• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif dalam transportasi tertutup benih ikan nila BEST Oreochromis sp. dengan kadar garam berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif dalam transportasi tertutup benih ikan nila BEST Oreochromis sp. dengan kadar garam berbeda"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANGGIH ISTI CHOIRONAWATI. Utilization of zeolites and activated carbon in a closed transportation of BEST tilapia fish seed Oreochromis sp. with different salinity. Supervised by EDDY SUPRIYONO and HARTON ARFAH.

BEST tilapia fish Oreochromis sp. is one of the important commodity of fresh water aquaculture in Indonesia. The problem often faced by Indonesian farmers in the delivery of BEST tilapia fish seed is the low survival rate due to life changes in water quality during the transport, so that the transportation technology capable of carrying as many fish as possible with the smallest possible death is required. One way to do to neutralize the ammonia is by adding zeolite and activated carbon in the packing media. Transportation is carried out for 24 hours and 20 days old maintenance with the packing of BEST tilapia fish seed 2-3 cm size with a density 700 fish/L and add the dosage of 20 g of zeolite, 10 g of activated carbon. Treatment difference is the addition of salt dosage is 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, and 20 g/L. The results showed the addition of the treatment dose of salt 4 g/L is more effective than other treatments with the survival rate of 99.57%. It is also seen on the water quality better than other treatments, TAN 1.70 ± 0.02 mg/L, NH3 0.003±0.000 mg/L, CO2 15.98 ± 0.00 mg/L, temperature 24 ± 0.00 oC,

pH 5.4 ± 0.08, DO 3.55 ± 0.35 mg/L, and the hardness of 115 ±1.41 mg/L. Value of survival rate seed maintenance post treatment for 20 days was 98.14%, higher than other treatments, with the rate of daily weight of 5.06% and the cost for transportation of IDR 31.199, -.

Keywords: transportation of fish, zeolites, activated carbon, salt, and Survival Rate.

(2)

ABSTRAK

ANGGIH ISTI CHOIRONAWATI. Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif dalam transportasi tertutup benih ikan nila BEST Oreochromis sp. dengan kadar garam berbeda. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO dan HARTON ARFAH.

Ikan Nila BEST Oreochromis sp. merupakan salah satu komoditas penting budi daya perikanan air tawar di Indonesia. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani Indonesia dalam pengiriman benih ikan nila BEST adalah tingkat kelangsungan hidup yang rendah akibat perubahan kualitas air selama transportasi, sehingga diperlukan teknologi transportasi yang mampu mengangkut ikan sebanyak mungkin dengan kematian sedikit mungkin. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menetralisir amoniak adalah dengan cara menambahkan zeolit dan karbon aktif di dalam media pengepakan. Transportasi dilakukan selama 24 jam, kemudian ikan dipelihara selama 20 hari. Pengepakan benih ikan nila BEST ukuran 2-3 cm pada kepadatan 700 ekor/L yang ditambahkan 20 g zeolit dan 10 g karbon aktif. Perbedaan perlakuan adalah penambahan dosis garam yaitu 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L. Hasil penelitian menunjukan perlakuan penambahan dosis garam 4 g/L lebih efektif dibandingkan perlakuan lainnya dengan nilai kelangsungan hidup sebesar 99,57%. Hal ini juga terlihat pada nilai kualitas air yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, TAN 1,70±0,02 mg/L, NH3

0,003±0,000 mg/L, CO2 15,98±0,00 mg/L, suhu 24±0,00 oC, pH 5,4±0,08, DO

3,55±0,35 mg/L, dan kesadahan 115±1,41 mg/L. Nilai kelangsungan hidup pemeliharaan benih pascaperlakuan selama 20 hari adalah 98,14%, lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, dengan laju pertambahan bobot harian sebesar 5,06% dan biaya selama transportasi sebesar Rp. 31,199,-.

Kata kunci: transportasi ikan, zeolit, karbon aktif, garam, dan tingkat kelangsungan hidup (SR)

(3)

1

I. PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai potensi dan peluang di sektor perikanan dalam usaha meraih devisa yang lebih besar di sektor non migas. Nila merupakan salah satu komoditas penting budi daya perikanan air tawar di Indonesia. Kementrian Kelautan dan Perikanan (2010) menargetkan produksi ikan nila tahun ini sebanyak 850.000 ton, jumlah tersebut naik sekitar 329% dari tahun 2009 ke- tahun 2014 yaitu sebanyak 378.300 ton pada tahun 2009 dan 1.242.900 ton pada tahun 2014.

Permintaan ikan nila relatif besar, ditunjukkan dengan hasil panen yang hampir semuanya terserap oleh pasar. Pemintaan tersebut baik untuk memenuhi pasar domestik maupun pasar ekspor. Pada pasar domestik, permintaan ikan nila semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani. Berdasarkan KKP (2010), kebutuhan pasar dalam negeri untuk ikan nila umumnya berukuran dibawah 500 gram/ekor, dengan harga berkisar antara Rp. 11.000-15.000/kg untuk wilayah Jawa dan Sumatera, sedangkan untuk wilayah timur Indonesia mencapai Rp. 20.000-30.000/kg.

(4)

2 ikan dengan jarak yang jauh dan lama waktu lebih dari 24 jam dari daerah penyebaran produksi ikan nila, baik pemijahan, pendederan, dan pembesaran, membutuhkan transportasi ikan dengan sistem tertutup. Transportasi ikan terutama untuk benih ikan biasanya dilakukan dengan menggunakan kepadatan yang tinggi untuk mengefisienkan biaya. Dengan melihat latar belakang tersebut, diperlukan suatu kajian tentang metode transportasi ikan secara tertutup untuk meningkatkan survival rate sebagai upaya memperoleh keuntungan pada penjualan ke luar pulau. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani Indonesia dalam pengiriman benih ikan nila adalah tingkat kelangsungan hidup yang rendah akibat perubahan kualitas air selama transportasi, antara lain tingginya kadar CO2,

akumulasi amoniak dan rendahnya O2. Oleh karena itu diperlukan teknologi

transportasi yang mampu mengangkut ikan sebanyak mungkin dengan kematian sedikit mungkin. Untuk itu diperlukan teknologi yang sesuai dan tepat dengan tuntutan komoditi dan kondisi wilayah menggunakan sumberdaya lokal dan perbaikan teknologi (Suparno et al., 1994).

Amoniak yang beracun bagi ikan dapat diatasi dengan cara menurunkan laju metabolisme ikan sehingga laju ekskresi amoniak menurun. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menetralisir amoniak adalah dengan cara menambahkan zeolit dan karbon aktif di dalam media transportasi (Ghozali 2007). Zeolit mempunyai kemampuan menyerap ion NH4+ yaitu penukar ion NH4+ dengan Ca+, Na+ atau ion-ion lainnya (Fishman dan Mumpton 1997 dalam Supendi 2006) sehingga dapat menetralkan racun hasil metabolisme dan berperan sebagai penyerap CO2. Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang mempunyai

sifat adsorbtif terhadap suatu larutan, gas, atau uap.

(5)

3 garam juga telah dilakukan oleh Mira (2012) pada transportasi benih ikan Gurame dengan kepadatan 50 ekor/L selama 72 jam yang mengandung zeolit 20 g/L, karbon aktif 10 g/L dan kadar garam sebesar 4 g/L menghasilkan SR 86%. Penentuan kepadatan optimum benih ikan nila BEST ukuran 2-3 cm telah dilakukan oleh Handayani (2012) pada kepadatan optimum 700 ekor/L menghasilkan SR 79% dengan lama waktu transportasi 16 jam.

Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki teknologi yang sudah dilakukan dari penelitian Handayani (2012), dengan menambah lama waktu transportasi menjadi 24 jam dan adanya penambahan kadar garam. Dosis garam yang ditambahkan dalam penelitian ini diharapkan dapat meminimalisir kematian benih ikan nila BEST dengan kepadatan 700 ekor/L. Penambahan garam dalam media transportasi bertujuan untuk menurunkan ketidakseimbangan tekanan osmotik yang disebabkan perbedaan kadar mineral antara air dan cairan tubuh ikan. Keseimbangan konsentrasi kadar darah dan jaringan tubuh lain akan terjaga karena diduga garam yang ditambahkan dalam media akan membebaskan kelebihan air di insang, sehingga amoniak dan nitrat dalam darah akan terangsang pelepasannya (Mahbub 2010).

(6)

4

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ikan nila BEST berukuran 2-3 cm dengan bobot 0,26 gram/ekor, garam, dan plastik packing berukuran 40x60 cm yang salah satu ujung plastik diikatkan zeolit serta karbon aktif dengan dibungkus kain kasa, dan sisi ujung plastik lainnya diikatkan kran. Wadah yang digunakan pada saat pemuasaan ikan yaitu akuarium berukuran 50x40x30 cm, sedangkan pada pemeliharaan ikan pascatransportasi yaitu akuarium berukuran 100x50x50 cm.

2.3 Tahap Penelitian

(7)

5

2.4. Prosedur Kerja

2.4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan mengikuti prosedur Supriyono et al. (2007).

2.4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

Penentuan puasa ikan dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST tanpa diberi pakan. Hal ini berguna pada saat transportasi dilakukan, apabila terjadi kematian selama penelitian transportasi bukan akibat ikan tidak diberi pakan tetapi karena menurunnya kualitas air media transportasi. Penentuan puasa ikan dilakukan dengan cara menyiapkan 3 buah akuarium berukuran 50x40x30 cm yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 1 hari, kemudian diisi air dengan tinggi air 20 cm yang diaerasi selama 2 hari, lalu dimasukkan ikan uji sebanyak 30 ekor/ akuarium. Pengamatan tingkah laku ikan uji dilakukan setiap hari selama tujuh hari dan mencatat pada hari keberapa ikan mulai lemas dan mengalami kematian, serta dilakukan pengukuran kualitas air yaitu suhu, nilai pH, dan oksigen terlarut.

2.4.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen

Pengukuran tingkat konsumsi oksigen (TKO) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya konsumsi oksigen ikan sehingga dapat diketahui jumlah oksigen yang dibutuhkan ikan selama transportasi. Pengukuran tingkat konsumsi oksigen dilakukan menggunakan toples 3 L yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi air dan diaerasi selama 3 hari agar kandungan oksigen di dalam air jenuh. Selanjutnya, dimasukkan ikan uji sebanyak 6 ekor berukuran 2-3 cm dengan bobot 0,26 gram/ekor ke dalam wadah, kemudian ditutup rapat dengan plastik hingga tidak terdapat gelembung udara dan dilakukan pengukuran DO setiap 1 jam selama 5 jam dengan menggunakan DO-meter.

2.4.1.3 Laju Ekskresi Amoniak

(8)

6 berukuran 2-3 cm dengan bobot 0,26 gram/ekor ke dalam wadah, kemudian ditutup rapat dengan plastik hingga tidak terdapat gelembung udara. Kemudian dilakukan pengambilan sampel air sebanyak 30 ml setiap 12 jam selama 48 jam untuk mengukur konsentrasi total amonia nitrogen (TAN).

2.4.1.4 Kapasitas Serap Zeolit Dan Karbon Aktif Terhadap Amoniak

Pengukuran kemampuan serap zeolit dan karbon aktif pada NH3 dapat

dilakukan dengan mengukur tingkat serap bahan aktif tersebut dalam larutan TAN, sehingga dapat diketahui jumlah TAN yang diabsorbsi tiap satuan waktu tertentu. Tahapan pada proses ini diawali dengan penyiapan tiga botol plastik yang salah satu bagian tutup botol dilubangi dengan jarum. Bagian leher botol diisi dengan zeolit dan karbon aktif. Larutan TAN dengan konsentrasi 1 mg/L dialirkan ke dalam botol yang berisi karbon aktif dan zeolit. Pengambilan sampel air sebanyak 30 ml dilakukan pada setiap menit selama 7 menit, kemudian dilakukan pengukuran TAN, nilai pH, dan suhu pengujian ini dilakukan masing-masing 3 ulangan.

2.4.2 Penelitian Utama

2.4.2.1 Penentuan Dosis Optimum Garam Ikan Nila BEST pada Transportasi Tertutup

Ikan nila BEST berukuran 2-3 cm dengan bobot 0,26 gram/ekor dipuasakan selama 2 hari, kemudian disiapkan 16 lembar kantong plastik dan karet pengikat, salah satu ujung plastik dipasang keran untuk mengambil sampel air dan ujung yang lain dipasang kemasan zeolit dan karbon aktif. Selanjutnya kantong plastik diisi dengan air masing-masing 1,5 L dan ikan uji dengan ukuran 2-3 cm dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan kepadatan 700 ekor per kantong dengan dosis kadar garam pada setiap perlakuan berbeda, yaitu sebanyak 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L. Masing-masing perlakukan terdiri dari 2 ulangan. Setiap kantong diisi oksigen dengan perbandingan 1:3 dan diikat dengan karet gelang dan dimasukkan ke dalam kotak Styrofoam. Selanjutnya dimasukkan es batu kedalam kotak Styrofoam agar suhu stabil sekitar 20 0C , kemudian ditutup.

(9)

7 dipasang di ujung plastik sehingga air yang ada di dalam plastik dapat keluar tanpa mengalami difusi udara dari luar packing. Proses transportasi dilakukan secara simulasi di laboratorium, yaitu disimpan di box Styrofoam dan diguncangkan.

2.4.2.2 Tingkat Kelangsungan Hidup

Survival Rate (SR) merupakan pengukuran tingkat kelangsungan hidup

pada ikan dimana terdapat perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal percobaan. Perhitungan SR menggunakan rumus di bawah ini :

%

100

0

x

N

Nt

SR

=

Keterangan: SR = SurvivalRate

Nt = Jumlah ikan saat panen No = Jumlah ikan awal tebar

2.4.2.3 Total Amoniak Nitrogen (TAN) dan Amoniak (NH3)

Nilai TAN didapatkan dari perbandingan nilai absorban dari sampel dan standar kemudian dikalikan konsentrasi larutan yang dipakai.

Amoniak tak terionisasi (NH3) didapat dari nilai TAN yang dikalikan

dengan presentase amoniak yang tidak terionisasi berdasarkan pH dan suhu. Total Amoniak Nitrogen, oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), derajat

keasaman (pH), suhu, dan kesadahan diukur setiap 4 jam selama 24 jam

2.4.2.4 Pemeliharaan Ikan Nila BEST Pascatransportasi

(10)

8 Ikan dipelihara dengan pemberian pakan berupa pellet at satiation. Penyiponan dilakukan setiap pagi dan sore dengan pergantian air sebanyak 20-30% setiap hari. Pengukuran laju pertumbuhan harian dilakukan dengan mengukur bobot ikan awal dan bobot ikan akhir sedangkan kelangsungan hidup ikan selama pemeliharaan dilakukan setiap hari dengan mengamati kondisi ikan.

2.4.2.5 Laju Pertumbuhan Harian

Bobot ikan nila BEST diukur pada awal perlakuan dan akhir perlakuan. Kemudian dengan formulasi sebagai berikut dihitung α / Laju pertumbuhan harian (LPH). Formulanya adalah (Effendie, 1997):

% 100 ) 1 0

( x

w wt

t

=

α

α = laju pertumbuhan harian bobot (%)

wt = bobot rata-rata pada akhir perlakuan (hari ke-t) w0 = bobot rata-rata pada awal perlakuan (hari ke-0)

2.4.2.6 TAN, Oksigen Terlarut, Karbon Dioksida, Kesadahan, Derajat Keasaman, dan Suhu

Parameter kualitas air yang meliputi TAN, oksigen terlarut, karbon dioksida, kesadahan, derajat keasaman dan suhu diukur setiap 4 jam sekali selama 24 jam.

2.4.2.7 Rancangan Percobaan

Rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu :

1) 20 gram zeolit + 10 gram C-aktif + 4 g/L garam + 700 ekor nila BEST 2) 20 gram zeolit + 10 gram C-aktif + 8 g/L garam + 700 ekor nila BEST 3) 20 gram zeolit + 10 gram C-aktif + 12 g/L garam + 700 ekor nila BEST 4) 20 gram zeolit + 10 gram C-aktif + 20 g/L garam + 700 ekor nila BEST

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan setiap perlakuan. Model percobaan sesuai dengan Steel dan Torrie (1992), yaitu:

ij Yij=µ+τ+ε

Keterangan:

(11)

9 µ = nilai tengah umum

τ

= pengaruh perlakuan ke-I = 1, 2, 3,….,n

ij

ε = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-1 dan ulangan ke-j

2.4.2.8 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, histologi insang dan nilai kualitas air selama proses transportasi seperti Total Amoniak Nitrogen (TAN), NH3,

oksigen terlarut (DO), karbon dioksida (CO2), derajat keasaman (pH), kesadahan,

dan suhu.

2.4.2.9 Analisis Data

Analisis data menggunakan ragam (Anova) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% menggunakan program Ms. Exceel dan SPSS 17.0. Apabila berpengaruh nyata, untuk mengetahui perbedaan antar perlakukan diuji dengan uji Tukey. Adapun parameter yang dianalisis adalah tingkat kelangsungan hidup dan nilai kualitas air selama transportasi yang meliputi Total Amoniak Nitrogen (TAN), NH3, oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), derajat keasaman

(pH), kesadahan, dan suhu. Selain itu, laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup pascatransportasi.

2.4.2.10 Histologi

2.4.2.10.1 Fiksasi Jaringan

Organ insang diambil kemudian direndam dalam larutan fiksatif selama 48 jam agar bentuk organ tetap seperti aslinya sehingga organ tersebut tidak akan atau sedikit mungkin mengalami perubahan dalam bangun histologinya. Larutan fiksatif yang digunakan adalah larutan Bouins yang memiliki komposisi asam pikrat, formalin dan asam asetat glacial dengan perbandingan 15:5:1.

2.4.2.10.2 Dehidrasi Jaringan

(12)

10 30 menit. Kemudian dilanjutkan direndam dalam parafin dengan titik cair 58-60oC dalam oven yang dipanaskan pada 65-70oC selama 45 menit.

2.4.2.10.3 Embedding Jaringan

Organ direndam kedalam parafin 3 kali dengan lama waktu masing-masing 45 menit dengan tujuan jaringan menjadi keras sehingga dapat dipotong tipis. Kemudian parafin dituang kedalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Potongan organ kemudian diletakkan di atas dasar untuk selanjutnya sediaan histologis dalam blok siap untuk dipotong.

2.4.2.10.4 Pemotongan Jaringan

Pemotongan organ dilakukan dengan mikrotom dengan ketebalan sayatan 4 mikrometer sebanyak 3 irisan dari setiap organ. Setelah dipotong, organ dimasukkan ke air pada suhu 40OC sehingga pita potongan organ mengapung dan dapat ditata pada gelas objek.

2.4.2.10.5 Pewarnaan Jaringan

Preparat direndam dengan xylol sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit, kemudian alkohol 100% sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit, dilanjutkan dengan alkohol 95%, 90%, 80%, 70% dan 50% masing-masing 2 menit dan dicuci dengan akuades sebanyak 2 kali. Preparat kemudian direndam dengan hematoksilin selama 3 menit, dibilas menggunakan air mengalir dan dilanjutkan dengan eosin selama 3 menit dan dicuci dengan akuades.

Preparat direndam dengan alkohol 50% sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit, dilanjutkan dengan alkohol 70%, 80%, 90% dan 95% masing-masing 2 menit dan alkohol 100% sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit, kemudian dengan xylol sebanyak 3 kali masing-masing 2 menit. Preparat ditutup dengan gelas penutup yang sudah ditetesi dengan entelan, dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam.

2.4.2.10.6 Pengamatan Mikroskopis

(13)

11

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Penelitian Pendahuluan

Hasil penelitian pendahuluan menyitir hasil penelitian Handayani (2012).

3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan

Kemampuan puasa benih ikan nila BEST ukuran 2-3 cm yang dipelihara sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan puasa selama 7 hari dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%. Hasil uji dari kemampuan puasa ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kemampuan Puasa Ikan Nila BEST Hari ke- ∑ ikan Hidup (ekor) ∑ ikan Mati (ekor) SR (100%) Suhu

(oC)

pH DO

(mg/L)

Tingkah Laku Ikan

1 30 0 100 27,0 8,00 6,8 Berenang aktif

2 30 0 100 27,3 7,96 6,8 Berenang aktif

3 30 0 100 26,9 7,28 6.6 Berenang aktif

4 30 0 100 26,9 7,32 6,8 Berenang aktif

5 30 0 100 26,8 7,28 6.5 Berenang aktif

6 30 0 100 26,9 7,30 6,4 Berenang aktif

7 30 0 100 26,8 7,16 6,3 Berenang aktif

Keterangan: dilakukan pergantian air pemeliharaan setiap hari sebanyak 20% untuk menjaga kualitas air.

3.1.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen Benih Ikan Nila BEST

Tabel 2. Tingkat Konsumsi Oksigen

Jam ke

Ulangan (mgO2)

rata-rata (mgO2)

SD

1 2 3

0 4,07 3,72 3,63 3,81 0,232

1 3,73 3,52 3,31 3,52 0,210

2 3,25 2,95 2,63 2,94 0,310

3 2,72 2,95 2,37 2,68 0,292

4 2,54 2,77 2,25 2,52 0,261

5 2,22 2,64 1,86 2,24 0,390

(14)

12 Hasil uji TKO diperoleh benih ikan nila BEST dengan ukuran 2-3 cm (bobot ± 0,26 gram) memiliki nilai TKO sebesar 0,052 mgO2.g-1.jam-1, jadi

jumlah oksigen yang dibutuhkan selama 24 jam dengan kepadatan 700 ekor/L adalah sebanyak 227 mgO2 (Lampiran 1).

3.1.1.3 Laju Ekskresi TAN Benih Ikan Nila BEST

Tabel 3. Laju Ekskresi Amoniak

Jam ke- Ulangan (mg/L)

1 2 3 Rata-rata (mg/L) SD

12 1,75 1,7 1,87 1,773 0,087

24 1,86 2,05 1,96 1,957 0,095

36 1,82 2,71 2,82 2,450 0,548

48 2,56 3,55 3,39 3,167 0,531

ekskresi/24 jam 0,700 1,5 1,43 1,210 0,443

ekskresi/jam 0,029 0,063 0,060 0,050 0,019

ekskresi/ekor 0,003 0,006 0,006 0,005 0,002

Ekskresi TAN benih ikan nila BEST dengan ukuran 2-3 cm (bobot ± 0,26 gram) dari pengujian setiap 12 jam selama 48 jam didapat nilai TAN 0,005 mg TAN L-1.jam-1 (Lampiran 2). Berdasarkan hasil uji tersebut diprediksi nilai TAN ikan nila BEST dengan ukuran 2-3 cm (bobot ± 0,26 gram) sebanyak 700 ekor dalam media transportasi selama 24 jam adalah 21,84 mg/L.

3.1.1.4 Kapasitas Daya Serap Zeolit

Tabel 4. Kapasitas Daya Serap Zeolit Detik

ke-

Sampel TAN (mg/L)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata±SD

0 sampel 1 0,626 0,626 0,626 0,114±0,000

60 sampel 2 0,280 0,687 0,791 0,586±0,270

120 sampel 3 0,192 0,203 0,242 0,212±0,026

180 sampel 4 0,121 0,170 0,121 0,137±0,028

240 sampel 5 0,115 0,082 0,115 0,104±0,019

300 sampel 6 0,071 0,077 0,082 0,077±0.,006

360 sampel 7 0,060 0,066 0,066 0,064±0,034

(15)

13 Kapasitas daya serap zeolit dari pengujian setiap 60 detik selama 420 detik didapat nilai TAN 0,114 mg/L pada detik ke-0 dan nilai TAN 0,00 mg/L pada detik ke-420 (Tabel 4).

3.1.1.5 Kapasitas Daya Serap Karbon Aktif

Tabel 5. Kapasitas Daya Serap Karbon Aktif Detik

ke-

Sampel TAN (mg/L)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata±SD

0 sampel 1 1,028 1,028 1,028 1,028±0,000

60 sampel 2 0,949 1,108 0,608 0,888±0,255

120 sampel 3 0,313 0,250 0,295 0,286±0,032

180 sampel 4 0,347 0,324 0,199 0,290±0,079

240 sampel 5 0,233 0,318 0,273 0,275±0,042

300 sampel 6 0,119 0,233 0,261 0,204±0,075

360 sampel 7 0,108 0,222 0,182 0,171±0,057

420 sampel 8 0,091 0,170 0,170 0,114±0,456

Kapasitas daya serap karbon aktif dari pengujian setiap 60 detik selama 420 detik didapat nilai TAN 1.028 mg/L pada detik ke-0 dan nilai TAN 0,114 mg/L pada detik ke-420 (Tabel 5).

3.1.2 Penelitian Utama

3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Transportasi Benih Ikan Nila BEST

Tabel 6. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) selama Transportasi

Jam ke-

Nilai SR(%) Pemeliharaan Per Perlakuan

4 g/L 8 g/L 12 g/L 20 g/L

0 100±0,00a 100±0,00a 100±0,00a 100±0,00a

4 100±0,00a 99,93±0,10a 99,86±0,21a 100±0,00a

8 100±0,00a 99,93±0,10a 99,86±0,21a 100±0,00a

12 100±0,00a 99,93±0,10a 99,86±0,21a 100±0,00a

16 99,79±0.11b 99,43±0,20b 99,22±0,11b 94,86±0,81a

20 99,79±0.11a 99,29±0,00a 99,00±0,20a 72,14±17,78b

24 99,57±0,00c 97,43±0,81c 88,07±1,51b 24,64±4,14a

(16)

14

3.1.2.2 Kualitas Air Media Transportasi

Konsentrasi total amoniak nitrogen (TAN) selama transportasi mempunyai nilai yang berbeda antar perlakuan dan selalu naik untuk setiap jam pengamatannya (Tabel 7). Nilai TAN tertinggi sebesar 3,21 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam ke-24, sedangkan nilai TAN terendah sebesar 0,23 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0. Nilai TAN 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L pada jam ke-24 berturut-turut adalah 1,7 mg/L, 1,97 mg/L, 2,37 mg/L, dan 3,21 mg/L (Gambar 1).

Berdasarkan uji statistik pada jam ke-8 tidak terdapat perbedaan nyata untuk setiap perlakuan. Pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan 4 g/L dan 8 g/L, namun terdapat perbedaan nyata terhadap perlakuan 12 g/L dan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 21).

Tabel 7. Kadar TAN Media Transportasi

Jam ke-

TAN (mg/L)

4 g/L 8 g/L 12 g/L 20 g/L

0 0,23±0,04a 0,3±0,06ab 0,34±0,06ab 0,52±0,06b

4 0,36±0,04a 0,60±0,04b 0,38±0,08ab 0,57±0,06ab

8 0,58±0,08a 0,90±0,11a 0,69±0,08a 0,91±0,04a

12 0,79±0,09a 1,29±0,02b 1,37±0,02b 1,42±0,00b

16 1,22±0,11a 1,50±0,04b 1,72±0,05bc 1,82±0,04c

20 1,55±0,10a 1,79±0,09ab 2,08±0,04b 2,46±0,10c

24 1,70±0,02a 1,97±0,02a 2,37±0,13b 3,21±0,06c

Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)

Hasil tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila BEST selama transportasi dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 25. Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada jam ke-0 hingga jam ke-12, namun terdapat perbedaan nyata pada jam ke-16 hingga jam ke-24 (P<0,05).

(17)

15 Gambar 1. Nilai TAN Media Transportasi

Nilai CO2 mengalami peningkatan selama perlakuan dari jam ke-0 hingga

jam ke-24. Nilai CO2 pada jam ke-24 berkisar antara 15,98 mg/L hingga

63,13 mg/L. Nilai CO2 terendah sebesar 4 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0,

sedangkan nilai CO2 tertinggi sebesar 63,13 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam

ke-24 (Gambar 2).

Hasil uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, namun terdapat perbedaan nyata pada perlakuan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 23).

Gambar 2. Nilai CO2 Media Transportasi

Nilai suhu bervariasi dan mengalami penurunan selama perlakuan dari jam ke-0 hingga jam ke-24. Nilai suhu pada jam ke-24 berkisar antara 26,5 oC hingga 21,5oC. Nilai suhuterendah sebesar 21,5oC pada perlakuan 20 g/L jam ke-24, sedangkan nilai suhutertinggi sebesar 26,5 oC pada perlakuan 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L jam ke-0 (Gambar 3).

0 1 2 3 4

0 4 8 12 16 20 24

T AN ( m g /L ) Waktu (jam) 4 g/L 8 g/L 12 g/L 20 g/L -20 0 20 40 60 80

0 4 8 12 16 20 24

(18)

16 Hasil uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, dan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 27).

Gambar 3. Nilai Suhu Media Transportasi

Nilai pH mengalami penurunan selama perlakuan dari jam ke-0 hingga jam ke-24. Nilai pH pada jam ke-24 berkisar antara 5,4 hingga 5,7. Nilai pH terendah sebesar 5,4 pada perlakuan 4 g/L jam ke-24, sedangkan nilai pHtertinggi sebesar 8 pada perlakuan 20 g/L jam ke-0 (Gambar 4).

Hasil uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, dan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 28).

Gambar 4. Nilai pH Media Transportasi

Nilai DO mengalami penurunan selama perlakuan dari jam ke-0 hingga jam ke-24. Nilai DO pada jam ke-24 berkisar antara 2,7 mg/L hingga 3,55 mg/L. Nilai DO terendah sebesar 2,7 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam ke-24, sedangkan nilai DOtertinggi sebesar 6,4 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0 (Gambar 5).

0 10 20 30

0 4 8 12 16 20 24

S

UH

U (

o

C

)

Waktu (jam)

4 g/L

8 g/L

12 g/L

20 g/L

0 2 4 6 8 10

0 4 8 12 16 20 24

pH

Waktu (jam)

4 g/L

8 g/L

12 g/L

(19)

17 Hasil uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, dan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 26).

Gambar 5. Nilai DO Media Transportasi

Nilai kesadahan mengalami peningkatan selama perlakuan dari jam ke-0 hingga jam ke-24. Nilai kesadahan pada jam ke-24 berkisar antara 115 mg/L hingga 149 mg/L. Nilai kesadahan terendah sebesar 60 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0, sedangkan nilai kesadahan tertinggi sebesar 149 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam ke-24 (Gambar 6).

Hasil uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, namun terdapat perbedaan nyata pada perlakuan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 24).

Gambar 6. Nilai Kesadahan Media Transportasi

Nilai NH3 mengalami perubahan bervariasi selama perlakuan dari jam

ke-0 hingga jam ke-24. Nilai NH3 pada jam ke-24 berkisar 0,03 mg/L dan 0,04 mg/L.

Nilai NH3 terendah sebesar 0,001 mg/L pada perlakuan 4 g/l jam ke-0, sedangkan

nilai NH3 tertinggi sebesar 0,03 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam ke-0 (Gambar

7). 0 2 4 6 8

0 4 8 12 16 20 24

DO (m g /L ) Waktu (jam) 4 g/L 8 g/L 12 g/L 20 g/L 0 50 100 150 200

0 4 8 12 16 20 24

(20)

18 Hasil uji statistik pada jam ke-24 tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, dan perlakuan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 22).

Gambar 7. Nilai NH3 Media Transportasi

3.1.2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila BEST pada Pemeliharaan Pascatransportasi

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila BEST pascatransportasi memiliki persentase hampir sama. Pada pemeliharaan hari ke-2, tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada perlakuan 4 g/L sebesar 98,42%, 8 g/L sebesar 97,72%, 12 g/L sebesar 96,36%, dan 20 g/L sebesar 92,2%. Tingkat kelangsungan hidup ikan mengalami penurunan sampai pemeliharaan hari ke-3. Tingkat kelangsungan hidup paling tinggi hingga akhir pemeliharaan selama 20 hari adalah sebesar 98,14% pada perlakuan 4 g/L, dan terendah sebesar 90,44% pada perlakuan 20 g/L.

Gambar 8. Tingkat Kelangsungan Hidup Pascatransportasi

-0,010 0,000 0,010 0,020 0,030 0,040

0 4 8 12 16 20 24

N H 3 ( m g /L ) Waktu (jam) 4 g/L 8 g/L 12 g/L 20 g/L 80 85 90 95 100 105

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(21)

19

3.1.2.4 Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Nila BEST pada Pemeliharaan Pascatransportasi

Laju pertumbuhan ikan nila BEST tertinggi sebesar 7,48% terdapat pada perlakuan 8 g/L, sedangkan terendah adalah sebesar 5,06% pada perlakuan 4 g/L (Gambar 8). Hasil uji statistik tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan 4 g/L, 8 g/L dan 12 g/L, dan perlakuan 20 g/L (P<0,05) (Lampiran 29).

Gambar 9. Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Nila BEST

3.1.2.5 Histologi Insang

Histologi adalah ilmu yang mempelajari anatomi secara mikroskopis, yaitu dengan menggunakan mikroskop untuk mengamatinya. Insang merupakan alat pernafasan pada ikan. Komponen pernafasan insang terdiri dari filamen atau lamela primer dan lamela sekunder. Insang merupakan organ respirasi utama dan vital pada ikan. Epitel insang ikan merupakan bagian utama untuk pertukaran gas, keseimbangan asam basa, regulasi ion, dan ekskresi nitrogen. Gambar 10-14 berikut merupakan hasil pengamatan histologi insang pada perlakuan benih ikan nila BEST. Dari gambar dapat dilihat hasil histologi yang terjadi pada insang ikan sebelum perlakuan, setelah pengangkutan dan setelah pemeliharaan pada perlakuan dosis kadar garam 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L.

5,06

7,48

6,29

7,23

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

A (4 g/L) B (8 g/L) C (12 g/L) D (20 g/L)

a

a

a

(22)

20

Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (M). Pewarnaan HE (Bar = 20 μm)

Gambar 10. Preparat Histologi Insang sebelum Transportasi

(1). Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (M) hemoragi (He). Pewarnaan HE (Bar

= 20 μm) pada Insang Ikan 4 g/L setelah transportasi

dan 11(2). edema (E) Pewarnaan HE (Bar = 50 μm) pada Insang Ikan 4 g/L setelah pemeliharaan

Gambar 11. Preparat Histologi Insang 4 g/L

M

He

M

E

(23)

21

(1). Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (M) hemoragi (He) edema (E).

Pewarnaan HE (Bar = 50 μm) pada Insang Ikan 8 g/L setelah transportasi

dan 12(2). edema (E) teleangiektasis lamela sekunder (T) Pewarnaan HE (Bar = 10 μm) pada

Insang Ikan 8 g/L setelah pemeliharaan

Gambar 12. Preparat Histologi Insang 8 g/L

(1). edema (E). hiperplasia (H) Pewarnaan HE (Bar = 50 μm) pada Insang Ikan 12 g/L setelah

transportasi

dan 13(2). edema (E) Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (M) Pewarnaan HE

(Bar = 20 μm) pada Insang Ikan 12 g/L setelah pemeliharaan

Gambar 13. Preparat Histologi Insang 12 g/L

M

He

E

T

E

2 1

E

H

M

E

(24)

22

(1). Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (M) edema (E) hemoragi (He).

Pewarnaan HE (Bar = 20 μm) pada Insang Ikan 20 g/L setelah transportasi

dan 14(2). Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (M) teleangiektasis lamella

sekunder (T). Pewarnaan HE (Bar = 20 μm) pada Insang Ikan 20 g/L setelah pemeliharaan

Gambar 14 Preparat Histologi Insang 20 g/L

2 1

E

M

He

(25)

23

3.1.2.6 Analisa Keuntungan

Berikut ini merupakan analisa efisiensi biaya transportasi benih ikan nila BEST satu kantong dengan kepadatan 700 ekor/liter.

Tabel 8. Perhitungan Pembiayaan Transportasi Benih Ikan Nila BEST

Jenis Biaya Satuan Jumlah

Harga/satuan (Rp)

Harga per packing Perlakuan 4 g/L

(Rp)

8 g/L (Rp)

12 g/L (Rp)

20 g/L (Rp)

ikan nila BEST

ukuran 2-3 cm Rp/ekor 700 40 28.000 28.000 28.000 28.000

oksigen murni

per kantong Rp/kg 3 100 300 300 300 300

plastik packing Rp/lembar 2 164 328 328 328 328

kain kasa Rp/cm 225 1 225 225 225 225

karet Rp/buah 5 14 70 70 70 70

es batu Rp/box 1/3 2.000 667 667 667 667

transportasi per

packing Rp/kg 4 375 1.500 1.500 1.500 1.500

karbon aktif Rp/gram 10 4.5 45 45 45 45

zeolit Rp/gram 20 3 60 60 60 60

garam Rp/gram

4, 8, 12,

20 1 4 8 12 20

Total Biaya 31.199 31.203 31.207 31.215

SR transportasi 99,57% 97,43% 88,07% 24,64%

Jumlah ikan hidup pascatransportasi 684 666 591 173

(26)

24

3.2 Pembahasan

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

Hasil penelitian pendahuluan yang meliputi pengukuran kemampuan ikan puasa, tingkat konsumsi oksigen (TKO), dan laju ekskresi amoniak dari benih ikan nila BEST ukuran 2-3 cm dengan bobot 0,26 g, dapat dilakukan transportasi selama 24 jam (Tabel 1-3). Tingkat kelangsungan hidup ikan pada hasil uji kemampuan puasa pada ikan menunjukkan selama 7 hari kegiatan puasa, benih ikan nila BEST dapat bertahan hidup 100%. Kemampuan puasa benih ikan nila BEST yang mampu bertahan selama 7 hari dengan SR 100% tersebut dapat digunakan untuk transportasi dengan kebutuhan waktu selama 3 hari yaitu 2 hari pemuasaan dan 1 hari transportasi. Pemuasaan yang dilakukan selama 2 hari sebelum ditransportasikan bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan ikan, sehingga metabolisme ikan menurun. Sehingga hasil tersebut dapat diketahui bahwa kematian ikan selama proses transportasi 24 jam bukan dikarenakan ikan tidak diberi pakan tetapi karena faktor lain seperti menurunnya kualitas air media.

Nilai uji TKO ikan nila BEST dengan ukuran 2-3 cm dengan bobot 0,26 g sebesar 0,052 mgO2.g-1.jam-1, sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan selama

24 jam dengan kepadatan 700 ekor/L adalah sebanyak 227 mgO2 (Lampiran 1).

(27)

25 Laju ekskresi amoniak menghasilkan ekskresi amoniak sebesar 0,005 mg TAN L-1.jam-1 (Lampiran 2). Berdasarkan hasil uji tersebut, nilai TAN ikan nila BEST dengan ukuran 2-3 cm (bobot ± 0,26 gram) sebanyak 700 ekor dalam media transportasi selama 24 jam adalah 21,84 mg/L. Dalam wadah transportasi ekskresi amoniak penting diketahui karena akumulasi amoniak dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme yang diangkut. Hal ini dikarenakan dalam kandungan amoniak terdapat NH3 yang berbahaya bagi ikan. Laju ekskresi

amoniak ditentukan untuk penggunaan zeolit dan karbon aktif sebagai penyerap amoniak. Menurut Setyawan (2003), 1 mg amoniak dapat diserap oleh 1 g zeolit.

3.2.2 Penelitian Utama

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian transportasi ikan nila BEST ukuran 2-3 cm dengan lama transportasi 16 jam dengan dosis zeolit (20 g/L) dan karbon aktif (10 g/L) dengan kepadatan benih ikan nila BEST yang berbeda, yaitu kepadatan benih ikan nila BEST optimum pada kepadatan 700 ekor/L menghasilkan tingkat kelangsungan hidup mencapai 79% (Lampiran 4) (Handayani 2012). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Handayani 2012) yaitu adanya penambahan garam pada media transportasi. Adapun dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit (20 g/L), karbon aktif (10 g/L) dan garam (4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L). Kepadatan tinggi benih ikan nila BEST digunakan pada penelitian ini, untuk mengetahui efisiensi penambahan garam terhadap tingkat kelangsungan hidup benih selama transportasi.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup (SR) yang terbaik adalah perlakuan 4 g/L yang mencapai 99,57%. Sedangkan kelangsungan hidup (SR) terendah terjadi pada perlakuan 20 g/L yaitu 24,64% (Tabel 6). Tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan 20 g/L yang rendah dikarenakan selama transportasi ikan melakukan berbagai aktivitas seperti respirasi dan metabolisme lainnya seperti ekskresi feses sehingga terdapat amoniak sebesar 3,21±0,06 mg/L yang dapat membahayakan fisiologi tubuh ikan.

(28)

46 Lampiran 5. Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Ikan Nila BEST Selama Pemeliharaan

Perlakuan Ulangan

Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

4 g/L

1 (%) 100 99,28 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99.14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14 99,14

2 (%) 100 97,56 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97.13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13 97,13

Rata-rata 100,00 98,42 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14 98,14

SD 0,00 1,22 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42 1,42

8 g/L

1 (%) 100 98,83 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69 98,69

2 (%) 100 96,61 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46 96,46

Rata-rata 100,00 97,72 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58 97,58

SD 0,00 1,57 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58

12 g/L

1 (%) 100 95,99 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67 95,67

2 (%) 100 96,72 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06 96,06

Rata-rata 100,00 96,36 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95.87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87 95,87

SD 0,00 0,52 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28

20 g/L

1 (%) 100 96,89 95,85 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34 95,34

2 (%) 100 87,5 87,5 86,84 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53 85,53

Rata-rata 100,00 92,20 91,68 91,09 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44 90,44

(29)

26 transportasi, akumulasi dari gas toksik seperti amoniak, luka fisik akibat

penanganan sebelum transportasi, gerakan ikan yang hiperaktif di awal

transportasi, fluktuasi suhu air yang mendadak, dan penyakit. Nilai tingkat

kelangsungan hidup ikan rata-rata yang baik berkisar antara 73,5-86,0%.

Kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas air

yang meliputi suhu, kadar amoniak dan nitrit, oksigen yang terlarut, dan tingkat

keasaman (pH) perairan, serta rasio antara jumlah pakan dengan kepadatan

(Nugroho 2006).

Penambahan bahan aktif ke dalam media transportasi mempengaruhi

tingkat kelangsungan hidup. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui tingkat

kelangsungan hidup ikan selama transportasi dipengaruhi oleh kualitas air di

dalam media dan adanya peran penambahan bahan kedalam media yaitu zeolit,

karbon aktif, dan garam. Penambahan garam sebanyak 4 g/L ke dalam media

memberikan hasil tingkat kelangsungan hidup (SR) yang lebih baik dibandingkan

dengan perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 99,57%. Menurut Swann dan

Lllinois (1993), penambahan bahan aditif dapat diberikan pada saat transportasi

ikan. Namun, dosis yang diberikan harus optimal karena dosis yang berlebih akan

mengakibatkan munculnya masalah pada saat perlakuan. Oleh sebab itu

dibutuhkan pengukuran dosis yang tepat untuk setiap bahan aditif.

Hasil penelitian menunjukkan penambahan dosis garam sebanyak 4 g/L

merupakan dosis garam yang tepat untuk ikan nila BEST. Penambahan garam

kedalam air yang digunakan sebagai media transportasi bertujuan untuk

menurunkan perbedaan kadar mineral antara air dan darah ikan yang akan

menurunkan efek dari ketidakseimbangan tekanan osmotik ikan air tawar yang

memiliki konsentrasi mineral garam dalam tubuh yang lebih tinggi dari pada

lingkungannya yang mengakibatkan ikan cenderung kehilangan mineral garam

dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan Swann (1993), yaitu penambahan garam dapat

meringankan stress dan menjaga keseimbangan antara konsentrasi cairan tubuh

dan lingkungan. Untuk itu dibutuhkan penambahan garam dalam media air untuk

meminimalisir penggunaan energi oleh ikan untuk kegiatan osmoregulasi.

Kegunaan zeolit dalam transportasi ikan adalah sebagai penukar ion NH4+

(30)

27 hasil metabolisme. Penggunaan zeolit juga dapat menyerap karbondioksida namun

tidak sekuat terhadap penyerapan TAN. Hal ini sesuai dengan Mumpton (1999),

bahwa zeolit dapat menjerap molekul polar dengan selektifitas yang tinggi dan

CO2 merupakan salah satu molekul polar. Walaupun terdapat garam dalam media

transportasi yang bermolekul NaCl dengan kandungan Na+ di dalamnya juga

merupakan ion positif yang dapat diserap dengan zeolit, namun zeolit lebih

bersifat selektif untuk menyerap NH4+ dibanding Na+. Hal ini sesuai dengan

Harjono (2004) dalam Ghozali (2007) bahwa zeolit klinoptiloit akan lebih mudah melakukan pertukaran dengan NH4 dibanding dengan Na, Mg, dan Ca. Sehingga

fungsi garam sebagai pengatur tekanan osmotik dalam perlakuan ini tetap

maksimum. Penggunaan zeolit menurut Setyawan (2003) baik digunakan dalam

wadah transportasi selain dapat mengurangi amoniak juga dapat mencegah

terjadinya penurunan pH air yang diakibatkan oleh sisa respirasi organisme yang

diangkut. Sedangkan karbon aktif memiliki sifat absorbtif terhadap suatu larutan,

gas, atau uap sehingga bahan tersebut dapat digunakan sebagai penjernih larutan,

penghisap gas atau racun dan penghilang warna. Sifat karbon aktif yang paling

penting adalah daya serap. Banyak senyawa yang dapat diabsorpsi oleh karbon

aktif, tetapi kemampuannya untuk mengabsorpsi berbeda untuk masing-masing

senyawa.

Ikan memerlukan air yang layak untuk mendukung kelangsungan

hidupnya. Kualitas air yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan

meliputi oksigen terlarut, suhu, pH air, karbondioksida, dan amoniak (Effendi

2003). Jhingran dan Pullin (1985) mengatakan, air harus memenuhi persyaratan

untuk kesehatan ikan, seperti bebas dari partikel tanah, bahan organik,

kontaminasi hama, parasit atau penyakit serta bahan-bahan polusi yang dapat

mengganggu kesehatan dan kehidupan ikan. Kualitas air yang buruk, akan

berdampak pada kematian ikan, oleh karena itu kualitas air dalam media

transportasi penting untuk diperhatikan. Kualitas air yang diamati pada penelitian

selama transportasi meliput i TAN, NH3, CO2, suhu, pH, DO, dan kesadahan.

Konsentrasi Total Amoniak Nitrogen (TAN) pada penelitian menunjukkan

peningkatan setiap waktunya (Tabel 7). Nilai TAN tertinggi sebesar 3,21 mg/L

(31)

28 0,23 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0. Semakin tinggi garam yang digunakan,

nilai amoniak semakin tinggi. Hal ini dikarenakan garam yang terlalu berlebihan

dapat menyebabkan racun amoniak pada media transportasi. Salah satu cara untuk

mengurangi konsentrasi amoniak adalah menggunakan zeolit dan karbon aktif,

karena zeolit dan karbon aktif mampu mengadsorbsi sejumlah amoniak dalam

waktu tertentu (Supendi 2006).

Terdapat dua bentuk amoniak di perairan, yaitu amoniak tak terionisasi

(NH3) dan ammonium (NH4+) (Boyd 1990). Menurut Effendi (2003) bentuk

kandungan NH3 dan NH4+ tergantung pada konsentrasi ion hidrogen pada air. Air

dengan pH rendah memiliki ion hidrogen lebih banyak sehingga bentuk NH4+

lebih dominan. Kandungan NH3 yang tinggi tanpa di dukung oleh faktor lain

seperti kandungan oksigen yang memadai dan keberadaan kation yang bermanfaat

untuk ikan di dalam air akan menyebabkan kematian ikan karena bersifat toksik.

Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar amoniak bebas yang tidak terionisasi pada air tawar sebaiknya tidak lebih dari

0,02 mg/l. Jika kadar amoniak lebih dari 0,02 mg/L maka air tersebut bersifat

toksik bagi beberapa jenis ikan. Hal ini terbukti dengan kematian pesat ikan pada

jam ke-24 pada perlakuan kadar garam 20 g/L, dimana pada jam tersebut nilai

NH3 hasil penelitian tinggi (Gambar 7). Peningkatan suhu air selama transportasi

juga dapat menjadi penyebab meningkatnya NH3 yang bersifat toksik sehingga

dapat membahayakan ikan. Muhammad (2001) menyatakan pengikatan

hemoglobin terhadap amoniak lebih tinggi dibandingkan pengikatan hemoglobin

terhadap oksigen, sehingga sel pada insang tidak mendapat suplai oksigen yang

cukup dan mengakibatkan kematian pada benih.

Konsentarasi CO2 pada penelitiandalam media air transportasi yang berisi

benih ikan sebanyak 700 ekor/L terus mengalami peningkatan dari jam ke-0

hingga jam ke-24. Nilai CO2 pada jam ke-24 berkisar antara 15,98 mg/L hingga

63,13 mg/L. Nilai CO2 terendah sebesar 4 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0,

sedangkan nilai CO2 tertinggi sebesar 63,13 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam

ke-24 (Gambar 2). CO2 bersifat racun dikarenakan gas ini menghalangi pengikatan

oksigen oleh darah. Nilai CO2 yang tinggi disebabkan kurangnya kemampuan

(32)

29 itu menurut Berka (1986), kepadatan ikan dapat meningkatkan konsentrasi CO2

saat transportasi, tetapi konsentrasi tersebut dapat ditoleransi jika ikan dalam

keadaan tenang.

Karbondioksida dalam media transportasi merupakan hasil respirasi dan

dapat mengancam kelangsungan hidup ikan. Jumlah karbondioksida yang

terlampau banyak akan bersifat racun bagi ikan (Jhingran dan Pullin 1985). Boyd

(1992) mengatakan konsentrasi CO2 sebesar 50-100 mg/L dapat membunuh ikan,

namun CO2 tidak berpengaruh nyata ke ikan, karena kebanyakan ikan mampu

bertahan selama beberapa hari dalam air dengan konsentrasi CO2 sebesar 60 mg/L

dengan kondisi cukup oksigen terlarut. Konsentrasi CO2 yang lebih besar dari

20 mg/L akan menghalangi pengambilan dan pengikatan oksigen dalam darah

(Swann dan Illinois 1993). Berka (1986) menambahkan bahwa nilai-nilai kritis

untuk karbondioksida selama transportasi sistem tertutup tergantung pada spesies,

namun bervariasi antara 40 mg/L untuk spesies ikan di daerah bermusim, dan

sampai dengan 140 mg/L untuk ikan tropis. Dalam hal ini ikan nila BEST

termasuk ikan tropis.

Suhu merupakan parameter penting dalam monitoring kualitas air karena

berfungsi sebagai katalis, penekan, aktivator, pembatas, stimulator, pengontrol,

pembunuh, dan faktor paling penting dalam mempengaruhi karakter kualitas air.

Kriteria temperatur yang ideal untuk transportasi ikan tropis adalah 20-24 0C

(Jhigran dan Pullin 1985). Peningkatan suhu akan menurunkan konsentrasi DO

(Dissolve Oxygen), meningkatkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen ikan.

Sedangkan Wedemeyer (1996) menambahkan bahwa penurunan suhu air akan

menurunkan suhu tubuh, respons imun ikan, aktivitas makan dan pertumbuhan.

Penurunan suhu dalam transportasi ikan hidup digunakan untuk menurunkan laju

metabolisme karena ikan bersifat poikilotermal yaitu perbandingan terhadap suhu

lingkungan berbanding lurus dengan metabolisme ikan. Selain itu suhu yang

rendah dapat menjaga kandungan oksigen dalam air. Sehingga dibutuhkan suatu

usaha untuk menurunkan suhu pada pengangkutan untuk mengatasi peningkatan

laju metabolisme. Untuk mencegah tingginya suhu pada saat transportasi, maka

(33)

30 hingga jam ke-24. Nilai suhu pada jam ke-24 berkisar antara 26,5 oC hingga

21,5oC (Gambar 3). Nilai suhu yang diperoleh tersebut masih dikatakan wajar

karena ikan nila BEST merupakan ikan tropis. Hal ini sesuai dengan Froese

(1998) dalam Emu (2010) yang mengatakan bahwa ikan tropis dapat bertahan pada saat pengiriman pada suhu yang sama dengan lingkungannya yaitu sekitar

22-30oC. Selama transportasi suhu tidak mengalami fluktuasi yang tinggi. Suhu

yang fluktuasinya tinggi dapat menyebabkan kematian pada ikan (Junianto 2003).

Hal ini sesuai Stickney (1979), fluktuasi suhu akan membahayakan apabila terjadi

perubahan secara mendadak yakni 5oC dalam waktu 1 jam.

Nilai pH yang diperoleh selama transportasi mengalami penurunan selama

perlakua n mulai jam ke-0 hingga jam ke-24. Nilai pH pada jam ke-24 berkisar

antara 5,4 hingga 5.7. Nilai pHterendah sebesar 5,4 pada perlakuan 4 g/L jam

ke-24, sedangkan nilai pH tertinggi sebesar 8 pada perlakuan 20 g/L jam ke-0

(Gambar 4). Nilai pH semakin tinggi, dengan semakin banyaknya garam yang

ditambahkan. Nilai pH sangat berkaitan dengan amoniak. Garam yang

ditambahkan melebihi dosis optimum dapat menyebabkann nilai pH yang semakin

tinggi, hal ini akan menyebabkan tingginya konsentrasi OH- dan menggeser

kesetimbangan ke arah NH3 sehingga menyebabkan tingginya kadar racun

amoniak. Nilai pH yang diperoleh selama transportasi masih dalam kisaran

toleransi, Namun pH optimum untuk transportasi ikan adalah 7-8 (Berka 1986).

Suhu yang rendah merupakan pemacu tingginya pH perairan. Apabila nilai pH

ditemukan berfluktuasi dalam transportasi dapat dikarenakan adanya perubahan

ion H+. Ketika pH naik, terjadi perubahan kesetimbangan terhadap reaksi amoniak

dalam air yaitu ion H+ akan terlepas sehingga NH4+ turun sementara OH-

meningkat maka NH3 meningkat pula. Hal ini secara mekanisme pertukaran ion

yang dilakukan oleh zeolit dimana mampu menyerap ion selektif yaitu NH4+

terlepas. Hal ini diduga karena goncangan atau gerakan ikan yang sudah dalam

keadaan tidak tenang menyebabkan terlepasnya NH4+ dari kemampuan jerap

zeolit.

Pada pH rendah aktivitas dan produksi enzim pencernaan menjadi rendah.

Jaringan insang merupakan target organ pertama akibat stress asam. Ketika ikan

(34)

31 hal ini juga terjadi apabila pH tinggi, dimana insang sangat sensitif dan berbahaya

bagi mata ikan (Boyd 1990). Namun hal tersebut dapat diatasi dengan

menggunakan zeolit yang dapat berfungsi sebagai buffer pH (Boyd 1990).

Kandungan oksigen selama transportasi mengalami penurunan selama

perlakuan dari jam ke-0 hingga jam ke-24. Nilai DO pada jam ke-24 berkisar

antara 2,7 mg/L hingga 3,55 mg/L. Nilai DO terendah sebesar 2,7 mg/L pada

perlakuan 20 g/L jam ke-24, sedangkan nilai DOtertinggi sebesar 6,4 mg/L pada

perlakuan 4 g/L jam ke-0 (Gambar 5). Oksigen terlarut adalah salah satu

parameter kualitas air yang penting, karena kurangnya oksigen terlarut merupakan

penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah yang besar.

Oksigen terlarut di dalam media transportasi harus lebih besar dari 7 mg/L dan

lebih kecil dari tingkat jenuh.

Penurunan oksigen terlarut pada media terjadi dikarenakan adanya

respirasi oleh benih ikan. Nilai oksigen akhir transportasi ini masih dalam

toleransi kandungan oksigen untuk transportasi ikan. Menurut Pescod (1973) nilai

DO yang baik untuk transportasi ikan adalah 2 mg/L. Nilai DO yang menurun

dipengaruhi faktor kualitas air lainnya. Hoar (1979) dalam Mahbub (2010) menyatakan bahwa penurunan kandungan oksigen terlarut biasanya diikuti dengan

meningkatnya faktor lingkungan seperti amoniak, nitrit, dan urea yang dapat

menyebabkan menurunnya pertumbuhan ikan. Konsentrasi DO yang terlalu

rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan ikan seperti

anoreksia, stress pernafasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian

(Wedemeyer 1996). Kematian ikan yang terjadi pada perlakuan 20 g/L dapat

dikarenakan nilai konsentrasi oksigen yang lebih kecil jika dibandingkan

perlakuan yang lain. Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen di pengaruhi

oleh toleransi terhadap stress, suhu, air, pH, konsentrasi CO2, dan sisa

metabolisme lain seperti amoniak (Junianto 2003).

Kandungan oksigen yang tinggi pada jam ke-0 terjadi karena adanya difusi

antara muka air dengan pasokan oksigen murni yang dimasukkan saat

transportasi, terjadi peningkatan kandungan oksigen terlarut di dalam media

angkut sehingga meningkatkan kandungan oksigen di media. Menurut Effendi

(35)

32 pergerakan muka air ini dapat dikarenakan goncangan ataupun pergerakan ikan.

Liviawaty dan Afrianto (1990), menambahkan bahwa goncangan dalam

transportasi berdampak positif yakni membantu difusi oksigen ke dalam air.

Nilai kesadahan yang diperoleh pada penelitian mengalami peningkatan

selama perlakuan dari jam 0 hingga jam 24. Nilai kesadahan pada jam

ke-24 berkisar antara 115 mg/L hingga 149 mg/L. Nilai kesadahanterendah sebesar

60 mg/L pada perlakuan 4 g/L jam ke-0, sedangkan nilai kesadahan tertinggi

sebesar 149 mg/L pada perlakuan 20 g/L jam ke-24 (Gambar 6). Semakin tinggi

dosis garam yang ditambahkan, semakin tinggi pula nilai kesadahan. Menurut

Effendi (2003), kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam

berat karena kation-kation penyusun kesadahan (kalsium dan magnesium).

Karbondioksida yang bereaksi dengan kalsium karbonat akan membentuk kalsium

bikarbonat dimana di perairan tawar, ion bikarbonat berperan sebagai sistem

buffer. Kalsium dan magnesium dalam media berasal dari reaksi zeolit dengan air dan karbondioksida dalam media sehingga membentuk ikatan karbonat.

Histologi adalah ilmu yang mempelajari anatomi secara mikroskopis, yaitu

dengan menggunakan mikroskop untuk mengamatinya. Insang merupakan alat

pernafasan pada ikan. Komponen pernafasan insang terdiri dari filamen atau

lamela primer dan lamela sekunder. Insang merupakan organ respirasi utama dan

vital pada ikan. Epitel insang ikan merupakan bagian utama untuk pertukaran gas,

keseimbangan asam basa, regulasi ion, dan ekskresi nitrogen. Affandi dan Tang

(2002) mengatakan bahwa insang memiliki peranan yang sangat penting sebagai

organ yang mampu dilewati air maupun mineral, serta tempat diekskresikannya

sisa metabolisme. Pada insang terdapat sel khlorida yang melakukan transport

aktif kelebihan Na+ dan Cl- melawan gradien konsentrasi kembali ke

media/lingkungan. Anggoro (1998) dalam Affandi dan Tang (2002) mengatakan bahwa baik pada mekanisme regulasi hipoosmotik maupun regulasi hiperosmotik,

pertukaran elektrolit dilakukan dengan cara transport aktif melalui insang. Pada

kondisi lingkungan yang hipertonik, cairan tubuh organisme bersifat hipoosmotik

terhadap medianya. Dalam kondisi tersebut, organisme akan berusaha

mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh agar tidak keluar dari selnya.

(36)

33 terutama Na+ dan Cl-, yang diambil darah akan dikeluarkan oleh insang melalui

salt secreting epithelium atau chloride secreting cell.

Hasil histologi menunjukkan bahwa terjadi abnormalitas pada insang.

Abnormalitas yang terjadi pada insang benih ikan nila BEST dikarenakan adanya

kontraksi otot insang selama mempertahankan tekanan osmotik dalam tubuhnya.

Insang memiliki sifat mudah terluka karena lokasi insang yang eksternal dan

langsung kontak dengan air, yang berarti bahwa insang dapat rusak akibat

material perusak apapun yang terdapat di dalam media transportasi tersebut.

Gangguan eksternal yang paling sering terjadi disebabkan oleh perubahan

permeabilitas. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa ikan sebelum perlakuan

ditemukan adanya Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang.

Myxospora merupakan parasit kulit dan insang yang paling umum menginfeksi

ikan, baik air laut dan ikan air tawar. Beberapa jenis myxospora pada umumnya

membentuk plasmodia di dalam lamela insang dan lainnya di filamen insang

(Molnar 2002). Kemudian ditemukan adanya edema, hiperplasia, hemoragi dan

teleangiektasis setelah transportasi dan setelah pemeliharaan. Pada umumnya

tanda yang paling awal adalah hiperplasia dari sel lamella individual yang

membesar dan meningkatkan ketebalan dari lamella sekunder individu. Hal ini

sering diikuti oleh suatu peningkatan volume sekresi mukus. Apabila stimulasi

irritant terjadi lebih kuat, dapat terjadi tiga respon berbeda yaitu edema lamella,

hiperplasia lamella dan fusi lamella, yang perlu diperhatikan adalah apabila hasil

akhirnya berupa bentuk kompleks dari ketiga respon tersebut (Laksman 2003).

Hiperplasia merupakan pembesaran atau penambahan massa total suatu

otot akibat peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serat otot

dan terjadi sebagai respons terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada

kekuatan maksimal atau hampir maksimal (Kimball 1988). Hemoragi merupakan

kondisi keluarnya darah dari pembuluh darah keluar tubuh maupun keluar

jaringan tubuh yang terlihat eritrosit di luar pembuluh darah. Darah keluar dari

pembuluh darah karena adanya lubang pada dinding atau darah menerobos

dinding yang utuh karena peningkatan porositas dari pembuluh darah tersebut.

Abnormalitas seperti teleangiektasis ditemukan pada perlakuan kadar garam 8 g/L

(37)

34 atau tiga lamela melebur (fusi), dan biasanya terjadi edema maupun deskuamasi

epitel. Apabila banyak terjadi teleangiektasis lamela, maka fungsi pernapasan

dapat terganggu, terutama pada temperatur-temperatur tinggi, tingkat oksigen

terlarut yang rendah dan kebutuhan akan oksigen metabolik tinggi dari normal

(Robert 2001).

Tingkat kelangsungan hidup (SR) pada pemeliharaan pascatransportasi

benih ikan nila BEST selama 20 hari, pada pemeliharaan hari ke-2, tingkat

kelangsungan hidup ikan nila pada perlakuan 4 g/L sebesar 98,42%, 8 g/L sebesar

97,72%, 12 g/L sebesar 96,36%, dan 20 g/L sebesar 92,2%. Tingkat

kelangsungan hidup ikan mengalami penurunan sampai pemeliharaan hari ke-3.

Tingkat kelangsungan hidup paling tinggi hingga akhir pemeliharaan selama 20

hari adalah sebesar 98,14% pada perlakuan 4 g/L, dan terendah sebesar 90,44%

pada perlakuan 20 g/L. Kematian ikan pada pemeliharaan pascatransportasi

rata-rata terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Hasil ini memberikan kesimpulan

bahwa dalam kondisi yang sebenarnya, kita sebagai pembeli harus melakukan

perjanjian kepada pihak penjual untuk masa tenggang 3 hari setelah

pascatransportasi, apabila ditemukannya kematian pascatrasnportasi merupakan

tanggung jawab pihak penjual. Hal ini karena selama 3 hari pascatransportasi

merupakan masa adaptasi ikan.

Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada pemeliharaan ini

berhubungan dengan kelangsungan hidup ikan pada saat transportasi. Ikan yang

pada saat perlakuan memiliki kelangsungan hidup paling kecil akan memberikan

hasil kelangsungan hidup pemeliharaan yang kecil pula, hal ini berkaitan dengan

daya tahan tubuh benih tersebut dan tingkat stress benih. Secara keseluruhan, SR

selama pemeliharaan untuk semua perlakuan cukup baik yaitu di atas 80% sesuai

SNI 01-6483.2-2000 (BSN 2000). Hal ini diduga adaptasi pemeliharaan ikan nila

BEST dilakukan pergantian air secara intensif sehingga kandungan bahan-bahan

saat transportasi yang masuk ke dalam perairan menjadi terlarut dan hilang.

Data kegiatan produksi yang cukup penting diketahui salah satunya adalah

laju pertumbuhan harian (LPH). Laju pertumbuhan harian ikan nila BEST

tertinggi sebesar 7,48% terdapat pada perlakuan 8 g/L, sedangkan terendah adalah

(38)

35 nyata antara perlakuan 4 g/L, 8 g/L, 12 g/L, dan 20 g/L (P<0,05). Nilai laju

pertumbuhan ini berhubungan dengan kepadatan ikan, konsumsi pakan benih,

kondisi ikan pascatransportasi dan kualitas air media pemeliharaan.

Sampai saat ini permintaan ikan nila relatif besar, ditunjukkan dengan

hasil panen yang hampir semuanya terserap oleh pasar, baik untuk memenuhi

pasar domestik maupun pasar ekspor. Ditinjau dari letak geografis, komoditas

ikan nila yang dihasilkan petani jauh dari lokasi konsumen. Untuk itu perlu

tambahan biaya, baik transportasi maupun perbaikan penanganan ikan selama

transportasi, yang secara langsung akan dibebankan pada harga jual. Pada

akhirnya, peningkatan harga jual tersebut akan dapat menurunkan daya saing bagi

komoditas ikan nila. Untuk itu diperlukan perbaikan manajemen pemasaran yang

didasarkan pada peningkatan mutu ikan nila serta meminimalkan biaya

pascapanen dan transportasi (Armington 1969 dalam Simatupang et al. 1997). Transportasi ikan hidup adalah usaha memindahkan ikan dari suatu daerah

(sentra produksi) ke daerah lain (sentra konsumsi) dengan kepadatan transportasi

setinggi-tingginya dan biaya serendah-rendahnya, serta ikan yang diangkut

memiliki kelangsungan hidup tinggi dan kondisi ikan sehat setelah sampai tujuan

( Effendi 2004). Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi transportasi yang

mampu mengangkut ikan sebanyak mungkin dengan kematian sedikit mungkin,

untuk perbaikan teknologi transportasi.

Transportasi ikan nila di masyarakat umum dilakukan pada kepadatan

150 ekor/L dengan ukuran 2-3 cm. Namun, karena adanya upaya perbaikan

teknologi transportasi yaitu dengan adanya penambahan bahan-bahan dalam

wadah pengangkutan, dapat dilakukan pengangkutan dengan kepadatan 350-400

ekor/L. Semakin tingginya tingkat permintaan terhadap ikan nila, dalam

pengiriman benih dituntut untuk melakukan pengiriman benih dengan kepadatan

tinggi dan laba yang dihasilkan tinggi. Sehingga, dengan kepadatan benih ikan

nila dalam wadah pengangkutan 700 ekor/L pun berhasil dilakukan. Pada

penelitian yang dilakukan, yaitu dengan kepadatan 700 ekor/L benih ikan nila

BEST dan penambahan bahan zeolit 20 g/L, karbon aktif 10 g/L, dan garam

sebesar 4 g/L dengan lama waktu pengiriman selama 24 jam, mampu

(39)

36 Transportasi merupakan salah satu rangkaian siklus produksi yang bersifat

ekonomi yaitu dalam hal distribusi. Perhitungan biaya transportasi benih ikan nila

BEST dengan perlakuan penambahan garam diperoleh efisiensi biaya yang

berbeda untuk setiap perlakuan. Biaya terendah yang dikeluarkan yaitu pada

perlakuan 4 g/L sebesar Rp. 31.199,- dengan kelangsungan hidup (SR)

transportasi 99,57% dan tertinggi pada perlakuan 20 g/L sebesar Rp. 31.215,-

dengan kelangsungan hidup (SR) transportasi 24,64% (Tabel 8). Perlakuan 4 g/L

menghasilkan biaya yang paling murah dikarenakan jumlah ikan hidup yang lebih

banyak daripada perlakuan lainnya. Semakin banyak benih ikan yang bertahan

hidup maka semakin murah pula biaya pengiriman dan semakin banyak

(40)

37

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil terbaik yang didapat dalam penelitian benih ikan nila BEST ukuran

2-3 cm diperoleh pada perlakuan penambahan garam dengan dosis 4 g/L dengan

nilai SR 99,57%, hal ini terlihat pada nilai kualitas air yang lebih baik

dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu TAN 1,70±0,02 mg/L, NH3 0,003±0,000

mg/L, CO2 15,98±0,00 mg/L, suhu 24±0,00 oC, pH 5,4±0,08, DO 3,55±0,35

mg/L, dan kesadahan 115±1,41 mg/L. Nilai kelangsungan hidup (SR)

pemeliharaan benih pascatransportasi selama 20 hari adalah 98,14%, lebih tinggi

dibandingkan perlakuan lainnya, dengan laju pertambahan bobot harian sebesar

5,06%.

4.2 Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian

transportasi sistem tertutup dengan kepadatan ikan yang lebih dari 700 ekor/L dan

lama waktu transportasi lebih dari 24 jam untuk benih ikan nila BEST dengan

ukuran 2-3 cm dan penambahan zeolit 20 g/L, karbon aktif 10 g/L, dan garam

(41)

PEMANFAATAN ZEOLIT DAN KARBON AKTIF DALAM

TRANSPORTASI TERTUTUP BENIH IKAN NILA BEST Oreochromis sp.

DENGAN KADAR GARAM BERBEDA

ANGGIH ISTI CHOIRONAWATI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(42)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PEMANFAATAN ZEOLIT DAN KARBON AKTIF DALAM TRANSPORTASI TERTUTUP BENIH IKAN NILA BEST Oreochromis sp.

DENGAN KADAR GARAM BERBEDA

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2012

ANGGIH ISTI CHOIRONAWATI

(43)

PEMANFAATAN ZEOLIT DAN KARBON AKTIF DALAM

TRANSPORTASI TERTUTUP BENIH IKAN NILA BEST Oreochromis sp.

DENGAN KADAR GARAM BERBEDA

ANGGIH ISTI CHOIRONAWATI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(44)

Judul Skripsi : Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif dalam transportasi

tertutup benih ikan nila BEST Oreochromis sp. dengan kadar garam berbeda

Nama Mahasiswa : Anggih Isti Choironawati

Nomor Pokok : C14080031

Disetujui

Pembimbing I

NIP. 19630212 198903 1 003 Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc.

Pembimbing II

NIP. 19661111 199103 1 003 Ir.Harton Arfah, M. Si

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

NIP. 19591222 198601 1 001 Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc.

(45)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif

dalam transportasi tertutup benih ikan nila BEST Oreochromis sp. dengan kadar

garam berbeda” berhasil diselesaikan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, H. Mukhadis,

STP dan Hj. Wiwik Gunarti, S.Pd yang telah berjasa dalam mendidik dan selalu

memberikan doa agar senantiasa cepat menyelesaikan studi. Dr. Ir. Eddy

Supriyono, M.Sc selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penelitian, Ir. Harton Arfah, M.Si selaku dosen Pembimbing II

yang memberikan bimbingan kepada penulis dan Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati,

DEA selaku dosen Penguji Tamu. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih

kepada Humairani sebagai rekan panel penelitian. Ungkapan terimakasih juga

disampaikan kepada Arief Isti Pramusinta, Agil Isti Nurrokhimadewi, dan Ambar

Isti Nurlaila yang selalu memberikan dorongan, semangat, dan doa dalam

menyelesaikan penelitian, tak lupa kepada Mira S. Ginting dan Astri Handayani

yang senantiasa memberikan bimbingan selama penelitian, Reza Samsudin,

Annita Nurlaela, Feby Lusiany, Misbah dan Rama Kurniawan yang ikut

membantu selama penelitian, Visa Karima yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi, dan mahasiswa BDP angkatan 43, 44, 45, 46, 47 dan

teman-teman griya ’kost’ yang telah memberi dukungan selama penelitian serta semua

pihak yang telah membantu hingga penelitian selesai.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu

penyusun memohon saran yang berguna dan membangun untuk menyempurnakan

penyusunannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2012

(46)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Purworejo tanggal 19 Februari 1990 dari

pasangan H. Mukhadis, STP dan Hj. Wiwik Gunarti, S.Pd. Penulis merupakan

anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK ABA Tanjung, SDN

Cokroyasan, SMP N 7 Purworejo, serta SMA N 1 Purworejo dan lulus pada tahun

2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur

Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan melalui Program Mayor-Sc tahun

2009 serta memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum pada

beberapa mata kuliah yaitu Fisika Kimia Perairan (2011 dan 2012), Manajemen

Kualitas Air (2011) dan menjadi Koordinator Asisten pada mata kuliah

Enginering Akuakultur (2012). Untuk meningkatkan pengetahuan di bida

Gambar

Tabel 4. Kapasitas Daya Serap Zeolit
Tabel 5. Kapasitas Daya Serap Karbon Aktif
Gambar 1. Nilai TAN Media Transportasi
Gambar 3. Nilai Suhu Media Transportasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan zeolit dan karbon aktif berukuran granula mampu menjaga kualitas air berupa pH, DO dan menghasilkan tingkat kelangsungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 20 gram zeolit tanpa Carbon aktif pada pengepakan tertutup ikan Corydoras aenus dengan suhu sekitar 20 o C mampu menekan

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian transportasi ikan nila BEST ukuran 2-3 cm dengan lama transportasi 16 jam dengan dosis zeolit (20 g/L) dan karbon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 20 gram zeolit tanpa Carbon aktif pada pengepakan tertutup ikan Corydoras aenus dengan suhu sekitar 20 o C mampu menekan

Perlakuan terbaik yang mampu menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ikan tertinggi selama transportasi adalah pada penambahan perasan daun ubi kayu aksesi batin sebanyak 6,25

Jika dilihat dari konsentrasi NH 3 perlakuan kontrol tanpa penambahan zeolit dan karbon aktif pada penelitian sebelumnya yang jauh lebih tinggi dibandingkan konsentrasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 20 gram zeolit tanpa Carbon aktif pada pengepakan tertutup ikan Corydoras aenus dengan suhu sekitar 20 o C mampu menekan

Pada proses adsorpsi dengan karbon dun zeolit pada NOM dalam air permukaan, aktif model kinetika orde 2 dianggap baik jika dibandingkan lebih m ~ d e l dengan