Wawancara dengan Pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Cabang Lubuk Pakam pada tanggal 20 Maret 2016
1. Apakah syarat faskes untuk menjalin kerjasama dengan BPJS?
Jawaban : Ketentuan ada dalam Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Untuk faskes tingkat pertama harus memiliki : a. Surat Izin Operasional
b. Surat Izin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, surat izin praktik atau surat izin kerja (SPI/SIK) bagi tenaga kesehatan lain
c. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi apoteker dalam hal klinik menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
d. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) Badan
e. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan
f. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN g. Selain persyaratan itu, faskes tingkat pertama harus sudah terakreditasi. h. Setelah semua persyaratan telah terpenuhi, berkas penawaran kerjasama
tersebut dapat diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan terdekat untuk diverifikasi. Selanjutnya berlanjut pada tahapan maping faskes. Di tahap ini BPJS Kesehatan akan mengecek apakah jumlah fasilitas kesehatan di suatu daerah sudah sesuai dengan kebutuhan atau belum. Jika memang diperlukan penambahan faskes maka berkas tersebut akan diproses ke tahap kredensialing menggunakan kriteria teknis yang meliputi :
b. Kelengkapan sarana dan prasarana c. Peralatan medis
d. Lingkup pelayanan e. Komitmen pelayanan
BPJS Kesehatan kemudian akan memberikan penilaian kepada faskes kesehatan tingkat pertama tersebut dengan berbagai kategori. Jika sesuai dengan kriteria maka penandatanganan kontrak kerjasama antara faskes tingkat pertama dan BPJS Kesehatan dapat segera dilaksanakan.
2. Bagaimana alur pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan? Jawaban : alur pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan
a. Peserta menunjukkan kartu peserta yang ditetapkan BPJS Kesehatan (proses administrasi)
b. Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
c. Faskes melakukan pemeriksaan kesehatan/pelayanan penunjang / pemberian tindakan/obat
d. Setelah mendapatkan pelayanan,peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing Faskes
e. Faskes melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan
g. Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum
h. Bila berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka Faskes tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke Faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang berlaku
i. Faskes wajib menginput pelayanan yang diberikanke dalam aplikasi pelayanan Faskes tingkat pertama.
3. Jika klaim dari faskes banyak sedangkan iuran diterima tidak seimbang, apakah BPJS tetap menanggung?
Jawaban : BPJS kesehatan tetap menanggung karena menganut prinsip gotong-royong
4. Jika peserta BPJS tidak pernah menggunakan BPJS tapi selalu membayar iuran tiap bulan, bagaimana iuran tersebut? apa dikembalikan?
Jawaban : tidak dikembalikan. BPJS kesehatan bukan investasi. Beda dengan asuransi komersial. Iuran yang dibayarkan dipakai untuk membantu orang yang sakit
5. Jika setelah menggunakan BPJS, peserta tidak membayar iuran lagi, apa upaya BPJS?
Jika peserta ingin menggunakan lagi BPJS bisa tapi peserta wajib membayar tunggakan dan denda lalu melapor ke kantor BPJS untuk diaktifkan kembali 6. jika ada kasus faskes tidak melayani peserta BPJS sesuai kewajiba dan tidak
memberi fasilitas dan pelayanan kesehatan sesuai hak peserta, apa sanksi pihak BPJS?
Jawban : jika hal diatas terjadi maka BPJS berhak menegur faskes secara tertulis sebanyak 3 kali dengan tenggang waktu surat peringatan tertulis minimal 7 hari kerja.
7. Apa semua peserta wajib memiliki rekening sewaktu pendaftaran?
Jawaban : untuk iuran tidak menerima iuran, pembayaran dilakukan via bank dan wajib hukumnya kecuali iuran kelas 3.
8. Jika peserta dalam keadaan gawat, bolehkah langsung ke rumah sakit?
jawaban : jika peserta dalam keadaan gawat maka bisa langsung ke rumah sakit tanpa rujukan.
9. Dimana saja peserta BPJS bisa membayar iuran?
Wawancara dengan Fasilitas Kesehatan BPS As-Syifa Lubuk Pakam pada
tanggal 20 Maret 2016
1. Bagaimana tanggung jawab faskes tingkat pertama kepada peserta BPJS? Jawaban : faskes tingkat pertama bertanggungjawab memberi pelayanan kesehatan kepada peserta dengan baik sesuai panduan praktik klinik sesuai standar kompetensi dokter Indonesia yang ditetapkan Menteri Kesehatan dan panduan praktik klinik bagi dokter gigi dari PDGI
2. Bagaimana alur peserta yang berobat di faskes?
a. Peserta menunjukkan kartu peserta yang ditetapkan BPJS Kesehatan (proses administrasi)
b. Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
c. Faskes melakukan pemeriksaan kesehatan/pelayanan penunjang / pemberian tindakan/obat
d. Setelah mendapatkan pelayanan,peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing Faskes
e. Faskes melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan
f. Bila diperlukan peserta akan memperoleh obat
h. Bila berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka Faskes tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke Faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang berlaku
Wawancara dengan Betric Yolanda peserta BPJS kesehatan 21 Maret 2016
1. Mengapa anda memilih BPJS?
Jawaban : karena itu jaminan kesehatan yang terjangkau harganya dan bisa disesuaikan dengan kemampuan peserta
2. Apa kelebihan BPJS yang anda rasakan?
Jawaban : kelebihannya mudah dijangkau oleh masyarakat umum 3. Bagaimana prosedur peserta dalam mendapat pelayanan kesehatan?
Jawaban : prosedur harus melalui puskesmas dimana peserta terdaftar, kemudian peserta harus daftar lagi di bagian pendaftaran sekaligus memberitahu keluhan penyakit. Peserta antri menunggu panggilan untuk diperiksa dokter, lalu mendapat resep obat. Resep obat dibawa ke apotek faskes itu. Lalu peserta mendapat obat.
4. Bagaimana pelayanan faskes yang anda dapatkan? jawaban : pelayanannya cukup baik
5. Apa kekurangannya menurut anda?
Jawaban : kekurangannya peserta harus ke puskemas yang terdaftar, padahal belum tentu puskesmas terdaftar dekat dengan rumah peserta. kekurangan lain tidak bisa langsung ke rumah sakit.
6. Sebagai peserta apa saran anda kepada BPJS?
wawancara dengan Rani. S peserta BPJS Kesehatan pada tanggal 21 Maret 2016
1. Mengapa anda memilih BPJS?
Jawaban : karena iuran murah terjangkau dan manfaat sangat luas 2. Apa kelebihan BPJS yang anda rasakan?
Jawaban : iuran itu disesuaikan dengan kemampuan peserta serta memberi manfaat luas.
3. Bagaimana prosedur peserta dalam mendapat pelayanan kesehatan?
Jawaban : prosedur harus melalui puskesmas dimana peserta terdaftar, kemudian peserta harus daftar lagi di bagian pendaftaran sekaligus memberitahu keluhan penyakit. Peserta antri menunggu panggilan untuk diperiksa dokter, lalu mendapat resep obat. Resep obat dibawa ke apotek faskes itu. Lalu peserta mendapat obat.
4. Bagaimana pelayanan faskes yang anda dapatkan? Jawaban : pelayanan baik
5. Apa kekurangannya menurut anda? Jawaban : antrian panjang
6. Sebagai peserta apa saran anda kepada BPJS?
DAFTAR PUSTAKA
Ganie, A. Junaedy. 2013, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika
Hartono, Sri Rejeki. 1992, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar
Grafika
Salim, A. Abbas, 1995. Dasar-dasar asuransi (principles of insurance), ed. 2, cet. 4,
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sembiring, Sentosa, 2006. Himpunan Undang-Undang Lengkap Tentang Asuransi Jaminan Sosial, Bandung : Nuansa Aulia
Ebook Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional
Situmorang, Chazali H. 2013, Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia Transfrormasi BPJS : “Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan”, Depok :
Cinta Indonesia
Tunggal, Hadi Setia. 2015, Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta : Rajawali Pers
Soemitro, Ronny Hanitjo. 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia
Sastrawidjaya, M. Suparman. 1997, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung : Alumni
Ranuhandoko, I.P.M., 2006, Terminal Hukum : Inggris-Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika
Muis, Abdul. 2005, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Farodis, Zian. 2014, Buku Pintar Asuransi, Jogjakarta : Laksana
Salim, Abbas. 2007, Asuransi dan Manajemen Risiko, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Abdulkadir, Muhammad. 2006, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : PT CITRA ADITYA BAKTI
Martono, H.K., & Eka Budi Tjahjono 2011, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Bandung : Mandar Maju
Mertokusumo, Sudikno. 1985, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT Intermasa
Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan
Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
Modul diklatsar PT askes (persero) Tahun 2013
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Website
BAB III
TINJAUAN HUKUM BPJS KESEHATAN
A. Sejarah dan Dasar Hukum BPJS Kesehatan
Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 28 H menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan pemerintah dan pemerintah daerah34
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara pancasila terutama sila ke-5 mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 1945 Pasal 28 H dan Pasal 34 dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 yang kemudian diganti dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Sebaliknya setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui jaminan kesehatan nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (persero) namun program tersebut masih terfragmenstasi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan sulit terkendali.
Mengatasi hal itu pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-undang Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk jaminan kesehatan nasional melalui badan penyelenggara jaminan sosial. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 juga menetapkan jaminan sosial nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang terdiri atas BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Khusus jaminan kesehatan nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.35
BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk PNS, Penerima
pensiun PNS dan TNI/POLRI, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarganya dan badan usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS kesehatan bersama BPJS. BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan) yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero) namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 januari 2014.
Sebelumnya pada tahun 1968 Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri dan penerima pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan keputusan Presiden Nomor 230 tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan khusus di lingkungan departemen kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan RI pada waktu itu (G.A Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal bakal Asuransi kesehatan nasional.
Pada tahun 1984 untuk meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 1984 tentang pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri sipil, penerima pensiun (PNS, ABRI, Pejabat Negeri) beserta anggota keluarganya. engan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 1984 status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti
Perum Husada Bhakti ditambah dengan veteran dan perintis kemerdekaan serta anggota keluarganya. disamping itu perusahaan diijinkan mempeluas jangkauan kepesertaanya ke badan usaha dan badan lannya sebagai peserta sukarela
Kemudian pada tahun 1992 berdasarkan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 1992 status perum diubah menjadi perusahaan perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuanga, kontribusi kepada pemerintah dapat dinegoisasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri
Tahun 2005 PT Askes (Persero) diberi tugas oleh pemerintah melalui Departemen kesehatan RI sesuai keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan nomor 56/MENKES/SK/I/2005 sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan masyarakat miskin (PJKMM/ASKESKIN). Dasar penyelenggaraan yakni UUD 1945, UU No. 23/1992 tentang kesehatan, UU No 40/2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (SJSN), Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005.36 Dasar hukum BPJS Kesehatan yakni Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial37
Undang-undang tentang BPJS menyatakan bahwa :
(1) BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014
(2) Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
a. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat;
b. Kementerian pertahanan, tentara negara indonesia, dan kepolisian republik indonesia tidak lagi program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan peraturan presiden; dan
c. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan38
Peralihan PT Askes (persero) menjadi Badan penyelenggara jaminan sosial dinyatakan dalam Pasal 60 ayat 3 Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa :
Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 “PT Askes (persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua
38
aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan”
Badan penyelenggara jaminan sosial merupakan badan hukum publik yang menyelenggarakan program jaminan sosial bersifat non profit atau menggunakan prinsip nirlaba yakni bukan untuk mencari laba serta kepesertaannya bersifat wajib untuk semua penduduk39
B. Prinsip Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Prinsip badan penyelenggara jaminan sosial mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yakni :
1. Kegotong-royongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau tingkat penghasilannya.
2. Nirlaba adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya dari seluruh peserta
3. Keterbukaan adalah prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi tiap peserta
39 Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
4. Kehati-hatian adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib
5. Akuntabilitas adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
6. Portabilitas adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
7. Kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap
8. Dana amanat adalah bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial
9. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta adalah hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial40
Prinsip ekuitas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 penjelasan Pasal 19 ayat 1 yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar prsentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan
(Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 1 dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 441
C.Iuran Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Premi merupakan salah satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung.42 Pihak yang bermaksud untuk mengalihkan suatu resiko kepada pihak lain (penanggung) mempunyai beberapa kewajiban disamping juga mempunyai hak. Salah satu kewajiban tersebut adalah kewajiban membayar premi43
1. Bagi peserta penerima Bantuan Iuran PBI Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh pemerintah
atau dalam BPJS dikenal dengan iuran. Adapun ketentuan iuran dalam BPJS Kesehatan yakni :
2. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada lembaga pemerintahan terdiri dari pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari gaji
41
Ibid., hal 27
atau upah per bulan dengan ketentuan : 4% (persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh peserta 4. Iuran atau keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar 1% satu persen dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II (dua)
c. Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I (satu)
ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. Selain itu, diatur mengenai denda keterlambatan pembayaran iuran. Denda keterlambatan pembayaran iuran terdiri atas :
1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.44
D. Kepesertaan Dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta Program Jaminan Sosial45
44 Panduan Layanan bagi peserta BPJS Kesehatan hal. 21-23 45
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 14 tentang BPJS
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Peserta tersebut meliputi:
Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut :
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin orang tidak mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil
b) Anggota TNI c) Anggota Polri d) Pejabat Negara
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor
b) Pemberi Kerja c) Penerima Pensiun d) Veteran
e) Perintis Kemerdekaan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf yang mampu membayar Iuran.
4) Penerima pensiun terdiri atas:
b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf
c dan
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a. Istri atau suami yang sah dari Peserta
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
7) Lokasi pendaftaran
Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdekat/setempat.
8) Prosedur pendaftaran Peserta
Pemerintah mendaftarkan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
9) Hak dan kewajiban Peserta
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berhak mendapatkan :
a. Identitas Peserta
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berkewajiban untuk:
a. Membayar iuran
b. Melaporkan data kepesertaannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
10) Masa berlaku kepesertaan
a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.
c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS.
11) Pentahapan kepesertaan
dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 201946
46 Buku pegangan sosialisasi jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional, hal. 21-24
E. Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
1. Organ pada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum publik milik Negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada Presiden. BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi.
Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang unsur Tokoh Masyarakat. Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
A. Fungsi, Tugas dan Wewenang Dewan Pengawas
Dalam melaksanakan pekerjaannya, Dewan Pengawas mempunyai fungsi,
1) Fungsi Dewan Pengawas adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS.
2) Dewan Pengawas bertugas untuk:
a. Melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi
b. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi
c. memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS
d. menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
3) Dewan Pengawas berwenang untuk:
a. menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS; b. mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;
c. mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS
d. melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS
e. memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.
Dalam menyelenggarakan JKN, Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas dan wewenang sebagai berikut :
1. Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai dengan haknya.
2. Direksi bertugas untuk:
a. Melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
b. Mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan; dan
c. Menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya.
3. Direksi berwenang untuk:
a. Melaksanakan wewenang BPJS
b. Menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian
c. Menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS
d. Mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi
memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas
f. Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas
g. Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden
h. Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi diatur dengan Peraturan Direksi. Persyaratan untuk menjadi Dewan Pengawas dan Dewan Direksi diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011.
2. Hubungan Antar Lembaga
BPJS melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, lembaga lain di dalam negeri atau di luar negeri dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial (JKN).
Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional merupakan bagian dari sistem kendali mutu dan biaya. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab Menteri Kesehatan yang dalam
pelaksanaannya berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Kesehatan 4. Pengawasan
Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Pengawasan internal oleh organisasi BPJS meliputi:
a. Dewan pengawas
b. Satuan pengawas internal.
Sedangkan Pengawasan eksternal dilakukan oleh: a. Dewan Jaminan Sosial Nasional b. Lembaga pengawas independen. 5. Tempat dan kedudukan BPJS
Kantor Pusat BPJS berada di ibu kota Negara, dengan jaringan di seluruh kabupaten/kota47
47 Ibid,. hal. 32-35
F. Hubungan Pihak-pihak Dalam Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan
1. Hak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
a. Melakukan evaluasi dan penilaian atas pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Mendapatkan data dan informasi tentang Sumber Daya Manusia dan sarana prasarana fasilitas kesehatan tingkat pertama dan informasi lain tentang pelayanan kepada peserta (termasuk melihat rekam medisuntuk kepentingan kesehatan peserta) yang dianggap perlu atas seijin peserta oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sesuai dengan Lampiran III
c. Menerima laporan pelayanan bulanan yang mencakup pencatatan atas jumlah kunjungan Peserta, jumlah rujukan dan diagnosis sesuai dengan Lampiran IV untuk Laporan Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Lampiran V untuk Laporan Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) dan/atau laporan lainnya yang berkaitan dengan Program Jaminan Kesehatan
d. Melihat Kartu Status dan bukti pelayanan peserta
e. Menyesuaikan besaran kapitasi yang dibayarkan sesuai norma penetapan besaran kapitasi dan komitmen pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan yang berlaku
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berhak untuk :
a) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
b) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggara jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional setiap 6 (enam) bulan48 2. Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
a. Menyediakan data nama peserta terdaftar secara berkala setiap bulan
b. Membayar kapitasi sesuai norma penetapan besaran tarif kapitasi dan komitmen pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan yang berlakudan/atau tarif non kapitasi atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama kepada peserta sesuai kesepakatan dengan Asosiasi Fasilitas kesehatan
c. Membayar biaya kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berjalan
d. Membayar biaya atas pelayanan kesehatan non kapitasi yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama kepada Peserta, sesuai tagihan yang diajukan berdasarkan ketentuan dan prosedur yang telah disepakati PARA PIHAK
e. Melakukan pembayaran klaim non kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap
f. Menyediakan aplikasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (P-Care) pelayanan pasien pada Faskes tingkat pertama dan user
manualnya
g. Menyediakan format pencatatan pelaporan pada Fasilitas Kesehatan
h. Memberikan daftar Faskes rujukan dalam wilayah kerja yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan i. Memberikan informasi tentang ruang lingkup, pembayaran,
prosedur pelayanan kesehatan dan mekanisme kerja sama kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
j. Memberikan informasi daftar pilihan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang telah bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan kepada peserta
3. Hak Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b. Menerima pembayaran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berdasarkan tarif kapitasi dan/atau tarif non kapitasi atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta
c. Menerima pembayaran biaya kapitasi sesuai norma penetapan besaran kapitasi dan komitmen pelayanan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berjalan d. Menerima pembayaran klaim non kapitasi atas pelayanan yang diberikan
kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
e. Mendapatkan aplikasi pengolahan data pelayanan pasien pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan user manualnya
f. Memperoleh informasi tentang ruang lingkup, pembayaran, prosedur pelayanan kesehatan dan mekanisme kerja sama dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
g. Memperolehformat pencatatan pelaporan
h. Memperoleh daftar Fasilitas Kesehatan rujukan dalam wilayah kerja yang ditunjuk atau bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
4.Kewajiban Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b. Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta dengan baik sesuai Panduan Praktik Klinik (PPK) dariStandar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan Panduan Praktik Klinik (PPK) bagi dokter gigi dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
c. Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta selain peserta terdaftar dalam kondisi kegawatdaruratan medis atau peserta berada diluar wilayah FKTP tempat peserta terdaftar
d. Memberikan data dan informasi tentang Sumber Daya Manusia dan sarana prasarana Fasiltas Kesehatan Tingkat Pertama dan informasi lain tentang pelayanan kepada peserta (termasuk melihat rekam medisuntuk kepentingan kesehatan peserta) yang dianggap perlu oleh Badan Penyelenggara Jaminam Sosial Kesehatan
e. Membuat dan menyampaikan laporan bulanan kepada Badan Penyelenggara Jaminam Sosial Kesehatan yang mencakup pencatatan atas jumlah kunjungan Peserta dan rujukan serta pelayanan lainnya yang diberikan kepada Peserta dengan format terlampir dan/ atau laporan lainnya yang berkaitan dengan Program Jaminan Kesehatan
g. Memberitahukan secara tertulis kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam hal terjadi perubahan tempat praktik atau berhenti praktik
h. Memberitahukan secara tertulis kepada Badan Penyelenggara Jaminam Sosial Kesehatan dalam hal terjadi perubahan ketersediaan sumber daya manusia khususnya tenaga kesehatan, kelengkapan sarana prasarana dan lingkup pelayanan yang mempengaruhi kapasitas layanan dan besaran kapitasi yang dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlakudan apabila Faskes tingkat pertama tidak memberitahukannya sehingga terjadi kelebihan ataupun kekurangan pembayaran kapitasi maka akan dikompensasikan pada bulan berikutnya
i. Menyediakan perangkat keras (hardware) dan jaringan komunikasi datayang berfungsi dengan baik
j. Merekam seluruh data pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada peserta melalui aplikasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (P-Care) yang diberikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
k. Melaksanakandanmendukung seluruh program pelayanan kesehatan yang dilaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
l. Menyediakan jejaring pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
m. Menyampaikan daftar nama puskesmas selaku penanggungjawab puskesmas dalam lingkungan kerjanya
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KLAIM ASURANSI BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN
A. Tata Cara klaim non kapitasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama
pada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan
Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dilakukan oleh rumah sakit maupun fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh BPJS Kesehatan.
A. Verifikasi klaim RITP Langkah-langkah verifikasi : 1. Verifikasi administrasi
a) Kuitansi asli, bermaterai secukupnya b) Formulir pengajuan klaim (FPK) c) Rekapitulasi pelayanan
1) Nama
2) Nomor Identitas 3) Diagnosa penyakit
4)Tanggal masuk perawatan dan tanggal keluar perawatan 5) Jumlah hari rawat
7) Besaran tarif paket
8)Jumlah tagihan paket rawat inap tingkat pertama (besaran tarif paket dikalikan jumlah
9) Jumlah seluruh tagihan
2. Verifikasi pelayanan
a) Bandingkan data identitas peserta dengan identitas pada bukti pelayanan
b) Memastikan kebenaran lama hari rawat inap, perhitungan hari rawat adalah tanggal keluar dikurangi tanggal masuk.
c) Apabila diperlukan dalam proses verifikasi dapat dilakukan sampling terhadap klaim dengan melakukan pemeriksaan catatan kegiatan harian terhadap pasien RITP dan/atau konfirmasi kepada peserta.
B .Verifikasi Klaim Persalinan/Maternal dan neonatal non Kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal seperti : ANC (ante-natal care), PNC (post-natal care), dan pelayanan KB.
Langkah-langkah verifikasi : 1. Verifikasi administrasi
a) Kuitansi asli, bermaterai secukupnya. b) Formulir pengajuan klaim (FPK) c) Rekapitulasi pelayanan
1) Nama
2) Nomor Identitas 3) Tanggal pelayanan
4) GPA (Gravid, Partus, Abortus)
6) Besaran tarif paket 7) Jumlah seluruh tagihan d) Foto kopi identitas peserta BPJS
e) Partograf yang sudah ditandatangani tenaga kesehatan penolong persalinan untuk pertolongan persalinan. Pada kondisi tidak ada partograf dapat digunakan keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan persalinan yang diberikan
f) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh faskes dan peserta atau anggota keluarga seperti : Salinan lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila Peserta tidak memiliki buku KIA, dapat digunakan kartu ibu atau keterangan pelayanan lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu hamil/bersalin
2. Verifikasi pelayanan
a) Bandingkan data identitas peserta dengan identitas pada bukti pelayanan
b) Memastikan kesesuaian tindakan dengan diagnosa
C. Verifikasi klaim pelayanan program rujuk balik Langkah-langkah verifikasi :
1. Verifikasi administrasi
a) Untuk Obat Program Rujuk Balik 1) Kuitansi asli, bermaterai secukupnya 2) Formulir Pengajuan Klaim (FPK)
3) Rekap Tagihan Obat Program Rujuk Balik 4) Lembar Resep Obat Program Rujuk Balik
5) Data tagihan pelayanan dalam bentuk softcopy sesuai aplikasi dari BPJS Kesehatan
b)Untuk Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Program Rujuk Balik
1) Kuitansi asli, bermaterai secukupnya (bila menyatu dengan tagihan obat Program rujuk balik tidak diperlukan lagi)
2) Formulir Pengajuan Klaim (FPK) (bila menyatu dengan tagihan obat rujuk balik tidak diperlukan lagi)
3) Rekap Tagihan pelayanan laboratorium Program Rujuk Balik
4) Rekapitulasi pelayanan (a) Nama
(d) Jenis pemeriksaan (e) Besaran tarif paket (f) Jumlah seluruh tagihan 5) Hasil pemeriksaan laboratorium 6) Salinan identitas peserta BPJS 2. Verifikasi pelayanan
a) Bandingkan data identitas peserta dengan identitas pada bukti pelayanan.
b) Verifikasi setting aplikasi penagihan obat(nama faskes, jenis faskes, faktor pelayanan dan biaya kemasan)
c) Memastikan referensi obat yang digunakan adalah yang berlaku
d) Keabsahan dan kelengkapan resep dan dokumen pendukung resep.
e) Eligibilitas pelayanan obat meliputi kesesuaian jenis penyakit dengan restriksi dan peresepan maksimal.
f) Kesesuaian antara dokumen dengan data pengajuan klaim pada aplikasi
g) Kesesuaian harga, jenis, merek dan jumlah obat
h) Memastikan jenis pemeriksaan sesuai dengan surat permintaan dokter
j) Memastikan hasil pemeriksaan sesuai dengan rekapitulasi pelayanan
k) Memastikan jenis pelayanan dan tarif yang ditagihkan sesuai dengan yang disepakati dalam kontrak.
B. Verifikasi klaim pelayanan darah di fasilitas kesehatan pertama Langkah-langkah verifikasi :
1. Verifikasi administrasi
a) Kuitansi asli, bermaterai secukupnya. b) Formulir pengajuan klaim (FPK) c) Rekapitulasi pelayanan
1) Nama
2) Nomor Identitas 3) Tanggal pelayanan 4) Diagnosa penyakit 5) Jumlah kantong darah 6) Besaran tarif paket 7) Jumlah seluruh tagihan d) Foto kopi identitas peserta BPJS
e) Surat permintaan kebutuhan darah dari dokter yang merawat f) Bukti penerimaan kantung darah yang sudah ditandatangani oleh faskes dan peserta atau anggota keluarga.
a) Pelayanan pemeriksaan penunjang diberikan kepada Peserta BPJS Kesehatan yang telah mendapatkan analisis riwayat kesehatan dengan hasil teridentifikasi mempunyai risiko penyakit tertentu b) Pelayanan pemeriksaan penunjang Skrining Kesehatan yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah: 1) Pemeriksaan IVA untuk Ca Cervix 2) Pemeriksaan Pap smear
3) pemeriksaan Gula Darah Puasa
4) pemeriksaan Gula Darah Post Prandial.
c) Tarif pemeriksaan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan faskes sesuai ketentuan
d) Klaim diajukan secara kolektif oleh Laboratorium / Faskes kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.
Langkah-langkah verifikasi : 1. Verifikasi administrasi
Kelengkapan administrasi klaim sebagai berikut: a) Kuitansi, bermaterai secukupnya.
b) Formulir pengajuan klaim (FPK)
c) Fotokopi Identitas peserta BPJS Kesehatan d) Rekap Tagihan pelayanan
e) Lembar permintaan pemeriksaan oleh dokter f) Hasil pemeriksaan laboratorium
a) Bandingkan data identitas peserta dengan identitas pada bukti pelayanan
b) Memastikan jumlah kantong darah yang diterima peserta sesuai dengan rekapitulasi pelayanan.
c) Agar menjadi perhatian untuk permintaan darah yang dibatalkan atau tidak jadi diberikan kepada peserta.
D. Pelayanan lain di faskes tingkat pertama
a) Pelayanan lain di faskes tingkat pertama yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan terapi krio untuk Ca Cervix pada pemeriksaan IVA positif
b) Tarif pelayanan terapi krio sesuai ketentuan
c) Klaim pelayanan terapi krio diajukan secara kolektif bersama Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.
d) Kelengkapan administrasi sebagai berikut: 1) Kuitansi asli, bermaterai secukupnya. 2) Formulir pengajuan klaim (FPK)
3) Fotokopi Identitas peserta BPJS Kesehatan 4) Rekapitulasi tagihan pelayanan
5) Lembar permintaan pelayanan oleh dokter49
49Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim BPJ
B. Prosedur Pembayaran klaim di fasilitas kesehatan tingkat pertama
pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Berikut prosedur pembayaran klaim pada fasilitas kesehatan tingkat pertama pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan :
II. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
1. Biaya pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan norma penetapan besaran kapitasi dan jumlah peserta terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan pendaftaran peserta di FKTP yang berlaku
2. Pemilihan fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar berdasarkan pilihan peserta.
3. Ketentuan mutasi tambah kurang peserta
a. Peserta lama yang melakukan pergantian Faskes tingkat pertama a) Apabila peserta melakukan perpindahan (mutasi) dari Fasilitas
kesehatan tingkat pertama ke Fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya pada bulan berjalan, maka perhitungan kapitasi pada Faskes tingkat pertama yang baru akan dihitung pada bulan berikutnya.
b. Peserta baru
a). Peserta baru yang masuk pada tanggal 1 sampai dengan 31 bulan berjalan, dapat langsung dilayani meskipun kapitasi belum dibayarkan.
b). Perhitungan kapitasi dengan penambahan peserta baru yang masuk pada tanggal 1 samapai dengan 31 bulan berjalan, maka kapitasi pada bulan berjalan tersebut akan dibayarkan dengan menambahkan pada pembayaran kapitasi pada bulan berikutnyatanpa dikenakan sanksi ganti rugi keterlambatan pembayaran kapitasi.
4. Pembayaran kapitasi kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dilaksanakan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Biaya pelayanan kesehatan yang dibayar dengan tarif non kapitasi diajukan secara kolektif oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan kelengkapan administrasi umum sebagai berikut:
a. Rekapitulasi pelayanan meliputi nama pasien, nomor identitas, alamat dan nomor telp pasien, tanggal pelayanan, diagnosa penyakit, jenis pelayanan, besaran tarif paket, jumlah tagihan
b. Klaim maternal dan neonatal
b) nomor identitas
c) alamat dan nomor telp pasien d) tanggal pelayanan
e) diagnosa penyakit/GPA (Gravida, Partus, Abortus) f) besaran tarif paket
g) jumlah tagihan
2. Berkas pendukung sesuai kebutuhan seperti: a) salinan identitas peserta BPJS Kesehatan
b) salinan lembar pelayanan pada buku KIA/kartu ibu/keterangan pelayanan lain sesuai pelayanan yang diberikan untuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan
c. Berkas pendukung masing-masing pasien
a) Salinan/fotocopy kartu identitasyang ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
b) Lembar permohonan darah (untuk penagihan klaim pelayanan darah)
c) Partograf yang ditandatangani oleh dokter/tenaga kesehatan yang menolong persalinan (untuk penagihan klaim persalinan)
e) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga
III. Pembayaran pelayanan non kapitasi termasuk persalinan dan pelayanan kebidanan lainnya kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dilaksanakan selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah berkas diterima lengkap
IV. Kadaluarsa klaim kolektif yang diajukan fasilitas kesehatan tingkat pertama kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah 2 (dua) tahun terhitung sejak pelayanan diberikan
V. Fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak diperkenankan menarik biaya apapun terhadap Peserta sepanjang pelayanan kesehatan yang diberikan masih tercakup dalam ruang lingkup Perjanjian ini
VI. Pembayaran untuk jejaring Fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah termasuk dalam pembayaran yang diterima oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
VII. Pembayaran pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh jejaring Fasilitas kesehatan tingkat pertama disepakati antara fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan Jejaringnya (apotik, laboratorium, bidan, perawat atau jejaring lainnya)
VIII. Pembayaran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama melalui nomor rekening bank50
50 Hasil wawancara dengan Herna br Bangun (Staff Unit Manajemen Pelayanan
Hal – hal di atas merupakan prosedur pembayaran klaim di fasilitas kesehatan tingkat pertama pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Klaim Asuransi pada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
merupakan hal-hal yang dapat menjadi hambatan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mendapatkan data di lapangan, maka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Tinjauan Yuridis Tentang Klaim Asuransi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Studi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Lubuk Pakam)” maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tata Cara klaim non kapitasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama pada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan adalah Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan hanya dilakukan oleh rumah sakit maupun fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh BPJS Kesehatan. Klaim non kapitasi tidak dapat dilakukan oleh individu.
3. tingkat pertama tidak diperkenankan menarik biaya apapun terhadap Peserta sepanjang pelayanan kesehatan
4. Hambatan dalam pelaksanaan klaim asuransi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah jika berkas tidak memenuhi syarat dan pengajuan klaim lewat dari batas waktu yang ditentukan
C. SARAN
BAB II
PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi
Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan atau menyenangkan atau merupakan keuntungan yang mungkin diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang merugikan baik bagi dirinya, keluarganya maupun harta bendanya.18 Oleh sebab itu manusia memerlukan proteksi atau perlindungan. Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance19. Asuransi berasal dari bahasa inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance” yang berarti tanggungan20
Dalam hukum asuransi dikenal bermacam macam istilah. Ada istilah hukum pertanggungan, hukum asuransi. dalam bahasa belanda disebut verzekering recht dan dalam istilah bahasa inggris disebut insurance law, sedangkan dalam praktek sejak dalam hindia belanda
sampai sekarang banyak dipakai orang istilah asuransi (assurantie)21
18
M. Suparman sastrawidjaya, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Bandung, 1997, hal. 1
19 J.C.T.Simorangkir, Rudy erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika,
2009) hal 182
20
I.P.M. Ranuhandoko, Terminal Hukum : Inggris-Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2006), hal 75
21 Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, (Medan; Fakultas
Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan, mengalihkan, atau mentransfer risiko yang ditanggung kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu tertentu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap risiko yang dimungkinkan terjadi di masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri.22
Pengaturan ini diperbaharui dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 yang mengemukakan
Adapun pengertian asuransi sendiri memiliki beberapa defenisi. Pertama, definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih. Dalam konteks, pihak penanggung mengingkatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi guna memberikan penggantian pada tertanggung yang disebabkan oleh kerugian yang dialaminya, semisal berupa kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang dimungkinkan akan dialami oleh pihak tertanggung yang disebabkan oleh berbagai macam peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran didasarkan pada meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan
bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :
a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meningganya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana23
Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substansi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang24
23
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 jo Undang-Undang 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
24 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2007)
hal 1
Suatu perjanjian untung untungan adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi
sementara, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tetntu.
Demikian adalah: perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup;
perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab
undang undang hukum dagang
Menurut pasal di atas, perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian untung untungan. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung untungan tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi yang sesungguhnya.
mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu memperalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada dalam posisi yang sama. Pasal 1774 KUH Perdata yang menyatakan perjanjian asuransi diatur selanjutnya dalam KUH Dagang menjadikan asuransi sebagai perbuatan ekonomi yang sah oleh hukum dan pengakuan sah tersebut telah diatur pula dalam berbagai undang undang dinluar KUH Dagang antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dengan demikian ketentuan Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum perjanjian asuransi.
Dari sudut pandang dewasa ini, penggolongan asuransi ke dalam perjanjian untung untungan dan pertaruhan tersebut tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi sesungguhnya. Kejanggalan penggolongan tersebut dapat dibuktikan dari alasan alasan berikut :
1. Dasar perjanjian asuransi adalah kesanggupan penanggung, dengan imbalan pembayaran premi dari tertanggung, untuk mengganti kerugian atau memberikan manfaat apabila peristiwa yang diasuransikan terjadi, bukan faktor terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang diasuransikan. Pada perjudian dan pertaruhan, dasar perjanjian adalah terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang diperjanjikan
diukur dari apakah tertanggung akan dirugikan apabila peristiwa yang diasuransikan terjadi (Pasal 250 KUH Dagang). Penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian atau membayar manfaat kepada siapa pun yang tidak mempunyai kepentingan atas objek asuransi. perjudian dan pertaruhan tidak memberikan persyaratan tersebut dan siapa pun dapat ikut serta, dan kepentingan itu ada setelah peristiwa terjadi.
3. Penjudi berharap peristiwa yang diperjanjikan terjadi sehingga memperoleh keuntungan finansial. Tertanggung tidak berharap peristiwa yang diasuransikan karena tertanggung tidak akan mendapat keuntungan finansial tetapi ganti kerugian
4. Perjanjian asuransi merupakan mekanisme pengalihan risiko sedangkan perjudian dan pertaruhan bukan merupakan pengalihan risiko, tetapi perjanjian untung untungan (chance game) yang semata mata berdasarkan kesempatan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang diperjanjikan
belum tentu seimbang dengan jumlah premi. Perjudian atau pertaruhan dapat dilakukan tanpa menggantungkannya pada keseimbangan antara prestasi dan biaya penyertaan.
6. Pada perjanjian perjudian dan pertaruhan, pihak yang wanprestasi tidak dapat digugat secara hukum karena merupakan perikatan alamiah. Dalam perjanjian asuransi, tertanggung atau penanggung yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dituntut secara hukum karena merupakan perikatan perdata25
Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanijan diatur di bawah KUH Dagang. Berdasarkan Pasal 1 KUH Dagang, hukum dagang dapat dikatakan merupakan lanjutan dari hukum perdata. Oleh sebab itu, ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata sebagai ketentuan khusus, selama oleh ketentuan yang terakhir itu belum diatur sebaliknya. Secara positif, asuransi dan lembaga asuransi beserta pengaturannya telah berlaku di indonesia sejak tahun 1848, yaitu sejak KUH Dagang berdasarkan asas kondordansi berlaku di indonesia.
KUH Dagang merupakan induk berbagai ketentuan ketentuan hukum dagang indonesia. KUH Dagang memuat bab bab tersendiri mengenai asuransi sebagai sebuah perjanjian yang dibagi dalam dua bagian, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Sebagai aturan induk selain dari ketentuan umum mengenai
perikatan yang merupakan asas asas yang dikandung oleh KUH Perdata, ketentuan ketentuan KUH Dagang akan selalu menjadi dasar suatu perjanjian asuransi apabila tidak diatur secara khusus dalam perjanjian asuransi itu sendiri.
Pengertian asuransi menurut KUH Dagang Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi adalah
Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan
diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Adapun yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa perjanjian asuransi adalah perjanjian atas dasar uberrimae fidei, utmost goodfaith. Dalam sistem common law, terdapat kewajiban yang luas bagi
para pihak untuk melakukan keterbukaan (disclosure). Tetapi untuk tujuan yang lebih umum, sebuah perjanjian di mana satu pihak (penanggung) dengan imbalan tertentu, sepakat untuk menanggung risiko dari suatu peristiwa, kejadian yang waktunya tidak dapat ditentukan, atas hal tersebut pihak yang lain (tertanggung) terancam (exposed) dan mempunyai kepentingan dan sepakat dalam hal timbulnya peristiwa, kejadian yang ditanggung, penanggung akan membayar kepada tertanggung sejumlah uang, atau menyediakan manfaat dalam bentuk lain yang memiliki nilai keuangan (tidak selalu harus membayar dalam bentuk uang). Meskipun demikian, sementara defenisi ini mencukupi untuk tujuan tujuan tertentu, dapat saja diperlukan suatu defenisi yang lain yang akan tepat untuk keperluan keperluan yang berbeda beda.26
Dalam KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umu dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal 308 KUHD dan
Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan rincian sebagai berikut :
a. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD c. Asuransi jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD
d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 658 KUHD
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686 – Pasal 695 KUHD27
B. Asuransi sebagai perjanjian
Inti atau jiwa atau ruh dalam asuransi adalah perjanjian.28 Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah determinan hukum.29
27 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT CITRA ADITYA BAKTI,
Bandung, 2006, hal. 18
28 H.K. Martono & Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara,
Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 55 29
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 117
dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251 KUHD
1. Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi, kesepakatan tersebut meliputi :
a. Benda yang menjadi obyek asuransi b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi c. Evenemen dan ganti kerugian
d. Syarat-syarat khusus asuransi
e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis
Kesepakatan aatara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
2. Kewenangan (authority)
sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mampunyai hubungan yang sah dengan objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan
3. Objek tertentu (fixed object)
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi kerugian. Objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa. Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu.
4. Kausa Yang Halal (Legal Cause)
ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi, penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. jika premi dibayar maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar risiko tidak beralih 5. Pemberitahuan (notification)
a. Teori objektivitas (objectivity theory)
agar mengadakan perjanjian asuransi dilandasi asas kebebasan berkontrak yang adil (fair)
b. Pengaturan pemberitahuan dalam KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. kewajiban ini dilakukan saat mengadakan asuransi. jika tertanggung lalai maka akibat hukumnya asuransi batal30
Dalam sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dua syarat pertama dinamakan syarat-syarat subjektif karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu31
C. Tujuan asuransi
Pada umumnya perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk mengganti kerugian pada tertanggung, jadi tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar benar menderita kerugian. Di dalam asuransi itu setiap waktu selalu dijaga supaya jangan sampai seorang tertanggung yang hanya bermaksud menyingkirkan suatu kerugian saja dan mengharapkan suatu untung
30
Abdulkadir Muhammad. Op.Cit hal. 49-54
menikmati asuransi itu dengan cara memkai spekulasi, yang penting ialah bahwa tertanggung harus mempunyai kepentingan bahwa kerugian untuk mana ia mempertertanggungkan dirinya itu tidak akan menimpanya. Ajaran kepentingan ini sangat penting di dalam seluruh hukum asuransi yang kita dapati di dalam beberapa pasal tertentu dalam KUHD. Adapun tujuan lain dari asuransi sebagai berikut :
1. Teori pengalihan risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer teory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa memikul beban risiko yang sewaktu waktu dapat terjadi.
harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian asuransi. premi yang dibayar oleh tertanggung itu seolah olah sebagai tabungan pada penanggung. Timbulnya perbedaan dengan asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan secara berkala biasanya secara bulanan. Dalam jangka waktu yang cukup lama premi yang disetor kepada penanggung dapat berfungsi sebagai modal usaha dengan mana tertanggung diberi hak untuk menikmati hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen.
2. Pembayaran ganti kerugian