• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Ulat Kandang (Alphitobius diaperinus) pada Media Hidup yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Ulat Kandang (Alphitobius diaperinus) pada Media Hidup yang Berbeda"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN ULAT KANDANG (

Alphitobius diaperinus

)

PADA MEDIA HIDUP YANG BERBEDA

MUHAMMAD AJI AKBAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Ulat Kandang (Alphitobius diaperinus) Pada Media Hidup yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Muhammad Aji Akbar

(4)
(5)

i

ABSTRAK

MUHAMMAD AJI AKBAR. Pertumbuhan ulat kandang (Alphitobius diaperinus) pada media hidup yang berbeda. Dibimbing oleh HOTNIDA CH. SIREGAR dan SALUNDIK.

Ulat kandang merupakan larva dari kumbang Alphitobius diaperinus. Saat ini, kumbang A. diaperinus dianggap sebagai hama, terutama di kandang ayam karena perannya sebagai vektor penyakit. Pembudidaya ulat kandang saat ini masih sangat jarang, dan sebagian besar terdapat di daerah Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media hidup yang paling mendukung pertumbuhan ulat kandang. Media yang dibandingkan yaitu vermikompos dengan serbuk gergaji dan sekam dengan perbandingan 1:1. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan media pemeliharaan (vermikompos, serbuk gergaji dan sekam) dan 5 ulangan di setiap perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan total dan pertambahan panjang tidak berbeda nyata antara kedua media. Siklus larva lebih singkat pada media serbuk gergaji dan sekam.

Kata kunci: Alphitobius diaperinus, serbuk gergaji dan sekam, ulat kandang, vermikompos.

ABSTRACT

MUHAMMAD AJI AKBAR. Growth of lesser mealworm (Alphitobius diaperinus) in different media. Adviced by HOTNIDA C.H. SIREGAR and SALUNDIK.

Alphitobius diaperinus beetle is categorised as pest, especially in poultry pen because of its role as vector disease. Its cultivation is still very rare and mostly located in East Java. This research was conducted from July 2014 until August 2014. The aim of this research was to obtain a better living media which support growth of

A. diaperinus larva. The compared living media were vermicompost and sawdust and husk. This research used Randomized Complete Design with living media as the treatment with 5 replication. The data were analysed descriptively by T test. The results showed total weight gain and length gain were not significantly different in both living media. Larva life cycle was shorter in sawdust and husk living media. Key words: Alphitobius diaperinus, lesser mealworm, sawdust and husk,

(6)
(7)

iii

PERTUMBUHAN ULAT KANDANG (

Alphitobius diaperinus

)

PADA MEDIA HIDUP YANG BERBEDA

MUHAMMAD AJI AKBAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

Judul Skripsi : Pertumbuhan Ulat Kandang (Alphitobius diaperinus) pada Media Hidup yang Berbeda

Nama : Muhammad Aji Akbar NIM : D14124007

Disetujui oleh

Ir Hotnida CH Siregar, MSi Pembimbing I

Dr Ir Salundik, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiahnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 sampai Agustus 2014 adalah Pertumbuhan Ulat Kandang (Alphitobius diaperinus) pada Media Hidup yang Berbeda.

(14)
(15)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 3

Alat 3

Prosedur 3

Persiapan Pemeliharaan 3

Pemeliharaan 3

Pengumpulan Data 4

Analisis Data 4

Peubah 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Suhu dan Kelembaban 6

Konsumsi Pakan 6

Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan 8 Panjang Badan dan Pertambahan Panjang Badan 9 Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot dan Panjang Badan 12

SIMPULAN 14

SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(16)

ii

DAFTAR TABEL

1 Rataan suhu dan kelembaban lingkungan ulat kandang 6 2 Rataan bobot badan awal dan akhir, serta pertambahan bobot badan larva A.

diaperinus pada media hidup vermikompos, serbuk gergaji dan sekam 8 3 Rataan panjang dan pertambahan panjang badan larva A. diaperinus pada

media vermikompos atau serbuk gergaji dan sekam 10 4 Konversi pakan terhadap PBB dan PPB larva A. diaperinus pada media

vermikompos, serbuk gergaji dan sekam 13

DAFTAR GAMBAR

1 Media hidup larva A. diaperinus (a) vermikompos (b) serbuk gergaji dan

sekam 3

2 Rataan konsumsi pada pakan media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam 7 3 Pola bobot badan dan pertambahan bobot badan larva pada media hidup

vermikompos, serbuk gergaji dan sekam (a) bobot badan larva (b) PBB larva 9 4 Pola panjang badan dan pertambahan panjang badan larva pada media hidup

vermikompos, serbuk gergaji dan sekam (a) panjang badan larva (b) PPB

larva 11

5 Larva dan pupa A. diaperinus 11 6 Konversi pakan larva pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam (a)

konversi terhadap PBB (b) konversi terhadap PPB 13

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alphitobius diaperinus merupakan salah satu jenis serangga yang cukup umum dijumpai. Kumbang ini berukuran kecil, dengan panjang sekitar 5 mm. Warna kumbang ini cokelat kemerahan hingga hitam pekat. Habitatnya cukup luas, mulai dari hutan, perkebunan, pemukiman, tempat penyimpanan bahan pangan dan pakan hingga area peternakan. Kumbang ini menyukai lingkungan yang cenderung gelap dan lembab, sehingga banyak ditemukan di alas kandang ayam broiler.

Larva Alphitobius diaperinus dikenal sebagai ulat kandang dan sangat mirip dengan larva ulat tepung (Tenebrio molitor). Alphitobius diaperinus memiliki taksonomi sebagai berikut: Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Tenebrionidae, Genus Alphitobius, Spesies Alphitobius diaperinus (Dunford dan Kaufman 2006, Boozer 2011). Larva memiliki tiga pasang kaki dan tubuh tersegmentasi dengan bagian belakang lancip (Dunford dan Kaufman 2006). Kumbang ini banyak ditemukan di gudang penyimpanan produk makanan dan dianggap sebagai hama (Rees 2007). A. diaperinus juga banyak ditemukan di litter

kandang unggas. Kumbang dewasa A. diaperinus memiliki bentuk fisik yang cembung, berwarna hitam kecoklatan dan terlihat mengkilap. Warna tubuh biasanya bervariasi tergantung pada usianya. Panjang badan berkisar antara 5.8 sampai 6.3 mm (Fransisco dan Prado 2001).

Kumbang dewasa dapat hidup antara 3 sampai 12 bulan. Telur menetas dalam 4 sampai 7 hari, dan menjadi kumbang dewasa kembali setelah 40-100 hari tergantung suhu dan ketersediaan makanan (Dinev 2013). Rueda dan Axtell (1996) menyebutkan lama siklus mulai dari telur hingga kumbang dewasa berdasarkan suhu (20, 25, 30, 35 dan 38 oC secara berturut turut 164.4 ; 60.2 ; 37.9; 29 dan 30.8 hari. Telur A. diaperinus berukuran sekitar 1.5 mm, berwarna putih dan berbentuk lonjong (Dunford dan Kaufman 2006). Larva yang baru menetas berukuran sekitar 1.5 mm dan berwarna putih. Seiring dengan pertumbuhannya, kulit larva semakin mengeras dan warna kulitnya berubah menjadi kecoklatan (Francisco dan Prado 2001). Pupa A. diaperinus memiliki panjang 6 sampai 8 mm, berwarna putih hingga krem, dengan kaki terlipat pada bawah tubuh (Dunford dan Kaufman 2006).

Saat ini, kumbang A. diaperinus dianggap sebagai hama, terutama di kandang ayam karena perannya sebagai vektor penyakit. Kumbang hidup pada litter

(18)

2

ulat hongkong yaitu sekitar Rp33.000 kg-1. Harga ulat kandang lebih mahal karena ketersediaannya masih sangat terbatas. Selain itu, tingkat kematian larva yang tinggi ketika disimpan juga menjadi penyebab harga ulat kandang tinggi.

Pembudidaya ulat kandang saat ini masih sangat jarang, dan sebagian besar terdapat di daerah Jawa Timur. Padahal, hampir di setiap daerah terdapat peternakan unggas. Ini berarti peluang budidaya ulat kandang masih sangat terbuka karena mudah memperoleh bibit. Teknologi budidaya yang digunakan saat ini masih sederhana, menggunakan wadah tripleks yang diisi dengan media hidup dan makanan. Penelitian mengenai ulat kandang sejauh ini masih berkaitan dengan peran ulat kandang sebagai hama dan metode penanggulangannya yang tepat. Penggantian media hidup dengan bahan yang tidak mengandung mikroorganisme patogen dapat menjadikan ulat kandang sebagai hewan budidaya alternatif.

Bahan media hidup dipilih berdasarkan kondisi alami di lingkungan kandang unggas yang hangat dan lembab (Kaufman dan Dunford 2006). Bahan media tersebut antara lain sekam, serbuk gergaji dan vermikompos. Sekam dan serbuk gergaji merupakan limbah pertanian dan industri yang pemanfaatannya masih dapat dikembangkan. Pencampuran serbuk gergaji dan sekam untuk meningkatkan sirkulasi udara dan memudahkan ulat kandang dalam menjangkau makanan. Vermikompos dipilih karena mampu mempertahankan kelembaban lebih lama, sehingga diharapkan mampu memberikan kondisi nyaman bagi larva yang dipelihara. Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40%-60% (Ningsih 2007). Pemilihan media hidup yang mendekati habitat aslinya diharapkan dapat memunculkan performa pertumbuhan ulat kandang secara maksimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media hidup (vermikompos, serbuk gergaji dan sekam) yang paling mendukung pertumbuhan ulat kandang. Peubah meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan larva, pertambahan panjang badan larva dan konversi pakan terhadap pertambahan bobot badan dan pertambahan panjang badan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji media hidup ulat kandang mulai menetas hingga menjelang pupa yang paling sesuai untuk pertumbuhan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(19)

3

Bahan

Hewan yang digunakan adalah larva A. diaperinus sebanyak 100 ekor yang baru menetas. Media hidup yang digunakan adalah vermikompos dan campuran serbuk gergaji dan sekam. Perbandingan serbuk gergaji dan sekam sebesar 1:1 dengan ketebalan media 1cm. Pakan yang akan digunakan selama pemeliharaan adalah kulit buah pepaya.

(a) (b)

Gambar 1 Media hidup larva A. diaperinus (a) vermikompos (b) serbuk gergaji dan sekam

Alat

Peralatan yang dibutuhkan selama penelitian adalah 10 wadah plastik berdiameter 6.5 cm, kain penutup wadah plastik, timbangan digital, termohigrometer dan jangka sorong. Peralatan lainnya yang berfungsi sebagai penunjang diantaranya adalah sendok plastik, gunting, saringan, kuas kecil, sprayer, dan hand counter.

Prosedur

Persiapan Pemeliharaan

Persiapan dilakukan sebelum pemeliharaan dan pengambilan data dimulai. Persiapan yang dilakukan mencakup penyediaan wadah pemeliharaan dan rak wadah pemeliharaan. Wadah ditutup dengan kain agar hewan tidak keluar. Rak yang digunakan adalah rak plastik. Media hidup yang digunakan adalah kombinasi serbuk gergaji dan sekam, serta vermikompos. Media dikukus terlebih dahulu selama 10 menit, kemudian serbuk gergaji dan vermikompos disaring. Tujuan penyaringan adalah memilih media yang halus dan berukuran seragam sebagai media perlakuan. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dan kedua bertujuan untuk memperoleh hewan percobaan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan pemeliharaan sehingga diperoleh larva dengan jumlah cukup. Tahap ketiga merupakan pemeliharaan larva dan pengambilan data. Tahap pertama adalah pemeliharaan larva A. diaperinus sebanyak 30 larva dalam satu wadah plastik.

(20)

4

yang dibagi ke dalam 10 wadah plastik. Media hidup dalam pemeliharaan larva adalah serbuk gergaji yang telah lapuk, yang merupakan media hidup asli dari tempat pengambilan larva. Pakan yang diberikan adalah kulit buah papaya. Pakan diganti setiap hari. Media disemprot setiap hari untuk mempertahankan kelembaban medianya.

Pemeliharaan tahap kedua yaitu pemeliharaan kumbang A. diaperinus. Kumbang yang berasal dari larva sebelumnya tetap dipelihara dalam media hidup asli. Kumbang dipelihara dalam wadah plastik dengan ketebalan media sekitar 1 cm. Pakan yang diberikan adalah kulit buah pepaya dan diganti setiap hari. Media hidup kumbang disemprot setiap hari untuk menjaga kelembabannya. Untuk merangsang kumbang bertelur, wadah pemeliharaan ditempatkan di lokasi yang gelap.

Pemeliharaan tahap ketiga merupakan larva yang berasal dari kumbang pada pemeliharaan tahap kedua. Larva yang menetas dari media kumbang pemeliharaan kedua dan telah mencapai ukuran sekitar 2 mm dipisahkan ke media perlakuan yaitu vermikompos, serbuk gergaji dan sekam. Kulit buah pepaya diberikan setiap hari sebagai pakannya.

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan pada saat larva pada pemeliharaan ketiga. Larva diambil dengan ukuran seragam sekitar 2 mm, jumlah yang diambil sebanyak 100 ekor kemudian dimasukkan kedalam 10 wadah plastik. Suhu dan kelembaban diukur tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan malam hari. Pakan yang diberikan adalah kulit buah pepaya sebanyak 0.5 gram per hari, dan pakan diganti setiap hari. Pemberian dan sisa pakan ditimbang setiap hari. Larva A. diaperinus ditimbang dan diukur panjang badannya setiap 3 hari hingga larva mencapai fase pupa. Data lainnya yang diukur adalah panjang tubuh larva, pengukuran panjang tubuh larva dilakukan setiap tiga hari dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran panjang mulai ujung kepala sampai ekor.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan media pemeliharaan, yaitu vermikompos, serbuk gergaji dan sekam dengan 5 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji T untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah. Grafik polinomial digunakan sebagai analisis deskriptif untuk mengetahui determinasi umur terhadap peubah yang diamati dan korelasi antara dua peubah. Model Matematika uji T menurut Walpole (1995) yaitu:

(21)

5

Grafik regresi polinomial : grafik yang dibentuk dari rumus regresi polinomial

dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007. Rumus yang digunakan: Regresi polinomial: Y= a0+a1x+….+anxn

Keterangan:

Y : Variabel terikat

a : Konstanta yang dapat dihitung 0-n : Derajat polinomial

Koefisien determinasi: r2 x 100% Peubah

Konsumsi Pakan : yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari. Nilai konsumsi

pakan didapat dengan rumus:

Konsumsi = pemberian - sisa - ∑ penguapan Keterangan :

∑ pemberian : Jumlah pemberian pakan ∑ sisa : Jumlah sisa pakan

∑ penguapan : Penyusutan bobot pakan akibat penguapan = bobot pakan t-1 – bobot pakan t

Pertambahan Bobot Badan Total: selisih bobot badan yang dihitung pada waktu

yang ditentukan. Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan hasil penimbangan bobot badan larva A. diaperinus. Nilai pertambahan bobot badan didapatkan dengan rumus :

PBB Total (mg ekor-1) = Total BB akhir –Total BB awal larva

Keterangan :

PBB total : Pertambahan bobot badan

BB akhir : Bobot badan saat akhir penimbangan BB awal : Bobot badan saat awal penimbangan

Pertambahan Panjang Badan Total : selisih panjang badan yang dihitung pada

waktu yang ditentukan. Pertambahan panjang badan dihitung berdasarkan hasil pengukuran panjang badan larva A. diaperinus. Nilai pertambahan panjang badan didapatkan dengan rumus :

PPB (mmekor-1) =PB akhir-PB awal Keterangan :

PPB total : Pertambahan panjang badan

PB akhir : Panjang badan saat akhir penimbangan PB awal : Panjang badan saat awal penimbangan

Konversi Pakan : total pakan yang dikonsumsi untuk menaikkan bobot badan atau

(22)

6 Konsumsi : Jumlah konsumsi pakan ∑ pemberian : Jumlah pemberian pakan ∑ sisa : Jumlah sisa pakan

∑ penguapan : Penyusutan bobot pakan akibat penguapan

Konversi terhadap PPB = Konsumsi Konsumsi : Jumlah konsumsi pakan ∑ pemberian : Jumlah pemberian pakan ∑ sisa : Jumlah sisa pakan

∑ penguapan : Penyusutan bobot pakan akibat penguapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban

Rataan suhu dan kelembaban ruangan pemeliharaan ulat kandang selama penelitian disajikan pada Tabel 1. Rataan suhu ruangan pada pagi, siang dan malam hari secara berturut turut yaitu 27.4 oC, 27.6 oC, 27.5 oC dengan kelembaban 78.7%, 79.5%, 79.7%. Menurut Boozer (2011) kondisi suhu optimal bagi ulat kandang yang ideal berkisar antara 30-35 oC. Dijelaskan lebih lanjut oleh Kaufman dan Dunford (2006) bahwa suhu dan kelembaban optimal berkisar antara 30-33 oC dengan kelembaban hingga 90%. Akan tetapi, Rueda dan Axtell (1996) menjelaskan bahwa larva masih dapat bertahan hidup pada kisaran suhu 20 oC hingga 38 oC.

Tabel 1 Rataan suhu dan kelembaban lingkungan ulat kandang

Peubah Pagi Siang Malam

Rataan suhu dan kelembaban dalam penelitian ini termasuk dalam kisaran yang mendukung kehidupan ulat kandang berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan.

Konsumsi Pakan

(23)

7

pakan larva pada media vermikompos lebih tinggi karena sumber makanan hanya dari kulit buah pepaya. Berbeda dengan media vermikompos, larva pada media serbuk gergaji dan sekam mendapatkan alternatif pakan selain kulit buah pepaya, yaitu serbuk gergaji dan sekam. Hasil analisis proksimat serbuk gergaji menunjukkan kandungan PK 0.97%, SK 48.19% dan LK 1.62%. Sarin (1973) menjelaskan bahwa spesies A. diaperinus dapat mencerna protein, lemak, karbohidrat, sukrosa, maltosa laktosa dan selulosa. Dijelaskan lebih lanjut oleh Borror et al. (1982) famili

Tenebrionidae memakan kayu lapuk, jamur, biji-bijian dan bahan organik lain di dalam hutan.

Rataan konsumsi pakan ulat kandang pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 2. Rataan konsumsi pakan ulat kandang pada kedua media mencapai puncak pada umur 15-18 hari. Konsumsi pada umur selanjutnya menurun, bahkan mulai negatif pada umur 33 hari. Konsumsi yang negatif berarti larva tidak mengkonsumsi pakan, tetapi bobot pakan sisa lebih berat dari bobot pakan yang diberikan. Penambahan bobot pakan disebabkan uap air dari udara diserap oleh kulit buah pepaya. Media vermikompos bersifat higroskopis sehingga lingkungan dalam wadah menjadi lembab (Ningsih 2007). Penurunan konsumsi pakan disebabkan karena larva mulai mengurangi konsumsi pakan dan persiapan memasuki fase pupa. Rueda dan Axtell (1996) menyatakan bahwa masa larva sekitar 26 hari pada suhu 30 oC. Larva dalam penelitian ini mulai memupa pada umur 36 hari dan 33 hari berturut-turut di media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam. Rataan konsumsi pakan ulat kandang kedua media tidak terlalu ditentukan oleh umur, terlihat dari koefisien determinasi (R2) yang rendah, yaitu 62% pada media vermikompos dan 41.5% pada media serbuk gergaji dan sekam.

Aplikasi pemberian pakan pada kedua media intensif pada awal pemeliharaan hingga umur 18 hari. Hal ini disebabkan karena konsumsi pakan larva tinggi pada awal pemeliharaan. Pemberian pakan intensif pada akhir pemeliharaan kurang ekonomis karena larva sudah memasuki persiapan fase pupa sehingga konsumsi pakannya menurun.

(24)

8

Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan

Rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan awal dan akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 2. Bobot badan awal dan akhir diperoleh dengan menimbang total larva yang dipelihara, kemudian dibagi dengan jumlah larva yang ditimbang. Ukuran larva yang sangat kecil menyebabkan bobot larva per individu tidak terdeteksi timbangan yang digunakan. Penimbangan larva yang dibagi dengan rataan jumlah larva menyebabkan data tidak dapat dianalisis.

Tabel 2 Rataan bobot badan awal dan akhir, serta pertambahan bobot badan larva A. diaperinus pada media hidup vermikompos, serbuk gergaji dan sekam

Peubah Satuan Media hidup

Rataan bobot badan awal sebesar 0.67 mg dan rataan bobot akhir sebesar 9.80 mg dan 10 mg. Hasil penelitian ini mendekati dengan hasil penelitian Hosen et al.(2004) yang menyatakan rataan bobot badan awal larva sebesar 0.24 mg dan rataan bobot badan akhir larva sebesar 30 mg. Perbedaan rataan bobot badan akhir larva diduga disebabkan media hidup yang digunakan oleh Hosen et al. (2004) merupakan tepung-tepungan yang lebih bernutrisi daripada vermikompos, serbuk gergaji dan sekam.

Bobot badan dan pertambahan bobot badan pada media hidup vermikompos, serbuk gergaji dan sekam disajikan pada Gambar 3. Bobot badan larva di media serbuk gergaji dan vermikompos berbentuk sigmoid, namun bentuk sigmoid pada media serbuk gergaji dan sekam telah memasuki fase penurunan pertumbuhan atau memasuki fase pupa yaitu setelah umur 25 hari. Antara penurunan bobot badan dan penurunan konsumsi pakan terdapat selisih 7 hari. Ini menunjukkan bahwa larva mulai mengurangi konsumsi pakan sebagai mekanisme untuk persiapan menuju fase pupa. Sebaliknya, bentuk sigmoid pada media vermikompos yang masih terus meningkat mengindikasikan bahwa larva pada media vermikompos masih dalam fase percepatan pertumbuhan. Ini disebabkan karena puncak konsumsi pakan larva pada media vermikompos dicapai pada umur lebih tua dari media serbuk gergaji dan sekam. Menurut Nugroho dan Ningsih (2009) bentuk kurva sigmoid pada fase awal pertumbuhan terjadi pertumbuhan yang lambat kemudian akan semakin bertambah kecepatan tumbuhnya, kemudian akan menurun lagi kecepatannya pada fase akhir.

(25)

9

sebesar 0.95 dan 0.965. Artinya, sebesar 95% bobot badan pada media vermikompos dan sebesar 96.5% pada media serbuk gergaji dan sekam ditentukan oleh media yang digunakan.

(a) (b)

Gambar 3 Pola bobot badan dan pertambahan bobot badan larva pada media hidup vermikompos, serbuk gergaji dan sekam (a) bobot badan larva (b) PBB larva

Pertambahan bobot badan larva pada kedua media terlihat berfluktuatif. Pertambahan bobot badan yang fluktuatif diduga disebabkan karena adanya proses molting pada larva. Kondisi molting membuat larva berhenti makan, sehingga pertambahan bobot badan cenderung menurun. Larva kembali makan dan pertambahan bobot badan kembali meningkat setelah molting selesai. Sitompul (1999) menyatakan bahwa larva tidak makan sebelum, saat dan setelah molting. Hal ini juga menunjukkan pertumbuhan larva yang cepat hingga umur 18 hari. Pertambahan bobot badan semakin menurun setelah melewati umur 18 hari, dan negatif pada umur 27 hari. Ini menunjukkan larva yang sudah memasuki tahap akhir menuju pupa. Pola grafik pertambahan bobot badan sesuai dengan pola grafik konsumsi. Puncak pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan dicapai pada umur 18 hari. Menurut Dunford dan Kaufman (2006) panjang maksimal larva adalah 7-11 mm dan panjang pupa 6-8 mm. Koefisien determinasi (R2) Gambar 3b pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam masing masing sebesar 0.811 dan 0.817. Artinya, sebesar 81.1% pertambahan bobot badan pada media vermikompos dan sebesar 81.7% pada media serbuk gergaji dan sekam ditentukan oleh media yang digunakan.

Panjang Badan dan Pertambahan Panjang Badan

(26)

10

Uji T menunjukkan panjang akhir larva pada kedua media tidak berbeda nyata dengan rataan 9.43 mm. Panjang badan akhir larva dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan pendapat Rueda dan Axtell (1996), yang menyatakan bahwa panjang maksimal larva sekitar 10 mm sebelum memasuki tahap pupa yaitu pada umur 26 hari di suhu 30 oC. Meskipun panjang badan di kedua media tidak berbeda nyata, nilai koefisien keragaman larva pada media serbuk dan sekam lebih tinggi dari media vermikompos. Pada media serbuk gergaji dan sekam, banyak larva yang telah memasuki fase pupa, sehingga panjang badan larva terlihat lebih beragam. Larva pada media serbuk gergaji dan sekam lebih cepat memasuki fase pupa karena media tersebut lebih porous dari vermikompos sehingga pertukaran udara di dalam media serbuk gergaji dan sekam lebih lancar. Soeharsono (2010) menyatakan bahwa hewan membutuhkan makanan, air dan udara untuk hidup. Oksigen diambil dari udara yang dibutuhkan jaringan tubuh untuk proses metabolisme.

Tabel 3 Rataan panjang dan pertambahan panjang badan larva A. diaperinus pada media vermikompos atau serbuk gergaji dan sekam

Peubah Satuan

Rataan pertambahan panjang badan larva di media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam juga tidak berbeda nyata dengan rataan 7.56 mm 27 hari -1. Hasil ini tidak terlalu berbeda antar kedua media. Persentase pertambahan panjang badan media vermikompos terlihat lebih tinggi daripada media serbuk gergaji dan sekam. Persentase pertambahan panjang badan total larva pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam berturut-turut 379.85% dan 371.28%. Hasil ini lebih rendah dari persentase pertambahan panjang badan total penelitian Hosen et al. (2004) yaitu 846.21%. Perbedaan ini karena Hosen et al. (2004) meneliti larva hanya hingga panjang badan maksimal, sedangkan dalam penelitian ini hingga larva menuju fase pupa. Hasil penelitian ini juga dibandingkan dengan penelitian ulat tepung. Sitompul (2006) menyatakan bahwa persentase pertambahan panjang badan maksimal ulat tepung mencapai 1 242.5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase pertambahan panjang badan larva tergolong normal.

(27)

11

media serbuk gergaji dan sekam lebih cepat memasuki fase pupa, sedangkan larva pada media vermikompos masih dalam fase percepatan pertumbuhan.

(a) (b)

Gambar 4 Pola panjang badan dan pertambahan panjang badan larva pada media hidup vermikompos, serbuk gergaji dan sekam (a) panjang badan larva (b) PPB larva

Larva pada media serbuk gergaji dan sekam mendekati panjang maksimal yaitu 10.18 mm di umur 21 hari, sehingga pada umur selanjutnya panjang badan hanya meningkat sedikit. Dunford dan Kaufman (2006) menyebutkan panjang badan larva fase akhir berkisar antara 7-11 mm dalam kondisi alam. Larva pada media vermikompos mencapai panjang badan maksimal pada umur yang lebih tua yaitu 24 hari. Memasuki umur 27, panjang badan cenderung menurun karena larva memasuki fase pupa.

Gambar 5 Larva dan pupa A. diaperinus

Panjang badan maksimal dicapai pada umur yang lebih awal daripada bobot badan maksimal seperti yang terlihat pada Gambar 3a. Hal ini karena pada umur 24

Pupa

(28)

12

hari larva baru molting, sehingga larva berukuran lebih panjang tetapi bobot badan belum maksimal. Selisih pencapaian panjang badan dan bobot badan maksimal sekitar 3 hari. Koefisien korelasi antara panjang dan bobot badan pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam berturut-turut bernilai 0.99 dan 0.95 yang berarti 99% dan 95% bobot badan dapat diduga dari panjang badannya.

Koefisien determinasi (R2) umur terhadap panjang badan di media vermikompos dan serbuk gergaji atau sekam secara berturut turut sebesar 0.988 dan 0.937 (Gambar 6a). Artinya, faktor umur menentukan 98.8% dan 93.7% nilai panjang badan larva berturut turut di media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam. Nilai koefisien determinasi yang tinggi ini sama seperti bobot badan.

Pola pertambahan panjang badan terlihat lebih fluktuatif pada media serbuk gergaji dan sekam dibandingkan media vermikompos. Hal ini karena larva pada media serbuk gergaji dan sekam tidak seragam pertumbuhannya, yang dapat dilihat dari nilai KK panjang akhir yang lebih tinggi (8.64%). Keadaan tidak seragam ini disebabkan waktu molting yang tidak seragam. Molting dipengaruhi oleh suhu dan ketersediaan makanan. Suhu yang tinggi akan meningkatkan metabolisme tubuh, sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan menjadi cepat (Saefulhadjar 2005). Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran suhu di kedua media, namun media serbuk gergaji dan sekam tidak mudah mengikat air dari udara (higroskopis) seperti vermikompos sehingga diduga suhunya lebih panas.

Hasil uji T menunjukkan PPB tidak berbeda di kedua media, namun pertambahan panjang badan larva di media vermikompos lebih seragam dan terus meningkat hingga umur 15 hari, lalu mulai menurun. Sebaliknya, puncak PPB di media serbuk gergaji dan sekam dicapai pada umur 18 hari. Hal ini berkaitan dengan tingkat aerasi media serbuk gergaji dan sekam yang lebih baik, sehingga larva lebih cepat laju pertumbuhannya sehingga lebih awal memasuki fase pupa.

Penurunan pertambahan panjang badan pada media vermikompos terjadi secara signifikan mulai umur 21 hari, sedangkan di media serbuk gergaji dan sekam terjadi mulai umur 18 hari. Berdasarkan kurva panjang badan, umur 18 hingga 24 hari merupakan tahap akhir larva sebelum masuk fase pupa, namun larva masih dapat bertambah panjang sedikit. Pertambahan panjang badan mulai negatif pada umur 24 hari, yang menunjukkan bahwa larva memendek dan masuk fase pupa. Berdasarkan hasil penelitian ini, pemberian pakan diatas umur 18 hari sudah harus dikurangi bahkan diatas 24 hari sebaiknya diberikan hanya sedikit karena larva mulai memasuki fase pupa.

Koefisien determinasi (R2) umur terhadap pertambahan panjang badan pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam pada Gambar 4b berturut turut 0.485 dan 0.869. Artinya, hanya 48% pertambahan panjang badan pada media vermikompos ditentukan oleh umur, sedangkan pada media serbuk gergaji dan sekam 86%. Hasil ini menunjukkan bahwa budidaya pada media serbuk gergaji dan sekam akan menghasilkan siklus hidup kumbang yang lebih singkat sehingga pemanenan larva dapat dilakukan lebih awal.

Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot dan Panjang Badan

(29)

13

panjang badan di media vermikompos dan tidak berbeda nyata berturut-turut dengan rataan 43.04 dan 0.08. Konversi pakan terhadap bobot badan di kedua media lebih tinggi dari hasil penelitian Hosen et al. (2004) yaitu 9.66.

Konversi yang tinggi pada penelitian ini karena kandungan protein kasar kulit buah pepaya (1.01%) lebih rendah dari keempat jenis tepung yang digunakan oleh Hosen et al. (2004). Kandungan protein kasar tepung gandum, tepung barley, tepung jagung dan tepung beras berturut-turut 11.50%, 12%, 9% dan 6.9%. Kandungan protein yang lebih rendah menyebabkan larva makan lebih banyak untuk menunjang pertumbuhannya.

Tabel 4 Konversi pakan terhadap PBB dan PPB larva A. diaperinus pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam

Perlakuan Konversi Terhadap

PBB PPB

Media Vermikompos 57.34 0.09 Media Serbuk Gergaji dan Sekam 28.73 0.06

Rataan 43.04 0.08

Hosen et al. 2004 9.66* 19.44* Keterangan: Hasil perhitungan dengan asumsi media habis dikonsumsi.

Menurut Wahju (1992) protein berfungsi untuk pertumbuhan jaringan dan hidup pokok. Larva A. diaperinus yang diberi makanan kulit buah pepaya perlu diberi tambahan pakan dengan kadar protein yang lebih tinggi untuk menunjang pertumbuhannya.

(a) (b)

Gambar 6 Konversi pakan larva pada media vermikompos, serbuk gergaji dan sekam (a) konversi terhadap PBB (b) konversi terhadap PPB

(30)

14

sementara PBBnya tinggi (Gambar 3b). Kondisi ini menunjukkan bahwa larva mengkonsumsi kulit buah pepaya lebih banyak untuk mendukung PBB yang tinggi karena protein kulit buah pepaya rendah (1.01%). Hal yang sama juga berlaku pada konversi terhadap PPB (Gambar 4b).

Pada media serbuk gergaji dan sekam, konversi pakan terhadap PBB semakin menurun sejalan dengan pertambahan umur, artinya larva semakin efisien dalam menggunakan pakan. Efisiensi penggunaan pakan yang semakin meningkat disebabkan oleh larva yang semakin tua, semakin mampu memanfaatkan media hidupnya sebagai pakan alternatif. Sebaliknya, konversi pakan terhadap PPB cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan umur. Larva umur 15 hari mulai kurang efisien mengubah pakan ke panjang badan karena larva mulai menurun PPBnya (Gambar 3b) untuk persiapan menuju fase pupa.

Koefisien determinasi (R2) konversi terhadap PBB dan PPB pada media vermikompos secara berturut-turut sebesar 0.714 dan 0.724. Nilai ini lebih tinggi daripada media serbuk gergaji dan sekam, secara berturut-turut sebesar 0.233 dan 0.069. Ini berarti konversi pakan pada media serbuk gergaji dan sekam tidak ditentukan oleh umur, dan sebaliknya pada media vermikompos. Dalam budidaya sebaiknya larva dipelihara pada media yang juga digunakan sebagai pakan.

SIMPULAN

Media hidup serbuk gergaji dan sekam menghasilkan larva yang mengkonsumsi pakan lebih rendah, namun memberikan pertambahan bobot badan dan pertambahan panjang badan yang tidak berbeda nyata dengan media vermikompos.

SARAN

Media serbuk gergaji dan sekam menghasilkan fase larva yang lebih singkat, sehingga lebih ekonomis. Pertambahan bobot badan dan pertambahan panjang badan yang optimal pada media tersebut dapat dicapai dengan penambahan pakan sumber protein.

DAFTAR PUSTAKA

Boozer W. E. 2011. Insecticide susceptibility of the adult darkling beetle, Alphitobius diaperinus (Coleoptera: Tenebrionidae): topical treatment with bifenthrin, imidacloprid, and spinosad. [Tesis]. Athens (GE): University Of Georgia. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1982. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Edisi ke-1. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introducing of Insect.

(31)

15

Dunford JC, Kaufman EP. 2006. Lesser Mealworm, Litter Beetle, Alphitobius diaperinus (Panzer) (Insecta: Coleoptera:Tenebrionidae). Florida(US): Institute of Food and Agricultural Sciences. University Of Florida.

Francisco O, Prado APd. 2001. Characterization of the larval stages of Alphitobius diaperinus (Panzer) (Coleoptera:Tenebrionidae) using head capsule width.

Brazilian Journal of Biology 61: 125-131.

Geden CJ, Axtell RC. 1987. Factors affecting climbing and tunneling behavior of the lesser mealworm (Coleoptera: Tenebrionidae). Journal Economic Entomology

80 (6): 1197-1204

Hosen M, Khan AR, Hossain M. 2004. Growth and development of the lesser mealworm, Alphitobius Diaperinus (Panzer) (Coleoptera: Tenebrionidae) on Cereal Flours. Pakistan Journal of Biology Sciences 7 (9): 1505-1508.

Ningsih EW. 2007. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) Glomus etunicatum dan vermikompos untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati muna (Tectona grandis Linn. f). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugroho YA, Ningsih EMN. 2009. Model dinamik sebagai upaya pencapaian

sinkronisasi nitrogen pada budidaya selada dengan pupuk hijau paitan. Jurnal Tanah Tropis 14: 127-134

Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging. Bogor (ID): Departemen Ilmu Pakan Ternak, Fakultas Pertanian, IPB.

Rees D. 2007. Insect of Stored Grain. 2nd Edition. Collingwood (AU): CSIRO Publishing.

Rezende SRF, Curvello FA, Fraga ME, Reis RCS, Castilho AMC, Agostinho TSP. 2009. Control of the Alphitobius diaperinus (Panzer) (Coleoptera: Tenebrionidae) with entomopathogenic fungi. Brazilian Journal of Poultry Science. 11: 121 – 127.

Rueda LM, Axtell RC. 1996. Temperature-dependent development and survival of the lesser mealworm, Alphitobius diaperinus. Medical and Veterinary Entomology. 10: 80-86.

Saefulhadjar D. 2005. Penentuan kebutuhan protein dan energi untuk pertumbuhan ulat tepung (Tenebrio molitor L). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sarin K. 1973. Digestive enzymes in immature and adult stages of Alphitobius diaperinus (Panzer). Kontyu 41: 10-17.

Sitompul RH. 2006. Pertumbuhan dan konversi pakan ulat tepung (Tenebrio molitor L.) pada kombinasi pakan komersial dengan dedak padi, onggok dan pollard. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soeharsono H. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjadjaran.

(32)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1991 di Semarang. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Suluh Dumadi SH dan Cut Salmiati. Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) pada tahun 1995 di TK Panda Banjarmasin. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Tamansari 2 Bondowoso, Jawa Timur dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Trenggalek, Jawa Timur dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 44 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2009.

Gambar

Gambar 1  Media hidup larva A. diaperinus (a) vermikompos (b) serbuk gergaji dan
Gambar 2  Rataan konsumsi pada pakan media vermikompos, serbuk gergaji dan
Gambar 3  Pola bobot badan dan pertambahan bobot badan larva pada media hidup
Tabel 3 Rataan panjang dan pertambahan panjang badan larva A. diaperinus pada
+3

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui pengaruh interaksi antara penyiraman (air kelapa, ampas teh) dengan media tanam yang berbeda (arang sekam, serbuk gergaji) terhadap pertumbuhan Mahkota

Pertambahan panjang badan per hari pada ulat sutera yang di beri pakan daun teh secara keseluruhan memperlihatkan bahwa pertambahan panjang badan per hari dari instar II sampai

Pertambahan bobot badan yang besar pada periode ulat besar sejalan dengan pertambahan konsumsi pakan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan berat ulat yaitu akan meningkat

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah ransum harian yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot, pertambahan panjang, dan laju pertumbuhan

Uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan jumlah ransum harian berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang, pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik benih ikan peres

Pengaruh perlakuan terhadap penampilan produksi ayam pedaging yang meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan IOFC (Income Over Feed

Tingginya pertambahan panjang pada perlakuan A dengan pemberian pakan dari jenis udang mengikuti dari pertambahan berat dimana, ikan kakap sangat menyukai pakan

Pemberian pakan dengan level protein yang berbeda tidak menyebabkan adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05) pada pertambahan bobot badan, pertambahan tinggi