• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerapan Critical Non-Essential (CNE) dan dampaknya pada tingkat kenyamanan pasien dokter gigi di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penerapan Critical Non-Essential (CNE) dan dampaknya pada tingkat kenyamanan pasien dokter gigi di Bogor"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PASIEN

DEPA

FAKULTAS

INSTIT

N DOKTER GIGI DI BOGOR

EMILYA NORITA

H24070015

PARTEMEN MANAJEMEN

S EKONOMI DAN MANAJEMEN

ITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

(CNE) dan Dampaknya pada Tingkat Kenyamanan Pasien Dokter Gigi di Bogor. Di bawah bimbinganPRAMONO D FEWIDARTO.

Era new wave marketing telah mendorong terbentuknya konsumen yang lebih sensitif dan emosional terhadap produk ataupun jasa yang dikonsumsi. Produsen harus menerapkan strategi untuk bisa bertahan dan tidak hanya fokus pada pelayanan essential semata. Pelayanan yang bersifat non essential harus diperhatikan karena pada dasarnya dapat mempengaruhi keberhasilan bisnis, terutama bisnis jasa. Praktek dokter gigi merupakan salah satu industri jasa dengan konsumen yang lebih sensitif dan emosional. Sehingga perlu dilakukan pengkajian penerapanCritical Non-Essential(CNE).

Penelitian ini bertujuan (1) Mempelajari penerapanCritical Non-Essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi (2) Menganalisis harapan dan penilaian konsumen terhadap kondisi fasilitas-fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential(CNE) di tempat praktek dokter gigi dan (3) Evaluasi penerapanCritical Non-Essential(CNE) di tempat praktek dokter gigi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi serta penyebaran kuesioner kepada dokter gigi dan pasien dokter gigi. Data sekunder diperoleh dari studi literatur di perpustakaan, internet, PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) cabang Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan BPS Kota Bogor. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisisgap.

Berdasarkan hasil penelitian, pada dasarnya seluruh dokter gigi yang menjadi obyek penelitian telah menerapkan strategiCritical Non-Essential(CNE). Penerapan Critical Non-Essential (CNE) masih belum sesuai dengan harapan pasien sehingga terdapat gap (kesenjangan). Gap paling besar terdapat pada tempat praktek dokter gigi kelas ramai (3,05), kelas sepi (2,59) dan gap yang paling kecil terdapat pada tempat praktek dokter gigi kelas sedang (2,42).

(3)

PASIEN DOKTER GIGI DI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

EMILYA NORITA

H24070015

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Nama : Emilya Norita NIM : H24070015

Tanggal Lulus :

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Ir. Pramono D. Fewidarto, MS) NIP 1958 0202 1984 03 1003

Mengetahui,

Ketua Departemen

(5)
(6)

iv

Alhamdulillah, segala puji senantiasa penulis panjatkan hanya kepada

Allah SWT yang telah menberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini berjudul

Analisis Penerapan Critical Non-Essential (CNE) dan Dampaknya pada Tingkat

Kenyamanan Pasien Dokter Gigi di Bogor, dan bertujuan untuk menganalisis

penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi di

Kecamatan Bogor tengah.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini masih mengandung kekurangan, sehingga

kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan untuk bahan

perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi

ini bermanfaat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.

Bogor, Agustus 2011

(7)

v

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya serta tidak

pernah meninggalkan penulis dalam setiap langkah.

2. Orang tua (Nazaruddin dan Zulmai Irianti), saudara Muklas Adelin, Rudi

Kurniawan, Wira Hidayat dan Amak Roida tersayang yang selalu

mendoakan, memberikan motivasi, bantuan moril dan materiil, cinta, dan

dukungan yang nyaris sempurna selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan dengan penuh

kesabaran kepada penulis. Kalimat motivasi yang akan selalu diingat penulis

“Jika ingin melihat pemandangan yang lebih indah, maka gunung yang didaki juga harus lebih tinggi”.

4. Bapak Ir. Abdul Basith, MS dan Drs. Edward H Siregar, SE.MM selaku

dosen penguji

5. Seluruh dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah yang telah memberikan

perhatian dan kemudahan dalam penelitian.

6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Departemen Manajemen FEM IPB yang

sangat membantu terlaksananya perolehan ilmu dan penelitian penulis.

7. Sahabat sekaligus saudara Lintau’ers Erida Ersiyoma dan Sriwahyuni yang

selalu memberikan semangat, bantuan pikiran, tenaga dan doa dalam proses

penelitian.

8. Nurul Mursyidah yang telah memberikan semangat, bantuan pikiran, tenaga,

dan saling membantu dalam suka dan duka.

9. Sahabat sekaligus saudara Ababil (Uul, Eka, Putri, Riri, Ica) yang selalu

mengajarkan kebersamaan dan saling membantu dalam suka dan duka.

10. Teman-teman sebimbingan (Riri, Uul, Dancew, Resti dan Pa’un) yang telah

bersama-sama menghadapi semua rintangan dan saling menguatkan.

(8)

vi

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pemasaran Jasa ... 5

2.2. Kulitas Jasa... 6

2.3. Konsumen ... 8

2.4. Critical Non-Essential(CNE) ... 10

2.4.1 Konsep Dasar CNE... 10

2.4.2 Penerapan dan Keuntungan CNE ... 11

2.4.3 Langkah-langkah Menciptakan CNE ... 12

2.4.4 Kriteria Dokter Gigi yang Menerapkan CNE ... 13

2.5. Praktek Dokter Gigi ... 13

2.6. Metode Pengambilan Sampel... 14

2.7. Uji Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 14

2.8. Analisis Deskriptif ... 16

2.9. Analisis Kesenjangan (gap)... 16

III. METODE PENELITIAN... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual... 18

3.2. Tahapan Penelitian ... 20

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 22

3.4. Metode Penelitian ... 22

3.4.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 22

3.4.2 Metode Pengambilan Sampel... 23

3.4.3 Alat Pengumpulan Data... 23

(9)

vii

Bogor Tengah... 25

4.2. Analisis PenerapanCritical non-Essential ... 27

4.3. PelayananEssentialdanNon-EssentialTerkait Karakteristik Pasien... 32

4.3.1 Kepuasan Pasien terhadap PelayananEssential... 33

4.3.2 PelayananEssentialdanNon-Essential Terkait Jumlah dan Kontiutas Kunjungan ... 34

4.3.3 PelayananEssentialdanNon-Essential Terkait Demografi Pasien... 39

4.4.4 PelayananEssentialdanNon-Essential Terkait Pengetahuan dan Pengalaman Pasien... 48

4.4. AnalisisGapAntara Harapan dan Penyediaan Fasilitas 55 4.5. Menganalisis Efektifitas Fasilitas Dalam Penerapan Critical non-Essential(CNE) ... 64

4.6. Implikasi Manajerial ... 65

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

1 Kesimpulan ... 68

2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(10)

viii

No. Halaman

1. Tabel tren rasio jumlah penduduk per dokter gigi Kota Bogor... 2 2. Distribusi penyebaran dokter gigi per kelurahan ... 24 3. Persentase tempat praktek yang menyediakan fasilitas CNE ... 26 4. Persentase penyediaan fasilitas untuk kategori media

Komunikasi danEntertainment…………….. 27 5. Persentase penyediaan fasilitas untuk kategori fasilitas

ruangan…………... 27 6. Persentase penyediaan fasilitas untuk kategori fasilitas

penunjang ... 28 7. Rentang jumlah kunjungan untuk setiap cluster dokter gigi... 31 8. Frekuensi tingkat kepuasan pelayanan dokter (essential)……… 33 9. Penyebaran pasien terkait jumlah kunjungan setiap

kelas dokter gigi... 34 10. Penyebaran pasien setiap kelas dokter gigi terkait

jumlah kunjungan... 35 11. Tingkat kepuasan (essential) terkait jumlah kunjungan

dan kelas dokter gigi…………….. 35 12. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait jumlah kunjungan dan

kelas dokter gigi ... 36 12. Penyebaran pasien terkait kontinuitas pada setiap

kelas dokter gigi... 37 13. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi

terkait kontinuitas kunjungan …………... 37 14. Tingkat kepuasan (essential) terkait kontinuitas kunjungan... 38 15. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait kontinuitas kunjungan……. 38 16. Penyebaran pasien sesuai karakteristik jenis kelamin

pada setiap kelas dokter gigi………... 39 17. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi

sesuai karakteristik jenis kelamin... 39 18. Tingkat kepuasan(essential) terkait jenis kelamin

dan kelas dokter gigi ... 40 19. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait jenis kelamin

dan kelas dokter gigi ... 40 20. Penyebaran pasien sesuai karakteristik usia

pada setiap kelas dokter gigi……… 41 21. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi terkait

karakteristik usia………. 41 22. Tingkat kepuasan (essential) terkait usia dan

kelas dokter gigi………... 42 23. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait usia dan

(11)

ix

25. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi

sesuai karakteristik pengeluaran ke dokter gigi... 45 26. Tingkat kepuasan (essential) terkait pengeluaran

per bulan ke dokter gigi………... 45 27. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait pengeluaran

per bulan ke dokter gigi………... 45 28. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait frekuensi kunjungan dan

kelas dokter gigi ... 42 29. Penyebaran pasien sesuai karakteristik pendidikan

pada setiap kelas dokter gigi………... 46 30. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi sesuai

karakteristik pendidikan………... 47 31. Tingkat kepuasan (essential) terkait pendidikan pasien

dan kelas dokter gigi... 47 32. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait pendidikan pasien

dan kelas dokter gigi... 48 33. Penyebaran pasien sesuai sumber

informasi pada setiap kelas dokter gigi……… 48 34. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi

sesuai sumber informasi………... 49 35. Tingkat kepuasan (essential) terkait sumber informasi

dan kelas dokter gigi... 49 36. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait sumber informasi

dan kelas dokter gigi... 50 37. Penyebaran pasien sesuai alasan utama mamilih dokter gigi

pada setiap kelas dokter gigi………. 51 38. Penyebaran pasien pada setiap kelas dokter gigi

sesuai alasan utama mamilih dokter gigi………. 51 39. Tingkat kepuasan (essential) terkait alasan utama memilih

dokter gigi dan kelas dokter gigi ... 52 40. Tingkat kenyamanan (CNE) terkait alasan utama memilih

dokter gigi dan kelas dokter gigi ... 53 41. Tingkat kepuasan (essential) terkait rata-rata waktu tunggu

dan kelas dokter gigi... 53 42. Tingkat kenyamanan (CNE terkait rata-rata waktu tunggu

dan kelas dokter gigi... 54 43. Rentang skor tingkat kepentingan dan hasil penilaian untuk

kategori media Komunikasi danEntertainment... 55 44. Rentang skor tingkat kepentingan dan hasil penilaian untuk

kategori fasilitas ruangan dan penunjang... 55 45. Analisis kesenjangan (Gap)pada dokter gigi yang tergolong

sepi ... 56 46. Analisis kesenjangan(Gap)pada dokter gigi yang tergolong

(12)

x

No. Halaman

1. Hubungan antara harapan, kepuasan, dan kualitas jasa yang

(13)

xi

No. Halaman

1. Tabel resume metodologi penelitian... 71

2. Kuesioner dokter gigi ... 72

3. Kuesionerpasien dokter gigi………... 75

4. Perhitungan validitas dan reliabilitas kuesioner... 81

5. Perhitungan bobot per kelas dokter gigi ... 82

6. Hasil tabulasi data jumlah pasien gigi ... 85

(14)

1.1. Latar Belakang

Beberapa dekade terakhir, industri jasa terus berkembang yang

ditandai dengan bermunculannya berbagai jenis jasa baru yang inovatif.

Pertumbuhan industri jasa yang semakin pesat tentunya menuntut produsen

untuk memberikan perhatian lebih pada jasa yang akan mereka pasarkan.

Perusahaan juga diharuskan untuk merumuskan dan menerapkan berbagai

strategi untuk dapat terus eksis dan bertahan di tengah persaingan.

Sejauh ini para pemasar terlalu terfokus pada strategi pro-aktif yang

dimana terlalu aktif dalam mengejar pelanggan dari pada menunggu hasil dari

pemasaran‘mulut ke mulut’. Padahal pemasaran mulut ke mulut atau dikenal

denganword of mouthyang merupakan arahan re-aktif tidak kalah efektif. Ide

word of mouth ini kemudian disempurnakan dengan sebuah strategi yang

dikenal dengan Critical non-Essentials (CNE). CNE merupakan bagian

‘diluar inti’ atau bersifat non-essential. Meskipun terkait dengan hal yang

bersifat non-essential, namun penerapan CNE membawa manfaat ganda dan

mampu membuat perbedaan besar bagi perusahaan jasa tersebut.

CNE penting diterapkan dalam berbagai jenis bisnis, terutama bisnis

jasa seperti pelayanan kesehatan. Dokter gigi merupakan salah satu bentuk

jasa yang perlu menerapkan konsepcritical non-essential(CNE) secara prima

kepada konsumen. CNE merupakan bagian yang sangat penting dalam

praktek dokter gigi karena CNE memiliki segala sesuatu yang berkaitan

dengan kenyamanan sehingga menjadi sesuatu yang berkesan bagi konsumen.

Selain itu, perlu diingat bahwa konsumen sekarang bukan lagi konsumen

yang pasif tapi konsumen yang sensitif dan emosional.

Konsumen dokter gigi adalah konsumen lebih sensitif dan lebih

emosional karena kebanyakan dari konsumen datang ke tempat praktek

dokter gigi mungkin dalam keadaan sakit dan tidak nyaman. Biasanya,

konsumen juga harus menunggu giliran pemeriksaan dan harus antri dalam

waktu yang cukup lama, karena waktu pelayanan untuk setiap pasien tidak

(15)

konsumen. Konsumen tentunya tertekan saat menunggu, yang biasanya

disebabkan oleh rasa takut atau juga pengaruh suara alat bor gigi dalam

ruangan.

Penerapan CNE sangat diperlukan pada jasa dokter gigi, CNE

merupakan jawaban bagaimana membuat konsumen merasa nyaman, relax

dan jauh dari tekanan. Dokter gigi tentunya harus mampu memberikan

pelayanan diluar pelayanan inti (perawatan gigi), seperti penyediaan fasilitas

media komunikasi, entertainment (TV dan musik), penyediaan minuman

segar dan juga tata ruangan yang mampu menciptakan suasana nyaman bagi

konsumen. Penerapan CNE yang seperti ini diharapkan mampu membuat

konsumen merasa nyaman saat menunggu.

Penerapan CNE juga diperlukan agar dapat bertahan ditengah

persaingan yang terus meningkat. Dengan penerapan strategi CNE dokter gigi

dapat menarik maupun mempertahankan loyalitas konsumennya. Tercatat

tren rasio jumlah penduduk per dokter gigi terus menurun. Hal ini

mengindikasikan persaingan indutri jasa dokter gigi yang semakin meningkat.

Tabel 1. Tren rasio jumlah penduduk per dokter gigi kota Bogor Tahun Jumlah Penduduk

Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan kota Bogor, 2010

Saat ini, kebanyakan pelayanan dokter gigi terlalu fokus pada layanan

inti (essential) seperti kompetensi dokter, kualitas obat dan ketersediaan

peralatan kedokteran. Padahal tuntutan konsumen berubah, Fokus ini tentu

tidak cukup untuk menciptakan kenyamanan dan kepuasan konsumen yang

pada akhirnya akan mengalami kesulitan bertahan dalam persaingan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan,

Bogor Tengah merupakan kecamatan di Kota Bogor dengan jumlah praktek

(16)

diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kecamatan Bogor Tengah merupakan

Kecamatan dengan laju pertumbuhan terendah. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa persaingan dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah

sangat tinggi dengan rasio dokter gigi per penduduk yang sangat kecil. Oleh

karena itu, melihat persaingan dokter gigi yang terpusat di Bogor Tengah

maka penelitian ini difokuskan di Kecamatan Bogor Tengah.

Tempat praktek dokter gigi yang ada di Kecamatan Bogor Tengah

tentunya ada yang sudah menerapkan CNE, baik direncanakan atau tidak

direncanakan. Pelayanan atau fasilitas yang mereka berikan merupakan

bagian dari strategi CNE. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui sejauhmana para dokter gigi memahami CNE dan

menerapkannya, serta apa dampaknya pada peningkatan kenyamanan dan

kepuasan pasien.

1.2. Perumusan Masalah

Sejauh ini masih banyak penyedia jasa perawatan gigi (praktek dokter

gigi) yang tidak menyadari pentingnya CNE. Tempat praktek dokter gigi

tentunya ada yang sudah menerapkan CNE. Pelayanan atau fasilitas yang

mereka berikan merupakan bagian dari strategi CNE. Berdasarkan uraian

sebelumnya, maka peningkatan palayanan pada pasien dokter gigi perlu

mendapatkan perhatian serius. Kondisi pasien dan persaingan menegaskan

perlunya penerapan CNE. Permasalahannya adalah apakah CNE telah

diterapkan dan bagaimana penerapan CNE yang diinginkan pasien serta

dampaknya pada kenyamanan (rasa nyaman).

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek

dokter gigi.

2. Menganalisis harapan dan penilaian konsumen terhadap kondisi

fasilitas-fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek

dokter gigi.

3. Menganalisis efektifitas fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential

(17)

1.4.Ruang Lingkup

Penelitian ini berfokus pada menerapan strategiCritical Non-Essential

(CNE) di tempat praktek dokter gigi. Analisis penerapan CNE dilaksanakan

pada bulan Maret 2011. Penelitian ini dilakukan pada tempat praktek dokter

gigi yang ada di daerah Bogor Tengah. Hasil penelitian hanya untuk

mengetahui sejauhmana CNE diterapkan di tempat praktek dokter gigi dan

bagaimana dampaknya terhadap peningkatan kenyamanan dan kepuasan

pasien.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sarana bagi penulis untuk

mengaplikasikan ilmu secara lansung yang diperoleh selama kuliah,

terutama dibidang pemasaran.

2. Bagi praktek dokter gigi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

banyak masukan untuk perbaikan pelayanan yang berkelanjutan.

(18)

2.1. Pemasaran Jasa

Pemasaran adalah proses pemberian kepuasan kepada konsumen

untuk mendapatkan laba. Secara terinci, pemasaran merupakan proses sosial

dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka

butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai

dengan pihak lain (Kotler, 2007). Sedangkan asosiasi pemasaran dalam

Kotler (2007) mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan

pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan,

barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi

sasaran-sasaran individu dan organisasi.

Menurut GronroosdalamLupiyoadi (2008), jasa adalah kegiatan atau

serangkaian kegiatan tidak berwujud, terjadi dalam interaksi antar karyawan

dan pelanggan atau sumber daya fisik dan sistem penyedia layanan, yang

disediakan sebagai solusi untuk masalah pelanggan.

Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama,

pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya

tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat

konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya

dilakukan dengan segera. Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas

adalah penting untuk mewujudkan produk yang dibentuk. Tujuan manajemen

jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan tertentu.

Karena erat kaitannya dengan pelanggan, tingkat ini dihubungkan dengan

tingkat kenyamanan dan kepuasan konsumen (Rangkuti, 2008)

Menurut McCarty dalam Arief (2007), terdapat tujuh marketing mix

dalam jasa, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Product

Produk adalah segala sesuatu yang diawarkan oleh perusahaan

(19)

2. Price

Jasa merupakan sesuatu yang tidak nyata maka harga dapat

menjadi sebuah indikator yang dianggap mewakili kualitas jasa

tersebut.

3. Promotion

Promosi merupakan cara ntuk mengkomunikasikan manfaat jasa

kepada konsumen yang merupakan elemen penting dalam industri

jasa.

4. Place

Place merupakan tempat dan saluran distribusi yang dimaksudkan

untuk mempermudah konsumen mendapatkan produk yang

ditawarkan.

5. People

Karyawan perusahaan merupkan elemen vital dalam bauran

pemasaran jasa.

6. Process

Pada industri jasa produksi sering kali lebih penting daripada

hasilnya. Hal ini karena terjadinya interaksi langsung antara

produsen yang melakukan proses produksi denan konsumen yang

mengkonsumsi jasa pada saat yang bersamaan.

7. Physical Evidence

Sifat jasa yang tidak nyata hanya bisa dinilai setelah dikonsumsi

akan meningkatkan risiko pengambilan keputusan pembelian

konsumen. Dengan demikian tantangan kritis dalam pemasaran

jasa membuat jasa lebih nyata dengan cara mengelola bukti fisik

yang dapat dihubungkan dengan jasa yang ditawarkan.

2.2. Kualitas Jasa

Rangkuti (2008) mendefinisikan jasa yang berkualitas adalah jasa

yang penyampaiannya melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Keberhasilan

suatu bisnis jasa tentu sangat bergantung dari kualitas yang diperlihatkan,

apakah sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen. Kualitas jasa

(20)

dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila persepsi konsumen tentang

layanan jasa yang diberikan lebih besar dari jasa yang diharapkan tentu

konsumen akan merasa puas dan mungkin tertarik untuk menggunakan

perusahaan atau penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang

terjadi adalah sebaliknya, dimana persepsi tentang jasa yang diterima

konsumen lebih kecil dari harapan tentu konsumen akan merasa kecewa

sehingga cenderung menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang

bersangkutan.

Penelitian mengenai customer-perceived quality pada industri jasa

oleh Leonard dan Zeithaml dalam Rangkuti (2008), mengidentifikasikan 5

kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada

pelanggan, yaitu :

1. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataan pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat

merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para

pelanggannya. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana

produk jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa

yang diinginkan oleh konsumen.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan

konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu

memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan tetapi kurang

bisa menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini biasanya terjadi karena

tiga faktor, pertama tidak adanya komitmen yang jelas dan total dari pihak

manajemen terhadap kualitas, kedua kurangnya sumber daya, baik sumber

daya SDM-nya maupun sumberdaya material pendukung dan yang

terakhir disebabkan oleh adanya kelebihan permintaan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Adanya beberapa pemicu terjadinya kesenjangan ini, diantaranya sumber

daya manusia yang kurang terlatih atau karyawan belum bisa menguasai

tugasnya, beban kerja yang melampaui batas, kegagalan dalam mencapai

(21)

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali

tingkat ekspektasi atau kepentingan pelanggan cenderung dipengaruhi

oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Dari

janji tersebut akan menjadi resiko bagi perusahaan tersebut apabila janji

tersebut tidak dapat dipenuhi, yang nanti akan berimplikasi pada persepsi

negatif pelanggan terhadap kualitas jasa perusahaan.

5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi

perusahaan dengan cara dan sudut pandang yang berbeda, atau pelanggan

keliru dalam mempersepsikan kualitas jasa yang diterimanya.

2.3. Konsumen

Menurut Yamit (2004) pelanggan dan konsumen memang sangat sulit

untuk dibedakan, namun terdapat perbedaan nyata dalam frekuensi

penggunaan suatu produk atau jasa. Konsumen menggunakan jasa atau

produknya hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat, sedangkan pelanggan

merupakan konsumen yang melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa

yang dihasilkan perusahaan.

Harapan konsumen terdiri atas beberapa elemen, termasuk jasa yang

diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami, dan zona toleransi yang

berkisar antara tingkat-tingkat jasa yang diinginkan dan memadai. Menurut

Lovelock (2007) jasa yang diinginkan (desired service) adalah jenis jasa yang

diharapkan pelanggan akan mereka terima. Sedangkan tingkat harapan lebih

rendah disebut jasa yang memadai (adeguate service) yaitu tingkat jasa

minimum yang dapat diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas.

Menurut Oliver dalam Husein Umar (2003) kepuasan dan

kenyamanan konsumen adalah sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi

terhadap kinerja alternatif jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan

sebelum pembelian. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau

ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh

mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah

keadaan emosional, reaksi mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan,

(22)

Kepuasan dan kenyamanan konsumen adalah indikator utama dari

standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan

kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan

yang akan mempengaruhi profitabilitas fasilitas kesehatan tersebut. Para

pelanggan akan merasa berdaya didalam dirinya jika mereka merasakan

kenyamanan secara psikologis, dan penyedia pelayanan pelanggan akan dapat

menyajikan kenyamanan psikologis dengan cara menawarkan keandalan dan

prediktabilitas pelayanan mereka. Pelayanan yang sesuai dengan harapan

konsumen pada akhirnya tentu akan menghasilkan kepuasan dan

kenyamanan. Pada akhirnya akan menghasilkan suatu pelayanan yang disebut

dengan pelayanan prima

Keunggulan jasa

yang dipahami

atau

dipersepsikan

Memadainya

Jasa yang

dipahami

Gambar 1. Hubungan antara Harapan, Kepuasan, dan Kualitas Jasa yang dipersepsikan (Lovelock et al, 2005)

Ukuran-ukuran kualitas

jasa

Jasa diinginkan

Jasa memadai

Jasa yang dipahami

(23)

2.4.Critical Non-Essential(CNE)

2.4.1. Konsep dasarCritical Non-Essential(CNE)

Pandangan tradisional dalam dunia bisnis (Lund, 2007) :

1. Konsumen mengerti dan menilai bagian inti dari bisnis berdasarkan

kegiatan dari bisnis tersebut.

2. Konsumen menilai keahlian suatu bisnis berdasarkan kualitas

pelayanan yang baik yang konsumen terima.

3. Daerah diluar inti bisnis (kemasan umum, dekorasi dll) tidak lebih

penting untuk konsumen dibandingkan dengan daerah inti bisnis.

Pandanganmoderndalam dunia bisnis :

1. Sekarang, pengusaha harus menyadari bahwa konsumen tidak

mengerti banyak tentang apa yang perusahaan lakukan, sehingga

konsumen menilai kualitas pekerjaan jauh berbeda dari yang

perusahaan lakukan untuk konsumen.

2. Pendapat pelanggan tentang mutu dilihat dari banyak hal, bisnis

yang sebenarnya atau bagian inti dari bisnis hanya menjadi bagian

yang kecil.

3. Bagian non-inti dari bisnis adalah kontributor yang sangat penting

untuk persepsi masyarakat dari apa yang perusahaan lakukan.

Critical Non-Essential (CNE) merupakan bagian non-inti dari

bisnis, yang seolah-olah tidak terlalu penting tetapi dalam

kenyataannya penting bagi keberhasilan bisnis.Critical Non-Essential

(CNE) adalah hal-hal yang berada di luar bagian yang diperlukan atau

inti dari bisnis dan konsumen tidak memerlukan tambahan biaya

untuk mendapatkannya (Lund, 2007).

Kualitas produk dan layanan harus tetap menjadi tujuan dasar

dalam berbisnis. Jika hanya menggunakan Critical Non-Essential

(CNE) untuk mempromosikan citra sebuah 'bisnis yang berkualitas'

kepada pelanggan, maka pelanggan tidak akan menemukan kualitas

dari bisnis tersebut dan pelanggan akan merasa sangat tertipu. Setiap

orang dalam bisnis perlu mengetahui apa saja yang mereka lakukan

(24)

cukup jika hanya mengetahui secara teknis kompetensi di bagian inti

dari bisnis , karena ada hal-hal lain yang bahkan lebih penting untuk

membangun sebuah bisnis yang sukses dan menguntungkan.

2.4.2. Penerapan dan KeuntunganCritical Non-Essential(CNE)

Critical Non-Essential (CNE) mudah dibangun dalam suatu

bisnis jika pelaku bisnis dapat memahami empat prinsipCritical

Non-Essential (CNE) dan bagaimana Critical Non-Essential (CNE)

diterapkan dalam bisnis (Lund, 2007), yaitu:

1. Daerah di luar bisnis inti lebih mudah ditangani, diamati dan

memberikan manfaat yang lebih kepada konsumen.

2. Perhatian terhadap detail dalam hal-hal kecil menciptakan kesan

positif yang kuat dari kompetensi teknis inti.

3. Semua orang dalam tim harus ikut berkontribusi pada pengerjaan

hal-hal kecil yang sangat penting.

4. Dampak dari upaya yang dilakukan pada daerah-daerah non-inti,

didasarkan pada bagusnya konsistensi yang dihasilkan.

Menerapkan Critical Non-Essential (CNE) dalam bisnis

memberikan banyak keuntungan, yaitu :

1. CNE memberikan kejelasan konfirmasi tentang kompetensi yang

dimiliki oleh bisnis tersebut.

2. CNE membuat jumlah konsumen meningkat pada bisnis tersebut

dan membuat konsumen memberikan penghargaan terhadap apa

yang perusahaan lakukan lebih daripada sebelumnya.

3. CNE membuat konsumen merasa sangat diperhatikan dan

diutamakan daripada sebelumnya.

4. CNE membuat situasi bisnis membaik, dan konsumen

menunjukkan apresiasi nyata terhadap keterampilan para pelaku

bisnis.

5. CNE membuat konsumen kembali datang untuk menggunakan

kembali jasa dari bisnis tersebut sehingga menyebabkan

(25)

6. Pada akhirnya CNE dapat mempermudah pelaku bisnis untuk

mencapai kesuksesannya, membuat suasana kerja menjadi lebih

nyaman, konsumen dan karyawan merasa nyaman terlibat dalam

bisnis tersebut, sehingga semua pihak yang terlibat dalam bisnis

tersebut merasa ”happy”.

2.4.3. Langkah-langkah MenciptakanCritical Non-Essential(CNE)

Langkah-langkah menciptakanCritical Non-Essential(CNE) :

1. Pilih area yang benar-benar menarik.Critical Non-Essential(CNE)

harus menyenangkan bagi pelanggan.

2. Pilih area yang mempunyai jarak (tetapi tidak terlalu jauh) dari inti

bisnis. Fokus pada objek atau tugas yang kelihatannya jauh dari

produk inti, pelayanan dan keterampilan bisnis dan profesi. Itulah

yang membuat Critical Non-Essential (CNE) begitu berkesan.

Namun, Critical Non-Essential (CNE) harus memiliki beberapa

hubungan dengan inti dari bisnis. Sebuah Critical Non-Essential

(CNE) harus dilihat sebagai sesuatu yang tidak benar-benar harus

dilakukan sebagai bagian dari bisnis biasa.

3. Pilih sesuatu yang sangat terlihat. Membuat Critical Non-Essential

(CNE) jelas dan mudah terlihat. Pastikan bahwa perusahaan dapat

memperlihatkan CNE untuk konsumen sehingga dapat dirasakan

manfaatnya oleh konsumen.

4. Pilih area yang menjadi perhatian pelanggan. Critical

Non-Essential (CNE) sangat berguna untuk menghilangkan

kekhawatiran yang kemungkinan akan membuat konsumen marah.

5. Pilih sesuatu yang sulit muncul, tetapi sebenarnya tidak. Harus

jelas kepada konsumen bahwa perusahaan telah mengambil

perhatian besar dengan menciptakan dan menerapkanCritical

Non-Essential(CNE).

6. Ambil Critical Non-Essential (CNE) ke ekstrim. Tidak peduli

seberapa baik mengikuti prinsip-prinsip Critical Non-Essential

(26)

dampak yang ditimbulkan oleh CNE sebagai alat pemasaran tidak

akan maksimal.

2.4.4. Kriteria Praktek Dokter Gigi yang Sudah Menerapkan Strategi CNE dan yang Belum Menerapkan Strategi CNE

Praktek dokter gigi yang hanya memberikan jasa kesehatan

terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi

saja belum bisa dikatakan menerapkan strategi CNE. Pelayanan jasa

dokter gigi yang hanya berfokus pada pengetahuan dan kompetensi

teknis, hanya mementingkan atau terlalu berfokus pada tingkat

pengetahuan, keahlian dan skill dokter gigi dan juga peralatan teknis

yang berhubungan dengan profesi dokter gigi.

Praktek dokter gigi yang sudah menerapkan CNE akan berfokus

pada penciptaan memorable experience bagi konsumennya. Di mana

tidak lagi berfokus pada essential dari pelayanan jasa kesehatan.

Menyediakan pelayanan yang memang tidak penting untuk

kelansungan bisnis namun disadari apabila diterapkan akan membawa

manfaat ganda bagi bisnisnya, contohnya seperti penyediaan fasilitas

ruang tunggu yang nyaman dilengkapi dengan AC, sofa yang

membuat konsumen merasa lebih dimanjakan. Menyediaan fasilitas

entertainment dan media komunikasi yang bisa membuat konsumen

menjadi lebih relax dan nyaman sehingga mereka mendapat

pengalaman yang luar biasa dari sebuah transaksi jasa yang mereka

lakukan.

2.5. Praktek Dokter Gigi

Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan .

Dokter atau dokter gigi adalah dokter atau dokter spesialis lulusan

pendidikan kedokteran spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi, baik didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh

Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

(27)

Praktek Dokter Gigi dan Mulut sesuai dengan peraturan Menteri

Kesehatan nomor 1173/menkes/per/x/2004 adalah sarana pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut

perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan

pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang

dilaksanakan melalui rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan

medik.

2.6. Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan untuk melakukan pengambilan sampel yaitu

dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2003).

N

n= ……… (1)

1 +Ne2

Dimana :

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang dapat ditolerir. Dalam penelitian ini

kelonggaran ketidaktelitian yang diambil sebesar 10 persen.

2.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur

apa yang ingin diukur. Langkah-langkah dalam menguji validitas kuesioner

adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.

Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu,

sehingga operasionalnya dapat dilakukan.

2. Melakukan uji coba pengukuran tersebut pada sejumlah responden.

Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.

Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang.

Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih

mendekati kurva normal.

(28)

4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan

dengan skor total, dan menggunakan rumus teknik korelasi product

moment, yaitu (Umar, 2003):

n(∑ XY) –(∑ X∑ Y)

rhitung = ……… (2)

[n∑ X2–(∑ X)2] [n∑ Y2–(∑ Y)2]

Dimana:

X = Skor pernyataan

Y = Skor total pernyataan

n = Jumlah responden

r = Nilai koefisien korelasi

Hipotesis:

H0 : Instrumen dinyatakan tidak valid (α= 0)

H1 : Instrumen dinyatakan valid (α ≠ 0)

Setelah dihitung, nilai korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan

angka kritik tabel korelasi nilai r, dengan n = 30 dan taraf signifikansi sebesar

5% diperoleh nilai r tabel 0,361. Jika nilai korelasi yang diperoleh lebih besar

dari 0,361 maka H0ditolak dan H1diterima.

Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu

alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Suatu alat pengukuran

dikatakan reliabel, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang

konsisten dari dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Teknik yang

digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen adalah teknik Alpha

Cronbach(Umar, 2003) dengan rumus sebagai berikut:

k ∑ b2

r11= ( )(1 - ) ……….. (3)

(29)

Dimana:

r11 = reliabilitas instrument

k = banyak butir pertanyaan

t2 = varian total

∑ b2 = jumlah varian butir

2.8. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk

menguji generalisasi hasil penelitian yang didasarkan atas satu sampel.

Analisis deskriptif ini dilakukan melalui pengujian hipotesis deskriptif. Hasil

analisisnya adalah apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan atau

tidak. Jika hipotesis nol (H0) diterima, berarti hasil penelitian dapat

digeneralisasikan. Analisis deskriptif ini menggunakan satu veriabel atau

lebih tapi bersifat mandiri. Analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan

data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih

ringkas. Data yang terkumpul dalam riset pemasaran seperti survei biasanya

memiliki nilai observasi yang cukup beragam sehingga akan sulit maka data

yang diperoleh dihitung persentasenya yang paling dominan dari dari

masing-masing variabel yg diteliti. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

……….(4)

Keterangan :

P = Persentase responden yang memilih kategori tertentu

fi = Jumlah responden yang memilih kategori tertentu

fi = Total jawaban

2.9. Analisis Kesenjangan (gap)

Analisis gap dilakukan untuk mengukur kesenjangan yang terjadi.

Hasil dari analisis ini memberikan informasi mengenai seberapa besar suatu

atribut jasa telah memenuhi harapan konsumen. Analisis gap dilakukan

untuk menilai tingkat kenyamanan pelanggan terhadap fasilitas CNE yang

disediakan, serta mengidentifikasi bagian yang dianggap penting ataupun

(30)

Setelah kuesioner terkumpul, data diolah dengan menghitung rata-rata

tingkat kepentingan atau bobot masing-masing fasilitas aktual dan rata-rata

tingkat kenyamanan atau kepuasan terhadap fasilitas aktual. Serta

menghitung perkiraan dampak fasilitas harapan (fasilitas CNE yang

diharapkan) terhadap tingkat kenyamanan konsumen

Rumus perhitungan nilai kepentingan untuk setiap fasilitas CNE (jumlah

atau rata-rata bobot).

(K1X 1) + (K2X 2) + (K3X 3) + (K4X 4)

NKi= ……….(5)

r

Keterangan : NKi = Nilai kepentingan terhadap setiap item fasilitas

K1 = Jumlah responden dengan jawaban A

K2 = Jumlah responden dengan jawaban B

K3 = Jumlah responden dengan jawaban C

K4 = Jumlah responden dengan jawaban D

r

= Total responden

1, 2, 3, 4 = Skor yang diberikan responden

Rumus perhitungan nilai kenyamanan atau kepuasan untuk setiap item

fasilitas aktual (tersedia saat ini) :

(Y1X 1) + (Y2X 2) + (Y3X 3) + (Y4X 4)

NYi = ……….(6)

r

Keterangan : Nyi = Nilai kenyamanan terhadap setiap item fasilitas aktual Y1 = Jumlah responden dengan jawaban A

Y2 = Jumlah responden dengan jawaban B

Y3 = Jumlah responden dengan jawaban C

Y4 = Jumlah responden dengan jawaban D

(31)

3.1. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan industri jasa yang semakin pesat tentunya menuntut

produsen untuk memberikan perhatian ekstra pada jasa yang akan mereka

pasarkan. Untuk bertahan dalam persaingan sengit, pelayanan seorang dokter

gigi seharusnya tidak cukup hanya dengan mengandalkan pelayanan jasa inti

atau essential saja. Terlebih lagi produsen jasa harus menyadari bahwa

konsumen yang dihadapi sekarang bukanlah konsumen yang pasif tapi adalah

konsumen yang sensitif dan emosional. Saat ini konsumen mungkin tidak

hanya berfokus pada kebutuhan pokok atau layanan inti (essential) dari

dokter gigi seperti kompetensi dan keahlian dokter, kualitas obatnya,

profesionalitas kerja dan lain-lain.

Hal-hal yang mungkin dianggap kecil seperti kondisi ruang tunggu

pribadi, tawaran minuman segar, ketersediaan TV dan lain-lain (Critical

Non-Essential) di tempat praktek tentu akan mampu membuat perbedaan besar.

Hal ini tentu dapat meningkatkan kepuasan atau kenyamanan bagi pasien saat

menunggu mendapat giliran diperiksa oleh dokter gigi. Analisis penerapan

Critical Non-Essential (CNE) pada tempat praktek dokter gigi dilakukan

berdasarkan penerapan aktual CNE dan berdasarkan keinginan konsumen

terhadap CNE yang diterapkan. Analisis ini memungkinkan untuk melihat

gap atau perbedaan antara penerapan CNE aktual dengan keinginan

konsumen terhadap penerapanCritical Non-Essential(CNE).

Kajian terhadap penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat

praktek dokter gigi memungkinkan dokter gigi untuk mendapatkan informasi

dan bahan analisa dalam mengambil keputusan selanjutnya. Critical

Non-Essential (CNE) tentu bertujuan untuk membuat konsumen merasakan

kenyamanan dan pada akhirnya mengalamimemorable experience. Sehingga

pelayanan jasa dokter gigi di Kota Kecamatan Bogor Tengah dapat terus

(32)

Gambar 2. Kerangka pemikiran konseptual

Meningkatnya Persaingan Industri Jasa Praktek Dokter

Gigi di Bogor Tengah

Peningkatan Pelayanan Jasa Lainnya atau jasa non-Inti

(Critical Non-Essential) Praktek Dokter Gigi di

Bogor Tengah

Realita dan Keinginan Pasien Terhadap Penerapan

Critical Non-Essential (CNE) pada Tempat Praktek Dokter Gigi di

Bogor Tengah

Kepuasan dan Kenyamanan Pasien di Tempat Praktek Dokter

Gigi di Bogor Tengah Peningkatan

Pelayanan Jasa Inti atauEssentialPraktek

Dokter Gigi di Bogor Tengah

Kompetensi dan Keahlian Dokter Gigi

di Tempat Praktek Dokter Gigi di Bogor

Tengah

Loyalitas Pasien dan Promosi ‘Word of

Mouth’

Praktek Dokter Gigi di Bogor Tengah

(33)

3.2. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian diawali dengan mengkaji permasalahan yang ada

di tempat praktek dokter gigi dan kemudian menentukan ruang lingkup

penelitian. Langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan akhir yang ingin

dicapai dari penelitian dan memberikan masukan berupa informasi dan

analisis bagi pihak perusahaan berupa kesimpulan akhir penelitian.

Kesimpulan akhir penelitian dapat digunakan perusahaan untuk mengambil

keputusan dan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan selanjutnya dalam

penerapancritical non-essential(CNE).

Kegiatan selanjutnya adalah melakukan kaji literatur dan studi

pustaka. Setelah itu dilakukan penelitian pendahuluan untuk melihat kondisi

yang terjadi di tempat praktek dokter gigi yang tersebar di Bogor Tengah,

khususnya kondisi pelayanan yang termasuk dalam pelayanan critical

non-essential. Kemudian membagi fasilitas critical non-essential kedalam

beberapa kategori seperti; kategori media komunikasi danentertainment(TV,

majalah, dll), kategori fasitilas pendukung ruang tunggu (AC, sofa, dll) serta

ketegori fasilitas penunjang lainnya. Setelah itu baru mengkaji penerapan

critical non-essential (CNE) di tempat praktek dokter gigi yang ada di

Kecamatan Bogor Tengah.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara kepada

dokter gigi, catatan arsip dokter gigi, dan penyebaran kuesioner kepada dokter

gigi dan pasien. Data-data yang didapat dari hasil penelitian akan dianalisa

menggunakan metode-metode yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu

menganalisis penerapan critical non-essential (CNE), mengetahui keinginan

atau kepentingan pasien terhadap penerapancritical non-essential(CNE), dan

Menganalisis efektifitas fasilitas dalam penerapan Critical Non-Essential

(CNE) dan perkiraan dampaknya terhadap tingkat kenyamanan pasien. Untuk

(34)

NO YES

Gambar 3. Tahapan proses penelitian

Critical Non-Essential(CNE)

Identifikasi Penerapan Critical Non-Essential(CNE) di Tempat Praktek

Dokter Gigi di Bogor Tengah Kajian literatur dan studi pustaka.

Pengolahan dan Analisis Data 1. PenerapanCritical Non-Essential

(CNE) di Tempat Praktek Dokter Gigi di Bogor Tengah (Analisis Deskriptif) 2. Analisis Realita dan Keinginan pasien

terhadap PenerapanCritical Non-Essential(CNE) ( Analisisgap) 3. Menganalisis efektifitas fasilitas dalam

penerapan Critical Non-Essential (CNE) dan perkiraan dampaknya terhadap tingkat kenyamanan pasien.

Uji coba Kuisioner Tabulasi data yang diperoleh Penyusunan Kuisioner

OK Pengambilan Sampel : accidental Sampling

Teknik Pengumpulan Data : Wawancara,studi kepustakaan, pengisian kuisioner, sejumlah literatur, laporan jumlah pengunjung di tiap Tempat Praktek Dokter Gigi di Kecamatan Bogor Tengah

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Kesimpulan

(35)

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat praktek dokter gigi yang mandiri

khusus Kecamatan Bogor Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

April sampai Mei 2011. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

pertimbangan jumlah tempat praktek dokter gigi yang berada di Kecamatan

Bogor Tengah memiliki jumlah paling banyak, dengan persentase

pertumbuhan penduduk paling rendah. Sehingga persaingan industri jasa

dokter gigi terpusat di Kecamatan Bogor Tengah. Selain itu, jumlah praktek

dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah lebih bisa mewakili dibandingkan

dengan jumlah tempat praktek dokter gigi yang berada di

kecamatan-kecamatan lain di Kota Bogor.

3.4. Metode Penelitian

3.4.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder yang berupa data eksternal dan internal. Data primer

pada penelitian ini akan diperoleh melalui kuesioner, melalui

wawancara dengan dokter gigi yang menjadi obyek penelitian.

Data-data berupa hasil penyebaran kuesioner kepada pasien dokter gigi dan

juga dokter gigi, gambaran umum tempat praktek dokter gigi. Data

sekunder akan diperoleh dari berbagai literatur, hasil-hasil penelitian

dan buku-buku penunjang yang sesuai dengan penelitian, serta melalui

penelusuran internet. Data internal diperoleh dari data dan arsip dokter

gigi yang berupa tren jumlah kunjungan pasien dalam periode tertentu.

Data yang diperoleh untuk diolah dalam penelitian ini adalah data

mengenai realita penerapan Critical Non-Essential (CNE) praktek

dokter gigi di Bogor Tengah. Kemudian, data mengenai keinginan

konsumen terhadap penerapan Critical Non-Essential (CNE), dan data

mengenai jumlah kunjungan pasien di setiap tempat praktek dokter gigi

(36)

3.4.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel tempat praktek dokter gigi adalah

metode judgement sampling. Dengan cara ini maka semua dokter gigi

di Kecamatan Bogor Tengah tidak memiliki peluang yang sama untuk

dijadikan sampel. Dokter gigi yang dijadikan sampel adalah dokter gigi

dengan kriteria tertentu yang sesuai dengan sasaran dan tujuan

penelitian. Kriteria dokter gigi yang menjadi sampel adalah dokter gigi

yang membuka tempat praktek secara mandiri atau terpisah dari apotek,

klinik maupun rumah sakit. Sedangkan untuk pengambilan sampel

pasien dokter gigi digunakan metode accidental sampling. Cara ini

merupakan cara yang tergantung pada situasi dan kondisi pada saat

akan dilakukan penelitian. Responden penelitian diambil secara

proporsional menurut rata-rata jumlah kunjungan pasien per bulan dari

masing-masing dokter gigi sehingga diperoleah jumlah pasien yang

akan manjadi responden dari setiap dokter gigi. Dengan cara ini semua

populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi

anggota sampel.

Jumlah total pasien yang menjadi responden ditentukan dengan

menggunakan rumus Slovin. Berdasarkan rumus Slovin tersebut,

diperoleh 100 responden yang akan dijadikan sampel. Seratus

responden tersebut diambil dari masing-masing dokter gigi. Setelah itu,

responden dibagi menjadi tiga kelompok yakni responden dari

kelompok praktek dokter gigi yang jumlah kunjungannya tergolong

ramai, sedang dan sepi.

3.4.3 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini

adalah kuesioner dengan pertanyaan terbuka dan skala likert.

Kuesioner dengan pertanyaan terbuka diberikan kepada dokter gigi dan

kuesioner skala likert diberikan kepada pasien dokter gigi.

Sebelum kuesioner disebarkan, terlebih dahulu dilakukan

(37)

dilakukan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar

(konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil dari

uji validitas akan dibandingkan dengan rtabelbernilai 0,361. Kuesioner

yang ditampilkan dalam penelitian ini berupa pernyataan. Uji coba

kuesioner dilakukan terhadap 30 responden. Terdapat 14 pernyataan

pada kuesioner, yang terdiri dari tiga kategori. Dari hasil uji validitas

diperoleh bahwa seluruh butir-butir pernyataan pada kuesioner

dinyatakan valid karena nilai rhitung > rtabel , dimana nilai rtabelsesuai

dengan tingkat kesalahan 10% adalah 0,361.

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus

Cronbach’s Alpha. Dari hasil perhitungan 30 kuesioner yang disebar,

maka diperoleh hasil untuk uji reliabilitas adalah 0,816. Dari hasil uji

reliabilitas, nilai Alpha Cronbach’s > 0,6, maka kuesioner dapat

diandalkan atau reliabel.

3.4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data pada penelitian analisis penerapan

critical non-essential(CNE) dengan menggunakan analisis deskriptif.

Harapan dan penilaian konsumen terhadap kondisi fasilitas-fasilitas

dalam penerapan Critical Non-Essential (CNE) di tempat praktek

dokter gigi dianalisis dengan menggunakan analisis Gap

(38)

4.1. Gambaran Umum Praktek Dokter Gigi di Kecamatan Bogor Tengah

Bogor Tengah merupakan salah satu kecamatan di Kota Bogor dengan

luas 813 Hektar yang didiami oleh lebih kurang 102.203 jiwa. Diantara enam

kecamatan yang ada di Kota Bogor, Bogor Tengah merupakan kecamatan

dengan laju pertumbuhan penduduk terendah yakni sebesar 1,15 persen.

Bogor tengah merupakan kecamatan yang berpotensi sebagai pusat

perdagangan dan jasa yang di tunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah.

Hal ini menyebabkan Kecamatan Bogor Tengah tercatat sebagai kecamatan

dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi yakni sebanyak 12.791

orang per kilo meter persegi.

Bogor Tengah merupakan kecamatan yang sangat berpotensi dibidang

jasa terutama jasa kesehatan seperti jasa dokter gigi. Bogor Tengah

merupakan kecamatan dengan jumlah tempat praktek dokter gigi terbanyak di

Kota Bogor dan tersebar di berbagai kelurahan.

Tabel 2. Distribusi Penyebaran Dokter Gigi per Kelurahan

No Kelurahan Jumlah Tempat Praktek Dokter Gigi

1 Pabaton 8

2 Tegallega 2

3 Sempur 1

4 Babakan Pasar 3

5 Panaragan 2

6 Cibogor 0

7 Babakan 5

8 Paledang 2

9 Ciwaringin 5

10 Gudang 4

11 Kebon Kelapa 1

12 Belong 1

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor (2010)

Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa praktek dokter gigi

lebih banyak terkonsentrasi di kelurahan tertentu seperti Pabaton, Ciwaringin

dan Babakan. Hal ini mengimplikasikan bahwa penyebaran praktek dokter

(39)

di Kecamatan Bogor Tengah sebagian besar merupakan tempat praktek

mandiri atau independen tanpa kerja sama dengan klinik maupun apotek.

Sekitar 75 persen praktek dokter gigi merupakan praktek mandiri dan tempat

praktek lainnya merupakan tempat praktek yang disediakan oleh klinik

ataupun apotek.

Sebagian besar dokter gigi membuka praktek di tempat khusus atau

sewaan yang terpisah dari rumah mereka. Setiap dokter gigi juga

menggunakan satu sampai dua tenaga kerja. Biasanya tenaga kerja tersebut

dijadikan asisten saat praktek di ruang medis. Selain itu, asisten juga

bertugas mengontrol pasien yang antri di ruang tamu dan mengatur semua

waiting listpengunjung.

Bidang keilmuan dokter gigi dari tahun ke tahun mengalami

perkembangan yang cukup baik terutama sejak berkembangnya ilmu

orthodontist. Praktek dokter gigi di Kecamatan Bogor Tengah yang awalnya

hanya menangani pasien tambal dan cabut, sekarang mulai berkembang

aesthetic dental clinic (praktek untuk keindahan gigi) dan juga ilmu implan

gigi titanium. Semakin berkembangnya ilmu kedokteran gigi pelayanan jasa

dokter gigi pun semakin meningkat. Dokter gigi punya peluang lebih banyak

untuk menarik pasien karena pelayanan jasa (produk jasa) yang mereka

tawarkanpun semakin beragam mulai dari cabut, tambal, orto, skeling, implan

dan lain-lain sebagainya.

Terhitung lebih dari 80 persen praktek dokter gigi dibuka pada sore

sampai malam hari dengan hari praktek setiap hari kerja. Ada beberapa dokter

gigi yang menangani pasiennya diluar jam praktek, penanganan yang

dilakukan di luar jam praktek biasanya merupakan penanganan pasien orto,

baik pemasangan maupun untuk operasi. Jenis penanganan pasien orto

merupakan penanganan yang membutuhkan waktu paling lama sehingga

(40)

4.2. Analisis PenerapanCritical Non-Essential

Analisis penerapan critical non-essential dalam penelitian dilakukan

untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan dan pemahaman dokter gigi

tentang strategicritical non essential. Selain itu, analisis juga dilakukan untuk

mengetahui fasilitas-fasilitas apa saja yang disediakan oleh dokter gigi dalam

rangka penerapan strategi critical non-essential. Tercatat dari 18 dokter gigi

yang menjadi obyek penelitian di Kecamatan Bogor Tengah tidak satupun

yang mengetahui dan memahami strategi tentang critical non-essential.

Namun, fakta di tempat praktek dokter gigi menunjukkan bahwa semua

dokter gigi pada dasarnya telah menerapkan strategicritical non-essential.

Semua tempat praktek dokter gigi yang menjadi obyek penelitian telah

menyediakan fasilitas-fasilitas dalam rangka memberikan pelayanan yang

sebenarnya merupakan penerapan critical non-essential. Dengan kata lain,

semua dokter gigi yang menjadi obyek penelitian telah memberikan

pelayanan dan menyediakan fasilitas-fasilitas yang tidak terkait langsung

dengan dengan jasa utama.

Tabel 3. Persentase Tempat Praktek yang Menyediakan Fasilitas CNE Fasilitas-Fasilitas Fisik Penyediaan di Tempat Praktek (%)

Radio 11

Musik 17

Majalah 100

TV 83

Sofa dan Sejenisnya 100

AC 33

Toilet 28

Smoking Area 0

Wifi 0

Penjualan Makanan dan Minuman 28

Terdapat dua jenis fasilitas yang sudah disediakan di semua tempat

praktek dokter gigi yaitu majalah dan sofa. Majalah dan sofa merupakan

fasilitas ruang tunggu yang bersifat vital yang harus disediakan diruang

tunggu. Beberapa fasilitas lainnya seperti radio, musik, TV, AC, toilet serta

makanan dan minuman juga telah disediakan oleh sebagian dokter gigi.

Namun, untuk smoking area dan wifi belum ada satupun tempat praktek

(41)

Tabel 4. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Media Komunikasi danEntertainment

Jenis-jenis Fasilitas Penyediaan di tempat Praktek (%)

1. Audio

a. Radio 11

b. Musik 17

2. Visual

a. Keragaman Majalah 100 b. Konten Majalah dan Tingkat Kebaruan 100

3. Audio Visual

a. Televisi 83

b. Konten dan AksesChanneltelevisi 100

Fasilitas ruang tunggu untuk kategori media komunikasi dan

entertainment terdiri dari enam indikator yang merupakan indikator fasilitas

fisik maupun non-fisik. Penyediaan fasilitas untuk visual dan audio visual

sudah hampir mencapai seratus persen, dengan kata lain hampir setiap dokter

gigi sudah menyediakan fasilitas visual dan audiovisual di ruang tunggu.

Dalam kategori media komunikasi dan entertainment, majalah merupakan

fasilitas yang disediakan oleh setiap dokter gigi dengan berbagai jenis

majalah seperti majalahgossip,otomotif, kecantikan maupun olahraga. Hal ini

bisa disebabkan karena majalah merupakan fasilitas standar yang biasanya

tersedia di ruang tunggu, selain itu penyediaan majalah merupakan

penyediaan fasilitas dengancostyang tidak terlalu besar.

Penerapan strategicritical non-essentialuntuk kategori fasilitas media

komunikasi danentertainmentsudah mencapai lebih kurang 75 persen. Media

komunikasi danentertainmentini disediakan di ruang tunggu terutama untuk

mengisi waktu luang saat menunggu dan mengurangi tingkat kebosanan

pasien.

Tabel 5. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Fasilitas Ruangan

Jenis-Jenis Fasilitas Penyediaan di tempat praktek (%) Sofa dan sejenisnya 100

AC 33

(42)

Kategori fasilitas ruangan hanya terdiri dari empat indikator yang

merupakan dua indikator fisik dan dua indikator non-fisik. Seluruh fasilitas

non-fisik telah diterapkan dan digunakan didalam ruang tunggu. Penataan

interior dan eksterior seperti penataan kursi, penataan lukisan dan hiasan

dinding serta seluruh tata ruangan, pada umumnya telah dilakukan oleh setiap

dokter gigi yang menjadi obyek penelitian. Sedangkan penyediaan fasilitas

fisik sudah lebih dari 50 persen. Dalam kategori fasilitas ruangan, kursi

merupakan fasilitas fisik yang tingkat penyediaanya sudah mencapai 100

persen. AC merupakan fasilitas fisik yang tingkat penyediaannya masih

sangat kecil yakni kurang dari 50 persen. Secara keseluruhan tingkat

penyediaan untuk kategori fasilitas ruangan sudah lebih dari 75 persen.

Penyediaan kategori fasilitas ruangan ditujukan untuk menciptakan

suasana ruang tunggu yang nyaman dan menyenangkan. Penataan ruang

tunggu yang bagus, penyediaan fasilitas AC, kebersihan serta sofa yang bagus

merupakan fasilitas-fasilitas yang bisa menciptakan kenyamanan bagi pasien

saat menunggu.

Tabel 6. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Fasilitas Penunjang

Jenis-Jenis Fasilitas Penyediaan di tempat praktek (%) Toilet di Ruang Tunggu 28

Smoking Area 0

Wifi 0

Penjualan Makanan dan Minuman 28

Penerapan critical non-essential masih sangat kurang untuk kategori

fasilitas penunjang, sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 6. Seluruh

fasilitas penunjang terdiri dari empat indikator fisik. Tingkat penyediaan

untuk setiap fasilitas masih sangat rendah yakni dibawah 50 persen, bahkan

untuk fasilitassmoking areadanwifitingkat penyediaannya masih nol persen.

Panyediaan fasilitas penunjang merupakan dasar dari penerapansuper

critical non-essential. Namun, faktanya hanya sebagian kecil dokter gigi yang

menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang sehingga boleh dikatakan bahwa

penerapan super critical non-essential masih sangat kecil dan minim di

tempat praktek dokter gigi. Fasilitas-fasilitas penunjang tersebut merupakan

(43)

pasien. Pengalaman yang mungkin tidak terlupakan dan membekas dibenak

pasien bila fasilitas-fasilitas penunjang tersebut mampu membuat konsumen

terkesan saat menunggu.

Semua fasilitas untuk setiap kategori tentunya disediakan oleh dokter

gigi atas beberapa alasan dan latarbelakang. Berdasarkan data hasil

wawancara, tercatat sebanyak 11 persen dokter gigi menyediakan

fasilitas-fasilitas ruang tunggu hanya untuk memenuhi standar pelayanan serta

persyaratan izin praktek dari dinas kesehatan. Sebanyak 44 persen dokter gigi

yang menjadi obyek penelitian mengaku bahwa penyediaan fasilitas hanya

sekedar untuk tempat menunggu saat antri dan mengisi waktu luang.

Sebagian dokter gigi lainnya menyediakan fasilitas ruang tunggu demi

kenyamanan pasien, mengurangi stres pasien saat menunggu, menciptakan

suasana yang menyenangkan, serta fasilitas-fasilitas tersebut juga disediakan

sebagai salah satu tujuan edukasi bagi pasien.

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa hanya 44

persen dokter gigi yang menyadari pentingnya penerapan strategi critical

non-essential. Sebagian besar dokter gigi sudah menyadari bahwa pelayanan

medis (essential) bukanlah satu-satunya pelayanan yang harus diperhatikan.

Pelayanan (non-essential) juga harus diperhatikan dan tidak kalah pentingnya

untuk kepuasan dan kenyamanan pasien dalam rangka mencapai pelayanan

yang prima.

Sebagian besar dokter gigi yang menjadi obyek penelitian juga telah

menyadari bahwa penanganan pasien membutuhkan waktu yang relatif lebih

lama dibandingkan dengan penanganan dokter umum dan jasa kesehatan

lainnya. Penanganan untuk satu pasien paling cepat adalah 30 menit dan

untuk kasus yang lebih rumit bahkan membutuhkan waktu lebih dari dua jam.

Untuk itu sebagian dokter gigi mendesain ruang tunggu sedemikian rupa

demi kenyamanan pasien dan juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa

mengurangi kebosanan saat menunggu.

Waktu tunggu pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

lamanya waktu penanganan satu pasien di ruang medis (essential). Sebagian

(44)

menit sampai 60 menit. Semakin lama waktu pelayanan jasa utama (essential)

per pasien, maka semakin lama waktu tunggu pasien berikutnya. Namun

untuk dokter gigi yang rata-rata penanganan pasiennya lebih dari dua jam

kebanyakan menggunakan sistem appointment atau perjanjian. Hal ini

dilakukan untuk mengurangi durasi waktu tunggu pasien. Selain itu, waktu

tunggu konsumen harus benar-benar diperhatikan terutama oleh dokter gigi

yang memiliki pasien dengan tingkat keramaiannya tinggi.

Penting bagi dokter gigi untuk memperhatikan kondisi pasien saat

menunggu. Namun, fakta dilapangan menunjukkan lebih dari 90 persen

dokter gigi tidak pernah memperhatikan kondisi pasien saat menunggu di

ruang tunggu. Sebagian besar dokter gigi sibuk dengan penanganan medis

dalam ruangan medis tanpa pernah meninjau kondisi pasien yang mungkin

menunggu kurang nyaman atau bahkan dalam kondisi sakit gigi.

Lebih dari 80 persen dokter gigi belum pernah menanyakan

fasilitas-fasilitas ruang tunggu yang dibutuhkan atau yang diinginkan konsumen.

Kebanyakan dokter gigi mengaku tidak pernah menanyakan keinginan pasien

yang berkaitan dengan fasilitas ruang tunggu. Walaupun terdapat kesempatan

konsultasi yang cukup lama antara pasien dengan dokter gigi, topik yang

dibicarakan hanya fokus pada keluhan dan masalah kesehatan gigi pasien.

Kurangnya perhatian dokter gigi akan kondisi ruang tunggu

disebabkan oleh interpretasi dokter gigi yang terlalu dini manyatakan bahwa

fasilitas dan kondisi ruang tunggu merupakan sesuatu yang tidak penting.

Pada umumnya dokter gigi yang jadi obyek penelitian memiliki mindset

bahwa kualitas dokter gigi merupakan satu-satunya hal yang harus

diperhatikan. Sehingga dokter gigi mengambil kesimpulan bahwa preferensi

pasien hanya ditentukan oleh keahlian dan kualitas dokter gigi semata.

Pandangan dokter gigi bahwa fasilitas dan kondisi ruang tunggu

merupakan sesuatu yang tidak penting, ternyata sangat berbeda dengan

pendapat pasien. Pasien menganggap bahwa penyediaan dan kondisi fasilitas

ruang tunggu (critical non-essential) merupakan sesuatu yang harus

diperhatikan oleh dokter gigi karena merupakan fasilitas yang penting bagi

Gambar

Gambar 2. Kerangka pemikiran konseptual
Gambar 3. Tahapan proses penelitian
Tabel 2. Distribusi Penyebaran Dokter Gigi per Kelurahan
Tabel 3. Persentase Tempat Praktek yang Menyediakan Fasilitas CNE
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini

mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional... Schools,

 Overall MDRO Infection/Colonization Incidence Density Rate = Number of 1 st LabID Events per patient per month among those with no documented prior evidence of previous

lGpuujsan Pre.iden Republik Indoneda Nomor 93 Tahun 1999, tenbng Perubahan IKIP Yogyakarta mmjadi Unh€nibs Negeri Yogyakarta.. KeRftEan Presiden Republlk lrdones,la

Dengan demikian untuk mengetahui lebih akurat tentang faktor- faktor hal yang mempengaruhi mutu pelayanan dan kepuasan pasien BPJS Mandiri di Puskesmas Simalingkar maka

Dari hasil penelitian, maka diharapkan kepada pihak Puskesmas agar dapat meningkatkan dimensi mutu pelayanan diantaranya yaitu menerapkan kedisiplinan kepada

Perkenankanlah saya pada kesempatan yang berbahagia ini terlebih dahulu memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa yang telah memberikan karunia-Nya kepada kita,

Implementasi Layanan Bimbingan Konseling untuk Mengatasi Kesulitan Belajar di SD Negeri Sambi 1 tahun 2016/2017, (Surakarta, Naskah Publikasi).