• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH

DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR

DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH :

AKTIA VIANA

071000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH

DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR

DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

AKTIA VIANA

071000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH

DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR

DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2011

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : AKTIA VIANA

071000073

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 18 Januari 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi NIP. 19620529 198903 2 001 NIP. 19680616 199303 2 003

Penguji II Penguji III

Ernawati Nasution, SKM, MKes Dra. Jumirah, Apt., MKes NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19580315 198811 2 001

Medan, Januari 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dekan,

(4)

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan sehingga makanan menjadi lebih enak dan menarik. Penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsinya. Pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang kesehatan khususnya makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sangat diperlukan karena mereka merupakan informan yang baik dalam menyampaikan informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya disekolah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 55 responden yang merupakan total populasi. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, sumber informasi, pengetahuan, sikap dan tindakan yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,3% responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54,5% responden memiliki sikap dalam kategori baik dan 87,3% responden memiliki tindakan dalam kategori sedang terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap responden sudah baik, tetapi tindakan responden pada umumnya berada pada kategori sedang. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada pihak sekolah khususnya guru agar lebih teliti lagi dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi terutama makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sehingga mereka dapat memberikan informasi dan contoh yang baik kepada murid-muridnya dalam mengonsumsi makanan yang aman dan sehat.

(5)

ABSTRACT

Food additive is ingredients that is added on food in case to improve the color, form, taste, and texture of the food and to extend its storage time that it will become more delicious and attractive. Excessive use of food additives in a food will be very dangerous to the health of the consumers. Knowledge, attitude and act of teachers on health especially the one related to the food containing food additives is very much needed because the teachers are good informants in extending the information about the food containing food additives to the society especially the students at school.

The purpose of this descriptive study was to analyze the knowledge, attitude and action of teachers about the food containing food additives at Sekolah Dasar (Primary School) at Mabar (Urban) Village, Medan Deli Subdistrict in 2011. The population of this study was all of the 55 teachers and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained through distributing questionnaires containing the questions about age, sex/gender, education, length of work, source of information, knowledge, attitude and action of teachers which were then presented in the form of table of frequency of distribution.

The result of this study showed that 87.3% of the respondents had knowledge of good category, 54.5% had attitude of good category, and 87.3 had an action of adequate category towards the food containing food additives.

The conclusion drawn from this the result of this study is that the knowledge and attitude of the respondents are good, but their action, in general, belongs to the adequate category. Therefore, the school management especially the teachers are suggested to be more accurate in selecting the food to be consumed especially the food containing food additives that they can provide good information and example to their students in consuming healthy and safe food.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Aktia Viana

Tempat/Tanggal Lahir : Bukit Tinggi/ 05 Oktober 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 2 (dua) Bersaudara

Alamat : Jl. Griya Martubung Blok 7 Tempirai 2 No.70

Medan, 20251

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri 064011 Medan

Tahun 2000 – 2003 : SMP Negeri 45 Medan

Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 7 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan hidayahNya yang telah memberikan kekuatan maupun kesehatan kepada penulis

selama dalam penyelesaian skripsi yang berjudul : “Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan

pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011” yang

merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda

Akmal dan Ibunda Asneti Zen tercinta serta Paman Drg. Asdi Zen dan Adinda Akdri

Andi yang telah banyak berkorban materil dan moril serta membesarkan dan

mendidik penulis dengan kasih sayang.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.

Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Evawany Y

Aritonang, MSi selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, mendidik dan

memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak

lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Albiner Siagian, Ir, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Drh., Hiswani, MKes selaku dosen Penasehat Akademik.

4. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

5. Ibu Dra. Jumirah, Apt.,MKes selaku Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

6. Drs. Pangaloan Pasaribu selaku Kepala SD Negeri No. 064011 Medan dan

Drs. Sugianto, M.pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri No. 067250 yang telah

(8)

7. Guru-guru SD Negeri No. 064011 Medan dan Guru-guru SD Negeri No.

067250 yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian penulis.

8. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu dalam

penyelesaian pendidikan dan skripsi ini.

9. Arfie Kurniawan,Amd sebagai teman penyemangat, pemberi dorongan, dan

tempat berbagi selama penyelesaian skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat penulis Rafika Nurulita, SKM, Maretta Artuti,SKM, Suci

Melfika, Rizki Wahyuni, Yopa Frisdiana,SKM, Tien Sumarni, Amd, dan

teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang namanya tidak dapat

disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan serta

kritikan yang menambah semangat penulis dan juga seluruh teman-teman

stambuk 2007, dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi

bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya

membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan

khususnya di bidang kesehatan masyarakat.

Medan, Januari 2012

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1.Tujuan Umum ... 4

1.3.2.Tujuan Khusus ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Perilaku ... 5

2.1.1. Pengertian Perilaku ... 5

2.1.2. Pengetahuan (Knowledge)... 8

2.1.3. Sikap (Attitude) ... 11

2.1.4. Praktek atau Tindakan (action) ... 13

2.2. Pangan ... 15

2.3. Makanan ... 16

2.4. Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 17

2.4.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan ... 17

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 18

2.4.3. Sumber-sumber Bahan Tambahan Pangan ... 19

2.4.4. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan ... 20

2.4.5. Persyaratan Bahan Tambahan Pangan ... 28

2.5. Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

(10)

3.4.2. Data Sekunder ... 31

3.5. Definisi Operasional ... 32

3.6. Aspek Pengukuran ... 33

3.7. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 35

3.7.1. Pengolahan Data ... 35

3.7.2. Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

4.2. Karakteristik Responden ... 37

4.3. Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 38

4.4. Pengetahuan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 39

4.5. Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 45

4.6. Tindakan tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 48

4.7. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 51

4.8. Tabulasi Silang antara Sikap dengan Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan .. 51

BAB V PEMBAHASAN ... 53

5.1. Pengetahuan Guru tentang Makanan yag Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 53

5.2. Sikap Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 55

5.3. Tindakan Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan dan Masa Kerja) ... 37

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang

Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan ... 38

Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 39

Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 39

Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Sikap Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 45

Tabel 4.6. Distribusi Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung

Bahan Tambahan Pangan ... 46

Tabel 4.7. Distribusi Tingkat Tindakan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 48

Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden tentang Makanan yang

Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 48

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden

tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan... 51

Tabel4.10. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Tindakan tentang

(12)

ABSTRAK

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sengaja ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan sehingga makanan menjadi lebih enak dan menarik. Penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsinya. Pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang kesehatan khususnya makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sangat diperlukan karena mereka merupakan informan yang baik dalam menyampaikan informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya disekolah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 55 responden yang merupakan total populasi. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, sumber informasi, pengetahuan, sikap dan tindakan yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,3% responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54,5% responden memiliki sikap dalam kategori baik dan 87,3% responden memiliki tindakan dalam kategori sedang terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap responden sudah baik, tetapi tindakan responden pada umumnya berada pada kategori sedang. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada pihak sekolah khususnya guru agar lebih teliti lagi dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi terutama makanan yang mengandung bahan tambahan pangan sehingga mereka dapat memberikan informasi dan contoh yang baik kepada murid-muridnya dalam mengonsumsi makanan yang aman dan sehat.

(13)

ABSTRACT

Food additive is ingredients that is added on food in case to improve the color, form, taste, and texture of the food and to extend its storage time that it will become more delicious and attractive. Excessive use of food additives in a food will be very dangerous to the health of the consumers. Knowledge, attitude and act of teachers on health especially the one related to the food containing food additives is very much needed because the teachers are good informants in extending the information about the food containing food additives to the society especially the students at school.

The purpose of this descriptive study was to analyze the knowledge, attitude and action of teachers about the food containing food additives at Sekolah Dasar (Primary School) at Mabar (Urban) Village, Medan Deli Subdistrict in 2011. The population of this study was all of the 55 teachers and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained through distributing questionnaires containing the questions about age, sex/gender, education, length of work, source of information, knowledge, attitude and action of teachers which were then presented in the form of table of frequency of distribution.

The result of this study showed that 87.3% of the respondents had knowledge of good category, 54.5% had attitude of good category, and 87.3 had an action of adequate category towards the food containing food additives.

The conclusion drawn from this the result of this study is that the knowledge and attitude of the respondents are good, but their action, in general, belongs to the adequate category. Therefore, the school management especially the teachers are suggested to be more accurate in selecting the food to be consumed especially the food containing food additives that they can provide good information and example to their students in consuming healthy and safe food.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP)

khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan

teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan

pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang

relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan

yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi,

2008).

Kita hidup dalam masyarakat harus sadar akan gizi dan sadar untuk menjadi

konsumen yang baik. Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek

apakah bahan pangan memberikan cita rasa enak, apakah anak-anak mau menikmati

pangan yang disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal

apakah bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang

terdapat di dalamnya (Cahyadi, 2008).

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan

perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak

penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat.

Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya

generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita

memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan

(15)

dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi

nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional,

termasuk penggunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).

Beberapa penelitian tentang penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan di

kota Medan. Penelitian oleh Cory (2009), berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa sampel daging burger sapi yang dijual di grosir Warung Roti menggunakan zat

pewarna sintetis yang diizinkan yaitu sampel berwarna merah Ponceau 4R. Penelitian

oleh Ginting (2009), terasi yang diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan di

Kota Medan, yaitu terasi merek SL, pada hasil pemeriksaan di Laboratorium yang

dilakukan selama 3 kali pengujian terdapat adanya zat pewarna merah sintetis.

Selain itu dilakukan juga penelitian terhadap perilaku ibu tentang makanan

jajanan yang mengandung pemanis buatan (sintetik) yang dilakukan oleh Sari (2010)

yang menemukan bahwa perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung

pemanis buatan di TK AL-UMMI di Aceh Utara berada pada kategori sedang, hal ini

dikarenakan ibu masih menuruti keinginan anak dalam memilih dan mengonsumsi

makanan jajanan, meskipun makanan jajanan tersebut mengandung pemanis buatan.

Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan peningkatan

penyuluhan oleh petugas puskesmas mengenai bahan tambahan pangan yang

berbahaya bagi kesehatan anak kepada ibu, agar ibu mampu memilih makanan yang

baik dikonsumsi oleh anaknya.

Di Kelurahan Mabar terdapat dua sekolah yang saling berdekatan yaitu

sekolah dasar negeri 064011 dan sekolah dasar negeri 067250, kedua sekolah tersebut

(16)

nafkah dengan berjualan di lingkungan sekolah. Banyak dari makanan yang dijual

tersebut menggunakan bahan tambahan pangan yang dapat dilhat dari tampilan warna

yang pekat dan mencolok, dan rasa yang sangat manis yang membuat anak-anak

sangat tertarik untuk membelinya, tanpa memperhatikan efeknya terhadap kesehatan.

Dalam hal ini sangat diperlukan perhatian dari para guru yang berperan

sebagai pedidik sekaligus orang tua dari siswa-siswinya, yang merupakan informan

terbaik dalam menyampaikan informasi tentang makanan yang mengandung bahan

tambahan pangan berbahaya kepada masyarakat terutama kepada anak didiknya di

sekolah. Selama anak-anak berada di sekolah, mereka sepenuhnya menjadi tanggung

jawab para guru terutama memperhatikan apa saja yang dilakukan siswa-siswinya

dan makanan apa yang mereka makan selama di sekolah, namun guru di sekolah

dasar negeri 064011 dan sekolah dasar negeri 067250 yang diharapkan mengetahui

tentang makanan-makanan yang baik dikonsumsi dan mana yang tidak baik dan

diharapkan dapat mengajak murid-muridnya untuk lebih berhati-hati dalam memilih

makanan yang sehat, seperti kurang peduli dengan makanan yang dikonsumsi

anak-anak didiknya, dapat dilihat dari bebasnya anak-anak-anak-anak didik mereka membeli makanan

disekitar lingkungan sekolah, bahkan tidak jarang guru juga ikut membeli makanan

yang dijual dilingkungan sekolah mereka. Alasan inilah yang melatarbelakangi

penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul pengetahuan, sikap dan tindakan

guru sekolah dasar tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan pada

(17)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui tentang pengetahuan, sikap dan tindakan Guru Sekolah

Dasar terhadap makanan-makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan

(BTP).

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan Guru Sekolah Dasar

terhadap makanan yang mengandung bahan tambahan pangan.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik guru (umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan masa kerja)

2. Untuk mengetahui sumber informasi guru tentang makanan yang

mengandung bahan tambahan pangan.

1.4.Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan seperti dinas kesehatan dan

puskesmas untuk melakukan berbagai kegiatan mengenai pemberian informasi

kesehatan khususnya mengenai dampak buruk dari mengkonsumsi makanan yang

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah sesuatu yang berasal dari dorongan yang ada dalam diri

manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada

dalam diri manusia. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan

(Purwanto, 1999).

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmojo, 2003)

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”

(19)

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting

stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya:

makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang

menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga

mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih

atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta,

dan sebagainya.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang

ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons.

Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik

(respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh

penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan

lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua : (Notoatmojo, 2003)

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima

(20)

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal,

seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk

diimunisasi, penderita TB. paru minum obat secara teratur, dan sebagainya.

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah

operant response. Oleh sebab itu untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur

pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner adalah sebagai

berikut.

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer

berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut

disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang

dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan

sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing

komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan mengunakan urutan komponen yang

(21)

diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut

cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan

komponen (perilaku) yang kedua yang kemudian diberi hadiah (komponen

pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai

komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,

keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

2.1.2. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

(Notoatmojo, 2003)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

a. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Penelitian Rongers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni. (Notoatmojo, 2003)

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

(22)

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang posistif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

(Notoatmojo, 2003)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak

(23)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan

makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (aplication)

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus

statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan

masalah kesehatan dari kasus yang diberukan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-koponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, memngelompokkan,

(24)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sitesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat

menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.1.3. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut salah seorang ahli psikologis sosial,

Newcomb, yang dikutip oleh Notoatmodjo, menyatakan bahwa sikap itu merupakan

(25)

belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo, menjelaskan bahwa

sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :

1). Kepercayaan (keyakinan), ide,dan konsep terhadap suatu objek.

2). Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.

3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri atas empat tingkatan, yaitu :

1). Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2). Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang

menerima ide tersebut.

3). Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

(26)

4). Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.1.4. Praktek atau Tindakan (action)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap

ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan

ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan

anaknya. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan dukungan (support) dari pihak

lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua, dan lain-lain. (Notoatmojo,

2003)

Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan.

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat

memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya, seseorang ibu

dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan

(27)

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek

tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada

umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi

bedasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Sebuah penelitian terhadap perilaku ibu tentang makanan jajanan yang

mengandung pemanis buatan (sintetik) yang dilakukan oleh Sari (2010) yang

menemukan bahwa perilaku ibu tentang makanan jajanan yang mengandung pemanis

buatan di TK AL-UMMI di Aceh Utara berada pada kategori sedang, hal ini

dikarenakan ibu masih menuruti keinginan anak dalam memilih dan mengonsumsi

makanan jajanan, meskipun makanan jajanan tersebut mengandung pemanis buatan.

Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan peningkatan

(28)

berbahaya bagi kesehatan anak kepada ibu, agar ibu mampu memilih makanan yang

baik dikonsumsi oleh anaknya.

Hasil penelitian lainnya oleh Daniaty (2009) mengenai pengetahuan, sikap

dan tindakan siswa SMP 3 dan SMA Negeri 1 Binjai tentang makanan dan minuman

jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan, menunjukkan bahwa

pengetahuan responden SMP Negeri 3 Binjai lebih banyak pada kategori sedang

(50,79%) sedangkan responden SMA Negeri 1 Binjai lebih banyak pada kategori baik

(59,38%). Sikap responden SMP Negeri 3 Binjai lebih banyak pada kategori sedang

(53,57%) sedangkan responden SMA Negeri 1 Binjai lebih banyak pada kategori baik

(72,73%). Sementara itu, tindakan responden dari kedua sekolah berada pada kategori

sedang masing-masing sebanyak 63,49% dan 62,50%.

2.2. Pangan

Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,

dan atau pembuatan makanan dan minuman. (Saparinto dkk, 2006)

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yakni

(Saparinto dkk,2006) :

1. Pangan segar, adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar

dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku

(29)

2. Pangan olahan, adalah makanan atau minuman hasil proses pegolahan dengan cara

atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi,

pisang goreng, dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan

olahan siap saji dan tidak siap saji.

a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan

siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah

mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan

pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.

3. Pangan olahan tertentu, adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok

tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh:

ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang

yang menjalani diet rendah lemak, dan sebagainya.

2.3.Makanan

Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), makanan

merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan

kehidupan selain kebutuhan sandang dan perumahan. Makanan selain mengandung

nilai gizi juga merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau

kuman, terutama makanan yang mudah membusuk yaitu makanan yang mengandung

kadar air serta nilai protein yang tinggi. Kemungkinan lain masuknya atau beradanya

bahan-bahan berbahaya seperti bahan kimia, residu pestisida serta bahan lainnya

antara lain debu, tanah, rambut manusia dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan

(30)

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan

tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya : (Prabu,

2008)

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.

3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari

pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang

dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

2.4.Bahan Tambahan Pangan (BTP)

2.4.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Pengertian bahan tambahan pangan (makanan), menurut Permenkes 722, 1988

(Hariyadi dkk, 2009) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan

dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak

mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk

maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,

perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk

menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu

komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi

(31)

pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi

sifat atau bentuk pangan atau produk makanan. (Saparinto dkk, 2006).

Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja

ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat

dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi

untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa

simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan

tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang

dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang

memiliki nilai gizi dan ada yang tidak. (Saparinto dkk, 2006)

Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh

Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). (Saparinto dkk, 2006)

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih

mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya

bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut

(Cahyadi, 2008) :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu bpengolahan, sebagai contoh

(32)

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak

mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat tidak sengaja, baik dalam

jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,

pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau

kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan

mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan

dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu

pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentia), antibiotik, dan

hidrokarbon aromatik polisiklis.

2.4.3. Sumber-sumber Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dapat digolongkan menjadi

dua golongan, yakni bahan tambahan pangan alami dan buatan.(Saparinto dkk, 2006)

1. Bahan tambahan pangan alami

Bahan tambahan pangan alami hingga saat ini masih mendapat tempat di hati

masyarakat. Bahan ini dipandang lebih aman bagi kesehatan dan mudah didapat.

Namun di sisi lain, bahan tambahan pangan alami mempunyai kelemahan, yaitu

relatif kurang stabil kepekatannya karena mudah terpengaruh oleh panas. Selain itu,

dalam peggunaannya dibutuhkan jumlah yang cukup banyak.

2. Bahan tambahan pangan sintetis

Bahan tambahan pangan sintetis merupakan hasil sintetis secara kimia.

Keuntungan menggunakan bahan tambahan pangan sintetis adalah lebih stabil, lebih

pekat, dan penggunaannya hanya dalam jumlah sedikit. Namun kelemahannya, bahan

(33)

beberapa bahan tambahan pangan yang bersifat karsinogenik (dapat memicu

timbulnya kanker).

2.4.4. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

Ada beberapa jenis bahan tambahan pangan : (Cahyadi, 2008)

1. Bahan Pengawet

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat

proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.

Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet

dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan

berbagai bahan pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk

natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering

dugunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah,

minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya.

Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi

tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat

yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertubuhannya

juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan

pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi

(34)

a. Boraks

Salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya oleh

pemerintah adalah asam borat dan garam natrium tetrabonat (boraks). Akhir-akhir ini

produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan pengawet, khususnya

pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi. Hal ini bisa

terjadi karena minimnya pengetahuan, lemahnya pengawasan dari lembaga

pemerintah, dan alasan ekonomi. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan

makanan adalah untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa

gurih dan kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh

tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Gejala awal keracunan

boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau

kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan

hal-hal berikut :

- Sakit perut sebelah atas , muntah, dan mencret.

- Sakit kepala, gelisah.

- Penyakit kulit berat (dermatitis).

- Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan (cyanotis).

- Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah.

- Hilangnya cairan dalam tubuh (dehidrasi), ditandai dengan kulit kering dan

koma (pingsan).

- Degenerasi lemak hati dan ginjal.

(35)

- Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning.

- Tidak memiliki nafsu makan (anoreksia), diare ringan, dan sakit kepala.

Boraks biasanya digunakan dalam industri gelas, pelicin porselin, alat

pembersih, dan antiseptik. Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat

antiseptik, obat pencuci mata, salep untuk menyembuhkan penyakit kulit, salep untuk

mengobati penyakit bibir., dan pembasmi semut. (Saparinto dkk, 2006)

Menurut penelitian Tarigan (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa dari

66 sampel sayur yang diperiksa, terdapat 22 sayur yang mengandung boraks.

Pemeriksaan secara kuatitatif diperoleh pada sayur daun singkong kadar terendah

sebesar 1,731 gr/kg dan tertinggi 3, 709 gr/kg.

b. Formalin

Formalin merupakan gas formadehid yang tersedia dalam bentuk larutan

40%. Bahan ini bisa diperoleh dengan mudah di toko-toko media. Formalin bisa

berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk tablet

dengan berat masing-masing 5g.

Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan di dalam dunia

kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa digunakan

untuk mengawetkan hewan-hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan

pengawet, formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut :

- Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.

- Desinfektan pada kandang ayam.

- Bahan pembuat deodoran

(36)

- Bahan baku industri pembuatan lem.

Kesalahan fatal yang dilakukan oleh para produsen makanan adalah

menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya informasi tentang formalin dan bahayanya, tingkat kesadaran kesehatan

masyarakat yang masih rendah, harga formalin yang sangat murah, dan

kemudahannya didapat.

Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini

hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin

dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan iritasi lambung dan

alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker) dan menyebabkan

mutagen (menyebabkan perubahan funsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi

formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada

kematian. (Saparinto dkk, 2006)

2. Bahan Pewarna

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat

digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara

pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang

seragam dan merata. Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan,

misalnya daun pandan atau daun suji dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis,

karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah.

Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada

(37)

penggunaannya pada makanan (Peraturan Menkes No.1168/Menkes/ PER/ X/ 1999).

Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan.

Rhodamin B sering disalahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,makanan

ringan,es-es dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan

tujuan menarik perhatian konsumen. (Hamdani, 2011)

Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan Rhodamin B, yaitu

biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang atau mencolok warnanya,

memiliki rasa agak pahit, muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya,

baunya tidak alami sesuai makanannya, harganya murah seperti saus yang cuma

dijual Rp. 800 rupiah per botol.

Menurut penelitian Nasution 2009, ditemukan Rhodamin B dalam cabe merah

giling pada salah satu pedagang dari pusat pasar. Adapun kadar Rhodamin B yang

terkandung dalam cabe merah giling adalah 0,419 dalam setiap 100 gr cabe merah

giling.

Menurut penelitian Al Kautsar (2010), hasil pemeriksaan laboratorium

terhadap syrup menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diperiksa seluruhnya

menggunakan zat pewarna buatan. 2 sampel menggunakan zat pewarna yang dilarang

, 8 sampel menggunakan zat pewarna buatan yang diizinkan yaitu Sunset Yellow,

Tartrazine, dan Karmoisin, dengan kadar yang bervariasi yaitu 41,44 mg/lt, 17, 04

mg/lt, 46,72 mg/lt, 32,64 mg/lt, 36, 84 mg/lt, 17 mg/lt, 4,36 mg/ lt, 36,36 mg/lt.

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 batas kadar maksimum zat

(38)

3. Bahan Pemanis

Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau

dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut. Sedangkan

kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula.

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan

untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan

kesehatan.

Perkembangan industri pangan dan minuman akan kebutuhan pemanis dari

tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih menyukai

menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya realtif murah, tingkat

kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal tersebut

mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin

dan siklamat.

Penggunaan pemanis buatan yang melampaui batas maksimal yang

diperbolehkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Misalnya: kanker kandung

kemih akibat mengonsumsi siklamat dan terputusnya plasenta akibat mengonsumsi

sakarin.

4. Penyedap Rasa dan Aroma

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang

Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa didefenisikan

sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau

mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam

(39)

dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khusus suatu

pangan, seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya.

Zat penyedap rasa sintetis berasal dari hasil sintetis zat-zat kimia, misalnya

vetsin atau MSG (monosodium glutamat). Tahun 1987 WHO menghapus batasan

penggunaan zat penyedap rasa, khususnya asam glutamat yang semula dibatasi 120

mg/kg berat badan/hari. Dengan kata lain, WHO menyatakan bahwa MSG aman

untuk dikonsumsi. Dengan dihapusnya batasan penggunaan MSG, banyak orang lupa

dengan daya toleransi tubuh terhadap MSG, yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan.

Penggunaan MSG yang berlebihan lebih banyak mengandung resiko daripada

manfaat.

5. Antikempal

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88

tentang Bahan Tambahan Pangan, yang dimaksud antikempal adalah bahan tambahan

pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah

mengempalnya pangan yang berupa tepung. Bahan tambahan ini biasanya

ditambahkan pada makanan yang berbentuk serbuk, misalnya garam meja atau merica

bubuk dan bumbu lainnya agar pangan tersebut tidak mengempal dan mudah dituang

dari wadahnya.

6. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam

bahan. Penggunaan meliputi bahan, antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk

pangan dengan kadar lemak tinggi, produk pangan berkadar lemak rendah, produk

(40)

7. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental

Pegemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan

permukaan dan tegagnan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling

melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya membentuk emulsi.

8. Pengatur Keasaman

Pengatur keasaman (asidulan) merupakan senyawa kimia yang bersifat asam

dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke

dalam pangan dengan tujuan mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai

pengawet.

9. Pemutih, Pematang Tepung, dan Pengeras

Pemutih, pematang tepung, serta pengeras adalah beberapa diantara jenis

kelompok bahan tambahan pangan yang digunakan. Pemutih dan pematang tepung

merupakan bahan tambahan pangan yang seringkali digunakan pada bahan tepung

dan produk olahannya, dengan maksud karakteristik warna putih yang merupakan ciri

khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga, begitu halnya dimaksudkan untuk

memperbaiki mutu selama proses pengolahannya, seperti dalam hal pengembangan

adonannya selama pemanggangan. Sedangkan pengeras sering digunakan untuk

memperkeras atau mencegah melunaknya pangan. Contoh penggunaan adalah

senyawa kapur dalam upaya memperkeras produk keripik atau dalam pembuatan

pikel atau buah kalengan. Penggunaan bahan-bahan tersebut harus sesuai dengan

peraturan pemakaian dan dosis penggunaannya, hal itu berkaitan dengan efek

beberapa bahan tersebut terhadap kesehatan yang dapat membahayakan jika melebihi

(41)

2.4.5. Persyaratan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya

pesyaratan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi

2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan

dalam penggunaanya.

3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika

perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.

4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah

ditetapkan.

5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika

maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara

ekonomis dan teknis.

6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan

maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin

(42)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Dari kerangka konsep di atas dijelaskan bahwa pengetahuan guru tentang

makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat dilihat dari karakteristik

guru (umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja) dan sumber informasi

mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan (media cetak, media

elektronik, petugas kesehatan, keluarga/ kerabat), sedangkan tindakan guru tentang

makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dapat dapat dilihat dari

pengetahuan dan sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan

pangan dan juga pengetahuan langsung berhubungan dengan tindakan guru.

Karakteristik Guru

- Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan - Masa Kerja

Sumber Informasi mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan :

Media Cetak Media Elektronik Petugas Kesehatan Keluarga/ kerabat

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan Guru Sekolah Dasar

terhadap makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar

di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan

Medan Deli yaitu SD Negeri 064011 dan SD Negeri 067250. Pemilihan lokasi ini

dipilih secara purposive sampling dengan alasan :

1. Banyak penjaja makanan dan warung penjualan makanan yang menjual

makanan dengan warna- warna yang mencolok, terang dan dengan rasa yang

sangat manis secara bebas di lingkungan sekolah tersebut dibandingkan

sekolah-sekolah lain.

2. Tidak ada peraturan tegas dari pihak sekolah yang melarang murid-murid

untuk tidak jajan sembarangan, dapat dilihat dari bebasnya murid keluar dari

pekarangan sekolah untuk membeli makanan atau minuman bahkan guru juga

sering mengonsumsi makanan jajanan yang berada dilingkungan sekolah.

3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku guru sekolah dasar

terhadap makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada

(44)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan November sampai bulan Desember 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru sekolah dasar pada sekolah

dasar yang ada di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah :

1. SD Negeri 064011 : 34 orang

2. SD Negeri 067250 : 21 orang

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini diambil dengan cara total sampling, populasi yang

berjumlah 55 orang diambil seluruhnya.

3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah karakteristik guru yang terdiri dari umur, jenis kelamin,

pendidikan dan masa kerja serta sumber informasi mengenai makanan yang

mengandung bahan tambahan pangan yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner.

Pengetahuan, sikap dan tindakan juga diperoleh melalui kuesioner yang berisi

sejumlah pertanyaan yang telah disusun kepada responden.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data yang telah ada pada arsip

sekolah dasar yaitu berupa data jumlah guru sekolah dasar, serta data lain yang

dibutuhkan dalam penelitian seperti gambaran umum mengenai SD Negeri 064011

(45)

3.5. Defenisi Operasional

1. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung dari sejak dilahirkan

sampai ulang tahun terakhir.

2. Jenis kelamin adalah gender yang membedakan responden.

3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan atau

ditamatkan oleh responden.

4. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja.

5. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang sering ditambahkan pedagang

makanan ke dalam makanan yang akan dijual dengan tujuan untuk

memperbaiki warna atau cita rasa makanan, namun jika dipakai secara

berlebihan dapat mengganggu kesehatan.

6. Sumber informasi adalah segala petunjuk yang diperoleh responden untuk

mengetahui informasi tentang bahaya penggunaan bahan tambahan pangan

dalam makanan.

7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui guru tentang kandungan

zat-zat yang berbahaya pada bahan tambahan pangan yang ada di dalam

makanan.

8. Sikap adalah reaksi atau respon guru terkait penggunaan bahan tambahan

pangan yang berbahaya pada makanan.

9. Tindakan adalah segala bentuk yang dilakukan guru dalam mengonsumsi

makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dan hal-hal yang

dilakukan guru terhadap murid yang mengonsumsi makanan yang

(46)

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban responden

terhadap pertanyaan yang telah disediakan dan disesuaikan dengan skor yang ada.

Penilaian dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kategori (baik, sedang dan kurang) yang

berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden.

Adapun kategori penilaian dalam penelitian ini antara lain adalah :

c. Nilai baik, apabila total skor yang diperoleh responden >75%.

d. Nilai sedang, apabila total skor yang diperoleh responden 40-75%.

e. Nilai kurang, apabila total skor yang diperoleh responden <40%.

1. Pengetahuan

Pengetahuan mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan

dapat diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi bobot.

Jumlah pertanyaan sebanyak 12 dengan total skor tertinggi adalah 24. Berdasarkan

jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik apabila jawaban responden benar > 75% atau

memiliki skor > 18 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau

memiliki skor 11-18 dari seluruh pertanyaan yang ada.

c. Tingkat pengetahuan kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau

(47)

2. Sikap

Sikap dapat diukur dengan pemberian skor terhadap jumlah kuesioner yang

telah diberi bobot. Jumlah pernyataan10 yang terdiri dari pernyataan positif dan

negatif, dimana pernyataan yang benar diacak dan diberi nilai 2. Skor tertinggi adalah

20. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat sikap baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki

skor > 15 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat sikap sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau memiliki

skor 9-15 dari seluruh pertanyaan yang ada.

c. Tingkat sikap kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau memiliki

skor < 9 dari seluruh pertanyaan yang ada.

3. Tindakan

Tindakan dapat diukur dalam pemberian skor terhadap jumlah kuesioner yang

telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan 6 yang diajukan, dengan skor tertinggi adalah

12, dimana jawaban yang benar di acak dan diberi nilai 2. Berdasarkan jumlah nilai

diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat tindakan baik apabila jawaban responden benar > 75% atau memiliki

skor > 9 dari seluruh pertanyaan yang ada.

b. Tingkat tindakan sedang apabila jawaban responden benar 45-75% atau

memiliki skor 5-9 dari seluruh pertanyaan yang ada.

c. Tingkat tindakan kurang apabila jawaban responden benar < 45% atau

(48)

3.7. Pengolahan Data dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan Data

1. Editing

Data yang telah terkumpul dikoreksi dilapangan sehingga data dapat langsung

dilengkapi dan disempurnakan. Editing dilakukan atas kelengkapan pengisian

kuesioner dan kejelasan jawaban, dengan tujuan agar data dapat diperoleh dengan

baik dan menghasilkan informasi yang benar sehingga nantinya dapat

menggambarkan masalah yang diteliti.

2. Coding

Setelah data diperoleh, maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap

jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang telah dikumpulkan.

3. Entry

Entri adalah kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk

dilakukan analisis data dengan program SPSS.

4. Tabulating

Tabulating dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan

masing-masing variabel dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.7.2. Analisa Data

Data yang dikumpulkan diperoleh secara manual dengan menggunakan

kuesioner kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SD Negeri No. 067250 Medan merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl.

Mangaan I Gg. Amal I Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. SD Negeri No.

067250 Medan memiliki jumlah murid sebanyak 717 orang yang terdiri dari 372

orang laki-laki dan 345 orang perempuan. Saat ini SD Negeri No. 067250 Medan

memiliki 21 orang guru dan 1 orang pegawai Tata Usaha. Semua siswa memiliki

jadwal sekolah pagi hari. Di sekolah ini terdapat 1 buah kantin yang menjual permen,

roti, biskuit, minuman, mie-mie yang ditambahkan kerupuk dengan warna merah

mencolok, gorengan seperti tahu dan bakwan yang ditambahkan saos pabrikan

dengan warna merah mencolok dan makanan dalam kemasan. Selain itu, terdapat

juga beberapa pedagang yang berjualan di luar pagar sekolah, antara lain penjual

bakso dengan saos yang berwarna merah mencolok, minuman berwarna-warni, bakso

goreng, ayam goreng kentucky, minuman sachet, snack dalam kemasan, bakso bakar,

dan mie goreng.

SD Negeri No. 064011 Medan merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl.

Mangaan IV Pasar II Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. SD 064011 Medan

memiliki jumlah murid sebanyak 1149 orang yang terdiri dari 604 orang laki-laki dan

545 orang perempuan. Saat ini SD Negeri No. 064011 Medan memiliki 34 orang

guru dan 1 orang pegawai Tata Usaha. Siswa memiliki jadwal sekolah pada pagi hari

Gambar

Tabel 4.1.  Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Masa Kerja)
Tabel 4.2  Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan
Tabel 4.5.  Distribusi Tingkat Sikap Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan
Tabel 4.7.  Distribusi Tingkat Tindakan Responden tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah ini adalah Apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi dan sikap anak Sekolah Dasar dalam memilih makanan jajanan di

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Pengetahuan Penjual Makanan di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN 2014.. ( xxii +

ini tidak benar.. Judul : Pengetahuan Penjual Makanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Tentang Bahaya Bahan Tambahan Pangan Bagi Kesehatan.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul : Pengetahuan Penjual Makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PRAKTIK MENGKONSUMSI JAJANAN YANG MENGANDUNG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN DI MI MIFTAKHUL AKHLAQIYAH KECAMATAN NGALIYAN

Menurut saya, memilih makanan jajanan yang aman itu penting.. Buah yang busuk atau bau sebaiknya tidak

1) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan