GAMBARAN STRES KERJA GURU WANITA
BERKELUARGA DI SEKOLAH DASAR YAYASAN
PERGURUAN AL-AZHAR MEDAN
SKRIPSI
Oleh : Nikmah 111121047
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
Judul : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan
Nama Mahasiswa : Nikmah
NIM : 111121047
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011/2013
Abstrak
Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja akibat banyaknya tuntutan yang harus dihadapi, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar sampel sebanyak 18 responden guru wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah tehnik total sampling. Kuesioner penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami oleh guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan berdampak negatif (distress) yakni sebanyak 11 responden (61,1%). Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul ini direkomendasikan agar dapat membuat instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lain dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya stres kerja bagi wanita berkeluarga dan bekerja serta menggunakan sampel yang lebih besar agar lebih representatif.
PRAKATA
Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya, serta sholawat dan salam tak lupa
pula dihadiahkan kejunjungan Nabi besar Muhammmad SAW atas
terselesaikannya skripsi ini yang disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis
untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah
“Gambaran Stres Kerja Guru Wanita di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan
Al-Azhar Medan Tahun 2012”.
Didalam penyusunan Skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan,
bimbingan, keterangan dan data-data baik secara tulis maupun secara lisan, maka
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU, Ibu
Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,
MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp,
MNS selaku Pembantu Dekan III.
2. Hj. Rachmah Nasution selaku ketua Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang
telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
3. Fahrur Rozi, M.pd dan Fandi Ahmad, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan Wakil
Kepala Sekolah SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah
4. Seluruh Guru di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah bersedia
menjadi responden selama penelitian ini berlangsung.
5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns. M.Kep. selaku dosen pembimbing
skripsi yang selalu menyediakan kesempatan waktu untuk membimbing
penulis, selalu memberikan arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah
menyediakan kesempatan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam
perbaikan isi skripsi ini.
7. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang juga
telah menyediakan kesempatan waktu untuk memberikan arahan dan masukan
dalam perbaikan isi skripsi ini.
8. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep. selaku penasehat akademik yang selalu memberikan
masukan dan saran bagi penulis.
9. Seluruh Dosen & Staf Administrasi di Fakultas Keperawatan USU yang telah
menyumbangkan ilmu dan memberikan bantuan dalam kelancaran selama
proses penelitian berlangsung.
10. Teristimewanya bagi keluargaku yang kucintai, Ayahanda Ali Sattar
Nasution dan Ibunda Nurhayati Lubis atas do’a, motivasi, dukungan moril dan
materil serta kasih sayangnya kepada penulis, serta adikku tersayang Rahmat
Nasution dan Nahrawi Wiguna Nasution beserta keluarga besarku yang selalu
11. Sahabat-sahabat terbaikku dan teman-teman kost yang telah menghibur,
memberikan semangat dan dukungan dalam suka dan duka, juga untuk
teman-teman satu bimbingan skripsi yang telah sama-sama berjuang dalam
penyelesaian skripsi serta teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 yang
telah memberikan motivasi, semangat dan memberikan dukungan.
12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu yang telah banyak memberi bantuan dan perhatian dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang disusun ini masih jauh
dari kesempurnaan baik isi maupun penyusunannya, untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi
keperawatan selanjutnya.
Medan, Februari 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 7
1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan ... 7
1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Peran-peran Guru Wanita Berkeluarga ... 8
A. Peran didalam Keluarga ... 9
B. Peran dalam Pekerjaan Sebagai Guru ... 10
2.2 Stres Kerja ... 12
2.2.1 Definisi ... 12
2.2.2 Stres Wanita Bekerja ... 13
2.2.3 Sumber-sumber Stres Kerja ... 14
2.2.4 Gejala Stres Kerja ... 18
2.2.5 Dampak Stres Kerja ... 20
2.3 Mendidik Anak Usia Sekolah Dasar (Masa Akhir Kanak-kanak) .... 26
2.3.1 Mendidik ... 26
2.3.2 Unsur-Unsur Pendidikan ... 27
2.3.3 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ... 30
A. Ciri-ciri ... 30
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43
4.7 Pengumpulan Data ... 44
4.8 Analisa Data ... 45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
5.1 Hasil Penelitian ... 40
5.1.1 Karakteristik Responden... 40
5.1.2 Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga ... 40
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 40 5.1 Kesimpulan ... 40
5.2 Rekomendasi ... 41
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran-Lampiran 1. Inform consent
2. Instrumen Penelitian
3. Jadwal Tentative Penelitian
4. Rincian Biaya Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Guru Wanita Berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 ...
Judul : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan
Nama Mahasiswa : Nikmah
NIM : 111121047
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011/2013
Abstrak
Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja akibat banyaknya tuntutan yang harus dihadapi, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar sampel sebanyak 18 responden guru wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah tehnik total sampling. Kuesioner penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami oleh guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan berdampak negatif (distress) yakni sebanyak 11 responden (61,1%). Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul ini direkomendasikan agar dapat membuat instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lain dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya stres kerja bagi wanita berkeluarga dan bekerja serta menggunakan sampel yang lebih besar agar lebih representatif.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak
yang ditimbulkan dari perubahan tersebut adalah persaingan global yang
semakin ketat yang juga telah mengantarkan kehidupan manusia kepada
kemajuan di berbagai sektor baik sektor ekonomi, industri, sosial budaya
dan lain sebagainya, termasuk hal yang berkaitan dengan peran wanita.
Sumbangan wanita dalam pembangunan ekonomi terlihat dari
kecenderungan partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Sebagai salah satu
indikator, partisipasi dalam bidang ekonomi ditunjukkan dari laju
peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja antara tahun 1975-2000
lebih cepat dari peningkatan laju partisipasi pria. Di Indonesia, jumlah
angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 6.869.357 pada tahun 1990
menjadi 36.871.239 pada tahun 2000 (BPS, Data komposisi angkatan kerja,
1990 & 2000). Sedangkan jumlah wanita yang bekerja yang terdaftar pada
tahun 2008 di Indonesia mencapai 1.200.241 jiwa (Statistik Indonesia,
2009). Data wanita bekerja tersebut meliputi 33% wiraswasta, 31%
Partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak
tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam
masyarakat Indonesia. Partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan
transisi. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu
dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian
wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia
pembangunan. Peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam
kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan
keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang
tersedia (Indriyani, 2009).
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui proses pendidikan, faktor tenaga kependidikan yaitu guru memegang peranan dalam menjalankan fungsi dan pelaksanaan pendidikan (the people behind the students), jika para guru dapat melaksanakan tugas dengan baik maka akan terpancar profil seorang guru yang berkompeten (Murtiningrum, 2005)
Data UNESCO (2011) menunjukkan bahwa ada sekitar 3,5 juta
jumlah guru di Indonesia, sedang data berdasarkan NUPTK (2010)
menunjukkan guru di Indonesia berjumlah 2.791.204 orang. Data yang
diterbitkan Dirjen PMPTK (2009) menunjukkan jumlah guru secara nasional
sebanyak 2.607.311 yang terdiri atas guru PNS 1.579.381 dan non PNS
1.027.930 dengan rincian yang memuat beberapa daerah seperti Jakarta
Timur berkisar 30.330 orang, Surabaya 29.280 orang, Bandung 25.995
Guru, dalam kaitannya sebagai subyek yang berperan dalam dunia pendidikan mengemban tugas dan peranan yang sangat luas dan berat. Guru tidak saja mengemban tugas di sekolah, namun juga tugas sosial kemasyarakatan dilingkungan tempat tinggalnya. Guru mempunyai citra baik di masyarakat, apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan (Dewi, 2002).
Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang
telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi
untuk mengalami stres kerja. Farber (1991) mengemukakan bahwa keacuhan siswa, ketidakpekaan penilik sekolah/pengawas, orang tua siswa yang tidak peduli, kurangnya apresiasi masyarakat dengan pekerjaan guru, kritik masyarakat, kelas yang terlalu padat, kertas kerja yang berlebihan, bangunan fisik sekolah yang tidak baik, hilangnya otonomi, dan gaji yang tidak memadai merupakan beberapa faktor lingkungan sosial yang turut berperan menimbulkan stres kerja.
Wanita yang berkeluarga dan bekerja cenderung kesulitan
menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga sehingga akan
menimbulkan suatu tekanan yang mengakibatkan ketidakseimbangan
perilaku berupa sering marah-marah dan kurang memperhatikan anak-anak
dan suami, cepat lelah, dan lain-lain. Hal tersebut sering disebut dengan
istilah stres kerja, yaitu respon yang adaptif terhadap situasi eksternal yang
menyebabkan penyimpangan secara fisik, psikologis dan perilaku.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah
menempatkan fungsi dan peran guru pada berbagai hal. Di sekolah guru
wanita di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu
mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai
penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang para guru dianggap
sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses
pendidikan secara global. Selain itu, dalam rumah tangga guru wanita juga
senantiasa dituntut untuk bisa berperan sebagai istri dan ibu yang baik bagi
suami dan anak-anaknya. Sehingga para guru di Indonesia terutama guru
wanita yang telah menikah tidak jarang telah diposisikan mempunyai peran
ganda bahkan multi fungsi (Churiyah, 2011).
Tuntutan hidup yang dihadapi guru wanita berkeluarga demikian besar pada satu sisi, sementara pada sisi lain tanggung jawab dan beban moral yang dipikul sebagai seorang pengajar dan pendidik yang sangat besar sering mengakibatkan stres atau tekanan mental pada guru. Belum lagi jika ia menjadi sasaran kritik atas gagalnya suatu proses pendidikan yang dialami oleh anak didiknya (Toni, 2003).
Guru wanita berkeluarga harus bisa menyeimbangkan antara
pekerjaannya yaitu sebagai guru dan ibu rumah tangga supaya tidak
mengalami stres dalam pekerjaannya yang akan berdampak pada keluarga.
Sedangkan berbagai tekanan yang dialami guru, misalkan ada tugas-tugas
dari sekolah yang belum selesai atau tugas dari kepala sekolah yang harus
segera dikumpulkan perlu dikerjakan di rumah dan lembur, hal itu akan
dihadapkan pada pengalaman negatif dengan siswa terutama guru yang
mendidik anak pada rentang usia sekolah/masa kanak-kanak akhir
(Murtiningrum, 2005).
Perilaku anak pada usia ini sering dikaitkan sebagai usia yang
menyulitkan, usia tidak rapi dan usia dimana anak sering sekali bertengkar
terutama anak laki-laki. Disamping disebut sebagai usia dasar untuk
menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk kehidupan
dewasa serta merupakan periode kritis dalam dorongan berprestasi yang
akan berpengaruh terhadap perilaku berprestasi dimasa dewasa. Sehingga
butuh ketelatenan dan kesabaran ekstra bagi guru dalam mendidik anak pada
usia ini, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan mampu
membantu menyelesaikan masalah-masalah perkembangan psikis anak
didiknya, dan tentunya tidak salah jika kita menganggap bahwa kerentanan
menghadapi stres yang lebih berat terjadi pada guru sekolah dasar/masa
kanak-kanak akhir (Pieter & Lubis, 2010).
Hasil studi yang diperoleh dari Safaria dan Nubli (2011) tentang
stres kerja pada staf akademik menunjukkan bahwa dari 326 responden guru
ditemukan 168 (51,5%) guru yang benar-benar merasa stres dan 60% guru
mengatakan bahwa mereka mengalami stres kerja. Studi lain dari
Arismunandar (2008) menyimpulkan bahwa 30,27% dari 80.000 guru
mengalami stres kerja berat yang berarti bahwa jumlah guru mengalami stres
Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 April
sampai dengan 4 Mei 2012 di SD 1 & SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar
Medan, di peroleh data bahwa dari 6 guru wanita yang telah menikah yang
berhasil di wawancarai, seluruhnya mengaku mengalami stres kerja akibat
berbagai tekanan yang mereka hadapi baik yang berasal dari pekerjaan
maupun keluarga, namun masing-masing menambahkan bahwa tingkat stres
dan frekuensi stres mereka berbeda-beda tergantung dari lamanya
pengalaman kerja serta bagaimana koping masing-masing individu tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
lebih lanjut bagaimana Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di
SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di SD
Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di SD
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini antara lain adalah:
1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
Mahasiswa untuk mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Jiwa pada
keluarga.
1.4.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi tentang
upaya untuk mengurangi stres kerja dalam upaya meningkatkan kinerja
dan mutu pelayanan keperawatan.
1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk peneliti selanjutnya
terutama dalam meneliti faktor-faktor penyebab stres kerja lainnya pada
wanita berkeluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran-peran Guru Wanita Berkeluarga
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar
mengajar, yang berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia
yang potensial di bidang pembangunan (Soetjipto & Kosasi, 2009). Menurut
Napitupulu (dikutip dari Triwahyuni, 2008) guru dalam arti sempit adalah
seseorang yang menamatkan pelajarannya pada suatu lembaga pendidikan
guru, sedangkan dalam arti luas guru merupakan orang dewasa yang memiliki
tanggung jawab mengarahkan tingkah laku anak didik ke tujuan yang baik.
Depdiknas (2004) mengemukakan bahwa guru adalah salah satu
tenaga pendidik yang memiliki tugas utama menjadi agen pembelajaran yang
memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing dan melatih peserta didik
sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi
kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang
pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini formal.
Pernyataan tersebut didukung oleh Syah (dikutip dari Triwahyuni,
2008) bahwa guru merupakan tenaga pendidik yang tugas utamanya
mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa
Indriyani (2009) mengemukakan bahwa secara umum, disesuaikan
dengan keadaan sosial budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia
selama ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga tugas utama guru wanita
berkeluarga, yaitu:
1. Sebagai istri, supaya dapat mendampingi suami sebagai kekasih dan
sahabat untuk bersama membimbing keluarga yang bahagia.
2. Sebagai ibu rumah tangga, supaya mempunyai tempat aman dan teratur
bagi seluruh anggota keluarga.
3. Sebagai pendidik, untuk pembina generasi muda supaya anak-anak
dibekali kekuatan rohani maupun jasmani yang berguna bagi nusa dan
bangsa.
Triwahyuni (2008) menyatakan bahwa seorang guru wanita yang telah
menikah apalagi yang telah memiliki anak akan memiliki peran yang ganda.
Berikut dijelaskan beberapa peran ganda guru wanita tersebut.
A. Peran di dalam keluarga
1) Istri
Menurut Frieze peran sebagai istri timbul pada saat seorang wanita
secara hukum meresmikan hubungannya dengan seorang pria melalui
pernikahan. Sebagai seorang istri, ia memperhatikan keadaan fisik, emosi,
menampung keluh kesah suami. Secara tradisional, peran wanita sebagai
2) Ibu
Menurut Suwondo peran sebagai ibu adalah unik karena hanya
wanita yang memiliki fungsi biologis yang memberikan kehidupan pada
anak (mengandung dan melahirkan). Sebagai seorang ibu, wanita adalah
pemegang tanggung jawab yang utama untuk memberikan perhatian fisik
dan emosional pada anak. Selain itu, ia juga bertanggungjawab untuk
membekali kekuatan rohani dan jasmani kepada anak-anaknya dalam
menghadapi segala tantangan jaman.
Tanggung jawab terhadap pengasuhan dan sosialisasi anak balita
serta perasaan pada pentingnya tanggung jawab tersebut adalah sumber
kepuasan dan harga diri pada wanita terutama pada saat anak masih balita.
B. Peran dalam pekerjaan sebagai guru
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan
pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru.
Peranan guru ini menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan
dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun
dengan staf yang lain. Secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut (Sardiman,
2004) :
1) Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan
2) Organisator
Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus,
workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3) Motivator
Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan
aktivitas dan kreativitas, sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses
belajar mengajar.
4) Pengarah atau Director
Dalam hal ini guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5) Inisiator
Dalam hal ini guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar.
Tentunya ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh
anak didiknya.
6) Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar
kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
7) Fasilitator
Guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar,
misalnya dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian
rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar
8) Mediator
Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa serta sebagai
penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasi.
9) Evaluator
Guru memiliki otoritas memberikan penilaian terhadap anak didik.
Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi dalam menjatuhkan nilai atau
kriteria keberhasilan.
2.2. Stres Kerja
2.2.1. Defenisi
Berbagai tekanan-tekanan yang dialami dalam pekerjaan dan
keluarga akan menimbulkan suatu peristiwa-peristiwa yang merupakan
luapan dari emosi yaitu stres kerja. Davis dan Newstrom (dikutip dari
Wirakristama, 2011) menyatakan stres kerja sebagai bentuk kondisi yang
mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang.
Stres kerja adalah suatu respon adaptif, dihubungkan oleh
karakteristik dan atau proses psikologi individu yang merupakan suatu
konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang
menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang
(Ivancevich & Matteson dalam Indriyani, 2009).
Menurut Robbins (2003) stres kerja adalah suatu kondisi yang
dinamis dalam mana seseorang individu dihadapkan pada suatu peluang,
tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan
lebih sering dikaitkan dengan tuntutan (demand) dan sumber daya
(resources). Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan
bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu di tempat kerja. Sumber
daya adalah hal-hal (atau benda-benda) yang berada dalam kendali seorang
individu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.
Definisi lain dikemukakan oleh Luthans (2006) yang menyatakan
bahwa stress kerja merupakan suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri,
yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau proses psikologis, yakni
suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan), situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak menuntut hal-hal di luar batas kemampuan
fisik dan psikologis individu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stress kerja merupakan
suatu tanggapan (respon) penyesuaian, baik fisik, psikologis maupun
behavioral terhadap situasi kerja, baik yang menyangkut pekerjaan itu
sendiri maupun lingkungan kerja (Murtiningrum, 2005).
2.2.2. Stres Wanita Bekerja
Ada beberapa macam stres yang dihadapi oleh wanita (Hendrix, Spencer &
Gibson dalam Wirakristama, 2011), yaitu:
1. Wanita pekerja dipengaruhi oleh sumber stres yang biasanya dihadapi
oleh laki-laki seperti beban kerja yang berlebihan, overskills, under
utilization skills, kebosanan kerja, hubungan dengan pasangan dan anak,
2. Sumber stres yang kedua ini bersifat unik dan berasal dari pekerjaannya
atau di luar pekerjaan, yang berasal dari pekerjaan misalnya kebosanan,
rendahnya tingkat kekuasaan, permintaan tinggi dalam pekerjaan
pekerjaan dan sedikitnya promosi yang diberikan perusahaan.
2.2.3. Sumber-sumber Stres Kerja
Menurut Robbins (2003) tingkat stres pada tiap orang akan
menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu
yang mempengaruhi tingkat stres seseorang. Faktor tersebut adalah :
1. Faktor Lingkungan
Selain mempengaruhi desain struktur sebuah organisasi,
ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres.
Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami
karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan
ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan
dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan
perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik
menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi negara, dan inovasi
teknologi akan membuat ketrampilan dan pengalaman seseorang akan
menjadi usang dalam waktu yang pendek sehingga menimbulkan stres.
Dengan ketiga faktor lingkungan tersebut karyawan akan dengan mudah
2. Faktor Organisasional
Faktor lain yang berpengaruh pada tingkat stres karyawan adalah
faktor organisasional. Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai
penyebab stres kerja dalam lingkup organisasional, yaitu tuntutan tugas,
tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi dan
kepemimpinan organisasi.
3. Faktor Individual
Secara logika, setiap individu bekerja rata-rata 40-50 jam per
minggu, sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar
pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu, sehingga akan besar
kemungkinan segala macam urusan diluar pekerjaan mencampuri
pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama
adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan
karakter yang melekat dalam diri seseorang.
Sedangkan menurut Handoko (dikutip dari Wirakristama, 2011) faktor
yang mempengaruhi stres kerja dapat digolongkan menjadi dua penyebab,
yaitu:
1. On The Job
Adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, yang dapat
menimbulkan stres pada karyawan. Hal-hal yang bisa menimbulkan stres
yang berasal dari beban pekerjaan antara lain :
a. Beban kerja yang berlebihan.
c. Kualitas supervisi yang jelek.
d. Iklim politis yang tidak aman.
e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.
f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung
jawab.
g. Kemenduaan peran (role ambiguity).
h. Frustasi.
i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.
j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan.
k. Berbagai bentuk perubahan.
2. Off The Job
Adalah permasalahan yang berasal dari luar organisasi yang
menimbulkan stres pada karyawan. Permasalahan yang sering terjadi
antara lain :
a. Kekuatan finansial.
b. Masalah yang bersangkutan dengan anak.
c. Masalah fisik.
d. Masalah perkawinan.
e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal.
Menurut Tatik Suryani dkk (dikutip dari Wirakristama, 2011) secara
umum terdapat empat faktor yang dapat menjadi sumber penyebab stres
kerja, yakni lingkungan luar, organisasi, kelompok kerja serta faktor yang
berasal dari dalam diri individu :
a. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan kondisi di luar organisasi yang akan
berpengaruh terhadap organisasi maupun individu-individu yang ada di
dalam organisasi. Lingkungan luar merupakan lingkungan makro seperti
kondisi sosial, perkembangan teknologi, kondisi ekonomi, politik dan
lain-lain.
b. Kondisi organisasi
Kondisi organisasi dapat menjadi potensi bagi terjadinya stres.
Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan administrasi serta strategi
organisasi, struktur dan desain organisasi, proses organisasional yang
berlangsung di sebuah organisasi serta kondisi kerja, apabila tidak tepat
akan berpengaruh terhadap terjadinya stres kerja.
c. Faktor individu
Sumber dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan
timbulnya stres dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu faktor
demografik dan faktor kepribadian. Faktor demografik berupa jenis
d. Kelompok kerja
Kondisi kelompok kerja yang baik akan ditandai oleh adanya
keterikatan yang tinggi, penerimaan sosial serta hubungan yang harmonis
antar anggota kelompok kerja. Apabila kelompok kerja memiliki
keterikatan yang rendah dan sering terjadi konflik akan berakibat pada
timbulnya stres.
2.2.4. Gejala Stres Kerja
Menurut Braham (dikutip dari Rosaputri, 2012) gejala stres dapat
berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,
punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang,
keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau
serangan jantung, kehilangan energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif,
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah
menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah
bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi
4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup
diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
Adapun Cooper & Straw (dikutip dari Wirakristama, 2011)
mengemukakan gejala stres diantaranya:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit,
letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi
rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.
Menurut Cox dan Gibson (dikutip dari Wirakristama, 2011) ada lima
macam konsekuensi dari stres :
1. Subyektif
Meliputi kecemasan, agresif, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi,
2. Perilaku
Perilaku yang menunjukan gejala stres adalah mudah mendapatkan
kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, luapan
emosional, makan atau merokok berlebihan, perilaku yang mengikuti kata
hati, kecewa.
3. Kognitif
Akibat stres yang bersifat kognitif dapat menyebabkan ketidakmampuan
mengambil keputusan yang jelas, daya konsentrasi rendah, kurang
perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.
4. Fisiologis
Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme tubuh, kandungan
glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat,
mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, tubuh panas dingin.
5. Organisasi
Akibat yang bersifat organisasi meliputi angka absen tinggi, pergantian
karyawan (turn over), produktivitas rendah, terasing dari rekan sekerja,
ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.
2.2.5. Dampak Stres Kerja
Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi
seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai
dengan perubahan pada diri seseorang yang memaksa mereka menyimpang
dari fungsinya secara normal (Luthans, 2006). Memang tidak selamanya
berdampak positif. Semua itu tergantung pada kondisi psikologis dan sosial
seorang guru, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stress sangat berbeda.
Contoh dampak stress kerja yang bersifat positif antara lain adalah motivasi
diri, rangsangan untuk bekerja keras dan timbulnya inspirasi untuk
meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sedangkan dampak stress kerja
yang bersifat negatif dapat digolongkan ke dalam kategori subyektif seperti
kecemasan, acuh, agresif, bosan, depresi, gugup, dan terisolir. Kategori
perilaku seperti penyalahgunaan obat/narkoba, reaksi meledak-ledak,
merokok berlebihan, dan alkoholik. Kategori kognitif seperti
ketidakmampuan mengambil keputusan secara jelas, sulit konsentrasi, peka
kritik, dan rintangan mental. Kategori fisiologis dan kesehatan seperti
meningkatnya kadar gula, denyut jantung, tekanan darah, tubuh panas
dingin, meningkatnya kolesterol dan lain-lain. Kategori organisasi seperti
ketidakpuasan kerja, menurunnya produktivitas dan keterasingan dengan
rekan sekerja.
Stres sebenarnya dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi
negatif. Stres yang dikondisikan sebagai sesuatu yang negatif disebut
dengan distress, sedangkan stres yang memberikan dampak positif disebut
eustress (Murtiningrum, 2005).
Stres dipandang positif karena dengan adanya stres seorang
karyawan bisa bekerja dengan lebih baik demi mencapai apa yang
diinginkannya, misalnya seorang karyawan yang ingin naik jabatan menjadi
tingkat stres yang lebih tinggi, sedangkan stres dari sisi negatif akan
menimbulkan dampak yang negatif pula. Stres dapat memiliki dampak yang
sangat negatif pada perilaku organisasi dan kesehatan seorang individu.
Stres berhubungan secara positif dengan ketidakhadiran, berhentinya
karyawan, penyakit jantung koroner dan infeksi yang disebabkan oleh virus
(Frayne & Geringer dalam Indriyani, 2009).
Stres merupakan bagian dari setiap kehidupan. Ada stress yang
membawa kemajuan (eustress) dan stress yang membawa dampak buruk
dan merugikan kita (distress). Eustress merupakan tingkat stress yang
membawa kemajuan dan membawa dampak yang baik. Eustress dapat
membuat Anda memiliki pengetahuan, pengalaman dan kebijaksanaan
bertambah. Sehingga energi pikiran menjadi sangat terfokus dan terorganisir
dalam bekerja (Rema, 2012).
2.2.6. Manajemen Stres Kerja
Sebenarnya seseorang merasa terganggu pikiran, perasaan, dan
emosinya lebih banyak tergantung pada diri yang bersangkutan dan cara dia
menghadapi situasi, fenomena atau kejadian tersebut. Epictetus menyatakan,
seseorang merasa terganggu bukan karena sesuatu, melainkan karena cara
pandang mereka tentang sesuatu tersebut. Secara sederhana, dapat
dikatakan seseorang akan merasa tidak senang, tidak puas, atau terganggu
keseimbangan batinnya apabila terdapat ketidaksesuaian antara kemampuan,
keterampilan, sikap dan cara dimiliki atau dikuasai seseorang dengan
memunculkan kondisi lekas marah, lekas tersinggung dan mudah membuat
kesalahan.
Menurut Pamangsah (2008) Agar stress akibat kerja yang dialami
oleh guru sekolah tidak berdampak negatif, perlu adanya upaya secara
intensif untuk pengendaliannya dan akan lebih baik lagi jika dampak stres
tersebut diubah menjadi bersifat positif, untuk itu diperlukan upaya-upaya
tertentu baik secara individual maupun organisatoris.
Upaya-upaya yang bersifat individual ini dapat dilakukan dengan
membuat daftar kegiatan yang harus diselesaikan dalam menentukan
urutannya berdasarkan skala prioritasnya, modifikasi perilaku, memilih
filsafat hidup yang tepat, mengelola waktu secara baik. Khusus untuk
waktu-waktu senggang sebaiknya dimanfaatkan untuk relaksasi atau latihan
fisik yang bersifat rekreatif, seperti meditasi, jalan sehat, jogging, renang,
lintas alam, bersepeda dan lain-lain.
Upaya-upaya yang bersifat organisatoris sangat erat terkait dengan
bidang pekerjaan yang ditekuni. Oleh karena itu, penempatan kerja sesuai
dengan kemampuannya, menspesifikasi tujuan dan antisipasi hambatan,
meningkatkan komunikasi organisasi secara efektif untuk membentuk
persepsi yang sama terhadap tujuan pekerjaan, menghindari ketidakpastian
peran, penciptaan iklim kerja yang sehat, restrukturisasi jabatan/pekerjaan
dan training/upgrading pengembangan profesi merupakan upaya yang
konstruktif untuk meminimalkan terjadinya stress kerja. Upaya-upaya
peningkatan tanggung jawab yang seluruhnya merupakan langkah positif
bersifat organisatoris untuk menghindari terjadinya stress akibat kerja di
lingkungan kerja guru sekolah.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
stres menurut Yusuf (2005), yakni :
1. Isi kalbu dengan nilai-nilai kebesaran-Nya, merupakan pilar utama
mencapai keseimbangan batin. Oleh karena itu, berusaha seoptimal
mungkin dan dengan sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu adalah
suatu keharusan, sedangkan keputusan, Tuhan yang menentukan.
2. “Saya mampu melakukan sesuatu” (dengan seizin-Nya) merupakan
suatu sikap mental positif. Dalam mencegah ketidakseimbangan batin,
seseorang hendaklah berusaha untuk selalu berpikir positif dan
menjauhkan diri dari pikiran negatif, dan ini merupakan pilar kedua
dalam menangkal diri dari hal-hal yang akan menimbulkan stres dan
ketidakseimbangan emosional lainnya.
3. Selalu menjadi orang proaktif, merupakan cara ketiga. Bertindak
proaktif berarti mengambil inisiatif lebih dulu dan bertanggung jawab
agar perbuatan itu terjadi berlandaskan nilai-nilai yang berlaku.
Seseorang akan terbatas dari rasa cemas, kecewa, sedih, curiga, shock,
collaps, dan panik karena jiwa dan raganya, atau fisik dan mental
berfungsi secara normal.
4. Berpikir positif merupakan cara keempat untuk menghindari stres. Pola
datang pada seseorang akan menjauhkan yang bersangkutan dari
tekanan, sehingga tidak terjadi jurang (gap) antara tuntutan situasi dan
kemampuan seseorang mengatasi situasi itu.
5. Menjadi penerima yang baik merupakan cara kelima yang dapat
digunakan untuk menangkal stres. Menjadi penerima yang baik akan
sangat membantu dalam pembentukan percaya diri, karena tindakan apa
yang dilakukan selalu bersumber pada penerimaan kita pada sesuatu,
dan upaya yang dilakukan selalu didasarkan tanggung jawab. Menjadi
penerima yang baik akan mendorong prestasi yang lebih baik.
6. Perbarui diri terus-menerus merupakan cara keenam untuk menangkal
stres. Stres yang melanda diri setiap orang bersumber dari
ketidakmampuannya mengatasi masalah atau tuntutan yang lebih tinggi
dari kemampuannya. Oleh karena itu, memperbarui diri secara
terus-menerus dengan belajar sepanjang hayat melebihi tuntutan tanggung
jawab, kerja, bisnis, dan kehidupan perlu dilakukan, sehingga tekanan
jiwa sebagai akibat kekurangan selalu dapat diatasi dengan baik.
7. Tekun dan sabar dalam menghadapi tugas. Ketekunan dan kesabaran
yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan suatu tugas dan
tanggung jawab akan mampu menepis munculnya ketakutan dan
kesulitan. Setiap individu yang sabar, tekun, dan ulet dalam
mengemban suatu tugas yang diberikan kepadanya akan menyebabkan
8. Olah raga dan olah napas secara teratur merupakan cara kedelapan
menangkal ketidakseimbangan emosional. Kebugaran tubuh dan
kesehatan fisik merupakan tangkal bermacam penyakit, termasuk stres
kerja.
2.3. Mendidik Anak Usia Sekolah
2.3.1. Mendidik
Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan
me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi
latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,
tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1991: 232).
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif, pendidikan ialah
the total process of developing human abilities and behaviour, drawing on
almost all life’s experiences (Santrock, 2010).
Ki Hajar Dewantoro memberikan pengertian mendidik adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
Sementara itu, Langeveld (dikutip dari Purwanto, 2006) mengartikan
mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya
menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan
dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dan anak yang belum
dewasa. Jika dianalisis lebih lanjut, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian pendidikan adalah upaya orang dewasa untuk membawa dan
mempengaruhi seorang anak didik dalam praktik pendidikan agar anak
menjadi orang dewasa yang baik, sesuai dengan kaidah-kaidah dan
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat itu.
Mendidik merupakan suatu proses yang panjang, memerlukan waktu
yang lama, dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Pendidikan adalah
suatu bentuk pergaulan antara anak dan orang dewasa yang dalam
pergaulan itu ada pengaruh yang datang kepada anak, sehingga anak dapat
berkembang ke arah yang diinginkan, yaitu ke arah kedewasaan dalam arti
fisik maupun psikis atau ke arah kematangan, baik secara jasmani maupun
rohani (Surya dkk, 2010).
2.3.2. Unsur-unsur Pendidikan
Dikutip dalam Surya dkk (2010) bahwa unsur-unsur yang harus ada
dalam proses pendidikan yaitu anak didik atau peserta didik, pendidik,
tujuan pendidikan, materi dan alat pendidikan, serta lingkungan atau situasi
1. Anak Didik atau Peserta Didik
Anak didik atau peserta didik yaitu anak yang akan diproses untuk
menjadi dewasa, menjadi manusia yang memiliki kepribadian dan watak
bangsa yang diharapkan, yaitu bangsa indonesia yang memiliki
kepribadian dan akhlak mulia. Seperti tercantum dalam UU RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, agar berhasil dalam membawa anak ke
arah kedewasaan, tentunya pendidik atau orang dewasa harus memahami
karakteristik anak, seperti berikut ini:
a. Anak itu makhluk individu yang memiliki dunia tersendiri yang tidak
boleh disamakan dengan dunia orang dewasa.
b. Anak memiliki potensi untuk berkembang.
c. Anak memiliki minat dan bakat yang berbeda dengan yang lainnya.
2. Pendidik
Pendidik yaitu orang dewasa yang berperan untuk mempengaruhi
dan membawa anak didik ke arah manusia yang sempurna, yaitu insan
kamil. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki hal-hal yang meliputi:
kewibawaan, kasih sayang, komitmen dan kejujuran.
3. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan pada era global ini telah bergeser ke dalam
pengembangan dimensi manusia yang lebih dalam, pengembangan secara
maksimal serta seimbang antara dimensi spiritual, sosial, emosional,
intelektual dan fisikal yang sejatinya sesuai dan sejalan dengan tujuan
menyiapkan warga negara yang baik, menjadi tenaga kerja yang terampil
dan menjadi warga negara yang produktif serta memiliki kepribadian dan
akhlak yang mulia. Untuk mencapai tujuan yang ideal itu, tentu
diperlukan sinergisme kelima dimensi tersebut.
4. Materi dan Alat Pendidikan
Agar materi dapat dipahami oleh anak didik maka tentu saja harus
menggunakan alat atau metode dalam melakukan komunikasi antara
pendidik dan anak didik. Menurut Suwarno (dikutip dari Surya dkk,
2010) alat-alat pendidikan dapat dibedakan dari bermacam-macam segi:
a. Alat pendidikan yang positif dan negatif
1) Positif, jika ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik,
seperti contoh yang baik, pembiasaan, perintah, pujian dan
ganjaran.
2) Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan
mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan, celaan,
peringatan, ancaman, dan hukuman.
b. Alat pendidikan preventif dan korektif
1) Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum ia melakukan
sesuatu perbuatan yang tidak baik, misalnya pembiasaan, perintah,
pujian dan ganjaran.
2) Korektif, jika maksudnya memperbaiki, karena anak telah
melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya
c. Alat pendidikan yang sifatnya menyenangkan dan yang tidak
menyenangkan
1) Menyenangkan, yaitu yang menimbulkan perasaan senang pada
anak-anak, misalnya ganjaran, pujian.
2) Tidak menyenangkan, maksudnya yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan pada anak-anak, misalnya hukuman dan
celaan. Hukuman dalam pendidikan dapat diterapkan yang bersifat
mendidik, mempunyai nilai pendidikan yang bertujuan
menghukum agar anak tidak mengulangi keadaan seperti itu lagi.
2.3.3. Karakteristik Anak Usia SD (Masa Akhir Kanak-kanak)
A. Ciri-ciri
Anak yang berada di rentang usia Sekolah Dasar atau sering
disebut masa akhir kanak-kanak adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa
yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa
ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.
Periode akhir kanak-kanak ditandai masuknya anak ke kelas satu
sekolah dasar. Batasan usia dimulai enam tahun sampai awal kematangan
seksual yakni usia 12 atau 13 tahun. Ciri-ciri masa akhir kanak-kanak
menurut Hurlock (2006) antara lain:
1) Masa sulit diatur, karena anak lebih banyak mengikuti aturan dari
perintah orang tua atau aturan keluarga. Anak kurang tanggung jawab
dalam urusan rumah dan mengutamakan urusan temannya.
2) Masa bertengkar, karena anak selalu bertengkar dengan anggota
keluarga lainnya, tetangga atau teman sebayanya. Apalagi, ketika anak
merasakan suasana di rumah yang tidak menyenangkan, inkonsisten
disiplin, lemah atau otoriter.
3) Masa usia sekolah, karena pada masa ini anak mulai masuk usia
sekolah dasar. Anak selalu dimotivasi berprestasi dan membentuk
kebiasaan baru dalam mencapai kesuksesan.
4) Masa bermain, karena anak mulai membentuk permainan baru yang
lebih luas dan banyaknya kegiatan bermain baru di sekolah dan
kelompok main. Anak merasa bahagia jika mampu bermain secara
berkelompok dan diterima kelompok.
5) Masa kreativitas, karena anak selalu termotivasi menunjukkan
kreativitas, seperti melukis, susunan balok, rumah-rumahan dan
sebagainya. Jika anak tidak dapat menunjukkan kreativitas, maka anak
dicemooh, dikritik, diejek, dihina, bodoh, dan tidak kreatif.
Berikut beberapa perubahan psikologis, bahaya-bahaya fisik dan
bahaya psikologis yang dialami pada masa akhir kanak-kanak yang
dikemukakan oleh Pieter & Lubis (2010) :
B. Perubahan Psikologis Akhir Kanak-kanak
1) Perubahan bicara dimana semakin luasnya cakrawala sosial serta
Sumber-sumber perbaikan bicara yaitu tingkat sosial ekonomi,
motivasi belajar membaca, radio dan televisi, kemauan dalam
memperbaiki salah ucap, dan adanya reward.
2) Perubahan emosi, dimana masa akhir kanak-kanak, anak telah mampu
mengendalikan emosinya. Bentuk ungkapan emosi yang
menyenangkan dilakukan anak dengan tertawa, mengejangkan tubuh
dan berguling-guling. Adapun ungkapan emosi yang tak
menyenangkan dilakukan dengan marah, cemas dan kecewa.
3) Perkembangan keterampilan, dimana saat memasuki akhir
kanak-kanak, anak sudah memiliki keterampilan yang dipelajari masa
prasekolah. Keterampilan anak dipengaruhi lingkungan sosial,
kesempatan belajar keterampilan, bentuk postur tubuh dan minat.
4) Perkembangan suara hati yang merupakan reaksi kekhawatiran anak
yang terkondisi dalam situasi dan tindakan yang berkaitan dengan
perbuatan dan hukuman. Adapun rasa bersalah adalah penilaian diri
yang negatif dan terjadi saat dia mengakui bahwa perilakunya telah
bertentangan dengan nilai moral yang wajib diikutinya. Sebaliknya,
rasa malu merupakan reaksi emosional yang kurang menyenangkan
terhadap penilaian negatif orang lain.
5) Peranan disiplin dimana akan mempengaruhi sikap dan perilaku moral
anak. Sebaiknya penerapan disiplin di keluarga bersifat bantuan
dasar-dasar moral, ganjaran yang konsisten, jujur, adil, dan disesuaikan
6) Perkembangan sikap dan perilaku moral, dimana kini anak mulai
memperhitungkan keadaan dengan moralitas. Relativisme moral
berubah menjadi fleksibilitas moral. Misalnya, saat anak usia lima
tahun menilai berbohong adalah sebagai perbuatan buruk. Ketika anak
berusia di atas lima tahun, penilaian konsep berbohong mulai
diperbolehkan untuk beberapa situasi. Konsep berbohong tidak lagi
selalu dinilai buruk.
7) Perkembangan sikap sosial terutama memasuki usia tujuh hingga
delapan tahun, anak mulai kurang menaruh minat figur identifikasi
pada orangtuanya. Kini, anak menaruh minat pada teman
kelompoknya. Anak merasa terpukau jika dia mampu menyesuaikan
diri menurut standar dan penampilan yang ditetapkan kelompoknya.
8) Perkembangan minat, dimana pembentukan minat anak sangat
dipengaruhi bentuk, intensitas, motivasi, prestasi, dan kemajuan
perkembangan minat sebelumnya. Bentuk-bentuk minat anak secara
umum yaitu minat penampilan diri dan pakaian, minat pada tubuh,
minat pada julukan dan nama, minat agama, minat pada kesehatan,
minat sekolah, minat pada seks atau minat pada simbol status.
C. Bahaya-bahaya Fisik Akhir Kanak-kanak
1) Penyakit. Jenis penyakit yang paling banyak diderita anak periode
akhir kanak-kanak yaitu salesma, gangguan pencernaan, penyakit dan
2) Bentuk tubuh yang tidak sesuai. Anak laki-laki yang berbentuk tubuh
kewanitaan atau anak perempuan berbentuk tubuh kelelaki-lakian
selalu dicemooh teman atau orang dewasa. Efeknya adalah
memperburuk adaptasi sosial, terutama buat anak laki-laki. Sebaliknya,
bentuk tubuh yang sesuai dengan seksnya akan membantu dalam
penyesuaian diri yang lebih baik.
3) Kecelakaan. Meskipun kecelakaan tidak memberikan trauma luka fisik
yang mendalam, namun kondisi ini akan memberikan luka psikologis,
seperti anak akan bertindak selalu hati-hati dan merasa takut.
4) Ketidakmampuan fisik. Ketidakmampuan fisik bersumber dari akibat
kecelakaan berat atau cacat fisik bawaan, sehingga dia menjadi
perhatian khusus.
D. Bahaya-bahaya Psikologis Akhir Kanak-kanak
1) Bahaya sosial. Bahaya yang ditimbulkannya yaitu anak yang ditolak
atau diabaikan, kurangnya kesempatan belajar sosial dan dikucilkan.
2) Bahaya emosi. Ketidakmatangan emosional anak ditunjukkan dari
emosi yang kurang menyenangkan, seperti ekspresi emosi marah yang
tinggi dan tidak terkontrol.
3) Bahaya dalam berbicara. Bahaya yang ditimbulkan adalah apabila
kosakata yang kurang sehingga anak sulit menyelesaikan tugas sekolah
dan sulit dalam komunikasi, seperti kesalahan bicara, kesalahan tata
bahasa, cacat bicara, gagap atau celat yang membuat anak bicara
4) Bahaya dalam konsep diri. Bahaya yang ditimbulkannya yaitu anak
yang memiliki konsep ketidakpuasan pada keadaan dirinya sendiri.
Perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan dan kurangnya
dukungan lingkungan sosial yang menyebabkan anak selalu
berprasangka buruk dan diskriminatif memperlakukan orang lain.
5) Bahaya hubungan keluarga. Bahaya yang ditimbulkan yaitu seringnya
pertentangan antar anggota keluarga, rendahnya rasa empati pada
anggota keluarga, sering melawan orang tua, melemahnya hubungan
interpersonal antar keluarga, penyesuaian diri yang buruk dan perilaku
agresi.
6) Bahaya kepribadian. Bahaya-bahaya kepribadian yang ditimbulkannya
yaitu konsep diri yang buruk, ketidakmatangan kepribadian, sikap
penolakan, perilaku egosentris, agresivitas dan perilaku regresi.
7) Bahaya sikap moral. Bahaya-bahaya yang ditimbulkan sikap moralitas
anak yaitu jika perkembangan sikap moral yang berlandaskan konsep
diri dari teman-temannya, media massa atau konsep orang dewasa,
kegagalan untuk mengembangkan suara hati sebagai kontrol atau
pengawasan terhadap perilakunya, penerapan disiplin yang inkonsisten
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Stres
Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan
tahun 2012. Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan kepustakaan maka
kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan
: : Variabel yang diteliti
: Berhubungan
Stres Kerja Berdampak Negatif
(Distress)
Stres Kerja Guru Wanita
Berkeluarga
Stres Kerja Berdampak Positif
Penjelasan :
- Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel sebab atau
variabel yang mempengaruhi stres kerja berdampak negatif (distress) atau
stres kerja berdampak positif (eustress). Dalam penelitian ini yang
dimaksud variabel independen adalah stres kerja guru wanita berkeluarga.
- Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel akibat atau
variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dalam
variabel dependen adalah bagaimana dampak dari stres kerja yang
dihadapi guru wanita berkeluarga, apakah berdampak negatif (distress)
atau berdampak positif (eustress).
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau
deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Notoadmodjo, 2010).
4.2. Populasi dan Sampel
4.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti
yakni seluruh guru wanita yang telah menikah dan mempunyai anak yang
mengajar di SD 1 dan SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang
berjumlah 18 orang.
4.2.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik
Total Sampling dengan pertimbangan jumlah populasi kurang dari 100,
maka keseluruhan jumlah populasi diambil sebagai sampel (Arikunto,
2010). Jumlah sampel yang ikut berpartisipasi pada penelitian ini
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah SD
1 dan SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan, dengan alasan Yayasan
Perguruan Al-Azhar merupakan salah satu yayasan perguruan swasta yang
memiliki beberapa SD sehingga peneliti dapat memperoleh sampel yang
cukup hanya dengan melaksanakan penelitian di satu tempat disertai belum
ada penelitian sebelumnya terkait judul peneliti ditempat tersebut.
Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak tanggal 23 Oktober sampai dengan 15
November 2012.
4.4. Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan
izin kepada institusi pendidikan fakultas keperawatan USU dan mengajukan
permohonan izin kepada Ketua Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan dimana
penelitian dilakukan. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan
penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi :
a. Otonomi, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk
menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan
penelitian.
b. Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden
setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat
penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian maka
c. Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing
lembar persetujuan tersebut.
d. Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan
kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
e. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada
responden mengandung prinsip kebaikan bagi responden guna
mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan responden.
f. Nonmaleficience, penelitian yang dilakukan tidak mengandung unsur
bahaya atau merugikan apalagi sampai mengancam jiwa bagi responden.
g. Veracity, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang
manfaat, efek dan apa yang didapat jika responden terlibat di dalam
penelitian tersebut.
h. Juctice, peneliti harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap
melaksanakan prinsip juctice (keadilan) pada saat melakukan penelitian.
(Hidayat, 2007)
4.5. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan
alat pengumpul data berupa kuesioner yang disusun dengan berpedoman pada
kerangka konsep dan tinjauan pustaka.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang dibagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu kuesioner data demografi
terakhir, dan penghasilan/bulan yang meliputi 5 pertanyaan. Bagian ini tidak
diteliti, hanya untuk mengetahui karakteristik dari responden.
Bagian kedua yaitu kuesioner stres kerja guru wanita berkeluarga.
Bagian ini terdiri dari 15 pernyataan menggunakan skala Likert dengan cara
menetapkan skor jawaban terhadap pernyataan positif pada pilihan Selalu
(SL) = 4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2, Tidak Pernah (TP) = 1
untuk nomor pernyataan 2, 4, 5, 7, 8, 9, 11 dan 15. Sedangkan skor
pernyataan negatif pada pilihan Selalu (SL) = 1, Sering (SR) = 2,
Kadang-kadang (KD) = 3, Tidak Pernah (TP) = 4 untuk nomor pernyataan 1, 3, 6, 10,
12, 13 dan 14. Total skor yang diperoleh terendah 15 dan yang tertinggi 60.
Semakin tinggi skor mengisyaratkan semakin positifnya dampak stres kerja
yang dialami (eustress), sebaliknya semakin rendah skor maka semakin
negatif dampak stres kerja yang dialami (distress).
Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005) :
Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai
tertinggi dan nilai terendah) sebanyak 45 dengan dua kategori kelas untuk
menilai stres kerja guru wanita berkeluarga yaitu stres kerja berdampak
negatif (distress) dan stres kerja berdampak positif (eustress) maka
didapatkan panjang kelas 23. Dengan menggunakan P = 23 nilai terendah 15 P = Rentang
sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka interval stres kerja guru
wanita berkeluarga dapat dikategorikan sebagai berikut:
15 – 37 = Stres kerja berdampak negatif (distress).
38 – 60 = Stres kerja berdampak positif (eustress).
4.6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji validitas dilakukan oleh peneliti menggunakan metode validitas isi
yakni dengan menguji instrumen yang mengacu pada isi dan dengan meminta
orang yang ahli, dalam hal ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen
keperawatan jiwa di Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilanjutkan dengan uji
reliabilitas yang dilakukan pada 10 orang responden yang memenuhi kriteria
inklusi yang sama dengan sampel penelitian dan diambil di SD Yayasan
Perguruan Pembangun Didikan Islam (YAPDI) Medan menggunakan
Internal Consistency atau dengan menguji instrumen sekali saja.
Kemudian instrumen di analisis dengan tehnik Cronbach Alpha
dengan perolehan nilai r alpha sebesar 0,729. Oleh karena nilai r alpha lebih
besar daripada r tabel (0,729 > 0,632), maka instrumen yang digunakan oleh
4.7. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran
kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian. Pada saat
pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur
pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia
berpartisipasi diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai
responden/informed consent. Setelah itu responden yang bersedia diminta
untuk mengisi kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada
pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi
kuesioner, peneliti memeriksa kelengkapan data responden dan jika ada data
yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah
terkumpul dianalisa.
4.8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka akan dilakukan analisa data
melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek
nomor responden dan kelengkapannya serta memastikan semua jawaban telah
diisi sesuai petunjuk. Tahap yang kedua coding, yaitu memberi kode atau
angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu melakukan
tabulasi dan analisa. Tahap yang ketiga processing, yaitu memasukkan data
dari kuesioner kedalam program komputer yakni menggunakan program
Tahap keempat adalah cleaning, yaitu mengecek kembali data yang telah di
entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.
Hasil analisa data demografi dan stres kerja guru wanita berkeluarga
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran
stres kerja guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai
gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan
Perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012.
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Karakteristik Responden
Adapun karakteristik responden yang dipaparkan mencakup umur,
jumlah anak, pendidikan terakhir dan penghasilan perbulan. Hasil penelitian
yang dilakukan di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan
diperoleh data sebagai berikut yakni dari 18 responden mayoritas berumur
20 - 30 tahun sebanyak 6 responden (33,3%) dan berumur 41 – 50 tahun
juga sebanyak 6 responden (33,3%), jumlah anak yang dimiliki responden
mayoritas berjumlah 1 anak sebanyak 9 orang (50,0%), latar belakang
pendidikan terakhir responden mayoritas sarjana sebanyak 14 orang
(77,7%), dan penghasilan perbulan responden mayoritas > Rp.1.000.000,-
yakni sebanyak 15 orang (83,3%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.1
Tabel 5.1.1.
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Responden Guru Wanita
Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 (n =18)
5.1.2. Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami
stres kerja berdampak positif (eustress) sebanyak 7 responden ( 38.9%) dan
responden yang mengalami stres kerja berdampak negatif (distress)
sebanyak 11 responden (61.1%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel
5.1.2. berikut.
Tabel 5.1.2.
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kategori Penilaian Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 (n=18)
Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga Frekuensi (f)
Persentase (%)
Stres Kerja Berdampak Positif (eustress)
7 38,9
Stres Kerja Berdampak Negatif (distress)
11 61,1
5.2. Pembahasan
Pada pembahasan ini peneliti akan membahas mengenai gambaran
stres kerja guru wanita berkeluarga dengan jumlah sampel sebanyak 18 orang.
Hasil penelitian berdasarkan data demografi menunjukkan bahwa mayoritas
responden berumur 20-30 tahun (33,3%) dan berumur 41-50 tahun (33,3%).
Menurut Sekartini (2003) semakin dewasa seseorang maka cara berpikir lebih
matang, hal tersebut terkait dengan semakin tingginya pengetahuan seseorang
ketika usianya makin dewasa, baik yang diperoleh dari pengalaman langsung
maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2007), juga sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2001) bahwa semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Namun jika ditinjau dari hasil penelitian terlihat
bahwa terdapat jumlah yang sebanding yang mengalami stres kerja
berdampak negatif (distress) antara umur 20-30 tahun atau dewasa dini
dengan umur 41-50 tahun atau dewasa madya. Peneliti berasumsi bahwa
walaupun kedua tingkat umur ini memiliki frekuensi stres yang sebanding
namun kapasitas stres kerja yang dihadapi berbeda, hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Fitzgibbon (2006) tentang stres pekerja
wanita bahwa stres fisik yang dirasakan oleh pekerja meningkat seiring
dengan peningkatan usia, sedangkan stres psikologis seperti perasaan
tertekan, frustasi dan lainnya lebih banyak dirasakan oleh pekerja berusia