• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX

PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 31 Oktober 2014

(4)
(5)

RINGKASAN

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan BRAM BRAHMANTIYO.

Rumpun kelinci Rex merupakan salah satu bangsa kelinci yang dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah kelinci di Indonesia. Bangsa kelinci ini memiliki proporsi tubuh yang baik,

berukuran tubuh medium, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan memiliki

pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis sehingga menghasilkan persentase karkas cukup baik. Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Data umur potong optimal pada kelinci dapat dijadikan sebagai acuan saat pemotongan yang baik dan dapat dijadikan ukuran standar di Indonesia untuk efisiensi pemeliharaan.

Kelinci Rex berkelamin jantan digunakan pada penelitian ini diperoleh dari induk yang beranak 6 ekor. Ransum penelitian mengandung protein sebesar

18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1 dan serat kasar sebesar 14 %. Tipe

pemeliharaan secara intensif pada kandang kawat, ukuran kandang indukan memiliki panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm. Pengamatan pertumbuhan, produktivitas komponen karkas dan non karkas dilakukan pada masing-masing perlakuan umur potong yaitu umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan data bobot sapih, bobot potong, data komponen karkas dan non karkas dikoreksi dengan analisis kovarian lalu dilakukan uji lanjut dengan uji duncan.

Hasil penelitian menunjukkan umur potong berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, bobot daging dan persentase daging dan tulang. Pertumbuhan komponen non karkas seperti kepala, kaki, saluran pencernaan dan kulit dipengaruhi oleh umur potong. Proporsi daging dari bobot potong kelinci tertinggi pada umur 12 minggu. Kelinci Rex dengan umur potong 12 minggu menghasilkan pertumbuhan, bobot potong, dan produktivitas karkas yang optimal.

(6)
(7)

SUMMARY

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Growth and Carcass Production of Rex

Rabbits at Different Age of Slaughter. Supervised by HENNY NURAINI and

BRAM BRAHMANTIYO.

Indonesian reseach institute for animal production were developed Rex rabbit as animal genetic resources. Rex rabbit have good body comformation, medium on body size and light on bone and skin, which resulting on good dressing precentage. In tropical countries such as Indonesia, rabbits generally harvested when mature at the age of over 16 weeks. The data of the optimum slaughter age of rabbits can used as a standard measurement for slaughter rabbit in Indonesia.

Male Rex rabbits were used in this study was obtained from doe that had litter size six kits. Ration in this research were containing 18 % crude protein, 2750 kkal kg-1 of metabolize energy and 14 % crude fiber. Rabbits were raised on

wire cage, size of doe’s cage had a 75 cm of length, 60 cm of width and 40 cm of

high, weaning rabbit cage had a 75 cm of length, 45 cm width and 45 cm high. Weekly body weight, carcass and non carcass components on each treatment (slaughter age at 10, 12, 14 and 16 weeks of age) were analyzed. Data were analyzed using completely randomized design. The data of weaning weight, slaughter weight, carcass and non carcass component data and non-carcass were corrected by covariance analysis and a further test with Duncan Multiple Range Test.

The results showed that slaughter age were effected on slaughter weight, carcass weight, meat weight and percentage of meat and bone. The growth of non-carcass components such as heads, feet, gastrointestinal tract and skin are affected by age. The highest of proportion of meat from rabbits were slaughtered at at 12 weeks of age. Optimum production of Rex rabbit were slaughtered at 12 weeks of age (growth, slaughter weight, and carcass production).

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX

PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(12)
(13)

Judul Tesis : Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda

Nama : Galih Ari Wirawan Siregar

Nim : D151114011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Ketua

Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 adalah potensi kelinci Rex dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Beasiswa Unggulan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Indonesia dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan yang telah membantu pendanaan penelitian serta keluarga besar kandang kelinci penelitian Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi yang telah membantu pengumpulan data penelitian.

Ungkapan terimakasih kepada ayahanda Ramli Siregar, ibunda

Susilawardhani, kakanda Akhmad Baja Siregar, Wesi Swara Gumilang Siregar dan adinda Sigit Dian Sasmita Siregar atas segala doa dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan, rekan-rekan Pascasarjana angkatan 2011 dan 2012 atas dukungannya, Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 31 Oktober 2014

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan dan Pendekatan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Luaran yang Diharapkan ... 3

2 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 4

Materi Penelitian ... 4

Prosedur Penelitian ... 4

Peubah yang diamati ... 5

Analisis Data ... 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Ternak Kelinci ... 8

Komponen Karkas ... 11

Komponen Non Karkas ... 13

4 KESIMPULAN Kesimpulan ... 16

(17)

xi

DAFTAR TABEL

1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex 9

2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong 9

3 Rataan nilai bobot komponen karkas 11

4 Rataan persentase komponen karkas 12

5 Rataan bobot komponen non karkas 14

6 Rataan bobot komponen non karkas 14

DAFTAR GAMBAR

1 Komponen komersial karkas 6

2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex 20

2 Sidik Ragam Pertumbuhan kelinci Rex 21

3 Sidik Ragam Komponen karkas 22

(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci di Indonesia digunakan sebagai ternak peliharaan dan ternak konsumsi. Pasar dari produk kelinci di Indonesia dominan berada di Pulau Jawa seperti di Lembang (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Sarangan dan Batu (Jawa Timur) (Priyanti dan Raharjo 2012). Kelinci yang diternakkan saat ini berasal dari kelinci liar yang telah mengalami domestikasi. Kelinci merupakan ternak penghasil protein hewani, kelinci juga memiliki potensi biologis tinggi seperti kemampuan reproduksi tinggi, perkembangbiakan cepat, tingkat pertumbuhan yang tinggi, interval kelahiran yang pendek, masa panen yang cepat, lahan pemeliharaan yang kecil, penggunaan pakan secara efisien dan kemampuan untuk memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian maupun industri pangan (Hernandez dan Rubio 2001). Kelinci mempunyai potensi dalam menghasilkan daging, dalam satu tahun kelinci dapat menghasilkan 200 kg daging dari satu ekor jantan dengan 4 ekor betina siap kawin, sedangkan pada sapi dengan berat badan

awal 250 kg ekor-1 untuk mencapai penambahan produksi daging dengan jumlah

yang sama dapat dicapai dalam waktu satu setengah tahun (Ensminger and Olentine 1978). Data DITJENNAK tahun 2012 menyatakan pemenuhan kebutuhan daging yang berasal dari ternak kelinci di Indonesia dari tahun 2010 sampai tahun 2011 meningkat sebesar 71 % atau sekitar 915 140 ekor.

Rumpun kelinci Rex didatangkan dari Amerika ke Indonesia pada tahun 1988. Rumpun kelinci ini merupakan salah satu bangsa kelinci yang dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah kelinci pedaging di Indonesia (Raharjo dan Brahmantiyo 2013). Rumpun kelinci

ini memiliki proporsi tubuh yang baik, berukuran tubuh medium, bagian

belakangnya membulat, kaki belakangnya kuat, tulang yang kuat, kepalanya lebar dan telinganya berdiri tegak (Fafarita 2006). Bobot lahir anakan kelinci bangsa Rex pada populasi kelinci Rex di BALITNAK dari tahun 2005, 2006 sampai 2007 selalu mengalami peningkatan dengan rataan bobot lahir anakan Rex

masing-masing sebesar 50.65, 52.43 dan 52.63 gram ekor-1 pada setiap kelahiran anakan

Rex tersebut (Damayanti 2010). Interval kelahiran bangsa kelinci Rex ± 40 hari, mortalitas 3.45 %, waktu sapih 28 hari, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan bobot sapih sebesar 480 g (Brahmantiyo dan Raharjo 2011). Kecepatan pertumbuhan bangsa Rex di negara-negara subtropis memungkinkan Rex digunakan sebagai kelinci pedaging ketika berumur 80 hari atau sekitar 11 sampai

12 minggu (fryers) dan telah memiliki rataan bobot badan hidup sebesar 1939 kg

(Hernandez dan Rubio 2001). Bobot badan bangsa kelinci Rex dewasa di negara subtropis dapat mencapai sekitar 3.4 sampai 4.3 kg (ARBA 1996) sedangkan di Indonesia (tropis) mencapai 2.7 sampai 3.6 kg (Brahmantiyo dan Raharjo 2011).

(20)

2

56.6 dan 57.3 % dengan rataan bobot hidup sebesar 2256, 2701 dan 2956 g (Purnama 2006). Karkas kelinci dan kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor. Zotte (2002) membaginya ke dalam dua bagian yaitu faktor menengah dan faktor yang berpengaruh lebih besar dikarenakan berhubungan langsung dengan permintaan dan kebutuhan konsumen terhadap daging yang akan dikonsumsi. Faktor menengah terdiri atas pengaruh lingkungan terkait suhu dan cuaca, tipe pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, kondisi sebelum pemotongan dan kondisi pemingsanan ternak yang dilakukan sebelum pemotongan. Faktor yang memiliki pengaruh lebih besar terdiri atas pengaruh genetik, faktor biologis terkait umur dan bobot badan, faktor nutrisi pakan dan faktor teknologi yang digunakan pasca pemotongan. Faktor teknologi ini berupa mekanisme perlakuan karkas dan daging setelah dipotong seperti teknis penyimpanan karkas dan daging, kondisi

mikrobiologis, pengemasan, kebersihan peralatan dan pekerja, suhu, lamanya

waktu penyimpanan, transportasi, dan lainnya.

Kelinci merupakan kategori ternak herbivora non ruminansia yang

mempunyai sistem lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant.

Menurut Blasco et al. (1992) karkas kelinci terdiri atas karkas panas, karkas komersial, dan karkas acuan. Karkas panas terdiri atas jantung, hati, ginjal,

paru-paru, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot karkas ini ditimbang 15 sampai 30

menit setelah dipotong. Karkas komersial merupakan karkas yang telah melalui proses rigor mortis dan disimpan pada suhu diantara 0 dan 4 oC. Bobot karkas ini ditimbang 24 jam setelah pemotongan. Karkas acuan merupakan karkas yang terdiri atas lemak, daging dan tulang. Bobot karkas ini ditimbang setelah dipisahkan dari bagian jantung, hati, ginjal, paru-paru, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot non karkas kelinci merupakan bobot yang berasal dari bagian selain karkas seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, saluran pencernaan dan

kulit. Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Soeparno (2009)

menjelaskan selama masa pertumbuhan postnatal terjadi perbedaan-perbedaan

kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan. Jaringan atau organ yang kadar laju kenaikan bobotnya relatif lebih lambat daripada kenaikan bobot badan selama periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ yang menunjukkan sebaliknya, digolongkan sebagai dewasa lambat. Pola pertumbuhan organ seperti hati, ginjal dan saluran pencernaan bervariasi,

sedangkan organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme

menunjukkan perubahan bobot yang besar sesuai dengan status nutrisional dan fisiologi ternak. Bobot non karkas internal (organ dalam) dipengaruhi oleh kenaikan dan penurunan bobot badan yang cepat dan berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan. Pertumbuhan kepala dan kaki meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan. Pertumbuhan kulit meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh.

Bobot potong kelinci dipengaruhi oleh umur potongnya. Penentuan umur potong pada setiap jenis kelinci berbeda-beda. Hal ini diakibatkan perbedaan laju pertumbuhan dan masa pubertas pada setiap jenis kelinci. Herman (1995) dan Lebas et al. (1986) menjelaskan bahwa kelinci berukuran medium memiliki laju pertumbuhan tinggi pada umur muda dan mengalami masa pubertas lebih cepat

(early mature) dibandingkan kelinci berukuran yang lebih besar. Kelinci

(21)

3

Peningkatan laju pertumbuhan pada kelinci menurunkan umur potongnya. Pola pertumbuhan ini diwariskan kepada keturunannya, ternak yang memiliki tetua berbobot hidup lebih berat akan menurunkan anak yang bobot hidup lebih berat pula. Seleksi pada bangsa kelinci Rex dengan kriteria bobot sapih menunjukkan pada umur 10 minggu sudah mengalami penurunan laju pertumbuhan. Seleksi ini menurunkan umur dewasa jika ternak dipotong pada bobot yang telah ditetapkan (konstan), yaitu bobot potong dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat (Brahmantiyo dan Raharjo 2011).

Perumusan Masalah

Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Bobot potong pada kelinci dewasa sebelumnya diasumsikan sebagai bobot kelinci yang maksimal. Belum adanya data mengenai umur potong yang optimal pada kelinci yang dapat dijadikan sebagai acuan pada saat pemotongan yang dapat dijadikan ukuran standar di Indonesia menyebabkan tidak efesiennya masa pemeliharaan ternak pedaging ini. Penentuan masa panen tidak hanya didasarkan pada bobot potong yang maksimal, melainkan waktu yang tepat terkait laju pertumbuhan dan perkembangan, produktivitas karkas yang optimal. Keefesienan produksi ternak kelinci menjadi titik ukur kesinambungan produksi kelinci pedaging. Permintaan konsumen terhadap mutu daging kelinci berkaitan dengan bobot dan umur potongnya. Perbaikan mutu genetik dan seleksi pada kelinci yang dilakukan dengan

berkesinambungan memungkinkan kelinci dipanen pada waktu muda (fryer).

Bobot dan umur potong berkaitan dengan produktivitas karkas dan daging yang dihasilkan. Minimnya data mengenai produksi kelinci pedaging menjadi dasar dilakukan pengamatan dan analisis pertumbuhan, produktivitas karkas dan non karkas bangsa kelinci Rex pada umur potong muda (fryer) yaitu pada umur 10 sampai 16 minggu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan dapat : (1) mengetahui pola pertumbuhan kelinci Rex, (2) mengetahui produktivitas karkas dan non karkas kelinci Rex, (3) mengetahui umur potong yang optimal kelinci Rex.

Hipotesis Penelitian

Umur potong pada bangsa kelinci Rex berpengaruh terhadap produktivitas komponen karkas dan komponen non karkas.

Luaran yang Diharapkan

(22)

4

2 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) dan Laboratorium Ruminansia Kecil Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2013 sampai Januari 2014. Lokasi BALITNAK berada di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 500 m dpl, suhu udara berkisar antara

22 sampai 28 oC, rataan curah hujan tahunan mencapai 3500 sampai 4000 mm.

Materi Penelitian

Kelinci yang digunakan adalah kelinci Rex sebanyak 16 ekor berjenis kelamin jantan dengan rata-rata bobot badan lepas sapih X = 529.25 ± 140.67 g.

Produktivitas karkas kelinci dilakukan dengan memotong sejumlah 16 ekor kelinci Rex. Ransum penelitian menggunakan standar BALITNAK, yaitu

mengandung protein sebesar 18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1, dan

serat kasar sebesar 14 %. Peralatan yang digunakan adalah kandang kawat untuk indukan berukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, kandang anak sebelum lepas sapih berupa kotak beranak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 25 cm, kandang untuk anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm, timbangan digital merk saltorius skala 5 g dan skala 0.1 g, peralatan pemotongan dan diseksi karkas.

Prosedur Penelitian

Mekanisme dan Teknis Pemeliharaan Kelinci

Kandang dan peralatan disiapkan sebelum kelinci masuk kedalam kandang agar mencegah dari hama dan bibit penyakit. Ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung ke atas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telinga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu mengkilat. Seleksi kelahiran anak dari setiap indukan yaitu kurang dari 6 ekor anakan sekelahiran. Penimbangan ternak kelinci secara berkala yaitu bobot lahir, bobot sapih umur 6 minggu, bobot potong umur 10, 12, 14 dan 16 minggu. Pakan pelet diberikan secara berkala dan air minum diberikan adlibitum. Pakan diberikan dua kali, yaitu pada pagi hari pukul 08.30 WIB dan sore hari pada pukul 13.30 WIB. Air minum diganti setiap pagi dengan membersikan dahulu sisa air minum sebelumnya.

Proses Pemotongan Ternak

(23)

5

(artericarotis dan vena jugularis), saluran pernapasan (trachea) dan saluran

pencernaan (oesophagus) dengan memakai pisau yang tajam, kemudian kelinci diamati sampai darah tidak lagi keluar yang menandakan bahwa kelinci telah mati dengan sempurna.

Produktivitas Karkas dan Non Karkas

Setelah kelinci disembelih, kelinci digantung pada salah satu kaki belakang, dengan membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi kaki belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kemudian kaki depan depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi sikunya dan ditimbang, ekor juga dilepaskan dari pangkalnya, offal dan kulit dipisahkan secara hati-hati. Karkas dan non karkas seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kepala, kaki depan, kaki belakang dipisahkan, ditimbang dan bagian karkas didinginkan (chilling) didalam refrigerator pada suhu 4 oC selama 24 jam (Blasco dan Ouhayoun 1996), kemudian dilakukan pemisahan tulang (boning) untuk mengetahui bobot daging, tulang dan lemak. Produktivitas non karkas diamati dengan cara menimbang bobot komponen non karkas agar diketahui bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal, bobot paru-paru, bobot saluran pencernaan, persentase offal, bobot kulit, bobot kepala, bobot kaki depan dan belakang. Produktivitas karkas yang diamati yaitu bobot karkas, persentase karkas, bobot daging, persentase bobot daging, bobot tulang, persentase tulang, bobot lemak, persentase lemak dan rasio daging dengan tulang.

Peubah yang Diamati

Komponen Pertumbuhan

Komponen pertumbuhan terdiri atas indukan, bobot indukan, litter size, anakan, pertambahan bobot badan, bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong. Indukan terdiri dari sejumlah kelinci berjenis kelamin betina dewasa bangsa kelinci Rex yang telah diseleksi dan kemudian anakan kelinci yang dilahirkannya digunakan sebagai sampel untuk diamati pertumbuhan dan produktivitas non karkas dan karkasnya. Bobot indukan merupakan bobot seekor indukan yang

ditimbang pada periode tertentu. Bobot indukan terdiri atas 2 periode yaitu bobot

indukan pada fase melahirkan yaitu dalam kurun 1 hari setelah melahirkan dan

pada fase anakan disapih. Litter size merupakan jumlah anakan kelinci dalam satu

kali kelahiran dari satu indukan. Litter size yang digunakan sebanyak 6 ekor per kelahiran dari 10 ekor indukan. Anakan yang digunakan berjenis kelamin jantan. Anakan jantan tersebut telah melewati proses seleksi.

(24)

6

lebih baik (Newton dan Penman 1990). Umur potong ternak kelinci yang digunakan pada penelitian ini adalah umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu.

Komponen Karkas

Komponen karkas terdiri atas bobot karkas, persentase karkas, bobot daging, persentase daging, tulang, persentase tulang, rasio daging dengan tulang, lemak dan persentase lemak. Bobot karkas kelinci terdiri atas bobot daging, bobot tulang, dan bobot lemak. Bobot karkas terbagi 2 yaitu bobot karkas panas dan bobot karkas dingin. Bobot karkas panas ditimbang setelah ternak dipotong, dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, kaki depan bawah, kaki belakang bawah,

offal dan ekor. Bobot karkas panas ditimbang 15 sampai 30 menit setelah

pemotongan. Bobot karkas dingin ditimbang 24 jam setelah pemotongan, namun sebelumnya karkas ini didinginkan di refrigerator pada suhu 0 sampai 4 oC setelah 1 jam setelah pemotongan. Persentase karkas dihitung dengan cara bobot karkas panas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya, kemudian dikalikan 100 % (Blasco et al. 1992).

Gambar 1 Komponen komersial karkas terdiri atas A1-A2: hindleg, B1-B2: loin, C: foreleg, D: rack. (sumber : www.thecookinginn.com)

Bobot total dari daging kelinci didapat setelah lemak subcutan dan lemak

abdominal dipisahkan dari karkas, kemudian karkas tersebut di deboning sampai

tersisa tulang. Bobot total daging ditimbang setelah dikurangi dari bobot lemak

subcutan, bobot lemak abdominal dan bobot tulang. Persentase daging dihitung

(25)

7

lemak kelinci terdiri atas bobot lemak subcutan dan bobot lemak abdominal.

Bobot lemak subcutan ditimbang setelah lemak subcutan mulai dari pangkal leher

sampai ke pangkal ekor dipisahkan dari karkas. Bobot lemak abdominal

ditimbang setelah lemak abdominal yang berada diantara bagian abdominal tubuh

meliputi organ dalam dan saluran pencernaan dipisahkan dari karkas. Persentase

lemak dihitung dengan cara total bobot lemak meliputi bobot lemak subcutan dan

bobot lemak abdominal yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas

dingin, kemudian dikalikan 100 %.

Komponen Non Karkas

Komponen non karkas terdiri atas bobot dan persentase kepala, bobot dan persentase kaki depan dan kaki belakang, bobot dan persentase kulit, bobot dan persentase offal. Bobot kepala dan persentase kelinci terdiri atas mulai dari bagian moncong sampai bagian pangkal leher. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10

menit pemotongan. Bobot dan persentase kaki depan kelinci terdiri atas sepasang

bobot kaki depan bagian bawah (tulang Radius-ulna). Bobot kaki belakang kelinci

terdiri atas sepasang bobot kaki belakang (tulang Tibia). Bobot ini ditimbang

setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan persentase kulit kelinci terdiri

mulai dari kulit bagian pangkal ekor sampai leher. Kulit yang ditimbang adalah

kulit segar yang diambil setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan

persentase offal kelinci terdiri atas bobot organ dalam dan bobot saluran pencernaan. Bobot organ dalam terdiri dari bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal

dan bobot paru-paru. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10 menit pemotongan.

Analisis Data

Data penelitian ini diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan data dianalisis dengan analisis kovarian dengan 4 perlakuan umur potong. Kemudian dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan. Data rataan bobot sapih dikoreksi pada rataan bobot lahir, data rataan bobot potong dikoreksi pada rataan bobot sapih dan data rataan bobot karkas dan non karkas dikoreksi pada rataan bobot potong. Model matematika adalah :

yij = µ + τi+ βxij + εij, i = 1,2, ...a j = 1,2, ...ni

Keterangan : yij = nilai peubah respon perlakuan berbagai umur

potong tingkat ke-i dan observasi ulangan ke-j.

Xij = nilai covariate pada observasi yang bersesuaian

dengan yij

µ = nilai tengah umum/rataan umum.

τi = pengaruh perlakuan berbagai umur potong ke-i.

β = koefisien regresi linier

i = 1, 2, 3, 4 (perlakuan).

εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

a = banyaknya kategori pada perlakuan

(26)

8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Ternak Kelinci

Proses pertumbuhan terdiri atas dua aspek yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot badan per satuan waktu sampai dewasa tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan dalam komposisi, bentuk serta tinggi tubuh (Lawrie 2003). Pertumbuhan kelinci dimulai di dalam uterus setelah sel telur betina dibuahi (prenatal), proses pertumbuhan ini berlangsung 20 sampai 32 hari. Penelitian ini mengamati pertumbuhan dan perkembangan posnatal kelinci. Bobot indukan dan litter size pada Tabel 1 dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anakan kelinci. Hal ini menentukan performa indukan dalam menyusui dan persaingan anakan dalam mendapatkan susu induk. Kelahiran anak setiap kelahiran yang optimal adalah menyesuaikan dengan jumlah puting induknya, maka kebutuhan susu anak akan terpenuhi dan pertumbuhan anak akan meningkat. Bobot lahir pada Tabel 2 menunjukkan hasil yang tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa

sampel anakan jantan bangsa kelinci Rex yang digunakan homogen dari

masing-masing indukan. Plasma nutfah kelinci termasuk bangsa kelinci Rex yang dikembangkan di Balitnak telah mengalami seleksi pada setiap generasi. Rataan bobot lahir berbanding terbalik dengan jumlah anak setiap kelahiran.

Laju pertumbuhan anak kelinci akan terus meningkat cepat pada satu bulan pertama sejak lahir dan akan terus bertambah sampai disapih. Kecepatan pertumbuhan pada anak kelinci dapat mencapai dua kali lipat bobot badannya per minggu, sehingga pada umur tiga minggu dapat mencapai bobot badan 0.45 kg, kemudian kelinci mulai mengkonsumsi pakan padat sehingga kecepatan pertumbuhannya dapat mencapai 30 sampai 50 g perhari antara umur 3 sampai 8 minggu (Rao et al. 1978). Cheeke et al. (1987) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan kelinci yang hidup di daerah tropis dapat mencapai 10 sampai 20 g per hari. Bobot sapih pada umur 6 minggu (Tabel 2) menunjukkan hasil yang berbeda (P<0.05). Bobot sapih terendah pada umur 10 minggu sebesar 367.50 ± 60.76 g. Rendahnya bobot sapih kelinci mengambarkan potensi produksi susu induk dan persaingan antar anak dalam memperoleh susu induk. Hal ini sesuai dengan jumlah anak sekelahiran tertinggi pada umur 10 minggu (Tabel 1) yang mengakibatkan rendahnya pertambahan bobot badan dari lahir sampai sapih (Tabel 1).

Bangsa kelinci Rex jantan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan nilai rataan bobot sapih total sebesar 529.25 ± 140.67 g ekor-1. Hasil ini lebih rendah dari GUPTA et al. (1992) yang memperoleh rataan bobot sapih

pada umur enam minggu berkisar antara 604.78 sampai 717.27 g ekor-1, CSIRO

(2002) dengan rataan sebesar 600.00 g ekor-1 pada bangsa kelinci New Zealand pada umur 4 sampai 5 minggu, Khalil et al. (2002) dengan rataan sebesar 560 g ekor-1 dengan range 408 sampai 780 g ekor-1 pada bangsa kelinci Giza White Rabbit ketika berumur 6 minggu, Brahmantiyo (2008) dengan rataan sebesar 585.35 + 124.92 g ekor-1 dan 623.56 g ekor-1 (Brahmantiyo 2010). Beberapa peneliti menggunakan masa sapih yang berbeda-beda pada sampel kelinci yang

digunakan. Hal ini diduga karena perbedaan breed menyebabkan perbedaan bobot

(27)

9

memiliki bobot sapih yang lebih besar daripada bangsa kelinci dengan ukuran

medium.

Tabel 1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex

Sifat Umur (minggu) bangsa kelinci Rex berjenis kelamin jantan yang digunakan sebagai sampel, dPertambahan bobot badan dari lahir sampai lepas sapih (umur 6 minggu), ePertambahan bobot badan dari lepas sapih sampai umur potong yang berbeda-beda.

Tabel 2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong

Sifat Umur (minggu)

10 12 14 16

Bobot (g)a

Bobot Lahir 53.54 ± 2.08 54.39 ± 1.62 59.20 ± 6.57 55.25 ± 6.70 Bobot Sapih 367.50 ± 60.76c 547.14 ± 144.02ab 670.00 ± 77.38a 483.75 ± 27.50bc Bobot Potong 646.25 ± 166.75c 992.86 ± 288.57b 1256.00 ± 159.00ab 1417.50 ± 303.77a a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Pertumbuhan meliputi pertambahan bobot badan per satuan waktu tertentu dan perubahan konformasi dari jaringan tubuh sesuai umur dan fungsinya

sehingga disebut dengan tumbuh-kembang. Postweaning merupakan hasil akhir

dari periode menyusui sampai saat disembelih. Perkembangan reproduksi pada bangsa kelinci berukuran medium lebih cepat yaitu pada umur 4 sampai 5 bulan dibandingkan bangsa kelinci yang besar yaitu pada umur 5 sampai 8 bulan. Kelinci jenis pedaging memiliki metabolisme yang efesien dan pertumbuhan yang cepat, mulai digemukkan pada umur 4 sampai 5 minggu dengan bobot rata-rata 600 g dan siap dipotong pada umur 11 sampai 13 minggu (CSIRO 2002). Kelinci pedaging yang berumur 70 sampai 90 hari dengan bobot 1 sampai 2 kg merupakan kategori fryers, sedangkan kelinci yang berumur 90 hari sampai 180

hari dengan bobot 2 sampai 3.5 kg merupakan kategori roasters dan kelinci yang

berumur di atas 180 hari dengan bobot lebih dari 3.5 kg merupakan kategori

stewers. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi

pula. Rataan bobot potong menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 2). Pertumbuhan meningkat seiring pertambahan umur ternak, bobot potong pada umur 16 minggu memiliki rataan tertinggi. Nilai rataan bobot potong penelitian sebesar 1074.25 ± 353.67 g ekor-1 lebih rendah dari penelitian Setiawan (2009)

(28)

10

Hernandez dan Rubio (2001) yang menunjukkan bahwa Rex umur 13 minggu memiliki bobot sebesar 1900 sampai 1200 g ekor-1.

Pola pertumbuhan kelinci digambarkan dalam kurva yang berbentuk sigmoid (S) yang menghubungkan antara umur (minggu) dengan bobot badan (g) dan pola pertumbuhan ternak tersebut (Sanford 1980). Kurva sigmoid

menunjukkan fase pertumbuhan yang dipercepat (accelerating) pada umur remaja,

sedangkan fase pertumbuhan yang diperlambat (decelerating) dimulai dari umur remaja sampai dewasa (Hammond dan Browman 1983).

Gambar 2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu

Kelinci muda mengalami pertumbuhan yang cepat dan puncak

pertumbuhan (accelerating) dicapai pada umur delapan minggu (Rao et al. 1979).

Titik belok bobot hidup adalah titik dimana ternak mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan pada satuan waktu titik belok umurnya atau bobot ternak mencapai masa pubertasnya baik pada jantan maupun betina (Brahmantiyo 2010). Pada Gambar 2 terlihat pola laju pertumbuhan pada masing masing umur potong yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Selisih nilai rataan terbesar diantara umur 10 dan 12 minggu sebesar 346.61 g ekor-1. Laju pertumbuhan menunjukkan kecenderungan menurun hingga mencapai umur 14 dan 16 minggu

sebesar 263.14 dan 161.50 g ekor-1. Pertumbuhan kelinci mencapai umur potong

(29)

11

Komponen Karkas

Kelinci yang dipelihara di daerah tropis menghasilkan karkas sebesar 48 % dari bobot hidup 1 sampai 2.1 kg. Karkas kelinci merupakan bagian dari tubuh ternak tanpa darah, kepala, kulit, kaki, ekor, saluran pencernaan berserta isinya dan isi rongga dada (Soeparno 2009). Karkas terdiri dari tiga jaringan utama yaitu tulang, daging dan lemak. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan terkait bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas tersebut. Bobot karkas kelinci jantan pada waktu muda lebih tinggi daripada bobot karkas betina, karena pertambahan bobot badan kelinci jantan pada waktu muda lebih tinggi, tetapi selanjutnya bobot karkas betina lebih tinggi, karena perlemakan pada karkas betina dewasa lebih besar.

Tabel 3 Rataan bobot komponen karkas

Komponen

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang penting dalam evaluasi karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan meningkat umur ternak. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan meningkat umur ternak (P<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur potong mempengaruhi bobot karkas yang dihasilkan (Tabel 3) dan mempengaruhi persentase karkas dari bobot potong (Tabel 4) yang dihasilkan dari jenis kelinci Rex. Bobot hidup yang hilang setelah dipotong merupakan penyusutan dari bobot karkas panas ke karkas dingin, isi saluran pencernaan, massa udara yang terdapat didalam paru-paru, bobot cairan selain darah tubuh yang terdapat pada tubuh

kelinci semasa ditimbang hidup seperti urine dan selama proses deboning karkas.

Pemuasaan selama 12 jam menyebabkan kelinci lebih banyak minum sehingga kandungan cairan seperti urin di dalam tubuh meningkat.

Persentase karkas terhadap bobot badan ditentukan oleh bobot badan, jenis pakan dan pemuasaan sebelum pemotongan (Cheeke et al. 1987). Bobot potong mempengaruhi persentase karkas. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase karkasnya. Komponen tubuh yang menghasilkan daging akan selaras dengan ukuran bobot badan. Templeton (1968) menyatakan persentase

karkas kelinci muda (fryer) sebesar 50 sampai 54 % dengan bagian karkas yang

(30)

12

dari bobot potong. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Oteku dan

Igene (2006) dengan rataan persentase karkas 48 %; 51 sampai 59 % (Memeith et

al. 2004); 55 sampai 61 % (Bielanski et al. 2000) dari bobot potong. Bobot karkas tertinggi pada umur 16 minggu (Tabel 3) sebesar 648.75 ± 195.68 g/ekor dengan persentase 44 % dari bobot potong sedangkan persentase karkas tertinggi pada umur 14 minggu (Tabel 4) sebesar 45 % dengan bobot 569.00 ± 92.36 g/ekor. Kadar daging bobot potong kelinci tertinggi pada umur 14 minggu sebesar 35 % lebih tinggi dari umur potong 16 minggu yang menghasilkan sebesar 33 %.

Tabel 4 Rataan persentase komponen karkas

Peubah Umur (minggu)

nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Karkas yang ideal mengandung sejumlah otot, kandungan lemak yang optimal serta tulang yang minimum. Bobot badan kelinci pada peternakan komersial diharapkan 1.8 sampai 2.7 kg dengan produksi daging 0.9 sampai 1.4 kg dengan persentase karkas sebesar 55 % dan rasio daging dan tulang adalah 5:1. Persentase daging meningkat seiring peningkatan bobot potong kaki belakang

(hindleg) dan punggung (loin). Daging pada bagian kaki depan (foreleg) tumbuh

dengan konstan (Eviaty 1982). Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang penting dalam evaluasi karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda signifikan seiring dengan meningkat umur ternak. Kelinci Rex penelitian dengan rataan

bobot potong sebesar 1074.25 ± 353.67 g ekor-1 dapat menghasilkan rataan daging

sebesar 348.92 g ekor-1, rataan tulang sebesar 117.86 g ekor-1 dan rataan lemak sebesar 0.5 g ekor-1. Adanya penurunan setelah menjadi karkas disebabkan pengurangan jumlah darah dan bobot non karkas. Hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil yang didapat dari penelitian Setiawan (2009) dengan rataan nilai bobot potong kelinci Rex jantan umur 3 sampai 4 bulan (13 sampai 17 minggu) sebesar

1818.00 ± 157.23 g ekor-1 dapat menghasilkan rataan bobot daging sebesar 692.53

± 121.24 g ekor-1, tulang 185.56 ± 14.85 g ekor-1 dan lemak 25.80 ± 13.83 g ekor-1 dan penelitian Brahmantiyo (2008) yang menyajikan data kelinci Rex jantan dengan rataan nilai bobot potong 2711.44 g ekor-1 dapat menghasilkan rataan bobot daging sebesar 1408.61 g ekor-1, tulang 334.17 g ekor-1 dan lemak 125.35 g ekor-1. Hal ini disebabkan kelinci yang digunakan berusia lebih muda yaitu di antara 10 sampai 16 minggu dan menghasilkan bobot potong yang lebih rendah. Pola kenaikan bobot potong seiring dengan kenaikan bobot karkas pada setiap peningkatan umur. Rataan bobot daging dan tulang pada setiap kenaikan umur potong menunjukkan hasil yang berbeda (P<0.05).

(31)

13

tumbuh terakhir pada saat mendekati kemasakan tubuh (Mc Nitt dan Lukefahr 1993). Jaringan tulang dari semua potongan karkas mengalami pertumbuhan relatif dini dan persentase bobot jaringan tulang akan berkurang dengan bertambahnya bobot masing-masing potongan karkas. Perkembangan tulang menentukan ukuran tubuh dan produksi daging seekor ternak dan diharapkan mempunyai proporsi yang sekecil mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tulang kelinci Rex tidak stabil dan cenderung menurun pada umur 12 sampai umur 16 minggu. Adanya peningkatan kadar bobot tulang pada umur 14 minggu dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu dapat disebabkan kondisi kesehatan dan lingkungan pemeliharaan. Persentase tulang menunjukkan hasil yang bervariasi (Tabel 4). Perbedaan rataan jumlah anak yang dilahirkan menyebabkan perbedaan pertambahan bobot badan (Tabel 1). Seleksi jumlah anak sekelahiran pada masing-masing induk sebanyak 6 ekor per kelahiran. Persaingan anakan mendapatkan susu induk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tulang. Attfield (1977) menyatakan bahwa kelinci tipe medium dengan pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis akan menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal.

Perletakan dan distribusi lemak mempunyai nilai ekonomi penting dalam produksi daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat, persentase depot lemak meningkat seiring dengan bertambahnya bobot badan. Distribusi lemak sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas. Hal ini disebabkan proporsi daging dan tulang berkurang sedangkan komponen lemak bertambah dengan meningkatnya bobot karkas. Pertumbuhan lemak pada kelinci berlangsung pada umur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot badan 1.5 sampai 2.0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya lebih kecil dari ternak yang lain. Lemak pada kelinci pada organ di sekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha, sekitar leher, ginjal dan jantung. Kelinci Rex umur 10, 12 dan 14 minggu tidak

memiliki lemak subcutan dan lemak abdominal sedangkan kedua lemak ini mulai

tumbuh pada umur 16 minggu. Kadar lemak karkas kelinci Rex pada umur 16 minggu sebesar 0.4 % dari bobot potong lebih rendah dari hasil penelitian Salvini

et al. (1998) sebesar 6.8 % pada kelinci New Zealand White dengan pakan

campuran hijauan dan pellet yang mengandung protein kasar sebesar 16 %, serat

kasar sebesar 14 % dan lemak sebesar 3 %. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pakan, kandungan lemak pakan, tipe pemeliharaan, suhu, dan jenis kelamin. Rasio atau perbandingan daging dan tulang dapat menunjukkan besarnya bagian dari seekor ternak dapat dikonsumsi. Nilai rasio yang semakin besar maka akan semakin besar pula bagian yang dapat dikonsumsi. Hasil rataan rasio daging dan tulang penelitian sebesar 2.89 dengan rataan tertinggi pada umur 12 minggu sebesar 3.42 ± 0.59, hal ini sebanding dengan tingginya kadar daging dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu (Tabel 4).

Komponen Non Karkas

Kelinci merupakan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem

lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant. Bobot non karkas

(32)

14

Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Selama pertumbuhan

postnatal terjadi perbedaan kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan.

Jaringan atau organ yang kadar laju kenaikan beratnya relatif lebih lambat daripada kenaikan berat tubuh selama periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ yang menunjukkan karakteristik sebaliknya digolongkan dewasa lambat (Soeparno 2009). Bobot kepala, kaki depan, kaki belakang dan kulit bangsa kelinci Rex umur potong 10 sampai 16 minggu meningkat seiring peningkatan umur (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan ternak pada umumnya.

Tabel 5 Rataan bobot komponen non karkas Komponen Non

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 6 Persentase komponen non karkas Rex Komponen Non

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

(33)

15

bangsa kelinci New Zealand White tertinggi pada umur potong yang sama sebesar 8.0 ± 0.2 g (Oteku dan Igene 2006). Bobot dan persentase kulit dari bangsa kelinci

New Zealand White dan Californian pada penelitian Baimony and Hassanien

(2011) pada umur potong 12 minggu masing-masing sebesar 204 ± 17.7 g (9.20 %) dan 192 ± 12.7 g (8.70 %) lebih tinggi dari bobot dan persentase bangsa kelinci Rex pada umur yang sama yaitu sebesar 91.43 ± 32.11 g (8.40 %). Perbedaan bangsa kelinci menunjukkan perbedaan bobot dan persentase organ-organ tersebut. Pertumbuhan kulit meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh. Persentase non karkas seperti kulit, darah, hati, saluran pencernaan khususnya lambung dan usus kecil menurun seiring peningkatan bobot hidup.

Pola pertumbuhan organ seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru dan saluran pencernaan menunjukkan hasil yang bervariasi, sedangkan organ yang

berhubungan dengan digesti dan metabolisme menunjukkan perubahan berat yang

besar sesuai dengan status nutrisional dan fisiologis ternak (Soeparno 2009). Hasil pengujian statistik pada Tabel 5 menunjukkan rataan nilai bobot offal seperti hati dan paru-paru menunjukkan hasil yang tidak berbeda, sedangkan jantung, ginjal dan saluran pencernaan menunjukkan hasil yang berbeda. Bobot jantung dan ginjal kelinci terendah pada umur 10 minggu dan kemudian tidak berbeda setelah berumur 12 minggu. Hal ini diduga disebabkan belum maksimalnya pertumbuhan dan perkembangan kedua organ kelinci penelitian pada umur tersebut. Penelitian Metzger et al. (2003) menunjukkan ada perbedaan nyata persentase hati bangsa kelinci New Zealand White umur 13 minggu yang dipelihara pada kandang individu dan kandang kelompok masing-masing yaitu 2.30 g dan 2.42 g. Hasil ini lebih rendah dari persentase hati bangsa kelinci Rex pada umur potong 12 minggu dan 14 minggu sebesar 2.90 ± 0.84 g dan 3.10 ± 0.31 g, persentase ini tidak menunjukkan perbedaan pada setiap kenaikan umur. Pada kelinci umur 10 minggu rataan bobot saluran pencernaan lebih rendah diduga disebabkan oleh faktor konsumsi. Kelinci akan mengkonsumsi lebih banyak pakan pada setiap meningkatnya bobot dan umur, hal ini sesuai dengan meningkatnya bobot badan kelinci pada setiap kenaikan umur. Berat total saluran pencernaan umumnya menurun pada saat mencapai kedewasaan. Penelitian Setiawan (2009) menunjukkan bahwa bangsa memiliki berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap offal

yaitu pada bagian jantung dan saluran pencernaan. Pertumbuhan saluran

pencernaan ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi pada setiap kenaikan umurnya. Bobot jantung, hati, ginjal dan paru terus mengalami kenaikan seiring peningkatan umur 10 sampai 16 minggu. Penelitian Brahmantiyo (2010) menunjukkan bobot jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 20 minggu masing-masing sebesar 9.72 g, 63.51 g, 13.17 g dan 11.72 g. Hasil ini lebih tinggi dari bobot jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 16 (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring peningkatan umur.

Rataan persentase offal sebesar 26.96 % dari total bobot badan kelinci Rex dancenderung tidak stabil. Rataan persentase offal tertinggi pada umur 10 minggu menunjukkan bahwa pada umur 10 minggu kelinci masih mengalami periode pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, kemudian setelah umur 10 minggu

menunjukkan kecenderungan menurun. Kenaikan persentase offal pada umur 16

(34)

16

dan paru-paru yang menunjukkan kecenderungan meningkat pada umur 16 minggu sedangkan persentase organ seperti jantung dan hati stabil dan menurun.

4 KESIMPULAN

Kelinci Rex memiliki bobot lahir yang sama, yaitu antara 53.54 sampai 52.90 g ekor-1 dengan bobot sapih berbeda kerena perbedaan jumlah anak sekelahiran,

kelinci dengan jumlah anak sekelahiran enam ekor sebesar 367.50 ± 60.7 g ekor-1

lebih rendah dibandingkan yang jumlah anak sekelahiran empat ekor sebesar

670.00 ± 77.38 g ekor-1. Kelinci Rex sudah dapat dipotong pada umur potong 12

minggu dengan persentase karkas sebesar 43.01 ± 7.11 %, yang tidak berbeda dengan kelinci umur 14 dan 16 minggu berturut-turut sebesar 45.14 ± 2.09 % dan 44.25 ± 3.50 %. Umur potong optimal pada kelinci Rex juga diperoleh pada umur 12 minggu, dengan rasio daging tulang mencapai 3.42 ± 0.24.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

[ARBA] American Rabbit Breeders Associations. 1996. Official Guidebook to

Raising Better Rabbit and Cavies. Bloomington (US): Illionis, II 61704.

M & D Printing Co. Hendry.

Attfield H D. 1977. Raising rabbits. Mt. Rainer M D. Volunteers in Technical Assistance (VITA).

[ATTRA] Appropriate Technology Transfer for Rural Areas. 2005. Rabbit

Production [Internet]. [Diunduh 2014 Apr 15]; 5-6:1-13. Tersedia pada:

http://www.isampa.org/Rabbit%20Production%20Notes.doc

Baiomy A A and Hassanien H H M. 2011. Effect of breed and sex on carcass characteristics and meat chemical composition of New Zealand White and

Californian Rabbits under upper Egyptian environment. Egypt Poult Sci.

31(II):275-284.

Bielanski P, Zajac J, Fijal J, 2000. Effect of genetic variation of growth rate and

meat quality in rabbit. 2000 Jul 4-7 Valencia, Spain. Valencia (ES):

Proceddings of the 7th World Rabbit Congress. hlm 561-566.

Blasco A, Ouhayoun J, Masoero G. 1992. Status of rabbit meat and carcass:

Criteria and terminology. Options Mediterraneennes: IAMZ-CIHEAM.

17:105-120.

Blasco A, Ouhayoun J. 1996. Harmonization of criteria and terminology in rabbit

meat research. J World Rabbit Sci. 4(2):93-99.

Brahmantiyo B. 2008. Kajian Potensi Genetik Ternak Kelinci (Oryctolagus

cuniculus) di Bogor, Jawa Barat dan di Magelang, Jawa Tengah [disertasi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Brahmantiyo B, Raharjo Y C, Martojo H, Mansjoer S S. 2010. Rex, Satin and

Their crossbreed rabbit production.JITV. (2):131-137.

Brahmantiyo B, Raharjo Y C. 2011. Improving Productivity of Rex, Satin and

Reza rabbits through selection. JITV. 16(4):243-252.

[CAFT] Coalition to Abolish the Fur Trade. The reality of commersial rabbit

farming in Europe [Internet]. [Diunduh 2014 Apr 15]; 8-9: 1-12. Tersedia

pada: http://www.caft.org.uk/factsheets/rabbit_fur_report.pdf

Cheeke, P R., N M Patton, S D Lukefahr and J I McNitt. 1987. Rabbit production.

6th ed. The Interstate Printers and Publishers Inc.Danville (US): Illinois. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. 2002.

Meat Rabbit Farming-an Introduction [Internet]. [Diunduh 2014 Apr 15];

6:1-10. Tersedia pada: http//csiro.au/proprietaryDocuments/CLIrabbit InfoPack.pdf

Damayanti D V. 2010. Kemajuan Seleksi Bobot Lahir dan Bobot Sapih Kelinci

(Oryctolagus Cuniculus) Rex dan Satin [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor.

De Blass J C, A Tores, M J Fraga, E Perez and J F Calves. 1977. Influence of

weight and age on the body composition of young doe rabbits. J Anim Sci.

45(1):48-53.

Dirjen Peternakan. 2012. Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan

(36)

18

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.

Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (Livestock and Animal

Health Statistics). Jakarta (ID). hlm 127:1-210.

[DITJEN PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Buku Statistik

Peternakan dan Kesehatan Hewan (Livestock and Animal Health

Statistics). Tersedia pada: http://ditjennak.deptan.go.id

Ensminger M E and Olentine Jr C G. 1978. Feed and Feeding. 1st Ed. The Ensminger Publishing Company. California United States of America. Eviaty. 1982. Pertumbuhan dan Perkembangan Potongan Karkas pada Kelinci

Lokal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fafarita L. 2006. Karakteristik Sifat Kualitatis dan Kuantitatif Kelinci Flemish Giant, English Spot dan Rex di Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Gupta S C, Riyazudin, Gupta N, Gurmej S. 1992. Growth performance of meat

rabbits in semi and tropical conditions in India. J Applied Rabbit Res.

Herman R. 1995. Reproduksi Marmot dan Kelinci. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan.

Hernandez J A, Rubio L M S. 2001. Effect of breed and sex on rabbit carcass

yield and meat quality. World Rabbit Sci. 9(2):51-56.

Khalil M H, Baselga M. 2002. The Giza White Rabbit (Egypt). Rabbit genetic

resources in Mediterranean countries. Zaragoza : Ciheam p. 27-36 n. 38.

Lawrie, R A. 2003. Meat Science. 5th Ed. Oxford (GB). Perganon Press.

Lebas F, P Coudet, R Rouvier and H de Rochambeau. 1986. The rabbit,

husbandry, health and production. FAO: Animal Production and Health.

Series no 21. Rome (IT).

McNitt J I and S D Lukefahr. 1993. Breed and environmental effect on

postweaning growth of rabbits. J Anim Sci. 71:1996-2005.

Memieth E, I Radnai, L Sipos. 2004. Comparison of Carcass Traits and Meat Quality of Hyplus Hybrid, Purebreed Pannon White Rabbit and Their

Crossbreed. Peubla City (MX): 8th World Rabbit Congress. hlm 321-436.

Metzger S, Kustos K, Szendro Z, Szabo A, Eiben C, Nagy I. 2003. The effect of

housing system on carcass traits and meat quality of rabbit. World Rabbit

Sci. 11(1):1-11.

Newton R and Penman S. 1990. A Manual for Small-Scale Rabbit Production.

Oxford (GB) and IBH Publishing Co Pvt Ltd, Calcutta.

Priyanti A, Raharjo Y C. 2012. Market driving to develop rabbit meat products

in Indonesia. Wartazoa 22(3):99-106.

Oteku I T, Igene J O. 2006. Effect of Diet Types and Slaughter Ages on Carcass

Characteristics of The Domestic Rabbits in Humid Southern Nigeria.

(37)

19

Purnama R D. 2006. Evaluasi Karkas dan Kulit Bulu (Fur) Kelinci Rex Jantan pada Berbagai Umur Potong. Temu Teknis Nasional Fungsional Pertanian. Ciawi (ID): Bogor.

Raharjo Y C. 1994. Kulit Bulu Kelinci Rex Kualitas dan Potensinya Dalam Industri Kulit. Proseeding Seminar HAK THT: 27-33

Raharjo Y C, Brahmantiyo B. 2013. Plasma Nutfah Kelinci sebagai Sumber Pangan Hewani dan Produk Lain Bermutu Tinggi. Proseeding Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia : Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Rao D R, Chen C P, Sunki G R, Johnson W M. 1978. Effect of weaning and

slaughter ages on rabbit meat production. II Carcass quality and

composition. J Anim Sci. 46:578.

Rao D R, G R Sunki W N, Johnson, C P Chen. 1979. Postnatal growth of new

Zealand White rabbits. J Anim Sci. 44(6):1021-1025.

Sanford J C. 1980. The Domestic Rabbit. 3rd Ed. hlm 1-5:27-33. London (GB): Granada.

Salvini S, Parpinel M, Gnagnarella P, Maisonneuve P, Turrini A. 1998. Banca

Dati Di Composizione Degli Alimenti Per Studi Epidemiologici in Italia.

hlm 958. Milano (IT): Istituto Europeo di Oncologia.

Setiawan M A. 2009. Karakteristik Karkas, Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci Rex dan Kelinci Lokal (Orytolagus Cuniculus) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID). Gajah Mada University Press.

Steel R G D, Torrie J H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Templeton G S. 1968. Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers and Publisher Danville, Illinois. hlm18,28,54-72,142.

Washington. 2005. Raising Rabbit. EB0975: 170.816.A. Washington State

University. England.

Zotte A D. 2002. Perception of rabbit meat quality and major factors influencing

(38)
(39)
(40)

Lampiran 2

Error 16 336.3666179 21.0229136

Jumlah Terkoreksi

19 428.8862800

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.215721 8.247428 4.585075 55.59400

Sidik Ragam Bobot Sapih

Error 15 131629.8156 8775.3210

Jumlah Terkoreksi

19 375963.7500

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.649887 17.69989 93.67668 529.2500

Source DF Type III SS Mean

Error 15 606851.320 40456.755

Jumlah Terkoreksi

19 2376563.750

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.744652 18.72363 201.1386 1074.250

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 901013.2769 300337.7590 7.42 0.0028

(41)

Lampiran 3

Model 4 654580.6760 163645.1690 140.00 0.0001

Error 15 17533.0740 1168.8716

Jumlah Terkoreksi

19 672113.7500

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.973914 7.074757 34.18876 483.2500

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 6997.2778 2332.4259 2.00 0.1580

Berat Potong 1 271845.8546 271845.8546 232.57 0.0001

Sidik Ragam Bobot Daging

Error 15 22907.2428 1527.1495

Jumlah Terkoreksi

19 534930.6920

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.957177 11.19992 39.07876 3489200

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 2569.4629 856.4876 0.56 0.6490

Berat Potong 1 223269.5892 223269.5892 146.20 0.0001

Sidik Ragam Bobot Tulang

Error 15 4405.70876 293.71392

Jumlah Terkoreksi

19 38067.74800

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

(42)

Source DF Type III SS Mean Square

F Value Pr > F

Umur 3 4866.13908 1622.04636 5.52 0.0093

Berat Potong 1 12894.58503 12894.58503 43.90 0.0001

Sidik Ragam Bobot Lemak Subkutan

Error 15 1.90634820 0.12708988

Jumlah Terkoreksi

(43)

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.913348 7.922148 0.356497 4.500000

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 11.26729484 3.75576495 29.55 0.0001

Berat Potong 1 354155.2875 354155.2875 8.75 0.0098

Sidik Ragam Bobot Hati

Error 15 2242.758637 149.517242

Jumlah Terkoreksi

19 2823.450000

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.205667 37.10994 12.22772 32.95000

Source DF Type III SS Mean

Error 15 31.01708393 2.06780560

Jumlah Terkoreksi

19 98.13750000

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.683943 15.42077 1.437987 9.325000

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 2.65784405 0.88594802 0.43 0.7356

Berat Potong 1 20.84898750 20.84898750 10.08 0.0063

Sidik Ragam Bobot Paru-paru

Error 15 48.11204593 3.20746973

Jumlah Terkoreksi

(44)

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.267701 30.87829 1.790941 5.800000

Source DF Type III SS Mean

0.939799 6.787918 7.327557 107.9500

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 544.008364 181.336121 3.38 0.0464

Berat Potong 1 2728.282140 2728.282140 50.81 0.0001

Sidik Ragam Bobot Kaki Depan

Error 15 95.3182617 6.3545508

Jumlah Terkoreksi

19 338.6375000

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.718524 19.50347 2.520823 12.92500

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 84.60697699 28.20232566 4.44 0.0201

(45)

Sidik Ragam Bobot Kaki Belakang

Error 15 258.217972 17.214531

Jumlah Terkoreksi

19 1334.137500

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.806453 14.46919 4.149040 28.67500

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 43.1377679 14.3792560 0.84 0.4952

Berat Potong 1 308.3266705 308.3266705 17.91 0.0007

Sidik Ragam Bobot Saluran Pencernaan

Error 15 10985.40111 732.36007

Jumlah Terkoreksi

19 58861.13750

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.813368 11.69876 27.06215 231.3250

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 6999.768099 2333.256033 3.19 0.0544

Berat Potong 1 9932.250673 9932.250673 13.56 0.0022

Sidik Ragam Bobot Kulit

Error 15 4898.02197 326.53480

Jumlah Terkoreksi

19 40804.13750

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean

0.879963 17.01933 18.07027 106.1750

Source DF Type III SS Mean

Square

F Value Pr > F

Umur 3 850.59532 283.53177 0.87 0.4791

(46)
(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 3 Januari 1989 dari Bapak Ramli Siregar dan Ibu Susilawardhani. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari Sekolah Dasar Swasta ERIA Yayasan Ani Idrus Medan tahun 2001, lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan tahun 2004, lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan program Strata 1 pada Program Studi Ilmu Produksi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2012 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata 2 di Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan (ITP) Fakultas Peternakan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada semester genap tahun akademik 2011/2012. Penulis mengikuti program Beasiswa Unggulan pendidikan Pascasarjana dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Indonesia pada tahun 2012 dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan pada tahun 2013.

Gambar

Tabel 1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex
Gambar 2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu
Tabel 4 Rataan persentase komponen karkas
Tabel 5 Rataan bobot komponen non karkas

Referensi

Dokumen terkait

ternyata pengaruh pakan terhadap produktuvitas kelinci Peranakan New Zealand terhadap liter size non segnifikan (P&gt;0,01) dan bobot badan sapih non segnifikan (P&gt;0,01) dari

Karakteristik karkas yang diamati pada kelinci adalah bobot potong, bobot karkas, bobot kulit bulu, hati, jantung, paru-paru, ginjal, bobot daging total, bobot

Berdasarkan uji statistik yang dilakukan rataan pertambahan bobot badan ayam jantan tidak berbeda nyata umur 5-12 minggu sedangkan ayam betina memiliki pertambahan bobot badan

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari performa produksi (pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan harian, produksi feses dan konversi pakan) pada kelinci lokal dengan

Hasil penelitian menunjukkan bobot potong, bobot karkas, bobot dada, dan bobot punggung pada umur 8 minggu sangat nyata (P&lt;0.01) lebih kecil dari pada 10 dan 12 minggu,

Produksi susu induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan, bobot sapih dan daya hidup anak domba ekor tipis Jawa periode lahir sampai sapih

Produksi susu induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan, bobot sapih dan daya hidup anak domba ekor tipis Jawa periode lahir sampai sapih

Disimpulkan bahwa penggunaan minyak kelapa sawit dan rumput laut dalam ransum kelinci tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, FCR, serta