• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan suhu yang berbeda terhadap Investasi Penyakit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan suhu yang berbeda terhadap Investasi Penyakit"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELILINAN PADA UJUNG BUAH SALAK

PONDOH PASCAPANEN DENGAN SUHU YANG BERBEDA

TERHADAP INVESTASI PENYAKIT

NUR HAYATI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan Suhu yang Berbeda terhadap Investasi Penyakit adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Nur Hayati

(4)

ABSTRAK

NUR HAYATI. Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan Suhu yang Berbeda terhadap Investasi Penyakit. Dibimbing oleh SUTRISNO.

Buah salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) merupakan salah satu hasil hortikultura asli Indonesia yang produksinya cukup banyak. Secara meluas disukai konsumen dan telah dirintis menjadi salah satu komoditi ekspor, namun masih banyak hambatan dalam pengembangannya, karena penanganan pasca panen yang kurang baik, sehingga sering terjadi kerusakan khususnya pada ujung/sisi lancip buah salak, seperti serangan cendawan yang dapat menyebabkan perubahan pada aroma, rasa dan tekstur. Pada penelitian pendahuluan didapatkan data kerusakan buah salak yang berasal dari pasar tradisional sebesar 16.17 %/hari dengan umur simpan sampai 6 hari. Sedangkan buah salak pondoh yang berasal dari pasar modern mengalami kerusakan terkecil yaitu sebesar 13.86 %/hari dan dapat bertahan hingga hari ke - 7. Mengatasi hal ini, diperlukan penelitian lanjutan yaitu pelilinan dengan lilin lebah terhadap ujung buah salak dengan konsentrasi 8, 10, 12% dan tanpa pelilinan sebagai kontrol, dan kemudian disimpan pada suhu 10°C dan suhu 26°C. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji efektivitas emulsi lilin lebah terhadap pertumbuhan penyakit pada ujung buah salak pondoh pada berbagai suhu penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 10°C dapat memperlambat laju respirasi dibanding dengan suhu 26°C. Konsentrasi lilin lebah 8% memiliki laju respirasi terendah (O2

2.45 ml/kg.jam dan CO2 5.61 ml/kg.jam). Dari hasil pengujian organoleptik,

kombinasi konsentrasi lilin 8% dengan suhu penyimpanan 10°C menyebabkanbuah salak pondoh masih diterima oleh panelis hingga hari ke – 30, sedangkan sampel kontrol yang disimpan pada suhu 10°C pada hari ke – 23 sudah tidak disukai panelis. Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan bahwa kombinasi konsentrasi lilin 8% dengan suhu penyimpanan 10°C merupakan kombinasi terbaik untuk penanganan busuk pada ujung buah salak pondoh.

(5)

ABSTRACT

NURHAYATI. Waxing Influence on The Edge of Post-Harvest Pondoh Salacca Using Several Temperatures on Investment Deasease. Supervised by SUTRISNO.

Salacca fruits (Salacca edulis R.) pondoh variety is one of the special horticultural product of Indonesia with relatively high productivity. This product become more popular for domestic and international consumers, so that will be one of the main tropical export of Indonesia. However, there are still many problems related with post harvest handling of salacca, especially fungus attack at the end-port of fruits that cause changes its smell, taste and texture, that will cause shorter their self life. From preliminary research was found that damage of the sample from traditional market was 16.17 %/day with shelf life until 6 days, whereas the sample from modern market had lower damage percentage (13.86 %/day) and could be remain good until day-7. Addressing these results, then continued by research, using samples that were treated by several consentrations of waxing, i.e. 8, 10, and 12% and without waxing as a control, then stored at 10oC and 20oC, respectively. The aim of this research was to investigate the effectiveness of bee wax emulsion on the growth of deaseas at the egde of Pondoh sallaca under various storage temperatures. The result showed that the storage at 10oC could decrease the respiration rate compared with at 20oC, and consentration at 8% produced the lowest rate of respiration (2.45 ml/kg.hour of O2, and 5.61 ml/kg/hour of CO2). From the organoleptic measurement,

combination of 8% of wax concentration and temperature 10oC was accepted by panelists until day-30, where as control sample at temperature of 10oC were rejected by 23 days after storage. From the result of this research result, can be recommended that combination 8% of wax concentration and storage temperature 10oC was the best condition to prevent rotten of the edge of Pondoh salacca fruit.

(6)
(7)

PENGARUH PELILINAN PADA UJUNG BUAH SALAK

PONDOH PASCAPANEN DENGAN SUHU YANG BERBEDA

TERHADAP INVESTASI PENYAKIT

NUR HAYATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan Suhu yang Berbeda terhadap Investasi Penyakit

Nama : Nur Hayati

NIM : F14090107

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah coating atau pelapisan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juni 2013, dengan judul Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan Suhu yang Berbeda terhadap Investasi Penyakit.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, penulis haturkan kepada:

1. Keluarga tercinta, Ibu dan Bapak, Uwa, Bibi, Mamang serta Kakak-kakakku dan Adikku tersayang atas segala do’a, kasih sayang, motivasi, serta fasilitas yang telah diberikan selama ini sehingga penulis terus memiliki semangat untuk menyelesaikan tugas akhir.

2. Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku pembimbing tugas akhir dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr serta Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si selaku dosen penguji tugas akhir yang selalu memberikan arahan dan motivasi serta bantuannya dalam penyusunan tugas akhir.

3. Bapak Sulyaden dan Mbak Sugiharti selaku teknisi laboratorium TPPHP, terima kasih atas masukan dan ilmu yang telah diberikan maupun atas pesan moral yang disampaikan demi kebaikan dan keberhasilan penulis. 4. Teman-teman CSS MoRA IPB 46 dan TMB 46 atas segala semangat,

dukungan, keceriaan, kebersamaan, motivasi, pengalaman, kejailan, ilmu, dan pelajaran hidup yang sangat berarti. Khususnya kepada sahabat-sahabatku tercinta Attar, Tetih, Awan, Rahma, Gina, Eti, Ririn, Sandro, Riris, Riska, Raisa, Mba Nur, Mba Meri, Jarwo, Nuzul, Adit kecil, Caesar, Wiwik, Dila, Laila, Devi, Rini, Halimah dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

(12)

SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 41

RIWAYAT HIDUP 68

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi buah salak dalam 100 gram 4

2 Konsentrasi emulsi lilin optimal pada beberapa komoditas hortikultura 7

3 Komposisi dasar emulsi lilin 12% 8

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan produksi buah salak di Indonesia 1

2 Buah salak pondoh 3

3 Cosmotector XPO-314, rheometer CR-500 DX, timbangan digital dan 9 refraktometer

4 Diagram alir penelitian pendahuluan 10

5 Pembuatan emulsi lilin lebah dengan homogenizer 11

6 Diagram alir penelitian inti 12

7 Tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan suhu ruang 16 8 Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan suhu ruang (28-29 °C) 17 9 Laju respirasi O2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 26°C 19

10 Laju respirasi O2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 10°C 20

11 Laju respirasi CO2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 26°C 21

12 Laju respirasi CO2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 10°C 22

(13)

21 Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan suhu 31 26°C hari ke – 15 dengan berbagai konsentrasi pelapisan dan kontrol

22 Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan suhu 31 10°C hari ke – 25 dengan berbagai konsentrasi pelapisan dan kontrol

23 Nilai organoleptik kekerasan daging salak pondoh pada suhu 26°C 32 24 Nilai organoleptik kekerasan daging salak pondoh pada suhu 10°C 32 25 Nilai organoleptik rasa daging salak pondoh pada suhu 26°C 33 26 Nilai organoleptik rasa daging salak pondoh pada suhu 10°C 33 27 Nilai organoleptik aroma buah salak pondoh pada suhu 26°C 35 28 Nilai organoleptik aroma buah salak pondoh pada suhu 10°C 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data perhitungan laju konsumsi O2 42

2 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 43 dan suhu terhadap laju konsumsi O2

3 Data perhitungan laju produksi CO2 44

4 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 45 dan suhu terhadap laju produksi CO2

5 Data perhitungan susut bobot 46

6 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 47 dan suhu terhadap susut bobot

7 Data perhitungan kekerasan 48

8 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 49 dan suhu terhadap kekerasan

9 Data perhitungan total padatan terlarut 50

10 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 51 dan suhu terhadap total padatan terlarut

11 Data perhitungan nilai organoleptik warna 52 12 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 53 dan suhu terhadap organoleptik warna

13 Data perhitungan organoleptik kekerasan 54

14 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 55 dan suhu terhadap organoleptik kekerasan

15 Data perhitungan nilai organoleptik rasa 56 16 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin lebah 57 dan suhu terhadap organoleptik rasa

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) merupakan salah satu hasil hortikultura asli Indonesia yang produksinya cukup banyak. Secara meluas disukai konsumen dan telah dirintis menjadi salah satu komoditi ekspor, namun masih banyak hambatan dalam pengembangannya, karena penanganan pascapanen yang kurang baik.

Salak termasuk jenis buah yang diprioritaskan pemerintah Indonesia sebagai komoditi yang hendak ditingkatkan ekspornya bersama jenis-jenis buah lain seperti alpokat, durian, mangga, rambutan, dan lain-lain. Konsumsi buah salak untuk pasaran lokal tercatat sangat tinggi sebab rakyat Indonesia yang jumlahnya ratusan juta rata-rata menggemari buah salak. Itulah sebabnya buah salak tergolong mudah laku. Hal ini tidak berbeda jauh dengan permintaan dari luar negeri yang juga tergolong cukup besar. Tidak hanya dari negara-negara di Asia Tenggara seperti, Malaysia, Singapura, dan Thailand saja yang meminta buah salak, tetapi juga negara-negara di Eropa dan Australia. Permintaan dari luar negeri ini menuntut kualitas buah yang benar-benar bagus. Peluang pasar lokal dan ekspor ini sudah selayaknya dimanfaatkan.

Produksi salak terus mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan luas areal dan penerapan teknik budidaya yang mendukung terjadinya peningkatan tersebut. Menurut data statistik dari BPS RI (2011), produksi salak Indonesia pada tahun 2011 sebesar 1.082.125 ton. Perkembangan produksi buah salak di Indonesia tahun 1997 – 2011 dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS, 2011)

(16)

2

Mutu buah-buahan sangat tergantung pada penanganan pascapanen buah tersebut. Pada buah salak salah satu karakteristik yang penting adalah ketika selesai dipanen buah masih melakukan aktivitas fisiologis terutama respirasi yang menjadi faktor penyebab kerusakan buah. Kerusakan yang sering terjadi yaitu pada ujung/sisi lancip buah salak, seperti serangan cendawan yang dapat menyebabkan perubahan pada aroma, rasa dan tekstur. Cita rasa yang tidak sedap, tekstur yang lunak, serta penampilan yang sangat tidak menarik, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai jual komoditas ini. Oleh karena itu, sangat diperlukan sekali penanganan pascapanen buah salak, antara lain dengan pelapisan lilin lebah pada ujungnya.

Pelapisan dengan menggunakan lilin lebah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang produk-produk hortikultura serta sebagai barier yang dapat menghalangi terjadinya perpindahan uap air, oksigen maupun karbondioksida. Keuntungan penggunaan pelapis dari bahan alami adalah sifatnya yang aman untuk digunakan terhadap produk pangan. Lilin lebah memiliki antioksidan dan antiradang karena adanya kandungan propolis dan produk lebah lainnya. Senyawa antioksidan ini berfungsi sebagai anti mikrobial yang diharapkan dapat memperpanjang umur simpan salak pondoh. Pada penelitian ini selain penggunaan pelapis, buah salak pondoh juga diberi perlakuan penyimpanan suhu rendah dengan tujuan untuk menghambat tumbuhnya penyakit terhadap buah salak. Perlakuan pelilinan terhadap ujung/sisi lancip buah salak pondoh ini yaitu dengan konsentrasi lilin 8%,10% dan12%.

Tujuan

1. Mengidentifikasi kerusakan buah salak pondoh pascapanen yang diambil dari berbagai pasar dan swalayan yang ada di daerah Bogor.

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Salak (Salacca edulis Reinw.)

Tanaman salak (Salacca edulis Reinw.) merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Daerah asalnya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai (http://www.iptek.net.id). Klasifikasi pohon salak adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Salacca

Spesies : Salacca edulis Reinw.

http://www.iptek.net.id

Gambar 2 Buah salak pondoh

Salak pondoh berasal dari daerah Sleman, Yogyakarta. Salak ini merupakan varietas unggul yang sangat populer, salah satu keunggulannya adalah rasanya yang manis meskipun buahnya masih muda. Buah salak pondoh berbentuk segitiga atau bulat telur terbalik, daging buah terdiri dari tiga septa dan berwarna putih kusam agak kekuningan, ketebalan daging buah 0.8-1.5 cm dan teksturnya keras. Dalam setiap buah terdapat 1-3 biji yang keras dan berwarna cokelat kehitaman (Agromedia, 2009).

Agromedia (2009) menyebutkan jumlah buah salak per tandan sekitar 10

(18)

4

Manfaat Buah Salak

Buah salak segar merupakan sumber penyedia serat dan mineral bagi tubuh, antioksidan, dan vitamin. Salak bermanfaat untuk mengobati diare dan mulas, serta insomnia. Kandungan kalsium (Ca) yang tinggi pada buah salak sangat baik untuk membantu pembentukan tulang dan gigi selama masa pertumbuhan, membantu peredaran darah karena kalium cukup tinggi, serta kandungan vitamin yang tinggi membantu menjaga ketahanan tubuh. Buah salak memiliki kandungan air yang tinggi, yaitu sebesar 78%, karbohidrat sebesar 20.9 %, dan kalori sebesar 77 kalori dan kandungan lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi buah salak dalam 100 gram No Kandungan Gizi Jumlah

1 Kalori (Kal) 77 yaitu proses respirasi sebagai sarana penyediaan energi yang sangat penting untuk mempertahankan strukstur sel dan jalannya proses – proses biokimia. Setiap sel hidup bernapas terus – menerus selama periode kehidupannya. Respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu : (1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, (2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, (3) transformasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air, dan energi. Protein dan

lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida (Pantastico, 1986). Proses respirasi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + 674 kkal (energi)

(19)

5

pemecahan senyawa karbondioksida dan gugus karbon yang diperlukan untuk persediaan dan reaksi sintesis setelah panen. Laju respirasi menjadi sangat penting karena pengaruh yang dihasilkannya yaitu indikasi keseluruhan metabolisme tumbuhan dan bagian-bagiannya. Laju respirasi pada buah dapat digunakan sebagai indikasi daya simpan suatu produk dan indikator kondisi penyimpanan untuk memperpanjang umur simpan suatu komoditas. Sebagai tambahan, laju respirasi juga digunakan untuk menghitung kehilangan akibat pengeringan dan konsumsi oksigen selama penyimpanan. Besar kecilnya laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang digunakan, dan CO2

yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul. Dalam praktek biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O2 dan

pengeluaran CO2 (Pantastico, 1986).

Kerusakan Pascapanen

Pada kondisi yang baik buah salak memiliki beberapa faktor mutu antara lain penampilan, kondisi, tekstur, cita rasa dan nilai nutrisi. Seiring dengan lamanya usia penyimpanan setelah dipanen, maka buah salak pun akan mengalami penurunan kualitas. Pada umumnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas antara lain adalah cendawan, inang dan lingkungan. Cendawan patogen sangat banyak dijumpai pada saat buah masih berada pada tanaman atau di dalam ruang simpan. Meskipun demikian hanya beberapa jenis patogen yang mampu tumbuh dan berkembang dan menimbulkan kerusakan pada produk pascapanen.

Buah salak yang terserang cendawan memiliki aroma dan cita rasa yang tidak sedap serta tekstur yang lunak. Suharjo dan Wijadi (1991) dalam Kusmiadi (2011) melaporkan bahwa busuk buah salak pondoh disebabkan oleh serangan cendawan Aspergillus sp., Fusarium sp. dan Ceratocystis paradoxa. Menurut Kusuma et al. (1995) gejala buah yang busuk akibat serangan Ceratocystis paradoxa yaitu ujung buah mulai melunak, jika dikupas akan tampak daging yang berwarna coklat hitam, lunak dan basah. Permukaan kulit buah yang terserang Fusarium sp. tertutup oleh miselium berwarna putih, daging buah busuk. Sedangkan buah busuk yang disebabkan oleh Aspergillus sp. dimulai dari pangkal buah dengan ditandai adanya konidiofor dan kepala berkonidium berwarna kuning.

(20)

6

Penyimpanan Dingin

Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat penurunan mutu buah-buahan dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara, penyimpanan dingin dapat juga dikombinasi dengan penambahan zat pengawet kimia. Kegunaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempetahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat saat akan memulai proses pendinginan (Purwanto, 2007).

Menurut (Pantastico, 1989) penanganan dengan cara penyimpanan dingin diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak. Cara ini dapat mengurangi :

a. Kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lannya.

b. Proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna serta tekstur.

c. Kehilangan air dan pelayuan.

d. Kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir). e. Proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki.

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan dingin yaitu penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah yang diakibatkan oleh suhu dingin (chilling injury) (Purwanto, 2007).

Penyimpanan di bawah suhu 15°C, di atas titik beku bahan dikenal dengan penyimpanan dingin. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Pendinginan akan mengurangi kelayuan serta kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia, dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins, 1971). Cara ini walaupun dapat meningkatkan masa simpan namun kurang efektif untuk mempertahankan mutu sesuai dengan yang dikehendaki, karena buah masih dalam keadaan hidup dan melakukan kegiatan respirasi (Syarif dan Haryadi, 1990).

Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang efektif dan bermanfaat untuk memperlambat perkembangan pembusukan pasca panen pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang disebabkan oleh infeksi di bagian dalam. Keuntungan paling besar dalam penyimpanan dalam suhu dingin didapat dari komoditi yang dapat disimpan dengan baik pada suhu-suhu paling dekat dengan titik beku dan hanya diserang oleh patogen-patogen yang secara nisbi memiliki suhu optimum untuk pertumbuhannya (Riza, 2004).

Pelilinan (waxing)

(21)

7

respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi, dan menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Pelapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah dan menjadikan produk dapat lebih lama diterima oleh konsumen.

Buah-buahan dan sayur-sayuran mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar yang sebagian hilang karena pencucian. Mitchell dalam Nugroho (2002) menyatakan bahwa pelilinan digunakan untuk menggantikan lapisan lilin alami yang hilang akibat proses prapanen atau pascapanen serta dapat memperbaiki penampilan buah.

Emulsi lilin untuk komoditi segar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu (1) tidak berpengaruh terhadap rasa dan komoditi, (2) tidak beracun, (3) mudah kering dan tidak lengket, (4) tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, (5) mudah diperoleh dan murah harganya (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Konsentrasi lilin optimal untuk produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 . Konsentrasi emulsi lilin optimal pada beberapa komoditas hortikultura

Komoditas Konsentrasi lilin optimal

Emulsi lilin dapat dibuat dari bahan lilin dengan bahan pengemulsi, antara lain tebal, karnauba, maupun lebah, sedangkan emulsifier yang digunakan adalah trietanol amin dan asam oleat. Untuk pemakaian fungisida sering digunakan Benlate – 50, Thiabendazole – 60 dan lain-lain.

(22)

8

Tabel 3. Komposisi dasar emulsi lilin 12%

Bahan Dasar Komposisi (gram) Lilin lebah 120 Trietanolamin 40 Asam oleat 20 Air panas 820 Sumber : Balai Hortikultura, 2002

(23)

9

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai Pengaruh Pelilinan pada Ujung Buah Salak Pondoh Pascapanen dengan Suhu yang Berbeda terhadap Investasi Penyakit dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juni 2013 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini digunakan beberapa peralatan yaitu lemari pendingin untuk penyimpanan, refraktometer Atago PR-201 untuk mengukur total padatan terlarut daging buah salak, rheometer model CR-500 DX dengan diameter jarum 5 mm untuk mengukur kekerasan buah salak , cosmotector XPO-314, timbangan digital untuk mengukur berat buah salak, keranjang buah dan alat-alat lain yang menunjang penelitian.

Bahan utama yang digunakan adalah sampel buah salak pondoh yang diinkubasi pada suhu ruang diambil dari pasar tradisional dan swalayan dengan kultivar pondoh (penelitian pendahuluan) dan buah salak pondoh yang diambil langsung dari tandannya (penelitian utama). Bahan lilin yang digunakan untuk melapisi buah adalah lilin lebah. Bahan kimia yang digunakan sebagai emulsifier adalah asam oleat dan trietanolamin, dan sebagai pengencer digunakan air tidak sadah.

(a) (b)

(c) (d)

(24)

10

METODE PENELITIAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan buah salak pondoh yang berasal dari pasar Bogor (suhu ruang) dengan buah salak pondoh yang berasal dari swalayan Bogor (suhu dingin). Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan penyimpanan pada suhu ruang (28°C) terhadap buah salak pondoh yang diperoleh dari tiga pasar tradisional dan swalayan di Kotamadya Bogor. Setiap sampel terdiri dari 1 kg buah salak. Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap sampel buah salak pondoh sampai buah salak tersebut terserang penyakit. Adapun ciri-ciri buah salak yang sudah terserang penyakit antara lain, ujung buah mulai melunak, jika dikupas akan tampak daging yang berwarna coklat hitam, lunak dan basah. Dengan hal tersebut dapat diketahui buah salak yang paling lama masa simpannya. Alur dari penelitian pendahuluan ini seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir penelitian pendahuluan Inkubasi pada suhu ±28°C sampai telihat

kerusakan akibat serangan penyakit

Salak pondoh yang terserang penyakit Pengambilan sampel salak pondoh secara acak sebanyak 1 kg di 3 pasar tradisional dan pasar modern di Kotamadya Bogor

(25)

11

Penelitian Utama

Bahan yang digunakan adalah buah salak pondoh dengan indeks kematangan 50% disortasi dan dipilih sebanyak 544 buah yang bentuknya normal, permukaan kulit bersih, bebas cacat, jamur, dan penyakit. Buah salak pondoh dibagi menjadi 4 kelompok masing – masing 136 buah untuk mendapatkan perlakuan dengan empat konsentrasi yang berbeda (0%, 8%, 10%, dan 12%). Buah salak pondoh yang telah dilapisi lilin kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, setelah kering buah salak pondoh disimpan pada lemari pendingin dan pada suhu ruang.

Pembuatan emulsi lilin lebah yaitu dengan memanaskan lilin lebah dan aquades hingga lilin lebah mencair seluruhnya, sebelumnya lilin lebah diiris tipis-tipis terlebih dahulu untuk mempermudah pencairan. Selanjutnya larutan lilin dan aquades ditambah asam oleat dan trietanolamin, setelah itu campuran diaduk menggunakan homogenizer dengan RPM 11000 hingga tercampur merata (kurang lebih selama 5-7 menit) seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Pembuatan emulsi lilin lebah dengan homogenizer

(26)

12

Gambar 6 Diagram alir penelitian utama Sortasi

Pembersihan

Kontrol : tanpa bahan pelapis lilin

Pencelupan ujung buah salak pada : (a) Lilin lebah dengan konsentrasi 8% (b) Lilin lebah dengan konsentrasi 10% (c) Lilin lebah dengan konsentrasi 12%

Penirisan

Penyimpanan pada suhu 10 °C dan suhu ruang (26 °C) Panen salak

Pengukuran dan pengamatan : - Laju konsumsi O2 dan produksi CO2 - Susut bobot

(27)

13

Pengamatan Perubahan Mutu

1. Kerusakan

Pada penelitian pendahuluan, pengukuran terhadap besarnya kerusakan yang terjadi dalam penyimpanan buah salak pondoh dilakukan dengan cara pemisahan dan penimbangan buah salak yang telah mengalami kerusakan berupa busuk, berjamur, memar, kemudian dibandingkan dengan berat seluruh buah salak yang masih utuh. Pengukuran dilakukan sampai terjadi kerusakan 100%. Besarnya kerusakan yang terjadi dinyatakan dalam persen kerusakan berdasarkan persamaan berikut ini :

Pengukuran laju respirasi yang dilakukan dengan mengukur konsentrasi O2

dan CO2 buah salak selama penyimpanan di lemari pendingin setiap 3 jam/hari.

Alat yang digunakan adalah cosmotector XPO-314. Buah salak pondoh yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam toples dengan kondisi tertutup rapat dimana pinggiran penutup toples dilapisi malam agar udara tidak bocor. Untuk pemasukkan dan pengeluaran udara saat pengukuran dibuatkan dua saluran selang yang ujung – ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi kedua selang tersebut dihubungkan dengan gas Analyzer. Laju produksi gas CO2 dan konsumsi

O2 (ml. kg -1. jam-1) dihitung dengan persamaan :

V = volume bebas respiration chamber (ml) W = berat produk (kg)

2. Susut Bobot

(28)

14

Susut bobot (%) =

x 100% Dimana :

bo = bobot awal penyimpanan (gram)

bi = bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram)

3. Kekerasan Daging Buah

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer model CR-300 yang diset dengan mode 1, beban maksimum 2 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm.menit -1 dan diameter jarum 5 mm. Pengujian dilakukan pada bagian ujung buah. Selama pengujian buah dipegang dengan tangan agar buah tidak bergeser. Pengujian kekerasan dilakukan setiap 2 hari sekali.

4. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer digital. Pengukuran dilakukan setiap 2 hari sekali selama 31 hari pengamatan. Daging buah yang telah dihancurkan diletakkan pada prisma refraktometer digital yang sudah distabilkan pada suhu 25 °C kemudian dilanjutkan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquadest. Angka refraktometer menunjukkan Total Padatan Terlarut (°Brix).

5. Uji Organoleptik

Sampel diuji organoleptik untuk mengetahui sejauh mana konsumen menerima perubahan sifat fisik dan kimia buah salak selama penyimpanan. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan dan menggunakan 10 orang panelis. Prinsipnya adalah dengan mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap warna, kekerasan, rasa, dan aroma sampel. Tingkat penerimaan ini dinyatakan dalam skala numerik yaitu : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan di laboratorium dimana kondisi lingkungan cukup terkendali maka rancangan percobaan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gomez, 1995 dalam Khairani, 2012). Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yang digunakan adalah perlakuan bahan pelapis terdiri atas 4 taraf yaitu :

A1= Tanpa bahan pelapis

A2 = Pelapisan lilin dengan konsentrasi 8% pada ujung buah salak

(29)

15

A4 = Pelapisan lilin dengan konsentrasi 12% pada ujung buah salak

Faktor kedua yang digunakan adalah perlakuan suhu yang terdiri atas 2 taraf yaitu:

B1 : Perlakuan penyimpanan pada suhu 10 °C

B2 : Perlakuan penyimpanan pada suhu ruang (28°)

Sehingga dapat diperoleh model matematis dari rancangan percobaan tersebut, yaitu :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Respon setiap parameter yang diamati µ = Nilai rata-rata umum

αi = Pengaruh utama faktor bahan pelapis

βj = Pengaruh utama faktor suhu penyimpanan

(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan bahan pelapis dan suhu penyimpanan

εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal Di mana :

i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2 k = 1, 2, 3, 4

(30)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Kerusakan Buah Salak Pondoh

Tingkat kerusakan merupakan salah satu parameter uji yang digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi selama penyimpanan dengan menghitung besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan yang terjadi pada bahan pertanian seperti halnya buah salak pondoh bermacam-macam penyebabnya, diantaranya kerusakan yang disebabkan karena over ripe (lewat matang), kerusakan akibat cendawan, maupun kerusakan fisik dan mekanis seperti kerusakan akibat adanya benturan dan gesekan. Sedangkan yang dimaksud buah rusak adalah apabila buah menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan seperti buah sudah layu, ditumbuhi oleh jamur yang tampak secara visual, menimbulkan bau alkohol, daging buah lunak, berair serta tidak layak untuk dikonsumsi (Rosyid, 2012). Pada Gambar 7, disajikan histogram yang menunjukkan besarnya tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan.

Gambar 7 Laju peningkatan kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan suhu ruang dari berbagai pasar tradisional dan pasar modern

(31)

17

karena buah salak pondoh yang berasal dari pasar tradisional disimpan pada suhu dingin sedangkan salak pondoh yang berasal dari pasar tradisional disimpan pada suhu ruang. Selain itu salak pondoh ini tidak disimpan sejak awal pasca petik , melainkan sudah 1 - 4 hari disimpan di tangan penjual. Oleh karena itu salak pondoh tersebut cepat mengalami kerusakan. Kerusakan pada salak pondoh ini berupa adanya pertumbuhan cendawan pada kulit buah terutama pada bagian ujung buah, kulit buah berubah menjadi coklat, lunak, berair, terjadi susut bobot dan bahkan busuk seperti pada Gambar 8. Buah salak pondoh ini diserang oleh Thielaviopsis paradoxa (Kusmiadi, 2011). Murtiningsih et al. (1996) melaporkan bahwa Thielaviopsis sp. merupakan penyebab penyakit pada buah salak. Soytong dan Jitkasemsuk (2001) melaporkan bahwa di Thailand, busuk buah pada salak disebabkan oleh T. paradoxa. Thielaviopsis paradoxa merupakan cendawan yang dapat menginfeksi setiap bagian dari tanaman palm dan dapat menyebabkan berbagai penyakit. Cendawan ini ditemukan di seluruh dunia. Kisaran tanaman inangnya terbatas pada tanaman monokotil yang tumbuh di iklim hangat (tropis). Selain palm cendawan ini juga merupakan penyebab penyakit pada pisang, nanas dan tebu (Elliott, 2009) dalam Kusmiadi.

Untuk itu diperlukan sekali penanganan dalam menghambat kerusakan salak pondoh, salah satunya yaitu dengan pelapisan lilin lebah pada ujung buah salak pondoh.

(32)

18

(a) Penyimpanan hari ke- 3

(b) Penyimpanan hari ke- 4

(c) Penyimpanan hari ke- 5

(d) Penyimpanan hari ke- 6

(e) Penyimpanan hari ke- 7

Gambar 8 Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 28-29 °C, A = pasar tradisional I, B = pasar tradisional II, C = pasar tradisional

III, dan G = pasar modern

G

B

C

A

G

C

B

A

G

C

B

A

G

C

A

(33)

19

Efektivitas Emulsi Lilin Lebah terhadap Pertumbuhan Penyakit pada Ujung (Sisi Lancip) Buah Salak Pondoh

Dengan adanya penelitian pendahuluan, di mana dapat diketahui tingkat kerusakan yang dialami oleh buah salak pondoh baik yang berasal dari pasar tradisional maupun pasar modern. Hal tersebut meyakinkan kita untuk perlunya dilakukan penanganan pascapanen yang lebih baik demi terciptanya mutu buah salak yang baik pula. Pada penelitian utama ini dilakukan pascapanen buah salak pondoh dengan pelilinan pada ujung buah salak serta penyimpanan pada suhu dingin.

Perubahan mutu buah salak pondoh selama penyimpanan dapat diamati dari beberapa parameter uji antara lain laju respirasi, susut bobot, kekerasan daging buah, total padatan terlarut dan hasil organoleptik.

1. Laju Respirasi

Laju respirasi merupakan petunjuk terhadap kemampuan daya simpan suatu komoditi, yang ditunjukkan oleh besarnya laju konsumsi O2 dan produksi

CO2. Pada saat respirasi berlangsung, terjadi proses katabolisme yang merombak

makromolekul menjadi molekul yang lebih sederhana dengan menghasilkan energi ( panas ) uap air dan gas CO2 dimana proses respirasi ini memerlukan

oksigen. Oleh karena itu laju respirasi sangat perlu diketahui karena mempengaruhi sistem metabolisme buah pascapanen.

a. Laju Konsumsi O2

Berdasarkan hasil pengukuran laju konsumsi O2 suhu 26°C pada awal

penyimpanan menunjukkan bahwa laju konsumsi O2 salak pondoh cenderung

tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya usaha untuk mempertahankan tetap berfungsinya organ-organ respirasi setelah buah terpisah dari inangnya. Selain itu laju respirasi yang tinggi pada awal penyimpanan juga disebabkan oleh suhu awal buah salak yang masih tinggi karena adanya panas lapang sehingga belum dapat menyesuaikan dengan suhu penyimpanan (Mahmudah 2008). Muchtadi (1992) menyimpulkan bahwa kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi dari buah-buahan akan meningkat sampai dua setengah kali untuk kenaikan suhu sebesar 10°C yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh proses biologi maupun kimia.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa laju konsumsi O2 suhu 10°C dari

hari ke hari meningkat dan menurun pada penyimpanan hari ke – 9. Pada penyimpanan hari ke – 10 laju konsumsi mulai naik lagi hingga akhir masa simpan (hari ke – 31). Menurunnya laju respirasi disebabkan karena substrat yang digunakan untuk proses respirasi mulai berkurang. Disamping itu menurunnya laju respirasi disebabkan karena O2 yang ada dipergunakan oleh salak pondoh

untuk proses respirasi dan oksidasi substrat. Dengan terbatasnya O2

mengakibatkan perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju

(34)

20

lingkungan, sehingga daya simpan buah menjadi lama (Amiarsi et al,1996). Pola respirasi buah salak yang lewat masak umumnya menunjukkan penurunan selama penyimpanan untuk semua kultivar salak, sedangkan pada tingkat kematangan setengah masak, pola respirasinya tidak teratur (Suter, 1988 ).

Gambar 9 Laju Respirasi O2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 26°C

Gambar 10 Laju Respirasi O2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 10°C

Dari hasil penelitian secara umum diperoleh bahwa laju respirasi buah salak dipengaruhi oleh konsentrasi lilin lebah dan suhu penyimpanan, di mana semakin tinggi suhu, laju respirasi semakin tinggi, demikian pula dengan penambahan konsentrasi lilin lebah pada suhu dingin laju respirasinya semakin rendah. Pada awal penyimpanan suhu ruang (26°C) laju konsumsi O2 terendah

pada pelapisan lilin lebah 8% (34.09 ml/kg.jam) dan yang tertinggi yaitu pada kontrol (38.48 ml/kg.jam). Sedangkan pada akhir penyimpanan (hari ke – 7) laju konsumsi terendah yaitu pada pelapisan lilin lebah 10% (44.60 ml/kg.jam) dan

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

0.0

(35)

21

laju konsumsi O2 tertinggi pada kontrol (65.82 ml/kg). Pada awal penyimpanan

suhu dingin 10°C laju konsumsi O2 terendah yaitu pada pelapisan lilin lebah 8%

(4.60 ml/kg.jam) dan yang tertinggi pada pelapisan lilin lebah 10% (7.23 ml/kg.jam). Sedangkan pada akhir penyimpanan (hari ke – 31) laju konsumsi O2

terendah yaitu pada pelapisan lilin lebah 8% (9.51 ml/kg.jam) dan yang tertinggi pada pelapisan lilin lebah 10% ( 12.93 ml/kg.jam). Hal ini terjadi karena salak pondoh yang tidak dilapisi lilin akan cepat melakukan proses respirasi dan transpirasi, dan disini dapat disimpulkan dengan adanya pelilinan pada ujung buah salak pondoh laju respirasi akan berjalan lambat. Pernyataan tersebut sesuai dengan Mitchell (1992) melaporkan bahwa lapisan lilin akan menutupi sebagian pori-pori kulit buah, sehingga laju respirasi dapat dihambat dan laju kehilangan air dapat ditekan. Buah yang tidak dilapisi lilin memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin. Parahnya kerusakan dapat memicu laju respirasi sehingga umur simpan menjadi lebih pendek (Pantastico et al. 1986). Dengan demikian dapat disimpulkan pada suhu ruang (26°C) pelilinan lebah 10% dapat menghambat laju konsumsi O2 hingga hari ke- 7. Sedangkan

pada penyimpanan suhu dingin (10°C) pelilinan lebah 8% dapat menghambat laju konsumsi O2 hingga hari ke – 31.

Dari hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi lilin pada ujung buah salak mulai berpengaruh nyata (p≤0.05) terhadap laju konsumsi O2 pada penyimpanan hari ke –3, 5,6,8,15,17,18,19,22, dan 23. Berdasarkan analisis uji lanjut Duncan konsentrasi 8% memiliki nilai rata – rata laju konsumsi O2 terendah dari

konsentrasi yang lainnya, sedangkan kontrol memiliki nilai rata-rata tertinggi. Perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke- 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7. Dari uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai rata – rata laju konsumsi O2 terendah dimiliki oleh suhu dingin (10°C) yang berarti penyimpanan

suhu ruang 26°C cepat mengalami kerusakan, namun pada penyimpanan suhu rendah 10°C mulai mengalami kerusakan pada akhir penyimpanan yaitu hari ke -31. Jadi dari penelitian yang telah dilakukan, laju konsumsi O2 selama

penyimpanan dipengaruhi oleh suhu dan pelapisan lilin lebah pada ujung buah salak pondoh dimana konsentrasi 8% dan suhu dingin (10°C) mampu menekan laju konsumsi O2 pada buah salak pondoh selama penyimpanan.

1. Laju Produksi CO2

Pada Gambar 11 dan Gambar 12 terlihat bahwa pelapisan lilin lebah pada ujung buah salak pondoh dan suhu dapat mempengaruhi produksi CO2.

(36)

22

Gambar 11 Laju Respirasi CO2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu

26°C

Gambar 12 Laju Respirasi CO2 buah salak pondoh selama penyimpanan suhu

10°C

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, nilai perubahan laju produksi CO2 tertinggi yaitu pada buah salak pondoh yang disimpan pada suhu

ruang (26°C) sebesar 69.73 ml/kg.jam sedangkan penyimpanan pada suhu 10°C menghasilkan nilai laju produksiCO2 tertinggi sebesar 28.95 ml/kg.jam. Apabila

dilihat pada Gambar 10 pada penyimpanan suhu ruang, perubahan laju respirasi pada buah salak pondoh dengan konsentrasi lilin lebah 8% menghasilkan laju produksi CO2 yang tinggi. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin, konsentrasi

lilin lebah 12% menghasilkan laju produksi CO2 yang tinggi. Meskipun,

menghasilkan laju produksi CO2 yang tinggi, buah salak dengan konsentrasi lilin

lebah 8% pada suhu ruang mempunyai umur simpan yg lebih lama dan konsentrasi lilin lebah 12% pada suhu dingin mempunyai umur simpan yang lebih lama juga. Hal ini dapat terjadi karena buah salak yang berada di dalam toples terdapat luka dan menghasilkan cendawan, dimana cendawan tersebut akan menghasilkan perubahan nilai CO2 menjadi lebih tinggi. Meskipun buah salak

0

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

0.0

(37)

23

pondoh yang berada di dalam toples menghasilkan laju produksi CO2 yang tinggi,

penyimpanan buah salak pondoh (di luar toples) dengan konsentrasi lilin lebah 8% pada suhu ruang (hari ke –7) dan konsentrasi lilin lebah 12% pada suhu dingin ( hari ke -21) masih dalam kondisi yang baik, tidak banyak cendawan yang tumbuh seperti buah salak pondoh yang terdapat di dalam toples untuk mengukur laju respirasi. Lain halnya dengan kontrol mampu bertahan sampai hari ke – 5 (suhu ruang) dan sampai hari ke- 24 (untuk suhu dingin). Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno dan Ferdiaz (1981), pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat.

Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan suhu berbeda nyata (p≤0.05) pada penyimpanan hari ke- 1, 2, 10, 14, 21, 24 dan 25, dimana suhu ruang (26°C) memiliki laju produksi CO2 yang lebih besar dibanding suhu dingin (10°C), sehingga salak yang

disimpan pada suhu dingin memiliki kualitas daya simpan yang lebih baik daripada suhu ruang. Sedangkan perlakuan pelilinan pada ujung buah salak

pondoh berbeda nyata (p≤0.05) pada penyimpanan hari ke – 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11,

12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 26, 27, 28, 29, 30, dan 31. Interaksi antara konsentrasi pelapisan lilin lebah dan suhu penyimpanan pada penyimpanan hari ke – 3, 4 dan 5 berpengaruh nyata terhadap laju perubahan produksi CO2.

Susut Bobot

Terjadi kenaikan susut bobot selama penyimpanan, terutama disebabkan oleh transpirasi yaitu hilangnya uap air melalui kutikula dan akibat proses respirasi. Kehilangan air pada hasil hortikultura merupakan penyebab utama kerusakan buah–buahan selama penyimpanan. Kehilangan air dapat menyebabkan kehilangan berat, penampakan yang kurang menarik dan tekstur yang lunak. Berat buah salak berkurang seiring semakin lamanya penyimpanan. Pengurangan berat tersebut terjadi pada buah salak pondoh baik yang tanpa pelapisan maupun yang diberi perlakuan pelapisan dengan lilin lebah. Secara umum persentase susut bobot salak pondoh selama penyimpanan mengalami peningkatan, seperti pada Gambar 13 dan 14.

Gambar 13 Perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 26°C

(38)

24

Gambar 14 Perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 10°C

Dari Gambar 14 secara umum susut bobot pada buah salak pondoh dengan konsentrasi 8% pada suhu 10°C menghasilkan persentase susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan salak pondoh dengan konsentrasi 0%, 8% dan 10%. Sedangkan susut bobot salak pondoh dengan konsentrasi 0% (kontrol) pada suhu 26°C menghasilkan persentase susut bobot yang lebih tinggi. Pada penyimpanan suhu rendah (10°C) nilai susut bobot paling rendah adalah konsentrasi 12% (0,02) dan susut bobot tertinggi yaitu tanpa pelapisan lilin lebah (kontrol) pada suhu 26°C (0,09). Adapun buah salak pondoh dengan konsentrasi 0% (kontrol) mampu bertahan hingga hari ke – 23. Sedangkan dengan berbagai konsentrasi yang lain mampu bertahan hingga hari ke – 31. Hal ini terjadi karena salak pondoh yang tidak diberi lapisan lilin pori-pori buah terbuka sehingga jumlah air yang hilang lebih banyak. Sedangkan untuk salak pondoh yang diberi lapisan lilin akan menutup pori-pori kulit buah sehingga jumlah air yang hilang dalam proses transpirasi lebih sedikit. Jadi pelapisan lilin lebah pada ujung buah salak pondoh dapat mengurangi susut bobot salak pondoh.

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa konsentrasi lapisan lilin dan suhu penyimpanan berpengaruh secara nyata

(p≤0.05) terhadap susut bobot pada hari ke- 3, 5, 7, 25, 27, 29 dan 31 tetapi

interaksi antara konsentrasi lapisan lilin dan suhu tidak berpengaruh nyata pada susut bobot.

Dari grafik hasil penelitian terlihat penyimpanan suhu ruang (26°C) mengalami kehilangan susut bobot lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dingin (10°C). Begitu juga dengan konsentrasi lilin yang digunakan, pada Gambar 13 terlihat bahwa pelilinan 0% dan 10% mengalami penurunan susut bobot yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 8% dan 12%. Dari penelitian dan pengujian yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa perlakuan pelapisan lilin dengan konsentrasi 8% mampu mengurangi susut bobot buah salak selama

(39)

25

Kekerasan Daging Buah

Kekerasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu salak pondoh segar. Kekerasan sangat penting dalam menentukan kesegaran produk. Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan maka akan menyebabkan buah salak pondoh menjadi lunak selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan pola perubahan kekerasan selama penyimpanan pada suhu 26°C dan suhu 10°C. Selama penyimpanan nilai kekerasan buah salak turun dari awal sampai akhir pengamatan untuk semua perlakuan. Hal ini dapat dikatakan bahwa daging buah salak pondoh dari hari ke hari selama penyimpanan menjadi lebih lunak.

Pada Gambar 15 dan 16 menunjukkan salak pondoh dengan konsentrasi lilin 12% pada suhu 26°C dan suhu 10°C, baik dari awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan menghasilkan nilai kekerasan yang tertinggi berturut – turut yaitu sebesar 1.643 kgf dan 1.353 kgf untuk suhu 26°C serta 1.622 kgf dan 1.331 kgf untuk suhu 10°C. Pada penyimpanan suhu 26°C, nilai kekerasan terendah yaitu pada pelapisan lilin lebah 8% yaitu sebesar 1.229 kgf. Sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C, nilai kekerasan pada salak pondoh dengan konsentrasi 0% (kontrol) relatif rendah dibandingkan salak pondoh dengan konsentrasi 8%, 10% dan 12%. Akan tetapi pada akhir penyimpanan salak pondoh dengan konsentrasi 8% pada suhu 10°C menghasilkan nilai terendah yaitu 1,257 kgf. Secara umum konsentrasi 12% pada salak pondoh mampu menghambat pertumbuhan cendawan dan memperkecil terjadinya kerusakan. Aktivitas cendawan ini dapat menyebabkan percepatan pelunakan buah karena terjadi proses pembusukan buah. Pelapisan lilin lebah dapat mempertahankan kadar air dan susut bobot pada buah salak pondoh sehingga kekerasan pun dapat dipertahankan. Hal ini sesuai dengan Seymour et al. (1993) kekerasan pada buah-buahan segar disebabkan oleh hilangnya tekanan turgor, perubahan pati dan degradasi dinding sel. Aplikasi pelapisan lilin akan memperlambat terlepasnya ikatan matriks pektin dengan selulosa pada dinding sel karena terbatasnya O2

internal yang akan berpengaruh terhadap aktivitas enzim hidrolase. Oleh karena itu proses pelunakan pada pencelupan salak pondoh dalam pelapisan lilin lebah cenderung lebih lambat dibandingkan kontrol.

(40)

26

Gambar 15 Perubahan kekerasan buah salak pondoh selama penyimpanan suhu 26°C

Gambar 16 Perubahan kekerasan salak pondoh selama penyimpanan suhu 10°C

Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung dalam buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Menurut Burto (1982) yang diacu dalam Meizar (2012), sintesis sukrosa maupun heksosa di dalam jaringan tanaman melalui proses hidrolisis pati oleh enzim amilase. Proses ini menjadi tidak efektif pada kondisi suhu rendah dengan lingkungan yang mengandung 0-3% O2. Pengukuran total padatan terlarut

dinyatakan dengan derajat brix sukrosa. Sukrosa memberikan rasa manis sehingga semakin tinggi nilai total padatan terlarut buah salak akan semakin manis. Total padatan terlarut cenderung berfluktuasi selama penyimpanan.

1.2

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

1.2

(41)

27

Gambar 17 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) buah salak pondoh pada Suhu 26°C

Gambar 18 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) buah salak pondoh pada Suhu 10°C

Pada Gambar 17 menunjukkan total padatan terlarut paling tinggi pada akhir penyimpanan suhu ruang yaitu pada kontrol (25.7°Brix) dan yang terendah pada pelapisan lilin lebah 8% (22.7°Brix). Pada Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut buah salak pada akhir penyimpanan suhu 10°C yang tertinggi adalah pelapisan lilin lebah 8% (21°Brix) dan yang terendah pada pelapisan lilin 12% (20.3°Brix), hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi lilin lebah yang lebih tinggi dapat menurunkan nilai total padatan terlarut buah salak pondoh.

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa konsentrasi pelilinan pada ujung buah salak pondoh mulai

berpengaruh nyata (p≤0.05) terhadap total padatan terlarut pada hari ke-

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

5

(42)

28

5,7,9,11,13,15,17,25 dan 27 dimana rata-rata konsentrasi yang dapat mempertahankan total padatan terlarut yaitu konsentrasi lilin 8%. Sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke – 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15. Pada hari tersebut suhu dingin terlihat berbeda nyata dengan suhu ruang dimana buah salak pondoh pada suhu ruang memiliki rata – rata total padatan terlarut yang lebih besar. Perubahan total padatan terlarut karena hidrolisis pati yang terus berlangsung selama buah salak pondoh disimpan. Hal ini sesuai dengan Juanasri (2004) penghambatan peningkatan total padatan terlarut mengindikasikan bahwa proses perombakan pati di dalam buah terhambat. Hal ini berhubungan dengan laju respirasi, dimana kegiatan respirasi melibatkan terjadinya pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi gula. Terhambatnya respirasi kemungkinan menyebabkan hanya sedikit pati yang berubah menjadi gula dan berpengaruh pada penurunan total padatan terlarut. Hal ini sesuai dengan pernyatan Santoso dan Purwoko (1995) dalam Putra, (2011) menyatakan bahwa kegiatan respirasi mempengaruhi perubahan rasa dan tekstur buah, jika terjadi peningkatan laju respirasi maka terjadinya pemecahan polimer karbohidrat semakin cepat.

Organoleptik

Pengujian dilakukan terhadap kekerasan, warna, rasa dan aroma. Dimana sifat organoleptik bagi produk makanan dalam hal ini buah salak pondoh segar merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen. Kualitas buah salak pondoh ditentukan oleh konsumen. Pada umumnya konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu komoditi salak pondoh berdasarkan penilaian secara visual yang meliputi warna, kekerasan, rasa dan aroma. Oleh karena itu untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap buah salak pondoh yang telah diberi perlakuan pelilinan pada ujungnya, maka dilakukan suatu pengujian organoleptik dengan menggunakan panelis tidak terlatih, namun tidak asing lagi terhadap buah salak pondoh dan sudah pernah mencicipi buah salak pondoh. Uji organoleptik akan sangat relatif hasilnya karena setiap orang mempunyai kepekaan indera yang berbeda-beda terutama jika panelisnya tidak terlatih khusus untuk keperluan ini (Winarno, 1973).

Pengujian dilakukan terhadap parameter ujung buah salak pondoh yang diberi perlakuan lilin lebah 8%, 10%, 12%, serta kontrol yaitu warna, kekerasan, rasa dan aroma. Respon panelis ditabulasikan ke dalam skor tingkat pengamatan dan pengujian 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka). Batas terendah penerimaan panelis ditetapkan pada nilai hedonik 3.5 (agak tidak suka hingga netral) karena belum mencapai titik penolakan panelis.

Perubahan Kesukaan terhadap Warna

(43)

29

antoxantin biasanya memberikan warna putih atau tidak berwarna pada sebagian besar buah-buahan. Warna kuning kadang-kadang dapat berubah menjadi coklat atau coklat kemerahan. Sebagian warna coklat dapat dihasilkan dari flavon, tetapi sebagian besar merupakan hasil reaksi ion dengan tanin.

Pada warna daging salak pondoh baik yang berlapis lilin maupun kontrol yang paling disukai panelis adalah salak pondoh pada awal penyimpanan. Pada Gambar 19 hari ke – 13 penyimpanan suhu ruang, kesukaan terhadap warna daging salak pondoh berkurang khususnya pada salak pondoh berlapis lilin lebah 8% dan 10%, yaitu memiliki nilai hedonik rata-rata di bawah 3.5. Pada suhu 10°C, dapat dilihat pada Gambar 20 penyimpanan hari ke -29 warna daging salak pondoh pada semua perlakuan dan kontrol mengalami penurunan melewati batas nilai hedonik (3.5), dimana panelis tidak suka pada semua perlakuan pelapisan dan kontrol terhadap warna daging salak pondoh. Pencoklatan warna daging buah salak pondoh dapat terjadi secara enzimatis dan non enzimatis (Meyer, 1982). Pencoklatan enzimatis hanya terjadi dalam jaringan yang hidup atau sedikitnya dalam jaringan tersebut masih mengandung enzim yang aktif. Reaksi ini terjadi bilamana jaringan mengalami kerusakan, misalnya memar, luka karena terpotong atau karena kondisi abnormal lainnya. Jaringan yang luka menyebabkan sistem sel terganggu sehingga enzim dapat berhubungan dengan substrat dan akan mudah kontak dengan udara sehingga pencoklatan cepat terjadi. Enzim yang bertanggung jawab terhadap reaksi pencoklatan ini adalah enzim polyphenol oksidase/phenolase. Reaksi pencoklatan dapat dihentikan dengan memanaskan buah pada suhu yang cukup tinggi untuk denaturasi protein (Meyer, 1982).

Gambar 19 Nilai organoleptik warna daging salak pondoh pada suhu 26°C 0

(44)

30

Gambar 20 Nilai organoleptik warna daging salak pondoh pada suhu 10°C

Hasil sidik ragam pada Lampiran 12 menunjukkan perlakuan konsentrasi lilin berpengaruh nyata (p≤0.05) terhadap organoleptik warna pada penyimpanan hari ke – 7,13,25 dan 27. Hasil uji lanjut Duncan pada hari ke – 25 menunjukkan bahwa semua perlakuan pelapisan lilin lebah (8%, 10% dan 12%) berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pelapisan lilin lebah terhadap ujung salak pondoh mampu mempertahankan mutu sehingga masih disukai oleh panelis hingga penyimpanan hari ke – 25 sedangkan kontrol telah berada di bawah nilai hedonik (3.5) yang berarti tidak disukai oleh panelis. Dari analisis uji Lanjut Duncan dapat juga dilihat rata – rata nilai organoleptik warna tertinggi dimiliki oleh konsentrasi 8%.

Adanya perubahan warna menjadi hitam dan pertumbuhan cendawan merupakan tanda buah salak telah mengalami pembusukan. Pelilinan lebah pada ujung buah salak dengan konsentrasi 8% mampu mempertahankan warna dan penampakan kesegaran secara keseluruhan pada hari ke -15 pada suhu ruang (26°C), hal ini dapat dilihat pada Gambar 20. Sedangkan pada suhu dingin (10°C) pelilinan dengan konsentrasi 8%,10% dan 12% mampu mempertahankan warna pada hari ke – 25, disajikan pada Gambar 22.

(45)

31

Gambar 21 Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan suhu ruang (26°C) hari ke – 15 dengan berbagai konsentrasi

pelapisan dan kontrol. L1S2 = konsentrasi 8%, L2S2 = konsentrasi 10%, L3S2 = konsentrasi 12% dan L4S2 = kontrol.

Gambar 22 Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan suhu dingin (10°C) hari ke – 25 dengan berbagai konsentrasi pelapisan dan kontrol. L1S1 = konsentrasi 8%, L2S1 = konsentrasi 10%, L3S1 = konsentrasi 12% dan L4S1 = kontrol.

Perubahan Kesukaan terhadap Kekerasan

(46)

32

Gambar 23 Nilai organoleptik kekerasan daging salak pondoh pada suhu 26°C

Gambar 24 Nilai organoleptik kekerasan daging salak pondoh pada suhu 10°C

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa pelapisan lilin pada ujung buah salak pondoh berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke – 1, 7, 17 dan 31 sedangkan suhu berpengaruh nyata pada penyimpanan hari ke- 7, 9,11,13 dan 15. Hasil uji lanjut Duncan pada hari penyimpanan ke- 17 menunjukkan bahwa semua konsentrasi lilin lebah berbeda nyata terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi lilin lebah 8%,10% dan 12% mampu mempertahankan kekerasan buah sehingga masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke -17 dengan rata – rata nilai organoleptik kekerasan tertinggi dimiliki oleh pelilinan dengan konsentrasi 8%, sedangkan kontrol telah berada di bawah nilai batas hedonik 3.5 yang berarti tidak disukai panelis.

0

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

0

(47)

33

Perubahan Kesukaan terhadap Rasa

Rasa merupakan parameter mutu penting dalam suatu penerimaan produk. Rasa dapat dideteksi oleh konsumen setelah produk dikupas dan dicicipi. Pada Gambar 25 menunjukkan rasa salak pondoh pada suhu ruang mengalami peningkatan. Kandungan salak pondoh yang berperan terhadap rasa adalah gula, asam dan tanin. Sedangkan pada Gambar 26 suhu dingin memiliki nilai organoleptik rasa yang berbeda-beda.

Gambar 25 Nilai organoleptik rasa daging salak pondoh pada suhu 26°C

Gambar 26 Nilai organoleptik rasa daging salak pondoh pada suhu 10°C

Pada penyimpanan hari ke – 13 suhu ruang (26°C) pelapisan lilin lebah 8% telah berada di bawah nilai hedonik 3.5, berarti panelis sudah tidak suka terhadap rasa salak pondoh pada hari tersebut. Sedangkan pada penyimpanan hari ke - 19 suhu dingin (10°C) kontrol juga berada di bawah nilai hedonik (3.5),

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

0

(48)

34

dimana panelis sudah tidak suka lagi terhadap rasa buah salak pondoh. Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk memberikan rasa manis. Penurunan kadar asam organik dan senyawa fenol untuk mengurangi rasa asam dan sepat. Tanin dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu yang mudah dihidrolisis dan yang tidak mudah dihidrolisis. Golongan yang dapat dihidrolisis dapat menghasilkan asam galat dan glukosa bila dihidrolisis. Senyawa-senyawa ini menyebabkan rasa pahit terutama pada buah yang masih muda. Selama proses pematangan rasa pahit ini hilang disebabkan karena perubahan bentuk larut menjadi tidak larut. Rasa salak pondoh didominasi oleh perpaduan antara kandungan gula dan asam (Meizar, 2012).

Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 16 menunjukkan perlakuan suhu berpengaruh nyata (p≤0.05) terhadap organoleptik warna pada penyimpanan hari ke – 13 dan 15. Sedangkan konsentrasi pelilinan berpengaruh

nyata (p≤0.05) pada penyimpanan hari ke – 15, 19, 21 dan 25. Hasil uji lanjut

Duncan pada hari ke – 13 menunjukkan bahwa semua perlakuan pelapisan lilin lebah (8%, 10% dan 12%) berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pelapisan lilin lebah terhadap ujung salak pondoh mampu mempertahankan mutu sehingga masih disukai oleh panelis hingga penyimpanan hari ke – 13 sedangkan kontrol telah berada di bawah nilai hedonik (3.5) yang berarti tidak disukai oleh panelis.

Perubahan Kesukaan terhadap Aroma

Aroma yang khas selalu timbul di sekitar buah-buahan yang sedang masak. Senyawa –senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. Melalui indera penciuman, aroma biasanya digunakan sebagai parameter untuk menentukan rasa. Aroma khas buah salak pondoh dapat mengalami perubahan selama penyimpanan berlangsung. Perubahan ini terjadi lebih banyak diakibatkan oleh adanya akumulasi gas CO2

yang ada pada kemasan sehingga terjadi reaksi fermentasi yang dapat merusak aroma buah yang disimpan ( Rosyid, 2012).

Perubahan kesukaan panelis terhadap aroma secara organoleptik buah salak pondoh dengan berbagai perlakuan konsentrasi pelapis lilin lebah pada ujungnya disajikan pada Gambar 27 dan Gambar 28. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 18 bahwa perlakuan suhu berpengaruh nyata

(p≤0.05) pada penyimpanan hari ke- 5,9,11,13, dan 15, dimana rata- rata tertinggi

(49)

35

Gambar 27 Nilai organoleptik aroma buah salak pondoh pada suhu 26°C

Gambar 28 Nilai organoleptik rasa daging salak pondoh pada suhu 10°C

Penurunan tingkat kesukaan aroma disebabkan terjadinya penurunan kandungan senyawa volatil pada salak yang tanpa pelapisan. Kays dan paull (2004) dalam Rosyid (2012) melaporkan bahwa komponen volatil dibentuk secara alami di dalam jaringan oleh enzim. Senyawa kimia yang berperan paling penting dalam pembentukan senyawa volatil adalah aldehid, ester, keton, terpenoid dan senyawa yang mengandung sulfur.

Lilin 8% Suhu 26°C Lilin 10% Suhu 26°C Lilin 12% Suhu 26°C Kontrol

0

(50)

36

Hubungan Nilai Kekerasan dan Total Padatan Terlarut terhadap Organoleptik

a. Hubungan nilai kekerasan terhadap organoleptik kekerasan

Pada Lampiran 29 dapat dilihat adanya hubungan nilai kekerasan dengan organoleptik, dimana dari hubungan tersebut didapat nilai batas penolakan panelis terhadap kekerasan buah salak pondoh. Pada penyimpanan suhu 10°C konsentrasi 8% diperoleh nilai kekerasan sebesar 1.34 kgf, konsentrasi 10% diperoleh nilai sebesar 1.36 kgf, sedangkan pada konsentrasi 12% diperoleh nilai kekerasan sebesar 1.37 kgf serta konsentrasi 0% (kontrol) diperoleh nilai sebesar 1.36 kgf. Pada penyimpanan suhu ruang 26°C konsentrasi 8% diperoleh nilai kekerasan sebesar 1.35 kgf, konsentrasi 10% sebesar 1.41 kgf, sedangkan konsentrasi 12% sebesar 1.45 kgf dan konsentrasi 0% (kontrol) diperoleh nilai kekerasan sebesar 1.45 kgf. Dari nilai kekerasan pada tiap – tiap konsentrasi dan suhu yang berbeda tersebut merupakan nilai kekerasan buah salak pondoh yang sudah tidak disukai oleh panelis. Dimana nilai terendah dimiliki oleh konsentrasi 8%. Hal ini berarti kombinasi suhu dingin (10°C) dengan pelilinan konsentrasi 8% pada ujung buah salak pondoh dengan nilai kekerasan 1.34 kgf masih bisa diterima oleh panelis, sehingga mampu mempertahankan mutu kekerasan buah salak pondoh selama penyimpanan.

b. Hubungan nilai total padatan terlarut terhadap organoleptik rasa

(51)

37

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan didapat pada akhir penyimpanan laju peningkatan kerusakan buah salak pondoh tertinggi yaitu pada buah salak yang berasal dari pasar tradisional II dan III sebesar 16.17 %/hari dengan umur simpan sampai 6 hari. Sedangkan buah salak pondoh yang berasal dari pasar modern mengalami kerusakan terkecil yaitu sebesar 13.86 %/hari dan mampu bertahan sampai hari ke - 7.

2. Penyimpanan pada suhu 10°C salak pondoh yang diberi lapisan lilin lebah pada ujungnya dapat memperlambat laju respirasi. Perlakuan yang memiliki laju respirasi terendah adalah konsentrasi lilin lebah 8% (O2 2.45

ml/kg.jam dan CO2 5.61 ml/kg.jam).

3. Dari pengukuran secara subyektif dengan uji organoleptik, kombinasi konsentrasi lilin 8% dengan suhu 10°C buah salak pondoh masih diterima oleh panelis hingga hari ke – 30 sedangkan kontrol pada suhu 10°C pada hari ke – 23 sudah tidak disukai panelis.

4. Dari hasil pengukuran secara obyektif, kombinasi konsentrasi lilin 8% dengan suhu 10°C merupakan kombinasi yang baik untuk penanganan busuk pada ujung buah salak pondoh.

Saran

Gambar

Gambar 1 Perkembangan Produksi Buah Salak di Indonesia
Gambar 2 Buah salak pondoh
Tabel 2 . Konsentrasi emulsi lilin optimal pada beberapa komoditas hortikultura
Gambar 3 (a) Cosmotector XPO-314, (b) Rheometer CR-500 DX, (c) Timbangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan konsentrasi pelapisan lilin lebah dengan kadar vitamin C buah pisang barangan, jeruk manis, dan salak dapat dilihat pada Gambar 2.. Grafik Hubungan Konsentrasi Lilin Lebah

‘Cavendish’ ; (3) penyimpanan pada suhu rendah mampu meningkatkan masa simpan dan menghambat pelunakan, tetapi tidak berpengaruh terhadap padatan terlarut ( º Brix), kandungan asam,

Hal ini karena buah salak yang dikemas dalam kemasan keranjang plastik lebih mampu mempertahankan mutu buah salak selama penyimpanan yaitu total persentase kerusakan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan jenis pelapis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut buah salak sedangkan suhu simpan

Pada penelitian ini juga menggunakan buah salak tanpa dilapisi lilin yang hanya bertahan sampai ke 6 hari penyimpanan .Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama

Pelapisan Lilin Lebah Untuk Mempertahankan Mutu Buah Selkama Penyimpanan pada Suhu Kamar .Universitas Sumatera Utara.. Preparation for

Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penyimpanan buah stroberi pada suhu yang berbeda-beda dan dengan penambahan pelapisan lilin pada buah?. Banyak manfaat yang

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan jenis pelapis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut buah salak sedangkan suhu simpan