UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI Diajukan Oleh :
SYAERUDDIN DALIMUNTHE 060501075
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Syaeruddin Dalimuthe
NIM : 060501075
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi
Tanggal : ___________________ Pembimbing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
BERITA ACARA UJIAN
Hari :
Tanggal :
Nama : Syaeruddin Dalimunthe
NIM : 060501075
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi
Ketua Departemen Pembimbing Skripsi
(Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec) (Drs. Rujiman M.A
NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19510421 198203 1 002 )
Penguji I Penguji II
(Drs. H.B. Tarmizi S.U)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama : Syaeruddin Dalimunthe
NIM : 060501075
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi
Tanggal : ___________________ Ketua Departemen
NIP. 19730408 199802 1 001
(Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec)
Tanggal : ___________________ Dekan
The Analysis of Factors That Affect Population Density In Tebing Tinggi
Abstract
The purpose of this research is to analyse the factors that affect population
density in Tebing Tinggi, During 1989-2008. The independent variables in this
research are people’s total income and employment rate.
The method used in the analysis to the factors that affect population density in
Tebing Tinggi is Ordinary Least Squared (OLS) with Eviews 5.1 as the tool in
processing data.
The estimated result shows that both variables of people’s total income and the
employment rate have positive and statistically significant impacts on the population
density in Tebing Tinggi at α = 1% and α = 5%.
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi selama kurun
waktu 1989-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan total
masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.
Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi tersebut adalah
Ordinary Least Squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah
data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.
Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: variabel pendapatan total
masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai
pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi
dan signifikan secara statistik pada α = 1% dan α = 5%.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi” ini ditujukan untuk memenuhi
salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata
I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan
bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Rujiman M.A sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan
selesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi S.U sebagai Dosen Pembanding I.
5. Bapak Kasyful Mahalli M.Si sebagai Dosen Pembanding II.
6. Ayahanda H. Hidir Dalimunthe dan ibunda Hj. Sabiah Hasibuan teristimewa
penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa,
perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, serta juga
7. Khususnya buat seseorang yang penulis sayangi dan cintai, atas dukungannya
selama ini dan bersedia menemani penulis dalam suka dan duka
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman saya Asef Andri Kurniawan Siregar, Abdul Aziz Nasution,
Ardiansyah, Ahmad Thoib Pasaribu, Naskah, Ditya Ismaya, Sherly Cavadia,
Devi Oktavianti, Siti Aisyah dan saudara/i Jurusan Ekonomi Pembangunan
stambuk tahun 2006 lainnya terima kasih juga penulis ucapkan atas dukungan
dan doanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan.
Medan, Juni 2010
Penulis
(Syaeruddin Dalimunthe
NIM. 060501075
DAFTAR ISI
ABASTRACT ...i
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...5
1.3 Hipotesis ...6
1.4 Tujuan Penelitian ...6
1.5 Manfaat Penelitian ...7
BAB II URAIAN TEORITIS ...8
2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk ...8
2.2 Konsep Produk Domestik Bruto ...9
2.2.1 Pendapatan regional ...9
2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku ...9
2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan ...9
2.2.4 Pendapatan perkapita ...10
2.2.5 Metode perhitungan pendapatan regional ...10
2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja ...12
2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980 ...14
2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja ...16
2.4 Teori Penduduk ...20
2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian...20
2.4.2 Aliran Marxist ...24
2.4.3 Beberapa teori kependudukan mutakhir ...25
2.4.4 Penganut kelompok teknologi yang optimistis ...29
2.5 Teori Migrasi ...30
2.5.1 Teori migrasi Todaro ...30
2.5.2 Teori migrasi Everett S. Lee ...32
BAB III METODE PENELITIAN ...35
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...35
3.2 Jenis dan Sumber Data ...35
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...35
3.4 Pengolahan Data ...35
3.5 Model Analisis Data...36
3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...37
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...40
3.8 Definisi Operasional ...43
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...44
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ...44
4.1.1 Sejarah singkat Kota Tebing Tinggi………...44
4.1.2 Kondisi geografis ...45
4.1.4 Sarana dan prasarana………..49
4.1.5 Identifikasi bidang usaha potensial………....51
4.1.6 Kondisi demografis ...52
4.1.7 Perkembangan tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi ...54
4.1.8 Perkembangan pendapatan total masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja di Kota Tebing Tinggi ...55
4.2 Hasil dan Analisa ...59
4.3 Interpretasi Model ...60
4.4 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...61
4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...68
5.1 Kesimpulan ...68
5.2 Saran ...69
DAFTAR TABEL
No. TABEL JUDUL HALAMAN
4.1 Batas-Batas Kota Tebing Tinggi 45
4.2 Luas Wilayah (Km2) Kota Tebing Tinggi 46
4.3 Distribusi Penduduk Kota Tebing Tinggi 52
4.4 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi 54
4.5 Pendapatan Total Masyarakat di Kota Tebing Tinggi 56
4.6 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dari Sektor
Industri Besar dan Sedang di Kota Tebing Tinggi 58
DAFTAR GAMBAR
No. GAMBAR JUDUL HALAMAN
2.1 Penduduk dan Tenaga Kerja 19
2.2 Faktor-Faktor Yang Ada Didaerah Asal dan
Daerah Tujuan serta Rintangan Antara 33
3.1 Kurva Uji t-statistik 39
3.2 Kurva Uji F satistik 40
3.3 Kurva Durbin-Watson 42
4.1 Kurva Uji t-statistik Variabel Pendapatan
Total Masyarakat 63
4.2 Kurva Uji t-statistik Variabel Tingkat
Penyerapan Tenaga Kerja 63
4.3 Uji F statistik 65
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi selama kurun
waktu 1989-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan total
masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.
Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi tersebut adalah
Ordinary Least Squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah
data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.
Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: variabel pendapatan total
masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai
pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi
dan signifikan secara statistik pada α = 1% dan α = 5%.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi” ini ditujukan untuk memenuhi
salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata
I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan
bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Rujiman M.A sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan
selesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi S.U sebagai Dosen Pembanding I.
5. Bapak Kasyful Mahalli M.Si sebagai Dosen Pembanding II.
6. Ayahanda H. Hidir Dalimunthe dan ibunda Hj. Sabiah Hasibuan teristimewa
penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa,
perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, serta juga
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah
penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan ekonomi berupa
tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan.
Akan tetapi kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang
berdampak terhadap pembangunan ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut di
antaranya:
1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan
produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan
penyediaan pangan, sandang, dan papan.
2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya
terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini
menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata, sehingga
menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah yang
jarang penduduknya.
3. Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di
kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya
dan kelompok miskin kota.
Sekitar 200 tahun lalu Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang
dipercaya oleh banyak ahli sampai saat ini. Dalam bukunya yang berjudul Essay on
the principle of population tahun 1789, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep
pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan
suatu kecenderungan bahwasanya jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat
sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang
bersamaan persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Maltus menjelaskan
bahwa tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersedian pangan
dapat menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat
terjadi akibat dari 3 faktor pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertility), kematian
(mortality) dan juga akibat dari migrasi (migration). Dalam teorinya tersebut Malthus
memiliki kelemahan karena dia tidak memperhitungkan begitu besarnya dampak
sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.
Di negara-negara berkembang perkembangan penduduk sangat pesat
khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi.
Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang dilakukan
oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan
mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Todaro (2000) menyatakan bahwa
munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya
pertumbuhan penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta
adanya kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi
ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk
sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk di
perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini disebabkan karena
adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk pedesaan
Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah :
1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya
dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang
bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan
dari pertanian.
2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk
pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga
mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
4. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim
kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah :
1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf
hidup.
2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,
3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim,
perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
4. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat
kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim
di kota besar.
Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah
motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi
ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu
memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari
pada yang diperolehnya di tempat asalnya.
Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pertambahan penduduk di daerah
perkotaan semakin tinggi. Tidak terkecuali di Kota Tebing Tinggi, Sebagai sebuah
kota yang termasuk kategori sedang, dalam dua dasawarsa terakhir perekonomian
Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat seiring dengan perkembangan fasilitas yang ada
baik fasilitas ekonomi seperti sektor industri, serta fasilitas pendukung lainnya. Pada
umumnya sektor industri besar/sedang di Kota Tebing Tinggi berstatus perorangan
(tujuh unit), dan tujuh unit berstatus PT dan satu unit CV. Lokasi usaha paling banyak
di Kecamatan Bajenis (enam unit). Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang
umumnya bekerja pada kelompok industri kimia yakni minyak bumi, batubara, karet
dan plastik. Kelompok industri makanan dan minuman serta tembakau. Kelompok
industri barang logam yakni mesin dan peralatan. Tenaga kerja yang lain tersebar di
kelompok industri tekstil yakni pakaian jadi dan kulit. Kelompok industri kayu yakni
peralatan rumah tangga. Kelompok industri kertas yakni penerbitan dan percetakan.
Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang yang akhirnya juga bekerja pada
kelompok industri pengolahan lainnya. Besarnya nilai out put yang dihasilkan oleh
sektor industri tersebut pada tahun 2008 mencapai 1.167,4 milyar rupiah. Sementara
biaya input yang dikeluarkan pada tahun 2008 mencapai 998,4 milyar rupiah dengan
demikian nilai tambah yang dihasilkan pada tahun 2008 mencapai 169 milyar rupiah.
Perkembangan ekonomi Kota Tebing Tinggi dipacu karena letak strategis Kota
Tebing Tinggi yang menjadi jalur lintas Sumatera. Di samping itu karena Kota Tebing
Tinggi merupakan daerah hynterland yang berkembang menjadi wilayah kota yang
Tebing Tinggi sebagai alternative utama dalam pemenuhan kebutuhan mereka, karena
akses ke Kota Tebing Tinggi relative lebih dekat, terjangkau, efisien dan ekonomis.
Kondisi ini mendorong perkembangan Kota Tebing Tinggi sebagai kota industri, yang
tercermin dari aktivitas yang menonjol di sektor industri. Letak geografis Kota Tebing
Tinggi yang diapit wilayah kaya sumber daya alam seperti Kabupaten Deli Serdang,
dan daerah lain di Sumatera Utara serta Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menjadi
peluang potensial dalam menggerakkan roda perekonomian. Lalu lintas antar kota
menjadikan wilayah ini daerah transit. Kota Tebing Tinggi yang merupakan bahagian
dari pemerintah kota di Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008
mencapai 141.059 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 3.712 jiwa/Km2
(Sumatera Utara Dalam Angka 2009). Banyaknya industri-industri dan tersedianya
sarana dan prasarana yang lebih baik di Kota Tebing Tinggi merupakan daya tarik
bagi penduduk dari daerah lain untuk dapat tinggal di kota tersebut. Banyaknya
industri-industri tersebut memunculkan harapan bagi penduduk daerah lain untuk
mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga banyak penduduk
dari luar Kota Tebing Tinggi yang tertarik untuk melakukan migrasi ke kota tersebut.
Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk meneliti masalah
kepadatan penduduk Kota Tebing Tinggi tersebut dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi”
1.2Perumusan Masalah
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan
yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yang
akan diteliti, yaitu :
1. Apakah Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi berpengaruh terhadap
Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?
2. Apakah Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi berpengaruh
terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?
1.3Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana
keberadaannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul,
berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai
berikut :
1. Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi mempunyai pengaruh
positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi.
2. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi mempunyai pengaruh
positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Pendapatan Total Masyarakat Kota
Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi.
2. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Kota Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing
Tinggi.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam
mengatasi masalah kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi.
2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang
topiknya berhubungan.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis.
4. Menambah, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian
yang sudah ada yang topiknya berhubungan.
URAIAN TEORITIS
2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau
dapat ditulis dengan rumus :
Jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembilang dapat berupa jumlah
seluruh penduduk di wilayah tersebut, atau bagian-bagian penduduk tertentu seperti :
penduduk daerah pedesaan atau penduduk yang bekerja di sektor pertanian,
sedangkan sebagai penyebut dapat berupa luas seluruh wilayah, luas daerah pertanian,
atau luas daerah pedesaan.
Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat bagian :
1. Kepadatan penduduk kasar (crude density of population) atau sering pula
disebut dengan kepadatan penduduk aritmatika yaitu banyaknya penduduk per
satuan luas.
2. Kepadatan penduduk fisiologis (fhysiological density) yaitu jumlah penduduk
tiap kilometer persegi tanah pertanian.
3. Kepadatan penduduk agraris (agricultural density) yaitu jumlah penduduk
petani tiap-tiap km2 tanah pertanian.
4. Kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population), kepadatan
penduduk ekonomi berbeda dengan ketiga macam kepadatan penduduk yang
telah dibicarakan di atas yaitu jumlah penduduk persatuan luas. Pada
kepadatan penduduk ekonomi ialah besarnya jumlah penduduk pada suatu
wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang bersangkutan.
2.2.1 Pendapatan regional
Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar
biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan
jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk
daerah tersebut.
2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku
Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan
PDRB atas dasar harga berlaku.
Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh
nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu
periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang
bersangkutan.
2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan
Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu.
Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga
konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.
Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah
penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama.
2.2.5 Metode penghitungan pendapatan regional
Metode tahap pertama dapat di bagi dalam dua metode yaitu metode langsung
dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penghitungan dengan
menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan di
gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan
dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan
pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung adalah
penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan
regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal,
sebagai alokatornya.
Metode Langsung :
1. Pendekatan produksi
Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.
Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor
produknya berbentuk fisik atau barang seperti:
a. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
b. Pertambangan dan penggalian
c. Industri pengolahan
e. Bengunan
f. Perdagangan, hotel dan restoran
g. Pengangkutan dan komunikasi
h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
i. Jasa-jasa
j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya
antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai
dlam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut
sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.
2. Pendekatan pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi
diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang di terima oleh faktor
produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak
langsung netto.
3. Pendekatan pengeluaran
Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan
akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari
segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan
untuk:
a. Konsumsi rumah tangga
b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
c. Konsumsi pemerintahan
e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan
yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi.
f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan pengeluaran juga
menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi
konsumsi atau pengguna akhir.
Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik
bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan
mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap propinsi dengan menggunakan alokator
tertentu, yaitu:
1. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang
dialokasikan
2. Jumlah produksi fisik
3. Penduduk
4. Tenaga kerja
5. Alokator tidak langsung lainnya
Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat
diperhitungkan persentase masing-masing bagian propinsi terhadap nilai tambah
setiap sektor atau subsektor.
2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja 1. Tenaga kerja (Manpower)
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya
adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang
dan jasa. Jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.
2. Angkatan kerja (Labor force)
Secara demografis besarnya angkatan kerja tergantung dari tingkat partisipasi
angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja
yang menjadi angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.
3. Bukan angkatan kerja (Not in the labor force)
Adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun
mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya tidak terlibat, atau tidak berusaha utuk terlibat, dalam kegiatan
produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa.
2.3.1 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1971
Kelompok angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah :
1) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu
pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
penghasilan atau keuntngan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.
2) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan
pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah :
a) Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintahatau swasta yang sedang tidak
b) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja
karena menunggu panenan atau menuggu hujan untuk menggarap sawah
dan sebagainya.
c) Orang-orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang
cukur dan sebagainya.
Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah :
1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha
mencari/mendapatkan pekerjaan.
2) Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan
berusaha mendapatkan pekerjaan.
3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan.
Kelompok bukan angkatan kerja :
1) Sekolah : untuk mereka yang kegiatannya hanya bersekolah.
2) Mengurus rumah tangga : untuk mereka yang kegiatannya hanya mengurus
rumah tangga tanpa mendapat upah.
3) Penerima pendapatan : untuk mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan
tetapi memperoleh penghasilan, misalnya pensiun, bunga simpanan,hasil
persewaan, dan sebagainya.
4) Lain-lain : untuk mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena
usia lanjut, lumpuh, dungu, dan sebagainya.
2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980
Dibidang ketenagakerjaan, sensus penduduk 1980 bertujuan antara lain untuk
anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun atau lebih. Pada dasarnya kegiatan
penduduk tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk
dalam kelompok angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang
berumur 10 tahun keatas yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah
mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun
yang sementara tidak bekerja karena sesuatu sebab seperti yang sedang menunggu
panenan, pegawai cuti dan sebagainya. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai
pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga
termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini. Penduduk yang termasuk dalam
kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu
hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya dan tidak melakukan
sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak
bekerja atau mencari pekerjaan.
Penduduk (10 tahun keatas) yang dimasukkan dalam kategori bekerja adalah
mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja
paling sedikit satu jam dalam seminggu. Yang termasuk dalam kategori yang
mempunyai pekerjaan, tetapi sementara tidak bekerja adalah penduduk (10 tahun
keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja
karena berbagai sebab, seperti sedang sakit, cuti, menuggu panen, mogok dan
sebagainya atau bekerja selama kurang dari satu jam. Yang dimasukkan kategori
mencari pekerjaan adalah penduduk 10 tahun keatas yang sedang berusaha
mendapatkan pekerjaan. Termasuk didalamnya :
a) Mereka yang belum pernah bekerja.
c) Membalas iklan yang menawarkan pekerjaan
d) Mendatangi langsung kantor/pabrik
e) Pesan lewat saudara/kenalan
f) Lainnya.
2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja.
Dalam ketenagakerjaan, tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan
usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jam kerja.
Berdasarkan lapangan pekerjaan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja yang
bekerja disektor:
a. Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan
b. Pertambangan dan penggalian
c. Industri manufaktur
d. Listrik, gas dan air minum
e. Bangunan
f. Perdagangan besar, eceran dan rumah makan
g. Angkutan, pergudangan dan komunikasi
h. Keuangan, asuransi, usaha persewaan, tanah dan jasa perusahaan
i. Jasa kemasyarakatan dan lainnya.
Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan perkapita
biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam
menyediakan lapangan kerja. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur
permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan perkapita yang beralih
Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja dibagi atas:
a. Tidak atau belum pernah sekolah
b. Tidak atau belum tamat Sekolah Dasar (SD)
c. Sekolah Dasar (SD)
d. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP )
e. Sekolah Menengah Atas (SMA)
f. Diploma I/II
g. Diploma III
h. Diploma IV/Sarjana.
Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding
lurus atau berhubungan positif dengan upah atau gaji. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi upah atau gaji yang diterima. Hubungan ini menjadi
hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan tentang efisiensi alokasi sumber
daya manusia.
Dilihat dari segi jam kerja, dapat dibagi menjadi pemanfaatan jam sedikit atau
sering diistilahkan sebagai “setengah mengangur” (labor utilization) yakni bilamana
seseorang bekerja antara 1-34 jam selama seminggu yang lalu. Dasar 34 jam sebagai
batas adalah berdasarkan arbitrary, yang menyatakan bahwa bilamana seseorang
bekerja antara 35-60 jam selama seminggu yang lalu atau sekitar 6-8 jam perhari,
sedangkan pekerja lebih (over utilization) bilamana melebihi bekerja 60 jam selama
seminggu.
Berdasarkan status pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas:
a. Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain
b. Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap
d. Buruh atau karyawan
e. Pekerja keluarga
Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan
rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat. Sementara itu rasio jumlah
tenaga kerja yang bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan
pekerja keluarga menurun.
Jumlah tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri, bekerja dibantu oleh
karyawan tidak tetap atau oleh keluarga dan pekerja keluarga, sering kali digunakan
sebagai indikator jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.
Jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai karyawan dengan upah atau gaji
serta yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap adalah indikator dari jumlah
tenaga kerja formal. Keberhasilan suatu proses pembangunan seharusnya dapat
tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan
Gambar 2.1
Penduduk dan Tenaga Kerja
Bukan Angkatan kerja (not in the labor force)
Sekolah Ibu rumah tangga Lain-lain
Bekerja
Penduduk dalam usia kerja Tenaga kerja menurut produktivitas
Setengah penganggur menurut pendidikan dan j i k j
2.4 Teori Penduduk
2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian a. Aliran Malthusian
Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris,
hidup pada tahun 1766 hingga 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya
yang berjudul : “ essai on Principle of populations as it affect the future improvement
of society, with remark on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang)
apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi
dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan
penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan
tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk
hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh
lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak
diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk , maka manusia akan
mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan
kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus sebagai berikut :
“Human species would increase as the number 1,2,4,8,16,32,64,128,256, anf substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of substance as 256 to 9 ; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years
the difference would be almost incalculable”
Seperti telah disebutkan di atas, untuk dapat keluar dari permasalahan
kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus
pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks, dan
kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu : moral restraint dan
vice. Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling
penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterimanya. Positive
checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila disuatu
wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat
kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan
lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang
dengan persedian bahan pangan.
Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan
diskusi yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam
abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa
dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu
meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Beberapa kritik terhadap teori
Malthus adalah sebagai berikut :
1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang
menghubungkan daerah satu dengan yang lainnya sehinggan pengiriman
bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah
dilaksanakan.
2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi,
terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula
ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.
3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi
pasangan-pasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah
4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup
penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus.
b. Aliran Neo Malthusian
Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai
diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal
disebut dengan kelompok Neo-Malthusian. Kelompok ini tidak sependapat dengan
Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja.
Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua
cara-cara preventive checks misalnya dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk
mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich :
“the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by force”.
Menurut kelompok inti (yang dipelopori oleh Garnett Hardin dan Paul
Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya
Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah
mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap
minggu lebih dari satu juta bayi lahir didunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang
harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat
mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi
sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi.
Paul Ehrlich dalam bukunya “the population bomb” pada tahun 1971,
menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai
berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan
lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich bersama
isterinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “the population explotion”,
yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968, kini
sewaktu-waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena
sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka.
“.the poor are dying of hunger, while the rich and poor alike are dying from the
by-products of a affluence-population and ecological disaster”.
Pandangan mereka tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun
demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi
penduduk di Negara maju (developed world).
Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “the limit to
growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya terbaik yang pernah
diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi
manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia penuh kesuraman, dan
pesimisme. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel lingkungan yaitu :
penduduk, produksi pertanian, produksi industry, sumber daya alam dan polusi. Pada
waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah, maka bahan makanan per
kapita, hasil industri, dan penduduk bertambah dengan cepat. Pertumbuhan ini
akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya alam (SDA)
yang akhirnya akan habis. Walaupun dibuat asumsi yang bervariasi dari laju
perkembangan kelima variabel di atas, terjadinya malapetaka tidak dapat dihindari,
hanya waktunya dapat tertunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu
membiarkan malapetaka itu terjadi, atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan
2.4.2 Aliran Marxist
Aliran in dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas
Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun.
Kedua-duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada
waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun Jerman. Marx dan
Engels tidak sependapat dengan Malthus yang mengatakan bahwa apabila tidak
diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusiakan kekurangan
bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu Negara
bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk
terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena
pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu
sendiri seperti yang terdapat pada Negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan
mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan
buruh tersebut.
Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk
menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang
melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum
kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels
sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana mereka
menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur
masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis.
Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh,
sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja
mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Selanjutnya
dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan
penduduk : Marx dan Engels menentang usaha-usaha moral restraint yang disarankan
Malthus.
2.4.3 Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir 1. Teori Fisilogi dan Sosial Ekonomi
a. John Stuart Mill
John stuart mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris
dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui
laju pertumbuhan bahan makanan sebagai aksioma. Namun demikian dia berpendapat
bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya.
Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin
mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi
taraf hidup (standart of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa
kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti kata Malthus) atau kemiskinan itu
disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan :
...the niggardlines of nature, not the injusticeof society, is the cause of the pinalty attached to overpopulation.
Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan,
maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua
kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian
penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.
Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh
manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan pendidikan
menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Disamping itu Mill
berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan
apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.
b. Arsene Dumont
Ia adalah seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad
ke-19. Pada tahun 1890 dia menulis sebuah artikel berjudul “Depopulation et
civilization”. Ia melancarkan terori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaris
sosial (theory for social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan
seseorang untuk mencapi kedudukan yang tinggi dimasyarkat, misalnya : seorang
ayah selalu mengharapakan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial
ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat
mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan
beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa
cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.
Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi,
dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang
tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, di mana sistem
demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba-lomba mencapai kedudukan yang
tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara-negara
sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di
c. Emile Durkheim
Ia adalah seorang ahli sosialogis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19.
Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan pehatiannya pada keadaan
akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan, pada suatu
wilayah di mana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju
pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat
mempertahankan hidup. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dan ketrampilan, dan
mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat
perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri,
akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat
dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena ada masyarakat tingkat pertumbuhan dan kepadatan
penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari
Darwin dan juga pemikiran dari Ibnu Khaldun.
d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa
daya reproduksi manusia di batasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara
atau wilayah. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan
menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan
meningkat.
Thomson (1953) meragukan kebenaran dari teori ini setelah melihat keadaan
penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih kongkret argumentasinya
daripada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk di suatu daerah dapat
mempunyai fertilitas tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena
tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak mempunyai fertilitas
yang tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan yang tinggi, tetapi penduduk dengan
tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.
Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya
berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding
terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa
daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia.
Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika
suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan
segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya
reproduksi yang lebih besar.
Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang
bayi daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan factor
pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang
berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar,
sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang baik biasanya jumlah
keluarganya kecil.
Rupa-rupanya teori fisiologi banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam
meninjau perkembangan penduduk suatu Negara atau wilayah. Teori ini dapat pula
2.4.4 Penganut Kelompok Teknologi Yang Optimis
Pandangan yang suram dan pesimis dari Malthus beserta
penganut-penganutnya ditentang keras oleh kelompok tenologi. Mereka beranggapan bahwa
manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian.
Mereka mampu mengubah kembali barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai
akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.
Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa Negara-negara kaya
akan membantu Negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu juga akan jatuh
kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa dekade tidak akan terjadi lagi perbedaan
yang mencolok di antara umat manusia di dunia ini.
Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa
dunia ini dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika
Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh
bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus
terjadi dan era ini disebut Era Substitusi. Mereka mengkritik bahwa the limit to
growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.
Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik kelompok
ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi
sosial di mana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang
kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan Negara-negara tersebut.
2.5 Teori Migrasi
2.5.1 Teori Migrasi Todaro
Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya
merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan
migrasi juga merupakan suatu keputusan yang tela dirumuskan secara rasional; para
migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran
yang ada di daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model todaro mendasarkan diri
pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap
adanya perbedaaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang
dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan yang aktual, melainkan penghasilan yang
diharapakan (expected income). Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahwa
para migran senantiasa mempertimbangkan dan membandingkan-bandingkan
berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan
perkotaan, serta kemudian memilih salah satu di antaranya yang dapat
memaksimumkannya keuntungan yang diharapkan (expected gains) dari migrasi.
Pada dasarnya, model todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan
kerja, baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan
yang diharapkan selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara
penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa
diperoleh di pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika
penghasilan bersih di kota melebihi pengasilan bersih yang tersedia di desa.
Model ekonomi mengenai migrasi yang biasa digunakan, yakni yang lebih
menitikberatkan pengaruh faktor selisih pendapatan sebagai penentu keputusan akhir
untuk bermigrasi, tidak akan mengalami kesulitan dalam menunjukkan pilihan mana
bermigrasi guna mencari mencari upah di kota yang lebih tinggi. Meskipun demikian,
penting untuk dipahami bahwa model migrasi ini dikembangkan dalam konteks
perekonomian industri maju sehingga secara implisit mengasumsikan adanya
kesempatan kerja yang penuh atau hampir penuh. Dalam situasi kesempatan kerja
penuh, kesempatan untuk bermigrasi memang dapat didasarkan semata-mata pada
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang relatif tinggi, di mana pun
pekerjaan itu tersedia. Lebih lanjut, arus migrasi itu akan berhenti dengan sendirinya
jika selisih pendapatan desa dan kota mengecil (upah di kota menurun karena jumlah
pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah
tenaga pekerja menyusut) sampai akhirnya sama. Bertolak dari pemikiran ini, model
atau teori yang sederhana itu menganggap migrasi bukan suatu masalah yang perlu
dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau, sebaliknya,
meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Sayangnya, analisis seperti ini tidaklah realistis, apalagi jika dikaitkan dengan
kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian negara-negara berkembang. Terdapat
sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisis itu tidak realistis. Pertama,
negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran yang
serius dan kronis sehingga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan
pekerjaan dengan gaji tinggi di perkotaan. Pada kenyataannya, ketika masuk ke dalam
pasar kerja di perkotaan, banyak migran yang sebagian besar tidak terdidik dan tidak
mempunyai keahlian, akan betul-betul menjadi pengangguran atau mencoba mencari
pekerjaan lepas sebagai penjual keliling, pedagang asongan, petugas reparasi, atau
pekerja harian yang berpindah-pindah di sektor perkotaan tradisional atau informal,
yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil, dan dengan upah yang
dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal relatif lebih
cepat. Namun pekerja terdidik ini hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran
secara total. Itu berarti sebelum memutuskan untuk bermigrasi, para calon migran
juga harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur (baik terbuka
maupun terselubung) dalam jangka waktu yang cukup lama.
Mayoritas usia migran yang muda membuat keputusan mereka untuk
melakukan migrasi harus dilandaskan pada suatu jangka waktu yang lebih panjang
guna memungkinkan mereka memperhitungkan penghasilan yang lebih permanen.
Apabila para calon migran itu memperkirakan bahwa nilai-nilai kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan
tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin
luasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi
meskipun penghasilan yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah
daripada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan. Jadi, sepanjang nilai sekarang
(present value) dari penghasilan bersih yang diharapkan selama kurun waktu yang
diperhitungkannya melebihi pendapatan yang bisa diperoleh di pedesaan, maka
keputusan untuk bermigrasi tetap dapat di benarkan.
Dengan demikian, migrasi dari desa ke kota bukanlah suatu proses positif yang
menyamakan tingkat upah di kota dan di desa seperti yang diungkapkan oleh
model-model kompetitif, melainkan kekuatan yang menyeimbangkan jumlah pendapatan
yang diharapkan (expected income) di pedesaan serta di perkotaan.
2.5.2 Teori Migrasi Everett S. Lee
Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki
disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang
perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu :
1. Faktor-faktor daerah asal
2. Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan
3. Rintangan antara
4. Faktor-faktor individual
Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta rintangan antara
Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang
untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah
tersebut (faktor +), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk
meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu ada pula faktor-faktor yang tidak
faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu
daerah tergantung kepada individu itu sendiri.
Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi
besarnya faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju
kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik,
seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan
transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunyai
faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke
luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas
jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam
mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis
dari penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Pendapatan Total
Masyarakat dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Tingkat Kepadatan
Penduduk di Kota Tebing Tinggi.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: Badan
Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Disamping itu, data lainnya yang mendukung
penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti, jurnal dan buku bacaan. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) dengan kurun
waktu 20 tahun (1989-2008).
3.3 Pengolahan Data
Penulis melakukan pengolahan data dengan metode statistika menggunakan
3.4Model Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model
ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan
model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squared). Data yang
digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu
persamaan regresi linier berganda.
Model persamaannya adalah sebagai berikut :
Y = f(X1, X2) ... (1)
Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan kedalam bentuk model persamaan
regresi linier sebagai berikut :
Y = α+β1X1+β2X2 +µ... (2)
Dimana :
Y = Tingkat Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
X1 = Pendapatan Total Masyarakat (Rupiah)
X2 = Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja (Jiwa)
α = Intercept/Konstanta
2 1,β
β = Koefisien Regresi
µ = Kesalahan Pengganggu (Term of Error)
,
Artinya jika X1 (Pendapatan Total Masyarakat) meningkat
maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami
kenaikan, ceteris paribus.
,
Artinya jika X2 (Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja) meningkat
maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami
kenaikan, ceteris paribus.
3.5 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan
variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel
dependen. Jika R2 semakin besar (mendekati 1) maka dapat dikatakan bahwa variasi
variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variasi variabel bebas semakin besar.
Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati 0) maka variasi variabel terikat yang
dapat diterangkan oleh variabel bebas semakin kecil. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai
1 (0≤R2<1).
3.5.2 Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk
mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap
variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini
digunakan hipotesis sebagai berikut :
Ha : bi ≠b ... b ≠0 (ada pengaruh)
Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis,
biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai
t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak (Ha diterima). Hal
ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata
(signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya bila nilai t-hitung < t-tabel pada
kepercayaan tertentu H0 diterima (Ha ditolak). Hal ini berarti bahwa variabel
independen yan diuji tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap
variabel dependen.Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :
t-hitung =
(
)
Sb b bi −
Dimana :
bi = Koefisien variabel independen ke-i
b = Nilai hipotesis nol
Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i
Kriteria pengambilan keputusan :
H0 : b=0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Ha diterima
Ho diterima
0
Gbr 3.1 Kurva Uji t- statistik
3.5.3 Uji F-statistik
Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
2
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dengan
F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat
diperoleh dengan rumus :
n = Jumlah sampel
Kriteria pengambilan keputusan :
0
: 1 2
0 β =β =
H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel
independen secara parsial tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen.
0 :β1 ≠ β2 ≠
a
H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel
independen secara parsial berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen.
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Multikolinearity
Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat
korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada
tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung dan standart
error.