• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN STRES KERJA GURU WANITA

BERKELUARGA DI SEKOLAH DASAR YAYASAN

PERGURUAN AL-AZHAR MEDAN

SKRIPSI

Oleh : Nikmah 111121047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)
(3)

Judul : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

Nama Mahasiswa : Nikmah

NIM : 111121047

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011/2013

Abstrak

Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja akibat banyaknya tuntutan yang harus dihadapi, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar sampel sebanyak 18 responden guru wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah tehnik total sampling. Kuesioner penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami oleh guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan berdampak negatif (distress) yakni sebanyak 11 responden (61,1%). Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul ini direkomendasikan agar dapat membuat instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lain dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya stres kerja bagi wanita berkeluarga dan bekerja serta menggunakan sampel yang lebih besar agar lebih representatif.

(4)

PRAKATA

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji syukur kehadirat

Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya, serta sholawat dan salam tak lupa

pula dihadiahkan kejunjungan Nabi besar Muhammmad SAW atas

terselesaikannya skripsi ini yang disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis

untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah

“Gambaran Stres Kerja Guru Wanita di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan

Al-Azhar Medan Tahun 2012”.

Didalam penyusunan Skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan,

bimbingan, keterangan dan data-data baik secara tulis maupun secara lisan, maka

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU, Ibu

Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,

MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp,

MNS selaku Pembantu Dekan III.

2. Hj. Rachmah Nasution selaku ketua Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang

telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

3. Fahrur Rozi, M.pd dan Fandi Ahmad, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan Wakil

Kepala Sekolah SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah

(5)

4. Seluruh Guru di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah bersedia

menjadi responden selama penelitian ini berlangsung.

5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns. M.Kep. selaku dosen pembimbing

skripsi yang selalu menyediakan kesempatan waktu untuk membimbing

penulis, selalu memberikan arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah

menyediakan kesempatan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam

perbaikan isi skripsi ini.

7. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang juga

telah menyediakan kesempatan waktu untuk memberikan arahan dan masukan

dalam perbaikan isi skripsi ini.

8. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep. selaku penasehat akademik yang selalu memberikan

masukan dan saran bagi penulis.

9. Seluruh Dosen & Staf Administrasi di Fakultas Keperawatan USU yang telah

menyumbangkan ilmu dan memberikan bantuan dalam kelancaran selama

proses penelitian berlangsung.

10. Teristimewanya bagi keluargaku yang kucintai, Ayahanda Ali Sattar

Nasution dan Ibunda Nurhayati Lubis atas do’a, motivasi, dukungan moril dan

materil serta kasih sayangnya kepada penulis, serta adikku tersayang Rahmat

Nasution dan Nahrawi Wiguna Nasution beserta keluarga besarku yang selalu

(6)

11. Sahabat-sahabat terbaikku dan teman-teman kost yang telah menghibur,

memberikan semangat dan dukungan dalam suka dan duka, juga untuk

teman-teman satu bimbingan skripsi yang telah sama-sama berjuang dalam

penyelesaian skripsi serta teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 yang

telah memberikan motivasi, semangat dan memberikan dukungan.

12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya

satu persatu yang telah banyak memberi bantuan dan perhatian dalam

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang disusun ini masih jauh

dari kesempurnaan baik isi maupun penyusunannya, untuk itu dengan segala

kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik yang bersifat

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga

penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi

keperawatan selanjutnya.

Medan, Februari 2013

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 7

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan ... 7

1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Peran-peran Guru Wanita Berkeluarga ... 8

A. Peran didalam Keluarga ... 9

B. Peran dalam Pekerjaan Sebagai Guru ... 10

2.2 Stres Kerja ... 12

2.2.1 Definisi ... 12

2.2.2 Stres Wanita Bekerja ... 13

2.2.3 Sumber-sumber Stres Kerja ... 14

2.2.4 Gejala Stres Kerja ... 18

2.2.5 Dampak Stres Kerja ... 20

(8)

2.3 Mendidik Anak Usia Sekolah Dasar (Masa Akhir Kanak-kanak) .... 26

2.3.1 Mendidik ... 26

2.3.2 Unsur-Unsur Pendidikan ... 27

2.3.3 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ... 30

A. Ciri-ciri ... 30

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

4.7 Pengumpulan Data ... 44

4.8 Analisa Data ... 45

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

5.1 Hasil Penelitian ... 40

5.1.1 Karakteristik Responden... 40

5.1.2 Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga ... 40

(9)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 40 5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Rekomendasi ... 41

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-Lampiran 1. Inform consent

2. Instrumen Penelitian

3. Jadwal Tentative Penelitian

4. Rincian Biaya Penelitian

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Guru Wanita Berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 ...

(11)

Judul : Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

Nama Mahasiswa : Nikmah

NIM : 111121047

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011/2013

Abstrak

Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi untuk mengalami stres kerja akibat banyaknya tuntutan yang harus dihadapi, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar sampel sebanyak 18 responden guru wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah tehnik total sampling. Kuesioner penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami oleh guru wanita berkeluarga di sekolah dasar yayasan perguruan Al-Azhar Medan berdampak negatif (distress) yakni sebanyak 11 responden (61,1%). Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul ini direkomendasikan agar dapat membuat instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lain dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya stres kerja bagi wanita berkeluarga dan bekerja serta menggunakan sampel yang lebih besar agar lebih representatif.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa

perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak

yang ditimbulkan dari perubahan tersebut adalah persaingan global yang

semakin ketat yang juga telah mengantarkan kehidupan manusia kepada

kemajuan di berbagai sektor baik sektor ekonomi, industri, sosial budaya

dan lain sebagainya, termasuk hal yang berkaitan dengan peran wanita.

Sumbangan wanita dalam pembangunan ekonomi terlihat dari

kecenderungan partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Sebagai salah satu

indikator, partisipasi dalam bidang ekonomi ditunjukkan dari laju

peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja antara tahun 1975-2000

lebih cepat dari peningkatan laju partisipasi pria. Di Indonesia, jumlah

angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 6.869.357 pada tahun 1990

menjadi 36.871.239 pada tahun 2000 (BPS, Data komposisi angkatan kerja,

1990 & 2000). Sedangkan jumlah wanita yang bekerja yang terdaftar pada

tahun 2008 di Indonesia mencapai 1.200.241 jiwa (Statistik Indonesia,

2009). Data wanita bekerja tersebut meliputi 33% wiraswasta, 31%

(13)

Partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak

tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam

masyarakat Indonesia. Partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan

transisi. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu

dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian

wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia

pembangunan. Peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam

kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan

keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang

tersedia (Indriyani, 2009).

Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui proses pendidikan, faktor tenaga kependidikan yaitu guru memegang peranan dalam menjalankan fungsi dan pelaksanaan pendidikan (the people behind the students), jika para guru dapat melaksanakan tugas dengan baik maka akan terpancar profil seorang guru yang berkompeten (Murtiningrum, 2005)

Data UNESCO (2011) menunjukkan bahwa ada sekitar 3,5 juta

jumlah guru di Indonesia, sedang data berdasarkan NUPTK (2010)

menunjukkan guru di Indonesia berjumlah 2.791.204 orang. Data yang

diterbitkan Dirjen PMPTK (2009) menunjukkan jumlah guru secara nasional

sebanyak 2.607.311 yang terdiri atas guru PNS 1.579.381 dan non PNS

1.027.930 dengan rincian yang memuat beberapa daerah seperti Jakarta

Timur berkisar 30.330 orang, Surabaya 29.280 orang, Bandung 25.995

(14)

Guru, dalam kaitannya sebagai subyek yang berperan dalam dunia pendidikan mengemban tugas dan peranan yang sangat luas dan berat. Guru tidak saja mengemban tugas di sekolah, namun juga tugas sosial kemasyarakatan dilingkungan tempat tinggalnya. Guru mempunyai citra baik di masyarakat, apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan (Dewi, 2002).

Profesi pelayanan seperti guru khususnya bagi guru wanita yang

telah berkeluarga merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi resiko tinggi

untuk mengalami stres kerja. Farber (1991) mengemukakan bahwa keacuhan siswa, ketidakpekaan penilik sekolah/pengawas, orang tua siswa yang tidak peduli, kurangnya apresiasi masyarakat dengan pekerjaan guru, kritik masyarakat, kelas yang terlalu padat, kertas kerja yang berlebihan, bangunan fisik sekolah yang tidak baik, hilangnya otonomi, dan gaji yang tidak memadai merupakan beberapa faktor lingkungan sosial yang turut berperan menimbulkan stres kerja.

Wanita yang berkeluarga dan bekerja cenderung kesulitan

menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga sehingga akan

menimbulkan suatu tekanan yang mengakibatkan ketidakseimbangan

perilaku berupa sering marah-marah dan kurang memperhatikan anak-anak

dan suami, cepat lelah, dan lain-lain. Hal tersebut sering disebut dengan

istilah stres kerja, yaitu respon yang adaptif terhadap situasi eksternal yang

menyebabkan penyimpangan secara fisik, psikologis dan perilaku.

(15)

Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah

menempatkan fungsi dan peran guru pada berbagai hal. Di sekolah guru

wanita di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu

mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai

penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang para guru dianggap

sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses

pendidikan secara global. Selain itu, dalam rumah tangga guru wanita juga

senantiasa dituntut untuk bisa berperan sebagai istri dan ibu yang baik bagi

suami dan anak-anaknya. Sehingga para guru di Indonesia terutama guru

wanita yang telah menikah tidak jarang telah diposisikan mempunyai peran

ganda bahkan multi fungsi (Churiyah, 2011).

Tuntutan hidup yang dihadapi guru wanita berkeluarga demikian besar pada satu sisi, sementara pada sisi lain tanggung jawab dan beban moral yang dipikul sebagai seorang pengajar dan pendidik yang sangat besar sering mengakibatkan stres atau tekanan mental pada guru. Belum lagi jika ia menjadi sasaran kritik atas gagalnya suatu proses pendidikan yang dialami oleh anak didiknya (Toni, 2003).

Guru wanita berkeluarga harus bisa menyeimbangkan antara

pekerjaannya yaitu sebagai guru dan ibu rumah tangga supaya tidak

mengalami stres dalam pekerjaannya yang akan berdampak pada keluarga.

Sedangkan berbagai tekanan yang dialami guru, misalkan ada tugas-tugas

dari sekolah yang belum selesai atau tugas dari kepala sekolah yang harus

segera dikumpulkan perlu dikerjakan di rumah dan lembur, hal itu akan

(16)

dihadapkan pada pengalaman negatif dengan siswa terutama guru yang

mendidik anak pada rentang usia sekolah/masa kanak-kanak akhir

(Murtiningrum, 2005).

Perilaku anak pada usia ini sering dikaitkan sebagai usia yang

menyulitkan, usia tidak rapi dan usia dimana anak sering sekali bertengkar

terutama anak laki-laki. Disamping disebut sebagai usia dasar untuk

menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk kehidupan

dewasa serta merupakan periode kritis dalam dorongan berprestasi yang

akan berpengaruh terhadap perilaku berprestasi dimasa dewasa. Sehingga

butuh ketelatenan dan kesabaran ekstra bagi guru dalam mendidik anak pada

usia ini, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan mampu

membantu menyelesaikan masalah-masalah perkembangan psikis anak

didiknya, dan tentunya tidak salah jika kita menganggap bahwa kerentanan

menghadapi stres yang lebih berat terjadi pada guru sekolah dasar/masa

kanak-kanak akhir (Pieter & Lubis, 2010).

Hasil studi yang diperoleh dari Safaria dan Nubli (2011) tentang

stres kerja pada staf akademik menunjukkan bahwa dari 326 responden guru

ditemukan 168 (51,5%) guru yang benar-benar merasa stres dan 60% guru

mengatakan bahwa mereka mengalami stres kerja. Studi lain dari

Arismunandar (2008) menyimpulkan bahwa 30,27% dari 80.000 guru

mengalami stres kerja berat yang berarti bahwa jumlah guru mengalami stres

(17)

Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 April

sampai dengan 4 Mei 2012 di SD 1 & SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar

Medan, di peroleh data bahwa dari 6 guru wanita yang telah menikah yang

berhasil di wawancarai, seluruhnya mengaku mengalami stres kerja akibat

berbagai tekanan yang mereka hadapi baik yang berasal dari pekerjaan

maupun keluarga, namun masing-masing menambahkan bahwa tingkat stres

dan frekuensi stres mereka berbeda-beda tergantung dari lamanya

pengalaman kerja serta bagaimana koping masing-masing individu tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti

lebih lanjut bagaimana Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di

SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di SD

Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di SD

(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini antara lain adalah:

1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi

Mahasiswa untuk mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Jiwa pada

keluarga.

1.4.2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi tentang

upaya untuk mengurangi stres kerja dalam upaya meningkatkan kinerja

dan mutu pelayanan keperawatan.

1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk peneliti selanjutnya

terutama dalam meneliti faktor-faktor penyebab stres kerja lainnya pada

wanita berkeluarga.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran-peran Guru Wanita Berkeluarga

Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar

mengajar, yang berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia

yang potensial di bidang pembangunan (Soetjipto & Kosasi, 2009). Menurut

Napitupulu (dikutip dari Triwahyuni, 2008) guru dalam arti sempit adalah

seseorang yang menamatkan pelajarannya pada suatu lembaga pendidikan

guru, sedangkan dalam arti luas guru merupakan orang dewasa yang memiliki

tanggung jawab mengarahkan tingkah laku anak didik ke tujuan yang baik.

Depdiknas (2004) mengemukakan bahwa guru adalah salah satu

tenaga pendidik yang memiliki tugas utama menjadi agen pembelajaran yang

memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing dan melatih peserta didik

sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi

kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang

pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini formal.

Pernyataan tersebut didukung oleh Syah (dikutip dari Triwahyuni,

2008) bahwa guru merupakan tenaga pendidik yang tugas utamanya

mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa

(20)

Indriyani (2009) mengemukakan bahwa secara umum, disesuaikan

dengan keadaan sosial budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia

selama ini dapat disimpulkan bahwa ada tiga tugas utama guru wanita

berkeluarga, yaitu:

1. Sebagai istri, supaya dapat mendampingi suami sebagai kekasih dan

sahabat untuk bersama membimbing keluarga yang bahagia.

2. Sebagai ibu rumah tangga, supaya mempunyai tempat aman dan teratur

bagi seluruh anggota keluarga.

3. Sebagai pendidik, untuk pembina generasi muda supaya anak-anak

dibekali kekuatan rohani maupun jasmani yang berguna bagi nusa dan

bangsa.

Triwahyuni (2008) menyatakan bahwa seorang guru wanita yang telah

menikah apalagi yang telah memiliki anak akan memiliki peran yang ganda.

Berikut dijelaskan beberapa peran ganda guru wanita tersebut.

A. Peran di dalam keluarga

1) Istri

Menurut Frieze peran sebagai istri timbul pada saat seorang wanita

secara hukum meresmikan hubungannya dengan seorang pria melalui

pernikahan. Sebagai seorang istri, ia memperhatikan keadaan fisik, emosi,

menampung keluh kesah suami. Secara tradisional, peran wanita sebagai

(21)

2) Ibu

Menurut Suwondo peran sebagai ibu adalah unik karena hanya

wanita yang memiliki fungsi biologis yang memberikan kehidupan pada

anak (mengandung dan melahirkan). Sebagai seorang ibu, wanita adalah

pemegang tanggung jawab yang utama untuk memberikan perhatian fisik

dan emosional pada anak. Selain itu, ia juga bertanggungjawab untuk

membekali kekuatan rohani dan jasmani kepada anak-anaknya dalam

menghadapi segala tantangan jaman.

Tanggung jawab terhadap pengasuhan dan sosialisasi anak balita

serta perasaan pada pentingnya tanggung jawab tersebut adalah sumber

kepuasan dan harga diri pada wanita terutama pada saat anak masih balita.

B. Peran dalam pekerjaan sebagai guru

Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan

pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru.

Peranan guru ini menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan

dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun

dengan staf yang lain. Secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar

mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut (Sardiman,

2004) :

1) Informator

Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan

(22)

2) Organisator

Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus,

workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.

3) Motivator

Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta

reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan

aktivitas dan kreativitas, sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses

belajar mengajar.

4) Pengarah atau Director

Dalam hal ini guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan

belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

5) Inisiator

Dalam hal ini guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar.

Tentunya ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh

anak didiknya.

6) Transmitter

Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar

kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

7) Fasilitator

Guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar,

misalnya dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian

rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar

(23)

8) Mediator

Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa serta sebagai

penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasi.

9) Evaluator

Guru memiliki otoritas memberikan penilaian terhadap anak didik.

Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi dalam menjatuhkan nilai atau

kriteria keberhasilan.

2.2. Stres Kerja

2.2.1. Defenisi

Berbagai tekanan-tekanan yang dialami dalam pekerjaan dan

keluarga akan menimbulkan suatu peristiwa-peristiwa yang merupakan

luapan dari emosi yaitu stres kerja. Davis dan Newstrom (dikutip dari

Wirakristama, 2011) menyatakan stres kerja sebagai bentuk kondisi yang

mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang.

Stres kerja adalah suatu respon adaptif, dihubungkan oleh

karakteristik dan atau proses psikologi individu yang merupakan suatu

konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang

menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang

(Ivancevich & Matteson dalam Indriyani, 2009).

Menurut Robbins (2003) stres kerja adalah suatu kondisi yang

dinamis dalam mana seseorang individu dihadapkan pada suatu peluang,

tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan

(24)

lebih sering dikaitkan dengan tuntutan (demand) dan sumber daya

(resources). Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan

bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu di tempat kerja. Sumber

daya adalah hal-hal (atau benda-benda) yang berada dalam kendali seorang

individu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.

Definisi lain dikemukakan oleh Luthans (2006) yang menyatakan

bahwa stress kerja merupakan suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri,

yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau proses psikologis, yakni

suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan), situasi atau

peristiwa yang terlalu banyak menuntut hal-hal di luar batas kemampuan

fisik dan psikologis individu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stress kerja merupakan

suatu tanggapan (respon) penyesuaian, baik fisik, psikologis maupun

behavioral terhadap situasi kerja, baik yang menyangkut pekerjaan itu

sendiri maupun lingkungan kerja (Murtiningrum, 2005).

2.2.2. Stres Wanita Bekerja

Ada beberapa macam stres yang dihadapi oleh wanita (Hendrix, Spencer &

Gibson dalam Wirakristama, 2011), yaitu:

1. Wanita pekerja dipengaruhi oleh sumber stres yang biasanya dihadapi

oleh laki-laki seperti beban kerja yang berlebihan, overskills, under

utilization skills, kebosanan kerja, hubungan dengan pasangan dan anak,

(25)

2. Sumber stres yang kedua ini bersifat unik dan berasal dari pekerjaannya

atau di luar pekerjaan, yang berasal dari pekerjaan misalnya kebosanan,

rendahnya tingkat kekuasaan, permintaan tinggi dalam pekerjaan

pekerjaan dan sedikitnya promosi yang diberikan perusahaan.

2.2.3. Sumber-sumber Stres Kerja

Menurut Robbins (2003) tingkat stres pada tiap orang akan

menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu

yang mempengaruhi tingkat stres seseorang. Faktor tersebut adalah :

1. Faktor Lingkungan

Selain mempengaruhi desain struktur sebuah organisasi,

ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres.

Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami

karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan

ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan

dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan

perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik

menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi negara, dan inovasi

teknologi akan membuat ketrampilan dan pengalaman seseorang akan

menjadi usang dalam waktu yang pendek sehingga menimbulkan stres.

Dengan ketiga faktor lingkungan tersebut karyawan akan dengan mudah

(26)

2. Faktor Organisasional

Faktor lain yang berpengaruh pada tingkat stres karyawan adalah

faktor organisasional. Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai

penyebab stres kerja dalam lingkup organisasional, yaitu tuntutan tugas,

tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi dan

kepemimpinan organisasi.

3. Faktor Individual

Secara logika, setiap individu bekerja rata-rata 40-50 jam per

minggu, sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar

pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu, sehingga akan besar

kemungkinan segala macam urusan diluar pekerjaan mencampuri

pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama

adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan

karakter yang melekat dalam diri seseorang.

Sedangkan menurut Handoko (dikutip dari Wirakristama, 2011) faktor

yang mempengaruhi stres kerja dapat digolongkan menjadi dua penyebab,

yaitu:

1. On The Job

Adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, yang dapat

menimbulkan stres pada karyawan. Hal-hal yang bisa menimbulkan stres

yang berasal dari beban pekerjaan antara lain :

a. Beban kerja yang berlebihan.

(27)

c. Kualitas supervisi yang jelek.

d. Iklim politis yang tidak aman.

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung

jawab.

g. Kemenduaan peran (role ambiguity).

h. Frustasi.

i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.

j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan.

k. Berbagai bentuk perubahan.

2. Off The Job

Adalah permasalahan yang berasal dari luar organisasi yang

menimbulkan stres pada karyawan. Permasalahan yang sering terjadi

antara lain :

a. Kekuatan finansial.

b. Masalah yang bersangkutan dengan anak.

c. Masalah fisik.

d. Masalah perkawinan.

e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal.

(28)

Menurut Tatik Suryani dkk (dikutip dari Wirakristama, 2011) secara

umum terdapat empat faktor yang dapat menjadi sumber penyebab stres

kerja, yakni lingkungan luar, organisasi, kelompok kerja serta faktor yang

berasal dari dalam diri individu :

a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi di luar organisasi yang akan

berpengaruh terhadap organisasi maupun individu-individu yang ada di

dalam organisasi. Lingkungan luar merupakan lingkungan makro seperti

kondisi sosial, perkembangan teknologi, kondisi ekonomi, politik dan

lain-lain.

b. Kondisi organisasi

Kondisi organisasi dapat menjadi potensi bagi terjadinya stres.

Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan administrasi serta strategi

organisasi, struktur dan desain organisasi, proses organisasional yang

berlangsung di sebuah organisasi serta kondisi kerja, apabila tidak tepat

akan berpengaruh terhadap terjadinya stres kerja.

c. Faktor individu

Sumber dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan

timbulnya stres dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu faktor

demografik dan faktor kepribadian. Faktor demografik berupa jenis

(29)

d. Kelompok kerja

Kondisi kelompok kerja yang baik akan ditandai oleh adanya

keterikatan yang tinggi, penerimaan sosial serta hubungan yang harmonis

antar anggota kelompok kerja. Apabila kelompok kerja memiliki

keterikatan yang rendah dan sering terjadi konflik akan berakibat pada

timbulnya stres.

2.2.4. Gejala Stres Kerja

Menurut Braham (dikutip dari Rosaputri, 2012) gejala stres dapat

berupa tanda-tanda berikut ini:

1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air

besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,

punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang,

keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau

serangan jantung, kehilangan energi.

2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif,

gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah

menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah

bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental.

3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit

untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi

(30)

4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada

orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang

mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup

diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Adapun Cooper & Straw (dikutip dari Wirakristama, 2011)

mengemukakan gejala stres diantaranya:

1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan

lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit,

letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham,

tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,

kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat

kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan

hilangnya minat terhadap orang lain.

3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang

berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi

rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.

Menurut Cox dan Gibson (dikutip dari Wirakristama, 2011) ada lima

macam konsekuensi dari stres :

1. Subyektif

Meliputi kecemasan, agresif, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi,

(31)

2. Perilaku

Perilaku yang menunjukan gejala stres adalah mudah mendapatkan

kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, luapan

emosional, makan atau merokok berlebihan, perilaku yang mengikuti kata

hati, kecewa.

3. Kognitif

Akibat stres yang bersifat kognitif dapat menyebabkan ketidakmampuan

mengambil keputusan yang jelas, daya konsentrasi rendah, kurang

perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.

4. Fisiologis

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme tubuh, kandungan

glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat,

mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, tubuh panas dingin.

5. Organisasi

Akibat yang bersifat organisasi meliputi angka absen tinggi, pergantian

karyawan (turn over), produktivitas rendah, terasing dari rekan sekerja,

ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

2.2.5. Dampak Stres Kerja

Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi

seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai

dengan perubahan pada diri seseorang yang memaksa mereka menyimpang

dari fungsinya secara normal (Luthans, 2006). Memang tidak selamanya

(32)

berdampak positif. Semua itu tergantung pada kondisi psikologis dan sosial

seorang guru, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stress sangat berbeda.

Contoh dampak stress kerja yang bersifat positif antara lain adalah motivasi

diri, rangsangan untuk bekerja keras dan timbulnya inspirasi untuk

meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sedangkan dampak stress kerja

yang bersifat negatif dapat digolongkan ke dalam kategori subyektif seperti

kecemasan, acuh, agresif, bosan, depresi, gugup, dan terisolir. Kategori

perilaku seperti penyalahgunaan obat/narkoba, reaksi meledak-ledak,

merokok berlebihan, dan alkoholik. Kategori kognitif seperti

ketidakmampuan mengambil keputusan secara jelas, sulit konsentrasi, peka

kritik, dan rintangan mental. Kategori fisiologis dan kesehatan seperti

meningkatnya kadar gula, denyut jantung, tekanan darah, tubuh panas

dingin, meningkatnya kolesterol dan lain-lain. Kategori organisasi seperti

ketidakpuasan kerja, menurunnya produktivitas dan keterasingan dengan

rekan sekerja.

Stres sebenarnya dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi

negatif. Stres yang dikondisikan sebagai sesuatu yang negatif disebut

dengan distress, sedangkan stres yang memberikan dampak positif disebut

eustress (Murtiningrum, 2005).

Stres dipandang positif karena dengan adanya stres seorang

karyawan bisa bekerja dengan lebih baik demi mencapai apa yang

diinginkannya, misalnya seorang karyawan yang ingin naik jabatan menjadi

(33)

tingkat stres yang lebih tinggi, sedangkan stres dari sisi negatif akan

menimbulkan dampak yang negatif pula. Stres dapat memiliki dampak yang

sangat negatif pada perilaku organisasi dan kesehatan seorang individu.

Stres berhubungan secara positif dengan ketidakhadiran, berhentinya

karyawan, penyakit jantung koroner dan infeksi yang disebabkan oleh virus

(Frayne & Geringer dalam Indriyani, 2009).

Stres merupakan bagian dari setiap kehidupan. Ada stress yang

membawa kemajuan (eustress) dan stress yang membawa dampak buruk

dan merugikan kita (distress). Eustress merupakan tingkat stress yang

membawa kemajuan dan membawa dampak yang baik. Eustress dapat

membuat Anda memiliki pengetahuan, pengalaman dan kebijaksanaan

bertambah. Sehingga energi pikiran menjadi sangat terfokus dan terorganisir

dalam bekerja (Rema, 2012).

2.2.6. Manajemen Stres Kerja

Sebenarnya seseorang merasa terganggu pikiran, perasaan, dan

emosinya lebih banyak tergantung pada diri yang bersangkutan dan cara dia

menghadapi situasi, fenomena atau kejadian tersebut. Epictetus menyatakan,

seseorang merasa terganggu bukan karena sesuatu, melainkan karena cara

pandang mereka tentang sesuatu tersebut. Secara sederhana, dapat

dikatakan seseorang akan merasa tidak senang, tidak puas, atau terganggu

keseimbangan batinnya apabila terdapat ketidaksesuaian antara kemampuan,

keterampilan, sikap dan cara dimiliki atau dikuasai seseorang dengan

(34)

memunculkan kondisi lekas marah, lekas tersinggung dan mudah membuat

kesalahan.

Menurut Pamangsah (2008) Agar stress akibat kerja yang dialami

oleh guru sekolah tidak berdampak negatif, perlu adanya upaya secara

intensif untuk pengendaliannya dan akan lebih baik lagi jika dampak stres

tersebut diubah menjadi bersifat positif, untuk itu diperlukan upaya-upaya

tertentu baik secara individual maupun organisatoris.

Upaya-upaya yang bersifat individual ini dapat dilakukan dengan

membuat daftar kegiatan yang harus diselesaikan dalam menentukan

urutannya berdasarkan skala prioritasnya, modifikasi perilaku, memilih

filsafat hidup yang tepat, mengelola waktu secara baik. Khusus untuk

waktu-waktu senggang sebaiknya dimanfaatkan untuk relaksasi atau latihan

fisik yang bersifat rekreatif, seperti meditasi, jalan sehat, jogging, renang,

lintas alam, bersepeda dan lain-lain.

Upaya-upaya yang bersifat organisatoris sangat erat terkait dengan

bidang pekerjaan yang ditekuni. Oleh karena itu, penempatan kerja sesuai

dengan kemampuannya, menspesifikasi tujuan dan antisipasi hambatan,

meningkatkan komunikasi organisasi secara efektif untuk membentuk

persepsi yang sama terhadap tujuan pekerjaan, menghindari ketidakpastian

peran, penciptaan iklim kerja yang sehat, restrukturisasi jabatan/pekerjaan

dan training/upgrading pengembangan profesi merupakan upaya yang

konstruktif untuk meminimalkan terjadinya stress kerja. Upaya-upaya

(35)

peningkatan tanggung jawab yang seluruhnya merupakan langkah positif

bersifat organisatoris untuk menghindari terjadinya stress akibat kerja di

lingkungan kerja guru sekolah.

Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi

stres menurut Yusuf (2005), yakni :

1. Isi kalbu dengan nilai-nilai kebesaran-Nya, merupakan pilar utama

mencapai keseimbangan batin. Oleh karena itu, berusaha seoptimal

mungkin dan dengan sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu adalah

suatu keharusan, sedangkan keputusan, Tuhan yang menentukan.

2. “Saya mampu melakukan sesuatu” (dengan seizin-Nya) merupakan

suatu sikap mental positif. Dalam mencegah ketidakseimbangan batin,

seseorang hendaklah berusaha untuk selalu berpikir positif dan

menjauhkan diri dari pikiran negatif, dan ini merupakan pilar kedua

dalam menangkal diri dari hal-hal yang akan menimbulkan stres dan

ketidakseimbangan emosional lainnya.

3. Selalu menjadi orang proaktif, merupakan cara ketiga. Bertindak

proaktif berarti mengambil inisiatif lebih dulu dan bertanggung jawab

agar perbuatan itu terjadi berlandaskan nilai-nilai yang berlaku.

Seseorang akan terbatas dari rasa cemas, kecewa, sedih, curiga, shock,

collaps, dan panik karena jiwa dan raganya, atau fisik dan mental

berfungsi secara normal.

4. Berpikir positif merupakan cara keempat untuk menghindari stres. Pola

(36)

datang pada seseorang akan menjauhkan yang bersangkutan dari

tekanan, sehingga tidak terjadi jurang (gap) antara tuntutan situasi dan

kemampuan seseorang mengatasi situasi itu.

5. Menjadi penerima yang baik merupakan cara kelima yang dapat

digunakan untuk menangkal stres. Menjadi penerima yang baik akan

sangat membantu dalam pembentukan percaya diri, karena tindakan apa

yang dilakukan selalu bersumber pada penerimaan kita pada sesuatu,

dan upaya yang dilakukan selalu didasarkan tanggung jawab. Menjadi

penerima yang baik akan mendorong prestasi yang lebih baik.

6. Perbarui diri terus-menerus merupakan cara keenam untuk menangkal

stres. Stres yang melanda diri setiap orang bersumber dari

ketidakmampuannya mengatasi masalah atau tuntutan yang lebih tinggi

dari kemampuannya. Oleh karena itu, memperbarui diri secara

terus-menerus dengan belajar sepanjang hayat melebihi tuntutan tanggung

jawab, kerja, bisnis, dan kehidupan perlu dilakukan, sehingga tekanan

jiwa sebagai akibat kekurangan selalu dapat diatasi dengan baik.

7. Tekun dan sabar dalam menghadapi tugas. Ketekunan dan kesabaran

yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan suatu tugas dan

tanggung jawab akan mampu menepis munculnya ketakutan dan

kesulitan. Setiap individu yang sabar, tekun, dan ulet dalam

mengemban suatu tugas yang diberikan kepadanya akan menyebabkan

(37)

8. Olah raga dan olah napas secara teratur merupakan cara kedelapan

menangkal ketidakseimbangan emosional. Kebugaran tubuh dan

kesehatan fisik merupakan tangkal bermacam penyakit, termasuk stres

kerja.

2.3. Mendidik Anak Usia Sekolah

2.3.1. Mendidik

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan

me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi

latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,

tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 1991: 232).

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai

sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan

kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif, pendidikan ialah

the total process of developing human abilities and behaviour, drawing on

almost all life’s experiences (Santrock, 2010).

Ki Hajar Dewantoro memberikan pengertian mendidik adalah

menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka

sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

(38)

Sementara itu, Langeveld (dikutip dari Purwanto, 2006) mengartikan

mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya

menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan

dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dan anak yang belum

dewasa. Jika dianalisis lebih lanjut, maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian pendidikan adalah upaya orang dewasa untuk membawa dan

mempengaruhi seorang anak didik dalam praktik pendidikan agar anak

menjadi orang dewasa yang baik, sesuai dengan kaidah-kaidah dan

norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat itu.

Mendidik merupakan suatu proses yang panjang, memerlukan waktu

yang lama, dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Pendidikan adalah

suatu bentuk pergaulan antara anak dan orang dewasa yang dalam

pergaulan itu ada pengaruh yang datang kepada anak, sehingga anak dapat

berkembang ke arah yang diinginkan, yaitu ke arah kedewasaan dalam arti

fisik maupun psikis atau ke arah kematangan, baik secara jasmani maupun

rohani (Surya dkk, 2010).

2.3.2. Unsur-unsur Pendidikan

Dikutip dalam Surya dkk (2010) bahwa unsur-unsur yang harus ada

dalam proses pendidikan yaitu anak didik atau peserta didik, pendidik,

tujuan pendidikan, materi dan alat pendidikan, serta lingkungan atau situasi

(39)

1. Anak Didik atau Peserta Didik

Anak didik atau peserta didik yaitu anak yang akan diproses untuk

menjadi dewasa, menjadi manusia yang memiliki kepribadian dan watak

bangsa yang diharapkan, yaitu bangsa indonesia yang memiliki

kepribadian dan akhlak mulia. Seperti tercantum dalam UU RI Nomor 20

Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, agar berhasil dalam membawa anak ke

arah kedewasaan, tentunya pendidik atau orang dewasa harus memahami

karakteristik anak, seperti berikut ini:

a. Anak itu makhluk individu yang memiliki dunia tersendiri yang tidak

boleh disamakan dengan dunia orang dewasa.

b. Anak memiliki potensi untuk berkembang.

c. Anak memiliki minat dan bakat yang berbeda dengan yang lainnya.

2. Pendidik

Pendidik yaitu orang dewasa yang berperan untuk mempengaruhi

dan membawa anak didik ke arah manusia yang sempurna, yaitu insan

kamil. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki hal-hal yang meliputi:

kewibawaan, kasih sayang, komitmen dan kejujuran.

3. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan pada era global ini telah bergeser ke dalam

pengembangan dimensi manusia yang lebih dalam, pengembangan secara

maksimal serta seimbang antara dimensi spiritual, sosial, emosional,

intelektual dan fisikal yang sejatinya sesuai dan sejalan dengan tujuan

(40)

menyiapkan warga negara yang baik, menjadi tenaga kerja yang terampil

dan menjadi warga negara yang produktif serta memiliki kepribadian dan

akhlak yang mulia. Untuk mencapai tujuan yang ideal itu, tentu

diperlukan sinergisme kelima dimensi tersebut.

4. Materi dan Alat Pendidikan

Agar materi dapat dipahami oleh anak didik maka tentu saja harus

menggunakan alat atau metode dalam melakukan komunikasi antara

pendidik dan anak didik. Menurut Suwarno (dikutip dari Surya dkk,

2010) alat-alat pendidikan dapat dibedakan dari bermacam-macam segi:

a. Alat pendidikan yang positif dan negatif

1) Positif, jika ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik,

seperti contoh yang baik, pembiasaan, perintah, pujian dan

ganjaran.

2) Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan

mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan, celaan,

peringatan, ancaman, dan hukuman.

b. Alat pendidikan preventif dan korektif

1) Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum ia melakukan

sesuatu perbuatan yang tidak baik, misalnya pembiasaan, perintah,

pujian dan ganjaran.

2) Korektif, jika maksudnya memperbaiki, karena anak telah

melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya

(41)

c. Alat pendidikan yang sifatnya menyenangkan dan yang tidak

menyenangkan

1) Menyenangkan, yaitu yang menimbulkan perasaan senang pada

anak-anak, misalnya ganjaran, pujian.

2) Tidak menyenangkan, maksudnya yang menimbulkan perasaan

tidak menyenangkan pada anak-anak, misalnya hukuman dan

celaan. Hukuman dalam pendidikan dapat diterapkan yang bersifat

mendidik, mempunyai nilai pendidikan yang bertujuan

menghukum agar anak tidak mengulangi keadaan seperti itu lagi.

2.3.3. Karakteristik Anak Usia SD (Masa Akhir Kanak-kanak)

A. Ciri-ciri

Anak yang berada di rentang usia Sekolah Dasar atau sering

disebut masa akhir kanak-kanak adalah anak yang berada pada rentangan

usia dini. Masa ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa

yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa

ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan

berkembang secara optimal.

Periode akhir kanak-kanak ditandai masuknya anak ke kelas satu

sekolah dasar. Batasan usia dimulai enam tahun sampai awal kematangan

seksual yakni usia 12 atau 13 tahun. Ciri-ciri masa akhir kanak-kanak

menurut Hurlock (2006) antara lain:

1) Masa sulit diatur, karena anak lebih banyak mengikuti aturan dari

(42)

perintah orang tua atau aturan keluarga. Anak kurang tanggung jawab

dalam urusan rumah dan mengutamakan urusan temannya.

2) Masa bertengkar, karena anak selalu bertengkar dengan anggota

keluarga lainnya, tetangga atau teman sebayanya. Apalagi, ketika anak

merasakan suasana di rumah yang tidak menyenangkan, inkonsisten

disiplin, lemah atau otoriter.

3) Masa usia sekolah, karena pada masa ini anak mulai masuk usia

sekolah dasar. Anak selalu dimotivasi berprestasi dan membentuk

kebiasaan baru dalam mencapai kesuksesan.

4) Masa bermain, karena anak mulai membentuk permainan baru yang

lebih luas dan banyaknya kegiatan bermain baru di sekolah dan

kelompok main. Anak merasa bahagia jika mampu bermain secara

berkelompok dan diterima kelompok.

5) Masa kreativitas, karena anak selalu termotivasi menunjukkan

kreativitas, seperti melukis, susunan balok, rumah-rumahan dan

sebagainya. Jika anak tidak dapat menunjukkan kreativitas, maka anak

dicemooh, dikritik, diejek, dihina, bodoh, dan tidak kreatif.

Berikut beberapa perubahan psikologis, bahaya-bahaya fisik dan

bahaya psikologis yang dialami pada masa akhir kanak-kanak yang

dikemukakan oleh Pieter & Lubis (2010) :

B. Perubahan Psikologis Akhir Kanak-kanak

1) Perubahan bicara dimana semakin luasnya cakrawala sosial serta

(43)

Sumber-sumber perbaikan bicara yaitu tingkat sosial ekonomi,

motivasi belajar membaca, radio dan televisi, kemauan dalam

memperbaiki salah ucap, dan adanya reward.

2) Perubahan emosi, dimana masa akhir kanak-kanak, anak telah mampu

mengendalikan emosinya. Bentuk ungkapan emosi yang

menyenangkan dilakukan anak dengan tertawa, mengejangkan tubuh

dan berguling-guling. Adapun ungkapan emosi yang tak

menyenangkan dilakukan dengan marah, cemas dan kecewa.

3) Perkembangan keterampilan, dimana saat memasuki akhir

kanak-kanak, anak sudah memiliki keterampilan yang dipelajari masa

prasekolah. Keterampilan anak dipengaruhi lingkungan sosial,

kesempatan belajar keterampilan, bentuk postur tubuh dan minat.

4) Perkembangan suara hati yang merupakan reaksi kekhawatiran anak

yang terkondisi dalam situasi dan tindakan yang berkaitan dengan

perbuatan dan hukuman. Adapun rasa bersalah adalah penilaian diri

yang negatif dan terjadi saat dia mengakui bahwa perilakunya telah

bertentangan dengan nilai moral yang wajib diikutinya. Sebaliknya,

rasa malu merupakan reaksi emosional yang kurang menyenangkan

terhadap penilaian negatif orang lain.

5) Peranan disiplin dimana akan mempengaruhi sikap dan perilaku moral

anak. Sebaiknya penerapan disiplin di keluarga bersifat bantuan

dasar-dasar moral, ganjaran yang konsisten, jujur, adil, dan disesuaikan

(44)

6) Perkembangan sikap dan perilaku moral, dimana kini anak mulai

memperhitungkan keadaan dengan moralitas. Relativisme moral

berubah menjadi fleksibilitas moral. Misalnya, saat anak usia lima

tahun menilai berbohong adalah sebagai perbuatan buruk. Ketika anak

berusia di atas lima tahun, penilaian konsep berbohong mulai

diperbolehkan untuk beberapa situasi. Konsep berbohong tidak lagi

selalu dinilai buruk.

7) Perkembangan sikap sosial terutama memasuki usia tujuh hingga

delapan tahun, anak mulai kurang menaruh minat figur identifikasi

pada orangtuanya. Kini, anak menaruh minat pada teman

kelompoknya. Anak merasa terpukau jika dia mampu menyesuaikan

diri menurut standar dan penampilan yang ditetapkan kelompoknya.

8) Perkembangan minat, dimana pembentukan minat anak sangat

dipengaruhi bentuk, intensitas, motivasi, prestasi, dan kemajuan

perkembangan minat sebelumnya. Bentuk-bentuk minat anak secara

umum yaitu minat penampilan diri dan pakaian, minat pada tubuh,

minat pada julukan dan nama, minat agama, minat pada kesehatan,

minat sekolah, minat pada seks atau minat pada simbol status.

C. Bahaya-bahaya Fisik Akhir Kanak-kanak

1) Penyakit. Jenis penyakit yang paling banyak diderita anak periode

akhir kanak-kanak yaitu salesma, gangguan pencernaan, penyakit dan

(45)

2) Bentuk tubuh yang tidak sesuai. Anak laki-laki yang berbentuk tubuh

kewanitaan atau anak perempuan berbentuk tubuh kelelaki-lakian

selalu dicemooh teman atau orang dewasa. Efeknya adalah

memperburuk adaptasi sosial, terutama buat anak laki-laki. Sebaliknya,

bentuk tubuh yang sesuai dengan seksnya akan membantu dalam

penyesuaian diri yang lebih baik.

3) Kecelakaan. Meskipun kecelakaan tidak memberikan trauma luka fisik

yang mendalam, namun kondisi ini akan memberikan luka psikologis,

seperti anak akan bertindak selalu hati-hati dan merasa takut.

4) Ketidakmampuan fisik. Ketidakmampuan fisik bersumber dari akibat

kecelakaan berat atau cacat fisik bawaan, sehingga dia menjadi

perhatian khusus.

D. Bahaya-bahaya Psikologis Akhir Kanak-kanak

1) Bahaya sosial. Bahaya yang ditimbulkannya yaitu anak yang ditolak

atau diabaikan, kurangnya kesempatan belajar sosial dan dikucilkan.

2) Bahaya emosi. Ketidakmatangan emosional anak ditunjukkan dari

emosi yang kurang menyenangkan, seperti ekspresi emosi marah yang

tinggi dan tidak terkontrol.

3) Bahaya dalam berbicara. Bahaya yang ditimbulkan adalah apabila

kosakata yang kurang sehingga anak sulit menyelesaikan tugas sekolah

dan sulit dalam komunikasi, seperti kesalahan bicara, kesalahan tata

bahasa, cacat bicara, gagap atau celat yang membuat anak bicara

(46)

4) Bahaya dalam konsep diri. Bahaya yang ditimbulkannya yaitu anak

yang memiliki konsep ketidakpuasan pada keadaan dirinya sendiri.

Perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan dan kurangnya

dukungan lingkungan sosial yang menyebabkan anak selalu

berprasangka buruk dan diskriminatif memperlakukan orang lain.

5) Bahaya hubungan keluarga. Bahaya yang ditimbulkan yaitu seringnya

pertentangan antar anggota keluarga, rendahnya rasa empati pada

anggota keluarga, sering melawan orang tua, melemahnya hubungan

interpersonal antar keluarga, penyesuaian diri yang buruk dan perilaku

agresi.

6) Bahaya kepribadian. Bahaya-bahaya kepribadian yang ditimbulkannya

yaitu konsep diri yang buruk, ketidakmatangan kepribadian, sikap

penolakan, perilaku egosentris, agresivitas dan perilaku regresi.

7) Bahaya sikap moral. Bahaya-bahaya yang ditimbulkan sikap moralitas

anak yaitu jika perkembangan sikap moral yang berlandaskan konsep

diri dari teman-temannya, media massa atau konsep orang dewasa,

kegagalan untuk mengembangkan suara hati sebagai kontrol atau

pengawasan terhadap perilakunya, penerapan disiplin yang inkonsisten

(47)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Stres

Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

tahun 2012. Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan kepustakaan maka

kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan

: : Variabel yang diteliti

: Berhubungan

Stres Kerja Berdampak Negatif

(Distress)

Stres Kerja Guru Wanita

Berkeluarga

Stres Kerja Berdampak Positif

(48)

Penjelasan :

- Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel sebab atau

variabel yang mempengaruhi stres kerja berdampak negatif (distress) atau

stres kerja berdampak positif (eustress). Dalam penelitian ini yang

dimaksud variabel independen adalah stres kerja guru wanita berkeluarga.

- Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel akibat atau

variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dalam

variabel dependen adalah bagaimana dampak dari stres kerja yang

dihadapi guru wanita berkeluarga, apakah berdampak negatif (distress)

atau berdampak positif (eustress).

(49)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau

deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Notoadmodjo, 2010).

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

yakni seluruh guru wanita yang telah menikah dan mempunyai anak yang

mengajar di SD 1 dan SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan yang

berjumlah 18 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik

Total Sampling dengan pertimbangan jumlah populasi kurang dari 100,

maka keseluruhan jumlah populasi diambil sebagai sampel (Arikunto,

2010). Jumlah sampel yang ikut berpartisipasi pada penelitian ini

(50)

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah SD

1 dan SD 2 Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan, dengan alasan Yayasan

Perguruan Al-Azhar merupakan salah satu yayasan perguruan swasta yang

memiliki beberapa SD sehingga peneliti dapat memperoleh sampel yang

cukup hanya dengan melaksanakan penelitian di satu tempat disertai belum

ada penelitian sebelumnya terkait judul peneliti ditempat tersebut.

Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak tanggal 23 Oktober sampai dengan 15

November 2012.

4.4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan

izin kepada institusi pendidikan fakultas keperawatan USU dan mengajukan

permohonan izin kepada Ketua Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan dimana

penelitian dilakukan. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi :

a. Otonomi, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk

menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan

penelitian.

b. Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden

setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat

penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian maka

(51)

c. Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing

lembar persetujuan tersebut.

d. Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan

kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

e. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada

responden mengandung prinsip kebaikan bagi responden guna

mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan responden.

f. Nonmaleficience, penelitian yang dilakukan tidak mengandung unsur

bahaya atau merugikan apalagi sampai mengancam jiwa bagi responden.

g. Veracity, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang

manfaat, efek dan apa yang didapat jika responden terlibat di dalam

penelitian tersebut.

h. Juctice, peneliti harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap

melaksanakan prinsip juctice (keadilan) pada saat melakukan penelitian.

(Hidayat, 2007)

4.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan

alat pengumpul data berupa kuesioner yang disusun dengan berpedoman pada

kerangka konsep dan tinjauan pustaka.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang dibagi

menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu kuesioner data demografi

(52)

terakhir, dan penghasilan/bulan yang meliputi 5 pertanyaan. Bagian ini tidak

diteliti, hanya untuk mengetahui karakteristik dari responden.

Bagian kedua yaitu kuesioner stres kerja guru wanita berkeluarga.

Bagian ini terdiri dari 15 pernyataan menggunakan skala Likert dengan cara

menetapkan skor jawaban terhadap pernyataan positif pada pilihan Selalu

(SL) = 4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2, Tidak Pernah (TP) = 1

untuk nomor pernyataan 2, 4, 5, 7, 8, 9, 11 dan 15. Sedangkan skor

pernyataan negatif pada pilihan Selalu (SL) = 1, Sering (SR) = 2,

Kadang-kadang (KD) = 3, Tidak Pernah (TP) = 4 untuk nomor pernyataan 1, 3, 6, 10,

12, 13 dan 14. Total skor yang diperoleh terendah 15 dan yang tertinggi 60.

Semakin tinggi skor mengisyaratkan semakin positifnya dampak stres kerja

yang dialami (eustress), sebaliknya semakin rendah skor maka semakin

negatif dampak stres kerja yang dialami (distress).

Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005) :

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai

tertinggi dan nilai terendah) sebanyak 45 dengan dua kategori kelas untuk

menilai stres kerja guru wanita berkeluarga yaitu stres kerja berdampak

negatif (distress) dan stres kerja berdampak positif (eustress) maka

didapatkan panjang kelas 23. Dengan menggunakan P = 23 nilai terendah 15 P = Rentang

(53)

sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka interval stres kerja guru

wanita berkeluarga dapat dikategorikan sebagai berikut:

15 – 37 = Stres kerja berdampak negatif (distress).

38 – 60 = Stres kerja berdampak positif (eustress).

4.6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji validitas dilakukan oleh peneliti menggunakan metode validitas isi

yakni dengan menguji instrumen yang mengacu pada isi dan dengan meminta

orang yang ahli, dalam hal ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen

keperawatan jiwa di Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilanjutkan dengan uji

reliabilitas yang dilakukan pada 10 orang responden yang memenuhi kriteria

inklusi yang sama dengan sampel penelitian dan diambil di SD Yayasan

Perguruan Pembangun Didikan Islam (YAPDI) Medan menggunakan

Internal Consistency atau dengan menguji instrumen sekali saja.

Kemudian instrumen di analisis dengan tehnik Cronbach Alpha

dengan perolehan nilai r alpha sebesar 0,729. Oleh karena nilai r alpha lebih

besar daripada r tabel (0,729 > 0,632), maka instrumen yang digunakan oleh

(54)

4.7. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran

kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin

pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian. Pada saat

pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur

pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia

berpartisipasi diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai

responden/informed consent. Setelah itu responden yang bersedia diminta

untuk mengisi kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada

pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi

kuesioner, peneliti memeriksa kelengkapan data responden dan jika ada data

yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah

terkumpul dianalisa.

4.8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka akan dilakukan analisa data

melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek

nomor responden dan kelengkapannya serta memastikan semua jawaban telah

diisi sesuai petunjuk. Tahap yang kedua coding, yaitu memberi kode atau

angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu melakukan

tabulasi dan analisa. Tahap yang ketiga processing, yaitu memasukkan data

dari kuesioner kedalam program komputer yakni menggunakan program

(55)

Tahap keempat adalah cleaning, yaitu mengecek kembali data yang telah di

entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

Hasil analisa data demografi dan stres kerja guru wanita berkeluarga

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran

stres kerja guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan

(56)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai

gambaran stres kerja guru wanita berkeluarga di Sekolah Dasar Yayasan

Perguruan Al-Azhar Medan tahun 2012.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Karakteristik Responden

Adapun karakteristik responden yang dipaparkan mencakup umur,

jumlah anak, pendidikan terakhir dan penghasilan perbulan. Hasil penelitian

yang dilakukan di Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan

diperoleh data sebagai berikut yakni dari 18 responden mayoritas berumur

20 - 30 tahun sebanyak 6 responden (33,3%) dan berumur 41 – 50 tahun

juga sebanyak 6 responden (33,3%), jumlah anak yang dimiliki responden

mayoritas berjumlah 1 anak sebanyak 9 orang (50,0%), latar belakang

pendidikan terakhir responden mayoritas sarjana sebanyak 14 orang

(77,7%), dan penghasilan perbulan responden mayoritas > Rp.1.000.000,-

yakni sebanyak 15 orang (83,3%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.1

(57)

Tabel 5.1.1.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Responden Guru Wanita

Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 (n =18)

(58)

5.1.2. Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami

stres kerja berdampak positif (eustress) sebanyak 7 responden ( 38.9%) dan

responden yang mengalami stres kerja berdampak negatif (distress)

sebanyak 11 responden (61.1%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel

5.1.2. berikut.

Tabel 5.1.2.

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kategori Penilaian Gambaran Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga di SD Yayasan Perguruan Al-Azhar Medan Tahun 2012 (n=18)

Stres Kerja Guru Wanita Berkeluarga Frekuensi (f)

Persentase (%)

Stres Kerja Berdampak Positif (eustress)

7 38,9

Stres Kerja Berdampak Negatif (distress)

11 61,1

(59)

5.2. Pembahasan

Pada pembahasan ini peneliti akan membahas mengenai gambaran

stres kerja guru wanita berkeluarga dengan jumlah sampel sebanyak 18 orang.

Hasil penelitian berdasarkan data demografi menunjukkan bahwa mayoritas

responden berumur 20-30 tahun (33,3%) dan berumur 41-50 tahun (33,3%).

Menurut Sekartini (2003) semakin dewasa seseorang maka cara berpikir lebih

matang, hal tersebut terkait dengan semakin tingginya pengetahuan seseorang

ketika usianya makin dewasa, baik yang diperoleh dari pengalaman langsung

maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2007), juga sesuai

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2001) bahwa semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja. Namun jika ditinjau dari hasil penelitian terlihat

bahwa terdapat jumlah yang sebanding yang mengalami stres kerja

berdampak negatif (distress) antara umur 20-30 tahun atau dewasa dini

dengan umur 41-50 tahun atau dewasa madya. Peneliti berasumsi bahwa

walaupun kedua tingkat umur ini memiliki frekuensi stres yang sebanding

namun kapasitas stres kerja yang dihadapi berbeda, hal ini sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Fitzgibbon (2006) tentang stres pekerja

wanita bahwa stres fisik yang dirasakan oleh pekerja meningkat seiring

dengan peningkatan usia, sedangkan stres psikologis seperti perasaan

tertekan, frustasi dan lainnya lebih banyak dirasakan oleh pekerja berusia

Gambar

Tabel 5.1.2.

Referensi

Dokumen terkait

Bahan harus dihindari : tidak ada informasi yang tersedia 10.6 Produk berbahaya hasil penguraian. tidak ada informasi

Sesudah empat lima kali sia-sia mencoba membebaskan diri dari lubang maut, biasanya semut (atau lalat) kehabisan tenaga dan tenggelam pasrah untuk selama-lamanya (Slamet

Perubahan dan perkembangan yang terjadi di dunia, sangat dibutuhkan sosok manusia sebagai wakil Tuhan (kepemimpinan) yang baik dan mampu mengemban amanah yang

Uraian Uraian Tugas Tugas Uraian Uraian Kegiatan Kegiatan Hasil Hasil Kerja Kerja Paramet Paramet er er Presta Presta si si Standar Standar Wakt Wakt u u Standa Standa rr Total

Direktur LPPM, Manajer PkM dan koordinator PkM Fakultas/SPS sesuai dengan kewenangan masing-masing memastikan bahwa dosen atau pelaku pengabdian

Di dalam proses pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skills , karena kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap guru SMA Negeri di Kabupaten Sukabumi, diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1) Penghargaan

TAPM yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah dr Abdul Rivai Kabupaten Berau adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber