LEMBAR BUKTI BIMBINGAN
Nama Mahasiswa
: Prayogi Dimas Alghifari
NIM
: 141121099
Judul Penelitian
: Pengetahuan penjual makanan di sekolah
dasar wilayah kecamatan medan sunggal
tentang bahaya bahan tambahan pangan
bagi kesehatan
Pembimbing
: Nurbaiti, S.Kep. Ns. M.Biomed
No
Tanggal
Materi
Bimbingan
Komentar/saran
TTD
KUESIONER PENELITIAN
PENGETAHUAN PWNJUAL MAKANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TENTANG BAHAYA
BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAGI KESEHATAN
Petunjuk pengisian :
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat dan benar sesuai dengan situasi
dan kondisi anda saat ini, dengan memberi tanda check list ( √ ) pada kotak yang
telah disediakan.
1. Data Demografi
1. No. Responden ( )
2. Nama :
3. Usia penjual : ... Tahun
4. Pendidikan
Tidak Sekolah
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat
Tamat SMA/Sederajat
5. Lama berjualan :
<5 tahun
5-10 tahun
KUESIONER PENGETAHUAN PENJUAL MAKANAN
DISEKOLAH DASAR WILAYAH KECAMATAN MEDAN
SUNGGAL TENTANG BAHAYA BAHAN TAMBAHAN
PANGAN
NO PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah penggunaan boraks
berlebihan pada makanan dapat
menimbulkan penyakit gagal ginjal
2 Apakah pemberian pewarna sunset
yellow (kuning) dapat
mengakibatkan sakit kepala
3 apakah penambahan pemanis buatan
dapat menimbukan kematian
4 Apakah penambahan pewarna
makanan poceau 4R (biru) pada
makanan dapat mengakibatkan
obesitas
5 Apakah pemberian Rhodamine B
(pewarna merah) ditambahkan pada
penyakit ISPA
6 Apakah penambahan zat pewarna
pada makanan dapat menimbulkan
penyakit obesitas
7 Apakah pemberian penyedap
makanan MSG pada makanan dapat
mengakibatkan demam tinggi
8 Apakah efek jangka panjang apabila
menggunakan zat pengawet secara
berlebihan dapat mengakibatkan
penyakit kanker otak
9 Apakah efek jangka pendek apabila
menggunakan zat pengawet dapat
mengakibatkan penyakit diare
Apakah akibat yang ditimbulkan
apabila mengkonsumsi zat aditif
dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan penyakit kanker
10 Apakah akibat yang ditimbulkan
apabila mengkonsumsi zat aditif
dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan penyakit kanker
11 Apakah penggunaan bahan
menyebabkan penyakit demam
bedarah
12 Apakah efek yang ditimbulkan
apabila menggunakan zat penyedap
secara berlebihan dapat
menimbulkan penyakit tumor
kelenjar tiroid
13 Apakah efek yang ditimbulkan
apabila penambahan pemanis
secara berlebihan dapat
mengakibatkan penyakit diare
14 Apakah efek samping yang
ditimbulkan apabila menggunakan
pewarna secara berlebihan dapat
menyebabkan alergi
15 Apakah pemberian pewarna
amaranth (warna merah) pada
makanan dapat menyebabkan
penyakit tumor
16 Apakah penambahan penyedap rasa
secara berlebihan dapat
mengakibatkan kanker otak
17 Apakah penambahan pengawet
mengakibatkan kematian
18 penambahan formalin
mengakibatkan penyakit defresi
susunan syaraf pusat
19 apakah efek samping penambahan
penyedap pada makanan dapat
mengakibatkan penyakit kanker
otak
20 apakah penambahan pemanis pada
makanan secara berlebihan dapat
LAMPIRAN
Tingkat usia pedagang
Tingkat pendidikan pedagang
tingkat lama berjualan pedagang
NO USIA BAIK CUKUP KURANG 1 <20 tahun 0 % 100 % 0 % 2 20-35 tahum 50 % 50% 0 % 3 >35tahun 15,9% 81,8 % 2,3 %
NO PENDIDIKAN BAIK CUKUP KURANG 1 TIDAK SEKOLAH 0 % 100 % 0 %
2 SD 24,2 % 75,8 % 0 %
3 SMP 25 % 70,8 % 4,2 %
4 SMA 44,4 % 56,6% 0 %
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2007), prosedur penelitian ;suatu pendekatan praktik, jakarta:
Renika cipta
Badan pengawasan obat dan makanan (BPOM). Monitoring dan verifikasi
profil keamananan pangan jajanan anak sekolah nasional.
Dipublikasikan melalui FoodWatch Volume I/2009.
Cahyadi, W, 2006 Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan.
Jakarta : Cetakan I Serangkai.
Gardjito, M, Murdiati, A., dan Aini, N. 2006. Mikroenkapsulasi karoten Buah
labu kuning dengan enkapsulan whey dan karbohidrat. Jurusan TPHP
Fakultas Tekhnologi Pertanian UGM Yogyakarta.
Judarwanto, widodo. 2008 perilaku makan anak sekolah : http :ludruk.com
Lakoy, Gainer. 2010. Motivasi Kerja, Kompensasi, Pengembangan Karir
Tergadap Kinerja Pegawai. Jurnal EMBA VOl.1 No.4
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/search/authors/view.
Mudjajanto. 2006. Situational analysis of nutrition problems in Indonesia.
Available at http://www.idpas.org(verifed)
Notoadjmojo, S. (2002). Promosi kesehatan : Teori pengetahuan dan perilaku,
Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta
Notoadjmojo, S. (2007). Promosi kesehatan : Teori pengetahuan dan perilaku,
Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadjmojo, S. (2010). Promosi Kesehatan : Teori Pengetahuan dan Prilaku.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan,Jakarta: Salemba Medika.
Nova, Rosari, 2004. Pemeriksaan boraks, formalin pada bakso ayam dan
Rhodamin B pada jajanan anak-anak di lingkungan sekolah kecamatan
medan Helvetia. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Nuraini heny, 2007. Memilih dan membuat jajanan anak yang sehat dan halal.
Qultum Media, Jakarta
Susilawati. 2008. Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan
produktivitas kerja karyawan. Medan Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara
Syahbandi.2012. Implementasi Green Marketing Melalui Pendekatan Marketing
MIX, Demografi Dan Pengetahuan Terhadap Pilihan Konsumen (Studi
The Body Shop Pontianak. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan,
Sanger. 2013. Penilaian Prestasi Kerja, Keterlibata Kerja, Motivasi Kerja
Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai. Jurnal EMBA Vol.1 No.4
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/search/authors/view.
Tilaar, H. A. R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta :
BAB III
KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep ini betujuan untuk mengidentifikasi
pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah kecamatan
medan sunggal tentang bahaya tambahan pangan bagi kesehatan.
Penelitian ini terdiri dari kelompok intervensi dimana dilakukan test
pengetahuan dengan menjawab beberapa soal yang diberikan peneliti.
Kemudian peneliti memberikan pertanyaan kepada si penjual makanan
tersebut
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Hasil pengetahuan
1. BAIK 2. CUKUP 3. KURANG Pengetahuan penjual
makanan di sekolah
dasar wilayah
kecamatan medan
sunggal tentang bahaya
bahan tambahan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Deskriftif yaitu
bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan penjual makanan di
sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan
tambahan pangan bagi kesehatan
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang
makanan yang berada pada kawasan kecamatan medan sunggal,
berdasarkan dari survey awal dari kecamatan medan sunggal jumlah
populasi adalah 72 penjual jajanan, di kecamatan medan sunggal.
4.2.2 Sampel
Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah total sampling, yakni dengan memasukkan seluruh
populasi menjadi sampel penelitian (Notoatmojo, 2005). Jumlah sampel
sebanyak jumlah populasi yaitu 72 orang.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah seluruh SD
sebagai tempat penelitian karena banyak penjual makanan jajanan
anak-anak. Penelitian ini dilakukan pada bulan 25 november 2015
sampai 3 Februari 2016.
4.4Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari
institusi pendidikan yaitu Program Sarjana Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan telah lulus uji etik dari
komisi etik dari fakultas keperawatan , dan izin kantor camat kecamatan
medan sunggal. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan
dengan permasalahan etik, yaitu: memberikan penjelasan kepada calon
responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila
responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk
menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak
bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan
diri. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses
pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai data
responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada
instrument penelitian, tetapi menggunakan kode responden. Data-data
yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian
Prinsip-prinsip etik yang perlu diperhatikan pada saat melakukan
penelitian ini adalah menghormati harkat dan martabat manusia;
keterbukaan serta memperhitungkan manfaat dan kerugian yang
ditimbulkan (Notoatmodjo, 2010)
4.4.1 Instrumen Penelitian 1. Kuesioner penelitian
Didalam pengumpulan data dengan cara apa pun, selalu diperlukan
suatu alat yang disebut “Instrumen pengumpulan data”. Sudah barang
tentu macam alat pengumpul data ini tergantung pada macam dan tujuan
penelitian serta data yang akan diambil (Notoatmodjo. 2010). Untuk
memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat
pengumpul data demografi berupa kode responden, sudah berapa lama
menjual makanan, dan pendidikan penjual makanan. data primer yaitu :
data yang didapat dari penyebaran kuesioner yang berbentuk pertanyaan.
Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti maka
jenis data yang digunakan data primer. Alat pengumpulan data primer
yaitu data yang didapat dari penyebaran kuesioner yang berbentuk
pertanyaan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan membagikan
kuesioner kepada pedagang yang terdapat di tempat penelitian di SD area
medan sunggal.
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Setelah instrumen yang akan digunakan berupa kuesioner sebagai alat
peneliti selesai disusun, kemudian dilakukan uji validitas dan realibilitas
karena suatu kuesioner dikatakan valid jika kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
4.5.1 Uji Validitas
Suatu ukuran yang mewujudkan tingkat-tingkat kualitas suatu
instrumen, suatu instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa
yang diinginkan (Arikunto, 2006). Instrument penelitian ini dususun
sendiri oleh peneliti dan sehingga perlu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur
dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.
Penelitian ini menggunakan validitas isi dimana instrumen penelitian
dianalisis oleh dosen yang berkompeten dibidang yaitu bapak Ismayadi S.
Kep, Ns M. Kes Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan uji validitas tersebut, kuesioner
disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item
pertanyaan yang mengukur sasaran sesuai dengan teori dan konsep.
4.5.2 Uji Reliabilitas
Reabilitas adalah indeks yang menujukkan sejauh mana suatu alat
pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menunjukkan pada
suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument tersebut
sudah baik. Uji Realibitas dilakukan kepada 30 responden pedagang
makanan di area SDN medan johor yang mempunyai criteria sama dengan
sampel.(Arikunto, 2008). Dalam penelitian uji realibitas suatu item
pertanyaan dengan menggunakan cronbach alpha (a). instrument disebut
Hasil realibitas instrument penelitian yang dilakukan di SDN area
kecamatan medan johor di dapatkan cronbach alpha (a) adalah 0.788.
4.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Untuk memproleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti
maka jenis data yang digunakan data primer. Alat pengumpulan data
primer yaitu data yang didapat penyebaran kuesioner yang berbentuk
pertanyaan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan membagikan
kuesioner kepada para pedagang di SDN area kecamatan medan sunggal
yang terdapat pada penelitian.
4.7 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahap yakni :
1. Editing yaitu upaya memeriksa kembali kebenaran data yang telah
diperoleh atau dikumpulkan serta memastikan bahwa semua
jawaban telah diisi sesuai petunjuk.
2. Coding yaitu kegiatan memberi kode atau angka tertentu pada
kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi analisa
data.
3. Entri data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer.
4. Analisa data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai
pengetahuan penjual makanan disekolah dasar wilayah kecamatan
medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehtatan.
Penelitian dilaksanakan 29 januari sampai 03 februari 2016 di area
sdn kecamatan medan sunggal dengan jumlah responden 72 orang yang
terdiri dari bahaya bahan tambahan pangan. Tekhnik pengumpulan data
dengan kuesioner, dimana pemberian kuesioner kepada responden
dilakukan dengan pemberian kuesioner kepada pedagang makanan di
area SDN kecamatan medan sunggal.
5.1 Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini akan
menguraikan tentang pengetahuan pengetahuan penjual makanan di
sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan
tambahan pangan bagi kesehatan.
5.1.1 . Karakteristik Data Demografi Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden umunya berusia
dibawah 20 tahun (13%), 20-35 tahun (35%), dan 35 tahun keatas
(57%). pendidikan penjual yang tidak sekolah (13%) tamatan SD
(49%) , SMP (31%) ,SMA (11%) dan lama berjualan dibawah 5 tahun
menjelaskan hasil penelitian mengenai karakteristik responden dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Presentase Responden Berdasarkan karakteristik
karakteristik frekuensi persentase %
usia
1. <20 tahun 113 %
2. 20-35 tahun 27 35 %
3. >35 tahun 44 57 %
Pendidikan
1. Tidak sekolah 1 13 %
2. SD 38 49 %
3. SMP 24 31 %
4. SMA 9 11 %
Lama Berjualan
1. <5tahun 30 39 %
2. 5-10 tahun 23 29 %
Berdasarkan tabel 5.1 bahwa karakteristik penjual makanan di area
kecamatan medan sunggal dengan jumlah responden 72 orang yaitu
responden yang berdasarkan usia <20 tahun (13%), 20-35 tahun (35%),
dan 35 tahun keatas (57%). Responden yang berdasarkan pendidikan
penjual yang tidak sekolah (13%) tamatan SD (49%) , SMP (31%) ,SMA
(11%). Sedangkan untuk lama berjualan dibawah 5 tahun keatas (39%).
5-10 (29%), dan 5-10 tahun keatas (24%
2. Pengetahuan penjual makanan di area SD kecamatan medan sunggal
tentang bahaya bahan tambahan pangan.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan pengetahuan penjual makanan di area SD kecamatan medan sunggal tentang bahan tambahan pangan.
No pengetahuan frekuensi persentase %
` 1 baik 15 20.8 %
2 cukup 56 77.8 %
3 kurang 1 1.4 %
berdasarkan dari tabel di atas terlihat bahwa pengetahuan penjual
makanan di SD area kecamatan medan sunggal mengenai bahaya bahan
tambahan pangan mayoritasnya adalah cukup yaitu 56 orang (77.8%).
5.2 Pembahasan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Besar manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa tingkat
pengetahuan pedagang terhadap makanan yang mengandung bahan
tambahan pangan sudah tergolong cukup dimana hasil pengukuran yang
dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden tersebut sebagian besar
berada pada kategori penilaian yang cukup yaitu sebanyak 56 orang
(77.8%), sedangkan pedagang pada kategori kurang yaitu sebanyak
(1.4%).
Hasil pengukuran terhadap pengetahuan menunjukkan bahwa
secara umum pengetahuan pedagang sebanyak 56 orang (77.8%) adalah
cukup pedagang mengetahui bahwa yang menjadi alasan para pedagang
menggunakan bahan tambahan pangan pada makanan yang dijualnya
yang menarik. Pada umumnya penjual makanan yang berada di
lingkungan sekolah tidak memperhatikan bahan tambahan pangan yang
digunakan dalam makanan, mereka berorientasi keuntungan, dengan
memberikan produk makanan dan minuman dengan pewarna tekstil agar
makanan dan minuman kelihatan mencolok dan dapat menarik minat
pembeli.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada pedagang yang
memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 15 orang (20.8%). Para
pedagang menjawab pertanyaan dengan baik terutama dalam menjawab
tentang bahaya bahan tambahan pangan, serta dampak penggunaan bahan
pangan secara berlebihan terhadap kesehatan. Menurut cahyadi (2008),
penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu
diwasapadai bersama, baik oleh responden maupun konsumen.
Penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan, karena bahan
tambahan pangan sedianya digunakan untuk meningkatkan dan
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Namun, penggunaan bahan pangan ini tidak boleh melebihi batas
maksimum yang diizinkan dari bahan tambahan pangan yang sudah diatur
penggunaannya oleh Badan POM.
Menurut Notoatmojo (2003), perilaku seseorang akan lebih baik dan
dapat bertahan lebih lama apabila didasari tingkat pengetahuan dan kesadaran
yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu
Berdasarkan hasil penelitian dari data demografi bahwa yang
berdasarkan usia <20 tahun (13%), 20-35 tahun (35%), dan 35 tahun
keatas (57%). Umur Responden yang berdasarkan berepngetahuan baik
umur 20-35 tahun sebanyak (50%). Umur sangat mempengaruhi perilaku
seseorang sehingga bisa memperngaruhi daya tangkap dan pola pikr
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik (Notoatmojo, 2007).
penelitian ini sejalan dengan Lia Fitriani (2004), yaitu pengetahuan
penjual makanan, umur. Pendidikan. terhadap penggunaan bahan
tambahan pangan di jajanan di kota jambi . dengan pengetahuan cukup
sebanyak (77.1%)
Usia adalah waktu sejak dilahirkan sampai dilaksanakanya
penelitian yang dinyatakan dengan tahun. Usia > 20 tahun dinamakan
remaja, dimana menurut piaget secara psikologi, masa remaja adalah usia
dimana induvidu berinteraksi dengan masyarakat dewasa dan termasuk
juga perubahan intekektual yang mencolok, Pada masa remaja terjadi
perubahan sikap dan prilaku,. Usia > 40 tahun dinamakan usia madya dini
dimana pada masa tersebut pada akhirnya ditandai perubahan-perubahan
jasmani dan mental pada masa ini seseorang tinggal mempertahankan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rina (2007) bahwa
pengetahuan, pengaruh, usia sangat berperan penting dalam meningkatkan
karakter seseorang. Dimana hasil penelitian tersebut sebanyak (64.3%)
berpengetahuan baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini dari data responden memiliki
tingkat pengetahuan pendidikan tingkat pendidikan tidak sekolah
sebanyak (1.4%). Tingkat pendidikan SD sebanyak (24.2%), tingkat
pendidikan SMP sebanyak (25%) dan tingkat pendidikan SMA sebanyak
(11.%), dimana berpengetahuan Baik dengan tingkat pendidikan SMA
sebanyak (44.4%). Dimana diketahui bahwa setiap pedagang yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dapat memungkinkan
pengamatan atau analisa yang lebih baik pula, sehingga memungkinkan
pedagang yang sebagai responden mampu menjual jajanannya dengan baik
dan sehat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ariandani yang
dilaksanakan di SDN Pekudeng Semarang pada tahun 2011 adalah
pengetahuan pedagang tentang makanan jajanan yang mengandung bahan
tambahan pangan, termasuk dalam kategori baik hanya sebesar 45,2%.
Pedagang yang masuk kategori kurang dan cukup memiliki proporsi yang
sama (27,4%).
Pengetahuan pedagang dapat diperoleh baik secara internal
maupun eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang
secara eksternal yaitu pengetahuan yang diperoleh dari orang lain
termasuk keluarga ataupun kerabat. Pengetahuan baik yang diperoleh
secara internal maupun eksternal akan menambah pengetahuan pedagang
tentang tentang makanan. (Purtiantini, 2010). Selain itu, pengetahuan tidak
terlepas dari pendidikan. Pendidikan secara umum adalah segala upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pengetahuan pedagang juga dipengaruhi oleh lingkungan, seperti
lingkungan pergaulan yang memiliki pengetahuan kurang ketika bergaul
dengan pedagang yang berpengetahuan baik maka pedagang tersebut akan
cenderung mengikuti dan akhirnya memiliki pengetahuan baik juga. Hal
ini disebabkan karena lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang
atau kelompok (Wawan A, Dewi, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahendra (2009)
bahwa pengetahuan umur pendidikan pedagang sangat berpengaruh
terhadap penjualan produk makanan di kota Makassar.
Dari hasil penelitian ini bahwa pengetahuan pedagang dapat
disebabkan dari beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, dimana
faktor- faktor tersebut dapat menjadikan pedagang berpengetahuan baik
tersebut menyikapinya dengan akal budinya untuk mengenal benda atau
sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Sebagian besar
pedagang memiliki pengetahuan baik karena pengetahuan yang
diperolehnya dari tingkat pendidikan yang baik pula, dan diterapkan
dengan baik juga dibandingkan pedagang yang berpengetahuan kurang
yang tidak memperhatikan dan memanfaatkannya dengan baik (Handoko
2010).
Hasil penelitian mayoritas lama berjualan responden dibawah 5 tahun
(39%). 5-10 (29%), dan 10 tahun keatas (24%). Dan pedagang yang
berpengetahuan baik dari data responden yang lama berjualan 5-10 tahun
sebanyak (20%) dan >10 tahun berpengetahuan baik sebanyak (10.4%)
dimana penjual atau responden sudah berpengalaman berjualan.
Lama berdagang dikaitkan dengan pengalaman berusaha, semakin
lama seseorang berdagang, maka semakin berpengalaman orang tersebut,
apabila seseorang itu telah mempunyai kecakapan atas bidang yang pernah
dia lakukan. Karena pengalaman merupakan bentuk pendidikan informal
dimana seseorang secara sadar bekerja sehingga ia akan mempunyai
kecakapan praktis secara terampil dalam bekerja penelitian ini sejalan
dengan penelitian indra (2003) bahwa pengetahuan pengalaman lama
berdagang berpengaruh dalam proses pengembangan usaha
Pengalaman merupakan bentuk pendidikan informal dimana
seorang secara sadar bekerja sehingga ia akan mempunyai kecakapan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Roy (2011) bahwa
pengetahuan pengalaman pendapatan dan lama berdagang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan usaha. Dimana hasil penelitian
tersebut berpengetahuan baik sebanyak (4.7%).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2004), .Pengalaman
berdagang didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah
dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.. Siagian (2008) menyatakan bahwa, .Masa berdagang
menunjukkan seberapa lama seseorang berusaha pada masing-masing
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian yang dilakukan mengenai pengetahuan penjual makanan
di sekolah dasar wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan
tambahan pangan bagi kesehatan. Menghasilkan kesimpulan dan
rekomendasi sebagai berikut :
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh
peneliti tentang pengetahuan penjual makanan di sekolah dasar wilayah
kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan pangan bagi
kesehatan tahun 2016 dengan jumlah responden 72, maka di peroleh
kesimpulan sebagai berikut :
Hasil penelitian menunjukkan gambaran secara umum tentang
karakteristik tentang responden rata-rata berpengetahuan baik berusia
20-35 tahun (20-35%), pendidikan SMA (49%) dan lama berjualan dibawah
5-10 tahun keatas (39%). Dimana semua aspek-aspek demografi di atas
didapatkan bahwa pengetahuan penjual makanann di sekolah dasar
wilayah kecamatan medan sunggal tentang bahaya bahan tambahan
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penting diberikan rekomendasi
kepada berbagai pihak sebagai berikut :
a. Praktek keperawatan
Hasil penelitian didapat bahwa mensosialisasikan kegiatan
keperawatan dengan penyuluhan terhadap pedagang tentang bahaya bahan
tambahan pangan seperti pemanis, pewarna, penyedap, dan pengawet yang
bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk mengurangi resiko penyakit
yang disebabkan oleh bahan tambahan pangan.
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Diharapkan perawat dapat menjadi educator dan narasumber
kesehatan bagi pedagang makanan di sekolahan agar dapat meningkatkan
kesehatan makanan. Sehingga dapat mengembangkan ilmu yang lebih luas
dan mendalami masalah bahaya bahan tambahan pangan.
c. Penelitian selanjutnya
Peneliti hanya dilakukan di area SD kecamatan medan sunggal
sehingga dapat digeneralisasikan pada seluruh populasi pedagang sekolah
dasar lainnya, untuk penelitian selanjutnya akan lebih menggunakan
populasi yang lebih banyak, penyuluhan bukan hanya sekedar meneliti
tentang bahaya bahan tambahan pangan agar lebih representive. Bagi
penelitian selanjutnya disarankan juga meneliti pengetahuan penjual
bahaya bahan tambahan pangan bagi kesehatan. Sehingga penelitian lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan
pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya
meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang
diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi
lain, maka resiko-resiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat
dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti
dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah
mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal.
Menurut peraturan menteri kesehatan R.I No:329/Menkes/PER/X11/76,
Yang di mkasud dengan zat tambahan makanan adalah bahan yang di tambahkan
dan dicampurkan swaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu
termasuk, kedalamnya adalah pewarna, penyedap rasa, dan aroma, pemantap,
antioksidan, pengawet, pengemulsi., antigumpal, pemucat, dan pengental.
Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan biasa terjadi adalah
penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan
bahan makanna melebihi batas yang ditentukan, penyebab lain, produsen
harga murah munculnya bahan makanan digunakan untuk mempertahankan
kondisi makanan agar menarik.
Dalam proses penanganan pangan perlu mempeerhatikan segi-segi lain
seperti kesehatan manusia sebagai komponen pangan itu sendiri. Dalam arti
bahwa apabila zat pewarna tersebut ternyata akan berdampak buruk pada
kesehatan manusia maka penggunaannya harus di pertimbangkan kembali,
dihentikan atau diganti dengan bahan pewarna lain yang lebih aman.
2.2 Penggolongan Bahan tambahan Pangan (BTP)
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan didalam pangan.
Penggelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut peraturan
menteri kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 adalah sebagai berikut :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau member warna pada
pangan.
2. Pemanis buatan yaitu BTP yaitu yang dapat meyebabkan rasa manis pada
pangan yang tidak atau hamper tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses
oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya pangan yang
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa yaitu BTP yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasaman, penetral dan pedapar), yaitu BTP yang
dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
pangan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu (BTP) yang dapat mempercepat
proses pemutihan dan atay pematang tepung sehingga dapat memperbaiki
mutu pemanggangan.
9. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya
pangan.
2.3 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan tidak boleh sembarangan hanya
dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi
makanan. Pengguanan bahan tambahan pangan di benarkan pula untuk tujuan
mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat
organoleptiknya dari sifat alami. Disamping itu juga diperlukan dalam pembuatan,
pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau
pegangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batasan
penggunaan maksimum seperti diatur dalam peraturan menteri kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/988. Pemakaian bahan tambahan pangan diperkenakan bila
bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut :
b) Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi
kehilangan bahan pangan
c) Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak megarah
pada penipuan.
d) Diutamakan untuk proses membantu proses pengolahan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut
dari hal- hal yang merugikan konsumen oleh karena itu pemakaian bahan
tambahan pangan ini diperkenankan bila :
a) Menutupi adanya tekhnik pengolahan dan penanganan yang salah.
b) Menipu konsumen.
c) Menyebabkan penutunan gizi.
d) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih
baik dan ekonomis.
2.4. Jenis Bahan Tambahan Pangan
Pada umumunya bahan tambahan pangan dibagi menjadi 2 yaitu sebagai
berikut :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa,, dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,penwarna dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan
tidak sengaja, baik dalam sejumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan, bahan ini
dapat pula merupakan residua tau kontaminan dari bahan yang disengaja
untuk tambahan produksi bahan mentah atau penangannnya yang masih
terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi contoh bahan
tambahanpangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk
insektisida, herbisida, fungsida, dan rotensida), antibiotik dan hidrokarbon
aromatic polisiklis.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanandengan jumlah dan ukuran tertentu dan
teribat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan.
(langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi
sifat khas makanan tersebut (Sartono, 2001). (Cahyadi, 2006)
mengemukakan zat-zat tambahan yang terdapat pada makanan seperti
yang diuraikan di bawah ini :
2.4.1. Pewarna
Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna yang sembarangan
digunakan pada bahan pangan misalnya zat pewarna untuk tekstil untuk
mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan
karena ada residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Pewarna
dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang
diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun sayangnya, tidak
banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan. Zat pewarna yang
amaranth, ponceau 4R, erytrosine, allura red, indigotine, amaranth,
tartrazine,brilliant blue, food greens, brilliant black, brown HT,
annatto extract dan masih banyak jenis pewarna lainnya (Arisman,
2009). (Cahyadi, 2006) mengemukakan ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan suatu bahan pangan berwana antara lain dengan
penambah zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya
dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan
tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.
1 . Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang di temui pada tanaman dan
hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa
pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid,
riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau
pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami
yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil,
mioglobin, dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, quinon dan
xanthon, dan karteinoid (Cahyadi, 2006).
2. Pewarna Sintetis
Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan
prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan
analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna
sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam
yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen
dan timbal balik tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berat
lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2006).
Tabel 2.1 Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia:
Bahan Pewarna Nomor Indeks
Warna (C.I.No.)
Citrus red (Food N0 2) 12156
Ponceau 3 R (Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red N0. 1) 14700
Rhodamine B (Food Red N0. 5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No.14) 42510
Chrysoidine (Basic Orange No.2) 11270
Butter yellow (Solveent Yellow No.2) 11020
Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065
Auramine (Ext. D & C Yellow No.1 41000
Oil Oranges SS (Basic Yellow No.2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Oranes No 7) 12140
Oil Yellow AB (Solvent Oranes No 5) 11380
Oil Yellow OB (Solvent Oranes No 6) 11390
Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya
dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan
dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah
selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan dan bahkan menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia.
Pengetahuan mengenai bahaya pemakaian pewarna sintetis ini
sangat perlu pemilihan bahan pewarna makanan. Rendahnya
pengetahuan dan daya pengethuan masyarakat menyebabkan sebagian
masyarakat lebih memilih pewarna sintetis mengingat lebih murah,
lebih praktis dalam penggunaaan, dan warna lebih kuat. Disatu sisi
penggunaan pewarna sintetis yang tidak professional dapat
mengakibatkan masalah kesehatan, seperti keracunanan anokgenik dan
penyakit lainnya seperti gangguan pada pencernaan, otak limpa, ginjal,
hati, tumor, kanker, lumpuh, keterbelakanagan (retardasi), serta
kebutaan.
Efek yang ditimbulkan dalam penggunaan zat pewarna dilarang
karena termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya dalam
tubuh adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bisa
menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah, 2005). Menyebabkan
terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis disekitarnya
mengalami disintergrasi, kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan
2.4.2 Pengawet
Pengawet adalah zat (biasanya zat kimia) yang digunakan untuk
mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya
tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa
makanan, dan tentu saja tidak mahal (Arisman, 2009)
A. Jenis Bahan Pengawet 1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit,
hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk
gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfi, dan meta bisulfit, dan
metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit.
Molekul bisulfit lebih mudah menembus dinding mikroba bereaksi
dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi
oleh enzim mikroba. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi
dengan gugus karbonil, hasil reaksi ini akan mengingat melanoidin
sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga
berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan
mikroba seperti Clostidum botulinum, suatu bakteri yang dapat
memproduksi racun mematikan.
Penggunaan Na-nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan
warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang
bentuk turunan nitrosamine yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan
nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam.
Nitrosoamina ini dapat menimbulkan kanker pada hewan. (Cahyadi,
2006).
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang
anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik
digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya.
Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam
sorbet, asam propinot, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida
(Cahyadi, 2006).
B. Sifat Antimikroba Bahan Pengawet
Bahan pegawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas
mikroba. Fakto-faktor yang mempengaruhi aktifitas mikroba oleh
bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain: jenis bahan
kimia dan kosentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi
bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu penyimpanan.
Beberapa bahan pengawet, aktivitasnya akan naik dalam bahan
pangan yang bersifat asam, misalnya asam benzoate dalam minuman
sari buah jeruk. Dalam aksinya sebagai antimikroba, bahan pengawet
ini mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan
mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut :
Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa
bahan kimia dapat berkombinasi dan menyerang ribosom.
2. Menghambat dinding sel atau membrane
Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat
pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membrane
dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau
menghalangi jalan nutrien masuk kedalam sel. Kerusakan membran
sel dapat terjadi karena reaksi antara bahan pengawet dengan sisi
aktif atau larutannya senyawa lipid.
3. Penghambat enzim
Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan
menghambat kerja enzim dan mencegah perkembangbiakan
mikroorganisme.
4. Peningkatan nutien esensial
Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutien yang berbeda-beda,
oleh karena itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhui
organisme yang berbeda pula. Apabila suatu organisme membutuhkan
hanya sedikit nutrien dan apabila nutrient itu diikat, akan lebih sedikit
berpengaruh pada organisme dibanding dengan organisme lain yang
memerlukan nutrisi tersebut dalam jumlah banyak.
3. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet
Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara
senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama
garam NaCL dan gula yang digunakan sebagai bahan pengawet
seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam mikro organisme.
Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi kering atau
mengalami dehidrasi.
Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada
pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri,
dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam
berarti menurunkan pH yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion
hidrogen (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar
penghambatannya pada pertumbuhan organisme. Asam digunakan
sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk
mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam
menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat
ionisasi asam dan kosentrasi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu
(Cahyadi, 2006).
4. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan
yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradapan manusia,
asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung.
Demikian pula pengawetan dengan menggunakan garam, asam, dan
gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudiaan dikenal penggunaan
bahan pengawet, untuk mempertahaankan pangan dari gangguan
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh
mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya
menjadi titik berbahaya dan toksik. Bahan pengawet akan
mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada
kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan
pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang
digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrsi
bahan pengawet yang digunakan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan
bertujuan sebagai berikut :
a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik
yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
b. Memperpanjang umur yang tidak patogen.
c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna cita rasa, dan bau bahan
pangan yang diawetkan.
d. Tidak untuk membunyikan keadaan pangan yang berkualitas
rendah
e. Tidak digunakan menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan
pangan.
Dampak atau efek yang ditimbulkan oleh pengawet pada
sangat bervariasi tergantung usia serta riwayat kesehatan seseorang.
Mengetahui bahaya dari bahan pengawet dapat membantu anda
mencegah dampak merugikan tersebut, adalah berikut bahaya bahan
pengawet yang dapat menimbilkann jangka pendek dan panjang. :
1. kesulitan bernafas.
2. Iritasi kulit.
3. Infeksi saluran pernafasan.
4. Diare.
5. Rasa terbakar di tenggorokan.
6. Mual dan muntah.
7. Sakit keapala.
Gangguan jangka panjang :
1. kerusakan jantung
2. kerusakan ginjal.
3. Penyakit leukemia.
4. Penyakit diabetes.
5. Kanker otak.
6. Tumor pada perut dan liver
2.4.3. Penyedap Rasa
Penyedap rasa didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan
yang dapat memberikan menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan yang terdapat
dalam mulut, termasuk mouth feel. Mouth-feel suatu bahan pangan
bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu komponen tertentu
yang mempunyai sifat khas. Bahan penyedap mempunyai beberapa
fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat
lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada
penyedap adalah memberi ciri khas khusus suatu pangan seperti flavor
jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya (cahyadi, 2006).
A. Tujuan Penggunaan Penyedap Rasa
Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan
pangan sehingga dapat bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai
atau lebih diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap rasa
adalah memberi ciri khusus pada suatu pangan seperti aroma jeruk
manis, jeruk nipis, lemon, kola, coklat, krim, vanili dan sebagainya.
Tujuan penggunan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah
sebagai berikut:
a. Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma
tertentu selama pengolahan, misalnya keju.
b. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma. Contoh,
penambahan aroma ayam pada pembuatan sup ayam
c. Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang
tidak disukai.
d. Membentuk aroma baru atau menetralisir atau bergabung
B. Jenis Bahan Penyedap 1. Penyedap Alami
a. Bumbu, Herba, dan Daun
Bahan penyedap seperti bumbu berfungsi sebagai penyedap,
juga berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan
daging. Sebagai contoh merica, kayu manis, pala, jahe dan
cengkih. Herba (sejenis rumput) dan daun merupakan tanaman
yang dapat digunakan selain sebagai sebagai penyedap juga
sebagai obat dan pewarna. Contoh sereh dan daun pandan, daun
salam.
b. Minyak Esensial
Minyak esensial dapat didefenisikan sebagai zat aroma yang
berbentuk minyak cair, padat, atau setengah padat yang terdapat
pada tanaman. Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian
tanaman seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), bji
(merica, ketumbar) dan sebagainya.
c. Penyedap Sari Buah
Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen
aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, dan mineral.
d. Ekstrak Tanaman atau Hewan
Penyedap dapat juga dihasilkan oleh ekstrak tanaman selain
yang tergolong dalam bumbu atau herba dan hewan tertentu.
2 Penyedap Sintetis
Penyedap sintesis atau sering disebut sebagai penyedap
artifisial adalah komponen atau zat yang dibuat menyupai aroma
penyedap alami. Penyedap jenis ini dibuat dari bahan penyedap
aroma baik gabungan dengan bahan alami maupun dari bahan
itu sendiri.
C. Efek Penyedap Rasa Terhadap Kesehatan
Beberapa bahan penyedap rasa yang menyebabkan gangguan
bagi kesehatan, yaitu sebagai berikut :
1. Mono sodium glutamate (MSG)
MSG tidak masuk kedalam plasenta dan tidak dapat
mencapai janin yang sedang tumbuh, namun apabila bayi telah
disusui, MSG dapat metabolisir. Chinese Restaurant Syndrome
(CRS) mula-mula di ungkapkan pertama kali oleh dr. Ho Man
Kwok (1969) suatu gejala yang timbul kira-kira 20-30 menit
setelah mengonsumsi pangan yang dihidangkan di restoran cina
mengalami kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, serta
leher bagian bawah, kemudian berasa panas, disamping gejala lain
seperti wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan kepala
pusing.
2. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamate)
Kadang-kadang dapat menyebabkan mual, muntah dan kejang
dikonsumsi oleh orang sehat relatif kecil, karena posstasium akan
diekresi dengan cepat didalam urine. Posstasium berbahaya pada
penderita gagal ginjal. Posstasium tidak boleh diberikan pada
bayi yang berumur dibawah 12 minggu.
3. Kalsium dihidrogen di-L- glutamate
Pengarunya terhadap kesehatan belum diketahui, tetapi tidak
boleh diberikan kepada bayi yang berumur di bawah 12 minngu.
Guanosin 5’-di sodium fosfat (sodium glutamate); inosin5’
-disodium fosfat (sodium 5’-inosat); sodium 5’ –ribonukleotida.
2.4.4. Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan
dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta,
minuman, dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik,
sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan
sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan
makanan dengan jumlah kalori terkontrol. Mengontrol program
pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi sakit gigi, dan
sebagai bahan subsitusi pemanis utama (Eriawan, 2002).
A. Jenis Pemanis
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi
pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alam biasanya
tebu ( Saccharum officanarum L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari
kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa
(Cahyadi, 2006).
Cahyadi, 2006 Mengelompokkan beberapa bahan pemanis alami
yang sering digunakan adalah : Sukrosa, Laktosa, Maltosa, Galaktosa,
D-Glukosa, D-Fruktosa, Sorbit, Manitol, Gliserol, Glisina.
Cahyadi juga mengelompokkan beberapa pemanis sintetis adalah
bahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak
memiliki nilai giji adalah Sakarin, Siklamat, Aspartam, Duslin,
Sorbitol, sintetis, Nitro-propoksi-anilin.
B. Efek Pemanis Sintetis Terhadap Kesehatan
Penggunaan zat pemanis sintetik dapat mengakibatkan defisit
intelektual yang berat sehubungan dengan penggunaan zat pemanis
sintetik, bermanifestasi susah mengingat, sering lupa waktu, kepala
pusing, sakit persendian, mual, mati rasa, kejang otot, kegemukaan,
hingga berakhir dengan kematian (Robet, 2008).
a. Efek Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya
Pada umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP)
digunakan dalam pangan untuk memperbaiki tekstur, flavor, warna atau
mempertahankan mutu. Beberapa bahan kimia yang bersifat toksik
(beracun) jika digunakan dalam pangan akan menyebabkan penyakit
atau bahkan kematian. Oleh karena itu, dalam peraturan pangan dilarang
menggunakan bahan kimia berbahaya dalam pangan. Dalam peraturan
Adapun masalah yang dapat timbul apabila menggunakan bahan kimia
berbahaya untuk pangan seperti berikut :
1. Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial,
ditemukan bersifat racun, dan dapat menyebabkan kanker.
Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga
lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B
diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan
menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati
terjadi pada makanan yang mengandung Rhodamin B dalam
konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam waktu yang
lama dapat menyebabkkan gangguan fungsi hati, dan kanker
hati. (Joomla, 2006).
2. Formalin
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan
dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet.
Paparan formaldehida melalui saluran pencernaan dapat
mengakibat luka korosif terhadap selaput lender saluran
pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan
perforasi lambung. Efek sistemik yang berupa depresi
susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapat sel
3. Boraks
Boraks disalahgunakan pangan dengan tujuan memperbaiki
warna tekstur, dan flavor, boraks bersifat sangat beracun,
sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk
digunakan dalam pangan ketika asam borat masuk kedalam
tubuh, dapat menyebabkan mual muntah, diare, sakit perut,
penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan system sirkulasi
akut dan bahkan kematian. (Badan POM RI, 2004).
2.6 Pengetahuan
2.6.1 Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pendengaran terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga Seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Notoatmodjo, 2003 membagi tingkat pengetahuan di dalam
dominan kognitif yakni:
1. Tahu (know)
Tahu artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recal) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat
menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh: menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam
perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek. Komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan
sebagainya.
5. Sintetis (synthesis)
Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun
formulasi dari formulasi-formulasi yang ada. Misalanya, dapat menyusun,
dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada misalnya, dapat membandingkan antara
anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan
sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai bahan makanan
maupun minuman bagi konsumsi manusia (Badan POM, 2004).
Dalam hal ini makanan digunakan sebagai sumber energi dan berbagai zat
gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi makanan juga dapat menjadi unsur
pengganggu kesehatan manusia, berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi
bagian dari makanan maupun unsur yang masuk kedalam makanan dengan cara
tertentu. Secara umum bahaya yang timbul dari makanan sering disebut sebagai
keracunan makanan (Effendi, 2012).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam peraturan menteri kesehatan RI
No. 722/Menkes /PerIX| 88 No. 1168 / Menkes/Per/X/1999 Secara umum adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud
teknologi (termasuk organolpetik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pegangkutan makanan
untuk menghasilkan (langsung atau tak langsung) suatu komponen untuk
Makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energy bagi anak sekolah
sebanyak 36%, protein 29 %, dan zat besi 52%,(Judarwanto, 2004). Meskipun
jajanan memiliki kunggulan-keunggulan dalam menyumbang kecukupan gizi
remaja setiap harinya, namun makanan jajajnan disekolah ternyata sangat beresiko
terhadap kesehtaan karena penanganannya sering tidak higienis yang
memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Mudjajanto,
2005).
Departemen kesehatan telah memasyarakatkan penggunaan BTP yang
diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman, yang tertuang dalam
peraturan menteri kesehatan dengan acuan UU No. 7/23/1992 tentang kesehatan
yang menekankan aspel leamanan sedangkan UU No. 7/1996 tentang pangan,
selain mengatur aspek makanan dan gizi, juga mendorong terciptanya
perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat
kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat. (Cahyadi,
2008).
Walaupun pemerintah sudah menetapkan peraturan mengenai penggunaan
BTP, masih saja ada penjual makanan dan atau produsen yang menggunakan BTP
yang dilarang yang dapat membahayakan kesehatan manusia, seperti pada hasil
uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008 diantaranya, Jakarta,
Surabaya, semarang, Bandar lampung, denpasar, dan padang terhadap 861 contoh
makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat
Berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 28 tahun 2004 tentang pangan
yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
manupun tidak di olah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan dan minuman.
Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan perhatian adalah
penggunaan bahan tambahan pangan untuk berbagai keperluan.Penggunaan bahan
tambahan pangan dilakukan pada industri pengolahan pangan, maupun dalam
pembuatan jajanan makanan, yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil dan
rumah, tangga. Keunggulan jajanan adalah murah, mudah didapat serta cita
rasanya enak.namun jajanan juga beresiko terhadap kesehatan karena dalam
proses pengolahannya sering kali ditambahkan pewarna seperti rhodhamin B,
methanol yelloe, pengaet formalin, dan boraks. Penggunaan rhodamin B dan
methanol yellow, pengawet formalin dan boraks dilarang karena sifat
karsinogenik kuat dapat menyebabkan kanker hati, kandung kemih, dan saluran
cerna, dari hasil analisis sampel jajanan badan pengawas obat dan makanan
(BPOM) antara februari 2001 hingga mei 2003, didapatkan bahwa 315 sampel,
155 (49%) mengandung rhodamin B, 122 Sampel, 129 (11%) mengandung boraks
dan dari 242 sampel, 80 (33%) mengandung formalin. Pangan mengandung
rhodamin B diantaranya kerupuk makanan ringan, kembang gula, sirup, biscuit,
minuman, ringan, cendol, dan manisan. Pangan yang mengandung formalin
adalah mie ayam, bakso dan tahu. Sedangkan pangan yang menggunakan boraks
Selain itu, sambal botolan yang biasa digunakan oleh pedagang makanan
di pinggiran jalan, seperti bakso, mie ayam, dan sebagainya mengandung zat
pewarna yang melebihi ambang batas, beberapa produk saus dan sambal botolan
juga ditenggarai memakai zat pewarna terlarang, yang seringkali digunakan tekstil
dan industry yaitu rhodamin B dan metahnil yellow untuk membuat warna merah
menyala (Iis, 2003).
Pangan jajanan tidak bisa terpisahkan oleh kehidupan manusia selain harga
murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan juga menyumbangkan
konstribusi penting bagi kehidupa gizi.Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang,
terutama anak-anak sekolah sangat menyukai pangan jajanan.Oleh sebab itu, para
pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasanya
disenangi anak-anak dengan menggunakan bahan-bahan tertentu tanpa
memperdulikan keamanannya (Fardiaz, 1993).
Beberapa penelitian tentang penggunaan bahan tambahan pangan pada
makanan dilakukan di kota medan. Penelitian oleh Nova (2004) menemukan
boraks pada bakso ayam jajanan anak-anak yang dijajakan di lingkungan sekolah
kecamatan medan Helvetia. Sinaga (2007) menemukan natrium benzoate dan
siklamat pada agar-agar jelly yang beredar di kota medan.
Selain itu dilakukan juga penelitian pengetahuan siswa sekolah dasar
tentang makanan dan minuman jajanan mengandung bahan tambahan pangan
yang dilakukan oleh sitorus (2007) yang menemukan bahwa pengetahuan dari
siswa sekolah dasar di kecamatan medan denai sudah cukup baik tentang makanan