Oieh MAYASARI Nifvl 1990700'16120
Skripsi diajukan untu.< memenuhi sebagi·3n persynratan dalam rnernperoleh gelar Sarjana Psikolog1
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS isセA|セG@ NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH .JAKARTA
TAEr\WONDO
Skripsi
Diajukan keped2 Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
IVlemperoleh gelar Sarjana Psikologi
セI@
Pembim in\;! 1
J
Ora. H»
Oleh:
MAYASARI
NIM: 199070016120
Di bawah bimbingan:
Pernbimbing 2
LセOセ@
/
Liany Luzvinda, M. Si
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVEKSITAS ISU\M NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAEKWONDO telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.
Jakarta,24Mei2007
Sidang Munaqasyah
Ketua Merar gkap Anggota !
M.Si
Penguji I
15938
Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
IP: 150215938
p・ュ「セ@
. セL@
OセセLO@
1
and stress. In prepare to test, they will get the matter for the test,
like physical exercise and the name of the steps. Background of family, education, environment and the other activities were
influence their self efficacy and stress. In this research. the writer
will research about the correlation of self efficacy and stress the
children who follow the Taekwondo test for increase tr e psychology knowledge, most importand fpr sport psychology. S£Jlf efficacy is the
ability of someone to facing activity process and and stress is
subjective feeling from the uncontrol conditioning or threatening, in
this research, stress was included a scare or fear
: The aim of this research was to investigate is trere correlation
between self efficacy and stress of children who gwt examine of
Taekwondo. And to know that self efficacy quality influence rating
stress of them.
nple : Fifty children for try out and forty four children fo1· research, they
are thirty four boys and ten girls.
thods : Technic used Non Probability Sampling. Metl1od useci Descriptive
Correlation with appliance of data collecting in the form of L.ikert
Scale.
:lings :In this research used Pearson Correlation. Correlation between self
ia-sia pada setiap yang Engkau ciptakan, Puji dan Syukur hanya bagi-Mu Ya Rabb, yang telah jarkan kami ilmu dengan mencintainya dalarn pengamalan. Salam se1 cmat sejahtera pada nrnad Saw. ya Rasul Allah beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia .wah dalam perilaku hingga akhir zarnan.
i ini penulis beri judul "HUBUNGAN SELF EFF'JCACY DENGAN STRES ANAK YANG
rHADAPI UJIAN KENA/KAN TINGKAT OLAHRAGA BELADIRI TAEKWONDO", dengan
d untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Saijana Psikologi pada Fakultas ogi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga diharapkan dapat bermanfimt dan memberikan 1asi bagi hazanah penelitian dibidang psikologi terutama Psikologi Ola!1raga, meskipun s menyadari skripsi ini jauh dari scmpurna.
esaikannya skripsi ini, tentu:nya berkat do'a, dorongan semangat, bimbing'!n serta bantuan dari c pihak, terutama Ayah (H. Mansur lb.) dan Ummi (IL Nurul llayu:ti) scpnsang hamba Allah elah diamanahkan ananda :;ebagai anaknya dan yang pertama kali meng.ajarkan cinta, kasih
セN@ pengorbanan dan perjuangan hid up hingga penulis rnenjadi seperti sekarang ini. Begitu juga
1 kakak-adik&keluarga besar penulis dalam do'a dan akwan yang selalu menyayangi penulis.
1 kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa tc:rimakasih yang sebesar-ya dai1 do'a sebesar-yang setulus hati dengan untaian airmata bahagia kepada:
mda Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah carta dan juga sebagai onmg tua penulis di ka'l.pus nasehatnya yang, menguatkan hati penulis, caligus pembimbing penulis dalam menyusun skripsi.
l Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku Pudek II Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidaya,ullah ca1ia atas segala keceriaan !bu serta bimbingannya.
:pak Drs. Ahmad Syahid, M.Ag selaku Pembimbing Akademik yang ramah, mudah ditemui n tidak bosan menandatangani KRS dan buku bimbingan renulis.
! Uany Luzvinda, M.Si. selaku kakak clan pembimbing penulis de.lam mer.yusun skripsi ini ngan segala masukkan-masukkan dan curhatannya tentai1g kehidupan.
k Asep atas ide judul skripsi yang berhubungan dengan Taekwondo dan Para Dosen, l&Bapak Guru dari SD yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu, alas Tiua ilmu dan bekal yang diberikan kepada penulis, hanya Allah SWT yang bisa membalas. k Bambang Suryadi, Ph. D selaku penguji yang membuat penulis kagum alas ketelitian beliau. ra Staf Akademik Fakultas Psikologi dan Akademik Pusat yang telah banyak membantu nulis demi kelancaran menyelesaikan program S-1 ini.
ra Taekwondoin (Sabam Supri&keluarga, Ustadz Musholli&keluarga, teman-teman sesama latih khususnya Ghofur&Fahmi, clan murid-muricl di Unit Beladiri Baitul Quran (UB2Q). nmi Atikah-Ummi Jamilah&kduarga, Ayah-Bunda&keluarga, Pak Syam, Cek m&keluarga, Cek Mehrab&keluarga. Vida-Hafid&keluarga, Bg Agam-Bg Elfi&keluarga, 'eopleWithLittleSmile&TSP, LDK, PKS, FOBA crew, 5 D+K STIS, X Zellon+Any, Balans
aman Judul
aman persetujuan aman pengesahan :to ;tract a Pengantar tar lsi tar Tabel tar Lampiran
B 1 PENDAHULUAN
Latar belakang masalah ... .. ldentifikasi masalah ... . Pembatasan dan perumusan masalah ... ..
1.3.1. Pembatasan masalah ... . 1.3.2. Perumusan masalah ... . Tujuan dan manfaat penelitian ... ..
1.4.1. Tujuan penelitian ... . 1.4.2. Manfaat penelitian ... . Sistematika Penulisan ... .. ... .
,B 2 KAJIAN PUST Al<ft,
. Deskripsi teoritik ... . 2.1.1. Self Efficacy. ... ... .
2.1. ·1.1. Definisi Self Efficacy ... . 2.1. ·1.2. Faktor yang mempengaruhi Self Efficacy ... . 2.1. ·1.3. Fungsi Self Efficacy ... . 2. 1 :1.4. Alat ukur Self Efficacy ... . 2.1.2. Stres ... ..
2.1.2.1. Definisi Stres ... .. 2.1.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres ... . 2.1.2.3. Macam-macam Stres ... ..
2.1.2.4. Sumber-sumber Stres ... . 2.1.2.4. Alat ukur Stres ... . 2. 1. 3. Akhir Masa Kanak-kanak . . ... . 2. 1.3.1. Definisi Akhir Masa Kanak-kanak ... . 2.1.3.2. Ciri-ciri Akhir Mas a Kanak-kanak ... .. 2.1.3.3. Peranan Olah raga bagi Akhir Masa Kanak-kanak ..
2.
Kerangka Berpikir... ... .. ... .3.
Hipotesis ... . ... .. ... .3.2.1. Variabel Penelitian ... .
3.2.2. Definisi Operasional ... . . Pengarnbilan Sarnpel ... ..
3.3.1. Populasi dan Sampel ... .
3.3.2. Tehnik Pengambilan Sampel ... .
3.3.3. Karakteristik Subjek Penelitian ... . . Tehnik Pengurnpulan Data ... .. . lnstrumen Pengumpulan Data ... .
3.5.1. Skala Self Efficacy ... ..
3.5.2. Skala Stres ... . . Prosedur Penelitian ... .
B 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA
. Gamba ran Um urn Subjek Penelitian ... . . Presentasi Data ... .
4.2.1. Uji lnstrumen Penelitian ... .
4.2.1.1. Uji Validitas ... .
4.2.1.2. Uji Reliabilitas ... .
4.2.2. Uji Persyaratan... . ... ..
4.2.2.1. Uji Norrnalitas.. .. .. ... .
4.2.2.2. Uji Hornogenitas ... ..
4.2.3. Uji Korelasi ... . i. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ... .
•B 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
. Kesimpulan ... . :. Diskusi ... . I. Saran ... .
\FT
AR PUST AKA,MP I RAN
50 50 53 53 53 54 55
56
56
58
60 33-85 6364
64
64
70
72 7273
7477
81 - 86 81 82
85
;piran
1 :
Skala Self Efficacy untuk Try Out1piran 2 : Skala Stres untuk Try Out
1piran 3 : Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Skala Self Efficacy
1piran 4 : Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Skala Stres
1piran 5 : Skala Self Efficacy untuk Penelitian
ipiran 6 : Skala Stres untuk Penelitian
ipiran 7 : Data mentah hasil penelitian Skala Self Efficacy
ipiran 8 : Data mentah hasil penelitian Skala Stres
ipiran 9 : Tabel Frekuensi Skala Self Efficacy
ipiran 10 : Tabel Frekuensi Skala Stres
1piran
11 :
Histogram Self Efficacy1piran 12 : Histogram Stres
ipiran
13 :
Explore jenis kelaminipiran
14 :
Test of Normalityipiran
15 :
Test of Homogeneity of Variance1pir:.:ir,
16 :
Q-Q Plots of Self Efficacy1.1. Latar Belakang Masalah
Kesehatan jasmani dan ruhani adalah karunia terindah cJari Yan9 ME1ha
Kuasa, karena bila kesehatan kita terganggu maka akan menghambat segala
aktifitas. Menjaga kesehatan baik jasmani atau pisik dan rohani atau psikis,
bertujuan agar ada kekuatan pada diri kita dan tidak bersikap mc:,'as serta
lemah menjalani kehidupan. Seperti firman Allah SWT. berikut ini:
,.- .,, I ,I ) ,- ,, .,.15 " 4 ,I J f: • ) LLBGセ@ _, ' ,I _, /
V*:iJ.:
_,d
0J 0)l.i-:il
セャェ@
Qセ[ゥ@ セM
:lj
Qセ@
:lj
Artinya "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kumu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tin£1gi (derajat)-nya
jika kamu orang-orang yang beriman."(QS. Ali lmran [3]: '139, Alquran Dan Terjernah Al-'Aliyy, Depertemen Agama f<I, 2000).
D<ilz.m ayat di atas, Allah SWT. menyampaikan pesan bahwa sebagai
ciptaan-Nya yang paling rnulia, manusia yang beriman jangan bersikap lemah
'
kemampuan dirinya dan juga menguatkan hatinya agar 1egar dan siap
menjalani kehidupan ini dengan memberi yang terbaik pada jasmani dan
ruhaninya, salah satunya tentu dengan menjaga kesehatan.
Ada empat pola hidup sehat, yaitu: pertama, makanan yang dikonsumsi
sehat; kedua, istirahat yang cukup; ketiga, berpikir positif; dan yang keempat
olahraga teratur (Buku Format Presentasi, Lion Network International Suprort
System, 2002) keempat pola hidup tersebut saling berkaitan. Seperti yang
dikatakan sebuah pepatah 'didalam tub uh yang kuat terdapat jiwa yang
sehat'. Untuk menjaga kesehatan dan kekuatan エオlセNL@ dapat dengan banyak cara, salah satunya adalah berolahraga teratur.
Banyaknya bidang dalam olahraga membuat beraneka-ragamnya pilihan
yang berbeda bagi setiap orang, baik hanya untuk menjaga kebugaran tubuh,
atau sekedar mengisi waktu luang, dijadikan hobi dan bahkan digeluti secara
professional. Salah
ウ。エセ@
bentuk dari banyaknya bidaiig dalam olahragaadalah olahraga bela diri.
Setiap jenis olahraga memiliki ciri khasnya termasuk tuntutan psikologis.
Fokus pembinaan bervariasi bergantung pada ciri khas dan
pengelompokkannya ke dalam olahraga individual atau regu (Gunarsa,
Olahraga bela diri secara psikologis menarik dan diminati banyak orang, dari
mulai anak-anak sampai dengan orang dewasa, ini dikarenakan selain dapat
untuk menjaga kesehatan dan kesegaran tubuh, olahraga bela diri dapatjuga
berguna sebagai alat untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kejahatan
yang akan mengganggu kita. Dari sekian banyak bentuk olahraga beladiri,
Taekwondo yang berasal dari Korea diperkirakan memiliki peminat yang
cukup besar di negara asalnya bahkan sampai ke dunia lnternasional
termasuk di Indonesia.
Taekwondo yang sekarang ini dikenal luas oleh masyarakat dunia termasuk
masyarakat Indonesia sebenarnya merupakan hasil sebuah perjalanan yang
panjang dari suatu seni bela diri tradisional. Tehnik-tehnik irang digunakan
merupakan perpaduan dari kecepatan, ketepatan, gerakan lurus (yang
merupakan ciri khas bela diri Jepang) dan gerakan memutar (yang
merupakan ciri khas bela diri Tionghoa). Satu lagi kekhasan Taekwondo
sebagai sebuah olahraga bela diri khas Korea (Korea Selatan-red.) adalah
tehnik-tehnik serangannya banyak menggunakan tendangan. Dan disamping
pengembangan aspek fisik, Taekwondo juga mengembani;1kan mental dan
moral para murid-muridnya. Nama Taekwondo berasal dari bahasa Korea
yang secara harfiah dapat diartikan sebagai berikut: Tae berarti "menendang"
atau "menyerang dengan kaki"; Kwon berarti "meninju" atau "menyerang
"Seni menendang dan meninju" atau dengan kata lain dapat disebut juga
"sebuah seni pertarungan tanpa senjata". Namun nama Taekwondo
sebenarnya mulai muncul pada tahun 1950-an, sedangkan pada awal
mulanya, seni bela diri ini bernama Taek Kyon. Taekwondo yang
mensinergikan antara gerakan kaki dan tangan dengan tehnik-tehnik yang
beragam dapat membentuk tubuh yang atletis serta menarik untuk dijadikan
hobi atau bahkan profesi. Dalam olahraga bela diri Taekwondo ini ada
beberapa jenjang tingkatan yang harus dilalui, jenjang tingkatan ini ditandai
dengan ikat pinggang atau biasa disebut sabuk, dengan warna yang berbeda
pada setiap tingkatannya. Untuk dapat naik ketingkat atau jenjang yang lebih
tinggi, setiap Taekwondo In (sebutan bagi individu yang berlatih Taekwondo)
harus melaluinya dengan melaksanakan ujian kenaikan tingkat (H. Suryana
P. dan Dadang Krisdayati, 2004).
Ujian kenaikan tingkat dalam Taekwondo biasanya diadakan empat bulan
sekali atau sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Setiap Taekwondo
In yang baru bergabung dalam olahraga ini pasti memakai sabuk putih,
karena sabuk putih adalah menandakan tingkatan paling awal. Usia
berapapun bila baru bergabung dalam Taekwondo pasti menggunakan sabuk
Menghadapi Ujian Kenaikan Tingkat tentunya berbeda dengan latihan biasa
yang menjadi aktivitas rutin. Berbeda yang dimaksud adalah dalam hal yang
berhubungan dengan pola berpikir dan aktivitas mental, seperti adanya
perasaan cemas pada kemampuan diri dan meragukannya, stres menjelang
atau pada saat ujian, kurang percaya diri, dan banyak lagi :sikap mental lain
yang mungkin hadir pada saat menghadapi ujian kenaikan tingkat tersebut.
Dari sekian banyak aktivitas mental yang mungkin hadir pada saat ujian
kenaikan tingkat pada olahraga bela diri Taekwondo baik yang positif atau
negative, penulis akan mendalami tentang self efficacy dan stres serta
hubungan diantara keduanya, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar.
Dalam bukunya Davis dan Newstrom memberikan pengertian self efficacy is
the belief that one has the necessary capabilities to perform task, fulfill role
expectation, or meet a challenging situation successfully (Keith Davis & John
W.Newstrom, 1997) dari pengertian tersebut dapat dilihat self efficacy
sebagai keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kemampu:an untuk
mengerjakan suatu tugas, memenuhi harapan-harapan akan perannya, atau
menghadapi situasi menantang.
Self efficacy sebagai 'judgments that people make concerning their ability to
Daniel
J.
Ziegler, 1992), dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa selfefficacy merupakan besarnya keyakinan individu untuk dapat menerapkan
keterampilan-keterampilan yang dimiliki dalam mengatasi suatu situasi
tertentu.
Keyakinan seperti self efficacy ini muncul dari persepsi yang bersifat
subyektif, sehingga self efficacy tidak bergantung pada kernampuan objektif
yang dimiliki individu, tetapi lebih berkaitan dengan keyakinan individu
mengenai kemampuannya (Duans Brown & Linda Brooks, 1990).
Dari uraian di atas tergambarkan bahwa self efficacy melihat kemampuan diri
dalam kapasitasnya menghadapi sebuah proses dari suatu pengalaman
aktivitas, dimana setiap individu bisa mengalami perubahan pada self
efficacy-nya bila dihadapkan pada situasi yang berbeda karena keyakinan
akan kemampuan diri menghadapi satu pengalaman akan berbeda bila
menghadapi pengalaman lain yang tidak selevel dengan pengalaman
aktivitas sebelumnya, bila ini terjadi maka kemungkinan besar potensi stres
akan datang, terutama bila situasi yang dihadapi terasa lebih berat untuk
dihadapi. Seperti halnya di Taekwondo, situasi pada saat latihan rutin
Pada saat menghadapi suatu situasi yang menuntut kehadliran self efficacy
lebih besar dari situasi lain, namun ternyata yang ada adalah perasaan tidak
mampu dikarenakan situasi tersebut lebih sulit untuk dihadapi, maka yang
hadir adalah stres.
What is stress? In the simplest and most general sense, stress occurs when
there are demand on the person which tax exceed his adjustive resources.
(Richard S. Lazarus, 1976). Apa itu stres? suatu keadaan atau situasi yang
rumit pada akhirnya dirasakan sebagai keadaan yang menekan dan
mengancam serta mampu melampaui sumber daya yang climiliki individu
untuk mengatasinya, maka situasi atau keadaan tersebut clinamakan stres.
Hans Selye (1980), seorang Ahli yang meneliti tentang streis dan teorinya,
menyatakan bahwa "Stress, like relativity, is a scientific concept which has
suffered from the mixed blessing of being too well known and too little
understood" (Hans Selye (1980), dalam Philip L. Rice, 1999), menurutnya
stres bersifat relatif seperti pengertiannya dalam konsep keilmuan yang
menyatakan bahwa stres adalah percampuran antara banyaknya hal yang
ingin diketahui dan sedikitnya pemahaman.
Dikutip dari buku yang sama, dalam kamus Webster's New Twentieth
especially ... force exerted upon a body, that tends to strain or deform its
shape. This variation in terminology suggests that stress wears many masks."
(Philip L. Rice, 1999), maksud pengertian ini menjelaskan bahwa stres
adalah adanya ketegangan, tekanan, terutama yang bersifat pemaksaan
terhadap tubuh, kecenderungan pada tegangan itu dapat berubah bentuk.
Variasi ini dalam gambaran terminologi stres tersebut memiliki beberapa
bentuk, yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam macam-macam stres pada
bab yang membahas tentang teori.
Pengertian-pengertian yang dilontarkan oleh para ahli tentang berbagai
makna dari self efficacy dan stres yang merupakan aktivitas mental yang
terdapat dalam kognitif dan afektif yang akhirnya tergambar dalam perilaku.
Seperti misalnya pada saat menghadapi ujian kenaikan tingkat pada olahraga
bela diri Taekwondo, disini dapat diamati gejala self efficacy dan stres yang
hadir pada saat menghadapi ujian.
Self efficacy akan tampak pada anak yang sedang melaksanakan ujian
kenaikan tingkat Taekwondo bila selama proses latihan sebelum ujian,
dijalaninya dengan rutin dan bersemangat. Begitu juga dengan stres akan
terlihat pada anak yang sedang melaksanakan ujian kenaikan tingkat
sebuah gerakan seperti jurus tendangan tapi anak yang diuji tidak
mengetahui atau lupa gerakan tersebut, sehingga menbuatnya terlihat stres.
Lalu pertanyaannya adalah apakah ada hubungan antara self efficacy
dengan stres pada situasi seperti tersebut diatas?
Merasa tertarik dengan anak-anak yang baru bergabung di olahraga bela diri
Taekwondo dan yang akan menghadapi ujian kenaikan tingkat serta ingin
meneliti lebih lanjut tentang self efficacy serta hubungannya dengan stres,
maka penulis berminat untuk melakukan penelitian tersebut sebagai tugas
akhir kuliah pada tingkat Strata 1 Psikologi ini dengan judul "Hubungan Self
Efficacy dengan Stres Anak yang menghadapi Ujian Kcmaikan Tingkat
Olahraga Bela diri Taekwondo"
Dalam hal ini penulis yang juga sebagai pelatih Taekwondo pada sebuah
klub Taekwondo di Kota Depok, yang bernama Klub Unit Bela Diri Baitul
Quran (UB2Q), Cimanggis, Depok, Jawa Barat, tentu saja penulis berasumsi
bahwa ada hubungan antara self efficacy dan stres pada anak yang sedang
'
1.2.
ldentifikasi Masalah
Mengamati judul penelitian diatas dan pemaparan dari latar belakang
masalah, maka ada beberapa identifikasi masalah yang akan muncul dari
t0ma penelitian tersebut, antara lain:
1. Apakah ada hubungan self efficacy yang mempengaruhi stres anal\
yang akan menjalani ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri
Taekwondo?
2. Bagaimana pengaruh self efficacy terhadap kognitif, afektif dan konatif
anak yang akan menjalani ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri
Taekwondo?
3. Seberapa pentingkah kehadiran self efficacy pada anak yang akan
bertemu dengan situasi yang tidak terkendali seperti ,Jroses menjalani
ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri Taekwondo?
4. Apakah kualitas self efficacy akan berpengaruh pada tingl<at stres anak
yang menjalani ujian kenaikar tingkat olahraga beladiri Taekwondo?
5. Apakah stres dalam bentuk distress atau eustress yang sering muncul
pada anal< yang alrnn menjalani ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri
Taekwondo?
6. Bagaimana pengaruh stres terhadap perasaan subjektif anak berupa
rasa takut terhadap kondisi yang tidak terkendali atau mencekam seperti
1.3. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan masalah.
Dalam penelitian ini ad1 beberapa pembatasan masalah yang diharapkan
dapat membuat penelitian ini lebih terkonsentrasi dan mengenai sasaran
yang diinginkan. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Self efficacy yang dimaksud adalah kemampuan diri dalam menjalani
suatu proses aktifitas, jadi self efficacy akan diteliti dalam penelitian ini adalah yang pengaruhnya terhadap kognitif, afektif dan konatif subjek
dalam ujian Taekwondo.
b. Stres yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah adanya perasaan
subjektif berupa rasa takut responden pada situasi yang tidak terkendali
atau mengancam saat ujian Taekwondo.
c. Subjek yang menjadi sampel penelitian ini adalah anak yang termasuk
kedalam kelompok akhir masa kanak-kanak (/at0 childhood) (Elizabeth B.
Hurlock, 1980) yaitu sekitar usia 6-12 .tahun. Dan subjek adalah anak
yang baru berlatih Taekwondo minimal empat bulan pada Klub Unit Bela
Diri Baitul Quran (UB2Q) Depok, serta akan mengikuti ujian kenaikan
'
1.3.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka rumusan
permasalahan yang akan diteliti adalah: adakah hubungan self efficacy
dengan stres anal< yang menghadapi ujian kenaikan tingkat pada olahraga
bela diri Taekwondo?
1.4. Tujuan dan Man'faat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang
signifikan antara self efficacy dengan stres pada anak yang akan menjalani
ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri, serta untuk men!Jetahui apakah
kualitas 'self efficacy akan berpengaruh pad a tingkat stres anak yang
menjalani ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri Taekwondo.
1.4.2.
Manfaat Penelitian.Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dari teori psikologi pada umumnya, dan psil<alogi pendidikan
olahraga pada khususnya.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
Bab 3
Bab4
Bab 5
mempengaruhinya, hubungannya dengan stres dan bagaimana
potensinya pada anak. Kedua, tecri tentang stres, meliputi
pengertiannya, jenisnya, hubungannya dengan self efficacy, dan
bagaimana potensinya pada anak. Ketiga, teori akhir masa
kanak-kanak, ciri-cirinya, hubungannya dengan self efficacy dan stres.
Pembahasari dilihat dari perspektif Psikologi, Olahraga, dan ls:am.
METODOLOGI PENELITIAN
Mengemukakan tentang metodologi penelitian yang terdiri dari (1)
Uraian mengenai subjek penelitian yang terdiri dari populasi dan
sampel, (2) Variabel penelitian, (3) lnstrumen penelitian, (4)
Pengambilan data, (6) Tehnik analisis data.
HASIL. PENELITIAN
Berisi analisa data yang terdiri dari prosedur penelitian, gambaran
subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, hasil (deskripsi dan
interpretasi data).
PENUTUP
Merupakan penutup yang berisi kesimpu::-" oeneitian, juga
membahas diskusi antara hasil analisis data dHngan teori, dan
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Teoritik
Penelitian ilmiah dilandasi oleh teori-teori yang akan digunakan dalam
melaksanakan penelitian tersebut. Dalam penelitian ini ada beberapa
pernyataan teori sebagai kajian pustaka.
2.1.1. Self Efficacy
2.1.1.1. Definisi Self Efficacy.
Self efficacy merupakan komponen utama scsial kognitif karena pengaruhnya
pada pikiran, motivasi dan tingkah laku manusia (Bandura, dalam O' Neill &
Mone, 1998) Bandura memberikan batasan tentang self efficacy sebagai
"people's judgments of their capability to organize and execute courses of
action required to attain designated types of petformanc9" (Bandura, 1986)
maksud pengertian diatas adalah yang diutamakan dalam self efficacy adalah
penilaian seseorang tentang apa yang dapat ia lakukan dengan keterampilan
apapun yang dimilikinya, dalamnya hal ini Taekwondo, clengan latihan rutin
dan ujian kenaikan tingkat maka seorang atlit diharapkan akan mempunyai
Dalam hal ini self efficacy adalah menilai bagaimana perasaan seorang anak
dalam menjalani proses ujian kenaikan tingkat, jadi s0/f 17fficacy bukanlah
penilaian tentang keterampilan apa yang dimiliki seorang anak melainkan
bagaimana anak tersebut dapat menghadapi situasi yang menantang pada
keterampilan yang dimilikinya.
Self Efficacy Bandura's concept referring to an individual's belief that he or
she can execute the behavior required to produce certain response outcomes
(i3andura dalam Hjelle Larry A & Daniel
J.
Ziegler, 1992),konsep self efficacymenurut Bandura adalah berhubungan keyakinan individu bahwa pribadiny:'I
dapat melaksanakan suatu perbuatan yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu hasil yang diharapkan.
Tingkat self efficacy yang dimiliki individu dalam menghadapi berbagai
aktivitas berbeda kualitasnya pada setiap peristiwa atau kasus yang harus
dihadapinya. Menurut Bandura, tingkat self efficacy yang tinggi sangatlah
penting dimiliki individu dalam menghadapi berbagai tugas, terutama aktivitas
yang kompleks dan penuh hambatan. (Bandura, 1986)
Lebih lanjut, Bandura (dalam lsnan1ah, 1998) mengemukakan bahwa
seeseorang dengc;n self efficacy tinggi pad a suatu aktivitas akan merasa
'
Kalaupun terjadi kegagalan, maka ia akan mengatribusikan kegagalannya itu
lebih pada usahanya yang kurang, sehingga untuk tugas berikutnya ia akan
berusaha lebih keras agar dapat melakukan aktivitas ternebut dengan bail<.
Sebaliknya seseorang yang memiliki derajat keyakinan yang rendah pada
kemampuannya untuk melakukan suatu aktivitas rnerasa tidak yakin bahwa
ia dapat melakukan tugas tersebut dengan sukses. lndividu yang memiliki
self efficacy rendah menganggap keberhasilannya dalam tugas itu tergantung
dari faktor di luar diriny<.:, seperti faktor keberuntungan, dan bila mengalami
kegagalan maka ia menganggap itu adalah karena kesulitan tugas tersebut.
Contoh penilaian self efficacy ini berpengaruh pada kognitif.
Self efficacy refers to
a
person's evaluation of his or her ability of competencyto perform a task, reach a goal, or overcome an obstacle (Bandura, 1997)
Bandura menyatakan self efficacy menunjukan penilaian individu terhadap
kesanggupan atau kompetensinya untuk memenuhi tugas, mencapai target,
atau mengatasi rintangan. lni adalah self efficacy yang penilaiannya
mempenuaruhi konatif.
Self efficacy berbeda dengan self esteem, keducinya sering disamakan,
mungkin karena ketika individu memiliki self efficacy ケ。ョセQ@ rendah maka self esteem-nya pun ikut rendah. Perbedaannya adalah self efficacy lebih a
keterampilan renang dan bulutangkis, bila di renang self efficacy-nya tinggi
tapi di bulutangkis self efficacy-nya rendah, namun self esteem-nya tetap.
Perasaan self efficacy tidak selalu dapat digeneralisasikan dari situasi satu ke
situasi lain (Bandura, dalam Baron & byrne, 1997) meskipun cenderung
digeneralisasikan pada situasi-situasi lain yang mi rip- dan berhubungon
(Bandura, 1986).
Selain tidak dapat selalu digeneralisasikan, self efficacy juga dapat berubah.
Increasing a person's of self efficacy. Self efficacy is by
no
means fixed andunchanging. When a person receives positive feed back about his or her
skills (even false feed back), self efficacy is likely to rise (Bandura, 1986)
jelaslah disini bahwa self efficacy bukannya sesuatu yang bersifat baku
melainkan dapat berkembang atau berkurang, terutama bila individu
mendapatkan reward yang positif dari tindakannya maka self efficacy dapat
meningkat atau sebaliknya dapat berkurang bila yang didapat adalah timbal
balik yang negative seperti funisment.
Salah satu kemampuan yang mempengaruhi proses dalam sebuah tugas
adalah kemampuan berkonsentrasi menghadapi tugas tersebut, menurut
Singgih Gunarsa "Kerr.3mpuan berkonsentrasi pada tugasjuga merupakan
tuntutan psikologis yang penting untuk olahraga renang dan semua olahraga
'
kebutuhan sesaat serta daya tahan (endurance)" (Gunarsa, Singgih D. et. Al,
1996) dalam hal ini untuk olahraga bela diri Taekwondo, kemampuan dalam
berkonsentrasi terutama pada saat ujian adalah hal penting yang perlu
dimiliki setiap atlet.
Apapun bidang olahraga yang digeluti secara professional oleh seorang
olahragawan, maka memiliki rasa kemampuan diri dan kesanggupan adalah
suatu yang harus ada dalam diri olahragawan atau atlet. Hal ini dapat dicapai
apabila seorang atlet memiliki program yang tepat, seperti program latihan
pasif dan aktif, ditambah kemauan yang kuat. Untuk menjalani program
tersebut tentunya diperlukan peran seorang pelatih.
Bila program berjalan dengan baik dan benar maka dampaknya akan
mempengaruhi prestasi dari setiap perkembangan olahraga yang dijalani
sang atlet. Seperti pendapat dari Leonard "Didalam menfngkatkan prestasi
at/et, seorang pelatih dapat menyusun program bagi at/et untuk be/ajar pasif,
yaitu at/et sekedar menuruti instruksi pelatih; dapatjuga pelatih menyusun
program be/ajar aktif, yaitu at/et berpartisipasi meningkatkan prestasi sesuai
minat o/ahraganya" (Leonard (1990) dalam Gunarsa, Singgih D. et. Al, 1996).
Dalam Taekwondo peran seorang pelatih begitu besar, selain menyiapkan
atau sederhana sampai yang rumit atau komplek, pelatih juga menjadi
panutan bagi para Taekwondoin atau murid-muridnya, karena bila perilal<u ·
pelatih negatif mal<a murid-murid akan menirunya, seperti menggunakan
keterampilan yang dimilikinya untuk berkelahi atau rnerusak tentu akan
rnenjadi contoh yang kurang baik bagi rnurid-rnuridnya. Secara psikologis,
kernarnpuan, penarnpilan dan karakter seorc.oig pelatih al<an banyak
mempengaruhi atlet atau olahragawan atau rnurid yang clibinanya.
Pad a dasarnya perasaan l<emampuan diri rnenjalani ·proses adalah karena
secara ticlak langsung c.. ia penilaian yang berhubungan clengan kesanggupan pada individu yang memiliki skills yang terlatih untuk
menghaclapi tuntutan situasi, seperti yang clinyatakan oleh Bandura "As
defined earlier, secondary appraisal is concerned with whether we have the
skills needed to meet the demands of the situation (Bandura, 1977).
Pendapat Bandura tersebut merupakan penjabaran tentang self efficacy yang
mempen(Jaruhi afektif.
Proposed a related notion. Self efficacy is the perception of capability, the
belief that we process the personal skills and petiormance abilities. That will
enable us to act correctly and successfully in given situation. It is a self
'
efficacy adalah persepsi tentang kemampuan yang percaya pada proses
mengasah skills dan kesanggupan yang dimiliki individu.
Maka self efficacy sebagai persepsi tentang kemampuan diri kemungkinan
besar akan menghadirkan adanya keyakinan bahwa individu dapat
melakukan suatu tindakan dengan baik dan sukses. lni adalah gambaran
tersendiri tentang kemampuan individu yang luar bias.'1.
Lokce dkk berpendapat "perceived self efficacy is a signifh,3nt determinant of
performance that operates partially independently of underlying skills (Lokce,
Frederic!(, Lee, & Bobko, 1984; Schunk, 1984) pengertian selfefficacydisini
adalah perasaan kemampuan diri sebagai suatu ketetapan penting dari
penampilan yang rnengendalikan sebagian perilaku secaira bebas dari skills
atau keterampilan yang rriandasarinya.
Berhubungan dengan anak yang akan menjalankan ujian kenaikan tingkat
Taekwondo, maka dapat dilihat bahwa dengan memiliki keterampilan dasar
Taekwondo, tentunya dengan latihan rutin yang biasa dilakukan, dapat
berperan penting dalam menampilkan kemampuannya yaitu dengan
melaksanakan ujian kenaikan tingkat, untuk mencapai tingkat yang lebih
2.1.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Eff.icacy. Kehadiran self efficacy dalam suatu aktivitas tentu ada yang
mempengaruhinya, menurut Bandura (1989b, 1989c) suggests tf1at self efficacy is acquired tf1rough any one or a combination of four sources:
performance accomplishments, vicarious experiences, vHrba/ persuasion, and states of bodily (emotional) arousal. Eac/7 of the four now will be described. (Bandura dalam Hjelle Larry A & Daniel J. Ziegler, 1992) Bandura
menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi s.e/f efficacy yang diperoleh dari 4 sumber informasi utama yaitu: hasil yang dicapai secara
nyata, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan keadaan reaksi frsiologis.
Lebih lengkapnya Bandura menjelaskan sebagai berikut:
1. Hasil yang dicapai secara nyata (Persona/ Performance Accomplishment) Bandura argues tf1at the most important source ..,,' 0fficacy is past
experiences of success and failure in attempts to achieve desired outcomes. Self efficacy yang dipengaruhi oleh personal performance accomplisf1ment adalah hasil yang diperoleh secara nyata merupakan sumber informasi yang paling penting, karena didasarkan pada
pengalaman otentik yang telah dikuasai. Keberhasilan akan meningkatkan
'
2. Pengalaman orang lain (Vicarious Leaming)
Although not as influential as actual past performances, vicarious
experiences can also serve as a source of efficacy expectations. Maksud
pengertian ini adalah bahwa pengalaman orang lain yang dianggap
memiliki kompetensi yang sama dapat mempengaruhi self efficacy
seseorang. Bila orang lain tersebut berhasil maka hal itu akan
diproyeksikan pada pribadinya untuk meyqkinkan bahwa ia juga akan
berhasil, begitu juga bila orang lain tersebut mengalami kegagalan maka
hal itu akan mengurangi penilaian terhadap dirinya sendiri. Hal ini terjadi
karena orang lain yang dianggap sepotensi dengannya dijadikan
pembanding terhadap dirinya.
3. Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)
Efficacy expectation may also acquired and or modifit1d through
convincing people that possess the capabilities needeid to accomplish
their goals. Persuasi verbal yang dinyatakan oleh Bandura adalah
digunakan secara luas sebagai usaha untuk mencoba meyakinkan orang
lain bahwa ia memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk meraih
apa yang ia inginkan. Maka individu yang diyakinkan secara verbal akan
berusaha mengeluarkan kemampuannya lebih besar daripada individu
yang rnerasa tidak yakin akan kemampuannya dan tidak diyakinkan
proporsional karena bila tidak justru akan menyebabkan menurunnya tingkat self efficacy yang merasa diyakinkan terlalu berlebihan diluar kemampuannya.
4. Keadaan dan reaksi fisiologis (Emotional aイッオウ。セ@
Finally, since people monitor their level of efficacy by reference to their
level of emotional arousal in the face of stressful or threatening situation,
any method that lowers arousal will incn>ase efficacy expectation. Artinya tanda-tanda fisiologis, seperti detak jantung dan keringat ding in juga dapat memberikan informasi mengenai keyakinan akan kemampuan diri seseorang. Dengan mengetahui informasi dari data fisiologis ini maka individu dapat belajar untuk mengurangi tingkat stresnya terutama pada aktivitas yang menggunakan tenaga fisik lebih besar.
Keempat informasi ini kemudian ditimbang dan disatukan oleh individu hingga membentuk persepsi mengenai kemampuan yang dimilikinya (Bandura dalam Hjelle Larry A & Daniel J. Ziegler, 1992).
2.1.1.3. Fungsi Self Efficacy.
Self Efficacy berfungsi :-iada penampilan. Penampilan baik secara fisik
maupun dalam tugas akademik dapat ditingkatkan dengan adanya persepsi
tentang self efficacy.
Seperti pendapat Bandura berikut "Performance as a function of Self Efficacy.
Performance in both physical and academic tasks is enhanced by feelings of
self efficacy. Salah satu alasan kenapa self efficacy mernbawa efek paca
tub uh, karena self efficacy dapat menjadi stimulus bagi tubuh untuk
memproduksi endogenous opioids yang berfungsi sebagai penawar rasa
sakit yan9 alami (Bandura (1988) dalam Robert A. Baron & Donn Byrne).
Penampilan secara fisik misalnya aktivitas yang berhubungan dengan kinerja
fisik, seperti berolah raga, bermain drama, dan lain-lain. Sebagai contoh
8dalah seorang atlet dalam penampilannya akan lebih memiliki daya tahan
yang lebih lama, bila perasaan self efficacy yang dimilikinya tinggi dan
menjadi bagian dalam menjalani tugasnya. Sementara penampilan secara
akademik dapat diambil contoh seorang murid yang memiliki tingkat self
efficacy yang tinggi akan berusaha melakukan tugas sekolahnya dengan
Self efficacy dibedakan dengan self esteem (kepercayaan diri) karena self
efficacy lebih kepada situasi yang spesifik atau khusus, seperti dalarn
pandangan Bandura sebagai berikut:
In Bandura view, self efficacy, or perceived ability to cope with specific situation, influences several aspects, of psychosocial functioning.
Specifically, self-percepts of efficacy can enhance or impair people's choices of which activities to engange in, how much effort they will expend in the face of obstacles and frustrations, how Jong they will persist in the face of difficult circumstances, and their emotional reactions while anticipating a task or while involved in it. In short, self-judged efficacy influences behavior patterns, motivation, petformance, and emotional arousal (Bandura dalarn Hjelle Larry A & Daniel
J.
Ziegler, 1992, p.353)Maksud pengertian diatas adalah Bandura rnernandang self efficacy atau
perasaan rnarnpu untuk rnengatasi situasi khusus, rnernpengaruhi beberapa
aspek dari fungsi psikososial. Khususnya, pandangan tentang efficacy yang
dapat rneningkat atau berkurang pada saat individu rnernilih aktifitas yang
akan dilakukan, sejauh rnana rnereka dapat rnernandang k.esulitan dan
frustasi, sejauh rnana rnereka dapat terus rnernandangan tentang perputaran
kesulitan, dan reaksi ernosional rnereka pada saat rnengantisipasi tugas atau
pada saat sedang rnenjalaninya.
Singkatnya penilaian tentang self efficacy rnernpengaruhi kognitif berupa
keyakinan pada kernarnpuan diri, afektif berupa perasaan individu yang
'
Self efficacy bukanlah hal yang menetap pada suatu keadaan tertentu, ada
dua hal yang diperlukan agar kemampuan berfungsi efektif, yaitu
keterampilan dan self efficacy.
Untuk itu bila mengharapkan memiliki self efficacy yang baik diperlukan
peningkatan subskill-subskill yang berkesinambungc.1, "'"hingga self efficacy
berfungsi dalam berbagai proses keadaan yang akan dihadapi individu,
karena bila menemukan suatu keadaan yang berubah dan akhirnya hadir
elemen-elemen yang ambigu maka dikhawatirkan potensi stres akan timbul.
Penilaian terhadap self efficacy dapat menentukan pilihan tingkah laku yang
akan dilakukan dan diusahakan individu serta reaksi emosional yang akan
dirasakannya.
Bab pendahuluan diatas menyatakan keyakinan akan kemampuan diri yang
dimiliki individu bisa juga memberikan dampak kepada aktivitas fisik dan
mental dalam berperilaku dan pola berpikir, perasaan positif seperi
2.1.1.4. Alat Ukur Self Efficacy.
Dalam setiap penelitian ilmiah dengan pendekatan kuantitatif, biasanya
terdapat pengukuran yang menggunakan suatu alat ukur guna mencari
jawaban dari permasalahan pada penelitian ilmiah tersebut, begitu juga
dalam penelitian ini.
Pengukuran adalah bagian esensial kegiatan keilmuan. psikologi sebagai
cabang ilmu pengetahuan yang relatif masih muda harus banyak berbuat
dalam hal pengukuran ini agar eksistensinya, baik dilihat dari segi teori
maupun aplikasinya makin mantap.
Banyak sekali alat (tes) psikologi, yang dapat digunakan untuk
memprediksikan kondisi psikologis seseorang, seperti tes minat, tes
perhatian, tes motivasi, skala sikap, tes inteligensi, tes bakat matematik, tes
bakat mekanik, tes bakat verbal, tes matematika, tes bahasa lnggris, tes
bahasa Indonesia, dan sebagainya.
Dari banyaknya alat ukur psikologis tersebut, ada beberapa alat yang dapat
digunakan untuk mengukur self efficacy, antara lain tes minat, tes motivasi
'
Ada beberapa bentuk pengukuran Self Efficacy, yaitu sebagai berikut:
1) Physical Self Efficacy Scale (PSE) dari Rycman (1982)
Pengukuran ini digunakan untuk mengukur tingkat kompetensi fisik yang
dirasakan dan didasari pula adanya asumsi bahwa harapan individu
terhadap kehebatan dirinya memiliki pengaruh yang signifikan pada
aspek kognitif, afektif dan konatif.
2) Self Efficacy Scale (SES) dari Sherer (1982)
Bentuk pengukuran ini digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan
secara umum pada kemampuan diri seseorang. SES merupakan scala
yang digunakan untuk mengukur harapan terhadap keyakian diri secara
umum yang tidal< terikat pada situasi atau tingkah laku tertentu.
3) Skala Self Efficacy dari Bandura (1982)
Dalam pengukuran ini ingin dilihat kondisi tinggi rendahnya Efficacy diri
yang dikelompokan kedalam tiga golongan, real sure (sangat yakin),
pretty sure (yakin), dan not sure (tidak yakin).
Dalam penelitian ini pengukuran terhadap self efficacy akan menggunakan
skala sikap model Likert berupa angket dengan bentuk pengukurannya
Adapun aspek-aspek kognitif, afektif dan konatif yang diukur dalam alat ukur
tersebut diatas memiliki indikator-indikator yang dijelaskan oleh Mann (1969)
sebagai berikut:
1. Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan (nilai dan pengalaman dasar),
persepsi dan stereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali
komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini),
terutama apabila menyangkut masalah isyu atau problem yang
kontroversial.
2. Afoldif
Kompenen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini.lah yang biasanya
berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek
yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh ya .. g mungkin al<an
rnengubah sikap seseorang.
3. Konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
2.1.2. Stres
2.1.2.1. Definisi Stres.
Kata stres sudah diadopsi kedalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Perancis,
seperti yang dinyatakan oleh Keefe sebagai berikut: The term stress is
derived from the latin "strictus" and the Old French "etrece". In the past term
has been used to designate both a stimulus (a force or pressure that causes
distress) and a response to that stimulus (adversity, affliction) (Keefe (1998)
dalam Stephen M. Auerbach & Sandra E. Gramling).
Pemaparan diatas menjelaskan bahwa istilah stres diambil dari bahasa latin
"st/ictus" dan bahasa Perancis kuno "etrace". lstilah ini dulu digunakan untuk
menunjukan dua stimulus (pemRksaan atau tekanan yang disebabkan oleh
distress) dan respon terhadap stimulus tersebut (penderitaan, kemalangan).
Stress is the subjective feeling produced by events that are uncontrollable or
threatening (Randy
J.
Larsen) Pengertian stres disini adalah adanyaperasaan subjektif dari kondisi yang tidak terkendali atau mengancam.
Stres menurut Safarino adalah "The condition that result when person
environment transaction lead the individual to perceive a discrepancy
-whether real or not- between the demands of situation ai ,J the resources of
Yaitu suatu kondisi yang ditimbulkan ketika transaksi lingkungan seseorang menuntun individu untuk merasakan ketidaksesuaian --apakah perasaan itu nyata atau tidak-- antara tuntutan-tuntutan situasi dan sumber-sumber
jasmani, ruhani, atau sistem. Jadi pada saat ketidaks2suaian antara harapan yang tinggi dan hasil yang diharapkan bernilai rendall maka keadaan ini dapat menimbulkan stres.
The term stress is something used to mean stressful! stimulus or stressor. In
other contexts, it refers to the effect, or t!Je response. In t/Je literature, t/Je
term stress /Jas come to preempt a field previously shared by a number of
other concepts, including anxiety, conflict, and trauma (H.G Confer & Appley (1964 dalam Dorothy H. G. Cotton) Stres secara terminologi adalah sesuatu yang digunakan untuk mengartikan makna dari sebuah stimulus atau disebut juga stressor. Dalam artian lain stres dapat d1sebut sebagai dampak atau
respon. Dalam kepustakaan, istilah stres tel8h ada dan dikenal sebelum beberapa konsep yang lain muncul, yaitu didalamnya kecemasan, konflik, dan trauma.
Dalam pengantar redal<si sebuah Rubrik Konsultasi Psikologi pada sebuah Koran lbukota, yang akhirnya dibukukan, menyatakan bahwa "Sala/J satu cetusan dari fekanan kehidupan yang makin kompleks itu adala/J stres.
Budiman, 2000). Masih dalam rubrik konsultasi psikologi yang sama, Laila
CH Budiman menyatakan bahwa stres adalah tantangan setiap hari dengan
kadar dan intensitas yang berbeda-beda antara manusia yang satu dengan
yang lain. Namun, stres itu harus direspon dengan positif sehingga tidak
menjadi kontraproduktif dalam hidupnya.
Walter Cannon, seorang psikolog dari Harvard, membagi rnakna stres
menjadi tiga pengertian yang berbeda, yaitu:
In contemporary scientific literature, stress has at least three distinct meanings. First it may refer to any event or environm1mtal stimulus that causes a person to feel tense or aroused. In this sense, stress is
something external. Second, stress may refer to a subjective response. In this sense, stress is the internal mental state of tension or arousal. Finally, stress may be the body's physical reaction to demand or damaging intrusions (Cannon (1932) dalam Laila CH Budiman, 2000).
Dalam literatur keilmuan terkini, stres kurang lebih mempunyai tiga arti:
pertama; stres bisa diartikan sebagai kejadian atau stimulus lingkungan yang
menyebabkan sseorang merasakan ketegangan atau menimbulkan perasaan
tegang tersebut, dalam hal ini stres adalah sesuatu yang eksternal, kedua;
stres dapat diartikan respon atau tanggapan yang subjektif, maksudnya stres
adalah ketegangan dari keadaan internal mental seseorang, ketiga; stres
dapat diartikan reaksi fisik dari tubuh seseorang karena adanya tuntutan atau
gangguan dari dalam tubuh. Dalam hal ini Cannon dan Selye memiliki
2.1.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres.
Dalam menjalankan kehidupan manusia pasti akan berinteraksi dengan
manusia lain dalam satu lingkungan maupun dengan linnkungan lain,
disinilah potensi stres akan hadir bila manusia tidak dapat menyikapi
interaksinya dengan bijak.
Hadirnya stres tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya
keberadaannya, faktor-faktor tersebut berupa stressor. Dari beberapa definisi
di atas dapat dilihat bahwa stres adalah hasil penilaian individu terhadap
keadaan lingkungannya atau penilaian terhadap stressor, peni:aian yang
berbeda pada setiap individu membuat tingkat stres yan9 dimiliki setiap
individt.i juga berbeda sekalipun menghadapi situasi yan!J sama, yang oleh
Lazarus dkk (dalam Safarino, 1990) disebut sebagai penilaian-penilaian
kognitif (cognitive appraisals). yang terdiri dari dua penilaian, yaitu:
1. Penilaian primer (primary appraisal)
Penilaian primer adalah evaluasi awal terhadap situasi atau peristiwa,
yang hadirnya adalah berasal dari salah satu tiga penilaian yaitu:
a.Tidak berhubungan (irrelevant)
'
b.Berpengaruh secara positif (benign-positive)
Yaitu peristiwa yang dinilai dapat meningkatkan kesejahteraan bagi
dirinya, atau
c.Mengancam (stressful)
Yaitu peristiwa yang dianggap berdampak buruk dan mengancam bagi
dirinya.
2. Penilaian sekunder (secondary appraisa!)
Penilaian sekunder yaitu evaluasi individu atas kemampuan yang dimiliki
untuk mengatasi peristiwa yang dihadapi.
Penilaian-penilaian yang tidal< seimbang antara penilaian primer dan
penilaian skunder inilah yang menyebabkan munculnya stres atau biasa
disebut sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi stres.
2.1.2.3. Macam-macam Strns.
Menu rut Hans Selye (The Grand Master of Stress Research and Discover of The General Adaptation Syndrome) menyatakan bahwa jenis stres ada dua
macam, yaitu Distress atau stres yang negatif dan Eust·ess atau stres yang
Macam stres yang pertama adalah Distress, menurut Hans selye "Distress is
"damaging or unpleasant stress" Expressed in these terms, stress is much
the same as a state of anxiety, fear, worl]I, or agitation. The core of the
psychological experience is negative, painful, something to be avoided (Hans
Selye (1979) dalam Philip L. Rice, 1999). Dalam pengertian tersebut distress
adalah stres yang merusak atau tidal< menyenangkan.Telah diungkapkan
istilah stres sama saja dengan ketegangan, kelakulan, kekhawatiran alau
kegelisahan. lntinya adalah pengalaman psikologis yang negalif, penderilaan,
sesuatu yang perlu dicegah. Distress inilah yang biasanya kebanyakan orang
sering menyebulnya dengan sires, walaupun pada kenyataannya stres hadir
dalam benluk lain yang berdampak positif, yang disebut dengan Eustress.
Macam stres yang kedua adalah Eustress atau sires yang memiliki dampc.k
posilif, seperti yang digambarkan oleh Hans Selye lentang Eustress sebagai
berikut: "Pleasure, satisfying experiences come from what Se/ye (1979) calls
Eustress" (Hans Selye (1979) dalam Philip L. Rice, 1999). Stres dengan jenis
ini berupa kesenangan, pengalaman yang memuaskan, pengertian ini datang
pada apa yang disebul oleh Selye sebagai Eustress.
Dalam pengertian diatas jelaslah bahwa dampak positif sires dapat dirasakan
seperti dalam menyambut pernikahan, kelahiran anak, ketjatangan orang
'
dapat dinikmati dan dirasakan sebagai suatu yang menyenangkan dan bahkan diharapkan kehadirannya.
Masih menurut Selye. "People perform best with at least some pressure. Too little stress is just as bad as too much The aim of stress management, then,
is not to aliminate stress entirely but to control it so an optimal level of arousal
is present. Se/ye (1974 said that "Complete freedom from stress is death"
(p.32) (Hans Selye (1979) d:;ilam Philip L. Rice, 1999).
Maksud pengertian diatas adalah masyarakat rnena[1lp1l:mn yang terbaik walaupun ada sedikit ketegangan. Stres yang sedikit sarna saja dengan yang banyak: Tujuan dari manajemen stres adalah dengan tidal< menghilangkan keseluruhan stres tetapi dengan mengkontrol perasaan 8tres tersebut, jadi tingkat ketegangan tertinggi dari stres adalah terlihat dalam perilaku.
Hampir sama dengan pendapat dari Davidson & Neale ('1997) "a rang of psychological procedures that help people control and reduce theirs or
anxiety" yang menyatakan bahwa manajemen stres diartikan sebagai serangkaian prosedur psikologis untuk mengontrol dan mengurangi stres.
diatasi dengan baik, namun bila tingkat stres sudah エゥョァセjゥ@ dan kompleks maka pengaruhnya akan sangat buruk sehingga menurut Selye satu-satunya
cara membebaskan diri dari stres yang luar biasa k;:"loleks tersebut adalah
kematian.
2.1.2.4. Sumber-sumber Stres
Menurut Maramis (1993) keadaan sires dapat disebabkan oleh empat
sumber yaitu dari tekanan (pressure), frustasi (frustration), konflik (conflict)
dan krisis (crisis).
Diperkuat dengan pendapat Kaplan & Stein (1969) mengungkapkan empat
jenis stressor, berdasarkan kondisi-kondisi psikologis penyebab timbulnya
stres, yaitu:
1.
Frustration (frustasi)Frustasi adalah suatu kondisi dimana ada hambatan dalam pencapaian
suatu tujuan.
2. Conflict (konflik)
Konflik adalah suatu kondisi simana indiv1du dihadapkankan pada
'
3. Pressure (tekanan)
Tekanan adalah suatu kondisi dimana ada tuntutan-tuntuta;1 yang datang
dari luar ataupun dari dalam diri sendiri.
4. Deprivation (deprivasi)
Deprivasi adalah suatu kondisi individu yang sangat memerlukan sesuatu.
2.1.2.5. Alat Ukur Stres.
Pengukuran terhadap stres berguna untuk mengetahui apakah individu
mengalami suatu gejala stres atau tidak. Adapun beberapa bentuk
pengukuran terhadap stres antara lain:
1. Impact of Event Scale (Horowiz, 1979)
Bentuk pengukuran stres ini dengan pengelompokan stres dalam kondisi
trauma. Impact of Event Scale (IES) memastikan dua macam kategori dari
pengalaman menghadapi kondisi stres: pengalaman tersendiri seperti ide,
perasaan, atau mimpi buruk, pengelakan, pengenalan dan pencegahan
pada ide-ide tertentu, perasaan dan situasi.
Impact of Event Scale (IES) sudah menunjukan sensitif terhadap suatu
perubahan, ini sangat baik untuk memonitor proses penyembuhan klien
2. General Well-Being Schedule (Facio, 1977)
Psychological well-being misalnya: kekhawatiran terhadap kesehatan fisik,
kepuasan dan minat terhadap hidup, mood depresi, kemampuan
mengontrol emosi dan tingkah laku, relaks atau tegangnya seseorang
(Facio, 1977).
3. Stressful Situation Questionaring (William & James, 1970)
Bentuk pengukuran ini mengukur stres yang berupa rasa takut yang akan
terjadi dan perhatian pad2 situasi-situasi stres, tingkat rasa takut atau
kecemasan. Analisa faktor dari ala! ukur ini rnenghasilkan empat faktor
yang digunakan sebagai bagian untuk mengukur rasa takut dalam bahaya
fisik·, rasa takut dikelas dan kemampuan berbicara, iasa takut dalam
kegagalan sosial dan akademis, dan rasa takut ketika berkencan (William
& James, 1970).
Dalam penelitian ini penulis akan mengukur tingkat sires pada subjek dengan
pengukuran yang mengacu pada bentuk Stressful Situation Questionaring
(SSQ) oleh {William & James, 1970), namun tidak memasukkan aspek rasa takut ketika berkencan karena .:ispek ini dinilai tidak berkaitan dengan
pengukuran pada penelitian ini. Jadi yang akan diukur adalah aspek rasa
takut dalam bahaya fisik, aspek rasa takut dikelas dan kemampuan
'
Tentang perasaan takut yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan kegelisahan. Seperti yang disampaikan oleh Freud
dalam Ricky Emanuel (2002) bahwa ada dua jenis kegelisahan, yaitu
kegelisahan primer dan kegelisahan isyarat. Kegelisahan primer at8U
kegelisahan otomatis menandakan suatu jenis イ・。BセG@ "oontan yang berkaitan dengan perasaan takut.
Sementara kegelisahan isyarat berfungsi untuk memastikan bahwa
kegelisahan primer tidak akan pernah dialami dengan memerintahkan ego
untuk melakukan langkah-langkah defensif. Kegelisahan dirasakan sebagai
suatu kenaikan ketegangan ragawi atau mental. Dengan demikian,
kegelisahan memiliki satu fungsi penting dalam mempertahankan organisme
terhadap ancaman bahaya fisik ataupun psikis.
Freud dan beberapa ahli lainnya menghubungkan kegelisahan ini dengan
perasaan takut akan insting kematian atau agresi yang terjadi didalamnya,
juga dengan suatu kegagalan dalam penanganan masalah.
Dari pemaparan diatas, maka penjelasan terhadap aspek-aspek yang akan
diukur pada skala stres dalam penelitan ini indikatornya adalah sebagai
1. Aspek rasa takut dalam bahaya fisik
Aspek rasa takut dalam bahaya fisik berupa kenaikan ketegangan ragawi
terhadap ancaman fisik (dalam penelitian ini adalah kekhawatiran akan
mengalami kecelakaan atau cedera pada badan pada saat ujian kenaikan
tingkat Taekwondo).
2. Aspelk rasa takut dilapangan dan kemampuan berbicara
Aspel<, rasa takut dilapangan dan kemampuan berbicara berupa
kegelisahan dalam bentuk re.aksi spontan (dalam hal ini sikap dalam
situasi ujian kenaikan tingkat Taekwondo).
3. Aspek rasa takut dalam kegagalan sosia! dan akademis
Aspek rasa takut dalam kegagalan sosial dan akademis adalah berupa
kegelisahan mental atau psikis akan kegagalan (dalarn hal ini adalah
gaga! dalam bersosialisasi dan secara akademis gaga! dalam menjawab
materi pada saat ujian kenaikan tingkat Taekwondo).
2.1.3. Akhir Masa Kanak-kanak
2.1.3.1. Definisi Akhir Masa Kanak-ltanak.
Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam tahun
akhirnya, masa akhir kanak-kanak ditandai oleh kondisi yang sangat
mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian soc;al anal<.
2.1.3.2. Ciri-ciri Akhir Masa Kanak-kanak.
'
Hurlock menyatakan bahwa orang tua, para pendidik, dan ahli psikologi
memberikan berbagai label kapada periode ini, dan itu rnencerminkan ciri-ciri
penting dari periode akhir masa kanak-kanak ini, seperti pelabelan sebagai.
berikut:
1. Label yang digunakan oleh orang tua.
Bagi banyak orang tua akhir masa kanak-kanak merupakan usia yang
menyulitkan-suatu masa di mana anak tidak mau lagi menuruti perintah
dan di mana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya
daripada oleh orang tua dan anggota keluarga lain. ,(arena kebanyakan
anak kurang memperhatikan kerapian terutama anak laki-laki, maka usia
akhir masa kanak-kanak disebut juga usia tidak rapi/1.
2. Label yang Digunakan oleh Para Pendidik.
Para pendidik melabelkan akhir masa kanak-kanak dengan usia seko/ah
dasar. Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar
pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri
tertentu, bail< keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Para
pendidik juga memandang periode ini sebagai periode kritis dalam
dorongan berprestasi-suatu masa dimana anal< membentuk kebiasaan
untuk mencapai sukses.
3. Label yang Digunakan Ahli Psikologi.
Bagi ahli psikologi, akhir masa kanak-kanak adalai, ·1sia
berkelompok-suatu masa di mana perhatian utama anak tertuju pada diterima oleh
teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok, terutama ke'ompok
yang bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Oleh karena itu,
anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam
penampilan, berbicara, dan perilaku. Keadaan ini mendorong ahli
psikologi untuk menyebut periode ini sebagai usia penyesuaian diri.
Anak pada periode ini senang dengan keterampilan yang menggunakan fisik
dalam aktualisasinya, seperti dalam bidang olahraga bela diri, yang sudah
jelas dalam perkembangannya komponen utamanya adalah fisik yang harus
terus dilatih agar kemampuannya dalam berprestasi dapat meningkat.
Muhammad Rasyid Dimas dalam bu:<unya yang berjudul 25 Kiat
Mempengaruhi .Jiwa dan Akal Anak, menyatakan jika Anda ingin anak yang
permainan yang imajinatif, rnembaca buku cerita dan buku-buku fiksi-ilmiah,
melukis dan menghias yang akan menunjukkan fase pertumbuhan akalnya,
bermain drama anak-anak atau teater yang mempunyai andil besar dalam
meningkatkan kematangan karakter anal<, kegiatan ekstrakurikuler yang
dapat membantu pembentukan kebiasaan, keterampilan, norma-norma, dan
metoda berpikir yang harus ada guna melanjutkan proses belajar dan
keterlibatan dalam belajar (Muhammad Rasyid Dimas, 1999).
Kegiatan eksrakurikuler seperti olahraga dapat meningkatkan kesegaran dan
postur tubuh yang baik, membangkitkan keceriaan dan clapat meningkatkan
gairah kerja dan produktifitas anal<, membaca yang sebaiknya dijadikan
posisi paling depan dalam perhatian manusia karena membaca merupakan
sarana utama bagi anal< dalam mengeksplorasi lingkungan, hobi dan
kegiatan hiburan yang penting bagi pertumbuhan dan perkernbangan
kepribadian anak, menghafal Al-Qur'an dan memahami maknanya secara
sempurna akan mengantarkan seseorang pada tingkat kecerdasan yang
sangat maju.
Secara fisik akhir masa kanak-kanak sedang tumb;;" dan bersamaan dengan
itu banyak aktivitas yang rnenarik untuk diamati pada periode ini seperti
kernampuan organ tubuhnya, serta secara psikis sedan(! berkembang fungsi
kognitif, afektif, dan ーウゥセッュッエッイゥォョケ。N@ Dari sinilah penelitian ini berawal.
2.1.3.3. Peranan Olah raga bagi akhir masa kanak··kanak.
Dalam mengamati berbagai aktivitas anak-anak yang termasuk kedalam
katagori akhir masa kanak-kanak tentunya akan terlihat .aktivitas apa saja
yang sangat berperan dalam meningkatkan kualitas kognitif, afektif dan
psikomotoriknya, seperti: bermain; berlomba; menggambar; membaca buku;
olah raga; dan masih banyak lagi.
Dari sisi mentalitas, olah raga dapat meningkatkan kesabaran, tanggung
jawab, keberanian, dan jiwa tolong menolong, kita tahu bahwa kompetisi olah
raga menuntut pemanfaatan seluruh fungsi otak, termasuk di dalamnya
fungsi berfikir. (Muhammad Rasyid Dimas, 1999).
Menurut Piaget bahwa akhir masa kanak-kanak berl\c'.'lampuan berpikir
sesuatu yang mungkin dilakukan dengan melakukan hip()tesa serta menarik
kesirnpulan.
Untuk mengatasi masalah-masalah rnereka, anak-anak yang berada dalarn
rnasa ini akan menggunakan pendekatan dengan metode ilmiah yang
'
2.2. Kerangka Berpikir
l-IUBUNGAN SELF EFFICACY DE NGAN STRES ANAK YANG
MENGHADAPI UJIAN f<ENAIKAN TING KAT OLAl-IRAGA BELA DIRI
TAEKWONDO 0
Self Efficacy
Kognitif
セ」ゥウ。@
takut dalam bahaya fisikAfektif Rasa takut di lapangan dan
Konatif kemampuan berbicara
Rasa takut dalam kegagalan
sosial dan akader.1is
Dalam penelitian ini memungkinkan adanya beberapa hubungan antara self
efficacy dengan stres, seperti hubungan sea rah dan hubungan yang
berlawanan, yaitu:
a) Semakin tinggi self efficacy maka semakin kecil sires.
b) Semakin rendah self efficacy maka semakin besar sires.
c) Semakin linggi self efficacy maka semakin besar sires.
2.3.
Hiipotesis
Berdasarkan kajian pustaka yang berisi teori-teori dan kerangka berpikir yang
terurai diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ha : Ada hubungan antara self efficacy dan stres anak yang menghadapi
ujian kenaikan tingkat olahraga beladiri Tae:;·:u1ndo.
Ho : Tidak ada hubungan antara self efficacy dan stms anak yang
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pada umumnya penelitian kuantitatif banyak dituntut
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran data, serta
penampilan dari hasil penelitiannya (Arikunto, 2002).
3.1.2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, :2002).
Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi korelasi untuk
mengetahui adakah hubungan antara self efficacy ...:"riqan stres anak yang
3.2. Variabel Penelitian da111 Definisi Operasional Variabel
3.2.1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua varibel yang akan dikorel2-;ikan, yang
selanjutnya akan dianalisis untuk mencari hubungan satu varibel dengan
variabel lain. Adapun dua variabel tersebut adalah:
1. lndependen Variabel
lndependen variabel atau variabel bebas adalah variabel yang
diperkirakan mempengaruhi atau penyebab dari dependen variabel.
lndependen variabelnya adalah self efficacy.
2. Dependen Variabel
Dependen variabel adalah variabel yang diperkirakan terpengaruh oleh
independen variabel, dependen variabel penelltian ini adalah stres.
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
Untuk dapat mengukur varibel self efficacy dan stres, perlu ade.nya definisi
operasional variabel agar dapat melihat skor dari hasil penelitian ini dengan
cara menetapkan rincian indikator yang akan digunakan dalam pengukuran.
Adapun clefinisi operasional dari self efficacy dan stres 「\セイオ