• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI

KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH,

PROVINSI MALUKU

YENI PURNAMASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)

ABSTRAK

YENI PURNAMASARI. Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Syzygium aromaticum atau yang lebih dikenal sebagai cengkeh merupakan tanaman obat yang juga banyak digunakan dalam industri rokok nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, menganalisis besarnya margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai dan menganalisis biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai. Data dianalisis menggunakan pola saluran pemasaran, besarnya margin pemasaran, rasio biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran di Kecamatan Amahai untuk mendapatkan seberapa efisien tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai. Analisis margin tataniaga dan farmer’s share menunjukkan bahwa saluran tataniaga I lebih efisien karena walaupun tidak memiliki marjin tataniaga terkecil dan farmer’s share terbesar tetapi memiliki volume perdagangan yang lebih tinggi dibanding saluran II. Sedangkan berdasarkan analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran pemasaran I relatif lebih efisien karena memiliki rasio keuntungan dan biaya terbesar yakni 19.37.

Kata kunci: cengkeh, tataniaga, efisiensi

ABSTRACT

YENI PURNAMASARI. Clove Trading System Analyze in Amahai District, Central Moluccas Regency, Moluccas Province. Supervised by ANNA FARIYANTI.

Syzygium aromaticum or better known as clove is a medicinal plant that is also widely used in the national cigarette industry. The purpose of this study was to analyze the pattern of clove marketing channels in the District Amahai, to analyze the magnitude of marketing margins and marketing efficiency levels in the District Amahai and to analyze the costs and benefits of marketing on the level of the marketing channel marketing agency cloves in the District Amahai. Data were analyzed using a pattern of marketing channels, the magnitude of the marketing margin, the ratio of costs and benefits of marketing on the level of marketing agencies in the District Amahai how efficient trading system to get the cloves in District Amahai. Analyze margin trading system and farmer’s share trading system shows that the channel one is more efficient because although do not have smallest margin trading system and biggest farmer’s share but has the trading volume is higher than the second channel. While based on the ratio of benefit and cost analyze, marketing channels one are relatively more efficient because have the greatest cost benefit ratio and the 19.37.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI

KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH,

PROVINSI MALUKU

YENI PURNAMASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku

Nama : Yeni Purnamasari NIM : H34087033

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti M.Si Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing, serta Dr.Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Amzul Rifin, PhD yang telah memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Camat dari Kecamatan Amahai, Bapak Hafis Karepesina, SP sebagai Kabid Bina Produksi Perkebunan Kabupaten Maluku Tengah , Bapak Umar Sonalitu sebagai ketua kelompok tani di Desa Sepa dan Tamilao yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, mama, suami, almiraku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Gambaran Usahatani Cengkeh 6

Gambaran Tataniaga 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu 17

Data dan Instrumentasi 18

Metode Penentuan Responden 18

Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga 19

Analisis Saluran Tataniaga 19

Analisis Struktur Pasar 19

Analisis Marjin Tataniaga 20

Analisis Farmer’s Share 20

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Karakteristik Petani Responden 21

Karakteristik Pedagang Responden 23

Gambaran Usahatani Cengkeh di Kecamatan Amahai 24

Sistem Tataniaga 24

Saluran Pemasaran 25

Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran 27

Struktur Pasar 32

Analisi Marjin Tataniaga 36

(12)

Rasio Keuntungan dan Biaya 40

SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

(13)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan kontribusi PDB lapangan usaha atas dasar harga

berlaku tahun 2006-20101 1

2 Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam PDB atas dasar

harga konstan 2000, tahun 2009-2014 2

3 Perkembangan volume ekspor dan impor cengkeh tahun2007-2012 3 4 Perkembangan luas areal, produksi, ekspor, dan impor, Tahun

2007-2012 3

5 Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi di Indonesia

Tahun 2012-2014 4

6 Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia

Tahun 2007-2012 5

7 Standar mutu cengkeh America Spice Trade Association 8 8 Karakteristik struktur pasar untuk pangan dan serat 13 9 Karakteristik petani responden komoditi cengkeh di Kecamatan

Amahai 21

10 Karakteristik pedagang responden komoditi cengkeh di Kecamatan

Amahai 23

11 Fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran

cengkeh 28

12 Marjin tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, 2011 38 13 Farmer’s share dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga cengkeh

di kecamatan Amahai 2011 39

14 Rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran di

Kecamatan Amahai 40

DAFTAR GAMBAR

1 Saluran pemasaran barang konsumsi 12

2 Konsep marjin pemasaran 15

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan dalam pengadaan pangan, bahan baku industri, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan petani. Hal ini berarti sektor pertanian turut serta dalam menggerakkan perekonomian bangsa. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku sekitar 14.44 persen pada tahun 2012, menempati posisi kedua setelah industri pengolahan. Namun dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Terlihat pada Tabel 1. tentang perkembangan kontribusi PDB beberapa lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2009-2012.

Tabel 1. Perkembangan kontribusi Produk Domestik Bruto beberapa lapangan usaha atas dasar harga berlaku, Tahun 2009-2012 (persen)

Lapangan Usaha 2009 2010 2011*) 2012**)

Pertanian, peternakan,

kehutanan, dan perikanan 15.29 15.29 14.70 14.44 Pertambangan dan

penggalian 10.56 11.16 11.85 11.78

Industri pengolahan 26.36 24.80 24.33 23.94

Listrik gas, dan air bersih 0.83 0.76 0.77 0.79

Konstruksi 9.90 10.25 10.16 10.45

Perdagangan, hotel, dan

restoran 13.28 13.69 13.80 13.90

Pengangkutan dan

komunikasi 6.31 6.56 6.62 6.66

Keuangan, real estate dan

jasa 7.23 7.24 7.21 7.26

Jasa-jasa 10.24 10.24 10.56 10.78

PDB 100.00 100.00 100.00 100

PDB tanpa migas 88.90 89.50 89.40 91.70

Sumber: BPS (2013)

Keterangan:

* = angka sementara ** = angka sangat sementara

(16)

2

Tabel 2. Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2009-2012

Sektor Pertanian 2009r) 2010r) 2011*) 2012**)

Dari beberapa komoditas perkebunan, cengkeh memiliki karakteristik yang unik yakni kebutuhan dalam negeri yang tinggi hingga membuat pemerintah harus melakukan impor pada kondisi panen dalam negeri rendah. Dilain pihak kualitas cengkeh dalam negeri yang bagus dan tingginya permintaan pasar luar negeri juga membuat pemerintah tergiur untuk melakukan ekspor. Hal ini terlihat dari data pada Tabel 3. Volume ekspor-impor cengkeh Tahun 2000-2012.

Tabel 3. Volume ekspor-impor cengkeh Tahun 2000-2012

Tahun Ekspor Impor

Volume(Ton) Nilai(000US$) Volume(Ton) Nilai(000US$)

2000 4 655 8 281 20 873 52 390

Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (2014)

(17)

3 Produksi cengkeh nasional digunakan untuk memenuhi kebutuhan baik untuk kebutuhan ekspor maupun pemenuhan konsumsi domestik. Selengkapnya perkembangan luas areal, produksi, ekspor, dan impor cengkeh untuk tahun 2004-2008 dapat dilihat dalam Tabel 4. Perkembangan produksi, ekspor, impor, dan konsumsi cengkeh Indonesia, Tahun 2004-2008.

Tabel 4. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Ekspor dan impor cengkeh, Tahun 2007-2012

Tahun Luas Areal

(Ha)

Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Impor (Ton)

2007 453 292 80 404 14 094 0

Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (2014)

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) tahun 2014 Kementerian Pertanian produksi cengkeh pada tahun 2010 dan 2012 lebih tinggi dibanding pada tahun-tahun lainnya. Bahkan pada periode 2012 produksi cengkeh mencapai 99 890 ton. Hal ini disebabkan sesuai dengan karakter sifat cengkeh yang akan mengalami panen raya setiap dua tahun sekali juga adanya pertambahan luasan perkebunan yang diusahakan.

Tanaman cengkeh merupakan salah satu tanaman yang menginginkan kondisi agroklimat tertentu. Walaupun dapat hidup di iklim tropikal seperti di Indonesia, belum tentu tanaman cengkeh tersebut dapat berproduksi dengan baik. Sehingga dalam perkembangan produksi cengkeh terdapat beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi cengkeh. Sejak tahun 2012-2014 telah memberikan kontribusi kumulatif yang tinggi hingga mencapai 15.008 persen, yakni Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya Maluku memiliki kontribusi 12.64 persen menyumbang produksi cengkeh nasional pada tahun 2012-2014. Berturut-turut Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kepualauan Riau dan Bali adalah beberapa provinsi yang memiliki produksi cengkeh yang relatif tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia. Data beberapa provinsi sebagai sentra penghasil cengkeh di Indonesia tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun 2012-2014.

(18)

4

Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun 2012-2014

Provinsi Produksi (Ton) Rata-rata Share (%)

2012 2013*) 2014**)

Adanya kebebasan menentukan pasar cengkeh setelah BPPC dihentikan, maka telah mengembalikan harga cengkeh kembali normal. Hal ini merangsang kembali masyarakat untuk membudidayakan tanaman cengkeh tersebut. Semakin banyaknya yang membudidayakan cengkeh menyebabkan jumlah produksi cengkeh meningkat. Dengan peningkatan produksi tanaman cengkeh, maka pemasaran sangat diperlukan guna menjual hasil produksi yang bertambah. Apalagi rantai pemasaran yang dulunya dikuasai oleh BPPC telah dihapuskan maka para petani harus mencari sistem saluran pemasaran sendiri dan berdasarkan pertimbangan yang tepat. Pertimbangan tersebut meliputi jumlah panen atau besaran panen, jarak tempuh dan pertimbangan lainnya sehingga dapat memaksimalkan pendapatan petani.

Mekanisme tataniaga cengkeh yang mana petani bebas menentukan pasar yang dituju, panjangnya rantai tataniaga dan rendahnya produksi pada tahun 2008, menyebabkan harga cengkeh pada 2008 mencapai 53 000 rupiah per kilogram. Rentang harga cengkeh dalam negeri dan luar negeri dalam kurun waktu 2004-2008 menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi pelaku usaha cengkeh di dalam negeri, khususnya petani dan pedagang cengkeh. Karena jika pengusaha rokok sudah merasa tidak mampu dan tidak mau lagi membeli cengkeh dari petani lokal, maka mereka akan meminta pemerintah untuk melakukan impor cengkeh. Impor cengkeh dipilih karena harga cengkeh dunia yang lebih murah daripada harga cengkeh produksi dalam negeri. Jika benar terjadi, maka hal ini tentu sangat merugikan petani. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia antara tahun 2007 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan dunia.

(19)

5 peranan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran cengkeh. Perbedaan lokasi, perbedaan fungsi dan perbedaan perlakuan/kegiatan lembaga tataniaga menyebabkan harga di tiap lembaga tataniaga pun menjadi berbeda.

Tabel 6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan dunia, Tahun 2007-2012

Tahun Dalam Negeri Internasional

Rp/Kg Pertumbuhan (%) US$/lb Pertumbuhan (%)

2007 39 304 -9.57 -

-2008 53 005 34.85 -

-2009 47 921 -9.59 -

-2010 49 890 4.10 -

-2011 125 756 152.06 7.10 2.20

2012 85 389 -32.09 -

-Sumber: Kementerian Pertanian 2014

Adanya lembaga tataniaga juga akan menyebabkan harga produk berubah setelah sampai di konsumen. Hal ini dikarenakan setiap lembaga tataniaga berusaha melakukan fungsi tataniaga yang menambah nilai guna utilitas dari produk tersebut sehingga memperbesar biaya tataniaga. Besar biaya pemasaran biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen, yaitu dengan meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

2. Apakah proses tataniaga yang berlangsung sudah efisien berdasarkan analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya

Hal inilah yang mendorong peneliti mengadakan penelitian mengenai analisis pemasaran cengkeh di Maluku sebagai salah satu sentra penghasil cengkeh.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :

1. Menganalisis pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah .

2. Menganalisis besarnya margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.

(20)

6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada petani dan lembaga tataniaga, masyarakat, penulis, dan pembaca sebagai akademisi. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai pemasaran cengkeh.

2. Bagi lembaga tataniaga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan masukan dalam membuat keputusan dalam memasarkan produk cengkeh.

3. Bagi petani atau pedagang, hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam rangka peningkatan usaha dan mampu memperbaiki manajemen usaha.

4. Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pemilihan saluran pemasaran.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Usahatani Cengkeh

Tanaman cengkeh mempunyai dua masa kritis dalam siklus hidupnya, yaitu masa sebelum berumur tiga tahun dan setelah umur delapan tahun, terutama pada awal dan sesudah panen pertama. Keadaan pertumbuhan tanaman tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dan cara budidaya. Tanaman cengkeh dimasukkan dalam kategori tanaman manja dalam arti memerlukan lingkungan yang khusus dan pemeliharaan yang intensif (Ruhnayat, 2002).

Cengkeh menghendaki iklim yang panas dengan curah hujan yang cukup merata, karena tanaman itu tidak tahan kemarau panjang. Tanaman cengkeh tumbuh dengan baik dengan suhu optimum 18o -30o C, kelembaban optimum antara 60-80 persen, ketinggian 600-900 meter dari permukaan laut dan curah hujan 2000-6000 mm tiap tahun (Hadiwijaya, 1989). Selain itu tanah yang sesuai adalah tanah yang gembur, solum yang tebal (minimal 1,5 meter) dan kedalaman air tanah lebih dari tiga meter dari permukaan tanah serta memiliki tingkat kemasaman 5.5 – 6.5 pH. Jenis tanah yang cocok antara lain latosol, podsolik merah, mediterian dan andosol (Ruhnayat, 2002).

Menurut Kemala (1999), perkembangan luas areal tanaman cengkeh sangat dipengaruhi harga. Jika harga dan luas areal tanaman cengkeh dipertahankan dikuatirkan produktifitas akan terus menurun. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki petani sehingga mereka tidak mampu mengelola usahatani cengkeh dengan baik. Hal tersebut berakibat terhadap menurunnya pasokan cengkeh pada tahun-tahun yang akan datang.

(21)

7 sama lain sehingga jatuh tempo dari siklus produksi dapat bervariasi bagi seluruh wilayah produsen cengkeh di Indonesia. Pengaruh simultan dari faktor tersebut menyebabkan fluktuasi produksi cengkeh nasional. Ruhnayat (1997) menyimpulkan penyebab utama fluktuasi produksi tanaman cengkeh adalah faktor iklim, genetis, fisiologis dan budaya.

Untuk meningkatkan dan menekan variasi mutu akan diperlukan standar mutu cengkeh. Dengan adanya standar mutu yang telah disepakati antara produsen dan konsumen maka kepastian perdagangan dapat ditingkatkan. Konsumen dapat mengetahui dengan pasti mutu barang yang akan di beli dan produsen dapat mengarahkan mutu produksinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Standar mutu cengkeh yang berlaku di Indonesia adalah SNI No. 01-3392-1994 yang dibuat oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Standar mutu cengkeh tersebut disusun berdasarkan hasil survei ke perkebunan rakyat dan swasta, pabrik rokok kretek, wawancara dengan pihak-pihak yang berkecimpung dalam perdagangan cengkeh, dan membandingkan dengan standar mutu cengkeh dari America Spice Trade Association (ASTA), beberapa negara importir dan negara eksportir cengkeh.

Syarat mutu dari cengkeh terdiri dari ukuran, warna, bahan asing, gagang cengkeh, cengkeh inferior, cengkeh rusak, kadar air dan kadar minyak atsiri. Bahan asing dalam syarat mutu diartikan sebagai semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah dan cengkeh yang telah dibuahi. Sedangkan cengkeh rusak adalah cengkeh berjamur dan telah diekstraksi.

Beberapa upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan mutu cengkeh antara lain dapat dilakukan dengan perwilayahaan cengkeh sehingga penanaman dilakukan pada daerah yang sangat sesuai, penggunaan varietas unggul serta perbaikan dan standarisasi cara pengolahan. Perbaikan cara pengolahan antara lain dengan waktu panen yang tepat sehingga rendemen cengkeh kering dan minyak meningkat serta inferior dan menir berkurang. Untuk mengurangi kadar bahan asing, pengeringan sebaiknya dilakukan pada lantai jemur yang bersih atau di atas para-para menggunakan tampah atau dengan pengering buatan. Selain itu kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dilurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh disimpan atau dipasarkan.

Tabel 7. Standar mutu cengkeh America Spice Trade Association

Syarat Mutu Mutu

Cengkeh rusak Negatif Negatif Negatif

Kadar air (%,v/b) maks 14 14 14

Kadar minyak atsiri (%, v/b) min 20 18 16

(22)

8

Menurut Sinaga (1999), tataniaga merupakan bagian perilaku ekonomi yang termasuk dalam kelompok distribusi. Tataniaga atau sistem pemasaran adalah suatu cara untuk menyalurkan barang yang diproduksi oleh produsen agar dapat sampai pada konsumen. Fungsi tataniaga merupakan peningkatan kegunaan suatu barang yang dikonsumsi oleh konsumen, dimana peningkatan kegunaan tersebut berhubungan dengan kegunaan waktu, bentuk dan harga. Pada prinsipnya fungsi tataniaga tersebut lebih menekankan pada peningkatan nilai guna tempat dari waktu suatu barang, di dalam pendistribusiannya diperlukan adanya perantara atau yang disebut pedagang perantara.

Tataniaga cengkeh merupakan suatu sistem yang mengatur mekanisme transaksi perdagangan cengkeh hasil produksi dalam negeri dari tingkat produksi (perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan swasta) hingga ke tingkat konsumen yaitu industri (rokok dan obat-obatan) dan rumah tangga. Tataniaga cengkeh memiliki suatu keunikan karena produsennya banyak tapi jumlah industri rokok serta pabrik lainnya yang menggunakan cengkeh sebagai bahan baku hanya sedikit. Strategi terhadap tataniaga cengkeh di Indonesia yang bersifat oligopsoni, di samping cengkeh merupakan komoditi pertanian yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional maka tataniaga cengkeh diatur melalui kebijakan pemerintah dengan tujuan:

a. Agar petani sebagai produsen cengkeh menerima harga yang wajar sehingga tingkat pendapatan petani dapat meningkat.

b. Agar dapat menjamin ketersediaan stok cengkeh sebagai persyaratan terjaminnya serta berkesinambungan produksi pabrik rokok kretek.

Gambaran Tataniaga

Produk pertanian, khususnya produk yang dihasilkan oleh sub sektor perkebunan, memerlukan sejumlah perlakuan agar dapat dikonsumsi oleh konsumennya. Harus melalui proses pengolahan termasuk adanya proses sortasi atau grading. Jarak pusat produksi ke pusat konsumsi juga berpengaruh. Disinilah peranan sejumlah lembaga pemasaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan penjualan dan pembelian, dilakukan oleh semua pedagang kecuali petani yang hanya melakukan kegiatan penjualan. Fungsi-fungsi pemasaran lainnya juga dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran adalah fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi fisik terdiri dari kegiatan-kegiatan pengangkutan, bongkar muat, penimbangan, pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas terdiri atas kegiatan-kegiatan sortasi, grading, penanggungan risiko, retribusi pasar dan informasi harga. Untuk fungsi fisik, hampir semua lemabaga pemasaran melakukan kegiatan tersebut kecuali pengemasan yang tidak dilakukan oleh petani, pedagang pengumpul tingkat desa dan pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Sedangkan pada fungsi fasilitas, kegiatan sortasi tidak dilakukan oleh petani dan pedagang pengumpul tingkat desa. Grading hanya dilakukan oleh pedagang besar dan eksportir, sementara kegiatan penanggungan risiko hanya dilakukan oleh eksportir saja (Sallatu 2006).

(23)

9 kecamatan selain melakukan fungsi pertukaran juga melakukan fungsi fisik. Fungsi fisik ini berupa penyimpanan untuk menghidari kerugiaan saat harga turun. Sementara pedagang besar dan pedagang antar pulau memegang peranan penting dalam hal fungsi fasilitas berupa informasi harga yang diperoleh dari konsumen.

Berdasarkan hasil tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, diketahui bahwa terdapat lima lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di desa Gunung Malang. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul pertama, tingkat kedua dan pengecer cenderung menghadapi pasar oligopoli(Purba, 2010).

Purba (2010), menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisa marjin tataniaga dan rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga ubi jalar di Kecamatan Tenjolaya menyatakan saluran tataniaga I lebih efisien, karena memiliki rasio keuntungan dan biaya yang terbesar serta volume penjualan yang tinggu pula.

Mahaputra dkk(2006), untuk mengetahui efisiensi tataniaga cengkeh menggunakan analisis distribusi margin. Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut rantai tataniaga cengkeh yang relatif pendek belum tentu lebih efisien. Karena ternyata margin pemasaran cukup tinggi, namun bagian yang diterima petani cengkeh rendah, sedangkan margin keuntungan pedagang cukup tinggi. Hal ini karena pedagang menahan untuk tidak menjual cengkeh di saat harganya turun untuk mengurangi kerugian. Sementara petani tetap menjual hasil panennya berapapun harga yang diberikan oleh lembaga tataniaga selanjutnya.

Sebelum BPPC dihapuskan tataniaga cengkeh memiliki kecenderungan bahwa sistem tataniaga yang dilaksanakan pada waktu itu belum efisien karena setiap lembaga tataniaga belum berperan sebagai mana mestinya. Sehingga petani belum memperoleh farmer’s share yang semestinya. Octavianus (2003), menyatakan bahwa setelah dihapuskannya BPPC dalam sistem tataniaga cengkeh, harga cengkeh yang diterima mengalami peningkatan. Namun pada penelitian yang dilakukan Mahaputra (2006), disebutkan ternyata saluran tataniaga dengan jumlah lembaga tataniaga yang relatif pendek pun belum menjamin efisiensi saluran tataniaga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efisiensi saluran tataniaga cengkeh sehingga hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi lembaga tataniaga yang berperan dalam sistem tataniaga cengkeh.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Tataniaga

(24)

10

Tataniaga merupakan rangkaian tahapan fungsi yang diperlukan dalam penanganan/pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produsen primer sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh pedagang grosir, pedagang pengecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977).

Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan tataniaga pertanian sebagai suatu keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai tingkat produksi(petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga:

1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach)

Pendekatan fungsi digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan), serta fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Pendekatan kelembagaan digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pendekatan kelembagaan juga membantu memahami mengapa ada spesialisasi pedagang perantara dalam sistem tataniaga, mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhadapan pada satu tempat, bagaimana karakter dari berbagai jenis pedagang perantara (middlemen), hubungan agen perantara, serta susunan dan organisasi dari aktivitas tataniaga dalam produk pertanian. Pendekatan kelembagaan terdiri dari pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent middlemen), spekualtor (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan (processors and manufacturers), dan organisasi (facilitative organization). 3. Pendekatan Sistem (The Behavioral sistem approach)

Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the input-output, the power system, dan the communication system.

Konsep Lembaga Tataniaga

Dalam prosesnya, dalam tataniaga terdapat berbagai pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, keterlibatan ini dilakukan dengan melaksanakaan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Hanafiah dan Saifudin (2006), lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan nama barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi tataniaga adalah termasuk dalam bagian lembaga tataniaga, baik itu bentuknya kelompok ataupun perorangan.

(25)

11 menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga tataniaga ini menjalankan fungsi-fungsi tataniaganya.

Konsep Fungsi Tataniaga

Menurut Kohls dan Uhl (2002), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama yaitu : (1) fungsi pertukaran; (2) fungsi fisik; dan (3) fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Adapun fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Kegaitan fungsi penjualan ini diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, bentuk, dan mutunya. Kegiatan fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk kebutuhan produksi dengan cara menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian serta cara pembelian barang atas jasa yang akan dibeli.

Fungsi fisik merupakan seluruh kegiatan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi-fungsi fisik dari tataniaga yaitu fungsi penyimpanan yang bertujuan agar komoditas selalu tersedia pada saat dibutuhkan, fungsi pengankutan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan permintaan, dan fungsi pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka peningkatan nilainya.

Fungsi fasilitas adalah segala kegiatan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi utama, yaitu : (1) fungsi standarisasi dan grading, dimana standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran atau kriteria tertentu, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut; (3) fungsi penanggungan resiko, merupakan penanggungan resiko terhadap kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga akibat resiko fisik maupun resiko ekonomi atau pasar; (4) fungsi informasi pasar, fungsi ini meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut.

Konsep Saluran Tataniaga

Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang saling tergantung yang tercakup dalam proses yang membuat produk atau jasa menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Adanya jarak antara produsen dengan konsumen maka proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen melibatkan beberapa perantara (Kotler dan Keller 2008).

(26)

12

satu-tingkat berisi satu perantara penjualan, seperti pedagang pengecer. Saluran dua-tingkat terdapat dua perantara, misalnya pedagang besar dan pedagang pengecer. Saluran tiga-tingkat terdapat tiga perantara, misalnya pedagang besar, pemborong, dan pedagang pengecer. Perincian mengenai empat saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1. Saluran pemasaran barang konsumsi.

Konsep Struktur Pasar

Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, dan (4) tingkat informasi pasar yang diketahui oleh partisipan (penjual dan pembeli) dalam tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan.

Struktur pasar berkaitan dengan jumlah atau volume perusahaan di pasar (pangsa pasar), ukuran dan konsentrasi perusahaan secara umum dalam industry atau pasar tersebut. Secara garis besar ada dua struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Bentuk-bentuk lainnya, merupakan antara dari dua karakteristik jenis pasar tersebut. Pasar persaingan sempurna dikatakan jenis pasar yang efisien, sedangkan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni) merupakan pasar yang tidak efisien.

Struktur pasar yang karakteristiknya cenderung mendekati pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Dimana struktur pasar tersebut dikatakan relatif efisien karena masih ada unsur persaingan di dalamnya. Karakteristik pasar yang mendekati pasar persaingan tidak sempurna (monopili atau monopsoni) cenderung dikatakan pasarnya tidak efisien (oligopoli atau oligopsoni). Secara terinci ada lima jenis struktur pasar pangan dan serat (Dahl dan Hammond 1977), seperti terdapat pada Tabel 8. Karakteristik struktur pasar untuk pangan dan serat.

Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang bertindak sebagai penerima harga (price taker), bebas keluar masuk pasar, produk yang dipasarkan homogen, dan tidak ada campur pihak ketiga. Pada pasar persaingan sempurna, jumlah yang diinginkan konsumen dan yang ditawarkan produsen adalah sama (market clearing).

Saluran nol-tingkat

Saluran satu-tingkat

Saluran dua-tingkat

Saluran tiga-tingkat

Gambar 1. Saluran pemasaran barang konsumsi

(27)

13 Pasar monopolistik memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga pasar. Adanya beberapa macam harga disebabkan penjual dalam pasar monopolistik ini tidak homogen. Produk dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gaya, pelayanan (service) yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus, dan harga. Penjual melakukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek, periklanan, dan personal selling.

Tabel 8. Karakter struktur pasar untuk pangan dan serat

Karakteristik Struktur pasar

Jumlah

Perusahaan Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli

Banyak Standardisasi Persaingan murni Persaingan murni

Banyak Diferensiasi Persaingan monopolistik Persaingan monopsonistik

Sedikit Standardisasi Oligopoli murni Oligopsoni murni

Sedikit Diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopsoni diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya. Produk dapat berupa produk homogen atau berupa produk heterogen. Sedikitnya jumlah penjual ini disebabkan oleh tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hambatan tersebut dapat berupa paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan, dan lokasi yang langka.

Pasar monopoli memiliki ciri-ciri terdapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopoli, pemerintah atau swasta menurut undang-undang, dan dapat berupa monopoli swasta murni. Produk bersifat unik dan tidak dapat disubstitusikan barang lain, serta ada pengendalian harga dari penjual. Tindakan diskriminasi harga dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda-beda dan pada pasar yang berbeda.

Konsep Efisiensi Tataniaga

Secara teoritis, tataniaga yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition). Struktur pasar seperti ini secara realita tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen, maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang dan jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhhir. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif. Oleh sebab itu banyak pakar yang mempergunakan indikator efisiensi harga dan efisiensi operasional (teknis)(Asmarantaka, 2010).

(28)

14

Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input tataniaga. Input tataniaga adalah sumberdaya (tenaga kerja, pengepakan, mesin-mesin, dan lain-lain) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Output tataniaga termasuk didalamnya adalah kegunaan (utilities) waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu, penggunaan sumberdaya dalam tataniaga adalah biaya, sedangkan kegunaan (utilities) adalah manfaat (benefits) dari efisiensi tataniaga. Analisis yang digunakan dalam kajian efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga,

farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Dahl dan Hammond 1977). Konsep Marjin Tataniaga

Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga dapat dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan margin tataniaga sebagai harga dari kumpulan jasa-jasa tataniaga sebagai akibat adanya aktivitas produktif yang terjadi dalam proses tataniaga tersebut.

Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan atau motivasi untuk memperoleh keuntungan atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan yang maksimal atau dengan keuntungan tertentu akan diusahakan meminimumkan pengorbanan atau pengeluarannya.

Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi antara lembaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga komoditas yang sama. Marjin tataniaga juga dapat didefinisikan sebagai jarak vertikal antara kurva permintaan dan penawaran tingkat petani dengan tingkat lembaga tataniaga yang terlibat yaitu tingkat pengecer.

Teori marjin tataniaga (Tomek dan Robinson, diacu dalam Asmarantaka,2010) dapat menjelaskan konsep permintaan turunan (derived demand), yang menjelaskan bagaimana perubahan di setiap tingkat pasar (lembaga tataniaga) akan tercermin pada pasar yang lain, sedangkan permintaan awal (primary demand) yaitu permintaan dari konsumen akhir. Penawaran awal (primary supply) merupakan penawaran di tingkat petani, sedangkan penawaran turunan (derived supply) merupakan penawaran ditingkat pedagang atau pabrik pengolahan maupun penawaran di tingkat pedagang pengecer (retail), seperti yang dapat dilihat pada

Berdasarkan Gambar 2. Marjin tataniaga dapat dilihat besarnya nilai marjin tataniaga adalah hasil perkalian dari perubahan harga dua tingkat lembaga tataniaga dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besarnya nilai marjin tataniaga adalah sebesar segiempat (Pr-Pf) x Qr,f. Nilai (Pr-Pf) menunjukkan besarnya marjin tataniaga suatu komoditas per satuan atau per unit.

(29)

15 secara agregat atau ke dalam dua aspek yang berbeda. Aspek yang pertama dari VMM adalah penerimaan dari input yang dipergunakan dalam proses pengolahan atau jasa tataniaga yang dipergunakan dari tingkat petani sampai konsumen, marketing cost (returns to factors) termasuk dalam kelompok ini adalah upah, bunga, sewa, dan keuntungan. Aspek yang kedua adalah marketing charges (returns to institutions) yaitu aspek balas jasa terhadap kelembagaan tataniaga, dimana terdiri atas pedagang eceran, grosir, pengolah, pabrikan, dan pengumpul.

P (Harga) Sr

Pr Sf Marjin Pemasaran Nilai Marjin = (Pr-Pf) Qrf

(Pr -Pf ) Dr

Pf

Df

O Qr,f Q (Jumlah)

Gambar 2. Konsep Marjin Pemasaran

Sumber : Tomek dan Robinson 1990 diacu dalam Asmarantaka 2010

Keterangan:

Dr = kurva permintaan ditingkat konsumen akhir (primary demand) Df = kurva permintaan ditingkat petani (derived demand)

Sf = kurva penawaran ditingkat petani (primary supply)

Sr = kurva permintaan ditingkat konsumen akhir (derived supply) Pf = harga ditingkat petani

Pr = harga ditingkat konsumen akhir

Qr,f = jumlah produk ditingkat petani dan konsumen akhir

Konsep Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhl (1985) mendefinisikan farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dari kegiatan usahatani yang dilakukannya. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga. Marjin tataniaga yang semakin tinggi umumnya akan mengakibatkan

farmer’s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, semakin kecil marjin tataniaganya maka farmer’s share akan semakin tinggi.

Rasio Keuntungan dan Biaya

(30)

16

tingkat efisiensi tataniaga. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien.

Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian dimulai dengan meninjau masalah-masalah yang terkait dengan tataniaga cengkeh di lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis sistem tataniaga cengkeh yaitu dengan menganalisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta analisis efisiensi operasional yang mencakup marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Fungsi-fungsi tataniaga yang dianalisis meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian; fungsi fisik berupa pengangkutan, penyimpanan, dan pengolaham; serta fungsi fasilitas berupa standarisasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar.

(31)

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih merupakan salah satu sentra produksi Cengkeh di Provinsi Maluku. Kecamatan Amahai memiliki jumlah produksi cengkeh sebesar 2 039 ton pada tahun 2009. Kecamatan Amahai

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku

Sistem Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai

Pasca dihapuskannya BPPC terjadi Peningkatan harga cengkeh

Bertambahnya saluran tataniaga cengkeh

Bagaimana Sistem Tataniaga Cengkeh di Kec. Amahai

Analisis Farmers Share

Lembaga Fungsi Saluran Struktur Pasar

Sistem Tataniaga Cengkeh Efisien

Analisis Marjin Tataniaga

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

(32)

18

selain sebagai sentra produksi cengkeh juga merupakan sentra produksi hasil perkebunan yang lain diantaranya, kelapa, kopi dan pala. Pengambilan cengkeh sebagai sampel komoditas untuk penelitian juga dipertimbangkan dengan melihat harga yang terjadi pada komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada selang waktu penelitian untuk komoditas cengkeh sedang mengalami peningkatan harga yang terjadi di pasaran, dengan peningkatan harga yang terjadi di pasar sangat menguntungkan bagi pelaku usaha cengkeh di Kecamatan Amahai. Pengumpulan data dilapangan dilakukan pada bulan April – Juli 2011.

Data dan Instrumentasi

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan (observasi) di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang kabupaten. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait yang berhubungan dengan penelitian seperti BPS Indonesia, Kementerian Pertanian Indonesia, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Maluku Tengah serta instansi terkait lainnya.

Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, yaitu mulai bulan April - Juli 2011. Metode yang digunakan selama pengumpulan data, antara lain metode observasi langsung, wawancara, kuesioner, maupun browsing internet.

Metode Penentuan Responden

Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuisioner dengan para responden. Pengambilan petani responden dilakukan secara sengaja (purposive) terhadap petani yang membudidayakan cengkeh di Kecamatan Amahai dan mengambil sampel sebanyak 19 orang. Pengambilan sampel 19 orang responden adalah mengacu kepada sumber informasi berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai di Kecamatan Amahai yang menyebutkan daerah-daerah yang menjadi penghasil cengkeh, dari informasi tersebut dilakukan penelusuran ke daerah lokasi petani penanam cengkeh, kemudian dilakukan pengambilan sampel menggunakan metode kuisioner.

(33)

19 sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran cengkeh di daerah penelitian berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang kabupaten. Diperoleh 14 responden petani dari dua Desa Sepa dan Desa Tamilao, terdiri dari 8 petani di Desa Sepa dan 6 petani di Desa Tamilao. Pedagang pengumpul desa terdiri dari 3 responden pedagang pengumpul desa, 2 di Desa Sepa dan 1 Desa Tamilao. Terdapat dua pedagang besar di Kabupaten Masohi.

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga,

farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Analisis dengan metode kuantitatif diolah dengan bantuan kalkulator, software Microsoft excel dan sistem tabulasi data.

Analisis Lembaga Dan Fungsi Tataniaga

Analisis tataniaga ini digunakan untuk mengetahui fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Analisis fungsi-fungsi digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan cengkeh dari petani sebagai produsen hingga ke konsumen dan digunakan untuk mengevaluasi biaya tataniaga.

Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari (1) fungsi pertukaran yang terdiri atas aktivitas penjualan dan pembelian; (2) fungsi fisik meliputi aktivitas penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, dan pengemasan produk; serta (3) fungsi fasilitas berupa standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar.

Analisis Saluran Tataniaga

Analisis ini digunakan untuk mengetahui saluran tataniga yang dilalui oleh komoditas cengkeh dari produsen sampai konsumen. Dari analisis saluran tataniaga ini dapat diketahui berapa banyak jumlah lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga cengkeh tersebut. Selain itu juga dapat diketahui pola saluran tataniaga yang terjadi berdasarkan pelaku tataniaga yang terlibat, sehingga akan terbentuk peta rantai saluran tataniaga. Semakin panjang rantai saluran tataniaga, maka saluran tersebut akan semakin tidak efisien karena marjin tataniga yang terjadi antara produsen dan konsumen akan semakin besar.

Analisis Struktur Pasar

(34)

20

Analisis Marjin Tataniaga

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga dari petani sampai konsumen akhir. Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani dnegan harga di tingkat konsumen akhir. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

MT = Marjin tataniaga

Pr = Harga di tingkat retail (konsumen akhir) Pf = Harga di tingkat petani

Analisis Farmers Share

Farmer’s share digunakan untuk menghitung efisiensi suatu saluran tataniaga dnegan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen. Berdasarkan farmer’s share akan dilihat apakah saluran tataniaga tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Fs=farmer’s share

Pf=harga di tingkat petani

Pr= harga di tingkat retail (konsumen akhir)

Farmer’s share memiliki hubungan yang negatif dengan marjin tataniaga, sehingga semakin besar marjin tataniaga maka bagian yang diperoleh petani akan semakin rendah atau kecil.

Analisis Rasio Keuntungan Dan Biaya

Tingkat efisiensi sebuah sistem tataniaga dapat juga dilihat dari rasio keuntungan terhadp biaya tataniaga. Dengan semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, maka secara teknis (operasional) sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Πi=keuntungan tataniaga pada tingkat lembaga ke-i

Ci= biaya tataniaga pada tingkat lembaga ke-i

MT = Pr – Pf

Fs=

(35)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Responden

Pengambilan petani responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dikaji yaitu: umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan cengkeh dan status kepemilikan lahan. Responden dipilih sebanyak 14 orang dalam satu kecamatan, yaitu petani yang melakukan usahatani cengkeh. Petani responden tidak hanya menanam cengkeh sebagai komoditi utama, tetapi juga menanam berbagai komoditi perkebunan antara lain seperti kelapa, coklat, dan pala. Dalam satu lahan, petani memisahkan berbagai komoditas dalam beberapa area lahan. Sehingga dapat dikatakan pula usahatani cengkeh merupakan mata pencaharian sampingan, karena musim panennya yang setahun sekali.

Umur petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar 40-50 tahun yakni sekitar 42.85 persen. Luas penguasaan lahan berkisar antara 1-3 hektar dimana status lahan bukan milik sendiri. Sebagian besar petani sudah bertani selama minimal lima tahun terakhir. Tingkat pendidikan petani responden terendah yaitu tamatan SD sebesar 7.14 persen, sedangkan tamatan SLTP dan SMA masing-masing adalah 35.71 dan 57.14 persen. Sedangkan jenis kelamin petani responden yaitu semuanya laki-laki. Tabel 9. Karakteristik petani responden cengkeh di Kecamatan Amahai menyajikan jumlah petani responden berdasarkan kriteria umur, tingkat pendidikan, dan tingkat pengalaman.

Tabel 9. Karakteristik petani responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai Umur (tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

30-40 4 28.57

40-50 6 42.85

>50 4 28.57

Tingkat Pendidikan

Tamat SD 1 7.14

Tamat SLTP 5 35.71

Tamat SLTA 8 57.14

Tingkat pengalaman

≤ 5 tahun 1 7.14

≥ 6 tahun 13 92.86

(36)

22

kegiatan usahatani di Kecamatan Amahai telah dilakukan secara turun-temurun dan sifat dari tanaman cengkeh sendiri yang berbunga bagus setelah usia tanam lebih dari 4 tahun.

Jenis kelamin yang diambil dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan pertimbangan sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga, untuk perempuan bertugas membantu suami dalam pengerjaan kegiatan pertanian terutama usahatani cengkeh yang dilaksanakan dengan anggota keluarga lainnya. Pengalaman bertani juga mempengaruhi keberhasilan usahatani cengkeh, petani yang sudah berpengalaman dalam usahatani cengkeh akan lebih mengerti dan memahami cara budidaya yang baik, namun hingga kini petani masih menggnakan teknik bertani yang masih tradisional secara turun-temurun.

Petani responden di Kecamatan Amahai untuk berproduksi cengkeh belum dilakukan secara optimal hal ini dikarenakan karakteristik petani di Kecamatan Amahai masih sangat bergantung terhadap iklim. Karena cengkeh memiliki syarat tumbuh dan berbunga yang spesifik. Akibatnya apabila iklim tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya, maka dapat satu tahun petani responden tidak panen. Hal ini yang menyebabkan sering terjadi fluktuatif produksi cengkeh dipasar, hal ini berimplikasi terhadap output yang tersedia dipasar terkadang untuk satu komoditi produksi belum memenuhi jumlah permintaan pasar sehingga mengakibatkan produk langka dan menjadikan harga suatu komoditi tersebut mengalami peningkatan harga. Hal sebaliknya terjadi terhadap komoditi yang banyak tersedia dipasar. Untuk menyiasati hal tersebut petani responden melakukan metode penanaman dengan sistem tumpangsari yaitu menanam beberapa komoditi dalam satu petak lahan, metode seperti ini yang dominan dilakukan oleh petani perkebunan di wilayah Kecamatan Amahai.

Untuk proses penjualan hasil panen petani responden mayoritas menjual hasil panennya ke tengkulak atau pedagang pengumpul desa sehingga ketergantungan tehadap pedagang pengumpul desa dalam hasil penjualan panen masih sangat besar, walaupun terdapat beberapa petani yang menjual cengkeh langsung ke pasar atau ke beberapa pedagang besar. Beberapa petani yang menjual langsung ke pasar mempertimbangkan dengan volume hasil panen yang dihasilkan dan dihubungkan dengan biaya transportasi serta proses pengangkutan.

(37)

23 Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang responden yang ada dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai sesuai dengan metode snow ball sampling adalah terdiri dari tiga pedagang desa, dua pedagang besar. Enam pedagang pengumpul desa berasal dari wilayah Kecamatan Amahai yang berdomisili dari Desa Sepa dan Tamilao. Sedangkan dua pedagang besar berasal dari Kota Masohi.

Dari setiap lembaga pemasaran memiliki berbagai karakter yang berpengaruh terhadap kinerja dan usaha yang dilakukan dalam menjalankan usahanya. Pengalaman sangat dibutuhkan karena dengan pengalaman seseorang yang menjalankan suatu usaha dapat mengidentifikasikan kemungkinan yang terjadi, baik peluang maupun resiko yang akan dihadapi. Pendidikan formal pedagang memberikan sudut pandang yang berbeda dalam menekuni usaha berdagang hasil bumi khususnya cengkeh. Tabel dibawah ini menyajikan karakteristik pedagang responden komoditas cengkeh.

Tabel 10. Karakteristik pedagang responden komoditas cengkeh di Kecamatan Amahai

Karakter Pedagang Responden

Pedagang Desa Pedagang Besar

Orang % Orang %

Umur(Tahun)

45-50 3 100.00 1 50.00

>50 0 0 1 50.00

Pendidikan

Tamat SMA 3 100.00 1 50.00

Diploma 0 0 1 50.00

Pengalaman(Tahun)

≤ 5 2 66.67 0 0

≥5 1 33.33 2 100.00

(38)

24

Gambaran Usahatani Cengkeh di Kecamatan Amahai

Budidaya cengkeh meliputi kegiatan pengolahan lahan, penanaman, perlindungan tanaman dan perawatan yang dilakukan hingga panen. Faktor-faktor produksi yang umumnya digunakan adalah bibit/benih, peralatan dan tenaga kerja. Pupuk kandang yang digunakan biasanya berasal dari kotoran ayam atau kambing, sedangkan petani jarang menggunakan pupuk kimia.

Kegiatan budidaya cengkeh terdiri dari beberapa tahap antara lain persiapan lahan, pelubangan, pemberian pupuk kandang, penanaman, perawatan lahan tanaman, pemupukan dan panen. Untuk usahatani cengkeh di Kecamatan Amahai petani responden memiliki luasan lahan rata-rata sebesar 500-1000 m2. Namun tidak semuanya digunakan sebagai lahan budaya cengkeh, melainkan digunakan pula sebagai lahan budidaya kelapa, coklat, dan pala. Kegiatan pengolahan tanah, perawatan kebun dan panen dilakukan secara bergotong royong diantara petani, tidak ada sistem pengupahan disini. Hanya memberikan konsumsi kepada petani yang turut berpartisipasi dalam gotong royong tersebut.

Tenaga kerja yang digunakan untuk pengolahan tanah dan perawatan kebun dilakukan oleh tenaga kerja dari keluarga. Tenaga kerja pria mengerjakan pengolahan tanah. Sedangkan petani menggunakan pekerja wanita untuk jenis pekerjaan perawatan kebun, perawatan kebun dilakukan pada saat tertentu yaitu ketika lahan yang ditanami tanaman ditumbuhi gulma atau alang-alang yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman, dalam satu bulan petani melakukan proses perawatan kebun sebanyak 2 kali per bulan dan dilakukan selama satu hari. Sementara untuk pemanenan petani menggunakan sistem bagi hasil bagi yang bekerja untuknya. Artinya setiap hasil cengkeh yang dipetik selama memanen harus dibagi dua dengan pemilik kebun. Hal ini dikarenakan keterbatasan tenaga kerja dan masa panen cengkeh yang relatif singkat. Petani akan merasa rugi jika cengkeh akan tua di pohon dan terjatuh ke tanah. Sehingga menggunakan sistem bagi hasil untuk membayar upah untuk memanen cengkeh.

Sistem Tataniaga

Sistem tataniaga cengkeh di wilayah Kecamatan Amahai melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani yang berperan sebagai produsen, pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer, serta tanpa melibatkan lembaga pemasaran lain. Pada umumnya cengkeh yang diproduksi di Kecamatan Amahai sebagian besar dipasarkan keluar kecamatan. Melalui pedagang yang berada di Kota Masohi, cengkeh dipasarkan ke Surabaya, hal ini disebabkan permintaan cengkeh banyak dipasok untuk industri rokok.

(39)

25 dianggap sebagai bonus oleh petani. Harga yang berfluktuatif dipengaruhi ketersediaan Cengkeh di pasar. Pada saat pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk cengkeh harganya sedang meningkat, disebabkan ketersediaan Cengkeh dipasar relatif terbatas dibandingkan komoditi lain.

Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah adalah serangkaian organisasi atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses alur produk barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari tingkat produsen yaitu petani sampai kepada konsumen akhir yaitu konsumen. Pengambilan sampel konsumen sebagai konsumen akhir ketika cengkeh yang dijual pada tingkat konsumen belum berubah bentuk, dalam hal ini konsumen dibedakan menjadi konsumen domestik(pengguna dalam skala kecil) dan konsumen(supplier rokok di Surabaya).

Berdasarkan hasil kuisioner, pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai memiliki dua pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya adalah petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul besar. Jumlah produksi rata-rata cengkeh berdasarkan sampel 14 petani responden untuk setiap kali produksi adalah sebesar 845 kg dengan masa produksi satu tahun dan masa panen 45 hari. Harga rata-rata yang diterima oleh petani rata-rata antara 49 000 rupiah per kilogram sampai 54 000 rupiah per kilogram. Pola saluran pemasaran cengkeh yang terbentuk di Kecamatan Amahai sebagai berikut:

1. Saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar – Konsumen (Supplier di Surabaya)

2. Saluran II : Petani – Pedagang Besar - Konsumen (Supplier di Surabaya)

Proses tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai diawali dari penjualan oleh petani kepada pedagang pengumpul desa kemudian dijual ke beberapa lembaga pemasaran yang lain. Petani yang menjual ke pedagang pengumpul desa dikarenakan kondisi petani mengalami hal-hal sebagai berikut ;

1. Petani tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu 2. Volume penjualan petani yang relatif sedikit

3. Biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran untuk transportasi tidak sedikit jika harus ke lembaga pemasaran yang lokasinya jauh

4. Terdapat ketergantungan petani akan kebutuhan sehari-hari kepada pedagang pengumpul desa,

Sebanyak 8 orang petani melakukan penjualan cengkeh melalui pedagang pengumpul desa, namun ada 6 petani yang menjual cengkehnya melalui pedagang Gambar 4. Saluran Pemasaran Cengkeh di Kecamatan Amahai Tahun 2011

(40)

26

besar. Komoditi cengkeh yang dijual melalui pedagang besar oleh petani dipertimbangkan dengan kondisi ketika petani akan pergi ke Kota Masohi, jika tidak beberapa petani berkumpul di desa tersebut untuk kemudian akan menjual hasil cengkehnya ke pedagang besar bersama-sama. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya angkut.

Pola saluran 1 merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga cengkeh yang terdapat di Kecamatan Amahai, yang terdiri dari petani - Pedagang Pengumpul Desa (PPD) – Pedagang Besar – Konsumen (Supplier di Surabaya). Dari 14 petani responden dalam sampel yang diambil terdapat 8 petani responden atau 57.14 % yang menjual cengkeh melalui pedagang Pengumpul Desa (PPD), terdapat enam petani yang menjual hasil panen cengkeh tersebut ke pedagang besar dengan memperhatikan faktor harga dan biaya.

Alasan petani kelompok pertama menjual keseluruhan hasil panennya melalui PPD adalah karena petani tidak perlu memasarkan sendiri hasil panennya, sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan. Cengkeh yang dijual petani melalui PPD kemudian diangkut menuju lembaga pemasaran selanjutnya. Petani tidak bertanggung jawab atas kerusakan cengkeh yang dijual PPD kepada pedagang besar. Selain hal tersebut, hasil panen cengkeh dianggap sebagai bonus akhir tahun oleh petani, yang terkadang dijadikan jaminan petani kepada pedagang pengumpul desa saat akan meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan putra-putrinya sekolah atau kebutuhan produksi pertanian. Sementara kelompok kedua, petani yang menjual sebagian saja hasil panen cengkeh merupakan petani yang tidak memiliki keterikatan modal kepada PPD, sehingga petani dapat menjualnya ke pedagang besar ataupun pedagang pengumpul.

Petani yang menjual hasil panen cengkeh ke pedagang besar mempertimbangkan faktor harga dan efisiensi pengiriman. Petani yang melakukan penjualan melalui pedagang besar mengkombinasikan dengan komoditi lain atau mengirim dengan volume pengiriman dan penjualan yang cukup besar yaitu 400 kg untuk komoditi. Sedangkan rata-rata penjualan cengkeh dari petani ke PPD adalah 300 kg saat musim panen. Harga rata-rata yang diterima petani untuk komoditi cengkeh selama musim panen adalah 45 000 rupiah sampai 55 000 rupiah per kilogram.

Cengkeh yang terkumpul di PPD dalam saluran satu kemudian dipasarkan melalui pedagang besar yang berada di Kota Masohi. Berdasarkan hasil kuisioner pedagang besar di Kota Masohi, pada saat panen cengkeh yang dapat dipasarkan mencapai 2-3 ton untuk satu responden pedagang besar dengan kisaran harga 46 000 rupiah sampai 75 000 rupiah per kilogram.

Komoditi cengkeh yang terkumpul di pedagang besar di Masohi kemudian dipasarkan kepada perusahaan pengumpul/supplier di Surabaya, yang mana cengkeh tersebut akan disuplai ke perusahaan rokok yang berada di Jawa Timur. Pedagang besar yang berada di Masohi mampu memasarkan Cengkeh mencapai 500 – 700 ton. Dengan kisaran harga yang diterima Pedagang Besar mencapai Rp. 56.000,00 – Rp. 125.000,00 per kilogram.

(41)

27 Kota Masohi. Terdapat dua pedagang besar responden yang mengirimkan cengkeh ke pihak supplier, dan harga cengkeh ditingkat pedagang besar untuk supplier adalah 56 000 – 125 000 rupiah per kilogram.

Pedagang besar membeli komoditi cengkeh dari petani dengan harga 46.000 - 75.000 rupiah per kilogram, dan volume rata-rata pembelian yang dilakukan oleh pedagang besar adalah 700 kg per hari. Berdasarkan kuisioner dari 19 responden terdapat 5 petani yang menjual langsung hasil panennya langsung ke pedagang besar, selanjutnya cengkeh yang telah terkumpul di tingkat pedagang besar disortir kembali untuk dijual ke supplier di Surabaya. Diangkut menggunakan kapal yang berlabuh dari Pelabuhan Amahai menuju Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.

Khusus saluran dua, Supplier di Surabaya menjadi tujuan utama dari penjualan cengkeh tersebut. Berdasarkan dua sampel pedagang responden yang menjual hasilnya ke suplaier, cengkeh yang dijual adalah kualitas yang baik melalui penyortiran yang teliti sesuai standar yang ditentukan oleh supplier. Jika produk yang dihasilkan kurang baik maka cengkeh yang dikirim tersebut akan mendapat potongan lebih tinggi dari supplier, sehingga pihak pedagang akan mengalami kerugian.

Salah satu pihak yang selama ini baik dalam lembaga pemasaran pedagang besar yang menjual hasil cengkehnya ke supplier Surabaya adalah Toko Yulia yang didirikan oleh Bapak Johny selaku pemilik dan pendiri. Untuk memenuhi permintaan cengkeh yang berkualitas dengan standar tinggi oleh supplier,maka Toko Yulia melakukan penyortiran, sehingga cengkeh yang kurang kering misalnya di keringkan terlebih dahulu sebelum dikirim.

Pengiriman Toko Yulia ke supplier yakni sekitar 550-700 ton setiap kali pengiriman. Toko Yulia tidak memfokuskan diri pada satu komoditi, selain cengkeh terdapat komoditi lain pula yang diusahakan yakni pala, kopra, dan cokelat.

Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran

Fungsi tataniaga diperlukan dalam kegiatan tataniaga untuk memperlancar proses distribusi barang dan jasa dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat didalam proses system tataniaga cengkeh. Lembaga yang terlibat dalam fungsi pemasaran antara lain, Pedagang pengumpul Desa, Pedagang Besar, dan Konsumen (Pedagang Pengecer dan Supplier. Lembaga-lembaga pemasaran di dalam sistem tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yaitu fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan kontribusi Produk Domestik Bruto beberapa lapangan
Tabel 2. Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2009-2012
Tabel 4. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Ekspor dan impor cengkeh, Tahun 2007-2012
Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun 2012-2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerjasama yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terdapat dalam pola saluran tataniaga kelapa sawit di desa Tanjungjaya, kecamatan Bangunrejo adalah antara pedagang pengumpul

Tujuan : Mengetahui pengaruh faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku, dan sosial ekonomi terhadap tingginya Gangguan akibat kekurangan yodium (Gaky) di

terjadi keuntungan yang besar pada proses pengambilan keuntungan yang dilakukan pedagang pengecer yang mendistribusikan kentang ke konsumen yaitu. sebesar Rp 1.771

pedagang perantara yang memasarkan produk atau barang atau jasa dari produsen. sampai

Sumberdaya tereka batuan pembawa kalium secara keseluruhan sebesar 237.916.220 ton.Batuan pembawa kalium di daerah penyelidikan memenuhi syarat untuk kebutuhan K

nilai-nilai antikorupsi dalam pembelajaran masih belum maksimal adalah adanya keterbatasan pengembangan kurikulum, pemantapan guru, dan implementasi yang mengedepankan

[r]

tetapi dilihat kembali bahwa keputusan tersebut didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2021 dan keputusan tersebut sudah sah di atas pemerintahan Daerah Maluku Tengah ” Hasil