SKRIPSI
ANALISIS DAYA SAING INVESTASI DI KOTA PEMATANG SIANTAR
OLEH
AHMAD PAPIN HERDIAN 100501126
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti apa yang mempengaruhi kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi daerah, yaitu faktor kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, dan infrastruktur fisik.
Penelitian ini mengadopsi metode KPPOD untuk menganalisis kegiatan investasi pada tingkat daerah dan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menguji iklim usaha di Kota Pematang Siantar.
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kelembagaan menjadi faktor yang paling dominan, diikuti faktor ekonomi daerah, faktor infrastruktur fisik, faktor tenaga kerja dan produktivitas, serta faktor sosial politik.
ABSTRACT
This paper attempts to explore to what extent the current regime has changed the investment attractiveness in Pematang Siantar City. Focus on five factors that lead to regional investment attractiveness, in particular institutional, social political, regional economy, labor and productivity, and physical infrastructure factor.
This paper combined KPPOD method to analyze investment attractiveness at regional level and Analytical Hierarchy Process (AHP) to examine the business climate in Pematang Siantar City.
The result of the analyze data with using AHP method that the particular institutional factor is found as the most important factor, followed by regional economy, physical infrastructure factor, labor and productivity, and social-political factor
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan hidayah yang diberikan kepada penulis yang telah menyelesaikan
pengerjaan skripsi yang berjudul “ Analisis Daya Saing Investasi Di Kota
Pematang Siantar”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
ekonomi pada departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera
Utara tahun akademik 2013/2014. Adapun pengerjaan skripsi ini saya
persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, yakni Bapak Subandrio dan
Ibunda Tercinta Sonta Bancin yang telah memberikan kasih sayang yang tulus
seumur hidup saya.
Adapun keberhasilan pengerjaan skripsi ini tidak terlepas oleh pihak-pihak
terkait yang telah banyak membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih yang besar
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak
memberikan masukan bagi pengerjaan Skripsi ini dan Bapak Drs. Syahrir
Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris
Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara, sekaligus menjadi Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan masukan dan bimbingan untuk penyesuaian
Skripsi ini.
4. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya Hasibuan M.si selaku Dosen Pembanding
yang juga telah memberikan masukan bagi pengerjaan Skripsi ini
5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
6. Seluruh Pegawai dan Staff Administrasi Departemen Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh sahabat yang telah memberi dukungan, motivasi dan inspirasi
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Juli 2014
Ahmad Papin herdian 100501126
DAFTAR ISI
2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri ... 10
2.2. Konsep Daya Saing Investasi ... 11
2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Investasi ... 14
2.4. Penelitian Terdahulu ... 22
2.5. Kerangka Konseptual ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 27
3.3. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 27
3.4. Skala Pengukuran Variabel ... 29
3.5. Populasi dan Sampel ... 29
3.6. Jenis dan Sumber Data ... 30
3.7. Metode Pengumpulan Data ... 31
3.8. Metode Analisis ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1. Kondisi Demografi Kota Pematang Siantar ... 41
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar ... 43
4.3. Inflasi Di Kota Pematang Siantar ... 44
4.4. Ketenagakerjaan Di Kota Pematang Siantar ... 44
4.5 Sektor Industri Kota Pematang Siantar ... 45
4,6 Perbankan dan Investasi Di Kota Pematang Siantar ... 46
4.7 Peringkat Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar ... 47
4.4.1. Faktor Kelembagaan ... 50
4.4.3. Faktor Ekonomi Daerah ... 53
4.4.4. Faktor Tenaga Kerja ... 54
4.4.5. Faktor Infrastruktur Fisik ... 56
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1.1 Bobot Faktor Pemeringkat Daya Tarik Investasi
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti apa yang mempengaruhi kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi daerah, yaitu faktor kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, dan infrastruktur fisik.
Penelitian ini mengadopsi metode KPPOD untuk menganalisis kegiatan investasi pada tingkat daerah dan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menguji iklim usaha di Kota Pematang Siantar.
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kelembagaan menjadi faktor yang paling dominan, diikuti faktor ekonomi daerah, faktor infrastruktur fisik, faktor tenaga kerja dan produktivitas, serta faktor sosial politik.
ABSTRACT
This paper attempts to explore to what extent the current regime has changed the investment attractiveness in Pematang Siantar City. Focus on five factors that lead to regional investment attractiveness, in particular institutional, social political, regional economy, labor and productivity, and physical infrastructure factor.
This paper combined KPPOD method to analyze investment attractiveness at regional level and Analytical Hierarchy Process (AHP) to examine the business climate in Pematang Siantar City.
The result of the analyze data with using AHP method that the particular institutional factor is found as the most important factor, followed by regional economy, physical infrastructure factor, labor and productivity, and social-political factor
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi (BPKM, 2004). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu indikator penting dalam melakukan analisis mengenai pembangunan ekonomi
suatu wilayah. Pembangunan wilayah dilakukan dengan mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah melalui kegiatan investasi baik yang berasal dari dalam atau
disebut Penanaman Modal Dalam Negeri (PDMD) atau juga yang berasal dari
luar negeri atau disebut Penanaman Modal Asing (PMA). Oleh karena itu, untuk
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maka diperlukan
investasi pada semua sektor pembangunan.
Globalisasi mengakibatkan persaingan dalam memperebutkan
faktor-faktor produksi semakin meningkat. Secara umum semua daerah menyadari
bahwa untuk mempercepat proses pembangunan diperlukan dana yang sangat
besar. Pemerintah di daerah dihadapkan pada suatu masalah yang rumit. Di satu
sisi terdapat keinginan yang besar untuk meningkatkan pembangunan dengan
kemampuan sendiri tanpa harus bergantung terhadap pihak lain. Di sisi lain,
banyak daerah yang mengalami keterbatasan dana untuk melakukan
pembangunan daerahnya. Sumber pendanaan yang dapat menjadi alternatif untuk
mewujudkan pembangunan daerah adalah dengan menarik investasi baik itu dari
Dengan adanya otonomi daerah telah memberikan peluang yang cukup
besar kepada daerah untuk menarik investasi swasta sebagai salah satu sumber
pembiayaan pembangunan. Namun hal ini akan menyebabkan tingkat persaingan
daerah akan semakin tajam sehingga pemerintah daerah di tuntut untuk
menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi,
orang dan industri untuk masuk ke wilayah masing-masing.
Menurut KPPOD (2003) terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat
menentukan daya tarik investor untuk masuk ke suatu daerah. Faktor-faktor
tersebut diperkirakan juga relatif sama dengan yang terjadi di kota Pematang
Siantar. Menurut KPPOD faktor-faktor tersebut adalah faktor kelembagaan, sosial
politik, Ekonomi Daerah, Tenaga Kerja dan Infrastruktur Fisik. Pada tahun 2002
dan 2003 KPPOD melakukan penelitian terhadap 134-200 Kabupaten/Kota di
Indonesia untuk mengetahui bobot masing-masing faktor tersebut. Hasil
penelitian KPPOD menunjukkan bahwa faktor kelembagaan memiliki bobot
tertinggi diantara faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi (Tabel 1). Faktor
lain yang juga berpengaruh dan memiliki jumlah bobot yang cukup tinggi adalah
kondisi sosial politik.
Tabel 1.1
Bobot Faktor Pemeringkat Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia
menurut penelitian KPPOD Tahun 2002-2003
Faktor 2002 2003
Kelembagaan 31% 31%
Sosial Politik 26% 26%
Ekonomi Daerah 17% 17%
Tenaga Kerja 13% 13%
Infrastruktur Fisik 13% 13%
Dengan adanya penerapan otonomi daerah diharapkan kota Pematang
Siantar menjadi pusat kekuatan baru dalam bidang ekonomi, sosial dan politik.
Kota Pematang Siantar merupakan salah satu kota yang sedang giat-giatnya
melakukan pembangunan di segala bidang, yang bertujuan untuk menarik para
investor dalam negeri maupun investor asing. Potensi dan peluang kota
Pematang Siantar dalam menarik investor cukup besar. Hampir semua sektor di
Kota Pematang Siantar memiliki potensi yang dapat di kembangkan. Prospek
Investasi di Kota Pematang Siantar juga menjanjikan, karena letak kota Pematang
Siantar yang strategis.
Sebagai kota perdagangan, secara geografi Pematang siantar diapit
Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh dan
pertanian. Kemudian kota ini juga menghubungkan jalan darat ke
kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan.
Sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar
kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat.
Untuk mengupayakan agar Kota Pematang siantar dapat menjadi suatu
wilayah yang menarik bagi investor/penanam modal, selain melakukan promosi
perlu juga diketahui faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi dari sisi
investor. Atas dasar latar belakang ini,maka penelitian yang mengkaji
faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi ke Pematang Siantar amat perlu
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah
yang dikemukakan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan,
yaitu :
1. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing investasi di Kota
Pematang Siantar?
2. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi faktor dominan dalam menentukan
daya saing investasi di Kota Pematang Siantar?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja
kendala-kendala yang dihadapi pemerintah Kota Pematang Siantar dalam menarik
investor dari dalam negeri maupun investor dari luar negeri.Secara khusus tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi di
Kota Pematang Siantar
2. Untuk melakukan pemeringkatan faktor-faktor dominan yang menentukan
daya saing investasi kota Pematang Siantar
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi
para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam meumuskan dan
merencanakan arah kegiatan pembangunan perekonomian di Kota
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Investasi
Investasi berarti setiap kegiatan yang meningkatkan kemampuan ekonomi
untuk memproduksi output di masa yang akan datang. Secara umum investasi
dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli barang dan modal dan
perlengkapan produksi guna menambah kemampuan produksi barang dan jasa
dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal memungkinkan
perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang. Mankiw (2005) mengartikan investasi sebagai barang-barang yang
dibeli untuk penggunaan masa depan.
Menurut Sukirno (1996), investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran
atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli
barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
produksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia di dalam perekonomian.
Investasi menempati posisi yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan
perekonomian daerah. Besar kecilnya investasi dalam suatu kegiatan ekonomi
ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan tekhnologi,
ramalan kondisi ekonomi, dan faktor lainnya.
Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya
tunai, peralatan, aset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian
(Harjono, 2007).
Investasi merupakan faktor yang penting dalam proses pertumbuhan
ekonomi. Dengan adanya kegiatan investasi di suatu daerah tentunya akan
mendorong peningkatan capital per tenaga kerja (perkapita) sehingga akan
meningkatkan pendapatan nasional. Apabila terdapat kenaikan jumlah kapital
perkapita maka akan meningkatkan pendapatan nasional sehingga meningkatkan
investasi.
Menurut mankiw (2000), investasi terdiri dari barang yang dibeli untuk
penggunaan masa depan. Investasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu
business fixed investment, residential investment dan inventory investment.
Business fixed Investment mencakup sarana dan prasarana yang digunakan
perusahaan dalam produksinya, sementara Residential Investment meliputi
pembelian rumah baru, baik yang akan ditinggali oleh pemilik sendiri maupun
yang akan disewakan kembali, sedangkan Inventory Investment adalah barang
yang disimpan oleh perusahaan di gudang, meliputi bahan baku, persediaan,
barang setengah jadi dan barang jadi.
Investasi adalah variabel ekonomi yang menjadi penghubung antara
kondisi pada saat sekarang ini dengan kondisi di masa yang akan datang, dan juga
yang menghubungkan antara pasar barang dan pasar uang. Peranan suku bunga
sangat penting dalam menjembatani kedua pasar tersebut. Investasi juga
merupakan komponen PDB yang paling volatile. Pada saat resesi, penyebab
makroekonomi, pengertian investasi adalah “…the flow of spend-ing that adds to
the physical stock of capital”. Dengan demikian kegiatan seperti pembangunan
rumah, pembelian mesin, pembangunan pabrik dan kantor, serta penambahan
barang inventori suatu perusahaan termasuk dalam pengertian investasi tersebut,
sedangkan kegiatan pembelian saham atau obligasi suatu perusahaan tidak
termasuk dalam pengertian investasi ini (Dornbusch, 1996).
2.1.1 Penanaman Modal Asing
Menurut hulman panjaitan dalam Harjono (2007) pengertian penanaman
modal asing adalah suatu kegiatan penanaman modal yang didalamnya terdapat
unsur asing (foreign element) yang ditentukan oleh adanya kewarganegaraan yang
berbeda, asal modal, dan sebagainya. Modal yang ditanam dalam penanaman
modal asing merupakan modal yang berasal dari milik asing maupun modal
gabungan antar modal milik asing dengan modal dalam negeri.
Pada umumnya di negara yang sedang berkembang menganggap bahwa
pembangunan ekonomi negara tersebut akan dapat dikembangkan lagi jika dapat
memanfaatkan modal asing. Modal asing tersebut akan dimanfaatkan ke dalam
sektor-sektor yang produktif. Untuk aliran modal asing yang lebih besar lagi perlu
diciptakan iklim ekonomi yang baik sehingga investor asing akan menanamkan
modalnya dan modal asing tersebut akan disertakan dalam pembangunan
ekonomi.
Peranan modal asing dalam pembangunan adalah bersifat komplementer
yang diarahkan sesuai prioritas pembangunan. Seperti yang dketahui
kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan kecakapan
manajemen, tekhnik dan organisasi. Pelaksanaannya harus diusahakan
berdasarkan kemampuan yang ada di dalam negeri agar tidak merugikan
kepentingan nasional. Menurut Sumantoro (1989), penanaman modal asing harus
diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkan prioritasnya oleh
pemerintah yaitu untuk sekto-sektor sebagai berikut:
1. Usaha yang membutuhkan modal swasta sangat besar dan tekhnologi yang
tinggi
2. Usaha yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi
3. Usaha pendirian industri-industri dasar
4. Usaha yang menciptakan lapangan pekerjaan
5. Usaha yang menunjang penerimaan negara
6. Usaha yang menunjang penghematan devisa atau pengganti impor
7. Usaha yang menunjang pembangunan daerah
Kebijaksanaan dibidang penanaman modal asingtersebut secara
keseluruhan tercakup pada kebijaksanaan pengembangan dunia usaha dan
mencakup bidang-bidang pengaturan tekhnis dan pengarahan dalam rangka
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan usaha, peningkatan
penyebaran kegiatan usaha kedaerah, pembukaan lapangan kerja yang lebih luas
bagi tenaga kerja Indonesia dan pengarahan potensi investasi yang ada.
Penanamanan modal asing ke suatu negara akan mencari objek investasi
yang menarik, mendapatkan keuntungan dan aman. Investor asing akan berusaha
1967 tentang penanaman modal asing. Disamping itu investor asing juga
mengusahakan perlindungan dari negara asalnya atau dari organisasi-organisasi
keuangan internasional.
Pada saat sekarang ini negara yang sedang berkembang ataupun negara
maju telah menyadari dan mengusahakan hubungan kerjasama antara pemerintah
dan pihak swasta. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penanaman modal dari
negara maju ke negara yang sedang berkembang. Motif mencari untung dari
kegiatan penanaman modal akan selalu di utamakan oleh negara maju, sedangkan
bagi negara yang sedang berkembang menganggap kegiatan penanaman modal
asing sebagai suatu kegiatan perluasan untuk mendapatkan perkembangan dalam
negeri.
2.1.2 Penanaman Modal Dalam Negeri
Penanaman modal dalam negeri diatur dalam UU No.6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Penanaman modal dalam negeri adalah
penggunaan modal dalam negeri (merupakan kekayaan Masyarakat Indonesia
yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang
berdomisili di Indonesia yang digunakan guna menjalankan kegiatan usaha) bagi
usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya (Harjono,
2007).
Usaha pengembangan penanaman modal dalam negeri telah dirintis oleh
pemerintah, yaitu dengan kebijakan kredit investasi. Pemberian kredit investasi
memerlukan keahlian dalam proses pembangunannya. Pemberian atau penyaluran
menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan dimana terjadi pemborosan keuangan
negara dan pengaruhnya terhadap inflasi (Sumantoro, 1989)
2.2 Konsep Daya Saing Investasi
Daya Saing (Competiveness) merupakan salah satu kata kunci yang lekat
dengan pembangunan ekonomi lokal/daerah. Camagni (2002) mengungkapkan
bahwa daya saing daerah kini merupakan salah satu isu sentral, terutama dalam
rangka mengamankan stabilitas ketenagakerjaan, dan memanfaatkan integrasi
eksternal (kecenderungan global), serta keberlanjutan pertumbuhan kesejahteraan
dan kemakmuran lokal/daerah.
Mayer-Staner (2003) menegaskan bahwa “ Local Economic Development
is about competiveness – it is about companies thriving in a competitive
globalised world.” Yang dimaksud daerah “daerah” dalam hal ini adalah wilayah
geografis tertentu didalam suatu negara atau antar beberapa negara. Untuk
pengertian yang pertama, maka daerah merupakan bagian integral dari suatu
negara. Berikut adalah beberapa definisi tentang daya saing daerah.
Daya saing tempat (lokalitas dan daerah) merupakan kemampuan ekonomi
dan masyarakat lokal untuk memberikan peningkatan standar hidup bagi
warga atau penduduknya (Malecki, 1999)
Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota
konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan
bahwa bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjual tingkat nilai tambah
yang tinggi dalam persaingan terbuka terhadap persaingan eksternal
Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota
konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan
bahwa bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjuual tingkat nilai
tambah yang tinggi dalam persaingan internasional, dapat dipertahankan
oleh aset dan institusi di daerah tersebut, dan karenanya menyumbang
pada peningkatan PDB dan distribusi kesejahteraan lebih luas dalam
masyarakat, menghasilkan standar hidup yang tinggi, serta virtuous cycle
dampak pembelajaran (Charles dan Benneworth, 2000)
Daya saing perkotaan (urban Competiveness) merupakan kemampuan
suatu daerah perkotaan untuk memproduksi dan memasarkan
produk-produknya yang serupa dengan produk dari daerah perkotaan lainnya
(World Bank ; dan Webster dan Muller 2000).
Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam
mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestic dan
internasional. (Abdullah, et, al, 2002)
Daerah merupakan suatu entitas ekonomi dan sebagai bagian integral dari
suatu negara. Karena itu dengan analogi terhadap negara, maka daya saing daerah,
hingga batas tertentu, pada dasarnya akan memiliki keserupaan fitur dengan daya
saing negara.
Kelembagaan, mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan dalam hal perumusan kebijakan,pelayanan publik,kepastian dan
penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Dalam penelitian ini, faktor
kelembagaan terbagi menjadi 4 variabel yaitu:
1. Variabel Kepastian Hukum
Variabel ini diukur dari konsistensi peraturan yang ada, baik peraturan
pemerintah maupun pemerintah daerah, penegakan keputusan peradilan, sejauh
mana suatu keputusan peradilan perdana maupun pidana itu dilaksanakan,
kecepatan aparat keamanan dalam merespon setiap kondisi gangguan
keamanan yang terjadi dan juga seberapa banyak pungutan liar yang terjadi di
luar sistem dan prosedur, peaturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Variabel Pelayanan Aparatur
Variabel ini diukur dari sejauh mana respon kepedulian pemerintah daerah
terhadap permasalahan yang ada di kalangan dunia usaha yang ada di
daerahnya, bagaimana panjang dan berbelitnya birokrasi pelayanan kebutuhan
dunia usaha dalam melakukan usahanya, bagaimana potensi ekonomi daerah
dan sejauh mana informasi atas potensi ekonomi daerah itu disebarluaskan atau
seberapa banyak akses yang ada untuk mengetahui potensi ekonomi daerahnya
dan juga berapa banyak penyalahgunaan wewenang oleh aparat dan seberapa
besar penyalahgunaan wewenang ini merugikan dunia usaha. Persepsi
masyarakat Dunia usaha terhadap pelayanan birokrat kebanyakan masih
negatif. Namun hal ini tidak dapat di generalisir kepada seluruh birokrat di
3. Variabel Kebijakan Daerah dan Peraturan Daerah
Variabel ini di ukur dari bagaimana kejelasan tarif dan kesesuaiannya antara
ketentuan dengan pemungutannya,bagaimana kejelasan prosedur pengurusan
perizinan pembayaran pungutan. Persoalan yang sering muncul dalam
perizinan adalah adanya ketidaksesuaian antara ketentuan yang telah ditetapkan
dalam aturan formalnya dengan pelaksanaannya dilapangan yang terkait
dengan prosedur yang harus dilalui,ketepatan waktu penyesuaian dan besarnya
biaya yang harus dilaksanakan, dan juga variabel ini dinilai dari bagaimana
proses penyusunan peraturan dalam kaitan dengan dunia usaha apakah ada
keterlibatan penuh dari semua unsur yang terkait dalam dunia usaha tersebut
4. Variabel Kepemimpinan Daerah
Variabel ini dinilai dari bagaimana kebijakan kepala daerah, apa inisiatif
kepala daerah dan bagaimana hubungan kepala daerah dengan pengusaha.
Kepemimpinan kepala daerah yang kuat akan mampu menciptakan iklim
investasi yang kondusif. Banyak kebijakan-kebijakan daerah lahir dari inisiatif
kepala daerah. Adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan pembangunan
daerah sering juga lahir dari kepala daerah.
2.3.2 Faktor Sosial Politik
Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai
dampak atau akibat dari hubungan timbale balik antara segi kehidupan ekonomi
dengan segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi
kehidupan politik dan keamanan dan sebagainya. Kelompok variabel ini
dan budaya dalam mendukung perekonomian daerah dan daya tarik investasi
daerah. Faktor sosial politik terbagi menjadi tiga variabel yaitu:
1. Variabel Keamanan
Variabel keamanan diukur dari seberapa besar jaminan keamanan dalam
berusaha, bagaimana tingkat keamanan dimasyarakat dan bagaimana
dampak dari kegiatan unjuk rasa.
2. Variabel Politik
Variabel politik diukur dari bagaimana hubungan antara eksekutif dan
legislatif di daerah. Seperti kita ketahui bersama dua unsur pemerintahan
daerah yang berperan besar terhadap jalannya roda pembangunan di
daerah adalah DPRD sebagai unsur legislatif dan Pemda sebagai unsur
eksekutif. Bila terjadi konflik antara dua unsur ini akan sangat
berpengaruh terhadap pelayanan birokrasi terhadap pelaku usaha.
3. Variabel Sosial Budaya
Variabel sosial budaya ditinjau dari seberapa besar keterbukaan
masyarakat menerima dunia usaha yang umumnya dilakukan oleh kaum
pendatang dari daerah lain, bagaimana keterbukaan masyarakat terhadap
tenaga kerja dari luar daerah, bagaimana etos kerja masyarakat lokal yang
berbeda dengan kinerja tenaga kerja pendatang, bagaimana kemudahan
memperoleh hak atas penguasaan tanah dan seberapa besar terjadinya
potensi konflik dimasyarakat yang dapat menganggu kegiatan para pelaku
Faktor Keamanan, Politik dan Sosial Budaya (Kampolsosbud) merupakan
pertimbangan dalam berinvestasi. Tingginya pertimbangan investor akan faktor
ini bukan karena keadaan kondisi yang tidak baik, namun lebih dikarenakan
harapan yang tinggi terhadap faktor kampolsosbud. Sektor primer
(pertanian,perkebunan dan pertambangan) membutuhkan kemudahan memperoleh
hak atas penguasaan tanah, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha,
keamanan usaha, keamanan masyarakat, dampak unjuk rasa yang rendah, etos
kerja masyarakat lokal yang tinggi, atau paling tidak keterbukaan masyarakat
lokal terhadap tenaga kerja di luar daerah. Sedangkan sektor tersier (perdagangan
dan jasa) membutuhkan keamanan usaha yang tinggi di tempat usaha, di
masyarakat sekitar tempat usaha, serta dalam lalu lintas pengiriman barang.
2.3.3 Faktor Ekonomi Daerah
Merupakan ukuran kinerja sistem ekonomi daerah secara makro.
Perekonomian daerah mencakup beberapa hal, antara lain variabel utama makro
ekonomi (seperti total output/PDRB, tingkat harga dan kesempatan kerja) yang
membentuk struktur ekonomi daerah. Perekonomian daerah digunakan untuk
mengukur daya dukung potensi ekonomi.
Faktor ekonomi daerah ditinjau dari beberapa variabel yaitu potensi
ekonomi daerah yang tercermin dari Produk Domestik Regional Bruto baik
berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan yang kemudian dibagi dengan
jumlah penduduk sehingga diperoleh nilai PDRB per kapita,pertumbuhan
ekonomi daerah yang merupakan nilai persentase perbedaan antara Produk
konstruktif yang menunjukkan nilai kumulatif rata-rata barang konsumsi
konstruksi yang ada.
Potensi ekonomi juga dapat dilihat dari potensi yang berbasis pada sumber
daya alam, maupun potensi akibat bentukan karena di dorong oleh aktivitas usaha
atau adanya investasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan struktur ekonomi
yang kuat akan memacu perekonomian di daerah, peningkatan daya beli, yang
pada gilirannya akan mendorong sikap mental masyarakat ke arah yang lebih
maju. Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda
dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu
daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi,sosial dan fisik daerah itu
sendiri,termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada
strategi pembangunan ekonomi daerah yang berlaku untuk semua daerah. Namun
di pihak lain, dalam menyususun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik
jangka pendek maupun jangka panjang,pemahaman mengenai teori pertumbuhan
ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan
ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan
kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.
2.3.4 Faktor Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
pmbentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Selain itu pekerja yang
merupakan sumber daya manusia adalah komponen utama dari pembangunan
`karena pelaku utama pembangunan adalah manusia. Untuk melihat gambaran
setiap pekerja pada suatu kegiatan ekonomi dapat dilihat dengan menghitung
produktivitas tenaga kerja. Beberapa hal yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan yang dapat mempengaruhu daya tarik terhadap investasi adalah.
1. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja
Untuk kegiatan diperlukan adanya tenaga kerja yang cukup tersedia baik
tenaga kerja yang sudah berpengalaman maupun yang belum
berpengalaman. Tenaga kerja dapat diperoleh dari daerah yang
bersangkutan atau dengan cara mendatangkan dari daerah lain.
Ketersediaan tenaga kerja dilihat dari raso jumlah penduduk usia
produktif; rasio pencari kerja dengan angkatan kerja; maupun tenaga kerja
dengan basis pendidikan minimal SLTP yang sudah memiliki pengalaman
kerja
2. Variabel Biaya Tenaga Kerja
Merupakan tingkat kompensasi untuk pekerja secara keseluruhan sebagai
biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang biasanya merupakan upah
atau gaji untuk pekerja. Pengupahan yang ditetapkan pemerintah
UMP/UMK merupakan faktor penting bagi pengusaha untuk menjalankan
kegiatan usahanya. Asumsinya semakin kecil upah yang ditetapkan
pemerintah semakin menarik bagi investor untuk melakukan kegiatan
investasi
3. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas diukur berdasarkan besarnya PDRB di sektor tertentu dibagi
dan kekurangannya namun pengukuran ini masih memadai untuk
menunjuk kecenderungan produktivitas kesempatan kerja.
2.3.5 Faktor Infrastruktur Fisik
Yang dimaksud dengan infrastruktur fisik adalah berbagai instalasi dan
kemudahan dasar yang diperlukan masyarakat dalam melakukan aktivitas
perdagangan dan kelancaran pergerakan barang dari satu daerah ke daerah lain
atau juga dari satu negara ke negara lain. Faktor infrastruktur fisik dibagi menjadi
dua variabel yaitu:
1. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik
Ketersediaan infrastruktur fisik diperlukan untuk kelancaran kegiatan
usaha. Agar kelancaran kegiatan usaha tercaopai maka harus didukung
oleh ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai seperti jalan raya,
kereta api, pelabuhan laut dan udara, sarana komunikasi, dan sumber
energi
2. Kualitas dan Akses Terhadap Infrastruktur Fisik
Infrastruktur yang tersedia belum tentu menjamin kelancaran kegiatan
usaha. Maka infrastruktur yang tersedia juga harus memiliki kualitas yang
baik. Kualitas infrastruktur yang baik ditunjukkan dengan kemudahan
akses terhadap infrastruktur yang ada.
Faktor infrastruktur fisik merupakan faktor yang menjadi pertimbangan
yang cukup penting dalam berinvestasi. Dukungan infrastruktur yang baik mampu
meningkatkan produktivitas faktor-faktor penentu berinvestasi lainnya. Semakin
Implikasinya, jika pemerintah daerah menginginkan masuknya investor dengan
skala usaha besar maka pemerintah daerah harus mampu mempersiapkan skala
infrastruktur yang juga besar guna menunjang kegiatan usaha investor. Dua
variable utama dalam menunjang infrastruktur fisik adalah variabel ketersediaan
dan kualitas infrastruktur fisik. Kedua variabel ini sangat berpengaruh terhadap
kelancaran kegiatan usaha daerah.
2.4 Penelitian Terdahulu
Lingkungan bisnis yang sehat diperlukan untuk dapat menarik investor
dalam dan luar negeri. Beberapa sumber membuktikan, faktor utama yang
mempengaruhi lingkungan bisnis adalah tenaga kerjadan
produktivitas,perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kondisi sosial politik, dan
kelembagaan (institusi). Survei yang dilakukan KPPOD (2003) menunjukkan
bahwa institusi atau kelembagaan merupakan faktor utama yang menentukan daya
tarik investasi di suatu daerah, diikuti oleh kondisi sosial politik, infrastruktur
fisik, kondisi ekonomi daerah dan produktivitas tenaga kerja. Dalam keadaan
normal potensi ekonomi merupakan faktor utama pertimbangan investasi. Studi
terhadap lebih dari 2.000 perusahaan di lebih dari 60 kabupaten/kota yang
dilakukan oleh LPEM FEUI (2000) menunjukkan bahwa alasan utama dibalik
peningkatan ketidak pastian usaha yang signifikan berhubungan dengan masih
kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam menciptakan dan
mempertahankan iklim bisnis yang baik.
Studi Kuncoro & Rahajeng (2005) dengan meneliti 55 pengusaha kecil,
faktor kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik
investasi/ kegiatan usaha di DIY. Kemudian diikuti oleh faktor infrastruktur fisik,
yang ketiga adalah faktor sosial politik. Berikutnya adalah faktor ekonomi daerah
dan yang terakhir adalah faktor tenaga kerja. Hal ini menunjukkan perbedaan
antara peringkat bobot faktor penentu investasi daerah di DIY dengan peingkat
bobot faktor investasi yang dilakukan KPPOD (2003) bahwa faktor yang memiliki
bobot terbesar adalah faktor kelembagaan diikuti faktor sosial politik, ekonomi
daerah. Kemudian faktor tenaga kerja dan faktor infrastruktur fisik yang
mempunyai bobot yang sama.
Menurut persepsi pelaku usaha di DIY, bobot ketersediaan infrastruktur
memiliki peringkat pertama kedua adalah keamanan diikuti oleh perda dan
kebijakan, berikutnya di peringkat keempat adalah potensi ekonomi, kepastian
hukum, sospol, budaya, produktivitas tenaga kerja, dan kualitas infrastruktur fisik.
Aparatur dan pelayanan berada di peringkat sepuluh diikuti oleh keuangan daerah,
struktur ekonomi, biaya tenaga kerja, perbankan dan ketersediaan tenaga kerja.
Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik investasi di DIY relative lebih dipengaruhi
oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan,Infrastruktur Fisik dan Sosial
Politik, dibandingkan dengan faktor ekonomi yaitu Ekonomi Daerah dan Tenaga
kerja. Menurut persepsi pelaku usaha di DIY faktor ekonomi cenderung lebih
dapat di awasi dibandingkan dengan faktor non ekonomi.
Studi Haryadi kamal yaitu tentang Analisis Daya Tarik Investasi Di
Provinsi Jambi menunjukkan aliran investasi masuk belum menunjukkan
dengan anggaran yang dikeluarkan oleh daerah. Faktor yang menjadi
pertimbangan paling utama pengusaha dalam berinvestasi adalah faktor
kelembagaan. Faktor kedua adalah sosial politik sementara yang ketiga adalah
infrastruktur fisik. Faktor yang keempat adalah ekonomi daerah dan tenaga kerja
merupakan faktor yang terakhir. Aparatur pelayanan, peraturan daerah, kepastian
hukum, ketersediaan infrastruktur fisik dan keberadaan perbankan merupakan
lima variabel yang paling menentukan daya tarik investasi suatu daerah. Sistem
dan proses pelayanan investasi di provinsi jambi belum maksimal. Sebagian
investor masih mengeluhkan tentang proses pengurusan persetujuan izin usaha,
dan adanya biaya siluman atau pungutan tak resmi serta sistem pelayanan yang
belum satu pintu. Di samping itu lamanya pengurusan izin menyebabkan para
calon investor harus mengeluarkan biaya tambahan tak resmi.
2.5 Kerangka Konseptual
Dalam konteks pembangunan regional, investasi memegang peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi. Secara umum, investasi baik PMA atau
PMDN membutuhkan adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan
prosedur penanaman modal. Investasi akan masuk ke suatu daerah tergantung dari
daya tarik daerah tersebut terhadap investasi serta adanya iklim investasi yang
kondusif. Keberhasilan daerah untuk menentukan faktor-faktor yang digunakan
sebagai ukuran daya saing perekonomian daerah. Pembangunan suatu wilayah
sangat bergantung pada kegiatan investasi wilayah yang secara
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peringkat yang menjadi
Faktor-faktor daya saing investasi di Kota Pematang Siantar. Berdasarkan tujuan serta
untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini, faktor-faktor dan variabel daya
saing investasi di Kota Pematang siantar adalah :
1. Faktor kelembagaan dan variabelnya yaitu: kepastian hukum, keuangan
daerah, aparatur, dan peraturan daerah
2. Faktor Sosial politikdan variabelnya yaitu: sosial politik, kemanan dan
budaya
3. Faktor Ekonomi Daerah dan variabelnya yaitu: potensi ekonomi dan
stuktur ekonomi
4. Faktor Tenaga Kerja dan variabelnya yaitu: Biaya tenaga kerja,
ketersediaan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja
5. Faktor infrastruktur fisik dan variabelnya yaitu: ketersediaan infrastruktur
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan
dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan
dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan cara sebagai berikut:
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di Kota Pematang Siantar. Penelitian ini
mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing investasi di Kota
Pematang Siantar. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2014.
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai, sedangkan definisi
operasional adalah operasionalisasi konsep agar dapat diteliti atau di ukur melalui
gejala-gejala yang ada. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel AHP yaitu berupa Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik
investasi di Kota Pematang siantar. Faktor-faktor dan variabel dalam penelitian ini
dijelaskan sebagai berikut:
Mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintah
dalam hal perumusan kebijakan, pelayanan publik, kepastian, serta penegakan
hukum, serta pembangunan daerah. Variabel dalam Faktor kelembagaan
adalah
1) Variabel kepastian hukum
2) Variabel Aparatur dan Pelayanan
3) Variabel Kebijakan Daerah/Peraturan Daerah
4) Variabel Keuangan Daerah
2. Faktor Sosial Politik
Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai dampak
atau akibat dari hubungan timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dan
segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi
kehidupan politik dan kemanan dan sebagainya. Variabel dalam Faktor sosial
politik adalah:
1) Variabel Keamanan
2) Variabel Sosial Politik
3) Variabel Budaya Masyarakat
3. Faktor Ekonomi Daerah
Merupakan ukuran kinerja ekonomi daerah secara makro. Variabel dalam
Faktor sosial politik adalah:
1) Variabel potensi ekonomi
4. Faktor Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
pembentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Variabel dalam Faktor
tenaga kerja adalah:
1) Variabel ketersediaan tenaga kerja
2) Variabel biaya tenaga kerja
3) Variabel produktivitas tenaga kerja
5. Faktor Infrastruktur Fisik
Infrastruktur fisik mencakup berbagai instalasi dan kemudahan dasar yang
diperlukan dalam kelancaran aktivitas perdagangan. Variabel infrastruktur
fisik adalah:
1) Variabel ketersediaan infrastruktur fisik
2) Kualitas dan akses terhadap infrastruktur fisik
3.4 Skala Pengukuran Variabel
1. Faktor Kelembagaan pengukurannya dinyatakan dalam persen (%)
2. Faktor Sosial Politik pengukurannya dinyatakan dalam persen (%)
3. Faktor Ekonomi Daerah pengukurannya dinyatakan dalam persen (%)
4. Faktor Tenaga Kerja pengukurannya dinyatakan dalam persen (%)
5. Faktor Infrastruktur Fisik dinyatakan dalam persen (%)
3.5 Populasi dan Sampel
Penentuan responden yang disurvei dengan purposive sampling didasarkan
pada kriteria sebagai berikut:
2. Perusahaan yang berasal dari daerah yang bersangkutan yaitu Kota
Pematang Siantar
3. Perusahaan yang terdaftar di DISPERINDAG Kota Pematang Siantar
Tujuan penggunaan sampel adalah agar peneliti dapat memperoleh data
yang dapat mencerminkan keadaan populasi dengan biaya lebih murah dan waktu
penelitian yang cepat.
Pengumpulan data tentang Analisis Daya Saing Investasi di Kota
Pematang Siantar dilakukan dengan wawancara yang dipandu dengan kuesioner
Analytical Hierarchy process (AHP) dengan target 30 responden pelaku usaha
yang ada di Kota Pematang Siantar yang telah memenuhi kriteria diatas.
3.6 Jenis dan Sumber Data
Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan yang
dikaitkan dengan tempat dan waktu yang merupakan bahan untuk analisis dalam
suatu keputusan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
primer dan sekunder.
Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh
organisasi yang menerbitkan atau mengolahnya. Sedangkan data primer untuk
pemeringkatan faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi diperoleh dari
pengusaha kecil,menengah dan besar yang ada di Kota Pematang Siantar.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari survei instansional melalui
sumber yang relevan dengan topik yang diteliti, yaitu dari instansi terkait
diantaranya Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Provinsi Sumatera
3.7 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data
primer dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian dan
wawancara. Wawancara merupakan metode pengambilan data dengan cara
bertanya langsung dengan responden. Wawancara dilakukan terhadap pengusaha
kecil,menengah dan besar yang ada di Kota Pematang Siantar. Hasil wawancara
tersebut dikemukakan secara tertulis dalam kuesioner.
Kuesioner yang diajukan kepada responden berupa kuesioner AHP dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang sifatnya tertutup (close question) yaitu
jawaban kuesioner telah tersedia dan responden tinggal memilih beberapa
alternatif dari pilihan jawaban yang disediakan
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan melalui studi pustaka. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan mempelajari
literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, antara lain buku, jurnal,
laporan dari lembaga terkait dan bahan lainnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.8 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah AHP (Analisis Hirarki Proses).
Metode AHP merupakan suatu model yang diperkenalkan oleh Thomas L.Saaty
pada tahun 1971. Saaty menyatakan bahwa AHP adalah suatu model untuk
membangun gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat
memungkinkan menguji kepekaan hasilnya. Dalam prosesnya AHP memasukkan
pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis yang bergantung pada imajinasi,
pengalaman dan pengetahuan. Di lain pihak proses AHP memberi suatu kerangka
bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan
persoalan.
Keuntungan penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut:
1) Memberi satu model tunggal, mudah dimengerti dan luwes untuk berbagai
persoalan yang terstruktur
2) Mempunyai sifat kompleksitas dan saling ketergantungan,dimana dalam
memecahkan persoalan dapat memadukan rancangan deduktif dan
rancangan berdasarkan sistem serta menangani saling ketergantungan
elemen-elemen dalam satu sistem
3) Elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berlainan dan
kelompok unsur yang serupa dalam setiap tingkat dapat disusun secara
hirarki.
4) Dengan menetapkan berbagai prioritas dapat memberikan ukuran skala
objek dan konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan serta menuntun pada suatu taksiran menyeluruh kebaikan setiap
alternative.
5) Memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan
mereka dan tidak memaksakan konsesus, tetapi mensintesis suatu hasil
6) Memungkinkan orang memperhalus definisi pada suatu persoalan dan
memperbaiki pertimbangan dan pengertian melalui pengulangan.
Faktor dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan yang
digunakan oleh KPPOD dalam penelitian mengenai daya tarik investasi daerah
tahun 2002,2003. AHP memecahkan suatu permasalahan investasi daerah secara
hierarki. Metode AHP yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
dikembangkan oleh Render (2000). Pemilihan alat analisis didasarkan
pertimbangan bahwa AHP merupakan salah satu alat atau salah satu model
pengambilan keputusan dengan input utama adalah persepsi manusia. AHP
merupakan salah satu metode yang memecah suatu masalah kompleks ke dalam
kelompok-kelompok secara hirarki. Dengan AHP pembobotan suatu faktor atau
variabel dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia sehingga diharapkan
dapat menggambarkan kondisi yang senyatanya. Penelitian ini memecah masalah
investasi daerah ke dalam beberapa faktor penentu daya tarik investasi daerah
berdasarkan faktor penentu daya tarik investasi yang di tetapkan oleh KPPOD ke
dalam beberapa variabel. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam metode AHP
(Saaty,1993):
Langkah pertama adalah menentukan tujuan berdasarkan permasalahan
yang ada. Tujuan yang diambil dalam penelitian ini adalah menentukan
pemeringkatan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi di Kota
Langkah kedua adalah menentukan kriteria. Kriteria diperoleh dari hasil
pra-suvey dan dari hasil pra survey yang telah dilakukan maka kriteria yang
diperoleh adalah:
1. Faktor daya tarik investasi dipandang dari aspek Kelembagaan
2. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Sosial Politik
3. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Ekonomi Daerah
4. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Tenaga Kerja
5. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Infrastruktur Fisik
Langkah ketiga adalah menentukan alternatif. Alternatif juga diperoleh dari
hasil pra- survey. Dalam hal ini membahas mengenai pemeringkatan faktor-faktor
yang menjadi daya tarik investasi di Kota Pematang Siantar. Dari hasil
pembahasan tersebut maka diperoleh alternatif sebagai berikut:
1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari
aspek Kelembagaan meliputi:
a) Aparatur dan Pelayanan
b) Perda dan Kebijakan
c) Keuangan Daerah
d) Kepastian Hukum
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari
aspek Sosial Politik meliputi:
a) Keamanan
b) Sospol
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari
aspek Ekonomi Daerah meliputi:
a) Potensi Ekonomi
b) Struktur
c) Perbankan
4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari
aspek Tenaga Kerja meliputi:
a) Produktivitas
b) Biaya
c) Ketersediaan
5. Faktor-Faktor daya saing investasi ditinjau dari aspek Infrastruktur Fisik
meliputi:
a) Ketersediaan
b) Kualitas
Langkah keempat adalah menyebarkan kuesioner kepada sejumlah
responden yang sudah ditentukan
Langkah kelimaadalah menyusun matriks dari hasil rata-rata yang didapat
dari sejumlah responden tersebut. Kemudian hasil diolah menggunakan expert
choice versi 9.0
Langkah keenamadalah,menganalisis hasil olahan dari expert choice versi
9.0 untuk mengetahui hasil nilai inkonsistensi dan prioritas. Jika nilai
konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak konsisten, namun jika
Langkah ketujuh adalah penentuan skala prioritas dari kriteria dan
alternatif untuk mencapai variabel hierarki dengan tujuan pemeringkatan
faktor-faktor yang menentukan daya saing investasi di Kota Pematang Siantar.
Bobot yang lebih besar dari suatu faktor atau variabel menunjukkan faktor
atau variabel tersebut lebih penting dibandingkan dengan faktor atau variabel
lainnya dalam menentukan daya tarik investasi suatu daerah menurut persepsi
pelaku usaha. Dengan memasukkan unsur persepsi maka metode AHP dapat
mengatasi kelemahan utama pada metode pengambilan keputusan yang selama ini
sering dikenal dengan kelemahan dalam mengubah data kualitatif ke dalam
bentuk kuantitatif. Selain itu AHP juga mampu memberikan prioritas alternatif
dan melacak ketidakkonsistenan dalam prtimbangan dan preferensi seorang
responden (Saaty,2002).
Ada empat asumsi dasar yang harus dipenuhi agar dapat menggunakan dan
memahami metode AHP yaitu:
Reciprocal comparison artinya pengambilan keputusan harus mampu
membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi
tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai
daripada B dengan skala X maka B lebih disukai daripada A dengan
skala 1/X
Homogeneity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan
dengan skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat
elemen-elemen yang dibandingkan tidak homogeneus dan harus dibentuk
suatu elemen-elemen yang baru.
Independence diasumsikan bahwa kriteria tidak terpengaruhi oleh
alernatif-alternatif yang ada tetapi dipengaruhi oleh sasaran secara
keseluruhan artinya perbandingan antar elemen-elemen dalam suatu level
dipengaruhi elemen-elemen dalam level diatasnya.
Expectation tujuan pengambilan keputusan struktur hirarki diasumsikan
lengkap.
Adapun prinsip dasar metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty,1990)
Decomposition proses penguraian permasalahan faktor dan variabel
sehingga diperoleh suatu hierarki
Comparative judgement proses penilaian kepentingan relatif terhadap
elemen-elemen yang terdapat dalam suatu tingkatan sehubungan dengan
tingkatan diatasnya yang disajikan dalam bentuk matriks pairwaise
comparison.
Synthesis of priority, setelah diperoleh skala perbandingan berpasangan
maka akan dicari satu eigen vector yang menunjukkan sintesis local
priority pada suatu hierarki
Logical consistency AHP mentoleransi tingkat konsistensi sebesar kurang
dari 10% apabila lebih dari 10% maka responden dianggap tidak konsisten
dalam menjawab pertanyaan maka diperbolehkan melakukan perbaikan
Matriks pairwaise tidak ada yang bernilai 0 dan bilangan negatif sehingga
dengan skala 1-9 maka syarat tersebut terpenuhi karena elemen terkecil
adalah 1/9 dan terbesar 9
Menurut Saaty (1993) untuk menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu
persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan
(pairwase comparison), yaitu setiap elemen dibandingkan berpasangan terhadap
kriteria yang ditentukan. Bentuk perbandingan adalah matriks :
C A1 A2 A3 A4 A1 1
A2 1
A3 1
A4 1
Pengisian matriks banding berpasangan tersebut, menggunakan bilangan
yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen di atas yang lainnya. Skala
itu mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1-9 yang ditetapkan sebagai
pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis di setiap
tingkat hierarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya.
Pengalaman telah membuktikan bahwa skala dengan Sembilan satuan dapat
diterima dan mencerminkan derajat sampai mana mampu membedakan intensitas
tata hubungan antar elemen.
Skala banding berpasangan yang digunakan dalam penyusunan AHP untuk
menentukan susunan prioritas alternatif dan kriteria guna mencapai sasaran
pemeringkatan faktor-faktor daya saing investasi di Kota Pematang Siantar.
Arti dari angka 1 s/d 9 dalam skala pilihan adalah sebagai berikut
Angka 1 artinya sama penting: dua hal yang diperbandingkan sama
pentingnya
Angka 3 artinya sedikit (moderate) lebih penting : satu hal yang
diperbandingkan sedikit lebih penting dibandingkan komponen lainnya
Angka 5 artinya lebih penting: satu hal yang diperbandingkan lebih
penting dibandingkan dengan komponen lainnya
Angka 7 artinya sangat penting : satu hal yang diperbandingkan sangat
lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya
Angka 9 artinya sangat penting: satu hal yang diperbandingkan mutlak
lebih penting dibandingkan komponen lainnya
Sedangkan angka genap 2,4,6,8 merupakan nilai tengah di antara dua nilai
keputusan yang berdekatan. Dalam matriks pairwase berlaku prinsip kebalikan
artinya jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
aktivitas j, maka aktivitas j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan
dengan i.
Setelah semua pertimbangan diterjemahkan secara numerik validitasnya
dievaluasi dengan uji konsistensi. Pada persoalan pengambilan keputusan,
elemen-elemen atau aktivitas-aktivitas berkenaan dengan beberapa kriteria adalah perlu
untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata.
AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan
melalui rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang
(CR≤0,1). Jika lebih dari 10%, pertimbangan itu mungkin agak acak dan mungkin perlu diperbaiki. Pengukuran rasio konsistensi (CR) adalah sebagai berikut:
CR=CI/RI
Untuk keperluan pengolahan data pada dasarnya AHP dapat menggunakan
dari satu responden ahli. Namun dalam aplikasinya penilaian kriteria dan
alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekuensinya pendapat
beberapa ahli perlu dicek konsistensinya satu persatu, pendapat yang konsistensi
kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometric (Saaty, 1993).
Hasil penelitian gabungan tersebut selanjutnya diolah dengan prosedur
AHP. Setelah dilakukan running melalui program expert choice versi 9.0, akan
ditunjukkan hasil urutan skala prioritas secara grafis untuk mencapai sasaran.
Urutan skala prioritas tersebut sesuai dengan bobot dari masing-masing alternatif
dan kriteria serta besarnya konsistensi gabungan hasil running, apabila besarnya
rasio konsistensi tersebut ≤ 0,1, maka keputusan yang diambil oleh para responden untuk menentukan skala prioritas cukup konsisten, artinya bahwa skala
CR: Consistency Ratio
CI: Consistency Indeks
prioritas tersebut dapat diimplementasikan sebagai kebijakan untuk mencapai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Survei ini dilakukan terhadap 30 perusahaan yang terdapat di Kota
Pematang Siantar. Survey dilakukan dalam kurun waktu Juni 2014. Dalam
penelitian tentang Analisis Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya saing investasi di kota
Pematang Siantar yaitu: faktor kelembagaan, faktor sosial politik, faktor ekonomi
daerah, faktor tenaga kerja, dan faktor infrastruktur fisik. Dalam penelitian ini
dilakukan pemeringkatan terhadap faktor-faktor tersebut, sehingga diketahui
faktor yang menjadi faktor yang dominan dalam menentukan kegiatan investasi di
Kota Pematang Siantar. Berikut ini merupakan pemaparan mengenai
temuan-temuan penelitian ini.
4.1 Kondisi Demografi Kota Pematang Siantar
Sebagai kota perdagangan, secara geografi Pematang Siantar diapit
Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan, karet, sawit, teh,
dan hasil pertanian. Kemudian kota ini juga menghubungkan jalan darat ke
kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli utara dan Tapanuli
selatan. Sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar
Tabel 4.1
Kecamatan di Kota Pematang Siantar
No Kecamatan Luas (Km2)
1 Siantar Marihat 25,83
2 Siantar Selatan 2,02
3 Siantar Barat 3,21
4 Siantar Utara 3,65
5 Siantar Timur 4,52
6 Siantar Martoba 40,75
Total 79,97
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematang Siantar
Kota Pematang Siantar terdiri dari 6 kecamatan yaitu kecamatan Siantar
Marihat, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Selatan, Siantar Timur dan Siantar
Martoba dengan jumlah kelurahan sebanyak 43 kelurahan.
Kondisi geografis Wilayah kota Pematang Siantar berada antara 3o 01’ 09”
– 20 54’ 40” Lintang Utara dan 99o 6’ 23”- 99o 1’ 10” dengan luas wilayah 79,97
km2 dengan batas-batas sebagai berikut:
Batas Utara : Kabupaten Simalungun
Batas Selatan : Kabupaten Simalungun
Batas Timur : Kabupaten Simalungun
Batas Barat : Kabupaten Simalungun
Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Siantar Martoba
940,75km2) Sedangkan Kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Siantar
Selatan (2,02 Km2). Struktur geologis wilayah ini adalah berada pada ketinggian
4.2Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar Tabel 4.2
Perkembangan PDRB Tahun 2008-2011
Uraian 2008 2009 2010 2011
Pertumbuhan (%) 5,72 5,36 5,85 6,02
Sumber Pertumbuhan (%)
Pertanian -0,37 0,02 -0,01 -0.02
Pertambangandan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00
Industri Pengolahan 0,91 0,21 0,21 0,09
Sumber : PDRB Lapangan Usaha Kota Pematang Siantar 2006-2011
Kemajuan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dengan besaran nilai
Produk Domestik Bruto (PDRB). Besaran pertumbuhan PDRB sering
diasumsikan sebagai peningkatan pendapatan perkapita yang berkaitan dengan
kesejahteraan yang meningkat. Tahun 2008 PDRB Kota Pematang Siantar adalah
sebesar 5,72% dan setiap tahun mengalami peningkatan dan pada tahun 2011,
PDRB kota pematang siantar tumbuh sebesar 6,02%.
Sumber pertumbuhan dari sektor pertanian pada tahun 2008 adalah sebesar
-0,37% dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,02% dan
mengalami penurunan kembali menjadi -0,02% pada tahun 2011. Dari sektor
pertambangan dan penggalian tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun
yaitu sebesar 0,00%. Dari sektor industri pengolahan pada tahun 2008 adalah
Dari sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2008 adalah sebesar -0,04%
dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 0,3% dan
mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 menjadi sebesar 0,02%. Dari
sektor konstruksi mengalami penurunan yaitu sebesar 0,06% pada tahun 2008
menjadi 0,03% pada tahun 2011. Dari sektor perdagangan mengalami
peningkatan yaitu 1,28% pada tahun 2008 menjadi 2,47% pada tahun 2011.
Dari sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan yaitu
sebesar 0,99% pada tahun 2008 menjadi 0,83% pada tahun 2011. Dari sektor
keuangan dan jasa keuangan mengalami penurunan yaitu sebesar 1,44% pada
tahun 2008 menjadi 0,85% pada tahun 2011. Dari sektor jasa-jasa mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2008 sebesar 0,84% menjadi 1,46% pada tahun
2011.
Tahun 2011, PDRB kota pematang siantar tumbuh sebesar 6,02%, dimana
sumber pertumbuhan terbesar berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran
(2,47%) dan yang terkecil berasal dari sektor pertambangan dan penggalian
0,001%).
4.3 Inflasi Di Kota Pematang Siantar Tabel 4.3
Indeks Harga Konsumen dan Inflasi
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
IHK 156,59 113,11 116,19 127,44 132,85
Inflasi (%) 8,37 10,16 2,72 9,68 4,25
Sumber : Pematang Siantar dalam angka 2012
Inflasi sebagai salah satu produk dari penghitungan Indeks Harga
wilayah. Laju inflasi dalam arti sempit adalah meningkatnya tingkat harga dan
barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Laju inflasi yang tinggi
dan berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan stagflasi, sedang apabila tingkat inflasi sangat rendah akan
mengakibatkan resesi ekonomi.
Pada tahun 2011, besaran nilai IHK sebesar 132,85 dan nilai inflasi yang
terbentuk sebesar 132,85 dan nilai inflasi yang terbentuk sebesar 4,25%. Bila
dilihat dari komponen pembentuk inflasi, komoditi sandang merupakan
penyumbang terbesar bagi pembentukan inflasi (8,96%).
4.4 Ketenagakerjaan Di Kota Pematang Siantar Tabel 4.4
Bekerja Di sektor Pertanian 8,63 7,60 9,12
Bekerja Di Sektor Industri 5,97 8,24 11,4
Bekerja Di Sektor Perdagangan
36,25 41,64 32,48
Bekerja Di Sektor Jasa 24,69 28,57 34,2
Bekerja Di Sektor Lainnya 18,49 15,18 17,43
Sumber : Susenas 2009,2010,2011
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai TPAK cenderung berfluktuatif
dan nilai TPT cenderung menurun. Tahun 2011 nilai TPAK sebesar 65,79%,
mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 62,25%.
Peningkatan nilai TPAK sejalan penurunan nilai TPT, dimana nilai TPT pada
Bila dilihat dari lapangan usaha pekerjaan, 34,25% penduduk kota pemang
siantar bekerja disektor jasa-jasa diikuti oleh sektor perdagangan sebanyak
32,48%, sektor lainnya sebesar 17,43%, sektor industri sebesar 11,44%, dan
sektor pertanian sebesar 9,12%.
4.5 Sektor Industri Kota Pematang Siantar Tabel 4.5
Jumlah Industri di Kota Pematang Siantar Jumlah Industri
Uraian 2009 2010 2011
Kecil 501 526 526
Besar dan Sedang 38 35 35
Sumber: Pematang Siantar dalam angka 2012
Pembangunan sektor industri tidak dapat dipisahkan dari pembangunan
perekonomian sesungguhnya. Pembangunan tekhnologi yang masih padat karya
pada sektor ini berpotensi untuk mengurangi jumlah pengangguran. Dari sisi
jumlah, banyaknya industri pengolahan baik kategori kecil maupun besar tidak
mengalami perubahan.
Tabel 4.6
Distribusi Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan (Miliar RP)
Industri 2009 2010 2011
Industri Makanan Minuman dan Tembakau 97,04 97 96,99
Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 0,44 0,44 0,45
Industri Kayu 0,66 0,67 0,66
Industri Percetakan 0,49 0,50 0,51
Industri Kimia 1,15 1,16 1,15
Industri Barang Galian Bukan Logam - - -
Industri Logam Dasar - - -
Industri barang dari logam O,13 0,14 0,14
Industri Pengolahan lainnya 0,09 0,09 0,09
Sumber: PDRB Kota Pematang Siantar 2006-2011
makanan, minuman dan tembakau mencapai 96,99 persen, diikuti oleh industri
kimia 1,16%, industri kayu 0,66%, industri percetakan 0,51%, industri tekstil
0,45%, industri mesin dan perlengkapan 0,14% dan kontribusi paling kecil
diberikan oleh industry pengolahan lainnya yaitu 0,09%.
4.6 Perbankan Dan Investasi di Kota Pematang Siantar Tabel 4.7
Posisi Kredit UMKM 2011
Jenis Kredit Nominal %
Mikro s/d 50 juta 132.069 16,89
Kecil (>50 juta- 500 juta) 330.853 42,30
Menengah (>500 juta- 5 M) 319.143 40,81
Sumber : Bank Indonesia
Kebijakan pemerintah dalam upaya untuk mengembangkan dunia usaha
mikro, kecil dan menengah mendorong lembaga keuangan bank untuk ikut juga
berperan aktif dalam membentuk pemberian kredit kepada usaha/perusahaan
mikro, kecil dan menengah. Jumlah kredit mikro, kecil dan menengah pada tahun
2011 mencapai 782.065 juta rupiah, dimana 16,89% disalurkan dalam bentuk
kredit mikro.
Tabel 4.8
Posisi Pinjaman Menurut Lokasi Proyek (Juta Rp)
Lapangan Usaha 2010 2011
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
26.629 29.557
Pertambangan dan Penggalian 165 117
Industri Pengolahan 357.344 841.470
Listrik, Gas dan Air Bersih 1.100 90
Konstruksi 45.586 52.315
Perdagangan, Hotel dan Restoran 505.227 559.313
Pengangkutan dan Komunikasi 29.712 57.333
Keuangan 14.032 16.613
Jasa-Jasa 41.589 161.579
Sumber : Bank Indonesia
Posisi pinjaman yang disalurkan oleh perbankan di Kota Pematang Siantar
mencapai 1.718.407 juta rupiah, meningkat sebesar 68,07% dibandingkan dengan
tahun 2010. Jumlah kredit terbesar diserap oleh lapangan usaha industri
pengolahan yang mencapai 841.80 juta rupiah (68,07%). Sedangkan lapangan
usaha listrik, gas dan air bersih menyerap kredit paling kecil yaitu hanya 90 juta
rupiah (0,01%)
4.7 Peringkat Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar
Hasil pemeringkatan daya saing investasi yang dilakukan terhadap 30
perusahaan yang terdapat di Kota Pematang Siantar disajikan berdasarkan
peringkat secara umum dan berdasarkan masing masing peringkat faktor (5
faktor). Penyajian seperti ini dimaksudkan agar diperoleh gambaran lengkap
terhadap hasil secara total, serta untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan investasi di Kota
Pematang Siantar.
Priorities with respect to:
Goal: Analisis Daya Saing Investasi
inconsistency: 0,04
With 0 missing judgements Kelembagaan .375