LAMPIRAN I
ANALISA AYAKAN PASIR UNTUK MATERIALBETON
(ASTM C 136 – 84a) Nama : TatanojisokhiDachi
Nim : 11 0404 099 Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016
Diameter Ayakan (mm)
BeratTertahan (gram) Kumulatif (%) Sampel I Sampel II Berat Total % Tertahan Lolos Klasifikasipasir yang baik :
Halus : 2.2 < FM < 2.6 Sedang : 2.6 < FM < 2.9 Kasar : 2.9 < FM < 3.2
Mengetahui,
Asisten Lab. Beton USU
BERAT JENIS DAN ABSORBSI PASIR
UNTUK MATERIAL BETON (ASTM C 128 – 88)
Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099
Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016
Asisten Lab. Beton USU
PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR PASIR UNTUK MATERIAL BETON
(ASTM C 117 – 90) Nama : TatanojisokhiDachi
Nim : 11 0404 099 Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016
Sampel I Sampel II Rata-rata
Beratpasirmula-mula, g 500 500 500
Beratpasirkering, g 489 491 490
Beratkandunganlumpur, g 11 9 10
Kadar lumpur, % 2.2 1.8 2
Beratkeringkandunganliat, g 486 489 487.5
Beratkandunganliat, g 3 2 2.5
Kadar liat, % 0.6 0.4 0.5
Mengetahui,
Asisten Lab. Beton USU
BERAT ISI PASIR
UNTUK MATERIAL BETON
(ASTM C. 136-71)
Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099
Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016
SuhuKamar (°C) 29
Suhu Air (°C) 26
BeratBejanaKosong (kg) 0.46
Berat Air (A) (kg) 1.83
BeratJenis Air (B) (kg/m3) 996.77
FaktorKoreksi : C = B/A 544.68
Diameter maksimumagregat (mm) 5
Berat
Cara merojok Cara menyiram
Sampel I 3.03 2.78
Asisten Lab. Beton USU
ANALISA AYAKAN KERIKIL
UNTUKMATERIAL BETON
(ASTM C 136 – 84a)
Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099
Material : Batu Pecah Tanggal : 15 Mei 2016
Diameter Ayakan (mm)
BeratTertahan (gram) Kumulatif (%) Sampel I Sampel II Berat Total % Tertahan Lolos
Fineness Modulus (FM) = 6,90
Mengetahui,
Asisten Lab. Beton USU
BERAT JENIS DAN ABSORBSI AGREGAT KASAR
UNTUK MATERIAL BETON
ASTM C 127 – 88
Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099
Material : BatuPecah Tanggal : 15 Mei 2016
Sampel I Sampel II Rata-rata
Berat SSD kerikil, g (B) 1250 1250 1250
Beratkerikildalam air, g (C) 769 772 770.5
Beratkerikilkering, g (A) 1233 1231 1232
Beratjeniskering = A 2.56 2.58 2.57
(B - C)
Beratjenis SSD = B 2.60 2.62 2.61
(B - C)
Beratjenissemu = A 2.66 2.68 2.67
(A - C)
Absorbsi, % = (B-A)x100 1.38 1.54 1.46
A
Mengetahui,
Asisten Lab. Beton USU
PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR AGREGAT KASAR
UNTUK MATERIAL BETON
ASTM C 117 – 90
Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099
Material : Batu Pecah Tanggal : 15 Mei 2016
Sampel I Sampel II Rata-rata
Beratkerikilmula-mula, g 1000 1000 1000
Beratkerikilkering, g 996 995 995.5
Beratkandunganlumpur, g 4 5 4.5
Kadar lumpur, % 0.4 0.5 0.45
Mengetahui,
Asisten Lab. Beton USU
BERAT ISI KERIKIL
UNTUK MATERIAL BETON
(ASTM C.29/C.29M-90)
Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099
Material : BatuPecah Tanggal : 15 Mei 2016
SuhuKamar (°C) 29
Suhu Air (°C) 26
BeratBejanaKosong (kg) 5
Berat Air (A) (kg) 8.14
BeratJenis Air (B) (kg/m3) 996.77 FaktorKoreksi : C = B/A 122.45
Diameter (mm) 25
Berat
Cara merojok Cara menyiram
Sampel I 19.4 18.3
Asisten Lab. Beton USU
LAMPIRAN II
MIX DESIGN BETON ( f’c = 20 MPa )
Nama : TatanojisokhiDachi
Semen : Semen Padang Tipe 1 AgregatHalus : Pasir
AgregatKasar : BatuPecah
Air : PDAM
Slump : 6 – 18 cm
Muturencana : f’c 20 MPa
Deviasi : 55
Rencanapelaksanaan di lokasi: 331,164 kg/cm2 1. PerencanaanFaktor Air Semen
JenisAgregatKasar
UmurBetonpadaSaat di Uji (kg/cm2)
3 7 28 91
BatuGuli 170 230 330 400
Batu Pecah 190 270 370 450
BerdasarkangrafikWCF untuk trial mix : 0.54 Koefisienkoreksilaboratorium 0,95 : 0.51
Faktor air semen maksimum : 0.6
2. Perencanaan air bebasuntukcampuranbeton (1 lt/m3)
Agregat Nilai Slump
0-1 cm 1-3 cm 3-6 cm 6-18 cm
Perencanaanpemakaian air sebanyak : 185 ltr/m3
Pemakaian semen sebanyak : 362,3 kg/m3
3. Klasifikasiagregathalus Diameter Saringan
(mm)
PersentaseBahan Lolos Ayakan BahanUji
I II III IV % lolos % tertahan
Kesimpulandidapatpasir di zona II
4. Klasifikasiagregatcampuran
Diameter Ayakan
(mm)
% Tertahan KomposisiRencana Komposisi
Pasir AgregatKasar Pasir Kerikil Fraksi Kumulatif
Lolos KumulatifTertahan
Modulus Kehalusan 5.49
5. ProporsiCampuran
Beratjenis SSD batupecah 2.61 Beratjenis SSD pasir 2.49 Beratjenis SSD gabungan 2.57
Beratjenisbeton 2347,368 kg/m3 Kadar agregatgabungan 1800,067 kg/m3 Kadar batupecah 1206,044 kg/m3
KOMPOSISI CAMPURAN
1. Beton normal
ProporsiCampuran Volume
Semen (kg)
Air (kg) Pasir (kg)
Kerikil (kg) Untuk 1m3 betonsegar 362.301 185.000 594.022 1206.045 Untuk 2 silinder (FS =1,2) 0.01272 4.607 2.353 7.554 15.337
Untuk 1 balok (FS =1,2) 0.14400 52.171 26.640 85.539 173.670 Perbandingancampuran 1.00 0.51 1.64 3.33
2. Betondenganseratnilon
ProporsiCampuran Volume Semen (kg) Air (kg) Pasir (kg)
Kerikil (kg)
SeratNilon (kg) Untuk 1m3 betonsegar 362.301 185.000 594.022 1206.045 2.093
Untuk 2 silinder (FS =1,2)
0.01272 4.607 2.353 7.554 15.337 0.027
LEMBAR DATA PENGUJIAN
NILAI SLUMP CAMPURAN BETON.
(ASTM C 143-90A)
Nama : TatanojisokhiDachi
Nim : 11 0404 099
TanggalPengujian : 19 Agustus 2016
Nilai Slump dariCampuranBeton
Kadar persentaseagregathalus Nilai Slump (cm)
TanpaSeratNilon (Normal) 15
DenganSeratNilon (2 %) 10
Mengetahui,
Asisten Lab. Beton USU
LEMBAR DATA PENGUJIANLENDUTAN
Nama : TatanojisokhiDachi
Nim : 11 0404 099
Variasi(Substitusi) : BalokBetonBertulangNormal TanggalPengujian : 16 September 2016
LEMBAR DATA PENGUJIAN LENDUTAN
Nama : TatanojisokhiDachi
Nim : 11 0404 099
Variasi(Substitusi) : BalokBetonBertulangDenganSeratNilon 2% TanggalPengujian : 16 September 2016
Beban
Asisten Lab. Struktur USU
Material
Pembuatan benda uji Benda uji
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. SK SNI 03-2847-2002 Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. LPMB Dep. Pekerjaan Umum RI, Bandung.
Arman A., Ardon Rahimi. 2015. Studi Eksperimental Evaluasi Pengaruh Penambahan Serat Nylon Terhadap Kuat Tarik Belah Normal. Padang: Institut Teknologi Padang.
Dipohusodo, Istimawan. 1996. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia.
Ganiron, Tomas. 2013. Influence of Polymer Fiber on Strength of Concrete. Manila: Qassim University
Gunawan, Purnawarman. 2015. Pengaruh Penambahan Serat Nylon Pada Beton Ringan Dengan Teknologi Gas Terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah, Dan Modulus Elastisitas. Surabaya: Universitas Sebelas Maret.
McCormac, Jack C. 2004. Desain Beton Bertulang Edisi Kelima Jilid 1.Jakarta: Erlangga. Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nugraha, Paul, dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian eksperimental yang
dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian direncanakan kurang lebih
3 bulan yakni mulai bulan Juni – September 2016. Secara umum urutan tahapan
penelitian ini meliputi:
a. Penyediaan bahan penyusun beton.
b. Pemeriksaan bahan.
c. Perencanaan campuran beton (mix design).
d. Perencanaan tulangan balok.
e. Pengujian slump.
f. Pembuatan benda uji silinder.
g. Perawatan benda uji silinder.
h. Pembuatan benda uji balok.
i. Perawatan benda uji balok.
j. Pengujian kuat lentur dan pengamatan pola retak.
3.2 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
Mulai
Perumusan Masalah
Persiapan Alat dan Bahan
Pemeriksaan Bahan
Mix Design
Pengujian Slump
Pembuatan Benda Uji Balok
Perawatan
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
Pengujian Kuat Lentur dan Pola Retak
Perencanaan Tulangan Balok
3.3 Persiapan Alat dan Bahan
3.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah Serat Nilon dari PT.
Findotek. Untuk bahan lain yang digunakan adalah semen, agregat halus (pasir),
agregat kasar (kerikil), dan air.
3.3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Bahan
Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
3.4 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
Tahap pertama yang dilaksanakan dalam pembuatan beton adalah pemilihan
bahan-bahan penyusun. Pemilihan bahan-bahan penyusun yang baik akan
menghasikan beton yang baik pula. Setelah mengevaluasi apa saja bahan-bahan
yang akan digunakan. Maka diperlukan pemeriksaan bahan di laboratorium. Hal
ini penting karena untuk mengetahui apakah bahan-bahan yang kita pilih sudah
sesuai standar dan dapat digunakan untuk campuran beton.
3.4.1 Semen
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi
3.4.2 Agregat Halus
Agregat halus yang dipakai dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
1. Analisa ayakan
2. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
3. Pemeriksaan berat isi
4. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200)
5. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)
6. Pemeriksaan kadar liat (clay lump)
3.4.2.1 Analisa Ayakan
a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan pasir (FM).
b. Hasil pemeriksaan
Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,62
Pasir dapat dikategorikan pasir sedang.
c. Pedoman
� = % � ℎ ℎ� ,
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam
beberapa kelas, yaitu:
Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60
Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90
3.4.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi
a. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)
pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Berat jenis SSD : 2490 kg/m3
Berat jenis kering : 2460 kg/m3
Beart jenis semu : 2530 kg/m3
Absorbsi : 1,21%
c. Pedoman
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan
volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana
permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering. Keadaan kering
dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan
nol. Sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air.
Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap
berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
3.4.2.3 Pemeriksaan Berat Isi
a. Tujuan
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan
Berat isi keadaan rojok/padat : 1388,94 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1247,32 kg/m3
c. Pedoman
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar
daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih
padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat
mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.
3.4.2.4 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan lumpur : 2% < 5%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi
5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus
3.4.2.5 Pemeriksaan Kandungan Organik (Colorimetric Test)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung dalam pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik
pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.
3.4.2.6 Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan liat : 0,5% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari
berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.
3.4.3 Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan adalah yang lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan
pada ayakan 4,76 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
2. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian kerikil lewat ayakan no 200)
3. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin Los Angeles
4. Pemeriksaan berat isi
5. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
3.4.3.1 Analisa Ayakan
a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus
kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
Modulus kehalusan kerikil (FM) : 6,9
5,5 < 6,9 < 7,5 memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
1. � = % � � ℎ ℎ� ,
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus
kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.
3.4.3.2 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no
200)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
c. Pedoman
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi
1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka
kerikil harus dicuci.
3.4.3.3 Pemeriksaan Keausan Menggunakan Mesin Los Angeles
a. Tujuan
Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.
b. Hasil pemeriksaan
Persentase keausan : 17,28% < 50%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
1. % = − ℎ� %
2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentaase keausan
tidak boleh lebih dari 50%.
3.4.3.4 Pemeriksaan Berat Isi
a. Tujuan
Untuk memeriksa berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan
longgar.
b. Hasil pemeriksaan
Berat isi keadaan rojok/padat : 1744,96 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1640,87 kg/m3
c. Pedoman
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar
padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat
mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.
3.4.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi
a. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)
kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
Berat jenis SSD : 2610 kg/m3
Berat jenis kering : 2570 kg/m3
Berat jenis semu : 2670 kg/m3
Absorbsi : 1,46%
c. Pedoman
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan
volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana
permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering
dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan
nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air.
Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap
berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
3.4.4 Air
Air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumber yang bersih. Air yang
layak digunakan adalah air yang tidak berwarna, jernih dan tidak mengandung
kotoran-kotoran. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal
dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.5 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
Perancangan campuran beton merupakan suatu usaha untuk mendapatkan
sifat-sifat fisik beton yang seekonomis mungkin dengan menggunakan bahan penyusun
yang ada. Menggunakan bahan penyusun yang baik belum tentumenjamin akan
menghasilkan beton yang baik apabila proporsicampuran tidak dirancang dengan
benar.
Unsur-unsur pembentuk beton harus ditentukan secara proporsional, sehingga
terpenuhi syarat-syarat:
1. Nilai kekenyalan atau kelecakan tertentu yang memudahkan adukan beton
ditempatkan pada cetakan/bekisting (sifat kemudahan dalam mengerjakan)
dan memberikan kehalusan permukaan beton segar. Kekenyalan ditentukan
dari volume pasta adukan, keenceran pasta adukan, serta perbandingan
campuran agregat halus dan kasar.
2. Kekuatan rencana dan ketahanan beton setelah mengeras.
3. Ekonomis dan optimum dalam pemakaian semen.
ρ semen = 3150 kg/m3
Dari hasil perhitungan mix design diperoleh perbandingan campuran beton
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Balok
3.6 Perencanaan Tulangan Balok
Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan
memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser. Direncanakan dapat
menahan beban maksimum 5000 kg.
b = 150 mm fc = 20 MPa k1 = 3,3818
h = 250 mm fy = 300 MPa Mu = 26,008 kNm
d’ = 35 mm d = 215 mm ρ1 = 0,0127
1. Mrmaks = øbd2k = (0,8) x (0,15m) x (0,215mm)2 x 3.3818 x 1000 kN/m2 =
2. Mr < Mu 18,758 kNm < 26,008 kNm maka harus menggunakan
tulangan rangkap.
3. Maka digunakan ρ2 = 0,9ρ1 = 0,9 x 0,0127 = 0,01143 dimana k2 = 3,075
MPa
4. Mr1 = øbd2k = (0,8) x (0,15m) x (0,215mm)2 x 3.075 x 1000 kN/m2 =
17,05 kNm
5. As1 = ρbd = 0,01143 x 150 mm x 215 mm = 368,61 mm2. (3D13 = 398,2
mm2 atau 3D14 = 462 mm2)
6. Mr2 = Mu - Mr1 = 26,008 kNm – 17,05 kNm = 8,958 kNm
7. =
∅ − ′ = ,
, = , = ,
8. � =
′ = = � = 207,36 mm
2
(2D12 = 226,2 mm2)
Pada penelitian ini direncanakan tulangan lentur untuk benda uji balok yang
dimana digunakan tulangan lentur 2 D12 pada daerah tekan dan tulangan lentur 3
D14 pada daerah tarik sebab tulangan dengan diameter 13 (ganjil) jarang dijual di
pasaran.
3.7 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji balok terdiri dari dua variasi campuran, yaitu variasi I
(campuran normal tanpa bahan tambahan) dan variasi II (campuran dengan
tambahan serat nilon 2% dari volume semen).
Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut:
1. Alat-alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu, lalu timbang
bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan hasil dari mix design.
2. Menyiapkan molen yang bagian dalamnya sudah dibahasi. Kemudian
menuangkan agregat kasar, agregat halus, dan semen. Aduk campuran
tersebut hingga merata.
3. Setelah tercampur merata, masukkan air dan serat nilon (untuk beton dengan
tambahan serat nilon).
4. Setelah campuran merata, dilakukan uji slump untuk mengetahui tingkat
workability adukan.
5. Jika nilai slump telah memenuhi, adukan beton dapat dituangkan ke dalam
cetakan dan dipadatkan hingga merata.
6. Diamkan selama 24 jam.
7. Setelah umur beton 24 jam, cetakan dibuka kemudian dilakukan perawatan
beton.
3.8 Perawatan Benda Uji
Perawatan benda uji silinder dilakukan dengan cara merendam beton dalam air
dan perawatan benda uji balok dilakukan dengan cara menutup permukaan benda
Pengujian dilakukan pada saat sampel berumur 28 hari. Hal ini berarti karung goni
basah diangkat dari benda uji balok pada saat benda uji berumur 27 hari agar pada
waktu di uji, sampel dalam keadaan tidak basah.
3.9 Pengujian dan Pengamatan Benda Uji
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat lentur dan pengamatan pola
retak.
3.9.1 Uji Kuat Tekan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah mengeras
selama 28 hari dengan benda uji berbentuk silinder. Kekuatan tekan adalah
kemampuan beton dalam menerima gaya tekan per satuan luas.
Kekuatan tekan beton dapat dihitung dengan rumus:
′ = ��
dimana: c’ = kuat tekan beton (MPa)
P = beban maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
3.9.2 Uji Kuat Lentur
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besar kuat lentur pada beton yang telah
mengeras dengan benda uji berbentuk balok yang berukuran (320 x 15 x 25) cm.
Kuat lentur beton (modulus of rupture) dapat dihitung dengan rumus berikut:
a. Keruntuhan terjadi di bagian tengah bentang.
= � .
b. Keruntuhan terjadi pada bagian tarik diluar tengah bentang.
= � .
dimana:
= kuat lentur beton (MPa)
P = beban maksimum (N)
L = panjang bentang (mm)
b = lebar spesimen (mm)
d = tinggi spesimen (mm)
a = jarak rata-rata dari garis keruntuhan dan titik perletakan terdekat
diukur pada bagian tarik spesimen (mm)
3.9.3 Pengamatan Pola Retak
Pengamatan yang dilakukan adalah secara visual untuk mengetahui pola
penyebaran dan perkembangan retak akibat shrinkage yang terjadi pada benda uji
balok selama 28 hari. Benda uji balok dengan tulangan yang berdimensi (320 x 15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Nilai Slump
Untuk mengetahui tingkat kekentalan adukan beton dilakukan slump test, yang
dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan (workability) beton. Slump test
dilakukan pada daerah yang datar dengan menggunakan Kerucut Abrams. Adapun hasil
dari pengujian slump dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Nilai Slump
No JenisBeton NilaiSlump (cm)
1 Normal 15
2 Serat Nilon 2% 10
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai slump berkurang diakibatkan dengan penambahan
serat nilon. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak serat nilon pada campuran
beton, maka akan menurunkan kelecakan beton.
4.2 Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Adapun hasil
perhitungan kuat tekan dan perbandingan terhadap beton normal dapat dilihat pada
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Kuat Tekan Beton (MPa)
Jenis Beton Kuat Tekan (MPa)
Normal 27,8
Serat Nilon 2% 32,4
4.3 Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang
Pengujian terhadap balok beton bertulang dilakukan setelah umur balok 28 hari.
Pengujian dilakukan pada tanggal 17 September 2016 di Laboratorium Struktur
Program Magister (S2) Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Untuk
memperoleh nilai lendutan, maka dibutuhkan alat Hydraulic Jack dalam pengujian
balok beton bertulang dan memasang dial indicator dengan jarak 75 cm untuk
membaca lendutan yang terjadi.
4.3.1 Hasil Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang
a. Lendutan Balok Bertulang Tanpa Serat Nilon
Hasil pengujian lendutan balok beton bertulang tanpa serat nilon terdapat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Lendutan Balok Bertulang Tanpa Serat Nilon Umur 28
Hari
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat
Nilon
b. Lendutan Balok Beton Bertulang Dengan Serat Nilon
Hasil pengujian lendutan balok beton bertulang dengan serat nilon terdapat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Lendutan Balok Bertulang Dengan Serat Nilon Umur 28
Hari
0 200 400 600 800 1000 1200
B
Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok
Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon
1/4 L-L
CL
Beban
Retak awal mulai terjadi pada saat diberi pembebanan 4665,5 kg
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Dengan
Serat Nilon
0 200 400 600 800 1000 1200
B
Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok
Beton Bertulang Dengan Serat Nilon
1/4L-L
CL
4.3.2 Lendutan Balok Beton Bertulang Secara Teoritis
a. Lendutan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)
Dalam pengujian terhadap balok beton bertulang, ada 3 tahapan yang dialami oleh
balok sebelum balok mengalami keruntuhan, yaitu tahapan balok sebelum mengalami
retak (uncracked concrete stage), tahap setelah retak (concrete cracked), dan tahapan
kekuatan ultimit (ultimate strength stage).Perhitungan lendutan dibagi dalam 2
bagian, yaitu sebelum terjadi retak dan setelah terjadi retak dimana parameternya
adalah ketika retak pertama kali muncul saat pemberian beban tertentu. Pengamatan
terhadap pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang dilakukan secara kasat
mata.
Kondisi sebelum retak
Retak awal pada saat pengujian terjadi pada saat pembebanan 3999 kg. Maka, kondisi
sebelum retak adalah pada saat pembebanan 0 kg, 666,5 kg, 1333 kg, 1999,5 kg, 2666
kg, dan 3332,5 kg.
1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 0 kg
Yang perlu ditinjau dalam perhitungan lendutan terdiri atas dua, yaitu lendutan
akibat beban terpusat dan lendutan akibat berat sendiri balok beton bertulang.
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 0 kg = 0
N
x = 1 m = 1000mm
� = momen inersia penampang balok (mm4)
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = 24781,081
� = momen inersia penampang bruto beton terhadap garis sumbunya,
dengan mengabaikan tulangannya =
bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , { − }
� = 0 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = � � = ,, ⁴ = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 0 kg adalah:
� = � + � � = + , � = 0,196 mm
2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 666,5 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P =
x = 1 m = 1000mm
� = momen inersia penampang balok (mm4)
� = modulus elastisitas beton = 24781,081
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , , { − }
� = 0,659 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
Maka,
� = �
��� =
, ⁴
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 666,5 kg adalah:
� = � + �
� = , + , � = 0,855 mm
3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1333 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 666,5
kg = 6665 N
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = 24781,081
= bh³= = ⁴ Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� =
, { − }
� = 1.31 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
, ⁴
, = ,
� = � + � � = , + , � = 1,506 mm
4. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1999,5 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 999,75
kg = 9997,5 N
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = 24781,081
� = bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , , { − }
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
, ⁴
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 1999,5 kg adalah:
� = � + � � = , + , � = 2,175 mm
5. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 2666 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1333 kg
= 13330 N
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = 24781,081
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , { − }
� = 2,64 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
, ⁴
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 2666 kg adalah:
� = � + � � = , + ,
� = 2,835 mm
6. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3332,5 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1666,25
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = 24781,081
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , , { − }
� = 3,299 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
Maka,
� = �
��� =
, ⁴
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 3332,5 kg adalah:
� = � + � � = , + , � = 3,495 mm
Kondisi setelah retak
Pada keadaan setelah retak lendutan balok yang terjadi tidak dapat dihitung
menggunakan persamaan lendutan biasa, karena akan mengalami kesulitan dalam
menentukan momen inersia yang akan digunakan. Apabila momen lentur (Mn) lebih
besar dari momen retak ( ), retak tarik pada balok akan menyebabkan
berkurangnya penampang melintang balok dan momen inersia yang digunakan
diasumsikan adalah momen inersia transformasi (� ). Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 ayat 2.3 ditetapkan bahwa lendutan seketika dihitung dengan
menggunakan nilai momen inersia efektif Iₑ berdasarkan persamaan berikut ini.
� = ( cr) � + { − ( cr) } Icr≤ �
di mana, Ie = momen inersia efektif
Icr = momen inersia penampang retak transformasi
Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat
Ma = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan
dihitung.
Mcr = momen pada saat timbul retak yang pertama kali.
= ��
di mana fr = modulus retak beton = 0,7√ ′
Yt = jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik =
ℎ
o Menghitung momen retak (Mcr):
= ��
�
= ( , √ , )×{ × }
= 5766874,018 Nmm
o Menghitung letak garis netral
+ �′ − �′ ′− � + � y= dimana: Es = modulus elastisitas baja = 200000 MPa
Ec = modulus elastisitas beton = , MPa n = rasio modulus =�
��= , = 8,07
d’ = 35 mm d =215mm
As = 462,0 mm
Maka,
(150)y2 + 8,07 (226,2)y – 8,07(226,2)(35) – 8,07(462)(215) + 8,07(462)y = 0 75y2 + 1825,434y – 63890,19 – 801593,1 + 3728,34y = 0
75y2 + 5553,774y – 865483,29 = 0
X1 = 76,59 (memenuhi)
X2 = -150,65
o Menentukan momen inersia penampang retak transformasi (Icr)
Icr = + � − + � ′ −
= , + , − , +
, , , −
= 97046491,74 mm4
Retak awal terjadi pada saat balok menerima beban 3999 kg. Maka lendutan dengan
kondisi setelah retak yang akan dihitung adalah pada saat pembebanan 3999 kg,
4665,5 kg, 5332 kg, dan 5998,5 kg
1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3999 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 3999 x 10) + { , } = 19995000 + 1012500
Ie = cr � + { − cr } Icr
= ,
+ { −
, } ,
= 4040436,767 + 95038887,45
= 99079324.22 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , . { − }
� = 7.804 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Maka,
� = �⁴
���
� = ,, ⁴ .
� = 0.386 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 3999 kg adalah :
� = � + � � = 7.804 + 0,386
1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 4665,5 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 4665,5 x 10) + { , } = 24340000 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
= 98353453,81 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , , , { − }
� = 9,172 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
� = � �⁴
� = ,, ⁴ ,
� = 0,389 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 4666,5 kg adalah
2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5332 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 5332 x 10) + { , } = 27672500 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
= 97935855,69 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , , −
� = 10,527 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
� = �⁴
���
� = ,, ⁴ ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5332 kg adalah :
� = � + �
� = , + 0,391
� = , ��
3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5998,5 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 5998,5 x 10) + { , } = 31005000 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
= 97678800,94 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , , { − }
� = 11,874 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Maka,
� = ,, ⁴ ,
� = 0,392 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5998,5 kg adalah :
� = 11,874 + 0,392
� = , ��
Tabel 4.5 Lendutan Hasil Pengujian dan Perhitungan Teoritis Terhadap Balok Beton
Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)
Beban Lendutan (x 10 -2 mm)
Kondisi Hasil Pengujian Teoritis
0 0.0 19.6
Sebelum retak
666.5 27.0 85.5
1333 92.5 150.6
1999.5 196.0 217.5
2666 332.0 283.5
3332.5 428.5 349.5
3999 580.5 819.0 Retak Awal
4665.5 692.0 956.1
Setelah Retak
5332 819.5 1091.8
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Tanpa
Serat Nilon Berdasarkan Hasil Pengujian dan Perhitungan Teoritis
a. Lendutan Balok Bertulang dengan Serat Nilon
Kondisi sebelum retak
Retak awal pada saat pengujian terjadi pada saat pembebanan 4665,5 kg. Maka,
kondisi sebelum retak adalah pada saat pembebanan 0 kg, 666,5 kg, 1333 kg, 1999,5
kg, 2666 kg, 3332,5 kg, dan 3999 kg.
1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 0 kg
Yang perlu ditinjau dalam perhitungan lendutan terdiri atas dua, yaitu lendutan
akibat beban terpusat dan lendutan akibat berat sendiri balok beton bertulang. 0.0
0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0
B
Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton
Bertulang Tanpa Serat Nilon Berdasarkan Hasil
Pengujian dan Teoritis
Hasil Pengujian
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 0 N
X = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = ,
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , { − }
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
,
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 0 kg adalah:
� = � + �
� = + 0,181
2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 666,5 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 333.25
kg = 3332,5 N
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = ,
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = ,
, { − }
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
,
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 666,5 kg adalah:
� = � + � � = , + , � = 0,792 mm
3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1333 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 666,5
kg = 6665 N
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = ,
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� =
, { − }
� = 1,222 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
,
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 1333 kg adalah:
� = � + � � = , + , � = 1,401 mm
4. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1999,5 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 999,75
kg = 9997,5 N
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = ,
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , , { − }
� = 1,833 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = , MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
Maka,
� = �
��� =
, ⁴
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 1999,5 kg adalah:
� = � + � � = 1,833 + 0,181
� = 2,015 mm
5. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 2666 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1333 kg
= 13330 N
X = 1 m = 1000 mm
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = , Maka besar lendutan:
� = , ��
� = , { − } � = 2,44 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = , MPa
� = bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
,
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 2666 kg adalah:
� = � + �
6. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3332,5 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
adalah:
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1666,25
kg = 16662,5 N
x = 1 m = 1000 mm
� = modulus elastisitas beton = 4700√ ′ = 4700√ , = ,
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , �� � −
� = , , { − }
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m
l = bentang balok = 3 m = 3000 mm
� = modulus elastisitas beton = , MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
,
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 3332,5 kg adalah:
� = � + � � = , + , � = 3,237 mm
7. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3999 kg
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi
� = , �� � −
Keterangan:
0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1999,5 kg =
19995 N
X = 1 m = 1000 mm
� = momen inersia penampang balok (mm4)
� = modulus elastisitas beton =4700√ ′ = 4700√ , = ,
� = bh³= = ⁴
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , { − }
� = 3,667 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan
rumus:
� = � �⁴
Keterangan:
� = modulus elastisitas beton = , MPa
� = momen inersia penampang balok (mm4)
= bh³= = ⁴
Maka,
� = �
��� =
,
, = ,
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 3999 kg adalah:
� = � + � � = , + , � = 3,848 mm
Kondisi setelah retak
Pada keadaan setelah retak lendutan balok yang terjadi tidak dapat dihitung
menggunakan persamaan lendutan biasa, karena akan mengalami kesulitan dalam
menentukan momen inersia yang akan digunakan. Apabila momen lentur (Mn) lebih
besar dari momen retak ( ), retak tarik pada balok akan menyebabkan
berkurangnya penampang melintang balok dan momen inersia yang digunakan
diasumsikan adalah momen inersia transformasi (� ). Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 ayat 2.3 ditetapkan bahwa lendutan seketika dihitung dengan
menggunakan nilai momen inersia efektif Iₑ berdasarkan persamaan berikut ini.
di mana,
Ie = momen inersia efektif
Icr = momen inersia penampang retak transformasi
Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh
batang tulangan diabaikan
Ma = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung.
Mcr = momen pada saat timbul retak yang pertama kali.
= ��
di mana
fr = modulus retak beton = 0,7√ ′
Yt = jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik = ℎ
o Menentukan momen retak (Mcr):
= ��
�
= ( , √ , )×{ × }
= 6225734,143 Nmm
o Menentukan letak garis netral
+ �′ − �′ ′− � + � y= dimana:
Ec = modulus elastisitas beton = , MPa n = rasio modulus =�
��= , = 7,47
d’ = 35 mm d = 215 mm
A’s = 226,2 mm As = 462 mm
Maka,
(150)y2 + 7,47 (226,2)y – 7,47(226,2)(35) – 7,47(462)(215) + 7,47(462)y = 0 75y2 + 1689,714y– 59139,99 – 741995,1 + 3451,14y = 0
75y2 + 5140,854y – 801135,09 = 0
X1 = 74,61 (memenuhi)
X2 = -143,16
o Menentukan momen inersia penampang retak transformasi (Icr)
Icr = + � − + � ′ −
= , + , − , +
, , , −
Retak awal terjadi pada saat balok menerima beban 4666,5 kg. Maka lendutan dengan
kondisi setelah retak yang akan dihitung adalah pada saat pembebanan 4665,5 kg,
5332 kg, 5998,5 kg, dan 6665 kg.
1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 4665,5 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 4665,5 x 10) + { , } = 24340000 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
= 93175499,44 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , , , { − }
� = 8,96 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Maka,
� = �⁴
���
� = 0,38 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 4666,5 kg adalah :
� = � + � � = , + , � = , ��
2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5332 kg
Ma = (0,5P +
= (0,5 x 5332 x 10) + { , } = 27672500 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
= 92620084,19 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , , { − }
� = 10,311 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
� = �⁴
���
� = ,, ⁴ ,
� = 0,383 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5332 kg adalah :
� = � + � � = , + , � = , ��
3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5998,5 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 5998,5 x 10) + { , } = 31005000 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
= 92278195,38 mm4
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = 11,642 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Maka,
� = �⁴
���
� = ,, ⁴ ,
� = 0,3845 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5998,5 kg adalah :
� = � + �
� = 11,642 + 0,3845
� = , ��
4. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 6665 kg
Ma = 0,5P +
= (0,5 x 6665 x 10) + { , } = 34337500 Nmm
Ie = cr � + { − cr } Icr
= , + { − , } ,
Lendutan Akibat Beban Terpusat
Maka besar lendutan:
� = , ��
��� −
� = , , { − }
� = 12,967 mm
Lendutan Akibat Berat Sendiri
Maka,
� = �⁴
���
� = ,, ⁴ ,
� = 0,385 mm
Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 6665 kg adalah :
� = � + �
� = 12,967 + 0,385
Tabel 4.6 Lendutan Hasil Pengujian dan Perhitungan Teoritis Terhadap Balok Beton
Bertulang Dengan Serat Nilon
Beban Lendutan (x 10 -2 mm
)
Kondisi Hasil Pengujian Teoritis
0 0 18.1
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Dengan
Serat Nilon Berdasarkan Hasil Pengujian Dan Teoritis 0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
B
Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok
Beton Bertulang Dengan Serat Nilon Berdasarkan
Hasil Pengujian Dan Teoritis
Hasil Pengujian
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian Pada
Balok Beton Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon 0
0 200 400 600 800 1000 1200
B
Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil
Pengujian Pada Balok Beton Bertulang Tanpa
dan Dengan Serat Nilon
Tanpa Serat Nilon
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Secara Teoritis Pada Balok Beton
Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon
4.4 Pengujian Regangan Balok Beton Bertulang
4.4.1 Regangan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)
Menentukan letak garis netral
+ �′ − �′ ′− � + � y=
0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 1600.0
B
Hubungan Beban-Lendutan Secara Teoritis
Pada Balok Beton Bertulang Tanpa dan
Dengan Serat Nilon
Tanpa Serat Nilon
75y2 + 5553,774y – 865483,29 = 0
X1 = 76,59 (memenuhi)
X2 = -150,65
Menentukan jarak dari garis netral ke serat bawah (e)
e = d – y = 215 – 76,59 = 138,41 mm
Jari-jari kelengkungan
� = ( −∆ )={ ,}−{ }= ,
Regangan tekan �
� = −��= − , , = − ,
Regangan tulangan tarik �
� = − � = − ,
, − , = .
Perhitungan regangan tekan beton dan regangan tulangan tarik untuk variasi pembebanan
lainnya dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil perhitungan regangan tekan dan
regangan tarik pada balok beton bertulang tanpa serat nilon disajikan pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Regangan Tekan dan Regangan Tarik pada Balok Beton
Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)
P (kg)
666.5 0.27 76.59 138.41 3549382.716 -0.0000390 0.0000705 1333 0.925 76.59 138.41 1036036.036 -0.0001336 0.0002414 1999.5 1.96 76.59 138.41 488945.5782 -0.0002831 0.0005116 2666 3.32 76.59 138.41 288654.6185 -0.0004795 0.0008665 3332.5 4.285 76.59 138.41 223648.3858 -0.0006189 0.0011184 3999 5.805 76.59 138.41 165087.5682 -0.0008384 0.0015151 4665.5 6.92 76.59 138.41 138487.4759 -0.0009994 0.0018061 5332 8.195 76.59 138.41 116941.2243 -0.0011836 0.0021389 5998.5 9.665 76.59 138.41 99155.02673 -0.0013959 0.0025226
4.4.2 Regangan Balok Beton Bertulang Dengan Serat Nilon
Menentukan letak garis netral
Menentukan jarak dari garis netral ke serat bawah (e)
e = d – y = 215 – 74,61 = 140,39 mm
Jari-jari kelengkungan
� = ( −∆ )= { ,}−{ }= 5043859.649
Regangan tekan �
� = −��= − , , = −0.0000278
Regangan tulangan tarik �
� = − � = ,− , − . =0.00005
Perhitungan regangan tekan beton dan regangan tulangan tarik untuk variasi pembebanan
lainnya dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil perhitungan regangan tekan dan
regangan tarik pada balok beton bertulang tanpa serat nilon disajikan pada Tabel 4.8
berikut ini:
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Regangan Tekan dan Regangan Tarik Balok Beton
Bertulang Dengan Serat Nilon
P (kg)
P (kg)
3999 4.85 74.61 140.39 197594.5017 -0.0007105 0.0013369 4665.5 6.52 74.61 140.39 146983.6401 -0.0009551 0.0017972 5332 7.85 74.61 140.39 122080.6794 -0.0011500 0.0021639 5998.5 8.84 74.61 140.39 108408.7481 -0.0012950 0.0024368
6665 10.03 74.61 140.39 95546.69325 -0.0014693 0.0027648
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Beban-Regangan Tekan Beton (εc) Pada Balok Beton
Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon 0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Beban-Regangan Tarik Beton (εs) Pada Balok Beton
Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon
4.5 Hubungan Tegangan-Regangan
Tegangan memiliki hubungan yang linier terhadap dengan regangan dan modulus
elastisitas. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam rumus berikut in:
� = � �
Keterangan:
σ = Tegangan
ε = Modulus elastisitas
E = Regangan
0.0000 0.0005 0.0010 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030
4.5.1 Hubungan Tegangan-Regangan Tekan pada Balok Beton Bertulang
Menghitung besarnya nilai tegangan tekan balok beton bertulang dapat menggunakan
rumus sebagai berikut:
= � �
Keterangan:
fc = Tegangan beton
Ec = Modulus elastisitas beton = 4700√ ′
εc = Regangan beton
a. Hubungan Tegangan-Regangan pada Balok Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon
(Normal)
� = √ , = 24781,08
= � �
= , ,
= , N/mm2
Perhitungan untuk regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.
Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada
Tabel 4.9 Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat
Nilon (Normal)
Beban P (kg)
Balok Beton Bertulang Normal
εc fc (N/mm2)
0 0 0
666.5 -0.0000390 0.96635 1333 -0.0001336 3.31065 1999.5 -0.0002831 7.01499 2666 -0.0004795 11.88254 3332.5 -0.0006189 15.33635 3999 -0.0008384 20.77655 4665.5 -0.0009994 24.76722 5332 -0.0011836 29.33054 5998.5 -0.0013959 34.59179
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Pada Balok Beton Bertulang
Tanpa Serat Nilon
0 0.00004 0.00013 0.00028 0.00048 0.00062 0.00084 0.00100 0.00118 0.00140
b. Hubungan Tegangan-Regangan pada Balok Beton Bertulang Dengan Serat Nilon
� = √ , = ,
= � �
= , ,
= , N/mm2
Perhitungan untuk regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.
Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.10 Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Balok Beton Bertulang Dengan
Serat Nilon
Beban P (kg)
Balok Beton Bertulang Serat Nilon
εc fc (N/mm2)
0 0 0
666.5 -0.0000278 0.824301956 1333 -0.0000864 2.312288155 1999.5 -0.0001846 4.938106907 2666 -0.0003223 8.622091425 3332.5 -0.0004820 12.89394581 3999 -0.0007105 19.00779246 4665.5 -0.0009551 25.55274368 5332 -0.0011500 30.76518986 5998.5 -0.0012950 34.645131
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Pada Balok Beton Bertulang
Dengan Serat Nilon
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Beton (εc) Pada Balok
4.5.2 Hubungan Tegangan-Regangan Tarik pada Balok Beton Bertulang
Nilai tegangan tulangan tarik balok beton bertulang dapat dicari menggunakan rumus
sebagai berikut:
= � �
Keterangan:
fs = Tegangan tulangan tarik
Es = Modulus elastisitas tulangan = 200000 N/mm2
εs = Regangan tulangan tarik beton
a. Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton Bertulang
Tanpa Serat Nilon (Normal)
Tegangan tulangan tarik pada pembebanan 666,5 kg:
= � �
= .
=14.09419 N/mm2
Perhitungan untuk regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.
Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada
Tabel 4.11 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton
Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)
Beban P (kg)
Balok Beton Bertulang Normal
εs fs (N/mm2)
0 0 0
666.5 0.0000705 14.09419 1333 0.0002414 48.28564 1999.5 0.0005116 102.31336
2666 0.0008665 173.30630 3332.5 0.0011184 223.67997 3999 0.0015151 303.02502 4665.5 0.0018061 361.22880 5332 0.0021389 427.78468 5998.5 0.0025226 504.51970
Gambar 4.13 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik Pada Balok Beton
b. Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton Bertulang
Dengan Serat Nilon
Tegangan tulangan tarik pada pembebanan 666,5 kg:
= � �
= ,
= , N/mm2
Perhitungan terhadap regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.
Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.12 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton
Bertulang Dengan Serat Nilon
Beban P (kg)
Balok Beton Bertulang Serat Nilon
εs fs (N/mm2)
0 0 0
666.5 0.0000524 10.47471729 1333 0.0001626 32.5267537 1999.5 0.0003473 69.46391468