LAPORAN PRAKTIKUM
PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
LAPORAN PRAKTIKUM
PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT
Oleh :
Fika Ayu Romawati
125080601111038
Dhea Ayu Batamia
125080601111053
Irham Tovani
125080601111054
Catur Sugiarto
125080601111058
M. Abdul Ghofur
125080601111060
Adam Dwi S.
125080601111065
Reza Fahlevy R.
125080607111001
Rizqiyan Al Firdaus
125080607111005
Reyhan Mahendra
125080607111010
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin kami ucapkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmad-Nya Laporan Ketik Praktikum Mata Kuliah Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dapat diselesaikan. Walaupun dalam pengerjaannya terdapat beberapa kendala teknis dan non teknis, namun dapat kami atasi.
Laporan ini disusun secara sistematis berisi materi – materi yang kita teliti dan amati pada saat melakukan praktikum lapang dan laboratorium. Selain itu, laporan ini juga disusun sebagai bahan referensi khususnya bagi mahasiswa maupun masyarakat umum mengenai perubahan iklim yang erat kaitannya dengan parameter plankton di perairan.
Kami ucapkan terima kasih semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini sehingga dapat terselesaikan. Apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan, baik dari segi isi maupun penulisan kami memohon maaf. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan demi perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Malang, 20 Juni 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR GAMBAR...iv
DAFTAR TABEL...v
DAFTAR GRAFIK...vi
DAFTAR LAMPIRAN...vii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Maksud dan Tujuan...2
1.3. Waktu dan Tempat...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4
2.1. Definisi Plankton...4
2.2 Klasifikasi Plankton...5
2.3. Dinamika Plankton...6
2.4. Peranan Plankton...7
2.5. Kaitan dengan Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut...8
2.6. Invasive Spesies (Ikan dan Ubur-ubur)...9
BAB III METODOLOGI...11
3.1. Sampling Plankton...11
3.1.1. Alat dan Bahan...11
3.1.2. Skema Kerja...12
3.2. Analisis Kualitas Air...12
3.2.1. Alat dan Bahan...12
3.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode
Cacah dengan Sedgwick Rafter)...15
3.3.1. Alat dan Bahan...15
3.3.2. Skema Kerja...16
3.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman). .16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...19
4.1. Kondisi Lapang...19
4.1.1. Titik Pengamatan 1...20
4.1.2. Titik Pengamatan 2...20
4.2. Analisis Kualitas Air...21
4.2.1. Kualitas Air Titik Pengamatan 1...21
4.2.2. Kualitas Air Titik Pengamatan 2...22
4.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)...23
4.3.1. Fitoplankton...23
4.3.2. Zooplankton...26
4.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman). .28 4.4.1. Fitoplankton...29
4.4.2. Zooplankton...32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...34
5.1. Kesimpulan...34
5.2. Saran...35
LAMPIRAN...36
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tahapan Kegiatan, Waktu dan Tempat Praktikum...3
Tabel 2. Kualitas Air Titik Pengamatan 1...22
Tabel 3. Kualitas Air Titik Pengamatan 2...22
Tabel 4. Spesies Fitoplankton yang Ditemukan...23
Tabel 5. Spesies Zooplankton yang Ditemukan...26
Tabel 6. Analisis Data Fitoplankton...29
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Plankton adalah makhluk mikroskopis yang hidup dalam perairan baik di laut maupun tawar, plankton tersuspensi dalam air bergerak melawan atau mengikuti arus dalam suatu perairan. Plankton pada umumnya dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan tumbuhan “fitoplankton” (plankton nabati) yang pada umumnya memiliki klorofil dan dari golongan hewan “zooplankton” (plankton hewani). Peranan plankton sangatlah besar dalam suatu perairan khususnya di perairan laut, terdapat berbagai jenis plankton di laut yang sangat berpengaruh sebagai penyedia energi dalam suatu perairan tersebut. Energi yang dihasilkan pada dasarnya berasal dari hasil fotosintesis dari gas CO₂ terlarut dengan H₂O dan zat nutrient yang mendapat sinar matahari sehingga menghasilkan bahan organik yang siap pakai.
Secara teori, apabila populasi fitoplankton di laut makin meningkat maka penyerapan gas karbondioksida dari atmosfer juga meningkat sehingga laut bisa menjadi karbon sink. Penambahan zat besi ke dalam perairan di Laut Selatan menunjukkan perkembangan fitoplankton yang nyata dan tingkat penyerapan gas karbondioksida juga meningkat signifikan dari atmosfer (Watson et al, 2000 dalam Dharma, 2009).
proses biogeokimia. Oleh karena itu, plankton disini erat kaitannya dengan perubahan iklim dilihat dari fungsinya sebagai penyerap karbon.
Perubahan iklim di dunia juga mengakibatkan adanya migrasi dari spesies invasive. Spesies invasive adalah organism yang berada di suatu tempat khususnya perairan dan merupakan spesies asing. Biasanya spesies ini dapat mengancam spesies asli dan dan dapat menurunkan populasi mereka. Sebagai contoh dari adanya perubahan iklim yang diimbangi dengan peningkatan suhu perairan dapat menyebabkan spesies yang mulanya hidup di lingkungan dengan suhu yang tinggi akan bermigrasi ke lingkungan dengan suhu yang lebih rendah untuk mencari habitat yang kondisi lingkungannya sama dengan kondisi lingkungan awal spesies tersebut hidup.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut adalah untuk mengetahui indikasi gejala perubahan iklim terhadap biota laut (plankton dan non plankton) serta adanya fenomena invasive spesies akibat peningkatan suhu atau dampak perubahan iklim yang terjadi.
1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dilaksanakan dalam beberapa tahap yang dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Tahapan Kegiatan, Waktu dan Tempat Praktikum
No .
Kegiatan Hari/Tanggal Waktu Tempat
1 Sampling Minggu, 31 Mei 2015
11.00 – 14.00
WIB
Sendang Biru
2 Pengamatan dan Identifikasi
Kamis, 04 Juni 2015 09.00 – 12.00 WIB Laboratorium Hidrobiologi, Gedung C Lantai 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya 3 Presentasi Hasil
Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Plankton
Plankton adalah kumpulan organisme baik hewan maupun tumbuhan air yang berukuran mikroskopis dan hidupnya melayang di atas permukaan air dengan mengikuti arus. Plankton terdiri atas fitoplankton yang merupakan produsen utama dari bahan-bahan organik dan zooplankton yang tidak dapat memproduksi bahan-bahan organik sehingga harus mendapat tambahan bahan-bahan organik dalam makanannya (Yuliana, 2012).
Plankton adalah sumber makanan alami dari larva organisme di perairan. Plankton disebut sebagai produsen primer di perairan, sedangkan organisme seperti zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting berperan sebagai konsumen di perairan. Plankton sebagai produsen primer di perairan disebabkan karena plankton dapat melakukan suatu proses fotosintesis yang dapat menghasilkan bahan organik yang kaya akan energi maupun kebutuhan oksigen bagi organisme tingkat tinggi (Sari, 2013).
kehidupan mahluk yang lebih tinggi tingkatannya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
2.2 Klasifikasi Plankton
Plankton dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara makan, keberadaan/dominasi/sebaran, asal-usul, ukuran, bentuk dan koloni sel, serta alat penangkap. Pengelompokkan plankton yang paling umum didasarkan pada cara makannya. Berdasarkan cara makannya plankton dapat dikelompokkan ke dalam bakterioplankton (saproplankton), fitoplankton, dan zooplankton. bakterioplankton (saproplankton) merupakan kelompok plankter yang terdiri atas organisme yang tidak berklorofil, meliputi bakteri dan fungi. Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik berklorofil, bahan makanan cadangan berupa pati atau lemak, dinding sel tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel beragam. Zooplankton merupakan plankter yang mempunyai cara makan holozoik. Kelompok zooplankton hampir seluruhnya didominasi oleh Copepoda dengan nilai sebesar 50 -80 %[ CITATION War03 \l 1033 ].
Menurut Michael (1994) dalam Apuadi (2003), dalam klasifikasi biologi, plankton dikelompokkan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu.
1. Fitoplankton, merupakan tumbuhan yang sering disebut plankton nabati. Sel tubuhnya mengandung klorofil sehingga merupakan organism autotrof yang mampu berfotosintesis secara langsung dan merupakan penyumbang makanan alami di kehidupan perairan. Fitoplankton ditemukan hanya pada kedalaman tertentu yang memiliki psinar yang cukup untuk fotosintesis.
Menurut Levinton (1982) dalam Sediadi (1986), plankton dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu a. plankton bakteri, b. Plankton hewani (zooplankton), dan c. Plankton tumbuhan (phytoplankton). Untuk memudahkan penggolongan jenis organisme planktonis tersebut dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan :
1. Lamanya siklus hidup, digolongkan dalam dua jenis yaitu plankton sementara dan plankton tetap.
2. Ukuran, dapat digolongkan menjadi empat ukuran yaitu plankton mega, plankton makro, plankton mikro, dan plankton ultra.
3. Habitat, dapat digolongkan menjadi 2 yaitu plankton pantai dan plankton laut.
2.3. Dinamika Plankton
Intensitas cahaya matahari secara temporal jatuh di permukaan laut akan terdistribusi mengikuti kedalaman dan menyebabkan variabilitas intensitas cahaya matahari di kolom perairan. Perbedaan ini menyebabkan kelimpahan plankton, produsen utama zat organik dalam rantai makanan, juga bervariasi di setiap kedalaman. Suplai unsur dan senyawa essensial ke dalam suatu sistem perairan, khususnya N (nitrogen) dan P (fosfat) dilihat sebagai faktor pembatas yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan populasi dan penyebaran plankton. Dinamika populasi plankton sangat ditentukan oleh nutrien yang berperan sebagai faktor pembatas (Muhiddin, 2011).
kekeruhan yang tinggi dibanding musim kemarau (Purwanti et al., 2012).
Fitoplankton dan zooplankton menjadi sumber makanan utama larva berbagai jenis ikan, udang dan hewan lainnya. Komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan aktivitas pemangsaan oleh zooplankton dan organisme planktivor lainya. Intensitas pemangsaan zooplankton dan pemangsaan oleh larva berbagai jenis hewan tingkat tinggi merupakan faktor utama yang cukup berpengaruh terhadap dinamika kelimpahan fitoplankton. Kelimpahan dan kelangsungan hidup populasi larva udang windu Penaeus monodon Fabricus (benur), larva ikan bandeng Chanos chanos Forskal (nener), dan larva lainnya secara musiman mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di beberapa perairan pantai (Umar et al., 2009).
2.4. Peranan Plankton
Dalam sistem trofik ekosistem perairan, termasuk ekosistem rawa gambut, organisme plankton sangat berperan sebagai produsen dan berada pada tingkat dasar, yaitu menentukan keberadaan organisme pada jenjang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan. Oleh karena itu, keberadaan plankton di suatu perairan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di perairan tersebut, terutama bagi ikan-ikan pemakan plankton atau ikan-ikan yang berada pada taraf perkembangan awal (Sagala, 2009).
Peranan fitoplankton sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup ekosistem perairan dan memegang peranan penting dalam mata rantai jaringan makanan. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi-reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis contohnya adalah temperatur. Kenaikan temperatur sebesar 100 C akan
meningkatkan kegiatan fotosintesis maksimum menjadi dua kali lipat. Faktor lain yang juga dapat memprngaruhi daur hidup plankton adalah seperti kecerahan, nitrat, nitrit, fosfat, silikat, dan arus laut. Oleh karena itu untuk menjaga keberlangsungan ekosistem di laut perlu memperhatikan faktor- faktor tersebut yang dapat mempengaruhi plankton dalam menghasilkan sumber energi (Sachoemar dan Nani, 2006).
2.5. Kaitan dengan Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh meningkatnya gas seperti CO2 (carbon dioxide), CH4(methane), N2O (nitrous oxide), CFCs (chloro-fluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds) yang dihasilkan dari aktifitas antropogenik dan perubahan fungsi lahan (deforestasi). Meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi menyebabkan penyerapan energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi. Kondisi ini meningkatkan suhu udara di Bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim. Peningkatan suhu bumi juga memengaruhi fitoplankton yang berfungsi sebagai produsen perairan. Meningkatnya konsentrasi CO2 akan mempercepat terjadinya proses pengapuran, yang menyebabkan terjadinya kematian. Kondisi ini akan memengaruhi produktifitas perairan laut (Putuhena, 2011).
Hal tersebut disebabkan karena metabolisme sel meningkat jika suhu meningkat hingga memerlukan daya serap oksigen yang tinggi. Hal tersebut tidak didukung ketersediaan oksigen di perairan karena daya larut oksigen rendah pada suhu tinggi (Rachman, 2011).
2.6. Invasive Spesies (Ikan dan Ubur-ubur)
Sebuah spesies invasive perairan atau spesies non-native merupakan organism yang berada di suatu tempat khususnya perairan dan merupakan spesies asing. Beberapa hal dapat terjadi, ketika spesies asing ini masuk ke lingkungan baru yaitu dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan baru yang tidak diinginkan dan mati, betahan hidup dan dapat mendominasi spesies di suatu lingkungan baru tersebut. Spesies invasive berkembang dikarenakan tidak adanya predator alami untuk mengendalikan populasi mereka. Mereka merusak atau mengkonsumsi spesies asli, bersaing dengan spesies asli untuk makanan dan ruang serta adanya penyakit (National Geographic, 2015).
Salah satu studi kasus dari spesies invasive yaitu sea walnut dengan jenis Mnemiopsis leidy. Ctenophore ini merupakan spesies asli dari pantai timur Amerika Utara dan Selatan. Pada tahun 1982, ditemukan di Laut Hitam, yang terbawa oleh air ballast. Kemudian spesies ini menyebar ke Laut Kaspia. Ditempat tersebut populasinya bertambah dua kali lebih besar. Sea walnut berkontribusi terhadap menurunnya perikanan masyarakat lokal karena mereka juga mengkonsumsi zooplankton dan ikan komersial. Mneiopsis leidy juga ditemukan di Mediterania Baltik dan Laut Utara (Ocean Portal, 2015).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Sampling Plankton 3.1.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi sampling plankton adalah sebagai berikut.
Plankton net : untuk mengambil sampel plankton
Botol film : untuk meletakkan sampel plankton
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan volume kecil
Ember : untuk menuangkan sampel ke dalam plankton net
Cool box : untuk menyimpan sampel agar tidak rusak
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi sampling plankton adalah sebagai berikut.
Lugol : sebagai bahan preservasi sampel
Formalin 10% : sebagai bahan preservasi spesies invasive (biota)
Kertas label : untuk memberikan label pada sampel
Es Batu : untuk menjaga suhu pada saat preservasi
Tissue : untuk membersihkan bahan yang tercecer
Plankton net
3.1.2. Skema Kerja
Dikalibrasi plankton net dengan menggunakan aquades atau air lokal
Botol film dipasangkan pada ujung plankton net dan diikat Ambil sampel air dengan menggunakan ember dan disaring menggunakan plankton net
Konsentrat plankton ditampung pada botol film
Diberi bahan preservasi sebanyak 3-4 tetes dan diberi label Dimasukkan ke dalam coolbox yang berisi es batu
Sampel dapat disimpan dalam refrigerator pada suhu 40C
3.2. Analisis Kualitas Air 3.2.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi analisis kualitas air adalah sebagai berikut.
Termometer Digital : untuk mengukur suhu perairan
Secchi Disk : untuk mengukur kecerahan
Refraktometer : untuk mengukur salinitas
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan volume kecil
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi analisis kualitas air adalah sebagai berikut.
Aquades : untuk kalibrasi alat
Termometer Digital
Hasil
Secchi Disk
Hasi l
pH paper : untuk mengukur pH perairan
Sampel : bahan yang akan diukur
3.2.2. Skema Kerja
3.2.2.1. Pengukuran Suhu
Dikalibrasi sensor thermometer dengan menggunakan aquades
Dimasukkan sensor thermometer hingga terendam air Ditekan tombol ON
Ditunggu hingga nilai suhu pada thermometer stabil Dicatat nilai suhu yang tertera pada layar thermometer
3.2.2.2. Pengukuran Kecerahan
Dimasukkan perlahan kedalam perairan sampai batas tidak tampak pertama kali dan batas permukaan air dengan tali diberi tanda dan dicatat sebagai d1
Secchi disk dimasukkan lagi ke dalam perairan sampai tidak terlihat
Secchi disk ditarik ke atas sampai batas tampak pertama kali dan batas permukaan air dengan tali diberi tanda dan dicatat sebagai d2
Kecerahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus =
pH paper
Hasil
Refraktometer
Hasil
3.2.2.3. Pengukuran pH
Dimasukkan pH paper kedalam air sekitar 10 cm
Ditunggu sampai beberapa saat, diangkat pH paper
Dikibas-kibaskan hingga setengah kering
Dicocokkan perubahan warnanya. dengan kotak standar pH
3.2.2.4. Pengukuran Salinitas
Dikalibrasi kaca prisma refraktometer dengan aquades
Dibersihkan dengan tisu pada bagian optiknya,dengan searah
Diteteskan 3 tetes air sampel pada optik refraktometer
Ditutup dengan cover kaca prisma dengan sudut 45o agar
tidak terbentuk gelembung udara
Diarahkan pada cahaya matahari
Dibaca skala bagian kanan atas yang menunjukkan nilai salinitas
3.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)
3.3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi pengamatan dan identifikasi plankton di laboratorium (metode cacah dengan Sedwigck rafter) adalah sebagai berikut.
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan volume kecil
Mikroskop : untuk pengamatan organism renik yang tidak tidak dapat dilihat mata telanjang
Sedgwick rafter cell :untuk meletakkan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop
Cover glass : untuk menutup Sedgwick rafter cell pada saat pengamatan dibawah mikroskop
Kamera digital : untuk mendokumentasikan setiap Kegiatan praktikum
Alat tulis : untuk mencatat setiap kegiatan praktikum
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi pengamatan dan identifikasi plankton di laboratorium (metode cacah dengan Sedwigck rafter) adalah sebagai berikut.
Buku Identifikasi : untuk mengetahui jenis spesies yang diamati
Tissue : untuk membersihkan bahan yang tercecer
Sedgwick rafter cell
Hasil
3.3.2. Skema Kerja
Sampel pada botol film dihomogenkan dengan menggunakan pipet tetes
Diisi penuh Sedgwick rafter cell dengan sampel plankton
Ditutup dengan cover glass dengan baik sehingga tidak ada rongga udara di dalamnya
Diletakkan sedgwick-rafter cellI berisi plankton tersebut di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali
Diamati plankton pada setiap bidang pandang secara berturutan
Dihitung, digambar dan didokumentasikan jenis plankton yang ditemukan dibawah mikroskop
Dicocokkan gambar atau dokumentasi jenis plankton yang ditemukan dengan buku identifikasi plankton
3.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman)
Data dari perhitungan plankton yang didapatkan kemudian dianalisa dan diidentifikasi dengan menghitung indeks kelimpahan dan keanekaragaman plankton yang ditemukan dengan cara sebagai berikut.
a. Indeks kelimpahan
Menggunakan metode sapuan diatas gelas obyek Sedgwick Rafter dengan satuan individu per liter (ind/l). Kelimpahan jenis plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai berikut :
dengan,
N = Jumlah individu per liter
Oi = Luas gelas penutup preparat (mm2)
Op = Luas satu lapangan pandang (mm2)
Vr = Volume air tersaring (ml) Vo = Volume air yang diamati (ml)
Vs = Volume air yang disaring (L)
n = Jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang p = Jumlah lapangan pandang yang teramati
b. Indeks Keanekaragaman
Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, dihitung menurut Odum (1998):
s
H’ = - (ni/N) ln (ni/N) i=1
dengan,
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Jumlah individu genus ke-i
N = Jumlah total individu seluruh genera
digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan, jika :
H < 1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
H 1 – 3 = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Lapang
[image:31.595.149.505.359.608.2]Praktikum lapang Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dilaksanakan di Sendang Biru, Malang Selatan dengan mengambil dua titik sebagai titik pengambilan sampling plankton. Sedangkan, dua titik lagi merupakan titik yang diamati oleh kelompok lain tetapi dengan lokasi yang sama (Sendang Biru). Pada tiap titik tersebut masing-masing diambil dua sampel untuk diamati. Titik-titik tersebut adalah sebagai berikut.
4.1.1. Titik Pengamatan 1
Pada titik pengamatan 1 lokasinya tepat berada di daerah TPI (Tempat Pelelangan Ikan) lama dengan koordinat 112068’17.76” E dan 8043’56.49” S. Kondisi lapang di lokasi ini
[image:32.595.181.472.371.591.2]sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan di lokasi ini sangat panas terik karena pengambilan sampling plankton dilaksanakan di siang hari. Selain itu, juga banyak terdapat aktivitas penduduk sekitar seperti berdagang di pasar, membuat kapal dan aktivitas di kapal yang tengah bersandar. Sedangkan, kondisi perairan di lokasi ini perairannya tidak begitu bersih dan banyak sampah karena berhadapan langsung dengan kegiatan manusia, banyak bebatuan yang ukurannya cukup besar, banyak kapal-kapal yang bersandar serta pada dinding bangunan pantainya dipenuhi oleh lumut.
Gambar 2. Kondisi Lapang Titik Pengamatan1
4.1.2. Titik Pengamatan 2
sangat panas terik karena pengambilan sampling plankton dilaksanakan di siang hari dan sedikit kapal-kapal yang bersandar atau berlabuh. Selain itu, di lokasi ini banyak terdapat sand dune, pohon-pohon yang tinggi besar, jauh dari pemukiman penduduk serta tidak terlalu ramai dikunjungi. Sedangkan, kondisi perairan di lokasi ini tidak terlalu kotor dan di daerah tepi pantai banyak terdapat bebatuan dan untuk gelombangnya cukup kuat di perairannya.
Gambar 3. Kondisi Lapang Titik Pengamatan 2
4.2. Analisis Kualitas Air
4.2.1. Kualitas Air Titik Pengamatan 1
[image:34.595.144.493.343.415.2]Dilihat dari tabel tersebut dibawah maka, parameter suhu dan pH sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan digolongkan normal. Tetapi tidak pada salinitas, nilai salinitas lebih tinggi 1‰ di lokasi perairan tersebut. Hal itu dapat disebabkan oleh jauhnya aliran muara sungai di lokasi tersebut serta proses evaporasi di siang hari begitu tinggi sehingga kadar salinitas juga meningkat. Sedangkan, untuk kecerahan juga tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Hal itu dapat disebabkan oleh banyaknya sampah seperti yang telah dijelaskan di awal sehingga menyebabkan kekeruhan perairan dan tingkat kecerahan juga menurun.
Tabel 2. Kualitas Air Titik Pengamatan 1
No. Parameter Nilai Baku Mutu
1 Suhu 27.80C 28-300C (alami)
2 Salinitas 35‰ 33-34‰ (alami)
3 pH 8 7-8.5
4 Kecerahan 1.5 m >3 m (alami)
4.2.2. Kualitas Air Titik Pengamatan 2
Dilihat dari tabel tersebut dibawah maka, parameter suhu dan pH sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan digolongkan normal. Tetapi tidak pada salinitas, nilai salinitas lebih tinggi 1‰ di lokasi perairan tersebut. Hal itu dapat disebabkan oleh jauhnya aliran muara sungai di lokasi tersebut serta proses evaporasi di siang hari begitu tinggi sehingga kadar salinitas juga meningkat. Sedangkan, untuk kecerahan juga tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Hal itu dapat disebabkan oleh banyaknya limbah kapal yang lalu lalang sehingga menyebabkan air semakin keruh dan tingkat kecerahan semakin menurun.
Tabel 3. Kualitas Air Titik Pengamatan 2
No .
Parameter Nilai Baku mutu
1 Suhu 29,10C 28-300C (alami)
No .
Parameter Nilai Baku mutu
3 pH 8 7-8.5
4.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)
Pada praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut mengenai materi identifikasi plankton dari hasil pengamatan mikroskop dengan menggunakan metode cacah menggunakan Sedgwick rafter cell ditemukan berbagai jenis plankton yang dibedakan menjadi fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani).
4.3.1. Fitoplankton
Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop, ditemukan spesies fitoplankton pada saat pengamatan sebesar 10 jenis spesies. Spesies-spesies fitoplankton tersebut tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Spesies Fitoplankton yang Ditemukan
No .
Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
1 Coscinudiscus sp.
(Googleimage, 2015) 2 Euchampia sp.
[image:36.595.73.567.409.718.2]No .
Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
3 Fragilaria capucina
(Googleimage, 2015) 4 Gramatophora
serpentina
(Googleimage, 2015) 5 Helicostomella
sp.
(Googleimage, 2015) 6 Leptocylindrus
sp.
[image:37.595.75.565.106.682.2]No .
Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
7 Leucosolenia sp.
(Googleimage, 2015) 8 Licmophora
sp.
(Googleimage, 2015) 9 Mastoglora sp.
(Googleimage, 2015) 10 Pleurosigma
sp.
[image:38.595.72.566.105.610.2]4.3.2. Zooplankton
Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop, ditemukan spesies zooplankton pada saat pengamatan sebesar 5 jenis spesies. Spesies-spesies zooplankton tersebut tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Spesies Zooplankton yang Ditemukan
No .
Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
1 Calanus sp.
(Googleimage, 2015) 2 Cyclopoid
copepod
(Googleimage, 2015) 3 Harpacticoi
d copepod
[image:39.595.73.566.218.622.2]No .
Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
4 Larva bivalvia
(Googleimage, 2015) 5 Nauplius
Copepod
(Googleimage, 2015)
[image:40.595.69.566.107.395.2]4.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman)
Plankton dikategorikan sebagai indikator perubahan iklim karena adanya beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Alasan tersebut adalah karena plankton merupakan organisme laut yang berukuran mikroskopis dan memiliki kelimpahan yang sangat tinggi di perairan laut. Ukuran plankton yang sangat kecil membuat sifatnya menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suhu lautan. Adanya fenomena perubahan iklim mempengaruhi adaptasi, struktur komunitas plankton itu sendiri hingga metabolisme yang terjadi dalam tubuhnya. Alasan lain yang melatarbelakangi dipilihnya plankton sebagai indikator perubahan iklim adalah karena plankton merupakan produktivitas primer.
Plankton menyerap CO2 yang berasal dari emisi gas buangan
4.4.1. Fitoplankton
Hasil pengamatan fitoplankton pada titik pengamatan 1 dan 2 di Sendang Biru, Malang Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Analisis Data Fitoplankton
No. Spesies Jumlah N H’
1 Coscinudiscus sp. 3 12
1.94735
2 Euchampia sp. 8 32
3 Fragilaria capucina 1 4
4 Gramatophora serpentine 1 4
5 Helicostomella sp. 13 52
6 Leptocylindrus sp. 13 52
7 Leucosolenia sp. 2 8
8 Licmophora sp. 2 8
9 Mastoglora sp. 3 12
10 Pleurosigma sp. 4 16
Total 50 200
6.00% 16.00% 2.00% 2.00% 26.00% 26.00% 4.00% 4.00% 6.00% 8.00%
Kelimpahan (N)
Fitoplankton
Coscinudiscus sp. Euchampia sp. Fragilaria capucina Gramatophora
[image:42.595.127.523.120.642.2]serpentina Helicostomella sp. Leptocylindrus sp. Leucosolenia sp. Licmophora sp. Mastoglora sp. Pleurosigma sp. Total
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil bahwa jumlah spesies fitoplankton yang ditemukan pada saat pengamatan berjumlah 50 individu dengan 10 jenis spesies dengan jumlah individu dan indeks kelimpahan tertinggi terdapat pada spesies Helicostomella sp. dan Leptocylindrus sp. sebesar 52 individu per liter (26%) dari total indeks kelimpahan fitoplankton keseluruhan 200 individu per liter. Sedangkan, untuk indeks keanekaragaman dari fitoplankton sebesar 1.94735, yang menunjukkan bahwa fitoplankton di lokasi ini memiliki stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.
Kesimpulan yang didapat yaitu habitat Helicostomella sp. pada saat pengamatan di lapang, dimana parameter suhu berkisar 27-290C
dan salinitas 35‰. Selain itu, pada saat sampling plankton keadaan perairan menunjukkan adanya gelombang cukup kuat yang memungkinkan terjadinya pertukaran air sesuai dengan habitat populasi Leptocylindrus sp. Dari faktor-faktor yang telah disebutkan didepan maka cukup jelas bahwa distribusi Helicostomella sp. dan Leptocylindrus sp. di perairan Sendang Biru, Malang Selatan berlimpah dan banyak dibandingkan 8 spesies fitoplankton lain yang ditemukan.
Kegiatan manusia di sepanjang pantai menyebabkan perubahan drastis dalam lingkungan, seperti halnya penurunan salinitas, kondisi anoksik, tingkat nutrisi yang tinggi dan pertumbuhan fitoplankton yang intensif. Perubahan ini tercermin dalam struktur dan kelimpahan komunitas protozoa dalam suatu daerah. Helicostomella sp. hidup dengan salinitas tinggi tetapi konsentrasi nutrisi lebih rendah dan sangat sensitif terhadap limbah pembuangan air. Helicostomella sp. secara signifikan berkorelasi dengan nitrat, nitrit dan amonium [ CITATION Dor13 \l 1033 ].
4.4.2. Zooplankton
[image:45.595.126.526.201.368.2]Hasil pengamatan zooplankton pada titik pengamatan 1 dan 2 di Sendang Biru, Malang Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Analisis Data Zooplankton
No. Spesies Jumlah N H’
1 Calanus sp. 1 4
1.252763
2 Cyclopoid of copepod 2 8
3 Harpacticoid of copepod 2 8
4 Larva bivalvia 1 4
5 Nauplius of copepod 8 32
Total 14 56
7.14% 14.29%
14.29% 7.14% 57.14%
Kelimpahan (N)
Zooplankton
Calanus sp. Cyclopoid of copepod Harpacticoid of
[image:45.595.123.527.215.573.2]copepod Larva bivalvia Nauplius of copepod Total
Grafik 3. Persentase Kelimpahan (N) Zooplankton
14 individu dengan 5 jenis spesies dan jumlah individu dan indeks kelimpahan tertinngi terdapat pada spesies fase Nauplius of Copepod sebesar 32 individu per liter (57%) dari total indeks kelimpahan zooplankton keseluruhan sebesar 56 individu per liter. Sedangkan, untuk indeks keanekaragaman dari zooplankton sebesar 1.252763, yang menunjukkan bahwa fitoplankton di lokasi ini memiliki stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.
Kesimpulan yang didapat yaitu saat pengamatan ditemukan bahwa plankton baik itu fitoplankton maupun zooplankton memiliki indeks keanekaragaman antara 1-3 yang berarti stabilitas komunitas plankton yang ada di dua lokasi pengamatan sedang atau dapat dikatakan kualitas air tercemar sedang. Kehidupan plankton sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau faktor abiotik. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Max-Plank (2015), mengatakan bahwa kehidupan planktonik sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan. Jika terjadi perubahan suhu akibat adanya perubahan iklim misalnya suhu semakin rendah di suatu perairan, maka plankton akan beristirahat di dasar perairan dan menjadi tidak aktif hingga suhu berubah sesuai dengan kondisi awal (normal). Dapat kita ketahui bersama bahwa plankton disini berperan sebagai produsen primer dan penyerap karbon dari atmosfer. Apabila jumlah plankton di laut semakin sedikit, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap iklim di bumi disebabkan berkurangnya sumber penyerap karbon, akibatnya suhu semakin meningkat yang sebanding dengan perubahan iklim.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
Pengamatan plankton di Sendang Biru dilakukan di dua titik pengamatan yaitu titik pengamatan 1 berlokasi di TPI Lama dengan koordinat 112068’17.76” E dan 8043’56.49” S serta titik
pengamatan 2 berlokasi di pantai dekat wisata dengan koordinat 112068’50.89” E dan 8043’20.23” S.
Komponen biotik/biologi yang diamati yaitu plankton dan komponen abiotik yang diamati yaitu pengukuran parameter suhu, salinitas, pH dan kecerahan. Analisis data plankton meliputi analisis data jenis fitoplankton dan zooplankton dengan menghitung indeks kelimpahan serta indeks keanekaragaman
Fitoplankton dengan jumlah dan indeks kelimpahan tertinggi yaitu jenis fitoplankton Helicostomella sp. dan Leptocylindrus sp. sebesar 52 ind./liter (26%). Sedangkan, zooplankton dengan jumlah dan indeks kelimpahan tertinggi yaitu jenis Nauplius Copepod sebesar 32 ind./liter (57%). Indeks keanekaragaman dari seluruh spesies plankton berada di kisaran 1-3 yaitu sebesar 1.94735 (fitoplankton) dan 1.252763 (zooplankton) sehingga disimpulkan bahwa stabilitas plankton di lokasi pengamatan sedang dan kualitas air lokasi pengamatan tercemar sedang.
5.2. Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Quraisyin, Hikmah Thoha, and Nurul Fitriya. 2010. Dampak Pemanasan Global Terhadap Kondisi Plankton Di Perairan Teluk Jakarta. Laporan Akhir Program Intensif Peneliti dan Perekayasa LIPI (LIPI).
Apuadi, M. 2003. Plankton Air Tawar. Materi Biologi Perairan KSEP. Dharma, Dhama. 2009. Laut dan Perubahan
Iklim.http://www.dhamadharma.wordpress.com.
Dorgham, Moussa, Mohamed; Wael Salah El-Tohamy; Nagwa Elsayed
Abdel Aziz; Ahmed El-Ghobashi; Jian G. Qin; 2013. Protozoa in
a stressed area of the Egyptian Mediterranean coast of Damietta, Egypt. Oceanologia. Volume 55 Issue 3: 733-750. Encyclopedia of Life. 2015. Helicostomella subulata.
http://www.eol.org/
Finlay, Kerri; John C. Roff. 2004. Radiotracer determination of the diet of calanoid copepod nauplii and copepodites in a temperate estuary. ICES Journal of Marine Science, Volume 61: 552-562. Florida Fish and Wildlife Conservation Commision. 2015.
Lionfish-Pterois volitans.
http://myfwc.com/wildlifehabitats/nonnatives/marine species/lionfish/
Gaol, Jonson, Lumban; Nurjaya, Wayan, I; Amri, Khairul. 2014. Dampak Perubahan Iklim terhadap Kondisi Oseanografi dan Laju Tangkap Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Samudera Hindia Bagian Timur. Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan (ITB).
Isnansetyo, A.; Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius.
Max-Planck. 2015. Macrocyclops albidus. http://www.fcps.edu/islandcreekes/ecology/copepod.htm
Muhiddin, Hamzah, Amir. 2011. Pemetaan Distribusi Vertikal Kelimpahan Fitoplankton Secara Temporal dan Sasial di Perairan Timur Pulau Barrang Lompo Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin .
National Geographic. 2015. Marine Invasive Species: These Invaders Came, Saw, Conquered-and Destroyed. http://ocean.nationalgeographic.com/ocean/critical-issues-marine-invasive-species/
Ocean Portal. 2015. 5 Invasive Species You Should Know. Smithsonian: National Museum of National History. http://ocean.si.edu/ocean-news/5-invasive-species-you-should-know/
Prabowo, RE; Ardli, ER; Sastranegara, MH; Lestari, W; Wijayanti, G . 2010. Biodiversitas dan Bioteknologi Sumbedaya Akuatik. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Halaman: 1-912.
Purwanti, Sri. 2011. Komunitas Plankton pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara. Semarang: Universitas Diponegoro.
Putuhena; Jusmy, D. 2011. Perubahan Iklim dan Resiko Bencana pada Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Posiding Seminar Nasional. Univesitas Patimura.
Rachman, Kurnia. 2011. Hubungan Kuantitatif Antara Fitoplankton dan Zooplankton Herbivora Di Perairan Teluk Jakarta Pada Bulan Agustus dan September 2009. FMIPA: Universitas Indonesia.
Sachoemar, Suhendar; Hendiarti, Nani. 2006. Struktur Komunitas dan Keragaman Plankton antar Perairan Laut di Selatan Jawa Timur, Bali dan Lombok. Jurrnal Hidrosfir Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolog. Volume I, no. 1: 21-26.
Rawa Gambut, Lebak Jungkal di Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komerang Ilir (OKI), Propinsi Sumatera Selatan. .Jurnal Penelitian Sains. Volume D(09), no. 12-11: 53-58.
Saptarini, Dian, Aunurohim; Ria, Hayati. 2010. Komposisi, Kelimpahan dan Distribusi Ubur-ubur (Schyphozoa) di Pesisir Timur Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sari, Purnama, Endang; Khodijah, Yandri, Falmi; William, Nancy. 2013. Keanekaragaman Plankton di Kawasan Perairan Teluk Bakau. Halaman: 36-44.
Sediadi, Agus. 2004. Efek Upwelling terhadap Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya. Makara Sains. Volume III, no. 2: 43-51.
Sediadi, Agus. 1986. Mengenal Plankton. Majalah Semipopuler Lonawarta (LIPI).
Setyowati, Adhelia. 2010. Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil cephalus) di Muara Sungai Aloo, Sidoarjo. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Smithsonian Marine Station at Pierce. 2015. Leptocylindrus danicus. http://www.sms.si.edu/.
Tarigan, M. Salam. 2009. Aplikasi Satelit Aqua MODIS untuk Memprediksi Model Pemetaan Kecerahan Ai Laut di Peraian Teluk Lada, Banten. Jurnal Ilmu Kelautan. Volume 14, no. 3: 126-131.
Trigueros, María, Juan; Emma Orive. 2000. Tidally driven distribution of phytoplankton blooms in a shallow, macrotidal estuary. Journal of Plankton Research. Vol. 22 No.5: 969–986.
Wardhana, Wisnu. 2003. Penggolongan Plankton. Departemen Biologi Fmipa Universitas Indonesia. Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Perikanan.