• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH APLIKASI CAMPURAN NAA (Naphthaleneacetic Acid) DAN IBA (Indolebutyric Acid) TERHADAP PENGAKARAN SETEK LADA (Piper nigrum Linn.) VARIETAS NATAR 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH APLIKASI CAMPURAN NAA (Naphthaleneacetic Acid) DAN IBA (Indolebutyric Acid) TERHADAP PENGAKARAN SETEK LADA (Piper nigrum Linn.) VARIETAS NATAR 1"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH APLIKASI CAMPURAN NAA (Naphthaleneacetic Acid) DAN IBA (Indolebutyric Acid) TERHADAP PENGAKARAN SETEK LADA

(Piper nigrum Linn.) VARIETAS NATAR 1

OLEH

DITA DANI ARTHA

Lada merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Setek merupakan

perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien. Salah satu kendala dalam

perbanyakan tanaman dengan setek yaitu sulitnya mendapatkan bahan tanaman dalam

jumlah banyak dan berkualitas. Salah satu cara untuk mendapatkan bahan tanaman

dalam jumlah banyak yaitu dengan menggunakan setek lada 6-8 buku. Pemberian

setek lada dapat meningkatkan pembentukan akar. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui pengaruh aplikasi campuran auksin NAA dan IBA pada konsentrasi

berbeda terhadap pengakaran setek lada, mengetahui pengaruh peningkatan

konsentrasi campuran NAA dan IBA terhadap pengakaran setek lada, dan

menentukan konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA yang optimum untuk

pembentukan akar setek lada. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan tujuh perlakuan. perlakuan yang dicobakan adalah kontrol (tanpa

(2)

ppm (1000 NAA + 1000 IBA), 4000 ppm (2000 NAA + 2000 IBA), 6000 ppm (3000

NAA + 3000 IBA), 8000 ppm (4000 NAA + 4000 IBA), masing-masing perlakuan

diulang tiga kali. Auksin yang digunakan dalam bentuk powder mixture. Setiap

satuan percobaan terdiri atas sepuluh setek batang. Data yang diperoleh dianalisis

dengan sidik ragam (ANOVA). Perbedaan nilai tengah masing-masing perlakuan

diuji dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Hasil percobaan

menunjukkan bahwa (1) Pemberian campuran NAA dan IBA mulai 500 ppm hingga

8000 ppm secara signifikan meningkatkan jumlah akar, dengan jumlah akar

terbanyak terdapat pada perlakuan 1000 ppm; (2) Pemberian campuran NAA dan

IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm secara signifikan meningkatkan panjang

akar primer dan bobot segar akar dengan akar terpanjang dan bobot akar tertinggi

terdapat pada perlakuan 6000 ppm; (3) Berdasarkan morfologi akar, panjang akar,

dan bobot akar, pemberian campuran NAA dan IBA 6000 ppm merupakan perlakuan

terbaik untuk merangsang pembentukan akar pada setek lada varietas Natar 1; (4)

Setek tanpa perlakuan auksin belum menunjukkan terbentuknya akar pada dasar

auksin setelah 2 bulan penyetekan. Aplikasi campuran auksin NAA dan IBA mulai

dari 500 ppm hingga 8000 ppm merangsang pembentukan akar pada dasar setek

dengan persentase tertinggi didapat pada perlakuan campuran NAA dan IBA 8000

ppm.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Metro, pada 2 Januari 1991, sebagai puteri sulung dari tiga

bersaudara dari pasangan Arman dan Herlina Wati.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sriwijaya Punggur

pada 1996, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Metro Utara 2002, Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Negeri 6 Metro pada 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

Negeri 3 Metro pada 2008.

Pada Agustus 2009, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi

Masuk Perguruan Tinggi Negri. Selama menempuh pendidikan tinggi, penulis

berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Umum (PU) di PT. Great Giant Pineapple

pada 2012 dan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) di desa Purawiwitan ,

(8)
(9)

Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Baqoroh

2:20)

Meskipun kemungkinan berhasilnya hanya 1%, apapun bisa terjadi

selagi tidak pernah ada kata menyerah (Dita).

意志あるところに道はある。

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah banyak

membantu penulis baik kritik, saran maupun motivasi. Rasa terimakasih penulis

sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku dosen Pembimbing Utama penelitian.

Terimakasih atas waktu, bimbingan, dan nasihat bijak yang telah diberikan

kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi, sehingga skripsi ini

dapat penulis selesaikan.

2. Ir. Sugiatno, M.S., selaku dosen Pembimbing Kedua penelitian.

Terimakasih atas waktu, bimbingan, dan saran yang diberikan kepada

penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku dosen Penguji bukan

Pembimbing atas kritik dan saran-saran yang bermanfaat dalam penulisan

skripsi ini.

4. Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S., selaku Pembimbing Akademik.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan

(11)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung

7. Bapak Arman dan Ibu Herlina Wati selaku orang tua penulis atas limpahan

kasih sayang dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

8. Angelinar Siringoringo dan Dian Mahdarrini selaku rekan penelitian.

Terima kasih atas kerja sama yang baik dan semangat selama penelitian dan

penulisan skripsi berlangsung.

9. Sahabat-sahabat tersayang Emma Halimatuhrosidah, Ezed Qyoko W.P.,

Herlin Yustina, dan Vina Januanita atas bantuan, do’a dan motivasi yang

diberikan kepada penulis.

10. Hayane Adeline Warganegara, Husna Fii Karisma Jannah, Septiana Triyani,

Agung Ari Brata dan kru Laboraorium Ilmu Tanaman Lainnya atas bantuan

dan motivasi yang diberikan kepada penulis

11. Teman-teman Agroteknologi 2009 (Eka Rohmawati, Ambar Indriastri

Destama, Fernando Iskandar Damanik dan teman-teman yang tidak dapat

disebut satu per satu), trimakasih atas bantuan dan motivasi selama proses

penelitian dan penulisan skripsi.

Penulis berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis,

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya lada di Indonesia

dilakukan dalam skala kecil hingga besar. Beberapa sentra produksi lada adalah

Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi

Selatan (Badan Litbang Pertanian, 2013). Keragaan produksi lada dari tahun 2008

sampai dengan 2011 pada lima provinsi penghasil lada dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi lada dari tahun 2008 sampai dengan 2011 pada lima provinsi penghasil lada.

Provinsi Penghasil Lada Jumlah produksi lada (ton)

Tahun

Bangka Belitung 15.671 15.601 18.383 28.242

Lampung 22.164 22.311 22.236 22.121

Kalimantan Timur 11.080 8 .980 8.994 7.850

Sumatera Selatan 6.868 10.568 11.377 9 .198

Sulawesi Selatan 6.667 6.365 5.783 4.647

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan dalam Badan Litbang Pertanian (2013).

Lada memiliki banyak manfaat sebagai bahan baku dalam sektor industri

(13)

2

pembuatan sosis, asinan kol, dan lain-lain. Minyak lada digunakan dalam industri

wangi-wangian, industri parfum, dan kosmetik serta industri flavor (Balai

Penelitian Rempah dan Obat, 1996).

Setek merupakan perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien dalam budidaya

tanaman lada. Perbanyakan lada dengan setek lebih menguntungkan karena

menghasilkan populasi tanaman yang homogen dan memiliki sifat yang sama

dengan induknya (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 1994).

Salah satu kendala dalam perbanyakan tanaman dengan setek yaitu sulitnya

mendapatkan bahan tanaman dalam jumlah yang banyak dan berkualitas.

Menurut Badan Litbang Pertanian (2013), harga bibit lada yang mahal merupakan

salah satu faktor sulitnya mendapatkan bahan tanaman dalam jumlah banyak dan

berkualitas. Faktor – faktor yang menyebabkan harga bibit lada mahal yaitu luas

kebun penghasil bibit lada kecil, petani tidak melakukan pemangkasan karena

lebih mengutamakan untuk memproduksi buah dan umur bahan tanaman yang

tidak sesuai.

Setek lada digolongkan menjadi 2 jenis yaitu setek panjang dan setek pendek.

Setek panjang menggunakan bahan setek 6—8 buku sedangkan setek pendek

menggunakan dua buku. Setek pendek lebih efektif dan efisien bila dibandingkan

dengan setek panjang. Penggunaan setek panjang memiliki tingkat risiko

kegagalan lebih besar. Setek panjang memerlukan penyulaman sebesar 73,8%

(Balai Penelitian Rempah dan Obat, 1996). Hal ini karena jumlah akar yang

(14)

3

Keuntungan perbanyakan setek lada dua buku antara lain dapat menyediakan bibit

dalam jumlah yang banyak dalam jangka waktu yang relatif cepat sehingga

menghemat penggunaan bahan tanaman. Penggunaan setek dua buku hanya

memerlukan sedikit penyulaman, memiliki rata-rata cabang generatif lebih banyak

sehingga dapat berbunga lebih cepat (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat, 1996).

Salah satu faktor kunci yang berpengaruh pada keberhasilan setek adalah

terbentuknya akar adventif pada setek. Proses pembentukan akar dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor luar meliputi

suhu, media pengakaran, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Faktor dari

dalam yang berperan dalam pembentukan akar yaitu faktor genetik dan hormonal.

Faktor hormonal di antaranya adalah tersedianya auksin endogen dalam jaringan

tanaman (Hartmann et al., 2011 ). Pop et al. (2011) menjelaskan bahwa proses

pembentukan akar adventif dipengaruhi oleh dua faktor yaitu lingkungan seperti

suhu dan cahaya dan faktor dalam seperti hormon.

Menurut Hartmann et al. (2011), auksin merupakan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)

yang pengaruhnya paling besar dibandingkan ZPT lain untuk pembentukan akar

pada setek batang.

Auksin telah terdokumentasi sebagai ZPT yang diperlukan untuk insiasi atau

pembentukan akar adventif pada setek batang. Beberapa peneliti telah

membuktikan bahwa pembentukan sel-sel bakal akar tergantung pada

ketersediaan auksin, baik yang berada dalam bahan setek maupun yang

(15)

4

Menurut Hartmann et al. (2011), peran auksin dalam proses pengakaran dibagi

menjadi dua tahap yaitu:

(1) Tahap insiasi akar

Pada tahap insiasi akar dibagi menjadi dua yaitu tahap auksin aktif dan tahap

auksin inaktif. Tahap auksin aktif adalah tahap dimana auksin harus tersedia

bagi sel-sel batang agar bakal akar bisa terbentuk. Auksin dapat disuplai dari

mata tunas apikal/ tunas lateral atau jika tidak mencukupi harus disuplai

secara exogenus dari luar. Tahap auksin inaktif adalah tahap dimana

ketidakhadiran auksin tidak berpengaruh terhadap pembentukan akar.

(2) Tahap perpanjangan primordia akar.

Tahap ini terjadi pada saat ujung bakal akar tumbuh menembus korteks yang

kemudian muncul dari epidermis.

Auksin memiliki berbagai jenis baik alami maupun sintetik. Auksin yang

termasuk alami adalah IAA (Indoleacetic acid), PAA (Phenylacetil acid), IBA

(Indolebutyric acid). Beberapa auksin sintetik yang dikenal adalah NAA

(Naphthaleneacetic acid) dan 2,4-D (Salisbury dan Ross, 1995).

IAA adalah auksin alami yang telah didemonstrasikan dapat merangsang

pembentukan akar pada setek. Di samping itu, dua auksin sintetik yaitu IBA dan

NAA dilaporkan lebih efektif merangsang pembentukan akar bila dibandingkan

auksin alami. IBA dan NAA merupakan auksin sintetik yang banyak digunakan

untuk pengakaran setek batang dan kultur jaringan (Hartmann et al., 2011).

(16)

5

Jika ketersediaan auksin endogen dalam bahan setek terbatas, maka pemberian

auksin dari luar diperlukan untuk merangsang terbentuknya akar. Pemberian IBA

3000 ppm pada setek Vittelaria paradoxa dapat meningkatkan jumlah akar

(Akakpo et al., 2014). Menurut Memon et al. (2013), pemberian NAA pada setek

bougenvil terbukti dapat merangsang terbentuknya akar. Paul dan Auditi (2009),

juga menjelaskan bahwa pemberian baik NAA maupun IBA dapat merangsang

pembentukan akar.

Menurut Hartmann et al. (2011), penggunaan kombinasi auksin dengan

konsentrasi yang sama beberapa zat pengatur tumbuh mungkin lebih efektif bila

dibandingkan dengan pengaturan zat pengatur tumbuh secara tunggal. Kombinasi

NAA dan IBA dengan konsentrasi yang sama bila diaplikasikan pada beberapa

spesies tanaman dilaporkan lebih efektif meningkatkan jumlah akar bila

dibandingkan penggunaan auksin secara tunggal (Hartmann et al., 2011).

Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dilakukan penelitian pengaruh

kombinasi NAA dan IBA terhadap pengakaran setek lada. Penelitian ini

dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah aplikasi campuran auksin NAA dan IBA dapat mempengaruhi

pengakaran pada setek lada?

2. Apakah peningkatan konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA dapat

mempengaruhi pengakaran setek lada?

3. Berapa konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA yang diperlukan untuk

(17)

6

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut

(1) Untuk mengetahui pengaruh aplikasi campuran auksin NAA dan IBA pada

konsentrasi berbeda terhadap pengakaran pada setek lada.

(2) Untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi campuran NAA dan

IBA terhadap pengakaran setek lada

(3) Untuk mengetahui konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA yang

optimum untuk pembentukan akar pada setek lada.

1.3 Kerangka Pemikiran

Aplikasi auksin dilaporkan dapat meningkatkan pengakaran pada setek beberapa

jenis tanaman. Pembentukan bakal akar pada setek memerlukan ketersediaan

auksin. Jika auksin endogen yang terdapat dalam bahan setek tidak mencukupi

maka diperlukan suplai auksin dari luar. Aplikasi auksin dari dasar setek yang

dalam penelitian ini adalah campuran NAA dan IBA diberikan untuk mempelajari

kebutuhan setek lada akan auksin untuk membentuk akar. Campuran auksin

sintetik NAA dan IBA diberikan dalam bentuk pasta ke pangkal setek lada agar

auksin dapat diserap dan masuk ke dalam jaringan lada. Auksin menyebabkan

sel penerima mengeluarkan ion H+ keluar dinding sel dan menurunkan pH

sehingga mengaktifkan enzim tertentu yang melonggarkan dinding sel dengan

(18)

7

merenggang. Dinding sel yang merenggang menyebabkan air dapat masuk ke

dalam karena peristiwa osmosis sehingga sel dapat berkembang dan memanjang.

Karbohidrat dan nitogen merupakan faktor yang berpengaruh dalam pembentukan

akar setek. Kandungan C/N yang tinggi sampai pada taraf tertentu dapat

mempercepat pembentukan akar sedangkan kandungan C/N yang rendah dapat

mempercepat pertumbuhan tunas. Karbohidrat dihasilkan melalui fotosintesis

yang terjadi kemudian disebar ke seluruh bagian tanaman oleh floem sebagai

sumber energi yang akan digunakan untuk pembentukan organ baru seperti akar

dan tunas.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang disampaikan dapat disusun hipotesis sebagai

berikut:

(1) Pemberian campuran NAA dan IBA mempengaruhi pembentukan akar setek

lada.

(2) Peningkatan konsentrasi campuran NAA dan IBA sampai pada taraf tertentu

meningkatkan pengakaran setek lada

(3) Terdapat campuran NAA dan IBA pada konsentrasi tertentu yang

(19)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Lada

Lada merupakan tanaman rempah penting bagi Indonesia. Lampung merupakan

provinsi penghasil lada terbesar di Indonesia pada tahun 2008-2010, namun pada

tahun 2011 tergeser oleh provinsi Bangka Belitung. Klasifikasi tanaman lada

menurut Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (1996):

1. Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)

2. Sub divisi : Angiospermae (biji berada di dalam buah)

3. Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

4. Ordo : Piperales

5. Famili : Piperaceae

6. Genus : Piper

7. Spesies : Piper nigrum Linn.

Lada memiliki akar tunggang yang terdiri dari akar utama dan akar lekat. Akar

utama terletak pada dasar batang berfungsi untuk menyerap unsur hara dari dalam

tanah sedangkan akar yang terdapat di buku berfungsi untuk menempel pada tiang

pemanjat, namun akar ini dapat berkembang menjadi akar adventif apabila

(20)

9

10—2 0, panjang 3—4 m dan kedalaman 1—2 m sedangkan akar dari buku

memiliki panjang 3—5 cm.

Lada memiliki batang berupa sulur yang berbentuk silindris dan berbuku-buku

yang panjangnya mencapai 5—12 cm. Secara anatomi batang lada merupakan

bentuk dari monocotyl dan dicotyl dengan jaringan pembuluh tidak tersusun dalam

bentuk xylem dan phloem sehingga perbanyakan lada secara grafting kurang

berhasil. Pada tanaman lada terdapat sulur panjat, sulur gantung, sulur buah, dan

sulur tanah. Sulur panjat tumbuh mrambat menjadi tanaman penegak, pada setiap

buku terdapat akar lekat yang apabila ditanam dapat menghasilkan individu baru.

Sulur gantung merupakan sulur panjat yang tumbuhnya menggantung dan tidak

memiliki akar lekat. Sulur tanah adalah sulur panjat yang tidak menemukan

panjatan dan tumbuh menjalar di tanah, pada setiap akar lekat sulur tanah dapat

membentuk akar adventif. Sulur buah merupakan cabang buah yang tumbuh dari

batang penegak. Sulur tidak memiliki akar pelekat dan apabila ditanam akan

menghasilkan buah lebih cepat. Sulur buah tidak dapat tumbuh tinggi dan tidak

melekat pada batang penegak. Sulur buah digunakan untuk bahan setek lada

perdu (Balai Penelitian Obat dan Rempah, 1996).

Lada memiliki tangkai daun dengan panjang 1,8—2,6 cm. Bentuk daun lada ada

yang bulat telur dan ada yang berbentuk jantung dengan lebar 5,0—10,0 cm dan

panjang 14—19 cm. Tulang daun lada terdiri ibu tulang (costa) dan tulang-tulang

cabang (nervus lateral) yang melengkung terdiri dari 3—4 pasang.

Buah lada memiliki dinding buah yang tersusun dari tiga lapisan yaitu lapisan luar

(21)

10

masak berwarna merah dengan diameter ±4—6 mm. Buah lada terletak pada

malai dengan panjang 8—25 cm. Biji lada berwarna putih dan ada yang berwarna

coklat.

2.2 Setek Lada

Menurut Hartmann et al. (2011) setek merupakan potongan batang, akar, dan

daun dari induk tanaman untuk diinduksikan menjadi individu baru. Setek dapat

diklasifikasikan menjadi 4 berdasarkan bagian tanaman yang digunakan yaitu

setek batang, setek daun, setek akar, dan setek tunas daun.

Faktor keberhasilan setek dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan

faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi keberhasilan setek yaitu jenis

tanaman dan bahan setek. Faktor luar meliputi suhu, media pengakaran,

kelembaban udara, intensitas cahaya, pemberian ZPT (Badan Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat, 1996)

Bahan tanaman yang digunakan untuk setek lada sebaiknya berasal dari tanaman

yang tidak terserang hama dan penyakit, daunnya berwarna hijau tua, tidak

kekurangan unsur hara, bahan tanaman tidak terlalu tua dan terlalu muda.

Berdasarkan panjangnya setek lada digolongkan menjadi 2 jenis yaitu setek

panjang dan setek pendek.

Bahan tanaman untuk setek lada dapat diambil dari sulur panjat,sulur gantung,

sulur tanah, dan sulur buah. Sulur yang terbaik untuk menghasilkan tanaman lada

(22)

11

Bahan yang digunakan dalam setek adalah tunas orthotrop. Hal ini karena tunas

orthotrop akan menghasilkan setek yang tunasnya tumbuh orthotrop sedangkan

penggunaan tunas plagiotrop akan menghasilkan setek yang pertumbuhannya

plagiotrop yaitu menyamping (Yasman dan Smith, 1988 dalam Irwanto, 2001).

Setek yang berasal dari tanaman induk yang tua akan sulit berakar bila

dibandingkan dengan bahan tanaman yang masih muda. Hal ini karena tanaman

yang masih muda memiliki kandungan auksin lebih tinggi bila dibandingkan

bahan tanaman yang lain (Salisbury dan Ross, 1995).

Media tanaman juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

keberhasilan setek. Media pengakaran setek berfungsi sebagai penegak batang

setek, menjaga kelembaban setek, tempat sirkulasi udara dari dasar setek dan

untuk menciptakan ruang yang gelap bagi dasar setek (Hartmann et al., 2011).

Lada memiliki berbagai jenis varietas salah satunya yaitu Natar-1 yang

merupakan hasil seleksi varietas Belantung 10 dari Lampung. Lada Natar-1

memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan varietas lain yaitu toleran

terhadap hama penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang, dan

mempunyai potensi produksi lada hitam sampai empat ton per hektar (Badan

Litbang Pertanian, 2013).

2.3 Penggunaan auksin dalam setek

Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh auksin, tanaman dibagi menjadi

(23)

12

(1) Tanaman mudah berakar. Pada tanaman jenis ini tidak membutuhkan auksin

tambahan untuk merangsang pengakaran karena tanaman sudah memiliki

senyawa esential untuk berakar.

(2) Tanaman agak sulit berakar. Tanaman jenis ini membutuhkan auksin untuk

proses pengakaran.

(3) Tanaman sulit berakar. Pada tanaman jenis ini pemberian auksin tidak

berpengaruh terhadap pengakaran. Tanaman jenis ini tidak memiliki senyawa

yang dibutuhkan dalam mempengaruhi pengakaran sehingga pemberian

auksin dalam jumlah banyak tidak akan merangsang pengakaran (Hartmann

et al.,2011)

Naphtaleneacetic Acid (NAA) merupakan senyawa organik yang memiliki rumus

molekul C12H10O2. NAA merupakan senyawa sintetik auksin dan merupakan

salah satu bahan yang digunakan dalam perbanyakan tanaman vegatatif untuk

merangsang pengakaran (Salisbury dan Ross, 1995). Rumus bangun NAA dapat

dilihat pada Gambar 1.

(24)

13

Indolebutyric Acid (IBA) memiliki fungsi yang sama dengan IAA dan banyak

digunakan sebagai perangsang akar. IBA digunakan sebagai bahan komersial

dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif karena dapat merangsang

pengakaran. IBA tidak dapat larut dalam air, untuk itu digunakan alkohol 75%

sampai alkohol murni untuk melarutkan IBA (Gaspar, 1989).

Menurut Zolman et al. (2000) pemberian IBA pada arabidopsis terbukti

merangsang pengakaran bila dibandingkan dengan IAA. Menurut Stefancic et al.

(2005) pemberian IBA dapat merangsang pembentukan akar bila dibandingkan

dengan aplikasi IAA. Pemberian IBA 10 πM pada setek batang ginkgo biloba

dapat meningatkan persentase setek berakar, jumlah akar dan panjang akar

(Pandey, 2011). Rumus bangun IBA dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rumus Bangun IBA

Semua zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat,

etilen memiliki peranan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap

proses pengakaran (Hatmann et al., 2011), namun auksin memiliki peran paling

besar dalam pembentukan akar. Pengaruh lima zat pengatur tumbuh terhadap

pembentukan akar adventif dan pembentukan tunas menurut Hartmann et al.

(25)

14

Tabel 2. Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pembentukan akar adventif dan pembentukan tunas.

Zat Pengatur Tumbuh Pembentukan akar adventif

Asam absisat Menghambat, namun dapat dicampur dengan

(26)
(27)

15

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman

Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai

November 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah powder mixture kombinasi

auksin NAA dan IBA 500 ppm (250 NAA+250 IBA), 1000 ppm (500 NAA +500

IBA), 2000 ppm (1000 NAA+1000 IBA), 4000 ppm (2000 NAA+2000 IBA),

6000 ppm (3000 NAA+3000 IBA), 8000 ppm (4000 NAA+4000 IBA), setek lada

dan pasir kali. Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, timbangan

analitik, gelas beaker, paranet, dan mangkuk plastik volume 400 ml.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7

perlakuan campuran auksin NAA dan IBA dengan perbandingan yang sama yaitu

kontrol atau 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 6000 ppm, dan

8000 ppm. Setiap perlakuan diulang tiga kali dan setiap unit percobaan terdiri

(28)

16

(Anova). Perbedaan nilai tengah perlakuan ditentukan dengan uji BNT pada taraf

nyata 5 %.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan media tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir kali yang telah

dicuci bersih. Tujuan pasir dibersihkan adalah untuk mengurangi salinitas. Pasir

yang sudah dicuci bersih diletakkan dalam pot plastic berkapasitas 400 ml.

3.4.2 Persiapan bahan setek

Bahan tanaman diambil dari Balai Penelitian Tanaman Perkebunan (BPTP) Natar.

Bagian lada yang dijadikan bahan tanaman setek adalah sulur panjat lada varietas

natar-1 dari pohon induk yang berumur 2-3 tahun. Hal ini dikarenakan apabila

bahan tanam terlalu muda maka tanaman akan mudah layu dan masih sedikit

kandungan karbohidrat sedangkan apabila terlalu tua kurang baik bagi tanaman

untuk di setek. Bahan tanaman yang diambil adalah 7 ruas dari pangkal sulur

panjat. Bahan tanaman yang didapat dipotong menjadi dua buku. Bagian Pangkal

setek dipotong 450 dengan tujuan untuk memperluas pengakaran pada pangkal

setek. Daun bagian bawah dipangkas. Untuk percobaan ini ini dipilih bahan

tanaman yang seragam dan sehat untuk ditanam.

3.4.3 Pembuatan pasta auksin campuran NAA dan IBA

Bubuk campuran auksin yang digunakan dalam percobaan ini adalah kombinsi

(29)

17

IBA), 2000 ppm (1000 NAA +1000 IBA), 4000 ppm (2000 NAA + 2000 IBA),

6000 ppm (3000 NAA +3000 IBA), 8000 ppm (4000 NAA + 4000 IBA). Bubuk

campuran auksin dilarutkan dengan menggunakan air hingga membentuk pasta

sebanyak 3g untuk 30 tanaman.

3.4.4 Pelaksanaan percobaan

Bahan tanaman diolesi dengan bubuk campuran auksin pada pangkal batang,

kemudian ditanam di media pasir yang telah disediakan. Setek diletakkan di

rumah kaca dan disungkup dengan paranet untuk menghindari sinar matahari

secara langsung. Perawatan tanaman dilakukan dengan cara menyiram tanaman

setiap hari pada sore hari.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan setelah setek berumur 2 bulan. Adapun variabel yang

diamati adalah sebagai berikut:

(1) Persentase tumbuh setek

Setek yang tumbuh memiliki ciri-ciri tanaman masih segar atau tidak layu, batang

tanaman berwarna hijau, apabila memiliki daun maka daun berwarna hijau.

Persentase tanaman yang tumbuh dihitung dengan cara sebagai berikut :

jumlah setek yang hidup

Persentase tanaman yang tumbuh = x 100% Jumlah seluruh setek

(30)

18

(2) Perasentase setek berakar

Persentase setek yang berakar pada setiap ulangan dihitung dengan cara sebagai

berikut:

Jumlah setek yang berakar pada setiap ulangan

Persentase setek berakar = x100% Jumlah setek yang ditanam pada setiap ulangan

Lalu dihitung rata-ratanya dari tiga ulangan.

(3) Jumlah akar primer

Akar primer yaitu akar yang keluar secara langsung dari batang tanaman yang di

stek. Akar primer dihitung secara manual pada setiap stek dalam setiap ulangan

lalu dihitung rata-ratanya dari tiga ulangan.

(4) Panjang akar primer

Panjang akar primer dihitung dengan cara mengukur secara manual dengan

menggunakan penggaris panjang lima akar terpanjang pada setiap stek dari setiap

ulangan pada delapan minggu setelah tanam (MST), kemudian dihitung

rata-ratanya dari tiga ulangan.

(6)Persentase setek bertunas

Persentase setek yang bertunas pada setiap ulangan dihitung dengan cara sebagai

berikut:

Jumlah setek yang bertunas pada setiap ulangan

Persentase setek berakar = x100% Jumlah setek yang ditanam pada setiap ulangan

(31)

19

(7)Bobot segar akar

Bobot akar dihitung dengan cara mengambil sampel dari setiap ulangan kemudian

ditimbang bobotnya lalu dihitung rata-rata nya dari tiga ulangan.

(8)Penampilan visual akar

Pengamatan tampilan visual akar dilakukan dengan cara mengamati morfologi

(32)

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian campuran NAA dan IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm

secara signifikan meningkatkan jumlah akar, dengan jumlah akar terbanyak

terdapat pada perlakuan 1000 ppm.

2. Pemberian campuran NAA dan IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm

secara signifikan meningkatkan panjang akar primer dan bobot segar akar,

dengan akar terpanjang dan bobot akar tertinggi terdapat pada perlakuan 6000

ppm.

3. Berdasarkan morfologi akar, panjang akar, dan bobot akar, pemberian

campuran NAA dan IBA 6000 ppm merupakan perlakuan terbaik untuk

merangsang pembentukan akar pada setek lada varietas Natar 1.

4. Tanpa auksin setek lada tidak dapat membentuk akar di dasar setek. Aplikasi

campuran auksin NAA dan IBA mulai dari 500 ppm hingga 8000 ppm

merangsang pembentukan akar pada dasar setek dengan persentase tertinggi

(33)

33

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar pada

penelitian selanjutnya menggunakan bahan tanaman yang sesuai untuk setek yaitu

tunas orthothrop berumur 6-9 bulan, bahan tanaman masih dalam masa

pertumbuhan aktif dan belum berproduksi, tidak terserang hama dan penyakit.

Media tanam juga merupakan salah satu faktor yang menuntukan keberhasilan.

Penulis menyarankan agar untuk penelitian yang selanjutnya dapat menggunakan

media tanaman yang mengandung bahan organic misalnya campuran kompos,

(34)
(35)

4.1 Hasil Penelitian ... 20

4.1.1 Persentase setek hidup ... 20

4.1.2 Persentase setek berakar ... 21

4.1.3 Persentase setek bertunas ... 24

4.1.4 Jumlah akar primer ... 25

4.1.5 Panjang akar primer ... 25

4.1.6 Bobot segar akar ... 27

4.1.7 Penampilan visual akar ... 27

4.2 Pembahasan ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(36)

DAFTAR TABEL

3. Rekapitulasi Hasil analisi ragam pengaruh pemberian campuran NAA dan IBA terhadap setek lada dua bulan setelah penyetekan. … 20

13. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap jumlah akar primer setek lada dua bulan setelah penyetekan. ……… 39

(37)

15 Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap panjang akar setek lada dua bulan setelah

penyetekan. ……….. 39

16 Homogenitas panjang akar setek lada dua bulan setelah

penyetekan. ……….. 40

17 Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap bobot segar akar setek lada dua bulan setelah

(38)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus bangun NAA ... 12

2. Rumus bangun IBA ... 13

3. Hubungan beberapa konsentrasi campuran NAA dan IBA dengan

persentase tumbuh setek lada 2 bulan setelah penyetekan ……… 21

4. Hubungan berbagai konsentrasi campuran NAA dan IBA dengan

persentase setek berakar lada 2 bulan setelah penyetekan ………. 22

5 Hubungan berbagai konsentrasi campuran auksin NAA dan IBA dengan persentase setek berakar yang terbentuk dari buku

dan dasar setek 2 bulan setelah penyetekan ……….. 23 6. Hubungan berbagai konsentrasi campuran NAA dan IBA dengan

persentase setek tunas lada 2 bulan setelah penyetekan ………… 24

(39)

35

PUSTAKA ACUAN

Akakpo, B. Daniel, Amissah Naalamle, Yeboah Julius, dan Essie Blay. 2014. Effect of Indole 3-Butyric Acid and Media Type on Adventitious Root Formation in Shea nut Tree (Vittellaria paradoxa) Stem Cuttings. American Journal of Plant Science. 5:313-318.

Badan Litbang Pertanian. 2013. Lada Butiran Kecil Bernilai Besar.

http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/1292/. Diakses tanggal 14 Juli 2013.

Badan Litbang Pertanian. 2013. Natar 1 Lada Spesifik Lokasi Lampung. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 14 Juli 2013.

Badan Litbang Pertanian. 2013. Memilih Bibit Lada yang Baik dan Setek Satu Buku. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 21 April 2013.

Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1994. Perbanyakan Tanaman Lada.

http://ebookily.org/pdf/perbanyakan-tanaman-lada-pusat-perpustakaan-dan-91001233.html. Diakses 28 Desember 2013.

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1996. Monograf Tanaman Lada. Balitro. Bogor.

Gaspar, T dan M. Hofinger. 1989. Auxin Metabolism During Rooting. In. T.D Davis, B.E. Haissig and N Sankhala. Adventitious Root Formation in Cutting. Portland,Oregon. Dioscorides Press.

Hartmann, H. T., D. E. Kester., F. T. Davies, dan R. L. Geneve. 2011. Plant Propagation Principle and Practices. 8th Edition. Upper Saddle River. New Jersey.

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA Terhadap Persen Jadi Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). (Skripsi). Universitas Pattimura. 27 hal

Lakitan Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta

(40)

35

Rooting Potential Of Stem Cuttings Of Bougainvillea. Sci. Int. 25(2) : 299-304.

Pandey A., S. Tamta, dan D. Giri. 2011. Role of auxin on adventitious root formation and subsequent growth of cutting raised plantlets of Ginkgo biloba. International Journal of Biodiversity and Conservation 3(4): 142-146

Paul, R., dan C. Aditi. 2009. IBA and NAA of 1000 ppm Induced more improved rooting characters in Air Layers of Waterapple (Syzygium Javanica L.). Bulgarian Journal of Agricultural Science. 15 (2):123-128.

Pop I.T., P. Doru, dan C. Bellini. 2011. Auxin control in the formation of adventitious root. Not Bot Hort Agrobot Cluj, 2011, 39(1):307-316.

Salisbury, F.B dan C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung.

Sun, W.Q., and N.L. Bassuk. 1993. Auxin induced ethylene synthesis during rooting and inhabitation of bud-break of ‘Royalty’ rose cutting. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 118(5):638-643.

(41)
(42)

38

Tabel 7. Rata-rata persentase setek hidup setek lada setelah dua bulan (%).

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Tabel 8. Rata-rata persentase setek berakar setelah dua bulan (%).

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Tabel 9. Rata-rata jumlah akar primer (helai).

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata

(43)

39

Tabel 10. Rata-rata panjang akar (cm).

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Table 11. Persentase jumlah tunas (%).

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata

1 2 3

Table 12. Rata-rata bobot segar akar (g)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata

(44)

40

Tabel 13. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap jumlah akar primer setek lada dua bulan setelah

Tabel 14. Homogenitas jumlah akar primer setek lada dua bulan setelah penyetekan.

Perlakuan Nilai tengah Homogenitas

Control 5.0 d

Tabel 15. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan IBA terhadap panjang akar setek lada dua bulan setelah penyetekan.

SK DB JK KT F-hit F 0.05 Keterangan

Perlakuan 6 46,27 7,71 8,13 2,85 *

Galat 14 13,28 0,94

Total 20 59,55

(45)

41

Tabel 16. Homogenitas panjang akar setek lada dua bulan setelah penyetekan.

Tabel 17. Analisis ragam untuk pengaruh aplikasi kombinasi NAA dan

IBA terhadap bobot segar akar setek lada dua bulan setelah penyetekan.

SK DB JK KNT F-hit F 0.05 Ket.

Perlakuan 6 4,14 0,69 5,94 2,85 *

Galat 14 1,62 0,11

Total 20 5,77

Keterangan tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5% * = berbeda nyata pada taraf 5%

Perlakuan Nilai tengah Homogenitas

Control 0.63 c

500 ppm 3.07 b

1000 ppm 3.63 b

2000 ppm 3.18 b

4000 ppm 4.26 b

6000 ppm 6.00 a

Gambar

Tabel 1.  Produksi lada dari tahun 2008 sampai dengan 2011 pada lima provinsi penghasil lada
Gambar 2. Rumus Bangun IBA
Tabel 2.  Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pembentukan akar adventif  dan pembentukan tunas
Tabel 7.  Rata-rata persentase setek hidup setek lada setelah dua bulan (%).
+4

Referensi

Dokumen terkait

Duke mbledhur se sa janë të gatshëm të paguajn individët për të mirat dhe shërbimet, çmimet e tregut pasqyrojnë vlerën e këtyre të mirave, nëse çmimi një molle është

Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara

Penelitian ini berupaya memotret sebuah fenomena peran divisi kepatuhan dalam pembiayaan mudharabah Bank Syariah “X” dan mengungkap adanya sikap-sikap konvensional yang

Pertanian organik tidak hanya sebatas meniadakan penggunaan input sintesis, tetapi juga pemanfaatan sumber-sumber daya alam secara berkelanjutan, produksi

Dalam menyelesaikan masalah tersebut maka penulis mengumpulkan data yang ada pada PT Bahtera Agung Sentosa selanjutnya merancang sebuah sistem informasi pengelolaan

Writing Mocha test specifications 61 Asynchronous behavior in tests 61 Some Backbone.js collection tests 62 Testing and supporting Backbone.js views 65 The Notes application

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-2/W4, 2015 Joint International Geoinformation Conference 2015,

Rencana Strategis (Renstra) Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo Tahun 2013-2018 ini merupakan dokumen perencanaan untuk 5 (lima) tahun ke depan