• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pengaruh Penambahan Serat Nilon Terhadap Balok Beton Bertulang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Pengaruh Penambahan Serat Nilon Terhadap Balok Beton Bertulang"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

(2)

ANALISA AYAKAN PASIR UNTUK MATERIALBETON

(ASTM C 136 – 84a) Nama : TatanojisokhiDachi

Nim : 11 0404 099 Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016

Diameter Ayakan (mm)

BeratTertahan (gram) Kumulatif (%) Sampel I Sampel II Berat Total % Tertahan Lolos Klasifikasipasir yang baik :

Halus : 2.2 < FM < 2.6 Sedang : 2.6 < FM < 2.9 Kasar : 2.9 < FM < 3.2

Mengetahui,

Asisten Lab. Beton USU

(3)

BERAT JENIS DAN ABSORBSI PASIR

UNTUK MATERIAL BETON (ASTM C 128 – 88)

Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099

Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016

Asisten Lab. Beton USU

(4)

PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR PASIR UNTUK MATERIAL BETON

(ASTM C 117 – 90) Nama : TatanojisokhiDachi

Nim : 11 0404 099 Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016

Sampel I Sampel II Rata-rata

Beratpasirmula-mula, g 500 500 500

Beratpasirkering, g 489 491 490

Beratkandunganlumpur, g 11 9 10

Kadar lumpur, % 2.2 1.8 2

Beratkeringkandunganliat, g 486 489 487.5

Beratkandunganliat, g 3 2 2.5

Kadar liat, % 0.6 0.4 0.5

Mengetahui,

Asisten Lab. Beton USU

(5)

BERAT ISI PASIR

UNTUK MATERIAL BETON

(ASTM C. 136-71)

Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099

Material : PasirAlam Tanggal : 15 Mei 2016

SuhuKamar (°C) 29

Suhu Air (°C) 26

BeratBejanaKosong (kg) 0.46

Berat Air (A) (kg) 1.83

BeratJenis Air (B) (kg/m3) 996.77

FaktorKoreksi : C = B/A 544.68

Diameter maksimumagregat (mm) 5

Berat

Cara merojok Cara menyiram

Sampel I 3.03 2.78

Asisten Lab. Beton USU

(6)

ANALISA AYAKAN KERIKIL

UNTUKMATERIAL BETON

(ASTM C 136 – 84a)

Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099

Material : Batu Pecah Tanggal : 15 Mei 2016

Diameter Ayakan (mm)

BeratTertahan (gram) Kumulatif (%) Sampel I Sampel II Berat Total % Tertahan Lolos

Fineness Modulus (FM) = 6,90

Mengetahui,

Asisten Lab. Beton USU

(7)

BERAT JENIS DAN ABSORBSI AGREGAT KASAR

UNTUK MATERIAL BETON

ASTM C 127 – 88

Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099

Material : BatuPecah Tanggal : 15 Mei 2016

Sampel I Sampel II Rata-rata

Berat SSD kerikil, g (B) 1250 1250 1250

Beratkerikildalam air, g (C) 769 772 770.5

Beratkerikilkering, g (A) 1233 1231 1232

Beratjeniskering = A 2.56 2.58 2.57

(B - C)

Beratjenis SSD = B 2.60 2.62 2.61

(B - C)

Beratjenissemu = A 2.66 2.68 2.67

(A - C)

Absorbsi, % = (B-A)x100 1.38 1.54 1.46

A

Mengetahui,

Asisten Lab. Beton USU

(8)

PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR AGREGAT KASAR

UNTUK MATERIAL BETON

ASTM C 117 – 90

Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099

Material : Batu Pecah Tanggal : 15 Mei 2016

Sampel I Sampel II Rata-rata

Beratkerikilmula-mula, g 1000 1000 1000

Beratkerikilkering, g 996 995 995.5

Beratkandunganlumpur, g 4 5 4.5

Kadar lumpur, % 0.4 0.5 0.45

Mengetahui,

Asisten Lab. Beton USU

(9)

BERAT ISI KERIKIL

UNTUK MATERIAL BETON

(ASTM C.29/C.29M-90)

Nama : TatanojisokhiDachi Nim : 11 0404 099

Material : BatuPecah Tanggal : 15 Mei 2016

SuhuKamar (°C) 29

Suhu Air (°C) 26

BeratBejanaKosong (kg) 5

Berat Air (A) (kg) 8.14

BeratJenis Air (B) (kg/m3) 996.77 FaktorKoreksi : C = B/A 122.45

Diameter (mm) 25

Berat

Cara merojok Cara menyiram

Sampel I 19.4 18.3

Asisten Lab. Beton USU

(10)

LAMPIRAN II

(11)

MIX DESIGN BETON ( f’c = 20 MPa )

Nama : TatanojisokhiDachi

Semen : Semen Padang Tipe 1 AgregatHalus : Pasir

AgregatKasar : BatuPecah

Air : PDAM

Slump : 6 – 18 cm

Muturencana : f’c 20 MPa

Deviasi : 55

Rencanapelaksanaan di lokasi: 331,164 kg/cm2 1. PerencanaanFaktor Air Semen

JenisAgregatKasar

UmurBetonpadaSaat di Uji (kg/cm2)

3 7 28 91

BatuGuli 170 230 330 400

Batu Pecah 190 270 370 450

BerdasarkangrafikWCF untuk trial mix : 0.54 Koefisienkoreksilaboratorium 0,95 : 0.51

Faktor air semen maksimum : 0.6

(12)

2. Perencanaan air bebasuntukcampuranbeton (1 lt/m3)

Agregat Nilai Slump

0-1 cm 1-3 cm 3-6 cm 6-18 cm

Perencanaanpemakaian air sebanyak : 185 ltr/m3

Pemakaian semen sebanyak : 362,3 kg/m3

3. Klasifikasiagregathalus Diameter Saringan

(mm)

PersentaseBahan Lolos Ayakan BahanUji

I II III IV % lolos % tertahan

Kesimpulandidapatpasir di zona II

(13)

4. Klasifikasiagregatcampuran

Diameter Ayakan

(mm)

% Tertahan KomposisiRencana Komposisi

Pasir AgregatKasar Pasir Kerikil Fraksi Kumulatif

Lolos KumulatifTertahan

Modulus Kehalusan 5.49

5. ProporsiCampuran

Beratjenis SSD batupecah 2.61 Beratjenis SSD pasir 2.49 Beratjenis SSD gabungan 2.57

Beratjenisbeton 2347,368 kg/m3 Kadar agregatgabungan 1800,067 kg/m3 Kadar batupecah 1206,044 kg/m3

(14)

KOMPOSISI CAMPURAN

1. Beton normal

ProporsiCampuran Volume

Semen (kg)

Air (kg) Pasir (kg)

Kerikil (kg) Untuk 1m3 betonsegar 362.301 185.000 594.022 1206.045 Untuk 2 silinder (FS =1,2) 0.01272 4.607 2.353 7.554 15.337

Untuk 1 balok (FS =1,2) 0.14400 52.171 26.640 85.539 173.670 Perbandingancampuran 1.00 0.51 1.64 3.33

2. Betondenganseratnilon

ProporsiCampuran Volume Semen (kg) Air (kg) Pasir (kg)

Kerikil (kg)

SeratNilon (kg) Untuk 1m3 betonsegar 362.301 185.000 594.022 1206.045 2.093

Untuk 2 silinder (FS =1,2)

0.01272 4.607 2.353 7.554 15.337 0.027

(15)
(16)

LEMBAR DATA PENGUJIAN

NILAI SLUMP CAMPURAN BETON.

(ASTM C 143-90A)

Nama : TatanojisokhiDachi

Nim : 11 0404 099

TanggalPengujian : 19 Agustus 2016

Nilai Slump dariCampuranBeton

Kadar persentaseagregathalus Nilai Slump (cm)

TanpaSeratNilon (Normal) 15

DenganSeratNilon (2 %) 10

Mengetahui,

Asisten Lab. Beton USU

(17)

LEMBAR DATA PENGUJIANLENDUTAN

Nama : TatanojisokhiDachi

Nim : 11 0404 099

Variasi(Substitusi) : BalokBetonBertulangNormal TanggalPengujian : 16 September 2016

(18)

LEMBAR DATA PENGUJIAN LENDUTAN

Nama : TatanojisokhiDachi

Nim : 11 0404 099

Variasi(Substitusi) : BalokBetonBertulangDenganSeratNilon 2% TanggalPengujian : 16 September 2016

Beban

Asisten Lab. Struktur USU

(19)
(20)

Material

(21)

Pembuatan benda uji Benda uji

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. SK SNI 03-2847-2002 Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. LPMB Dep. Pekerjaan Umum RI, Bandung.

Arman A., Ardon Rahimi. 2015. Studi Eksperimental Evaluasi Pengaruh Penambahan Serat Nylon Terhadap Kuat Tarik Belah Normal. Padang: Institut Teknologi Padang.

Dipohusodo, Istimawan. 1996. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia.

Ganiron, Tomas. 2013. Influence of Polymer Fiber on Strength of Concrete. Manila: Qassim University

Gunawan, Purnawarman. 2015. Pengaruh Penambahan Serat Nylon Pada Beton Ringan Dengan Teknologi Gas Terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah, Dan Modulus Elastisitas. Surabaya: Universitas Sebelas Maret.

McCormac, Jack C. 2004. Desain Beton Bertulang Edisi Kelima Jilid 1.Jakarta: Erlangga. Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Nugraha, Paul, dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian eksperimental yang

dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian direncanakan kurang lebih

3 bulan yakni mulai bulan Juni – September 2016. Secara umum urutan tahapan

penelitian ini meliputi:

a. Penyediaan bahan penyusun beton.

b. Pemeriksaan bahan.

c. Perencanaan campuran beton (mix design).

d. Perencanaan tulangan balok.

e. Pengujian slump.

f. Pembuatan benda uji silinder.

g. Perawatan benda uji silinder.

h. Pembuatan benda uji balok.

i. Perawatan benda uji balok.

j. Pengujian kuat lentur dan pengamatan pola retak.

(24)

3.2 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

Mulai

Perumusan Masalah

Persiapan Alat dan Bahan

Pemeriksaan Bahan

Mix Design

Pengujian Slump

Pembuatan Benda Uji Balok

Perawatan

Analisis Data

Kesimpulan

Selesai

Pengujian Kuat Lentur dan Pola Retak

Perencanaan Tulangan Balok

(25)

3.3 Persiapan Alat dan Bahan

3.3.1 Bahan

Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah Serat Nilon dari PT.

Findotek. Untuk bahan lain yang digunakan adalah semen, agregat halus (pasir),

agregat kasar (kerikil), dan air.

3.3.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Bahan

Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Utara.

3.4 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton

Tahap pertama yang dilaksanakan dalam pembuatan beton adalah pemilihan

bahan-bahan penyusun. Pemilihan bahan-bahan penyusun yang baik akan

menghasikan beton yang baik pula. Setelah mengevaluasi apa saja bahan-bahan

yang akan digunakan. Maka diperlukan pemeriksaan bahan di laboratorium. Hal

ini penting karena untuk mengetahui apakah bahan-bahan yang kita pilih sudah

sesuai standar dan dapat digunakan untuk campuran beton.

3.4.1 Semen

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi

(26)

3.4.2 Agregat Halus

Agregat halus yang dipakai dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:

1. Analisa ayakan

2. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi

3. Pemeriksaan berat isi

4. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200)

5. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)

6. Pemeriksaan kadar liat (clay lump)

3.4.2.1 Analisa Ayakan

a. Tujuan

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai

modulus kehalusan pasir (FM).

b. Hasil pemeriksaan

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,62

Pasir dapat dikategorikan pasir sedang.

c. Pedoman

� = % � ℎ ℎ� ,

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam

beberapa kelas, yaitu:

 Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60

 Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90

(27)

3.4.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi

a. Tujuan

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

pasir.

b. Hasil pemeriksaan

 Berat jenis SSD : 2490 kg/m3

 Berat jenis kering : 2460 kg/m3

 Beart jenis semu : 2530 kg/m3

 Absorbsi : 1,21%

c. Pedoman

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan

volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana

permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering. Keadaan kering

dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan

nol. Sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air.

Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap

berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi:

(28)

3.4.2.3 Pemeriksaan Berat Isi

a. Tujuan

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan

Berat isi keadaan rojok/padat : 1388,94 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1247,32 kg/m3

c. Pedoman

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar

daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih

padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat

mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.

3.4.2.4 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)

a. Tujuan

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Kandungan lumpur : 2% < 5%, memenuhi persyaratan.

c. Pedoman

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi

5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus

(29)

3.4.2.5 Pemeriksaan Kandungan Organik (Colorimetric Test)

a. Tujuan

Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung dalam pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.

c. Pedoman

Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik

pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

3.4.2.6 Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)

a. Tujuan

Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Kandungan liat : 0,5% < 1%, memenuhi persyaratan.

c. Pedoman

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari

berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

3.4.3 Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan adalah yang lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan

pada ayakan 4,76 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

(30)

2. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian kerikil lewat ayakan no 200)

3. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin Los Angeles

4. Pemeriksaan berat isi

5. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi

3.4.3.1 Analisa Ayakan

a. Tujuan

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus

kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan

Modulus kehalusan kerikil (FM) : 6,9

5,5 < 6,9 < 7,5 memenuhi persyaratan.

c. Pedoman

1. � = % � � ℎ ℎ� ,

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus

kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.

3.4.3.2 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no

200)

a. Tujuan

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.

b. Hasil pemeriksaan

(31)

c. Pedoman

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi

1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka

kerikil harus dicuci.

3.4.3.3 Pemeriksaan Keausan Menggunakan Mesin Los Angeles

a. Tujuan

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.

b. Hasil pemeriksaan

Persentase keausan : 17,28% < 50%, memenuhi persyaratan.

c. Pedoman

1. % = − ℎ� %

2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentaase keausan

tidak boleh lebih dari 50%.

3.4.3.4 Pemeriksaan Berat Isi

a. Tujuan

Untuk memeriksa berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan

longgar.

b. Hasil pemeriksaan

Berat isi keadaan rojok/padat : 1744,96 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1640,87 kg/m3

c. Pedoman

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar

(32)

padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat

mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.

3.4.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi

a. Tujuan

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

kerikil.

b. Hasil pemeriksaan

 Berat jenis SSD : 2610 kg/m3

 Berat jenis kering : 2570 kg/m3

 Berat jenis semu : 2670 kg/m3

 Absorbsi : 1,46%

c. Pedoman

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan

volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana

permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering

dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan

nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air.

Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap

berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi:

(33)

3.4.4 Air

Air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumber yang bersih. Air yang

layak digunakan adalah air yang tidak berwarna, jernih dan tidak mengandung

kotoran-kotoran. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal

dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.5 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perancangan campuran beton merupakan suatu usaha untuk mendapatkan

sifat-sifat fisik beton yang seekonomis mungkin dengan menggunakan bahan penyusun

yang ada. Menggunakan bahan penyusun yang baik belum tentumenjamin akan

menghasilkan beton yang baik apabila proporsicampuran tidak dirancang dengan

benar.

Unsur-unsur pembentuk beton harus ditentukan secara proporsional, sehingga

terpenuhi syarat-syarat:

1. Nilai kekenyalan atau kelecakan tertentu yang memudahkan adukan beton

ditempatkan pada cetakan/bekisting (sifat kemudahan dalam mengerjakan)

dan memberikan kehalusan permukaan beton segar. Kekenyalan ditentukan

dari volume pasta adukan, keenceran pasta adukan, serta perbandingan

campuran agregat halus dan kasar.

2. Kekuatan rencana dan ketahanan beton setelah mengeras.

3. Ekonomis dan optimum dalam pemakaian semen.

(34)

ρ semen = 3150 kg/m3

Dari hasil perhitungan mix design diperoleh perbandingan campuran beton

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Balok

3.6 Perencanaan Tulangan Balok

Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan

memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser. Direncanakan dapat

menahan beban maksimum 5000 kg.

b = 150 mm fc = 20 MPa k1 = 3,3818

h = 250 mm fy = 300 MPa Mu = 26,008 kNm

d’ = 35 mm d = 215 mm ρ1 = 0,0127

1. Mrmaks = øbd2k = (0,8) x (0,15m) x (0,215mm)2 x 3.3818 x 1000 kN/m2 =

(35)

2. Mr < Mu 18,758 kNm < 26,008 kNm maka harus menggunakan

tulangan rangkap.

3. Maka digunakan ρ2 = 0,9ρ1 = 0,9 x 0,0127 = 0,01143 dimana k2 = 3,075

MPa

4. Mr1 = øbd2k = (0,8) x (0,15m) x (0,215mm)2 x 3.075 x 1000 kN/m2 =

17,05 kNm

5. As1 = ρbd = 0,01143 x 150 mm x 215 mm = 368,61 mm2. (3D13 = 398,2

mm2 atau 3D14 = 462 mm2)

6. Mr2 = Mu - Mr1 = 26,008 kNm – 17,05 kNm = 8,958 kNm

7. =

∅ − ′ = ,

, = , = ,

8. � =

′ = = � = 207,36 mm

2

(2D12 = 226,2 mm2)

Pada penelitian ini direncanakan tulangan lentur untuk benda uji balok yang

dimana digunakan tulangan lentur 2 D12 pada daerah tekan dan tulangan lentur 3

D14 pada daerah tarik sebab tulangan dengan diameter 13 (ganjil) jarang dijual di

pasaran.

(36)

3.7 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji balok terdiri dari dua variasi campuran, yaitu variasi I

(campuran normal tanpa bahan tambahan) dan variasi II (campuran dengan

tambahan serat nilon 2% dari volume semen).

Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut:

1. Alat-alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu, lalu timbang

bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan hasil dari mix design.

2. Menyiapkan molen yang bagian dalamnya sudah dibahasi. Kemudian

menuangkan agregat kasar, agregat halus, dan semen. Aduk campuran

tersebut hingga merata.

3. Setelah tercampur merata, masukkan air dan serat nilon (untuk beton dengan

tambahan serat nilon).

4. Setelah campuran merata, dilakukan uji slump untuk mengetahui tingkat

workability adukan.

5. Jika nilai slump telah memenuhi, adukan beton dapat dituangkan ke dalam

cetakan dan dipadatkan hingga merata.

6. Diamkan selama 24 jam.

7. Setelah umur beton 24 jam, cetakan dibuka kemudian dilakukan perawatan

beton.

3.8 Perawatan Benda Uji

Perawatan benda uji silinder dilakukan dengan cara merendam beton dalam air

dan perawatan benda uji balok dilakukan dengan cara menutup permukaan benda

(37)

Pengujian dilakukan pada saat sampel berumur 28 hari. Hal ini berarti karung goni

basah diangkat dari benda uji balok pada saat benda uji berumur 27 hari agar pada

waktu di uji, sampel dalam keadaan tidak basah.

3.9 Pengujian dan Pengamatan Benda Uji

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat lentur dan pengamatan pola

retak.

3.9.1 Uji Kuat Tekan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah mengeras

selama 28 hari dengan benda uji berbentuk silinder. Kekuatan tekan adalah

kemampuan beton dalam menerima gaya tekan per satuan luas.

Kekuatan tekan beton dapat dihitung dengan rumus:

′ = �

dimana: c’ = kuat tekan beton (MPa)

P = beban maksimum (N)

A = luas penampang benda uji (mm2)

3.9.2 Uji Kuat Lentur

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besar kuat lentur pada beton yang telah

mengeras dengan benda uji berbentuk balok yang berukuran (320 x 15 x 25) cm.

(38)

Kuat lentur beton (modulus of rupture) dapat dihitung dengan rumus berikut:

a. Keruntuhan terjadi di bagian tengah bentang.

= � .

b. Keruntuhan terjadi pada bagian tarik diluar tengah bentang.

= � .

dimana:

= kuat lentur beton (MPa)

P = beban maksimum (N)

L = panjang bentang (mm)

b = lebar spesimen (mm)

d = tinggi spesimen (mm)

a = jarak rata-rata dari garis keruntuhan dan titik perletakan terdekat

diukur pada bagian tarik spesimen (mm)

3.9.3 Pengamatan Pola Retak

Pengamatan yang dilakukan adalah secara visual untuk mengetahui pola

penyebaran dan perkembangan retak akibat shrinkage yang terjadi pada benda uji

balok selama 28 hari. Benda uji balok dengan tulangan yang berdimensi (320 x 15

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nilai Slump

Untuk mengetahui tingkat kekentalan adukan beton dilakukan slump test, yang

dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan (workability) beton. Slump test

dilakukan pada daerah yang datar dengan menggunakan Kerucut Abrams. Adapun hasil

dari pengujian slump dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Nilai Slump

No JenisBeton NilaiSlump (cm)

1 Normal 15

2 Serat Nilon 2% 10

Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai slump berkurang diakibatkan dengan penambahan

serat nilon. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak serat nilon pada campuran

beton, maka akan menurunkan kelecakan beton.

4.2 Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Adapun hasil

perhitungan kuat tekan dan perbandingan terhadap beton normal dapat dilihat pada

(40)

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Kuat Tekan Beton (MPa)

Jenis Beton Kuat Tekan (MPa)

Normal 27,8

Serat Nilon 2% 32,4

4.3 Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang

Pengujian terhadap balok beton bertulang dilakukan setelah umur balok 28 hari.

Pengujian dilakukan pada tanggal 17 September 2016 di Laboratorium Struktur

Program Magister (S2) Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Untuk

memperoleh nilai lendutan, maka dibutuhkan alat Hydraulic Jack dalam pengujian

balok beton bertulang dan memasang dial indicator dengan jarak 75 cm untuk

membaca lendutan yang terjadi.

(41)

4.3.1 Hasil Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang

a. Lendutan Balok Bertulang Tanpa Serat Nilon

Hasil pengujian lendutan balok beton bertulang tanpa serat nilon terdapat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Lendutan Balok Bertulang Tanpa Serat Nilon Umur 28

Hari

(42)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat

Nilon

b. Lendutan Balok Beton Bertulang Dengan Serat Nilon

Hasil pengujian lendutan balok beton bertulang dengan serat nilon terdapat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Lendutan Balok Bertulang Dengan Serat Nilon Umur 28

Hari

0 200 400 600 800 1000 1200

B

Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok

Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon

1/4 L-L

CL

(43)

Beban

Retak awal mulai terjadi pada saat diberi pembebanan 4665,5 kg

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Dengan

Serat Nilon

0 200 400 600 800 1000 1200

B

Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok

Beton Bertulang Dengan Serat Nilon

1/4L-L

CL

(44)

4.3.2 Lendutan Balok Beton Bertulang Secara Teoritis

a. Lendutan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)

Dalam pengujian terhadap balok beton bertulang, ada 3 tahapan yang dialami oleh

balok sebelum balok mengalami keruntuhan, yaitu tahapan balok sebelum mengalami

retak (uncracked concrete stage), tahap setelah retak (concrete cracked), dan tahapan

kekuatan ultimit (ultimate strength stage).Perhitungan lendutan dibagi dalam 2

bagian, yaitu sebelum terjadi retak dan setelah terjadi retak dimana parameternya

adalah ketika retak pertama kali muncul saat pemberian beban tertentu. Pengamatan

terhadap pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang dilakukan secara kasat

mata.

 Kondisi sebelum retak

Retak awal pada saat pengujian terjadi pada saat pembebanan 3999 kg. Maka, kondisi

sebelum retak adalah pada saat pembebanan 0 kg, 666,5 kg, 1333 kg, 1999,5 kg, 2666

kg, dan 3332,5 kg.

1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 0 kg

Yang perlu ditinjau dalam perhitungan lendutan terdiri atas dua, yaitu lendutan

akibat beban terpusat dan lendutan akibat berat sendiri balok beton bertulang.

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

(45)

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 0 kg = 0

N

x = 1 m = 1000mm

� = momen inersia penampang balok (mm4)

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = 24781,081

� = momen inersia penampang bruto beton terhadap garis sumbunya,

dengan mengabaikan tulangannya =

bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , { − }

� = 0 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

(46)

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� = � � = ,, ⁴ = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 0 kg adalah:

� = � + � � = + , � = 0,196 mm

2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 666,5 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P =

(47)

x = 1 m = 1000mm

� = momen inersia penampang balok (mm4)

� = modulus elastisitas beton = 24781,081

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , , { − }

� = 0,659 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

(48)

Maka,

� =

��� =

, ⁴

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 666,5 kg adalah:

� = � + �

� = , + , � = 0,855 mm

3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1333 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 666,5

kg = 6665 N

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = 24781,081

(49)

= bh³= = ⁴ Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� =

, { − }

� = 1.31 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

, ⁴

, = ,

(50)

� = � + � � = , + , � = 1,506 mm

4. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1999,5 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 999,75

kg = 9997,5 N

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = 24781,081

� = bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , , { − }

(51)

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

, ⁴

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 1999,5 kg adalah:

� = � + � � = , + , � = 2,175 mm

5. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 2666 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

(52)

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1333 kg

= 13330 N

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = 24781,081

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , { − }

� = 2,64 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

(53)

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

, ⁴

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 2666 kg adalah:

� = � + � � = , + ,

� = 2,835 mm

6. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3332,5 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1666,25

(54)

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = 24781,081

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , , { − }

� = 3,299 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = 24781,081 MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

(55)

Maka,

� =

��� =

, ⁴

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 3332,5 kg adalah:

� = � + � � = , + , � = 3,495 mm

 Kondisi setelah retak

Pada keadaan setelah retak lendutan balok yang terjadi tidak dapat dihitung

menggunakan persamaan lendutan biasa, karena akan mengalami kesulitan dalam

menentukan momen inersia yang akan digunakan. Apabila momen lentur (Mn) lebih

besar dari momen retak ( ), retak tarik pada balok akan menyebabkan

berkurangnya penampang melintang balok dan momen inersia yang digunakan

diasumsikan adalah momen inersia transformasi (� ). Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 ayat 2.3 ditetapkan bahwa lendutan seketika dihitung dengan

menggunakan nilai momen inersia efektif Iₑ berdasarkan persamaan berikut ini.

� = ( cr) � + { − ( cr) } Icr≤ �

di mana, Ie = momen inersia efektif

Icr = momen inersia penampang retak transformasi

Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat

(56)

Ma = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan

dihitung.

Mcr = momen pada saat timbul retak yang pertama kali.

=

di mana fr = modulus retak beton = 0,7√

Yt = jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik =

o Menghitung momen retak (Mcr):

= ��

= ( , √ , )×{ × }

= 5766874,018 Nmm

o Menghitung letak garis netral

+ � − �′ ′− � + � y= dimana: Es = modulus elastisitas baja = 200000 MPa

Ec = modulus elastisitas beton = , MPa n = rasio modulus =�

��= , = 8,07

d’ = 35 mm d =215mm

(57)

As = 462,0 mm

Maka,

(150)y2 + 8,07 (226,2)y – 8,07(226,2)(35) – 8,07(462)(215) + 8,07(462)y = 0 75y2 + 1825,434y – 63890,19 – 801593,1 + 3728,34y = 0

75y2 + 5553,774y – 865483,29 = 0

X1 = 76,59 (memenuhi)

X2 = -150,65

o Menentukan momen inersia penampang retak transformasi (Icr)

Icr = + � − + �

= , + , − , +

, , , −

= 97046491,74 mm4

Retak awal terjadi pada saat balok menerima beban 3999 kg. Maka lendutan dengan

kondisi setelah retak yang akan dihitung adalah pada saat pembebanan 3999 kg,

4665,5 kg, 5332 kg, dan 5998,5 kg

1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3999 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 3999 x 10) + { , } = 19995000 + 1012500

(58)

Ie = cr � + { − cr } Icr

= ,

+ { −

, } ,

= 4040436,767 + 95038887,45

= 99079324.22 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , . { − }

� = 7.804 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Maka,

� =

���

� = ,, ⁴ .

� = 0.386 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 3999 kg adalah :

� = � + � � = 7.804 + 0,386

(59)

1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 4665,5 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 4665,5 x 10) + { , } = 24340000 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

= 98353453,81 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , , , { − }

� = 9,172 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

� = � �

� = ,, ⁴ ,

� = 0,389 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 4666,5 kg adalah

(60)

2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5332 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 5332 x 10) + { , } = 27672500 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

= 97935855,69 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , ,

� = 10,527 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

� =

���

� = ,, ⁴ ,

(61)

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5332 kg adalah :

� = � + �

� = , + 0,391

� = , ��

3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5998,5 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 5998,5 x 10) + { , } = 31005000 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

= 97678800,94 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , , { − }

� = 11,874 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Maka,

(62)

� = ,, ⁴ ,

� = 0,392 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5998,5 kg adalah :

� = 11,874 + 0,392

� = , ��

Tabel 4.5 Lendutan Hasil Pengujian dan Perhitungan Teoritis Terhadap Balok Beton

Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)

Beban Lendutan (x 10 -2 mm)

Kondisi Hasil Pengujian Teoritis

0 0.0 19.6

Sebelum retak

666.5 27.0 85.5

1333 92.5 150.6

1999.5 196.0 217.5

2666 332.0 283.5

3332.5 428.5 349.5

3999 580.5 819.0 Retak Awal

4665.5 692.0 956.1

Setelah Retak

5332 819.5 1091.8

(63)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Tanpa

Serat Nilon Berdasarkan Hasil Pengujian dan Perhitungan Teoritis

a. Lendutan Balok Bertulang dengan Serat Nilon

 Kondisi sebelum retak

Retak awal pada saat pengujian terjadi pada saat pembebanan 4665,5 kg. Maka,

kondisi sebelum retak adalah pada saat pembebanan 0 kg, 666,5 kg, 1333 kg, 1999,5

kg, 2666 kg, 3332,5 kg, dan 3999 kg.

1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 0 kg

Yang perlu ditinjau dalam perhitungan lendutan terdiri atas dua, yaitu lendutan

akibat beban terpusat dan lendutan akibat berat sendiri balok beton bertulang. 0.0

0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0

B

Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton

Bertulang Tanpa Serat Nilon Berdasarkan Hasil

Pengujian dan Teoritis

Hasil Pengujian

(64)

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 0 N

X = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = ,

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , { − }

(65)

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

,

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 0 kg adalah:

� = � + �

� = + 0,181

(66)

2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 666,5 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 333.25

kg = 3332,5 N

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = ,

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = ,

, { − }

(67)

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

,

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 666,5 kg adalah:

� = � + � � = , + , � = 0,792 mm

3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1333 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

(68)

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 666,5

kg = 6665 N

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = ,

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� =

, { − }

� = 1,222 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

(69)

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

,

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 1333 kg adalah:

� = � + � � = , + , � = 1,401 mm

4. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 1999,5 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 999,75

kg = 9997,5 N

(70)

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = ,

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , , { − }

� = 1,833 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = , MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

(71)

Maka,

� =

��� =

, ⁴

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 1999,5 kg adalah:

� = � + � � = 1,833 + 0,181

� = 2,015 mm

5. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 2666 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1333 kg

= 13330 N

X = 1 m = 1000 mm

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = , Maka besar lendutan:

� = , �

(72)

� = , { − } � = 2,44 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = , MPa

� = bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

,

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 2666 kg adalah:

� = � + �

(73)

6. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3332,5 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

adalah:

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1666,25

kg = 16662,5 N

x = 1 m = 1000 mm

� = modulus elastisitas beton = 4700√ = 4700√ , = ,

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �� �

� = , , { − }

(74)

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

q = Berat sendiri balok = 0,15 x 0,25 x 24 = 0,9 kN/m

l = bentang balok = 3 m = 3000 mm

� = modulus elastisitas beton = , MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

,

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 3332,5 kg adalah:

� = � + � � = , + , � = 3,237 mm

7. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 3999 kg

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Pada kondisi beban terpusat, rumus untuk menghitung lendutan yang terjadi

(75)

� = , �� �

Keterangan:

0,5 P = beban terpusat, dimana analisa lendutan terjadi pada 0,5 P = 1999,5 kg =

19995 N

X = 1 m = 1000 mm

� = momen inersia penampang balok (mm4)

� = modulus elastisitas beton =4700√ = 4700√ , = ,

� = bh³= = ⁴

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , { − }

� = 3,667 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Untuk menghitung lendutan akibat berat sendiri pada balok, menggunakan

rumus:

� = � �

Keterangan:

(76)

� = modulus elastisitas beton = , MPa

� = momen inersia penampang balok (mm4)

= bh³= = ⁴

Maka,

� =

��� =

,

, = ,

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembeban 3999 kg adalah:

� = � + � � = , + , � = 3,848 mm

 Kondisi setelah retak

Pada keadaan setelah retak lendutan balok yang terjadi tidak dapat dihitung

menggunakan persamaan lendutan biasa, karena akan mengalami kesulitan dalam

menentukan momen inersia yang akan digunakan. Apabila momen lentur (Mn) lebih

besar dari momen retak ( ), retak tarik pada balok akan menyebabkan

berkurangnya penampang melintang balok dan momen inersia yang digunakan

diasumsikan adalah momen inersia transformasi (� ). Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 ayat 2.3 ditetapkan bahwa lendutan seketika dihitung dengan

menggunakan nilai momen inersia efektif Iₑ berdasarkan persamaan berikut ini.

(77)

di mana,

Ie = momen inersia efektif

Icr = momen inersia penampang retak transformasi

Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh

batang tulangan diabaikan

Ma = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung.

Mcr = momen pada saat timbul retak yang pertama kali.

=

di mana

fr = modulus retak beton = 0,7√

Yt = jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik = ℎ

o Menentukan momen retak (Mcr):

= ��

= ( , √ , )×{ × }

= 6225734,143 Nmm

o Menentukan letak garis netral

+ � − �′ ′− � + � y= dimana:

(78)

Ec = modulus elastisitas beton = , MPa n = rasio modulus =�

��= , = 7,47

d’ = 35 mm d = 215 mm

A’s = 226,2 mm As = 462 mm

Maka,

(150)y2 + 7,47 (226,2)y – 7,47(226,2)(35) – 7,47(462)(215) + 7,47(462)y = 0 75y2 + 1689,714y– 59139,99 – 741995,1 + 3451,14y = 0

75y2 + 5140,854y – 801135,09 = 0

X1 = 74,61 (memenuhi)

X2 = -143,16

o Menentukan momen inersia penampang retak transformasi (Icr)

Icr = + � − + �

= , + , − , +

, , , −

(79)

Retak awal terjadi pada saat balok menerima beban 4666,5 kg. Maka lendutan dengan

kondisi setelah retak yang akan dihitung adalah pada saat pembebanan 4665,5 kg,

5332 kg, 5998,5 kg, dan 6665 kg.

1. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 4665,5 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 4665,5 x 10) + { , } = 24340000 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

= 93175499,44 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , , , { − }

� = 8,96 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Maka,

� =

���

(80)

� = 0,38 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 4666,5 kg adalah :

� = � + � � = , + , � = , ��

2. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5332 kg

Ma = (0,5P +

= (0,5 x 5332 x 10) + { , } = 27672500 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

= 92620084,19 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , , { − }

� = 10,311 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

(81)

� =

���

� = ,, ⁴ ,

� = 0,383 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5332 kg adalah :

� = � + � � = , + , � = , ��

3. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 5998,5 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 5998,5 x 10) + { , } = 31005000 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

= 92278195,38 mm4

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

(82)

� = 11,642 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Maka,

� =

���

� = ,, ⁴ ,

� = 0,3845 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 5998,5 kg adalah :

� = � + �

� = 11,642 + 0,3845

� = , ��

4. Lendutan Teoritis pada Pembebanan 6665 kg

Ma = 0,5P +

= (0,5 x 6665 x 10) + { , } = 34337500 Nmm

Ie = cr � + { − cr } Icr

= , + { − , } ,

(83)

 Lendutan Akibat Beban Terpusat

Maka besar lendutan:

� = , �

��� −

� = , , { − }

� = 12,967 mm

 Lendutan Akibat Berat Sendiri

Maka,

� =

���

� = ,, ⁴ ,

� = 0,385 mm

Total lendutan teoritis yang terjadi pada pembebanan 6665 kg adalah :

� = � + �

� = 12,967 + 0,385

(84)

Tabel 4.6 Lendutan Hasil Pengujian dan Perhitungan Teoritis Terhadap Balok Beton

Bertulang Dengan Serat Nilon

Beban Lendutan (x 10 -2 mm

)

Kondisi Hasil Pengujian Teoritis

0 0 18.1

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Dengan

Serat Nilon Berdasarkan Hasil Pengujian Dan Teoritis 0

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

B

Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok

Beton Bertulang Dengan Serat Nilon Berdasarkan

Hasil Pengujian Dan Teoritis

Hasil Pengujian

(85)

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian Pada

Balok Beton Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon 0

0 200 400 600 800 1000 1200

B

Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil

Pengujian Pada Balok Beton Bertulang Tanpa

dan Dengan Serat Nilon

Tanpa Serat Nilon

(86)

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Secara Teoritis Pada Balok Beton

Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon

4.4 Pengujian Regangan Balok Beton Bertulang

4.4.1 Regangan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)

 Menentukan letak garis netral

+ � − �′ ′− � + � y=

0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 1600.0

B

Hubungan Beban-Lendutan Secara Teoritis

Pada Balok Beton Bertulang Tanpa dan

Dengan Serat Nilon

Tanpa Serat Nilon

(87)

75y2 + 5553,774y – 865483,29 = 0

X1 = 76,59 (memenuhi)

X2 = -150,65

 Menentukan jarak dari garis netral ke serat bawah (e)

e = d – y = 215 – 76,59 = 138,41 mm

 Jari-jari kelengkungan

� = ( − )={ ,}−{ }= ,

 Regangan tekan �

� = −�= − , , = − ,

 Regangan tulangan tarik �

� = − � = − ,

, − , = .

Perhitungan regangan tekan beton dan regangan tulangan tarik untuk variasi pembebanan

lainnya dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil perhitungan regangan tekan dan

regangan tarik pada balok beton bertulang tanpa serat nilon disajikan pada Tabel 4.7

(88)

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Regangan Tekan dan Regangan Tarik pada Balok Beton

Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)

P (kg)

666.5 0.27 76.59 138.41 3549382.716 -0.0000390 0.0000705 1333 0.925 76.59 138.41 1036036.036 -0.0001336 0.0002414 1999.5 1.96 76.59 138.41 488945.5782 -0.0002831 0.0005116 2666 3.32 76.59 138.41 288654.6185 -0.0004795 0.0008665 3332.5 4.285 76.59 138.41 223648.3858 -0.0006189 0.0011184 3999 5.805 76.59 138.41 165087.5682 -0.0008384 0.0015151 4665.5 6.92 76.59 138.41 138487.4759 -0.0009994 0.0018061 5332 8.195 76.59 138.41 116941.2243 -0.0011836 0.0021389 5998.5 9.665 76.59 138.41 99155.02673 -0.0013959 0.0025226

4.4.2 Regangan Balok Beton Bertulang Dengan Serat Nilon

 Menentukan letak garis netral

(89)

 Menentukan jarak dari garis netral ke serat bawah (e)

e = d – y = 215 – 74,61 = 140,39 mm

 Jari-jari kelengkungan

� = ( − )= { ,}−{ }= 5043859.649

 Regangan tekan �

� = −�= − , , = −0.0000278

 Regangan tulangan tarik �

� = − � = ,− , − . =0.00005

Perhitungan regangan tekan beton dan regangan tulangan tarik untuk variasi pembebanan

lainnya dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil perhitungan regangan tekan dan

regangan tarik pada balok beton bertulang tanpa serat nilon disajikan pada Tabel 4.8

berikut ini:

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Regangan Tekan dan Regangan Tarik Balok Beton

Bertulang Dengan Serat Nilon

P (kg)

(90)

P (kg)

3999 4.85 74.61 140.39 197594.5017 -0.0007105 0.0013369 4665.5 6.52 74.61 140.39 146983.6401 -0.0009551 0.0017972 5332 7.85 74.61 140.39 122080.6794 -0.0011500 0.0021639 5998.5 8.84 74.61 140.39 108408.7481 -0.0012950 0.0024368

6665 10.03 74.61 140.39 95546.69325 -0.0014693 0.0027648

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Beban-Regangan Tekan Beton (εc) Pada Balok Beton

Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon 0

0 0.0005 0.001 0.0015 0.002

(91)

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Beban-Regangan Tarik Beton (εs) Pada Balok Beton

Bertulang Tanpa dan Dengan Serat Nilon

4.5 Hubungan Tegangan-Regangan

Tegangan memiliki hubungan yang linier terhadap dengan regangan dan modulus

elastisitas. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam rumus berikut in:

� = � �

Keterangan:

σ = Tegangan

ε = Modulus elastisitas

E = Regangan

0.0000 0.0005 0.0010 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030

(92)

4.5.1 Hubungan Tegangan-Regangan Tekan pada Balok Beton Bertulang

Menghitung besarnya nilai tegangan tekan balok beton bertulang dapat menggunakan

rumus sebagai berikut:

= � �

Keterangan:

fc = Tegangan beton

Ec = Modulus elastisitas beton = 4700√ ′

εc = Regangan beton

a. Hubungan Tegangan-Regangan pada Balok Beton Bertulang Tanpa Serat Nilon

(Normal)

� = √ , = 24781,08

= � �

= , ,

= , N/mm2

Perhitungan untuk regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.

Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada

(93)

Tabel 4.9 Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Balok Beton Bertulang Tanpa Serat

Nilon (Normal)

Beban P (kg)

Balok Beton Bertulang Normal

εc fc (N/mm2)

0 0 0

666.5 -0.0000390 0.96635 1333 -0.0001336 3.31065 1999.5 -0.0002831 7.01499 2666 -0.0004795 11.88254 3332.5 -0.0006189 15.33635 3999 -0.0008384 20.77655 4665.5 -0.0009994 24.76722 5332 -0.0011836 29.33054 5998.5 -0.0013959 34.59179

Gambar 4.10 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Pada Balok Beton Bertulang

Tanpa Serat Nilon

0 0.00004 0.00013 0.00028 0.00048 0.00062 0.00084 0.00100 0.00118 0.00140

(94)

b. Hubungan Tegangan-Regangan pada Balok Beton Bertulang Dengan Serat Nilon

� = √ , = ,

= � �

= , ,

= , N/mm2

Perhitungan untuk regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.

Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.10 Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Balok Beton Bertulang Dengan

Serat Nilon

Beban P (kg)

Balok Beton Bertulang Serat Nilon

εc fc (N/mm2)

0 0 0

666.5 -0.0000278 0.824301956 1333 -0.0000864 2.312288155 1999.5 -0.0001846 4.938106907 2666 -0.0003223 8.622091425 3332.5 -0.0004820 12.89394581 3999 -0.0007105 19.00779246 4665.5 -0.0009551 25.55274368 5332 -0.0011500 30.76518986 5998.5 -0.0012950 34.645131

(95)

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Pada Balok Beton Bertulang

Dengan Serat Nilon

Gambar 4.12 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Tekan Beton (εc) Pada Balok

(96)

4.5.2 Hubungan Tegangan-Regangan Tarik pada Balok Beton Bertulang

Nilai tegangan tulangan tarik balok beton bertulang dapat dicari menggunakan rumus

sebagai berikut:

= � �

Keterangan:

fs = Tegangan tulangan tarik

Es = Modulus elastisitas tulangan = 200000 N/mm2

εs = Regangan tulangan tarik beton

a. Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton Bertulang

Tanpa Serat Nilon (Normal)

Tegangan tulangan tarik pada pembebanan 666,5 kg:

= � �

= .

=14.09419 N/mm2

Perhitungan untuk regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.

Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada

(97)

Tabel 4.11 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton

Bertulang Tanpa Serat Nilon (Normal)

Beban P (kg)

Balok Beton Bertulang Normal

εs fs (N/mm2)

0 0 0

666.5 0.0000705 14.09419 1333 0.0002414 48.28564 1999.5 0.0005116 102.31336

2666 0.0008665 173.30630 3332.5 0.0011184 223.67997 3999 0.0015151 303.02502 4665.5 0.0018061 361.22880 5332 0.0021389 427.78468 5998.5 0.0025226 504.51970

Gambar 4.13 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik Pada Balok Beton

(98)

b. Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton Bertulang

Dengan Serat Nilon

Tegangan tulangan tarik pada pembebanan 666,5 kg:

= � �

= ,

= , N/mm2

Perhitungan terhadap regangan yang lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.

Hasil perhitungan tegangan balok beton bertulang tanpa serat nilon dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.12 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton

Bertulang Dengan Serat Nilon

Beban P (kg)

Balok Beton Bertulang Serat Nilon

εs fs (N/mm2)

0 0 0

666.5 0.0000524 10.47471729 1333 0.0001626 32.5267537 1999.5 0.0003473 69.46391468

Gambar

Gambar 3.2 Sketsa Penulangan Balok Beton Bertulang
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Lendutan Balok Bertulang Tanpa Serat Nilon Umur 28
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Lendutan Balok Bertulang Dengan Serat Nilon Umur 28
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Beban-Lendutan Pada Balok Beton Bertulang Dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang diukur adalah tekstur tanah, struktur tanah, bulk density tanah, total ruang pori tanah, infiltrasi tanah, warna tanah, permeabilitas tanah, pH tanah, C-organik

Seperti yang sudah dipelajari sebelumnya (Lihat Tata Bahasa Dasar), perubahan kalimat menggunakan akhiran DESU, DESHITA, DEWA ARIMASEN, DEWA ARIMASEN DESHITA untuk akhiran yang

However, corporate and entrepreneurial farming are mainly linked (as illustrated in Figure 1.2) through large-scale food processing and trading companies to world consumption,

With your local Docker client set up to use the remote Docker daemon running in this Azure virtual machine, you can pull images from your favorite registries and start containers.

Just like with a host operating system, a data center operating system would enable multiple users to execute multiple applications (made up of multiple processes) concurrently,

banyaknya pelanggaran tata tertib dan kedisiplinan yang dilakukan oleh siswa, adapun jenis pelanggaran yang sangat menonjol dan yang paling sering dilakukan adalah terlambat datang

Sehingga prilaku khusus yang telah dibuat dalam analisis instruktional yaitu perlu dipelajari dalam kompetensi dasar Membaca teks berbentuk descriptive dan procedure dengan lafal

Layanan khusus ini adalah usaha-usaha yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar di kelas, tetapi secara khusus