ABSTRAK
PENGARUH APLIKASI CAMPURAN NAA (Naphthaleneacetic Acid) DAN IBA (Indolebutyric Acid) TERHADAP PENGAKARAN SETEK LADA
(Piper nigrum Linn.) VARIETAS NATAR 1
OLEH
DITA DANI ARTHA
Lada merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Setek merupakan
perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien. Salah satu kendala dalam
perbanyakan tanaman dengan setek yaitu sulitnya mendapatkan bahan tanaman dalam
jumlah banyak dan berkualitas. Salah satu cara untuk mendapatkan bahan tanaman
dalam jumlah banyak yaitu dengan menggunakan setek lada 6-8 buku. Pemberian
setek lada dapat meningkatkan pembentukan akar. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh aplikasi campuran auksin NAA dan IBA pada konsentrasi
berbeda terhadap pengakaran setek lada, mengetahui pengaruh peningkatan
konsentrasi campuran NAA dan IBA terhadap pengakaran setek lada, dan
menentukan konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA yang optimum untuk
pembentukan akar setek lada. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tujuh perlakuan. perlakuan yang dicobakan adalah kontrol (tanpa
ppm (1000 NAA + 1000 IBA), 4000 ppm (2000 NAA + 2000 IBA), 6000 ppm (3000
NAA + 3000 IBA), 8000 ppm (4000 NAA + 4000 IBA), masing-masing perlakuan
diulang tiga kali. Auksin yang digunakan dalam bentuk powder mixture. Setiap
satuan percobaan terdiri atas sepuluh setek batang. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam (ANOVA). Perbedaan nilai tengah masing-masing perlakuan
diuji dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa (1) Pemberian campuran NAA dan IBA mulai 500 ppm hingga
8000 ppm secara signifikan meningkatkan jumlah akar, dengan jumlah akar
terbanyak terdapat pada perlakuan 1000 ppm; (2) Pemberian campuran NAA dan
IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm secara signifikan meningkatkan panjang
akar primer dan bobot segar akar dengan akar terpanjang dan bobot akar tertinggi
terdapat pada perlakuan 6000 ppm; (3) Berdasarkan morfologi akar, panjang akar,
dan bobot akar, pemberian campuran NAA dan IBA 6000 ppm merupakan perlakuan
terbaik untuk merangsang pembentukan akar pada setek lada varietas Natar 1; (4)
Setek tanpa perlakuan auksin belum menunjukkan terbentuknya akar pada dasar
auksin setelah 2 bulan penyetekan. Aplikasi campuran auksin NAA dan IBA mulai
dari 500 ppm hingga 8000 ppm merangsang pembentukan akar pada dasar setek
dengan persentase tertinggi didapat pada perlakuan campuran NAA dan IBA 8000
ppm.
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Metro, pada 2 Januari 1991, sebagai puteri sulung dari tiga
bersaudara dari pasangan Arman dan Herlina Wati.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sriwijaya Punggur
pada 1996, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Metro Utara 2002, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 6 Metro pada 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 3 Metro pada 2008.
Pada Agustus 2009, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi
Masuk Perguruan Tinggi Negri. Selama menempuh pendidikan tinggi, penulis
berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Umum (PU) di PT. Great Giant Pineapple
pada 2012 dan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) di desa Purawiwitan ,
Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Baqoroh
2:20)
Meskipun kemungkinan berhasilnya hanya 1%, apapun bisa terjadi
selagi tidak pernah ada kata menyerah (Dita).
意志あるところに道はある。
SANWACANA
Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah banyak
membantu penulis baik kritik, saran maupun motivasi. Rasa terimakasih penulis
sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku dosen Pembimbing Utama penelitian.
Terimakasih atas waktu, bimbingan, dan nasihat bijak yang telah diberikan
kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi, sehingga skripsi ini
dapat penulis selesaikan.
2. Ir. Sugiatno, M.S., selaku dosen Pembimbing Kedua penelitian.
Terimakasih atas waktu, bimbingan, dan saran yang diberikan kepada
penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku dosen Penguji bukan
Pembimbing atas kritik dan saran-saran yang bermanfaat dalam penulisan
skripsi ini.
4. Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S., selaku Pembimbing Akademik.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
7. Bapak Arman dan Ibu Herlina Wati selaku orang tua penulis atas limpahan
kasih sayang dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
8. Angelinar Siringoringo dan Dian Mahdarrini selaku rekan penelitian.
Terima kasih atas kerja sama yang baik dan semangat selama penelitian dan
penulisan skripsi berlangsung.
9. Sahabat-sahabat tersayang Emma Halimatuhrosidah, Ezed Qyoko W.P.,
Herlin Yustina, dan Vina Januanita atas bantuan, do’a dan motivasi yang
diberikan kepada penulis.
10. Hayane Adeline Warganegara, Husna Fii Karisma Jannah, Septiana Triyani,
Agung Ari Brata dan kru Laboraorium Ilmu Tanaman Lainnya atas bantuan
dan motivasi yang diberikan kepada penulis
11. Teman-teman Agroteknologi 2009 (Eka Rohmawati, Ambar Indriastri
Destama, Fernando Iskandar Damanik dan teman-teman yang tidak dapat
disebut satu per satu), trimakasih atas bantuan dan motivasi selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
Penulis berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Bandar Lampung, September 2014 Penulis,
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki
peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya lada di Indonesia
dilakukan dalam skala kecil hingga besar. Beberapa sentra produksi lada adalah
Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi
Selatan (Badan Litbang Pertanian, 2013). Keragaan produksi lada dari tahun 2008
sampai dengan 2011 pada lima provinsi penghasil lada dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi lada dari tahun 2008 sampai dengan 2011 pada lima provinsi penghasil lada.
Provinsi Penghasil Lada Jumlah produksi lada (ton)
Tahun
Bangka Belitung 15.671 15.601 18.383 28.242
Lampung 22.164 22.311 22.236 22.121
Kalimantan Timur 11.080 8 .980 8.994 7.850
Sumatera Selatan 6.868 10.568 11.377 9 .198
Sulawesi Selatan 6.667 6.365 5.783 4.647
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan dalam Badan Litbang Pertanian (2013).
Lada memiliki banyak manfaat sebagai bahan baku dalam sektor industri
2
pembuatan sosis, asinan kol, dan lain-lain. Minyak lada digunakan dalam industri
wangi-wangian, industri parfum, dan kosmetik serta industri flavor (Balai
Penelitian Rempah dan Obat, 1996).
Setek merupakan perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien dalam budidaya
tanaman lada. Perbanyakan lada dengan setek lebih menguntungkan karena
menghasilkan populasi tanaman yang homogen dan memiliki sifat yang sama
dengan induknya (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 1994).
Salah satu kendala dalam perbanyakan tanaman dengan setek yaitu sulitnya
mendapatkan bahan tanaman dalam jumlah yang banyak dan berkualitas.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2013), harga bibit lada yang mahal merupakan
salah satu faktor sulitnya mendapatkan bahan tanaman dalam jumlah banyak dan
berkualitas. Faktor – faktor yang menyebabkan harga bibit lada mahal yaitu luas
kebun penghasil bibit lada kecil, petani tidak melakukan pemangkasan karena
lebih mengutamakan untuk memproduksi buah dan umur bahan tanaman yang
tidak sesuai.
Setek lada digolongkan menjadi 2 jenis yaitu setek panjang dan setek pendek.
Setek panjang menggunakan bahan setek 6—8 buku sedangkan setek pendek
menggunakan dua buku. Setek pendek lebih efektif dan efisien bila dibandingkan
dengan setek panjang. Penggunaan setek panjang memiliki tingkat risiko
kegagalan lebih besar. Setek panjang memerlukan penyulaman sebesar 73,8%
(Balai Penelitian Rempah dan Obat, 1996). Hal ini karena jumlah akar yang
3
Keuntungan perbanyakan setek lada dua buku antara lain dapat menyediakan bibit
dalam jumlah yang banyak dalam jangka waktu yang relatif cepat sehingga
menghemat penggunaan bahan tanaman. Penggunaan setek dua buku hanya
memerlukan sedikit penyulaman, memiliki rata-rata cabang generatif lebih banyak
sehingga dapat berbunga lebih cepat (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat, 1996).
Salah satu faktor kunci yang berpengaruh pada keberhasilan setek adalah
terbentuknya akar adventif pada setek. Proses pembentukan akar dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor luar meliputi
suhu, media pengakaran, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Faktor dari
dalam yang berperan dalam pembentukan akar yaitu faktor genetik dan hormonal.
Faktor hormonal di antaranya adalah tersedianya auksin endogen dalam jaringan
tanaman (Hartmann et al., 2011 ). Pop et al. (2011) menjelaskan bahwa proses
pembentukan akar adventif dipengaruhi oleh dua faktor yaitu lingkungan seperti
suhu dan cahaya dan faktor dalam seperti hormon.
Menurut Hartmann et al. (2011), auksin merupakan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)
yang pengaruhnya paling besar dibandingkan ZPT lain untuk pembentukan akar
pada setek batang.
Auksin telah terdokumentasi sebagai ZPT yang diperlukan untuk insiasi atau
pembentukan akar adventif pada setek batang. Beberapa peneliti telah
membuktikan bahwa pembentukan sel-sel bakal akar tergantung pada
ketersediaan auksin, baik yang berada dalam bahan setek maupun yang
4
Menurut Hartmann et al. (2011), peran auksin dalam proses pengakaran dibagi
menjadi dua tahap yaitu:
(1) Tahap insiasi akar
Pada tahap insiasi akar dibagi menjadi dua yaitu tahap auksin aktif dan tahap
auksin inaktif. Tahap auksin aktif adalah tahap dimana auksin harus tersedia
bagi sel-sel batang agar bakal akar bisa terbentuk. Auksin dapat disuplai dari
mata tunas apikal/ tunas lateral atau jika tidak mencukupi harus disuplai
secara exogenus dari luar. Tahap auksin inaktif adalah tahap dimana
ketidakhadiran auksin tidak berpengaruh terhadap pembentukan akar.
(2) Tahap perpanjangan primordia akar.
Tahap ini terjadi pada saat ujung bakal akar tumbuh menembus korteks yang
kemudian muncul dari epidermis.
Auksin memiliki berbagai jenis baik alami maupun sintetik. Auksin yang
termasuk alami adalah IAA (Indoleacetic acid), PAA (Phenylacetil acid), IBA
(Indolebutyric acid). Beberapa auksin sintetik yang dikenal adalah NAA
(Naphthaleneacetic acid) dan 2,4-D (Salisbury dan Ross, 1995).
IAA adalah auksin alami yang telah didemonstrasikan dapat merangsang
pembentukan akar pada setek. Di samping itu, dua auksin sintetik yaitu IBA dan
NAA dilaporkan lebih efektif merangsang pembentukan akar bila dibandingkan
auksin alami. IBA dan NAA merupakan auksin sintetik yang banyak digunakan
untuk pengakaran setek batang dan kultur jaringan (Hartmann et al., 2011).
5
Jika ketersediaan auksin endogen dalam bahan setek terbatas, maka pemberian
auksin dari luar diperlukan untuk merangsang terbentuknya akar. Pemberian IBA
3000 ppm pada setek Vittelaria paradoxa dapat meningkatkan jumlah akar
(Akakpo et al., 2014). Menurut Memon et al. (2013), pemberian NAA pada setek
bougenvil terbukti dapat merangsang terbentuknya akar. Paul dan Auditi (2009),
juga menjelaskan bahwa pemberian baik NAA maupun IBA dapat merangsang
pembentukan akar.
Menurut Hartmann et al. (2011), penggunaan kombinasi auksin dengan
konsentrasi yang sama beberapa zat pengatur tumbuh mungkin lebih efektif bila
dibandingkan dengan pengaturan zat pengatur tumbuh secara tunggal. Kombinasi
NAA dan IBA dengan konsentrasi yang sama bila diaplikasikan pada beberapa
spesies tanaman dilaporkan lebih efektif meningkatkan jumlah akar bila
dibandingkan penggunaan auksin secara tunggal (Hartmann et al., 2011).
Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dilakukan penelitian pengaruh
kombinasi NAA dan IBA terhadap pengakaran setek lada. Penelitian ini
dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah aplikasi campuran auksin NAA dan IBA dapat mempengaruhi
pengakaran pada setek lada?
2. Apakah peningkatan konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA dapat
mempengaruhi pengakaran setek lada?
3. Berapa konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA yang diperlukan untuk
6
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
(1) Untuk mengetahui pengaruh aplikasi campuran auksin NAA dan IBA pada
konsentrasi berbeda terhadap pengakaran pada setek lada.
(2) Untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi campuran NAA dan
IBA terhadap pengakaran setek lada
(3) Untuk mengetahui konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA yang
optimum untuk pembentukan akar pada setek lada.
1.3 Kerangka Pemikiran
Aplikasi auksin dilaporkan dapat meningkatkan pengakaran pada setek beberapa
jenis tanaman. Pembentukan bakal akar pada setek memerlukan ketersediaan
auksin. Jika auksin endogen yang terdapat dalam bahan setek tidak mencukupi
maka diperlukan suplai auksin dari luar. Aplikasi auksin dari dasar setek yang
dalam penelitian ini adalah campuran NAA dan IBA diberikan untuk mempelajari
kebutuhan setek lada akan auksin untuk membentuk akar. Campuran auksin
sintetik NAA dan IBA diberikan dalam bentuk pasta ke pangkal setek lada agar
auksin dapat diserap dan masuk ke dalam jaringan lada. Auksin menyebabkan
sel penerima mengeluarkan ion H+ keluar dinding sel dan menurunkan pH
sehingga mengaktifkan enzim tertentu yang melonggarkan dinding sel dengan
7
merenggang. Dinding sel yang merenggang menyebabkan air dapat masuk ke
dalam karena peristiwa osmosis sehingga sel dapat berkembang dan memanjang.
Karbohidrat dan nitogen merupakan faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
akar setek. Kandungan C/N yang tinggi sampai pada taraf tertentu dapat
mempercepat pembentukan akar sedangkan kandungan C/N yang rendah dapat
mempercepat pertumbuhan tunas. Karbohidrat dihasilkan melalui fotosintesis
yang terjadi kemudian disebar ke seluruh bagian tanaman oleh floem sebagai
sumber energi yang akan digunakan untuk pembentukan organ baru seperti akar
dan tunas.
1.4 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang disampaikan dapat disusun hipotesis sebagai
berikut:
(1) Pemberian campuran NAA dan IBA mempengaruhi pembentukan akar setek
lada.
(2) Peningkatan konsentrasi campuran NAA dan IBA sampai pada taraf tertentu
meningkatkan pengakaran setek lada
(3) Terdapat campuran NAA dan IBA pada konsentrasi tertentu yang
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Lada
Lada merupakan tanaman rempah penting bagi Indonesia. Lampung merupakan
provinsi penghasil lada terbesar di Indonesia pada tahun 2008-2010, namun pada
tahun 2011 tergeser oleh provinsi Bangka Belitung. Klasifikasi tanaman lada
menurut Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (1996):
1. Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
2. Sub divisi : Angiospermae (biji berada di dalam buah)
3. Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
4. Ordo : Piperales
5. Famili : Piperaceae
6. Genus : Piper
7. Spesies : Piper nigrum Linn.
Lada memiliki akar tunggang yang terdiri dari akar utama dan akar lekat. Akar
utama terletak pada dasar batang berfungsi untuk menyerap unsur hara dari dalam
tanah sedangkan akar yang terdapat di buku berfungsi untuk menempel pada tiang
pemanjat, namun akar ini dapat berkembang menjadi akar adventif apabila
9
10—2 0, panjang 3—4 m dan kedalaman 1—2 m sedangkan akar dari buku
memiliki panjang 3—5 cm.
Lada memiliki batang berupa sulur yang berbentuk silindris dan berbuku-buku
yang panjangnya mencapai 5—12 cm. Secara anatomi batang lada merupakan
bentuk dari monocotyl dan dicotyl dengan jaringan pembuluh tidak tersusun dalam
bentuk xylem dan phloem sehingga perbanyakan lada secara grafting kurang
berhasil. Pada tanaman lada terdapat sulur panjat, sulur gantung, sulur buah, dan
sulur tanah. Sulur panjat tumbuh mrambat menjadi tanaman penegak, pada setiap
buku terdapat akar lekat yang apabila ditanam dapat menghasilkan individu baru.
Sulur gantung merupakan sulur panjat yang tumbuhnya menggantung dan tidak
memiliki akar lekat. Sulur tanah adalah sulur panjat yang tidak menemukan
panjatan dan tumbuh menjalar di tanah, pada setiap akar lekat sulur tanah dapat
membentuk akar adventif. Sulur buah merupakan cabang buah yang tumbuh dari
batang penegak. Sulur tidak memiliki akar pelekat dan apabila ditanam akan
menghasilkan buah lebih cepat. Sulur buah tidak dapat tumbuh tinggi dan tidak
melekat pada batang penegak. Sulur buah digunakan untuk bahan setek lada
perdu (Balai Penelitian Obat dan Rempah, 1996).
Lada memiliki tangkai daun dengan panjang 1,8—2,6 cm. Bentuk daun lada ada
yang bulat telur dan ada yang berbentuk jantung dengan lebar 5,0—10,0 cm dan
panjang 14—19 cm. Tulang daun lada terdiri ibu tulang (costa) dan tulang-tulang
cabang (nervus lateral) yang melengkung terdiri dari 3—4 pasang.
Buah lada memiliki dinding buah yang tersusun dari tiga lapisan yaitu lapisan luar
10
masak berwarna merah dengan diameter ±4—6 mm. Buah lada terletak pada
malai dengan panjang 8—25 cm. Biji lada berwarna putih dan ada yang berwarna
coklat.
2.2 Setek Lada
Menurut Hartmann et al. (2011) setek merupakan potongan batang, akar, dan
daun dari induk tanaman untuk diinduksikan menjadi individu baru. Setek dapat
diklasifikasikan menjadi 4 berdasarkan bagian tanaman yang digunakan yaitu
setek batang, setek daun, setek akar, dan setek tunas daun.
Faktor keberhasilan setek dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi keberhasilan setek yaitu jenis
tanaman dan bahan setek. Faktor luar meliputi suhu, media pengakaran,
kelembaban udara, intensitas cahaya, pemberian ZPT (Badan Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, 1996)
Bahan tanaman yang digunakan untuk setek lada sebaiknya berasal dari tanaman
yang tidak terserang hama dan penyakit, daunnya berwarna hijau tua, tidak
kekurangan unsur hara, bahan tanaman tidak terlalu tua dan terlalu muda.
Berdasarkan panjangnya setek lada digolongkan menjadi 2 jenis yaitu setek
panjang dan setek pendek.
Bahan tanaman untuk setek lada dapat diambil dari sulur panjat,sulur gantung,
sulur tanah, dan sulur buah. Sulur yang terbaik untuk menghasilkan tanaman lada
11
Bahan yang digunakan dalam setek adalah tunas orthotrop. Hal ini karena tunas
orthotrop akan menghasilkan setek yang tunasnya tumbuh orthotrop sedangkan
penggunaan tunas plagiotrop akan menghasilkan setek yang pertumbuhannya
plagiotrop yaitu menyamping (Yasman dan Smith, 1988 dalam Irwanto, 2001).
Setek yang berasal dari tanaman induk yang tua akan sulit berakar bila
dibandingkan dengan bahan tanaman yang masih muda. Hal ini karena tanaman
yang masih muda memiliki kandungan auksin lebih tinggi bila dibandingkan
bahan tanaman yang lain (Salisbury dan Ross, 1995).
Media tanaman juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan setek. Media pengakaran setek berfungsi sebagai penegak batang
setek, menjaga kelembaban setek, tempat sirkulasi udara dari dasar setek dan
untuk menciptakan ruang yang gelap bagi dasar setek (Hartmann et al., 2011).
Lada memiliki berbagai jenis varietas salah satunya yaitu Natar-1 yang
merupakan hasil seleksi varietas Belantung 10 dari Lampung. Lada Natar-1
memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan varietas lain yaitu toleran
terhadap hama penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang, dan
mempunyai potensi produksi lada hitam sampai empat ton per hektar (Badan
Litbang Pertanian, 2013).
2.3 Penggunaan auksin dalam setek
Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh auksin, tanaman dibagi menjadi
12
(1) Tanaman mudah berakar. Pada tanaman jenis ini tidak membutuhkan auksin
tambahan untuk merangsang pengakaran karena tanaman sudah memiliki
senyawa esential untuk berakar.
(2) Tanaman agak sulit berakar. Tanaman jenis ini membutuhkan auksin untuk
proses pengakaran.
(3) Tanaman sulit berakar. Pada tanaman jenis ini pemberian auksin tidak
berpengaruh terhadap pengakaran. Tanaman jenis ini tidak memiliki senyawa
yang dibutuhkan dalam mempengaruhi pengakaran sehingga pemberian
auksin dalam jumlah banyak tidak akan merangsang pengakaran (Hartmann
et al.,2011)
Naphtaleneacetic Acid (NAA) merupakan senyawa organik yang memiliki rumus
molekul C12H10O2. NAA merupakan senyawa sintetik auksin dan merupakan
salah satu bahan yang digunakan dalam perbanyakan tanaman vegatatif untuk
merangsang pengakaran (Salisbury dan Ross, 1995). Rumus bangun NAA dapat
dilihat pada Gambar 1.
13
Indolebutyric Acid (IBA) memiliki fungsi yang sama dengan IAA dan banyak
digunakan sebagai perangsang akar. IBA digunakan sebagai bahan komersial
dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif karena dapat merangsang
pengakaran. IBA tidak dapat larut dalam air, untuk itu digunakan alkohol 75%
sampai alkohol murni untuk melarutkan IBA (Gaspar, 1989).
Menurut Zolman et al. (2000) pemberian IBA pada arabidopsis terbukti
merangsang pengakaran bila dibandingkan dengan IAA. Menurut Stefancic et al.
(2005) pemberian IBA dapat merangsang pembentukan akar bila dibandingkan
dengan aplikasi IAA. Pemberian IBA 10 πM pada setek batang ginkgo biloba
dapat meningatkan persentase setek berakar, jumlah akar dan panjang akar
(Pandey, 2011). Rumus bangun IBA dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rumus Bangun IBA
Semua zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat,
etilen memiliki peranan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
proses pengakaran (Hatmann et al., 2011), namun auksin memiliki peran paling
besar dalam pembentukan akar. Pengaruh lima zat pengatur tumbuh terhadap
pembentukan akar adventif dan pembentukan tunas menurut Hartmann et al.
14
Tabel 2. Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pembentukan akar adventif dan pembentukan tunas.
Zat Pengatur Tumbuh Pembentukan akar adventif
Asam absisat Menghambat, namun dapat dicampur dengan
15
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai
November 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah powder mixture kombinasi
auksin NAA dan IBA 500 ppm (250 NAA+250 IBA), 1000 ppm (500 NAA +500
IBA), 2000 ppm (1000 NAA+1000 IBA), 4000 ppm (2000 NAA+2000 IBA),
6000 ppm (3000 NAA+3000 IBA), 8000 ppm (4000 NAA+4000 IBA), setek lada
dan pasir kali. Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, timbangan
analitik, gelas beaker, paranet, dan mangkuk plastik volume 400 ml.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7
perlakuan campuran auksin NAA dan IBA dengan perbandingan yang sama yaitu
kontrol atau 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 6000 ppm, dan
8000 ppm. Setiap perlakuan diulang tiga kali dan setiap unit percobaan terdiri
16
(Anova). Perbedaan nilai tengah perlakuan ditentukan dengan uji BNT pada taraf
nyata 5 %.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan media tanam
Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir kali yang telah
dicuci bersih. Tujuan pasir dibersihkan adalah untuk mengurangi salinitas. Pasir
yang sudah dicuci bersih diletakkan dalam pot plastic berkapasitas 400 ml.
3.4.2 Persiapan bahan setek
Bahan tanaman diambil dari Balai Penelitian Tanaman Perkebunan (BPTP) Natar.
Bagian lada yang dijadikan bahan tanaman setek adalah sulur panjat lada varietas
natar-1 dari pohon induk yang berumur 2-3 tahun. Hal ini dikarenakan apabila
bahan tanam terlalu muda maka tanaman akan mudah layu dan masih sedikit
kandungan karbohidrat sedangkan apabila terlalu tua kurang baik bagi tanaman
untuk di setek. Bahan tanaman yang diambil adalah 7 ruas dari pangkal sulur
panjat. Bahan tanaman yang didapat dipotong menjadi dua buku. Bagian Pangkal
setek dipotong 450 dengan tujuan untuk memperluas pengakaran pada pangkal
setek. Daun bagian bawah dipangkas. Untuk percobaan ini ini dipilih bahan
tanaman yang seragam dan sehat untuk ditanam.
3.4.3 Pembuatan pasta auksin campuran NAA dan IBA
Bubuk campuran auksin yang digunakan dalam percobaan ini adalah kombinsi
17
IBA), 2000 ppm (1000 NAA +1000 IBA), 4000 ppm (2000 NAA + 2000 IBA),
6000 ppm (3000 NAA +3000 IBA), 8000 ppm (4000 NAA + 4000 IBA). Bubuk
campuran auksin dilarutkan dengan menggunakan air hingga membentuk pasta
sebanyak 3g untuk 30 tanaman.
3.4.4 Pelaksanaan percobaan
Bahan tanaman diolesi dengan bubuk campuran auksin pada pangkal batang,
kemudian ditanam di media pasir yang telah disediakan. Setek diletakkan di
rumah kaca dan disungkup dengan paranet untuk menghindari sinar matahari
secara langsung. Perawatan tanaman dilakukan dengan cara menyiram tanaman
setiap hari pada sore hari.
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah setek berumur 2 bulan. Adapun variabel yang
diamati adalah sebagai berikut:
(1) Persentase tumbuh setek
Setek yang tumbuh memiliki ciri-ciri tanaman masih segar atau tidak layu, batang
tanaman berwarna hijau, apabila memiliki daun maka daun berwarna hijau.
Persentase tanaman yang tumbuh dihitung dengan cara sebagai berikut :
jumlah setek yang hidup
Persentase tanaman yang tumbuh = x 100% Jumlah seluruh setek
18
(2) Perasentase setek berakar
Persentase setek yang berakar pada setiap ulangan dihitung dengan cara sebagai
berikut:
Jumlah setek yang berakar pada setiap ulangan
Persentase setek berakar = x100% Jumlah setek yang ditanam pada setiap ulangan
Lalu dihitung rata-ratanya dari tiga ulangan.
(3) Jumlah akar primer
Akar primer yaitu akar yang keluar secara langsung dari batang tanaman yang di
stek. Akar primer dihitung secara manual pada setiap stek dalam setiap ulangan
lalu dihitung rata-ratanya dari tiga ulangan.
(4) Panjang akar primer
Panjang akar primer dihitung dengan cara mengukur secara manual dengan
menggunakan penggaris panjang lima akar terpanjang pada setiap stek dari setiap
ulangan pada delapan minggu setelah tanam (MST), kemudian dihitung
rata-ratanya dari tiga ulangan.
(6)Persentase setek bertunas
Persentase setek yang bertunas pada setiap ulangan dihitung dengan cara sebagai
berikut:
Jumlah setek yang bertunas pada setiap ulangan
Persentase setek berakar = x100% Jumlah setek yang ditanam pada setiap ulangan
19
(7)Bobot segar akar
Bobot akar dihitung dengan cara mengambil sampel dari setiap ulangan kemudian
ditimbang bobotnya lalu dihitung rata-rata nya dari tiga ulangan.
(8)Penampilan visual akar
Pengamatan tampilan visual akar dilakukan dengan cara mengamati morfologi
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian campuran NAA dan IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm
secara signifikan meningkatkan jumlah akar, dengan jumlah akar terbanyak
terdapat pada perlakuan 1000 ppm.
2. Pemberian campuran NAA dan IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm
secara signifikan meningkatkan panjang akar primer dan bobot segar akar,
dengan akar terpanjang dan bobot akar tertinggi terdapat pada perlakuan 6000
ppm.
3. Berdasarkan morfologi akar, panjang akar, dan bobot akar, pemberian
campuran NAA dan IBA 6000 ppm merupakan perlakuan terbaik untuk
merangsang pembentukan akar pada setek lada varietas Natar 1.
4. Tanpa auksin setek lada tidak dapat membentuk akar di dasar setek. Aplikasi
campuran auksin NAA dan IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm
merangsang pembentukan akar pada dasar setek dengan persentase tertinggi
33
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar pada
penelitian selanjutnya menggunakan bahan tanaman yang sesuai untuk setek yaitu
tunas orthothrop berumur 6-9 bulan, bahan tanaman masih dalam masa
pertumbuhan aktif dan belum berproduksi, tidak terserang hama dan penyakit.
Media tanam juga merupakan salah satu faktor yang menuntukan keberhasilan.
Penulis menyarankan agar untuk penelitian yang selanjutnya dapat menggunakan
media tanaman yang mengandung bahan organic misalnya campuran kompos,
4.1 Hasil Penelitian ... 20
4.1.1 Persentase setek hidup ... 20
4.1.2 Persentase setek berakar ... 21
4.1.3 Persentase setek bertunas ... 24
4.1.4 Jumlah akar primer ... 25
4.1.5 Panjang akar primer ... 25
4.1.6 Bobot segar akar ... 27
4.1.7 Penampilan visual akar ... 27
4.2 Pembahasan ... 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
5.1 Kesimpulan ... 32
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
3. Rekapitulasi Hasil analisi ragam pengaruh pemberian campuran NAA dan IBA terhadap setek lada dua bulan setelah penyetekan. … 20
13. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap jumlah akar primer setek lada dua bulan setelah penyetekan. ……… 39
15 Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap panjang akar setek lada dua bulan setelah
penyetekan. ……….. 39
16 Homogenitas panjang akar setek lada dua bulan setelah
penyetekan. ……….. 40
17 Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap bobot segar akar setek lada dua bulan setelah
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Rumus bangun NAA ... 12
2. Rumus bangun IBA ... 13
3. Hubungan beberapa konsentrasi campuran NAA dan IBA dengan
persentase tumbuh setek lada 2 bulan setelah penyetekan ……… 21
4. Hubungan berbagai konsentrasi campuran NAA dan IBA dengan
persentase setek berakar lada 2 bulan setelah penyetekan ………. 22
5 Hubungan berbagai konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA dengan persentase setek berakar yang terbentuk dari buku
dan dasar setek 2 bulan setelah penyetekan ……….. 23 6. Hubungan berbagai konsentrasi campuran NAA dan IBA dengan
persentase setek tunas lada 2 bulan setelah penyetekan ………… 24
35
PUSTAKA ACUAN
Akakpo, B. Daniel, Amissah Naalamle, Yeboah Julius, dan Essie Blay. 2014. Effect of Indole 3-Butyric Acid and Media Type on Adventitious Root Formation in Shea nut Tree (Vittellaria paradoxa) Stem Cuttings. American Journal of Plant Science. 5:313-318.
Badan Litbang Pertanian. 2013. Lada Butiran Kecil Bernilai Besar.
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/1292/. Diakses tanggal 14 Juli 2013.
Badan Litbang Pertanian. 2013. Natar 1 Lada Spesifik Lokasi Lampung. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 14 Juli 2013.
Badan Litbang Pertanian. 2013. Memilih Bibit Lada yang Baik dan Setek Satu Buku. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 21 April 2013.
Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1994. Perbanyakan Tanaman Lada.
http://ebookily.org/pdf/perbanyakan-tanaman-lada-pusat-perpustakaan-dan-91001233.html. Diakses 28 Desember 2013.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1996. Monograf Tanaman Lada. Balitro. Bogor.
Gaspar, T dan M. Hofinger. 1989. Auxin Metabolism During Rooting. In. T.D Davis, B.E. Haissig and N Sankhala. Adventitious Root Formation in Cutting. Portland,Oregon. Dioscorides Press.
Hartmann, H. T., D. E. Kester., F. T. Davies, dan R. L. Geneve. 2011. Plant Propagation Principle and Practices. 8th Edition. Upper Saddle River. New Jersey.
Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA Terhadap Persen Jadi Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). (Skripsi). Universitas Pattimura. 27 hal
Lakitan Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta
35
Rooting Potential Of Stem Cuttings Of Bougainvillea. Sci. Int. 25(2) : 299-304.
Pandey A., S. Tamta, dan D. Giri. 2011. Role of auxin on adventitious root formation and subsequent growth of cutting raised plantlets of Ginkgo biloba. International Journal of Biodiversity and Conservation 3(4): 142-146
Paul, R., dan C. Aditi. 2009. IBA and NAA of 1000 ppm Induced more improved rooting characters in Air Layers of Waterapple (Syzygium Javanica L.). Bulgarian Journal of Agricultural Science. 15 (2):123-128.
Pop I.T., P. Doru, dan C. Bellini. 2011. Auxin control in the formation of adventitious root. Not Bot Hort Agrobot Cluj, 2011, 39(1):307-316.
Salisbury, F.B dan C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung.
Sun, W.Q., and N.L. Bassuk. 1993. Auxin induced ethylene synthesis during rooting and inhabitation of bud-break of ‘Royalty’ rose cutting. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 118(5):638-643.
38
Tabel 7. Rata-rata persentase setek hidup setek lada setelah dua bulan (%).
Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
1 2 3
Tabel 8. Rata-rata persentase setek berakar setelah dua bulan (%).
Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
1 2 3
Tabel 9. Rata-rata jumlah akar primer (helai).
Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
39
Tabel 10. Rata-rata panjang akar (cm).
Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
1 2 3
Table 11. Persentase jumlah tunas (%).
Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
1 2 3
Table 12. Rata-rata bobot segar akar (g)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
40
Tabel 13. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap jumlah akar primer setek lada dua bulan setelah
Tabel 14. Homogenitas jumlah akar primer setek lada dua bulan setelah penyetekan.
Perlakuan Nilai tengah Homogenitas
Control 5.0 d
Tabel 15. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap panjang akar setek lada dua bulan setelah penyetekan.
SK DB JK KT F-hit F 0.05 Keterangan
Perlakuan 6 46,27 7,71 8,13 2,85 *
Galat 14 13,28 0,94
Total 20 59,55
41
Tabel 16. Homogenitas panjang akar setek lada dua bulan setelah penyetekan.
Tabel 17. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan
IBA terhadap bobot segar akar setek lada dua bulan setelah penyetekan.
SK DB JK KNT F-hit F 0.05 Ket.
Perlakuan 6 4,14 0,69 5,94 2,85 *
Galat 14 1,62 0,11
Total 20 5,77
Keterangan tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% * = berbeda nyata pada taraf 5%
Perlakuan Nilai tengah Homogenitas
Control 0.63 c
500 ppm 3.07 b
1000 ppm 3.63 b
2000 ppm 3.18 b
4000 ppm 4.26 b
6000 ppm 6.00 a