• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN DIAJUKAN OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN DIAJUKAN OLEH :"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN

DIAJUKAN OLEH :

NAMA : SONDER M PURBA

NIM : 050501100

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2009

(2)

The Analysis of Factors That Affect Population Density in Medan Abstract

The purpose of this research is to analyse the factors that affect population density in Medan, During 1988-2007. The independent variables in this research are people’s total income and employment rate.

The method used in the analysis to the factors that affect population density in Medan is ordinary least squared (OLS) with Eviews 5.1 as the tool in processing data.

The estimated result shows that both variables of people’s total income and the employment rate have positive and statistically significant impacts on the population density in Medan at α=1%.

Keywords : Medan, Population density, People’s total income, Employment rate

(3)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Medan

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Medan selama kurun waktu 1988-2007. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendapatan total masyarakat dan Tingkat penyerapan tenaga kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Medan tersebut adalah ordinary least squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: Variabel Pendapatan total masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Medan dan signifikan secara statistik pada α=1%.

Kata kunci : Kota Medan, Tingkat kepadatan penduduk,Pendapatan Total Masyarakat, Tingkat Penyerapan tenaga kerja.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga yang telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat kepadatan penduduk di Kota Medan” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Rujiman, MA sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Arifin Siregar sebagai Dosen Pembanding I.

5. Ibu Dra. Raina Linda S sebagai Dosen Pembanding II.

6. Ayahanda Pdt. J. Purba dan ibu M. Sipayung teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, juga kepada keempat saudaraku terkasih Gabby Purba, SE, Patricia Purba, S.sos, Hendry G Purba, S.Kom dan Josua R Purba.

7. Kepada teman saya yang terkasih Sinta Tobing terima kasih atas doa, dukungan dan bantuannya.

(5)

8. Kepada teman kelompok saya Abang saya Evans, SE, Marnov, Benny, Luhut, Andre, John Polman terima kasih atas doanya.

9. Kepada teman saya Eko, Rudy, Lisna, Resi, Roimanchon, will, irson, tofel, Rizal dan anak-anak EP’05 lainnya terima kasih juga penulis ucapkan atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan.

Medan, Mei 2009 Penulis

( Sonder M Purba)

(6)

DAFTAR ISI

ABASTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian... 6

BAB II URAIAN TEORITIS ... 7

2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk ... 7

2.2 Konsep Produk Domestik Bruto ... 8

2.2.1 Pendapatan Regional... 8

2.2.2 PDRB Atas dasar harga berlaku ... 8

2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan ... 9

2.2.4 Pendapatan perkapita ... 9

2.2.5 Metode perhitungan pendapatan regional ... 9

2.3 Pengertian tenaga kerja, angkatan kerja dan bukan angkatan kerja ... 12

(7)

2.3.1 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1971 ... 13

2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980 ... 15

2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja ... 16

2.4 Teori Penduduk ... 21

2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian ... 21

2.4.2 Aliran Marxist ... 25

2.4.3 Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir ... 27

2.4.4 Penganut Kelompok Teknologi yang optimistis ... 31

2.5 Teori Migrasi ... 32

2.5.1 Teori Migrasi Todaro... 32

2.5.2 Teori Migrasi Everett S. Lee ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 38

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.4 Pengolahan Data ... 39

3.5 Model Analisis ... 39

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 41

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 44

3.8 Defenisi Operasional ... 47

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian... 48

(8)

4.1.1 Kondisi Geografis... 48

4.1.2 Kondisi Iklim ... 50

4.1.3 Kondisi Demografis... 50

4.1.4 Perkembangan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Medan ... 52

4.1.5 Perkembangan Pendapatan Total Masyarakat dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Medan ... 53

4.2 Hasil dan Analisa ... 57

4.3 Interpretasi Model ... 57

4.4 Test of Goodness of Fit ... 59

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Medan 52 4.2 Pedapatan Total Masyarakat d Kota Medan 54 4.3 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dari Sektor

Industri Besar dan Sedang di Kota Medan 55

4.4 Hasil Regresi 58

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Penduduk dan Tenaga Kerja 20

2.2 Faktor-faktor yang ada didaerah asal dan

daerah tujuan serta rintangan antara 36

3.1 Kurva Uji t-statistik 42

3.2 Kurva Uji F satistik 44

3.3 Kurva Durbin-Watson 46

4.1 Kurva Uji t-statistik Variabel Pendapatan

Total Masyarakat 60

4.2 Kurva Uji t-statistik Variabel Tingkat

Penyerapan Tenaga Kerja 61

4.3 Uji F statistik 63

4.4 Kurva Uji Darbin-Watson 65

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan ekonomi berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan.

Akan tetapi kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap pembangunan ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya:

1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan.

2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah yang jarang penduduknya.

3. Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin kota.

(12)

Sekitar 200 tahun lalu Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya oleh banyak ahli sampai saat ini. Dalam bukunya yang berjudul Essay on the principle of population tahun 1789, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan suatu kecenderungan bahwasanya jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang bersamaan persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Maltus menjelaskan bahwa tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersedian pangan dapat menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat terjadi akibat dari 3 faktor pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertility), kematian (mortality) dan juga akibat dari migrasi (migration). Dalam teorinya tersebut Malthus memiliki kelemahan karena dia tidak memperhitungkan begitu besarnya dampak sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.

Di negara-negara berkembang perkembangan penduduk sangat pesat khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi.

Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang dilakukan oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Todaro (2000) menyatakan bahwa munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya pertumbuhan penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta adanya kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran

(13)

penduduk sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk di perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini disebabkan karena adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk pedesaan atau penduduk daerah lain tersebut melakukan perpindahan kedaerah perkotaan.

Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

4. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:

1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup.

2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,

(14)

3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

4. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

Lee (1966), Todaro (1979), dan Titus (1982) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antardaerah. Todaro menyebutkan motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari pada yang diperolehnya di tempat asalnya.

Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pertambahan penduduk di daerah perkotaan semakin tinggi. Tidak terkecuali di Sumatera Utara, Sumatera Utara merupakan provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pada tahun 2007 tingkat kepadatan penduduk Sumatera Utara sebesar 179 jiwa perkm2 dengan jumlah penduduk 12.834.371 jiwa. Di Sumatera Utara daerah yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah kota Medan. Pada tahun 2007 penduduk Medan mencapai 2.083.156 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 7.798 jiwa perkm2 (SUDA 2008). Banyaknya industri-industri dan tersedianya sarana dan prasarana yang lebih baik di kota Medan merupakan daya tarik bagi penduduk dari daerah lain untuk dapat tinggal di kota tersebut. Banyaknya industri-industri tersebut memunculkan harapan bagi penduduk

(15)

daerah lain untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga banyak penduduk dari luar Medan yang tertarik untuk melakukan migrasi ke kota tersebut.

Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk meneliti masalah kepadatan penduduk kota Medan tersebut dengan judul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Medan”

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan. Bertitik tolak dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yang akan diteliti, yaitu :

1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Total Masyarakat Kota Medan terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Medan?

2. Seberapa besar pengaruh Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Medan terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Medan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana keberadaannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul, berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Pendapatan Total Masyarakat Kota Medan mempunyai dampak positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Medan.

(16)

2. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Medan mempunyai dampak positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Pendapatan Total Masyarakat Kota Medan terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di kota Medan.

2. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Tingkat penyerapan tenaga kerja Kota Medan terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di kota Medan.

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam mengatasi masalah kepadatan penduduk di kota Medan.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang topiknya berhubungan.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

4. Menambah, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada yang topiknya berhubungan.

(17)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau dapat ditulis dengan rumus :

Jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembilang dapat berupa jumlah seluruh penduduk di wilayah tersebut, atau bagian-bagian penduduk tertentu seperti;

penduduk daerah pedesaan atau penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sedangkan sebagai penyebut dapat berupa luas seluruh wilayah, luas daerah pertanian, atau luas daerah pedesaan.

Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat bagian :

1. Kepadatan penduduk kasar (crude density of population) atau sering pula disebut dengan kepadatan penduduk aritmatika yaitu banyaknya penduduk per satuan luas.

2. Kepadatan penduduk fisiologis (fhysiological density) yaitu jumlah penduduk tiap kilometer persegi tanah pertanian.

3. Kepadatan penduduk agraris (agricultural density) yaitu jumlah penduduk petani tiap-tiap km2 tanah pertanian.

4. Kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population), kepadatan penduduk ekonomi berbeda dengan ketiga macam kepadatan penduduk yang telah dibicarakan di atas yaitu jumlah penduduk persatuan luas. Pada

(18)

kepadatan penduduk ekonomi ialah besarnya jumlah penduduk pada suatu wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang bersangkutan.

2.2 Konsep Produk Domestik Regional Bruto 2.2.1. Pendapatan regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk daerah tersebut.

2.2.2. PDRB Atas dasar harga berlaku

Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

2.2.3. PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu.

Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

(19)

2.2.4. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama.

2.2.5 Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Metode tahap pertama dapat di bagi dalam dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penghitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan di gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung adalah penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal, sebagai alokatornya.

Metode Langsung :

1. Pendekatan produksi

Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti:

a. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan

(20)

d. Listrik, gas dan air bersih e. Bengunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa

j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dlam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang di terima oleh faktor produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan untuk:

a. Konsumsi rumah tangga

(21)

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung c. Konsumsi pemerintahan

d. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi

e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi.

f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir.

Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap propinsi dengan menggunakan alokator tertentu, yaitu:

1. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan

2. Jumlah produksi fisik 3. Penduduk

4. Tenaga kerja

5. Alokator tidak langsung lainnya

(22)

Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase masing-masing bagian propinsi terhadap nilai tambah setiap sektor atau subsektor.

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan kerja 1. Tenaga Kerja (Manpower)

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15-64 tahun. Atau dengan kata lain tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

2. Angkatan Kerja (Labor force)

Secara demografis besarnya angkatan kerja tergantung dari tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.

3. Bukan Angkatan Kerja (Not in the labor force)

Adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat, atau tidak berusaha utuk terlibat, dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa.

2.3.1 Pengertian Angkatan Kerja Menurut Sensus Penduduk 1971 Kelompok angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah :

(23)

1) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntngan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.

2) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah :

a) Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintahatau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir, dan sebagainya.

b) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panenan atau menuggu hujan untuk menggarap sawah dan sebagainya.

c) Orang-orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur dan sebagainya.

Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah :

1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mencari/mendapatkan pekerjaan.

2) Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan.

3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Kelompok bukan angkatan kerja :

1) Sekolah : untuk mereka yang kegiatannya hanya bersekolah.

2) Mengurus rumah tangga : untuk mereka yang kegiatannya hanya mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah.

(24)

3) Penerima pendapatan : untuk mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan tetapi memperoleh penghasilan, misalnya pensiun, bunga simpanan,hasil persewaan, dan sebagainya.

4) Lain-lain : untuk mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena usia lanjut, lumpuh, dungu, dan sebagainya.

2.3.2 Pengertian Angkatan Kerja Menurut Sensus Penduduk 1980

Dibidang ketenagakerjaan, sensus penduduk 1980 bertujuan antara lain untuk mengumpulkan keterangan-keterangan tentang kegiatan yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun atau lebih. Pada dasarnya kegiatan penduduk tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang berumur 10 tahun keatas yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena sesuatu sebab seperti yang sedang menunggu panenan, pegawai cuti dan sebagainya. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini. Penduduk yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya dan tidak melakukan sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan.

(25)

Penduduk (10 tahun keatas) yang dimasukkan dalam kategori bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit satu jam dalam seminggu. Yang termasuk dalam kategori yang mempunyai pekerjaan, tetapi sementara tidak bekerja adalah penduduk (10 tahun keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti sedang sakit, cuti, menuggu panen, mogok dan sebagainya atau bekerja selama kurang dari satu jam. Yang dimasukkan kategori mencari pekerjaan adalah penduduk 10 tahun keatas yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Termasuk didalamnya :

a) Mereka yang belum pernah bekerja.

b) Mengajukan lamaran.

c) Membalas iklan yang menawarkan pekerjaan d) Mendatangi langsung kantor/pabrik

e) Pesan lewat saudara/kenalan f) Lainnya.

2.3.3 Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha, Status Pekerjaan, Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan serta Jam Kerja.

Dalam ketenagakerjaan, tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jam kerja.

Berdasarkan lapangan pekerjaan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja yang bekerja disektor:

a. Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan

(26)

b. Pertambangan dan penggalian c. Industri manufaktur

d. Listrik, gas dan air minum e. Bangunan

f. Perdagangan besar, eceran dan rumah makan g. Angkutan, pergudangan dan komunikasi

h. Keuangan, asuransi, usaha persewaan, tanah dan jasa perusahaan i. Jasa kemasyarakatan dan lainnya.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan perkapita biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam menyediakan lapangan kerja. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan perkapita yang beralih dari barang dan hasil pertanian ke barang-barang hasil industri.

Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja diagi atas:

a. tidak atau belum pernah sekolah b. tidak atau belum tamat SD c. Sekolah Dasar ( SD )

d. Sekolah Tingkat Pertama ( SMTP ) e. Sekolah Tingkat Atas ( SMTA ) f. Diploma I/II

g. Diploma III

h. Diploma IV/Sarjana.

(27)

Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding lurus atau berhubungan positif dengan upah atau gaji. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi upah atau gaji yang diterima. Hubungan ini menjadi hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan tentang efisiensi alokasi sumber daya manusia.

Dilihat dari segi jam kerja, dapat dibagi menjadi pemanfaatan jam sedikit atau sering diistilahkan sebagai “setengah mengangur” (Labor Utilization) yakni bilamana seseorang bekerja antara 1-34 jam selama seminggu yang lalu. Dasar 34 jam sebagai batas adalah berdasarkan arbitrary, yang menyatakan bahwa bilamana seseorang bekerja antara 35-60 jam selama seminggu yang lalu atau sekitar 6-8 jam perhari, sedangkan pekerja lebih (over utilization) bilamana melebihi bekerja 60 jam selama seminggu.

Berdasarkan status pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas:

a. Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain

b. Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap c. Berusaha dengan buruh tetap

d. Buruh atau karyawan e. Pekerja keluarga

Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat. Sementara itu rasio jumlah tenaga kerja yang bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan pekerja keluarga menurun.

(28)

Jumlah tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri, bekerja dibantu oleh karyawan tidak tetap atau oleh keluarga dan pekerja keluarga, sering kali digunakan sebagai indikator jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.

Jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai karyawan dengan upah atau gaji serta yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap adalah indikator dari jumlah tenaga kerja formal. Keberhasilan suatu proses pembangunan seharusnya dapat tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal.

(29)

Gambar 2.1

Penduduk dan tenaga kerja

Bukan Angkatan kerja (not in the labor force)

Sekolah Ibu rumah tangga Lain-lain

Bekerja (employed)

Mencari pekerjaan/Menganggur (unemployed)

Bekerja penuh (fully Employed)

PENDUDUK

Penduduk dalam usia kerja Tenaga kerja

Penduduk diluar Usia kerja

Dibawah usia kerja

Diatas usia kerja Pensiun, dsb

Angkatan kerja (labor force)

Setengah menganggur

Setengah menganggur kentara

Setengah menganggur tidak kentara

Setengah penganggur menurut pendapatan

Setengah penganggur menurut produktivitas

Setengah penganggur menurut pendidikan dan j i k j

Lain-lain

(30)

2.4 Teori Penduduk

2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian a. Aliran Malthusian

Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul : “ essai on Principle of populations as it affect the future improvement of society, with remark on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk , maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus sebagai berikut :

“Human species would increase as the number 1,2,4,8,16,32,64,128,256, anf substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of substance as 256 to 9 ; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years

the difference would be almost incalculable”

Seperti telah disebutkan di atas, untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks,

(31)

dan positive checks. Preventive checks ialah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu : moral restraint dan vice. Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterimanya. Positive checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian.

Apabila disuatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persedian bahan pangan.

Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Beberapa kritik terhadap teori Malthus adalah sebagai berikut :

1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang menghubungkan daerah satu dengan yang lainnya sehinggan pengiriman bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah dilaksanakan.

2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi, terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.

(32)

3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan- pasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah dianjurkan oleh Francis Place pada tahun 1822.

4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus.

b. Aliran Neomalthusian

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusian. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja.

Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua cara-cara preventive checks misalnya dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich :

“the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by force”.

Menurut kelompok inti (yang dipelopori oleh Garnett Hardin dan Paul Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap minggu lebih dari satu juta bayi lahir didunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi.

(33)

Paul Ehrlich dalam bukunya “the population bomb” pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan semakin terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di duna ini lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich bersama isterinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “the population explotion”, yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968, kini sewaktu- waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka.

“.the poor are dying of hunger, while the rich and poor alike are dying from the by- products of a affluence-population and ecological disaster”.

Pandangan mereka tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi penduduk di Negara maju (developed world).

Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “the limit to growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya terbaik yang pernah diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia penuh kesuraman, dan pesimisme. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel lingkungan yaitu : penduduk, produksi pertanian, produksi industry, sumber daya alam dan polusi. Pada waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah, maka bahan makanan per kapita, hasil industri, dan penduduk bertambah dengan cepat. Pertumbuhan ini akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya alam (SDA) yang akhirnya akan habis. Walaupun dibuat asumsi yang bervariasi dari laju

(34)

perkembangan kelima variabel di atas, terjadinya malapetaka tidak dapat dihindari, hanya waktunya dapat tertunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu membiarkan malapetaka itu terjadi, atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan mengelola lingkungan alam dengan baik (Demografi Umum,2003).

2.4.2 Aliran Marxist

Aliran in dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun.

Kedua-duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang mengatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusiakan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu Negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada Negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.

Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana mereka

(35)

menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis.

Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Selanjutnya ia berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk : Marx dan Engels menentang usaha-usaha moral restraint yang disarankan Malthus.

2.4.3 Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir 1. Teori Fisilogi Dan Sosial Ekonomi

a. John Stuart Mill

John stuart mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya.

Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standart of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar

(36)

bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti kata Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan :

...the niggardlines of nature, not the injusticeof society, is the cause of the pinalty attached to overpopulation.

Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.

Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Disamping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.

b. Arsene Dumont

Ia adalah seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1890 dia menulis sebuah artikel berjudul “Depopulation et civilization”. Ia melancarkan terori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaris sosial (theory for social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapi kedudukan yang tinggi dimasyarkat, misalnya : seorang ayah selalu mengharapakan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat,

(37)

keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.

Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, di mana sistem demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba-lomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara-negara sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, sistem kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan baik.

c. Emile Durkheim

Ia adalah seorang ahli sosialogis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19.

Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan pehatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan, pada suatu wilayah di mana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dan ketrampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.

Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri, akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan karena ada masyarakat tingkat pertumbuhan dan

(38)

kepadatan penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibnu Khaldun.

d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday

Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa daya reproduksi manusia di batasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara atau wilayah. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan meningkat.

Thomson (1953) meragukan kebenaran dari teori ini setelah melihat keadaan di Jawa, India dan China di mana penduduknya sangat padat, tetapi pertumbuhan penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih kongkret argumentasinya daripada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk di suatu daerah dapat mempunyai fertilitas tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak mempunyai fertilitas yang tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.

Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia.

Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan

(39)

segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar.

Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bayi daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan factor pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang baik biasanya jumlah keluarganya kecil.

Rupa-rupanya teori fisiologi banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam meninjau perkembangan penduduk suatu Negara atau wilayah. Teori ini dapat pula menjelaskan bahwa semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.

2.4.4 Penganut Kelompok Teknologi Yang Optimis

Pandangan yang suram dan pesimis dari Malthus beserta penganut- penganutnya ditentang keras oleh kelompok tenologi. Mereka beranggapan bahwa manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian.

Mereka mampu mengubah kembali barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.

Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa Negara-negara kaya akan membantu Negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu juga akan jatuh kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa dekade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok di antara umat manusia di dunia ini.

Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia ini dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi

(40)

Amerika Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut Era Substitusi. Mereka mengkritik bahwa the limit to growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.

Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik kelompok ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial di mana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan Negara-negara tersebut.

(Demografi Umum,2003) 2.5 Teori Migrasi

2.5.1 Teori migrasi Todaro

Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan yang tela dirumuskan secara rasional; para migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan yang aktual, melainkan penghasilan yang diharapakan (expected income). Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahwa para migran senantiasa mempertimbangkan dan membandingkan- bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor

(41)

pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu di antaranya yang dapat memaksimumkannya keuntungan yang diharapkan (expected gains) dari migrasi.

Pada dasarnya, model todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan kerja, baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan yang diharapkan selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa diperoleh di pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi pengasilan bersih yang tersedia di desa.

Model ekonomi mengenai migrasi yang biasa digunakan, yakni yang lebih menitikberatkan pengaruh faktor selisih pendapatan sebagai penentu keputusan akhir untuk bermigrasi, tidak akan mengalami kesulitan dalam menunjukkan pilihan mana yang akan diambil oleh para pekerja di desa. Mereka pasti akan memutuskan untuk bermigrasi guna mencari mencari upah di kota yang lebih tinggi. Meskipun demikian, penting untuk dipahami bahwa model migrasi ini dikembangkan dalam konteks perekonomian industri maju sehingga secara implisit mengasumsikan adanya kesempatan kerja yang penuh atau hampir penuh. Dalam situasi kesempatan kerja penuh, kesempatan untuk bermigrasi memang dapat didasarkan semata-mata pada keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang relatif tinggi, di mana pun pekerjaan itu tersedia. Lebih lanjut, arus migrasi itu akan berhenti dengan sendirinya jika selisih pendapatan desa dan kota mengecil (upah di kota menurun karena jumlah pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah tenaga pekerja menyusut) sampai akhirnya sama. Bertolak dari pemikiran ini, model atau teori yang sederhana itu menganggap migrasi bukan suatu masalah yang perlu

(42)

dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau, sebaliknya, meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Sayangnya, analisis seperti ini tidaklah realistis, apalagi jika dikaitkan dengan kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian negara-negara berkembang.

Terdapat sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisis itu tidak realistis.

Pertama, negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran yang serius dan kronis sehingga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi di perkotaan. Pada kenyataannya, ketika masuk ke dalam pasar kerja di perkotaan, banyak migran yang sebagian besar tidak terdidik dan tidak mempunyai keahlian, akan betul-betul menjadi pengangguran atau mencoba mencari pekerjaan lepas sebagai penjual keliling, pedagang asongan, petugas reparasi, atau pekerja harian yang berpindah-pindah di sektor perkotaan tradisional atau informal, yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil, dan dengan upah yang relatif bersaing. Pada kasus penduduk migran yang terdidik peluangnya lebih baik, dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal relatif lebih cepat. Namun pekerja terdidik ini hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran secara total. Itu berarti sebelum memutuskan untuk bermigrasi, para calon migran juga harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur (baik terbuka maupun terselubung) dalam jangka waktu yang cukup lama.

Mayoritas usia migran yang muda membuat keputusan mereka untuk melakukan migrasi harus dilandaskan pada suatu jangka waktu yang lebih panjang guna memungkinkan mereka memperhitungkan penghasilan yang lebih permanen.

(43)

Apabila para calon migran itu memperkirakan bahwa nilai-nilai kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin luasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi meskipun penghasilan yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah daripada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan. Jadi, sepanjang nilai sekarang (present value) dari penghasilan bersih yang diharapkan selama kurun waktu yang diperhitungkannya melebihi pendapatan yang bisa diperoleh di pedesaan, maka keputusan untuk bermigrasi tetap dapat di benarkan.

Dengan demikian, migrasi dari desa ke kota bukanlah suatu proses positif yang menyamakan tingkat upah di kota dan di desa seperti yang diungkapkan oleh model-model kompetitif, melainkan kekuatan yang menyeimbangkan jumlah pendapatan yang diharapkan (expected income) di pedesaan serta di perkotaan.

2.5.2 Teori Migrasi Everett S. Lee

Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu :

1. Faktor-faktor daerah asal

2. Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan 3. Rintangan antara

4. Faktor-faktor individual

(44)

Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta rintangan antara

Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu ada pula faktor-faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi (faktor o). Diantara keempat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu sendiri.

Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi besarnya faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik, seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat

Daerah Asal Daerah Tujuan

- o+ - o+ - o + - o+ - o+ - o+ - o o+ - o+

- o+ - o+ - o+

- o+ - o+ - o+

- o+ - o+ - o + - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+- o+ - o+ - o+ - Rintangan

Antara

(45)

memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunyai faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas perumahan dan kondisi lingkungan yang kurang baik.

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa pengaruh Pendapatan Total dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Medan.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: Badan Pusat Statistik (BPS) SUMUT, dan Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan.

Disamping itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti, jurnal,dan buku bacaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) dengan kurun waktu 20 tahun (1988-2007).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, majalah, dan laporan- laporan penelitian yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan secara langsung dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

(47)

3.4 Pengolahan Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan metode statistika menggunakan program komputer E-Views 5.1 untuk mengolah data dalam skripsi ini.

3.5 Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan model ekonometrik dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squared). Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu persamaan regresi linier berganda.

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = f(X1, X2) ... (1)

Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan kedalam bentuk model persamaan regresi linier sebagai berikut :

Y = α+β1X12X2... (2)

Dimana :

Y = Tingkat Kepadatan Penduduk (jiwa) X1 = Pendapatan Total Masyarakat (rupiah) X2 = Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja (jiwa) α = Intercept / Konstanta

(48)

2 1

β = Koefisien Regresi

µ = Term of Error ( Kesalahan Pengganggu )

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : ,

0

1

∂ >

X

Y Artinya jika X1 (Pendapatan Total Masyarakat) meningkat

maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

, 0

2

∂ >

X

Y Artinya jika X2 (Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja) meningkat

maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen . Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0≤R<1).

3.6.2. Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap

(49)

variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : bi = b Ha : bi ≠b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

( )

Sb b bi

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β =0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β ≠0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

(50)

Ha diterima

Ho diterima

0 Gbr 3.1 Kurva Uji t- statistik 3.6.3. Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

2 1

0 :b b

H = ... bk ≠ 0 (tidak ada pengaruh) 0

:b2 =

Ha ... i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F- tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung =

( )

(

R

) (

n k

)

k R

2 2

1

1

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel independen

(51)

n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan : 0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

0 :β1 ≠ β2

Ha Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada

(52)

tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung, dan standart error.

Adanya multikolinearity ditandai dengan :

• Standart error tidak terhingga

• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%, α = 10%

• Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

• R2 sangat tinggi.

3.7.2. Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial Correlation didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat didalamnya distribusi atau gangguan μi

dilambangkan dengan :

(

i : j

)

=0

E µ µ ij

Ada beberapa cara untuk menguji keberadaan autokorelasi, yaitu : 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik

2. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson) Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut :

D-hitung =

∑ ∑

2 2 1) (

t t t

e e e

Dengan hipotesis sebagai berikut :

(53)

, 0

0 :ρ =

H artinya tidak ada autokorelasi ,

0 :ρ ≠

Ha artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Gambar 3.3 Kurva Durbin-Watson

Keterangan :

H0 : Tidak ada korelasi

DW<dl : Tolak H0 (ada korelasi positif) DW>4-dl : Tolak H0 (ada korelasi negatif) du<DW<4-du : Terima H0 (tidak ada korelasi)

(54)

dl≤ Dw<4-du : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du)≤ Dw ≤ (4-dl) : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

3.8. Defenisi Operasional

1. Tingkat Kepadatan Penduduk adalah banyaknya jumlah penduduk di kota Medan dibagi luas wilayah kota Medan yang dinyatakan dalam jiwa/Km2. 2. Pendapatan Total adalah PDRB perkapita Kota Medan menurut harga berlaku

yang dinyatakan dalam Rupiah.

3. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja adalah Jumlah tenaga kerja di Kota Medan yang bekerja di sektor industri sedang dan besar yang dinyatakan dalam jiwa.

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah penelitian

4.1.1 Kondisi geografis

Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 2° 27' – 2°

47' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut.

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan.

Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di

(56)

Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis. Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara.

Secara administratif , wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong

Gambar

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta  rintangan antara
Gambar 3.3   Kurva Durbin-Watson
Tabel 4.1 Tingkat kepadatan penduduk di Kota Medan
Tabel 4.2 Pendapaan Total Masyarakat di Kota Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha penertiban diartikan sebagai usaha meminimalisir dan mengurangi kejahatan tindak pidana dibidang pangan di wilayah hukum kota pekanbaru, serta meningkatkan

Aplikasi pupuk kandang yang berlebihan di lahan sawah dapat mengakibatkan kondisi tanah semakin reduktif, terbentuknya gas-gas beracun bagi akar tanaman, dan terserapnya hara N

Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan. Studi terhadap karya tulis masa lampau dilakukan karena adanya

Ongkos pesan tetap untuk setiap kali pemesanan dan ongkos simpan sebanding dengan jumlah barang yang disimpan dan harga barang/unit serta lama waktu penyimpanan 5. Tidak

Keseimbangan lintasan perakitan atau assembly line balancing problem (ALBP) digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan optimasi keseimbangan lintasan di

Pada pertemuan kali ini tanggal 12 januari 2019 klien sangat antusias dan siap menerima penugasan atau terapi yang akan diberikan, klien merasa lebih terbuka dan sangat

Proses soda adalah sistem pemasakan alkali yang menggunakan tekanan tinggi dan menambahkan NaOH yang berfungsi sebagai larutan pemasak dengan perbandingan 4:1 terhadap

Be- berapa contoh masalah aplikasi yang telah dibahas dapat dilihat pada referensi [8] yang membahas tentang kompetisi antara dua spesies dan pada referensi [7]