PASIEN
DEPA
FAKULTAS
INSTIT
N DOKTER GIGI DI BOGOR
EMILYA NORITA
H24070015
PARTEMEN MANAJEMEN
S EKONOMI DAN MANAJEMEN
ITUT PERTANIAN BOGOR
(CNE) dan Dampaknya pada Tingkat Kenyamanan Pasien Dokter Gigi di Bogor. Di bawah bimbinganPRAMONO D FEWIDARTO.
Era new wave marketing telah mendorong terbentuknya konsumen yang lebih sensitif dan emosional terhadap produk ataupun jasa yang dikonsumsi. Produsen harus menerapkan strategi untuk bisa bertahan dan tidak hanya fokus pada pelayanan essential semata. Pelayanan yang bersifat non essential harus diperhatikan karena pada dasarnya dapat mempengaruhi keberhasilan bisnis, terutama bisnis jasa. Praktek dokter gigi merupakan salah satu industri jasa dengan konsumen yang lebih sensitif dan emosional. Sehingga perlu dilakukan pengkajian penerapanCritical Non-Essential(CNE).
Penelitian ini bertujuan (1) Mempelajari penerapanCritical Non-Essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi (2) Menganalisis harapan dan penilaian konsumen terhadap kondisi fasilitas-fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential(CNE) di tempat praktek dokter gigi dan (3) Evaluasi penerapanCritical Non-Essential(CNE) di tempat praktek dokter gigi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi serta penyebaran kuesioner kepada dokter gigi dan pasien dokter gigi. Data sekunder diperoleh dari studi literatur di perpustakaan, internet, PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) cabang Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan BPS Kota Bogor. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisisgap.
Berdasarkan hasil penelitian, pada dasarnya seluruh dokter gigi yang menjadi obyek penelitian telah menerapkan strategiCritical Non-Essential(CNE). Penerapan Critical Non-Essential (CNE) masih belum sesuai dengan harapan pasien sehingga terdapat gap (kesenjangan). Gap paling besar terdapat pada tempat praktek dokter gigi kelas ramai (3,05), kelas sepi (2,59) dan gap yang paling kecil terdapat pada tempat praktek dokter gigi kelas sedang (2,42).
PASIEN DOKTER GIGI DI BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
EMILYA NORITA
H24070015
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Emilya Norita NIM : H24070015
Tanggal Lulus :
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Ir. Pramono D. Fewidarto, MS) NIP 1958 0202 1984 03 1003
Mengetahui,
Ketua Departemen
iv
Alhamdulillah, segala puji senantiasa penulis panjatkan hanya kepada
Allah SWT yang telah menberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini berjudul
Analisis Penerapan Critical Non-Essential (CNE) dan Dampaknya pada Tingkat
Kenyamanan Pasien Dokter Gigi di Bogor, dan bertujuan untuk menganalisis
penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi di
Kecamatan Bogor tengah.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini masih mengandung kekurangan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan untuk bahan
perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.
Bogor, Agustus 2011
v
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya serta tidak
pernah meninggalkan penulis dalam setiap langkah.
2. Orang tua (Nazaruddin dan Zulmai Irianti), saudara Muklas Adelin, Rudi
Kurniawan, Wira Hidayat dan Amak Roida tersayang yang selalu
mendoakan, memberikan motivasi, bantuan moril dan materiil, cinta, dan
dukungan yang nyaris sempurna selama penyusunan skripsi.
3. Bapak Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan dengan penuh
kesabaran kepada penulis. Kalimat motivasi yang akan selalu diingat penulis
“Jika ingin melihat pemandangan yang lebih indah, maka gunung yang didaki juga harus lebih tinggi”.
4. Bapak Ir. Abdul Basith, MS dan Drs. Edward H Siregar, SE.MM selaku
dosen penguji
5. Seluruh dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah yang telah memberikan
perhatian dan kemudahan dalam penelitian.
6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Departemen Manajemen FEM IPB yang
sangat membantu terlaksananya perolehan ilmu dan penelitian penulis.
7. Sahabat sekaligus saudara Lintau’ers Erida Ersiyoma dan Sriwahyuni yang
selalu memberikan semangat, bantuan pikiran, tenaga dan doa dalam proses
penelitian.
8. Nurul Mursyidah yang telah memberikan semangat, bantuan pikiran, tenaga,
dan saling membantu dalam suka dan duka.
9. Sahabat sekaligus saudara Ababil (Uul, Eka, Putri, Riri, Ica) yang selalu
mengajarkan kebersamaan dan saling membantu dalam suka dan duka.
10. Teman-teman sebimbingan (Riri, Uul, Dancew, Resti dan Pa’un) yang telah
bersama-sama menghadapi semua rintangan dan saling menguatkan.
vi
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 4
1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Pemasaran Jasa ... 5
2.2. Kulitas Jasa... 6
2.3. Konsumen ... 8
2.4. Critical Non-Essential(CNE) ... 10
2.4.1 Konsep Dasar CNE... 10
2.4.2 Penerapan dan Keuntungan CNE ... 11
2.4.3 Langkah-langkah Menciptakan CNE ... 12
2.4.4 Kriteria Dokter Gigi yang Menerapkan CNE ... 13
2.5. Praktek Dokter Gigi ... 13
2.6. Metode Pengambilan Sampel... 14
2.7. Uji Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 14
2.8. Analisis Deskriptif ... 16
2.9. Analisis Kesenjangan (gap)... 16
III. METODE PENELITIAN... 18
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual... 18
3.2. Tahapan Penelitian ... 20
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 22
3.4. Metode Penelitian ... 22
3.4.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 22
3.4.2 Metode Pengambilan Sampel... 23
3.4.3 Alat Pengumpulan Data... 23
vii
Bogor Tengah... 25
4.2. Analisis PenerapanCritical non-Essential ... 27
4.3. PelayananEssentialdanNon-EssentialTerkait Karakteristik Pasien... 32
4.3.1 Kepuasan Pasien terhadap PelayananEssential... 33
4.3.2 PelayananEssentialdanNon-Essential Terkait Jumlah dan Kontiutas Kunjungan ... 34
4.3.3 PelayananEssentialdanNon-Essential Terkait Demografi Pasien... 39
4.4.4 PelayananEssentialdanNon-Essential Terkait Pengetahuan dan Pengalaman Pasien... 48
4.4. AnalisisGapAntara Harapan dan Penyediaan Fasilitas 55 4.5. Menganalisis Efektifitas Fasilitas Dalam Penerapan Critical non-Essential(CNE) ... 64
4.6. Implikasi Manajerial ... 65
KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
1 Kesimpulan ... 68
2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
viii
No. Halaman
1. Tabel tren rasio jumlah penduduk per dokter gigi Kota Bogor... 2 2. Distribusi penyebaran dokter gigi per kelurahan ... 24 3. Persentase tempat praktek yang menyediakan fasilitas CNE ... 26 4. Persentase penyediaan fasilitas untuk kategori media
Komunikasi danEntertainment…………….. 27 5. Persentase penyediaan fasilitas untuk kategori fasilitas
ruangan…………... 27 6. Persentase penyediaan fasilitas untuk kategori fasilitas
penunjang ... 28 7. Rentang jumlah kunjungan untuk setiap cluster dokter gigi... 31 8. Frekuensi tingkat kepuasan pelayanan dokter (essential)……… 33 9. Penyebaran pasien terkait jumlah kunjungan setiap
kelas dokter gigi... 34 10. Penyebaran pasien setiap kelas dokter gigi terkait
jumlah kunjungan... 35 11. Tingkat kepuasan (essential) terkait jumlah kunjungan
dan kelas dokter gigi…………….. 35 12. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait jumlah kunjungan dan
kelas dokter gigi ... 36 12. Penyebaran pasien terkait kontinuitas pada setiap
kelas dokter gigi... 37 13. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi
terkait kontinuitas kunjungan …………... 37 14. Tingkat kepuasan (essential) terkait kontinuitas kunjungan... 38 15. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait kontinuitas kunjungan……. 38 16. Penyebaran pasien sesuai karakteristik jenis kelamin
pada setiap kelas dokter gigi………... 39 17. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi
sesuai karakteristik jenis kelamin... 39 18. Tingkat kepuasan(essential) terkait jenis kelamin
dan kelas dokter gigi ... 40 19. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait jenis kelamin
dan kelas dokter gigi ... 40 20. Penyebaran pasien sesuai karakteristik usia
pada setiap kelas dokter gigi……… 41 21. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi terkait
karakteristik usia………. 41 22. Tingkat kepuasan (essential) terkait usia dan
kelas dokter gigi………... 42 23. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait usia dan
ix
25. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi
sesuai karakteristik pengeluaran ke dokter gigi... 45 26. Tingkat kepuasan (essential) terkait pengeluaran
per bulan ke dokter gigi………... 45 27. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait pengeluaran
per bulan ke dokter gigi………... 45 28. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait frekuensi kunjungan dan
kelas dokter gigi ... 42 29. Penyebaran pasien sesuai karakteristik pendidikan
pada setiap kelas dokter gigi………... 46 30. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi sesuai
karakteristik pendidikan………... 47 31. Tingkat kepuasan (essential) terkait pendidikan pasien
dan kelas dokter gigi... 47 32. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait pendidikan pasien
dan kelas dokter gigi... 48 33. Penyebaran pasien sesuai sumber
informasi pada setiap kelas dokter gigi……… 48 34. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi
sesuai sumber informasi………... 49 35. Tingkat kepuasan (essential) terkait sumber informasi
dan kelas dokter gigi... 49 36. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait sumber informasi
dan kelas dokter gigi... 50 37. Penyebaran pasien sesuai alasan utama mamilih dokter gigi
pada setiap kelas dokter gigi………. 51 38. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi
sesuai alasan utama mamilih dokter gigi………. 51 39. Tingkat kepuasan (essential) terkait alasan utama memilih
dokter gigi dan kelas dokter gigi ... 52 40. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait alasan utama memilih
dokter gigi dan kelas dokter gigi ... 53 41. Tingkat kepuasan (essential) terkait rata-rata waktu tunggu
dan kelas dokter gigi... 53 42. Tingkat kenyamanan (CNE terkait rata-rata waktu tunggu
dan kelas dokter gigi... 54 43. Rentang skor tingkat kepentingan dan hasil penilaian untuk
kategori media Komunikasi danEntertainment... 55 44. Rentang skor tingkat kepentingan dan hasil penilaian untuk
kategori fasilitas ruangan dan penunjang... 55 45. Analisis kesenjangan (Gap)pada dokter gigi yang tergolong
sepi ... 56 46. Analisis kesenjangan(Gap)pada dokter gigi yang tergolong
x
No. Halaman
1. Hubungan antara harapan, kepuasan, dan kualitas jasa yang
xi
No. Halaman
1. Tabel resume metodologi penelitian... 71
2. Kuesioner dokter gigi ... 72
3. Kuesionerpasien dokter gigi………... 75
4. Perhitungan validitas dan reliabilitas kuesioner... 81
5. Perhitungan bobot per kelas dokter gigi ... 82
6. Hasil tabulasi data jumlah pasien gigi ... 85
1.1. Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir, industri jasa terus berkembang yang
ditandai dengan bermunculannya berbagai jenis jasa baru yang inovatif.
Pertumbuhan industri jasa yang semakin pesat tentunya menuntut produsen
untuk memberikan perhatian lebih pada jasa yang akan mereka pasarkan.
Perusahaan juga diharuskan untuk merumuskan dan menerapkan berbagai
strategi untuk dapat terus eksis dan bertahan di tengah persaingan.
Sejauh ini para pemasar terlalu terfokus pada strategi pro-aktif yang
dimana terlalu aktif dalam mengejar pelanggan dari pada menunggu hasil dari
pemasaran‘mulut ke mulut’. Padahal pemasaran mulut ke mulut atau dikenal
denganword of mouthyang merupakan arahan re-aktif tidak kalah efektif. Ide
word of mouth ini kemudian disempurnakan dengan sebuah strategi yang
dikenal dengan Critical non-Essentials (CNE). CNE merupakan bagian
‘diluar inti’ atau bersifat non-essential. Meskipun terkait dengan hal yang
bersifat non-essential, namun penerapan CNE membawa manfaat ganda dan
mampu membuat perbedaan besar bagi perusahaan jasa tersebut.
CNE penting diterapkan dalam berbagai jenis bisnis, terutama bisnis
jasa seperti pelayanan kesehatan. Dokter gigi merupakan salah satu bentuk
jasa yang perlu menerapkan konsepcritical non-essential(CNE) secara prima
kepada konsumen. CNE merupakan bagian yang sangat penting dalam
praktek dokter gigi karena CNE memiliki segala sesuatu yang berkaitan
dengan kenyamanan sehingga menjadi sesuatu yang berkesan bagi konsumen.
Selain itu, perlu diingat bahwa konsumen sekarang bukan lagi konsumen
yang pasif tapi konsumen yang sensitif dan emosional.
Konsumen dokter gigi adalah konsumen lebih sensitif dan lebih
emosional karena kebanyakan dari konsumen datang ke tempat praktek
dokter gigi mungkin dalam keadaan sakit dan tidak nyaman. Biasanya,
konsumen juga harus menunggu giliran pemeriksaan dan harus antri dalam
waktu yang cukup lama, karena waktu pelayanan untuk setiap pasien tidak
konsumen. Konsumen tentunya tertekan saat menunggu, yang biasanya
disebabkan oleh rasa takut atau juga pengaruh suara alat bor gigi dalam
ruangan.
Penerapan CNE sangat diperlukan pada jasa dokter gigi, CNE
merupakan jawaban bagaimana membuat konsumen merasa nyaman, relax
dan jauh dari tekanan. Dokter gigi tentunya harus mampu memberikan
pelayanan diluar pelayanan inti (perawatan gigi), seperti penyediaan fasilitas
media komunikasi, entertainment (TV dan musik), penyediaan minuman
segar dan juga tata ruangan yang mampu menciptakan suasana nyaman bagi
konsumen. Penerapan CNE yang seperti ini diharapkan mampu membuat
konsumen merasa nyaman saat menunggu.
Penerapan CNE juga diperlukan agar dapat bertahan ditengah
persaingan yang terus meningkat. Dengan penerapan strategi CNE dokter gigi
dapat menarik maupun mempertahankan loyalitas konsumennya. Tercatat
tren rasio jumlah penduduk per dokter gigi terus menurun. Hal ini
mengindikasikan persaingan indutri jasa dokter gigi yang semakin meningkat.
Tabel 1. Tren rasio jumlah penduduk per dokter gigi kota Bogor Tahun Jumlah Penduduk
Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan kota Bogor, 2010
Saat ini, kebanyakan pelayanan dokter gigi terlalu fokus pada layanan
inti (essential) seperti kompetensi dokter, kualitas obat dan ketersediaan
peralatan kedokteran. Padahal tuntutan konsumen berubah, Fokus ini tentu
tidak cukup untuk menciptakan kenyamanan dan kepuasan konsumen yang
pada akhirnya akan mengalami kesulitan bertahan dalam persaingan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan,
Bogor Tengah merupakan kecamatan di Kota Bogor dengan jumlah praktek
diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kecamatan Bogor Tengah merupakan
Kecamatan dengan laju pertumbuhan terendah. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa persaingan dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah
sangat tinggi dengan rasio dokter gigi per penduduk yang sangat kecil. Oleh
karena itu, melihat persaingan dokter gigi yang terpusat di Bogor Tengah
maka penelitian ini difokuskan di Kecamatan Bogor Tengah.
Tempat praktek dokter gigi yang ada di Kecamatan Bogor Tengah
tentunya ada yang sudah menerapkan CNE, baik direncanakan atau tidak
direncanakan. Pelayanan atau fasilitas yang mereka berikan merupakan
bagian dari strategi CNE. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui sejauhmana para dokter gigi memahami CNE dan
menerapkannya, serta apa dampaknya pada peningkatan kenyamanan dan
kepuasan pasien.
1.2. Perumusan Masalah
Sejauh ini masih banyak penyedia jasa perawatan gigi (praktek dokter
gigi) yang tidak menyadari pentingnya CNE. Tempat praktek dokter gigi
tentunya ada yang sudah menerapkan CNE. Pelayanan atau fasilitas yang
mereka berikan merupakan bagian dari strategi CNE. Berdasarkan uraian
sebelumnya, maka peningkatan palayanan pada pasien dokter gigi perlu
mendapatkan perhatian serius. Kondisi pasien dan persaingan menegaskan
perlunya penerapan CNE. Permasalahannya adalah apakah CNE telah
diterapkan dan bagaimana penerapan CNE yang diinginkan pasien serta
dampaknya pada kenyamanan (rasa nyaman).
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek
dokter gigi.
2. Menganalisis harapan dan penilaian konsumen terhadap kondisi
fasilitas-fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek
dokter gigi.
3. Menganalisis efektifitas fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential
1.4.Ruang Lingkup
Penelitian ini berfokus pada menerapan strategiCritical Non-Essential
(CNE) di tempat praktek dokter gigi. Analisis penerapan CNE dilaksanakan
pada bulan Maret 2011. Penelitian ini dilakukan pada tempat praktek dokter
gigi yang ada di daerah Bogor Tengah. Hasil penelitian hanya untuk
mengetahui sejauhmana CNE diterapkan di tempat praktek dokter gigi dan
bagaimana dampaknya terhadap peningkatan kenyamanan dan kepuasan
pasien.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sarana bagi penulis untuk
mengaplikasikan ilmu secara lansung yang diperoleh selama kuliah,
terutama dibidang pemasaran.
2. Bagi praktek dokter gigi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
banyak masukan untuk perbaikan pelayanan yang berkelanjutan.
2.1. Pemasaran Jasa
Pemasaran adalah proses pemberian kepuasan kepada konsumen
untuk mendapatkan laba. Secara terinci, pemasaran merupakan proses sosial
dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai
dengan pihak lain (Kotler, 2007). Sedangkan asosiasi pemasaran dalam
Kotler (2007) mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan
pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan,
barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi
sasaran-sasaran individu dan organisasi.
Menurut GronroosdalamLupiyoadi (2008), jasa adalah kegiatan atau
serangkaian kegiatan tidak berwujud, terjadi dalam interaksi antar karyawan
dan pelanggan atau sumber daya fisik dan sistem penyedia layanan, yang
disediakan sebagai solusi untuk masalah pelanggan.
Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama,
pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya
tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat
konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya
dilakukan dengan segera. Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas
adalah penting untuk mewujudkan produk yang dibentuk. Tujuan manajemen
jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan tertentu.
Karena erat kaitannya dengan pelanggan, tingkat ini dihubungkan dengan
tingkat kenyamanan dan kepuasan konsumen (Rangkuti, 2008)
Menurut McCarty dalam Arief (2007), terdapat tujuh marketing mix
dalam jasa, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Product
Produk adalah segala sesuatu yang diawarkan oleh perusahaan
2. Price
Jasa merupakan sesuatu yang tidak nyata maka harga dapat
menjadi sebuah indikator yang dianggap mewakili kualitas jasa
tersebut.
3. Promotion
Promosi merupakan cara ntuk mengkomunikasikan manfaat jasa
kepada konsumen yang merupakan elemen penting dalam industri
jasa.
4. Place
Place merupakan tempat dan saluran distribusi yang dimaksudkan
untuk mempermudah konsumen mendapatkan produk yang
ditawarkan.
5. People
Karyawan perusahaan merupkan elemen vital dalam bauran
pemasaran jasa.
6. Process
Pada industri jasa produksi sering kali lebih penting daripada
hasilnya. Hal ini karena terjadinya interaksi langsung antara
produsen yang melakukan proses produksi denan konsumen yang
mengkonsumsi jasa pada saat yang bersamaan.
7. Physical Evidence
Sifat jasa yang tidak nyata hanya bisa dinilai setelah dikonsumsi
akan meningkatkan risiko pengambilan keputusan pembelian
konsumen. Dengan demikian tantangan kritis dalam pemasaran
jasa membuat jasa lebih nyata dengan cara mengelola bukti fisik
yang dapat dihubungkan dengan jasa yang ditawarkan.
2.2. Kualitas Jasa
Rangkuti (2008) mendefinisikan jasa yang berkualitas adalah jasa
yang penyampaiannya melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Keberhasilan
suatu bisnis jasa tentu sangat bergantung dari kualitas yang diperlihatkan,
apakah sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen. Kualitas jasa
dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila persepsi konsumen tentang
layanan jasa yang diberikan lebih besar dari jasa yang diharapkan tentu
konsumen akan merasa puas dan mungkin tertarik untuk menggunakan
perusahaan atau penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang
terjadi adalah sebaliknya, dimana persepsi tentang jasa yang diterima
konsumen lebih kecil dari harapan tentu konsumen akan merasa kecewa
sehingga cenderung menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang
bersangkutan.
Penelitian mengenai customer-perceived quality pada industri jasa
oleh Leonard dan Zeithaml dalam Rangkuti (2008), mengidentifikasikan 5
kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada
pelanggan, yaitu :
1. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataan pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para
pelanggannya. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana
produk jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa
yang diinginkan oleh konsumen.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan
konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu
memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan tetapi kurang
bisa menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini biasanya terjadi karena
tiga faktor, pertama tidak adanya komitmen yang jelas dan total dari pihak
manajemen terhadap kualitas, kedua kurangnya sumber daya, baik sumber
daya SDM-nya maupun sumberdaya material pendukung dan yang
terakhir disebabkan oleh adanya kelebihan permintaan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Adanya beberapa pemicu terjadinya kesenjangan ini, diantaranya sumber
daya manusia yang kurang terlatih atau karyawan belum bisa menguasai
tugasnya, beban kerja yang melampaui batas, kegagalan dalam mencapai
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali
tingkat ekspektasi atau kepentingan pelanggan cenderung dipengaruhi
oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Dari
janji tersebut akan menjadi resiko bagi perusahaan tersebut apabila janji
tersebut tidak dapat dipenuhi, yang nanti akan berimplikasi pada persepsi
negatif pelanggan terhadap kualitas jasa perusahaan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi
perusahaan dengan cara dan sudut pandang yang berbeda, atau pelanggan
keliru dalam mempersepsikan kualitas jasa yang diterimanya.
2.3. Konsumen
Menurut Yamit (2004) pelanggan dan konsumen memang sangat sulit
untuk dibedakan, namun terdapat perbedaan nyata dalam frekuensi
penggunaan suatu produk atau jasa. Konsumen menggunakan jasa atau
produknya hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat, sedangkan pelanggan
merupakan konsumen yang melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa
yang dihasilkan perusahaan.
Harapan konsumen terdiri atas beberapa elemen, termasuk jasa yang
diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami, dan zona toleransi yang
berkisar antara tingkat-tingkat jasa yang diinginkan dan memadai. Menurut
Lovelock (2007) jasa yang diinginkan (desired service) adalah jenis jasa yang
diharapkan pelanggan akan mereka terima. Sedangkan tingkat harapan lebih
rendah disebut jasa yang memadai (adeguate service) yaitu tingkat jasa
minimum yang dapat diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas.
Menurut Oliver dalam Husein Umar (2003) kepuasan dan
kenyamanan konsumen adalah sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi
terhadap kinerja alternatif jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan
sebelum pembelian. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh
mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah
keadaan emosional, reaksi mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan,
Kepuasan dan kenyamanan konsumen adalah indikator utama dari
standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan
kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan
yang akan mempengaruhi profitabilitas fasilitas kesehatan tersebut. Para
pelanggan akan merasa berdaya didalam dirinya jika mereka merasakan
kenyamanan secara psikologis, dan penyedia pelayanan pelanggan akan dapat
menyajikan kenyamanan psikologis dengan cara menawarkan keandalan dan
prediktabilitas pelayanan mereka. Pelayanan yang sesuai dengan harapan
konsumen pada akhirnya tentu akan menghasilkan kepuasan dan
kenyamanan. Pada akhirnya akan menghasilkan suatu pelayanan yang disebut
dengan pelayanan prima
Keunggulan jasa
yang dipahami
atau
dipersepsikan
Memadainya
Jasa yang
dipahami
Gambar 1. Hubungan antara Harapan, Kepuasan, dan Kualitas Jasa yang dipersepsikan (Lovelock et al, 2005)
Ukuran-ukuran kualitas
jasa
Jasa diinginkan
Jasa memadai
Jasa yang dipahami
2.4.Critical Non-Essential(CNE)
2.4.1. Konsep dasarCritical Non-Essential(CNE)
Pandangan tradisional dalam dunia bisnis (Lund, 2007) :
1. Konsumen mengerti dan menilai bagian inti dari bisnis berdasarkan
kegiatan dari bisnis tersebut.
2. Konsumen menilai keahlian suatu bisnis berdasarkan kualitas
pelayanan yang baik yang konsumen terima.
3. Daerah diluar inti bisnis (kemasan umum, dekorasi dll) tidak lebih
penting untuk konsumen dibandingkan dengan daerah inti bisnis.
Pandanganmoderndalam dunia bisnis :
1. Sekarang, pengusaha harus menyadari bahwa konsumen tidak
mengerti banyak tentang apa yang perusahaan lakukan, sehingga
konsumen menilai kualitas pekerjaan jauh berbeda dari yang
perusahaan lakukan untuk konsumen.
2. Pendapat pelanggan tentang mutu dilihat dari banyak hal, bisnis
yang sebenarnya atau bagian inti dari bisnis hanya menjadi bagian
yang kecil.
3. Bagian non-inti dari bisnis adalah kontributor yang sangat penting
untuk persepsi masyarakat dari apa yang perusahaan lakukan.
Critical Non-Essential (CNE) merupakan bagian non-inti dari
bisnis, yang seolah-olah tidak terlalu penting tetapi dalam
kenyataannya penting bagi keberhasilan bisnis.Critical Non-Essential
(CNE) adalah hal-hal yang berada di luar bagian yang diperlukan atau
inti dari bisnis dan konsumen tidak memerlukan tambahan biaya
untuk mendapatkannya (Lund, 2007).
Kualitas produk dan layanan harus tetap menjadi tujuan dasar
dalam berbisnis. Jika hanya menggunakan Critical Non-Essential
(CNE) untuk mempromosikan citra sebuah 'bisnis yang berkualitas'
kepada pelanggan, maka pelanggan tidak akan menemukan kualitas
dari bisnis tersebut dan pelanggan akan merasa sangat tertipu. Setiap
orang dalam bisnis perlu mengetahui apa saja yang mereka lakukan
cukup jika hanya mengetahui secara teknis kompetensi di bagian inti
dari bisnis , karena ada hal-hal lain yang bahkan lebih penting untuk
membangun sebuah bisnis yang sukses dan menguntungkan.
2.4.2. Penerapan dan KeuntunganCritical Non-Essential(CNE)
Critical Non-Essential (CNE) mudah dibangun dalam suatu
bisnis jika pelaku bisnis dapat memahami empat prinsipCritical
Non-Essential (CNE) dan bagaimana Critical Non-Essential (CNE)
diterapkan dalam bisnis (Lund, 2007), yaitu:
1. Daerah di luar bisnis inti lebih mudah ditangani, diamati dan
memberikan manfaat yang lebih kepada konsumen.
2. Perhatian terhadap detail dalam hal-hal kecil menciptakan kesan
positif yang kuat dari kompetensi teknis inti.
3. Semua orang dalam tim harus ikut berkontribusi pada pengerjaan
hal-hal kecil yang sangat penting.
4. Dampak dari upaya yang dilakukan pada daerah-daerah non-inti,
didasarkan pada bagusnya konsistensi yang dihasilkan.
Menerapkan Critical Non-Essential (CNE) dalam bisnis
memberikan banyak keuntungan, yaitu :
1. CNE memberikan kejelasan konfirmasi tentang kompetensi yang
dimiliki oleh bisnis tersebut.
2. CNE membuat jumlah konsumen meningkat pada bisnis tersebut
dan membuat konsumen memberikan penghargaan terhadap apa
yang perusahaan lakukan lebih daripada sebelumnya.
3. CNE membuat konsumen merasa sangat diperhatikan dan
diutamakan daripada sebelumnya.
4. CNE membuat situasi bisnis membaik, dan konsumen
menunjukkan apresiasi nyata terhadap keterampilan para pelaku
bisnis.
5. CNE membuat konsumen kembali datang untuk menggunakan
kembali jasa dari bisnis tersebut sehingga menyebabkan
6. Pada akhirnya CNE dapat mempermudah pelaku bisnis untuk
mencapai kesuksesannya, membuat suasana kerja menjadi lebih
nyaman, konsumen dan karyawan merasa nyaman terlibat dalam
bisnis tersebut, sehingga semua pihak yang terlibat dalam bisnis
tersebut merasa ”happy”.
2.4.3. Langkah-langkah MenciptakanCritical Non-Essential(CNE)
Langkah-langkah menciptakanCritical Non-Essential(CNE) :
1. Pilih area yang benar-benar menarik.Critical Non-Essential(CNE)
harus menyenangkan bagi pelanggan.
2. Pilih area yang mempunyai jarak (tetapi tidak terlalu jauh) dari inti
bisnis. Fokus pada objek atau tugas yang kelihatannya jauh dari
produk inti, pelayanan dan keterampilan bisnis dan profesi. Itulah
yang membuat Critical Non-Essential (CNE) begitu berkesan.
Namun, Critical Non-Essential (CNE) harus memiliki beberapa
hubungan dengan inti dari bisnis. Sebuah Critical Non-Essential
(CNE) harus dilihat sebagai sesuatu yang tidak benar-benar harus
dilakukan sebagai bagian dari bisnis biasa.
3. Pilih sesuatu yang sangat terlihat. Membuat Critical Non-Essential
(CNE) jelas dan mudah terlihat. Pastikan bahwa perusahaan dapat
memperlihatkan CNE untuk konsumen sehingga dapat dirasakan
manfaatnya oleh konsumen.
4. Pilih area yang menjadi perhatian pelanggan. Critical
Non-Essential (CNE) sangat berguna untuk menghilangkan
kekhawatiran yang kemungkinan akan membuat konsumen marah.
5. Pilih sesuatu yang sulit muncul, tetapi sebenarnya tidak. Harus
jelas kepada konsumen bahwa perusahaan telah mengambil
perhatian besar dengan menciptakan dan menerapkanCritical
Non-Essential(CNE).
6. Ambil Critical Non-Essential (CNE) ke ekstrim. Tidak peduli
seberapa baik mengikuti prinsip-prinsip Critical Non-Essential
dampak yang ditimbulkan oleh CNE sebagai alat pemasaran tidak
akan maksimal.
2.4.4. Kriteria Praktek Dokter Gigi yang Sudah Menerapkan Strategi CNE dan yang Belum Menerapkan Strategi CNE
Praktek dokter gigi yang hanya memberikan jasa kesehatan
terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi
saja belum bisa dikatakan menerapkan strategi CNE. Pelayanan jasa
dokter gigi yang hanya berfokus pada pengetahuan dan kompetensi
teknis, hanya mementingkan atau terlalu berfokus pada tingkat
pengetahuan, keahlian dan skill dokter gigi dan juga peralatan teknis
yang berhubungan dengan profesi dokter gigi.
Praktek dokter gigi yang sudah menerapkan CNE akan berfokus
pada penciptaan memorable experience bagi konsumennya. Di mana
tidak lagi berfokus pada essential dari pelayanan jasa kesehatan.
Menyediakan pelayanan yang memang tidak penting untuk
kelansungan bisnis namun disadari apabila diterapkan akan membawa
manfaat ganda bagi bisnisnya, contohnya seperti penyediaan fasilitas
ruang tunggu yang nyaman dilengkapi dengan AC, sofa yang
membuat konsumen merasa lebih dimanjakan. Menyediaan fasilitas
entertainment dan media komunikasi yang bisa membuat konsumen
menjadi lebih relax dan nyaman sehingga mereka mendapat
pengalaman yang luar biasa dari sebuah transaksi jasa yang mereka
lakukan.
2.5. Praktek Dokter Gigi
Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan .
Dokter atau dokter gigi adalah dokter atau dokter spesialis lulusan
pendidikan kedokteran spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi, baik didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
Praktek Dokter Gigi dan Mulut sesuai dengan peraturan Menteri
Kesehatan nomor 1173/menkes/per/x/2004 adalah sarana pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan
pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang
dilaksanakan melalui rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan
medik.
2.6. Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan untuk melakukan pengambilan sampel yaitu
dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2003).
N
n= ……… (1)
1 +Ne2
Dimana :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang dapat ditolerir. Dalam penelitian ini
kelonggaran ketidaktelitian yang diambil sebesar 10 persen.
2.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur
apa yang ingin diukur. Langkah-langkah dalam menguji validitas kuesioner
adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu,
sehingga operasionalnya dapat dilakukan.
2. Melakukan uji coba pengukuran tersebut pada sejumlah responden.
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.
Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang.
Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih
mendekati kurva normal.
4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan
dengan skor total, dan menggunakan rumus teknik korelasi product
moment, yaitu (Umar, 2003):
n(∑ XY) –(∑ X∑ Y)
rhitung = ……… (2)
[n∑ X2–(∑ X)2] [n∑ Y2–(∑ Y)2]
Dimana:
X = Skor pernyataan
Y = Skor total pernyataan
n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi
Hipotesis:
H0 : Instrumen dinyatakan tidak valid (α= 0)
H1 : Instrumen dinyatakan valid (α ≠ 0)
Setelah dihitung, nilai korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan
angka kritik tabel korelasi nilai r, dengan n = 30 dan taraf signifikansi sebesar
5% diperoleh nilai r tabel 0,361. Jika nilai korelasi yang diperoleh lebih besar
dari 0,361 maka H0ditolak dan H1diterima.
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Suatu alat pengukuran
dikatakan reliabel, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang
konsisten dari dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Teknik yang
digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen adalah teknik Alpha
Cronbach(Umar, 2003) dengan rumus sebagai berikut:
k ∑ b2
r11= ( )(1 - ) ……….. (3)
Dimana:
r11 = reliabilitas instrument
k = banyak butir pertanyaan
t2 = varian total
∑ b2 = jumlah varian butir
2.8. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk
menguji generalisasi hasil penelitian yang didasarkan atas satu sampel.
Analisis deskriptif ini dilakukan melalui pengujian hipotesis deskriptif. Hasil
analisisnya adalah apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan atau
tidak. Jika hipotesis nol (H0) diterima, berarti hasil penelitian dapat
digeneralisasikan. Analisis deskriptif ini menggunakan satu veriabel atau
lebih tapi bersifat mandiri. Analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan
data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih
ringkas. Data yang terkumpul dalam riset pemasaran seperti survei biasanya
memiliki nilai observasi yang cukup beragam sehingga akan sulit maka data
yang diperoleh dihitung persentasenya yang paling dominan dari dari
masing-masing variabel yg diteliti. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
……….(4)
Keterangan :
P = Persentase responden yang memilih kategori tertentu
fi = Jumlah responden yang memilih kategori tertentu
∑ fi = Total jawaban
2.9. Analisis Kesenjangan (gap)
Analisis gap dilakukan untuk mengukur kesenjangan yang terjadi.
Hasil dari analisis ini memberikan informasi mengenai seberapa besar suatu
atribut jasa telah memenuhi harapan konsumen. Analisis gap dilakukan
untuk menilai tingkat kenyamanan pelanggan terhadap fasilitas CNE yang
disediakan, serta mengidentifikasi bagian yang dianggap penting ataupun
Setelah kuesioner terkumpul, data diolah dengan menghitung rata-rata
tingkat kepentingan atau bobot masing-masing fasilitas aktual dan rata-rata
tingkat kenyamanan atau kepuasan terhadap fasilitas aktual. Serta
menghitung perkiraan dampak fasilitas harapan (fasilitas CNE yang
diharapkan) terhadap tingkat kenyamanan konsumen
Rumus perhitungan nilai kepentingan untuk setiap fasilitas CNE (jumlah
atau rata-rata bobot).
(K1X 1) + (K2X 2) + (K3X 3) + (K4X 4)
NKi= ……….(5)
r
Keterangan : NKi = Nilai kepentingan terhadap setiap item fasilitas
K1 = Jumlah responden dengan jawaban A
K2 = Jumlah responden dengan jawaban B
K3 = Jumlah responden dengan jawaban C
K4 = Jumlah responden dengan jawaban D
r
= Total responden1, 2, 3, 4 = Skor yang diberikan responden
Rumus perhitungan nilai kenyamanan atau kepuasan untuk setiap item
fasilitas aktual (tersedia saat ini) :
(Y1X 1) + (Y2X 2) + (Y3X 3) + (Y4X 4)
NYi = ……….(6)
r
Keterangan : Nyi = Nilai kenyamanan terhadap setiap item fasilitas aktual Y1 = Jumlah responden dengan jawaban A
Y2 = Jumlah responden dengan jawaban B
Y3 = Jumlah responden dengan jawaban C
Y4 = Jumlah responden dengan jawaban D
3.1. Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan industri jasa yang semakin pesat tentunya menuntut
produsen untuk memberikan perhatian ekstra pada jasa yang akan mereka
pasarkan. Untuk bertahan dalam persaingan sengit, pelayanan seorang dokter
gigi seharusnya tidak cukup hanya dengan mengandalkan pelayanan jasa inti
atau essential saja. Terlebih lagi produsen jasa harus menyadari bahwa
konsumen yang dihadapi sekarang bukanlah konsumen yang pasif tapi adalah
konsumen yang sensitif dan emosional. Saat ini konsumen mungkin tidak
hanya berfokus pada kebutuhan pokok atau layanan inti (essential) dari
dokter gigi seperti kompetensi dan keahlian dokter, kualitas obatnya,
profesionalitas kerja dan lain-lain.
Hal-hal yang mungkin dianggap kecil seperti kondisi ruang tunggu
pribadi, tawaran minuman segar, ketersediaan TV dan lain-lain (Critical
Non-Essential) di tempat praktek tentu akan mampu membuat perbedaan besar.
Hal ini tentu dapat meningkatkan kepuasan atau kenyamanan bagi pasien saat
menunggu mendapat giliran diperiksa oleh dokter gigi. Analisis penerapan
Critical Non-Essential (CNE) pada tempat praktek dokter gigi dilakukan
berdasarkan penerapan aktual CNE dan berdasarkan keinginan konsumen
terhadap CNE yang diterapkan. Analisis ini memungkinkan untuk melihat
gap atau perbedaan antara penerapan CNE aktual dengan keinginan
konsumen terhadap penerapanCritical Non-Essential(CNE).
Kajian terhadap penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat
praktek dokter gigi memungkinkan dokter gigi untuk mendapatkan informasi
dan bahan analisa dalam mengambil keputusan selanjutnya. Critical
Non-Essential (CNE) tentu bertujuan untuk membuat konsumen merasakan
kenyamanan dan pada akhirnya mengalamimemorable experience. Sehingga
pelayanan jasa dokter gigi di Kota Kecamatan Bogor Tengah dapat terus
Gambar 2. Kerangka pemikiran konseptual
Meningkatnya Persaingan Industri Jasa Praktek Dokter
Gigi di Bogor Tengah
Peningkatan Pelayanan Jasa Lainnya atau jasa non-Inti
(Critical Non-Essential) Praktek Dokter Gigi di
Bogor Tengah
Realita dan Keinginan Pasien Terhadap Penerapan
Critical Non-Essential (CNE) pada Tempat Praktek Dokter Gigi di
Bogor Tengah
Kepuasan dan Kenyamanan Pasien di Tempat Praktek Dokter
Gigi di Bogor Tengah Peningkatan
Pelayanan Jasa Inti atauEssentialPraktek
Dokter Gigi di Bogor Tengah
Kompetensi dan Keahlian Dokter Gigi
di Tempat Praktek Dokter Gigi di Bogor
Tengah
Loyalitas Pasien dan Promosi ‘Word of
Mouth’
Praktek Dokter Gigi di Bogor Tengah
3.2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian diawali dengan mengkaji permasalahan yang ada
di tempat praktek dokter gigi dan kemudian menentukan ruang lingkup
penelitian. Langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan akhir yang ingin
dicapai dari penelitian dan memberikan masukan berupa informasi dan
analisis bagi pihak perusahaan berupa kesimpulan akhir penelitian.
Kesimpulan akhir penelitian dapat digunakan perusahaan untuk mengambil
keputusan dan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan selanjutnya dalam
penerapancritical non-essential(CNE).
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan kaji literatur dan studi
pustaka. Setelah itu dilakukan penelitian pendahuluan untuk melihat kondisi
yang terjadi di tempat praktek dokter gigi yang tersebar di Bogor Tengah,
khususnya kondisi pelayanan yang termasuk dalam pelayanan critical
non-essential. Kemudian membagi fasilitas critical non-essential kedalam
beberapa kategori seperti; kategori media komunikasi danentertainment(TV,
majalah, dll), kategori fasitilas pendukung ruang tunggu (AC, sofa, dll) serta
ketegori fasilitas penunjang lainnya. Setelah itu baru mengkaji penerapan
critical non-essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi yang ada di
Kecamatan Bogor Tengah.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara kepada
dokter gigi, catatan arsip dokter gigi, dan penyebaran kuesioner kepada dokter
gigi dan pasien. Data-data yang didapat dari hasil penelitian akan dianalisa
menggunakan metode-metode yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
menganalisis penerapan critical non-essential (CNE), mengetahui keinginan
atau kepentingan pasien terhadap penerapancritical non-essential(CNE), dan
Menganalisis efektifitas fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential
(CNE) dan perkiraan dampaknya terhadap tingkat kenyamanan pasien. Untuk
NO YES
Gambar 3. Tahapan proses penelitian
Critical Non-Essential(CNE)
Identifikasi Penerapan Critical Non-Essential(CNE) di Tempat Praktek
Dokter Gigi di Bogor Tengah Kajian literatur dan studi pustaka.
Pengolahan dan Analisis Data 1. PenerapanCritical Non-Essential
(CNE) di Tempat Praktek Dokter Gigi di Bogor Tengah (Analisis Deskriptif) 2. Analisis Realita dan Keinginan pasien
terhadap PenerapanCritical Non-Essential(CNE) ( Analisisgap) 3. Menganalisis efektifitas fasilitas dalam
penerapan Critical Non-Essential (CNE) dan perkiraan dampaknya terhadap tingkat kenyamanan pasien.
Uji coba Kuisioner Tabulasi data yang diperoleh Penyusunan Kuisioner
OK Pengambilan Sampel : accidental Sampling
Teknik Pengumpulan Data : Wawancara,studi kepustakaan, pengisian kuisioner, sejumlah literatur, laporan jumlah pengunjung di tiap Tempat Praktek Dokter Gigi di Kecamatan Bogor Tengah
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Kesimpulan
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tempat praktek dokter gigi yang mandiri
khusus Kecamatan Bogor Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April sampai Mei 2011. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan
pertimbangan jumlah tempat praktek dokter gigi yang berada di Kecamatan
Bogor Tengah memiliki jumlah paling banyak, dengan persentase
pertumbuhan penduduk paling rendah. Sehingga persaingan industri jasa
dokter gigi terpusat di Kecamatan Bogor Tengah. Selain itu, jumlah praktek
dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah lebih bisa mewakili dibandingkan
dengan jumlah tempat praktek dokter gigi yang berada di
kecamatan-kecamatan lain di Kota Bogor.
3.4. Metode Penelitian
3.4.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder yang berupa data eksternal dan internal. Data primer
pada penelitian ini akan diperoleh melalui kuesioner, melalui
wawancara dengan dokter gigi yang menjadi obyek penelitian.
Data-data berupa hasil penyebaran kuesioner kepada pasien dokter gigi dan
juga dokter gigi, gambaran umum tempat praktek dokter gigi. Data
sekunder akan diperoleh dari berbagai literatur, hasil-hasil penelitian
dan buku-buku penunjang yang sesuai dengan penelitian, serta melalui
penelusuran internet. Data internal diperoleh dari data dan arsip dokter
gigi yang berupa tren jumlah kunjungan pasien dalam periode tertentu.
Data yang diperoleh untuk diolah dalam penelitian ini adalah data
mengenai realita penerapan Critical Non-Essential (CNE) praktek
dokter gigi di Bogor Tengah. Kemudian, data mengenai keinginan
konsumen terhadap penerapan Critical Non-Essential (CNE), dan data
mengenai jumlah kunjungan pasien di setiap tempat praktek dokter gigi
3.4.2 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel tempat praktek dokter gigi adalah
metode judgement sampling. Dengan cara ini maka semua dokter gigi
di Kecamatan Bogor Tengah tidak memiliki peluang yang sama untuk
dijadikan sampel. Dokter gigi yang dijadikan sampel adalah dokter gigi
dengan kriteria tertentu yang sesuai dengan sasaran dan tujuan
penelitian. Kriteria dokter gigi yang menjadi sampel adalah dokter gigi
yang membuka tempat praktek secara mandiri atau terpisah dari apotek,
klinik maupun rumah sakit. Sedangkan untuk pengambilan sampel
pasien dokter gigi digunakan metode accidental sampling. Cara ini
merupakan cara yang tergantung pada situasi dan kondisi pada saat
akan dilakukan penelitian. Responden penelitian diambil secara
proporsional menurut rata-rata jumlah kunjungan pasien per bulan dari
masing-masing dokter gigi sehingga diperoleah jumlah pasien yang
akan manjadi responden dari setiap dokter gigi. Dengan cara ini semua
populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi
anggota sampel.
Jumlah total pasien yang menjadi responden ditentukan dengan
menggunakan rumus Slovin. Berdasarkan rumus Slovin tersebut,
diperoleh 100 responden yang akan dijadikan sampel. Seratus
responden tersebut diambil dari masing-masing dokter gigi. Setelah itu,
responden dibagi menjadi tiga kelompok yakni responden dari
kelompok praktek dokter gigi yang jumlah kunjungannya tergolong
ramai, sedang dan sepi.
3.4.3 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini
adalah kuesioner dengan pertanyaan terbuka dan skala likert.
Kuesioner dengan pertanyaan terbuka diberikan kepada dokter gigi dan
kuesioner skala likert diberikan kepada pasien dokter gigi.
Sebelum kuesioner disebarkan, terlebih dahulu dilakukan
dilakukan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar
(konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil dari
uji validitas akan dibandingkan dengan rtabelbernilai 0,361. Kuesioner
yang ditampilkan dalam penelitian ini berupa pernyataan. Uji coba
kuesioner dilakukan terhadap 30 responden. Terdapat 14 pernyataan
pada kuesioner, yang terdiri dari tiga kategori. Dari hasil uji validitas
diperoleh bahwa seluruh butir-butir pernyataan pada kuesioner
dinyatakan valid karena nilai rhitung > rtabel , dimana nilai rtabelsesuai
dengan tingkat kesalahan 10% adalah 0,361.
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus
Cronbach’s Alpha. Dari hasil perhitungan 30 kuesioner yang disebar,
maka diperoleh hasil untuk uji reliabilitas adalah 0,816. Dari hasil uji
reliabilitas, nilai Alpha Cronbach’s > 0,6, maka kuesioner dapat
diandalkan atau reliabel.
3.4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data pada penelitian analisis penerapan
critical non-essential(CNE) dengan menggunakan analisis deskriptif.
Harapan dan penilaian konsumen terhadap kondisi fasilitas-fasilitas
dalam penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek
dokter gigi dianalisis dengan menggunakan analisis Gap
4.1. Gambaran Umum Praktek Dokter Gigi di Kecamatan Bogor Tengah
Bogor Tengah merupakan salah satu kecamatan di Kota Bogor dengan
luas 813 Hektar yang didiami oleh lebih kurang 102.203 jiwa. Diantara enam
kecamatan yang ada di Kota Bogor, Bogor Tengah merupakan kecamatan
dengan laju pertumbuhan penduduk terendah yakni sebesar 1,15 persen.
Bogor tengah merupakan kecamatan yang berpotensi sebagai pusat
perdagangan dan jasa yang di tunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah.
Hal ini menyebabkan Kecamatan Bogor Tengah tercatat sebagai kecamatan
dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi yakni sebanyak 12.791
orang per kilo meter persegi.
Bogor Tengah merupakan kecamatan yang sangat berpotensi dibidang
jasa terutama jasa kesehatan seperti jasa dokter gigi. Bogor Tengah
merupakan kecamatan dengan jumlah tempat praktek dokter gigi terbanyak di
Kota Bogor dan tersebar di berbagai kelurahan.
Tabel 2. Distribusi Penyebaran Dokter Gigi per Kelurahan
No Kelurahan Jumlah Tempat Praktek Dokter Gigi
1 Pabaton 8
2 Tegallega 2
3 Sempur 1
4 Babakan Pasar 3
5 Panaragan 2
6 Cibogor 0
7 Babakan 5
8 Paledang 2
9 Ciwaringin 5
10 Gudang 4
11 Kebon Kelapa 1
12 Belong 1
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor (2010)
Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa praktek dokter gigi
lebih banyak terkonsentrasi di kelurahan tertentu seperti Pabaton, Ciwaringin
dan Babakan. Hal ini mengimplikasikan bahwa penyebaran praktek dokter
di Kecamatan Bogor Tengah sebagian besar merupakan tempat praktek
mandiri atau independen tanpa kerja sama dengan klinik maupun apotek.
Sekitar 75 persen praktek dokter gigi merupakan praktek mandiri dan tempat
praktek lainnya merupakan tempat praktek yang disediakan oleh klinik
ataupun apotek.
Sebagian besar dokter gigi membuka praktek di tempat khusus atau
sewaan yang terpisah dari rumah mereka. Setiap dokter gigi juga
menggunakan satu sampai dua tenaga kerja. Biasanya tenaga kerja tersebut
dijadikan asisten saat praktek di ruang medis. Selain itu, asisten juga
bertugas mengontrol pasien yang antri di ruang tamu dan mengatur semua
waiting listpengunjung.
Bidang keilmuan dokter gigi dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang cukup baik terutama sejak berkembangnya ilmu
orthodontist. Praktek dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah yang awalnya
hanya menangani pasien tambal dan cabut, sekarang mulai berkembang
aesthetic dental clinic (praktek untuk keindahan gigi) dan juga ilmu implan
gigi titanium. Semakin berkembangnya ilmu kedokteran gigi pelayanan jasa
dokter gigi pun semakin meningkat. Dokter gigi punya peluang lebih banyak
untuk menarik pasien karena pelayanan jasa (produk jasa) yang mereka
tawarkanpun semakin beragam mulai dari cabut, tambal, orto, skeling, implan
dan lain-lain sebagainya.
Terhitung lebih dari 80 persen praktek dokter gigi dibuka pada sore
sampai malam hari dengan hari praktek setiap hari kerja. Ada beberapa dokter
gigi yang menangani pasiennya diluar jam praktek, penanganan yang
dilakukan di luar jam praktek biasanya merupakan penanganan pasien orto,
baik pemasangan maupun untuk operasi. Jenis penanganan pasien orto
merupakan penanganan yang membutuhkan waktu paling lama sehingga
4.2. Analisis PenerapanCritical Non-Essential
Analisis penerapan critical non-essential dalam penelitian dilakukan
untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan dan pemahaman dokter gigi
tentang strategicritical non essential. Selain itu, analisis juga dilakukan untuk
mengetahui fasilitas-fasilitas apa saja yang disediakan oleh dokter gigi dalam
rangka penerapan strategi critical non-essential. Tercatat dari 18 dokter gigi
yang menjadi obyek penelitian di Kecamatan Bogor Tengah tidak satupun
yang mengetahui dan memahami strategi tentang critical non-essential.
Namun, fakta di tempat praktek dokter gigi menunjukkan bahwa semua
dokter gigi pada dasarnya telah menerapkan strategicritical non-essential.
Semua tempat praktek dokter gigi yang menjadi obyek penelitian telah
menyediakan fasilitas-fasilitas dalam rangka memberikan pelayanan yang
sebenarnya merupakan penerapan critical non-essential. Dengan kata lain,
semua dokter gigi yang menjadi obyek penelitian telah memberikan
pelayanan dan menyediakan fasilitas-fasilitas yang tidak terkait langsung
dengan dengan jasa utama.
Tabel 3. Persentase Tempat Praktek yang Menyediakan Fasilitas CNE Fasilitas-Fasilitas Fisik Penyediaan di Tempat Praktek (%)
Radio 11
Musik 17
Majalah 100
TV 83
Sofa dan Sejenisnya 100
AC 33
Toilet 28
Smoking Area 0
Wifi 0
Penjualan Makanan dan Minuman 28
Terdapat dua jenis fasilitas yang sudah disediakan di semua tempat
praktek dokter gigi yaitu majalah dan sofa. Majalah dan sofa merupakan
fasilitas ruang tunggu yang bersifat vital yang harus disediakan diruang
tunggu. Beberapa fasilitas lainnya seperti radio, musik, TV, AC, toilet serta
makanan dan minuman juga telah disediakan oleh sebagian dokter gigi.
Namun, untuk smoking area dan wifi belum ada satupun tempat praktek
Tabel 4. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Media Komunikasi danEntertainment
Jenis-jenis Fasilitas Penyediaan di tempat Praktek (%)
1. Audio
a. Radio 11
b. Musik 17
2. Visual
a. Keragaman Majalah 100 b. Konten Majalah dan Tingkat Kebaruan 100
3. Audio Visual
a. Televisi 83
b. Konten dan AksesChanneltelevisi 100
Fasilitas ruang tunggu untuk kategori media komunikasi dan
entertainment terdiri dari enam indikator yang merupakan indikator fasilitas
fisik maupun non-fisik. Penyediaan fasilitas untuk visual dan audio visual
sudah hampir mencapai seratus persen, dengan kata lain hampir setiap dokter
gigi sudah menyediakan fasilitas visual dan audiovisual di ruang tunggu.
Dalam kategori media komunikasi dan entertainment, majalah merupakan
fasilitas yang disediakan oleh setiap dokter gigi dengan berbagai jenis
majalah seperti majalahgossip,otomotif, kecantikan maupun olahraga. Hal ini
bisa disebabkan karena majalah merupakan fasilitas standar yang biasanya
tersedia di ruang tunggu, selain itu penyediaan majalah merupakan
penyediaan fasilitas dengancostyang tidak terlalu besar.
Penerapan strategicritical non-essentialuntuk kategori fasilitas media
komunikasi danentertainmentsudah mencapai lebih kurang 75 persen. Media
komunikasi danentertainmentini disediakan di ruang tunggu terutama untuk
mengisi waktu luang saat menunggu dan mengurangi tingkat kebosanan
pasien.
Tabel 5. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Fasilitas Ruangan
Jenis-Jenis Fasilitas Penyediaan di tempat praktek (%) Sofa dan sejenisnya 100
AC 33
Kategori fasilitas ruangan hanya terdiri dari empat indikator yang
merupakan dua indikator fisik dan dua indikator non-fisik. Seluruh fasilitas
non-fisik telah diterapkan dan digunakan didalam ruang tunggu. Penataan
interior dan eksterior seperti penataan kursi, penataan lukisan dan hiasan
dinding serta seluruh tata ruangan, pada umumnya telah dilakukan oleh setiap
dokter gigi yang menjadi obyek penelitian. Sedangkan penyediaan fasilitas
fisik sudah lebih dari 50 persen. Dalam kategori fasilitas ruangan, kursi
merupakan fasilitas fisik yang tingkat penyediaanya sudah mencapai 100
persen. AC merupakan fasilitas fisik yang tingkat penyediaannya masih
sangat kecil yakni kurang dari 50 persen. Secara keseluruhan tingkat
penyediaan untuk kategori fasilitas ruangan sudah lebih dari 75 persen.
Penyediaan kategori fasilitas ruangan ditujukan untuk menciptakan
suasana ruang tunggu yang nyaman dan menyenangkan. Penataan ruang
tunggu yang bagus, penyediaan fasilitas AC, kebersihan serta sofa yang bagus
merupakan fasilitas-fasilitas yang bisa menciptakan kenyamanan bagi pasien
saat menunggu.
Tabel 6. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Fasilitas Penunjang
Jenis-Jenis Fasilitas Penyediaan di tempat praktek (%) Toilet di Ruang Tunggu 28
Smoking Area 0
Wifi 0
Penjualan Makanan dan Minuman 28
Penerapan critical non-essential masih sangat kurang untuk kategori
fasilitas penunjang, sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 6. Seluruh
fasilitas penunjang terdiri dari empat indikator fisik. Tingkat penyediaan
untuk setiap fasilitas masih sangat rendah yakni dibawah 50 persen, bahkan
untuk fasilitassmoking areadanwifitingkat penyediaannya masih nol persen.
Panyediaan fasilitas penunjang merupakan dasar dari penerapansuper
critical non-essential. Namun, faktanya hanya sebagian kecil dokter gigi yang
menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang sehingga boleh dikatakan bahwa
penerapan super critical non-essential masih sangat kecil dan minim di
tempat praktek dokter gigi. Fasilitas-fasilitas penunjang tersebut merupakan
pasien. Pengalaman yang mungkin tidak terlupakan dan membekas dibenak
pasien bila fasilitas-fasilitas penunjang tersebut mampu membuat konsumen
terkesan saat menunggu.
Semua fasilitas untuk setiap kategori tentunya disediakan oleh dokter
gigi atas beberapa alasan dan latarbelakang. Berdasarkan data hasil
wawancara, tercatat sebanyak 11 persen dokter gigi menyediakan
fasilitas-fasilitas ruang tunggu hanya untuk memenuhi standar pelayanan serta
persyaratan izin praktek dari dinas kesehatan. Sebanyak 44 persen dokter gigi
yang menjadi obyek penelitian mengaku bahwa penyediaan fasilitas hanya
sekedar untuk tempat menunggu saat antri dan mengisi waktu luang.
Sebagian dokter gigi lainnya menyediakan fasilitas ruang tunggu demi
kenyamanan pasien, mengurangi stres pasien saat menunggu, menciptakan
suasana yang menyenangkan, serta fasilitas-fasilitas tersebut juga disediakan
sebagai salah satu tujuan edukasi bagi pasien.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa hanya 44
persen dokter gigi yang menyadari pentingnya penerapan strategi critical
non-essential. Sebagian besar dokter gigi sudah menyadari bahwa pelayanan
medis (essential) bukanlah satu-satunya pelayanan yang harus diperhatikan.
Pelayanan (non-essential) juga harus diperhatikan dan tidak kalah pentingnya
untuk kepuasan dan kenyamanan pasien dalam rangka mencapai pelayanan
yang prima.
Sebagian besar dokter gigi yang menjadi obyek penelitian juga telah
menyadari bahwa penanganan pasien membutuhkan waktu yang relatif lebih
lama dibandingkan dengan penanganan dokter umum dan jasa kesehatan
lainnya. Penanganan untuk satu pasien paling cepat adalah 30 menit dan
untuk kasus yang lebih rumit bahkan membutuhkan waktu lebih dari dua jam.
Untuk itu sebagian dokter gigi mendesain ruang tunggu sedemikian rupa
demi kenyamanan pasien dan juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa
mengurangi kebosanan saat menunggu.
Waktu tunggu pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
lamanya waktu penanganan satu pasien di ruang medis (essential). Sebagian
menit sampai 60 menit. Semakin lama waktu pelayanan jasa utama (essential)
per pasien, maka semakin lama waktu tunggu pasien berikutnya. Namun
untuk dokter gigi yang rata-rata penanganan pasiennya lebih dari dua jam
kebanyakan menggunakan sistem appointment atau perjanjian. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi durasi waktu tunggu pasien. Selain itu, waktu
tunggu konsumen harus benar-benar diperhatikan terutama oleh dokter gigi
yang memiliki pasien dengan tingkat keramaiannya tinggi.
Penting bagi dokter gigi untuk memperhatikan kondisi pasien saat
menunggu. Namun, fakta dilapangan menunjukkan lebih dari 90 persen
dokter gigi tidak pernah memperhatikan kondisi pasien saat menunggu di
ruang tunggu. Sebagian besar dokter gigi sibuk dengan penanganan medis
dalam ruangan medis tanpa pernah meninjau kondisi pasien yang mungkin
menunggu kurang nyaman atau bahkan dalam kondisi sakit gigi.
Lebih dari 80 persen dokter gigi belum pernah menanyakan
fasilitas-fasilitas ruang tunggu yang dibutuhkan atau yang diinginkan konsumen.
Kebanyakan dokter gigi mengaku tidak pernah menanyakan keinginan pasien
yang berkaitan dengan fasilitas ruang tunggu. Walaupun terdapat kesempatan
konsultasi yang cukup lama antara pasien dengan dokter gigi, topik yang
dibicarakan hanya fokus pada keluhan dan masalah kesehatan gigi pasien.
Kurangnya perhatian dokter gigi akan kondisi ruang tunggu
disebabkan oleh interpretasi dokter gigi yang terlalu dini manyatakan bahwa
fasilitas dan kondisi ruang tunggu merupakan sesuatu yang tidak penting.
Pada umumnya dokter gigi yang jadi obyek penelitian memiliki mindset
bahwa kualitas dokter gigi merupakan satu-satunya hal yang harus
diperhatikan. Sehingga dokter gigi mengambil kesimpulan bahwa preferensi
pasien hanya ditentukan oleh keahlian dan kualitas dokter gigi semata.
Pandangan dokter gigi bahwa fasilitas dan kondisi ruang tunggu
merupakan sesuatu yang tidak penting, ternyata sangat berbeda dengan
pendapat pasien. Pasien menganggap bahwa penyediaan dan kondisi fasilitas
ruang tunggu (critical non-essential) merupakan sesuatu yang harus
diperhatikan oleh dokter gigi karena merupakan fasilitas yang penting bagi