i
NETRALISASI MINYAK IKAN KASAR HASIL SAMPING
PENEPUNGAN IKAN LEMURU (
Sardinella
sp.)
NADIA FITRIANA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Netralisasi Minyak Ikan Kasar Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella sp.) adalah benar hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Nadia Fitriana NIM C34110024
v
ABSTRAK
NADIA FITRIANA. Netralisasi Minyak Ikan Kasar Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella sp.). Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan AGOES MARDIONO JACOEB.
Minyak ikan kasar hasil penepungan memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi sehingga perlu dinetralisasi, salah satunya dengan menggunakan NaOH. Tujuan penelitian ini adalah menentukan konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi untuk mengoptimalkan kondisi operasional dari netralisasi. Proses netralisasi ini dioptimasi dengan Metode Permukaan Respon. Desain eksperimen yang digunakan adalah Central Composite Design (CCD) yang terdiri dari dua variabel faktor yaitu konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi dengan tiga variabel respon yaitu rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Hasil menunjukkan bahwa model untuk respon rendemen dan bilangan peroksida adalah kuadratik sedangkan untuk respon kadar asam lemak bebas adalah linear. Kombinasi variabel respon ini menghasilkan titik optimal pada konsentrasi NaOH (X1) 18 °Be dan suhu netralisasi (X2) 40 ℃ dengan desirability value sebesar 0,532. Validasi optimal dari rendemen adalah 85,90%, penurunan asam lemak bebas sebesar 90,83% , dan penurunan bilangan peroksida 34,97%. Protein pada minyak ikan turun sebesar 48,48%, warna minyak ikan hasil netralisasi lebih cerah dibandingkan dengan minyak kasar, dan terjadi penurunan pada komponen asam lemaknya yaitu 7,86% SFA, 8,98% MUFA, dan 29,29% PUFA.
Kata kunci : konsentrasi NaOH, minyak ikan lemuru, netralisasi, suhu
ABSTRACT
NADIA FITRIANA. Neutralization of Crude Fish Oil from Lemuru (Sardinella sp.) Fish Meal By-products. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and AGOES MARDIONO JACOEB.
optimum value of yield was 85.90%, free fatty acid decreased by 90.83% and peroxide value decreased by 34.97%. Protein decreased by 48.48%, the color of the neutral oil was brighter than crude oil, and fatty acid component decreased 7.86% in SFA, 8.98% in MUFA, and 29.29% in PUFA.
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
ix
NETRALISASI MINYAK IKAN KASAR HASIL SAMPING
PENEPUNGAN IKAN LEMURU (
Sardinella
sp.)
NADIA FITRIANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
xi
Judul Skripsi : Netralisasi Minyak Ikan Kasar Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella sp.)
Nama : Nadia Fitriana
NIM : C34110024
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi Pembimbing I
Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Netralisasi Minyak Ikan Kasar Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella sp.)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini terutama kepada:
1 Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi dan Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian.
2 Dr Eng Uju, SPi MSi selaku dosen penguji atas segala saran, bimbingan, arahan, motivasi, dan ilmu yang diberikan kepada penulis.
3 Dr Desniar, SPi MSi selaku gugus kendali mutu atas segala saran, bimbingan, arahan, motivasi, dan ilmu yang diberikan kepada penulis.
4 Bapak Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Tekonolgi Hasil Perairan.
5 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.
6
Seluruh dosen dan staff Departemen Teknologi Hasil Perairan atas bimbingan, arahan, kerja sama, dan ilmu pengetahuan yang diberikan.7 Kedua orang tua (Umar Arifin dan Nurjanah) dan adik (Nabila Nur Hasanah, Muhammad Nur Fahreza, dan Naila Alysha Zahra) yang telah mendukung, mendoakan, memotivasi, dan memfasilitasi penulis dalam menjalankan penelitian.
8 PT Hosana Buana Tunggal atas dukungannya sebagai penyedia bahan baku. 9 Beasiswa Antam yang telah membantu biaya kuliah dari semester empat
hingga akhir.
10 Fish Oil Squad (Izdihar Nurnafisah, Nilam Puspa Ruspatti, Ratna Wulandari, Mina Marlina, Hamasyah Hamzah Mumtaza) selaku teman seperjuangan atas kerjasama, kebersamaan, dan bantuannya selama penelitian.
11 Keluarga Bonsai (Vidyatami Hanum Pratiwi, Izdihar Nurnafisah, Diah Asih Asmara) atas kerjasama, bantuan, dan kebersamaannya selama ini.
12 Seluruh keluarga besar mahasiswa THP 48 yang telah banyak membantu, memberikan dukungan, saran, dan semangat kepada penulis.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membaca dan memerlukannya.
Bogor, Januari 2016
xv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
Ruang Lingkup Penelitian ... 2
METODE PENELITIAN ... 3
Waktu dan Tempat ... 3
Bahan ... 3
Alat ... 3
Prosedur Penelitian ... 3
Karakterisasi Awal Minyak Ikan Kasar Lemuru ... 3
Penelitian Pendahuluan ... 3
Penelitian Utama ... 5
Prosedur Analisis ... 6
Analisis Data ... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10
Karakteristik Awal Minyak Ikan... 10
Netralisasi ... 12
Optimasi Konsentrasi NaOH dan Suhu Netralisasi ... 16
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Rendemen ... 16
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Asam Lemak Bebas ... 18
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Bilangan Peroksida ... 20
Optimasi dan Validasi Kondisi Optimal ... 23
Karakteristik Minyak Ikan Hasil Netralisasi Optimal... 24
KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
Kesimpulan ... 26
Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 27
DAFTAR TABEL
1 Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat Baume (Hodgum 1995) ... 4
2 Rancangan desain rentang dan level variabel faktor ... 5
3 Desain rancangan percobaan dan hasil respon ... 6
4 Karakteristik awal minyak ikan kasar ... 10
5 Profil asam lemak minyak ikan kasar lemuru (Sardinella sp.)... 11
6 Nilai parameter optimasi untuk respon rendemen ... 16
7 Nilai parameter optimasi untuk respon asam lemak bebas ... 18
8 Nilai parameter optimasi untuk respon bilangan peroksida ... 21
9 Uraian variabel faktor dan respon yang akan dioptimasi ... 23
10 Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi dengan nilai aktual ... 24
11 Karakteristik minyak ikan semi-refined ... 24
12 Profil asam lemak minyak ikan semi-refined ... 26
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir netralisasi minyak ikan ... 42 Rendemen minyak ikan perlakuan konsentrasi NaOH ... 12
3 Kadar asam lemak bebas minyak ikan perlakuan konsentrasi NaOH ... 13
4 Bilangan peroksida minyak ikan perlakuan konsentrasi NaOH ... 13
5 Rendemen minyak ikan perlakuan suhu netralisasi ... 14
6 Kadar asam lemak bebas minyak ikan perlakuan suhu netralisasi ... 15
7 Bilangan peroksida minyak ikan perlakuan suhu netralisasi ... 15
8 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon rendemen minyak ... 17
9 Grafik 3 dimensi Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon rendemen minyak ... 18
10 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon asam lemak bebas ... 19
11 Grafik 3 dimensi Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon asam lemak bebas ... 20
12 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon bilangan peroksida ... 22
13 Grafik 3 dimensi Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon bilangan peroksida ... 22
14 Reaksi penyabunan (Ketaren 2008) ... 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh perhitungan kebutuhan NaOH untuk netralisasi ... 33xvii
3 Tabel keterangan kromatogram fatty acids methyl ester (FAME) dari
minyak ikan kasar ... 33
4 Uji normalitas perlakuan konsentrasi NaOH ... 35
5 Uji ANOVA perlakuan konsentrasi NaOH ... 36
6 Uji normalitas perlakuan suhu netralisasi ... 37
7 Uji ANOVA perlakuan suhu netralisasi... 38
8 Hasil analisis ragam (ANOVA) respon rendemen ... 40
9 Hasil analisis ragam (ANOVA) respon asam lemak bebas ... 40
10 Hasil analisis ragam (ANOVA) respon bilangan peroksida ... 40
11 Minyak ikan lemuru sebelum dan setelah netralisasi... 41
12 Tabel keterangan kromatogram fatty acids methyl ester (FAME) dari minyak semi-refined ... 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan salah satu ikan berlemak tinggi (Gedi et al. 2015). Ikan ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pengalengan dan penepungan ikan (Estiasih 2010). Pengolahan tepung ikan dengan bahan baku berlemak tinggi harus didahului dengan perebusan untuk memecah lemak (Purwaningsih et al. 2013). Penggunaan suhu yang tinggi dan tingginya kandungan air pada hasil samping minyak yang dihasilkan akan
menyebabkan kadar asam lemak bebas minyak menjadi tinggi (Kirk dan Othmer 2005). Kadar asam lemak bebas minyak ikan kasar hasil
samping penepungan pada penelitian Ahmadi dan Mushollaeni (2007) dan Feryana et al. (2014) masing-masing mencapai 4,92% dan 15,88%. Asam lemak bebas dihasilkan akibat hidrolisis terhadap minyak trigliserida sehingga asam lemak terlepas dari ikatan dengan gliserol. Peningkatan hidrolisis minyak akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas yang dihasilkan. Peningkatan jumlah asam lemak bebas menurunkan mutu minyak dan meningkatkan potensi terjadinya kerusakan minyak (Ahmadi dan Mushollaeni 2007).
Selain mengandung asam lemak bebas yang tinggi, minyak kasar hasil samping penepungan ikan ini mengandung bahan-bahan non minyak, antara lain pigmen, protein, fosfolipid, dan produk oksidasi yang harus dihilangkan karena dapat mengurangi kualitas minyak (Huang dan Sathivel 2010). Minyak kasar hasil
penepungan ini memiliki kualitas yang rendah, padahal menurut Estiasih et al. (2006) minyak hasil samping penepungan ikan masih mengandung
asam lemak �3 yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan asam lemak �3 dari minyak ikan lemuru hasil samping penepungan masih tinggi yaitu 26,02%b/b (Zamzami 2013), 22,40%b/b (Saraswati 2013), dan 20,41%b/b (Sholihah 2014). Asam lemak �3 pada minyak ikan sangat penting bagi otak, retina, spermatozoa, ketajaman penglihatan, serta kemampuan kognitif (Hashimoto et al. 2005). Minyak ikan dengan kualitas yang baik dapat diperoleh dengan melakukan proses pemurnian yang bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dan menstabilkan karakterisitik minyak (Crexi et al. 2009).
Proses netralisasi minyak ikan pada industri sebaiknya dilakukan dengan proses yang optimal untuk mengefisiensikan faktor produksi sehingga meningkatkan nilai industri (Widyaningdyah 2001). Salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengoptimalkan proses adalah Metode Permukaan Respon atau Response Surface Methodology (RSM). Response Surface Methodology (RSM) adalah sekumpulan teknik matematika dan statistika untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen yang menyebabkan nilai respon optimal (Montgomery 2005). Metode ini telah diaplikasikan pada optimasi pemurnian minyak ikan lemuru (Moreno et al. 2013; Suseno et al. 2014). Optimasi proses netralisasi minyak ikan kasar lemuru pada penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel independen konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi pada respon rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
Perumusan Masalah
Kebutuhan minyak ikan untuk pangan dalam negeri semakin meningkat tetapi pemenuhan minyak ikan ini masih dilakukan secara impor padahal produksi minyak ikan hasil samping penepungan melimpah dan masih memiliki kandungan asam lemak �3 yang tinggi, namun kualitasnya masih rendah sehingga perlu dilakukan upaya pemurnian minyak ikan hasil samping ini, salah satunya netralisasi alkali dengan proses yang optimal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi untuk mengoptimalkan kondisi operasional dari netralisasi minyak ikan kasar lemuru (Sardinella sp.).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses pemurnian minyak ikan kasar lemuru dengan menggunakan proses netralisasi, serta dapat menjadi informasi bagi industri pengolahan ikan lemuru untuk memurnikan hasil samping minyak ikan yang dihasilkan dengan proses yang optimal.
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juli 2015. Tempat pelaksanaan penelitian di Institut Pertanian Bogor, antara lain di Laboratorium Terpadu, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium LD-ITP, Fakultas Teknologi Pertanian; dan Laboratorium Kimia Terpadu, Sekolah Pascasarjana.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak ikan kasar lemuru (Sardinella sp.) yang didapat dari industri penepungan ikan PT Hosana Buana Tunggal, Jembrana, Provinsi Bali. Bahan pendukung lainnya yaitu sodium hidroksida (NaOH), akuades, natrium tiosulfat (Na2S2O3), asam asetat (CH3COOH), kloroform (CHCl3), potasium iodida (KI) jenuh, indikator pati, alkohol 96%, indikator fenolftalein, kalium hidroksida (KOH), bahan-bahan analisis kromatografi gas dan metode Kjeldahl.
Alat
Alat yang digunakan adalah timbangan digital (Chq, Taiwan, 0,01 gram),
water bath, kompor listrik (Maspion, Jepang), termometer (Pyrex, Jerman), erlenmeyer (Herma, Jerman), pipet mohr (Pyrex, Jerman), buret (Pyrex, Jerman),
hot plate strirrer (Corning, Jerman, Model PC-4200, 60-1150 rpm, 230 V),
magnetic stirring bar; chromameter (Konica Minolta, Jepang, Model CR-310), dan gas chromatography (Shimadzu, Jepang, Model GC2010 dengan kolom
cyanopropil methyl sil (capillary column), dimensi kolom p = 60 m, ∅ = 0,25 mm, 0,25 �m film thickness).
Prosedur Penelitian Karakterisasi Awal Minyak Ikan Kasar Lemuru
Karakterisasi awal minyak ikan dilakukan sebelum minyak ikan dinetralisasi yang meliputi analisis kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar protein, warna, dan profil asam lemak.
Penelitian Pendahuluan
Perlakuan konsentrasi NaOH = 0,142 × persentase asam lemak bebas +excess
% NaOH/100
Keterangan:
0,142 = Rasio bobot molekul NaOH dan asam oleat
Excess = Kelebihan larutan NaOH
% NaOH/100 = Konsentrasi larutan NaOH (b/v)
Tabel 1 Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat Baume (Hodgum 1995)
Minyak Derajat Baume (°Be) Konsentrasi larutan NaOH (% b/v)
Kelebihan (excess) larutan NaOH (%) Minyak
kualitas baik 12-16 8-11,06 0,10-0,20
ALB 3% 14 9,50 0,25-0,47
ALB 4% 18 12,68 0,75
ALB 5% 20 14,36 0,20
ALB 15% 26 19,70 1,30
Keterangan: ALB = Asam Lemak Bebas
Minyak dengan kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 1% biasanya digunakan larutan basa yang lebih lunak (8 – 12 °Be), sedangkan minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi digunakan larutan basa dengan kepekatan 20 °Be. Larutan yang lebih pekat dari 20 °Be hanya digunakan jika keasaman minyak sangat tinggi, yaitu jika lebih dari 6% (Bernardini 1983). Diagram alir penentuan konsentrasi NaOH dan suhu terbaik pada netralisasi minyak ikan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir netralisasi minyak ikan
Proses netralisasi dimulai dengan memanaskan sampel minyak ikan kasar pada suhu 40, 60, 80, dan 100 ℃ kemudian dicampur dengan larutan NaOH 16, 18, dan 20 °Be yang telah dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu 40, 60, 80, dan
Minyak semi-refined
Sampel minyak kasar
Netralisasi
- Konsentrasi NaOH: 16, 18, 20 °Be - Suhu: 40, 60, 80, 100 ℃
- Pengadukan 800 rpm, 10 menit
5
100 ℃ (Feryana et al. 2014). Campuran tersebut diaduk dengan hot plate strirrer
selama 10 menit dengan kecepatan 800 rpm, kemudian diberi air panas sebesar 5% dan didekantasi selama 15 menit. Sampel yang didekantasi kemudian dipisahkan dari soapstock dan menghasilkan minyak semi-refined. Konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi terbaik didasarkan pada parameter rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan hasil terbaik dari penelitian pendahuluan ke dalam metode permukaan respon. Penelitian utama ini meliputi penentuan rancangan kombinasi dari faktor-faktor yang digunakan, analisis kombinasi faktor, optimasi permukaan, dan validasi kondisi optimal.
Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui optimasi dari netralisasi minyak ikan adalah Response Surface Methodology (RSM) atau yang dikenal dengan metode permukaan respon yang dianalisis dengan program Design Expert 7.0.0 (Stat-Ease, Inc.). Metode ini telah berhasil diaplikasikan di berbagai riset optimasi proses (Senanayake dan Shahidi 2002). Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) dengan dua variabel faktor yaitu X1 (konsentrasi NaOH = 16, 18, dan 20 °Be) dan X2 (suhu netralisasi = 40, 60, dan 80 ℃). Central Composite Design (CCD) terdiri dari tiga bagian berikut (Jeff 2000):
i. Titik sudut (corner points) = �� dengan �� = −1,1 ; � = 1, …, k membentuk bagian faktorial pada desain.
ii. Titik pusat (center points) = �� dengan �� = 0 ; �= 1, …, k
iii. Titik aksial (axial points) = dengan �� = − , ; � = 1, …, k. Nilai ini ditentukan oleh jumlah variabel faktor, dimana = � 14
Desain CCD terdiri dari titik sudut, titik pusat, dan titik aksial. Titik aksial pada penelitian ini menggunakan dua variabel faktor sehingga nilai aksialnya
= 2 14 = 1,414. Oleh karena itu ±1,414 termasuk nilai yang digunakan untuk pengkodean. Pengkodean variabel-variabel faktor dihitung dengan menggunakan persamaan:
�� = Nilai asli dari variabel faktor pada titik pusat ∆�� = Interval nilai asli variabel
Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai pengkodean untuk variabel X1 dan X2 yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rancangan desain rentang dan level variabel faktor
Faktor Kode Taraf
−1,414 −1 0 +1 +1,414
Konsentrasi NaOH (°Be) X1 14 16 18 20 22
Rancangan desain pada Tabel 2 kemudian disajikan dalam bentuk data kode. Running software menghasilkan 13 perlakuan dengan 5 titik tengah yang menghasilkan hasil berupa variabel respon (Y) (Lampiran 2). Variabel respon pada penelitian ini adalah rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Desain rancangan percobaan dan hasil respon disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Desain rancangan percobaan dan hasil respon
Sampel ke- X1 (°Be) X2 (℃) Y
Data-data hasil penelitian selanjutnya diolah dengan analisis regresi menggunakan program Design Expert 7.0.0 yang menghasilkan persamaan polinomial serta kontur hubungan antara variabel-variabel dengan respon. Kondisi optimal yang direkomendasikan kemudian divalidasi pada respon rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Tahap validasi bertujuan untuk membuktikan nilai respon dari solusi kombinasi faktor yang direkomendasikan. Hasil respon aktual yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan nilai respon prediksi yang dihasilkan program.
Prosedur Analisis Penentuan Rendemen Minyak Ikan Hasil Netralisasi
Sampel minyak ikan kasar ditimbang terlebih dahulu dan dinyatakan sebagai M1. Minyak ikan kasar ini kemudian dinetralisasi yang menghasilkan minyak semi-refined dan soapstock. Minyak ikan yang telah dipisahkan dari
soapstock ditimbang dan dinyatakan sebagai M2. Perhitungan rendemen minyak ikan hasil netralisasi adalah sebagai berikut :
Rendemen minyak ikan (%) = M2
M1× 100%
Analisis Asam Lemak Bebas (AOCS 1998, No. Metode Ca 5a-40)
7
warna merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Persentase asam lemak bebas dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Kadar asam lemak bebas (%) = A ×N ×M
G
Keterangan:
A = Jumlah titrasi KOH (mL) N = Normalitas larutan KOH
M = Bobot molekul asam lemak dominan (asam palmitat = 256,4 g/mol) G = Bobot contoh (g)
Analisis Profil Asam Lemak Menggunakan Gas Kromatografi (AOAC 1984, No. Metode 28.060)
Minyak 30 mg dalam tabung bertutup teflon ditambah dengan 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Sebanyak 2 mL larutan BF3 16% dan 5 mg/mL standar internal ditambahkan ke dalam campuran, lalu campuran dipanaskan lagi selama 20 menit. Campuran didinginkan, kemudian ditambah 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana, lalu campuran dikocok dengan baik. Lapisan heksana yang terbentuk dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung berisi sekitar 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan 15 menit. Fasa cair yang terbentuk selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas sebanyak 5 µL, setelah sebelumnya dilakukan penginjeksian 5 µL campuran standar FAME (Supelco 37 component fatty acid methyl ester mix). Laju alir N2 pada alat GC 20 mL/menit, laju alir H2 30 mL/menit dengan suhu injektor 200 ℃ dan suhu detektor 230 ℃. Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen diukur lalu dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dan komponen-komponen dalam contoh. Berikut ini cara perhitungan kandungan komponen dalam contoh
Analisis Bilangan Peroksida (AOAC 2005, No. Metode 965.33b)
Bilangan peroksida (meq/kg) = S ×N ×1000
Warna minyak diukur dengan Chromameter Minolta. Nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut adalah nilai Y, x, dan y, dimana Y merupakan nilai angka pantul atau angka cahaya, sedangkan x merupakan absis pada koordinat kromatisitas, dan y adalah ordinat untuk sistem CIE. Nilai Y, x, dan y pada sistem CIE tersebut dapat dikonversi ke dalam sistem L, a, dan b dimana L adalah kecerahan, a adalah kemerahan atau kehijauan, dan b adalah kekuningan atau kebiruan. Sebagai perbandingan digunakan standar warna kuning.
Rumus konversi Y,x, y menjadi L, a, b :
Analisis Kadar Protein (AOAC 2005, Micro-Kjeldahl Method, No. Metode 960.52)
Sampel 0,1 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 mL, lalu ditambah 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 mL H2SO4 pekat. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destruksi selama 1 jam pada suhu 400 ºC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna hijau jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dengan aquades hingga 100 mL dalam labu takar. Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah 10 mL NaOH 40%. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 50 mL berisi larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (cairan methyl red dan bromo cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh larutan berwarna hijau kebiruan. Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nitrogen (%) = mL HCl −mL blankog sampel ×N HCl ×14,007 ×100%
Kadar Protein (%) = % N × faktor konversi (6,25)
Analisis Data
9
Microsoft Excel 2010, kemudian dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan menggunakan program SPSS 22.0 (IBM Corp.) untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Uji statistik dilakukan pada parameter rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan model rancangan sebagai berikut:
H0 : Perbedaan konsentrasi NaOH tidak berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan
H1 : Perbedaan konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan
Hipotesis penentuan suhu netralisasi :
H0 : Perbedaan suhu netralisasi tidak berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan H1 : Perbedaan suhu netralisasi berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan
Jika hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh (p<0,05) maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey (Hinton 2014) dengan rumus sebagai berikut:
BNJ
=
q
α(v,k)√
KTGqα(v,k) = Nilai tabel studentized range statistic
KTG = Kuadrat tengah galat
Hipotesis uji Tukey konsentrasi NaOH terhadap kualitas minyak ikan:
H0 : Perbedaan konsentrasi NaOH memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kualitas minyak ikan
H1 : Perbedaan konsentrasi NaOH memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kualitas minyak ikan
Hipotesis uji Tukey suhu netralisasi terhadap kualitas minyak ikan:
H0 : Perbedaan suhu netralisasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kualitas minyak ikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Awal Minyak Ikan
Minyak ikan kasar pada penelitian ini diperoleh dari industri penepungan ikan di Provinsi Bali. Bahan baku tepung ikan pada umumnya berasal dari ikan afkir dengan mutu rendah ataupun isi perut dan kepala ikan yang sudah tidak segar (Estiasih 2009). Minyak ikan ini merupakan hasil samping dari proses penepungan yang didapat dari hasil perebusan dan pengepresan pada proses pembuatan tepung ikan (Murtidjo 2001). Minyak ikan kasar ini ditentukan sifat-sifatnya terlebih dahulu sebelum dinetralisasi dengan alkali yang meliputi analisis kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, kadar protein, warna, dan profil asam lemak. Karakteristik awal minyak ikan kasar ikan lemuru dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 untuk analisis profil asam lemak.
Tabel 4 Karakteristik awal minyak ikan kasar
Karakteristik Nilai
Asam lemak bebas (%) 4,58±0,09
Bilangan peroksida (meq/kg) 15,66±0,49
Protein (g/100g) 0,33±0,0033 Keterangan : CIE = Commission Internationale de l’Eclairage
L* = Kecerahan
a* = Kemerahan atau kehijauan b* = Kekuningan atau kebiruan
Minyak ikan kasar ini memiliki warna coklat tua kemerahan dan berbau amis dengan kadar protein sebesar 0,33 g/100g. Hal ini sesuai dengan penelitian Estiasih dan Ahmadi (2012) yang menyatakan bahwa minyak ikan hasil samping penepungan memiliki warna coklat tua, berbau amis dan busuk. Minyak ikan ini memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 4,58±0,09% dan bilangan peroksida sebesar 15,66±0,49 meq/kg. Kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida minyak ikan ini sesuai dengan standar minyak ikan kasar (crude fish oil) dari
International Association of Fish Meal Manufacturers yaitu kadar asam lemak bebas 1-7% dan bilangan peroksida 3-20 meq/kg (Bimbo 1998). Namun belum memenuhi standar untuk pangan IFOS (2011) yaitu kadar asam lemak bebas 1,13% dan bilangan peroksida 3,75 meq/kg.
11
Tabel 5 Profil asam lemak minyak ikan kasar lemuru (Sardinella sp.)
Asam Lemak Hasil (%b/b)
Asam Laurat, C12:0 0,10
Asam Miristat, C14:0 11,30
Asam Pentadekanoat, C15:0 0,57
Asam Palmitat, C16:0 15,91
Asam Heptadekanoat, C17:0 0,53
Asam Stearat, C18:0 2,87
Asam Arakhidat, C20:0 0,29
Asam Heneikosanoat, C21:0 0,06
Asam Behenat, C22:0 0,16
Asam Cis-11-Eikosanoat, C20:1 0,82
Asam Erusat, C22:1�9 0,17
Asam Cis-11,14-Eikosedienoat, C20:2 0,15
Asam Cis-8,11,14-Eikosetrienoat, C20:3�6 0,26
Asam Arakhidonat, C20:4�6 2,69
Asam Cis-5,8,11,14,17-Eikosapentaenoat Acid, C20:5�3 15,15 Asam Cis-4,7,10,13,16,19-Dokosaheksaenoat, C22:6�3 12,19
88,93a
Minyak ikan adalah sumber utama �3. Polyunsaturated fatty acid (PUFA) terutama asam lemak rantai panjang eicosapentaenoic (EPA) dan
docosahexaenoic (DHA) memberikan pengaruh positif yang kuat terhadap kesehatan manusia. Kedua asam lemak ini diketahui berperan penting untuk kesehatan otot jantung dan masalah saraf (Ackman 2005). Selain �3, �6 juga merupakan asam lemak yang esensial. Kedua asam lemak esensial ini sangat penting untuk perkembangan dan pertumbuhan, memainkan peran penting dalam pencegahan penyakit koroner, hipertensi, diabetes, arthritis, kanker dan kondisi inflamasi serta autoimun (Shannon et al. 2007). Kandungan asam lemak non esensial �9 pada minyak ini terbilang cukup tinggi yaitu 5,97%. Asam lemak �9 berperan dalam menurunkan kolesterol jahat (LDL) dan meningkatkan kolesterol baik (HDL) dalam darah (Felix dan Velazquez 2002). Minyak hasil samping penepungan ikan ini memiliki kualitas yang rendah berdasarkan karakteristiknya pada Tabel 4, tetapi masih memiliki kandungan PUFA yang tinggi sehingga memerlukan proses pemurnian.
Netralisasi
Netralisasi adalah proses yang didesain untuk menghilangkan asam lemak bebas dan impuritas dari minyak kasar dengan menggunakan soda kaustik dan menghasilkan minyak ikan semi-refined (Huang dan Sathivel 2010). Minyak ikan kasar hasil samping penepungan ikan ini dinetralisasi dengan kaustik soda NaOH sebesar 16, 18, dan 20 °Be. Analisis yang dilakukan antara lain penentuan rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Hasil netralisasi dengan perlakuan konsentrasi NaOH berdasarkan tiga parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 2-4.
13
Gambar 3 Kadar asam lemak bebas minyak ikan perlakuan konsentrasi NaOH (keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata [p<0,05])
Gambar 4 Bilangan peroksida minyak ikan perlakuan konsentrasi NaOH (keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata [p<0,05])
84,57a
Larutan kaustik soda (sodium hidroksida) yang dicampur dengan minyak pada pemurnian alkali akan membentuk sabun (saponifikasi). Sabun ini terdispersi di dalam fase cair bersamaan dengan fosfolipid, pigmen, dan komponen lain sehingga menurunkan rendemen minyak ikan pada saat pemisahan minyak semi-refined dengan sabun (Kirk and Othmer 2005). Proses alkali refining berhasil menurunkan kadar asam lemak bebas karena asam lemak bebas tersabunkan oleh NaOH (Estiasih dan Ahmadi 2012). Penurunan angka peroksida pada netralisasi disebabkan di dalam asam lemak bebas terdapat sebagian kecil peroksida yang terikat, sehingga ketika asam lemak bebas terendapkan melalui proses penyabunan, ada sebagian peroksida yang ikut mengendap (Aisyah et al. 2010). Konsentrasi NaOH 18 °Be adalah konsentrasi terbaik berdasarkan parameter bilangan peroksida. Bilangan peroksida pada konsentrasi NaOH 18 °Be memiliki nilai yang paling rendah, hal ini diduga pada konsentrasi 18 °Be pengendapan impuritas berlangsung optimal. Konsentrasi NaOH terbaik ini kemudian digunakan untuk menentukan suhu netralisasi terbaik.
Hasil netralisasi dengan perlakuan suhu dapat dilihat pada Gambar 5-7. Data parameter rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida pada perlakuan suhu netralisasi ini adalah data yang menyebar normal (p>0,05) berdasarkan analisis Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 6). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu netralisasi yang berbeda memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap parameter rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida (Lampiran 7). Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perbedaan suhu netralisasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter rendemen pada suhu 40 dan 100 ℃ dengan suhu 60 ℃ dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada suhu 60 dan 80 ℃ serta pada suhu 40, 80, dan 100 ℃. Perbedaan suhu netralisasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan parameter kadar asam lemak bebas namun memberikan pengaruh yang nyata terhadap minyak ikan kasar (kontrol). Perbedaan suhu netralisasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter bilangan peroksida pada suhu 40, 60, dan 100 ℃ dengan minyak ikan kasar (kontrol) dan suhu 80 ℃, dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada suhu 40, 60, dan 100 ℃.
15 (keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata [p<0,05])
Gambar 7 Bilangan peroksida minyak ikan perlakuan suhu netralisasi (keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata [p<0,05])
Suhu reaksi sangat berpengaruh terhadap laju reaksi. Suhu reaksi yang semakin tinggi menyebabkan energi kinetik yang dimiliki oleh molekul pereaksi juga semakin besar. Hal ini akan berdampak pada semakin banyaknya tumbukan antar molekul reaktan sehingga konversi reaksi semakin besar (Aziz et al. 2013). Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi. Artinya dapat menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimalnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun (Levenspiel 1972). Suhu 60 °C adalah suhu netralisasi terbaik berdasarkan efisiensi energi dengan nilai parameter yang optimal. Konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi terbaik yang diperoleh kemudian digunakan sebagai titik-titik pusat variabel faktor (Tabel 2 dan 3) pada bahasan optimasi proses netralisasi minyak ikan lemuru.
Optimasi Konsentrasi NaOH dan Suhu Netralisasi
Penelitian ini mengoptimasikan dua faktor kondisi proses yaitu konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi. Faktor-faktor perlakuan tersebut digunakan untuk menentukan titik optimal rendemen, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida. Metode permukaan respon yang diolah dengan Design Expert 7.0.0 digunakan untuk menghasilkan persamaan matematis dan model polinomial yang sesuai dengan hasil penelitian. Puspitojati dan Santoso (2012) menyatakan bahwa terdapat empat tipe model polinomial yaitu mean (pangkat 0),
linear (pangkat 1), quadratic (pangkat 2) dan cubic (pangkat 3). Masing-masing variabel respon akan menghasilkan satu tipe model yang disarankan oleh program. Kelayakan dari model polinomial ditunjukkan oleh koefisien determinasi R2 dan signifikasi dari nilai F-hitung masing-masing variabel faktor (Aktas etal. 2006). Awalnya, penentuan tipe model polinomial dilakukan dengan mengacu dari kriteria yang disarankan oleh bagian Sequential Model of Squares (SMSS), lack of fit, nilai R2 dan adjusted-R2. Analisis dilanjutkan terhadap keragaman (ANOVA), model yang baik memiliki nilai yang signifikan terhadap respon dan nilai yang tidak signifikan terhadap lack of fit, serta nilai R2 dan adjusted-R2 yang mendukung. Analisis keragaman menunjukkan pengaruh kombinasi terhadap faktor yaitu dengan melihat nilai F-hitung. Nilai F-hitung yang semakin besar menunjukkan pengaruh yang semakin nyata. Pengaruh variabel faktor yang signifikan terhadap respon ditandai dengan p-value “Prob>F” yang lebih kecil dari 0,05. Solusi titik optimal variabel faktor diperoleh dengan melihat persamaan regresi dan analisis respon permukaan dari grafik konturnya (Chowdhury dan Saha 2011).
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Rendemen
Hasil pengujian pada rendemen minyak diperoleh nilai sebesar 59,6%−89,03% dengan nilai rata-rata rendemen yang diperoleh sebesar 81,89%. Hasil analisis Sequential Model Sum of Squares (SMSS), lack of fit, R2, dan
adjusted-R2 (Tabel 6) menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon rendemen adalah model polinomial kuadratik.
Tabel 6 Nilai parameter optimasi untuk respon rendemen
Parameter SMSS
Kuadratik 0,0076 0,0044 0,7959 0,6501 Disarankan
Tabel 6 menunjukkan bahwa model kuadratik memiliki nilai SMSS yang signifikan dengan “Prob>F” lebih kecil dari 0,05 (0,0076). Nilai lack of fit diperoleh “Prob>F” yang kurang dari dari 0,05 (0,0044) berarti terdapat lack of fit
17
Analisis keragaman (ANOVA) (Lampiran 8) menunjukkan pengaruh masing-masing faktor terhadap respon rendemen. Faktor suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh signifikan terhadap rendemen berdasarkan pengaruh kedua faktor yang digunakan. Faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon rendemen dengan p-value “Prob>F” yang lebih kecil dari 0,05 (0,0025). Berikut ini persamaan model polinomial respon rendemen dalam bentuk yang sebenarnya:
Respon rendemen (Y) = 50,33 – 0,83 X1 + 1,25 X2 + 0,08 X1X2 – 0,12 X12 – 0,02 X22
Keterangan : X1 = Konsentrasi NaOH (°Be) X2 = Suhu (℃)
Persamaan model di atas menunjukkan bahwa rendemen akan meningkat seiring dengan penurunan konsentrasi NaOH, peningkatan suhu dan interaksi konsentrasi NaOH dan suhu, penurunan interaksi kuadrat dari konsentrasi NaOH dan interaksi kuadrat dari suhu. Rendemen akan menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi NaOH, penurunan suhu dan interaksi konsentrasi NaOH dan suhu, peningkatan interaksi kuadrat dari konsentrasi NaOH dan interaksi kuadrat dari suhu. Grafik kontur dan 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap rendemen minyak dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Gambar 9 Grafik 3 dimensi Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon rendemen minyak
Gambar 8 menunjukkan garis-garis kontur melingkar dengan titik merah berada di lingkaran terdalam. Garis kontur melingkar yang terdalam itu menunjukkan daerah nilai respon yang terbaik. Lima titik merah pada kontur merupakan titik pusat dari rancangan yang dibuat. Nilai yang dicari pada respon rendemen ini adalah minyak dengan rendemen maksimum. Daerah berwarna merah menunjukkan nilai rendemen maksimum. Lima titik pusat pada kontur berada tepat pada titik pusat lingkaran. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon terbaik akan diperoleh dengan mengkondisikan faktor-faktor pada titik pusat. Gambar 9 merupakan 3 dimensi respon permukaan rendemen minyak yang menunjukkan rendemen yang optimal pada titik pusat rancangan. Solusi optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 7.0.0 untuk respon tunggal nilai rendemen yaitu X1 = 20 °Be dan X2 = 68,01 °C.
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Asam Lemak Bebas
Hasil pengujian asam lemak bebas diperoleh kadar asam lemak bebas sebesar 0,28%−0,55% dengan nilai rata-rata sebesar 0,47%. Hasil analisis SMSS,
lack of fit, R2,dan adjusted-R2 (Tabel 7) menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk mengoptimasi kondisi proses dengan respon asam lemak bebas adalah model linear. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor-faktor yang digunakan terhadap respon yang diinginkan yaitu asam lemak bebas.
Tabel 7 Nilai parameter optimasi untuk respon asam lemak bebas
Parameter SMSS
Prob>F
Lack of fit
Prob>F R
2
Adjusted R2 Keterangan
Linear 0,0395 0,0738 0,4761 0,3714 Disarankan
2FI 0,5560 0,0606 0,4970 0,3294
19
Tabel 7 menunjukkan bahwa model linear memiliki nilai SMSS yang signifikan dengan “Prob>F” lebih kecil dari 0,05 (0,0395). Nilai lack of fit diperoleh “Prob>F” yang lebih dari 0,05 (0,0738) berarti tidak terdapat lack of fit
(tidak signifikan). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian data respon asam lemak bebas dengan model. Nilai R2 pada model linear sebesar 0,4761. Nilai R2 ini mempunyai arti bahwa pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap perubahan variabel respon adalah 47,61% sedangkan sisanya sebesar 52,39% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui.
Analisis keragaman (ANOVA) (Lampiran 9) menunjukkan pengaruh masing-masing faktor terhadap respon asam lemak bebas. Faktor suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh signifikan terhadap asam lemak bebas berdasarkan pengaruh kedua faktor yang digunakan. Faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon asam lemak bebas dengan p-value “Prob>F” yang lebih kecil dari 0,05 (0,0134). Berikut ini merupakan persamaan model linear respon asam lemak bebas dalam bentuk yang sebenarnya:
Respon asam lemak bebas (Y) = 0,23 + 0,003 X1+ 0,003 X2
Keterangan : X1 = Konsentrasi NaOH (°Be) X2 = Suhu (℃)
Persamaan model di atas menunjukkan bahwa asam lemak bebas akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi NaOH dan peningkatan suhu. Asam lemak bebas akan menurun seiring dengan penurunan konsentrasi NaOH dan penurunan suhu. Grafik kontur dan 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon kadar asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Gambar 11 Grafik 3 dimensi Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon asam lemak bebas
Gambar 10 menunjukkan garis-garis kontur horizontal dengan titik merah berada di garis ketiga dari bawah. Garis kontur horizontal bagian bawah menunjukkan nilai respon terbaik dimana kadar asam lemak bebas minyak ikan semakin kecil. Lima titik merah pada kontur merupakan titik pusat dari rancangan yang dibuat. Nilai yang dicari pada respon asam lemak bebas adalah minyak dengan asam lemak bebas minimum. Daerah berwarna hijau menunjukkan kadar asam lemak bebas minimum. Lima titik pusat pada kontur tidak berada tepat pada titik pusat lingkaran. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon terbaik akan diperoleh dengan mengkondisikan faktor-faktor tidak pada titik pusat, tetapi bergeser ke bawah menuju daerah berwarna hijau. Respon asam lemak bebas akan optimal pada suhu netralisasi yang menurun. Gambar 11 merupakan 3 dimensi respon permukaan asam lemak bebas yang menunjukkan suhu netralisasi berpengaruh signifikan terhadap kadar asam lemak bebas minyak ikan. Solusi optimasi yang direkomendasikan program Design Expert 7.0.0 untuk respon tunggal kadar asam lemak bebas yaitu X1 = 16 °Be dan X2 = 40 °C.
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Bilangan Peroksida
Hasil pengujian bilangan peroksida diperoleh bilangan peroksida sebesar 19,36−26,93 meq/kg dengan nilai rata-rata sebesar 23,62 meq/kg. Hasil analisis
21
Tabel 8 Nilai parameter optimasi untuk respon bilangan peroksida
Parameter SMSS
Kuadratik 0,0548 0,0847 0,6339 0,3724 Disarankan
Tabel 8 menunjukkan bahwa model kuadratik memiliki nilai SMSS yang signifikan dengan “Prob>F” sama dengan 0,05 (0,0548). Nilai lack of fit diperoleh
“Prob>F” yang lebih dari dari 0,05 (0,0847) berarti tidak terdapat lack of fit (tidak signifikan). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian data respon asam lemak bebas dengan model. Nilai R2 pada model linear sebesar 0,6339. Nilai R2 ini mempunyai arti bahwa pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap perubahan variabel respon adalah 63,39% sedangkan sisanya sebesar 36,61% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui.
Analisis keragaman (ANOVA) (Lampiran 10) menunjukkan pengaruh masing-masing faktor terhadap respon bilangan peroksida. Faktor suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh signifikan terhadap bilangan peroksida berdasarkan pengaruh kedua faktor yang digunakan. Faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap respon bilangan peroksida dengan p-value “Prob>F” yang sama dengan 0,05 (0,0509). Berikut ini merupakan persamaan model polinomial respon bilangan peroksida dalam bentuk yang sebenarnya:
Respon bilangan peroksida (Y) = 84,12 – 8,93 X1 + 0,82 X2 – 0,02 X1X2 + 0,27 X12– 0,004 X22
Keterangan : X1 = Konsentrasi NaOH (°Be) X2 = Suhu (℃)
Persamaan model di atas menunjukkan bahwa bilangan peroksida akan meningkat seiring dengan penurunan konsentrasi NaOH, peningkatan suhu, penurunan interaksi konsentrasi NaOH dan suhu, peningkatan interaksi kuadrat dari konsentrasi NaOH, dan penurunan interaksi kuadrat dari suhu. Bilangan peroksida akan menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi NaOH, penurunan suhu, peningkatan interaksi konsentrasi NaOH dan suhu, penurunan interaksi kuadrat dari konsentrasi NaOH, dan peningkatan interaksi kuadrat dari suhu. Grafik kontur dan 3 dimensi pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon bilangan peroksida dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.
peroksida akan optimal pada konsentrasi NaOH dan suhu netralisasi yang meningkat. Gambar 13 merupakan 3 dimensi respon permukaan bilangan peroksida yang menunjukkan suhu netralisasi berpengaruh signifikan terhadap bilangan peroksida minyak ikan. Solusi optimasi yang direkomendasikan program
Design Expert 7.0.0 untuk respon tunggal bilangan peroksida yaitu X1 = 19,43
°Be dan X2 = 80 °C.
Gambar 12 Grafik kontur pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu pada netralisasi minyak ikan terhadap respon bilangan peroksida
23
Optimasi dan Validasi Kondisi Optimal
Kombinasi model yang terbaik berdasarkan analisis dari kedua variabel faktor dan tiga variabel respon menghasilkan kondisi netralisasi sesuai dengan yang diinginkan. Penentuan kondisi optimal dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu goal yang diinginkan dari masing-masing variabel respon, setelah itu menentukan bobot kepentingan masing-masing variabel respon sesuai dengan tingkat kepentingannya. Uraian variabel faktor dan respon yang dioptimasi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Uraian variabel faktor dan respon yang akan dioptimasi
Kriteria Satuan Goal Batas netralisasi yang optimal adalah maximize pada respon rendemen serta minimize
pada respon asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Kolom bobot kepentingan menunjukkan bahwa rendemen dan asam lemak bebas merupakan variabel respon yang paling penting dalam menentukan kondisi netralisasi optimal sehingga bernilai positif lima (+++++) dan variabel respon bilangan peroksida bernilai positif tiga (+++). Tujuan utama netralisasi adalah menghilangkan asam lemak bebas (Huang dan Sathivel 2010) dengan rendemen tertinggi sehingga bobot kepentingan rendemen dan asam lemak bebas lebih tinggi daripada bilangan peroksida.
Analisis dari dua variabel faktor dan tiga variabel respon yang ada serta dengan penentuan bobot kepentingan pada setiap respon, program Design Expert 7.0.0 merekomendasikan solusi optimasi penelitian ini, yaitu konsentrasi NaOH 18 °Be dan suhu netralisasi 40 °C dengan nilai desirability yang dapat dicapai sebesar 0,532 artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakterisitik yang paling optimal sebesar 53,2%. Titik optimasi ini memiliki nilai prediksi respon rendemen, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida masing-masing sebesar 79,13%, 0,38%, dan 23,50 meq/kg. Model akan dinilai baik dan memadai apabila nilai prediksi respon yang dihasilkan mendekati nilai verifikasi dalam kondisi aktual (Madamba 2005).
diprediksikan sedangkan PI high adalah nilai tertinggi dari interval yang diprediksi. Definisi 95% pada PI menunjukkan nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%. Nilai pada kolom aktual didapatkan dari hasil pengamatan laboratorium sedangkan nilai pada kolom prediksi dan 95% PI didapatkan dari hasil pengolahan program Design Expert 7.0.0. Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi program dengan nilai hasil aktual dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Perbandingan nilai respon prediksi solusi optimasi dengan nilai aktual
Respon Aktual Prediksi 95% PI
Minyak semi-refined optimal hasil validasi memiliki rendemen 85,90 %, kadar asam lemak bebas 0,48%, dan bilangan peroksida 23,83 meq/kg. Nilai respon prediksi ini apabila dibandingkan dengan yang diberikan oleh program, semua nilai respon yang didapatkan masih di dalam selang nilai respon prediksi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa solusi optimasi yang direkomendasikan oleh program adalah baik.
Karakteristik Minyak Ikan Hasil Netralisasi Optimal
Minyak ikan hasil netralisasi (minyak semi-refined) yang diperoleh berdasarkan program Design Expert 7.0.0 adalah minyak ikan yang dinetralisasi dengan konsentrasi NaOH 18 °Be pada suhu proses 40 ℃. Minyak ikan ini memiliki rendemen 85,59%, kadar asam lemak bebas 5,21% dengan penurunan sebesar 89,90%, dan bilangan peroksida 36,64 meq/kg dengan penurunan sebesar 34,97%. Minyak ikan semi-refined ini kemudian dikarakteristik kembali dan dibandingkan dengan karakteristik awal sebelum dimurnikan dengan alkali yang meliputi kadar protein, warna, dan profil asam lemak. Tabel 11 berikut ini menunjukkan kadar protein dan warna minyak ikan yang telah dimurnikan dengan alkali pada kondisi optimal.
Tabel 11 Karakteristik minyak ikan semi-refined
Karakteristik Nilai Kontrol Penurunan (%)
Asam lemak bebas (%) 0,48±0,06 5,21±0,33 90,83
Keterangan : CIE = Commission Internationale de l’Eclairage L* = Kecerahan
25
Minyak semi-refined hasil optimasi dari netralisasi ini memiliki kadar asam lemak bebas 0,48% dengan penurunan 90,83% dan bilangan peroksida 23,83 meq/kg dengan penurunan 34,97%. Nilai ini tidak berbeda pada penelitian Fuadi (2014) yaitu netralisasi pada konsentrasi NaOH 18 °Be dapat menurunkan kadar asam lemak bebas sebesar 89,41% dan bilangan peroksida sebesar 24,56%. Mekanisme reaksi netralisasi dapat dilihat pada Gambar 14:
Gambar 14 Reaksi penyabunan (Ketaren 2008)
Mekanisme reaksi antara asam lemak bebas dan NaOH yaitu keasaman dari asam lemak bebas yang bersumber dari H+ pada grup karboksil bereaksi dengan gugus OH- dari NaOH dan menghasilkan sabun dan air. Sabun ini akan terdispersi bersamaan dengan komponen lain termasuk peroksida, sehingga netralisasi dapat menurunkan kadar asam lemak bebas serta bilangan peroksida (Kirk dan Othmer 2005).
Minyak ini memiliki karakteristik fisik warna kekuningan (Lampiran 11) dengan kandungan protein sebesar 0,17 g/100g. Kadar protein ini turun sebesar 48,48%. Hodgum (1995) menyatakan bahwa pemurnian dengan alkali menghilangkan beberapa jenis kotoran (impurities) dalam minyak antara lain fosfatida, protein, atau fragmen protein. Minyak ini memiliki karakteristik fisik warna kecerahan (L*) 54,58, kemerahan (a*) 2,60, dan kekuningan (b*) 42,84. Hasil ini sesuai dengan Feryana et al. 2014 yang menyatakan bahwa warna minyak hasil netralisasi lebih cerah dibandingkan dengan minyak kasar. Peningkatan kecerahan dan penurunan tingkat kemerahan karena selama proses netralisasi terjadi penghilangan zat warna misalnya klorofil, vitamin E dan karotenoid. Beberapa macam kotoran misalnya fosfatida, protein dan resin pun ikut mengendap bersama sabun sehingga terjadi penghilangan warna (Susanto 1999). Minyak hasil optimasi dari netralisasi ini kemudian dianalisis dengan kromatografi gas untuk menentukan profil asam lemak. Kromatogram metil ester asam lemak minyak ikan semi-refined hasil optimasi dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel profil asam lemak minyak ikan semi-refined disajikan pada Tabel 12.
Profil asam lemak hasil optimasi dari proses netralisasi ini antara lain terdiri dari 29,32 %b/b SFA, 14,70 %b/b MUFA, dan 23,13 %b/b PUFA. Masing-masing komponen asam lemak mengalami penurunan yaitu 7,86% pada SFA, 8,98% pada MUFA, dan 29,29% pada PUFA. Hal ini sesuai dengan penelitian Sathivel et al. (2003) yang menunjukkan adanya penurunan pada minyak ikan menhaden (Brevoortia tyrannus) yang telah dimurnikan dengan alkali yaitu 10,05% pada PUFA. Cmolik dan Pokorny (2000) menyatakan bahwa meskipun netralisasi alkali banyak digunakan pada industri makanan, namun pemurnian ini memiliki kekurangan, salah satunya dapat menyebabkan hilangnya triasilgliserol pada minyak netral terutama untuk minyak kasar yang memiliki asam lemak bebas yang tinggi. Berikut ini tabel profil asam lemak minyak ikan semi-refined.
Tabel 12 Profil asam lemak minyak ikan semi-refined
Asam Lemak Hasil (%b/b)
Asam Laurat, C12:0 0,07
Asam Miristat, C14:0 10,66
Asam Pentadekanoat, C15:0 0,43
Asam Palmitat, C16:0 14,94
Asam Heptadekanoat, C17:0 0,37
Asam Stearat, C18:0 2,33
Asam Arakhidat, C20:0 0,25
Asam Heneikosanoat Acid, C21:0 0,06
Asam Behenat, C22:0 0,15
Asam Lignoserat, C24:0 0,06
∑SFA 29,32
Asam Miristoleat, C14:1 0,02
Asam Palmitoleat, C16:1 8,23
Asam Elaidat, C18:1�9t 0,63
Asam Oleat, C18:1�9c 4,44
Asam Cis-11-Eikosenoat Acid, C20:1 0,98
Asam Erusat, C22:1�9 0,14
Asam Nervonat, C24:1 0,26
∑MUFA 14,70
Asam Linoleat Acid, C18:2�6c 0,94
Asam Linolenat, C18:3�3 0,14
Asam Cis-11,14-Eikosedienoat, C20:2 0,10
Asam Cis-5,8,11,14,17-Eikosapentaenoat, C20:5�3 12,36 Asam Cis-4,7,10,13,16,19-Dokosaheksaenoat,
Kombinasi dari variabel faktor menghasilkan respon yang optimal pada konsentrasi NaOH (X1) 18 °Be dan suhu netralisasi (X2) 40 ℃ dengan nilai
27
Saran
Penelitian berikutnya disarankan melakukan optimasi dengan mencari variabel faktor lain yang mempengaruhi proses netralisasi misalnya jenis basa dan
waktu kontak serta penambahan variabel respon yaitu oksidasi sekunder p-anisidin agar diperoleh hasil respon yang lebih optimal. Selain itu untuk
mendapatkan kualitas minyak ikan yang sesuai International Fish Oil Standard
(IFOS) perlu dilakukan metode pemurnian secara lengkap yang meliputi
degumming, netralisasi, bleaching, deodorasi, dan winterisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ackman RG. 2005. Fish Oils. Bailey's Industrial Oil and Fat Products. Nova Scotia (CA): John Wiley & Sons Inc.
Ahmadi K, Mushollaeni W. 2007. Aktivasi kimiawi zeolite alam untuk pemurnian minyak ikan dari hasil samping penepungan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2): 71-79.
Aisyah S, Yulianti E, Fasya AG. 2010. Penurunan angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) pada proses bleaching minyak goreng bekas oleh karbon aktif polong buah kelor (Moringa oliefera , Lamk) dengan aktifasi NaCl. Alchemy. 1: 93-103.
Aktas N, Boyaci HI, Mutlu M, Tanyolac A. 2006. Optimation of lactose utilization in deproteinated whey by Kluyveromyces marxians using response surface methodology. Bioresource Technology. 97: 2252-2259. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Gaithersburg, Maryland (US): Published by The Association of Analytical Chemist, Inc.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official. Agricultural Chemists. Washington DC (US): Published by The Association of Analytical Chemist, Inc.
[AOCS] American Oil Chemists' Society. 1998. Free Fatty Acids In: Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists Society. Vol 5a.5thed. Champaign (US): AOCS Press.
Aziz I, Nurbayti S, Suwandari J. 2013. Pembuatan gliserol dengan reaksi hidrolisis minyak goreng bekas. Chemistry Progress. 6(1): 19-25.
Bernardini E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Roma (IT): Interstamps House.
Bimbo AP. 1998. Guidelines for characterizing food-grade fish oil. International News on Fat, Oils and Related Materials 9(5): 473-483.
Cmolik J, Pokorny J. 2000. Physical refining of edible oils. European Journal of Lipid Science and Technology. 102: 472-486.
Crexi VT, Grunennvaldt FL, Soares LAS, Pinto LAA. 2009. Deodorisation process variable for croaker (M. furnieri) oil. Food Chemistry. 114: 369-401.
Estiasih T, Nisa FC, Ahmadi K. 2006. Optimasi pemadatan cepat pada pembuatan minyak kaya asam lemak �3 dari minyak hasil samping penepungan ikan lemuru. Agritek. 14(3): 681-694.
Estiasih T. 2009. Minyak Ikan: Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Estiasih T. 2010. Optimasi kristalisasi urea pada pembuatan konsentrat asam lemak �-3 dari minyak hasil samping penepungan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 11(1): 37-46.
Estiasih T, Ahmadi K. 2012. Pembuatan trigliserida kaya asam lemak �-3 dari minyak hasil samping pengalengan ikan lemuru (Sardinellalongiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 3: 116-128.
Felix ML, Velazquez M. 2002. Current status of lipid nutrition white shrimp,
Litopenaeus vannamei. Food Chemistry. 96: 36-45.
Feryana IWK, Suseno SH, Nurjanah. 2014. Pemurnian minyak ikan mackerel hasil samping penepungan dengan netralisasi alkali. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17(3): 207-214.
Fuadi I. 2014. Pemurnian alkali dan kristalisasi suhu rendah dari minyak ikan hasil samping pengalengan mackerel (Scomber japonicus) [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Petanian Bogor.
Gedi MA, Bakar J, Mariod AA. 2015. Optimization of supercritical carbon dioxide (CO)extraction of sardine (Sardinella lemuru Bleeker)oil using response surface methodology (RSM). Grasas Aceites. 66(2): 1-11.
Hashimoto M, Tanabe Y, Fujii Y, Kikuta T, Shido HO. 2005. Chronic administration docosahexanoic acid ameliorates the impairment of spatial cognition learning ability in amyloid -infused rats. The Journal of Nutrition. 135: 549-555.
Hinton PR. 2014. Statistics Explained, 3rd Edition. New York (US): Routledge. Hodgum AS. 1995. Refining and bleaching. Dalam: Y.H. Hui (ed.). Bailey’s
Industrial Oil and Fat Products. Edible Oil and Fat Products: Processing Technology. New York (US): John Wiley & Sons Inc.
[HMSO] UK Department of Health. 1994. Nutritional aspects of cardiovascular disease (report on health and social subjects No. 46). London (UK): HMSO.
29
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd ed. Maryland (US): Aspen Pub.
[IFOS] International Fish Oils Standard. 2011. Fish oil purity standards.
http://www.omegavia.com/best-fish-oil-supplement-3/ (15 Agustus 2015). Jeff W. 2000. Experiments: Planning, Analysis, and Parameter Design
Optimization. New York (US): John Wiley and Sons, Inc.
Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Press.
Kirk KE, Othmer VF. 2005. Encyclopedia of Chemical Technology. New York (US): John Willey and Sons, Inc.
Levenspiel O. 1972. Chemical Reaction Engineering, 2nd Ed. New York (US): John Wiley & Sons, Inc.
Madamba PS. 2005. Determination. of optimum intermittent drying condition for rough rice (Oryza sativa L). Food Science and Technology. 38: 157-165. Montgomery DC. 2005. Design and Analysis of Experiments: Response surface
method and designs. New Jersey (US): John Wiley and Sons, Inc.
Moreno PJG, Guadix A, Robledo LG, Melgosa M, Guadix EM. 2013. Optimization of bleaching conditions for sardine oil. Journal of Food Engineering. 116: 606-612.
Murtidjo BA. 2001. Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Okada T, Morrissey MT. 2007. Recovery and characterization of sardine oil extracted by pH adjustment . Journal of Agricultural and Food Chemistry.
55: 1808−1813.
Oterhals A, Berntssen HG. 2010. Effects of refining and removal of persistent organic pollutants by short-path distillation on nutritional quality and oxidative stability of fish oil. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
58: 12250–12259.
Purwaningsih S, Salamah E, Apriyana GP. 2013. Profil protein dan asam amino keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) pada pengolahan yang berbeda.
Jurnal Gizi dan Pangan. 8(1): 77-82.
Puspitojati E, Santoso H. 2012. Optimasi fermentasi pada pembuatan ekstrak temulawak sebagai bahan baku es krim. Jurnal Ilmu Pertanian. 16(2): 91-99.
Saraswati. 2013. Pemurnian minyak ikan sardin (Sardinella sp.): Sentrifugasi dan adsorben bentonite [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, King JM, Grimm CC, Lloyd S. 2003. Oil
Senanayake SPJN, Shahidi F. 2002. Lipase-catalysed incorporation of docosahexaenoic acic (DHA) into borage oil: optimization using Response Surface methodology. Food Chemistry 77: 115-123.
Shannon J, King IB, Moshofsky R, Lampe JW, Gao DL, Ray RM, Thomas DB. 2007. Erythrocyte fatty acids and breast cancer risk: a case-control study in Shanghai, China. The American Journal of Clinical Nutrition. 85: 1090-1097.
Sholihah U. 2014. Pengaruh kombinasi bentonit dan atapulgit pada pemurnian minyak ikan hasil samping pengalengan ikan Sardinella sp. terhadap kualitas minyak ikan yang dihasilkan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Simopolous AP. 2002. The importance of the ratio of omega-6/omega-3 essential fatty acids. Biomedicine and Pharmacotheraphy. 56: 365-379.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Principle and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. Sumantri B, Penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Susanto WH. 1999. Teknologi Lemak dan Minyak Makan. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press.
Suseno SH, Tambunan J, Ibrahim B, Saraswati, Hayati S, Izaki AF. 2014. Optimization of sardine (Sardinella sp.) oil refining using response surface method (RSM). Pakistan Journal of Biotechnology. 11(1): 41-51. Widyaningdyah AU. 2001. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
earnings management pada perusahaan go public di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 3(2): 89 – 101.
Yarnpakdee S, Benjakul S, Nalinanon S, Kristinsson HG. 2011. Lipid oxidation and fishy odour development in protein hydrolysate from nile tilapia
(Oreochromis niloticus) muscle as affected by freshness and antioxidants.
Food Chemistry. 132: 1781-1788.
31
33
Lampiran 1 Contoh perhitungan kebutuhan NaOH untuk netralisasi Diketahui : Jumlah sampel = 50 g
Kadar asam lemak bebas = 5,74%
Excess = 0,2
Konsentrasi NaOH = 18 °Be
Perlakuan konsentrasi NaOH = 0,142 × persentase asam lemak bebas +excess
% NaOH/100
Perlakuan konsentrasi NaOH =
(0,142 × 5,74100 ×50 g ) + 1000,2 ×50 g
12,68 g/100 mL
= 4 mL
Lampiran 2 Hasil desain matriks percobaan dan hasil respon
STD Konsentrasi (°Be) Suhu (℃) Rendemen (%) FFA (%) PV (meq/kg)