• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN

THEORY OF

PLANNED BEHAVIOR

DAN PROSES PEMBELIAN

TERHADAP PRODUK CABAI KERING

ACHMAD FACHRUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Achmad Fachruddin

(4)

RINGKASAN

ACHMAD FACHRUDDIN. Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan NETTI TINAPRILLA.

Cabai kering dapat menjadi alternatif solusi permasalahan fluktuasi harga cabai, jika substitusi cabai segar dengan cabai kering dapat dilakukan oleh konsumen rumah tangga. Prospek substitusi tersebut berkaitan dengan sikap rumah tangga terhadap cabai kering. Disisi lain sebagian usaha bumbu giling di pasar tradisional Bogor telah menggunakan cabai kering sebagai substitusi bahan baku cabai segar. Tujuan penelitian ini yaitu, 1) menganalisis sikap rumah tangga terhadap cabai kering dengan pendekatan Theory of Planned Behavior, 2) mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering, 3) menganalisis sensitivitas harga konsumen rumah tangga dalam pembelian cabai segar, 4) menganalisis proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Penelitian ini dilakukan pada tiga pasar tradisional di Bogor. Sebanyak 30 responden ibu rumah tangga dipilih dengan teknik judgemental sampling, dan sebanyak 14 usaha cabai giling dipilih dengan metode sensus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap pembelian cabai kering, persepsi pengendalian perilaku dan niat beli mayoritas responden berada pada batas bawah kategori sedang, sedangkan norma subjektif berada pada kategori rendah. Faktor yang berpengaruh nyata positif terhadap niat beli cabai kering yaitu norma subjektif dan sikap terhadap pembelian cabai kering, sedangkan pendapatan rumah tangga berpengaruh negatif. Mayoritas responden memiliki sensitivitas harga yang sangat rendah. Sikap, niat beli, dan sensitivitas harga konsumen rumah tangga menunjukkan kecilnya peluang substitusi cabai segar dengan cabai kering. Usaha bumbu giling di pasar tradisional Bogor umumnya mulai membeli cabai kering saat harga cabai segar di atas Rp 30 000, dan kuantitas cabai kering yang digunakan sebagai bahan baku sangat bervariasi. Pengembangan cabai kering tetap diperlukan sebagai substitusi produk impor dalam rangka pemenuhan bahan baku industri. Niat beli cabai kering dapat didorong dengan sosialisasi tentang manfaat produk cabai kering.

(5)

Approach and Buying Process on Dried Chili Product. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS and NETTI TINAPRILLA.

Dried chili would be an alternative solution to the problem of price fluctuation of chili, if fresh chili substitution with dried chili could be done by household consumers. The prospect of substitution was related to the attitude of households towards dried chili. On the other hand, partially the producers of milled spices in Bogor traditional markets have used dried chili as raw material substitution of fresh chili. The objective of this study was to, 1) analyze the attitude of households towards dried chilli with the Theory of Planned Behavior approach, 2) identify the factors that influence the purchasing intention of dried chili, 3) analyze the price sensitivity of households consumers in purchasing fresh chili, 4) analyze the business buying process of dried chili by milled spice business. This study was conducted in three Bogor traditional markets. Thirty housewives respondent were determined by judgmental sampling technique, and fourteen producers of milled spice were determined by census method.

The results showed that the attitudes toward the purchasing of dried chili, perceived behavioral control, and purchase intentions of majority respondents were at the lower limit of the medium category, whereas subjective norms were in the low category. Factors that had positive effect to the purchase intentions were subjective norms and attitudes toward the purchasing of dried chili, nevertheless household consumers income had a negative effect towards it. The majority of respondents had a low price sensitivity. The attitude, purchase intention and price sensitivity of household consumers showed little probability of fresh chili substitution with dried chili. The milled spices business in Bogor traditional markets generally started to purchased dried chili whenever the price of fresh chili was above Rpi30i000, and the quantity of dried chili that was used as a raw had many variations. It was necessary that dried chili product which was as import substitution product had to be developed in order to supply the raw material industry. The willingness of household consumers to purcashed dried chili could be encouraged by socializing the benefits of dried chili products. Purchase intention of dried chili could be encouraged by socializing the benefits of dried chili products.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

SIKAP KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN

THEORY OF

PLANNED BEHAVIOR

DAN PROSES PEMBELIAN

TERHADAP PRODUK CABAI KERING

ACHMAD FACHRUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior

dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering Nama : Achmad Fachruddin

NIM : H351130746

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi Ketua

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering. Proses penelitian ini dilaksanakan sejak Februari hingga Juli 2014 di Bogor.

Penulis sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada Biro Penerimaan Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada penulis selama berkuliah di Program Studi Agribisnis IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi dan Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS yang telah banyak memberi saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS, Bapak Dr Ir Suharno, MAdev dan Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MS atas nasihat dan dorongan selama menjalani program sinergi S1-S2 Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada saudara Restu Rahmana Putra, Sayed Ahmad Fauzan, dan Irma Awwaliyah yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Rumah Tahfizh Al Fathon, ayah, ibu, seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa, kebaikan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Sikap Konsumen 4

Proses Pembelian 7

3 KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Perilaku konsumen 8

Theory of planned behavior 9

Konsep sensitivitas harga 10

Proses pembelian bisnis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 12

4 METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Pemilihan Sampel 15

Metode Analisis Data 16

Analisis model TPB 16

Analisis sensitivitas harga 21

Analisis proses pembelian cabai kering 22

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Sikap Konsumen Rumah Tangga terhadap Cabai Kering (TPB) 22 Faktor yang Berpengaruh terhadap Niat Beli Cabai Kering 30

Sensitivitas Harga 32

Proses Pembelian Cabai Kering 33

6 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Interval kelas dan skor variabel TPB 18

2 Sebaran responden berdasarkan pernyataan sikap terhadap pembelian

cabai kering 23

3 Sebaran responden berdasarkan tingkat sikap terhadap pembelian cabai

kering 24

4 Sebaran skor rata-rata konsekuensi pembelian berdasarkan kelas

pendapatan 24

5 Sebaran responden berdasarkan pernyataan norma subjektif 26 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma subjektif 26 7 Sebaran skor rata-rata setiap referensi dalam pembelian berdasarkan kelas

pendapatan 27

8 Sebaran responden berdasarkan pernyataan persepsi pengendalian perilaku 28 9 Sebaran responden berdasarkan tingkat persepsi pengendalian perilaku 28 10 Sebaran skor rata-rata setiap faktor dalam pembelian berdasarkan kelas

pendapatan 29

11 Sebaran responden berdasarkan pernyataan niat beli cabai kering 29 12 Sebaran responden berdasarkan tingkat niat beli cabai kering 30 13 Sebaran skor rata-rata setiap pernyataan niat beli cabai kering berdasarkan

kelas pendapatan 30

14 Analisis variabel fungsi niat beli cabai kering dengan regresi linier

berganda 31

15 Sebaran sensitivitas harga pada pembelian komoditas cabai segar 32

DAFTAR GAMBAR

1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991) 10

2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perkembangan rata-rata bulanan harga eceran cabai merah besar di ibukota

provinsi, Januari-November 2013 39

2 Kuesioner sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering 40 3 Kuesioner proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling 44

4 Sebaran pendapatan rumah tangga responden 47

5 Skor variabel TPB dan variabel pendapatan rumah tangga 48

6 Output model regresi niat beli cabai kering 49

7 Output uji glester (deteksi heteroskedastisitas) 50

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura penting dalam menu pangan masyarakat Indonesia. Konsumsi cabai dilakukan setiap hari oleh hampir seluruh masyarakat meskipun dalam jumlah yang tidak banyak. Konsumsi cabai per kapita pada tahun 2012 sebanyak 3.27 kg, yang terdiri atas 0.21 kg cabai hijau, 1.40 kg cabai rawit, dan 1.65 kg cabai merah (BPS 2012). Cabai merah merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi dan mengalami pertumbuhan konsumsi yang positif selama tahun 2007 hingga 2012 (Pusdatin 2012).

Pola konsumsi cabai oleh rumah tangga selama ini didominasi dalam bentuk cabai segar, yaitu 70-80 persen dari total produksi nasional. Sekitar 20-30 persen cabai segar lainnya diolah menjadi bentuk saus cabai dan cabai bubuk (Bappenas 2013). Pola konsumsi tersebut menunjukkan preferensi rumah tangga terhadap cabai segar lebih tinggi dibandingkan terhadap cabai olahan. Kondisi tersebut memungkinkan terbentuknya permintaan cabai oleh konsumen rumah tangga yang inelastis, sebab konsumen tidak memiliki komoditas substitusi ketika harga cabai segar mengalami peningkatan.

Komoditas cabai mempunyai fluktuasi harga yang tinggi dan dikategorikan sebagai pangan bergejolak (volatile food) oleh Bank Indonesia. Fluktuasi harga cabai dicerminkan oleh nilai koefisien keragaman harga yang tinggi. Selama bulan September 2012 sampai dengan bulan September 2013 nilai koefisien keragaman harga cabai sebesar 22.42 persen (Kemendag 2013). Pada periode waktu tersebut harga rata-rata bulanan nasional tertinggi untuk komoditas cabai merah di tingkat konsumen mencapai Rpi36i998 (Pusdatin 2013). Peningkatan harga cabai memberikan kontribusi 0.3 persen pada inflasi tahun 2013 (Bank Indonesia 2013). Fenomena fluktuasi harga cabai juga diiringi oleh disparitas harga cabai yang cukup tinggi antar wilayah di Indonesia. Pada periode waktu yang sama, disparitas harga cabai sebesar 35.45 persen. Jika dilihat secara geografis, harga rata-rata bulanan cabai merah di ibukota provinsi di Pulau Jawa umumnya tidak melebihi Rpi30i000, sedangkan pada pulau lainnya harga rata-rata bulanan dapat mencapai kisaran Rpi40i000 – Rpi42i000. Harga cabai merah rata-rata bulanan tertinggi terjadi di Maluku Utara dan Bandung yaitu sebesar Rpi64i059 dan Rp 61i381 (Lampiran 1).

(14)

Pada saat harga cabai segar mengalami peningkatan yang tinggi, konsumen rumah tangga membutuhkan produk yang dapat mensubstitusi cabai segar. Produk olahan cabai yang berpotensi untuk mensubstitusi cabai segar adalah cabai kering. Cabai kering merupakan cabai berbentuk utuh dengan kadar air rata-rata dibawah 20 persen (Vitarini 2003). Cabai kering dapat disegarkan kembali dengan

merendamnya dalam air hangat. Dirjen Hortikultura menyatakan bahwa cabai kering sudah mulai dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga, khususnya kelas pendapatan menengah ke atas1.

Cabai kering sebenarnya merupakan produk olahan dari cabai segar yang bersifat intermediate. Cabai kering juga disebut cabai industri, sebab dimanfaatkan oleh usaha industri sebagai bahan baku, yaitu oleh produsen mie instan dan makanan kemasan, produsen cabai bubuk, serta produsen benih cabai. Permintaan cabai kering juga datang dari beberapa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) seperti beberapa jenis usaha rumah makan, dan usaha makanan ringan skala home industry. Beberapa jenis rumah makan tersebut menggunakan cabai kering khusus untuk resep masakan tertentu.

Ketika harga cabai segar mengalami peningkatan, ada UMKM yang sebelumnya menggunakan cabai segar, mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering. Berdasarkan survei pendahuluan, UMKM yang mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering ketika terjadi peningkatan harga adalah usaha bumbu giling di pasar tradisional. Hal ini mereka lakukan sebagai strategi meminimumkan biaya bahan baku dalam memproduksi cabai giling. UMKM di wilayah Jabodetabek membeli cabai kering dari Pasar Induk Keramat Jati sebagai

wholesaler dari rantai pemasaran cabai kering. Saat harga cabai segar mahal, seorang pedagangdi Pasar Keramat Jati mampu menjual cabai kering sebanyak 1 ton dalam waktu lima belas hari.

Usaha bumbu giling dan konsumen rumah tangga mempunyai kesamaan dalam pola pemanfaatan cabai segar. Keduanya sama-sama menggunakan cabai dalam keadaan segar, meskipun kedua jenis konsumen tersebut memiliki perbedaan motif dalam pemanfaatan cabai. Sebagian usaha bumbu giling telah mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering ketika terjadi peningkatan harga. Substitusi tersebut juga berpotensi dilakukan oleh konsumen rumah tangga.

Prospek substitusi cabai kering oleh konsumen rumah tangga terkait dengan sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering. Semakin positif sikap konsumen terhadap cabai kering, semakin mendorong keputusan pembelian cabai kering. Kajian sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering dapat memberikan jawaban terhadap peluang substitusi tersebut. Sedangkan kajian proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat memberikan gambaran proses substitusi cabai segar dengan cabai kering yang telah benar-benar dilakukan.

Perumusan Masalah

Cabai kering dapat menjadi alternatif solusi permasalahan fluktuasi harga cabai, jika substitusi cabai segar dengan cabai kering dapat dilakukan oleh konsumen rumah tangga. Kelebihan permintaan cabai segar yang berpotensi terhadap peningkatan harga dapat diatasi dengan menambah pasokan cabai kering

1

(15)

ke pasar. Pasokan cabai kering tersebut diproduksi terutama ketika terjadi kelebihan penawaran cabai segar (saat panen raya). Upaya tersebut dapat membantu konsumen ketika harga cabai segar sangat mahal dan dapat meningkatkan keuntungan petani di saat harga cabai segar jatuh.

Berdasarkan survei pendahuluan, cabai kering sudah sejak lama tersedia di pasar induk dan pasar tradisional lokal wilayah Jabodetabek. Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu merupakan pasar tradisional di wilayah Bogor yang menyediakan produk cabai kering. Namun rumah tangga belum masuk dalam daftar konsumen yang melakukan pembelian cabai kering. Disamping itu, sebagian besar rumah tangga diduga belum mengetahui keberadaan produk cabai kering.

Keputusan pembelian cabai kering oleh konsumen rumah tangga berkaitan erat dengan sikapnya terhadap cabai kering. Sikap konsumen merupakan salah satu karakteristik psikologi konsumen yang berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian (Engel 1994; Kotler dan Amstrong 2006). Salah satu model sikap yang dapat digunakan untuk mengukur sikap terhadap sebuah produk baru, yaitu Theory of Planned Behavior (TPB). Pada model tersebut, sikap terhadap sebuah perilaku dapat mempengaruhi niat berperilaku (Ajzen 1991). Artinya, sikap terhadap pembelian cabai kering dapat mempengaruhi niat beli cabai kering. Dua faktor lain dalam model TPB yang mempengaruhi niat berperilaku adalah norma subjektif dan persepsi pengendalian perilaku. Pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap niat beli dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya (Dewi dan Yusalina 2011; Sanjatmiko 2012, dan Awwaliyah 2013).

Niat beli cabai kering diduga dipengaruhi oleh jumlah pendapatan rumah tangga. Berdasarkan informasi dari Dirjen Hortikultura bahwa rumah tangga dengan pendapatan menengah ke atas adalah kelompok yang sudah mulai menggunakan cabai kering. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli cabai kering didominasi oleh konsumen dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Kondisi tersebut cukup beralasan, sebab harga cabai kering di pasar tradisional lokal berkisar Rp 60 000 – Rp 70 000 per kg.

Substitusi atau perpindahan pembelian dari komoditas cabai segar ke produk cabai kering berkaitan dengan sensitivitas harga konsumen rumah tangga. Besar kecilnya sensitivitas harga konsumen rumah tangga terhadap perubahan harga cabai segar berpengaruh pada perpindahan tersebut. Sensitivitas harga yang tinggi terhadap harga cabai segar dapat mendorong konsumen rumah tangga beralih ke produk cabai kering dengan cepat. Sebaliknya sensitivitas harga konsumen yang rendah membuat konsumen rumah tangga tetap bertahan membeli cabai segar.

Disisi lain, sebagian usaha bumbu giling sudah mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering dalam memproduksi cabai giling tersebar di ketiga pasar tradisional di atas. Pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling tersebut mempunyai karakteristik yang khas, sebab hanya dilakukan ketika harga cabai segar mengalami peningkatan. Proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat memberikan informasi proses substitusi cabai segar dengan cabai kering. Selain itu, informasi proses pembelian cabai kering penting bagi produsen cabai kering dalam keputusan produksi dan pemasaran.

(16)

1. Bagaimana sikap konsumen rumah tangga di wilayah Bogor terhadap produk cabai kering dalam menjawab prospek substitusi cabai segar dengan cabai kering?

2. Bagaimana proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis sikap konsumen rumah tangga di wilayah Bogor terhadap cabai kering dengan pendekatan Theory of Planned Behavior.

2. Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. 3. Menganalisis sensitivitas harga konsumen rumah tangga dalam pembelian

cabai segar.

4. Menganalisis proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif tentang sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering dan proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi dasar rekomendasi untuk pemerintah dalam pengembangan cabai kering ke depan. Kedua informasi tersebut juga bermanfaat bagi produsen cabai kering dalam bidang produksi dan pemasaran. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi literatur untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup sikap konsumen adalah sikap konsumen rumah tangga di wilayah Bogor terhadap produk cabai kering dengan pendekatan Theory of Planned Behavior. Sedangkan proses pembelian adalah proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling di tiga pasar tradisional Bogor.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sikap Konsumen

(17)

Sari (2013) menggunakan model multiatribut sikap Fishbein dalam mengukur dan membandingkan sikap konsumen terhadap produk olahan berbahan baku umbi-umbian yaitu ubi kayu, ubi jalar, dan talas. Atribut produk yang dievaluasi terdiri atas rasa, daya tahan, gizi, citra/prestise, kebersihan, harga, lokasi strategis, kemudahan memperoleh (ketersediaan), kemudahan mengolah, dan promosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis umbi yang paling disukai konsumen adalah ubi kayu, dibandingkan ubi jalar dan talas.

Dari penelitian tersebut, dapat diambil satu ciri dari populasi yang diteliti bahwa konsumen harus memiliki pengalaman mengkonsumsi produk sebagai syarat dalam mengevaluasi atribut produk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Engel et al. (1995) bahwa dalam model Fishbein, sikap konsumen terhadap sebuah produk atau merek ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) kepercayaan terhadap atribut yang dimiliki oleh produk atau merek dan (2) evaluasi tingkat kepentingan atribut dari produk atau merek yang dianalisis. Sehingga model multiatribut Fishbein sangat tepat digunakan untuk riset konsumen yang bertujuan meningkatkan kualitas produk atau mengembangkan produk baru berdasarkan evaluasi konsumen.

Produk cabai kering yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah produk yang belum dikonsumsi secara luas oleh konsumen rumah tangga. Pengukuran sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering lebih tepat menggunakan model Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior/TPB), yaitu sebuah model sikap yang dapat memperkirakan niat (intention) beli konsumen untuk melaksanakan suatu perilaku pembelian.

Niat berperilaku merupakan pendorong terjadinya sebuah perilaku, sehingga perilaku pembelian sebuah produk dapat diduga melalui niat belinya. Dalam model TPB, niat beli diprediksi melalui tiga faktor yang mempengaruhinya yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dengan niat beli. Namun faktor yang paling mempengaruhi niat beli dapat berbeda antara satu penelitian dengan penelitian lain. Norma subjektif merupakan faktor yang paling mempengaruhi niat beli makanan organik mahasiswa IPB (Awwaliyah 2013), artinya semakin besar dorongan membeli makanan organik dari orang-orang yang dianggap penting maka akan meningkatkan niat pembelian makanan organik. Berbeda dengan niat mengkonsumsi beras merah masyarakat Kota Bogor yang dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut (Putri 2012).

Dewi dan Yusalina (2011) mengaplikasikan model TPB (Ajzen 1991; Armitage dan Corner 2001; Ajzen dan Fishbein 2005) untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi frekuensi konsumsi beras organik di Kota Bogor. Frekuensi konsumsi beras organik merupakan sebuah perilaku yang didorong oleh niat beli, sedangkan niat beli dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Modifikasi yang dilakukan oleh peneliti pada model tersebut yaitu memasukkan sejumlah variabel penjelas pada faktor sikap terhadap perilaku dan persepsi pengendalian perilaku, yaitu

(18)

Metode analisis yang umumnya digunakan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap niat beli yaitu regresi berganda (Awwaliyah 2013; Putri 2012) dan Model Persamaan Struktural (SEM) (Izdihar 2012; Dewi dan Yusalina 2011). Model SEM dipilih sebagai metode analisis berdasarkan asumsi bahwa pengukuran terhadap faktor-faktor yang terdapat dalam TPB sulit dilakukan secara langsung sehingga membutuhkan indikator atau variabel penjelas.

Penelitian lain tentang niat beli “purchase intention” mempunyai kerangka pemikiran yang beragam. Perbedaan kerangka tersebut tercermin pada faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan atau pengaruh terhadap purchase intention. Tariq et al. (2013) melakukan penelitian cross-section terhadap 362 konsumen di Pasar Pakistan dan menyimpulkan bahwa purchase intention

berkorelasi signifikan terhadap brand image, kualitas produk, pengetahuan produk, product involvement, atribut produk, dan loyalitas brand. Ling (2013) menyimpulkan dua faktor yang paling berpengaruh terhadap niat pembelian green products yaitu sikap terhadap lingkungan dan self efficacy. Peluang pembelian

green products semakin tinggi bila konsumen menginginkan pembelian tersebut (self efficacy). Karbala et al. (2012) mengkaji pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap niat pembelian di Toko Toimoi Indonesia. Niat beli konsumen di Toko Toimoi Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh faktor desain produk dan variasi produk.

Loyalitas konsumen dalam pembelian produk salah satunya dipengaruhi oleh sensitivitas harga. Pelanggan yang kurang sensitif harga atau memiliki sentivitas harga yang rendah cenderung memiliki loyalitas yang tinggi. Sensitivitas harga merupakan sikap atau perasaan pelanggan dalam membayar produk pada harga tertentu yang ditawarkan perusahaan terhadap produk yang mereka inginkan (Arafah 2010). Rendah tingginya sensitivitas harga dapat mendorong berbagai bentuk respon pelanggan dalam pembelian produk. Respon pelanggan tersebut berupa pengalihan terhadap produk/merek lain, menunda pembelian atau mereka tidak jadi melakukan pembelian atas produk atau jasa tersebut (Muncy dalam Arafah 2010). Oleh karena itu, sensitivitas harga menjadi bagian yang cukup penting dalam melihat kemungkinan substitusi cabai segar dengan cabai kering pada penelitian ini.

Kurva sensitivitas harga pada umumnya menyatakan hubungan antara besarnya perubahan permintaan suatu produk dengan perubahan harga produk yang bersangkutan. Data yang dibutuhkan untuk pendugaan kurva sensitivitas harga biasanya diambil dari sejarah produk yang bersangkutan. Hasil kurva yang diperoleh dengan jenis data tersebut dapat berbias jika keadaan pasar pada saat ini sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya (Wijayanto 1994). Perbedaan kondisi pasar dapat disebabkan oleh perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan sebuah komoditas, yaitu pendapatan dan selera konsumen, keberadaan produk substitusi dan .

(19)

Wijayanto (1994) menyimpulkan bahwa metode GLM dinilai lebih baik dari metode Huisman. Kurva dugaan sensitivitas harga yang diperoleh dengan metode GLM tidak berbias, walaupun ragam dugaannya berbias ke bawah dan hasil dugaannya memiliki variasi yang cukup besar pada ukuran contoh kecil (100). Beberapa kelemahan pendugaan kurva sensitivitas harga dengan metode Huisman, yaitu sifat ketakbiasan dugaannya tidak diketahui, ragam penduganya sulit ditentukan, faktor interaksi sulit masuk ke dalam model, permasalahan dalam penskoran, dan proses komputasinya membutuhkan waktu yang lama.

Elizabet (2008) menggunakan metode Huisman dalam menganalisis sensitivitas harga pada produk kecap. Semakin kecil nilai sensitivitas harga suatu merek produk maka semakin rendah sensitivitas harga, artinya pelanggan atau pembeli pada merek tersebut kurang memperhatikan harga dalam pembelian produk. Nilai sensitivitas harga kecap Bango sebesar 0.11775, lebih kecil dari nilai sensitivitas kecap ABC (0.14758), dan kecap Nasional (0.15008) (Elizabet 2008). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa konsumen kecap Bango merupakan konsumen yang paling kurang sensitif terhadap perubahan harga produk.

Riset yang yang dilakukan oleh Goldsmith dan Flynn (2003) dalam Ramirez dan Goldsmith (2009), sensitivitas harga diukur dengan tiga pernyataan pilihan yang ditawarkan kepada responden, yaitu: 1) saya tidak ingin membeli produk tertentu jika harganya terlalu tinggi; 2) produk yang bagus lebih sesuai untuk diberikan harga yang lebih tinggi; 3) menghabiskan uang untuk produk baru merupakan hal yang biasa bagi saya. Sensitivitas harga tinggi ditunjukkan oleh pernyataan 1, dan sensitivitas harga rendah ditunjukkan oleh pernyataan 3.

Analisis sensitivitas harga lainnya yang umumnya digunakan dalam strategi penetapan harga adalah analisis sensitivitas harga yang ditemukan oleh Van Westendorp. Analisis ini fokus pada penemuan sebuah acceptable price dari konsumen sebagai indikator kualitas produk. Asumsi dalam analisis ini adalah konsumen selalu mengaitkan antara harga dengan kualitas dari produk. Range acceptable price (RAP) diperoleh melalui penilaian konsumen terhadap harga produk berdasarkan kategori harga sangat murah (too cheap), harga murah (cheap), harga mahal (expensive), dan harga sangat mahal (too expensive), yang dikaitkan dengan kualitas produk pada masing-masing kategori harga (Lipovetsky

et al. 2011). Analisis sensitivitas harga pada pasar uang pada produk obligasi atau semisalnya, umumnya menggunakan analisa duration dan convexity (Hamid et al.

2006).

Proses Pembelian

(20)

dan jasa lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kembali kepada pihak lain untuk tujuan mendapatkan laba. Proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen organisasi disebut proses pembelian bisnis, sedangkan proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen akhir disebut proses pembelian konsumen.

Penelitian terkait proses pembelian konsumen lebih banyak dilakukan dibandingkan proses pembelian bisnis. Kerangka proses pembelian yang digunakan dalam proses pembelian konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi pasca pembelian (Hutabarat 2008; Herlambang 2009). Hutabarat (2008) mengkaji proses keputusan konsumen dalam membeli sayuran segar, dimana proses keputusan pembelian yaitu pengenalan kebutuhan (memenuhi kebutuhan gizi), pencarian informasi (toko sayuran), evaluasi alternatif (atribut fisik sayuran), pembelian (dilakukan di Foodmart), dan evaluasi pasca pembelian (puas terhadap kinerja toko). Herlambang (2009) menyimpulkan terdapat tiga atribut utama yang mempengaruhi proses keputusan pembelian teh herbal konsumen di Kota Bogor yaitu atribut harga, atribut kelengkapan kandungan, dan atribut merek. Namun terdapat penelitian yang menggunakan kerangka proses keputusan pembelian konsumen pada konsumen organisasi. Subekti (2009) meneliti proses keputusan pembelian benih jagung oleh petani dengan menggunakan kerangka proses pembelian konsumen. Penelitian tersebut lebih tepat menggunakan kerangka proses pembelian bisnis, sebab petani merupakan konsumen organisasi dimana tujuan pembelian berorientasi pada keuntungan.

Penelitian yang terkait konsumen organisasi banyak berkonsentrasi pada topik analisis permintaan salah satu bahan baku yang digunakan oleh konsumen organisasi. Satriana (2013) menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap permintaan cabai merah besar pada usaha Restoran Padang, usaha Restoran Sunda, dan usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan. Rata-rata penerimaan restoran merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar pada ketiga jenis usaha. Sedangkan faktor harga cabai merah besar berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar hanya pada usaha Restoran Ayam. Lokasi pembelian yang paling banyak diminati oleh ketiga jenis usaha adalah Pasar Induk Keramat Jati karena menawarkan harga cabai merah yang lebih murah. Penelitian terkait, Nurlianti (2002) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur adalah harga telur, harga tepung terigu, harga minyak goreng,

(21)

tindakan ini. Studi perilaku konsumen mempelajari dan memodelkan bagaimana konsumen mengambil sebuah keputusan pembelian. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi produk menerangkan bahwa proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh faktor lingkungan, faktor perbedaan individu, dan faktor psikologi. Konsumen dalam definisi ini merupakan konsumen akhir yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi.

Kotler dan Amstrong (2006) memberikan istilah yang berbeda pada model perilaku konsumen, yaitu proses keputusan pembelian dan karakteristik konsumen (faktor budaya, faktor pribadi, dan faktor psikologis) berada pada kotak hitam konsumen. Pada model perilaku konsumen tersebut, pengaruh strategi pemasaran perusahaan dan rangsangan lain berupa lingkungan ekonomi, teknologi, politik, budaya akan masuk ke dalam kotak hitam konsumen, kemudian pengaruh/ rangsangan tersebut dirubah menjadi respon pembelian. Terdapat dua bagian penting dalam kotak hitam konsumen. Pertama, karakteritik konsumen mempengaruhi bagaimana konsumen menerima dan bereaksi terhadap rangsangan. Kedua, proses keputusan pembelian mempengaruhi perilaku konsumen.

Sikap konsumen merupakan salah satu karakteristik konsumen yang termasuk dalam faktor psikologi konsumen (Engel et al. 1994; Kotler dan Amstrong 2006). Oleh karena itu, sikap konsumen memiliki pengaruh terhadap proses keputusan pembelian sebuah produk. Semakin positif sikap seseorang terhadap sebuah produk mendorong terjadinya pembelian terhadap produk tersebut. Beberapa model sikap yang dikemukakan para ahli perilaku konsumen diantaranya, model Fishbein, model angka ideal, model maksud perilaku (Engel et al. 1994). Model maksud perilaku merupakan salah satu model sikap yang dapat menduga maksud (niat) perilaku pembelian sebuah produk.

Theory of planned behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa niat seseorang untuk melakukan sebuah perilaku merupakan faktor yang penting dalam menentukan sebuah aksi (Ajzen 2005). TPB merupakan pengembangan dari model sikap

(22)

Gambar 1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991)

Determinan niat berperilaku (BI) secara umum merefleksikan tiga aspek yaitu individu secara alamiah (ATB), pengaruh sosial (SN), dan perlakuan terhadap isu pengendalian (PBC). Sikap terhadap perilaku adalah penilaian individu terhadap positif atau negatifnya kinerja suatu perilaku. Norma subjektif adalah persepsi individu tentang tekanan sosial di sekitarnya untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Sedangkan persepsi pengendalian perilaku merupakan tingkat kepercayaan seseorang tentang kesempatan atau kekuatan yang dimilikinya untuk menunjukkan suatu perilaku.

Ketiga determinan niat berperilaku (BI) masing-masing dibentuk oleh dua komponen. Sikap terhadap perilaku (ATB) dibentuk oleh:

a. Keyakinan perilaku (behavioral belief), yaitu keyakinan terhadap adanya konsekuensi karena melakukan perilaku tertentu.

b. Evaluasi konsekuensi (evaluation of the consequency/outcomes evaluation), yaitu evaluasi seseorang terhadap konsekuensi dari keyakinan perilaku. Norma subjektif (SN) dibentuk oleh:

a. Keyakinan normatif (normative belief), yaitu keyakinan terhadap orang lain (referensi) bahwa mereka berpikir subjek seharusnya melakukan (atau tidak melakukan) suatu perilaku tertentu.

b. Motivasi mematuhi (motivation to comply), yaitu motivasi yang sejalan dengan keyakinan normatif.

Persepsi pengendalian perilaku (PBC) dibentuk oleh:

a. Keyakinan pengendalian (control belief), yaitu probabilitas bahwa beberapa faktor menunjang suatu perilaku.

b. Kekuatan faktor pengendalian (power of control factor), yaitu kekuatan subjek terkait faktor-faktor yang menunjang perilaku tersebut.

Konsep sensitivitas harga

(23)

Konsep sensitivitas harga mempunyai kaitan erat dengan konsep permintaan. Kotler (2003) menjelaskan bahwa kurva permintaan pasar menjumlahkan reaksi banyak individu yang mempunyai berbagai sensitivitas harga. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa sensitivitas harga bagian dari karakteristik individu konsumen atau pelanggan. Sensitivitas harga merupakan sikap atau perasaan pelanggan dalam membayar produk pada harga tertentu yang ditawarkan perusahaan terhadap produk yang mereka inginkan (Arafah 2010).

Pelanggan biasanya kurang sensitif harga terhadap produk murah atau produk yang jarang dibeli. Sebaliknya pelanggan sangat sensitif harga terhadap produk mahal atau produk yang sering dibeli (Kotler 2003). Nagle dan Holden dalam Kotler (2003) mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan sensitivitas harga rendah (kurang peka terhadap harga) yaitu:

a.produk lebih berbeda atau memiliki keunikan. b.pembeli kurang menyadari produk pengganti.

c.pembeli tidak dapat membandingkan kualitas produk pengganti dengan mudah. d.pengeluaran untuk membeli produk adalah bagian kecil dari total pendapatan

pembeli.

e.pengeluaran untuk membeli produk adalah bagian kecil dari total biaya mendapatkan, mengoperasikan, dan memperbaiki produk sepanjang umur hidup produk.

f. sebagian biaya pembelian ditanggung pihak lain.

g.penggunaan produk digabungkan dengan aset yang dibeli sebelumnya.

h.produk diasumsikan mempunyai kualitas, prestise atau eksklusivitas yang tinggi.

i. pembeli tidak dapat menyimpan produk.

Perusahaan membutuhkan pemahaman sensitivitas harga dari pelanggannya dan calon pembeli potensial serta pengorbanan orang yang bersedia untuk menerima harga dan karakteristik produk (Kotler 2003). Informasi sensitivitas harga adalah salah satu aspek yang diperhatikan dalam strategi penetapan harga, khususnya ketika perusahaan akan merubah harga produk akibat perubahan biaya atau persaingan pasar. Jika pelanggan kurang sensitif harga, maka memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan harga lebih tinggi dari pesaing.

Rendah tingginya sensitivitas harga dapat mendorong berbagai bentuk respon pelanggan dalam pembelian produk. Respon pelanggan tersebut berupa pengalihan terhadap produk/merek lain, menunda pembelian atau mereka tidak jadi melakukan pembelian atas produk atau jasa tersebut (Muncy dalam Arafah 2010).

Proses pembelian bisnis

(24)

kemudian menemukan, mengevaluasi, dan memilih diantara pemasok dan merek yang tersedia.

Banyaknya proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh organisasi bergantung oleh tipe utama situasi pembelian. Terdapat tiga tipe situasi pembelian, yaitu pembelian kembali langsung (straight rebuy), pembelian kembali modifikasi (modified rebuy), dan pembelian tugas baru (new task). Tipe pembelian kembali langsung adalah situasi pembelian bisnis dimana pembeli secara rutin memesan kembali sesuatu tanpa ada modifikasi. Sedangkan tipe pembelian kembali modifikasi merupakan situasi dimana pembeli ingin memodifikasi spesifikasi produk, harga, persyaratan, atau pemasok.

Tipe pembelian tugas baru adalah situasi pembelian dimana pembeli membeli sebuah produk atau jasa untuk pertama kalinya. Tipe situasi pembelian ini melalui seluruh proses pengambilan keputusan yang terdiri atas delapan tahapan (Kotler dan Amstrong 2006), antara lain:

a. Pengenalan masalah. Tahap dimana seseorang dalam perusahaan mengenali masalah atau kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan memperoleh barang atau jasa. Pengenalan masalah dapat berasal dari rangsangan internal maupun eksternal.

b. Deskripsi kebutuhan umum. Tahap dimana perusahaan menggambarkan karakteristik umum dan kuantitas produk yang diperlukan.

c. Spesifikasi produk. Tahap dimana organisasi pembelian memutuskan dan menetapkan spesifikasi karakteristik teknis produk terbaik untuk produk yang diperlukan. Perusahaan menggunakan analisis nilai dalam tahap spesifikasi produk.

d. Pencarian pemasok. Tahap dimana organisasi pembelian berusaha menemukan pemasok terbaik.

e. Pengumpulan proposal. Tahap dimana pembeli mengundang pemasok bermutu untuk mengumpulkan proposal tertulis yang rinci atau presentasi formal.

f. Pemilihan pemasok. Tahap dimana organisasi pembelian meninjau ulang proposal dan memilih satu atau beberapa pemasok. Atribut yang cukup penting dalam pemilihan pemasok yaitu kualitas produk atau jasa, pengiriman tepat waktu, perilaku perusahaan yang beretika, komunikasi yang jujur, dan harga yang kompetitif.

g. Spesifikasi pesanan rutin. Tahapan dimana organisasi pembelian menulis pesanan akhir dengan pemasok terpilih, menyebutkan spesifikasi teknis, kuantitas yang diperlukan, waktu pengiriman yang diharapkan, kebijakan pengembalian, dan pinjaman.

h. Tinjauan ulang kinerja. Tahap dimana organisasi pembelian menilai kinerja pemasok dan memutuskan untuk melanjutkan, memodifikasi, atau meninggalkan kesepakatan.

Kerangka Pemikiran Operasional

(25)

Pasokan cabai kering tersebut diproduksi terutama ketika terjadi kelebihan penawaran cabai segar (saat panen raya). Upaya tersebut dapat membantu konsumen ketika harga cabai segar sangat mahal.

Namun saat ini konsumen rumah tangga belum masuk dalam daftar pembeli cabai kering, meskipun cabai kering sudah sejak lama tersedia di pasar tradisional. Sebagian besar konsumen rumah tangga diduga belum mengetahui keberadaan produk cabai kering. Prospek substitusi cabai kering terhadap cabai segar berkaitan erat dengan sikap konsumen rumah tangga.

Model sikap yang digunakan untuk menganalisis sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering adalah Theory Planned of Behavior (TPB). Dengan pendekatan TPB, niat beli cabai kering dapat dijelaskan oleh variabel sikap terhadap pembelian cabai kering, norma subjektif dan persepsi pengendalian perilaku. Pendapatan rumah tangga per bulan diduga sebagai variabel yang juga berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. Analisis sensitivitas harga digunakan untuk mengukur kemungkinan substitusi cabai segar ke cabai kering.

Sebagian usaha bumbu giling mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering dalam memproduksi cabai giling, ketika harga cabai segar mengalami peningkatan. Usaha bumbu giling dan konsumen rumah tangga mempunyai kesamaan dalam pola pemanfaatan cabai segar. Informasi proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat memberikan gambaran proses substitusi cabai segar dengan cabai kering yang telah benar-benar dilakukan. Proses pembelian tersebut dianalisis secara deskriptif yang mengacu pada proses pembelian bisnis (Kotler dan Amstrong 2006). Proses pembelian bisnis terdiri atas delapan tahapan, yaitu pengenalan masalah, deskripsi kebutuhan umum, spesifikasi produk, pencarian pemasok, pengumpulan proposal, pemilihan pemasok, spesifikasi pesanan rutin, dan tinjauan ulang kinerja.

(26)

Keterangan : pengaruh : metode analisis

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian Potensi cabai kering sebagai alternatif solusi

permasalahan fluktuasi harga cabai segar

konsumen rumah tangga

(prospek substitusi) Usaha bumbu giling (substitusi riil)

Sensitivitas harga Analisis

deskriptif

Proses Pembelian Bisnis (Kotler & Amstrong 2006) Persepsi

pengendalian perilaku Sikap

terhadap pembelian Norma

Subjektif

Analisis deskriptif

Niat beli cabai kering

Analisis regresi

Rekomendasi kebijakan pemerintah untuk

pengembangan cabai kering dan input keputusan

pemasaran & produksi produsen cabai kering Substitusi cabai segar ke cabai kering berkaitan dengan sikap

konsumen terhadap cabai kering

(27)

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Bogor baik untuk sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering, maupun untuk proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu dipilih secara purposive sebagai lokasi responden usaha bumbu giling dengan pertimbangan bahwa cabai kering tersedia di pasar tersebut.

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai Juli 2014, yang meliputi kegiatan penyusunan proposal penelitian, pengambilan data, pengolahan data, analisis data dan pelaporan hasil penelitian. Kegiatan pengambilan data pada responden konsumen rumah tangga dan usaha bumbu giling dilakukan pada bulan Juni 2014.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dengan teknik wawancara. Wawancara kepada responden konsumen rumah tangga menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terstruktur (Lampiran 2), sedangkan wawancara kepada responden usaha bumbu giling menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tidak terstruktur (Lampiran 3). Data sekunder berasal dari studi pustaka dan beberapa data dari instansi yang berkaitan dengan penelitian. Responden konsumen rumah tangga merupakan ibu rumah tangga baik yang pernah membeli maupun yang belum pernah membeli cabai kering. Responden usaha bumbu giling merupakan usaha bumbu giling yang pernah membeli cabai kering untuk digunakan sebagai bahan baku dalam produksinya atau untuk dijual kembali. Informan dalam penelitian ini adalah pedagang cabai kering di Pasar Induk Kemang Bogor dan Pasar Induk Keramat Jati Jakarta Timur.

Metode Pemilihan Sampel

Teknik pengambilan responden konsumen rumah tangga adalah

judgemental sampling, dimana responden yang bersedia diwawancarai memenuhi kriteria: 1) ibu rumah tangga, dan 2) berada pada salah satu kelas pendapatan. Pendapatan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas 1 kurang dari Rpi5i000i000, kelas 2 Rpi5i000i000 – Rpi10i000i000, dan kelas 3 lebih dari Rpi10i000i000. Responden konsumen rumah tangga yang disertakan sebanyak 30 orang.

Alasan kriteria bahwa konsumen adalah ibu rumah tangga yaitu pertimbangan terhadap peran dalam keputusan pembelian bahan pangan di rumah. Selain itu, jumlah pendapatan rumah tangga merupakan kriteria penting yang diduga berpengaruh terhadap pembelian cabai kering oleh rumah tangga. Ada pun penentuan rentang interval kelas pendapatan berdasarkan pertimbangan peneliti untuk menangkap perbedaan sikap antar kelas pendapatan. Sebaran jumlah pendapatan responden konsumen rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran 4.

(28)

tersebut berturut-turut yaitu 15 unit, 18 unit, dan 2 unit. Usaha bumbu giling yang menggunakan cabai kering sebagai campuran bahan baku cabai giling pada masing-masing pasar yaitu 8 unit, 5 unit, dan 1 unit, sehingga jumlah responden usaha bumbu giling pada penelitian ini sebanyak 14 unit.

Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2010, dan Minitab version 14. Analisis data menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif berupa analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling, sikap konsumen rumah tangga terhadap produk cabai kering, dan sensitivitas harga konsumen rumah tangga pada pembelian cabai segar.

Pendekatan kuantitatif berupa analisis model TPB yaitu penghitungan skor variabel-variabel dalam model TPB dan analisis regresi berganda untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli cabai kering.

Analisis model TPB

Pemberian skor pada variabel sikap terhadap pembelian cabai kering, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku dilakukan dengan cara menjumlahkan perkalian kedua komponen pada masing-masing variabel, sesuai dengan model TPB. Setiap komponen model TPB diturunkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang diukur dengan skala Likert 1 sampai 4. Responden konsumen rumah tangga diminta memilih salah satu jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, atau “sangat setuju” untuk masing-masing pernyataan. Untuk pernyataan negatif atau pernyataan invers nilainya akan dibalik saat pengolahan data.

Berikut rumus mengukur skor sikap terhadap pembelian cabai kering (ATB):

Keterangan: ATB = sikap terhadap pembelian cabai kering (attitude toward behavior)

= kepercayaan terhadap pembelian cabai kering yang mengarahkan pada konsekuensi tertentu (behavioral beliefs)

= evaluasi seseorang terhadap konsekuensi tertentu dari pembelian cabai kering (outcome evaluation)

(29)

Skor norma subjektif (SN) dijelaskan oleh rumus berikut:

Keterangan: = norma subjektif (subjective norm)

= kepercayaan normatif referensi tertentu terhadap pembelian cabai kering (normative belief)

= motivasi untuk mematuhi referensi tertentu (motivation to comply)

Variabel norma subjektif (SN) diukur dengan menggunakan empat pernyataan normative belief dan empat pernyataan motivation to comply. Keempat pernyataan tersebut terkait beberapa referensi ibu rumah tangga dalam membeli bumbu masak, yaitu komunitas ibu rumah tangga, acara masak di televisi, pedagang sayur, dan iklan layanan masyarakat.

Skor persepsi pengendalian perilaku (PBC) dijelaskan oleh rumus berikut:

Keterangan: = persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control)

= keyakinan individu bahwa ia mampu mengendalikan pembelian cabai kering (control belief strength)

= Keyakinan individu akan adanya hambatan atau dukungan dalam pembelian cabai kering (power of control factor)

Variabel persepsi pengendalian perilaku (PBC) diukur dengan menggunakan dua pernyataan control beliefs dan dua pernyataan power of control factor. Kedua pernyataan tersebut terkait dengan faktor harga cabai segar yang mahal dan ketersediaan cabai kering.

Skor variabel niat beli cabai kering (BI) diukur menggunakan empat pernyataan, yaitu niat beli cabai kering pekan ini, niat beli cabai kering bulan ini, niat beli cabai kering jika cabai kering tersedia di pasar terdekat, dan niat beli cabai kering jika harga cabai segar sangat mahal. Penjumlahan dari skor tiap pernyataan merupakan total skor niat beli produk cabai kering.

Selanjutnya, total skor masing-masing variabel utama (ATB, SN, PBC, dan BI) dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu rendah, sedang, dan tinggi, yang ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

Oleh karena itu, rentang pengkategorian kelas berdasarkan rumus tersebut adalah:

(30)

2. Sedang = (NR+I) sampai (NR+2I) 3. Tinggi = (NR+2I)+I sampai NT

Ada pun rincian rentang interval kelas untuk masing-masing variabel terangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Interval kelas dan skor variabel TPB Variabel Interval kelas dan skor

Rendah Sedang Tinggi

ATB 5-30 31-56 57-80

SN 4-24 25-45 46-64

PBC 2-12 13-23 24-32

BI 4-8 9-12 13-16

Selanjutnya, model TPB yang merupakan fungsi niat beli kering dianalisis dengan analisis regresi linier berganda untuk mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi niat beli cabai kering konsumen rumah tangga. Fungsi niat beli cabai kering sebagai berikut:

Keterangan:

Y = variabel niat beli cabai kering β0 = intersep

βi = nilai parameter koefisien, dimana i = 1, 2, 3, 4

X1 = variabel sikap terhadap pembelian cabai kering

X2 = variabel norma subjektif

X3 = variabel persepsi pengendalian perilaku

X4 = variabel pendapatan rumah tangga per bulan (juta rupiah)

εi = residual

Penentuan variabel sikap terhadap pembelian cabai kering (X1), variabel

norma subjektif (X2), dan variabel persepsi pengendalian perilaku (X3) sebagai

variabel yang mempengaruhi variabel niat beli cabai kering (Y) adalah Theory of Planned Behavior. Berdasarkan teori tersebut, diasumsikan hubungan ketiga variabel tersebut (X1, X2, X3) berbanding lurus dengan variabel niat beli cabai

kering.

Selain itu, informasi bahwa cabai kering sudah mulai dikonsumsi oleh rumah tangga berpendapatan menengah ke atas menjadi alasan bahwa variabel pendapatan rumah tangga per bulan (X4) diduga mempengaruhi variabel niat beli

cabai kering (Y). Hubungan variabel pendapatan rumah tangga per bulan (X4)

diasumsikan berbanding lurus dengan variabel niat beli cabai kering (Y), berdasarkan teori permintaan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin meningkatkan jumlah barang yang diminta, ceteris paribus. Sehingga nilai koefisien parameter yang diharapkan pada keempat variabel independen adalah: (β1,

β2, β3, β4) > 0.

Nilai variabel (X1, X2, X3) merupakan skor total sikap terhadap pembelian

(31)

dengan cara membagi skor total variabel dengan jumlah pasangan pernyataan komponen variabel tersebut. Jumlah pasangan pernyataan komponen masing-masing variabel berturut-turut yaitu 5, 4, dan 2 pasang pernyataan. Nilai variabel (X4) diperoleh dengan cara membagi skor total variabel niat beli cabai kering

dengan jumlah pernyataan niat beli cabai kering. Sehingga nilai variabel (X4)

berada pada rentang 1-4. Nilai variabel untuk seluruh sampel dapat dilihat pada Lampiran 5.

Model regresi linier berganda diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Beberapa asumsi yang harus dipenuhi dengan metode OLS

5. Tidak terjadi multikolinier (hubungan linier) antar variabel independen. Evaluasi model persamaan penduga digunakan untuk mengetahui apakah model regresi linier yang diperoleh memenuhi kriteria secara statistika. Kriteria statistik merupakan uji diagnostik yang terkait dengan kebaiksuaian (goodness of fit) model dan pengujian hipotesis. Kriteria statistik terdiri atas, 1) interpretasi nilai R-Square (R2) yaitu ukuran kemampuan model dalam menyesuaikan data, 2) uji F untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, dan 3) uji t untuk menguji signifikansi parameter dari masing-masing variabel independen (uji individual). Selain kriteria secara statistika, model harus memenuhi asumsi OLS, sehingga perlu dilakukan uji asumsi klasik. Berikut penjabaran dari kriteria statistik dan uji asumsi klasik.

1. Kriteria statistik

R2 (koefisien determinasi) merupakan ukuran kemampuan model dalam mem-fit-kan data. Nilai R2 berada diantara 0 dan 1 (dalam persen). Jika nilai R2 semakin mendekati 1, maka model dikatakan semakin fit. Interpretasi nilai R2 yaitu persentase variasi variabel independen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen yang terdapat dalam model. R2 diperoleh dengan

Uji statistik F dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, sehingga fungsi uji F sama dengan menguji signifikansi statistik R2 yang diperoleh. Uji statistik F dengan derajat bebas n-k-1 (n=jumlah sampel, k=jumlah variabel independen dan variabel dependen) dapat digunakan menguji hipotesis (H1) bahwa variabel

(32)

variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

H0 : β1=β2=β3=β4=0, variabel independen (Xi) secara bersama-sama tidak

berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering.

H1 : β1≠β2≠β3≠β4≠0, variabel independen (Xi) secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering.

Keputusan pengujian dapat dilihat dengan dua indikator yaitu membandingkan nilai statistik F-hitung dengan F-tabel, atau membandingkan nilai α (taraf nyata) dengan nilai probabilitas F (p-value) dalam tabel ANOVA (analysis of variance). Nilai α yang digunakan dalam penelitian ini 0.10. Kriteria keputusan pengujian sebagai berikut:

a. F-hitung ≤ F-tabel atau nilai p-value ≥ α maka terima H0, kesimpulannya

variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering.

b. F-hitung ≥ F-tabel atau nilai p-value ≤ α maka tolak H0, kesimpulannya

variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering.

Uji statistik t untuk menguji apakah variabel independen secara parsial (individual) berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Nilai statistik t berderajat bebas n-k; α/2 dengan α sebesar 0.10. Nilai statistik t hitung diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

bi = koefisien ke-i yang diduga

βi = nilai parameter ke-i yang diduga yaitu 0

Sbi = standar deviasi dari parameter ke-i

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

H0 : βi = 0, variabel independen (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli

cabai kering.

H1 : βi < 0 atau βi > 0, variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap niat

beli cabai kering.

Keputusan pengujian dapat dilihat dengan dua indikator yaitu membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel, atau membandingkan nilai α (taraf nyata) dengan nilai probabilitas t (p-value). Kriteria keputusan pengujian sebagai berikut:

a. t-hitung ≤ t-tabel atau nilai p-value ≥ α maka terima H0, kesimpulannya

variabel independen (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai

kering.

b. t-hitung ≥ t-tabel atau nilai p-value ≤ α maka tolak H0, kesimpulannya

variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai

kering.

2. Uji asumsi klasik

(33)

atau nilai harapan residual sama dengan nol untuk semua sampel, akan selalu terpenuhi karena dalam garis regresi terdapat konstanta atau intersep.

Asumsi homoskedastisitas adalah ketika ( ) konstan untuk semua i (sampel), ragam residual konstan. Namun, jika ragam residual tidak sama untuk tiap sampel ke-i dari variabel-variabel independen dalam model regresi maka terdapat masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat dideteksi salah satunya dengan uji Glester.

Uji Glester dilakukan dengan menjadikan nilai mutlak residual sebagai variabel dependen, kemudian diregresikan terhadap variabel independen yang terdapat dalam model. Jika nilai probabilitas statistik F dalam tabel ANOVA lebih besar dari α, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Asumsi tidak ada autokorelasi ditunjukkan oleh persamaan, ( )

( ) untuk semua i ≠ j. Autokorelasi adalah hubungan linear yang terjadi pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode (lag). Artinya autokorelasi bukan mengacu pada hubungan dua variabel yang berbeda, tetapi antara skor-skor yang berurutan dari variabel yang sama. Autokorelasi dapat dideteksi salah satunya dengan uji Durbin-Watson (DW). Bila nilai statistik DW bernilai sekitar 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada gejala autokorelasi dalam model.

Asumsi bahwa residual menyebar normal dapat dideteksi dengan uji normalitas. Salah satu cara uji normalitas adalah uji Kolmogorv-Smirnov (KS).

Residual menyebar normal jika nilai statistik KS < KS1-α atau nilai probabilitas

KS > α.

Asumsi terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terjadi multikoliniearitas. Kolinearitas ganda (multikolinearitas) merupakan hubungan linear yang sama kuat antara variabel-variabel independen dalam persamaan regresi. Deteksi moltikolinearitas dapat dilihat dari dua hal. Pertama, jika nilai R2 tinggi tetapi tidak ada satupun parameter koefisen variabel independen yang signifikan. Kedua, jika nilai variance inflation factor (VIF) lebih besar dari 10.

Analisis sensitivitas harga

Sensitivitas harga pada penelitian ini diukur dengan seberapa cepat konsumen cabai segar beralih kepada produk cabai kering ketika terjadi peningkatan harga cabai segar. Responden konsumen rumah tangga diminta responnya terhadap skenario peningkatan harga cabai segar. Skenario tersebut berupa daftar harga cabai segar dimulai dari harga pertama Rpi20i000, harga berikutnya ditambah Rpi5i000, sampai dengan harga Rpi100i000.

Terdapat empat kemungkinan kategori respon, yaitu:

1. membeli cabai segar walaupun cabai segar harganya terus mengalami peningkatan, namun pada level harga tertentu konsumen mensubstitusi cabai segar dengan membeli cabai kering.

2. mensubstitusi cabai kering dengan cepat pada awal-awal skenario peningkatan harga cabai segar.

3. Tetap membeli cabai segar, dan tidak akan beralih kepada cabai segar, berapapun harga cabai segar di pasar.

4. menggunakan cabai kering, tanpa memperhatikan harga cabai segar.

(34)

menunjukkan sensitivitas harga yang tinggi. Respon kategori 3 menunjukkan konsumen cabai segar tidak sensitif harga. Ada pun responden yang memberikan respon kategori 4 menunjukkan bahwa cabai kering bukan produk substitusi cabai segar. Selain itu, informasi yang penting untuk diperoleh adalah pada tingkat harga cabai segar berapa, responden akan beralih ke produk cabai kering.

Analisis proses pembelian cabai kering

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Proses pembelian tersebut mengacu kepada Proses Pembelian Bisnis menurut Kotler dan Amstrong (2006). Menurut Nazir (2002) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meniliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sikap Konsumen Rumah Tangga terhadap Cabai Kering (TPB)

Sikap terhadap pembelian cabai kering (ATB)

Sikap terhadap pembelian cabai kering terdiri atas dua komponen yaitu keyakinan perilaku dan evaluasi konsekuensi. Tabel 2 menampilkan jawaban responden terhadap setiap pernyataan sikap terhadap pembelian cabai kering. Proporsi jawaban terbanyak pada komponen keyakinan perilaku yaitu responden setuju bahwa pembelian cabai kering memungkinkan penyimpanan cabai dalam waktu yang lama dan pembelian cabai kering pada jumlah tertentu setara dengan 3-4 kali jumlah cabai segar. Hal ini menunjukkan daya simpan dan volume cabai kering adalah dua manfaat yang paling diyakini dalam pembelian cabai kering.

Sementara itu, jawaban setuju mempunyai proporsi terbanyak untuk pernyataan invers. Ada dua pernyataan invers, yaitu yaitu pembelian cabai kering mengharuskan cabai kering direbus dahulu sebelum digunakan dan pembelian cabai kering akan mengurangi kualitas sambal yang dibuat. Kualitas sambal (tingkat kesegaran dan kepedasan) yang berkurang dan ketidakpraktisan penggunaan cabai kering merupakan konsekuensi negatif dalam pembelian cabai kering. Sebanyak dua per tiga dari jumlah responden meyakini kedua konsekuensi tersebut terjadi pada cabai kering. Namun satu per tiga lainnya meyakini bahwa kualitas kepedasan cabai kering dan cabai segar tidak berbeda.

(35)

Tabel 2 Sebaran responden berdasarkan pernyataan sikap terhadap pembelian cabai kering

No Pernyataan Jawaban

STS TS S SS Keyakinan Perilaku

1 Dengan membeli cabai kering, memungkinkan saya

untuk menyimpan cabai dalam waktu yang lama 0 1 17 12 2* Jika saya membeli cabai kering, maka akan mengurangi

kualitas sambal (tingkat kesegaran dan kepedasan) cabai yang saya buat

0 11 16 3

3 Dengan membeli cabai kering, saya memperoleh harga

cabai yang lebih murah daripada harga cabai segar 2 13 13 2 4* Jika saya membeli cabai kering, maka saya harus

merebus cabai kering sebelum digunakan untuk membuat sambal

0 9 19 2

5 Dengan membeli cabai kering pada jumlah tertentu, maka saya seperti memperoleh cabai segar 3-4 kali lebih banyak dari jumlah tersebut

0 3 24 3

Evaluasi Konsekuensi

1 Saya ingin menyimpan cabai dalam waktu yang lama 2 8 18 2 2 Kualitas sambal cabai (tingkat kesegaran dan

kepadasan) sangat penting bagi saya 1 1 14 14

3 Bagi saya, harga cabai yang murah adalah hal yang

penting 2 5 9 14

4* Merebus cabai kering sebelum saya gunakan untuk

membuat sambal sangat menyulitkan saya 4 21 5 0 5 Jumlah 1 kg cabai kering yang setara dengan 3-4 kg

cabai segar sangat penting buat saya 2 4 22 2

Keterangan: STS: sangat tidak setuju, TS: tidak setuju, SS: sangat setuju, *: pernyataan invers

Proporsi jawaban yang dominan pada komponen evaluasi konsekuensi secara berurutan (lihat Tabel 2), yaitu responden setuju bahwa 1 kg jumlah cabai kering yang setara dengan 3-4 kg cabai segar sangat penting, responden ingin menyimpan cabai dalam waktu yang lama, kualitas sambal sangat penting, dan harga cabai murah adalah hal yang penting. Kualitas sambal yang dihasilkan paling dipentingkan oleh responden, dimana jawaban setuju dan sangat setuju diberikan oleh hampir seluruh responden.

Responden umumnya tidak setuju bahwa merebus cabai kering sebelum digunakan untuk membuat sambal dapat menyulitkan (pernyataan invers). Keharusan cabai kering direbus sebelum digunakan bukanlah aktivitas yang menyulitkan responden, sebab hal itu merupakan aktivitas yang biasa dalam proses memasak. Sebagian responden yang telah menggunakan cabai kering menyebutkan bahwa cabai kering cukup direndam dan di-blender.

Gambar

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian
Tabel 2 Sebaran responden berdasarkan pernyataan sikap terhadap pembelian cabai kering
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma subjektif
Tabel 10 Sebaran skor rata-rata setiap faktor dalam pembelian berdasarkan kelas pendapatan

Referensi

Dokumen terkait

[2] Pola pengumpulan sampah pada Kecamatan Johan Pahlawan menggunakan pola individual tidak langsung yang caranya mengumpulkan sampah dari sumber sampah lalu diangkut oleh

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dimensi, elevasi dan nilai kuat tekan beton yang akan digunakan pada analisis peningkatan kapasitas gedung.. Hal tersebut

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Evaluasi kekuatan struktur pada bangunan gedung tujuh lantai komplek Gedung H Universitas Dian Nuswantoro mendemonstrasikan dampak

Dari sisi internal tercermin dari belum memadainya laporan kebutuhan manajemen yang disebabkan oleh proses penatausahaan (perencanaan, pendaftaran, pendataan, penetapan,

Pengukuran terhadap perubahan kecepatan rambat gelombang akan lebih mudah dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk dapat merambat pada

Temuan empiris terkait dengan adanya hubungan antara kecepatan dengan minat perilaku dalam menggunakan e-filing adalah persepsi yang baik dari wajib pajak terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran ibu rumah tangga dalam pemanenan hasil hutan kayu dan getah pinus, serta mengetahui curahan waktu kerja yang