdul. 1988. Peran Arang Tempurung Kelapa dalam Perbaikan Mutu Air dan Kelangsungan Hidup Larva Udang Windu (Pneaus monodon Fabricius). Karya Ilmiah. Program Sarjana. IPB
Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture. Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News (Book). Ltd. London. Hlm 405
Indraswati N. 2002. Absorpsi Methylin Blue dan Safranin dengan Karbon Aktif. Jurnal. Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya
Imanto, P. T. 2008. Beberapa teknik transportasi ikan laut hidup dan fasilitasnya pada perdagangan ikan laut di Belitung. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Gondol
Jangkaru, Z. 2003. Memacu Pertumbuhan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jhingran, V.G. dan R.S.V. Pullin. 1985. Hatchery Manual of Common Carp, Chinese, and Indian Major Carps. ICLARM Sudies and Reviews II. Asian Development Bank, hlm 74-80
Mazik. 1991. Influence of Water Hardness and Salt on Survival and Physiological Characteristics of Striped Bass During and After Transport. Transaction of The American Fisheries Society 120, hlm 121-126
Mumpton, F.A. 1978. Natural Zeolite: A New Industrial Comodity. Pergamon Press, Oxford. Hlm 118-119
Pescod MB. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standar for Trophical Countries. AIT, Bangkok. Thailand, hlm 59
Quinby-Hunt, McLoughin, Quintanilha AT. 1986. Instrumentation for Environmental Monitoring. Jhon Willy and Sons Inc. New York.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jilid I dan Jilid II. Binacipta. Bandung.
Sarwono, B. dan M. Sitanggang. 2007. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sembiring, MT., Sinaga SS. 2003. Pengenalan Pembuatan Arang Aktif. [Skripsi]. Fakultas Teknik. Universitas Sumatra Utara. Medan
Spotte S. 1970. Fish and Invertebrate Culture. 2nd Ed. Jhon Willy and Sons. New York
Supendi, A. 2006. Pemanfaatan Zeolit dan Karbon Aktif pada Sistem pengepakan Tertutup Ikan Corydoras (Corydoras aenus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Susilawati. 1991. Pengaruh Penambahan Zeolit dalam Pengangkutan Sistem Tertutup Udang Galah Berukuran Rata-rata 2 gram. Skripsi, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Tim Agromedia Pustaka. 2007. Panduan lengkap budidaya gurami. Jakarta: Agromedia
Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall. New York
PADA PENGANGKUTAN SISTEM TERTUTUP
Nama : Franklin Rustam
Nomor Pokok Mahasiswa : 0514111015
Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1.Komisi Pembimbing
Limin Santoso, S.Pi, M.Si Rara Diantari,. S.Pi. M.Sc
NIP. 197703272005011001 NIP. 197908212003122001
2.Ketua Program Studi Budidaya Perairan
1. Tim penguji
Ketua : Limin Santoso, S.Pi, M.Si .………...
Sekretaris : Rara Diantari, S. Pi, M. Sc .………...
Penguji Utama : Ir. Suparmono, M.T.A ………....
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1001
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Juli 1987,
sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Bapak
Thomson Panggabean dan Romauli Gultom.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Santo Yoseph
diselesaikan tahun 1993, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN Mekarjaya 11
Depok pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTPN 6
Depok pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMU Budi
Utomo Depok pada tahun 2005.
Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur UMPTN. Selama menjadi
mahasiswa penulis pernah aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya
Perairan Unila (HIDRILA) FP Unila. Penulis juga pernah aktif di organisasi
eksternal kampus yaitu Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK).Pada tahun 2009,
Penulis melakukan Praktik Umum di Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UKBAT)
#
#
$
%
& '
(
"
#
!!!!
" "
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul : “Pengaruh Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif Terhadap
Sintasan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac) Pada Pengangkutan
Sistem Tertutup”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Unila.
2. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan Fakultas
pertanian Unila.
3. Limin santoso, S.Pi., M.Si., selaku pembimbing utama dan pembimbing
akademik, atas bimbingan, kritik, saran dan nasehat selama kuliah maupun
dalam proses penyelesaian skripsi.
4. Rara Diantari, S.Pi, M.Sc., selaku pembimbing kedua, atas bimbingan, kritik
serta saran dalam proses penyusunan skripsi.
5. Suparmono, S.Pi., M.TA., selaku penguji utama, atas kritik dan saran dalam
proses penyelesaian skripsi.
8. Saudari Elizabeth Pakpahan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi
serta membantu dalam menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman angkatan 2005 yang selalu bersemangat dalam menghadapi
kehidupan, terima kasih untuk keceriaan dan kebersamaannya serta
dukungannya selama ini.
10. Teman-teman seperjuangan Wisma Erlangga: Johannes, Sandy, Yasir, Fathir,
Renda, Africo, Eko, Girsang, Lupi, Awen, Rendy, Deny, Indra, Jaka atas
kebersamaanya selama ini.
Semoga Tuhan membalas kebaikan dan pengorbanan yang telah Bapak, Ibu,
Saudara, dan Saudari berikan kepada Penulis. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bandar Lampung, Agustus 2012