• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Dan Karakterisasi Protein Kepiting (Scylla Serrata), Cumi-Cumi (Photololigo Duvaucelii), Kacang Hijau (Vigna Radiata (L.) R. Wilczek), Dan Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis (L.) Dc) Untuk Pembuatan Isolat Alergen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Dan Karakterisasi Protein Kepiting (Scylla Serrata), Cumi-Cumi (Photololigo Duvaucelii), Kacang Hijau (Vigna Radiata (L.) R. Wilczek), Dan Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis (L.) Dc) Untuk Pembuatan Isolat Alergen"

Copied!
269
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN KEPITING

(

Scylla serrata

), CUMI-CUMI

(Photololigo duvaucelii)

, KACANG

HIJAU (

Vigna radiata

(L.) R. Wilczek), DAN KACANG KORO

PEDANG (

Canavalia ensiformis

(L.) DC) UNTUK PEMBUATAN

ISOLAT ALERGEN

HENDRA WIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Isolasi dan Karakterisasi Protein Kepiting (Scylla serrata), Cumi-cumi (Photololigo duvaucelii), Kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek), dan Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis (L.) DC) untuk Pembuatan Isolat Alergen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

HENDRA WIJAYA. Isolasi dan Karakterisasi Protein Kepiting (Scylla serrata), Cumi-cumi (Photololigo duvaucelii), Kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek), dan Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis (L.) DC) untuk Pembuatan Isolat Alergen. Dibimbing oleh FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA, DAHRUL SYAH dan ENDANG PRANGDIMURTI.

Alergi makanan merupakan salah satu reaksi hipersensitivitas yang memiliki manifestasi klinik yang cukup fatal. Sampai saat ini, metode pencegahan penyakit alergi pangan yang dianjurkan adalah menghindari pangan sumber alergen, yaitu protein penyebab alergi. Hal ini menyebabkan alergi merupakan masalah ganda yaitu reaksi imun yang tidak normal dan berdampak pada kondisi kekurangan zat gizi protein. Untuk menghindari hal tersebut, diagnosis alergi pangan sangat penting dilakukan. Diagnosis alergi pangan bertujuan untuk mengetahui penyebab alergi pangan sehingga hanya menghindari atau membatasi mengkonsumsi makanan penyebab alergi. Skin prick test (SPT) atau uji tusuk kulit merupakan metode yang dipercaya dan diyakini dapat digunakan untuk mengetahui penyebab alergi yang dimediasi oleh antibodi IgE. Bahan utama yang digunakan untuk SPT adalah ekstrak alergen atau reagen SPT yang ketersediaannya di rumah sakit atau klinik di Indonesia masih kurang dan masih impor. Penelitian ini bertujuan untuk membuat reagen SPT dari bahan baku lokal terdiri dari makanan laut (cumi-cumi dan kepiting) dan kacang-kacangan (kacang hijau dan kacang koro pedang). Spesifikasi reagen SPT mengacu pada standar European Pharmacopoeia 7 Monograph on Allergen Products 01/2010:1063 (EDQM 2010).

Metode ekstraksi protein yang digunakan pada pangan laut adalah dengan cara memisahkan protein sarkoplasma dan miofibril sedangkan isolasi protein kacang dilakukan dengan metode isoelektrik. Karakterisasi isolat dilakukan dengan metode elektroforesis dan uji alergenisitas dilakukan dengan metode ELISA dan immunoblotting. Pembuatan reagen SPT dilakukan secara aseptis menggunakan larutan gliserol saline. Setelah memenuhi persyaratan European Pharmacopoeia Monograph on Allergen Products 7 01/2010:1063 (EDQM 2010), reagen SPT diaplikasikan pada uji SPT menggunakan responden manusia kemudian dihitung sensitivitas dan spesifisitas diagnosisnya.

(5)

nilai sensitivitas 100%. Pemisahan protein cumi-cumi menjadi mofibril dan sarkoplasma untuk uji tusuk kulit dapat meningkatkan nilai sensitivitasnya dan menurunkan kesalahan diagnosis negatif. Nilai spesifisitas masing-masing protein miofibril dan sarkoplasma adalah 100% dengan tingkat kesalahan terjadinya diagnosis positif 0 %.

Rendemen protein miofibril dan sarkoplasma kepiting masing-masing adalah 28,4% dan 18,4% (% protein kepiting). Fraksi protein miofibril terdiri dari 19 pita protein dengan bobot molekul 9.6-111.6 kDa dan fraksi protein sarkoplasma terdiri dari 19 pita protein dengan bobot molekul 9,5-104,6 kDa. Protein miofibril yang bersifat alergen adalah bobot molekul 13.9-155.4 kDa dan protein sarkoplasma yang bersifat alergen adalah 8.4-129.4 kDa. Reagen miofibril dan sarkoplasma kepiting memenuhi persyaratan European Pharmacopoeia 7 Monograph on Allergen Products 01/2010:1063 untuk parameter kadar air, kadar protein, sterilitas dan mikrobiologi. Hasil SPT pada responden menunjukkan nilai sensitivitas reagen miofibril kepiting adalah 85% dan sarkoplasma kepiting adalah 69% dengan tingkat kesalahan negatifnya untuk masing-masing reagen miofibril dan sarkoplasma adalah 15% dan 31%. Sensitivitas diagnosis alergi kepiting adalah 100%. Pemisahan protein kepiting menjadi mofibril dan sarkoplasma untuk uji tusuk kulit dapat memperbaiki nilai sensitivitasnya dan menurunkan kesalahan diagnosis negatif. Nilai spesifisitas masing-masing protein miofibril dan sarkoplasma adalah 100% dengan tingkat kesalahan terjadinya diagnosis positif 0 %.

Kandungan protein isolat kacang hijau adalah 87,98% dengan rendemen 82,70% dan recovery 20.5 g/100g. Isolat protein kacang hijau terdiri dari 16 pita protein dengan berat molekul 11.1-127.4 kDa. Protein alergen kacang hijau mempunyai bobot molekul 10.9-142.2 kDa kDa setelah dianalisis dengan metode immunoblotting. Hasil analisis menunjukkan bahwa reagen kacang hijau untuk SPT memenuhi persyaratan European Pharmacopoeia untuk parameter kadar air, kadar protein, sterilitas dan mikrobiology. Hasil Skin Prick test terhadap responden menunjukkan bahwa sensitivitas reagen kacang hijau dalam diagnosis alergi adalah 75% dengan tingkat kesalahan negatif 25%. Spesifisitas reagen kacang koro pedang adalah 100% dengan tingkat kesalahan positif adalah 0%.

Kandungan protein isolat kacang koro pedang adalah 85,90% dengan rendemen 64,30% dan recovery 21.0 g/100g. Isolat protein kacang koro pedang terdiri dari 15 pita protein dengan berat molekul 11,6-77,4 kDa. Protein alergen kacang koro pedang mempunyai bobot molekul 18,2-127,7 kDa setelah dianalisis dengan metode immunoblotting. Hasil analisis menunjukkan reagen kacang koro pedang untuk SPT memenuhi European Pharmacopoeia untuk parameter kadar air, kadar protein, sterilitas dan mikrobiologi. Hasil SPT terhadap responden menunjukkan bahwa sensitivitas reagen kacang koro pedang dalam diagnosis alergi adalah 87,5% dengan tingkat kesalahan negatif 12,5%. Spesifisitas reagen kacang koro pedang adalah 100% dengan tingkat kesalahan positif adalah 0%.

Uji stabilitas reagen SPT miofibril cumi-cumi, sarkoplasma cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang stabil pada suhu anjuran penyimpanan 2-8°C untuk parameter kadar protein dan kemampuan mengikat IgE spesifik.

(6)

SUMMARY

HENDRA WIJAYA. Isolation and Characterization of Proteins from Crab (Scylla serrata), Squid (Photololigo duvaucelii), Mung Bean (Vigna radiata (L.) R. Wilczek), and Jack Bean (Canavalia ensiformis (L.) DC) for the Preparation of Allergen Isolates. Supervised By FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA, DAHRUL SYAH, and ENDANG PRANGDIMURTI.

Food allergy is one of the hypersensitivity reactions that has potentially fatal clinical manifestations. Until now, the recommended method for food allergy prevention is to avoid food that becomes the source of allergens, namely allergenic proteins. This causes the allergy problem as a dual problem caused by pathological abnormal immune reaction and impacts on protein malnutrition condition. To avoid that, diagnosis of food allergy is very important, that can to determine the cause of food allergies and the consumption of food allergens can be avoided or limited. Skin prick test (SPT) is a reliable method and believed can be used to find the cause of allergy mediated by IgE antibodies. The main material used for the SPT is allergen protein extracts or SPT reagents in which their availability in hospitals or clinics in Indonesia is still lacking and still imported from other countries. This study aimed to produce skin prick test reagents from local raw materials consisted of seafood such as squids and crabs as sumur as legumes such as mung beans and jack beans. The specification of SPT reagents referred to the European Pharmacopoeia 7 Monograph on Allergen Products (2010:1063), including stability for recommended storage temperature.

Protein extraction method used in seafood was to separate the sarcoplasmic and myofibrillar proteins while the legumes protein isolation was conducted using isoelectric method. Characterization of isolates was conducted using electrophoresis and allergenicity test performed by indirect ELISA method and immunoblotting using sera of allergic subject. Preparation of SPT reagents was conducted aseptically using glycerol saline solution. The SPT reagents were test for sensitivity, specificity and stability according to the European Pharmacopoeia 7 requirements. The SPT reagents were applied to the skin prick test using human respondents in allergy clinic, and then the sensitivity and specificity of the diagnosis were measured.

(7)

proteins and into myofibrils and sarcoplasm for skin prick test could improve the sensitivity value and decrease the negative misdiagnosis. The specificity of each myofibrillar and sarcoplasmic proteins was 100% with an error rate of positive diagnosis occurrence at 0%.

The extraction yields of crabs myofibrillar and sarcoplasmic proteins were 28.4% and 18.4%, respectively (% crabs protein). Myofibrillar protein fraction was composed of 19 protein bands with the molecular weights of 9.6-111.6 kDa and sarcoplasmic protein fraction was composed of 19 protein bands with the molecular weights of 9.5-104.6 kDa. The allergenic myofibrillar protein has the molecular weights of 13.9-155.4 kDa while the allergenic sarcoplasmic protein has the molecular weights of 8.4-129.4 kDa. Crab myofibrillar and sarcoplasmic reagents met the requirements of the European Pharmacopoeia Monograph on Allergen Products 7 (2010:1063) for the parameters of moisture content, protein content, sterility and microbiology. A SPT to the respondents indicated that the sensitivity value of crab myofibrillar reagent was 85% and crab sarcoplasmic reagent was 69% with a negative error rate for each myofibrillar and sarcoplasmic reagents was 15% and 31%, respectively. The result diagnosis of crab myofibrillar and sarcoplasmic sensitivities would generate sensitivity value at 100%. The separation of crab proteins into myofibrils and sarcoplasm for skin prick test could improve its sensitivity value and lowered the negative misdiagnosis. The specificity of each myofibrillar and sarcoplasmic proteins was 100% with an error rate of positive diagnosis occurrence at 0%.

The mung bean protein isolate content was 87.98% with 82.70% yield and 20.5 g/100g recovery. Mung bean protein isolate composed of 16 protein bands with molecular weights of 11.1-127.4 kDa. Allergenic proteins of mung bean have molecular weights of 10.9-142.2 kDa kDa after being analyzed with immunoblotting method. The analysis result showed that the mung bean reagent for SPT met the European Pharmacopoeia for the parameters of moisture content, protein content, sterility and microbiology. Skin prick test to the respondents indicated that the sensitivity of mung bean reagent in the diagnosis of allergies was 75% with a negative error rate at 25%. Specificity of mung bean reagent was 100% with positive error rate at 0%.

The jack bean protein isolate content was 85.90% with 64.30% yield and 21.0 g/100g recovery. Jack bean protein isolate consisted of 15 protein bands with molecular weights of 11.6-77.4 kDa. Allergenic proteins of jack bean have molecular weights of 18.2-127.7 kDa after being analyzed with immunoblotting method. The analysis result showed that the jack bean reagent for SPT met the European Pharmacopoeia for the parameters of moisture content, protein content, sterility and microbiology. Skin prick test to the respondents indicated that the sensitivity of jack bean reagent in the diagnosis of allergies was 87,5% with a negative error rate at 12,5%. Specificity of jack bean reagent was 100% with positive error rate at 0%. SPT reagent stability test of squids myofibrillar and sarcoplasmic, mung beans, and jack bean stable at the recommended storage temperature of 2-8 ° C for the parameters of the protein content and specific IgE binding ability.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pangan

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN KEPITING

(

Scylla serrata

), CUMI-CUMI

(Photololigo duvaucelii)

, KACANG

HIJAU (

Vigna radiata

(L.) R. Wilczek), DAN KACANG KORO

PEDANG (

Canavalia ensiformis (

L.) DC) UNTUK PEMBUATAN

ISOLAT ALERGEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

2

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.

Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB

Prof. Bambang Pontjo Priosoeryanto, DVM, MS, PhD, APVet, DACCM.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Hewan, IPB

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP.

Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB

April Hari Wardhana, SKH, M.Si, Ph.D

(11)
(12)

3 Judul Disertasi: Isolasi dan Karakterisasi Protein Kepiting (Scylla serrata),

Cumi-Cumi (Photololigo duvaucelii), Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek), dan Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis (L.) DC) untuk Pembuatan Isolat Alergen

Nama : Hendra Wijaya

NIM : F261100081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransisca R. Zakaria, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 20 November 2014

(13)

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah alergen pangan, dengan judul Isolasi dan Karakterisasi Protein Kepiting (Scylla serrata), Cumi-Cumi (Photololigo duvaucelii), Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek), dan Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis (L.) DC) untuk Pembuatan Isolat Alergen

Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransisca R. Zakaria, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, saran dan bantuan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr dan Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran terhadap penelitian ini. Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc., dan Bapak Prof. Bambang Pontjo Priosoeryanto, DVM, MS, PhD, APVet, DACCM sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup dan kepada Bapak Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP. dan Bapak April Hari Wardhana, SKH, M.Si, Ph.D sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan masukan mendasar pada keseluruhan isi disertasi ini. Terima kasih kepada Bapak Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), Kementerian Perindustrian atas Beasiswa yang telah diberikan. Terima kasih kepada Bapak Ir. Yang Yang Setiawan, M.Sc sebagai Kepala Balai Besar Industri Agro dan saat ini menjabat sebagai Sekretaris BPKIMI yang telah memberikan izin sekolah dan dukungan penelitian. Terima kasih kepada Ibu Ir. Rochmi Widjajanti, M.Eng sebagai kepala Balai Besar Industri Agro yang telah memberikan dukungan. Terima kasih kepada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas kerjasama uji alergenisitas reagen SPT. Terima kasih kepada Bapak Dr. Mustopo Widjaja sebagai Direktur Klinik Asma dan Alergi DR. Indrajana dan Dr. Iwan Santoso sebagai Koordinator Dokter Klinik Asma dan Alergi DR. Indrajana, Jakarta yang telah memberikan izin dan membantu melakukan uji skin prick test. Terima kasih kepada Bapak dr. Boenjamin Setiawan, PhD sebagai Komisaris Utama PT Kalbe Farma Tbk yang telah memberikan dukungan dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Mahasiswa Universitas Esa Unggul, Jakarta atas partisipasinya sebagai peserta skin prick test. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Toshiaki Nishigaki, temen-temen BBIA, dan temen-temen IPN angkatan 2010.

Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak April Hari Wardhana, SKH, MSi, Ph.D, Bapak Drh. Didik Tulus Subekti, M.Kes dan seluruh staf Laboratorium Parasitologi Balai Besar Penelitian Veteriner yang telah memberikan izin untuk bekerja dan menggunakan fasilitas laboratorium. Ungkapan terima kasih yang mendalam dan tak terhingga juga disampaikan kepada orang tua, keluarga mertua, istri tercinta, anak-anakku tersayang, Faiza Fatiya Ammar, Azifa Ghaida Ammar, Azmina Daniya Ammar serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

5

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

1. PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.

Latar Belakang Error! Bookmark not defined.

Perumusan Masalah Error! Bookmark not defined.

Tujuan Penelitian Error! Bookmark not defined.

Manfaat Penelitian Error! Bookmark not defined.

Ruang Lingkup Penelitian Error! Bookmark not defined.

2. TINJAUAN PUSTAKA Error! Bookmark not defined.

Alergi Error! Bookmark not defined.

Diagnosis Alergi Error! Bookmark not defined.

Ekstrak Alergen Pangan Error! Bookmark not defined.

Kepiting Error! Bookmark not defined.

Cumi-cumi Error! Bookmark not defined.

Kacang Hijau Error! Bookmark not defined.

Kacang Koro Pedang Error! Bookmark not defined.

3. METODE Error! Bookmark not defined.

Alat 24

Bahan 25

Isolasi Protein 25

Analisis Protein dengan Metode Kjeldahl 27

Analisis protein dengan Metode Bradford 27

Analisis Kadar Lemak 28

Elektroforesis SDS-PAGE 29

Preparasi Serum Penderita Alergi 30

Analisis IgE total 31

Analisis IgE spesifik 31

Immunoblotting 32

Persiapan Isolat untuk SPT 32

Uji Sterilitas 32

Analisis Angka Lempeng Total 33

Analisis Kapang dan Khamir 35

Analisis Pseudomonas Aeruginosa 36

Analisis Staphylococcus Aureus 37

Uji Tusuk Kulit 38

Uji Stabilitas 39

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 40

Karakteristik Bahan Baku 40

Isolasi Protein 44

(15)

6

Antibodi IgE Total 57

Antibodi IgE Spesifik 60

Immunoblotting 70

Formulasi dan Syarat Mutu Reagen SPT 82

Hasil SPT 86

Uji Stabilitas Produk Alergen 92

5. SIMPULAN DAN SARAN Error! Bookmark not defined.

Simpulan Error! Bookmark not defined.

Saran

DAFTAR PUSTAKA 97

LAMPIRAN 104

(16)

7

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik alergen pangan hewani Error! Bookmark not defined. 2 Karakteristik alergen pangan nabati Error! Bookmark not defined.

3 Karakteristik dan struktur tiga dimensi beberapa alergenError! Bookmark not defined. 4 Komposisi kimia daging kepiting Error! Bookmark not defined.

5 Komposisi asam amino protein daging kepitingError! Bookmark not defined. 6 Komposisi kimia daging cumi-cumi Error! Bookmark not defined. 7 Komposisi asam amino protein daging cumi-cumiError! Bookmark not defined. 8 Komposisi asam amino protein kacang hijau Error! Bookmark not defined.

9 Hasil analisis komposisi bahan baku kepiting dan cumi-cumiError! Bookmark not defined. 10 Hasil analisis komposisi bahan baku kacang hijau dan kacang koro

pedang Error! Bookmark not defined.

11 Recovery dan rendemen ekstrak protein cumi-cumi dan kepitingError! Bookmark not defined. 12 Recovery dan rendemen isolat protein kacang hijau dan kacang koro

pedang Error! Bookmark not defined.

13 Riwayat alergi pasien berdasarkan hasil wawancaraError! Bookmark not defined. 14 Hasil diagnosis alergi cumi-cumi responden 1-25Error! Bookmark not defined. 15 Status alergi responden 1-25 terhadap kepitingError! Bookmark not defined. 16 Rangkuman status alergi 25 responden Error! Bookmark not defined.

17 Persentase status alergi responden terhadap isolat proteinError! Bookmark not defined. 18 Data immunoblotting protein miofibril cumi-cumi terhadap serum

responden 1, 12, 15, dan 20 Error! Bookmark not defined. 19 Data immunoblotting protein sarkoplasma cumi-cumi terhadap serum

responden 4, 5, 12 dan 23 Error! Bookmark not defined. 20 Data immunoblotting protein miofibril kepiting terhadap serum

responden 12, 14, 16, dan 24 Error! Bookmark not defined. 21 Data immunoblotting protein sarkoplasma kepiting terhadap serum

responden 12, 13, 14, dan 16 Error! Bookmark not defined. 22 Data immunoblotting isolat protein kacang hijau terhadap serum

responden 2, 12, 16, dan 23 Error! Bookmark not defined. 23 Data immunoblotting isolat protein kacang koro pedang terhadap serum

responden 13 dan 23 Error! Bookmark not defined.

24 Hasil analisis kadar air reagen SPT dan persyaratan oleh European

Pharmacopoeia 7 Monograph on Allergen Products 01/2010:1063Error! Bookmark not define 25 Hasil analisis sterilitas isolat alergen Error! Bookmark not defined.

26 Hasil analisis mikrobiologi masing-masing isolat alergen sesuai

persyaratan European Pharmacopoeia 7 (01/2011:50104 )Error! Bookmark not defined. 27 Konsentrasi protein masing-masing isolat alergenError! Bookmark not defined.

28 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen miofibril dan sarkoplasma cumi-cumi pada responden alergi cumi-cumi Error! Bookmark not defined. 29 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen miofibril dan sarkoplasma

cumi-cumi pada responden tidak alergi cumi-cumi.Error! Bookmark not defined.

30 Sensitivitas dan spesifisitas reagen cumi-cumi untuk skin prick testError! Bookmark not define 31 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen miofibril dan sarkoplasma

(17)

8

32 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen miofibril dan sarkoplasma kepiting pada responden tidak alergi kepiting Error! Bookmark not defined.

33 Sensitivitas dan spesifisitas reagen kepiting untuk skin prick testError! Bookmark not defined. 34 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen kacang hijau pada

responden alergi kacang hijau Error! Bookmark not defined. 35 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen kacang hijau pada

responden tidak alergi kacang hijau Error! Bookmark not defined. 36 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen kacang koro pedang pada

responden alergi kacang koro pedang Error! Bookmark not defined. 37 Hasil IgE total, IgE spesifik, dan SPT reagen kacang koro pedang pada

responden tidak alergi kacang koro pedang Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

1 Mekanisme reaksi alergi tipe I (Singh dan Bhalla 2008)Error! Bookmark not defined. 2 Mekanisme reaksi alergi tipe II (Pawankar et al. 2009)Error! Bookmark not defined. 3 Mekanisme reaksi alergi tipe III (Pawankar et al. 2009)Error! Bookmark not defined. 4 Mekanisme reaksi alergi tipe IV (Pawankar et al. 2009)Error! Bookmark not defined.

5 Gambaran umum pendekatan diagnosis alergi (Holgat et al. 2006)Error! Bookmark not defined. 6 Mekanisme kerja uji tusuk kulit (Holgat et al. 2006)Error! Bookmark not defined.

7 Peralatan kerja uji tusuk kulit (Holgate et al. 2006)Error! Bookmark not defined. 8 Epitop dan paratop pada suatu antigen Error! Bookmark not defined. 9 Antigen yang mempunyai empat epitop berbedaError! Bookmark not defined.

10 Struktur morfologi kepiting bakau

(http://deviansouisa.blogspot.com/2011/10/kepiting-bakau.html)Error! Bookmark not defined. 11 Struktur morfologi cumi-cumi

(http://alifran- mcrmy.blogspot.com/2011/10/morfologi-anatomi-cumi-cumi-loligo-14 Diagam alir penelitian Error! Bookmark not defined.

15 Bahan baku untuk pembuatan isolat alergen (A) kepiting (Scylla serrata) dan (B) cumi-cumi (Photololigo duvaucelii) Error! Bookmark not defined. 16 Bahan baku untuk pembuatan isolat alergen (A) kacang hijau (Vigna

radiata (L.) R. Wilczek) dan kacang koro pedang (Canavalia ensiformis

(L.) DC). Error! Bookmark not defined.

17 Hasil SDS-PAGE protein marker (M), protein miofibril cumi-cumi (A, 1= 5 µg/sumur, 2= 10 µg/sumur) dan protein sarkoplasma cumi-cumi (B, 1= 5 µg/sumur, 2= 10 µg/sumur) (sebelum dianalisis dengan software

GelAnalyzer 2010a) Error! Bookmark not defined.

18 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan protein miofibril cumi-cumi

(A) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010aError! Bookmark not defined. 19 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan protein sarkoplasma

(18)

9 20 Hasil SDS-PAGE protein marker (M), protein miofibril kepiting (A, 1=

5 µg/sumur, 2= 10 µg/sumur) dan protein sarkoplasma kepiting (B, 1= 5 µg/sumur, 2= 10 µg/sumur) (sebelum dianalisis dengan Software

GelAnalyzer 2010a) Error! Bookmark not defined.

21 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan protein miofibril kepiting (B)

setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010aError! Bookmark not defined. 22 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan protein sarkoplasma

kepiting (A) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010aError! Bookmark not defin 23 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan isolat protein kacang hijau (1)

3 ug/sumur, (2) 10 ug/sumur, dan (3) 30 ug/sumur sebelum dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a. Error! Bookmark not defined. 24 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan isolat protein kacang hijau

(A) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010aError! Bookmark not defined. 25 Hasil SDS-PAGE protein marker (M)dan isolat protein kacang koro

pedang (1) 3 ug/sumur, (2) 10 ug/sumur, dan (3) 30 ug/sumur (sebelum dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a).Error! Bookmark not defined. 26 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan isolat protein kacang koro

pedang (A) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010aError! Bookmark not define 27 Analisis IgE total pada 25 serum penderita alergi dengan metode ELISAError! Bookmark not d 28 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap protein miofibril cumi-cumi pada

25 serum responden penderita alergi Error! Bookmark not defined. 29 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap protein sarkoplasma cumi-cumi

pada 25 serum responden penderita alergi Error! Bookmark not defined. 30 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap protein miofibril kepiting pada

25 serum responden penderita alergi Error! Bookmark not defined. 31 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap protein sarkoplasma kepiting

pada 25 responden penderita alergi Error! Bookmark not defined. 32 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap isolat protein kacang hijau pada

25 serum responden penderita alergi Error! Bookmark not defined. 33 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap isolat protein kacang koro

pedang pada 25 serum responden penderita alergiError! Bookmark not defined. 34 Hasil immunoblotting protein marker dan protein miofibril cumi-cumi

terhadap serum responden 1, 12, 15 dan 20 sebelum dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010. Error! Bookmark not defined. 35 Hasil immunoblotting protein miofibril cumi-cumi terhadap serum

responden 1, 12, 15 dan 20 setelah dianalisis dengan software

GelAnalayzer 2010a Error! Bookmark not defined.

36 Hasil immunoblotting protein sarkoplasma cumi-cumi terhadap serum responden 4, 5, 12 and 23 sebelum dianalisis dengen software

GelAnalyzer 2010a Error! Bookmark not defined.

37 Hasil immunoblotting protein sarkoplasma cumi-cumi terhadap serum responden 4, 5, 12 and 23 setelah dianalisis dengen software

GelAnalyzer 2010a Error! Bookmark not defined.

38 Hasil immunoblotting protein marker dan miofibril kepiting terhadap serum responden 12, 14, 16 and 24 sebelum dianalisis dengan software

(19)

10

39 Hasil immunoblotting protein miofibril kepiting terhadap serum responden 12, 14, 16 and 24 setelah dianalisis dengen software

GelAnalyzer 2010a Error! Bookmark not defined.

40 Hasil immunoblotting marker dan protein sarkoplasma kepiting terhadap serum responden 12, 13, 14 dan 16. Error! Bookmark not defined. 41 Hasil immunoblotting protein sarkoplasma kepiting terhadap responden

12, 13, 14 dan 16 setelah dianalisis dengan Gel Analyzer2010Error! Bookmark not defined. 42 Hasil immunoblotting marker dan isolat protein kacang hijau terhadap

serum responden 2, 12, 16, dan 23 Error! Bookmark not defined. 43 Hasil Immunoblotting isolat protein kacang hijau terhadap serum

responden 2, 12, 16 dan 23 Error! Bookmark not defined. 44 Hasil immunoblotting protein marker dan protein kacang koro pedang

terhadap serum responden 13 dan 23 sebelum dianalisis dengan software

GelAnalyzer 2010. Error! Bookmark not defined.

45 Hasil immunoblotting protein kacang koro pedang terhadap serum responden 13 dan 23 setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer

2010 Error! Bookmark not defined.

46 Reagen Skin Prick Test steril untuk diagnosis alergiError! Bookmark not defined. 47 Hasil skin prick test miofibril dan sarkoplasma kepiting pada responden

alergi kepiting Error! Bookmark not defined.

48 Nilai recovery konsentrasi protein alergen (A) miofibril cumi-cumi, (B) sarkoplasma cumi-cumi, (C) kacang hijau dan (D) kacang koro pedang disimpan pada suhu 2-8 °C selama 6 bulan (hijau: recovery > 70%,

kuning: recovery 50-70% dan merah: recovery <50%)Error! Bookmark not defined. 49 Nilai recovery IgE spesifik protein alergen (A) miofibril cumi-cumi, (B)

sarkoplasma cumi-cumi, (C) kacang hijau dan (D) kacang koro pedang disimpan pada suhu 2-8 °C selama 6 bulan (hijau: recovery > 70%,

kuning: recovery 50-70% dan merah: recovery <50%).Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil identifikasi kepiting oleh Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Error! Bookmark not defined. 2 Hasil Identifikasi cumi-cumi oleh Lembaga Penelitian Oseanografi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Error! Bookmark not defined. 3 Hasil identifikasi kacang hijau dan kacang koro pedang oleh Pusat

Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaError! Bookmark not defined. 4 Surat keterangan lolos kaji etik Error! Bookmark not defined.

5 Hasil analisis Rf, luas area dan bobot molekul protein marker dan miofibril cumi-cumi dengan GelAnalyzer 2010Error! Bookmark not defined. 6 Hasil analisis Rf, luas area dan bobot molekul protein marker dan

protein sarkoplasma cumi-cumi dengan GelAnalyzer 2010Error! Bookmark not defined. 7 Hasil analisis Rf, luas area dan bobot molekul protein marker dan

protein miofibril kepiting dengan GelAnalyzer 2010Error! Bookmark not defined. 8 Hasil analisis Rf, luas area dan bobot molekul protein marker dan

(20)

11 9 Hasil analisis Rf, luas area dan bobot molekul protein marker dan isolat

protein kacang hijau dengan GelAnalyzer 2010Error! Bookmark not defined. 10 Hasil analisis Rf, luas area dan bobot molekul protein marker dan isolat

protein kacang koro pedang dengan GelAnalyzer 2010Error! Bookmark not defined. 11 Hasil analisis IgE total pada 25 serum perbandingan 1:10 dengan

metode ELISA Error! Bookmark not defined.

12 Analisis antibodi IgE spesifik terhadap protein miofibril cumi-cumi pada 25 serum responden penderita alergi Error! Bookmark not defined. 13 Perbandingan absorbansi antibodi IgE total (IgEt) dan IgE spesifik

(IgEs) terhadap miofibril cumi-cumi Error! Bookmark not defined. 14 Perbandingan absorbansi antibodi IgE total (IgEt) dan IgE spesifik

(IgEs) terhadap sarkoplasma cumi-cumi Error! Bookmark not defined. 15 Perbandingan absorbansi antibodi IgE total (IgEt) dan IgE spesifik

(IgEs) terhadap miofibril kepiting Error! Bookmark not defined. 16 Perbandingan absorbansi antibodi IgE total (IgEt) dan IgE spesifik

(IgEs) terhadap sarkoplasma kepiting Error! Bookmark not defined. 17 Perbandingan antibodi IgE total dan IgE spesifik terhadap protein

kacang hijau Error! Bookmark not defined.

18 Perbandingan antibodi IgE total dan IgE spesifik terhadap protein

kacang koro pedang Error! Bookmark not defined.

19 Publikasi Internasional pada IOSR Journal of Pharmacy Volume 4, Issue 9

(September 2014), PP. 06-14 122

20 Publikasi di Prosiding Internasional PROCEDIA FOOD SCIENCE

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alergi merupakan penyakit berbahaya yang pada kondisi tertentu dapat menimbulkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat (Pawankar 2011). Di Amerika serikat, sebanyak 150-200 orang meninggal setiap tahunnya karena reaksi alergi pangan. Sebuah lembaga penelitian swasta di Inggris melaporkan 152.504.237 penduduk dunia mengalami alergi pangan dan Asia merupakan wilayah dengan penderita alergi pangan terbanyak (Elucidare 2011). World Allergy Asssociation (WAO) memproyeksikan sekitar 220-520 juta penduduk dunia menderita alergi pangan dan jumlah ini cenderung mengalami peningkatan tiap tahun (Pawankar et al. 2011).

Alergi makanan lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Alergi makanan yang diperantarai oleh IgE terjadi pada 6% anak di bawah 3 tahun dan 2% pada dewasa. Anak dengan penyakit alergi (atopi) seperti eksim (dermatitis atopi) dan asma lebih rentan mengalami alergi makanan. Alergi makanan lebih dari 95% disebabkan oleh jenis makanan seperti: telur, susu, kacang-kacangan, gandum, kedelai, dan ikan. Alergi terhadap telur, gandum, susu, dan kedelai dapat menghilang pada sebagian besar anak setelah mencapai usia 5 tahun sedangkan alergi terhadap kacang-kacangan dan makanan laut tetap bertahan sampai usia dewasa pada 80% anak. Hasil uji tusuk kulit terhadap 69 penderita asma alergik di Poliklinik Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa 45.31% positif alergi kepiting, 37,53% positif alergi udang kecil, dan 26,56% positif alergi cokelat sedangkan dari seluruh penderita alergi anak, sekitar 2,4% adalah alergi susu sapi (Yolanda et al. 2011).

Gejala reaksi alergi pangan tidak hanya terjadi di saluran pencernaan yang merupakan tempat yang dilalui oleh makanan sebelum diserap oleh usus halus tetapi gejala alergi pangan juga dapat terjadi pada saluran pernafasan, kulit, dan organ lainnya. Hal ini disebabkan usus halus merupakan pintu gerbang masuknya alergen ke dalam peredaran darah sehingga dapat mencapai ke berbagai organ. Manifestasi yang ditimbulkan oleh reaksi alergi pangan pada kulit adalah bercak-bercak merah yang gatal pada permukaan kulit, eritema, urtikaria, angioedema. Reaksi alergi pangan pada saluran pencernaan adalah nyeri perut, diare, muntah, dan pada saluran pernafasan adalah batuk, asma, dan sesak nafas sampai syok anafilaksi yang fatal (Zakaria 1992; Zakaria 1998; dan Emerton 2002).

(22)

Seseorang yang mengalami alergi terhadap kepiting, belum tentu alergi terhadap cumi-cumi sehingga seseorang tersebut dapat mengkonsumsi cumi-cumi sebagai sumber protein dan menghindari konsumsi kepiting.

Diagnosis alergi sangat penting dilakukan untuk mengetahui jenis pangan penyebab alergi sehingga reaksi alergi dapat dicegah dengan menghindari pangan tersebut. Diagnosis alergi juga diperlukan untuk mengetahui tindakan imunoterapi yang akan dilakukan. Salah satu tahap diagnosis alergi pangan yang penting dilakukan adalah skin prick test. Skin prick test adalah metode yang dapat dipercaya untuk mendiagnosis alergi yang dimediasi oleh antibodi IgE pada pasien dengan rhinocon-junctivitis, asthma, urticaria, anapylaxis, atopic eczema, alergi obat dan makanan (Heinzerling et al. 2013). Bahan utama yang digunakan untuk SPT adalah ekstrak alergen atau reagen SPT sebagai pemicu reaksi alergi pada permukaan kulit. Uji tusuk kulit merupakan uji pertama yang dilakukan dalam diagnosis alergi. Riwayat kesehatan seseorang yang berkaitan dengan alergi diperlukan sebelum dilakukan uji tusuk kulit. Untuk melakukan uji tusuk kulit diperlukan pereaksi yang sesungguhnya adalah protein. Selama ini, Indonesia masih mengimpor isolat protein alergen yang akan digunakan untuk diagnosis alergi. Hal ini mengakibatkan ketergantungan Indonesia terhadap negara lain, kebutuhan devisa untuk pengadaan isolat dan tingginya biaya diagnosis alergi.

Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk membuat isolat protein alergen dari bahan pangan lokal yang dapat digunakan untuk uji tusuk kulit. Bahan pangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang. Pemilihan kepiting, cumi-cumi dan kacang hijau berdasarkan kepada banyaknya kejadian alergi baik di dunia maupun di Indonesia. Kejadian alergi terhadap kacang koro pedang memang belum dilaporkan, namun berdasarkan data empiris dan penelitian, kacang koro pedang berpotensi sebagai sumber protein nabati dan pengganti kedelai. Seseorang yang alergi terhadap kedelai belum tentu bisa langsung mengkonsumsi kacang koro pedang tanpa menyebabkan alergi. Untuk mengetahui apakah seseorang yang alergi terhadap kedelai juga alergi terhadap kacang koro pedang adalah melaui diagnosis dengan metode uji tusuk kulit.

Perumusan Masalah

(23)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkarakterisasi bahan baku kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang untuk pembuatan isolat alergen. (2) Mengisolasi protein kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang. (3) Mengkarakterisasi isolat protein yang diperoleh dengan uji elektroforesis SDS-PAGE, immunoblotting, dan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). (4) Membuat formulasi reagen SPT dan uji reagen sesuai persyaratan European Pharmacopoeia 7 Monograph on Allergen Products 01/2010:1063. (5) Mengaplikasi reagen SPT pada manusia dengan menentukan sensitivitas dan selektivitas (6). Menguji stabilitas masing-masing reagen selama anjuran penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain: (1) Kemampuan memproduksi produk alergen dari bahan lokal untuk diagnosis alergi pangan dengan metode uji tusuk kulit sehingga tidak tergantung dari produk impor. (2) Tersedianya reagen kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang untuk SPT yang dapat dikomersialisasikan. (3) Kemudahan dalam melakukan diagnosis alergi pangan terutama terhadap kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang karena tersedianya reagen. (4) Menurunkan biaya diagnosis alergi pangan dan memudahkan penanganan penyakit alergi pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

1

TINJAUAN PUSTAKA

Alergi

Istilah alergi pertama kalinya diperkenalkan oleh Clemens von Pirquet (1874–1929) pada tahun 1906 untuk menggambarkan setiap perubahan respon terhadap suatu substansi tertentu yang diberikan untuk kedua-kalinya. Peningkatan ketahanan tubuh, yang disebut imunitas dan peningkatan kepekaan yang disebut hipersensitivitas, pada waktu itu dipandang sebagai dua bentuk alergi yang saling bertolak belakang. Pada saat ini, pemakaian istilah alergi, baik dikalangan kedokteran maupun masyarakat luas, telah berubah. Istilah alergi sekarang diartikan sama dengan istilah hipersensitivitas (Jackson 2006).

Pada prinsipnya alergi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh suatu reaksi imunologik yang spesifik, suatu keadaan yang ditimbulkan oleh alergen atau antigen sehingga terjadi gejala-gejala patologi. Alergi makanan dibagi menjadi dua jenis yaitu dengan keterlibatan IgE dan tanpa keterlibatan IgE. Pada reaksi ini, terdapat penetrasi molekul antigen ke dalam tubuh dan merangsang reaksi imunologik. Reaksi ini tidak timbul saat kontak pertama dengan antigen tetapi gejala akan timbul pada pajanan yang kedua kali dengan alergen yang sama. Gell & Coomb mengklasifikasikan reaksi alergi/hipersensitivitas ke dalam 4 kelas (Pawankar et al. 2009):

1. Reaksi Tipe I 2. Reaksi Tipe II 3. Reaksi Tipe III 4. Reaksi Tipe IV Reaksi Tipe I

Reaksi alergi tipe I dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi diawali dengan masuknya antigen melewati sel epitel di permukaan mukosa. Alergen yang masuk akan ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC). Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen peptide pendek dan bergabung dengan molekul HLA (Human leukocyte antigen) kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex II) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper 0 (TH0). Sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL 1) yang akan mengaktifkan TH0 untuk berproliferasi menjadi TH1 dan TH2.

Pada penderita alergi, jumlah sel TH2 lebih banyak dari TH1. sel TH2 akan

menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL13.

IL-4 dan IL-13 yang dihasilkan oleh sel TH2 akan memacu switching

(25)

Gambar 1 Mekanisme reaksi alergi tipe I (Singh dan Bhalla 2008)

Terjadinya interaksi antara antigen pajanan kedua dengan IgE yang terikat pada permukaan sel mastosit (provokasi) melalui ikatan cross linking (jembatan antara dua molekul IgE) akan menyebabkan aktivasi sel mastosit sehingga akan melepaskan berbagai mediator yang tersimpan dalam granula sitoplasma sel tersebut (Rengganis 2004; Shing dan Bhalla 2008). Mediator tersebut ada yang telah terbentuk seperti histamin dan beberapa enzim, ada pula yang baru dibentuk seperti prostaglandin D2, Leukotrien D4, Leukotrien C4, bradikinin, dan platelet activating factor. Mediator-mediator ini selanjutnya menimbulkan efek lokal seperti diare dan kolik pada saluran cerna serta meningkatkan absorpsi antigen makanan sejenis atau antigen lain. Keadaan ini juga akan menimbulkan efek sistemik seperti bronkokonstriksi dan pengendapan kompleks imun yang akan menimbulkan keluhan urtikaria. Reaksi ini termasuk ke dalam reaksi fase cepat yaitu reaksi alergi yang timbul saat kontak dengan antigen sampai dengan 1 jam sesudahnya.

Aktifasi eosinofil oleh IL-5 akan menyebabkan pelepasan mediator eosinofil seperti eosinophilic cationic protein (ECP), eosinophilic-derived protein, major basic protein (MBP), dan eosinophilic peroxidase (EPO). Reaksi alergi ini merupakan reaksi alergi fase lambat. Reaksi ini mulai berlangsung 2-4 jam pasca pajanan dengan puncak setelah 6-8 jam dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Alergi makanan hanya berawal dari pajanan mukosa saluran cerna oleh makanan, manifestasi alergi biasanya terjadi di luar saluran cerna dengan gejala yang dapat mengenai berbagai organ. Lolos nya alergen melaui usus halus ke pembuuh darah menyababkan reaksi alergi bersifat sistemik. Roit (2003) telah membuktikan bahwa timbulnya asma akibat alergi makanan pada percobaan sensitivitas usus.

(26)

melalui reseptor Fc pada permukaan sel tersebut. Antibodi IgE dapat melekat pada permukaan mastosit selama beberapa minggu.

Reaksi Tipe II

Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik. Gambar 2 menunjukkan reaksi alergi tipe II. Reaksi ini terjadi akibat terbentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel efektor. Antibodi-antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R. Ikatan antigen-antibodi dapat pula mengaktifkan komplemen melalui reseptor C3b sehingga memudahkan fagositosis atau menimbulkan lisis. Contoh reaksi tipe II ialah keadaan trombositopenia yang berhubungan dengan alergi susu sapi. Secara klinik, reaksi ini sering ditemukan pada transfusi darah yang tidak sesuai, faktor rhesus yang tidak sesuai, penyakit trombositopenik purpura, dan poststreptokokal glomerulonefritis akut (Pawankar et al. 2009; Christanto dan Oedono 2011).

Gambar 2 Mekanisme reaksi alergi tipe II (Pawankar et al. 2009) Reaksi Tipe III

Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun. Gambar 3 menunjukkan reaksi alergi tipe III. Reaksi ini terjadi apabila ditemukan ikatan antigen-antibodi dalam sirkulasi darah atau jaringan yang mengaktifkan komplemen. Dalam keadaan normal, ikatan antigen-antibodi ini secara cepat dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial tanpa menimbulkan kondisi patologis. Namun, bila terdapat kompleks imun dalam konsentrasi tinggi disertai ukuran kompleks imun yang kecil, kompleks tersebut akan sulit dimusnahkan. Selanjutnya, kompleks imun ini akan mengendap pada kapiler atau jaringan dan akan mengaktifkan komplemen untuk kemudian merangsang sel mastosit dan basofil. Zat vasoaktif yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan reaksi inflamasi. Kompleks imun ini akan memberikan gejala sesuai dengan lokasi pengendapannya. Jika target organnya saluran cerna, akan terjadi kolik abdominal atau diare. Apabila kompleks ini mengendap di hidung, akan timbul gejala kongesti atau rinorea. (Pawankar et al. 2009; Christanto dan Oedono 2011).

(27)

Reaksi Tipe IV

Reaksi ini juga dikenal sebagai reaksi imun seluler karena tidak terdapat peran antibodi. Gambar 4 menunjukkan reaksi alergi tipe IV. Pada reaksi ini, antigen yang datang dari luar akan dipresentasikan oleh sel APC ke sel TH1 yang

bergantung pada MHC II. Sel TH1 yang diaktifkan akan melepas berbagai sitokin,

antara lain macrophage inhibitory factor (MIF), macrophage activating factor (MAF), dan interferon (IFN) yang akan mengaktifkan makrofag dan merupakan sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan.. Respons yang timbul pada reaksi tipe IV ini berkisar antara 24-48 jam setelah pajanan. Beberapa kasus alergi susu sapi tergolong reaksi tipe IV yang telah terbukti secara laboratoris (Pawankar et al. 2009; Christanto dan Oedono 2011).

Gambar 4 Mekanisme reaksi alergi tipe IV (Pawankar et al. 2009)

Epidemologi alergi pangan dipengaruhi oleh genetik, budaya dan pola hidup (Kumar et al. 2010). Reaksi alergi yang berakibat fatal dapat terjadi pada semua usia, namun resiko tertinggi terjadi pada anak kecil dengan penyebab utama antara lain kacang tanah, buah, ikan (Woods et al. 2001), dan kasein pada susu (Zakaria et al. 1992).

Diagnosis Alergi

(28)
(29)

dugaan alergi terhadap riwayat kesehatan. Terkadang pada penderita alergi makanan diperlukan konsultasi ke ahli diet di klinik alergi. Klinik alergi dapat merekomendasikan untuk dilakukan imunoterapi (Holgat et al. 2006).

Skin prick test (SPT) atau uji tusuk kulit adalah metode yang dapat

dipercaya untuk mendiagnosis alergi yang dimediasi oleh antibodi IgE pada pasien dengan rhinocon-junctivitis, asthma, urticaria, anapylaxis, atopic eczema, alergi obat dan makanan (Heinzerling et al. 2013). Apabila alergen diinjeksikan ke dalam bagian dermis kulit maka akan terjadi cross-linked atau ikatan silang antara alergen dengan IgE yang terikat pada sel mastosit. Hal ini akan menyebabkan keluarnya histamin dan mediator lainnya dari sel mastosit yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, akibatnya timbul kemerahan (flare) dan bentol (wheal) pada kulit tersebut (Pawarti 2004). Dengan dilakukan uji tusuk kulit ini dapat ditentukan jenis alergen pencetus sehingga dikemudian hari dapat menghindari pajanan alergen pencetus tersebut (Pawarti 2004). Gambar 6 menunjukkan mekanisme kerja uji tusuk kulit sebagai salah satu cara untuk diagnosis alergi.

Gambar 6 Mekanisme kerja uji tusuk kulit (Holgat et al. 2006)

(30)

antibodi IgE spesifik kompleks atau banyak mengandung antibodi IgE spesifik terhadap alergen yang lain. Selektivitas adalah kemampuan metode uji untuk memberikan sinyal analitik dengan benar untuk campuran analit dalam suatu contoh tanpa adanya interaksi antar analit.

Uji tusuk kulit sering dan mudah dikerjakan sehingga cocok untuk pelayanan klinik dan bermanfaat terutama untuk mengeksklusi makanan tertentu sebagai penyebab alergi (Christanto dan Oedono 2011). Tempat uji tusuk kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Faktor yang mempengaruhi uji tusuk kulit diantaranya antihistamin yang dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling sedikit 3 hari sebelum uji tusuk kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji tusuk

kulit dilakukan. Obat golongan agonis β juga mempunyai pengaruh tetapi pengaruhnya sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada usia yang sama kemungkinan juga terjadi reaksi berbeda. Usia pasien semakin muda biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan setelah usia 3 tahun.

Uji tusuk kulit dapat dilakukan dengan berbagai macam peralatan, baik yang single device maupun yang multiple device. Gambar 7 menunjukkan beberapa peralatan atau kit yang digunakan pada uji tusuk kulit. Isolat alergen yang saat ini berada di pasaran berasal dari ekstrak sumber pangan yang berbeda-beda dan dibuat dengan metode yang berbeda-beda yang menjadi rahasia perusahaan (Maleki et al. 2010). Isolat alergen ini merupakan protein crude yang masih

(31)

mengandung berbagai jenis protein alergen. Hal ini disebabkan jenis protein yang dapat menyebabkan alergi pada setiap orang berbeda-beda (Koppelman et al. 2001), sehingga isolat alergen tidak dimurnikan sampai diperoleh satu protein alergen saja. Zakaria et al. (1998) telah mengkaji sifat alergenisitas protein udang putih untuk produksi isolat alergen, dan hasilnya menunjukkan bahwa secara umum seluruh protein dari udang putih yaitu fraksi protein terlarut sarkoplasma dan miofibril mempunyai sifat alergenik yang mampu merangsang terjadinya reaksi alergi, sehingga isolat protein tersebut dapat digunakan sebagai alergen untuk uji tusuk kulit. Astuti (2012) juga telah meneliti sifat alergenisitas kacang kedelai, kacang tanah, dan kacang bogor untuk produksi isolat alergen dan hasilnya secara umum menunjukkan bahwa isolat protein tersebut mampu berikatan dengan IgE spesifik pada penderita alergi sehingga isolat tersebut bisa digunakan untuk uji tusuk kulit. Purbasari (2012) juga melakukan hal yang sama dengan menggunakan udang jerbung, kerang dan ikan tongkol.

Ekstrak Alergen Pangan

Kandungan makanan antara lain terdiri dari lemak, kabohidrat dan protein. Kandungan yang sering bersifat alergen adalah glikoprotein yang larut dalam air dengan berat molekul antara 18-70 kDa. Beberapa alergen dapat mempunyai berat molekul 160 kDa (Adkinson et al. 2008). Tabel 1 dan Tabel 2 masing-masing menunjukkan alergen utama pangan yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Tabel 1 Karakteristik alergen pangan hewani

No Alergen Frekuensi

2 Ikan Salmon atlantik (Salmo salar), cod (Gadus callarias)

2.1 Grup 1 100 12

Parvalbumin, calcium-binding protein

3 Udang (Metapenaeus spp, Penaeus spp)

3.1 Grup 1 (Met p 1) >50 34–36 Tropomiosin

70 39 Arginin kinase

4 Kepiting (Charybdis feriatus)

4.1 Grup 1 >50 34 Tropomiosin

5 Cumi-cumi (Todarodes pacificus)

5.1 Grup 1 >50 38 Tropomiosin

(32)

Umumnya, alergen ini stabil terhadap pemanasan serta tahan terhadap asam dan enzim protease. Alergen dapat menimbulkan sensitisasi dan gejala pada individu atopi meskipun dalam jumlah sedikit, beberapa mikrogram alergen inhalan sudah dapat merangsang pembentukan IgE. Dalam konteks alergi makanan, tidak dapat diduga berapa banyak protein yang diserap, berapa lama kontak dengan sistem imun, dan berapa cepat alergen yang dimakan dipecah untuk dapat diserap, diperkirakan 1 mikrogram laktoglobulin sudah dapat menimbulkan sensitisasi. Alergen dari hewan diantaranya adalah sapi, ikan, udang, kepiting dan cumi-cumi. Alergen utama pada sapi adalah Bos d 4, Bos d 5, Bos d 6, Bos d 7. dan Bos d 8 dengan berat molekul masing-masing 14, 18, 67, 160, dan 20-30 kDa. Alergen utama pada kepiting adalah Met p 1 dengan bobot molekul 34 kDa dan pada cumi-cumi adalah Grup 1 dengan bobot molekul 38 kDa.

Tabel 2 Karakteristik alergen pangan nabati

Alergen Frekuensi

Ara h 8 85 17 Patogenesis berhubungan dengan

protein PR-10

Gly m Bd 28K >50 22 Glikoprotein seperti vicilin, homolog dengan Ara h 1

Gly m 3 67 14 Profilin

Gly m 4 Nd 17 Patogenesis berhubungan dengan

protein PR-10

21 kDa allergen Nd 22 Anggota famili glisinin G2 G1 glisinin Nd 40 Anggota famili glisinin G1,

homolog dengan Ara h 3 Gly m Bd 60K 25 60 Protein simpanan biji vicilin β

(33)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purbasari (2012) menunjukkan bahwa protein yang bereaksi positif dengan IgE penderita alergi pada uji immunoblotting adalah enam pita protein antigen yang muncul dari fraksi miofibril udang memiliki berat molekul 84,47 kDa, 78,71 kDa, 36,18 kDa, 32,95 kDa, 29,88 kDa dan 28,31 kDa. Protein dengan berat molekul 32,95 kDa terlihat paling dominan diantara yang lain. Protein yang muncul dari fraksi sarkoplasma udang sebanyak 2 komponen (33,54 kDa dan 30,56 kDa), 1 komponen dari protein miofibril tongkol (33,54 kDa) dan 3 komponen dari fraksi protein sarkoplasma dan miofibril kerang. Tiga komponen dari fraksi protein sarkoplasma kerang memiliki berat molekul 32,95 kDa, 29,88 kDa dan 28,62, sedangkan 3 komponen protein miofibril kerang dengan berat molekul masing-masing yaitu 93,51 kDa, 32,95 kDa, dan 29,88 kDa. Tabel 3 Karakteristik dan struktur tiga dimensi beberapa alergen

No Sumber

Sumber: Adkinson et al. (2008); * http://www.rcsb.org/pdb; **http://www.uniprot.org

(34)

serum 8 berikatan dengan protein 42,9 kDa, 40 kDa dan 35,8 kDa. Dari ke-5 serum tersebut, hanya serum 2 yang memiliki IgE spesifik yang dapat berikatan dengan salah satu major alergen kacang tanah, yaitu pada protein 63 kDa, yang dikenal dengan major alergen Ara h 1. Tabel 3 menunjukkan karakteristik dan struktur tiga dimensi beberapa alergen kedelai dan gandum.

Antibodi IgE spesifik adalah antibodi IgE yang bagian paratop-nya dapat berikatan dengan bagian epitop pada antigen. Antigen yang dimaksud adalah bagian protein makanan hasil isolasi. Gambar 8 menunjukkan epitop dan paratop pada suatu antigen dan pengikatannya dengan antibodi IgE. Gambar 9 menunjukkan antigen yang mempunyai empat epitop berbeda.

Gambar 8 Epitop dan paratop pada suatu antigen

Epitop antigen dapat berupa suatu bentuk konformasi tertentu atau bentuk linear (Kindt et al. 2007). Denaturasi protein yang memiliki epitop dapat merubah konformasinya sehingga dapat menghilangkan sifat antigeniknya atau justru membentuk epitop baru sehingga membuat protein tersebut semakin antigenik. Sebaliknya, epitop linear tidak dapat dirusak oleh proses denaturasi, bahkan denaturasi dapat membuat epitop linear yang terdapat di dalam struktur sekunder suatu protein menjadi terekspos keluar sehingga sifat antigenik protein tersebut menjadi bertambah. Epitop pada suatu antigen dapat terletak pada proteinnya atau pada molekul lain yang berikatan dengan protein tersebut, misalnya karbohidrat.

Gambar 9 Antigen yang mempunyai empat epitop berbeda

Kepiting

(35)

kepiting bakau (Scylla spp.). Klasifikasi kepiting bakau secara lengkap (King 1995; Keenan 1999) disajikan sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Subfilum : Mandibulata

Klas : Crustacea

Subklas : Malacostraca Superordo : Eucarida

Ordo : Dekapoda

Subordo : Pleocyemata Infraordo : Brachyura Famili : Portunidae Genus : Scylla

Spesies : serrata, tranquebarica, olivacea, paramamosain

Ke-empat spesies kepiting bakau diatas dapat ditemui di Indonesia. Spesies Scylla serrata dikenal dengan kepiting bakau hijau atau “giant mud crab” karena bobotnya dapat mencapai 2-3 kg/ekor. Kepiting jenis S. tranquebarica dikenal sebagai kepiting bakau ungu yang juga dapat mencapai ukuran besar. Jenis S olivacea dikenal sebagai kepiting bakau merah atau red/orange mud crab dan S. paramamosain dikenal sebagai kepiting bakau putih (Nurdin dan Armando 2010).

Gambar 10 Struktur morfologi kepiting bakau

(http://deviansouisa.blogspot.com/2011/10/kepiting-bakau.html)

Gambar 10 menunjukkan struktur morfologis kepiting bakau. Ciri morfologi kepiting bakau umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu tubuh dan kaki. Kaki kepiting bakau ada lima pasang, yaitu sepasang capit (chela/cheliped) tiga pasang kaki jalan (walking leg) dan sepasang kaki renang atau kaki dayung (swimming leg) yang berbentuk lebar dan pipih untuk membantu berenang (Kaliola et al. 1993). Kepiting bakau relatif berukuran besar, memiliki karapas yang lebar dan permukaannya sangat licin dan dapat tumbuh hingga mencapai bobot 3 kg.

(36)

Tabel 4 Komposisi kimia daging kepiting

Komposisi kimia Satuan (/100 g) Jumlah

Air g 79.02

Energi Kkal 87

Energi kJ 364

Protein g 18.06

Total lipid g 1.08

Abu g 1.81

Karbohidrat (by difference) g 0.04

Serat, Total serat g 0

Sumber: United States Department of Agriculture (2012)

Tabel 5 Komposisi asam amino protein daging kepiting

Asam amino Jumlah (g/100g)

Triptofan 0.251

Treonin 0.731

Isoleusin 0.875

Leusin 1.433

Lisin 1.572

Metionin 0.508

Sistin 0.202

Fenilalanin 0.763

Tirosin 0.601

Valin 0.849

Arginin 1.577

Histidin 0.367

Alanin 1.023

Asam aspartat 1.866 Asam glutamat 3.080

Glisin 1.089

Prolin 0.595

Serin 0.711

Sumber: United States Department of Agriculture (2012)

(37)

Cumi-cumi

Cumi-cumi termasuk dalam kelas Cephalopoda. Klasifikasi cumi-cumi selengkapnya adalah (Bouchet 2014).

Filum : Mollusca Subfilum : Mandibulata Kelas : Cephalopoda Subkelas : Coleoidea Subordo : Decapodiformes

Ordo : Myopsida

Famili : Loliginidae Genus : Uroteuthis

Subgenus : Uroteuthis (photololigo)

Spesies : Uroteuthis (photololigo) duvaucelii

Cumi-cumi tidak seperti jenis-jenis moluska lainnya walaupun termasuk phylum moluska. Cumi-cumi, sotong, dan gurita tidak memiliki cangkang luar. Cumi-cumi memiliki kerangka tipis dan bening yang terdapat di dalam tubuhnya (Dahuri 2003).

Gambar 11 Struktur morfologi cumi-cumi (

http://alifran-mcrmy.blogspot.com/2011/10/morfologi-anatomi-cumi-cumi-loligo-sp.html)

(38)

Tabel 6 Komposisi kimia daging cumi-cumi

Komposisi kimia Satuan (/100g) Jumlah

Air g 78.55

Energi kcal 92

Energi kJ 385

Protein g 15.58

Total lipid g 1.38

Abu g 1.41

Karbohidrat, by difference g 3.08

Serat, total serat g 0

Gula total g 0

Sumber: United States Department of Agriculture (2012)

Tabel 7 Komposisi asam amino protein daging cumi-cumi Asam amino Jumlah (g/100g)

Triptofan 0.174

Treonin 0.670

Isoleusin 0.678

Leusin 1.096

Lisin 1.164

Metionin 0.351

Sistin 0.204

Fenilalanin 0.558

Tirosin 0.498

Valin 0.680

Arginin 1.136

Histidin 0.299

Alanin 0.942

Asam aspartat 1.503 Asam glutamat 2.118

Glisin 0.974

Prolin 0.635

Serin 0.698

Sumber: United States Department of Agriculture (2012)

(39)

sp.) mempunyai kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah. Kandungan protein, lemak dan komponen-komponen lainnya dari tubuh cumi-cumi dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada

Kacang Hijau

Kacang hijau merupakan tanaman palawija yang banyak diusahakan oleh petani di Indonesia. Komoditi tersebut cukup besar manfaatnya bagi manusia terutama sebagai bahan pangan. Asal usul tanaman kacang hijau diduga dari kawasan India. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet menyebutkan bahwa India merupakan daerah asal suku (famili) leguminosae. Salah satu bukti yang mendukung pendapat Vavilov adalah ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolumungo di India atau disebut kacang hijau di Indonesia. Penyebaran kacang hijau meluas, ditanam ke berbagai daerah atau negara di Asia beriklim panas (tropis), seperti Taiwan, Thailand dan Filipina. Kacang hijau dibawa masuk ke wilayah Indonesia pada awal abad ke-17 oleh pedagang Cina dan Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau pada mulanya di Pulau Jawa dan Bali tetapi pada tahun 1920-an mulai berkembang di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian Timur

Kacang hijau berasal dari Famili Leguminoseae atau polong-polongan. Klasifikasi botani tanaman kacang hijau sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Leguminoseae/ Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Vigna Savi – cowpea

Spesies :Vigna radiata (L.)R.Wilczek

(http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=VIRA4)

(40)

6-16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir 0,5-0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36-37g, berwarna hijau sampai hijau mengkilap.

Biji kacang hijau terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10 %), kotiledon (88 %) dan lembaga (2%). Kotiledon banyak mengandung pati dan serat sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan lemak. Dua jenis kacang hijau yang paling terkenal adalah golden gram dan green gram. Golden gram merupakan kacang hijau yang berwarna keemasan, dalam bahasa botaninya disebut Phaseolus aureus. Kacang hijau berwarna hijau atau green gram disebut Phaseolus radiates (Gambar 12).

Gambar 12 Kacang hijau

(http://www.diytrade.com/china/pd/5620300/green_mung_bean.html)

Manfaat tanaman kacang hijau adalah sebagai bahan pangan, pakan, pupuk hijau dan obat tradisional. Bubur kacang hijau baik digunakan untuk pengobatan beri-beri sedangkan taoge kacang hijau merupakan sumber vitamin E yang berkhasiat sebagai antisterilitas, memperlancar air seni, baik bagi penderita kencing manis dan kegemukan (obesitas). Antioksidan yang terkandung di dalamnya dapat membantu memperlambat proses penuaan dan mencegah penyebaran sel kanker.

(41)

Tabel 8 Komposisi asam amino protein

Sumber: United States Department of Agriculture (2012)

Daya cerna yang tidak terlalu tinggi tersebut disebabkan oleh adanya zat antigizi, seperti antitripsin dan tanin (polifenol). Kandungan lemak dalam kacang hijau relatif sedikit (1-1,2 %). Lemak kacang hijau sebagian besar tersusun atas asam lemak tidak jenuh oleat (20,8 %), linoleat (16,3 %) dan linolenat (37,5 %). Linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak balita. Kalsium banyak terdapat pada bagian kulit biji, diikuti bagian lembaga dan paling sedikit pada bagian kotiledon. Sebaliknya, fosfor banyak terdapat pada bagian lembaga. Zat besi paling banyak terdapat pada bagian embrio dan kulit biji. Vitamin yang paling banyak terkandung pada kacang hijau adalah thiamin (B1), riboflavin (B2) dan niasin (B3).

Kacang Koro Pedang

Kacang koro pedang atau koro pedang (Canavalia ensiformis L.) diperkirakan mulai dibudidayakan di Meksiko 3000 tahun sebelum Masehi dan tersebar luas dibawa oleh para pedagang ke Amerika Utara, Asia dan Afrika (Purseglove 1974). Genus Canavalia diperkirakan berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Chee et al. 1994) dan terdiri empat subgenus dengan 51 spesies. Klasifikasi botani tanaman kacang koro pedang sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

(42)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Leguminoseae/ Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Canavalia Adans – jackbean

Spesies : Canavalia ensiformis (L.) DC. – jack bean

(http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=caen4)

Secara botani tanaman koro pedang dibedakan kedalam dua tipe yaitu: koro pedang tumbuh merambat (climbing) berbiji merah (Canavalia gladiate (jack) DC) dan koro pedang tumbuh tegak berbiji putih (Canavalia ensiformis (L.) DC.). Tipe merambat dikenal dengan swordbean tersebar di Asia Tenggara, India, Myanmar, Ceylon dan negara-negara Asia Timur. Koro pedang tipe tegak/perdu, polongnya dapat menyentuh permukaan tanah sehingga disebut koro dongkrak (Jackbean).

Gambar 13 Kacang koro pedang

(http://chipling88.files.wordpress.com/2010/08/koro.jpg)

Gambar 13 menunjukkan kacang koro pedang. Kacang koro pedang sebagai salah satu tanaman potensial sampai saat ini mulai dikembangkan di Indonesia. Kacang koro pedang juga dikenal sebagai kekara parang (Jack bean, Horse bean, Sword bean, Hyacinth bean), memiliki beberapa nama sinonim yaitu Dolichos ensiformis L. (1753), Canavalia gladiate (Jacq.) DC. var. ensiformis (L.) Benth. Kacang koro pedang dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis yang lembab, namun juga dapat bertahan pada periode musim kering. Kacang koro pedang dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan tahunan berkisar antara 700–4000 mm dan dapat tumbuh pada ketinggian hingga 1800 m di atas permukaan laut.

(43)
(44)

1

METODE

Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama adalah Karakterisasi bahan baku untuk pembuatan isolat protein diantaranya kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang Tahap kedua adalah isolasi protein dan karakterisasi isolat protein. Tahap ketiga adalah formulasi reagen dan persyaratan reagen untuk SPT, tahap keempat adalah aplikasi reagen SPT pada manusia dengan menentukan nilai sensitivitas dan selektivitas, dan tahap kelima adalah uji stabilitas reagen SPT pada kondisi anjuran penyimpanan. Gambar 14 menunjukkan diagram alir penelitian.

Gambar 1 Diagam alir penelitian

Alat

Peralatan yang digunakan adalah blender, sentrifuse, SDS-PAGE Bio-Rad Mini-Protean II, immunoblotting Mini Trans-Blot® Electrophoretic Transfer, perangkat ELISA, Costar® 96-sumur ELISA microplates, LabSystem Multiskan EX ELISA reader, spektrofotometer UV-VIS, water bath, freeze drier, inkubator, evaporator, nitrocellulose membranes for blotting pore size 0.45 m, size 15 cm x 15 cm (Sigma N8267), timbangan analitik, pH meter, vortex, stirrer, termometer,

Gambar

Gambar 7 Peralatan kerja uji tusuk kulit (Holgate et al. 2006)
Tabel 2 Karakteristik alergen pangan nabati
Tabel 3 Karakteristik dan struktur tiga dimensi beberapa alergen
Tabel 4 Komposisi kimia daging kepiting
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada perlakuan dapat dilihat bahwa kadar protein tempe berbahan dasar koro pedang dengan penambahan jagung (B1P1, B1P2, B1P3) lebih tinggi dibandingkan tempe koro pedang

Kesimpulan : Tidak ada pengaruh substitusi tepung koro pedang pada pembuatan donat terhadap tingkat pengembangan dan daya terima donat.. Pembuatan donat koro pedang disarankan

Sedangkan nilai kekerasan sampel tempe murni dengan subtitusi 50% dan 75% kacang koro pedang memiliki nilai kekerasan yang berbeda nyata Hal tersebut dapat disebabkan

Kajian Nutrisional Protein Rich Flour (PRF) Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.); Puspa Dewi Augustine, 031710101119; 2007: banyak hal 59; Jurusan Teknologi. Hasil Pertanian

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi asam salisilat berpengaruh nyata terhadap lebar helai daun tanaman kacang koro pedang selama 8

Metode penurunan kandungan racun sianida pada bahan pangan khususnya kacang koro pedang sudah banyak dilakukan, diantaranya yang paling sering dilakukan yaitu

Latar Belakang: Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) telah diketahui kemampuannya menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dengan menurunkan kadar kolesterol LDL

PENGARUH GERMINASI DAN KOMBINASI GERMINASI-ELISITASI MENGGUNAKAN JAMUR TEMPE TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT DAN KARAKTERISTIK ADONAN KACANG KORO.. PEDANG (Canavalia