• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA TEBING TINGGI

SKRIPSI Diajukan Oleh :

SYAERUDDIN DALIMUNTHE 060501075

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Syaeruddin Dalimuthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Tanggal : ___________________ Pembimbing

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Syaeruddin Dalimunthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec) (Drs. Rujiman M.A

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19510421 198203 1 002 )

Penguji I Penguji II

(Drs. H.B. Tarmizi S.U)

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Syaeruddin Dalimunthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Tanggal : ___________________ Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001

(Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec)

Tanggal : ___________________ Dekan

(5)

The Analysis of Factors That Affect Population Density In Tebing Tinggi

Abstract

The purpose of this research is to analyse the factors that affect population

density in Tebing Tinggi, During 1989-2008. The independent variables in this

research are people’s total income and employment rate.

The method used in the analysis to the factors that affect population density in

Tebing Tinggi is Ordinary Least Squared (OLS) with Eviews 5.1 as the tool in

processing data.

The estimated result shows that both variables of people’s total income and the

employment rate have positive and statistically significant impacts on the population

density in Tebing Tinggi at α = 1% and α = 5%.

(6)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi selama kurun

waktu 1989-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan total

masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi tersebut adalah

Ordinary Least Squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah

data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: variabel pendapatan total

masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai

pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi

dan signifikan secara statistik pada α = 1% dan α = 5%.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi” ini ditujukan untuk memenuhi

salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata

I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan

bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Rujiman M.A sebagai Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan

selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi S.U sebagai Dosen Pembanding I.

5. Bapak Kasyful Mahalli M.Si sebagai Dosen Pembanding II.

6. Ayahanda H. Hidir Dalimunthe dan ibunda Hj. Sabiah Hasibuan teristimewa

penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa,

perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, serta juga

(8)

7. Khususnya buat seseorang yang penulis sayangi dan cintai, atas dukungannya

selama ini dan bersedia menemani penulis dalam suka dan duka

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada teman saya Asef Andri Kurniawan Siregar, Abdul Aziz Nasution,

Ardiansyah, Ahmad Thoib Pasaribu, Naskah, Ditya Ismaya, Sherly Cavadia,

Devi Oktavianti, Siti Aisyah dan saudara/i Jurusan Ekonomi Pembangunan

stambuk tahun 2006 lainnya terima kasih juga penulis ucapkan atas dukungan

dan doanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaan.

Medan, Juni 2010

Penulis

(Syaeruddin Dalimunthe

NIM. 060501075

(9)

DAFTAR ISI

ABASTRACT ...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...5

1.3 Hipotesis ...6

1.4 Tujuan Penelitian ...6

1.5 Manfaat Penelitian ...7

BAB II URAIAN TEORITIS ...8

2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk ...8

2.2 Konsep Produk Domestik Bruto ...9

2.2.1 Pendapatan regional ...9

2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku ...9

2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan ...9

2.2.4 Pendapatan perkapita ...10

2.2.5 Metode perhitungan pendapatan regional ...10

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja ...12

(10)

2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980 ...14

2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja ...16

2.4 Teori Penduduk ...20

2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian...20

2.4.2 Aliran Marxist ...24

2.4.3 Beberapa teori kependudukan mutakhir ...25

2.4.4 Penganut kelompok teknologi yang optimistis ...29

2.5 Teori Migrasi ...30

2.5.1 Teori migrasi Todaro ...30

2.5.2 Teori migrasi Everett S. Lee ...32

BAB III METODE PENELITIAN ...35

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...35

3.2 Jenis dan Sumber Data ...35

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...35

3.4 Pengolahan Data ...35

3.5 Model Analisis Data...36

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...37

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...40

3.8 Definisi Operasional ...43

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...44

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ...44

4.1.1 Sejarah singkat Kota Tebing Tinggi………...44

4.1.2 Kondisi geografis ...45

(11)

4.1.4 Sarana dan prasarana………..49

4.1.5 Identifikasi bidang usaha potensial………....51

4.1.6 Kondisi demografis ...52

4.1.7 Perkembangan tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi ...54

4.1.8 Perkembangan pendapatan total masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja di Kota Tebing Tinggi ...55

4.2 Hasil dan Analisa ...59

4.3 Interpretasi Model ...60

4.4 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...61

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...68

5.1 Kesimpulan ...68

5.2 Saran ...69

(12)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Batas-Batas Kota Tebing Tinggi 45

4.2 Luas Wilayah (Km2) Kota Tebing Tinggi 46

4.3 Distribusi Penduduk Kota Tebing Tinggi 52

4.4 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi 54

4.5 Pendapatan Total Masyarakat di Kota Tebing Tinggi 56

4.6 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dari Sektor

Industri Besar dan Sedang di Kota Tebing Tinggi 58

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Penduduk dan Tenaga Kerja 19

2.2 Faktor-Faktor Yang Ada Didaerah Asal dan

Daerah Tujuan serta Rintangan Antara 33

3.1 Kurva Uji t-statistik 39

3.2 Kurva Uji F satistik 40

3.3 Kurva Durbin-Watson 42

4.1 Kurva Uji t-statistik Variabel Pendapatan

Total Masyarakat 63

4.2 Kurva Uji t-statistik Variabel Tingkat

Penyerapan Tenaga Kerja 63

4.3 Uji F statistik 65

(14)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi selama kurun

waktu 1989-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan total

masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi tersebut adalah

Ordinary Least Squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah

data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: variabel pendapatan total

masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai

pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi

dan signifikan secara statistik pada α = 1% dan α = 5%.

(15)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi” ini ditujukan untuk memenuhi

salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata

I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan

bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Rujiman M.A sebagai Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan

selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi S.U sebagai Dosen Pembanding I.

5. Bapak Kasyful Mahalli M.Si sebagai Dosen Pembanding II.

6. Ayahanda H. Hidir Dalimunthe dan ibunda Hj. Sabiah Hasibuan teristimewa

penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa,

perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, serta juga

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan

disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah

penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan ekonomi berupa

tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan.

Akan tetapi kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang

berdampak terhadap pembangunan ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut di

antaranya:

1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan

produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan

penyediaan pangan, sandang, dan papan.

2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya

terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini

menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata, sehingga

menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah yang

jarang penduduknya.

3. Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di

kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya

dan kelompok miskin kota.

Sekitar 200 tahun lalu Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang

(17)

dipercaya oleh banyak ahli sampai saat ini. Dalam bukunya yang berjudul Essay on

the principle of population tahun 1789, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep

pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan

suatu kecenderungan bahwasanya jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat

sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang

bersamaan persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Maltus menjelaskan

bahwa tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersedian pangan

dapat menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat

terjadi akibat dari 3 faktor pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertility), kematian

(mortality) dan juga akibat dari migrasi (migration). Dalam teorinya tersebut Malthus

memiliki kelemahan karena dia tidak memperhitungkan begitu besarnya dampak

sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.

Di negara-negara berkembang perkembangan penduduk sangat pesat

khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi.

Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang dilakukan

oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan

mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Todaro (2000) menyatakan bahwa

munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya

pertumbuhan penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta

adanya kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi

ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk

sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk di

perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini disebabkan karena

adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk pedesaan

(18)

Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah :

1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya

dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang

bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan

dari pertanian.

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk

pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga

mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

4. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim

kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah :

1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf

hidup.

2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,

3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim,

perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

4. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat

kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim

di kota besar.

Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah

motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi

(19)

ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu

memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari

pada yang diperolehnya di tempat asalnya.

Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pertambahan penduduk di daerah

perkotaan semakin tinggi. Tidak terkecuali di Kota Tebing Tinggi, Sebagai sebuah

kota yang termasuk kategori sedang, dalam dua dasawarsa terakhir perekonomian

Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat seiring dengan perkembangan fasilitas yang ada

baik fasilitas ekonomi seperti sektor industri, serta fasilitas pendukung lainnya. Pada

umumnya sektor industri besar/sedang di Kota Tebing Tinggi berstatus perorangan

(tujuh unit), dan tujuh unit berstatus PT dan satu unit CV. Lokasi usaha paling banyak

di Kecamatan Bajenis (enam unit). Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang

umumnya bekerja pada kelompok industri kimia yakni minyak bumi, batubara, karet

dan plastik. Kelompok industri makanan dan minuman serta tembakau. Kelompok

industri barang logam yakni mesin dan peralatan. Tenaga kerja yang lain tersebar di

kelompok industri tekstil yakni pakaian jadi dan kulit. Kelompok industri kayu yakni

peralatan rumah tangga. Kelompok industri kertas yakni penerbitan dan percetakan.

Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang yang akhirnya juga bekerja pada

kelompok industri pengolahan lainnya. Besarnya nilai out put yang dihasilkan oleh

sektor industri tersebut pada tahun 2008 mencapai 1.167,4 milyar rupiah. Sementara

biaya input yang dikeluarkan pada tahun 2008 mencapai 998,4 milyar rupiah dengan

demikian nilai tambah yang dihasilkan pada tahun 2008 mencapai 169 milyar rupiah.

Perkembangan ekonomi Kota Tebing Tinggi dipacu karena letak strategis Kota

Tebing Tinggi yang menjadi jalur lintas Sumatera. Di samping itu karena Kota Tebing

Tinggi merupakan daerah hynterland yang berkembang menjadi wilayah kota yang

(20)

Tebing Tinggi sebagai alternative utama dalam pemenuhan kebutuhan mereka, karena

akses ke Kota Tebing Tinggi relative lebih dekat, terjangkau, efisien dan ekonomis.

Kondisi ini mendorong perkembangan Kota Tebing Tinggi sebagai kota industri, yang

tercermin dari aktivitas yang menonjol di sektor industri. Letak geografis Kota Tebing

Tinggi yang diapit wilayah kaya sumber daya alam seperti Kabupaten Deli Serdang,

dan daerah lain di Sumatera Utara serta Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menjadi

peluang potensial dalam menggerakkan roda perekonomian. Lalu lintas antar kota

menjadikan wilayah ini daerah transit. Kota Tebing Tinggi yang merupakan bahagian

dari pemerintah kota di Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008

mencapai 141.059 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 3.712 jiwa/Km2

(Sumatera Utara Dalam Angka 2009). Banyaknya industri-industri dan tersedianya

sarana dan prasarana yang lebih baik di Kota Tebing Tinggi merupakan daya tarik

bagi penduduk dari daerah lain untuk dapat tinggal di kota tersebut. Banyaknya

industri-industri tersebut memunculkan harapan bagi penduduk daerah lain untuk

mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga banyak penduduk

dari luar Kota Tebing Tinggi yang tertarik untuk melakukan migrasi ke kota tersebut.

Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk meneliti masalah

kepadatan penduduk Kota Tebing Tinggi tersebut dengan judul “Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi”

1.2Perumusan Masalah

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan

(21)

yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yang

akan diteliti, yaitu :

1. Apakah Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi berpengaruh terhadap

Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?

2. Apakah Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi berpengaruh

terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana

keberadaannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul,

berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai

berikut :

1. Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi mempunyai pengaruh

positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi.

2. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi mempunyai pengaruh

positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Pendapatan Total Masyarakat Kota

Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi.

2. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Kota Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing

Tinggi.

(22)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam

mengatasi masalah kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang

topiknya berhubungan.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

4. Menambah, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian

yang sudah ada yang topiknya berhubungan.

(23)

URAIAN TEORITIS

2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau

dapat ditulis dengan rumus :

Jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembilang dapat berupa jumlah

seluruh penduduk di wilayah tersebut, atau bagian-bagian penduduk tertentu seperti :

penduduk daerah pedesaan atau penduduk yang bekerja di sektor pertanian,

sedangkan sebagai penyebut dapat berupa luas seluruh wilayah, luas daerah pertanian,

atau luas daerah pedesaan.

Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat bagian :

1. Kepadatan penduduk kasar (crude density of population) atau sering pula

disebut dengan kepadatan penduduk aritmatika yaitu banyaknya penduduk per

satuan luas.

2. Kepadatan penduduk fisiologis (fhysiological density) yaitu jumlah penduduk

tiap kilometer persegi tanah pertanian.

3. Kepadatan penduduk agraris (agricultural density) yaitu jumlah penduduk

petani tiap-tiap km2 tanah pertanian.

4. Kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population), kepadatan

penduduk ekonomi berbeda dengan ketiga macam kepadatan penduduk yang

telah dibicarakan di atas yaitu jumlah penduduk persatuan luas. Pada

kepadatan penduduk ekonomi ialah besarnya jumlah penduduk pada suatu

wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang bersangkutan.

(24)

2.2.1 Pendapatan regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar

biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan

jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk

daerah tersebut.

2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku

Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk

barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu

daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan

PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh

nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu

periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang

bersangkutan.

2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan

Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu.

Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga

konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

(25)

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah

penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama.

2.2.5 Metode penghitungan pendapatan regional

Metode tahap pertama dapat di bagi dalam dua metode yaitu metode langsung

dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penghitungan dengan

menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan di

gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan

dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan

pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung adalah

penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan

regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal,

sebagai alokatornya.

Metode Langsung :

1. Pendekatan produksi

Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan

jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara

mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor

produknya berbentuk fisik atau barang seperti:

a. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan

b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan

(26)

e. Bengunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran

g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

i. Jasa-jasa

j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya

antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai

dlam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut

sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendekatan pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi

diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang di terima oleh faktor

produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak

langsung netto.

3. Pendekatan pengeluaran

Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan

akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari

segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan

untuk:

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung

c. Konsumsi pemerintahan

(27)

e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan

yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi.

f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan pengeluaran juga

menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi

konsumsi atau pengguna akhir.

Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik

bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan

mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap propinsi dengan menggunakan alokator

tertentu, yaitu:

1. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang

dialokasikan

2. Jumlah produksi fisik

3. Penduduk

4. Tenaga kerja

5. Alokator tidak langsung lainnya

Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat

diperhitungkan persentase masing-masing bagian propinsi terhadap nilai tambah

setiap sektor atau subsektor.

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja 1. Tenaga kerja (Manpower)

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya

(28)

adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang

dan jasa. Jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

2. Angkatan kerja (Labor force)

Secara demografis besarnya angkatan kerja tergantung dari tingkat partisipasi

angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja

yang menjadi angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang

sesungguhnya terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.

3. Bukan angkatan kerja (Not in the labor force)

Adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun

mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bagian dari tenaga kerja yang

sesungguhnya tidak terlibat, atau tidak berusaha utuk terlibat, dalam kegiatan

produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa.

2.3.1 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1971

Kelompok angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah :

1) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu

pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

penghasilan atau keuntngan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.

2) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan

pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah :

a) Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintahatau swasta yang sedang tidak

(29)

b) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja

karena menunggu panenan atau menuggu hujan untuk menggarap sawah

dan sebagainya.

c) Orang-orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang

cukur dan sebagainya.

Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah :

1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha

mencari/mendapatkan pekerjaan.

2) Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan

berusaha mendapatkan pekerjaan.

3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan

pekerjaan.

Kelompok bukan angkatan kerja :

1) Sekolah : untuk mereka yang kegiatannya hanya bersekolah.

2) Mengurus rumah tangga : untuk mereka yang kegiatannya hanya mengurus

rumah tangga tanpa mendapat upah.

3) Penerima pendapatan : untuk mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan

tetapi memperoleh penghasilan, misalnya pensiun, bunga simpanan,hasil

persewaan, dan sebagainya.

4) Lain-lain : untuk mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena

usia lanjut, lumpuh, dungu, dan sebagainya.

2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980

Dibidang ketenagakerjaan, sensus penduduk 1980 bertujuan antara lain untuk

(30)

anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun atau lebih. Pada dasarnya kegiatan

penduduk tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk

dalam kelompok angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang

berumur 10 tahun keatas yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah

mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun

yang sementara tidak bekerja karena sesuatu sebab seperti yang sedang menunggu

panenan, pegawai cuti dan sebagainya. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai

pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga

termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini. Penduduk yang termasuk dalam

kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu

hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya dan tidak melakukan

sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak

bekerja atau mencari pekerjaan.

Penduduk (10 tahun keatas) yang dimasukkan dalam kategori bekerja adalah

mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja

paling sedikit satu jam dalam seminggu. Yang termasuk dalam kategori yang

mempunyai pekerjaan, tetapi sementara tidak bekerja adalah penduduk (10 tahun

keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja

karena berbagai sebab, seperti sedang sakit, cuti, menuggu panen, mogok dan

sebagainya atau bekerja selama kurang dari satu jam. Yang dimasukkan kategori

mencari pekerjaan adalah penduduk 10 tahun keatas yang sedang berusaha

mendapatkan pekerjaan. Termasuk didalamnya :

a) Mereka yang belum pernah bekerja.

(31)

c) Membalas iklan yang menawarkan pekerjaan

d) Mendatangi langsung kantor/pabrik

e) Pesan lewat saudara/kenalan

f) Lainnya.

2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja.

Dalam ketenagakerjaan, tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan

usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jam kerja.

Berdasarkan lapangan pekerjaan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja yang

bekerja disektor:

a. Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan

b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri manufaktur

d. Listrik, gas dan air minum

e. Bangunan

f. Perdagangan besar, eceran dan rumah makan

g. Angkutan, pergudangan dan komunikasi

h. Keuangan, asuransi, usaha persewaan, tanah dan jasa perusahaan

i. Jasa kemasyarakatan dan lainnya.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan perkapita

biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam

menyediakan lapangan kerja. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur

permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan perkapita yang beralih

(32)

Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja dibagi atas:

a. Tidak atau belum pernah sekolah

b. Tidak atau belum tamat Sekolah Dasar (SD)

c. Sekolah Dasar (SD)

d. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP )

e. Sekolah Menengah Atas (SMA)

f. Diploma I/II

g. Diploma III

h. Diploma IV/Sarjana.

Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding

lurus atau berhubungan positif dengan upah atau gaji. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi upah atau gaji yang diterima. Hubungan ini menjadi

hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan tentang efisiensi alokasi sumber

daya manusia.

Dilihat dari segi jam kerja, dapat dibagi menjadi pemanfaatan jam sedikit atau

sering diistilahkan sebagai “setengah mengangur” (labor utilization) yakni bilamana

seseorang bekerja antara 1-34 jam selama seminggu yang lalu. Dasar 34 jam sebagai

batas adalah berdasarkan arbitrary, yang menyatakan bahwa bilamana seseorang

bekerja antara 35-60 jam selama seminggu yang lalu atau sekitar 6-8 jam perhari,

sedangkan pekerja lebih (over utilization) bilamana melebihi bekerja 60 jam selama

seminggu.

Berdasarkan status pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas:

a. Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain

b. Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap

(33)

d. Buruh atau karyawan

e. Pekerja keluarga

Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan

rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat. Sementara itu rasio jumlah

tenaga kerja yang bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan

pekerja keluarga menurun.

Jumlah tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri, bekerja dibantu oleh

karyawan tidak tetap atau oleh keluarga dan pekerja keluarga, sering kali digunakan

sebagai indikator jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.

Jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai karyawan dengan upah atau gaji

serta yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap adalah indikator dari jumlah

tenaga kerja formal. Keberhasilan suatu proses pembangunan seharusnya dapat

tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan

(34)

Gambar 2.1

Penduduk dan Tenaga Kerja

Bukan Angkatan kerja (not in the labor force)

Sekolah Ibu rumah tangga Lain-lain

Bekerja

Penduduk dalam usia kerja Tenaga kerja menurut produktivitas

Setengah penganggur menurut pendidikan dan j i k j

(35)

2.4 Teori Penduduk

2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian a. Aliran Malthusian

Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris,

hidup pada tahun 1766 hingga 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya

yang berjudul : “ essai on Principle of populations as it affect the future improvement

of society, with remark on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang)

apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi

dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan

penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan

tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk

hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh

lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak

diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk , maka manusia akan

mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan

kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus sebagai berikut :

“Human species would increase as the number 1,2,4,8,16,32,64,128,256, anf substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of substance as 256 to 9 ; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years

the difference would be almost incalculable”

Seperti telah disebutkan di atas, untuk dapat keluar dari permasalahan

kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus

pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks, dan

(36)

kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu : moral restraint dan

vice. Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling

penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterimanya. Positive

checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila disuatu

wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat

kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan

lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang

dengan persedian bahan pangan.

Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan

diskusi yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam

abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa

dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu

meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Beberapa kritik terhadap teori

Malthus adalah sebagai berikut :

1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang

menghubungkan daerah satu dengan yang lainnya sehinggan pengiriman

bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah

dilaksanakan.

2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi,

terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula

ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.

3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi

pasangan-pasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah

(37)

4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup

penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus.

b. Aliran Neo Malthusian

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai

diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal

disebut dengan kelompok Neo-Malthusian. Kelompok ini tidak sependapat dengan

Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja.

Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua

cara-cara preventive checks misalnya dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk

mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich :

“the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by force”.

Menurut kelompok inti (yang dipelopori oleh Garnett Hardin dan Paul

Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya

Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah

mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap

minggu lebih dari satu juta bayi lahir didunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang

harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat

mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi

sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi.

Paul Ehrlich dalam bukunya “the population bomb” pada tahun 1971,

menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai

berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan

(38)

lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich bersama

isterinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “the population explotion”,

yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968, kini

sewaktu-waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena

sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka.

“.the poor are dying of hunger, while the rich and poor alike are dying from the

by-products of a affluence-population and ecological disaster”.

Pandangan mereka tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun

demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi

penduduk di Negara maju (developed world).

Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “the limit to

growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya terbaik yang pernah

diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi

manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia penuh kesuraman, dan

pesimisme. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel lingkungan yaitu :

penduduk, produksi pertanian, produksi industry, sumber daya alam dan polusi. Pada

waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah, maka bahan makanan per

kapita, hasil industri, dan penduduk bertambah dengan cepat. Pertumbuhan ini

akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya alam (SDA)

yang akhirnya akan habis. Walaupun dibuat asumsi yang bervariasi dari laju

perkembangan kelima variabel di atas, terjadinya malapetaka tidak dapat dihindari,

hanya waktunya dapat tertunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu

membiarkan malapetaka itu terjadi, atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan

(39)

2.4.2 Aliran Marxist

Aliran in dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas

Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun.

Kedua-duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada

waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun Jerman. Marx dan

Engels tidak sependapat dengan Malthus yang mengatakan bahwa apabila tidak

diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusiakan kekurangan

bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu Negara

bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk

terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena

pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu

sendiri seperti yang terdapat pada Negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan

mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan

buruh tersebut.

Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk

menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang

melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum

kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels

sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana mereka

menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur

masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis.

Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh,

sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja

mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Selanjutnya

(40)

dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan

penduduk : Marx dan Engels menentang usaha-usaha moral restraint yang disarankan

Malthus.

2.4.3 Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir 1. Teori Fisilogi dan Sosial Ekonomi

a. John Stuart Mill

John stuart mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris

dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui

laju pertumbuhan bahan makanan sebagai aksioma. Namun demikian dia berpendapat

bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya.

Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin

mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi

taraf hidup (standart of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa

kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti kata Malthus) atau kemiskinan itu

disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan :

...the niggardlines of nature, not the injusticeof society, is the cause of the pinalty attached to overpopulation.

Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan,

maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua

kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian

penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.

Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh

manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan pendidikan

(41)

menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Disamping itu Mill

berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan

apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.

b. Arsene Dumont

Ia adalah seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad

ke-19. Pada tahun 1890 dia menulis sebuah artikel berjudul “Depopulation et

civilization”. Ia melancarkan terori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaris

sosial (theory for social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan

seseorang untuk mencapi kedudukan yang tinggi dimasyarkat, misalnya : seorang

ayah selalu mengharapakan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial

ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat

mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan

beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa

cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.

Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi,

dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang

tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, di mana sistem

demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba-lomba mencapai kedudukan yang

tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara-negara

sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di

(42)

c. Emile Durkheim

Ia adalah seorang ahli sosialogis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19.

Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan pehatiannya pada keadaan

akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan, pada suatu

wilayah di mana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju

pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat

mempertahankan hidup. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dan ketrampilan, dan

mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat

perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.

Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri,

akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat

dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya.

Hal ini disebabkan karena ada masyarakat tingkat pertumbuhan dan kepadatan

penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari

Darwin dan juga pemikiran dari Ibnu Khaldun.

d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday

Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa

daya reproduksi manusia di batasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara

atau wilayah. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan

menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan

meningkat.

Thomson (1953) meragukan kebenaran dari teori ini setelah melihat keadaan

(43)

penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih kongkret argumentasinya

daripada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk di suatu daerah dapat

mempunyai fertilitas tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena

tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak mempunyai fertilitas

yang tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan yang tinggi, tetapi penduduk dengan

tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.

Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya

berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding

terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa

daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia.

Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika

suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan

segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya

reproduksi yang lebih besar.

Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang

bayi daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan factor

pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang

berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar,

sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang baik biasanya jumlah

keluarganya kecil.

Rupa-rupanya teori fisiologi banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam

meninjau perkembangan penduduk suatu Negara atau wilayah. Teori ini dapat pula

(44)

2.4.4 Penganut Kelompok Teknologi Yang Optimis

Pandangan yang suram dan pesimis dari Malthus beserta

penganut-penganutnya ditentang keras oleh kelompok tenologi. Mereka beranggapan bahwa

manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian.

Mereka mampu mengubah kembali barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai

akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.

Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa Negara-negara kaya

akan membantu Negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu juga akan jatuh

kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa dekade tidak akan terjadi lagi perbedaan

yang mencolok di antara umat manusia di dunia ini.

Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa

dunia ini dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika

Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh

bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus

terjadi dan era ini disebut Era Substitusi. Mereka mengkritik bahwa the limit to

growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.

Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik kelompok

ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi

sosial di mana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang

kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan Negara-negara tersebut.

(45)

2.5 Teori Migrasi

2.5.1 Teori Migrasi Todaro

Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya

merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan

migrasi juga merupakan suatu keputusan yang tela dirumuskan secara rasional; para

migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran

yang ada di daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model todaro mendasarkan diri

pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap

adanya perbedaaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang

dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan yang aktual, melainkan penghasilan yang

diharapakan (expected income). Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahwa

para migran senantiasa mempertimbangkan dan membandingkan-bandingkan

berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan

perkotaan, serta kemudian memilih salah satu di antaranya yang dapat

memaksimumkannya keuntungan yang diharapkan (expected gains) dari migrasi.

Pada dasarnya, model todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan

kerja, baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan

yang diharapkan selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara

penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa

diperoleh di pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika

penghasilan bersih di kota melebihi pengasilan bersih yang tersedia di desa.

Model ekonomi mengenai migrasi yang biasa digunakan, yakni yang lebih

menitikberatkan pengaruh faktor selisih pendapatan sebagai penentu keputusan akhir

untuk bermigrasi, tidak akan mengalami kesulitan dalam menunjukkan pilihan mana

(46)

bermigrasi guna mencari mencari upah di kota yang lebih tinggi. Meskipun demikian,

penting untuk dipahami bahwa model migrasi ini dikembangkan dalam konteks

perekonomian industri maju sehingga secara implisit mengasumsikan adanya

kesempatan kerja yang penuh atau hampir penuh. Dalam situasi kesempatan kerja

penuh, kesempatan untuk bermigrasi memang dapat didasarkan semata-mata pada

keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang relatif tinggi, di mana pun

pekerjaan itu tersedia. Lebih lanjut, arus migrasi itu akan berhenti dengan sendirinya

jika selisih pendapatan desa dan kota mengecil (upah di kota menurun karena jumlah

pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah

tenaga pekerja menyusut) sampai akhirnya sama. Bertolak dari pemikiran ini, model

atau teori yang sederhana itu menganggap migrasi bukan suatu masalah yang perlu

dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau, sebaliknya,

meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Sayangnya, analisis seperti ini tidaklah realistis, apalagi jika dikaitkan dengan

kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian negara-negara berkembang. Terdapat

sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisis itu tidak realistis. Pertama,

negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran yang

serius dan kronis sehingga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan

pekerjaan dengan gaji tinggi di perkotaan. Pada kenyataannya, ketika masuk ke dalam

pasar kerja di perkotaan, banyak migran yang sebagian besar tidak terdidik dan tidak

mempunyai keahlian, akan betul-betul menjadi pengangguran atau mencoba mencari

pekerjaan lepas sebagai penjual keliling, pedagang asongan, petugas reparasi, atau

pekerja harian yang berpindah-pindah di sektor perkotaan tradisional atau informal,

yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil, dan dengan upah yang

(47)

dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal relatif lebih

cepat. Namun pekerja terdidik ini hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran

secara total. Itu berarti sebelum memutuskan untuk bermigrasi, para calon migran

juga harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur (baik terbuka

maupun terselubung) dalam jangka waktu yang cukup lama.

Mayoritas usia migran yang muda membuat keputusan mereka untuk

melakukan migrasi harus dilandaskan pada suatu jangka waktu yang lebih panjang

guna memungkinkan mereka memperhitungkan penghasilan yang lebih permanen.

Apabila para calon migran itu memperkirakan bahwa nilai-nilai kemungkinan untuk

mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan

tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin

luasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi

meskipun penghasilan yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah

daripada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan. Jadi, sepanjang nilai sekarang

(present value) dari penghasilan bersih yang diharapkan selama kurun waktu yang

diperhitungkannya melebihi pendapatan yang bisa diperoleh di pedesaan, maka

keputusan untuk bermigrasi tetap dapat di benarkan.

Dengan demikian, migrasi dari desa ke kota bukanlah suatu proses positif yang

menyamakan tingkat upah di kota dan di desa seperti yang diungkapkan oleh

model-model kompetitif, melainkan kekuatan yang menyeimbangkan jumlah pendapatan

yang diharapkan (expected income) di pedesaan serta di perkotaan.

2.5.2 Teori Migrasi Everett S. Lee

Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki

(48)

disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang

perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu :

1. Faktor-faktor daerah asal

2. Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan

3. Rintangan antara

4. Faktor-faktor individual

Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta rintangan antara

Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang

untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah

tersebut (faktor +), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk

meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu ada pula faktor-faktor yang tidak

(49)

faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu

daerah tergantung kepada individu itu sendiri.

Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi

besarnya faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju

kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik,

seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan

transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat

memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunyai

faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke

luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas

jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam

mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis

dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Pendapatan Total

Masyarakat dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Tingkat Kepadatan

Penduduk di Kota Tebing Tinggi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: Badan

Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Disamping itu, data lainnya yang mendukung

penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti, jurnal dan buku bacaan. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) dengan kurun

waktu 20 tahun (1989-2008).

3.3 Pengolahan Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan metode statistika menggunakan

(51)

3.4Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model

ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan

model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan

menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squared). Data yang

digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu

persamaan regresi linier berganda.

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = f(X1, X2) ... (1)

Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan kedalam bentuk model persamaan

regresi linier sebagai berikut :

Y = α+β1X12X2... (2)

Dimana :

Y = Tingkat Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

X1 = Pendapatan Total Masyarakat (Rupiah)

X2 = Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja (Jiwa)

α = Intercept/Konstanta

2 1,β

β = Koefisien Regresi

µ = Kesalahan Pengganggu (Term of Error)

(52)

,

Artinya jika X1 (Pendapatan Total Masyarakat) meningkat

maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami

kenaikan, ceteris paribus.

,

Artinya jika X2 (Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja) meningkat

maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami

kenaikan, ceteris paribus.

3.5 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan

variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel

dependen. Jika R2 semakin besar (mendekati 1) maka dapat dikatakan bahwa variasi

variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variasi variabel bebas semakin besar.

Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati 0) maka variasi variabel terikat yang

dapat diterangkan oleh variabel bebas semakin kecil. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai

1 (0≤R2<1).

3.5.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk

mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap

variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini

digunakan hipotesis sebagai berikut :

(53)

Ha : bi ≠b ... b ≠0 (ada pengaruh)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis,

biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai

t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak (Ha diterima). Hal

ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata

(signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya bila nilai t-hitung < t-tabel pada

kepercayaan tertentu H0 diterima (Ha ditolak). Hal ini berarti bahwa variabel

independen yan diuji tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap

variabel dependen.Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

(

)

Sb b bi

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : b=0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

(54)

Ha diterima

Ho diterima

0

Gbr 3.1 Kurva Uji t- statistik

3.5.3 Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

2

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dengan

F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen

secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat

diperoleh dengan rumus :

(55)

n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel

independen secara parsial tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel dependen.

0 :β1 ≠ β2

a

H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel

independen secara parsial berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen.

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat

korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung dan standart

error.

Gambar

Gambar  2.1 Penduduk dan Tenaga Kerja
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta
tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen
Gambar 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana hubungan korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi (luas wilayah, kepadatan penduduk, tingkat pengangguran terbuka) dengan jumlah penduduk miskin di

Setelah di peroleh nilai dari setiap variabel rata-rata perubahan persentase penduduk kota Tebing Tinggi, maka dapat di proyeksikan jumlah penduduk Tebing Tinggi 5 tahun

sebesar 17,41% tinggal di Kecamatan Padang Hulu.. Erizal Sitinjak : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Usaha Kecil Di Kota Tebing Tinggi, 2009. Dari seluruh angkatan

Tingkat kepadatan permukiman di Kota Mataram tidak merata. Tingkat kepadatan yang terjadi pada pusat kota sangat tinggi, ini dilihat dari meningkatnya jumlah

Kondisi perumahan dan permukiman kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi sebagian besar merupakan bangunan permanen dengan tingkat kepadatan cukup tinggi. Selain itu terdapat pula

Penelitianakan menggunakan proyeksi perencanaan timbulan sampah 5 tahun (2020-2025) dan dilaksanakan pada wilayah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara luas wilayah, kepadatan penduduk, tingkat pengangguran, tingkat pendidikan, lapangan usaha dan pengeluaran riil

Dalam jangka panjang pada tahun ke 10 kontribusi pada kepadatan penduduk masih mempengaruhi kepadatan penduduk itu sendiri yaitu sebesar 90,7 persen, Variabel jumlah penduduk miskin